Anda di halaman 1dari 185

MATERI TEKNIS

REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)


KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Bab 1 PENDAHULUAN
Pengertian ruang sebagai wadah bagi kegiatan sosial-ekonomi manusia, memiliki
keterbatasan serta kesempatan ekonomi yang tidak sama, berdampak pada sering
timbulnya konflik pemanfaatan ruang wilayah. Konflik atau pertentangan pemanfaatan ruang
seringkali muncul akibat belum tertatanya ruang wilayah untuk berbagai kegiatan secara
optimal.
Penataan ruang adalah suatu proses yang berkelanjutan dan akan terus mengalami
perkembangan sesuai dengan pemanfaatan ruang dan daya dukung ruang oleh pengguna
ruang, sebagai upaya dalam penjabaran pelaksanaan pembangunan, dengan mengacu
pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang sejalan
dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana yang ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Dalam upaya mewujudkan program pembangunan
yang selaras, seimbang dan berkelanjutan sesuai dengan daya tampung dan daya dukung
lingkungan, tentunya diperlukan rencana tata ruang yang telah mengakomodir semua
potensi sumber daya yang ada di suatu wilayah.
Pada hakekatnya penataan ruang adalah suatu rangkaian proses siklis, dimulai dengan
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang.
Sedangkan Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Penataan ruang ini
secara hukum merupakan wewenang dan tugas pemerintah, sebagaimana ditegaskan
dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Menurut Undang-Undang No.26/2007 tentang Penataan Ruang, ruang didefinisikan sebagai
wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Mengikuti definisi ini, maka hakekat
fungsional dari sebuah ruang adalah bagaimana pengelola wilayah mampu melakukan
penataan ruang yang dapat menjamin keberlanjutan seluruh aktivitas manusia dan makhluk
hidup lain di dalamnya. Oleh karena tujuan dari penataan ruang adalah menjamin
keberlanjutan segenap fungsi, khususnya kegiatan manusia maka proses penataan ruang
dan hasilnya yaitu tata ruang menjadi kebutuhan yang fundamental bagi sebuah wilayah.
Walaupun definisi penataan ruang menurut UU No.26/2007 merupakan sebuah sistem
proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang,
namun proses dari segenap kegiatan penataan ruang tersebut menjadi hal terpenting agar
hasil dari penataan ruang yaitu tata ruang dapat diterima dan dapat diimplementasikan
dengan baik. Pada prinsipnya, proses penataan ruang dilakukan secara partisipatif,
komprehensif tanpa meninggalkan aspek efektivitas dan efisiensi proses penataan ruang itu
sendiri.
Dalam konteks kebijakan pembangunan daerah, ruang merupakan wadah tempat aktivitas
pembangunan dilaksanakan baik dalam kerangka pembangunan ekonomi, sosial,
kelembagaan maupun pembangunan bidang lingkungan. Seluruh aktivitas pembangunan
tersebut bermuara pada kebutuhan ruang yang dideliniasi dalam bentuk ruang wilayah
administrasi daerah.

1-1
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah dilatarbelakangi oleh berbagai faktor seperti
pertambahan jumlah penduduk, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan
kegiatan ekonomi, perkembangan atau perluasan jaringan komunikasi dan transportasi serta
faktor lainnya. Faktor-faktor tersebut akan membawa perubahan terhadap bentuk keruangan
di wilayah yang bersangkutan, baik secara fisik maupun non fisik, sebagai wadah kegiatan
masyarakat di dalamnya. Perkembangan suatu wilayah yang tidak direspon dan diintervensi
akan mengakibatkan perkembangan yang tidak terarah dan penurunan kualitas lingkungan.
Oleh karena itu, diperlukan penyusunan dokumen rencana tata ruang yang berisi kebijakan,
strategi, dan program-program yang mengakomodasi dan mengatur kebutuhan
pemanfaatan ruang suatu wilayah.
Dalam rangka melaksanakan pembangunan daerah, telah diupayakan adanya keterpaduan
pembangunan sektoral dan wilayah/daerah. Wujud operasionalnya secara terpadu
diselenggarakan melalui pendekatan wilayah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) yang komprehensif dan bersinergi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional dan Provinsi. Semakin pesatnya perkembangan suatu wilayah/daerah yang
dicirikan dengan lajunya pembangunan yang beraneka ciri dan sifat kehidupan perkotaan,
maka diperlukan suatu pengarahan, penelitian, perencanaan dan pengembangan untuk
tertib pembangunan dan pengembangan suatu wilayah/daerah sebagai suatu unsur
pendukung pembangunan yang lebih luas lagi.
Suatu wilayah dapat berkembang secara alamiah dan direncanakan, untuk wilayah yang
berkembang melalui tahap perencanaan memerlukan landasan hukum yang dapat
digunakan sebagai pedoman perencanaan. Landasan hukum yang digunakan dalam proses
perencanaan pembangunan berlandaskan pada Undang-Undang Penataan Ruang Nomor
26 Tahun 2007, selain itu setiap daerah juga hendaknya mempertimbangkan faktor daya
dukung lingkungan serta kendala lingkungan dalam merencanakan suatu pembangunan.
Perkembangan wilayah merupakan manifestasi
kebutuhan ruang akibat adanya perkembangan penduduk dan segala aktivitas kegiatannya.
Apabila pertumbuhan dan perkembangan tidak diikuti dengan suatu perencanaan yang
matang dapat menimbulkan permasalahan di masa mendatang, baik secara struktural
maupun fungsional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membuat pedoman
kebijaksanaan untuk melaksanakan pembangunan lebih rinci.
Lahirnya Kabupaten Bandung Barat didasarkan pada Undang-Undang No. 12 Tahun 2007
tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat, tanggal 2 Januari
2007. Lahirnya undang-undang tersebut, setelah melalui pertimbangan dan proses yang
panjang dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Aspirasi dan
keinginan masyarakat itu dituangkan secara formal dalam Surat Keputusan DPRD
Kabupaten Bandung No. 11 Tahun 2004 tanggal 20 Agustus 2004 tentang Persetujuan
DPRD Kabupaten Bandung terhadap Pembentukan Kabupaten Bandung Barat serta surat
usulan dari Bupati Bandung.
Dalam rangka pengembangan kabupaten sesuai dengan potensi daerah, khususnya guna
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan pada masa yang akan
datang, diperlukan adanya kesatuan perencanaan pembangunan wilayah. Untuk itu, tata
ruang wilayah kabupaten harus benar-benar serasi dan terpadu penyusunannya dalam satu

1-2
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

kesatuan sistem dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten di sekitarnya.
Agar proses perencanaan, pengendalian dan pemanfaatan ruang di Kabupaten Bandung
Barat tidak tumpang tindih maka diperlukan suatu "Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)".
Hal ini sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007 Bab II pasal 2, penataan ruang
diselenggarakan berdasarkan azas: keterpaduan; keserasian, keselarasan, dan
kesinambungan; keberlanjutan; keberdayagunaan (efektif) dan keberhasilgunaan (efisien);
keterbukaan; kebersamaan dan kemitraan; pelindungan kepentingan umum; kepastian
hukum dan keadilan; serta akuntabilitas.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Barat, merupakan alat
operasional dalam mengkoordinasikan dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan
pembangunan yang berkelanjutan, mensinkronkan kepentingan antar stakeholders, serta
mampu menjabarkan kepentingan pembangunan regional dan nasional di daerah. Selain itu,
rencana ini harus dapat dijadikan acuan bagi program-program pembangunan dan bagi
perencanaan tata ruang daerah di tingkat yang lebih rendah dengan tidak melupakan
rencana tata ruang wilayah perbatasan seperti Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Subang, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten
Sumedang.
Seiring dengan perkembangan pemanfaatan ruang wilayah di Kabupaten Bandung Barat
yang membawa dampak pada pola pergeseran dalam pemanfaatan ruang, hal ini
disebabkan wilayah di Kabupaten Bandung Barat sudah menjadi tujuan para pengguna
ruang dalam pemanfaatannya. Untuk mengantisipasi tersebut diperlukan suatu penetapan
dan arahan pemanfaatan ruang secara komprehensif kewilayahannya serta kawasannya
agar lebih terkontrol dan terkendali guna meningkatkan fungsi kewilayahan dengan
mempertegas fungsi ruang agar adanya keseimbangan dan keserasian dalam
perkembangan wilayah antar sektor.
Dinamika pembangunan di Kabupaten Bandung Barat yang berkembang cukup pesat sejak
legalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 –
2029 melalui Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Barat Nomor 2 Tahun 2012,
diantaranya di bidang industri, permukiman, perdagangan-jasa dan kebutuhan infrastruktur
wilayah. Disamping itu, pesatnya perkembangan pembangunan yang terjadi perlu diiringi
dengan penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai dan mempertahankan kawasan
lindung lainnya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Demikian
halnya, perubahan kebijakan peraturan perundang-undangan sektoral tingkat nasonal
maupun regional (Provinsi Jawa Barat) juga dapat mempengaruhi kebijakan pembangunan
yang ada di daerah.
Selama kurun waktu disahkannya RTRW sampai saat ini, Kabupaten Bandung Barat
mengalami banyak perubahan baik yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun internal
yang menjadi pertimbangan perlunya kegiatan peninjauan kembali dan revisi terhadap
dokumen RTRW Kabupaten. Perubahan aspek eksternal terkait adanya kebijakan nasional
seperti Peraturan Presiden Nomor 03 Tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis
Nasional. Proyek strategis nasional merupakan proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Oleh karenanya, dalam hal proyek

1-3
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

strategis nasional tersebut tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten/Kota maka harus
dilakukan penyesuaian terhadap tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang penataan ruang.
Pelaksanaan peninjauan kembali RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009-2029 pada
Tahun 2016 menghasilkan rekomendasi perlunya dilakukan revisi RTRW Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2009-2029. Rekomendasi perlunya dilakukan revisi substansi
tersebut dilakukan berdasarkan berbagai pertimbangan adanya perubahan kondisi internal
maupun eksternal, baik dari aspek kebijakan, peraturan perundang-undangan, masukan
seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat, serta dinamika pembangunan kabupaten
yang mempengaruhi penataan ruang wilayah kabupaten.
Dalam rangka menjamin keberlanjutan segenap kegiatan di Kabupaten Bandung Barat baik
dalam kerangka waktu saat ini maupun masa depan, maka penataan ruang Kabupaten
Bandung Barat menjadi salah satu prasyarat yang penting. Untuk itu, proses penataan
ruang yang menghasilkan tata ruang sebagai wujud dari struktur dan pola ruang Kabupaten
Bandung Barat menjadi kegiatan penting dan tidak dapat ditinggalkan. Namun demikian,
proses penataan ruang yang menghasilkan struktur dan pola ruang tidak dapat diwujudkan
dengan baik tanpa memahami kondisi faktual pemanfaatan ruang, arahan kebijakan
(lokal/regional/ nasional) yang diberikan, serta isu strategis pada berbagai aspek.
Perubahan kebijakan eksternal dan internal sangat mempengaruhi penilaian dalam
peninjauan kembali RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009-2029, sehingga perlu
ditambahkan untuk mengakomodir perencanaan pembangunan baik yang menjadi
kepetingan nasional, provinsi, maupun kabupaten. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan
penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009-2029, yang dilakukan
dengan memperhatikan landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis, serta memperhatikan
tahapan, metodologi, serta perubahan kebijakan dan kepentingan seluruh stakeholder
Kabupaten Bandung Barat sesuai peraturan perundang-undangan.

1.2 Tujuan, Fungsi dan Manfaat RTRW Kabupaten


Pada dasarnya, hakikat disusunnya RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009-2029
berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 adalah:
a. Mencapai pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
b. Meningkatkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah serta
keserasian antar sektor melalui pemanfaatan ruang kawasan secara serasi, selaras, dan
seimbang serta berkelanjutan.
c. Meningkatkan kemampuan memelihara pertahanan keamanan negara yang dinamis dan
memperkuat intergrasi nasional.
d. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan fungsi dan
tatanannya.
Tujuan dari kegiatan penyusunan RTRW Kabupaten Barat ini adalah tersusunnya suatu
dokumen perencanaan wilayah yang mencakup seluruh wilayah Kabupaten Bandung Barat,
yang akan menjadi pedoman bagi semua pihak dalam melakukan pembangunan keruangan
di Kabupaten Bandung Barat. Sasaran dari penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Bandung Barat yang hendak dicapai adalah sebagai berikut.

1-4
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

a. Terkendalinya pembangunan di wilayah Kabupaten Bandung Barat baik yang


dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta;
b. Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya;
c. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di wilayah
Kabupaten Bandung Barat;
d. Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia di wilayah Kabupaten Bandung
Barat;
e. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan.
Selain itu, sasaran yang ingin dicapai dari penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Bandung Barat juga mengacu pada UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 26
ayat 2, yaitu bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Barat harus
menjadi pedoman untuk:
a. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD);
b. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten
Bandung Barat;
d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor;
e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; serta
f. Penataan ruang kawasan strategis Kabupaten Bandung Barat.
Dalam dokumen RTRW Kabupaten Bandung Barat yang akan dihasilkan, tujuan
penyusunannya mengacu pada UU No. 26 Tahun 2007, yaitu mewujudkan ruang wilayah
kabupaten yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, dengan:
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Dokumen RTRW Kabupaten Bandung Barat ini akan mengemban beberapa fungsi sebagai
berikut:
1. Sebagai matra ruang dari Rencana Strategis, Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan
Rencana Strategis (Renstra) Kabupaten Bandung Barat.
2. Sebagai arahan bagi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat untuk
menetapkan lokasi dalam menyusun program-program dan proyek-proyek
pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di daerah.
3. Sebagai dasar dalam pemberian rekomendasi pemanfaatan ruang sehingga
pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang sudah
ditetapkan.
4. Sebagai perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Bandung Barat.
5. Sebagai perwujudan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan
perkembangan antar kawasan di wilayah Kabupaten Bandung Barat serta keserasian
pembangunan antar sektor.
6. Sebagai alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah,
masyarakat dan swasta;

1-5
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

7. Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan;


8. Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang.

1.3 Kedudukan RTRW Kabupaten


Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dijelaskan
bahwa dalam sistem penataan ruang meliputi proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. RTRW Kabupaten Bandung Barat dalam
hirarki rencana tata ruang mempunyai kedudukan di bawah Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN) dan RTRW Provinsi Jawa Barat, serta masuk dalam wilayah yang
menjadi salah satu target percepatan strategis nasional yang dirumuskan sebagai dimensi
tata ruang kebijakan pembangunan nasional.
Sebagai suatu rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bandung Barat, dalam pengertian ini,
aspek besaran tiap kawasannya menunjukkan ukuran secara tepat dijabarkan dalam bentuk
RTRW kabupaten dan rencana-rencana detail tata ruang kawasan sebagai tindak lanjutnya.
Berdasarkan hal tersebut, RTRW Kabupaten Bandung Barat akan dijadikan acuan bagi
penyusunan rencana-rencana detail tata ruang kawasan dan rencana pembangunan,
sehingga keberadaan rencana-rencana atau kebijakan-kebijakan tata ruang yang telah
disusun perlu diakomodasikan serta diintegrasikan atau disinkronisasikan dengan RTRW
Kabupaten Bandung Barat. Kedudukan RTRW Kabupaten Bandung Barat dalam hirarki
rencana tata ruang, tidak terlepas dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Gambar 1.1 Keterkaitan Antar Rencana

1-6
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

1.4 Landasan Hukum


Secara normatif berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU Nomor 12 Tahun 2011, peraturan
perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat
secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Esensi dari otonomi daerah adalah memberikan kewenangan kepada daerah otonom untuk
mengatur urusan yang menjadi kewenangannya berdasarkan karakteristik daerah masing-
masing namun demikian, pengaturan tersebut tetap tidak diperkenankan bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka pengaturan dalam Perda dihadapkan pada persoalan
bagaimana agar Perda dapat mengatur urusan kewenangan sesuai dengan karakteristik
daerahnya, namun tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Pengaturan tentang peraturan daerah bertujuan untuk mengetahui kesinkronan dan
keharmonisasian pengaturan mengenai peraturan daerah dalam beberapa undang-undang
secara horizontal dan secara vertikal. Landasan Hukum dalam penyusunan RTRW
Kabupaten Bandung Barat disusun dengan memperhatikan arahan pengembangan
kebijakan penataan ruang mencakup perencanaan struktur ruang dan pola ruang serta
penetapan ruang wilayah dan pengendalian ruang wilayah yang harus dikoordinasikan
dengan wilayah pengembangan Kabupaten Bandung Barat, serta memperhatikan kerja
sama kawasan perbatasan wilayah kabupaten, dan RTRW Provinsi.
Adapun dasar hukum yang menjadi landasan dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Barat, adalah:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043);
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);
c. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 67)
d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4377);
e. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 132);
1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
2. Undang-Undang No. 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung
Barat;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

1-7
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian


Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5492);
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5495);
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah dan Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Konservasi
Tanah Dan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 299,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5608);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 48);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan
dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5185);
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5186);
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Ketelitian
Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393);
15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2014 Tentang
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 264, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5598);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penetapan Batas Daerah;
17. Peraturan Menteri Agragria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia No. 1 Tahun 2018. Tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota;
18. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang WIlayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029;

1-8
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

19. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 02 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat.

1.5 Ruang Lingkup


1.5.1 Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah Penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2009-2029 adalah seluruh wilayah administratif Kabupaten Bandung
Barat dengan mempertimbangkan juga kajian terhadap wilayah eksternalnya, dengan
batasan wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah barat : berbatasan dengan kabupaten Cianjur
b. Sebelah utara : berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang.
c. Selebah timur : berbatasan dengan Kabupaten bandung dan Kota Cimahi.
d. Sebelah selatan : berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur.

1.5.2 Lingkup Substansi


Ruang lingkup substansi Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009-
2029 memiliki ruang lingkup substansi dari materi teknis RTRW Kabupaten Bandung Barat
Tahun 2009-2029 yang terdiri dari beberapa hal berikut.
a. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten (penataan
kabupaten) merupakan terjemahan dari visi dan misi pengembangan kabupaten dalam
pelaksanaan pembangunan untuk mencapai kondisi ideal tata ruang yang diharapkan.
b. Rencana Struktur Ruang
Rencana struktur ruang merupakan rencana kerangka tata ruang wilayah kabupaten
yang dibangun oleh konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhierarki satu sama lain dan
dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah terutama jaringan transportasi.
c. Rencana Pola Ruang
Rencana pola ruang wilayah kabupaten merupakan rencana distribusi peruntukan ruang
dalam wilayah kabupaten yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
d. Penetapan Kawasan Strategis
Kawasan strategis wilayah kabupaten merupakan bagian wilayah kabupaten yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup kabupaten, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
Penentuan kawasan strategis kabupaten lebih bersifat indikatif.
e. Arahan Pemanfaatan Ruang
Arahan pemanfaatan ruang merupakan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam
indikasi program utama penataan/pengembangan kabupaten dalam jangka waktu
perencanaan 5 tahunan sampai akhir tahun perencanaan (20 tahun).

1-9
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang


Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan
umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi.

1.6 Jangka Waktu Perencanaan


Jangka waktu berlakunya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Barat
yang disusun adalah 20 (dua puluh) tahun selama periode 2009-2029.

1.7 Tinjauan Kebijakan Penataan Ruang


1.7.1 Tinjauan Kebijakan Nasional
A. Rencana Pembangunan Nasional (RPJPN dan RPJMN)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 disusun dengan fungsi
sebagai pedoman bagi Kementrian/Lembaga dalam menyusun rencana strategis, bahan
penyusunan dan penyesuaian rencana pembangunan daerah, menjadi pedoman
pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah, dan acuan dasar dalam
pemantauan dan ebaluasi. Selain itu Dokumen RPJMN juga dapat menjadi acuan bagi
masyarakat dalam partisipasi pelaksanaan pembangunan nasional.
Dokumen RPJMN 2015-2019 menjadi tiga (3) buku yang memiliki kandungan yang berbeda-
beda. Buku pertama memuat Agenda Pembangunan Nasional. Buku II memuat Agenda
Pembangunan Bidang dan Buku III memuat Agenda Pembangunan Wilayah.
Dalam kegiatan Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 ini,
peninjauan terhadap Dokumen RPJMN 2015-2019 merupakan salah satu tinjauan yang
penting agar pembangunan berjalan dengan efektif. Selain itu juga terdapat rencana-
rencana pembangunan yang dialokasikan di Kabupaten Bandung Barat sehingga
berdampak pada penataan ruang Kabupaten Bandung Barat. Oleh karena itu rencana-
rencana tersebut perlu menjadi perhatian dalam proses penyusunan revisi RTRW
Kabupaten Bandung Barat 2009-2029. Pedoman integrasi program prioritas di RPJMN ke
dalam Rencana Tata Ruang digambarkan dalam skema berikut.

1-10
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Gambar 1.2 Skema Sinkronisasi Program Nawacita dengan RTRW Daerah

Segera Revisi
karena umur perda
lebih dari 5 tahun

Tunggu sampai 5 tahun


tapi sudah ada kajian
nawacita

Sumber: Kementrian Agararia dan Tata Ruang 2016

Dalam RPJMN 2015-2019 disebutkan beberapa program yang berhubungan dengan


Kabupaten Bandung Barat. Peninjauan ini dibutuhkan untuk melihat sinkronisasi program
nasional dengan kemampuan RTRW Kabupaten Bandung Barat dalam merespon
deregulasi di level nasional. Beberapa program yang disebutkan dalam RPJMN 2015-2019
dapat disimak dalam tabel berikut:

Tabel 1.1 Program RPJMN 2015-2019 yang Berhubungan dengan Kabupaten Bandung Barat
No Muatan
1 Perwujudan Sistem Pengembangan Kawasan Strategis Nasional, salah satunya adalah
Perkotaan Nasional Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung (Kota Bandung, Kab. Bandung,
Kab. Bandung Barat, Kota Cimahi, Kab. Majalengka dan Kab.
Sumedang
2 Peningkatan Keterkaitan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung diarahkan sebagai pusat
Kota dan Desa di Wilayah kegiatan skala global yang berorientasi pada meningkatkan
Jawa-Bali spesialisasi fungsi jasa pendidikan, teknologi sistem informasi, industri
dan pariwisata perkotaan

3 Pengembangan Kawasan Memiliki fungsi peningkatan daya dukung lingkungan yang


Strategis Nasional dengan berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan untuk menjamin tetap
Kepentingan Ekonomi dan berlangsungnya konservasi air dan tanah dengan mempertahankan
Lingkungan Hidp kualitas dan kuantitas air tanah dan air permukaan, serta
penanggulangan banjir
4 Kegiatan Strategis PLTP Tangkuban Perahu 1 55 MW
Infrastruktur
PLTP Tangkuban Perahu 2 30 MW

Sumber: Buku III RPJMN 2015-2019

1-11
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Selain itu juga terdapat program strategis nasional yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019.
Program tersebut akan dibahas pada bagian selanjutnya dikarenakan adanya Peraturan
Presiden No 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Peraturan ini tentu saja harus segera direspon oleh setiap Pemerintah Daerah agar
percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional bisa segera berlangsung.

B. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2016 tentang Percepatan


Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
Peraturan Presiden ini dilaksanakan dalam rangka percepatan pelaksanaan proyek strategis
guna memenuhi kebutuhan dan dasar dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah
satu poin penting dalam Peraturan Presiden ini adalah pasal mengenai tanggung jawab
kepala daerah, baik gubernur, bupati maupun walikota dalam melakukan percepatan
pelaksanaan proyek strategis nasional dalam bidang perizinan dan non perizinan sesuai
dengan kewenangan yang dimiliki oleh kepala daerah. Perizinan yang dimaksud antara lain
seperti penetapan lokasi, izin lingkungan dan izin mendirikan bangunan
Pada bab mengenai tata ruang juga disebutkan beberapa pasal mengenai percepatan
proyek strategis nasional. Proyek Strategis Nasional yang tidak sesuai dengan RTRW,
RDTR atau RZWPPPK dan secara teknis tidak mungkin dipindahkan dari rencana nasional
dapat mendorong tejadinya penyesuaian tata ruang sesuai dengan kebutuhan rencana
proyek strategis nasional dengan mempertimbangkan kaidah bidang penataan ruang.
Dalam lampiran Peraturan Presiden No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan
Proyek Strategis Nasional terdapat 225 proyek strategis dengan rincian dari 225, 46 proyek
tersebar di wilayah Sumatera, 89 proyek ada di Jawa, 24 proyek ada di Kalimantan, dan 16
proyek ada di Bali dan Nusa Tenggara. Selain itu, Sulawesi juga mendapat jatah 28 proyek,
Maluku dan Papua 13 proyek, kemudian ada 10 proyek yang tersebar di beberapa provinsi.
Sementara itu, jika dilihat dari sektor proyek, 52 proyek mengenai jalan dan rel KA (Kereta
Api), 19 KA, 17 bandara, 13 proyek pelabuhan, 10 air bersih, 25 kawasan, 60 bendungan.
Proyek Strategis Nasional yang berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat antara lain:
a. Kereta Cepat Jakarta-Bandung
b. Kawasan TOD Walini
c. PLTA Upper Cisokan 260 MW

1-12
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Gambar 1.3 Rencana Trase Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Sumber: Paparan Progress Report KCIC, 31 Mei 2016

Proyek Strategis Nasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung direncanakan akan melewati


Kabupaten Bandung Barat. Selain itu juga terdapat rencana pembangunan Kawasan Transit
Oriented Development (TOD) di kawasan Walini yang merupakan bagian dari Kabupaten
Bandung Barat sebagai implikasi dari rencana pengembangan kereta cepat Jakarta-
Bandung. Rencana ini belum terakomodasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Bandung Barat 2009-2029 sehingga dibutuhkan sinkronisasi antara Proyek Kereta Cepat
Jakarta Bandung ini dengan RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029.
Sementara itu untuk Proyek Pembangunan PLTA Cisokan telah diterbitkan Surat Keputusan
Gubernur Jawa Barat Nomor 593/Kep.52.PemUm/2016 tanggal 11 Januari 2016 tentang
Perubahan Kedua atas Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor
593/Kep.1386/Pemum/2011 tentang Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Upper Cisokan Pumped Storage di Kabupaten
Bandung Barat. Untuk status tanah lahan kehutanan, status sampai saat ini untuk pinjam
pakai kawasan hutan (PPKH) dengan luas lahan 155,89 hektarare (ha) sudah dapat
digunakan, karena telah mendapatkan izin prinsip dan izin dispensasi dimana saat ini
sedang proses pemenuhan persyaratan penerbitan izin pinjam pakai. Lahan kompensasi
PPKH seluas 161,5623 Ha dari 311,78 Ha (51,82 persen) telah dibebaskan dan juga sudah
dilakukan serah terima lahan kompensasi tahap I seluas 152,27 Ha.

1.7.2 Tinjauan Kebijakan Provinsi


Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat
Wilayah Kabupaten Bandung Barat termasuk ke dalam salah satu daerah yang berada di
Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun
2010 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029,
terdapat arahan kebijakan yang diamanatkan pada Kabupaten Bandung Barat dalam
menyukseskan pembangunan Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu, tinjauan terhadap

1-13
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

dokumen RTRW Jawa Barat tahun 2009-2029 menjadi salah satu kajian yang penting dalam
penyusunan revisi Dokumen RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029.
Dalam rencana struktur ruang RTRW Provinsi Jawa Barat 2009-2029 tertuang bahwa
Kabupaten Bandung Barat merupakan bagian dari rencana pengembangan sistem
perkotaan Pusat Kegiatan Nasional – Provinsi (PKNp), yaitu kawasan perkotaan yang
berpotensi pada bidang tertentu dan memiliki skala internasional, nasional atau beberapa
provinsi. Kabupaten Bandung Barat merupakan bagian dari Kawasan Perkotaan Bandung
Raya. Fasilitas minimum yang harus dimiliki Kabupaten Bandung Barat sebagai PKNp
adalah pusat bisnis kegiatan utama yang akan dikembangkan dengan skala internasional
maupun nasional dan akan diusulkan menjadi Pusat Kegiatan Nasional.
Penetapan Kawasan Perkotaan Bandung Raya, dimana Kabupaten Bandung Barat
merupakan salah satu bagiannya, didasari oleh perkembangan kegiatan perkotaan yang
sangat pesat, terutama pada sektor industri, perdagangan dan jasa, serta pendidikan tinggi.
Salah satu indikasi pesatnya perkembangan tersebut adalah tingginya alih fungsi lahan
menuju kawasan perkotaan dan tingginya tingkat urbanisasi.
Oleh karena itu, pengendalian pertumbuhan di Kawasan Perkotaan Bandung Raya menjadi
salah satu amanat yang harus dipenuhi oleh wilayah-wilayah di dalamnya. Salah tujuannya
untuk mengurangi kecendrungan alih fungsi lahan yang menerus di kawasan perkotaan,
mengingat target jumlah kawasan lindung yang ditargetkan Provinsi Jawa Barat adalah
sebesar 45%. Pengendalian dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Mendistribusikan kegiatan ekonomi berskala nasional ke arah timur Jawa Barat, yaitu ke
PKN Cirebon dan Pusat-Pusat Kegiatan Wilayah yang terletak di sekitar PKN Kawasan
Perkotaan Bandung Raya.
b. Merealisasikan rencana pengembangan transportasi massal baik untuk angkutan orang
maupun barang
c. Mengembangkan pembangunan permukiman vertikal di kawasan-kawasan permukiman
yang telah padat dan secara fisik memungkinkan.
Dalam Rencana Struktur Ruang Dokumen RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029
juga ditetapkan sistem perkotaan PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya, yang di
dalamnya juga terdapat beberapa wilayah yang berada di Kabupaten Bandung Barat, yaitu
Kecamatan Padalarang sebagai Kota Hierarki II serta Kecamatan Cililin, Kecamatan
Ngamprah, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Lembang sebagai Kota Hierarki III. Sistem
perkotaan tersebut dapat disimak pada tabel

1-14
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

berikut.

1-15
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.2 Sistem Perkotaan PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya


PKN Kota Hierarki I Kota Hierarki II Kota Hierarki III
Kawasan Perkotaan Bandung Raya Kota Bandung
Soreang Ciwidey
Banjaran
Majalaya
Ciparay
Cicalengka
Rancaekek
Cilengkrang
Padalarang Cililin
Ngamprah
Cisarua
Lembang
Kota Cimahi
Tanjungsari
Sumber: RTRW Provinsi Jawa Barat 2009-2029

1.7.3 Tinjauan Kebijakan Pembangunan Kabupaten Bandung Barat


A. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Bandung Barat
Visi pembangunan daerah Kabupaten Bandung Barat merupakan penjabaran dari tugas
yang dimandatkan oleh rakyat kepada pemerintahan daerah, yaitu dalam rangka
mewujudkan Kabupaten Bandung Barat yang “Cerdas, Maju, makmur dan Agamis”.
Pengertian dari mandat tersebut adalah sebagai berikut:
Berdasarkan potensi, kondisi perekonomian, dan peluang yang dimiliki Kabupaten Bandung
Barat, dengan memperhatikan nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang, maka visi
pembangunan daerah tahun 2005-2025 adalah:
“ KABUPATEN AGROINDUSTRI DAN WISATA RAMAH LINGKUNGAN”
Untuk mewujudkan mandat dan visi tersebut, dirumuskan 5 (lima) misi sebagai berikut:
a. Misi Satu : Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang sehat, cerdas dan kreatif,
adalah terwujudnya peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang ditandai oleh
meningkatnya semangat kewirausahaan, kreativitas, kompetensi, dan kemandirian yang
tinggi di kalangan seluruh komponen sumberdaya manusia Kabupaten Bandung Barat.
b. Misi Dua : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), adalah
tercapainya tata kelola pemerintahan yang profesional dengan menjalankan prinsip-
prinsip kepemerintahan yang baik yaitu partisipatif, transparan, akuntabel, dan
berkelanjutan (sustainable). Tata kelola pemerintahan yang baik bermakna pula
tercapainya peningkatan kualitas layanan publik yang didukung oleh peningkatan
kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan pemerintahan desa serta
pemberdayaan masyarakat.
c. Misi Tiga: Meningkatkan perekonomian masyarakat dan pengembangan industri yang
berdaya saing serta berkeadilan, adalah terwujudnya kesejahteraan sosial dan ekonomi
masyarakat, yang ditandai oleh sistem perekonomian yang berkeadilan dan berdaya
saing global, disertai dengan terwujudnya sarana dan prasarana ekonomi yang
memadai, tercapainya penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu

1-16
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

pengetahuan serta teknologi untuk mendukung pembangunan ekonomi yang


berkelanjutan.
d. Misi Empat: Memelihara kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, adalah
terpeliharanya kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan,
yang ditandai oleh meningkatnya kapasitas pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup, terkendalinya pencemaran dan kerusakan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup, meningkatnya upaya pengendalian resiko bencana, serta
meningkatnya kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan hidup.
e. Misi Lima: Mengintegrasikan kearifan nilai-nilai agama dan budaya dalam
pembangunan, adalah memelihara, menumbuhkembangkan dan membangkitkan
kembali nilai-nilai agama dan budaya sebagai acuan dalam pembangunan; baik dalam
berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam hubungan antar manusia dan hubungan antara
manusia dengan alam sekitarnya.

B. Arah Pembangunan
a. Meningkatnya kualitas Sumberdaya Manusia yang sehat, Cerdas dan kreatif
Sumberdaya manusia merupakan faktor penting yang akan menentukan keberhasilan
pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumberdaya manusia
yang ditandai oleh meningkatnya semangat kewirausahaan, kreativitas, kompetensi, dan
kemandirian yang tinggi di kalangan seluruh komponen sumberdaya manusia
Kabupaten Bandung Barat, diarahkan pada kondisi-kondisi berikut:
1. Terwujudnya keseimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan daya dukung
dan daya tampung wilayah.;
2. Terwujudnya pemerataan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh seluruh
masyarakat;
3. Terwujudnya pelayanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan untuk seluruh
masyarakat di jalur formal, informal, dan nonformal dengan memperhatikan kondisi
wilayah;
4. Terwujudnya peningkatan kualitas pendidikan melalui pembinaan tenaga pendidik
dan kependidikan;
5. Terwujudnya Wajib Belajar 9 tahun menjadi Wajib Belajar Menengah 12 tahun yang
berkualitas;
6. Terwujudnya pemberdayaan perempuan dan pemuda yang kreatif dan inovatif.

b. Terwujudnya Tata Kelola Pemerintahan yang Baik


Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan tuntutan yang harus dipenuhi
pemerintah dalam era demokratisasi dewasa ini. Perubahan sosial yang cepat, yang
ditandai dengan peningkatan taraf pendidikan menyebabkan masyarakat makin kritis
dalam menilai kinerja pemerintahan. Karena itu, dalam upaya mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik, maka pembangunan daerah di Kabupaten Bandung Barat
diarahkan pada tujuan sebagai berikut:
1. Meningkatnya kualitas kinerja birokrasi yang dihasilkan oleh postur kelembagaan
(organisasi) birokrasi yang efektif dan efisien dengan kualitas sumberdaya manusia
aparat birokrasi yang kompeten;

1-17
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

2. Meningkatnya kinerja kecamatan dan pemerintahan desa dalam memberikan


pelayanan publik yang berkualitas;
3. Meningkatnya kapasitas manajemen pemerintahan yang profesional, efektif , efisien,
dan akuntabel serta bermuara kepada peningkatan pelayanan publik berbasis
teknologi informasi;
4. Meningkatnya kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam
penyelenggaraan pembangunan dan pengawasan pemerintahan; dan
5. Terwujudnya jejaring kemitraan antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat
yang sinergis dalam pelaksanaan fungsi pelayanan publik dan pemberdayaan
masyarakat.
c. Meningkatnya Perekonomian Masyarakat yang Produktif, Berkeadilan dan Berdaya
saing
Merupakan upaya tersistem guna meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi
masyarakat, yang ditandai oleh tercapainya sumberdaya manusia yang berkualitas,
sistem perekonomian yang berkeadilan dan berdaya saing global berbasis pada potensi
daerah. Dengan demikian misi ini diarahkan pada kondisi sebagai berikut:
1. Berkembangnya industri pertanian berupa tanaman pangan, holtikultura,
perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan;
2. Berkembangnya wisata yang ramah lingkungan;
3. Berciptanya iklim usaha yang kondusif bagi investasi di bidang industri pengolahan;
4. Tercapainya penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan
serta teknologi untuk mendukung pembangum yang berkelanjutan;
5. Meningkatnya daya beli masyarakat;
6. Meningkatkan daya saing usaha mikro, kecil dan menengah;dan
7. Terkendalinya harga serta ketersediaan bahan pokok.
d. Terpeliharanya Kondisi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
Memelihara kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, yaitu terpeliharanya kondisi
sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan, yang ditandai oleh:
1. Meningkatnya kapasitas pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
2. terkendalinya pencemaran dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup;dan
3. meningkatnya upaya pengendalian risiko bencana, serta meningkatnya kesadaran
masyarakat akan kelestarian lingkungan hidup.
Guna mewujudkan pemeliharaan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, maka
pembangunan daerah diarahkan kepada:
1. Meningkatnya pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur air baku;
2. Meningkatnya upaya pencegahan dan pengurangan resiko bencana;
3. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan;
4. Terpeliharanya kawasan lindung;dan
5. Terwujudnya pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang
e. Mengintegrasikan Kearifan Nilai-Nilai Agama dan Budaya dalam Pembangunan
Penyelenggaraan pembangunan daerah jangka panjang merupakan proses yang tidak
dapat dipisahkan dari nilai- nilai agama dan budaya, bahkan senantiasa harus dilandasi
oleh nilai-nilai agama dan budaya sebagai acuan dalam berpikir, bertindak, dan
berperilaku, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, hubungan
antarmanusia, dan hubungan antara manusia dengan lingkungan alamnya.

1-18
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Pengembangan dan pelestarian nilai-nilai budaya lokal mengarah pada penciptaan nilai-
nilai yang konstruktif terhadap terwujudnya masyartakat yang sejalan dengan prinsip-
prinsip Bhineka Tunggal Ika. Oleh karena itu, upaya mengintegrasikan kearifan nilai-nilai
agama dan budaya dalam pembangunan diarahkan pada:
1. Terwujudnya masyarakat agamis yang menjujung tinggi kerukunan inter dan antar
umat beragama serta berahklak mulia;
2. Pengembangan nilai-nilai luhur budaya daerah dan kearifan lokal masyarakat;
3. Terwujudnya perluasan jalinan komunikasi antar kelompok masyarakat perdesaan
dan perkotaan.;
4. Terwujudnya kerjasama antara pemerintah, pelaku budaya, dan masyarakat;
5. Terwujudnya penguatan identitas dan jati diri masyarakat melalui penumbuhan
budaya inovatif berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tahapan dan prioritas pembangunan yang tertuang pada RPJPD Kabupaten Bandung Barat
dibagi kedalam tahapan sebagai berikut :
a. RPJM Daerah Pertama (2005-2008)
b. RPJM Daerah Kedua (2008-2013)
c. RPJM Daerah Ketiga (2013-2018)
d. RPJM Daerah Keempat (2018-2023)
e. RPJM Daerah Kelima (2023-2025)
f. RPJM Daerah Keenam (2025-2028) sebagai RPJMD Transisi
RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 beririsan dengan: RPJM Daerah Kedua (2008-
2013), RPJM Daerah Ketiga (2013-2018), dan RPJM Daerah Keempat (2018-2023), RPJM
Daerah Kelima (2023-2025), dan RPJM Daerah Keenam (2025-2028) sebagai RPJMD
Transisi.
Tahap akhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Bandung Barat, yang
beririsan dengan RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 yaitu tahap keenam (2025-
2028) sebagai RPJMD Transisi. Berikut adalah penjabaran misi, strategi, serta indikator
pencapaian pada RPJM Daerah Keenam (2025-2028) sebagai RPJMD Transisi.

1-19
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

C. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Bandung Barat


Visi RPJM Kab. Bandung Barat adalah “Mewujudkan Masyarakat Yang Cerdas, Rasional,
Maju, Agamis Dan Sehat Berbasis Pada Pengembangan Dan Pemberdayaan Potensi
Wilayah”. Penjabaran visi dijelaskan sebagai berikut.
CERDAS : Mengandung pengertian seluruh komponen sumber daya manusia di
Kabupaten Bandung Barat baik sumber daya aparatur maupun
masyarakat harus:
a. Memiliki kualitas, kompetensi, keterampilan dan menguasai
informasi.
b. Produktif, mandiri, dinamis, kreatif dan inovatif.
c. Jujur, beretika dan mempunyai integritas serta memiliki
kepedulian sosial.
RASIONAL : Mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan pembangunan
di Kabupaten Bandung Barat harus sesuai dengan kondisi yang ada,
termasuk pemanfaatan potensi lokal dan sumber daya melalui
indikator capaian kinerja yang terukur;
MAJU : Mengandung pengertian bahwa seiring dengan bertambahnya
waktu maka Kabupaten Bandung Barat harus terus maju, bertambah
baik dan mengalami peningkatan di semua aspek kehidupan;
AGAMIS : Mengandung pengertian bahwa keyakinan beragama menjadi
landasan pengikat kebersamaan dalam seluruh aspek
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan;
SEHAT : Mengandung pengertian bahwa di setiap komponen kehidupan
bermasyarakat baik sumber daya manusia, penyelenggaraan
pemerintahan, maupun alam dan lingkungannya haruslah terawat,
bersih, nyaman dan senantiasa berada dalam keadaan yang baik;
PENGEMBANGAN : Merupakan upaya Kabupaten Bandung Barat untuk memacu
POTENSI WILAYAH perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar
wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Mengandung
makna suatu kondisi yang bergerak dinamis ke arah yang lebih baik
yang tergambar dari laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
merata, diiringi peningkatan pendapatan perkapita di semua lapisan,
dengan laju inflasi yang terkendali sehingga daya beli masyarakat
tetap tinggi yang mendorong permintaan barang dan jasa dan pada
gilirannya produksi meningkat dan memberikan multiplier pada
penciptaan kesempatan kerja, sehingga berdampak pada
berkurangnya angka pengangguran dan kemiskinan. Pengurangan
kesenjangan pembangunan dan kemiskinan yang mengedepankan
kearifan lokal akan mendorong terjaganya kelestarian alam dan
lingkungan hidup. Maju bersama juga mengandung makna
perwujudan pembangunan yang adil dan merata, tanpa diskriminasi,
baik antar golongan maupun wilayah, sehingga hasil pembangunan
dapat dinikmati masyarakat.
PEMBERDAYAAN : Merupakan usaha yang dilakukan oleh Kabupaten Bandung Barat
POTENSI WILAYAH membantu masyarakat dalam upaya memperoleh daya untuk

1-20
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

mengambil keputusan, serta menentukan tindakan mengurangi efek


hambatan ekonomi dan sosial. Hal ini dilakukan melalui peningkatan
kemampuan dan kapasitas untuk menggunakan daya yang dimiliki
individu, kelompok, ataupun komunitas untuk membentuk masa
depan yang lebih baik, meliputi :
a. Tumbuhnya ekonomi;
b. Terciptanya pemerataan pembangunan dan pendapatan;
c. Berkembangnya kehidupan sosial budaya yang konstruktif;
d. Tersedianya infrastruktur wilayah yang memadai;
e. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, ditetapkan 6 (enam) Misi Pembangunan
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013-2018, sebagai berikut:
a. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui kualitas birokrasi dalam
melayani masyarakat.
Yaitu Pembangunan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance) secara konsisten dan berkelanjutan di semua tingkatan yang
tercermin dari berkurangnya penyalahgunaan wewenang dan keuangan daerah,
peningkatan kinerja birokrasi, peningkatan keberhasilan pembangunan di berbagai
bidang, dan terbentuknya birokrasi pemerintahan proporsional, efektif, transparan serta
profesional.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan prima dalam bidang pendidikan dan kesehatan
yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Yaitu pembangunan yang menekankan pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) ini
ditandai dengan membaiknya taraf pendidikan dan derajat kesehatan penduduk, yang
didukung oleh meningkatnya ketersediaan dan kualitas pelayanan sosial dasar bagi
masyarakat agar lebih produktif serta berdaya saing untuk mencapai kehidupan yang
lebih makmur dan sejahtera.
c. Meningkatkan kemandirian dan daya saing ekonomi masyarakat, untuk
optimalisasi penyerapan tenaga kerja dan penanggulangan kemiskinan.
Yaitu Membangun ekonomi daerah yang berbasiskan ekonomi kerakyatan dengan
seluruh kekuatan sumber daya daerah, menciptakan iklim investasi yang kondusif, serta
penyediaan sarana dan prasarana untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari semua
sektor dan meningkatkan daya saing daerah dengan tetap menjaga keseimbangan
sumber daya alam dan kelestarian lingkungan hidup.

1-21
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

d. Memantapkan pengelolaan prasarana dan sarana, sumberdaya alam dan


lingkungan hidup melalui pembangunan berkelanjutan.
Yaitu meningkatkan kuantitas, kualitas dan aksesibilitas sarana prasaran dan utilitas
lainnya yang memiliki daya dukung lingkungan dan berkelanjutan terhadap pertumbuhan
ekonomi dan sosial serta berkeadilan dan mengutamakan kepentingan masyarakat
umum untuk menunjang produksi, produktivitas, efisiensi dan mobilitas publik;
e. Meningkatkan kesalehan dan modal sosial berdasarkan nilai agama dan kearifan
budaya lokal.
Yaitu Pembangunan yang mengedepankan keselarasan kehidupan agama, sosial dan
kearifan lokal masyarakat Bandung Barat yang berkeadilan dengan menjamin toleransi,
persamaan hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat serta
menumbuhkembangkan nilai-nilai budaya luhur.
f. Meningkatkan pemberdayaan pemerintahan dan masyarakat desa.
Meningkatkan kemampuan pemerintah desa melalui pemberian wewenang secara
proporsional kepada pemerintahan desa, sesuai dengan semanagat otonomi desa
sebagaimana diamanatkan oleh UUD 45, baik dalam menentukan nasibnya sendiri,
maupun dalam pengambilan keputusan (to give authority) dalam rangka membangun diri
dan lingkungannya secara mandiri. Meningkatkan kemampuan dan kemandirian
masyarakat desa (to give ability or enable) melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan
program pembangunan, agar masyarakat desa dapat mencapai tingkat kemampuan
yang diharapkan. Hal ini menunjukan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat berarti
memampukan dan memandirikan masyarakat.
Berdasarkan rumusan Visi dan Misi yang mengacu kepada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2009-2014, dan selaras dengan RPJMD
Provinsi Jawa Barat 2013-2018, serta mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007-2025, maka tujuan dan sasaran
pembangunan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan 5 (lima) tahun ke depan dijelaskan pada tabel berikut.

Tabel 1.3 Tujuan Dan Sasaran Pembangunan Daerah


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bandung Barat 2013-2018
Misi Tujuan Sasaran
1. Meningkatkan a) Meningkatkan 1) Meningkatnya kualitas sumber daya
tata kelola kapasitas aparatur
pemerintahan yang pemerintahan daerah 2) Meningkatnya efektifitas dan efisiensi
baik melalui birokrasi
kualitas birokrasi 3) Meningkatnya transparansi
dalam melayani 4) Meningkatnya kemampuan pengelolaan
masyarakat. keuangan dan kekayaan daerah
5) Meningkatnya kerjasama daerah
6) Meningkatnya pelayanan administrasi
kependudukan
b) Meningkatkan 1) Meningkatnya partisipasi masyarakat dan
pengelolaan swasta dalam perencanaan,
pembangunan daerah pelaksanaan, pengawasan pembangunan
dan kebijakan daerah

2) Meningkatkan kapasitas SDM, lembaga,


dan sistem pemerintah daerah dalam
perencanaan pembangunan

1-22
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Misi Tujuan Sasaran


3) Meningkatnya peran BUMD
c) Memelihara 1) Peningkatan kesadaran hukum
keamanan dan masyarakat
ketertiban masyarakat 2) Terkendalinya stabilitas keamanan dan
ketertiban masyarakat
3) Meningkatnya kerukunan masyarakat
4) Meningkatnya penanggulangan bencana
d) Mewujudkan 1) Meningkatnya partisipasi masyarakat
kehidupan masyarakat dalam menyampaikan pendapat dan
yang demokratis berpolitik.
2) Meningkatnya pemahaman masyarakat
tentang demokrasi dan nilai-nilai HAM
e) Meningkatkan Meningkatkannya pelayanan lembaga
kapasitas lembaga perwakilan rakyat
perwakilan rakyat
2. Meningkatkan a) Meningkatkan kualitas 1) Meningkatnya kualitas pendidikan
kualitas pelayanan hidup Masyarakat 2) Meningkatnya derajat kesehatan
prima dalam bidang
pendidikan dan
kesehatan yang
terjangkau bagi
semua lapisan 1. Mengendalikan laju pertumbuhan
masyarakat. penduduk
b) Meningkatkan peran 1) Meningkatnya pemberdayaan generasi
generasi muda dan muda
prestasi olah raga 2) Meningkatnya prestasi olah raga
3. Meningkatkan a) Meningkatkan 1) Meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan
kemandirian dan perekonomian daerah daya beli masyarakat
daya saing dan daya beli 2) Meningkatnya investasi
ekonomi masyarakat. 3) Meningkatnya pemberdayaan UMKM
masyarakat, untuk 4) Memperluas lapangan kerja
optimalisasi b) Meningkatkan 1) Meningkatnya kualitas pelayanan
penyerapan tenaga perlindungan dan terhadap Penyandang Masalah
kerja dan kesejahteraan sosial Kesejahteraan Sosial
penanggulangan 2) Meningkatakan Kualitas Pelayanan
kemiskinan. terhadap perlindungan perempuan dana
anak

c) Mempercepat Menurunkan Prosentase Penduduk Miskin


Perluasan
Pengurangan
Kemiskinan
d) Mengembangkan Berkembangnya kawasan pariwisata terpadu
kawasan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat dan
terpadu berkelanjutan potensi lokal
berbasis masyarakat
dan potensi lokal
4. Memantapkan a) Mewujudkan 1) Meningkatnya prasarana dan sarana
pengelolaan ketersediaan jalan
prasarana dan prasarana dan sarana 2) Meningkatnya prasarana dan sarana
sarana, dasar dan publik. irigasi
sumberdaya alam 3) Meningkatnya prasarana dan sarana
dan lingkungan perhubungan dan komunikasi
hidup melalui 4) Meningkatnya prasarana dan sarana
pembangunan permukiman
berkelanjutan. 5) Meningkatnya prasarana dan sarana
penanggulangan bencana

1-23
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Misi Tujuan Sasaran


6) Meningkatnya prasarana dan sarana
pemerintahan
b) Meningkatkan 1) Menjaga kualitas sumberdaya alam
pengelolaan 2) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan
sumberdaya alam dan hidup
lingkungan hidup yang 3) Meningkatnya pemanfaatan sumber daya
lestari. energi terbarukan
5. Meningkatkan a) Meningkatkan kualitas Terlaksananya kegiatan keagamaan di
kesalehan dan kehidupan beragama masyarakat
modal sosial b) Meningkatkan Mengurangi dan menangani potensi konflik
berdasarkan nilai toleransi kehidupan umat beragama,
agama dan kearifan inter dan antar umat
budaya lokal bergama
c) Meningkatkan tempat Terbangun dan terpeliharanya tempat ibadah
ibadah yang yang baik
memenuhi
persyarataan

d) Meningkatkan Meningkatnya pelestarian kesenian di


kesadaran dan masyarakat
pelestarian seni dan Meningkatnya pelestarian situs purbakala,
budaya lokal warisan budaya dunia, sejarah dan sastra
daerah
6. Meningkatkan a) Meningkatkan kualitas 1) Meningkatnya kapasitas sumber daya
pemberdayaan tata pemerintahan dan aparatur desa
pemerintahan dan pelayanan desa 2) Meningkatnya penataan administrasi
masyarakat desa desa
3) Meningkatnya kuantitas dan kualitas
organisasi yang aktif dalam kegiatan
desa
4) Meningkatnya sarana dan prasarana di
perdesaan
b) Meningkatkan kualitas 1) Meningkatnya pemberdayaan lembaga
kehidupan masyarakat kemasyarakatan di desa
desa 2) Meningkatnya potensi ekonomi
Masyarakat desa
Sumber: RPJMD Kabupaten Bandung Barat 2013-2018

Secara umum, strategi kebijakan pembangunan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013-
2018, yang merupakan prioritas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan adalah sebagai berikut:
a. Perluasan akses dan mutu pelayanan pendidikan, kesehatan yang terjangkau
masyarakat;
b. Perbaikan, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan dan jembatan;
c. Peningkatan kualitas kinerja birokrasi;
d. Peningkatan kapasitas manajemen pemerintahan (profesional, efisien, efektif, dan
akuntabel);
e. Intensifikasi dan ekstensifikasi PAD;
f. Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan dan hortikultura serta agroindustri;
g. Peningkatan daya beli masyarakat, daya saing UMKM, Koperasi dan Ekonomi Kreatif;
h. Peningkatan keterampilan tenaga kerja;
i. Peningkatan penyediaan infrastrutur lainnya seperti jaringan listrik, air bersih dan
penyehatan lingkungan pemukiman, irigasi dan perhubungan;

1-24
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

j. Peningkatan sarana prasarana pendukung investasi dan pengembangan pariwisata


serta pelestarian budaya lokal;
k. Pengurangan resiko bencana dan pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan;
l. Peningkatan kapasitas kecamatan dan pemberdayaan desa;
m. Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan;
n. Peningkatan kerukunan antar umat beragama serta peran forum warga dan pemerintah
daerah.
Secara garis besar, arah kebijakan pembangunan Kabupaten Bandung Barat periode tahun
2013-2018 adalah sebagai berikut:
a. Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang
tercermin dari meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan pendidikan dan
kesehatan secara merata.
b. Arah kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang
tercermin dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pendapatan.
Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh pengurangan
kemiskinan, pengurangan tingkat pengangguran yang diwujudkan dengan beberapa
program yang menyentuh langsung kepada masyarakat seperti program-program
pengembangan ekonomi kerakyatan, perbaikan infrastruktur dasar, pemenuhan
kebutuhan pangan serta menjaga dan memelihara lingkungan hidup secara
berkelanjutan.
c. Arah kebijakan untuk memperkuat dimensi pembangunan yang harmonis, kerukunan
dan berkeadilan termasuk pengurangan kesenjangan pendapatan, pengurangan
ketimpangan pembangunan antar daerah.
Arah kebijakan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dengan penerapan
prinsip-prinsip antara lain: keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, penegakkan
supremasi hukum, berkeadilan, dan partisipatif. Penerapan tatakelola pemerintahan yang
baik secara konsisten dan berkelanjutan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
mempunyai peranan yang sangat penting bagi tercapainya sasaran pembangunan daerah,
dan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi secara efektif dan efisien.

1.7.4 Tinjauan RTRW Kota/Kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten


Bandung Barat
Struktur dan pola ruang Kabupaten Bandung Barat berbatasan dengan daerah lain. Untuk
mewujudkan penataan ruang yang harmonis, perlu ditinjau baik struktur maupun pola ruang
daerah lain yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat. Batasan daerah
Kabupaten Bandung Barat adalah sebagai berikut.
a. Sebelah barat : berbatasan dengan kabupaten Cianjur
b. Sebelah utara : berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang.
c. Sebelah timur : berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi.
d. Sebelah selatan : berbatasan dengan Selatan Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Cianjur.

A. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur

1-25
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Kabupaten Cianjur berada di sebelah barat Kabupaten Bandung Barat. Rencana struktur
dan pola ruang Kabupaten Cianjur adalah sebagai berikut:

Gambar 1.4 Rencana Struktur Ruang Kabupaten Cianjur

Sumber: Rencana Tata Ruang Kabupaten Cianjur 2010-2030

1-26
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Gambar 1.5 Rencana Pola Ruang Kabupaten Cianjur

Sumber: Rencana Tata Ruang Kabupaten Cianjur 2010-2030

1-27
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

B. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purwakarta


Kabupaten Purwakarta berada di sebelah utara Kabupaten Bandung Barat. Rencana
struktur dan pola ruang Kabupaten Purwakarta adalah sebagai berikut.

Gambar 1.6 Rencana Struktur Ruang Kabupaten Purwakarta

Sumber: Rencana Tata Ruang Kabupaten Purwakarta 2011-2031

1-28
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Gambar 1.7 Rencana Pola Ruang Kabupaten Purwakarta

Sumber: Rencana Tata Ruang Kabupaten Purwakarta 2011-2031

1-29
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

C. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Subang


Kabupaten Subang berada di sebelah utara Kabupaten Bandung Barat. Rencana struktur
dan pola ruang Kabupaten Subang adalah sebagai berikut.
Gambar 1.8 Rencana Struktur Ruang Kabupaten Subang

Sumber: Rencana Tata Ruang Kabupaten Subang 2011-2031

1-30
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Gambar 1.9 Rencana Pola Ruang Kabupaten Subang

Sumber: Rencana Tata Ruang Kabupaten Subang 2011-2031

1-31
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

D. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten bandung


Kabupaten Bandung berada di sebelah timur Kabupaten Bandung Barat. Rencana
struktur dan pola ruang Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut.

Gambar 1.10 Rencana Struktur Ruang Kabupaten Bandung

Sumber: Rencana Tata Ruang Kabupaten Bandung 2016-2036

1-32
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Gambar 1.11 Rencana Pola Ruang Kabupaten Bandung

Sumber: Rencana Tata Ruang Kabupaten Bandung 2016-2036

Gambar 1.12 Rencana Pola Ruang Kabupaten Bandung

Sumber: Rencana Tata Ruang Kabupaten Bandung 2016-2036

1-33
1.8 Profil Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Barat
1.8.1 Peran Kabupaten Bandung Barat Dalam Lingkup Nasional dan
Regional
Dalam konteks nasional, Kabupaten Bandung Barat memiliki peranan penting karena
beberapa proyek strategis nasional terdapat di wilayah ini. salah satu proyek strategis
yang paling utama adalah pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dimana salah
satu stasiun utamanya dalam bentuk Kawasan TOD (Transit Oriented Development) akan
dibangun di wilayah administrasi Kabupaten Bandung Barat. Adanya pengembangan
kawasan berbasikan TOD ini akan mempengaruhi struktur dan pola ruang wilayah secara
massif.
Kabupaten Bandung Barat merupakan bagian dari Kawasan Perkotaan Bandung Raya
yang berarti bagian dari rencana pengembangan sistem perkotaan Pusat Kegiatan
Nasional – Provinsi (PKNp) yaitu kawasan perkotaan yang berpotensi pada bidang
tertentu dan memiliki skala internasional, nasional atau beberapa provinsi. Sebagai
PKNp, maka fasilitas minimum yang harus dimiliki Kabupaten Bandung Barat sebagai
PKNp adalah pusat bisnis kegiatan utama yang akan dikembangkan dengan skala
internasional maupun nasional dan akan diusulkan menjadi Pusat Kegiatan Nasional.
Kedudukan Kabupaten Bandung Barat sendiri dalam Kawasan Perkotaan Bandung Raya
adalah sebagai wilayah yang mendukung pengembangan Kota Inti (Bandung-Cimahi),
atau sebagai hinterland dari kota inti tersebut. Implikasinya, pembangunan di Kabupaten
Bandung Barat sangat dipengaruhi oleh perkembangan wilayah sekitarnya.
Di sisi lain, Kabupaten Bandung Barat juga termasuk ke dalam wilayah pengembangan
Cekungan Bandung, yang diarahkan sebagai kawasan dengan perkembangan pesat
yang memerlukan pengendalian pemanfaatan ruang, khususnya pada kawasan yang
berfungsi sebagai resapan air yaitu di Kawasan Bandung Utara (KBU). Sementara itu di
KBU, sudah berkembang kegiatan pariwisata yang memiliki tingkat pelayanan bukan
hanya regional dan nasional saja, bahkan sampai tingkat internasional.
Dalam kaitannya sebagai hinterland dari kota inti (Bandung-Cimahi), keberadaan lahan
pertanian juga menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
wilayah. Rekomendasi atau arahan terkait keberadaan lahan pertanian pangan
berkelanjutan atau LP2B sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2011
tentang Penetapan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang kemudian
direspon di tingkat provinsi dengan mengeluarkan beberapa peraturan daerah terkait
LP2B. Namun, peraturan tersebut belum cukup signifikan untuk menentukan distribusi
dari LP2B di wilayah Kabupaten Bandung Barat, karena ketersediaan lahan pertanian
maupun ketersediaan sumber air baku yang semakin terbatas karena adanya
perkembangan wilayah yang mengarah pada sektor perdagangan dan jasa dan sektor-
sektor ekonomi kekotaan lainnya.

1-34
Letak Geografis Dan Wilayah Administrasi
Secara astronomis, Kabupaten Bandung Barat terletak diantara 107° 1,10' BT sampai
dengan 107° 4,40' BT dan 06° 3,73’ LS sampai dengan 07o1,031’ LS, dengan luas
sebesar 1.305,77 km² atau 130.577 Ha. Secara administratif Kabupaten Bandung Barat
terdiri dari 16 (enam belas) kecamatan serta terbagi kedalam 165 Desa.
Di dalam rencana pengembangan wilayah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung
Barat termasuk ke dalam wilayah pengembangan Cekungan Bandung dan sekitarnya.
Wilayah pengembangan Cekungan Bandung merupakan kawasan yang berkembang
pesat yang memerlukan pengendalian pemanfaatan ruang terutama di kawasan yang
berfungsi sebagai kawasan resapan air. Adapun kecamatan yang memiliki luas yang
paling besar adalah kecamatan Gunung Halu yaitu 160,7 km2 sedangkan luas
kecamatan yang paling kecil adalah kecamatan Ngamprah yaitu 36 km2.
Tabel 1.4 Profil Wilayah Administratif Kabupaten Bandung Barat
Luas Wilayah Jumlah Desa/ Jumlah Jumlah
Kecamatan Jumlah RT
(km2) Kelurahan RW Penduduk
Rongga 113,12 8 127 455 56.108
Gununghalu 160,64 9 158 546 76.712
Sindangkerta 120,47 11 122 513 69.868
Cililin 77,79 11 126 526 91.012
Cihampelas 46,99 10 101 482 116.097
Cipongkor 79,96 14 119 460 91.108
Batujajar 32,04 7 112 374 97.962
Saguling 51,46 6 52 188 30.995
Cipatat 126,05 12 225 740 133.079
Padalarang 51,4 10 208 776 178.743
Ngamprah 36,01 11 160 745 176.735
Parongpong 45,15 7 118 435 113.211
Lembang 95,56 16 222 868 196.690
Cisarua 55,11 8 104 395 74.884
Cikalongwetan 112,93 13 198 720 123.973
Cipeundeuy 101,09 12 168 525 82.911
Kab. Bandung Barat 130,577 165 2320 8748 1.710.088

Sumber: Data Makro Sosial BPS, 2017

Adapun batas–batas wilayah Kabupaten Bandung Barat yaitu :


a. Sebelah Utara : Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang
b. Sebelah Barat : Kabupaten Cianjur
c. Sebelah Timur : Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi
d. Sebelah Selatan : Kabupaten Bandung dan Cianjur

1-35
Gambar 1.13 Kabupaten Bandung Barat sebagai Pintu Masuk dan Bagian dari KSN
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

Sumber : Perda Provinsi Jawa Barat No. 22/2010, RTRWP Jawa Barat 2009-2029

Secara geografis, Kabupaten Bandung Barat (KBB) memiliki lokasi yang strategis dalam
konstelasi regional Jawa Barat. KBB merupakan pintu masuk ke Bandung Raya,
menjadikan Kabupaten Bandung Barat sebagai salah satu pusat pertumbuhan di wilayah
Barat serta dilalui jalur transportasi Barat-Timur berupa jalan tol Cipularang dan lintasan
kereta Api Jawa. Hal ini pula yang menjadikan Kabupaten Bandung Barat sebagai salah
satu daerah yang masuk dalam Kawasan Perhatian Investasi (KPI). Meskipun demikian,
hingga tahun 2015, Kabupaten Bandung Barat belum termasuk ke dalam 5
kota/kabupaten yang paling diminati oleh investor baik melalui PMA maupun PMDN, baik
dilihat dari realisasi investasi, penyerapan tenaga kerja, dan jumlah proyek.
Kota/kabupaten yang paling diminati investor adalah Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Karawang, Kota Bandung, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten
Subang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Bandung (BPPT
Jawa Barat, 2015).

1-36
Kondisi Fisik Dasar
A. Iklim dan Curah Hujan
Kabupaten Bandung Barat memiliki curah hujan rata-rata pertahun adalah kurang lebih
pada 1500-3500mm/tahun. Ada dua kecamatan yang memiliki curah hujan kurang dari
1500 yaitu Kecamatan Batujajar dan Padalarang. Sedangkan untuk curah hujan 1500-
2000 mm/th adalah Kecamatan Batujajar, Cihampelas, Ngamprah, Padalarang Dan
Parongpong. Selanjutnya wilayah yang memiliki curah hujan 2000-2500 adalah sebagian
Kecamatan Lembang, Parongpong, Cisarua, Ngamprah, Cipatat, Cipongkor, dan
Sindangkerta. Untuk curah hujan 2500-3000 mm/th terdapat pada wilayah Kecamatan
Lembang, Parongpong, Cisarua, Cikalong Wetan, Cipeundeuy, Cipatat, Rongga, Gunung
Halu, Dan Sindangkerta. Terakhir wilayah yang memiliki curah hujan tertinggi adalah
Kecamatan Cikalong Wetan Dan Cipeundeuy. Berikut tabel curah hujan menurut luasan.
Tabel 1.5 Kondisi Curah Hujan Wilayah Kabupaten Bandung Barat

No CURAH HUJAN LUASAN (ha)


.
1 < 1500 mm/th 5,481
2 1500-2000 mm/th 19,489
3 2000-2500 mm/th 39,947
4 2500-3000 mm/th 48,993
5 3000-3500 mm/th 14,857
Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029

B. Topografi dan Kemiringan Lereng


Kabupaten Bandung Barat didominasi oleh kemiringan lereng yang sangat terjal
yaitu dapat mencapai lebih dari 40%. Wilayah yang sangat terjal ini terdapat pada
wilayah kecamatan Gununghalu seluas 13.480 Ha. Sedangkan kemiringan lereng
datar yaitu 0-8 % terdapat pada Kecamatan Batujajar. Sisanya berada pada
kemiringan 8-15%. Ketinggian di Kabupaten Bandung Barat berkisar sekitar 0-2500
mdpl. Dengan luasan lahan terbesar pada ketinggian 500-1000 mdpl yaitu 66% dari
total luasan wilayahnya. Berdasarkan informasi kemiringan dan ketinggian wilayah
terdapat empat jenis morfologi di Kabupaten Bandung Barat, yaitu: pedataran,
landai, perbukitan dan pegunungan.
Tabel 1.6 Kondisi Wilayah Kabupaten Bandung Barat Menurut Ketinggian

No. Ketinggian Luas


(ha)
1 0-500 m 20,461
2 500-1000 m 68.786
3 1000-1500 m 32.487
4 1500-2000 m 6.732
5 2000-2500 m 20.461

Sumber : RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029

1-37
C. Geologi dan Jenis Tanah
Kondisi geologi Kabupaten Bandung Barat merupakan wilayah yang berpotensi terjadi
gempa bumi, terutama tipe tektonik dan gempa vulkanik. Wilayah berpotensi terjadi
gempa tektonik adalah sesar Lembang, sedangkan daerah-daerah yang berpotensi
terjadi gempa akibat letusan gunung/vulkanik adalah wilayah di sekitar Gunung
Tangkuban Perahu. Berdasarkan hasil studi Direktorat Geologi Tata Lingkungan, sumber
air bawah tanah di Wilayah Kabupaten Bandung Barat dibagi ke dalam beberapa zona:
1. Zona kritis, merupakan wilayah yang pengambilan air tanahnya
dibatasi sampai maksimum 100 m3 per bulan. Air tanah di wilayah ini hanya
diperuntukkan untuk memenuhi keperluan air minum dan rumah tangga.
Penyebaran zona kritis pengambilan air tanah di Kabupaten Bandung Barat
sebagian besar berada di Kecamatan Batujajar.
2. Zona rawan, untuk pengambilan air tanah hanya diperuntukan bagi
keperluan air minum dan rumah tangga dengan debit maksimum 100 m 3/bulan.
Zona rawan untuk pengambilan air tanah penyebarannya ada di Kecamatan:
Batujajar. Daerah resapan air tanah penyebarannya ada di Kecamatan:
Lembang dan Cisarua.
3. Daerah aman pengambilan air tanah pengambilan baru
diperbolehkan dengan debit 170 m3/hari dengan jumlah sumur terbatas. Daerah
aman untuk pengambilan air tanah penyebarannya ada di Kecamatan:
Cikalongwetan, Padalarang, Ngamprah dan Parongpong.
4. Daerah resapan, tidak dikembangkan bagi pengambilan air tanah
kecuali untuk air minum dan rumah tangga dengan pengambilan maksimum 100
m3/bulan. Daerah resapan ini meliputi Kecamatan: Lembang dan Cisarua.
5. Zona bukan cekungan air tanah, produktivitas aquifer rendah
sehingga kurang layak dikembangkan, kecuali aquifer dangkal di daerah lembah
untuk keperluan air minum dan rumah tangga dengan pengambilan maksimum
100 m3/bulan per sumur. Zona bukan cekungan air tanah penyebarannya di
Kecamatan: Cipeundeuy, Cipatat, Cipongkor, Cililin, Sindangkerta, Gununghalu
dan Rongga.

Tabel 1.7 Jenis Geologi Kabupaten Bandung Barat

NO JENIS GEOLOGI LUASAN (HA)


.
1 Littoral 4.550
2 Littoral Reef 866
3 Neritic 13.060
4 Plutonism Sub-Volcanic 4.215
5 Terrestrial Alluvium 560
6 Terrestrial Fluvial 39.373
7 Terrestrial Lacustrine 7
8 Transition 414
9 Volcanism Subaerial 59.984
10 Unknown 4956

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029

1-38
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Bandung barat diantaranya:
1. Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol,
2. Andosol Coklat,
3. Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat,
4. Kompleks Mediteran Coklat Kemerehan dan Litosol,
5. Latosol Coklat,
6. Latosol Coklat Kemerahan,
7. Latosol Coklat Tua Kemerahan,
8. Aluvial Coklat Keabuan,
9. Kompleks Latosol Merah dan Latosol Coklat Kemerahan,
10. Podsolik Kuning,
11. Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Pondsolik Kuning dan Regosol,
12. Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Keabuan,
13. Asosiasi Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu.
Tabel 1.8 Jenis Tanah di Kabupaten Bandung Barat
No
Jenis Tanah Luasan (Ha)
.
1 Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 2,729
2 Andosol Coklat 8,548
3 Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat 13,442
4 Kompleks Mediteran Coklat Kemerahan dan Litosol 3,162
5 Latosol Coklat 17,572
6 Latosol Coklat Kemerahan 34
7 Latosol Coklat Tua Kemerahan 11,089
8 Aluvial Coklat Kekelabuan 7,757
9 Kompleks Latosol Merah dan Latosol Coklat Kemerahan 17,524
10 Podsolik Kuning 950
11 Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kuning dan Regosol 37,170
12 Asosiasi Aluvial Kelabu Dan Aluvial Coklat Kekelabuan 1,740
13 Asosiasi Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu 6,748

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029


D. Hidrologi
Air Permukaan
Kabupaten Bandung Barat memiliki ± 90 sungai, dengan sungai utama adalah Sungai
Citarum, Sungai Cimahi, Sungai Cibeureum, Sungai Citarum Hulu, dan Sungai Cikarial,
yang melewati Kecamatan Cipongkor, Kecamatan Cililin, Kecamatan Cihampelas, dan
Kecamatan Batujajar.
Berdasarkan hasil inventarisasi di lapangan, sumber mata air yang terdapat di Wilayah
Kabupaten Bandung Barat umumnya dijumpai di sekitar kaki, lereng dan bagian atas
perbukitan yang tersusun oleh batuan vulkanik dan mempunyai penyebaran tidak merata.
Daerah-daerah mata air yang cukup banyak dijumpai di sekitar perbukitan utara, timur
dan selatan. Di bagian barat (kecuali barat laut), pemunculan mata air dapat disebut
sebagai daerah yang sangat jarang dijumpai.

1-39
Di Kabupaten Bandung Barat terdapat 2 Danau/Situ Alam dan 2 Waduk/Danau Buatan.
Danau/Situ Alam terdiri dari Situ Lembang dan Situ Ciburuy. Situ-situ ini dimanfaatkan
sebagai lokasi tujuan wisata. Waduk/danau buatan yang terdapat di daerah kajian yaitu
Waduk Saguling dan Cirata yang merupakan sumber tenaga listrik (PLTA).
Kondisi situ dan waduk masing-masing dapat dirinci sebagai berikut:
a. Situ Ciburuy terdapat di Kecamatan Padalarang digunakan untuk irigasi dengan
kapasitas penyimpanan sekitar 4 juta m3. Situ Lembang digunakan untuk
irigasi dan terletak di bagian hulu DAS Cimahi, kapasitanya sebesar 3,7 m3
dengan daerah tangkapan situ tersebut diperkirakan 6,3 km3.
b. Waduk Saguling terletak di sungai Citarum yang tersebar di beberapa
kecamatan yaitu di Kecamatan Cililin, Batujajar, dan Cipongkor. Waduk
tersebut digunakan untuk PLTA, irigasi dan penyediaan air minum. Kapasitas
waduk direncanakan 1.000 juta m3.
c. Waduk Cirata terletak kearah hilir dari Waduk Saguling yang lokasinya berada
di Kecamatan Cipeundeuy, volume direncanakan sekitar 2.000 juta m3, dengan
ketinggian mukaair + 220 m/dpl.
Potensi Mata air di Kabupaten Bandung Barat yaitu sebanyak 223 lokasi, yang tersebar di
12 Kecamatan di Bandung Barat dengan debit air sebesar 2-500 liter/detik untuk lebih
jelasnya dapat di lihat pada Table II.2. Daerah tanggkapan Air yang menjadi penyedia air
tanah maupun air permukaan di Kabupaten Bandung Barat yaitu :
a. Sub DAS Cikapundung (Lembang, Cisarua, Parongpong);
b. Sub DAS Citarum (Cililin, Ngamprah, Batujajar, Padalarang).

Tabel 1.9 Sebaran Sumber Mata Air di Kabupaten Bandung Barat


No. Kecamatan Jumlah Mata Air Kisaran Debit (lit/det)
saat musim hujan
1. Lembang 119 1 - 40
2. Parongpong 26 1,5 - 100
3. Cisarua 62 1- 60
4. Ngamprah 46 1 - 130
5. Cikalongwetan 73 1 - 50
6. Padalarang 13 1 - 15
7. Cipatat 28 1,5 -11
8. Cililin 39 1 - 13
9. Batujajar 29 0,5 - 3
10 Gununghalu 15 1 - 75
11. Sindangkerta 32 1-8
12. Cipongkor 24 0,8 - 12
13. Cipendeuy 44 1 -10
14. Rongga 116 0,5 - 50
15. Cihampelas 50 2 - 13
Sumber : Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM)
Kab. Bandung Barat, 2013

Potensi air permukaan di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2015 yaitu sebanyak 8
lokasi dengan debit air sebesar 630 liter/detik untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.

1-40
Tabel 1.10 Potensi Air Permukaan di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat
Kebutuhan Air
Aliran Dasar
Pipanisasi (l/d) Sumber Jarak ke DAS
No Kecamatan
Potensial Sumber (km) (km2) Q5 Q20
1989 2000 2015
(l/d) (l/d)
1. Gununghalu 5 5 5 Cilanang 0,5 88 50 45
2. Sindangkerta 5 5 48 Cicongkang <0,5 9 5 5
3. Cililin 9 26 65 Cipatik <0,5 6 20 15
4. Cipongkor 5 5 5 Cilanang 0,5 36 20 20
5. Cisarua 52 85 195 Cimahi <0,5 24 210 175
6. Cipatat 5 53 110 Cirawa 0,5 18 10 10
7. Cikalongwetan 12 54 174 Cilurah 0,5 14 125 105
8. Cipeundeuy 5 5 28 Cipeundeuy 0,5 19 170 145

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup dan Dokumen KLHS RTRW Kab. Bandung Barat, 2014

Potensi Pengairan dan Kondisi Pengelolaan Jaringan Irigasi dan Bendung di Kabupaten
Bandung Barat yaitu sebanyak 41 Sungai dan saluran pembuangan. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.2 Sungai dan Saluran Pembuang yang Mengalir di Kabupaten Bandung Barat
No Nama Sungai dan No Nama Sungai dan Saluran No Nama Sungai dan
Saluran Pembuangan Saluran Pembuangan
Pembuangan
1 Cimeta 15 Cikabul 29 Cilutung
2 Cijukung 16 Cimahi 30 Gadobangkong
3 Cikatamos 17 Cisongkat 31 Cikapundung
4 Cibihbul 18 Cihideung 32 Cidadap
5 Cibarengkok 19 Cikidang/Cicukang 33 Cisokan
6 Cipada 20 Ciputri 34 Ciminyak
7 Cikubang 21 Cikawari 35 Cijere
8 Cipicung 22 Cicukangkawung/Cikasur 36 Cilanang
9 Cijambu 23 Ciwaru/Cisangkan 37 Cibitung
10 Cimande Ageung 24 Cibangban 38 Cibangoak
11 Ciburandul 25 Cibeureum/Cigondewah 39 Cijenuk
12 Cipadalarang 26 Cipulung 40 Cimahpar, dan
13 Cimalayan 27 Citanjung 41 Cibenda
14 Cikadongdong 28 Cigelap
Sumber : Kantor Lingkungan Hidup dan Dokumen KLHS RTRW Kab. Bandung Barat, 2014

1-41
Air Tanah
Di Kabupaten Bandung Barat terdapat daerah resapan air tanah yang merupakan
resapan utama atau primer meliputi bagian lereng bervegetasi lebat pada ketinggian
tertentu sampai puncak gunung yang terutama dibentuk oleh batuan gunung api
muda.Selain itu, zona resapan utama meliputi pula bagian daerah pegunungan dan
perbukitan berupa punggungan yang bertindak sebagai tinggian pemisahan air utama
bagi sungai-sungai yang mengalir ke utara dan selatan.
Berdasarkan hasil penelitian hidrogeologi untuk menentukan batas horizontal cekungan
air tanah yang dilakukan oleh Direktorat Tata Lingkungan GeologidanKawasan
Pertambangan yang kemudian disahkan melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Tahun 2003, cekungan air tanah di Jawa Barat terdapat 27 buah, dengan 2
cekungan air tanah diantaranya termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung Barat.

E. Potensi Rawan Bencana Alam


Peristiwa bencana alam yang sering terjadi di Kabupaten Bandung Barat terdiri dari
gempa bumi, tanah longsor, angin kencang, dan letusan gunung berapi. Peristiwa
bencana alam di Kabupaten Bandung barat didominasi oleh kejadian gempa bumi dan
tanah longsor. Kawasan rawan bencana longsor secara umum menyebar di bagian utara
dan selatan Kabupaten Bandung Barat, yaitu terdapat di Kecamatan Lembang,
Parongpong, Cikalongwetan, Cipatat, Batujajar, Cililin, Rongga, Gununghalu. Kawasan
bencana letusan gunung berapi terdapat di Kecamatan Lembang, Parongpong, dan
Cisarua. Beberapa jenis rawan bencana yang terdapat di Kabupaten Bandung Barat,
diantaranya:
1. Banjir
Wilayah Kabupaten Bandung Barat, kejadian banjir umumnya hanya berupa
genangan terutama karena buruknya saluran drainase. Banjir erat kaitannya
dengan drainase permukaan tanah. Drainase disini adalah drainase yang
menunjukan lamanya atau seringnya tanah tergenang air. Dengan demikian
drainase ini sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah lainnya seperti lereng,
tekstur tanah, konsistensi/porositas tanah.
2. Gempa Bumi dan Aliran Lahar
Potensi gempa vulkanik di wilayah Kabupaten Bandung Barat adalah di daerah
yang berdekatan dengan gunung berapi, seperti Gunung Tangkuban Perahu
meliputi Kecamatan Lembang, Cisarua, Parongpong. Daerah tersebut selain
rawan bencana gempa vulkanik juga rawan aliran lahar.
Beberapa kawasan, terutama di utara Kabupaten Bandung Barat yang
tergolong daerah beresiko aliran lahar. Lahar ini dapat terbawa sungai
sehingga membahayakan daerah-daerah yang dilalui sungai tersebut.
Beberapa kecamatan memiliki kawasan beresiko aliran lahar ini antara lain
Kecamatan Lembang (4.340 ha) dan Cisarua (1.580 ha).
3. Tanah Longsor dan Gerakan Tanah
Kecamatan yang merupakan kawasan rawan longsor dan gerakan tanah
meliputi: Cikalongwetan, Lembang, Gununghalu, Cipatat, Sindangkerta,
Batujajar, Cisarua, dan Cililin.
4. Sebaran Lahan Kritis

1-42
Selain tanah longsor, juga sering terjadi tanah amblasan, retak-retak dan
patahan. Selain jenis rawan bencana yang dijelaskan diatas, di Kabupaten
Bandung Barat juga terdapat Permasalahan lahan kritis dan terlantar. Adapun
sebaran lahan kritis di setiap Kecamatan dan Desa di Kabupaten Bandung
Barat dapat dilihat tabel berikut ini.

Tabel 1.12 Sebaran Lahan Kritis di Setiap Kecamatan dan Desa


di Kabupaten Bandung Barat
No Kecamatan Desa
1. Lembang Sukajaya, Lembang, Cibogo, Jayagiri, Mekarwangi, Gudangkahuripan,
Cikahuripan, Wangunsari, Pagerwangi, Langensari, Cikole,
Wangunharja dan Suntenjaya.
2. Parongpong Cigugur Girang, Cihanjuang Rahayu, Cihanjuang, Karyawangi dan
Sariwangi.
3. Cisarua Pasirlangu, Cipada, Tugumukti, Pasirhalang, Pada Asih, Sadangmekar,
Jambudipa dan Kertawangi.
4. Ngamprah Cilame, Bojongkoneng, Pakuhaji, Cimanggu dan Mekarsari.
5. Padalarang Campakamekar, Jayamekar, Padalarang, Tagogapu dan Ciburuy.
6. Cikalongwetan Wangunjaya, Tenjolaut, Cisomangbarat, Ciptagumati, Kanangasari,
Rende, Cikalong, Mandalamukti, Puteran, Mandalasari, Cipada,
Mekarjaya dan Ganjarsari.
7. Cipeundeuy Sirnajaya, Nanggeleng dan Margaluyu.
8. Cipatat Cipatat, Ciptaharja, Kertamukti, Sarimukti, Cirawamekar,
Sumurbandung, Gunungmasigit dan Citatah.
9. Batujajar Batujajara Timur, Batujajar Barat, Cangkorah, Selacau, Galanggang,
Pangauban, dan Giriasih
10. Cihampelas Tanjungwangi, Situwangi dan Singajaya.
11. Cililin Kidangpananjung, Karanganyar, Karyamukti dan Nanggerang.
12. Sindangkerta Buninagara, Weninggalih, Rancasenggang, Wangunsari, Pasirpogor dan
Puncaksari
13. Cipongkor Mekarsari, Cijambu, Sirnagalih, Baranangsiang, Sarinagen, Cintaasih,
Cibenda, Citalem, Cijenuk, Karangsari dan Neglasari.
14. Gununghalu Sirnajaya, Bunijaya, Gununghalu, Sindangjaya, Cilangari, Celak,
Wargasaluyu, Tamanjaya dan Sukasari.
15. Rongga Cinengah, Cibedug, Cicadas, Bojongsalam, Sukaresmi, Bojong, Cibitung
dan Sukamanah.
16. Saguling Cikande, Jati, Girimukti, Bojonghaleuang, Cipangeran dan Saguling

Sumber: Kantor Lingkungan Hidup dan Dokumen KLHS RTRW Kabupaten Bandung Barat, 2014

1-43
Gambar 1.14 Peta Curah Hujan Kabupaten Bandung Barat

Sumber : Hasil Analisis BAPPELITBANGDA Kabupaten Bandung Barat, 2018

1-44
Gambar 1.15 Peta Ketinggian Kabupaten Bandung Barat

Sumber : Hasil Analisis BAPPELITBANGDA Kabupaten Bandung Barat, 2018

1-45
Gambar 1.16 Peta Kontur Kabupaten Bandung Barat

Sumber : Hasil Analsis BAPPELITBANGDA Kabupaten Bandung Barat, 2018

1-46
Gambar 1.17 Peta Kemiringan (Kelerengan) Kabupaten Bandung Barat

Sumber : Hasil Analisis BAPPELITBANGDA Kabupaten Bandung Barat, 2018

1-47
Gambar 2 Peta Jenis Tanah Kabupaten Bandung Barat

Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung Barat, 2015

1-48
Gambar 1.19 Peta Sumber Daya Air Kabupaten Bandung Barat

Sumber : Hasil Analisis BAPPELITBANGDA Kabupaten Bandung Barat, 2018

1-49
Gambar 1.20 Peta Hidrogeologi Kabupaten Bandung

Sumber : Hasil Analisis BAPPELITBANGDA Kabupaten Bandung Barat, 2018

1-50
Gambar 1.21 Peta Kawasan Rawan Dampak Lingkungan

Sumber: Hasil Analisis BAPPELITBANGDA Kabupaten Bandung Barat, 2018

1-51
Gambar 1.22 Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa

Sumber: Hasil Analisis BAPPELITBANGDA Kabupaten Bandung Barat, 2018

1-52
Gambar 1.23 Peta Kawasan Rawan Gerakan Tanah

Sumber: Hasil Analisis BAPPELITBANGDA Kabupaten Bandung Barat, 2018

1-53
Gambar 1.24 Peta Kawasan Rawan Longsor

Sumber: Hasil Analisis BAPPELITBANGDA Kabupaten Bandung Barat, 2018

1-54
Gambar 1.25 Peta Sebaran Lahan Kritis

Sumber: Dokumen KLHS RTRW Kabupaten Bandung Barat, 2014

1-55
1.8.2 Kondisi Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Bandung Barat dikelompokkan berdasarkan fungsinya,
yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Jika dilihat dari fungsi guna lahan,
Kabupaten Bandung Barat didominasi oleh fungsi budidaya pertanian sebesar 78.446 Ha
atau hampir 60 % dari luasan wilayah Kabupaten Bandung Barat. Disusul oleh luasan
fungsi budidaya non-pertanian sebesar 19,73% dair luas wilayah. Kabupaten Bandung
Barat memiliki luasan fungsi kawasan lindung yang relatif kecil, hanya 15% dari total
wilayah yaitu 19.171 Ha. Berikut penjabaran luasan guna lahan Kabupaten Bandung
Barat.
Tabel 1.3 Guna Lahan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007
No
Jenis Guna Lahan Luasan (Ha) Persentase (%)
.
1 Kawasan Lindung    
Kawasan Lindung 19,171.04 14,65%
Total 19,171.04 14,65%
2 Kawasan Budidaya  
2A Budidaya Pertanian  
Kebun Campur 8,758.76 6,70%
Perkebunan 9,562.95 7,31%
Sawah 16,309.44 12,47%
Sawah Tadah Hujan 19,342.69 14,79%
Tegal/Ladang 24,472.31 18,71%
Total Budidaya Pertanian 78,446.15 59,96%
2B Budidaya Non-Pertanian  
  Industri 2,270.73 1,74%
  Institusi 251.94 0,19%
  Jalan 2,000.00 1,53%
  Jalan Kereta Api 52.76 0,04%
  Pasar / Pertokoan 776.79 0,59%
  Permukiman 20,260.16 15,49%
  Lapangan 50.02 0,04%
  Taman 35.11 0,03%
  Tambang 114.31 0,09%
  Total Budidaya Non Pertanian 25,811.82 19,73%
  Total Budidaya 104,257.97 79,69%
3 Lainnya  
  Tanah Kosong 3,702.29 2,83%
  Rumput 3,689.94 2,82%
  Total 7,392.23 5,65%
Total Kabupaten 130,821.24 100.00%
Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung Barat, 2009

1-56
Gambar 1.26 Peta Guna Lahan Eksisting Kabupaten Bandung Barat (Tahun 2007)

Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung Barat, 2009

1-57
1.8.3 Kemampuan dan Kesesuaian Lahan
Fisik dan lingkungan merupakan salah satu elemen dasar yang dibutuhkan dalam
menyusun suatu rencana tata ruang, karena kapasitas fisik dan lingkungan di suatu
wilayah akan berpengaruh pada perkembangan suatu kawasan. Oleh karena itu, batasan
fisik dan lingkungan akan mempengaruhi strategi dan kebijakan yang digunakan dalam
pengembangan satu kawasan. Dengan kata lain, kondisi fisik suatu kawasan menjadi
dasar paling penting untuk membuat keputusan yang menyatakan apakah kawasan
tersebut dapat dikembangkan (menjadi kawasan terbangun) atau perlu dijaga dan
dilestarikan menjadi area tidak terbangun.
Kemampuan lahan (land capability) adalah penilaian lahan secara sistematik dan
pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang
merupkan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Kemampuan
lahan didasarkan pada pertimbangan faktor biofisik lahan dalam pengelolaannya
sehingga tidak terjadi degradasi lahan selama digunakan. Makin rumit pengelolaan yang
diperlukan, makin rendah kemampuan lahan untuk jenis penggunaan yang direncanakan.
Sementara kesesuaian lahan (land suitability) merupakan tingkat kecocokan sebidang
lahan untuk suatu penggunaan tertentu (misal kawasan lindung atau kawasan budidaya
seperti permukiman, industri, termasuk kawasan pendidikan).
Dalam melakukan analisis kemampuan lahan, terdapat beberapa analisis yang harus
dilakukan terlebih dahulu, yakni analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi,
Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan, Satuan Kemampuan Lahan
Kestabilan Lereng,Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air, Satuan Kemampuan
Lahan Drainase, Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Limbah, Satuan Kemampuan
Lahan Bencana Alam, dan Satuan Kemampuan Lahan Batasan Pengembangan. SKL ini
nantinya akan di-overlay dan akan menghasilkan kemampuan lahan secara keseluruhan.
Analisis kemampuan dan kesesuaian lahan ini juga pada akhirnya akan dapat menjadi
arahan pemanfaatan dan pengembangan kawasan.
A. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi
Tujuan analisis SKL Morfologi adalah memilah bentuk bentang alam/morfologi pada
wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu untuk dikembangkan sesuai
dengan fungsinya. Dalam analisis SKL Morfologi melibatkan data masukan berupa peta
morfologi dan peta kelerengan dengan keluaran peta SKL Morfologi dengan
penjelasannya. Morfologi berarti bentang alam, kemampuan lahan dari morfologi tinggi
berarti kondisi morfologis suatu kawasan kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang
alamnya berupa gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan
pengembangannnya sangat rendah sehingga sulit dikembangkan dan atau tidak layak
dikembangkan. Lahan seperti ini sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah lindung
atau budi daya yang tak berkaitan dengan manusia, contohnya untuk wisata alam.
Morfologi tinggi tidak bisa digunakan untuk peruntukan ladang dan sawah. Sedangkan
kemampuan lahan dari morfologi rendah berarti kondisi morfologis tidak kompleks. Ini
berarti tanahnya datar dan mudah dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budi
daya.

1-58
Tabel 1.14 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Morfologis

Peta
No. Peta Morfologi SKL Morfologi Nilai
Kelerengan

1. Bergunung > 40 % Kemampuan lahan dari morfologi tinggi 1

Berbukit,
2. 15 – 40 % Kemampuan lahan dari morfologi cukup 2
bergelombang

Kemampuan lahan dari morfologi


3. Berombak 8 – 15 % 3
sedang

4. Landai 2–8% Kemampuan lahan dari morfologi kurang 4

Kemampuan lahan dari morfologi


5. Datar 0–2% 5
rendah

Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam


Penyusunan Rencana Tata Ruang

Analisis ini digunakan untuk memilah bentang alam/morfologi pada wilayah yang mampu
untuk dikembangkan sesuai dengan fungsinya, dan yang lebih cocok untuk
dikembangkan menjadi perkotaan.Untuk melakukan analisis ini, data yang dibutuhkan
berupa peta morfologi dan peta kemiringan. Langkah-langkah untuk melakukan SKL
morfologi sebagai berikut:
a. Tentukan skoring yang tepat untuk peta kemiringan lereng dan peta ketinggian tanah.
Semakin besar kemiringan tanah dan semakin tinggi ketinggian tanah tersebut maka
semakin kecil skor kemampuan morfologinya.
b. Tentukan tingkat kemampuan lahan morfologi berdasarkan peta analisis, dengan
meng-overlay peta-peta yang dibutuhkan untuk membentuk SKL Morfologi.
c. Deskripsikan potensi dan kendala morfologi dari hasil analisis tersebut.
Morfologi sama artinya dengan bentang alam atau kondisi alam di suatu daerah.
Kemampuan lahan dari morfologi tinggi artinya kondisi alam disana berupa pengunungan,
gunung dan bergelombang. Kondisi alam demikian menyebabkan daerah tersebut sangat
sulit dikembangkan dan direkomendasikan sebagai kawasan lindung, pada peta daerah-
daerah yang mempunyai kemampuan lahan seperti itu adalah di daerah antara bagian
utara Kecamatan Cisarua, Parongpong dan Lembang serta bagian selatan Kecamatan
Gununghalu dan Sindangkerta. Morfologi cukup artinya kondisi alam disana berupa
berbukit dan bergelombang, untuk pemanfaatan lahan pada umunya digunakan untuk
hutan produksi, pertanian lahan kering dan perkebunan, dapat dilihat pada peta terletak
pada Kecamatan Rongga, Cipongkor, Saguling, Cipatat, Cililin, dan Cikalong Wetan.
Morfologi sedang artinya keadaan alam disana berombak dan cocok untuk
pengembangan pertanian kelas keras dan pembangunan perumahan dan permukiman,
yaitu Lembang, Cipendeuy, Ngamprah. Kemudian klasiifkasi morfologi kurang terdapat di
sebagian Kecamatan Cipendeuy, Cipatat, Cikalong Wetan. Sementara morfologi rendah
(potensi pengembangan tinggi) terdapat di sebagian Kecamatan Padalarang, Ngamprah,
Batujajar, Cihampelas, dan bagian selatan Parongpong.

1-59
Gambar 1.27 Peta SKL Morfologi

Sumber: Hasil Pengolahan Data Spasial, 2018

1-60
B. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan
Tujuan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan adalah untuk mengetahui tingkat kemudahan
lahan di wilayah dan/atau kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses
pembangunan/ pengembangan kawasan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan
berupa peta topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta
penggunaan lahan eksisting, dengan keluaran peta SKL Kemudahan Dikerjakan dan
penjelasannya.
Dalam analisis ini, akan ditinjau faktor pembentukan tanah dari aspek waktu
pembentukkannya di mana tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah,
akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus. Oleh karena itu tanah akan menjadi
semakin tua dan kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis
mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Karena
proses pembentukan tanah yang terus berjalan, maka induk tanah berubah berturut-turut
menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Tanah Muda ditandai oleh proses
pembentukan tanah yang masih tampak pencampuran antara bahan organik dan bahan
mineral atau masih tampak struktur bahan induknya. Contoh tanah muda adalah tanah
aluvial, regosol dan litosol. Tanah Dewasa ditandai oleh proses yang lebih lanjut sehingga
tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa, yaitu dengan proses pembentukan
horison B. Contoh tanah dewasa adalah andosol, latosol, grumosol. Tanah Tua proses
pembentukan tanah berlangsung lebih lanjut sehingga terjadi proses perubahan-
perubahan yang nyata pada horizon-horoson A dan B. Akibatnya terbentuk horizon A1,
A2, A3, B1, B2, B3. Contoh tanah pada tingkat tua adalah jenis tanah podsolik dan latosol
tua (laterit).
Tabel 1.15 Penjelasan Jenis Tanah dalam Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan
Jenis Tanah Sifat Nilai

Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan,


berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum
Alluvial terbentuk struktur , konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH 5
bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi. Penyebarannya
di daerah dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan daerah
cekungan (depresi). (Suhendar, Soleh).
Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil,
solum agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam,
kandungan organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah,
konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-
Andosol 3
kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya
absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka
terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf
vulkanik.

Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison tanah belum


Gleisol terlihat secara jelas. Tanah entisol umumnya dijumpai pada sedimen 4
yang belum terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa
memperlihatkan horison diatas lapisan batuan dasar.
Grumosol Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal, 2
tekstur lempung berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas dan
gumpal hingga pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat

1-61
Jenis Tanah Sifat Nilai

lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak,
umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi
tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu
kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat basa.
Penyebarannya di daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan
kurang dari 2500 mm/tahun.
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon,
kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal,
Latosol konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga 2
kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan lebih
dari 300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi
batuan beku intrusi.
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan
induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah
dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan
Litosol batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada 4
umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan
batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai
pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng
miring sampai curam.
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga
dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik,
tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi
teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan
basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka
Mediteran erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis 1
bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering
nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah
pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di
bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah
topografi Karst disebut terra rossa.
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon,
tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH
Regosol umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk 4
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di
daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-
gumuk pasir pantai.
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan peyesuaian)

1-62
Tabel 1.16 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan
Peta Peta Peta
No Peta SKL Kemudahan
Kelerenga Ketinggia Jenis Nilai
. Morfologi Dikerjakan
n n Tanah
Kemudahan
1. Bergunung > 40 % >3000 m Mediteran 1
dikerjakan rendah
Berbukit,
2000 – Kemudahan
2. bergelomban 15 – 40 % Latosol 2
3000 m dikerjakan kurang
g
1000 – Kemudahan
3. Berombak 8 – 15 % Andosol 3
2000 m dikerjakan sedang
500 – 1000 Kemudahan
4. Landai 2 – 8% Regosol 4
m dikerjakan cukup
Kemudahan
5. Datar 0–2% 0 – 500 m Alluvial 5
dikerjakan tinggi
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis
dalam Rencana Tata Ruang (dengan penyesuaian)

Hasil analisis SKL Kemudahan dikerjakan di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada
peta berikut:

Gambar 1.28 Peta SKL Kemudahan Dikerjakan

Sumber: Hasil pengolahan data spasial, 2018

1-63
C. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng
Tujuan analisis SKL Kestabilan Lereng adalah untuk mengetahui tingkat kemantapan
lereng di wilayah pengembangan dalam menerima beban. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng,
peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta curah hujan, peta bencana alam (rawan bencana
gunung berapi dan kerentanan gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan, dengan
keluaran peta SKL Kestabilan Lereng dan penjelasannya.
Tabel 1.47 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Kestabilan Lereng
Peta Peta SKL
No Peta Peta Peta
Jenis Curah Kestabilan Nilai
. Morfologi Kelerengan Ketinggian
Tanah Hujan Lereng

Kestabilan
> 3000
1 Bergunung > 40 % >3000 m Andosol lereng 1
mm/tahun
rendah

1500 – Kestabilan
Berbukit, 2000 – Regosol,
2 15 – 40 % 3000 lereng 2
Bergelombang 3000 m Alluvial
mm/tahun kurang

1000 – Kestabilan
1000 –
3 Berombak 8 – 15 % Mediteran 1500 lereng 3
2000 m
mm/tahun sedang

500 – 1000 < 1000 Kestabilan


4 Landai 2–8% 4
m mm/tahun lereng
5 Datar 0–2% 0 – 500 m Latosol tinggi 5

Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan penyesuaian)

Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi
lahannya dengan melihat kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan disebut
kestabilan lerengnya rendah, maka kondisi wilayahnya tidak stabil. Tidak stabil artinya
mudah longsor, mudah bergerak yang artinya tidak aman dikembangkan untuk bangunan
atau permukiman dan budidaya. Kawasan tersebut direkomendasikan untuk kawasan
hutan, perkebunan dan area resapan air.
Hasil analisis SKL Kestabilan Lereng di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada
peta berikut:

1-64
Gambar 1.29 Peta SKL Kestabilan Lereng

Sumber: Hasil pengolahan data spasial, 2017

D. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi


Tujuan analisis SKL Kestabilan Pondasi adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan untuk mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-
jenis pondasi yang sesuai untuk masing-masing tingkatan. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta SKL kestabilan lereng, peta jenis tanah, peta
kedalaman efektif tanah, peta tekstur tanah, peta hidrogeologi dan peta penggunaan
lahan eksisting dengan keluaran peta SKL Kestabilan Pondasi dan penjelasannya.
Sebelum melaksanakan analisis SKL Kestabilan pondasi, harus diketahui terlebih dahulu
sifat faktor pendukungnya terhadap analisis kestabilan pondasi meliputi jenis tanah.

Tabel 1.18 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Kestabilan


SKL Kestabilan Peta Jenis Peta Tekstur
No. SKL Kestabilan Pondasi Nilai
Lereng Tanah Tanah

Daya dukung dan


Kestabilan lereng
Alluvial kestabilan pondasi 1
1. rendah
Kasar (Pasir) rendah

Kestabilan lereng Andosol,


Daya dukung dan 2
2. kurang Regosol
kestabilan pondasi
Kestabilan lereng Sedang kurang
Mediteran 3
3. sedang (lempung)

Daya dukung dan 4


4.
Kestabilan lereng tinggi Halus (liat)
Latosol kestabilan pondasi tinggi 5
5.

1-65
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan peyesuaian)

Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah yang mendukung stabil atau tidaknya
suatu bangunan atau kawasan terbangun. SKL ini diperlukan untuk memperkirakan jenis
pondasi wilayah terbangun. Kestabilan pondasi tinggi artinya wilayah tersebut akan stabil
untuk pondasi bangunan apa saja atau untuk segala jenis pondasi. Kestabilan pondasi
rendah berarti wilayah tersebut kurang stabil untuk berbagai bangunan. Kestabilan
pondasi sedang berarti wilayah tersebut kurang stabil, namun mungkin untuk jenis
pondasi tertentu, bisa lebih stabil, misalnya pondasi cakar ayam.
Hasil analisis SKL Kestabilan Pondasi di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada
peta berikut:
Gambar 1.30 Analisis SKL Kestabilan Pondasi

Sumber: Hasil Pengolahan Data Spasial, 2018

1-66
E. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air
Tujuan analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan air
dan kemampuan penyediaan air pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan
kawasan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta
kelerengan, peta curah hujan, peta hidrogeologi, peta jenis tanah dan peta penggunaan
lahan eksisting dengan keluaran peta SKL Ketersediaan Air dan penjelasannya. Sebelum
melakukan analisis SKL Ketersediaan Air, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari
data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah.
Tabel 1.19 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Ketersediaan Air
Peta Peta Peta Peta SKL
No Peta Nila
Kelerenga Ketinggia Jenis Curah Ketersediaa
. Morfologi i
n n Tanah Hujan n Air

< 1000 Ketersediaa


1 Bergunung > 40 % >3000 m Latosol mm/tahu n air sangat 1
n rendah

Berbukit, < 1000


2000 – Ketersediaa
2 Bergelomban 15 – 40 % Alluvial mm/tahu 2
3000 m n air rendah
g n

1000 –
1000 – Mediteran 1500 Ketersediaa
3 Berombak 8 – 15 % 3
2000 m , Regosol mm/tahu n air sedang
n

1500 –
500 – 1000 3000
4 Landai 2–8% 4
m mm/tahu
n Ketersediaa
n air tinggi
> 3000
5 Datar 0–2% 0 – 500 m Andosol mm/tahu 5
n

Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 Tentang Pedoman Analisis Dalam Rencana Tata Ruang
(Dengan Peyesuaian)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat ketersediaan air dan kemampuan
penyediaan air pada masing-masing tingkatan untuk pengembangan kawasan. Data yang
dibutuhkan adalah peta morfologi, peta kemiringan lahan, peta geologi, peta guna lahan,
curah hujan, peta hidrogelogi. Langkah-langkah untuk melakukan analisis ini sebagai
berikut:
a. Tentukan tingkat ketersediaan air berdasarkan peta hidrologi, peta kemiringan
lahan, peta geologi, peta curah hujan, peta geolog dengan menggunakan skoring.
b. Overlay peta tersebut dengan aplikasi ArcGIS.
c. Uraikan kendala dan potensi masing-masing tingkatan kemampuan ketersediaan
air.
Hasil analisis SKL Ketersediaan Air di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada peta
berikut:

1-67
Gambar 1.31 Ketersediaan Air

Sumber: Hasil Pengolahan Data Spasial, 2018

F. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Drainase

Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan
dalam mengalirkan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat
lokal maupun meluas dapat dihindari. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa
peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi, peta jenis tanah, peta curah hujan,
peta kedalaman efektif tanah, dan penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta
SKL untuk Drainase dan penjelasannya.
Tabel 1.20 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Drainase
Peta Peta Peta
No Peta Peta SKL Nila
Kelerenga Jenis Curah
. Morfologi Ketinggian Drainase i
n Tanah Hujan

1 Bergunung > 40 % >3000 m Andosol 5

Berbukit, Drainase
Alluvial, < 1000 tinggi
2 Bergelomban 15 – 40 % 2000 – 3000 m 4
Regosol mm/tahun
g

1000 –
Drainase
3 Berombak 8 – 15 % 1000 – 2000 m Mediteran 1500 3
cukup
mm/tahun

4 Landai 2–8% 500 – 1000 m 1500 – Drainase 2


3000 kurang
mm/tahun

1-68
Peta Peta Peta
No Peta Peta SKL Nila
Kelerenga Jenis Curah
. Morfologi Ketinggian Drainase i
n Tanah Hujan

> 3000
5 Datar 0–2% 0 – 500 m Latosol 1
mm/tahun

Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan penyesuaian)

Secara umum, drainase adalah kemampuan mengalirkan, menguras, membuang, atau


mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air
yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan
sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas.
Drainase tinggi artinya aliran air mudah mengalir atau mengalir lancar. Untuk daerah-
daerah yang mempunyai kemampuan drainase tinggi antara lain pada bagian selatan
Kecamatan Sindangkerta dan Gununghalu, serta sebagaian wilayah Kecamatan
Saguling, Cipatat, serta bagian utara Cisarua, Parongpong dan Lembang. Drainase
rendah berarti aliran air sulit dan mudah tergenang, untuk daerah-daerah yang
kemampuan drainase rendah antara lain daerah Cipendeuy bagian utara dan Cikalong
Wetan. Drainase cukup artinya aliran air bagus tetapi juga berpotensi tergenang. Daerah-
daerah yang yang mempunyai kemampuan lahan drainase cukup antara lain Kecamatan
Ngamprah, Batujajar, sebagian Kecamatan Cihampelas, Cipongkor dan Rongga.
Hasil analisis SKL Drainase di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada peta berikut.

1-69
Gambar 1.32 Peta SKL Drainase

Sumber: Hasil Pengolahan Data Spasial, 2018

1-70
G. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Erosi
Tujuan analisis SKL Terhadap Erosi adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang
mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan
terhadap erosi serta antispasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah,
peta hidrogeologi, peta tekstur tanah, peta curah hujan dan peta penggunaan lahan
eksisting dengan keluaran peta SKL Terhadap Erosi dan penjelasannya.
Tabel 1.21 Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL
Terhadap Erosi
No. Jenis Tanah Sifat Nilai

Aluvial Jenis-jenis tanah yang tidak peka terhadap 5


1.
erosi:
Andosol 2
2.
 Aluvial
Gleisol  Gleisol 5
3.
Jenis tanah yang agak peka erosi:
Grumosol 2
4.
 Latosol
Latosol Jenis tanah dengan kepekaan sedang: 4
5.
Litosol  Non Cal 1
6.
 Mediteran
Mediteran 3
7. Jenis tanah yang peka terhadap erosi:
Non Cal 3
8.  Andosol
 Grumosol
Jenis tanah yang sangat peka erosi:
Regosol 1
9.
 Regosol
 Litosol

Tabel 1.52 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Erosi


Peta Peta Peta
No Peta Peta
Jenis Tekstur Curah SKL Erosi Nilai
. Morfologi Kelerengan
Tanah Tanah Hujan
> 3000 Erosi
1 Bergunung > 40 % Regosol 1
mm/tahun tinggi
Kasar
1500 – Erosi
Berbukit, (Pasir)
2 15 – 40 % Andosol 3000 cukup 2
Bergelombang
mm/tahun tinggi
1000 –
Sedang Erosi
3 Berombak 8 – 15 % Mediteran 1500 3
(lempung) sedang
mm/tahun
Erosi
< 1000
4 Landai 2–8% Latosol sangat 4
mm/tahun
Halus (liat) rendah
Tidak ada
5 Datar 0–2% Alluvial 5
erosi
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan peyesuaian)

1-71
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi
berarti lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah
berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak ada
pengelupasan lapisan tanah. Hasil analisis SKL Erosi di Kabupaten Bandung Barat dapat
dilihat pada peta berikut

Gambar 1.33 Peta SKL Erosi

Sumber: Hasil Pengolahan Data Spasial, 2018

H. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Limbah

Tujuan analisis SKL Pembuangan Limbah adalah untuk mengetahui mengetahui daerah-
daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan
pengeolahan limbah, baik limbah padat maupun cair. Dalam analisis ini membutuhkan
masukan berupa peta morfologi, peta kemiringan, peta topografi, peta jenis tanah, peta
hidrogeologi, peta curah hujan dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran
peta SKL Pembuangan Limbah dan penjelasannya.
Tabel 1.23 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Limbah
Peta Peta Peta Peta SKL
No Peta Nila
Kelerenga Ketinggia Jenis Curah Pembuanga
. Morfologi i
n n Tanah Hujan n Limbah
> 3000 Kemampuan
1 Bergunung > 40 % >3000 m Regosol mm/tahu lahan untuk 1
n pembuangan
2 Berbukit, 15 – 40 % 2000 – Andosol 1500 – limbah 2
Bergelomban 3000 m 3000 kurang
g mm/tahu

1-72
Peta Peta Peta Peta SKL
No Peta Nila
Kelerenga Ketinggia Jenis Curah Pembuanga
. Morfologi i
n n Tanah Hujan n Limbah
n
Kemampuan
1000 –
lahan untuk
1000 – Meditera 1500
3 Berombak 8 – 15 % pembuangan 3
2000 m n mm/tahu
limbah
n
sedang
< 1000 Kemampuan
500 – 1000
4 Landai 2–8% Latosol mm/tahu lahan untuk 4
m
n pembuangan
5 Datar 0–2% 0 – 500 m Alluvial limbah cukup 5
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan penyesuaian)

SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk memperlihatkan wilayah tersebut cocok
atau tidak sebagai lokasi pembuangan (limbah). Analisa ini menggunakan peta hidrologi
dan klimatologi. Kedua peta ini penting, tapi biasanya tidak ada data rinci yang tersedia.
SKL pembuangan limbah kurang berarti wilayah tersebut kurang/tidak mendukung
sebagai tempat pembuangan limbah. Sebaliknya, SKL pembuangan limbah cukup berarti
wilayah tersebut berpotensi sebagai tempat pembuangan limbah.
Hasil analisis SKL Erosi di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 1.34 Peta SKL Limbah

Sumber: Hasil Pengolahan Data Spasial, 2018

1-73
I. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Bencana
Tujuan analisis SKL terhadap Bencana Alam adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk
menghindari/mengurangi kerugian dari korban akibat bencana tersebut. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta
topografi, peta jenis tanah, peta tekstur tanah, peta curah hujan, peta bencana alam
(rawan gunung berapi dan kerentanan gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan
eksisting dengan keluaran peta SKL Terhadap Bencana Alam dan penjelasannya.
Analisis SKL terhadap Bencana Alam juga mengikutsertakan analisis terhadap jenis
tanah yang sama dengan SKL Terhadap Erosi.

1-74
Tabel 1.24 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Bencana
Peta
Peta Peta
Rawan SKL
Peta Peta Peta Jenis Peta Curah Rawan Kerentanan
No. Peta Morfologi Bencana Bencana Nilai
Kelerengan Ketinggian Tanah Hujan Bencana Gerakan
Gunung Alam
Banjir Tanah
Berapi

Zona I Zona I Zona I


> 3000 Potensi
1 Bergunung > 40 % >3000 m Regosol (sangat (sangat (sangat 1
mm/tahun bencana
rawan) rawan) rawan)
alam
Berbukit, 2000 – 3000 1500 –3000 Zona II Zona II Zona II tinggi
2 15 – 40 % Andosol 2
Bergelombang m mm/tahun (rawan) (rawan) (rawan)

Potensi
1000 – Zona III Zona III
1000 – 2000 Zona III (agak bencana
3 Berombak 8 – 15 % Mediteran 1500 (agak (agak 3
m rawan) alam
mm/tahun rawan) rawan)
cukup

500 – 1000 < 1000 Zona IV Zona IV Zona IV Potensi


4 Landai 2–8% Latosol 4
m mm/tahun (aman) (aman) (aman) bencana
alam
5 Datar 0–2% 0 – 500 m Alluvial Zona V kurang 5

Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 Tentang Pedoman Analisis Dalam Rencana Tata Ruang (Dengan Penyesuaian)

1-75
Morfologi gunung dan perbukitan dinilai tinggi ada peta rawan bencana gunung api dan
longsor. Sedangkan lereng data yang dialiri sungai dinilai tinggi pada rawan bencana
banjir. Penentuan kelas pada rawan bencana ini ada lima. Kelas 1 artinya rawan bencana
alam dan kelas 5 artinya tidak rawan bencana alam.

Hasil analisis SKL Bencana di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada peta berikut.

Gambar 1.35 Peta SKL Bencana

Sumber: Hasil Pengolahan Data Spasial, 2018

J. Analisis Kemampuan Lahan (Agregat dari Analisis SKL)


Analisis ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk
dikembangkan sebagai perkotaan, sebagai acuan bagi arahan-arahan kesesuaian lahan
pada tahap analisis berikutnya. Data-data yang dibutuhkan meliputi peta-peta hasil
analisis SKL. Keluaran dari analisis ini meliputi:
a. Peta klasifikasi kemampuan lahan untuk pengembangan kawasan
b. Kelas kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasan
c. Potensi dan kendala fisik pengembangan lahan
Langkah pelaksanaan:
a. Analisis satuan-satuan kemampuan lahan, untuk memperoleh gambaran tingkat
kemampuan pada masing-masing satuan kemampuan lahan.
b. Menentukan nilai kemampuan setiap tingkatan pada masing-masing satuan
kemampuan lahan, dengan penilaian 5 (lima) untuk nilai tertinggi dan 1 (satu)
untuk nilai terendah.

1-76
c. Mengalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masing-masing satuan
kemampuan lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa jauh pengaruh satuan
kemampuan lahan tersebut pada pengembangan perkotaan. Bobot yang
digunakan sesuai dengan Tabel 20
d. Melakukan superimpose semua satuan-satuan kemampuan lahan, dengan cara
menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari seluruh satuan-satuan
kemampuan lahan dalam satu peta, sehingga diperoleh kisaran nilai yang
menunjukkan nilai kemampuan lahan di wilayah perencanaan.
e. Menentukan selang nilai yang akan digunakan sebagai pembagi kelas-kelas
kemampuan lahan, sehingga diperoleh zona-zona kemampuan lahan dengan nilai
yang menunjukkan tingkatan kemampuan lahan di wilayah perencanaan dan
digambarkan dalam satu peta klasifikasi kemampuan lahan untuk perencanaan
tata ruang.
Pembuatan peta nilai kemampuan lahan merupakan penjumlahan nilai dikalikan
bobot, yaitu:
a. Melakukan superimpose setiap satuan kemampuan lahan yang telah diperoleh
hasil pengalian nilai dengan bobotnya secara satu per satu, sehingga kemudian
diperoleh peta jumlah nilai dikalikan bobot seluruh satuan secara kumulatif.
b. Membagi peta masing-masing satuan kemampuan lahan dalam sistem grid,
kemudian memasukkan nilai dikalikan bobot masing-masing satuan kemampuan
lahan ke dalam grid tersebut. Penjumlahan nilai dikalikan bobot secara
keseluruhan adalah tetap dengan menggunakan grid, yakni menjumlahkan hasil
nilai dikalikan bobot seluruh satuan kemampuan lahan pada setiap grid yang
sama
Tabel 1.25 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis Kemampuan Lahan
SKL SKL SKL SKL
SKL SKL SKL SKL
SKL Kemud Kesta Kesta Untu Kemam
Keterse Terha Pembu Benc
Morfo ahan bilan bilan k puan
diaan dap angan ana
logi Dikerja Leren Ponda Drain Lahan
Air Erosi Limbah Alam
kan g si ase
Bobo Bobot: Bobot: Bobot: Bobot: Bobo Bobot Bobot: Bobo Total
t: 5 1 5 3 5 t: 5 :3 0 t: 5 Nilai
Bo 5 1 5 3 5 5 3 0 5 32
bot 10 2 10 6 10 10 6 0 10 64
x 15 3 15 9 15 15 9 0 15 96
Nil 20 4 20 12 20 20 12 0 20 128
ai 25 5 25 15 25 25 15 0 25 160
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan peyesuaian)

Dari total nilai dibuat beberapa kelas yang memperhatikan nilai minimum dan maksimum
total nilai. Dari angka di atas, nilai minimum yang mungkin diperoleh ada;ah 32
sedangkan nilai maksimum yang dapat diperoleh adalah 160. Dengan demikian,
pengkelasan dari total nilai ini adalah:
a. Kelas a dengan nilai 32 – 58
b. Kelas b dengan nilai 59 – 83
c. Kelas c dengan nilai 84 – 109

1-77
d. Kelas d dengan nilai 110 – 134
e. Kelas e dengan nilai 135 – 160
Setiap kelas lahan memiliki kemampuan yang berbeda-beda seperti pada tabel:

Tabel 1.66 Kemampuan Kelas Lahan


Kelas Kemampuan
Total Nilai Klasifikasi Pengembangan
Lahan
32 – 58 Kelas A Kemampuan pengembangan sangat rendah
59 – 83 Kelas B Kemampuan pengembangan rendah
84 – 109 Kelas C Kemampuan pengembangan sedang
110 – 134 Kelas D Kemampuan pengembangan agak tinggi
135 – 160 Kelas E Kemampuan pengembangan sangat tinggi

Hasil analisis kemampuan lahan di Kabupaten Bandung Barat (hasil overlay atau
pertampalan dari 9 peta SKL yang telah dilakukan), dapat dilihat pada peta berikut:
Gambar 1.36 Peta Analisis Kemampuan Lahan Kabupaten Bandung Barat

Sumber: Hasil pengolahan data spasial, 2018

1-78
K. Analisis Kesesuaian Lahan
Berdasarkan hasil perhitungan (tingkat) kemampua lahan, dapat diinterpretasi beberapa
arahan kesesuaian (fungsi) lahan serta arahan tutupan lahan untuk
pengembangankawasan Analisis kesesuaian lahan bertujuan untuk mendapatkan arahan
pengembangan pertanian sesuai dengan kesesuaian lahannya. Dalam delineasi arahan
tata ruang pertanian, digunakan landasan sebagai berikut:
Tabel 1.27 Kemampuan Lahan dan Arahan Tata Ruang Pertanian
Kemampuan Lahan Arahan Tata Ruang Pertanian
Kelas Klasifikasi Pengembangan Klasifikasi Nilai
Kelas A Kemampuan pengembangan sangat rendah Lindung 1
Kelas B Kemampuan pengembangan rendah Kawasan Penyangga 2
Kelas
Kemampuan pengembangan sedang Tanaman Tahunan 3
C
Kelas
Kemampuan pengembangan agak tinggi Tanaman Setahun 4
D
Kelas E Kemampuan pengembangan sangat tinggi Tanaman Setahun 5

Arahan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perbandingan daerah yang bisa
tertutup oleh bangunan bersifat kedap air dengan luas lahan keseluruhan beserta kendala
fisik pada tiap tingkatan. Peta-peta masukan yang dibutuhkan meliputi peta klasifikasi
kemampuan lahan, SKL untuk drainase, SKL kestabilan lereng, SKLterhadap erosi dan
SKL terhadap bencana alam. Dalam delineasi arahan rasio penutupan lahan, digunakan
landasan sebagai berikut:
Tabel 1.28 Arahan Rasio Penutupan
Arahan Rasio Penutupan
Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Nilai
Kelas A Non Bangunan 1
Kelas B Rasio Tutupan Lahan maks 10% 2
Kelas C Rasio Tutupan Lahan maks 20% 3
Kelas D Rasio Tutupan Lahan maks 30% 4
Kelas E Rasio Tutupan Lahan maks 50% 5

1-79
Tabel 1.7 Arahan Pemanfaatan Ruang Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan di Kab.
Bandung Barat
Persentas
e terhadap
Arahan Arahan Arahan
Luas Luas
Tata Rasio Pemanfaatan Ruang
Kemampuan Lahan Area Wilayah
Ruang Tutupan (Lindung &
(Ha) Kab.
Pertanian Lahan Budidaya)
Bandung
Barat
Kemampuan Kawasan Lindung
Non
Kela pengembanga 327 0.30%
Lindung Banguna
sA n sangat
n
rendah
Rasio Pertanian,
Kemampuan Kawasan Tutupan Perkebunan, 43,00
Kela 39.68%
pengembanga Penyangg Lahan Kawasan Lindung 5
sB
n rendah a maks
10%
Rasio Permukiman
Kemampuan Tutupan Perdesaan 62,29
Kela Tanaman 57.48%
pengembanga Lahan (intensitas rendah), 5
sC Tahunan
n sedang maks Pertanian/Perkebuna
20% n
Rasio Permukiman
Kemampuan Tutupan Perkotaan (intensitas
Kela Tanaman 2,464 2.27%
pengembanga Lahan rendah-intensitas
sD Setahun
n agak tinggi maks sedang)
30%
Rasio Permukiman
Kemampuan Tutupan Perkotaan (intensitas
Kela Tanaman 277 0.26%
pengembanga Lahan sedang – intensitas
sE Setahun
n sangat tinggi maks tinggi)
50%
Sumber: Hasil pengolahan data spasial, 2017

1-80
Gambar 1.37 Peta Analisis Kesesuaian Lahan Kabupaten Bandung Barat

Sumber: Hasil Pengolahan Data Spasial, 2018

1.8.4 Potensi Sumber Daya Alam


A. Potensi Flora
Di wilayah Kabupaten Bandung Barat masih terdapat berbagai jenis flora alami maupun
flora budidaya yang terdiri dari tumbuhan berbatang keras atau pohon, semak, herba,
sampai ke jenis Ground cover (tumbuhan penutup tanah). Sedikitnya ditemukan
sebanyak 339 jenis tumbuhan di 16 Kecamatan. Dari data yang diperoleh, dapat
diketahui bahwa jumlah jenis flora terbanyak ditemukan di Kecamatan Cipeundeuy
dengan 178 jenis, sedangkan Kecamatan dengan jumlah jenis paling sedikit adalah
Kecamatan Ngamprah dengan 17 jenis flora.
Flora alami di Kabupaten Bandung Barat terdapat pada ekosistem hutan sekunder, hutan
sekunder tua, dan ekosistem karst. Ekosistem kasrt terdapat di Kecamatan Cipatat. Jenis
flora pada ekosistem binaan (sawah, pekarangan, kebun, kebun talun, talun campuran)
meliputi berbagai tipe habitus yaitu pohon, semak/herba, bambu, palm dan ground cover.
Jenis flora dengan tipe habitus semak/herba merupakan yang terbanyak dengan 120
jenis, sedangkan flora yang termasuk kedalam tipe habitus ground cover merupakan
yang paling sedikit dengan jumlah 4 jenis. Jenis yang paling dominan diukur dengan
frekuensi kemunculannya di setiap kecamatan adalah spesies Nangka (Artocarpus
heterophyllus Lam) dengan angka frekuensi relatif (dalam %) dan mutlak berturut-turut
adalah 1,4 dan 15, dan tumbuhan Jenjen/Albasiah (Albizia Crantz) dan Pisang (Musa
Paradisiaca) merupakan spesies paling dominan dengan angka kemunculan relatif 1, 34
atau angka kemunculan di setiap kecamatan sebanyak 14 kali. Dari jenis bambu, bambu
gombong (Gigantochloa Verticillata) merupakan yang terdominan dengan frekuensi relatif
1,05 atau 11 kali kemunculan.

1-81
Flora di Kabupaten Bandung Barat memiliki fungsi dan kegunaan yang dapat bermanfaat
bagi manusia. Dari 339 jenis tumbuhan yang tersebar di 16 Kecamatan dapat
dikelompokkan menjadi 161 spesies yang dikategorikan memiliki fungsi sebagai tanaman
konsumsi, 94 tanaman hias, 38 jenis tumbuhan industri, 18 jenis tumbuhan pelindung, 8
jenis tumbuhan obat, dan 20 jenis lain-lain.
Beberapa jenis flora yang memiliki fungsi sebagai tanaman konsumsi yang juga memiliki
nilai ekonomis tinggi adalah beberapa jenis buah-buahan seperti nangka dan mangga.
Sedangkan yang dikonsumsi sebagai makanan pokok adalah padi. Varietas padi yang
dominan adalah varietas Ciherang, Pandan Wangi dan Rojolele. Selain jenis yang disebut
diatas, pisang juga termasuk jenis yang dominan dan memiliki nilai ekonomis tinggi
karena dapat dimanfaatkan buah dan daunnya. Beberapa varietas pisang yang mudah
ditemui di Kabupaten Bandung Barat adalah pisang ambon, pisang manggala dan pisang
raja.
Flora yang berfungsi sebagai tanaman hias biasanya mudah ditemui pada ekosistem
pekarangan. Beberapa diantaranya yang dominan adalah Puring, Anak nakal Teh-tehan,
Hanjuang, dan Mahkota duri dari kategori semak. Dari ketegori kecubung, Kembang
merak, dan Pohon waru menjadi spesies yang mudah ditemukan. Beberapa diantara flora
yang berfungsi sebagai tanaman hias, ada juga yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti
anturium dan anggrek.
Beberapa jenis flora yang memiliki fungsi sebagai tanaman industri diantaranya
Albasiah/Jengjen, Sobsis, Rasamala, Puspa, Pasang, Jati dan Kayu Putih yang biasanya
digunakan sebagai bahan bangunan. Tanaman yang khas dari kategori ini adalah aren
yang digunakan sebagai bahan baku pembuat gula aren. Gula aren dari wilayah
Kecamatan Sindang Kerta bahkan digunakan sebagai bahan baku pembuatan makanan
wajit khas Cililin.
Beberapa jenis flora yang memiliki fungsi sebagai tanaman pelindung diantaranya
Kisabun, Kihujan, Beringin, Angsana, Mahoni, dan Lamtoro. Jenis ini biasanya mudah
ditemui di pinggiran jalan utama. Beberapa jenis flora yang memiliki fungsi sebagai
tanaman obat diantaranya adalah Mengkudu, Kumis kucing, Salam, Sirih dan Katuk.
Flora yang berpotensi menjadi fllra identitas Kabupaten Bandung Barat adalah Albasiah
(Albiziafalcatoria), Aren ( Arengapinnata), dan Mahoni ( Sweteniamahagoni).

B. Potensi Fauna
Kabupaten Bandung Barat memiliki potensi keanekaragaman fauna yang tinggi. Secara
umum, jumlah jenis fauna yang ditemukan di wilayah Kabupaten Bandung Barat
sebanyak 144 jenis yang terdiri dari 78 jenis dari kelas aves, 31 dari kelas insecta, 16 dari
kelas mammalia, 13 jenis dari kelas reptilia, 4 jenis dari kelas amphibia dan 2 jenis dari
kelas gastropoda dan crustaceae. Setidaknya terdapat 78 jenis burung yang berasal dari
41 famili. 19 jenis diantaranya merupakan jenis yang dilindungi baik oleh perundang-
undangan Republik Indonesia maupun perundang-undangan Internasional seperti IUCN
(Internastional Union Conservation Nature) an CITES (Convention of International Trade
ini Endangered Species of Wild Flora and Fauna)/kesepakatan Internasional yang
mengatur perdagangan antar negara spesies fauna liar dan hidup tanaman liar yang
terancam punah. Terdapat 3 jenis burung pemangsa yaitu burung Sikep Madu Asia,

1-82
Elang alap nipon dan Elang alap Cina, dimana burung tersebut termasuk ke dalam
burung pendatang (migran). Burung pendatang tersebut setiap tahunnya menggunakan
gugusan vegetasi pegunungan (green belt) di Kabupaten Bandung Barat khususnya
Gugusan Gunung Sunda. Burangrang dan Tangkuban Parahu sebagai panduan
(navigasi) dalam melakukan proses migrasi baik saat kedatangannya maupun saat
kembali ke habitat asalnya (migrasi balik). Keberadaan burung migranyang menggunakan
gugusan jalur hijau (green belt) di Kabupaten Bandung Barat menunjukkan bahwa habitat
yang ada memiliki daya dukung yang baik sebagai habitat beristirahat dalam proses
migrasi sekaligus menjadi panduan (navigasi) yang digunakan dalam peristiwa migrasi.
Pada kawasan karst (kapur) di perbukitan Pawon dan Masigit dijumpai jenis burung
pemangsa alap-alap sapi. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kawasan tersebut
memiliki daya dukung yang sehat karena mampu menyediakan kebutuhan hidup bagi
burung yang menduduki puncak mata ranai dalam ekosistem (top predator).
Setidaknya ditemukan 3 jenis capung yaitu Orthetrum sabina, Orthetrum testaceum dan
Orthetum pruinosum. Jenis-jenis capung ini banyak dijumpai pada wilayah-wilayah yang
berdekatan dengan derah berair. Keberadaan capung ini menjadi penting karena capung
dapat dijadikan sebagai indikator perairan bersih dikarenakan sebagian besar siklus
hidup capung dihabiskan di air. Dengan demikian keberadaan capung dapat memberikan
informasi mengenai kualitas air yang berada di suatu wilayah.
Ditemukan setidaknya 27 jenis kupu-kupu dari 5 famili berbeda (Palilionidae,
Nymphalidae, Satyridae, Lycaenidae dan Pieridae). Kupu-kupu terutama ditemukan di
hutan alami dan pada pekarangan/kebun di daerah penghasil tanaman hias seperti
Kecamatan Lembang. Kupu-kupu dapat menjadi indikator topografi, tingkat kelembapan
daerah ataupun keanekaragaman bunga yang terdapat di suatu daerah.
Reptilia yang dijumpai merupakan jenis reptilia yang umum seperti kadal, biawak, cecak,
tokek, ular sanca, ular pucuk, ular sawah, ular kadut dan ular air pelangi. Namun
demikian diduga masih banyak jenis yang belum dapat diidentifikasi. Sementara jenis
mamalia terdapat 16 jenis, lima jenis diantaranya merupakan fauna dilindungi mengingat
populasinya yang semakin sedikit di habitat aslinya. Kelima jenis mamalia dilindungi
tersebut adalah trenggiling, lutung, surili, landak dan pelanduk. Sementara Jenis fauna
dari kelas lainnya seperti Gastropoda (siput), Crustacea (kepiting) dan Amphibia adalah
jenis-jenis yang umum dijumpai di setiap Kecamatan. Hal ini disebabkan karena kondisi
ekosistem di setiap kecamatan yang tidak jauh berbeda.
Diantara jenis fauna yang diamati, fauna budidaya merupakan fauna yang bernilai
ekonomis serta dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Mulai dari daging, susu, tenaga,
telur hingga kulitnya. Adapun jenis-jenis fauna yang dibudidayakan di wilayah Kabupaten
Bandung Barat adalah Sapi, kerbau, kuda, ayam, mentok, angsa, kambing dan domba.
Sedangkan jenis fauna yang berpotensi menjadi identitas Kabupaten Bandung Barat
adalah:
a. Alap-alap sapi (Falco moluccensis);
b. Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris);
c. Serindit Jawa (Loriculus pusillus);
d. Takur tulung tumpuk (Megalaimajavensisi).

1-83
C. Potensi Sumber Daya Alam Lainnya dalam Menunjang Ekonomi Daerah
Potensi sumber daya alam yang subur merupakan faktor primer kegiatan usaha tani,
dimana struktur perekonomian masyarakat pada umumnya masih bersifat agraris
sehingga memungkinkan pengembangan usaha agrobisnis yaitu suatu usaha di bidang
pertanian untuk memperoleh keuntungan dengan cara mengelola aspek budidaya, pasca
panen proses pengolahan hingga tahap pemasaran. Beberapa potensi bidang Agro di
Kabupaten Bandung Barat, antara lain:
1. Potensi Pertanian
Kabupaten Bandung Barat mempunyai potensi beberapa komoditas unggulan komparatif
maupun kompetitif di bidang pertanian tanaman hortikultura yaitu sayuran, buah-buahan
yang terdiri dari alpukat, jambu biji, pisang, dan bunga yang terdiri dari krisan, gladiola,
anggrek. Sebaran komoditas tersebut terletak di sebelah utara Kabupaten Bandung Barat
yaitu di Kecamatan Lembang, Parongpong dan Cisarua. Selain komoditas tersebut,
Kabupaten Bandung Barat juga mempunyai komoditas yang cukup strategis untuk
dikembangkan di sebelah selatan Kabupaten Bandung Barat yaitu padi sawah, jagung,
dan kacang-kacangan.
2. Potensi Perkebunan
Berdasarkan data rekapitulasi, komoditas perkebunan yang memberi paling banyak
kontribusi produksi di 16 Kecamatan yaitu: teh, kelapa, karet dan kopi. Area perkebunan
terluas berada di 3 Kecamatan yaitu: Cipatat, Cipeundeuy, dan Cikalongwetan.
3. Potensi Peternakan dan Perikanan
Sapi perah merupakan salah satu ternak unggulan Kabupaten Bandung Barat. Populasi
ternak terbanyak terdapat di Kecamatan Lembang, Cisarua dan Parongpong. Selain
faktor ketersediaan pakan, wilayah tersebut juga merupakan wilayah dataran tinggi
dengan suhu yang sejuk dan cocok bagi perkembangan optimal sapi perah.Sapi potong
di Kabupaten Bandung Barat terdapat di 3 kecamatan, dimana lingkungan dan kondisi
alamnya mendukung bagi pertumbuhan sapi potong. Populasi kerbau tersebar di 13
Kecamatan, sedangkan populasi tertinggi terdapat di Kecamatan Rongga. Populasi kuda
tersebar secara merata di 11 Kecamatan, kecuali di Kecamatan Ngamprah, Cisarua, dan
Parongpong. Ternak domba tersebar di 16 Kecamatan. Hal ini dikarenakan ternak domba
merupakan komoditi yang mudah beradaptasi dan hidup dimanapun, baik di dataran
rendah dan tinggi. Kecamatan yang merupakan sentra domba diantarannya kecamatan:
Rongga, Gununghalu dan Padalarang. Selanjutnya populasi kambing di Kabupaten
Bandung Barat tersebar di 15 Kecamatan. Kecuali di Kecamatan Cipatat, Cisarua,
Ngamprah, Lembang dan Parongpong yang saat ini kontribusi ternaknya masih sangat
kecil. Tetapi pemanfaatan daging kambing relatif kurang diminati untuk konsumsi, selama
ini produksi ternak kambing dijual keluar Kabupaten Bandung Barat seperti ke Jakarta,
Karawang, Bekasi dan daerah lainnya. Sentra populasi kambing terdapat di Kecamatan
Clililin dan Cipongkor.
Kabupaten Bandung Barat yang memiliki 2 (dua) waduk besar di Jawa Barat yang
memiliki potensi besar. Selama ini waduk tersebut dimanfaatkan sebagai tempat usaha
budidaya ikan di Kolam Jaring Apung (KJA). Wilayah yang potensial penyumbang
terbesar pada usaha KJA ini adalah Kecamatan Cipeundeuy (waduk Cirata) yaitu sekitar
59% produksi total produksi KJA. Selain itu usaha perikanan lainnya yang terdapat di

1-84
Kabupaten Bandung Barat yaitu usaha pembenihan ikan, usaha budidaya ikan pada
kolam air tenang, minapadi, dan penangkapan ikan di perairan umum.
4. Potensi Wisata Alam dan Industri Lokal
Selain potensi daerah di sektor agro baik pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan
dan perikanan, Kabupaten Bandung Barat juga memiliki beberapa potensi di bidang
pariwisata baik wisata alam, wisata minat khusus maupun jenis wisata lainnya. Kawasan
wisata KBB dibagi dalam 3 zona wisata utama, yaitu Zona Bandung Utara, Bandung
Selatan, dan Bandung Barat. Kecamatan Lembang merupakan kecamatan yang
mempunyai obyek wisata alam terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Ada
beberapa obyek wisata yang sudah terkelola oleh pemerintah; beberapa dikelola oleh
pihak lainnya. Wisata merupakan salah satu kunci pengembangan Kabupaten Bandung
Barat jika merujuk pada Visi yang ada. Berdasarkan karekteristiknya, objek wisata dapat
dikelompokan menjadi objek Wisata Agro, Wisata Alam, dan Wisata Minat Khusus.
Lokasi-lokasi industri hanya terdapat di beberapa kecamatan yang menjadi lokasi
berkumpulnya industri. Kawasan industri dan sentra industri hanya terdapat di Kecamatan
Padalarang. Jumlah industri besar dan sedang terbanyak berada di Kecamatan
Padalarang. Beberapa jenis industri kecil yang paling banyak terdapat di Kabupaten
Bandung Barat adalah anyaman dan makanan. Adapun jenis industri menengah-besar
terbanyak adalah industri tekstil sebesar 30,32%. Industri menengah-besar yang
tergolong agroindustri adalah industri makanan dan minuman, karet dan barang dari
karet, kulit dan barang dari kulit, serta jenis lainnya yang dipasok oleh sektor pertanian
dengan persentase kurang dari 20%.

1.8.5 Kependudukan
A. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk merupakan salah satu komponen yang penting karena dapat
memberikan gambaran bagaimana perubahan kondisi kependudukan dari tahun ke tahun
serta distribusi penduduk di masing-masing kecamatan. Selain itu dengan mengetahui
jumlah penduduk, akan ditemukan angka kepadatan suatu wilayah yang selanjutnya
dapat menjadi dasar dalam pengambilan berbagai keputusan dan penentuan kebijakan
terkait permasalahan spasial di suatu kawasan. Berikut ini menunjukkan perkembangan
jumlah penduduk di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2007 hingga tahun 2017.

1-85
Gambar 1.38 Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007-2017

Jumlah Penduduk
1,750,000

1,700,000

1,650,000

1,600,000

1,550,000

1,500,000

1,450,000

1,400,000

1,350,000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Kabupaten Bandung Barat dalam Angka 2017

Dari diagram batang di atas terlihat bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Bandung Barat
cenderung fluktuatif dan tidak selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terjadi
penurunan jumlah penduduk di tahun 2010 dan tahun 2015, namun meningkat lagi
secara drastis dari tahun 2010 ke 2011 dan dari tahun 2015 ke 2016. Jumlah penduduk di
Kabupaten Bandung Barat dari tahun ke tahun didominasi oleh yang bertempat tinggal di
Kecamatan Lembang, Kecamatan Padalarang dan Kecamatan Ngamprah. Kecamatan
Saguling merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk yang paling sedikit.
Perbandingan jumlah penduduk masing-masing kecamatan di Kabupaten Bandung Barat
pada tahun 2007-2017 dapat dilihat pada tabel berikut:

1-86
Tabel 1.30 Persebaran Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007-2017
N
Kecamatan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
o
1 Cililin 86,360 88,478 89,585 80,230 82,443 84,121 85,865 87,472 88,780 89,996 91,012
2 Cihampelas 98,415 100,144 101,566 102,516 105,725 107,910 110,455 112,380 113,623 114,938 116,097
Sindangkert
3 64,507 66,281 67,187 61,296 62,834 64,086 65,449 66,800 68,013 69,004 69,868
a
4 Gununghalu 74,292 76,394 77,555 68,442 70,191 71,348 72,625 73,820 74,906 75,862 76,712
5 Rongga 57,471 59,042 60,060 51,521 52,681 53,464 54,080 54,627 54,988 55,567 56,108
6 Cipongkor 84,229 86,610 87,887 81,813 84,001 85,618 87,004 88,233 89,256 90,245 91,108
7 Batujajar 109,451 112,401 114,205 114,249 117,593 91,091 92,625 94,317 95,743 96,960 97,962
8 Lembang 165,786 170,439 172,959 171,484 177,842 181,473 185,158 188,923 192,019 194,560 196,690
9 Parongpong 86,909 89,381 90,678 96,250 100,524 102,546 104,838 107,418 109,758 111,590 113,211
1
Cisarua 63,706 65,499 66,493 66,314 68,516 69,751 71,245 75,521 73,346 74,156 74,884
0
1
Ngamprah 136,600 140,515 142,742 154,166 158,418 161,957 165,822 169,434 172,478 174,872 176,735
1
1
Padalarang 151,736 155,802 158,051 155,457 159,642 163,147 167,126 171,174 174,282 176,732 178,743
2
1
Cipatat 120,282 123,605 125,330 119,321 122,575 124,719 126,772 128,343 130,188 131,798 133,079
3
1
Cipeundeuy 82,044 85,789 87,198 74,736 76,710 78,080 79,387 80,330 81,204 82,092 82,911
4
1 Cikalongwet
111,450 114,489 116,143 108,477 111,727 114,168 116,664 119,186 121,044 122,656 123,973
5 an
1
Saguling - - - - 28,517 28,847 29,380 30,006 30,352 30,692 30,995
6
1,493,2 1,534,8 1,557,6 1,506,2 1,551,4 1,582,3 1,614,4 1,644,9 1,669,9 1,691,6 1,710,0
Total 38 69 39 72 22 26 95 84 80 90 88
Sumber: Kabupaten Bandung Barat dalam Angka, BPS

1-87
Gambar 1.39 Perbandingan Jumlah Penduduk per Kecamatan Tahun 2017

Sumber: Kabupaten Bandung Barat dalam Angka 2017

Gambar di atas menunjukkan perbedaan yang signifikan dari jumlah penduduk di masing-
masing kecamatan. Ini menunjukkan adanya distribusi penduduk yang tidak merata dan
cenderung terkonsentrasi di kecamatan-kecamatan yang sudah memiliki sistem
perkotaan yang baik.

B. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Lembang, diikuti oleh Kecamatan
Padalarang, Batujajar, dan Parongpong. Kecamatan yang padat penduduk merupakan
kecamatan yang letaknya berbatasan dengan Kota Cimahi dan Kota Bandung. Adapun
kepadatan penduduk terendah di Kecamatan Gununghalu, diikuti oleh Kecamatan
Rongga, Sindangkerta, Saguling, dan Cipeundeuy. Kecamatan-kecamatan ini terletak di
sebelah barat dan timur, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.

1-88
Tabel 1.31 Kepadatan Penduduk Kabupaten Bandung Barat per Kecamatan Tahun 2017
Luas Kepadatan
No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Kecamatan Penduduk
(Ha) (Jiwa/Ha)
1 Cililin 46,787 44,225 91,012 78 1170
2 Cihampelas 58,938 57,159 116,097 46 2524
3 Sindangkerta 34,782 35,086 69,868 106 886
4 Gununghalu 40,052 36,660 76,712 154 478
5 Rongga 28,556 27,552 56,108 112 496
6 Cipongkor 46,800 44,308 91,108 80 1139
7 Batujajar 48,734 49,228 97,962 31 3160
8 Lembang 101,150 95,540 196,690 99 1987
9 Parongpong 57,519 55,692 113,211 45 2516
10 Cisarua 37,572 37,312 74,884 55 1362
11 Ngamprah 90,344 86,391 176,735 37 4777
12 Padalarang 91,020 87,723 178,743 51 3505
13 Cipatat 67,379 65,700 133,079 126 1056
14 Cipeundeuy 41,856 41,055 82,911 101 821
15 Cikalongwetan 62,400 61,573 123,973 113 1097
16 Saguling 15,980 15,015 30,995 51 608
  869,869 840,219 1,710,088 1285 27375
Sumber: diolah dari KBB Dalam Angka 2015, BPS

Gambar 1.40 Kepadatan Penduduk Kabupaten Bandung Barat

Sumber: diolah dari KBB Dalam Angka 2017, BPS

1-89
C. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Proyeksi Penduduk
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bandung Barat dari tahun 2010 hingga
2014 adalah 1.9%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan di Jawa Barat,
yaitu sebesar 1,52%. Hal yang menarik adalah terjadinya penurunan laju pertumbuhan
penduduk secara signifikan pada tahun 2014, dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Di sisi lain, laju pertumbuhan Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2010
hingga 2014 terus mengalami penurunan, hingga 1,16% di tahun 2014. Jika dilihat dari
pola perkembangan perumahan di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung
Barat, ada indikasi perkembangan perumahan mengarah ke kecamatan-kecamatan
perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi.

Gambar 1.41 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010-
2014
2.05 2.03
1.99
2

1.95 1.92
1.89
1.9

1.85

1.78
1.8

1.75

1.7

1.65
2010 2011 2012 2013 2014

LPP (%)

Sumber: diolah dari KBB Dalam Angka 2015, BPS

Proyeksi penduduk merupakan sebuah prediksi yang didasarkan pada asumsi rasional
tertentu yang dibangun untuk mengetahui kecenderungan pada masa yang akan datang
dengan menggunakan perhitungan matematik. Dalam melakukan proyeksi penduduk
Kabupaten Bandung Barat, metode yang digunakan adalah metode geometri. Metode ini
mengasumsikan bahwa laju pertumbuhan penduduk pada setiap tahun adalah konstan.
Adapun hasil penghitungan proyeksi penduduk untuk masing-masing kecamatan di
Kabupaten Bandung Barat adalah sebagai berikut.

1-90
Tabel 1.8 Proyeksi Jumlah Penduduk di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2018-2038
No. Proyeksi Penduduk
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
1 Cililin 92100.2 98509.2 104918.2 111327.2 117736.2
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
2 Cihampelas 117140.4 124061.4 130982.4 137903.4 144824.4
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
3 Sindangkerta 70819.4 76340.4 81861.4 87382.4 92903.4
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
4 Gununghalu 77699 82807 87915 93023 98131
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
5 Rongga 56739.2 59237.2 61735.2 64233.2 66731.2
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
6 Cipongkor 92111.6 97221.6 102331.6 107441.6 112551.6
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
7 Batujajar 99134.3 105792.8 112451.3 119109.8 125768.3
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
8 Lembang 216239.5 315590 414940.5 514291 613641.5
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
9 Parongpong 114862.8 125321.8 135780.8 146239.8 156698.8
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
10 Cisarua 75715.7 80172.2 84628.7 89085.2 93541.7
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
11 Ngamprah 178958.6 192590.6 206222.6 219854.6 233486.6
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
12 Padalarang 181095 195491 209887 224283 238679
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
13 Cipatat 134686.9 142721.4 150755.9 158790.4 166824.9
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
14 Cipeundeuy 83784.8 88189.8 92594.8 96999.8 101404.8
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
15 Cikalongwetan 125428.8 134472.8 143516.8 152560.8 161604.8
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
16 Saguling 31381 33339 35297 37255 39213
Sumber: pengolahan data jumlah penduduk Kabupaten Bandung Barat, 2018

1-91
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Gambar 1.42 Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung Barat Hasil
Proyeksi Tahun 2015-2029
2,200,000

2,100,000

2,000,000

1,900,000

1,800,000

1,700,000

1,600,000

1,500,000
2015 2019 2024 2029

Jumlah Penduduk
Sumber: pengolahan data, 2016

Grafik di atas menunjukkan ilustrasi pertumbuhan penduduk yang akan terjadi hingga
tahun 2029 mendatang di Kabupaten Bandung Barat. Karena metode proyeksi yang
digunakan adalah metode geometri yang mengasumsikan laju pertumbuhan bersifat
tetap, laju pertumbuhan yang tetap mengakibatkan jumlah penduduk yang bertambah
semakin tinggi setiap tahunnya. Pada tahun 2029 jumlah penduduk di Kabupaten
Bandung Baratbertambah sebanyak 510.774 jiwa penduduk dibandingkan dengan
penduduk di tahun 2014. Pertambahan sebanyak 510.774 jiwa ini mayoritas merupakan
kontribusi dari kecamatan-kecamatan yang memiliki laju pertumbuhan yang tinggi, seperti
Kecamatan Lembang, Kecamatan Ngamprah dan Kecamatan Padalarang.
Sebaliknya, kecamatan yang memiliki laju pertumbuhan kecil diakibatkan karena
penduduk cenderung berusaha mencari kehidupan yang lebih layak, misalnya dengan
melakukan migrasi ke kecamatan yang memiliki memiliki laju pertumbuhan tinggi, karena
pada umumnya wilyah tersebut lebih diminati karena memberikan jaminan untuk
memperoleh kehidupan ekonomi yang layak atau kelengkapan fasilitas umum dan sosial.
Di sisi lain, keterbatasan lahan di kecamatan dengan laju pertumbuhan tinggi membuat
kecamatan-kecamatan tersebut akan mencapai titik jenuh dan tidak dapat mampu
menampung penduduk lagi. Maka dari itu, diperlukan suatu intervensi untuk melakukan
pemeraataan atau pendistribusian penduduk supaya setiap kecamatan di Kabupaten
Bandung Barat bisa berkembang dengan adanya jumlah penduduk atau kepadatan
penduduk yang optimal.

1-92
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.93 Proyeksi Kepadatan Penduduk per Kecamatan Tahun 2038


Jumlah Luas Wilayah Kepadatan Penduduk
No Kecamatan
Penduduk (Km2) (Jiwa/Km2)

1 Cililin 117.736 78 1.509


2 Cihampelas 144.824 46 3,148
3 Sindangkerta 92.903 106 876
4 Gununghalu 98.131 154 637
5 Rongga 66.731 112 596
6 Cipongkor 112.552 80 1,407
7 Batujajar 125.768 31 4.057
8 Lembang 613.642 99 6.198
9 Parongpong 156.699 45 3.482
10 Cisarua 93.542 55 1,701
11 Ngamprah 233.487 37 6,310
12 Padalarang 238.679 51 4,680
13 Cipatat 166.825 126 1,324
14 Cipeundeuy 101.405 101 1,004
15 Cikalongwetan 161.605 113 1,430
16 Saguling 39,213 51 769
Sumber: pengolahan data, 2018

Dari tabel di atas bisa kita lihat bahwa berdasarkan hasil proyeksi, Kecamatan Lembang
memiliki jumlah penduduk terbanyak di tahun 2038. Sementara itu Kabupaten Ngamprah
akan menjadi wilayah yang paling padat pendudu diikuti oleh Kecamatan Padalarang dan
Kecamatan Batujajar. Pada kasus ini, intervensi dari pemerintah diperlukan supaya
jumlah penduduk yang tinggal di Kecamatan Ngamprah tidak melebihi daya dukungnya
dikarenakan di awal tahun perencanaan juga Kabupaten Ngamprah ini sudah menjadi
Kabupaten yang paling padat penduduknya. Intervensi tersebut bisa dilakukan misalnya
dengan memberikan disinsentif migrasi ke Kecamatan Ngamprah atau membangun
permukiman di kecamatan sekitar yang kepadatannya masih terhitung rendah. Di
samping itu, intervensi akan pemerataan penduduk ini diperlukan untuk mengurangi
ketimpangan pembangunan yang terjadi di dalam Kabupaten Bandung Barat.

D. Indeks Pembangunan Manusia


IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari indeks
harapan hidup (e0), indeks pendidikan (angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah),
dan indeks standar hidup layak. Jika dibandingkan kota/kabupaten di sekitarnya,
Kabupaten Bandung Barat memiliki IPM paling rendah, jauh di bawah Kabupaten
Bandung Barat, Kota Bekasi, dan Kota Cimahi. Komponen dengan nilai terendah adalah
indeks daya beli yang dihitung berdasarkan komponen konsumsi riil masyarakat.

1-93
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Gambar 4 Grafik IPM Kabupaten/ Kota di Jawa Barat Tahun 2015


90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
at or i u r u t ya i s n n k a g u g ta g si si at g g hi n or i n k ya
B ar og bum an j ar al a i am i nga ebo ng dan m ay ban kar w an eka eka Bar dun dun ma ara og bum ebo epo al a
a B a i G m C i r l
n C ja m re e a u a a B B g n n i d B a i r D
aw Su
k C
si k Ku a u d S rw ar
K t a un Ba Ba t a C gan ot a Suk a C ot a si km
siJ Ta M S In Pu Ko n d t a Ko an K t a ot K Ta
in B a Ko P
Ko
K ta
v Ko
P ro

Sumber: diolah dari Jawa barat Dalam Angka, BPS

Pada tahun 2010 hingga 2014, IPM Kabupaten Bandung Barat berada di bawah IPM
Jawa Barat, begitu juga dengan nilai setiap komponennya, nilai komponen Jabar lebih
tinggi dibandingkan niai komponen IPM Kabupaten Bandung Barat.
Tabel 1.34 Variabel IPM Kabupaten Bandung Barat dan Jawa Barat Tahun 2010-2014
Komponen 2010 2011 2012 2013 2014
KBB Jabar KBB Jabar KBB Jabar KBB Jabar KBB Jabar
Angka 71.50 71.29 71.53 71.56 71.55 71.82 71.56 72.09 71.56 72.23
Harapan
Hidup
Harapan 9.68 10.69 10.09 10.91 10.53 11.24 11.00 11.81 11.06 12.08
Lama
Sekolah
Rata-rata 7.03 7.40 7.33 7.46 7.36 7.52 7.39 7.58 7.51 7.71
Lama
Sekolah
Pengeluaran 6,702 9,174 6,788 9,249 6,976 9,325 7,112 9,421 7,188 9,447
IPM 61.34 66.15 62.36 66.67 63.17 67.32 63.93 68.25 64.27 68.80
Sumber: diolah dari Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka; dan Jawa barat Dalam Angka, BPS

Nilai IPM Kabupaten Bandung Barat menunjukkan peningkatan setiap tahunnya


meskipun selalu berada di bawah Provinsi Jawa Barat. Sehingga jika dilihat dari nilai IPM
ini dapat disimpulkan bahwa kualitas SDM di Kabupaten Bandung Barat ini lebih rendah
dari kualitas SDM di Jawa Barat secara keseluruhan.

1-94
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Gambar 1.44 Grafik IPM Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010-2014


70.00

68.00

66.00

64.00

62.00

60.00

58.00

56.00
2010 2011 2012 2013 2014

Kota Banjar JAWA BARAT

Sumber: diolah dari Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka; dan Jawa barat Dalam Angka, BPS

Selain nilai IPM, kualitas SDM bisa dilihat juga dari nilai APK dan APM yang ada. Dari
data yang didapatkan, nilai APK dan APM dari Kabupaten Bandung Barat memang lebih
rendah dibandingkan dengan nilai APK dan APM Jawa Barat. Meskipun nilainya APK dan
APM Kabupaten Bandung Barat lebih kecil dari Jawa Barat bisa dilihat bahwa angka APM
Sekolah Dasar di tahun 2014 mencapai angka 91,77% yang berarti hampir seluruh
penduduk usia sekolah dasar sedang mengenyam pendidikan. Namun yang perlu
menjadi perhatian adalah nilai APM SLTA di tahun 2014 masih sedikit (hanya 43,08%)
dan bisa disimpulkan bahwa penduduk usia 16-18 tahun kebanyakan tidak mengenyam
pendidikan SLTA, dan memilih untuk bekerja.
Tabel 1.35 Perbandingan APK dan APM antara Kabupaten Bandung Barat dan Jawa Barat

2013 2014
Indikator
KBB Jabar KBB Jabar
APK SD 101,61 119,55 101,23 108,89
APM SD 91,84 97,10 91,77 94,74
APK SLTP 94,72 95,25 96,15 95,35
APM SLTP 73,02 74,82 75,88 72,17
APK SLTA 47,04 70,19 52,76 61,19
APM SLTA 36,47 53,28 43,08 44,71
Sumber: diolah dari Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka; dan Jawa barat Dalam Angka, BPS

1-95
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

1.8.6 Karakteristik Perekonomian


Kondisi perekonomian wilayah Kabupaten Bandung Barat dapat digambarkan dalam
poin-poin struktur ekonomi wilayah, laju pertumbuhan ekonomi, PDRB per kapita dan
potensi ekonomi wilayah yang dapat dikembangkan. Penjelasan secara rinci dapat dilihat
pada bagian berikut ini.
A. Struktur Ekonomi Wilayah
Struktur perekonomian Kabupaten Bandung Barat sudah menunjukkan ciri ekonomi
perkotaan. Hal ini dilihat dari nilai PDRB sektor sekunder dan tersier yang menjadi
primadona perkonomian wilayah. Meskipun sektor pertanian masih menyumbang secara
signifikan terhadap total PDRB, dan tren nya masih positif, nilainya masih jauh di bawah
industri pengolahan. Sektor tersier berupa perdagangan, jasa, hotel, dan restoran juga
berkembang cukup pesat di Kabupaten Bandung Barat. Kontribusi sektor tersier lebih
besar dibandingkan dengan sektor primer.
Tabel 1.36 PDRB Kabupaten Bandung Barat Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2013-2014 (Juta Rupiah)

Tahun
Lapangan Usaha
2014 2015 2016
1 Pertanian 3,289,622.56 3,458,724.43 3,855,693.45
1.1 Tanaman Bahan Makanan 1,683,421.76 1,700,698.75 1,941,727.76
1.2 Perkebunan 490,008.74 534,780.32 577,335.57

1.3 Peternakan 830,094.21 907,847.87 986,830.92


1.4 Kehutanan 2,056.70 23,576.20 4,449.87
1.5 Perikanan 264,041.15 325,349.33 325,349.33
2 Pertambangan dan Penggalian 101,089.50 106,539.34 116,604.53
2.1 Minyak dan Gas Bumi - - -
2.2 Pertambangan Tanpa Migas - - -
2.3 Penggalian 101,089.50 106,539.34 116,604.53
11,005,424.9
3 Industri Pengolahan 7 12,071,622.25 12,955,487.13
3.1 Industri Migas - - -
11,005,424.9
3.2 Industri Tanpa Migas 7 12,071,622.25 12,955,487.13
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,791,052.25 1,920,158.17 2,040,968.53
4.1 Listrik 1,778,167.43 1,906,103.95 2,025,320.38
4.2 Gas Kota - - -
4.3 Air Bersih 12,884.82 14,054.22 15,648.15
5 Bangunan/Kontruksi 815,536.59 922,900.36 1,024,160.65
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,064,387.36 6,872,013.67 7,660,629.26
6.1 Perdagangan Besar & Eceran 4,560,720.61 5,168,821.64 5,763,562.02
6.2 Hotel 65,079.10 72,587.68 81,106.09
6.3 Restoran 1,438,587.65 1,630,604.35 1,815,961.14
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,736,632.86 1,902,474.47 2,012,329.07

1-96
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tahun
Lapangan Usaha
2014 2015 2016
7.1 Pengangkutan 1,511,459.52 1,651,851.16 1,727,593.22
7.1.1 Angkutan Rel 9,699.11 10,800.23 11,859.66
7.1.2 Angkutan Jalan Raya 1,376,672.11 1,503,055.78 1,559,852.65
7.1.3 Angkutan Laut - - -
7.1.4 Angkutan Sungai & Penyebrangan 992.02 1,048.69 1,100.37
7.1.5 Angkutan Udara - - -
7.1.6 Jasa Penunjang Angkutan 124,096.28 136,946.46 154,780.54
7.2 Komunikasi 225,173.34 250,623.30 284,735.85
Keuangan, Persewaan dan Jasa
8 Perusahaan 767,335.96 857,308.95 935,971.71
8.1 Bank 117,889.12 135,242.63 149,815.24
8.2 Lembaga Keuangan Lainnya 24,235.42 28,160.66 30,724.73
8.3 Sewa Bangunan 518,358.04 574,650.76 619,377.32
8.4 Jasa Perusahaan 106,853.38 119,254.91 136,054.42
9 Jasa- Jasa 1,866,052.06 2,079,992.25 2,310,074.74
9.1 Pemerintahan Umum 746,185.90 804,833.44 881,033.80
9.2 Swasta 1,119,866.16 1,275,158.81 1,429,040.95
9.2.1 Jasa Sosial Kemasyarakatan 136,693.25 154,627.01 175,291.60
9.2.2 Jasa Hiburan dan Rekreasi 18,618.56 20,634.09 22,964.71
9.2.3 Jasa Perseorangan dan Rumah Tangga 964,554.35 1,099,897.71 1,230,784.64
27,437,134.1
PDRB 2 27,437,134.12 30,191,733.89
Sumber : Kabupaten Bandung Barat dalam Angka 2017, BPS

Jika dilihat dari proporsi terhadap total PDRB, industri pengolahan menyumbang proporsi
terbesar, yaitu sekitar 41%, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar
22%. Jika dijumlahkan dengan sektor jasa, sektor tersier menyumbang total sebesar
29%. Adapun sektor pertanian hanya menyumbang sekitar 12%.
Gambar 1.45 Struktur Perkenomian Wilayah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014

Pertanian
7 12
Pertambangan dan 3
Penggalian 6
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bangunan Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan 22
Restoran 41
Pengangkutan dan
Komunikasi
3
Keuangan, Persewaan dan 6
Jasa Perusahaan
Jasa-jasa

Sumber : diolah dari Kabupaten Bandung Barat dalam Angka 2014, BPS

1-97
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

B. Laju Pertumbuhan Ekonomi


Kabupaten Bandung Barat mengalami rata-rata pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah
dibandingkan dengan kota/kabupaten di sekitarnya selama periode 2011 hingga 2015,
yaitu 5,69 persen. Meskipun sedikit lebih tinggi dari Kota Cimahi, rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi di KBB masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan Kota
Bandung (7,92 persen).

Gambar 1.46 Grafik Rata-rata Laju Pertumbuhan PDRB KBB dan Kota/ Kab di Sekitarnya
Tahun 2011-2015

Sumber : diolah dari Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2010 – 2016, BPS

Gambar 1.47 Grafik Laju Pertumbuhan PDRB KBB dan Jawa Barat Tahun 2011-2015
7.00

6.00

5.00

4.00
Kab Bandung Barat
3.00 Provinsi Jawa Barat
2.00

1.00

0.00
2011 2012 2013 2014 2015

Sumber: diolah dari Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2010 – 2016, BPS

1-98
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Meskipun laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bandung Barat menunjukkan fluktuasi


selama kurun 2011 hingga 2015, KBB menunjukkan pola yang lebih stabil dibandingkan
dengan Jawa Barat. Laju pertumbuhan ekonomi dari tahun 2013 hingga 2015
menunjukkan penurunan.
C. Potensi Ekonomi Wilayah
Kabupaten Bandung Barat memiliki potensi pendorong ekonomi wilayah pada sektor
pertanian, perindustrian dan pariwisata. Sektor pertanian yang awalnya menjadi sektor
ekonomi andalan, semakin tergeser dengan perkembangan sektor perindustrian dan
pariwisata. Sektor perindustrian mulai bergerak, diawali dari munculnya berbagai
kawasan industri manufaktur yang berkembang di daerah Padalarang dan sekitarnya.
Kabupaten Bandung Barat memiliki potensi pendorong ekonomi wilayah pada sektor
pertanian, perindustrian dan pariwisata. Sektor pertanian yang awalnya menjadi sektor
ekonomi andalan, semakin tergeser dengan perkembangan sektor perindustrian dan
pariwisata. Sektor perindustrian mulai bergerak, diawali dari munculnya berbagai
kawasan industri manufaktur yang berkembang di daerah Padalarang dan sekitarnya.
C1. Perindustrian dan Perdagangan
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan, data pasar tradisional dan data
kemetrologian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.37 Data Eksisting Pasar Tradisional, Jumlah Kios, Lapak dan PKL
Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2016-2017
Luas Jumlah tahun Jumlah tahun
Tanah Status Lokasi 2016 2017
No Nama Pasar
(m2) Tanah Kecamatan Kios Lapak PK Kios Lapak PK
L L
1 Pasar 24.926 Pemda Lembang 768 536 - - - -
Panorama
Lembang
2 Pasar Buah- 4.053 Pemda Lembang 48 6 - 39 3 -
Buahan
Lembang
3 Pasar Cisarua 1.620 Pemda Cisarua 37 21 - 46 8 -
4 Pasar Tagog 5.073 Pemda Padalarang 99 83 - 51 24 -
Padalarang
5 Pasar Curug 9.890 Pemda Padalarang 10 - - 143 101 -
Agung
6 Pasar 560 Desa Cipatat 87 62 - 31 24 -
Rajamandala
7 Pasar Cililin 7.472 Pemda Cililin 234 49 - 166 49 -
8 Pasar 9.869 Pemda Batujajar - - - 160 184 -
Batujajar
9 Pasar 10.958 Pemda Sindangkerta 21 108 - 17 89 -
Sindangkerta
Total 1304 865 - 653 482 -
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung Barat 2017

1-99
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.38 Data UTTP Wajib Tera dan Tera Ulang Yang Sudah Dilaksanakan Di Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2017

NO PERUSAHAAN/PERSEORANGAN JUMLAH UTTP KET


1. SPBU 19 200 nozzle Sudah ditera ulang
2. SPBE 9 50 uttp Sudah ditera ulang
3. Perusahaan/pabrik meter air 1 33000 Sudah ditera
4. Perusahaan pengguna uttp 15 15 Sudah ditera ulang
jembatan timbang
5. Pengguna uttp timbangan pasar 336 336 Sudah ditera ulang
371 33601
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung Barat 2017

Tabel 1.39 Data SPBU dan SPBE Di Kabupaten Bandung Barat s/d Tahun 2017

NO KECAMATAN SPBU SPBE

1. Lembang 3 -

2. Padalarang 5 5

3. Ngamprah 2 -

4. Cikalongwetan 2 -

5. Cipatat 3 1

6. Batujajar 1 2

7. Cililin 1 -

8. Cihampelas 1 1

9. Sindangkerta 1 -

19 9

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung Barat 2017

Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan, data eksisting pelaku Industri
Kecil dan Menengah (IKM) di Kabupaten Bandung Barat adalah:

Tabel 1.40 Data Eksisiting Jumlah IKM per Kecamatan


Berdasarkan Jenis usaha di Kabupaten Bandung Barat
Tahun 2017
Jenis Usaha Tenaga
No Kecamatan Jumlah
Industri Kerja

Olahan Susu 28 250


Kicimpring 136 408
1 Lembang Tahu 18 189
Olahan Makanan 512 1172
Konveksi 225 450

1-100
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Jenis Usaha Tenaga


No Kecamatan Jumlah
Industri Kerja

Roti 14 76
Tahu 6 33
2 Parongpong Olahan Makanan 318 1134
Kopi 2 9
Konveksi 115 230
Kue 28 108
Olahan Makanan 170 200
3 Cisarua Olahan Susu 5 37
Konveksi 72 144
Olahan Makanan 93 200
4 Ngamprah Payetan 87 348
Kue 101 297
Konveksi 92 276
Batako 47 231
5 Padalarang Olahan Makanan 377 1501
Kue 92 190
Olahan Makanan 182 682
6 Cihampelas Konveksi 60 180
Cyber-Net 24 72
Kue/Bolu 17 63
7 Batujajar Olahan Makanan 387 1618
Konveksi 313 620
8 Cipeundeuy Olahan Makanan 203 592
Konveksi 68 136
Olahan Singkong 59 182
9 Cikalong Wetan Olahan Makanan 112 229
Konveksi 36 108
Kerajinan Fiber 10 25
Olahan Makanan 107 379
10 Cipatat Kue/Bolu 17 49
Konveksi 58 116
Olahan Makanan 187 554
11 Cipongkor Konveksi 58 116
Batako 27 74
Wajit 87 651
12 Cililin Olahan Makanan 285 512
Konveksi 150 300
Tembakau 5 28
Gula Aren 32 71
Olahan Makanan 82 254
13 Sindangkerta Konveksi 63 126
Meubelair 8 29
Tembakau 9 47
14 Saguling Olahan Makanan 71 138

1-101
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Jenis Usaha Tenaga


No Kecamatan Jumlah
Industri Kerja

Konveksi 100 200


Olahan Makanan 147 432
15 Gunung Halu Sereh Wangi 56 157
Tembakau 22 111
Konveksi 66 132
16 Rongga Kue/Bolu 13 37
Olahan Makanan 127 217
JUMLAH 5.786 16.720

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung Barat 2017

Sektor industri merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten


Bandung Barat yaitu sebesar 40,79 persen. Perusahaan industri terbanyak ada di 4
kecamatan yaitu: Padalarang sebesar 68 perusahaan (44 persen) di ikuti Batujajar 29
perusahaan (19 persen), Ngamprah 26 perusahaan (16 persen) dan Lembang 15
perusahaan (10 persen). Industri yang mendominasi di Kabupaten Bandung Barat adalah
industri tekstil (36 perusahaan), industri pakaian jadi (24 perusahaan), industri logam (25
perusahaan), industri karet dan barang dari karet (18 perusahaan) dan industri kimia dan
barang-barang dari bahan kimia (9 perusahaan).

C.2 Koperasi dan UMKM

Tabel 1.41 Perkembangan Koperasi Tiap kecamatan


Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013-2016

TAHUN
No KECAMATAN
2013 2014 2015 2016

1 Rongga 11 11 11 12

2 Gununghalu 34 34 34 40

3 Sindangkerta 53 60 60 60

4 Cililin 76 83 83 86

5 Cihampelas 26 27 28 32

6 Cipongkor 35 37 41 44

7 Batujajar 74 76 80 79

8 Cipatat 55 56 57 60

9 Padalarang 92 102 108 115

10 Ngamprah 79 88 95 102

1-102
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

TAHUN
No KECAMATAN
2013 2014 2015 2016

11 Parongpong 42 47 48 53

12 Lembang 93 93 98 96

13 Cisarua 32 33 33 32

14 Cikalongwetan 33 35 37 37

15 Cipeundeuy 34 35 36 38

16 Saguling 4 6 7 7

JUMLAH 773 823 854 893

Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Bandung Barat, 2016

Tabel 1.42 Perkembangan UMKM Tiap kecamatan


Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013-2016
USAHA
N USAHA
KECAMATAN USAHA KECIL MENENGA UMKM
O MIKRO
H

1 BATUJAJAR 243 13 1 257

2 CIHAMPELAS 618 55 1 674

3 CIKALONGWETAN 132 13 5 150

4 CILILIN 176 16   192

5 CIPATAT 94 40 14 148

6 CIPEUNDEUY 390 210   600

7 CIPONGKOR 380 51 2 433

8 CISARUA 153 8 3 164

9 GUNUNGHALU 20 1   21

10 LEMBANG 266 39 6 311

11 NGAMPRAH 541 48 2 591

12 PADALARANG 386 34 17 437

13 PARONGPONG 162 21 2 185

14 RONGGA 110 4   114

15 SINDANGKERTA 22 9   31

16 SAGULING 10     10

1-103
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

USAHA
N USAHA
KECAMATAN USAHA KECIL MENENGA UMKM
O MIKRO
H

TOTAL 4318

Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Bandung Barat, 2016

C.3 Pariwisata dan Kebudayaan


Sektor pariwisata juga semakin lama semakin berkembang. Dengan posisi geografis
Kabupaten Bandung Barat yang mempunyai rata-rata ketinggian 110 meter dan
maksimum 2.242 meter dari permukaan laut, serta kemiringan wilayah yang bervariasi
antara 0 – 8%, 8 – 15% hingga diatas 45%, membuat kabupaten ini memiliki banyak
sekali potensi keindahan alam yang dapat dieksploitasi sebagai daya tarik wisata alam.
Perkembangannya juga sangat signifikan, dengan bantuan teknologi sosial media yang
mempermudah promosi dan lain sebagainya. Daya tarik wisata di Kabupaten Bandung
Barat adalah sebagai berikut.
Tabel 1.43 Daya Tarik Wisata di Kabupaten Bandung Barat

No Nama Daya Tarik Wisata Jenis Daya Tarik Wisata


1 Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu Daya tarik wisata alam
2 Situ Lembang Daya tarik wisata alam
3 Sendang Geulis Kahuripan Daya tarik wisata alam
4 Curug Anom Daya tarik wisata alam
5 Curug Malela Daya tarik wisata alam
6 Taman Wisata Alam Maribaya Daya tarik wisata alam
7 Curug Cimahi Daya tarik wisata alam
8 Bumi Perkemahan Cikole Daya tarik wisata alam
9 Curug Penganten Daya tarik wisata alam
10 Curug Pelangi Daya tarik wisata alam
11 Sanghyang Heuleut Daya tarik wisata alam
12 Curug Tilu Leuwi Opat Daya tarik wisata alam
13 Stone Garden Daya tarik wisata alam (geologi)
14 Lembang Floating Market Daya tarik wisata buatan
15 De Ranch Daya tarik wisata buatan
16 Kampung Daun Daya tarik wisata buatan
17 Kampung Gajah Daya tarik wisata buatan
18 Observatorium Bosscha Daya tarik wisata buatan
19 Gua Pawon Daya tarik wisata alam
Sumber: Hasil rekap dari berbagai sumber, 2017

Berdasarkan data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, data potensi adat budaya daerah
Kabupaten Bandung Barat adalah sebagai berikut:
Tabel 1.44 Data Potensi Seni Pagelaran Kaulinan Urang Lembur
Di Kabupaten Bandung Barat
No Seni Pagelaran Kaulinan Keterangan
Urang Lembur

1 Sondah Permainan yang diawali dengan mengambar bentuk

1-104
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

No Seni Pagelaran Kaulinan Keterangan


Urang Lembur

kotak-kotak di tanah

2 Gatrik Permainan dengan memakai bilah bambu ukuran 40 Cm


dipukulkan ke bambu ukuran 10 Cm yang disimpan di
atas batu bata.

3 Egrang Berjalan di atas bambu, dimana bambu tersebut


memakai sengkedan bambu.

4 Sorodot Gaplok Melempar batu yang dengan ikaki yang diawali dengan
mengayunkan kaki kanan

5 Upih Seorang anak yang duduk dipelepah pohon pinang


kemudian oleh temanya diseret

6 Bedil jepret Senjata yang terbuat dari bambu dengan peluru buah
Leunca

7 Sumpit Meniup lumbang bambu ukuran diameter 1 cm yang


panjangnya 50 cm di dalamnya telah diisi peluru berupa
paser

8 Perepet jengkol Merapatkan salah satu kaki kiri dari 3 orang anak sambil
menyanyi lagu perepet jengkol

9 Kelom batok Memakai kelom yang terbuat dari batok ditengahnya


memakai tali kemudian di jepit oleh ibu jari jempol kaki
lalu berjalan.

10 Rorodaan Mobil-mobilan yang terbuat dari bambu dan kayu yang


dijalankanya di dorong

11 Gogorolongan Bulatan besi diameter 30 cm, kemudian di dorong oleh


besi jari-jari sepeda yang telah dibentukl sebuah kaitan.

12 Gasing Bulatan dari bambu yang diputar dengan tali

Sumber Data : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Bandung Barat, 2017

Tabel 1.45 Data Potensi Adat Budaya Kabupaten Bandung Barat

No Adat Budaya Lokasi Keterangan

1 Miteumbeuyan pare Ds. Gunungmasigit, Ds. budaya tradisi,


Kertamukti, Ds. Nyalindung, Ds. berkumpulnya Masyarakat,
Cirawa, Ds. Citatah proses penanaman padi
(Kecamatan Cipatat) dan panen padi

2 Batu Keupeul Ds. Tanjungwangi (Cihampelas) Cerita Rakyat

3 Hajat Bumi Ds. Nyenang (Kecamatan Upacara tradisional


Cipeundeuy)

1-105
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

No Adat Budaya Lokasi Keterangan

4 Papajar Ds. Nyenang (Kecamatan Upacara tradisional


Cipeundeuy

5 Wawar Ds. Nyenang (Kecamatan Upacara tradisional


Cipeundeuy

6 Kolecer Ds. Nyenang (Kecamatan Permainan Rakyat


Cipeundeuy

7 Panggul Gangsing Ds. Nyenang (Kecamatan Permainan Rakyat


Cipeundeuy

8 Haol Cibitung (Kecamatan Rongga) Sistem religi

9 Lemah Pasagi Sukaresmi (Kecamatan Cerita Rakyat


Rongga)

10 Rangga Madu Cibitung (Kecamatan Rongga)

11 Siraman, Ngaras, 16 Kecamatan Upacara tradisional


Ngeyeuk Seureuh,
Nyawer

12 Puhun Mitembean RT.01/ RW. IV (Kecamatan Upacara tradisional


Batujajar)

13 Maribaya Ds. Langensari (Kecamatan Cerita Rakyat


Lembang)

14 Gn. Tangkuban Ds. Cikole (Kecamatan Cerita Rakyat


Lembang)

15 Ruatan Lembur Desa Ds. Cikole, Ds. Gd. Kahuripan Upacara tradisional
& Ds. Jayagiri (Kecamatan
Lembang)

16 Ngaruat Solokan Ds. Cihideng (Kecamatan Upacara tradisional


Parongpong)

17 Hajat Cai Kp. Parakansalam, Ds. Upacara Tradisional


Nyalindung, Kecamatan Cipatat pemeliharan sumber air

18 Hajat Buruan Kp. Cikarembi, Ds. Cikidang, Upacara Tradisional Perang


Kecamatan Lembang Tomat

19 Irung-Irung Kp. Cihideung, Ds. Cihideung Upacara Tradisional


Kecamatan Parongpong pemeliharaan sumber air

20 Penyambutan Tahun Kp. Cicalung, Ds. Wangunharja, Upacara Ritual


Baru Saka Sunda Kecamatan Lembang

21 Rahengan Kp.Pasirpeti Ds,CiataTahun Seni Buhun/Ritual


Kec, Cipatat

1-106
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

No Adat Budaya Lokasi Keterangan

22 Arak-Arakan Badawang Kp, Sudimampir Seni Helaran


Ds.Camapakamekar
Kecamatan Padalarang

23 Hajat Paraji Pupuhunan Kp. Pasir Angsana Ds Rende Upacara membersihkan


Kecamatan Cikalongwetan pusaka

24 Rumatan Tepas Gunung Kp. Paratag Desa Jambu Dipa Ritual penanaman pohon
Cisarua ditempat keramat
Burangrang

25 Ngalokat Cai, Nyalin Kp. Cabe areuy DS. Upacara Panen padi dan
Pare Cirawamekar Kecamatan membersikan selokan
Cipatat

26 Bangkong Reang Kp. Ciseureuh Ds Bojong Upacara syukuran


Kecamatan Rongga panenpadi, dan memulai
tanam padi

27 Syukuran di seke cai Kpo. Cinegla Ds. Mekarjaya Upacara memelihara


abo Kecamatan Cikalongwetan. sumber mata air

Sumber Data : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Bandung Barat, 2017
Tabel 1.46 Data Perkembangan Potensi Keragaman Budaya
Bidang Kesenian di Kabupaten Bandung Barat

No Seniman/ Tahun Tahun Tahun Tahun Keterangan


Organisasi 2014 2015 2016 2017
Kesenian
1 Seni 47 43 80 85 Degung, Karawitan, Aneka
Karawitan Seni Sunda, Domyak,
Karinding
2 Seni Teater 3 3 3 3 Lawak, Drama
3 Seni 5 14 14 14 Wayang Golek, Wayang
Pedalangan Piling
4 Seni Lukis 6 6 6 6 -
5 Seni 25 20 45 57 Calung, Qosidah, Singa
Pertunjukan Depok, Tagonian,
Terbangan, Calung,
Kacapi, Kuda Lumping,
Orkes Melayu, Regg, ,
Kaulinan Barudak
6 Seni Tari 42 79 107 109 Jaipong, Pencak Silat
7 Kontemporer 11 6 15 27 Elektone, Organ Tunggal,
Campur Sari
8 Seni Rupa 1 1 1 1 Wayang
9 Seni Sastra 3 3 1 3 -
Jumlah 143 175 272 305
Sumber Data: Dinas Pariwisata & kebudayaan, Kabupaten Bandung Barat, 2017

Tabel 1.47 Data Potensi Sejarah dan Keperburbakalaan

1-107
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

di Kabupaten Bandung Barat

No Data Sejarah & Lokasi Keterangan


Kepurbakalaan

1 Situs Guha Pawon Kp.Cibukus, Desa Gunung Masigit Gua dan Fosil
Kecamatan Cipatat Manusia Purba

2 Situs Batu Kursi Desa Cipada, Kecamatan Cisarua Batu

3 Situs Tapak Yaksa Desa Cigugur, Kecamatan Batu


Parongpong

4 Situs Mundinglaya Desa Muka Payung Kec, Cililin Batu

5 Situs Batu Muka Payung Desa Muka Payung Kec, Cililin Batu

6 Situs Dipatiukur Desa Muka Payung Kec, Cililin Menhir

7 Situs Batu Eunteng Desa Muka Payung Kec, Cililin Batu

8 Situs Batu Kasep Roke Desa Muka Payung Kec, Cililin Batu

9 Situs Batu Nangkoda Desa Muka Payung Kec, Cililin Batu

10 Situs Batu Gunung Putri Desa Muka Payung Kec, Cililin Batu

11 Situs Batu Larangan Desa Muka Payung Kec, Cililin Batu

12 Situs Batu Tegalaja Desa Muka Payung Kec, Cililin Batu

13 Situs Batu Arca Desa Muka Payung Kec, Cililin Batu

14 Situs Batu Tapak Desa Muka Payung Kec, Cililin Menhir

15 Situs Batu Lonceng Desa Suntenjaya Kecamatan Batu


Lembang

16 Situs Batujajar Desa Batujajar Kecamatan Batujajar Batu

17 Situs Pasir Tangki Ds. Cipada Kecamatan Batu


Cikalongwetan

18 Situs Cikahuripan Kecamatan Cikalong Wetan Pertirtaan / Kolam

19 Situs Paraji Kecamatan Cikalong Wetan Makam Kuno/


Petilasan

20 Situs Lembah Danau Kecamatan Cikalong Wetan Makam Kuno/


Petilasan

21 Situs Batu Keramat Gunung Desa Suntenjaya Kecamatan Makam Kuno/


Panyandungan Lembang Petilasan

22 Situs Keramat Puncak Desa Suntenjaya Kecamatan Makam Kuno/


Suntenjaya Lembang Petilasan

23 Situs Keramat Pasir Kurug Desa Suntenjaya Kecamatan Makam Kuno/

1-108
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

No Data Sejarah & Lokasi Keterangan


Kepurbakalaan

Lembang Petilasan

24 Situs Astana Gede Kp. Lembur Gede Desa Gunung Halu Makam Kuno/
Kecamatan Gunung Halu Petilasan

25 Situs Gunung Halu Kp. Cihanjar Desa Gunung Halu Makam Kuno/
Kecamatan Gunung Halu Petilasan

26 Situs Bobojong / Tonjong Kp. Cihanjar Desa Gunung Halu Makam Kuno/
Kecamatan Gunung Halu Petilasan

27 Makam Legok Pulus Desa Sadang Mekar Kecamatan Makam Kuno/


Cisarua Petilasan

28 Makam Pasarean Desa Tugu Mukti Kecamatan Cisarua Makam Kuno/


Petilasan

29 Makam Legok Aip Desa Tugu Mukti Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan

30 Makam Gunung Leutik Desa Tugu Mukti Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan

31 Makam Manglid Desa Tugu Mukti Kecamatan Cisarua Makam Kuno/


Petilasan

32 Makam Batu Karut Desa Pada Asih Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan

33 Makam Pancar Tengah Desa Pada Asih Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan

34 Makam Embah Kepala Desa Pada Asih Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan

35 Makam Eyang Mas Krama Desa Pada Asih Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan

36 Makam Prabu Tajimalela Desa Pada Asih Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan

37 Makam Gunung Kuda Ds. Margalaksana Kecamatan Makam Kuno


Cipeundeuy

38 Makam Keramat Pasir Cabe Desa Margalaksana Kecamatan Makam Kuno/


Cipeundeuy Petilasan

39 Makam Nahdatulkafi/ Eyang Desa Sukahaji Kecamatan Makam


Syekh Abdulkafi Cipeundeuy

40 Makam Kh. Nursaleh Desa Ciroyom Kecamatan Makam


Cipeundeuy

1-109
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

No Data Sejarah & Lokasi Keterangan


Kepurbakalaan

41 Makam Eyang Sakti Kecamatan Cipeundeuy Makam

42 Makam Eyang Camat Kecamatan Cipeundeuy Makam

43 Makam Eyang/Mbah Bodon Kecamatan Cipeundeuy Makam

44 Makam Eyang Syekh Anjani Kecamatan Cipeundeuy Makam

44 Makam Eyang Raden Kecamatan Cipeundeuy Makam


Wijaya Kusuma

45 Makam Eyang Raden Kecamatan Cipeundeuy Makam


Wijaya Kusuma

46 Makam Eyang /Mbah Kecamatan Cipeundeuy Makam


Bungsu

47 Makam Eyang Syekh Kecamatan Cipeundeuy Makam


Bukhori

48 Makam Eyang Bungsu 8 Kecamatan Cipeundeuy Makam

49 Makam Eyang Kudratulloh Kecamatan Cipeundeuy Makam

50 Makam Eyang Bungsu 8 Kecamatan Cipeundeuy Makam

51 Makam Eyang Ranggasela Kecamatan Cipeundeuy Makam

52 Makam Eyang Kuda Kecamatan Cipeundeuy Makam


Pawana

53 Makam Eyang Safinah Kecamatan Cipeundeuy Makam

54 Makam Eyang Gedig Kecamatan Cipeundeuy Makam


Manggala

55 Makam Eyang Jagadipati Kecamatan Cipeundeuy Makam

56 Makam Eyang Wiraguna Kecamatan Cipeundeuy Makam

57 Makam Eyang H. Mesir Kecamatan Cipeundeuy Makam

58 Makam Eyang Dira Kecamatan Cipeundeuy Makam

59 Makam Eyang H. Sarif Kecamatan Cipeundeuy Makam

60 Makam Eyang Gagak Kecamatan Cipeundeuy Makam


Rancang

61 Makam Eyang /Mbah Angot Kecamatan Cipeundeuy Makam

62 Makam Eyang Kuta waja Kecamatan Cipeundeuy Makam

63 Makam Eyang / Mbah Kecamatan Cipeundeuy Makam

1-110
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

No Data Sejarah & Lokasi Keterangan


Kepurbakalaan

Demang

64 Makam Eyang Dipatiukur Kecamatan Cipeundeuy Makam

65 Makam Sultan Salem Desa Tenjolaut (Cikalongwetan) Makam

66 Makam Mama Rende / Desa Rende Kecamatan Makam


Akhmad Zakaria Cikalongwetan

67 Makam Dayeuh Luhur / Desa Puteran Kecamatan Makam


Mbah Dalem Baratayuda Cikalongwetan
Jaya Kusuma

68 Makam Mbah Dalem Desa Muka Payung Kecamatan Cililin Makam


Ibrahim

69 Makam Ibu Nunung Desa Kidang Pananjung Kecamatan Makam


Cililin

70 Makam Syekh Maulana Kecamatan Cijenuk Kecamatan Makam


Muhammad Syafei Pongko

71 Makam Mbah Entang da Ibu Desa Ciloa Kecamatan Cipatat Makam


Entang

72 Makam Eyang Dipatiukur / Kp. Pancuran Keramat Desa Sumur Makam


Petilasan Bandung Kecamatan Cipatat

73 Makam Eyang Rangga Kp. Pancuran Keramat Desa Sumur Makam


Wulung Bandung Kecamatan Cipatat

74 Makam Keramat Eyang Desa Jatimekar Kecamatan Makam


Jatinagara Cipeunduey

75 Makam Keramat H. Ilyas Desa Sukaresmi Kecamatan Rongga Makam

76 Makam Keramat Sacang Desa Cisomang Barat Kecamatan Makam


Cikalong Wetan

77 Mess Kopassus Desa Galanggang Kecamatan Makam


Batujajar

78 Water Toren Kopassus Desa Batujajar Kecamatan Batujajar Bangunan/


Penampungan Air

79 Tangsi Batujajar Desa Batujajar Kecamatan Batujajar Bangunan/ Pos


Penjagaan

80 SDN 1 Batujajar Ds. Batujajar Timur (Batujajar) Gedung/Sekolah

81 Stasion K.A. Padalarang Kecamatan Padalarang Bangunan

82 Eks Kantor Kecamatan Kecamatan Padalarang Gedung/Kantor

1-111
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

No Data Sejarah & Lokasi Keterangan


Kepurbakalaan

Padalarang Pemerintahan

83 Rumah Model Belanda milik Desa Padalarang RT 01 RW 18 Bangunan/


H. Lomri Kecamatan Padalarang Rumah Tinggal

84 Pabrik Kertas Padalarang Kecamatan Padalarang Gedung

85 Gedung Pemancar Desa Cililin Kecamatan Cililin Gedung/Alat


Komunikasi

86 Benteng Pertahanan Desa Rende Kecamatan Benteng


Baleendah Cikalongwetan

87 Pasir Benteng Belanda Desa Cipada Kecamatan Benteng


Cikalongwetan

88 Benteng Belanda / Benteng Kp.Batukarut Desa Sumur Bandung Benteng


Pasir Kopi Kecamatan Cipatat

89 Bungker Kecamatan Cipatat Bangunan

90 Benteng Belanda Desa Jayagiri Kecamatan Lembang Benteng

91 Teropong Bintang Boscha Desa Lembang Kecamatan Lembang Bangunan/ Satelit

92 Makam E.A. Fritze Kecamatan Lembang Makam

93 Monumen Franz Willehm Desa Jayagiri Kecamatan Lembang Monumen


Yunghum

94 Gua Jepang Desa Cibogo Kecamatan Lembang Gua

95 Monumen Otto Desa Gudang Kaharupan Kecamatan Monumen


Iskandardinata Lembang

96 Taman Makam Pahlawan Desa Batujajar Barat Kecamatan Makam


Tak Dikenal Batujajar

Sumber Data : Dinas Pariwisata & Kebudayaan, Kabupaten Bandung Barat, 2017

Tabel 1.48 Data Potensi Desa Wisata, Wisata Tour dan Agro Wisata
Di Kabupaten Bandung Barat
Potensi Desa
No Potensi Unggulan Yang Mempunyai Nilai Jual
Pariwisata
1 Desa Wisata Kesenian Pencak Silat, benjang, karawitan, musik dangdut, seni tari
Sunten Jaya, potensi kesenian ini dapat berkembang dengan baik
Lembang karena seni-seni tersebut dibawakan oleh masyarakat
desa wisata sunten jaya
Budaya Pola hidup masyarakat desa wisata sunten jaya adalah
bertani. Ciri khas masyarakat petani yang selalu akrab

1-112
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Potensi Desa
No Potensi Unggulan Yang Mempunyai Nilai Jual
Pariwisata
dengan alam, memberikan buansa tersendiri dalam pola
hidup masyarakat di desa wisata sunten jaya. Pola
kamnpung yang tersebar memungkinkan kekerabatan
antar tetangga akan terjalin harmonis. Dan gaya hidup
masyarakat desa sunten jaya yang someah hade
kasemah tercermin saat mereka menerima kadatangan
tamu yang datang ke desa wisata sunten jaya maupun ke
rumah masing-masing.

Potensi Tanaman pangan, tanaman buah-buahan. Lahan


pertanian desa sunten jaya memiliki lahan perkebunan
dengan luas lahan hutan 800 HA milik negara. Di sisi lain
penduduk yang memiliki ternak peliharaan yang beraneka
ragam. Pemilik sapi dengan jumlah yang cukup besar
965 orang diperkirakan jumlah populasi 2179 ekor terdiri
dari sapi potong dan sapi perah.
Sapi perah menghasilkan susu 3.600.000 liter/tahun, sapi
potong menghasilkan daging sebanyak 30.000 kg/tahun,
sapi dan domba menghasilkan kulit sebanyak 2000
M/tahun. Sedangkan ayam menghasilkan telor 200
kg/tahun.
2 Desa Wisata Kp. Kesenian Kecapi, suling, degung, calung, seni tari jaipongan
Ciwangun, Desa
Budaya Pola hidup penduduk kampung Ciwangun sebagai desa
Cihajuang
wisata perlu mendapatkan pembinaaan yang mengarah
Rahayu,
kepada filosopi pelayanan orang sunda yaitu someah
Parongpong
hade ka semah dengan tatanan harmonisasi
kekeluargaan silih asah silih asuh dan silih asih. Gaya
hidup dapat dicerminkan dari tata busana/pakaian. Cara
menghidangkan makanan, cara menerima tamu dapat
disesuaikan dengan adat istiadat setempat.

Potensi Tanah sawah, tanah kering, tanah basah, tanah hutan,


tanah perkebunan, tanah keperluan fasilitas umum,
perkebunan bunga,.
Tanaman utama padi, jagung, ketela pohon, ketela
rambat,sayur-sayuran,buah-buahan, tanaman hias dan
bunga hias dll.
3 Desa Wisata Kesenian Calung, marawis, penca silat,yang keberadaanya perlu
Pasir Angsana, pembinaan.
Desa Rende,
Secara penduduk Pasir angsana belum mencerminkan
Cikalongwetan Budaya
kehidupan sehari-hari seperti berpakaian khas sunda,
menghidangkan makanan, dan cara menerima tamu.
Kegiatan yang akan mudah diterapkan di lingkungan
pasir angsana karena penduduk pasir angsana memlilki
toleransi yang tinggi dalam bersikap,berbuat diantara
mereka, kehidupan mereka tercermin sebagai budaya

1-113
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Potensi Desa
No Potensi Unggulan Yang Mempunyai Nilai Jual
Pariwisata
petani, masyarakat yang menghargai lingkungan.
Sungai Cipinang, Sungai Ciwangun
Potensi Sawah setengah teknis, sawah tadah hujan, pemukiman,
pertanian, perkebunan, perkantoran.
Menanam pohon disekitar lahan kritis di Desa wisata
pasir angsana setiap pohon yang ditanam wisatawan
diberi nama penanaman untuk dijadikan kenang-
kenangan.
4 Desa Wisata Kesenian Kecapi, suling, degung, calung, seni tari jaipongan
Muka Payung,
Budaya Pola Hidup masyarakat di latar belakangi oleh alam dan
Kecamatan
pekerjaan masyarakat yaitu alam pesawahan dan bekerja
Cililin
sebagai petani. Dari sisi penampilan belum berkembang
ke arah penampilan masyarakat pedesaan. Penampilan
berbusana masih sebagai mana layaknya busana yang
digunakanmasyarakat perkotaan. Cara menerima tamu
masih berlaku harmonisasi pelayanan someah hade ka
semah sebagai dasar bagi terwujudnya pelayanan
masyarakat di pedesaan.
- Tanaman padi, tanaman jagung, tanaman kedelai,
Potensi tanaman ubi-ubian, tanaman buah-buahan, tanaman
sayur-sayuran, kopi, kelapa dan cengkeh.
- Tanah sawah, tanah kering, tanah basah, tanah
perkebunan, tanah hutan, tanah fasilitas.
- tanaman buah-buahan dan tanaman apotik hidup.
- perkebunan dan kehutanan serta jenis populasi ternak.
5 Desa Wisata Kesenian Calung, pencak silat, marawis dan musik dangdut adala
Pasirlengo, Ds. potensi yang akan dikembangkan dalam desa wisata
Sirna pasir lengo, cerita rakyat meskipun tersedia tapi masih
Jaya,Gunung perlu diteliti dan dikembangkan sumbernya.
Halu Budaya Pola hidup yang berkaitan dengan tata busana belum
menggunakan tata busana khas sunda. Tata busana
yang digunakan bersifat umum, dan dipengaruhi oleh
busana muslim, demikian pula denagan cara
menghidangkan makanan dan cara menerima tamu
belum menggunakan tata cara khas sunda.
- Potensi perkebunan, berupa tanaman teh, tanaman
potensi cengkeh, tanaman kopi, sedangkan pertanian tanaman
berupa sayur-sayuran, sepert kentang, kubis,tomat,
wortel. Komoditi buah-buahan berupa pisang, mangga,
alpukat, pepaya, luas prasarana umum lainnya.

1-114
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Potensi Desa
No Potensi Unggulan Yang Mempunyai Nilai Jual
Pariwisata
6 Desa Wisata Kesenian Calung, organ tunggal, jaipongan, reog, pencak silat,
Mekar Wangi kliningan/rebana,qasidah, upacara adat,cadut (calung
Kecamatan dangdut), grup band.
Sindangkerta Budaya
Pola kehidupan desa yang selalu memelihara
keberadaan lingkungan alam sebagai modal kehidupan
mereka. Alam sebagai latar belakang kehidupan seni
budaya masyarakat dan polakehidupan masyarakat
pedesaan someah hade ka semah dan budaya gotong
royong yang sangat tinggi.

Potensi Pertanian, perkebunan berupa perkebunan teh,


perkebunan kopi, pertanian sayur-mayur, perkebunan
strawbery dan salah satu jenis hasil hutan yaitu madu
lebah hutan.
7 Desa Agrowisata Kesenian Festival Cihideung
Cihideung
Budaya Pola hidup penduduk cihideung sebagai sesa wisata
Kecamatan
perlu mendapatkan pembinaan yang mngarah kepada
Parongpong
filosofi pelayanan orang sunda yaitu someah hade ka
semah, dengan tatanan harmonisasi kekeluargaan silih
asah, silih asuh, silih asih, gaya hidup dapat
mencerminkan dari tata busana/pakaian, cara
menghidangkan makanan, cara menerima tamu dapat
Potensi disesuaikan dengan adat istiadat setempat.
Bunga hias dan bunga potong cihideung.

8 Desa Agrowisata Kesenian Calung, organ tunggal, jaipongan, reog, pencak silat,
Kopi Kecamatan kliningan, rebana, qasidah, upacara adat,cadut (calung
Sindangkerta dangdut, grup band.
Budaya
Pola hidup desa yang selau memelihara keberadaan
lingkungan alam sebagai modal kehidupan mereka. Alam
sebagai latar belakang kehidupan seni budaya
masyarakat di pedesaan someah hade ka semah dan
budaya gotong royong yang sangat tinggi.
Potensi Pertanian, perkebunan berupa perkebunan teh,
perkebunan kopi, pertanian sayur-mayur, perkebunan
strawbery dan salah satu jenis hasil hutan yaitu lebah
madu hutan.
Sumber Data : Dinas Pariwisata & Kebudayaan, Kabupaten Bandung Barat, 2017

1-115
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

C.4 Pertanian

Tabel 1.49 Rata-Rata Luas Lahan yang Dikuasai per Rumah Tangga Usaha Pertanian (m2 )
Menurut Kecamatan dan Jenis Lahan

Lahan Pertanian
Lahan Bukan Lahan
No Kecamatan
Pertanian Lahan Sawah Bukan Total
Sawah
2.649,7
1 Rongga 159,04 1.264,19 1.385,59
8
2.099,6
2 Gununghalu 137,21 1.041,37 1.058,32
9
3.044,2
3 Sindangkerta 129,78 1.261,23 1.783,01
4
2.173,4
4 Cililin 151,53 932,38 1.241,05
3
2.582,2
5 Cihampelas 163,70 1.781,37 800,91
8
1.887,2
6 Cipongkor 137,85 1.026,95 860,27
2
2.071,9
7 Batujajar 206,49 1.700,27 371,66
3
3.558,4
8 Saguling 281,29 1.244,28 2.314,15
3
3.010,2
9 Cipatat 193,13 1.217,81 1.792,47
8
3.021,6
10 Padalarang 132,77 1.304,76 1.716,84
0
2.696,6
11 Ngamprah 151,57 989,87 1.706,78
5
2.029,5
12 Parongpong 156,30 207,81 1.821,73
4
2.417,0
13 Lembang 164,68 31,58 2.385,47
5
2.185,2
14 Cisarua 181,63 163,20 2.022,00
0
3.413,3
15 Cikalongwetan 207,02 1.211,32 2.202,02
4
2.502,8
16 Cipeundeuy 217,81 1.128,07 1.374,79
6
2.583,9
Rata-Rata 173,24 1.031,65 1.552,32
7

1-116
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.50 Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan Dan Rumah
Tangga Petani Gurem Menurut Kecamatan, St2003 Dan St2013

No Kecamatan Rumah Tangga Usaha Rumah Tangga Petani


Pertanian Gurem
1 Rongga 9.398 8.090
2 Gununghalu 14.660 13.436
3 Sindangkerta 9.463 7.841
4 Cililin 9.240 8.292
5 Cihampelas 6.525 5.809
6 Cipongkor 13.997 13.026
7 Batujajar 3.571 3.270
8 Saguling 6.047 4.739
9 Cipatat 9.277 7.820
10 Padalarang 4.037 3.336
11 Ngamprah 4.781 4.077
12 Parongpong 4.771 4.405
13 Lembang 11.760 10.441
14 Cisarua 9.857 8.949
15 Cikalongwetan 10.447 8.737
16 Cipeundeuy 9.190 7.958
137.021 120.226

Tabel 1.51 Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian yang Melakukan Pengolahan Hasil
Pertanian Menurut Kecamatan dan Subsektor

Tanama
No Hortikultu Perkebuna Kehutana
Kecamatan n
ra n n
Pangan
1 Rongga 272 60 367 122
2 Gununghalu 777 50 454 171
3 Sindangkerta 216 30 340 125
4 Cililin 230 20 65 88
5 Cihampelas 201 8 17 62
6 Cipongkor 1.022 94 608 248
7 Batujajar 73 5 - 12
8 Saguling 363 54 116 42
9 Cipatat 284 22 18 85
10 Padalarang 137 9 25 34
11 Ngamprah 153 20 12 15
12 Parongpong 35 45 4 6
13 Lembang 25 58 20 16
14 Cisarua 30 33 13 36
Cikalongwet
15 121 41 99 193
an

1-117
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tanama
No Hortikultu Perkebuna Kehutana
Kecamatan n
ra n n
Pangan
16 Cipeundeuy 271 53 147 107
Jumlah 4.210 602 2.305 1.362

C4.1 Komoditi Pertanian


Komoditi pertanian di Kabupaten Bandung Barat cukup baik di sub sektor tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, maupun perikanan.
C4.1.1 Sub Sektor Tanaman Pangan
Jenis tanaman padi di Bandung Barat terdiri dari padi sawah dan padi ladang. Jenis padi
sawah lebih banyak diusahakan oleh rumah tangga bila dibandingkan dengan padi
ladang. Menurut data ST 2013 dari 91.910 rumah tangga tanaman padi di Bandung
Barat, sekitar 97,20 persen (86.631) mengelola tanaman padi sawah, sedangkan padi
ladang hanya dikelola oleh sekitar 5,93 persen (5.285) rumah tangga tanaman padi.
Selain jumlah rumah tangga usaha pertanian tanaman pangan, ST2013 juga
memberikan informasi mengenai luas tanam dari masing-masing komoditas tanaman
pangan. Luas tanam untuk tanaman padi secara keseluruhan berjumlah 2.781 hektar
yang terdiri dari luas tanam tanaman padi sawah seluas 2.696 hektar dan padi ladang
seluas 85 hektar. Jika dilihat rata-rata luas tanaman padi per rumah tangga usaha dapat
dilihat bahwa rata-rata luas tanam per rumah tangga tanaman padi sawah lebih besar
dibandingkan tanaman padi ladang. Satu rumah tangga usaha tanaman padi sawah
memiliki luas tanam sekitar 0,35 hektar, sedangkan luas tanam yang dimiliki oleh
rumah tangga tanaman padi ladang hanya sekitar 0,16 hektar.
Tanaman palawija meliputi kelompok biji-bijian, kacang-kacangan, dan umbi-umbian.
Dari 11 komoditas utama palawija, ubi kayu merupakan komoditas yang paling banyak
ditanam oleh rumah tangga palawija di Bandung Barat diikuti oleh komoditas jagung dan
kacang tanah. Persentase jumlah rumah tangga pada tiga komoditas utama ini terhadap
jumlah rumah tangga palawija masing-masing adalah 56,73 persen (20.330), 36,03
persen (17.260), dan 9,41 persen (4.513). Sedangkan komoditas palawija yang paling
sedikit ditanam adalah gandum, ganyong dan sorgum yang masing-masing hanya
dikelola oleh 4 rumah tangga, 4 rumah tangga, dan 10 rumah tangga. Bahkan jenis
komoditas garut tidak ada rumah tangga yang mengelola.
Jika dilihat dari besaran luas tanam per komoditas, ubi kayu merupakan komoditas
tanaman palawija yang memiliki luas tanam terbesar. Dari 706,43 hektar luas tanam
palawija, sekitar 42,85 persen (302,74 hektar) merupakan luas tanam untuk
komoditas ubi kayu. Sementara itu, luas tanam terkecil adalah komoditas ganyong
yang hanya seluas 0,23 hektar.
Rata-rata luas tanam usaha tanaman palawija lebih kecil bila dibandingkan dengan
tanaman padi, yaitu hanya sekitar 0,19 hektar. Menurut komoditasnya, tanaman
palawija yang memiliki rata-rata luas tanam terbesar adalah gandum yaitu seluas
0,28 hektar per satu rumah tangga usaha tanaman gandum, sedangkan rata-rata

1-118
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

luas tanam terkecil adalah talas yang rata-rata hanya ditanam seluas 0,06 hektar per
rumah tangga tanaman garut.
Tabel 1.52 Jumlah Rumah Tangga, Luas Tanam, dan Rata-Rata Luas Tanam Usaha
Tanaman Padi dan Palawija Menurut Jenis Tanaman, ST2013

Rumah Luas Tanam Rata-Rata Luas


No Jenis Tanaman
Tangga (m2) Tanam (m2)
1 Tanaman Pangan* 99.183 348.826.641 357.100
2 Padi** 89.122 278.183.214 312.138
3 Padi Sawah 86.631 269.626.073 311.235
4 Padi Ladang 5.285 8.557.141 161.914
5 Palawija** 35.832 70.643.427 197.152
6 Jagung 17.268 30.273.596 175.316
7 Kedelai 508 479.083 94.308
8 Kacang Tanah 4.513 4.159.113 92.158
9 Kacang Hijau 387 365.811 94.525
10 Ubi Kayu 20.330 28.921.246 142.259
11 Ubi Jalar 3.661 3.676.706 100.429
12 Sorgum 10 16.716 167.160
13 Gandum 4 11.220 280.500
14 Talas 245 157.409 64.249
15 Ganyong 4 2.326 58.150
16 Garut - - -
17 Lainnya 988 2.580.201 261.154

*) Satu rumah tangga usaha tanaman pangan dapat mengusahakan lebih dari 1 komoditas,
sehingga jumlah rumah tangga usaha tanaman pangan bukan merupakan penjumlahan rumah
tangga usaha padi dengan rumah tangga palawija.
**) Satu rumah tangga usaha padi atau palawija dapat mengusahakan lebih dari 1 komoditas padi
atau palawija, sehingga jumlah rumah tangga usaha padi atau palawija bukan merupakan
penjumlahan rumah tangga komoditasnya.
Tabel 1.53 Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Pangan Menurut Kecamatan
dan Jenis Tanaman

Padi
Tanaman Padi Jagun Kedela
No Kecamatan Padi**) Ladan Palawija**)
Pangan Sawah g i
g
1 Rongga 9.005 8.817 8.738 736 2.625 675 23
2 Gununghalu 13.813 13.401 13.349 185 3.586 180 44
3 Sindangkerta 8.057 7.882 7.828 89 1.297 396 67
4 Cililin 7.811 7.128 6.835 683 3.341 1.964 20
5 Cihampelas 5.877 5.554 5.517 97 1.544 957 46
6 Cipongkor 13.280 12.954 12.431 1.111 5.602 3.689 159
7 Batujajar 3.373 3.247 3.234 57 589 439 12
8 Saguling 5.745 5.021 4.109 1.476 4.567 3.966 61

1-119
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Padi
Tanaman Padi Jagun Kedela
No Kecamatan Padi**) Ladan Palawija**)
Pangan Sawah g i
g
9 Cipatat 7.821 5.962 5.659 470 3.682 1.109 33
10 Padalarang 3.658 2.347 2.303 48 2.232 597 12
11 Ngamprah 3.048 1.964 1.950 26 1.667 851 5
12 Parongpong 306 109 109 - 210 97 -
13 Lembang 554 67 52 17 504 183 10
14 Cisarua 2.135 1.001 997 5 1.371 761 8
15 Cikalongwetan 7.159 6.447 6.438 74 1.743 194 3
16 Cipeundeuy 7.541 7.221 7.082 271 1.272 610 5
Jumlah 99.183 89.122 86.631 5.345 35.832 16.668 508

C4.1.2 Subsektor Hortikultura


Berdasarkan jenis tanaman, tanaman hortikultura dibedakan menjadi tanaman tahunan
dan semusim. Tanaman hortikultura tahunan adalah tanaman hortikultura yang umur
tanamannya lebih dari satu tahun, sedangkan tanaman yang umurnya kurang dari satu
tahun digolongkan menjadi tanaman hortikultura semusim. Tanaman hortikultura
(tahunan dan semusim) meliputi buah-buahan, sayuran, obatobatan, dan tanaman hias.
Berdasarkan hasil ST2013, dari 50 jenis tanaman hortikultura semusim utama, labu siam
merupakan jenis tanaman yang paling banyak diusahakan oleh rumah tangga usaha
hortikultura (6 647 rumah tangga). Selain labu siam, cabai rawit dan buncis juga tergolong
jenis tanaman hortikultura semusim yang paling banyak dikelola rumah tangga usaha
hortikultura. Jika dilihat menurut kelompok tanaman, maka tanaman buah-buahan
semusim yang paling banyak dikelola oleh rumah tangga usaha hortikultura adalah tomat
diikuti dengan tanaman kentimun. Untuk tanaman sayuran semusim, cabai rawit
merupakan jenis tanaman yang paling banyak diusahakan oleh rumah tangga usaha
hortikultura. Jenis tanaman obat-obatan semusim yang paling banyak diusahakan oleh
rumah tangga usaha hortikultura adalah jahe, sedangkan mawar tercatat sebagai jenis
tanaman hias semusim yang paling banyak dikelola oleh rumah tangga usaha
hortikultura.
Pada tanaman hortikultura semusim, potensi dan besaran produksi suatu tanaman dapat
dilihat dari luas tanamnya. Dalam keadaan normal, semakin besar luas tanam maka
produksi yang dihasilkan akan semakin banyak. Ditinjau dari besaran jumlah
pohon/rumpun/luas tanam, tanaman hortikultura semusim yang memiliki luas tanam
terbesar adalah tomat, sedangkan yang terkecil adalah tanaman kencur. Hal ini berarti
potensi terbesar dari tanaman hortikultura semusim di Bandung Barat terletak pada jenis
tanaman tomat.
Selanjutnya, dilihat dari besaran rata-rata luas tanam yang dikelola per rumah tangga
maka tanaman jamur adalah tanaman hortikultura semusim yang paling banyak
diusahakan per rumah tangga usaha hortikultura dan yang terkecil adalah kencur.

1-120
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.54 Jumlah Rumah Tangga Usaha Hortikultura, Luas Tanam, dan Rata-rata Luas
Tanam yang Diusahakan/Dikelola per Rumah Tangga Menurut Jenis Tanaman Hortikultura
Semusim, ST2013

Rata-rata Luas
Jumlah Rumah
Tanam yang
Jenis Tanaman Tangga Luas Tanam
No. Diusahakan/
Hortikultura Semusim Usaha (m2)
Dikelola per
Hortikultura
Rumah Tangga

1 Buah-buahan semusim - - -
Blewah
Melon - - -
Mentimun Suri - - -
Semangka - - -
Stroberi 39 71.260
2 Sayuran semusim

Bawang Daun/ Prei 612 634.233 1.036

Bawang Merah 180 91.303 507


Bawang Putih - - -
Bayam 600 519.971 866
Brokoli 4.731 11.915.761 2.518
Buncis 6.506 10.322.752 1.586
Cabai Besar *) 6.092 12.347.551 2.026
Cabai Rawit 6.524 8.665.740 1.328
Jamur 315 10.217.483 32.436
Kacang Merah 991 1.059.275 1.068
Kacang Kapri 92 369.552 4.016
Kacang Panjang 2.536 3.545.810 1.398
Kangkung 603 33.615 558
Kembang Kol 3.947 9.769.604 2.475
Kentang 350 1.114.446 3.184
Kubis 1.843 3.677.642 1.995
Labu Siam 6.647 10.550.123 1.587
Lobak 58 83.949 1.447
Ketimun 1.788 2.940.380 1.644
Oyong/Gambas - - -
Pak Choi 395 788.203 1.995
Paria/Pare 98 104.227 1.063
Petsai/Sawi Putih 1.559 2.649.348 1.699
Sawi 1.500 2.565.049 1.710
Seledri 238 462.868 1.944
Slada 2.644 7.857.397 2.971
Terung 1.156 272.981 1.793
Tomat 5.739 12.740.715 2.220

1-121
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Rata-rata Luas
Jumlah Rumah
Tanam yang
Jenis Tanaman Tangga Luas Tanam
No. Diusahakan/
Hortikultura Semusim Usaha (m2)
Dikelola per
Hortikultura
Rumah Tangga

Wortel 145 210.456 1.451


Tanaman Obat-obatan
3
semusim

Jahe 3.200 2.166.473 677

Kemangi 192 260.782 1.358


Kencur 48 3.378 70
Kunyit 1.620 1.061.392 655
Kumis Kucing - - -
Lengkuas 132 25.806 195
Temu Giring - - -
Temu Ireng (Temu Hitam) - - -
Temu Kunci - - -
Temulawak - - -
4 Tanaman Hias semusim
Anggrek 41 30.576 745
Kamboja Jepang/Adenium - - -
Krisan/Seruni 274 115.451 4.211
Mawar 494 1.271.231 2.573
Melati - -
Palm - -

1-122
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.55 Jumlah Rumah Tangga Usaha Hortikultura, Jumlah Pohon/Rumpun/Luas Tanam,
dan Rata-rata Jumlah Pohon/ Rumpun /Luas Tanam yang Diusahakan/ Dikelola per Rumah
Tangga Menurut Jenis Tanaman Hortikultura Tahunan

Jumlah Pohon/Rumpun/Luas Tanam Rata-rata


Jumlah
Pohon/Ru
Jumlah
mpun/Luas
Rumah
Jenis Tanaman Tanam
No. Tangga Diusahaka/ Yang Sudah
Hortikultura Tahunan Satuan yang
Usaha Dikelola Berproduksi
Diusahaka
Hortikultura
n/Dikelola
per Rumah
Tangga
Buah-buahan tahunan
1 Alpukat 2238 pohon 28448 11836 12
2 Anggur - pohon - - -
3 Apel 6 pohon 131 103 21
4 Belimbing 169 pohon 368 208 2
5 Buah Naga 8 pohon 138 14 17
6 Buah Nona/Srikaya 7 pohon 23 19 3
7 Cempedak 21 pohon 1758 1207 83
8 Duku/Langsat 822 pohon 5814 3597 7
9 Durian 1373 pohon 14056 8019 10
10 Duwet/Juwet - pohon - - -
11 Jambu Air 897 pohon 2584 1718 2
12 Jambu Biji 1597 pohon 276873 263476 173
13 Jambu Bol 64 pohon 678 281 10
14 Jeruk Siam/Keprok 3833 pohon 252463 112368 65
15 Jeruk Besar 983 pohon 8138 4922 8
16 Kedondong 90 pohon 207 168 2
17 Kesemek 9 pohon 470 423 52
18 Lengkeng 104 pohon 2145 135 20
19 Mangga 4321 pohon 54425 34733 12
20 Manggis 618 pohon 4096 1927 6
21 Markisa 22 pohon 4937 4929 224
22 Matoa Buah
23 Nangka 2393 pohon 22029 5709 9
24 Nenas 214 rumpun 256958 221751 1200
25 Pepaya 1426 pohon 31676 19329 22
26 Pisang 28238 rumpun 2190255 1205847 77
27 Rambutan 4826 pohon 51699 30314 10
28 Salak 461 rumpun 221863 172478 481
29 Sawo 1802 pohon 33792 27739 18
30 Sirsak 591 pohon 12582 1643 21
31 Sukun 148 pohon 4925 4199 33

1-123
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Jumlah Pohon/Rumpun/Luas Tanam Rata-rata


Jumlah
Jumlah
Pohon/Ru
Rumah
Jenis Tanaman mpun/Luas
No. Tangga Diusahaka/ Yang Sudah
Hortikultura Tahunan Satuan Tanam
Usaha Dikelola Berproduksi
yang
Hortikultura
Diusahaka
n/Dikelola
32 Terong Brastagi 6 pohon 3664 14 610
Sayuran Tahunan
33 Blimbing wuluh 12 pohon 1418 15 118
34 Jengkol 1396 pohon 5922 4085 4
35 Kluwih 45 pohon 120 87 2
36 Melinjo 1580 pohon 56297 47854 35
37 Petai 2159 pohon 13379 6649 6
Tanaman Obat-obatan tahunan
38 Kapulaga 1048 m2 345315 189848 329
39 Mahkota Dewa 21 m2 76 33 3
40 Mengjudu/Pace 23 m2 68 61 2
41 Salam 20 m2 11484 133 574
42 Sereh 577 m2 259904 22343 450
43 Sirih 16 m2 289 152 18
Tanaman Hias Tahunan
44 Anthurium Bunga 17 m2 9781 4810 575
45 Anthuriun Daun 32 m2 10609 4184 331
46 Bambu Hias 45 m2 26675 9755 592
47 Bougenvillea 19 m2 5198 1472 273
48 Euphorbia 8 m2 1810 467 226
49 Phylodendron 78 m2 53212 19024 682
50 Soka/lxora 10 m2 1818 336 181

ST2013 memberikan informasi mengenai jumlah tanaman hortikultura tahunan yang


sudah berproduksi. Dari tabel 1.55 terlihat bahwa jenis tanaman hortikultura tahunan
yang memiliki jumlah pohon/rumpun/luas tanam sudah berproduksi terbesar adalah
jambu biji dan yang terkecil adalah buah naga. Jika dilihat menurut kelompok tanaman,
maka tanaman buah-buahan tahunan yang sudah berproduksi paling banyak.
Catatan : *) Cabai Besar terdiri dari cabai hijau, cabai merah besar dan cabai merah
keriting adalah tanaman pisang diikuti dengan tanaman jambu biji dan nenas. Untuk
tanaman sayuran tahunan, petai merupakan jenis tanaman yang paling banyak
diusahakan oleh rumah tangga hortikultura. Jenis tanaman obat-obatan tahunan yang
paling banyak memilki pohon/rumpun yang sudah berproduksi adalah tanaman kapulaga,
sedangkan phylodendron tercatat sebagai jenis tanaman hias tahunan yang paling
banyak memiliki luas tanam yang sudah berproduksi paling besar.

1-124
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Ditinjau dari besaran jumlah pohon/rumpun/luas tanam, tanaman hortikultura tahunan


yang memiliki luas tanam yang diusahakan/dikelola terbesar adalah kapulaga sedangkan
yang terkecil adalah tanaman mengkudu/pace. Ditinjau dari besaran rata-rata luas tanam
yang diusahakan/dikelola per rumah tangga, tanaman yang memiliki jumlah
pohon/rumpun/luas tanam terbesar per rumah tangga adalah nenas.
Pada Mei 2013, jumlah rumah tangga usaha hortikultura di Bandung Barat adalah
sebesar 63 181 rumah tangga. Dilihat dari pola penyebaran, rumah tangga usaha
hortikultura paling banyak dijumpai di Kecamatan Lembang (8 522 rumah tangga). Selain
di Kecamatan Lembang, pada sebagian besar Kecamatan-Kecamatan di Kabupaten
Bandung Barat, juga banyak dijumpai rumah tangga usaha hortikultura dengan jumlah
yang cukup besar. Ditinjau menurut Kecamatan, rumah tangga usaha hortikultura paling
banyak selain Lembang adalah terdapat di Kecamatan Cisarua dengan persentase
sebesar 12,88 persen sedangkan yang terkecil berada di Kecamatan Batujajar dengan
persentase sebesar 0,67 persen.
Menurut hasil ST2013, kelompok tanaman hortikultura yang paling banyak diusahakan
oleh rumah tangga usaha hortikultura adalah kelompok tanaman buah-buahan 55,50
persen (4 247 rumah tangga) dan yang paling sedikit diusahakan adalah kelompok
tanaman hias (2 742 rumah tangga). Jika melihat perbandingan antara jumlah rumah
tangga usaha tanaman hortikultura tahunan dan semusim dapat dilihat bahwa untuk
kelompok tanaman buah-buahan, jenis tanaman tahunan lebih banyak diusahakan
dibandingkan dengan tanaman semusim. Hal yang berbeda terjadi pada tiga kelompok
tanaman hortikultura lainnya karena dibandingkan dengan tanaman tahunan, tanaman
semusim lebih banyak diusahakan pada kelompok tanaman sayuran, tanaman hias, dan
obat-obatan ST2013 mencatat bahwa dari keempat kelompok tanaman hortikultura
tahunan, kelompok tanaman buahbuahan merupakan kelompok tanaman yang paling
banyak diusahakan oleh rumah tangga usaha hortikultura dengan persentase sebesar
55,99 (35 378 rumah tangga). Potensi usaha kelompok tanaman buah-buahan tahunan
terdapat di Kecamatan Cikalong Wetan. Hal ini terlihat dari jumlah rumah tangga usaha
tanaman buah-buahan di Kecamatan tersebut yang mencapai 4 247 rumah tangga. Untuk
kelompok tanaman sayuran tahunan, Kecamatan Cikalong Wetan juga tercatat memiliki
jumlah rumah tangga usaha tanaman sayuran tahunan terbanyak yaitu sebesar 1 307
rumah tangga. Rumah tangga usaha tanaman hias tahunan paling banyak dijumpai di
Kecamatan Parongpong (294 rumah tangga) sedangkan rumah tangga usaha tanaman
obat-obatan tahunan paling banyak terdapat di Kecamatan Cikalong Wetan (540 rumah
tangga).
Berbeda dengan kelompok tanaman hortikultura tahunan, kelompok tanaman hortikultura
semusim yang paling banyak diusahakan oleh rumah tangga usaha hortikultura adalah
kelompok tanaman sayuran. Dari 63 181 rumah tangga usaha hortikultura, sebanyak 32
693 rumah tangga mengusahakan kelompok tanaman sayuran semusim. Kelompok
tanaman hias semusim diusahakan oleh sebanyak 2 331 rumah tangga, sedangkan
kelompok tanaman obat-obatan semusim diusahakan oleh 4 671 rumah tangga.
Tanaman buah-buahan merupakan kelompok tanaman hortikultura semusim yang paling
sedikit diusahakan oleh rumah tangga usaha hortikultura di Bandung Barat dengan 315
rumah tangga.

1-125
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Dilihat dari distribusi per Kecamatan, Kecamatan Saguling merupakan kecamatan


dengan jumlah rumah tangga usaha tanaman buah-buahan semusim terbesar (178
rumah tangga). Rumah tangga usaha tanaman sayuran semusim paling banyak juga
ditemui di Kecamatan Lembang (7 899 rumah tangga). Kecamatan Parongpong
merupakan Kecamatan dengan jumlah rumah tangga usaha tanaman hias semusim
terbanyak (1 383 rumah tangga), sedangkan jumlah rumah tangga usaha tanaman obat-
obatan semusim terbesar juga terdapat di Kecamatan Cipongkor

1-126
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.56 Jumlah Rumah Tangga Usaha Hortikultura Tahunan dan Semusim Menurut Kelompok Tanaman dan Kecamatan

Kelompok Tanaman Hortikultura


Rumah
No Kecamatan Tangga Usaha Buah-buahan Sayuran Tanaman Obat-obatan Tanaman Hias
Hor-tikultura Tahuna Semusi Tahuna Semusi Tahuna Tahuna Semusi
Semusim
n m n m n n m
1 Rongga 3.723 3.056 2 402 856 389 653 1 2
2 Gununghalu 4.243 3.083 4 129 1.266 213 925 - 15
3 Sindangkerta 4.476 2.874 4 348 2.382 31 171 1 2
4 Cililin 3.783 2.545 4 175 2.300 66 121 2 7
5 Cihampelas 1.614 1.310 8 742 363 15 34 2 3
6 Cipongkor 4.500 3.086 2 226 829 144 1.396 - 6
7 Batujajar 423 154 1 9 277 - 3 1 2
8 Saguling 3.399 2.235 178 119 1.669 68 348 - 1
9 Cipatat 3.265 2.426 2 307 924 17 417 2 14
10 Padalarang 1.005 664 7 55 349 18 38 - 1
11 Ngamprah 2.631 953 4 64 2.046 12 122 - 19
12 Parongpong 4.042 163 6 - 2.754 13 144 294 1.383
13 Lembang 8.522 1.034 88 8 7.899 11 15 79 415
14 Cisarua 8.139 3.284 5 42 7.425 140 38 25 128
Cikalongweta
15 5.085 4.247 - 1.307 791 540 175 1 29
n
16 Cipeundeuy 4.331 3.949 - 894 569 22 71 3 4
Jumlah 63.181 35.063 315 4.827 32.699 1.699 4.671 411 2.031

1-127
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Berdasarkan hasil ST2013, dari kedelapan jenis tanaman hortikultura strategis, pisang,
cabai, dan mangga merupakan jenis tanaman dengan jumlah rumah tangga usaha
hortikultura terbanyak yang diusahakan, yaitu masing-masing sebesar 28 238; 11 922;
dan 4 321 rumah tangga. Ditinjau menurut penyebaran pada tiap-tiap Kecamatan di
Bandung Barat, usaha tanaman pisang terpusat di Kecamatan Cikalong Wetan dengan
jumlah rumah tangga pengelola terbesar (3 818 rumah tangga). Rumah tangga usaha
tanaman jeruk paling banyak berada di Kecamatan Gununghalu dan Rongga. Jumlah
rumah tangga usaha tanaman jeruk di Kecamatan Gununghalu mencapai 746 rumah
tangga dan di Kecamatan Rongga mencapai 652 rumah tangga. Rumah tangga usaha
tanaman mangga juga paling banyak dijumpai di Kecamatan Sindangkerta. Dari 4 321
rumah tangga usaha tanaman mangga, 14,90 persen berada di KecamatanSindangkerta,
12,68 persen di kecamatan Rongga, dan sisanya menyebar di kecamatan-kecamatan
lainnya.
Jika dilihat menurut Kecamatan maka rumah tangga usaha tanaman mangga paling
banyak dijumpai di Kecamatan Sindangkerta (644 rumah tangga). Rumah tangga usaha
tanaman cabai dan bawang merah relatif banyak dan menyebar merata antar kecamatan.
Hal ini mengingat tanaman cabai dan bawang merah sering digunakan oleh masyarakat
sebagai bumbu masakan sehari-hari. Sentra rumah tangga usaha tanaman cabai
terdapat di Kecamatan Lembang dan sentra rumah tangga usaha tanaman bawang
merah berada di Kecamatan Cipongkor. Tanaman kentang paling banyak diusahakan di
Kecamatan Sindangkerta sedangkan rumah tangga usaha tanaman kunyit dan anggrek
paling banyak dijumpai masing-masing di Kecamatan Cipatat dan Lembang

1-128
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.57 Jumlah Rumah Tangga Usaha Hortikultura Menurut Kecamatan


dan Jenis Tanaman Hortikultura Strategis yang Diusahakan, ST2013

Rumah
Jumlah Rumah Tangga Per Jenis Tanaman Hortikultura Strategis
Tangga
No Kecamatan
Usaha
Hortikultura Bawang
Pisang Jeruk Mangga Cabai Kentang Kunyit Angrek
Merah

1 Rongga 3.723 2.612 652 548 699 7 3 26 -


2 Gununghalu 4.243 2.324 746 400 778 46 25 92 -
3 Sindangkerta 4.476 2.326 577 644 987 4 159 96 1
4 Cililin 3.783 2.126 304 390 1.662 2 1 42 1
5 Cihampelas 1.614 1.107 43 228 170 - 2 22 1
6 Cipongkor 4.500 2.342 239 547 369 104 2 358 -
7 Batujajar 423 41 2 9 80 - - 2 1
8 Saguling 3.399 1.986 329 480 1.240 - - 306 1
9 Cipatat 3.265 2.062 85 169 389 5 - 391 2
10 Padalarang 1.005 562 7 17 185 1 - 27 -
11 Ngamprah 2.631 8.154 18 31 301 - 3 106 1
12 Parongpong 4.042 100 37 15 181 1 3 - 10
13 Lembang 8.522 702 226 64 3.571 8 138 4 17
14 Cisarua 8.139 3.076 237 243 712 2 14 8 6
15 Cikalongwetan 5.085 3.818 167 140 305 - - 95 -
16 Cipeundeuy 4.331 2.239 164 396 284 - - 44 -
Bandung Barat 63.181 28.238 3.833 4.321 11.922 180 350 1.620 41

1-129
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Jumlah pohon/rumpun/luas tanam yang ada di suatu daerah secara normal dapat
mengindikasikan besaran produksi tanaman pada daerah tersebut. Pada periode
ST2013, dari jenis tanaman hortikultura strategis semusim, cabai, bawang merah, dan
kentang merupakan jenis tanaman dengan jumlah tanaman hortikultura terbanyak yang
diusahakan, yaitu masing-masing sebesar 21 013 241 hektar, 91 303 hektar, dan 1 114
446 hektar. Tanaman hortikultura di Bandung Barat berdasarkan hasil ST2013 tidak
semua menyebar secara merata, terlihat bahwa usaha tanaman pisang terpusat di
kecamatan Cipatat dengan jumlah tanaman terbesar. Tanaman jeruk paling banyak
diusahakan di Kecamatan Lembang dan Sindangkerta. Jumlah tanaman jeruk di
Kecamatan Lembang mencapai 97 791 tanaman dan di Kecamatan Sindangkerta
mencapai 47 400 tanaman. Tanaman mangga paling banyak diusahakan di Parongpong.
Dari 54 425 tanaman mangga, 45,39 persennya berada di Kecamatan Parongpong ,
11,68 persen di Kecamatan Padalarang, dan sisanya menyebar di kecamatan lainnya.
Jika dilihat menurut Kecamatan maka rumah tangga usaha tanaman mangga paling
banyak ditemukan di Kecamatan Parongpong (24 702 tanaman).
Tanaman cabai dan bawang merah relatif luas dan menyebar merata antar kecamatan.
Hal ini mengingat tanaman cabai dan bawang merah sering digunakan oleh masyarakat
sebagai bumbu masakan sehari-hari.
Sentra tanaman cabai terdapat di Kecamatan Lembang dan sentra tanaman bawang
merah berada di Kecamatan Saguling. Tanaman kentang paling banyak ditemui di
Kecamatan Sindangkerta, sedangkan tanaman kunyit dan anggrek paling banyak
dijumpai masing-masing di Kecamatan Cipatat dan Lembang.

1-130
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.58 Jumlah Rumah Tangga Usaha Hortikultura dan Jumlah/Luas Tanam Hortikultura Strategis Menurut Kecamatan, ST2013

Jumlah Rumah Tangga Per Jenis Tanaman


Rumah
Hortikultura Strategis
Tangga
N Kecamata Bawa
Usaha
o n Mang ng Kenta Angr
Hortikult Pisang Jeruk Cabai Kunyit
ga Mera ng ek
ura
h
182.01 12.47
1 Rongga 3.723 3.027 596.141 2.220 3.500 3.484 -
7 5
Gununghal 28.99 19.65
2 4.243 52.444 3.096 648.686 1.439 17.208 -
u 0 0
Sindangke 134.64 47.40 1.429.8 50.09
3 4.476 2.134 680 5.224 1
rta 9 0 42 5
130.25 1.808.8
4 Cililin 3.783 7.378 1.516 410 400 11.157 5
2 94
Cihampela 140.12 12.80
5 1.614 2.811 809 173.238 - 25.395 5
s 2 0
286.66 26.39
6 Cipongkor 4.500 2.423 3.120 142.573 1.660 73.896 -
7 4
2.00
7 Batujajar 423 2.511 16 38 109.290 - - 820
0
146.18 1.917.8 323.33
8 Saguling 3.399 215 3.301 - - 2
6 54 5
457.67 478.42
9 Cipatat 3.265 9.472 1.000 475.114 5.910 - 7
9 4
1 Padalaran 135.69
15 263 6.358 336.292 100 - 29.143 -
0 g 6
1
Ngamprah 2.631 51.732 234 110 406.541 - 535 75.159 20
1
1 Parongpon 20.36 24.70 26.10 10.4
442 4.366 799.919 200 -
2 g 3 2 0 50
1 97.79 9.977.3 40.60 497.5 17.6
Lembang 8.522 70.703 1.426 372
3 1 43 0 33 21
1 Cisarua 8.139 100.33 11.18 469 1.266.2 750 47.67 2.405 825

1-131
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

4 9 8 09 3
1 Cikalongw 164.96
585 2.610 369 28.730 - - 10.626 -
5 etan 1
1 Cipeundeu 129.93
4.331 5.223 2.995 638.325 - - 4.784 -
6 y 1
2.190.2 248.8 54.47 20.754. 78.70 659.9 1.061.4 30.9
Jumlah 54.091
55 52 0 991 3 46 32 36

1-132
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

C4.1.3 Subsektor Perkebunan


Hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013 menunjukkan jumlah rumah tangga
usaha pertanian Subsektor Perkebunan di Bandung Barat sebanyak 825 rumah tangga.
Jumlah rumah tangga yang mengusahakan tanaman tahunan jauh lebih banyak
dibandingkan jumlah rumah tangga yang mengusahakan tanaman semusim. Sebanyak
824 rumah tangga mengusahakan tanaman tahunan, sementara jumlah rumah tangga
yang mengusahakan tanaman semusim sebanyak 1. Rumah tangga usaha pertanian
Subsektor Perkebunan terbanyak di Bandung Barat berada di KecamatanGununghalu,
yaitu sebanyak 6 229 rumah tangga. Kecamatan dengan jumlah rumah tangga usaha
pertanian Subsektor Perkebunan terbanyak kedua dan ketiga berturut-turut adalah
kecamatan Sindangkerta (3 923 rumah tangga) dan Kecamatan Rongga (3 907 rumah
tangga). Rumah tangga yang paling banyak mengusahakan tanaman tahunan berada di
Kecamatan Sindangkerta (3 917 rumah tangga), sementara untuk tanaman semusim
paling banyak diusahakan oleh rumah tangga di Gununghalu (4.626 rumah tangga).

Tabel 1.59 Jumlah Rumah Tangga Usaha Perkebunan Menurut Kecamatan


dan Jenis Tanaman.

Jumlah Rumah Tangga Usaha


Perkebunan
No Kecamatan Total
Tanaman Tanaman
Tahunan Semusim
1 Rongga 3.907 2.359 2.009
2 Gununghalu 6.229 2.440 4.686
3 Sindangkerta 3.923 3.917 25
4 Cililin 1.973 1.949 39
5 Cihampelas 466 464 4
6 Cipongkor 371 3.068 11
7 Batujajar 28 28 -
8 Saguling 1.321 1.321 9
9 Cipatat 854 853 1
10 Padalarang 646 646 -
11 Ngamprah 705 703 3
12 Parongpong 75 71 4
13 Lembang 825 824 1
14 Cisarua 1.296 1.294 3
15 Cikalongwetan 4.593 4.589 7
16 Cipeundeuy 3.162 3.161 2
Jumlah 30.374 27.687 6.804

Secara umum, enam tanaman tahunan berdasarkan banyaknya rumah tangga yang
mengusahakan di Bandung Barat berturut-turut adalah kopi (11 130 rumah tangga),
kelapa (11 050 rumah tangga), cengkeh (6 876 rumah tangga), karet (1 611 rumah
tangga), kakao (106 rumah tangga), dan kelapa sawit (48 rumah tangga).
Kecamatan dengan rumah tangga yang paling banyak mengusahakan kelapa adalah
kecamatan Cipeundeuy (2 327 rumah tangga), diikuti kecamatan Cipongkor (1 437 rumah
tangga). Karet paling banyak diusahakan oleh rumah tangga di kecamatan cipeundeuy

1-133
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

(0,51 juta rumah tangga), diikuti Cikalong Wetan (368 rumah tangga). Kakao paling
banyak diusahakan oleh rumah tangga di kecamatan Saguling (36 rumah tangga), diikuti
kecamatan Sindangkerta (26 rumah tangga). Kopi banyak diusahakan oleh rumah tangga
di sindangkerta (2 649 rumah tangga) dan kecamatan Rongga ( 1 412 rumah tangga).
Cengkeh paling banyak diusahakan oleh rumah tangga di kecamatan Cikalong Wetan (2
825 rumah tangga), diikuti kecamatan Cisarua ( 1 128 rumah tangga). Kelapa sawit paling
banyak diusahakan oleh rumah tangga kecamatan Rongga,kecamatan Cililin,dan
kecamatan Cipongkor masing-masing 4 rumah tangga.

Tabel 1.60 Jumlah Rumah Tangga Usaha Perkebunan Tanaman Tahunan Menurut
Kecamatan dan Jenis Tanaman, ST2013

Rumah Jenis Tanaman yang Diusahakan/Dikelola


Tangga
No Kecamatan Usaha Cengke Kelapa
Tanaman Kakao Karet Kelapa Kopi
h Sawit
Tahunan
1 Rongga 2.359 97 3 4 1.246 1.412 4
2 Gununghal 2.440 374 3 - 549 1.366 2
u
Sindangkert
3 3.917 232 26 3 1.412 2.692 2
a
4 Cililin 1.949 366 12 - 654 1.337 4
5 Cihampelas 464 53 4 2 379 114 -
6 Cipongkor 3.068 162 4 2 1.437 1.009 4
7 Batujajar 28 6 - - 9 12 -
8 Saguling 3.321 69 36 8 1.053 733 2
9 Cipatat 853 55 2 39 631 216 -
10 Padalarang 646 600 1 1 69 59 1
11 Ngamprah 703 597 - - 82 94 1
12 Parongpon 71 60 - - 1 11 -
g
13 Lembang 428 121 - 1 4 693 1
14 Cisarua 1.294 1.128 1 - 30 296 2
15 Cikalongwe 4.589 2.885 7 368 1.167 879 3
tan
16 Cipeundeuy 3.161 71 9 1.183 2.327 207 22

Jumlah 27.687 6.876 108 1.611 11.050 11.130 48

Empat tanaman semusim yang paling banyak diusahakan di Bandung Barat berturut-turut
adalah tembakau (82 rumah tangga), tebu (40 rumah tangga), nilam (1 rumah tangga),
dan sereh wangi (6 691 rumah tangga). Usaha perkebunan tanaman semusim banyak
didominasi oleh rumah tangga yang berada di Kecamatan Gununghalu.
Kecamatan dengan rumah tangga yang paling banyak mengusahakan tembakau adalah
Gununghalu (36 rumah tangga), diikuti Kecamatan Cililin (33 rumah tangga). Tebu paling
banyak diusahakan oleh rumah tangga di Kecamatan Gununghalu (11 rumah tangga),
diikuti Kecamatan Sindangkerta (8 rumah tangga).

1-134
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Nilam hanya diusahakan oleh rumah tangga di Kecamatan Cililin (1 rumah tangga). Sereh
wangi banyak diusahakan oleh rumah tangga di Kecamatan Gununghalu (4 653 rumah
tangga) dan Kecamatan Rongga (2 002 rumah tangga).
Tabel 1.61 Jumlah Rumah Tangga Usaha Perkebunan Tanaman Semusim Menurut
Kecamatan dan Jenis Tanaman, ST2013

No Kecamatan Rumah Tangga Jenis Tanaman yang Diusahakan/Dikelola


Usaha Tanaman
Semusim Nilam Sereh Tebu Tembakau
Wangi

1 Rongga 2.009 - 2.002 3 4


2 Gununghalu 4.686 - 4.653 11 36
3 Sindangkerta 25 - 10 8 7
4 Cililin 39 1 2 3 33
5 Cihampelas 4 - 4 - -
6 Cipongkor 11 - 4 5 1
7 Batujajar - - - - -
8 Saguling 9 - 2 8 -
9 Cipatat 1 - - 1 -
10 Padalarang - - - - -
11 Ngamprah 3 - 2 1 -
12 Parongpong 4 - - - -
13 Lembang 1 - - - 1
14 Cisarua 3 - 3 - -
15 Cikalongwetan 7 - 7 - -
16 Cipeundeuy 2 - 2 - -
Jumlah 6.804 1 6.691 40 82

Jika dilihat dari jumlah tanamannya, populasi tanaman tahunan terbesar yang diusahakan
oleh rumah tangga adalah kopi, yakni sebanyak 3 985 314 pohon yang banyak berada di
Kecamatan Sindangkerta dan Kecamatan Lembang. Populasi terbesar kedua adalah
tanaman karet, yaitu sebanyak 599 786 pohon yang banyak diusahakan di Kecamatan
Cipeundeuy dan Kecamatan Cikalong Wetan. Tanaman cengkeh menempati posisi ketiga
terbesar yang paling banyak diusahakan rumah tangga, yaitu sebanyak 205 868 pohon.
Kakao paling banyak berada di Kecamatan Cililin dan Kecamatan Saguling.
Selain tanaman kopi, karet, dan cengkeh, potensi subsektor perkebunan juga pada
komoditas kelapa (82 568 pohon), kelapa sawit (6 377 pohon), kakao (3 788 pohon).
Kecamatan dengan rumah tangga yang paling banyak mengusahakan kelapa adalah
Kecamatan Cipeundeuy (20 536 pohon), diikuti Kecamatan
Sindangkerta (13 486 pohon). Kelapa sawit paling banyak diusahakan oleh rumah tangga
di Kecamatan Cipeundeuy (5 367 pohon), diikuti Kecamatan Cikalong Wetan (752
pohon). Kakao banyak diusahakan oleh rumah tangga di Kecamatan Cililin (2 251 pohon)
dan Kecamatan Saguling (897 pohon).
Tabel 1.61 Jumlah Pohon/Lajar/Rumpun Tanaman Tahunan yang Diusahakan/Dikelola
Rumah Tangga Usaha Perkebunan Menurut Kecamatan dan Jenis Tanaman, ST2013

1-135
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Jenis Tanaman yang Diusahakan/Dikelola


No Kecamatan Kelapa
Cengkeh Kakao Karet Kelapa Kopi
Sawit

1 Rongga 4.501 120 104 12.084 410.91 30


2 Gununghalu 8.253 6 - 1.981 346.352 2
3 Sindangkerta 2.024 236 504 13.486 0
1.496. 16
4 Cililin 11.456 2.251 - 3.936 094
405.52 70
5 Cihampelas 1.943 17 21 1.922 1
6.482 -
6 Cipongkor 2.282 8 6 9.776 116.23 119
7 Batujajar 1.036 - - 116 6
8.695 -
8 Saguling 1.160 897 6.105 5.142 77.374 4
9 Cipatat 1.595 52 31.956 5.725 48.780 -
10 Padalarang 20.170 5 20 596 13.226 6
11 Ngamprah 25.440 - - 577 9.307 5
12 Parongpong 3.897 - - 6 23.398 -
13 Lembang 2.827 - 5 131 520.86 1
14 Cisarua 50.419 1 - 115 7
81.637 5
15 Cikalongwetan 68.481 113 111.68 6.439 414.33 752
16 Cipeundeuy 384 82 7
447.73 20.536 9
6.096 5.367
Jumlah 205.868 3.788 8
599.78 82.568 3.985. 6.377
6 314

Tabel 1.62 Jumlah Pohon/Lajar/Rumpun Tanaman Tahunan yang Diusahakan/Dikelola


Rumah Tangga Usaha Perkebunan yang Belum Berproduksi, ST2013

Jenis Tanaman yang Diusahakan/Dikelola


No Kecamatan Kelapa
Cengkeh Kakao Karet Kelapa Kopi
Sawit

1 Rongga 792 30 50 3.235 90.638 11


2 Gununghalu 1.940 1 - 333 121.82 1
3 Sindangkerta 939 31 2 3.891 9
634.14 1
4 Cililin 3.294 1.141 - 617 6
141.95 62
5 Cihampelas 960 11 20 466 0
938 -
6 Cipongkor 871 - 2 2.158 64.332 50
7 Batujajar 8 - - 10 1.275 -
8 Saguling 80 60 6.100 1.149 18.486 3
9 Cipatat 344 14 14.507 1.452 19.653 -
10 Padalarang 8.049 5 20 219 574 -
11 Ngamprah 5.330 - - 84 842 -
12 Parongpong 2.091 - - - 8.073 -
13 Lembang 861 - 5 60 315.22 -
14 Cisarua 11.892 - - 24 6
37.513 2
15 Cikalongwetan 14.361 5 65.142 593 121.65 250
16 Cipeundeuy 71 41 189.653 2.789 5
386 2.271

1-136
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Jenis Tanaman yang Diusahakan/Dikelola


No Kecamatan Kelapa
Cengkeh Kakao Karet Kelapa Kopi
Sawit

Jumlah 51.838 1.339 277.481 16.990 1.577. 2.651


516

Tabel 1.63 Data Sarana & Prasarana Teknologi Pertanian Tepat Guna
di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 – 2017
Realisasi Pembangunan, Perbaikan dan Pemeliharaan
Sarana dan Prasarana Pertanian/Perkebunan
No Tahun Sumber-
BPP JUT JIDES JITUT JIAT sumber
Air
1 2010 2 6 lokasi 8 lokasi 7 lokasi - -
23 25 23
2 2011 3 - -
lokasi lokasi lokasi
3 2012 - 2 lokasi 6 lokasi 2 lokasi - -
4 2013 - 5 lokasi 5 lokasi 3 lokasi - -
17
5 2014 1 - 5 lokasi - -
lokasi
28 53
6 2015 - 7 lokasi 8 lokasi 86 lokasi
lokasi lokasi
32 11
7 2016 1 2 lokasi 2 lokasi -
Lokasi Lokasi
24
8 2017 - 2 lokasi - - 8 Lokasi
Lokasi
Sumber Data :DPKP, Kabupaten Bandung Barat, 2017

Data Kelompok Tani (Poktan) Ternak penerima bantuan hewan ternak/bibit hewan ternak
dari PemKabupaten Kabupaten Bandung Barat, dari Propinsi Jawa Barat dan dari
Pemerintah Pusat, adalah:

1-137
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.64 Data Jumlah Kelompok Tani (Poktan) Ternak


Penerima Bantuan Hewan Ternak Tahun 2016-2017
Jumlah Poktan
Ternak Penerima
No Hewan Ternak
Bantuan
2016 2017
1 Sapi Potong 6 10
2 Sapi Perah 9 7
3 Domba 90 36
4 Kambing 10 11
5 Kerbau - 4
6 Kelinci - -
7 Ayam Buras - 4
8 Ayam Pelung - -
9 Itik 3 1
10 Puyuh 2 -
11 Ayam arab - -
Jumlah 120 73
Sumber Data : Dinas Perikanan & Peternakan Kabupaten Bandung Barat, 2017

Tabel 1.65 Data Potensi Populasi Ternak


Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 - 2017
Populasi Ternak
No Kecamatan Sapi Sapi
Domba Kambing Kuda Kerbau
Potong Perah

1 Rongga 58 - 20,951 2,697 - 643


2 Gununghalu 176 74 64,748 3,616 - 696
3 Sindangkerta 54 11 21,782 1,104 16 451
4 Cililin 206 - 31,565 2,283 6 174
5 Cihampelas 391 - 28,904 2,652 306 51
6 Cipongkor 22 - 21,627 2,534 - 552
7 Batujajar 126 - 24,541 1,202 227 114
8 Cipatat 88 - 35,203 5,967 160 166
9 Padalarang 96 - 23,368 2,038 621 67
10 Ngamprah 152 2,419 18,353 571 63 102
11 Parongpong 127 6,351 17,730 1,114 556 12
12 Lembang 238 20,805 17,918 1,048 526 -
13 Cisarua 136 8,361 34,636 1,042 181 53
14 Cikalongwetan 4,371 16 22,874 1,647 137 233
15 Cipeundeuy 103 - 46,513 5,761 477 275
16 Saguling 92 - 24,537 182 142 114
Jumlah 2017 6.436 38.037 455.250 35.458 3.418 3.703

Sumber Data : Dinas Perikanan & Peternakan, Kabupaten Bandung Barat, 2017

1-138
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.66 Rekapitulasi Populasi Ternak


Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 – 2016
Populasi Tahun
No
Ternak 2013 2014 2015 2016 2017
Ternak          
1 Sapi Potong 5.185 6.529 6.309 6.572 6.436
2 Sapi Perah 33.795 34.664 35.853 37.998 38.037
3 Domba 437.487 441.249 446.28 455.512 455.25
4 Kambing 35.106 35.429 35.281 36.14 35.458
5 Kuda 3.384 3.432 3.401 3.437 3.418
6 Kerbau 3.558 3.581 3.63 3.695 3.703
Unggas          
1 Ayam Buras 1.812.369 1.829.768 1.848.798 1.886.794 1.885.959
Ayam
2 4.300.761 4.049.754 4.322.292 4.459.738 4.343.930
Pedaging
Ayam
3 179.98 182.608 180.43 186.079 180.881
Petelur
4 Itik 235.207 237.138 239.934 254.753 244.757
Sumber Data : Dinas Perikanan & Peternakan, Kabupaten Bandung Barat, 2017

Berdasarkan laporan hasil pemantauan, pembinaan dan pengawasan DPMPTSP tahun


2017, data Perusahaan PMA dan PMDN serta perkembangan potensi investasi di
Kabupaten Bandung Barat adalah:

Tabel 1.67 Data Jumlah Tenaga kerja dan Perusahaan


PMA dan PMDN Wajib LKPM
di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2017
WAJIB LKPM
PMA PMDN
Jumlah Jumlah
Jumlah Tenaga Jumlah Jumlah Tenaga Jumlah
Lokasi Kerja Investasi (Rp.) Lokasi Kerja Investasi (Rp.)
(orang) (orang)

50 1.742 790.561.850.000 18 2.387 201.503.761.125


Sumber: DPMPTSP Kabupaten Bandung Barat 2017

1-139
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.68 Data Perkembangan Realisasi Investasi


di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013-2017
Realisasi Investasi Realisasi Investasi Total Realisasi
No Tahun
PMA (Rp) PMDN (Rp) Investasi (Rp)
6.232.595.155.98 5.984.690.427.60 12.217.285.583.58
1 2013
3 4 7
6.872.072.655.98 6.863.535.531.59 13.735.608.187.57
2 2014
3 2 5
7.994.841.055.98 7.037.787.331.59 15.032.628.387.57
3 2015
3 2 5
8.130.867.357.31 7.873.375.650.85 16.004.243.008.16
4 2016
3 2 5
2017 8.921.429.207.31 8.074.879.411.97 16.996.308.619.29
5
(triwulan III) 3 7 0
Sumber: DPMPTSP, Kabupaten Bandung Barat 2017

Tabel 1.69 Data Realisasi Penerbitan Perizinan di KBB 2015-2017

TAHUN
NO NAMA IZIN/NON PERIZINAN
2015 2016 2017
1 Izin Pemanfaatan Tanah 39 56 45
2 Izin Mendirikan Bangunan 309 374 290
3 Izin Gangguan 166 154 33
4 Surat Rekomendasi Tower - - 19
5 Izin Pemanfaatan Badan Jalan - - 2
6 Izin Usaha Toko Modern 8 6 3
7 Izin Usaha Perdaganggan 1149 1177 860
8 Izin Usaha Industri 43 47 46
9 Tanda Daftar Usaha Pariwisata - - 5
10 Izin Reklame 215 179 235
11 Izin Usaha Jasa Konstruksi 93 95 81
12 Tanda Daftar Perusahaan 1125 1230 935
13 Tanda Daftar Gudang 11 10 11
14 Tanda Daftar Industri 62 42 25
15 IMTA - - 9
16 Izin Praktek dr Umum - - 5
17 Izin Praktek Dokter Gigi - - 3
18 Izin Praktik Dokter Spesialis - - 4
19 Izin Praktik Bidan - - 12
20 Izin Praktik Farmasi - - 5
21 Izin Perawat - - 34
22 Izin Apotek - - 2
23 Izin Mendirikan Klinik Pratama - - 2
24 Izin Operasional Unit Dialisis - - 1
25 Izin Praktik Apoteker - - 11
26 Izin Praktik Asisten Apoteker - - 5
27 Surat Izin Pengobatan Tradisional - - 5
28 Surat Izin Toko Obat - - 1
29 Izin Praktik Fisioterafis - - 1

1-140
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

TAHUN
NO NAMA IZIN/NON PERIZINAN
2015 2016 2017
30 Izin Praktik Refraksionis Oftisian - - 1
  TOTAL 3.22 3.37 2.691
Sumber: DPMPTSP, Kabupaten Bandung Barat 2017
Dengan posisi yang strategis, berada di antara DKI Jakarta dan Kota Bandung, dengan
tingkat aksesibilitas dan mobilitas yang tinggi, maka sektor pariwisata juga semakin
meningkat. Berbagai daya tarik wisata di atas juga pada akhirnya memunculkan
pertumbuhan sektor-sektor terkait lainnya, sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan
wisatawan, seperti perhotelan, restoran dan kafe, dan sarana akomodasi lainnya. Efek
tetesan ini begitu signifikan dirasakan oleh Kabupaten Bandung Barat, dengan
menjamurnya pembangunan hotel dan restoran yang akhirnya mengancam kondisi
lingkungan dan geografis KBB, yang terkenal sebagai bagian dari Kawasan Bandung
Utara yang harus dikonservasi.
Selain itu, semakin berkembangnya pengemasan daya tarik wisata dengan konsep-
konsep baru, juga menjadi daya tarik tersendiri. KBB memiliki potensi kekayaan geologis
yang menawan dan juga diliputi oleh sejarah pembentukan bumi yang berarti. Kekayaan
tersebut dapat dikemas menjadi sebuah konsep pengembangan wisata baru, geopark
atau taman bumi, seperti yang akan dikembangkan di Kawasan Citatah dan Stone
Garden Padalarang. Menurut UNESCO (2010), geopark adalah kawasan geologis,
termasuk fitur-fitur spesifik dari geologis yang signifikan, jarang ditemukan atau dalam
bentuk keindahan yang juga memiliki nilai ekologis, arkeologis, sejarah dan budaya untuk
pengembangan perekonomian lokal lewat konservasi, edukasi dan pariwisata. Geopark
menggunakan sumber daya lokal, baik sumber daya geologis, biologis, arkeologis,
sejarah dan budaya, untuk membangun ekonomi lokal lewat konservasi, edukasi dan
pariwisata. Tidak seperti sistem konservasi lainnya yang memprioritaskan perlindungan,
sistem geopark menyeimbangkan perlindungan dan pemanfaatan. Contohnya pada
sistem perlindungan seperti kawasan lindung dalam berbagai bentukan alami yang sering
bertentangan dengan pengembangan perumahan bagi masyarakat lokal, karena
sebenarnya bentukan alam ini tidak cocok untuk aktivitas perumahan. Walaupun begitu,
geopark tidak memiliki batasan pemanfaatan apapun untuk seluruh penghuni kawasan
tersebut karena belum terdefinisi secara spesifik.

1-141
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Gambar 1.48 Kombinasi Unsur-unsur Penyusun Geopark

Tujuan Utama Pembangunan Ekonomi Regional Berkelanjutan

3 Tujuan Perencanaan Konservasi + Edukasi + Pariwisata

Penerapan Konsep Penerapan Konsep Pemanfaatan yang Seimbang (Konservasi dan Penggunaan
Kawasan)

Faktor Tambahan Biologi + Sejarah + Budaya + Arkeologi + Manusia

Metode Pendekatan Umum

Kondisi Awal Bentang Alam yang Luar Biasa


(secara Topografi dan Geologi)

Sumber: National Park Service National Geoparks Secretariat of Korea, 2013

Hingga saat ini tercatat ada 28 negara dan 92 situs yang tercatat sebagai anggota Global
Geopark Network per Juni 2013, antara lain 20 negara dengan 53 situs di Eropa, 2
negara dengan 2 situs di Amerika dan 6 negara dengan 36 situs di Asia, salah satunya
adalah Geopark Jeju Island di Korea Selatan dan Geopark Batur di Indonesia. Selain itu
masih banyak lagi geopark-geopark yang masih berjuang untuk masuk menjadi anggota
dari GGN agar mendapatkan berbagai manfaat untuk pengembangan sekaligus
konservasi geopark di kawasan masing-masing. Geopark-geopark tersebut mayoritas
sudah ditetapkan menjadi geopark nasional di negaranya masing-masing dan
membutuhkan pengakuan dunia lewat GGN UNESCO.
Seperti yang dituliskan oleh National Park Service National Geoparks Secretariat of
Korea (2013), banyak sekali manfaat yang didapatkan oleh sebuah negara atau minimal
kawasan, atas penetapan kawasannya sebagai geopark, terutama setelah menjadi
anggota dari GGN UNESCO antara lain sebagai berikut.

1-142
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

1. Revitalisasi ekonomi lokal dengan peningkatan populasi penduduk dan wisatawan,


penyediaan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan
2. Peningkatan publikasi dan citra kawasan dengan peningkatan citra lokal, gengsi dan
rasa persatuan antara seluruh penghuni kawasan
3. Mengatasi keterbatasan sistem kawasan eksisting dengan minimasi tingkat tekanan
seperti yang timbul dari pembatasan aktivitas dan top-down manajemen oleh
pemerintah atau pengelola.
Manfaat-manfaat penetapan geopark tersebut dapat menguntungkan semua pihak yang
terkait, masyarakat lokal sebagai pihak yang terkait langsung dengan geosites, industri
pariwisata yang dapat meningkatkan kualitas pelayanannya yang berdampak pada
peningkatan kelas pelayanan dan kelas pasar yang menjadi target, juga setiap level
pemerintahan yang mendapatkan citra positif, sambil terus mensejahterakan
masyarakatnya juga mengkonservasi kawasan lindungnya.

1.8.7 Kondisi Sarana dan Prasarana Wilayah


A. Energi dan Kelistrikan
Pelayanan listrik Kabupaten Bandung Barat berasal dari PT. Perusahaan Listrik Negara
(PLN Persero) distribusi Jawa Barat dan kebutuhan akan energi listrik dewasa ini
semakin meningkat karena semakin berkembangnya pembangunan sektor industri
pengolahan beberapa tahun terakhir. Sebagian besar kebutuhan listrik baik industri
maupun untuk rumah tangga di Kabupaten Bandung Barat dilayani oleh Perusahaan
Umum Listrik Negara (PLN). Sumber daya listrik yang kurang optimal menjadi salah satu
isu utama dalam pemenuhan energi dan kelistrikan di Kabupaten Bandung Barat.
Waduk Saguling dan Waduk Cirata merupakan salah satu sumber tenaga listrik bagi
kawasan Kabupaten Bandung Barat melalui teknologi PLTA. Waduk Saguling merupakan
salah satu dari waduk terpenting di Indonesia, karena menyuplai air ke pembangkit listrik
tenaga air Saguling di mana sekitar 700 MW dari kebutuhan listrik se-Jawa dan Bali.
Sungai Citarum, yang merupakan sumber air utama dari Waduk Saguling, tercemar 260
ton limbah domestik setiap harinya. Sedangkan, Waduk Cirata mulai berdiri tahun 1987
yang diawali dengan proses penggenangan selama 1 tahun. Pembangunan Waduk
Cirata bertujuan sebagai pembangkit listrik tenaga air untuk memenuhi kebutuhan listrik
Jawa-Bali. Waduk Cirata dibangun dengan membuat Waduk setinggi 125 m dengan
panjang 500 m. Waduk Cirata mempunyai daya tampung sebesar 2.165.000.000 m 3 air
dengan puncak elevasi air maksimum sebesar 221 m dpl. Sedangkan luas wilayah Cirata
adalah seluas 7.111 Ha dengan luas genangan sebesar 6.200 Ha.
Di Kabupaten Bandung Barat terdapat rencana pengembangan prasarana untuk
menunjang kegiatan pariwisata meliputi perencanaan kebutuhan prasarana pariwisata
yang termasuk di dalamnya adalah jalan, jembatan, listrik, air bersih, dan lain sebagainya.
Rencana pengembangan sistem prasarana listrik dan energi di Kabupaten Bandung
Barat adalah sebagai berikut:
a. Pembangkit tenaga listrik dikembangkan untuk memenuhi penyediaan listrik
sesuai dengan kebutuhan yang mampu mendukung kegiatan perekonomian.

1-143
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

b. Jaringan transmisi tenaga listrik dikembangkan untuk menyalurkan energi listrik


antar sistem yang menggunakan kawat saluran udara atau kabel bawah tanah.
Di wilayah bagian selatan yang terdiri atas Kecamatan Cililin, Sindangkerta, Cipongkor,
Gununghalu, dan Rongga, infrastruktur masih menjadi keluhan terbesar masyarakatnya.
Pemkab Bandung Barat menjalin kerja sama dengan PT PLN (persero) yang merupakan
Corporate Social Responsibility (CSR) dari pembangunan PLTA Upper Cisokan Pumped
Storage senilai Rp225 miliar, agar pembangunan di wilayah selatan tidak jauh berbeda
dengan di wilayah lainnya. Dengan adanya pembangunan megaproyek PLTA Upper
Cisokan ini, tentu akan turut mendorong percepatan pembangunan di Kabupaten
Bandung Barat, terutama dalam peningkatan infrastruktur termasuk sarana kesehatan,
pendidikan, dan irigasi, khususnya di wilayah selatan.
Kabupaten Bandung Barat memenuhi kebutuhan energi nasional dengan tiga pembangkit
listrik utama yaitu PLTA Saguling, Cirata dan sebagian Jatiluhur. Di samping itu PLTA
Cisokan akan dibangun dengan pumped storage di Kecamatan Rongga dengan
kapasitas 1.040 MW. Pembangkit listrik ini menambah posisi strategis untuk
mengembangkan pertumbuhan ekonomi daerah. Di samping itu, Tangkuban Perahu yang
letaknya di Kecamatan Lembang memiliki potensi cadangan geothermal sebesar 190
MW. Pengembangan Bio Ethanol dari singkong akan segera diintensifkan di beberapa
kawasan di Kabupaten Bandung Barat. Sumber energi yang terbaru ini menunggu para
investor untuk mengembangkan potensinya. Industri di Kabupaten Bandung Barat setiap
hari mengonsumsi 1200 ton batubara. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi di
Kabupaten Bandung Barat dapat dipenuhi dengan berbagai macam sumber yang ada.
Pada saat ini Waduk Cirata dimanfaatkan salah satunya sebagai sumber air PLTA. Pada
tahun 1987, PT. PLN (Persero) mendirikan PLTA Cirata dengan tujuan sebagai sarana
pembangkit listrik untuk melayani keperluan listrik di wilayah Jawa-Bali. Untuk keperluan
tersebut, maka dibangunlah Waduk Cirata sebagai penampung air untuk menggerakkan
turbin sehingga dapat menghasilkan listrik. PLTA Cirata didesain untuk dapat
menghasilkan daya listrik terpasang sebesar 1008 MW atau energi per tahunnya sebesar
1.132,72 GWh per tahun.
Kebutuhan listrik wilayah Kabupaten Bandung Barat dilayani oleh PT PLN (Persero).
Pada umumnya sumber penerangan yang terdapat di Kabupaten Bandung Barat
bersumber dari listrik yang berasal dari PLN. Secara umum jaringan listrik yang terdapat
di wilayah perencanaan Kabupaten Bandung Barat sampai saat ini sudah dapat melayani
seluruh masyarakat di Kabupaten Bandung Barat, untuk Penduduk yang memperoleh
penerangan bukan berasal dari PLN terdapat di Kecamatan Cililin, Sindangkerta,
Gununghalu, Rongga, Cipongkor, Lembang, Cisarua, Ngamprah dan Ciklongwetan.
Jaringan listrik di Kabupaten Bandung Barat sudah melayani sebagian besar dari
kebutuhan penerangan penduduk. Dalam rangka memberikan pelayanan kelistrikan yang
baik harus diperhatikan beberapa hal antara lain peningkatan pelayanan kepada
masyarakat dan peningkatan kapasitas terpakai yang disesuaikan dengan perkembangan
daerah Kabupaten Bandung Barat dan kebutuhan penduduk. Kebutuhan listrik wilayah
Kabupaten Bandung Barat dilayani oleh PT PLN (Persero) Power Indonesia yang
mengeluarkan daya sebesar 700MVA yang senilai dengan 700,000,000.00 Watt. Masih
terdapat penduduk di beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung Barat yang
memperoleh sumber penerangan bukan dari PLN tapi dari sumber lain, misalnya

1-144
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

menggunakan lampu minyak tanah. Hal ini mungkin saja terjadi karena pihak PLN yang
belum mampu mendirikan gardu-gardu listrik yang dapat melayani penduduk sampai ke
pelosok desa yang ada di kecamatan (kapasitas PLN terbatas) dan belum adanya
permintaan dari penduduk setempat (daerah pelosok).
Berdasarkan data tahun 2013 tersebut, Unit pelayanan jaringan Padalarang memiliki
penjualan listrik tertinggi, berkontribusi sekitar 71% dari jumlah empat unit pelayanan
jaringan di Kabupaten Bandung Barat. Hal ini berkaitan erat dengan aktivitas yang relatif
tinggi yang ada di kawasan UPJ Padalarang.
B. Telekomunikasi
Saat ini, sistem pola jaringan kabel telepon yang ada di Kabupaten Bandung Barat masih
memanfaatkan sentral telepon otomat (STO) yang sudah ada di Kabupaten Bandung
Barat sejak dahulu. Dari sentral telepon tersebut kemudian diteruskan ke Rumah-rumah
Kabel (RK) dan diteruskan ke jaringan transmisi yang selanjutnya ke drop wire dan
akhirnya ke rumah-rumah atau tempat kegiatan lainnya.
C. Air Bersih
Cakupan pelayanan air bersih di wilayah perkotaan yang sudah terlayani PDAM, adalah
sebagian Kecamatan Padalarang, Batujajar, Ngamprah, Cililin, Cikalongwetan, Lembang,
dan Cisarua. Sedangkan cakupan penyediaan air bersih, di wilayah perdesaan adalah
sebagian Kecamatan Cipatat, Sindangkerta, Cipongkor, Gununghalu, Rongga,
Cipeundeuy, Parongpong, dan Cihampelas. Untuk wilayah perdesaan, sumber air bersih
berasal dari mata air, sumur dangkal dan sumur bor, dengan sistem distribusi
menggunakan pompa atau pipa gravitasi. Pengguna layanan PDAM pada tahun 2015 di
dominasi oleh rumah tangga sebesar 92%, sedangkan niaga dan industri mendekati
angka nol persen.
Gambar 1.49 Diagram Presentase Pelanggam PDAM Menurut Jenis Konsumen di
Kabupaten Bandung Barat 2015

Sumber: Kabupaten Bandung Barat dalam Angka 2016

1-145
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Pelayanan PDAM belum mencakup seluruh kecamatan. Pada tahun 2018 dari 16
kecamatan di Kabupaten Bandung Barat, terdapat 6 kecamatan yang menjadi layanan
PDAM yaitu kecamatan Cililin, Batujajar, Padalarang, Lembang, Cisarua, dan
Cikalongwetan.

Tabel 1.70 Jumlah penduduk yang telah terlayani oleh PDAM Hingga Tahun 2018

Penduduk
Jumlah Penduduk
Terlayani
No. Kecamatan Pendudu Terlayani PDAM % Pelayanan
BUMD
k Tirtaraharja
PMgS
- -
1 Rongga -
55,567
-
2 Gunung Halu - -
75,862
- -
3 Sindangkerta -
69,004
4 Cililin - 8,445 9.38%
89,996
- -
5 Cihampelas -
114,938
- -
6 Cipongkor -
90,245
7 Batujajar - 3,670 3.79%
96,960
8 Saguling - - -
30,692
-
9 Cipatat - -
131,798
10 Padalarang 2,570 9,240 6.68%
176,732
11 Ngamprah 13,410 - 7.67%
174,872
- -
12 Parompong -
111,590
13 Lembang - 12,520 6.44%
194,560
14 Cisarua 2,405 18,415 28.08%
74,156
Cikalong
15 205 2,150 1.92%
Wetan 122,656
- - -
16 Cipeundeuy
82,092
Total 18,590 54,440 4.32%
1,691,720
Sumber: Data PT. Perdana Multi Guna sarana Bandung Barat

1-146
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.101 Produksi, Distribusi, Terjual, Kebocoran, Pendapatan dan Tarif Rata-rata Air
PDAM Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013

Tarif
Rata-
Kecamatan Produksi Distribusi Terjual Kebocoran Pendapatan rata
No.
Pelayanan (m3) (m3) (m3) (%) ( Rp) Per
m3
(Rp)
1 Rongga - - - - - -
2 Gununghalu - - - - - -
3 Sindangkerta - - - - - -
4 Cililin 425.808 404.628 300.655 25,70 982.107.900 3.267
5 Cihampelas - - - - - -
6 Cipongkor - - - - - -
7 Batujajar 532.335 531.646 403.372 24,13 982.021.275 2.435
8 Saguling - - - - - -
9 Cipatat - - - - - -
10 Padalarang 506.502 504.798 333.983 33,84 1.214.311.600 3.636
11 Ngamprah - - - - - -
12 Parongpong - - - - - -
13 Lembang 814.774 813.837 498.941 38,69 1.886.675.600 3.781
14 Cisarua 989.773 941.053 754.753 19,80 2.172.557.400 2.879
15 Cikalongwetan 100.643 100.328 82.657 17,61 290.752.200 3.517
16 Cipeundeuy - - - - - -
Jumlah/Total 3.369.835 3.296.290 2.374.361 27,97 7.582.398.975 3.171
2012 3.381.110 3.181.413 2.390.191 24,87 8.032.520.225 3.361
Sumber: Kabupaten Bandung Barat dalam Angka 2015

Selain itu, terlaksannya penyediaan air bersih melalui Program PAMSIMAS (Penyediaan
Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) dengan Rincian :

1-147
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.72 Rekapitulasi Desa Penerima Pamsimas 2014-2018

No Desa Kecamatan Tahun Sumber dana

1 Sirnajaya Gununghalu 2014 APBN


2 Celak Gununghalu 2014 APBN
3 Gununghalu Gununghalu 2014 APBN
4 Kertawangi Cisarua 2014 APBD
5 Jambu Dipa Cisarua 2014 APBD
6 Bojongsalam Rongga 2014 APBN
7 Sirnagalih Cipendeuy 2014 APBN
8 Ciroyom Cipendeuy 2014 APBN
9 Margalaksana Cipendeuy 2014 APBN
10 Ciharashas Cipendeuy 2014 APBN
11 Karyawangi Parongpong 2015 APBN
12 Suntenjaya Lembang 2015 APBN
13 Karya Mukti Cililin 2015 APBN
14 Cipatat Cipatat 2015 APBN
15 Cihideung Parongpong 2015 APBN
Rajamandala
16 Cipatat 2015 APBN
Kulon
17 Margaluyu Cipendeuy 2015 APBN
18 Wargasaluyu Gununghalu 2015 APBN
19 Sukaresmi Rongga 2015 APBD
20 Sukasari Gununghalu 2015 APBD
21 Sindangjaya Gununghalu 2015 APBD
22 Tanjungwangi Cihampelas 2017 APBN
23 Citatah Cipatat 2017 APBN
24 Mandalamukti Cikalong wetan 2017 APBN
25 Cigugurgirang Parongpong 2017 APBN
26 Laksana Mekar Padalarang 2017 APBN
27 Tenjolaut Cikalong wetan 2017 APBN
28 Wangunsari Sindangkerta 2017 APBN
29 Nanggerang Clilin 2017 APBN
30 Nyalindung Cipatat 2017 APBN
Kidang
31 Clilin 2017 APBN
Pananjung
32 cipageran Saguling 2017 APBN
33 Buninagara Sindangkerta 2017 APBD
34 Girimukti Saguling 2017 APBD
35 Sumur Bandung Cipatat 2017 APBD
36 Cikadu Sindangkerta 2017 APBD
Gudang
37 Lembang 2018 APBN
Kahuripan
38 Cisomangbarat Cikalong wetan 2018 APBN
39 Bunijaya Gununghalu 2018 APBN
40 Cilangari Gununghalu 2018 APBN
41 Baranangsiang Cipongkor 2018 APBN
42 Kerta Mukti Cipatat 2018 APBN

1-148
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

No Desa Kecamatan Tahun Sumber dana

43 Ciwaruga Parongpong 2018 APBN


44 Sirnagalih Cipongkor 2018 APBN
45 Cikidang Lembang 2018 APBN
Cihanjuang
46 Parongpong 2018 APBN
Rahayu
47 Tugu mukti Cisarua 2018 APBN
48 Sadang Mekar Cisarua 2018 APBN
49 Nyenang Cipendeuy 2018 APBN
50 Mekarwangi Lembang 2018 APBN
51 Ngamprah Ngamprah 2018 APBN
52 Sukahaji Cipendeuy 2018 APBN
53 Wangunjaya Cikalong wetan 2018 APBN
54 Bojong mekar Cipendeuy 2018 APBN
55 Jayagiri Lembang 2018 APBN
56 Cipeundeuy Padalarang 2018 APBD
57 Karang Anyar Cililin 2018 APBD
58 Saguling Saguling 2018 APBD
59 Rende Cikalong wetan 2018 APBD
60 Nanggeleng Cipendeuy 2018 APBD

61 Ciptagumati Cikalong wetan 2018 APBN-stunting

62 Jatimekar Cipendeuy 2018 APBN-stunting

63 Cimerang Padalarang 2018 APBN-stunting

64 Ciburuy Padalarang 2018 APBN-stunting

65 Cipatik Cihampelas 2018 APBN-stunting

66 Pataruman Cihampelas 2018 APBN-stunting

67 Sindangkerta Sindangkerta 2018 APBN-stunting

68 Jati Saguling 2018 APBN-stunting


Sumber: Pamsimas Tahun 2018

D. Drainase
Drainase merupakan sistem jaringan saluran-saluran air yang digunakan untuk
pemusatan air hujan yang berfungsi menghindarkan genangan yang berada dalam suatu
kawasan atau dalam batas administrasi kota, ketersediaan atau ketercapaian pelayanan
sistem drainase dapat dilihat secara struktural berdasarkan pencapaian fisik yang
mengikuti pengembangan perkotaannya, maupun bersifat non-struktural, yaitu
terselenggaranya pengelolaan dan pelayanan drainase oleh pemerintah kota berupa
fungsionalisasi institusi pengelola drainase dan penyediaan peraturan yang mendukung
penyediaan dan pengelolaannya.

1-149
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Saluran drainase yang ada di Kabupaten Bandung Barat pada umumnya mengikuti pola
jaringan jalan, dimana arah aliran dari sebelah barat menuju timur mengikuti kemiringan
lahan. Sebagian saluran drainase yang ada masih terbuat dari konstruksi tanah,
sedangkan saluran dengan konstruksi beton/bata tertutup masih terbatas pada daerah
pusat kota terutama sekitar terminal dan pertokoan/pasar. Hanya beberapa jalan utama
yang dilengkapi dengan street inlet. Pada beberapa ruas jalan saluran drainase kurang
terpelihara dan banyak tersumbat oleh sampah yang menimbun di sekitar saluran. Hal ini
sangat mengganggu kapasitas dan fungsi saluran di musim hujan.
Pembangunan yang terjadi saat ini tidak diiringi dengan penambahan saluran drainase,
atau tidak berimbang antara pembangunan fisik bangunan dengan fasilitas drainase.
Saluran drainase yang ada saat ini hanya mampu menampung lima persen volume air
limpasan saat hujan. Kondisi fisik saluran drainase Kabupaten Bandung Barat kurang
sesuai dengan spesifikasi teknis yang dikehendaki. Rata – rata lebar drainase Kabupaten
Bandung Barat adalah 50 – 80 cm. Secara teknis, dimensi drainase yang baik atau ideal
memiliki lebar 1 meter. Situasi ini diperparah dengan penyumbatan pada saluran air,
sedimentasi sungai serta penutupan saluran akibat kegiatan pedagang kaki lima (PKL) di
badan jalan. Bila hujan lebat turun, hampir seluruh badan jalan terendam air banjir
dengan membawa material sampah, tanah dan pasir ke dalam gorong – gorong.
Pembangunan yang terjadi saat ini tidak berimbang antara pembangunan fisik bangunan
dengan fasilitas drainase. Saluran drainase yang ada saat ini hanya mampu menampung
5% volume air limpasan saat hujan. Kondisi fisik saluran drainase Kabupaten Bandung
Barat kurang sesuai dengan spesifikasi teknis yang dikehendaki. Rata-rata lebar drainase
Kabupaten Bandung Barat adalah 50 – 80 cm. Secara teknis, dimensi drainase yang baik
atau ideal memiliki lebar 1 meter.
Secara umum sistem drainase di Kabupaten Bandung Barat terbagi menjadi 2 (dua)
bagian yaitu drainase makro dan drainase mikro. Saluran pembuangan makro merupakan
saluran yang secara alami sudah ada di Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari 15
sungai sepanjang 265,05 Km, sedangkan saluran pembuangan mikro merupakan saluran
yang sengaja dibuat mengikuti pola jaringan jalan, namun sekitar 30% ruas jalan di
Kabupaten Bandung Barat belum memiliki saluran drainase sehingga terdapat beberapa
daerah menjadi rawan banjir dan genangan.
Kondisi saluran mikro di beberapa tempat terputus atau tidak berhubungan dengan
saluran bagian hilirnya. Secara keseluruhan sistem drainase di Kabupaten Bandung
Barat masih belum terencana dengan optimal. Selain drainase, penyebab terjadinya
daerah rawan banjir adalah karena tertutupnya street inlet oleh beberapa aktivitas
sehingga air hujan tidak bisa masuk ke dalam saluran drainase, adanya pendangkalan di
beberapa bagian saluran, konstruksi drainase yang tidak sesuai dengan kebutuhan di
lapangan, serta alih fungsi lahan dari kondisi alami menjadi lahan dengan fungsi
komersial seperti pertokoan, mall, jalan, perumahan, dan lain-lain sehingga tutupan lahan
pun berubah yang meningkatkan debit limpasan. Kondisi drainase yang tidak selaras
dengan tata ruang dan prasarana lainnya juga menimbulkan dampak negatif pada sarana
jalan dan menyebabkan banjir.
Pada saat ini, perencanaan umum saluran drainase di Kabupaten Bandung Barat akan
dikembangkan sistem drainase makro yang akan menjadi limpahan utama dari sistem
drainase perkotaan. Dapat juga dikembangkan konsep ekodrainase dalam

1-150
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

pengembangan sistem drainase sehingga aliran air dapat ditahan dengan menggunakan
sistem embung di sepanjang aliran. Konsep perencanaan sistem drainase yang akan di
kembangkan di Kabupaten Bandung Barat adalah dengan menangani inti permasalahan
yang terjadi ketidakseimbangan antara air hujan yang terinfiltrasi menjadi air tanah
dengan air larian (run off) karena terdapat ketidaksesuaian fungsi lahan.
Arah Pembangunan sistem drainase di Kabupaten Bandung Barat menurut dokumen
RP2KPKP (Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh
Perkotaan ) antara lain :
a. Identifikasi daerah mana yang memerlukan sistem drainase konvensional dan
daerah mana yang memerlukan sistem resapan air.
b. saluran drainase skala tersier pada kota-kota kecamatan dengan pengaliran pada
badan air penerima terdekat.
c. Peningkatan pemeliharaan gorong-gorong.
d. Perbaikan dan normalisasi pada saluran-saluran drainase yang sudah ada untuk
meningkatkan kapasitas saluran serta melaksanakan kembali normalisasi Sungai
Citarum sebagai saluran utama untuk daerah Cekungan Bandung.
e. Koordinasi dengan daerah sekitar terutama Kota Bandung, dalam hal pengelolaan
DAS Citarum Hulu yang terletak di wilayah Kota Bandung.
f. Pengendalian sungai agar tidak menjadi tempat sampah bagi masyarakat.
g. Mencegah pendangkalan pada sungai akibat sedimentasi.
h. Pembuatan embung penahan aliran (kolam tunggu) sebagai konsep dari
ekodrainase.
i. Penetapan kawasan lindung sumber daya air.
j. Menggalakkan program kebersihan swadaya masyarakat dalam menjamin
kesiapan jalur-jalur drainase menghadapi beban puncak/periode banjir tahunan.
k. Penataan bangunan sepanjang tepi sungai agar kapasitas alur sungai tidak
berkurang (tidak terjadi penyempitan).
l. Perbaikan dan normalisasi jaringan drainase yang ada (alam dan buatan) untuk
meningkatkan kapasitas saluran.
m. Pembangunan dan pengembangan kolam retensi di kawasan perkotaan.
n. Pembangunan sumur resapan di kawasan perkotaan.
o. Pembangunan dan pengembangan jaringan drainase di kawasan perkotaan.
p. Pembuatan embung penahan aliran tersebar di seluruh kecamatan.
q. Pengelolan sumberdaya air dengan bekerjasama dengan pemerintahan daerah
terdekat di daerah perbatasan dengan Kota/Kabupaten Lain.
r. Melanjutkan normalisasi Sungai Citarum sebagai saluran utama.
s. Pembuatan embung penahan aliran.
t. Diperlukan penentuan umur gorong-gorong sehingga pemakaiannya dapat lebih
optimal.
u. Redesain saluran dan gorong-gorong.
v. Penanganan micro drainage sebagai pelayanan publik perlu ditingkatkan.

1-151
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

E. Persampahan
Pengelolaan sampah merupakan salah satu hal yang menjadi tugas besar pemerintah
yang dapat dilakukan atas dasar kerja sama ataupun swadaya kepada masyarakat
maupun swasta. Pengelolaan sampah yang dimaksud berupa penanganan dan
pengurangan jumlah sampah yang dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas
pelayananan, cakupan pelayanan dan penyediaan berbagai fasilitas pendukung
pengelolaan sampah.
Pengelolaan sampah kota merupakan kebutuhan prasarana dasar yang harus dipenuhi
dalam kerangka pengelolaan pembangunan wilayah perkotaan. Permasalahan yang
diakibatkan oleh peningkatan volume timbulan sampah kota semakin hari semakin
kompleks, tidak hanya menyangkut permasalahan teknis operasional tetapi menyangkut
permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Penanganan sampah di Kabupaten
Bandung Barat dilaksanakan oleh UPTD Kebersihan dibawah Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Bandung Barat.
Sistem pengelolaan persampahan yang dilakukan dengan cara Kumpul - Angkut - Buang,
kedepan tidak akan menyelesaikan masalah sampah bahkan dapat menimbulkan darurat
sampah, hal ini disebabkan:
a. Laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat;
b. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan;
c. Sulit mencari atau menentukan lokasi TPA;
d. Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkutan sampah, sehingga timbulan
sampah yang tidak tertangani atau tidak terangkut semakin besar. Beban
Pemerintah Daerah dalarn mengatasi permasalahan sampah tentunya akan
sangat berat tanpa adanya dukungan dan peran serta masyarakat, maka
permasalahan sampah tidak akan berhasil dengan baik.
Pelayanan Sampah
Penanganan sampah yang berasal dari masyarakat ditangani oleh UPTD Kebersihan
serta pengurangan sampah di Bandung barat oleh TPS3R. Bagi wilayah yang belum
terjangkau pelayanan oleh UPTD Kebersihan pengelolaan sampahnya dilakukan oleh
Masyarakat dengan manfaat lahan/tempat yang ada, kemudian sampah tersebut
ditimbun/dikomposkan, dibakar dan ada yang sebagian masyarakat yang membuang ke
sungai/selokan.
TPS3R yang ada di Kabupaten Bandung Barat diantaranya:
a. TPS3R Sabilulungan di Desa Ciptagumati Kecamatan Cikalong Wetan;
b. TPS3R Malapah di Desa Cipendeuy Kecamatan Cipendeuy.
Tingkat Pelayanan dan Volume Sampah Terangkut
Timbulan Sampah di Kabupaten Bandung Barat yang dilayani saat ini adalah bersumber
dari sampah rumah tangga, sampah pasar, sampah hotel/pariwisata dan sampah industri
dengan total kapasitas terangkut rata-rata 140 – 160 ton/hari. Ditinjau berdasarkan jumlah
penduduk Kabupaten Bandung Barat Tahun 2017 sebanyak ± 1.710.088 jiwa maka
sesuai dengan karakteristik wilayah maka diperkirakan volume timbulan sampah seluruh

1-152
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

wilayah Kabupaten Bandung Barat sebanyak 1.026 ton/hari, maka penanganan sampah
tertangani hanya 13,6% setiap harinya.
Pelayanan kebersihan bidang pengelolaan persampahan di Kabupaten Bandung Barat,
sampai saat ini masih belum optimal, dikarenakan belum seluruh wilayah terlayani oleh
UPTD Kebersihan Kab. Bandung Barat, terutama untuk wilayah perdesaan. Berdasarkan
data yang diperoleh dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung Barat baru 10
(sepuluh) kecamatan yang dapat dilayani dengan jumlah sampah yang terangkut ke
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ± 140-160 ton/hari.
UPTD Kebersihan pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat dalam
penyelenggaraan pengelolaan sampah baru mampu menangani 10 (Sepuluh) kecamatan
dari 16 Kecamatan yang ada, yaitu:
a. Kecamatan Cililin
b. Kecamatan Padalarang
c. Kecamatan Ngamprah
d. Kecamatan Lembang
e. Kecamatan Parongpong
f. Kecamatan Batujajar
g. Kecamatan Cisarua
h. Kecamatan Cihampelas
i. Kecamatan Cikalong wetan
j. Kecamatan Cipatat
Luasnya wilayah pelayanan dan rendahnya tingkat pelayanan sampah menjadi beban
berat bagi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat yang tentunya membutuhkan investasi
penyediaan sarana dan prasarana persampahan termasuk biaya Operasi dan
Pemeliharaan. Untuk itu, pemerintah perlu mendorong partisipasi masyarakat dan swasta
dalam mengatasi permasalahan pengolahan sampah. Disamping itu, rekayasa sosial
yang mengarah kepada peningkatan kedisiplinan masyarakat dalam membuang sampah,
dengan demikian upaya mengurangi jumlah timbulan sampah yang harus diangkut ke
TPSS dan TPA dapat dikurangi di level rumah tangga sebagai unit terkecil di masyarakat.
Rekayasa teknologi pengolahan sampah yang aman bagi lingkungan, dan mampu
mengurangi jumlah timbulan sampah di TPSS dan TPA, perlu dilakukan sehingga
kesulitan mencari lahan TPSS dan TPA dapat teratasi.
Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
Tempat Pemindahan Sementara (TPS) saat ini di wilayah pelayanan sampah Kabupaten
Bandung Barat dibangun berupa bak sampah kontainer ukuran 6 – 10 m 3 dan ada juga
yang menggunakan konstruksi batu bata. Sampah yang ada di Kabupaten Bandung Barat
sebagian besar masih berupa sampah domestik. Penghasil sampah didominasi oleh
kegiatan rumah tangga. Persampahan domestik dewasa ini lebih banyak dimusnahkan
dengan metode on-site, yaitu dengan dibakar dan dibuang ke lahan-lahan kosong di
sekitar perumahan, Jumlah total TPS di Kabupaten Bandung Barat sebanyak 6 TPS.

1-153
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.113 Daftar Nama TPS di Kabupaten Bandung Barat

No TPS Keterangan
Pasar Tagog Padalarang Kondisi Aktif, Aset Pemda, bentuk Kontainer
1
Pasar Panorama Lembang Kondisi Aktif, Aset Pemda, bentuk Kontainer
2
Pasar Batu Jajar Kondisi Aktif, Aset Pemda, bentuk Kontainer
3
Pasar Cililin Kondisi Aktif, Aset Pemda, bentuk Kontainer
4
TPS Ciwaruga Kondisi Aktif, Aset Pemda
5
TPS Sariwangi Kondisi Aktif, Aset Pemda
6
Sumber: Masterplan Persampahan, 2017

Sarana dan Prasarana Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah


kapasitas terangkut rata-rata 140-160 ton/hari. Ditinjau berdasarkan jumlah penduduk
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2017 sebanyak ± 1.710.088 jiwa maka sesuai dengan
karakteristik wilayah maka diperkirakan volume timbulan sampah seluruh wilayah
Kabupaten Bandung Barat sebanyak 1.026 ton/hari. Sarana dan Prasarana (Eksisting
Bandung Barat Tahun 2016-2017) sebagai berikut:
Tabel 1.12 Sarana dan Prasarana Persampahan Kabupaten Bandung Barat
Tahun 2016-2017
Data Tahun 2016 Data Tahun 2017
Sarana dan Prasarana
Persampahan Jumla Jumla
Keterangan Keterangan
h h

Kendaraan pengangkut
Sampah
- Truck Sampah 39 15 unit Motor 39 5 unit rusak berat.
- Mobil Tangki Tinja 2 Roda Tiga 2 1 unit rusak berat.
- Kendaraan Roda 3 25 beroperasi, 1 unit 25 10 unit rusak berat.
(P.Sampah) - mobil tangki tinja
- Gerobak Sampah rusak berat, 5 -
motor tiga roda
rusak berat
Personil Petugas Kebersihan
- Petugas Lapangan 9 3 orang PNS 16 3 orang PNS
- Pengemudi Mobil Sampah 42 8 orang PNS 44 4 orang PNS
- Pengemudi Motor Sampah 15 8 orang PNS 12 3 orang PNS
- Kernet 14 18 orang PNS 114 14 orang PNS
- Penyapu Jalan 6 - 13 2 orang PNS
- Petugas Keamanan 4 1 orang PNS 10 2 orang PNS
- Mekanik 3 - 6 1 orang PNS
- Pelaksana petugas pencatat 1 1 orang PNS
Depo
- Petugas TPSA 3 -
- Staff 14 2 orang PNS
- Cleaning service 1 1 orang PNS

1-154
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Sumber: LKPJ Bandung barat tahun 2017

Lokasi Tempat Pemrosesan Sampah Akhir (TPSA)


Saat ini sampah yang terangkut dari seluruh wilayah pelayanan yang dilaksanakan oleh
UPTD Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat, TPA sampah
yang saat ini dimanfaatkan oleh Kabupaten Bandung Barat hanya TPA Regional
Sarimukti. TPA ini mulai beroperasi sekitar tahun 2005 pasca longsornya Leuwigajah.
TPA Regional Sarimukti melayani Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan
Kabupaten Bandung Barat. diproses dan ditimbun di 1 (satu) TPSA, yaitu:
1. TPSA Sarimukti terletak di desa Sarimukti Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung
Barat seluas 25,2 Ha yang dimiliki oleh Perhutani diperuntukan untuk Kabupaten
Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat dan
TPSA tersebut dikelola oleh Balai Pengelolaan Sampah Regional (BPSR) Propinsi
Jawa Barat.
Umur TPA Regional Sarimukti diperkirakan akan berakhir pada tahun 2020. Sebagai
alternatif pengganti TPA Regional Sarimukti ini, TPA akan pindah ke TPA Regional Legok
Nangka. Lokasi TPA Regional Legok Nangka yang jauh serta kemacetannya akan
menimbulkan permasalahan baru bagi Kabupaten Bandung Barat. Jauhnya wilayah
pelayanan persampahan akan berdampak pada tingginya biaya operasional maupun
tipping fee.
Tempat Pembuangan Akhir
TPA Sarimukti menampung sampah sekitar 1.800-2.200 ton/hari. Sampah yang masuk ke
TPA Sarimukti diproses dengan metode controlled landfill, sedangkan sampah organik
diolah menjadi kompos namun dalam kapasitas yang masih sangat kecil.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, umur layanan dari TPA Sarimukti hanya
sampai dengan Tahun 2020. Untuk itu pihak pemerintahan Kabupaten Bandung Barat
telah memiliki alternatif lokasi selanjutnya, yaitu Tempat Pengolahan dan Pemrosesan
Akhir Sampah (TPPAS) Legoknangka yang terletak di Kecamatan Nagreg. Namun
demikian, PD Kebersihan harus mengembangkan strategi operasional pengangkutan
sehingga tercapai efisiensi yang tinggi.
Timbulan Sampah
Timbulan sampah berasal dari sumber sampah. Dalam Masterplan Persampahan
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015, sumber sampah diidentifikasikan menjadi 8 jenis
sebagai berikut:
a. Sumber Sampah Domestik
Sumber sampah domestik merupakan, penghasil sampah yang berasal dari rumah
penduduk, ataupun dari area pemukiman. sampah domestik juga biasa disebut
sebagai sampah rumah tangga. Sampah domestik biasanya dikelola oleh masing-
masing rumah tangga, nantinya akan dikumpulkan secara kolektif dalam lingkup
RT/RW dengan merekrut tenaga pengumpul sampah yang dibiayai dari uang
retribusi sampah diluar biaya retribusi pengangkutan.
b. Sumber Sampah Pasar

1-155
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Merupakan penghasil sampah yang berasal dari pasar. Pengelolaan sampah dari
pasar, dikelola oleh Dinas Pasar Bermartabat. Jenis sampah terbanyak dari pasar
adalah dari sampah organik yang berasal dari sayur-sayuran/ buah-buahan busuk
ataupun yang tidak layak jual.
c. Sumber Sampah Jalanan
Merupakan sampah yang berasal dari pinggiran jalan-jalan yang dikumpulkan oleh
petugas penyapuan jalan dari UPTD Kebersihan. Kebanyakan sampah dari jalanan
berupa dedaunan gugur sampai kemasan makanan/minuman yang dibuang
sembarangan. Setelah dikumpulkan, sampah – sampah ini akan langsung dibawa ke
TPS.
d. Sumber Sampah Wilayah Komersil
Merupakan penghasil sampah dari wilayah perdagangan, seperti pertokoan, Mall,
Supermarket, toserba. Penghasil sampah komersil ini ada yang melakukan
pengumpulan sampahnya secara kolektif bersama-sama ke TPS ataupun ada yang
melakukan pengumpulannya secara langsung di angkut menuju ke TPA.
e. Sumber Sampah Rumah Sakit
Merupakan penghasil sampah yang berasal dari rumah sakit, sampah dari rumah
sakit ini tidak termasuk sampah medis yang berupa sampah B3. Penghasil sampah
dari rumah sakit terbanyak dari kantin/ dapur rumah sakit.
f. Sumber Sampah Hotel/Restaurant
Merupakan penghasil sampah yang berasal dari Hotel dan Restauran. Dari Hotel dan
restauran komposisi terbanyak adalah dari sampah organik hasil dari kegiatan dapur
restauran.
g. Sumber Sampah Industri
Merupakan penghasil sampah yang berasal dari Industri seperti pabrik tekstil, parbrik
kertas, pabrik coklat, dll. Sampah dari industri bervariasi jenisnya tergantung dari
produk apa yang dihasilkan.
h. Sumber Sampah Institusi
Jenis sampah organik merupakan komposisi sampah terbesar di Kabupaten Bandung
Barat diikuti dengan jumlah sampah lain seperti sampah sterofoam dan buangan
elektronik serta sampah plastik. Adapun sisa-sisa hasil kegiatan industri seperti kertas,
logam, karet dan kulit tidak menghasilkan sampah secara signifikan. Secara langsung,
besarnya timbulan sampah yang ada memengaruhi kebutuhan masyarakat terhadap
infrastruktur persampahan. Besarnya timbulan sampah suatu kota dapat dihitung dengan
menggunakan sebuah standar tertentu. Dengan menggunakan angka timbulan sampah
untuk kota besar yaitu 0,6 kg/orang/hari diperoleh angka timbulan sampah perkecamatan
di Kabupaten Bandung Barat. Jadi perkiraan timbulan sampah yang dihasilkan oleh
masyarakat Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2017 adalah 1.026 ton/hari.

1-156
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.75 Proyeksi Timbulan Sampah Kabupaten Bandung barat

Proyeksi Timbulan Sampah (Ton/hari)


No Kecamatan
2009 2014 2019 2024 2029
1 Cililin 53.75 32.78 35.87 39.25 42.95
2 Cihampelas 60.94 44.29 48.47 53.04 58.04
3 Sindangkerta 40.31 40.08 43.86 48.00 52.52
4 Gununghalu 46.53 52.48 57.43 62.85 68.78
5 Rongga 36.04 67.43 73.79 80.75 88.36
6 Cipongkor 52.73 52.94 57.93 63.40 69.38
7 Batujajar 68.52 56.59 61.93 67.77 74.16
8 Lembang 103.78 18.00 19.70 21.56 23.59
9 Parongpong 54.41 77.01 84.27 92.22 100.92
10 Cisarua 39.90 102.70 112.39 122.99 134.59
11 Ngamprah 85.65 101.66 111.25 121.74 133.23
12 Padalarang 94.83 64.45 70.53 77.18 84.46
13 Cipatat 75.20 113.35 124.05 135.75 148.55
14 Cipeundeuy 52.32 43.51 47.62 52.11 57.02
15 Cikalongwetan 69.69 71.51 78.26 85.64 93.72
16 Saguling - 48.20 52.74 57.72 63.16
Total 934.58 938.79 1,027.34 1,124.25 1,230.29
Sumber: Masterplan Persampahan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015

Memperhatikan terhadap kondisi pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung Barat


maka secara umum dapat dijabarkan permasalahan di tiap aspek yaitu: aspek teknis
operasional, aspek kelembagaan dan organisasi, aspek pembiayaan, aspek pengaturan
dan aspek peran serta masyarakat, sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut ini.

1-157
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.7613 Permasalahan Pengelolaan Sampah Di Kabupaten Bandung Barat

Aspek Pengelolaan
Permasalahan
Persampahan
Teknis Operasional  Cakupan pelayanan masih terbatas pada 10 (Sepuluh kecamatan dari 16
kecamatan dari 6 kecamatan yang dilayani hanya terbatas pada wilayah
perkotaan (IKK) sehingga pada daerah pelayanan sampah yang belum
dilayani baik perkotaan maupun perdesaan masyarakatnya melakukan
penanganan sampah dengan cara membakar, menimbun, membuang
pada lahan terbuka dan di beberapa lokasi ditemui membuang sampah di
sungai.
Teknis Operasional  Tingkat pelayanan menurut data LKPJ AMJ Tahun 2013-2017yang baru
dicapai adalah sebesar 22,43% terhadap jumlah sampah yang terangkut ke
TPSA dibanding dengan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan.
 Kualitas-Kuantitas sarana dan prasarana sampah masih terbatas dan
beragam jenisnya terutama pada sarana pengangkutan sampah termasuk
sarana pemindahan sampah yang menyebabkan terbatasnya kapasitas
pengangkutan dan kualitas pelayanan yang dicapai. Hal ini ditunjukkan
dari jumlah kapasitas yang diangkut sebesar 163.67 m3/hari dan
ditemukan sarana penampungan sementara (TPSS) terkesan tidak
mencukupi kapasitas penampungannya terutama sampah-sampah pasar.
 Pengurangan sampah dapat di kurangi melalui pembangunan TPS3R
melalui penyediaan lahan serta Penyediaan Bank Sampah yang dikelola
oleh masyarakat.
 Pola penanganan sampah masih bertumpu pada pola konvensional
dimana sampah dari sumber sampah diwadahi, dikumpulkna dan diangkut
ke pembuangan akhir tanpa adanya kegiatan produksi maupun recycling
sampah yang dilakukan baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah
melalui pembinaan kepada masyarakat.
 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terkonsentrasi pada satu lokasi yaitu
TPSA Sari Mukti dimana rencananya pada tahun 2020 sudah tidak
dioperasikan lagi sehingga perlu pemikiran/persiapan terhadap
TPAS Legok nangka dilihat dari efisiensi waktu dan biaya atau mencari
lokasi untuk TPA khusus bagi masyarakat Bandung Barat.
 Masyarakat dalam menyiapkan sarana pewadahan sangat beragam yaitu
dalam bentuk bak sampah, tong sampah, keranjang sampah dan kantong
plastik yang memberikan kesan adanya ketidakteraturan dan estetika
termasuk dapat menyebabkan kesulitan dalam pengumpulan sampah.
Kelembagaan  UPTD Kebersihan masuk dalam Struktur Organisasi Dinas Lingkungan
Organisasi Hidup sebagaimana ditetapkan dalam Perbup no.58 tahun 2016, yang
mempunyai tugas sebagai operator/ pelaksana dalam pengelolaan
sampah yang masih mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi
manajemen baik perancanaan, staffing, implementasi/ pelaksanaan dan
evaluasi serta monitoring. Hal ini ditunjukkan dari keterbatasan kuantitas
dan kualitas SDM tidak tersedianya SOP pengelolaan sampah, dokumen
perencanaan – pelaksanaan operasional sampah dan kegiatan monitoring
evaluasi.
 Jumlah pegawai/personil UPTD sebanyak 197 orang didominasi oleh
pegawai dengan tingkat pendidikan SD dan SMP sehingga pemenuhan
terhadap kualifikasi pendidikan dengan jenjang tingkat Diploma atau
sarjana (S1) sangat terbatas dan keadaannya ini akan mempersulit dalam
kegiatan fungsi manajemen terutama perencanaan-pelaksanaan
pengelolaan sampah termasuk fungsi monitoring dan evaluasi.
Kelembagaan  Pelimpahan wewenang sebagaian urusan sampah pada pihak kecamatan
Organisasi belumlah dimanfaatkan dan dikoordinasikan dengan baik yang

1-158
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Aspek Pengelolaan
Permasalahan
Persampahan
sesungguhnya dapat memeberikan dorongan kepada masyarakat untuk
melakukan ketertiban dalam menunjang pengelolaan sampah.
Pembiayaan  Subsidi untuk pengelolaan sampah > 60% sehingga menjadi beban dalam
APBD hal ini disebabkan besaran tarif yang tidak sesuai kebutuhan O&P
pengelolaan sampah.
 Terjadi ketidak sinkronan antara biaya O&P dan penganggaran yang dapat
meyebabkan kesulitan operasional sarana akibat alokasi biaya yang tidak
tersedia.
 Sebagai konsekwensinya kabupaten baru hasil pemekaran maka
tersedianya biaya kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam menunjang
kegiatan pengelolaan sampah.
 Penarikan retribusi yang dilakukan saat ini belum tersedianya mekanisme
control efektifitas penarikan retribusi sampah tidak dapat dideteksi atau
evaluasi.
Peraturan Hukum  Masih terbatasnya regulasi/peraturan yang diperlukan dalam rangka
menunjang kegiatan pengelolaan sampah yang mengatur fungsi dan tugas
regulator-operator dan mayarakat.
 Kekuatan kelembagaan regulasi/peraturan terutama pada penjabaran
tugas dan fungsi UPTD dalam mendukung kegiatan operasional
pengelolaan sampah.
 Pengaturan terhadap Kebersihan dan Penanganan sampah dalam
mendukung keindahan ketertiban dan keselamatan lingkungan belum
tersedia hal ini dapat mengakibatkan masih rendahnya upaya penegakan
hukum dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah.
Peran Serta  Pada beberapa kawasan hunian peranserta masyarakat sangat menonjol
Masyarakat terutama dalam membayar kegiatan pengumpulan sampah yang dikelola
oleh RT, RW dan Kelurahan walaupun tingkat efektifitas dalam
penerimaan atas pembayaran retribusi sampah belum dapat diketahui.

Di beberapa kawasan hunian baik perkotaan maupun perdesaan masih


ditemui perilaku masyarakat yang masih membuang sampah ke sungai
dan lapangan terbuka.
 Beberapa peran sektor non formal/ pemulung belum diakomodir sebagai
bagian dalam pengelolaan sampah.
 Perhatian dari Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam penanganan
dan pengolahan sampah berbasis masyarakat belum dilakukan melalui
kegiatan yang terencana.
Sumber: Dokumen Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2016

1-159
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

F. Pengolahan Limbah
Air limbah domestik adalah air buangan yang merupakan sisa pemakaian air bersih dari
kegiatan manusia setiap hari. Jumlah air limbah domestik yang dihasilkan oleh manusia
setiap hari adalah sebesar 70% - 80%. Rata-rata pemakaian air bersih setiap orang
adalah 150 lt/hari. Jumlah Air Limbah yang dihasilkan sebesar 105 lt/org/hari. Sumber air
limbah umumnya berasal dari dapur, kamar mandi dan tempat cuci. Penanganan air
limbah merupakan hal yang penting untuk mencegah penyakit, mengurangi pencemaran
lingkungan, sungai, sumber air dan untuk mengurangi biaya pengolahan air.
Sampai saat ini Bandung Barat hanya memiliki IPAL Komunal skala kecil, berikut rinciannya:

No. Lokasi Tahun Jenis Kapasitas Jumlah Keterangan


Pembangunan Kegiata (m3/hari) Pemanfaat
n/ (KK)
Sumber
Dana
1. Desa 2018 APBD Kapasitas 50 KK (Pembangun
gudang Prov total 20 m3 an 2018)
kahuripan sedang
Kec. proses
Lembang berjalan

2. Desa, 2018 APBD Kapasitas 40 KK (Pembangun


Tanimuly Prov total 20 m3 an 2018)
a Kec. sedang
Ngampra proses
h berjalan
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,2018

Pada saat ini, Kabupaten Bandung Barat belum memiliki instalasi pengolahan limbah tinja
(IPLT). pada tahun 2013, Kabupaten Bandung Barat memiliki cakupan pelayanan
pengelolaan air limbah domestik dengan sistem on-site sebesar 53% dari keseluruhan
luas wilayah administrasi Kabupaten Bandung Barat serta pelayanan saluran limbah
domestik dengan sistem off-site sebesar 0%.
Berdasarkan dokumen SSK (Strategi sanitasi Perkotaan) mengenai MCK yang dibangun
di masyarakat masih belum sesuai standard (kebanyakan septic tank adalah tipe Cubluk
yang tidak pernah disedot tinja) dimana tipe seperti ini dapat mencemari Lingkungan
sehingga perlu dibangunnya MCK yang memenuhi syarat atau pembangunan melalui
MCK Komunal yang bertujuan untuk mengurangi perilaku BABS (Buang Air Besar
Sembarangan).

1-160
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

G. Transportasi
Prasarana Transportasi

Jaringan Jalan
Jalan merupakan prasarana pengangkutan utama di Kabupaten Bandung Barat. Jaringan
jalan di Kabupaten Bandung Barat berpola radial yang memusat ke arah Kota Bandung.
Jaringan-jaringan jalan utama merupakan garis lurus yang ditarik dari arah pusat Kota
Bandung. Pola jaringan jalan tersebut menunjukan bahwa orientasi perkembangan
wilayah Kabupaten Bandung Barat adalah ke Kota Bandung. Dari pola jaringan jalan
tersebut juga dapat diketahui bahwa hubungan antara kota-kota kecamatan dengan
ibukota Kabupaten Bandung Barat sebagai pusat pertumbuhan wilayah kabupaten masih
lemah (Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan Kabupaten Bandung
Barat, 2010).
Jalan yang berada di Kabupaten Bandung Barat ini masih belum dilengkapi dengan
prasarana jalan yang memadai, seperti trotoar, zebra cross, serta rambu-rambu. Hal
tersebut menyebabkan jalan di Kabupaten Bandung Barat ini terlihat kurang terawat dan
kualitas layanannya masih buruk.
Gambar 1.50 Kondisi Jalan di Depan Stasiun Kereta Api Padalarang

Sumber: Hasil observasi, 2017

Jalan di Kabupaten Bandung Barat dapat digolongkan berdasarkan fungsi jalannya, yaitu
Jalan Primer dan Jalan Sekunder. Jalan primer merupakan sistem jaringan jalan yang
berperan untuk melayani distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah
di tingkat nasional dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan/ perkotaan. Sedangkan jalan sekunder merupakan sistem jaringan
jalan yang berperan sebagai penunjang pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat
dalam wilayah (lokal). Berikut merupakan tabel persebaran jalan primer dan jalan
sekunder di Kabupaten Bandung Barat.

1-161
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Tabel 1.77 Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan Di Kabupaten Bandung Barat

No Kelas Jalan Lokasi yang Dihubungkan


1 Jalan Primer
1a Jalan Arteri Primer - Menghubungkan antar Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
- Melayani pergerakan Jakarta-Bogor-Cianjur-Padalarang-Bandung
1b Jalan Kolektor Primer 2 - Menghubungkan antar wilayah kota/ kabupaten, antar pusat
kegiatan, antar pusat kegiatan lokal (PKL), menghubungkan
antar jaringan arteri primer.
- Melayani pergerakan:
1. selacau-cililin;
2. cililin-sindangkerta;
3. sindangkerta-celak;
4. celak-gununghalu;
5. gununghalu-bunijaya;
6. bunijaya-cilangari;
7. cilangari-cisokan;
8. maribaya-patrol;
9. gununghalu-datarpuspa;
10.punclut (bts. kota bandung)-pagerwangi-cijeruk;
11.langensari-medu-dago; dan
12.citunjung-haurngambang (bts kota cimahi).

1c Jalan Kolektor Primer 4 1. Selacau – Cililin


2. Cililin – Sindangkerta
3. Sindangkerta – Celak
4. Celak – Gununghalu
5. Gununghalu – Bunijaya
6. Bunijaya-Cilangari
7. Cilangari-Cisokan
8. Maribaya-Patrol
9. Gununghalu-Datarpuspa
10. Rancapanggung -Puncakmulya/Bts.Kutawaringin
11. Puncrut (Bts.Kota Bandung)-Pagerwangi-Cijeruk
12. Langensari-Medu-Dago
13. Selacau - Lagadar

1d Jalan Lokal Primer 1 - Menghubungkan antar pusat kegiatan, menghubungkan antar


desa
- Melayani pergerakan:
1. Rancapanggung-Cijenuk
2. Cijenuk-Sarinagen
3. Sarinagen-Baranangsiang
4. Baranangsiang-Saguling
5. Rajamanda-Cipeundeuy
6. Cipeundeuy-Cikalongwetan
7. Cangkorah-Bts.Leuwigajah
8. Bunijaya-Rongga
9. Rongga-Cipari
10. Purabaya - Jati (Batujajar)
11. Batujajar (Jati) – Saguling
12. Ciawitali-Salakuning
13. Sp.Tagog Apu-Salakuning
14. Salakuning-Ps.Calung
15. Cisomang-Cipada

1-162
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

No Kelas Jalan Lokasi yang Dihubungkan


16. Cisarua-Cipada
17. Kb.Kalapa-Ps.Calung
18. H.Gofur-Pakuhaji
19. Cihanjuang-Parongpong
20. Cihanjuang-Batas Gegerkalong
21. Pasantren-Sariwangi (Bts. Cimahi)
22. Jalan Sersan Bajuri
23. Cipatik - Leuwi Sapi
24. Batujajar-Pangauban-Girimukti
25. Cimangu (Cimeta) – Pasirlangu
26. Jambudipa – Citeureup
27. Cihideung-Ciwaruga
28. Maribaya-Puncak Eurad
29. Cikaramat-Lembang
30. Langensari-Sindangwaas-KPR ITB
31. Ciririp-Bangsaya-Buninagara (Bts. Ciwidey)
32. Cikadu – Rancasenggang
33. Rancasenggang – Wangunsari
34. Sindangkerta - Weninggalih

1e Jalan Lokal Primer 2 1. Purabaya – Rancabali


2. Purabaya – Gantungan
3. Cipendeuy-Cipicung
4. Cikole-Cikarumbi
5. Cipatik-Nyalindung
6. Cihampelas-Tanjung Jaya
7. Cangkorah-Giri Asih
8. Pasirucing – Margaluyu
9. Citatah-Nyalindung
10. Nanggeleng – Sirnaraja
11. Mekarsari-Cilame
12. Bunisari-Cikandang
13. Cijenuk-Puncaksari/Pasirpogor
14. Celak – Sodong
15. Cisarongge – Sodong
16. Rongga-Bojongsalam (Bts. Cianjur)
17. Psr.Badak-Cimarel (Bts. Cianjur)
18. Citunjung-Haurngambang
19. Cipeundeuy - Cimerang-Cikandang
20. Kadudampit-Padayungan-Cikadongdong-Ciharashas
1f Jalan Lokal Primer 3 1. Tj. Wangi - Kidangpananjung - Muka Payung
2. Kertamukti – Sarimukti
3. Cipendeuy-Ciroyom
4. Sukahaji – Sirnagalih
5. Pasirbuluh-TPA
6. Cilumber – Cikole
7. Gununghalu – Tamanjaya
8. Rongga-Cicadas
9. Rancasenggang - Babakan (Rawabogo)
10. Rajamandala-Cipanas
11. Cipeundeuy-Cisauheun-Sirnagalih
12. Kanangasari-Mandalamukti
13. Ciharashas-Cisalak

1-163
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

No Kelas Jalan Lokasi yang Dihubungkan


2 Jalan Sekunder
2a Jalan Arteri Sekunder - Menghubungkan kawasan sekunder pertama atau
menghubungkan kawasan sekunder pertama dengan kawasan
sekunder pertama atau menghubungkan kawasan sekunder
pertama dengan sekunder kedua.
- Melayani pergerakan:
 Padalarang-Cimahi;
 Padalarang-Cikalongwetan
2b Jalan Kolektor Sekunder 1 - Menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder kedua atau menghubungkan sekunder kedua dengan
sekunder ketiga
- Melayani pergerakan:
1. Jalan Panorama (Lembang)
2. Jalan Grand Hotel (Lembang)
3. Jalan Kayu Ambon/Jl. Kiwi (Lembang)

2c Jalan Lokal Sekunder 1 - Menghubungkan kawasan sekunder pertama dengan


perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai
perumahan
- Melayani pergerakan:
1. Jalan Sesko AU (Lembang)
2. Jalan Rahayu (Lembang)
3. Jalan Pegadaian (Lembang)
4. Jalan Sukajadi (Lembang)
5. Jalan Murhadi (Lembang)
6. Jalan Citalaksana (Lembang)
7. Jalan Sendik BRI Blk (Lembang)
8. Jalan Panorama Puskesmas (Lembang)
9. Jalan Sukajaya (Lembang)
10. Jalan Gunungsari (Lembang)
11. Jalan Bhayangkara (Lembang)
12. Batujajar-SMP Batujajar
13. Lembang-Genteng
14. Jalan Barlak (Lembang)
15. Cililin – Sukatani
16. Jalan Sumur Bandung (Cililin)
17. Jalan Terminal (Cililin)
18. Citunjung-Haurngambang
19. Jalan Sindangkerta (Sindangkerta)
20. Citapen-Ciraden
21. Cihampelas-Sayuran
22. Cipatik-Citapen

Jalan Lokal Sekunder 3 1. Jalan Mutiara Utama (Lembang)


2. Jalan Kehutanan (Lembang)
3. Jalan SMP (Lembang)

1-164
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029

Di wilayah Kabupaten Bandung Barat juga terdapat hierarki jalan berdasarkan wewenang
jalan. Terdapat 4 hierarki jalan berdasarkan wewenang jalan yang ada di Kabupaten
Bandung Barat, yaitu jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan desa/
lingkungan.
a. Jalan nasional merupakan jalan arteri primer dan kolektor primer yang
menghubungkan ibukota provinsi. Selain itu, memiliki nilai strategis terhadap
kepentingan nasional yang dibina oleh pemerintah pusat. Total panjang jalan
nasional yang berada di Kabupaten Bandung Barat yaitu 58,01 km.
b. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota
dengan ibukota kabupaten/ kotamadya dan menghubungkan antar kota ibukota
kabupaten/ kotamadya, juga memiliki nilai strategis terhadap kepentingan provinsi
yang dibina oleh pemerintah daerah provinsi. Total panjang jalan provinsi yang
ada di Kabupaten Bandung Barat yaitu 75,84 km.
Berikut merupakan tabel rincian hierarki jalan nasional dan provinsi yang ada di
Kabupaten Bandung Barat.

Tabel 1.14 Rincian Hierarki Jalan Nasional Dan Jalan Provinsi Di Kabupaten Bandung Barat

No Nama Pangkal Ruas Nama Ujung Ruas Panjang Lebar Kecamatan


Jalan Jalan (km) (m)
Jalan Nasional
1 Bandung Padalarang 11,7 10,0 Padalarang
2 Padalarang Cianjur 21,71 8,0 Cipatat
3 Padalarang Purwakarta 24,6 8,0 Cikalong
Wetan
Jalan Provinsi
1 Cimareme Cangkaroh 3,9 4 Ngamprah
2 Cangkaroh Batujajar 2,9 3 Batujajar
3 Batujajar Selacau 3,9 3 Batujajar
4 Sp. Jelegog Selacau 2,7 6 Cililin
5 Bandung Bts. Subang 14,44 7 Lembang
6 Padalarang Cipatat 48 11 Padalarang
Sumber: Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan Kabupaten Bandung Barat,
2010

1-165
Gambar 1.51 Peta Simpul Transportasi

1-166
c.

Jalan kabupaten merupakan jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan
nasional dan jalan provinsi, jalan lokal primer, jalan sekunder yang
menghubungkan antar kecamatan dan mempunyai nilai strategis terhadap
kepentingan kabupaten yang dibina oleh pemerintah kabupaten. Total panjang
jalan kabupaten yang ada di Kabupaten Bandung Barat yaitu 458,40 km dengan
lebar jalan rata-rata 3-7 meter. Kecamatan Lembang memiliki panjang jalan
kabupaten terbesar yaitu 40,80 km, sedangkan Kecamatan Cihampelas memiliki
panjang jalan kabupaten terkecil yaitu sebesar 10,50 km.
d. Jalan desa/ lingkungan merupakan jalan yang menunjang pergerakan penduduk
desa (lokal) yang dibina oleh pemerintah desa. Total panjang jalan desa/
lingkungan yang ada di Kabupaten Bandung Barat yaitu 576,70 km. Selain
memiliki panjang jalan kabupaten terbesar, Kecamatan Lembang juga memiliki
panjang jalan desa terbesar yaitu 92,75 km, dan Kecamatan Cihampelas juga
memiliki panjang jalan desa terkecil yaitu 26,60 km.

1-167
Tabel 1.78 Panjang Jalan Di Kabupaten Bandung Barat Berdasarkan Wewenang Jalan
(Status Jalan)

No Status Jalan Panjang Jalan (km)

1. Jalan Nasional 58,01

2. Jalan Provinsi 75,84

3. Jalan Kabupaten 458,40

4. Jalan Desa 576,70

Total Panjang Jalan 1168,95

Sumber: Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan Kabupaten Bandung Barat,
2010

Berdasarkan data dari Kepolisian Daerah Bandung Barat; 2015 dalam Kabupaten
Bandung Barat Dalam Angka; 2016, sepeda motor merupakan kendaraan bermotor
pengguna jalan terbanyak di Kabupaten Bandung Barat, yaitu sebesar 22012. Sedangkan
untuk mobil penumpang hanya sebesar 80. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan
bus dan mobil beban yang masing-masing berjumlah 1577 dan 1182.

1-168
Gambar 1.52 Grafik Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan Di
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015

Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan Di Kabupaten Bandung Barat


Tahun 2015

Jumlah Kendaraan

22012

1577 1182
80 20
Mobil Bus Mobil Beban Sepeda Motor Mobil Khusus
Sumber: Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka, 2016

Jaringan Jalan Berbasis Rel


Angkutan jalan rel di Kabupaten Bandung Barat merupakan sistem transportasi sub urban
yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dengan menggunakan kereta
api diesel (KRD). Stasiun utama kereta api berada di Kiaracondong (Kota Bandung) dan
terminal akhirnya berada di Padalarang (Kabupaten Bandung Barat) dan Cicalengka
(Kabupaten Bandung).
Di bagian utara dan pusat Kota Padalarang terdapat jalur kereta api yang
menghubungkan Jakarta-Bandung dan Stasiun Padalarang. Jalur kereta api tersebut
dilalui oleh Kereta Api Parahyangan Jakarta-Bandung tetapi tidak berhenti di Padalarang.
Stasiun Padalarang digunakan oleh KRD Padalarang-Cicalengka yang saat ini banyak
digunakan untuk pergerakan komuter ke Bandung yang melayani koridor barat-timur yaitu
antara Padalarang-Bandung-Cicalengka. Masyarakat Kabupaten Bandung Barat yang
terlayani oleh kereta api terutama masyarakat yang tinggal di bagian barat seperti
Kecamatan Padalarang dan Kecamatan Ngamprah. Berikut merupakan tabel rinci rute
kereta api di Kabupaten Bandung Barat.
Tabel 1.79 Asal-Tujuan Rute Kereta Api di Kabupaten Bandung Barat

Frekuensi
Asal Tujuan Keterangan
(Kereta/Hari)
2 kereta lanjut ke Purwakarta
Bandung Padalarang 3 kereta
1 kereta lanjut ke Sukabumi
6 Kereta PATAS
Bandung Cicalengka 15 kereta
9 Kereta Ekonomi
Cicalengka Padalarang 9 kereta Pulang – pergi
Sumber: Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka, 2016

1-169
Stasiun Kereta Api
Stasiun kereta api di Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu prasarana
transportasi yang terdapat di Kecamatan Ngamprah tepatnya berada di Desa
Gadobangkong dan di Kecamatan Padalarang. Stasiun Gadobangkong merupakan
stasiun cabang dan beroperasi hanya untuk melayani angkutan penumpang. Kereta api
yang melintas di Stasiun Gadobangkong tidak begitu banyak memberikan akses karena
di Stasiun Gadobangkong sendiri hanya melayani rute-rute pendek seperti kereta api
yang menuju ke Stasiun Purwakarta dan Kota Bandung hingga ke Stasiun Garut.
Klasifikasi kereta api yang berhenti di Stasiun Gadobangkong hanya kereta api kelas
ekonomi, dengan moda berupa Kereta Api Diesel (KRD) sehingga keberadaan Stasiun
Gadobangkong membantu para penduduk yang bekerja di luar Kecamatan Ngamprah.
Selain Stasiun Kereta Api Gadobangkong, terdapat pula Stasiun Kereta Api Padalarang.
Stasiun Padalarang ini bertipe sedang dan hanya melayani angkutan penumpang. Rute-
rute yang dilayani stasiun ini menuju Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Purwakarta,
dan Jakarta. Rata-rata klasifikasi kereta api merupakan kelas ekonomi dan bisnis. Stasiun
utama dari Stasiun Padalarang ini berada di Stasiun Kiaracondong dan stasiun akhirnya
berada di Padalarang dan Cicalengka. Angkutan ini merupakan angkutan komuter yang
melayani koridor barat-timur yaitu Padalarang-Bandung-Cicalengka.
Gambar 1.535 Stasiun Padalarang

Sumber: Hasil observasi, 2017

Terminal
Terminal yang terdapat di Kabupaten Bandung Barat terdiri dari terminal tipe B, tipe C
dan beberapa terminal bayangan. Berikut merupakan tabel rinci lokasi terminal beserta
tipe terminalnya.
Tabel 1.80Terminal di Kabupaten Bandung Barat

No Kategori Nama Jenis Terminal Luas Terminal


Terminal Terminal/Lokasi
Lembang Penumpang 1.750 m2
1. Tipe B
Cililin Penumpang 1.250 m2
Sindangkerta Penumpang 1.958 m2
Cimareme Penumpang 650 m2
2. Tipe C
Cisarua Penumpang 650 m2
Tagog Padalarang Penumpang 1.100 m2

1-170
No Kategori Nama Jenis Terminal Luas Terminal
Terminal Terminal/Lokasi
Batujajar
ST Padalarang
Terminal
3. Cipeundeuy
Bayangan
Cipatat
Gununghalu
Sumber: Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan
Kabupaten Bandung Barat,2010

1-171
Gambar 1.54 Terminal Tipe C Parongpong

Sumber: Hasil observasi, 2017

Terminal yang terdapat di Kabupaten Bandung Barat ini berfungsi untuk menunjang
kelancaran mobilitas orang maupun arus barang agar terlaksananya keterpaduan intra
dan antarmoda. Selain itu, di terminal juga berfungsi sebagai tempat kegiatan usaha,
seperti jual-beli dan rekreasi. Karena banyaknya aktivitas yang dilakukan di terminal,
terminal juga sebagai pusat kegiatan masyarakat. Namun, kondisi terminal di Kabupaten
Bandung Barat ini berbeda-beda meskipun berada pada tipe terminal yang sama..Melihat
dari kondisi tersebut, di Kabupaten Bandung Barat ini belum adanya pemerataan kualitas
terminal pada setiap tipe terminal.
Sarana Transportasi
Angkutan Umum
Moda transportasi yang berkembang di Kabupaten Bandung Barat dan hampir melayani
seluruh arus orang dan barang adalah berbasis jalan raya dan rel. Namun, pergerakan
berbasis jalan raya lebih dominan dibandingkan pergerakan berbasis rel. Untuk melayani
besarnya volume pergerakan berbasis jalan raya di Kabupaten Bandung Barat, terdapat
dua sistem angkutan umum yang dapat digunakan oleh masyarakat, yaitu Angkutan
Umum Paratransit (Non-Trayek) dan Angkutan Umum Bertrayek.
a. Angkutan Umum Paratransit (Non-Trayek)
Di Kabupaten Bandung Barat terdapat beberapa jenis angkutan umum paratransit,
yaitu ojek, delman dan becak. Saat ini, ojek merupakan angkutan umum paratransit
yang sangat berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan pergerakan masyarakat
karena tidak semua desa dapat dijangkau oleh angkutan umum lainnya. Jumlah ojek
tertinggi berada di Kecamatan Lembang.
Angkutan delman biasanya melayani pergerakan pada jalan desa, juga membantu
pergerakan para penduduk yang belum terlayani oleh angkutan umum bertrayek. Di
Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Padalarang merupakan kecamatan tertinggi
yang memiliki armada delman, yaitu sebesar 349 armada. Namun, terdapat
beberapa kecamatan yang tidak memiliki armada delman sebagai angkutan
umumnya, yaitu Sindangkerta, Gununghalu, Cipongkor, Parongpong, Cipatat, dan
Cipeundeuy.

1-172
Sama halnya dengan delman, becak hanya melayani pergerakan di jalan desa. Hal
tersebut dikarenakan terdapat larangan angkutan becak untuk beroperasi di jalan-
jalan besar. Kecamatan yang memiliki angkutan becak terbanyak yaitu Kecamatan
Batujajar, sedangkan beberapa kecamatan yang tidak dilayani oleh becak yaitu
Sindangkerta, Gununghalu, Rongga, Cipongkor, Parongpong, Cisarua, Padalarang,
Cipatat, dan Cipeundeuy.
b. Angkutan Umum Bertrayek
1. Angkutan Kota (Angkot)
Pelayanan angkot di Kabupaten Bandung Barat saat ini sudah mencakup
seluruh kecamatan pada jalan-jalan utamanya, juga menghubungkan Kabupaten
Bandung Barat dengan Kota Cimahi dan Kota Bandung.
2. Mini Bus
Selain angkot, terdapat juga moda transportasi mini bus yang melayani
pergerakan masyarakat dengan trayek yang berbeda-beda. Berikut merupakan
tabel trayek mini bus di Kabupaten Bandung Barat.
Tabel 1.81 Trayek Angkutan Umum Mini Bus Di Kabupaten Bandung Barat

Kode Tipe
Lintasan Trayek Jarak
No Trayek kendaraan
1. Soreang - Cipatik - Cililin 29 1 Mini Bus
2. Padalarang - Cikalong wetan - Cipeundeuy 20 86 Mini Bus
3. Padalarang-Gunung Bentang 9 87 Mini Bus
4. Padalarang-Pangheton 7 88 Mini Bus
5. Padalarang-Parongpong 48 89 Mini Bus
6. Padalarang - Rajamandala 24 90 Mini Bus
7. Rajamandala - Saguling - Cijenuk 7 91 Mini Bus
8. Rajamandala - Cipeundeuy 16 92 Mini Bus
9. Cipeundeuy - Cirata 24 93 Mini Bus
10. Cililin - Sindangkerta - Gunung Halu 18 95 Mini Bus
11. Cililin - Cijenuk - Baranangsiang 21 96 Mini Bus
12. Cililin - Nyalindung - Cibundar - Cipatik 8 97 Mini Bus
13. Sindangkerta - Pasir Pogor - Cijenuk 21 98 Mini Bus
14. Gunung Halu - Bunijaya - Cilangari 17 99 Mini Bus
15. Gunung Halu - Rongga - Cicadas 15 100 Mini Bus
16. Gununga Halu - Cibenda 20 101 Mini Bus
17. Gunung Halu - Ciwidey 20 102 Mini Bus
18. Cihampelas - Rongga - Maroko 30 106 Mini Bus
P.Tehnik - Ciwaruga - Cigugur GR -
19. Parongpong 16 108 Mini Bus
Sumber: Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan
Kabupaten Bandung Barat, 2010

Pola Pergerakan
Tingkat dan pola pergerakan penduduk Kabupaten Bandung Barat mengalami
pertumbuhan yang cukup tinggi seiring dengan adanya peningkatan pendapatan maupun
jumlah penduduk. Pola pergerakan yang terjadi nantinya akan berpengaruh pada
mobilitas penduduk. Perjalanan yang dilakukan penduduk didalam wilayah Kabupaten

1-173
Bandung Barat akan mengalami peningkatan. Pola pergerakan yang terjadi juga akan
mempengaruhi perlu atau tidaknya pengembangan jaringan jalan untuk menampung
volume lalu lintas.
Pola pergerakan yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat disebabkan oleh pergerakan
penduduk Kabupaten Bandung Barat yang terjadi didalam kotanya (pergerakan internal)
dan pergerakan penduduk luar Kabupaten Bandung Barat yang dilakukan antar
kecamatan (pergerakan eksternal).

1-174
a. Pola Pergerakan Internal
Pola pergerakan internal merupakan pola pergerakan penduduk antar bagian
pengembangan kawasan perkotaan di Kabupaten Bandung Barat. Arah dan
pertumbuhan pergerakan pada pola pergerakan internal ini dapat diprediksi dari
masing-masing kawasan pengembangan apabila dilakukan penataan kawasan secara
terpadu dan terencana. Pola pergerakan internal ini terjadi pada guna lahan utama
yang sebagian besar terletak di pusat kota, yaitu permukiman, pemerintahan,
pendidikan, dan kawasan ekonomi bisnis. Pergerakan yang terjadi dipengaruhi oleh
pola sebaran kawasan pengembangan, terutama kawasan permukiman dan kawasan
pusat perkotaan.
Pergerakan yang terjadi pada umumnya untuk bekerja sebagai pedagang, bekerja di
instansi pemerintahan, dan sekolah. Pergerakan internal yang cukup padat terdapat di
kawasan pusat kota karena terdapat sarana pendidikan dan perdagangan. Moda yang
banyak digunakan dalam pergerakan internal ini adalah kendaraan bermotor pribadi,
dengan tingkat penggunaan yang semakin meningkat.
b. Pola Pergerakan Eksternal
Pola pergerakan eksternal yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat dipengaruhi oleh
kondisi kawasan regional secara umum. Adanya suatu kota yang menjadi pusat
pengembangan kawasan regional akan menyebabkan pola pergerakan eksternal
yang cukup tinggi. Wilayah Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu wilayah
pengembangan regional Provinsi Jawa Barat yang strategis sehingga pergerakan
eksternal dari dan menuju wilayah ini cukup tinggi.
Pergerakan eksternal di kawasan strategis ini menggunakan transportasi darat,
umumnya menggunakan bis dan angkot. Pergerakan yang terjadi untuk aktivitas
perekonomian, bekerja dan sekolah.
Secara umum, pola pergerakan yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat terdiri dari:
1. Pola pergerakan orang dan barang di dalam wilayah Kabupaten Bandung Barat
(pergerakan internal)
2. Pola pergerakan arus orang dan barang dari dan menuju wilayah lain, seperti Kota
Bandung dan Jakarta
Pola pergerakan lintasan; merupakan pergerakan yang hanya melintasi Kabupaten
Bandung Barat yang asal dan tujuannya bukan dari Kabupaten Bandung Barat.
Pergerakan ini biasanya terjadi pada ruas jalan utama Kabupaten Bandung Barat
c. Bangkitan Pergerakan (Trip Generation)
Bangkitan pergerakan di Kabupaten Bandung Barat dilakukan oleh kendaraan pribadi,
angkutan umum dan angkutan barang.

1-175
a. Kendaraan Pribadi
Menurut data pada Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan
Kabupaten Bandung Barat (2010), terdapat 91.557 pergerakan/hari antar zona.
Bangkitan tertinggi berada pada Zona Lembang dan Padalarang dengan total
pergerakan 10.575 dan 10.034 pergerakan/hari. Bangkitan terendah pada zona
Cililin dan Rongga sebesar 300 dan 425 pergerakan/hari.
b. Angkutan Umum
Menurut data pada Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan
Kabupaten Bandung Barat (2010), bangkitan angkutan umum terbesar berada
pada Zona Lembang dengan total bangkitan 7.120 pergerakan/hari.
c. Angkutan Barang

Menurut data pada Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan


Kabupaten Bandung Barat (2010), perjalanan angkutan barang yang terjadi sebesar
17.241 ton/hari antarzona.

Gambar 1.55 Grafik Bangkitan Dan Tarikan Di Kabupaten Bandung


Barat Tahun 2010

Bangkitan Dan Tarikan Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010

Sumber: Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan Kabupaten


Bandung Barat, 2010

1-176
1-177
d. Pergerakan Asal Tujuan (Trip Distribution)
Berikut merupakan grafik asal tujuan yang menggambarkan zona asal dan tujuan
di Kabupaten Bandung Barat.

Gambar 1.56 Grafik Matrik Asal Tujuan Pergerakan Di Kabupaten


Bandung Barat Tahun 2010
Grafik Matrik Asal Tujusn (MAT) Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010

Sumber: Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan Kabupaten


Bandung Barat, 2010

Dari grafik diatas, asal perjalanan paling banyak berasal dari Lembang dan
terendah berasal dari Cililin, sedangkan Padalarang menjadi daerah dengan
tujuan perjalanan terbanyak.
e. Pemilihan Moda (Mode Split)

1-178
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada penyusunan Masterplan Bidang
Perhubungan Kabupaten Bandung Barat tahun 2010, pergerakan yang terjadi di
Kabupaten Bandung Barat didominasi oleh pergerakan bermotor, yaitu sebesar
97%, sedangkan pergerakan non-kendaraan hanya sebesar 3%. Berdasarkan
analisis pada penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan Kabupaten Bandung
Barat tahun 2010, prediksi pergerakan bermotor akan terus meningkat. Pada
tahun 2016 terdapat 52.030 smp/hari dan pada tahun 2031 akan mencapai 71.860
smp/hari. Berdasarkan prediksi tersebut pula, akan adanya pergerakan moda
transportasi yang lebih besar pada zona-zona tertentu. Hal tersebut disebabkan
oleh pertimbangan waktu tempuh, jangkauan pelayanan, dan lain-lain.
Dari matrik asal-tujuan, pergerakan kendaraan yang terjadi dapat dilihat
proporsinya antara kendaraan pribadi dan kendaraan umum, karena pergerakan
yang dilihat adalah pergerakan antar zona dalam provinsi. Kecenderungannya
menunjukan bahwa pergerakan menggunakan kendaraan umum lebih besar
daripada pergerakan menggunakan kendaraan pribadi. Proporsi penggunaan
kendaraan pribadi dengan kendaraan umum yaitu 40:60. Kendaraan umum yang
digunakan dalam pergerakan ini yaitu Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi
(AKDP).
f. Tingkat Pelayanan Ruas Jalan (Level of Service)
Kapasitas ruas jalan berguna dalam penetapan keadaan lalu lintas eksisting.
Kapasitas jalan di perkotaan biasanya ditentukan oleh kemampuan jalan untuk
melewatkan/melepaskan kendaraan. Persamaan umum yang digunakan dalam
menghitung kapasitas jalan dalam analisis ruas jalan di Kabupaten Bandung Barat
berdasarkan Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Transportasi
Kabupaten Bandung Barat (2010) adalah metode Indonesian Highway Capacity
Manual (IHCM, 1997). Berikut merupakan hasil perhitungan kapasitas ruas jalan
internal di Kabupaten Bandung Barat.
Tabel 1.82 Kapasitas Ruas Jalan Internal Di
Kabupaten Bandung Barat Pada Hari Kerja Tahun 2010
Kapasitas
Aktual
No Ruas Jalan Parameter (smp/jam)

Co FCw FCsp FCsf FCcs

Jl Gado Bangkong
1
(Pusdikter) 2900 0.91 0.997 0.81 1 2131

Jl. Simpang Padalarang


2
(Kota Baru Parahyangan) 5800 0.91 0.999 0.95 1 5009

Jl. Cihaliwung (Pabrik


3
Kertas) 2900 0.91 0.982 0.81 1 2099

Jl Ciburuy (Roti Unyil


4
Ciburuy) 2900 0.91 0.997 0.81 1 2131

5 Jl Raya Cikamuning 2900 0.91 0.982 0.81 1 2099

1-179
Jl Raya Lembang (Tahu
6
Lembang) 2900 0.91 0.982 0.95 1 2462

Sumber: Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan


Kabupaten Bandung Barat, 2010

Pada hari kerja, kapasitas jalan tertinggi terjadi pada ruas Jalan Simpang
Padalarang dengan kapasitas sebesar 5009 smp/jam. Hal ini disebabkan oleh
interchange Tol Padalarang dengan akses keluar masuk kendaraan dari Kota
Baru Parahyangan dan dari pusat pemerintahan.
Selain itu, untuk melihat tingkat pelayanan jalan, digunakan indikator kondisi
pelayanan ruas jalan. Tingkat pelayanan ruas dinilai dari perbandingan volume
lalu lintas dengan kapasitas jalan. Penilaian dilakukan menggunakan huruf A
sampai F. Semakin menuju F maka tingkat pelayanan jalan semakin buruk.
Berikut merupakan tabel angka indikator tingkat pelayanan jalan.

1-180
Tabel 1.83 Angka Indikator Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat
Karakteristik VCR
Pelayanan
Kondisi arus bebas, kecepatan tinggi, volume lalu
A 0,0 – 0,20
lintas rendah
Arus stabil, kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu
B 0,21 – 0,44
lintas
Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan
C 0,45 – 0,75
dikendalikan
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dapat
D 0,76 – 0,84
dikendalikan, VCR masih dapat ditolerir
Arus tidak stabil, kecepatan kadang terhenti,
E 0,85 – 1,00
permintaan mendekati kapasitas
Arus dipaksakan, kecepatan rendah, volume dibawah
F > 1,00
kapasitas, antrian panjang (macet)
Sumber: International Highway Capacity Manual, 1997

Dari hasil analisis berdasarkan Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang


Transportasi Kabupaten Bandung Barat (2010), berikut merupakan tingkat
pelayanan jalan di Kabupaten Bandung Barat.
Tabel 1.84 Tingkat Pelayanan Jalan (LoS) Di Ruas Jalan Kabupaten Bandung Barat Pada
Hari Kerja Tahun 2010

Kapasitas
Jalan Kapasitas Volume Tingkat
Nama Ruas
(smp/jam) (C) (VCR) Pelayanan

Jl Gado Bangkong (Pusdikter) 1719.7 2131 0.80699  D


Jl. Simpang Padalarang (Kota Baru
Parahyangan) 3494.9 5009 0.69772  C
Jl. Cihaliwung (Pabrik Kertas) 935 2099 0.44545  B
Jl Ciburuy (Roti Unyil Ciburuy) 1351.4 2131 0.63416  C
Jl Raya Cikamuning 1248.4 2099 0.59476  C
Jl Raya Lembang (Tahu Lembang) 1913 2462 0.77701  D
Sumber: Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan
Kabupaten Bandung Barat, 2010

Pada hari kerja, LoS paling rendah berada di Jalan Gado Bangkong dan Jalan
Raya Lembang dengan masing-masing LoS D. Kapasitas jalan di ruas Jalan Gado
Bangkong cukup kecil untuk menampung volume kendaraan yang lewat pada
ruas jalan tersebut. Volume kendaraan yang melalui Jalan Gado Bangkong juga
merupakan volume kendaraan tertinggi dibandingkan volume pada ruas jalan lain
di dalam lingkup pengamatan.

1-181
1.9 Isu Strategis Kabupaten Bandung Barat
1.9.1 Isu aspek fisik dan lingkungan
a. Berkurangnya kawasan lindung akibat alih fungsi lahan, terutama di Kawasan
Bandung Utara (KBU)
b. Alih fungsi lahan pertanian (termasuk LP2B) menjadi lahan terbangun
c. Tingginya pencemaran sungai yang disebabkan oleh limbah industri maupun
limbah padat (sampah)
d. Potensi run-off water yang tinggi akibat berkurangnya kawasan konservasi air di
utara
e. Potensi gempa dari patahan sesar lembang
f. Potensi kawasan longsor akibat gerakan tanah dan alih fungsi lahan
g. Peningkatan kebutuhan akan sumber daya air baku berpotensi untuk
pemanfaatan air tanah dan permukaan

1.9.2 Isu aspek kependudukan


Hasil proyeksi hingga tahun 2029 menunjukkan penduduk di KBB dapat mencapai
2.155.758 jiwa, tepatnya bertambah sebesar 510.774 jiwa dari tahun 2014 dengan
kontribusi dari Kecamatan Lembang, Kecamatan Ngamprah dan Kecamatan Padalarang.
Salah satu isu yang perlu diperhatikan dengan bertambahnya jumlah penduduk ini adalah
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Saat ini, IPM KBB juga terbilang rendah
dibandingkan dengan wilayah sekitarnya seperti Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi.
Isu strategis di bidang kependudukan ialaha peningkatan kualitas sumberdaya manusia
supaya pertambahan penduduk di masa yang akan datang dapat berkontribusi dan tidak
menjadi beban sosial bagi wilayah Kabupaten Bandung Barat.

1.9.3 Isu aspek ekonomi


Tabel 1.85 Isu Strategis Ekonomi Wilayah

Perkembangan Industri Perkembangan Real Estate Perkembangan Industri


Pengolahan Pariwisata
• Industri pengolahan di Kab. • Real Estate menjadi salah • Industri pariwisata tidak
Bandung Barat merupakan satu kontributor PDRB yang terhitung dalam perhitungan
salah satu kontributor PDRB tidak begitu signifikan, PDRB, namun keberadaannya
paling besar (40% pada namun memberikan turunan sangat nyata terlihat di KBB
tahun 2016) yang cukup banyak dan • Potensi: KBB memiliki daya
• Potensi: Pemda KBB dengan laju pertumbuhan tarik wisata alam dan budaya
mendukung pengembangan PDRB yang cukup besar, 5-6% yang cukup menarik bagi
kawasan industri dengan per tahun (2012 – 2016) wisatawan, seperti Kawasan
alokasi lahan, mengundang • Potensi: KBB masih memiliki Lembang, Stone Garden
investor, dll cadangan lahan yang cukup Padalarang, dll.
• Permasalahan: kualitas luas untuk dikembangkan Perkembangan industri
tenaga kerja yang kurang menjadi permukiman pariwisata menyebabkan
sesuai dengan yang • Permasalahan: kantong- tumbuh dan berkembangnya
dibutuhkan, keberadaan kantong permukiman sektor-sektor yang
industri mencemari mayoritas dibangun di dalam memfasilitasinya, seperti
lingkungan sekitar yang Kawasan Bandung Utara yang sektor transportasi, konstruksi
berdampak pada masyarakat memiliki fungsi lindung yang dan penyediaan akomodasi

1-182
Perkembangan Industri Perkembangan Real Estate Perkembangan Industri
Pengolahan Pariwisata
secara langsung cukup signifikan terhadap dan makan minum.
• Peluang: KBB berada dekat Metropolitan Bandung Raya • Permasalahan: Ketiadaan
dengan akses tol yang • Peluang: KBB termasuk ke pengelolaan yang baik
membantu proses produksi dalam Kawasan Metropolitan terhadap industri pariwisata
hingga distribusi Bandung Raya, sehingga menyebabkan
• Tantangan: perkembangan menjadi salah satu kantong kesemerawutan baik dari sisi
industri era 4.0, trend permukiman, baik bagi fisik, sosial maupun ekonomi
industri yang bukan lagi penduduk Bandung Raya, • Peluang: KBB merupakan
padat karya sehingga maupun bagi wisatawan bagian dari Destinasi
penyerapan tenaga kerja weekender; rencana Pariwisata Nasional (DPN)
menjadi berkurang pengembangan KCIC dan Bandung – Ciwidey dsk, dan
TOD yang mampu merupakan salah satu
menggenjot sektor real Kawasan Pengembangan
estate lebih tinggi lagi. Pariwisata Nasional (KPPN)
• Tantangan: penerapan Lembang dsk. Pengembangan
konsep-konsep berkelanjutan pariwisata di KBB, yang sudah
dalam pembangunan real menjadi perhatian nasional
estate di KBB ini, tidak terlepas dari
rangkaian destinasi-destinasi
pariwisata dari Kota Bandung
hingga Bandung Utara.
• Tantangan: pengembangan
wisata alam yang
berkelanjutan
(ekowisata/geowisata)

1.9.4 Isu Aspek Transportasi


Isu besar yang dihadapi oleh aspek transportasi Kabupaten Bandung Barat berkaitan
dengan adanya rencana pembangunan Kereta Cepat Jakarta – Bandung (KCJB) sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016. Salah satu rencana lokasi stasiun
KCJB tersebut berlokasi di Walini, tepatnya di Kecamatan Cikalong Wetan.
Pengembangan stasiun KCJB rencananya akan menggunakan konsep Transit Oriented
Development (TOD).

Rencana KCJB dan TOD Walini ini belum termuat didalam RTRW Kabupaten Bandung
Barat Tahun 2009-2029, sehingga rencana struktur ruang, pola ruang, infrastruktur, dan
sistem transportasi yang ada belum dapat mendukung adanya rencana KCJB dan TOD
Walini ini. Selain itu, belum termuatnya rencana KCJB didalam RTRW Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2009-2029 menyebabkan belum terintegrasinya rencana KCJB,
terutama TOD-nya dengan program pengembangan Kabupaten Bandung Barat, sehingga
keberadaan TOD Walini ini belum diketahui akan memberikan dampak positif sejauh apa
dan bagaimana keterkaitannya dengan pengembangan Kabupaten Bandung Barat
secara keseluruhan.

Untuk mengantisipasi kurangnya dukungan dari struktur ruang, pola ruang, infrastruktur,
dan sistem transportasi Kabupaten Bandung Barat terhadap rencana KCJB dan TOD
Walini serta agar rencana KCJB dan TOD Walini dapat memberikan dampak positif bagi
ekonomi wilayah Kabupaten Bandung Barat, maka perlu adanya restrukturisasi dari

1-183
struktur ruang (terkait dengan hierarki pusat pelayanan dan jaringan penghubungnya,
serta keterkaitannya dengan regional) , infrastruktur (terkait dengan sarana dan
prasarana terminal, stasiun dan tingkat pelayanannya) dan sistem transportasi (terkait
dengan jaringan angkutan umum) serta penyesuaian pola ruang di Kabupaten Bandung
Barat.

Khusus untuk pengembangan TOD Walini, perlu adanya identifikasi mengenai tipologi
TOD yang akan dikembangkan berdasarkan Permen ATR/ BPN Nomor 16 Tahun 2017
tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berbasis Transit. Berikut merupakan gambar
prasyarat sistem transit untuk setiap jenis tipologi TOD.

Gambar 6 Rencana Jalur Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Sumber: Bahan Paparan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, 2017

1-184
1.10 Sistematika Pembahasan

Dokumen Materi Teknis Revisi RTRW Kabpaten Bandung Barat Tahun 2009-2029 ini
disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan, sasaran, dasar hukum, ruang
lingkup, profil penataan ruang wilayah, serta isu strategis wilayah.
BAB 2 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH
Bab ini berisikan tentang perumusan tujuan, kebijakan dan strategi penataan
ruang dan pengembangan wilayah Kabupaten Bandung Barat
BAB 3 RENCANA STRUKTUR RUANG
Pada bab ini berisikan tentang rencana struktur ruang yang terdiri dari sistem
pusat kegiatan perdesaan dan perkotaan; dan rencana sistem jaringan prasarana
wilayah
BAB 4 RENCANA POLA RUANG
Bab ini berisikan tentang rencana pola ruang wilayah kawasan lindung dan
kawasan budidaya. Rencana kawasan lindung dan budidaya sesuai dengan jenis,
kriteria penetapan dan rencana persebarannya
BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pada bab ini berisikan tentang penetapan dan pengelolaan kawasan strategis
meliputi kawasan ekonomi, kawasan sosio budaya, dan kawasan pemanfaatan
sumber daya alam
BAB 6 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pada bab ini berisikan tentang perumusan program strategis operasionalisasi
rencana tata ruang wilayah berupa indikasi program utama jangka menengah 5
tahunan
BAB 7 ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pada bab ini berisikan tentang pengendalian pemanfaatan ruang melalui
pengaturan zonasi; ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif; serta
arahan sanksi.
BAB 8 HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Pada bab ini berisikan hak, kewajiban serta peran serta masyarakat dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan penataan ruang di
Kabupaten Bandung Barat

1-185

Anda mungkin juga menyukai