Bab 1 PENDAHULUAN
Pengertian ruang sebagai wadah bagi kegiatan sosial-ekonomi manusia, memiliki
keterbatasan serta kesempatan ekonomi yang tidak sama, berdampak pada sering
timbulnya konflik pemanfaatan ruang wilayah. Konflik atau pertentangan pemanfaatan ruang
seringkali muncul akibat belum tertatanya ruang wilayah untuk berbagai kegiatan secara
optimal.
Penataan ruang adalah suatu proses yang berkelanjutan dan akan terus mengalami
perkembangan sesuai dengan pemanfaatan ruang dan daya dukung ruang oleh pengguna
ruang, sebagai upaya dalam penjabaran pelaksanaan pembangunan, dengan mengacu
pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang sejalan
dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana yang ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Dalam upaya mewujudkan program pembangunan
yang selaras, seimbang dan berkelanjutan sesuai dengan daya tampung dan daya dukung
lingkungan, tentunya diperlukan rencana tata ruang yang telah mengakomodir semua
potensi sumber daya yang ada di suatu wilayah.
Pada hakekatnya penataan ruang adalah suatu rangkaian proses siklis, dimulai dengan
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang.
Sedangkan Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Penataan ruang ini
secara hukum merupakan wewenang dan tugas pemerintah, sebagaimana ditegaskan
dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Menurut Undang-Undang No.26/2007 tentang Penataan Ruang, ruang didefinisikan sebagai
wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Mengikuti definisi ini, maka hakekat
fungsional dari sebuah ruang adalah bagaimana pengelola wilayah mampu melakukan
penataan ruang yang dapat menjamin keberlanjutan seluruh aktivitas manusia dan makhluk
hidup lain di dalamnya. Oleh karena tujuan dari penataan ruang adalah menjamin
keberlanjutan segenap fungsi, khususnya kegiatan manusia maka proses penataan ruang
dan hasilnya yaitu tata ruang menjadi kebutuhan yang fundamental bagi sebuah wilayah.
Walaupun definisi penataan ruang menurut UU No.26/2007 merupakan sebuah sistem
proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang,
namun proses dari segenap kegiatan penataan ruang tersebut menjadi hal terpenting agar
hasil dari penataan ruang yaitu tata ruang dapat diterima dan dapat diimplementasikan
dengan baik. Pada prinsipnya, proses penataan ruang dilakukan secara partisipatif,
komprehensif tanpa meninggalkan aspek efektivitas dan efisiensi proses penataan ruang itu
sendiri.
Dalam konteks kebijakan pembangunan daerah, ruang merupakan wadah tempat aktivitas
pembangunan dilaksanakan baik dalam kerangka pembangunan ekonomi, sosial,
kelembagaan maupun pembangunan bidang lingkungan. Seluruh aktivitas pembangunan
tersebut bermuara pada kebutuhan ruang yang dideliniasi dalam bentuk ruang wilayah
administrasi daerah.
1-1
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-2
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
kesatuan sistem dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten di sekitarnya.
Agar proses perencanaan, pengendalian dan pemanfaatan ruang di Kabupaten Bandung
Barat tidak tumpang tindih maka diperlukan suatu "Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)".
Hal ini sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007 Bab II pasal 2, penataan ruang
diselenggarakan berdasarkan azas: keterpaduan; keserasian, keselarasan, dan
kesinambungan; keberlanjutan; keberdayagunaan (efektif) dan keberhasilgunaan (efisien);
keterbukaan; kebersamaan dan kemitraan; pelindungan kepentingan umum; kepastian
hukum dan keadilan; serta akuntabilitas.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Barat, merupakan alat
operasional dalam mengkoordinasikan dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan
pembangunan yang berkelanjutan, mensinkronkan kepentingan antar stakeholders, serta
mampu menjabarkan kepentingan pembangunan regional dan nasional di daerah. Selain itu,
rencana ini harus dapat dijadikan acuan bagi program-program pembangunan dan bagi
perencanaan tata ruang daerah di tingkat yang lebih rendah dengan tidak melupakan
rencana tata ruang wilayah perbatasan seperti Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Subang, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten
Sumedang.
Seiring dengan perkembangan pemanfaatan ruang wilayah di Kabupaten Bandung Barat
yang membawa dampak pada pola pergeseran dalam pemanfaatan ruang, hal ini
disebabkan wilayah di Kabupaten Bandung Barat sudah menjadi tujuan para pengguna
ruang dalam pemanfaatannya. Untuk mengantisipasi tersebut diperlukan suatu penetapan
dan arahan pemanfaatan ruang secara komprehensif kewilayahannya serta kawasannya
agar lebih terkontrol dan terkendali guna meningkatkan fungsi kewilayahan dengan
mempertegas fungsi ruang agar adanya keseimbangan dan keserasian dalam
perkembangan wilayah antar sektor.
Dinamika pembangunan di Kabupaten Bandung Barat yang berkembang cukup pesat sejak
legalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 –
2029 melalui Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Barat Nomor 2 Tahun 2012,
diantaranya di bidang industri, permukiman, perdagangan-jasa dan kebutuhan infrastruktur
wilayah. Disamping itu, pesatnya perkembangan pembangunan yang terjadi perlu diiringi
dengan penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai dan mempertahankan kawasan
lindung lainnya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Demikian
halnya, perubahan kebijakan peraturan perundang-undangan sektoral tingkat nasonal
maupun regional (Provinsi Jawa Barat) juga dapat mempengaruhi kebijakan pembangunan
yang ada di daerah.
Selama kurun waktu disahkannya RTRW sampai saat ini, Kabupaten Bandung Barat
mengalami banyak perubahan baik yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun internal
yang menjadi pertimbangan perlunya kegiatan peninjauan kembali dan revisi terhadap
dokumen RTRW Kabupaten. Perubahan aspek eksternal terkait adanya kebijakan nasional
seperti Peraturan Presiden Nomor 03 Tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis
Nasional. Proyek strategis nasional merupakan proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Oleh karenanya, dalam hal proyek
1-3
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
strategis nasional tersebut tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten/Kota maka harus
dilakukan penyesuaian terhadap tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang penataan ruang.
Pelaksanaan peninjauan kembali RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009-2029 pada
Tahun 2016 menghasilkan rekomendasi perlunya dilakukan revisi RTRW Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2009-2029. Rekomendasi perlunya dilakukan revisi substansi
tersebut dilakukan berdasarkan berbagai pertimbangan adanya perubahan kondisi internal
maupun eksternal, baik dari aspek kebijakan, peraturan perundang-undangan, masukan
seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat, serta dinamika pembangunan kabupaten
yang mempengaruhi penataan ruang wilayah kabupaten.
Dalam rangka menjamin keberlanjutan segenap kegiatan di Kabupaten Bandung Barat baik
dalam kerangka waktu saat ini maupun masa depan, maka penataan ruang Kabupaten
Bandung Barat menjadi salah satu prasyarat yang penting. Untuk itu, proses penataan
ruang yang menghasilkan tata ruang sebagai wujud dari struktur dan pola ruang Kabupaten
Bandung Barat menjadi kegiatan penting dan tidak dapat ditinggalkan. Namun demikian,
proses penataan ruang yang menghasilkan struktur dan pola ruang tidak dapat diwujudkan
dengan baik tanpa memahami kondisi faktual pemanfaatan ruang, arahan kebijakan
(lokal/regional/ nasional) yang diberikan, serta isu strategis pada berbagai aspek.
Perubahan kebijakan eksternal dan internal sangat mempengaruhi penilaian dalam
peninjauan kembali RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009-2029, sehingga perlu
ditambahkan untuk mengakomodir perencanaan pembangunan baik yang menjadi
kepetingan nasional, provinsi, maupun kabupaten. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan
penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009-2029, yang dilakukan
dengan memperhatikan landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis, serta memperhatikan
tahapan, metodologi, serta perubahan kebijakan dan kepentingan seluruh stakeholder
Kabupaten Bandung Barat sesuai peraturan perundang-undangan.
1-4
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-5
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-6
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-7
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-8
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
19. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 02 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat.
1-9
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-10
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Segera Revisi
karena umur perda
lebih dari 5 tahun
Tabel 1.1 Program RPJMN 2015-2019 yang Berhubungan dengan Kabupaten Bandung Barat
No Muatan
1 Perwujudan Sistem Pengembangan Kawasan Strategis Nasional, salah satunya adalah
Perkotaan Nasional Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung (Kota Bandung, Kab. Bandung,
Kab. Bandung Barat, Kota Cimahi, Kab. Majalengka dan Kab.
Sumedang
2 Peningkatan Keterkaitan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung diarahkan sebagai pusat
Kota dan Desa di Wilayah kegiatan skala global yang berorientasi pada meningkatkan
Jawa-Bali spesialisasi fungsi jasa pendidikan, teknologi sistem informasi, industri
dan pariwisata perkotaan
1-11
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Selain itu juga terdapat program strategis nasional yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019.
Program tersebut akan dibahas pada bagian selanjutnya dikarenakan adanya Peraturan
Presiden No 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Peraturan ini tentu saja harus segera direspon oleh setiap Pemerintah Daerah agar
percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional bisa segera berlangsung.
1-12
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-13
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
dokumen RTRW Jawa Barat tahun 2009-2029 menjadi salah satu kajian yang penting dalam
penyusunan revisi Dokumen RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029.
Dalam rencana struktur ruang RTRW Provinsi Jawa Barat 2009-2029 tertuang bahwa
Kabupaten Bandung Barat merupakan bagian dari rencana pengembangan sistem
perkotaan Pusat Kegiatan Nasional – Provinsi (PKNp), yaitu kawasan perkotaan yang
berpotensi pada bidang tertentu dan memiliki skala internasional, nasional atau beberapa
provinsi. Kabupaten Bandung Barat merupakan bagian dari Kawasan Perkotaan Bandung
Raya. Fasilitas minimum yang harus dimiliki Kabupaten Bandung Barat sebagai PKNp
adalah pusat bisnis kegiatan utama yang akan dikembangkan dengan skala internasional
maupun nasional dan akan diusulkan menjadi Pusat Kegiatan Nasional.
Penetapan Kawasan Perkotaan Bandung Raya, dimana Kabupaten Bandung Barat
merupakan salah satu bagiannya, didasari oleh perkembangan kegiatan perkotaan yang
sangat pesat, terutama pada sektor industri, perdagangan dan jasa, serta pendidikan tinggi.
Salah satu indikasi pesatnya perkembangan tersebut adalah tingginya alih fungsi lahan
menuju kawasan perkotaan dan tingginya tingkat urbanisasi.
Oleh karena itu, pengendalian pertumbuhan di Kawasan Perkotaan Bandung Raya menjadi
salah satu amanat yang harus dipenuhi oleh wilayah-wilayah di dalamnya. Salah tujuannya
untuk mengurangi kecendrungan alih fungsi lahan yang menerus di kawasan perkotaan,
mengingat target jumlah kawasan lindung yang ditargetkan Provinsi Jawa Barat adalah
sebesar 45%. Pengendalian dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Mendistribusikan kegiatan ekonomi berskala nasional ke arah timur Jawa Barat, yaitu ke
PKN Cirebon dan Pusat-Pusat Kegiatan Wilayah yang terletak di sekitar PKN Kawasan
Perkotaan Bandung Raya.
b. Merealisasikan rencana pengembangan transportasi massal baik untuk angkutan orang
maupun barang
c. Mengembangkan pembangunan permukiman vertikal di kawasan-kawasan permukiman
yang telah padat dan secara fisik memungkinkan.
Dalam Rencana Struktur Ruang Dokumen RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029
juga ditetapkan sistem perkotaan PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya, yang di
dalamnya juga terdapat beberapa wilayah yang berada di Kabupaten Bandung Barat, yaitu
Kecamatan Padalarang sebagai Kota Hierarki II serta Kecamatan Cililin, Kecamatan
Ngamprah, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Lembang sebagai Kota Hierarki III. Sistem
perkotaan tersebut dapat disimak pada tabel
1-14
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
berikut.
1-15
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-16
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
B. Arah Pembangunan
a. Meningkatnya kualitas Sumberdaya Manusia yang sehat, Cerdas dan kreatif
Sumberdaya manusia merupakan faktor penting yang akan menentukan keberhasilan
pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumberdaya manusia
yang ditandai oleh meningkatnya semangat kewirausahaan, kreativitas, kompetensi, dan
kemandirian yang tinggi di kalangan seluruh komponen sumberdaya manusia
Kabupaten Bandung Barat, diarahkan pada kondisi-kondisi berikut:
1. Terwujudnya keseimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan daya dukung
dan daya tampung wilayah.;
2. Terwujudnya pemerataan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh seluruh
masyarakat;
3. Terwujudnya pelayanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan untuk seluruh
masyarakat di jalur formal, informal, dan nonformal dengan memperhatikan kondisi
wilayah;
4. Terwujudnya peningkatan kualitas pendidikan melalui pembinaan tenaga pendidik
dan kependidikan;
5. Terwujudnya Wajib Belajar 9 tahun menjadi Wajib Belajar Menengah 12 tahun yang
berkualitas;
6. Terwujudnya pemberdayaan perempuan dan pemuda yang kreatif dan inovatif.
1-17
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-18
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Pengembangan dan pelestarian nilai-nilai budaya lokal mengarah pada penciptaan nilai-
nilai yang konstruktif terhadap terwujudnya masyartakat yang sejalan dengan prinsip-
prinsip Bhineka Tunggal Ika. Oleh karena itu, upaya mengintegrasikan kearifan nilai-nilai
agama dan budaya dalam pembangunan diarahkan pada:
1. Terwujudnya masyarakat agamis yang menjujung tinggi kerukunan inter dan antar
umat beragama serta berahklak mulia;
2. Pengembangan nilai-nilai luhur budaya daerah dan kearifan lokal masyarakat;
3. Terwujudnya perluasan jalinan komunikasi antar kelompok masyarakat perdesaan
dan perkotaan.;
4. Terwujudnya kerjasama antara pemerintah, pelaku budaya, dan masyarakat;
5. Terwujudnya penguatan identitas dan jati diri masyarakat melalui penumbuhan
budaya inovatif berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tahapan dan prioritas pembangunan yang tertuang pada RPJPD Kabupaten Bandung Barat
dibagi kedalam tahapan sebagai berikut :
a. RPJM Daerah Pertama (2005-2008)
b. RPJM Daerah Kedua (2008-2013)
c. RPJM Daerah Ketiga (2013-2018)
d. RPJM Daerah Keempat (2018-2023)
e. RPJM Daerah Kelima (2023-2025)
f. RPJM Daerah Keenam (2025-2028) sebagai RPJMD Transisi
RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 beririsan dengan: RPJM Daerah Kedua (2008-
2013), RPJM Daerah Ketiga (2013-2018), dan RPJM Daerah Keempat (2018-2023), RPJM
Daerah Kelima (2023-2025), dan RPJM Daerah Keenam (2025-2028) sebagai RPJMD
Transisi.
Tahap akhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Bandung Barat, yang
beririsan dengan RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 yaitu tahap keenam (2025-
2028) sebagai RPJMD Transisi. Berikut adalah penjabaran misi, strategi, serta indikator
pencapaian pada RPJM Daerah Keenam (2025-2028) sebagai RPJMD Transisi.
1-19
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-20
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-21
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-22
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-23
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Secara umum, strategi kebijakan pembangunan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013-
2018, yang merupakan prioritas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan adalah sebagai berikut:
a. Perluasan akses dan mutu pelayanan pendidikan, kesehatan yang terjangkau
masyarakat;
b. Perbaikan, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan dan jembatan;
c. Peningkatan kualitas kinerja birokrasi;
d. Peningkatan kapasitas manajemen pemerintahan (profesional, efisien, efektif, dan
akuntabel);
e. Intensifikasi dan ekstensifikasi PAD;
f. Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan dan hortikultura serta agroindustri;
g. Peningkatan daya beli masyarakat, daya saing UMKM, Koperasi dan Ekonomi Kreatif;
h. Peningkatan keterampilan tenaga kerja;
i. Peningkatan penyediaan infrastrutur lainnya seperti jaringan listrik, air bersih dan
penyehatan lingkungan pemukiman, irigasi dan perhubungan;
1-24
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-25
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Kabupaten Cianjur berada di sebelah barat Kabupaten Bandung Barat. Rencana struktur
dan pola ruang Kabupaten Cianjur adalah sebagai berikut:
1-26
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-27
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-28
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-29
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-30
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-31
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-32
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-33
1.8 Profil Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Barat
1.8.1 Peran Kabupaten Bandung Barat Dalam Lingkup Nasional dan
Regional
Dalam konteks nasional, Kabupaten Bandung Barat memiliki peranan penting karena
beberapa proyek strategis nasional terdapat di wilayah ini. salah satu proyek strategis
yang paling utama adalah pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dimana salah
satu stasiun utamanya dalam bentuk Kawasan TOD (Transit Oriented Development) akan
dibangun di wilayah administrasi Kabupaten Bandung Barat. Adanya pengembangan
kawasan berbasikan TOD ini akan mempengaruhi struktur dan pola ruang wilayah secara
massif.
Kabupaten Bandung Barat merupakan bagian dari Kawasan Perkotaan Bandung Raya
yang berarti bagian dari rencana pengembangan sistem perkotaan Pusat Kegiatan
Nasional – Provinsi (PKNp) yaitu kawasan perkotaan yang berpotensi pada bidang
tertentu dan memiliki skala internasional, nasional atau beberapa provinsi. Sebagai
PKNp, maka fasilitas minimum yang harus dimiliki Kabupaten Bandung Barat sebagai
PKNp adalah pusat bisnis kegiatan utama yang akan dikembangkan dengan skala
internasional maupun nasional dan akan diusulkan menjadi Pusat Kegiatan Nasional.
Kedudukan Kabupaten Bandung Barat sendiri dalam Kawasan Perkotaan Bandung Raya
adalah sebagai wilayah yang mendukung pengembangan Kota Inti (Bandung-Cimahi),
atau sebagai hinterland dari kota inti tersebut. Implikasinya, pembangunan di Kabupaten
Bandung Barat sangat dipengaruhi oleh perkembangan wilayah sekitarnya.
Di sisi lain, Kabupaten Bandung Barat juga termasuk ke dalam wilayah pengembangan
Cekungan Bandung, yang diarahkan sebagai kawasan dengan perkembangan pesat
yang memerlukan pengendalian pemanfaatan ruang, khususnya pada kawasan yang
berfungsi sebagai resapan air yaitu di Kawasan Bandung Utara (KBU). Sementara itu di
KBU, sudah berkembang kegiatan pariwisata yang memiliki tingkat pelayanan bukan
hanya regional dan nasional saja, bahkan sampai tingkat internasional.
Dalam kaitannya sebagai hinterland dari kota inti (Bandung-Cimahi), keberadaan lahan
pertanian juga menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
wilayah. Rekomendasi atau arahan terkait keberadaan lahan pertanian pangan
berkelanjutan atau LP2B sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2011
tentang Penetapan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang kemudian
direspon di tingkat provinsi dengan mengeluarkan beberapa peraturan daerah terkait
LP2B. Namun, peraturan tersebut belum cukup signifikan untuk menentukan distribusi
dari LP2B di wilayah Kabupaten Bandung Barat, karena ketersediaan lahan pertanian
maupun ketersediaan sumber air baku yang semakin terbatas karena adanya
perkembangan wilayah yang mengarah pada sektor perdagangan dan jasa dan sektor-
sektor ekonomi kekotaan lainnya.
1-34
Letak Geografis Dan Wilayah Administrasi
Secara astronomis, Kabupaten Bandung Barat terletak diantara 107° 1,10' BT sampai
dengan 107° 4,40' BT dan 06° 3,73’ LS sampai dengan 07o1,031’ LS, dengan luas
sebesar 1.305,77 km² atau 130.577 Ha. Secara administratif Kabupaten Bandung Barat
terdiri dari 16 (enam belas) kecamatan serta terbagi kedalam 165 Desa.
Di dalam rencana pengembangan wilayah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung
Barat termasuk ke dalam wilayah pengembangan Cekungan Bandung dan sekitarnya.
Wilayah pengembangan Cekungan Bandung merupakan kawasan yang berkembang
pesat yang memerlukan pengendalian pemanfaatan ruang terutama di kawasan yang
berfungsi sebagai kawasan resapan air. Adapun kecamatan yang memiliki luas yang
paling besar adalah kecamatan Gunung Halu yaitu 160,7 km2 sedangkan luas
kecamatan yang paling kecil adalah kecamatan Ngamprah yaitu 36 km2.
Tabel 1.4 Profil Wilayah Administratif Kabupaten Bandung Barat
Luas Wilayah Jumlah Desa/ Jumlah Jumlah
Kecamatan Jumlah RT
(km2) Kelurahan RW Penduduk
Rongga 113,12 8 127 455 56.108
Gununghalu 160,64 9 158 546 76.712
Sindangkerta 120,47 11 122 513 69.868
Cililin 77,79 11 126 526 91.012
Cihampelas 46,99 10 101 482 116.097
Cipongkor 79,96 14 119 460 91.108
Batujajar 32,04 7 112 374 97.962
Saguling 51,46 6 52 188 30.995
Cipatat 126,05 12 225 740 133.079
Padalarang 51,4 10 208 776 178.743
Ngamprah 36,01 11 160 745 176.735
Parongpong 45,15 7 118 435 113.211
Lembang 95,56 16 222 868 196.690
Cisarua 55,11 8 104 395 74.884
Cikalongwetan 112,93 13 198 720 123.973
Cipeundeuy 101,09 12 168 525 82.911
Kab. Bandung Barat 130,577 165 2320 8748 1.710.088
1-35
Gambar 1.13 Kabupaten Bandung Barat sebagai Pintu Masuk dan Bagian dari KSN
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung
Sumber : Perda Provinsi Jawa Barat No. 22/2010, RTRWP Jawa Barat 2009-2029
Secara geografis, Kabupaten Bandung Barat (KBB) memiliki lokasi yang strategis dalam
konstelasi regional Jawa Barat. KBB merupakan pintu masuk ke Bandung Raya,
menjadikan Kabupaten Bandung Barat sebagai salah satu pusat pertumbuhan di wilayah
Barat serta dilalui jalur transportasi Barat-Timur berupa jalan tol Cipularang dan lintasan
kereta Api Jawa. Hal ini pula yang menjadikan Kabupaten Bandung Barat sebagai salah
satu daerah yang masuk dalam Kawasan Perhatian Investasi (KPI). Meskipun demikian,
hingga tahun 2015, Kabupaten Bandung Barat belum termasuk ke dalam 5
kota/kabupaten yang paling diminati oleh investor baik melalui PMA maupun PMDN, baik
dilihat dari realisasi investasi, penyerapan tenaga kerja, dan jumlah proyek.
Kota/kabupaten yang paling diminati investor adalah Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Karawang, Kota Bandung, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten
Subang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Bandung (BPPT
Jawa Barat, 2015).
1-36
Kondisi Fisik Dasar
A. Iklim dan Curah Hujan
Kabupaten Bandung Barat memiliki curah hujan rata-rata pertahun adalah kurang lebih
pada 1500-3500mm/tahun. Ada dua kecamatan yang memiliki curah hujan kurang dari
1500 yaitu Kecamatan Batujajar dan Padalarang. Sedangkan untuk curah hujan 1500-
2000 mm/th adalah Kecamatan Batujajar, Cihampelas, Ngamprah, Padalarang Dan
Parongpong. Selanjutnya wilayah yang memiliki curah hujan 2000-2500 adalah sebagian
Kecamatan Lembang, Parongpong, Cisarua, Ngamprah, Cipatat, Cipongkor, dan
Sindangkerta. Untuk curah hujan 2500-3000 mm/th terdapat pada wilayah Kecamatan
Lembang, Parongpong, Cisarua, Cikalong Wetan, Cipeundeuy, Cipatat, Rongga, Gunung
Halu, Dan Sindangkerta. Terakhir wilayah yang memiliki curah hujan tertinggi adalah
Kecamatan Cikalong Wetan Dan Cipeundeuy. Berikut tabel curah hujan menurut luasan.
Tabel 1.5 Kondisi Curah Hujan Wilayah Kabupaten Bandung Barat
1-37
C. Geologi dan Jenis Tanah
Kondisi geologi Kabupaten Bandung Barat merupakan wilayah yang berpotensi terjadi
gempa bumi, terutama tipe tektonik dan gempa vulkanik. Wilayah berpotensi terjadi
gempa tektonik adalah sesar Lembang, sedangkan daerah-daerah yang berpotensi
terjadi gempa akibat letusan gunung/vulkanik adalah wilayah di sekitar Gunung
Tangkuban Perahu. Berdasarkan hasil studi Direktorat Geologi Tata Lingkungan, sumber
air bawah tanah di Wilayah Kabupaten Bandung Barat dibagi ke dalam beberapa zona:
1. Zona kritis, merupakan wilayah yang pengambilan air tanahnya
dibatasi sampai maksimum 100 m3 per bulan. Air tanah di wilayah ini hanya
diperuntukkan untuk memenuhi keperluan air minum dan rumah tangga.
Penyebaran zona kritis pengambilan air tanah di Kabupaten Bandung Barat
sebagian besar berada di Kecamatan Batujajar.
2. Zona rawan, untuk pengambilan air tanah hanya diperuntukan bagi
keperluan air minum dan rumah tangga dengan debit maksimum 100 m 3/bulan.
Zona rawan untuk pengambilan air tanah penyebarannya ada di Kecamatan:
Batujajar. Daerah resapan air tanah penyebarannya ada di Kecamatan:
Lembang dan Cisarua.
3. Daerah aman pengambilan air tanah pengambilan baru
diperbolehkan dengan debit 170 m3/hari dengan jumlah sumur terbatas. Daerah
aman untuk pengambilan air tanah penyebarannya ada di Kecamatan:
Cikalongwetan, Padalarang, Ngamprah dan Parongpong.
4. Daerah resapan, tidak dikembangkan bagi pengambilan air tanah
kecuali untuk air minum dan rumah tangga dengan pengambilan maksimum 100
m3/bulan. Daerah resapan ini meliputi Kecamatan: Lembang dan Cisarua.
5. Zona bukan cekungan air tanah, produktivitas aquifer rendah
sehingga kurang layak dikembangkan, kecuali aquifer dangkal di daerah lembah
untuk keperluan air minum dan rumah tangga dengan pengambilan maksimum
100 m3/bulan per sumur. Zona bukan cekungan air tanah penyebarannya di
Kecamatan: Cipeundeuy, Cipatat, Cipongkor, Cililin, Sindangkerta, Gununghalu
dan Rongga.
1-38
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Bandung barat diantaranya:
1. Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol,
2. Andosol Coklat,
3. Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat,
4. Kompleks Mediteran Coklat Kemerehan dan Litosol,
5. Latosol Coklat,
6. Latosol Coklat Kemerahan,
7. Latosol Coklat Tua Kemerahan,
8. Aluvial Coklat Keabuan,
9. Kompleks Latosol Merah dan Latosol Coklat Kemerahan,
10. Podsolik Kuning,
11. Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Pondsolik Kuning dan Regosol,
12. Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Keabuan,
13. Asosiasi Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu.
Tabel 1.8 Jenis Tanah di Kabupaten Bandung Barat
No
Jenis Tanah Luasan (Ha)
.
1 Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 2,729
2 Andosol Coklat 8,548
3 Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat 13,442
4 Kompleks Mediteran Coklat Kemerahan dan Litosol 3,162
5 Latosol Coklat 17,572
6 Latosol Coklat Kemerahan 34
7 Latosol Coklat Tua Kemerahan 11,089
8 Aluvial Coklat Kekelabuan 7,757
9 Kompleks Latosol Merah dan Latosol Coklat Kemerahan 17,524
10 Podsolik Kuning 950
11 Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kuning dan Regosol 37,170
12 Asosiasi Aluvial Kelabu Dan Aluvial Coklat Kekelabuan 1,740
13 Asosiasi Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu 6,748
1-39
Di Kabupaten Bandung Barat terdapat 2 Danau/Situ Alam dan 2 Waduk/Danau Buatan.
Danau/Situ Alam terdiri dari Situ Lembang dan Situ Ciburuy. Situ-situ ini dimanfaatkan
sebagai lokasi tujuan wisata. Waduk/danau buatan yang terdapat di daerah kajian yaitu
Waduk Saguling dan Cirata yang merupakan sumber tenaga listrik (PLTA).
Kondisi situ dan waduk masing-masing dapat dirinci sebagai berikut:
a. Situ Ciburuy terdapat di Kecamatan Padalarang digunakan untuk irigasi dengan
kapasitas penyimpanan sekitar 4 juta m3. Situ Lembang digunakan untuk
irigasi dan terletak di bagian hulu DAS Cimahi, kapasitanya sebesar 3,7 m3
dengan daerah tangkapan situ tersebut diperkirakan 6,3 km3.
b. Waduk Saguling terletak di sungai Citarum yang tersebar di beberapa
kecamatan yaitu di Kecamatan Cililin, Batujajar, dan Cipongkor. Waduk
tersebut digunakan untuk PLTA, irigasi dan penyediaan air minum. Kapasitas
waduk direncanakan 1.000 juta m3.
c. Waduk Cirata terletak kearah hilir dari Waduk Saguling yang lokasinya berada
di Kecamatan Cipeundeuy, volume direncanakan sekitar 2.000 juta m3, dengan
ketinggian mukaair + 220 m/dpl.
Potensi Mata air di Kabupaten Bandung Barat yaitu sebanyak 223 lokasi, yang tersebar di
12 Kecamatan di Bandung Barat dengan debit air sebesar 2-500 liter/detik untuk lebih
jelasnya dapat di lihat pada Table II.2. Daerah tanggkapan Air yang menjadi penyedia air
tanah maupun air permukaan di Kabupaten Bandung Barat yaitu :
a. Sub DAS Cikapundung (Lembang, Cisarua, Parongpong);
b. Sub DAS Citarum (Cililin, Ngamprah, Batujajar, Padalarang).
Potensi air permukaan di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2015 yaitu sebanyak 8
lokasi dengan debit air sebesar 630 liter/detik untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
1-40
Tabel 1.10 Potensi Air Permukaan di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat
Kebutuhan Air
Aliran Dasar
Pipanisasi (l/d) Sumber Jarak ke DAS
No Kecamatan
Potensial Sumber (km) (km2) Q5 Q20
1989 2000 2015
(l/d) (l/d)
1. Gununghalu 5 5 5 Cilanang 0,5 88 50 45
2. Sindangkerta 5 5 48 Cicongkang <0,5 9 5 5
3. Cililin 9 26 65 Cipatik <0,5 6 20 15
4. Cipongkor 5 5 5 Cilanang 0,5 36 20 20
5. Cisarua 52 85 195 Cimahi <0,5 24 210 175
6. Cipatat 5 53 110 Cirawa 0,5 18 10 10
7. Cikalongwetan 12 54 174 Cilurah 0,5 14 125 105
8. Cipeundeuy 5 5 28 Cipeundeuy 0,5 19 170 145
Sumber : Kantor Lingkungan Hidup dan Dokumen KLHS RTRW Kab. Bandung Barat, 2014
Potensi Pengairan dan Kondisi Pengelolaan Jaringan Irigasi dan Bendung di Kabupaten
Bandung Barat yaitu sebanyak 41 Sungai dan saluran pembuangan. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.2 Sungai dan Saluran Pembuang yang Mengalir di Kabupaten Bandung Barat
No Nama Sungai dan No Nama Sungai dan Saluran No Nama Sungai dan
Saluran Pembuangan Saluran Pembuangan
Pembuangan
1 Cimeta 15 Cikabul 29 Cilutung
2 Cijukung 16 Cimahi 30 Gadobangkong
3 Cikatamos 17 Cisongkat 31 Cikapundung
4 Cibihbul 18 Cihideung 32 Cidadap
5 Cibarengkok 19 Cikidang/Cicukang 33 Cisokan
6 Cipada 20 Ciputri 34 Ciminyak
7 Cikubang 21 Cikawari 35 Cijere
8 Cipicung 22 Cicukangkawung/Cikasur 36 Cilanang
9 Cijambu 23 Ciwaru/Cisangkan 37 Cibitung
10 Cimande Ageung 24 Cibangban 38 Cibangoak
11 Ciburandul 25 Cibeureum/Cigondewah 39 Cijenuk
12 Cipadalarang 26 Cipulung 40 Cimahpar, dan
13 Cimalayan 27 Citanjung 41 Cibenda
14 Cikadongdong 28 Cigelap
Sumber : Kantor Lingkungan Hidup dan Dokumen KLHS RTRW Kab. Bandung Barat, 2014
1-41
Air Tanah
Di Kabupaten Bandung Barat terdapat daerah resapan air tanah yang merupakan
resapan utama atau primer meliputi bagian lereng bervegetasi lebat pada ketinggian
tertentu sampai puncak gunung yang terutama dibentuk oleh batuan gunung api
muda.Selain itu, zona resapan utama meliputi pula bagian daerah pegunungan dan
perbukitan berupa punggungan yang bertindak sebagai tinggian pemisahan air utama
bagi sungai-sungai yang mengalir ke utara dan selatan.
Berdasarkan hasil penelitian hidrogeologi untuk menentukan batas horizontal cekungan
air tanah yang dilakukan oleh Direktorat Tata Lingkungan GeologidanKawasan
Pertambangan yang kemudian disahkan melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Tahun 2003, cekungan air tanah di Jawa Barat terdapat 27 buah, dengan 2
cekungan air tanah diantaranya termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung Barat.
1-42
Selain tanah longsor, juga sering terjadi tanah amblasan, retak-retak dan
patahan. Selain jenis rawan bencana yang dijelaskan diatas, di Kabupaten
Bandung Barat juga terdapat Permasalahan lahan kritis dan terlantar. Adapun
sebaran lahan kritis di setiap Kecamatan dan Desa di Kabupaten Bandung
Barat dapat dilihat tabel berikut ini.
Sumber: Kantor Lingkungan Hidup dan Dokumen KLHS RTRW Kabupaten Bandung Barat, 2014
1-43
Gambar 1.14 Peta Curah Hujan Kabupaten Bandung Barat
1-44
Gambar 1.15 Peta Ketinggian Kabupaten Bandung Barat
1-45
Gambar 1.16 Peta Kontur Kabupaten Bandung Barat
1-46
Gambar 1.17 Peta Kemiringan (Kelerengan) Kabupaten Bandung Barat
1-47
Gambar 2 Peta Jenis Tanah Kabupaten Bandung Barat
1-48
Gambar 1.19 Peta Sumber Daya Air Kabupaten Bandung Barat
1-49
Gambar 1.20 Peta Hidrogeologi Kabupaten Bandung
1-50
Gambar 1.21 Peta Kawasan Rawan Dampak Lingkungan
1-51
Gambar 1.22 Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa
1-52
Gambar 1.23 Peta Kawasan Rawan Gerakan Tanah
1-53
Gambar 1.24 Peta Kawasan Rawan Longsor
1-54
Gambar 1.25 Peta Sebaran Lahan Kritis
1-55
1.8.2 Kondisi Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Bandung Barat dikelompokkan berdasarkan fungsinya,
yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Jika dilihat dari fungsi guna lahan,
Kabupaten Bandung Barat didominasi oleh fungsi budidaya pertanian sebesar 78.446 Ha
atau hampir 60 % dari luasan wilayah Kabupaten Bandung Barat. Disusul oleh luasan
fungsi budidaya non-pertanian sebesar 19,73% dair luas wilayah. Kabupaten Bandung
Barat memiliki luasan fungsi kawasan lindung yang relatif kecil, hanya 15% dari total
wilayah yaitu 19.171 Ha. Berikut penjabaran luasan guna lahan Kabupaten Bandung
Barat.
Tabel 1.3 Guna Lahan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007
No
Jenis Guna Lahan Luasan (Ha) Persentase (%)
.
1 Kawasan Lindung
Kawasan Lindung 19,171.04 14,65%
Total 19,171.04 14,65%
2 Kawasan Budidaya
2A Budidaya Pertanian
Kebun Campur 8,758.76 6,70%
Perkebunan 9,562.95 7,31%
Sawah 16,309.44 12,47%
Sawah Tadah Hujan 19,342.69 14,79%
Tegal/Ladang 24,472.31 18,71%
Total Budidaya Pertanian 78,446.15 59,96%
2B Budidaya Non-Pertanian
Industri 2,270.73 1,74%
Institusi 251.94 0,19%
Jalan 2,000.00 1,53%
Jalan Kereta Api 52.76 0,04%
Pasar / Pertokoan 776.79 0,59%
Permukiman 20,260.16 15,49%
Lapangan 50.02 0,04%
Taman 35.11 0,03%
Tambang 114.31 0,09%
Total Budidaya Non Pertanian 25,811.82 19,73%
Total Budidaya 104,257.97 79,69%
3 Lainnya
Tanah Kosong 3,702.29 2,83%
Rumput 3,689.94 2,82%
Total 7,392.23 5,65%
Total Kabupaten 130,821.24 100.00%
Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung Barat, 2009
1-56
Gambar 1.26 Peta Guna Lahan Eksisting Kabupaten Bandung Barat (Tahun 2007)
1-57
1.8.3 Kemampuan dan Kesesuaian Lahan
Fisik dan lingkungan merupakan salah satu elemen dasar yang dibutuhkan dalam
menyusun suatu rencana tata ruang, karena kapasitas fisik dan lingkungan di suatu
wilayah akan berpengaruh pada perkembangan suatu kawasan. Oleh karena itu, batasan
fisik dan lingkungan akan mempengaruhi strategi dan kebijakan yang digunakan dalam
pengembangan satu kawasan. Dengan kata lain, kondisi fisik suatu kawasan menjadi
dasar paling penting untuk membuat keputusan yang menyatakan apakah kawasan
tersebut dapat dikembangkan (menjadi kawasan terbangun) atau perlu dijaga dan
dilestarikan menjadi area tidak terbangun.
Kemampuan lahan (land capability) adalah penilaian lahan secara sistematik dan
pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang
merupkan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Kemampuan
lahan didasarkan pada pertimbangan faktor biofisik lahan dalam pengelolaannya
sehingga tidak terjadi degradasi lahan selama digunakan. Makin rumit pengelolaan yang
diperlukan, makin rendah kemampuan lahan untuk jenis penggunaan yang direncanakan.
Sementara kesesuaian lahan (land suitability) merupakan tingkat kecocokan sebidang
lahan untuk suatu penggunaan tertentu (misal kawasan lindung atau kawasan budidaya
seperti permukiman, industri, termasuk kawasan pendidikan).
Dalam melakukan analisis kemampuan lahan, terdapat beberapa analisis yang harus
dilakukan terlebih dahulu, yakni analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi,
Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan, Satuan Kemampuan Lahan
Kestabilan Lereng,Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air, Satuan Kemampuan
Lahan Drainase, Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Limbah, Satuan Kemampuan
Lahan Bencana Alam, dan Satuan Kemampuan Lahan Batasan Pengembangan. SKL ini
nantinya akan di-overlay dan akan menghasilkan kemampuan lahan secara keseluruhan.
Analisis kemampuan dan kesesuaian lahan ini juga pada akhirnya akan dapat menjadi
arahan pemanfaatan dan pengembangan kawasan.
A. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi
Tujuan analisis SKL Morfologi adalah memilah bentuk bentang alam/morfologi pada
wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu untuk dikembangkan sesuai
dengan fungsinya. Dalam analisis SKL Morfologi melibatkan data masukan berupa peta
morfologi dan peta kelerengan dengan keluaran peta SKL Morfologi dengan
penjelasannya. Morfologi berarti bentang alam, kemampuan lahan dari morfologi tinggi
berarti kondisi morfologis suatu kawasan kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang
alamnya berupa gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan
pengembangannnya sangat rendah sehingga sulit dikembangkan dan atau tidak layak
dikembangkan. Lahan seperti ini sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah lindung
atau budi daya yang tak berkaitan dengan manusia, contohnya untuk wisata alam.
Morfologi tinggi tidak bisa digunakan untuk peruntukan ladang dan sawah. Sedangkan
kemampuan lahan dari morfologi rendah berarti kondisi morfologis tidak kompleks. Ini
berarti tanahnya datar dan mudah dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budi
daya.
1-58
Tabel 1.14 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Morfologis
Peta
No. Peta Morfologi SKL Morfologi Nilai
Kelerengan
Berbukit,
2. 15 – 40 % Kemampuan lahan dari morfologi cukup 2
bergelombang
Analisis ini digunakan untuk memilah bentang alam/morfologi pada wilayah yang mampu
untuk dikembangkan sesuai dengan fungsinya, dan yang lebih cocok untuk
dikembangkan menjadi perkotaan.Untuk melakukan analisis ini, data yang dibutuhkan
berupa peta morfologi dan peta kemiringan. Langkah-langkah untuk melakukan SKL
morfologi sebagai berikut:
a. Tentukan skoring yang tepat untuk peta kemiringan lereng dan peta ketinggian tanah.
Semakin besar kemiringan tanah dan semakin tinggi ketinggian tanah tersebut maka
semakin kecil skor kemampuan morfologinya.
b. Tentukan tingkat kemampuan lahan morfologi berdasarkan peta analisis, dengan
meng-overlay peta-peta yang dibutuhkan untuk membentuk SKL Morfologi.
c. Deskripsikan potensi dan kendala morfologi dari hasil analisis tersebut.
Morfologi sama artinya dengan bentang alam atau kondisi alam di suatu daerah.
Kemampuan lahan dari morfologi tinggi artinya kondisi alam disana berupa pengunungan,
gunung dan bergelombang. Kondisi alam demikian menyebabkan daerah tersebut sangat
sulit dikembangkan dan direkomendasikan sebagai kawasan lindung, pada peta daerah-
daerah yang mempunyai kemampuan lahan seperti itu adalah di daerah antara bagian
utara Kecamatan Cisarua, Parongpong dan Lembang serta bagian selatan Kecamatan
Gununghalu dan Sindangkerta. Morfologi cukup artinya kondisi alam disana berupa
berbukit dan bergelombang, untuk pemanfaatan lahan pada umunya digunakan untuk
hutan produksi, pertanian lahan kering dan perkebunan, dapat dilihat pada peta terletak
pada Kecamatan Rongga, Cipongkor, Saguling, Cipatat, Cililin, dan Cikalong Wetan.
Morfologi sedang artinya keadaan alam disana berombak dan cocok untuk
pengembangan pertanian kelas keras dan pembangunan perumahan dan permukiman,
yaitu Lembang, Cipendeuy, Ngamprah. Kemudian klasiifkasi morfologi kurang terdapat di
sebagian Kecamatan Cipendeuy, Cipatat, Cikalong Wetan. Sementara morfologi rendah
(potensi pengembangan tinggi) terdapat di sebagian Kecamatan Padalarang, Ngamprah,
Batujajar, Cihampelas, dan bagian selatan Parongpong.
1-59
Gambar 1.27 Peta SKL Morfologi
1-60
B. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan
Tujuan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan adalah untuk mengetahui tingkat kemudahan
lahan di wilayah dan/atau kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses
pembangunan/ pengembangan kawasan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan
berupa peta topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta
penggunaan lahan eksisting, dengan keluaran peta SKL Kemudahan Dikerjakan dan
penjelasannya.
Dalam analisis ini, akan ditinjau faktor pembentukan tanah dari aspek waktu
pembentukkannya di mana tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah,
akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus. Oleh karena itu tanah akan menjadi
semakin tua dan kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis
mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Karena
proses pembentukan tanah yang terus berjalan, maka induk tanah berubah berturut-turut
menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Tanah Muda ditandai oleh proses
pembentukan tanah yang masih tampak pencampuran antara bahan organik dan bahan
mineral atau masih tampak struktur bahan induknya. Contoh tanah muda adalah tanah
aluvial, regosol dan litosol. Tanah Dewasa ditandai oleh proses yang lebih lanjut sehingga
tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa, yaitu dengan proses pembentukan
horison B. Contoh tanah dewasa adalah andosol, latosol, grumosol. Tanah Tua proses
pembentukan tanah berlangsung lebih lanjut sehingga terjadi proses perubahan-
perubahan yang nyata pada horizon-horoson A dan B. Akibatnya terbentuk horizon A1,
A2, A3, B1, B2, B3. Contoh tanah pada tingkat tua adalah jenis tanah podsolik dan latosol
tua (laterit).
Tabel 1.15 Penjelasan Jenis Tanah dalam Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan
Jenis Tanah Sifat Nilai
1-61
Jenis Tanah Sifat Nilai
lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak,
umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi
tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu
kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat basa.
Penyebarannya di daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan
kurang dari 2500 mm/tahun.
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon,
kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal,
Latosol konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga 2
kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan lebih
dari 300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi
batuan beku intrusi.
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan
induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah
dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan
Litosol batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada 4
umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan
batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai
pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng
miring sampai curam.
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga
dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik,
tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi
teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan
basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka
Mediteran erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis 1
bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering
nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah
pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di
bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah
topografi Karst disebut terra rossa.
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon,
tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH
Regosol umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk 4
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di
daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-
gumuk pasir pantai.
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan peyesuaian)
1-62
Tabel 1.16 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan
Peta Peta Peta
No Peta SKL Kemudahan
Kelerenga Ketinggia Jenis Nilai
. Morfologi Dikerjakan
n n Tanah
Kemudahan
1. Bergunung > 40 % >3000 m Mediteran 1
dikerjakan rendah
Berbukit,
2000 – Kemudahan
2. bergelomban 15 – 40 % Latosol 2
3000 m dikerjakan kurang
g
1000 – Kemudahan
3. Berombak 8 – 15 % Andosol 3
2000 m dikerjakan sedang
500 – 1000 Kemudahan
4. Landai 2 – 8% Regosol 4
m dikerjakan cukup
Kemudahan
5. Datar 0–2% 0 – 500 m Alluvial 5
dikerjakan tinggi
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis
dalam Rencana Tata Ruang (dengan penyesuaian)
Hasil analisis SKL Kemudahan dikerjakan di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada
peta berikut:
1-63
C. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng
Tujuan analisis SKL Kestabilan Lereng adalah untuk mengetahui tingkat kemantapan
lereng di wilayah pengembangan dalam menerima beban. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng,
peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta curah hujan, peta bencana alam (rawan bencana
gunung berapi dan kerentanan gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan, dengan
keluaran peta SKL Kestabilan Lereng dan penjelasannya.
Tabel 1.47 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Kestabilan Lereng
Peta Peta SKL
No Peta Peta Peta
Jenis Curah Kestabilan Nilai
. Morfologi Kelerengan Ketinggian
Tanah Hujan Lereng
Kestabilan
> 3000
1 Bergunung > 40 % >3000 m Andosol lereng 1
mm/tahun
rendah
1500 – Kestabilan
Berbukit, 2000 – Regosol,
2 15 – 40 % 3000 lereng 2
Bergelombang 3000 m Alluvial
mm/tahun kurang
1000 – Kestabilan
1000 –
3 Berombak 8 – 15 % Mediteran 1500 lereng 3
2000 m
mm/tahun sedang
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan penyesuaian)
Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi
lahannya dengan melihat kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan disebut
kestabilan lerengnya rendah, maka kondisi wilayahnya tidak stabil. Tidak stabil artinya
mudah longsor, mudah bergerak yang artinya tidak aman dikembangkan untuk bangunan
atau permukiman dan budidaya. Kawasan tersebut direkomendasikan untuk kawasan
hutan, perkebunan dan area resapan air.
Hasil analisis SKL Kestabilan Lereng di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada
peta berikut:
1-64
Gambar 1.29 Peta SKL Kestabilan Lereng
1-65
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan peyesuaian)
Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah yang mendukung stabil atau tidaknya
suatu bangunan atau kawasan terbangun. SKL ini diperlukan untuk memperkirakan jenis
pondasi wilayah terbangun. Kestabilan pondasi tinggi artinya wilayah tersebut akan stabil
untuk pondasi bangunan apa saja atau untuk segala jenis pondasi. Kestabilan pondasi
rendah berarti wilayah tersebut kurang stabil untuk berbagai bangunan. Kestabilan
pondasi sedang berarti wilayah tersebut kurang stabil, namun mungkin untuk jenis
pondasi tertentu, bisa lebih stabil, misalnya pondasi cakar ayam.
Hasil analisis SKL Kestabilan Pondasi di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada
peta berikut:
Gambar 1.30 Analisis SKL Kestabilan Pondasi
1-66
E. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air
Tujuan analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan air
dan kemampuan penyediaan air pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan
kawasan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta
kelerengan, peta curah hujan, peta hidrogeologi, peta jenis tanah dan peta penggunaan
lahan eksisting dengan keluaran peta SKL Ketersediaan Air dan penjelasannya. Sebelum
melakukan analisis SKL Ketersediaan Air, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari
data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah.
Tabel 1.19 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Ketersediaan Air
Peta Peta Peta Peta SKL
No Peta Nila
Kelerenga Ketinggia Jenis Curah Ketersediaa
. Morfologi i
n n Tanah Hujan n Air
1000 –
1000 – Mediteran 1500 Ketersediaa
3 Berombak 8 – 15 % 3
2000 m , Regosol mm/tahu n air sedang
n
1500 –
500 – 1000 3000
4 Landai 2–8% 4
m mm/tahu
n Ketersediaa
n air tinggi
> 3000
5 Datar 0–2% 0 – 500 m Andosol mm/tahu 5
n
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 Tentang Pedoman Analisis Dalam Rencana Tata Ruang
(Dengan Peyesuaian)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat ketersediaan air dan kemampuan
penyediaan air pada masing-masing tingkatan untuk pengembangan kawasan. Data yang
dibutuhkan adalah peta morfologi, peta kemiringan lahan, peta geologi, peta guna lahan,
curah hujan, peta hidrogelogi. Langkah-langkah untuk melakukan analisis ini sebagai
berikut:
a. Tentukan tingkat ketersediaan air berdasarkan peta hidrologi, peta kemiringan
lahan, peta geologi, peta curah hujan, peta geolog dengan menggunakan skoring.
b. Overlay peta tersebut dengan aplikasi ArcGIS.
c. Uraikan kendala dan potensi masing-masing tingkatan kemampuan ketersediaan
air.
Hasil analisis SKL Ketersediaan Air di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada peta
berikut:
1-67
Gambar 1.31 Ketersediaan Air
Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan
dalam mengalirkan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat
lokal maupun meluas dapat dihindari. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa
peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi, peta jenis tanah, peta curah hujan,
peta kedalaman efektif tanah, dan penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta
SKL untuk Drainase dan penjelasannya.
Tabel 1.20 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Drainase
Peta Peta Peta
No Peta Peta SKL Nila
Kelerenga Jenis Curah
. Morfologi Ketinggian Drainase i
n Tanah Hujan
Berbukit, Drainase
Alluvial, < 1000 tinggi
2 Bergelomban 15 – 40 % 2000 – 3000 m 4
Regosol mm/tahun
g
1000 –
Drainase
3 Berombak 8 – 15 % 1000 – 2000 m Mediteran 1500 3
cukup
mm/tahun
1-68
Peta Peta Peta
No Peta Peta SKL Nila
Kelerenga Jenis Curah
. Morfologi Ketinggian Drainase i
n Tanah Hujan
> 3000
5 Datar 0–2% 0 – 500 m Latosol 1
mm/tahun
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan penyesuaian)
1-69
Gambar 1.32 Peta SKL Drainase
1-70
G. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Erosi
Tujuan analisis SKL Terhadap Erosi adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang
mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan
terhadap erosi serta antispasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah,
peta hidrogeologi, peta tekstur tanah, peta curah hujan dan peta penggunaan lahan
eksisting dengan keluaran peta SKL Terhadap Erosi dan penjelasannya.
Tabel 1.21 Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL
Terhadap Erosi
No. Jenis Tanah Sifat Nilai
1-71
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi
berarti lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah
berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak ada
pengelupasan lapisan tanah. Hasil analisis SKL Erosi di Kabupaten Bandung Barat dapat
dilihat pada peta berikut
Tujuan analisis SKL Pembuangan Limbah adalah untuk mengetahui mengetahui daerah-
daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan
pengeolahan limbah, baik limbah padat maupun cair. Dalam analisis ini membutuhkan
masukan berupa peta morfologi, peta kemiringan, peta topografi, peta jenis tanah, peta
hidrogeologi, peta curah hujan dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran
peta SKL Pembuangan Limbah dan penjelasannya.
Tabel 1.23 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Limbah
Peta Peta Peta Peta SKL
No Peta Nila
Kelerenga Ketinggia Jenis Curah Pembuanga
. Morfologi i
n n Tanah Hujan n Limbah
> 3000 Kemampuan
1 Bergunung > 40 % >3000 m Regosol mm/tahu lahan untuk 1
n pembuangan
2 Berbukit, 15 – 40 % 2000 – Andosol 1500 – limbah 2
Bergelomban 3000 m 3000 kurang
g mm/tahu
1-72
Peta Peta Peta Peta SKL
No Peta Nila
Kelerenga Ketinggia Jenis Curah Pembuanga
. Morfologi i
n n Tanah Hujan n Limbah
n
Kemampuan
1000 –
lahan untuk
1000 – Meditera 1500
3 Berombak 8 – 15 % pembuangan 3
2000 m n mm/tahu
limbah
n
sedang
< 1000 Kemampuan
500 – 1000
4 Landai 2–8% Latosol mm/tahu lahan untuk 4
m
n pembuangan
5 Datar 0–2% 0 – 500 m Alluvial limbah cukup 5
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan penyesuaian)
SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk memperlihatkan wilayah tersebut cocok
atau tidak sebagai lokasi pembuangan (limbah). Analisa ini menggunakan peta hidrologi
dan klimatologi. Kedua peta ini penting, tapi biasanya tidak ada data rinci yang tersedia.
SKL pembuangan limbah kurang berarti wilayah tersebut kurang/tidak mendukung
sebagai tempat pembuangan limbah. Sebaliknya, SKL pembuangan limbah cukup berarti
wilayah tersebut berpotensi sebagai tempat pembuangan limbah.
Hasil analisis SKL Erosi di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 1.34 Peta SKL Limbah
1-73
I. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Bencana
Tujuan analisis SKL terhadap Bencana Alam adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk
menghindari/mengurangi kerugian dari korban akibat bencana tersebut. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta
topografi, peta jenis tanah, peta tekstur tanah, peta curah hujan, peta bencana alam
(rawan gunung berapi dan kerentanan gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan
eksisting dengan keluaran peta SKL Terhadap Bencana Alam dan penjelasannya.
Analisis SKL terhadap Bencana Alam juga mengikutsertakan analisis terhadap jenis
tanah yang sama dengan SKL Terhadap Erosi.
1-74
Tabel 1.24 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis SKL Bencana
Peta
Peta Peta
Rawan SKL
Peta Peta Peta Jenis Peta Curah Rawan Kerentanan
No. Peta Morfologi Bencana Bencana Nilai
Kelerengan Ketinggian Tanah Hujan Bencana Gerakan
Gunung Alam
Banjir Tanah
Berapi
Potensi
1000 – Zona III Zona III
1000 – 2000 Zona III (agak bencana
3 Berombak 8 – 15 % Mediteran 1500 (agak (agak 3
m rawan) alam
mm/tahun rawan) rawan)
cukup
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 Tentang Pedoman Analisis Dalam Rencana Tata Ruang (Dengan Penyesuaian)
1-75
Morfologi gunung dan perbukitan dinilai tinggi ada peta rawan bencana gunung api dan
longsor. Sedangkan lereng data yang dialiri sungai dinilai tinggi pada rawan bencana
banjir. Penentuan kelas pada rawan bencana ini ada lima. Kelas 1 artinya rawan bencana
alam dan kelas 5 artinya tidak rawan bencana alam.
Hasil analisis SKL Bencana di Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada peta berikut.
1-76
c. Mengalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masing-masing satuan
kemampuan lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa jauh pengaruh satuan
kemampuan lahan tersebut pada pengembangan perkotaan. Bobot yang
digunakan sesuai dengan Tabel 20
d. Melakukan superimpose semua satuan-satuan kemampuan lahan, dengan cara
menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari seluruh satuan-satuan
kemampuan lahan dalam satu peta, sehingga diperoleh kisaran nilai yang
menunjukkan nilai kemampuan lahan di wilayah perencanaan.
e. Menentukan selang nilai yang akan digunakan sebagai pembagi kelas-kelas
kemampuan lahan, sehingga diperoleh zona-zona kemampuan lahan dengan nilai
yang menunjukkan tingkatan kemampuan lahan di wilayah perencanaan dan
digambarkan dalam satu peta klasifikasi kemampuan lahan untuk perencanaan
tata ruang.
Pembuatan peta nilai kemampuan lahan merupakan penjumlahan nilai dikalikan
bobot, yaitu:
a. Melakukan superimpose setiap satuan kemampuan lahan yang telah diperoleh
hasil pengalian nilai dengan bobotnya secara satu per satu, sehingga kemudian
diperoleh peta jumlah nilai dikalikan bobot seluruh satuan secara kumulatif.
b. Membagi peta masing-masing satuan kemampuan lahan dalam sistem grid,
kemudian memasukkan nilai dikalikan bobot masing-masing satuan kemampuan
lahan ke dalam grid tersebut. Penjumlahan nilai dikalikan bobot secara
keseluruhan adalah tetap dengan menggunakan grid, yakni menjumlahkan hasil
nilai dikalikan bobot seluruh satuan kemampuan lahan pada setiap grid yang
sama
Tabel 1.25 Klasifikasi Penilaian dalam Analisis Kemampuan Lahan
SKL SKL SKL SKL
SKL SKL SKL SKL
SKL Kemud Kesta Kesta Untu Kemam
Keterse Terha Pembu Benc
Morfo ahan bilan bilan k puan
diaan dap angan ana
logi Dikerja Leren Ponda Drain Lahan
Air Erosi Limbah Alam
kan g si ase
Bobo Bobot: Bobot: Bobot: Bobot: Bobo Bobot Bobot: Bobo Total
t: 5 1 5 3 5 t: 5 :3 0 t: 5 Nilai
Bo 5 1 5 3 5 5 3 0 5 32
bot 10 2 10 6 10 10 6 0 10 64
x 15 3 15 9 15 15 9 0 15 96
Nil 20 4 20 12 20 20 12 0 20 128
ai 25 5 25 15 25 25 15 0 25 160
Sumber: Permen PU No. 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis dalam Rencana Tata Ruang
(dengan peyesuaian)
Dari total nilai dibuat beberapa kelas yang memperhatikan nilai minimum dan maksimum
total nilai. Dari angka di atas, nilai minimum yang mungkin diperoleh ada;ah 32
sedangkan nilai maksimum yang dapat diperoleh adalah 160. Dengan demikian,
pengkelasan dari total nilai ini adalah:
a. Kelas a dengan nilai 32 – 58
b. Kelas b dengan nilai 59 – 83
c. Kelas c dengan nilai 84 – 109
1-77
d. Kelas d dengan nilai 110 – 134
e. Kelas e dengan nilai 135 – 160
Setiap kelas lahan memiliki kemampuan yang berbeda-beda seperti pada tabel:
Hasil analisis kemampuan lahan di Kabupaten Bandung Barat (hasil overlay atau
pertampalan dari 9 peta SKL yang telah dilakukan), dapat dilihat pada peta berikut:
Gambar 1.36 Peta Analisis Kemampuan Lahan Kabupaten Bandung Barat
1-78
K. Analisis Kesesuaian Lahan
Berdasarkan hasil perhitungan (tingkat) kemampua lahan, dapat diinterpretasi beberapa
arahan kesesuaian (fungsi) lahan serta arahan tutupan lahan untuk
pengembangankawasan Analisis kesesuaian lahan bertujuan untuk mendapatkan arahan
pengembangan pertanian sesuai dengan kesesuaian lahannya. Dalam delineasi arahan
tata ruang pertanian, digunakan landasan sebagai berikut:
Tabel 1.27 Kemampuan Lahan dan Arahan Tata Ruang Pertanian
Kemampuan Lahan Arahan Tata Ruang Pertanian
Kelas Klasifikasi Pengembangan Klasifikasi Nilai
Kelas A Kemampuan pengembangan sangat rendah Lindung 1
Kelas B Kemampuan pengembangan rendah Kawasan Penyangga 2
Kelas
Kemampuan pengembangan sedang Tanaman Tahunan 3
C
Kelas
Kemampuan pengembangan agak tinggi Tanaman Setahun 4
D
Kelas E Kemampuan pengembangan sangat tinggi Tanaman Setahun 5
Arahan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perbandingan daerah yang bisa
tertutup oleh bangunan bersifat kedap air dengan luas lahan keseluruhan beserta kendala
fisik pada tiap tingkatan. Peta-peta masukan yang dibutuhkan meliputi peta klasifikasi
kemampuan lahan, SKL untuk drainase, SKL kestabilan lereng, SKLterhadap erosi dan
SKL terhadap bencana alam. Dalam delineasi arahan rasio penutupan lahan, digunakan
landasan sebagai berikut:
Tabel 1.28 Arahan Rasio Penutupan
Arahan Rasio Penutupan
Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Nilai
Kelas A Non Bangunan 1
Kelas B Rasio Tutupan Lahan maks 10% 2
Kelas C Rasio Tutupan Lahan maks 20% 3
Kelas D Rasio Tutupan Lahan maks 30% 4
Kelas E Rasio Tutupan Lahan maks 50% 5
1-79
Tabel 1.7 Arahan Pemanfaatan Ruang Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan di Kab.
Bandung Barat
Persentas
e terhadap
Arahan Arahan Arahan
Luas Luas
Tata Rasio Pemanfaatan Ruang
Kemampuan Lahan Area Wilayah
Ruang Tutupan (Lindung &
(Ha) Kab.
Pertanian Lahan Budidaya)
Bandung
Barat
Kemampuan Kawasan Lindung
Non
Kela pengembanga 327 0.30%
Lindung Banguna
sA n sangat
n
rendah
Rasio Pertanian,
Kemampuan Kawasan Tutupan Perkebunan, 43,00
Kela 39.68%
pengembanga Penyangg Lahan Kawasan Lindung 5
sB
n rendah a maks
10%
Rasio Permukiman
Kemampuan Tutupan Perdesaan 62,29
Kela Tanaman 57.48%
pengembanga Lahan (intensitas rendah), 5
sC Tahunan
n sedang maks Pertanian/Perkebuna
20% n
Rasio Permukiman
Kemampuan Tutupan Perkotaan (intensitas
Kela Tanaman 2,464 2.27%
pengembanga Lahan rendah-intensitas
sD Setahun
n agak tinggi maks sedang)
30%
Rasio Permukiman
Kemampuan Tutupan Perkotaan (intensitas
Kela Tanaman 277 0.26%
pengembanga Lahan sedang – intensitas
sE Setahun
n sangat tinggi maks tinggi)
50%
Sumber: Hasil pengolahan data spasial, 2017
1-80
Gambar 1.37 Peta Analisis Kesesuaian Lahan Kabupaten Bandung Barat
1-81
Flora di Kabupaten Bandung Barat memiliki fungsi dan kegunaan yang dapat bermanfaat
bagi manusia. Dari 339 jenis tumbuhan yang tersebar di 16 Kecamatan dapat
dikelompokkan menjadi 161 spesies yang dikategorikan memiliki fungsi sebagai tanaman
konsumsi, 94 tanaman hias, 38 jenis tumbuhan industri, 18 jenis tumbuhan pelindung, 8
jenis tumbuhan obat, dan 20 jenis lain-lain.
Beberapa jenis flora yang memiliki fungsi sebagai tanaman konsumsi yang juga memiliki
nilai ekonomis tinggi adalah beberapa jenis buah-buahan seperti nangka dan mangga.
Sedangkan yang dikonsumsi sebagai makanan pokok adalah padi. Varietas padi yang
dominan adalah varietas Ciherang, Pandan Wangi dan Rojolele. Selain jenis yang disebut
diatas, pisang juga termasuk jenis yang dominan dan memiliki nilai ekonomis tinggi
karena dapat dimanfaatkan buah dan daunnya. Beberapa varietas pisang yang mudah
ditemui di Kabupaten Bandung Barat adalah pisang ambon, pisang manggala dan pisang
raja.
Flora yang berfungsi sebagai tanaman hias biasanya mudah ditemui pada ekosistem
pekarangan. Beberapa diantaranya yang dominan adalah Puring, Anak nakal Teh-tehan,
Hanjuang, dan Mahkota duri dari kategori semak. Dari ketegori kecubung, Kembang
merak, dan Pohon waru menjadi spesies yang mudah ditemukan. Beberapa diantara flora
yang berfungsi sebagai tanaman hias, ada juga yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti
anturium dan anggrek.
Beberapa jenis flora yang memiliki fungsi sebagai tanaman industri diantaranya
Albasiah/Jengjen, Sobsis, Rasamala, Puspa, Pasang, Jati dan Kayu Putih yang biasanya
digunakan sebagai bahan bangunan. Tanaman yang khas dari kategori ini adalah aren
yang digunakan sebagai bahan baku pembuat gula aren. Gula aren dari wilayah
Kecamatan Sindang Kerta bahkan digunakan sebagai bahan baku pembuatan makanan
wajit khas Cililin.
Beberapa jenis flora yang memiliki fungsi sebagai tanaman pelindung diantaranya
Kisabun, Kihujan, Beringin, Angsana, Mahoni, dan Lamtoro. Jenis ini biasanya mudah
ditemui di pinggiran jalan utama. Beberapa jenis flora yang memiliki fungsi sebagai
tanaman obat diantaranya adalah Mengkudu, Kumis kucing, Salam, Sirih dan Katuk.
Flora yang berpotensi menjadi fllra identitas Kabupaten Bandung Barat adalah Albasiah
(Albiziafalcatoria), Aren ( Arengapinnata), dan Mahoni ( Sweteniamahagoni).
B. Potensi Fauna
Kabupaten Bandung Barat memiliki potensi keanekaragaman fauna yang tinggi. Secara
umum, jumlah jenis fauna yang ditemukan di wilayah Kabupaten Bandung Barat
sebanyak 144 jenis yang terdiri dari 78 jenis dari kelas aves, 31 dari kelas insecta, 16 dari
kelas mammalia, 13 jenis dari kelas reptilia, 4 jenis dari kelas amphibia dan 2 jenis dari
kelas gastropoda dan crustaceae. Setidaknya terdapat 78 jenis burung yang berasal dari
41 famili. 19 jenis diantaranya merupakan jenis yang dilindungi baik oleh perundang-
undangan Republik Indonesia maupun perundang-undangan Internasional seperti IUCN
(Internastional Union Conservation Nature) an CITES (Convention of International Trade
ini Endangered Species of Wild Flora and Fauna)/kesepakatan Internasional yang
mengatur perdagangan antar negara spesies fauna liar dan hidup tanaman liar yang
terancam punah. Terdapat 3 jenis burung pemangsa yaitu burung Sikep Madu Asia,
1-82
Elang alap nipon dan Elang alap Cina, dimana burung tersebut termasuk ke dalam
burung pendatang (migran). Burung pendatang tersebut setiap tahunnya menggunakan
gugusan vegetasi pegunungan (green belt) di Kabupaten Bandung Barat khususnya
Gugusan Gunung Sunda. Burangrang dan Tangkuban Parahu sebagai panduan
(navigasi) dalam melakukan proses migrasi baik saat kedatangannya maupun saat
kembali ke habitat asalnya (migrasi balik). Keberadaan burung migranyang menggunakan
gugusan jalur hijau (green belt) di Kabupaten Bandung Barat menunjukkan bahwa habitat
yang ada memiliki daya dukung yang baik sebagai habitat beristirahat dalam proses
migrasi sekaligus menjadi panduan (navigasi) yang digunakan dalam peristiwa migrasi.
Pada kawasan karst (kapur) di perbukitan Pawon dan Masigit dijumpai jenis burung
pemangsa alap-alap sapi. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kawasan tersebut
memiliki daya dukung yang sehat karena mampu menyediakan kebutuhan hidup bagi
burung yang menduduki puncak mata ranai dalam ekosistem (top predator).
Setidaknya ditemukan 3 jenis capung yaitu Orthetrum sabina, Orthetrum testaceum dan
Orthetum pruinosum. Jenis-jenis capung ini banyak dijumpai pada wilayah-wilayah yang
berdekatan dengan derah berair. Keberadaan capung ini menjadi penting karena capung
dapat dijadikan sebagai indikator perairan bersih dikarenakan sebagian besar siklus
hidup capung dihabiskan di air. Dengan demikian keberadaan capung dapat memberikan
informasi mengenai kualitas air yang berada di suatu wilayah.
Ditemukan setidaknya 27 jenis kupu-kupu dari 5 famili berbeda (Palilionidae,
Nymphalidae, Satyridae, Lycaenidae dan Pieridae). Kupu-kupu terutama ditemukan di
hutan alami dan pada pekarangan/kebun di daerah penghasil tanaman hias seperti
Kecamatan Lembang. Kupu-kupu dapat menjadi indikator topografi, tingkat kelembapan
daerah ataupun keanekaragaman bunga yang terdapat di suatu daerah.
Reptilia yang dijumpai merupakan jenis reptilia yang umum seperti kadal, biawak, cecak,
tokek, ular sanca, ular pucuk, ular sawah, ular kadut dan ular air pelangi. Namun
demikian diduga masih banyak jenis yang belum dapat diidentifikasi. Sementara jenis
mamalia terdapat 16 jenis, lima jenis diantaranya merupakan fauna dilindungi mengingat
populasinya yang semakin sedikit di habitat aslinya. Kelima jenis mamalia dilindungi
tersebut adalah trenggiling, lutung, surili, landak dan pelanduk. Sementara Jenis fauna
dari kelas lainnya seperti Gastropoda (siput), Crustacea (kepiting) dan Amphibia adalah
jenis-jenis yang umum dijumpai di setiap Kecamatan. Hal ini disebabkan karena kondisi
ekosistem di setiap kecamatan yang tidak jauh berbeda.
Diantara jenis fauna yang diamati, fauna budidaya merupakan fauna yang bernilai
ekonomis serta dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Mulai dari daging, susu, tenaga,
telur hingga kulitnya. Adapun jenis-jenis fauna yang dibudidayakan di wilayah Kabupaten
Bandung Barat adalah Sapi, kerbau, kuda, ayam, mentok, angsa, kambing dan domba.
Sedangkan jenis fauna yang berpotensi menjadi identitas Kabupaten Bandung Barat
adalah:
a. Alap-alap sapi (Falco moluccensis);
b. Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris);
c. Serindit Jawa (Loriculus pusillus);
d. Takur tulung tumpuk (Megalaimajavensisi).
1-83
C. Potensi Sumber Daya Alam Lainnya dalam Menunjang Ekonomi Daerah
Potensi sumber daya alam yang subur merupakan faktor primer kegiatan usaha tani,
dimana struktur perekonomian masyarakat pada umumnya masih bersifat agraris
sehingga memungkinkan pengembangan usaha agrobisnis yaitu suatu usaha di bidang
pertanian untuk memperoleh keuntungan dengan cara mengelola aspek budidaya, pasca
panen proses pengolahan hingga tahap pemasaran. Beberapa potensi bidang Agro di
Kabupaten Bandung Barat, antara lain:
1. Potensi Pertanian
Kabupaten Bandung Barat mempunyai potensi beberapa komoditas unggulan komparatif
maupun kompetitif di bidang pertanian tanaman hortikultura yaitu sayuran, buah-buahan
yang terdiri dari alpukat, jambu biji, pisang, dan bunga yang terdiri dari krisan, gladiola,
anggrek. Sebaran komoditas tersebut terletak di sebelah utara Kabupaten Bandung Barat
yaitu di Kecamatan Lembang, Parongpong dan Cisarua. Selain komoditas tersebut,
Kabupaten Bandung Barat juga mempunyai komoditas yang cukup strategis untuk
dikembangkan di sebelah selatan Kabupaten Bandung Barat yaitu padi sawah, jagung,
dan kacang-kacangan.
2. Potensi Perkebunan
Berdasarkan data rekapitulasi, komoditas perkebunan yang memberi paling banyak
kontribusi produksi di 16 Kecamatan yaitu: teh, kelapa, karet dan kopi. Area perkebunan
terluas berada di 3 Kecamatan yaitu: Cipatat, Cipeundeuy, dan Cikalongwetan.
3. Potensi Peternakan dan Perikanan
Sapi perah merupakan salah satu ternak unggulan Kabupaten Bandung Barat. Populasi
ternak terbanyak terdapat di Kecamatan Lembang, Cisarua dan Parongpong. Selain
faktor ketersediaan pakan, wilayah tersebut juga merupakan wilayah dataran tinggi
dengan suhu yang sejuk dan cocok bagi perkembangan optimal sapi perah.Sapi potong
di Kabupaten Bandung Barat terdapat di 3 kecamatan, dimana lingkungan dan kondisi
alamnya mendukung bagi pertumbuhan sapi potong. Populasi kerbau tersebar di 13
Kecamatan, sedangkan populasi tertinggi terdapat di Kecamatan Rongga. Populasi kuda
tersebar secara merata di 11 Kecamatan, kecuali di Kecamatan Ngamprah, Cisarua, dan
Parongpong. Ternak domba tersebar di 16 Kecamatan. Hal ini dikarenakan ternak domba
merupakan komoditi yang mudah beradaptasi dan hidup dimanapun, baik di dataran
rendah dan tinggi. Kecamatan yang merupakan sentra domba diantarannya kecamatan:
Rongga, Gununghalu dan Padalarang. Selanjutnya populasi kambing di Kabupaten
Bandung Barat tersebar di 15 Kecamatan. Kecuali di Kecamatan Cipatat, Cisarua,
Ngamprah, Lembang dan Parongpong yang saat ini kontribusi ternaknya masih sangat
kecil. Tetapi pemanfaatan daging kambing relatif kurang diminati untuk konsumsi, selama
ini produksi ternak kambing dijual keluar Kabupaten Bandung Barat seperti ke Jakarta,
Karawang, Bekasi dan daerah lainnya. Sentra populasi kambing terdapat di Kecamatan
Clililin dan Cipongkor.
Kabupaten Bandung Barat yang memiliki 2 (dua) waduk besar di Jawa Barat yang
memiliki potensi besar. Selama ini waduk tersebut dimanfaatkan sebagai tempat usaha
budidaya ikan di Kolam Jaring Apung (KJA). Wilayah yang potensial penyumbang
terbesar pada usaha KJA ini adalah Kecamatan Cipeundeuy (waduk Cirata) yaitu sekitar
59% produksi total produksi KJA. Selain itu usaha perikanan lainnya yang terdapat di
1-84
Kabupaten Bandung Barat yaitu usaha pembenihan ikan, usaha budidaya ikan pada
kolam air tenang, minapadi, dan penangkapan ikan di perairan umum.
4. Potensi Wisata Alam dan Industri Lokal
Selain potensi daerah di sektor agro baik pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan
dan perikanan, Kabupaten Bandung Barat juga memiliki beberapa potensi di bidang
pariwisata baik wisata alam, wisata minat khusus maupun jenis wisata lainnya. Kawasan
wisata KBB dibagi dalam 3 zona wisata utama, yaitu Zona Bandung Utara, Bandung
Selatan, dan Bandung Barat. Kecamatan Lembang merupakan kecamatan yang
mempunyai obyek wisata alam terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Ada
beberapa obyek wisata yang sudah terkelola oleh pemerintah; beberapa dikelola oleh
pihak lainnya. Wisata merupakan salah satu kunci pengembangan Kabupaten Bandung
Barat jika merujuk pada Visi yang ada. Berdasarkan karekteristiknya, objek wisata dapat
dikelompokan menjadi objek Wisata Agro, Wisata Alam, dan Wisata Minat Khusus.
Lokasi-lokasi industri hanya terdapat di beberapa kecamatan yang menjadi lokasi
berkumpulnya industri. Kawasan industri dan sentra industri hanya terdapat di Kecamatan
Padalarang. Jumlah industri besar dan sedang terbanyak berada di Kecamatan
Padalarang. Beberapa jenis industri kecil yang paling banyak terdapat di Kabupaten
Bandung Barat adalah anyaman dan makanan. Adapun jenis industri menengah-besar
terbanyak adalah industri tekstil sebesar 30,32%. Industri menengah-besar yang
tergolong agroindustri adalah industri makanan dan minuman, karet dan barang dari
karet, kulit dan barang dari kulit, serta jenis lainnya yang dipasok oleh sektor pertanian
dengan persentase kurang dari 20%.
1.8.5 Kependudukan
A. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk merupakan salah satu komponen yang penting karena dapat
memberikan gambaran bagaimana perubahan kondisi kependudukan dari tahun ke tahun
serta distribusi penduduk di masing-masing kecamatan. Selain itu dengan mengetahui
jumlah penduduk, akan ditemukan angka kepadatan suatu wilayah yang selanjutnya
dapat menjadi dasar dalam pengambilan berbagai keputusan dan penentuan kebijakan
terkait permasalahan spasial di suatu kawasan. Berikut ini menunjukkan perkembangan
jumlah penduduk di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2007 hingga tahun 2017.
1-85
Gambar 1.38 Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007-2017
Jumlah Penduduk
1,750,000
1,700,000
1,650,000
1,600,000
1,550,000
1,500,000
1,450,000
1,400,000
1,350,000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Dari diagram batang di atas terlihat bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Bandung Barat
cenderung fluktuatif dan tidak selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terjadi
penurunan jumlah penduduk di tahun 2010 dan tahun 2015, namun meningkat lagi
secara drastis dari tahun 2010 ke 2011 dan dari tahun 2015 ke 2016. Jumlah penduduk di
Kabupaten Bandung Barat dari tahun ke tahun didominasi oleh yang bertempat tinggal di
Kecamatan Lembang, Kecamatan Padalarang dan Kecamatan Ngamprah. Kecamatan
Saguling merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk yang paling sedikit.
Perbandingan jumlah penduduk masing-masing kecamatan di Kabupaten Bandung Barat
pada tahun 2007-2017 dapat dilihat pada tabel berikut:
1-86
Tabel 1.30 Persebaran Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007-2017
N
Kecamatan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
o
1 Cililin 86,360 88,478 89,585 80,230 82,443 84,121 85,865 87,472 88,780 89,996 91,012
2 Cihampelas 98,415 100,144 101,566 102,516 105,725 107,910 110,455 112,380 113,623 114,938 116,097
Sindangkert
3 64,507 66,281 67,187 61,296 62,834 64,086 65,449 66,800 68,013 69,004 69,868
a
4 Gununghalu 74,292 76,394 77,555 68,442 70,191 71,348 72,625 73,820 74,906 75,862 76,712
5 Rongga 57,471 59,042 60,060 51,521 52,681 53,464 54,080 54,627 54,988 55,567 56,108
6 Cipongkor 84,229 86,610 87,887 81,813 84,001 85,618 87,004 88,233 89,256 90,245 91,108
7 Batujajar 109,451 112,401 114,205 114,249 117,593 91,091 92,625 94,317 95,743 96,960 97,962
8 Lembang 165,786 170,439 172,959 171,484 177,842 181,473 185,158 188,923 192,019 194,560 196,690
9 Parongpong 86,909 89,381 90,678 96,250 100,524 102,546 104,838 107,418 109,758 111,590 113,211
1
Cisarua 63,706 65,499 66,493 66,314 68,516 69,751 71,245 75,521 73,346 74,156 74,884
0
1
Ngamprah 136,600 140,515 142,742 154,166 158,418 161,957 165,822 169,434 172,478 174,872 176,735
1
1
Padalarang 151,736 155,802 158,051 155,457 159,642 163,147 167,126 171,174 174,282 176,732 178,743
2
1
Cipatat 120,282 123,605 125,330 119,321 122,575 124,719 126,772 128,343 130,188 131,798 133,079
3
1
Cipeundeuy 82,044 85,789 87,198 74,736 76,710 78,080 79,387 80,330 81,204 82,092 82,911
4
1 Cikalongwet
111,450 114,489 116,143 108,477 111,727 114,168 116,664 119,186 121,044 122,656 123,973
5 an
1
Saguling - - - - 28,517 28,847 29,380 30,006 30,352 30,692 30,995
6
1,493,2 1,534,8 1,557,6 1,506,2 1,551,4 1,582,3 1,614,4 1,644,9 1,669,9 1,691,6 1,710,0
Total 38 69 39 72 22 26 95 84 80 90 88
Sumber: Kabupaten Bandung Barat dalam Angka, BPS
1-87
Gambar 1.39 Perbandingan Jumlah Penduduk per Kecamatan Tahun 2017
Gambar di atas menunjukkan perbedaan yang signifikan dari jumlah penduduk di masing-
masing kecamatan. Ini menunjukkan adanya distribusi penduduk yang tidak merata dan
cenderung terkonsentrasi di kecamatan-kecamatan yang sudah memiliki sistem
perkotaan yang baik.
B. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Lembang, diikuti oleh Kecamatan
Padalarang, Batujajar, dan Parongpong. Kecamatan yang padat penduduk merupakan
kecamatan yang letaknya berbatasan dengan Kota Cimahi dan Kota Bandung. Adapun
kepadatan penduduk terendah di Kecamatan Gununghalu, diikuti oleh Kecamatan
Rongga, Sindangkerta, Saguling, dan Cipeundeuy. Kecamatan-kecamatan ini terletak di
sebelah barat dan timur, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.
1-88
Tabel 1.31 Kepadatan Penduduk Kabupaten Bandung Barat per Kecamatan Tahun 2017
Luas Kepadatan
No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Kecamatan Penduduk
(Ha) (Jiwa/Ha)
1 Cililin 46,787 44,225 91,012 78 1170
2 Cihampelas 58,938 57,159 116,097 46 2524
3 Sindangkerta 34,782 35,086 69,868 106 886
4 Gununghalu 40,052 36,660 76,712 154 478
5 Rongga 28,556 27,552 56,108 112 496
6 Cipongkor 46,800 44,308 91,108 80 1139
7 Batujajar 48,734 49,228 97,962 31 3160
8 Lembang 101,150 95,540 196,690 99 1987
9 Parongpong 57,519 55,692 113,211 45 2516
10 Cisarua 37,572 37,312 74,884 55 1362
11 Ngamprah 90,344 86,391 176,735 37 4777
12 Padalarang 91,020 87,723 178,743 51 3505
13 Cipatat 67,379 65,700 133,079 126 1056
14 Cipeundeuy 41,856 41,055 82,911 101 821
15 Cikalongwetan 62,400 61,573 123,973 113 1097
16 Saguling 15,980 15,015 30,995 51 608
869,869 840,219 1,710,088 1285 27375
Sumber: diolah dari KBB Dalam Angka 2015, BPS
1-89
C. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Proyeksi Penduduk
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bandung Barat dari tahun 2010 hingga
2014 adalah 1.9%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan di Jawa Barat,
yaitu sebesar 1,52%. Hal yang menarik adalah terjadinya penurunan laju pertumbuhan
penduduk secara signifikan pada tahun 2014, dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Di sisi lain, laju pertumbuhan Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2010
hingga 2014 terus mengalami penurunan, hingga 1,16% di tahun 2014. Jika dilihat dari
pola perkembangan perumahan di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung
Barat, ada indikasi perkembangan perumahan mengarah ke kecamatan-kecamatan
perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi.
Gambar 1.41 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010-
2014
2.05 2.03
1.99
2
1.95 1.92
1.89
1.9
1.85
1.78
1.8
1.75
1.7
1.65
2010 2011 2012 2013 2014
LPP (%)
Proyeksi penduduk merupakan sebuah prediksi yang didasarkan pada asumsi rasional
tertentu yang dibangun untuk mengetahui kecenderungan pada masa yang akan datang
dengan menggunakan perhitungan matematik. Dalam melakukan proyeksi penduduk
Kabupaten Bandung Barat, metode yang digunakan adalah metode geometri. Metode ini
mengasumsikan bahwa laju pertumbuhan penduduk pada setiap tahun adalah konstan.
Adapun hasil penghitungan proyeksi penduduk untuk masing-masing kecamatan di
Kabupaten Bandung Barat adalah sebagai berikut.
1-90
Tabel 1.8 Proyeksi Jumlah Penduduk di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2018-2038
No. Proyeksi Penduduk
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
1 Cililin 92100.2 98509.2 104918.2 111327.2 117736.2
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
2 Cihampelas 117140.4 124061.4 130982.4 137903.4 144824.4
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
3 Sindangkerta 70819.4 76340.4 81861.4 87382.4 92903.4
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
4 Gununghalu 77699 82807 87915 93023 98131
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
5 Rongga 56739.2 59237.2 61735.2 64233.2 66731.2
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
6 Cipongkor 92111.6 97221.6 102331.6 107441.6 112551.6
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
7 Batujajar 99134.3 105792.8 112451.3 119109.8 125768.3
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
8 Lembang 216239.5 315590 414940.5 514291 613641.5
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
9 Parongpong 114862.8 125321.8 135780.8 146239.8 156698.8
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
10 Cisarua 75715.7 80172.2 84628.7 89085.2 93541.7
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
11 Ngamprah 178958.6 192590.6 206222.6 219854.6 233486.6
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
12 Padalarang 181095 195491 209887 224283 238679
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
13 Cipatat 134686.9 142721.4 150755.9 158790.4 166824.9
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
14 Cipeundeuy 83784.8 88189.8 92594.8 96999.8 101404.8
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
15 Cikalongwetan 125428.8 134472.8 143516.8 152560.8 161604.8
Tahun 2018 2023 2028 2033 2038
16 Saguling 31381 33339 35297 37255 39213
Sumber: pengolahan data jumlah penduduk Kabupaten Bandung Barat, 2018
1-91
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Gambar 1.42 Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung Barat Hasil
Proyeksi Tahun 2015-2029
2,200,000
2,100,000
2,000,000
1,900,000
1,800,000
1,700,000
1,600,000
1,500,000
2015 2019 2024 2029
Jumlah Penduduk
Sumber: pengolahan data, 2016
Grafik di atas menunjukkan ilustrasi pertumbuhan penduduk yang akan terjadi hingga
tahun 2029 mendatang di Kabupaten Bandung Barat. Karena metode proyeksi yang
digunakan adalah metode geometri yang mengasumsikan laju pertumbuhan bersifat
tetap, laju pertumbuhan yang tetap mengakibatkan jumlah penduduk yang bertambah
semakin tinggi setiap tahunnya. Pada tahun 2029 jumlah penduduk di Kabupaten
Bandung Baratbertambah sebanyak 510.774 jiwa penduduk dibandingkan dengan
penduduk di tahun 2014. Pertambahan sebanyak 510.774 jiwa ini mayoritas merupakan
kontribusi dari kecamatan-kecamatan yang memiliki laju pertumbuhan yang tinggi, seperti
Kecamatan Lembang, Kecamatan Ngamprah dan Kecamatan Padalarang.
Sebaliknya, kecamatan yang memiliki laju pertumbuhan kecil diakibatkan karena
penduduk cenderung berusaha mencari kehidupan yang lebih layak, misalnya dengan
melakukan migrasi ke kecamatan yang memiliki memiliki laju pertumbuhan tinggi, karena
pada umumnya wilyah tersebut lebih diminati karena memberikan jaminan untuk
memperoleh kehidupan ekonomi yang layak atau kelengkapan fasilitas umum dan sosial.
Di sisi lain, keterbatasan lahan di kecamatan dengan laju pertumbuhan tinggi membuat
kecamatan-kecamatan tersebut akan mencapai titik jenuh dan tidak dapat mampu
menampung penduduk lagi. Maka dari itu, diperlukan suatu intervensi untuk melakukan
pemeraataan atau pendistribusian penduduk supaya setiap kecamatan di Kabupaten
Bandung Barat bisa berkembang dengan adanya jumlah penduduk atau kepadatan
penduduk yang optimal.
1-92
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Dari tabel di atas bisa kita lihat bahwa berdasarkan hasil proyeksi, Kecamatan Lembang
memiliki jumlah penduduk terbanyak di tahun 2038. Sementara itu Kabupaten Ngamprah
akan menjadi wilayah yang paling padat pendudu diikuti oleh Kecamatan Padalarang dan
Kecamatan Batujajar. Pada kasus ini, intervensi dari pemerintah diperlukan supaya
jumlah penduduk yang tinggal di Kecamatan Ngamprah tidak melebihi daya dukungnya
dikarenakan di awal tahun perencanaan juga Kabupaten Ngamprah ini sudah menjadi
Kabupaten yang paling padat penduduknya. Intervensi tersebut bisa dilakukan misalnya
dengan memberikan disinsentif migrasi ke Kecamatan Ngamprah atau membangun
permukiman di kecamatan sekitar yang kepadatannya masih terhitung rendah. Di
samping itu, intervensi akan pemerataan penduduk ini diperlukan untuk mengurangi
ketimpangan pembangunan yang terjadi di dalam Kabupaten Bandung Barat.
1-93
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Pada tahun 2010 hingga 2014, IPM Kabupaten Bandung Barat berada di bawah IPM
Jawa Barat, begitu juga dengan nilai setiap komponennya, nilai komponen Jabar lebih
tinggi dibandingkan niai komponen IPM Kabupaten Bandung Barat.
Tabel 1.34 Variabel IPM Kabupaten Bandung Barat dan Jawa Barat Tahun 2010-2014
Komponen 2010 2011 2012 2013 2014
KBB Jabar KBB Jabar KBB Jabar KBB Jabar KBB Jabar
Angka 71.50 71.29 71.53 71.56 71.55 71.82 71.56 72.09 71.56 72.23
Harapan
Hidup
Harapan 9.68 10.69 10.09 10.91 10.53 11.24 11.00 11.81 11.06 12.08
Lama
Sekolah
Rata-rata 7.03 7.40 7.33 7.46 7.36 7.52 7.39 7.58 7.51 7.71
Lama
Sekolah
Pengeluaran 6,702 9,174 6,788 9,249 6,976 9,325 7,112 9,421 7,188 9,447
IPM 61.34 66.15 62.36 66.67 63.17 67.32 63.93 68.25 64.27 68.80
Sumber: diolah dari Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka; dan Jawa barat Dalam Angka, BPS
1-94
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
68.00
66.00
64.00
62.00
60.00
58.00
56.00
2010 2011 2012 2013 2014
Sumber: diolah dari Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka; dan Jawa barat Dalam Angka, BPS
Selain nilai IPM, kualitas SDM bisa dilihat juga dari nilai APK dan APM yang ada. Dari
data yang didapatkan, nilai APK dan APM dari Kabupaten Bandung Barat memang lebih
rendah dibandingkan dengan nilai APK dan APM Jawa Barat. Meskipun nilainya APK dan
APM Kabupaten Bandung Barat lebih kecil dari Jawa Barat bisa dilihat bahwa angka APM
Sekolah Dasar di tahun 2014 mencapai angka 91,77% yang berarti hampir seluruh
penduduk usia sekolah dasar sedang mengenyam pendidikan. Namun yang perlu
menjadi perhatian adalah nilai APM SLTA di tahun 2014 masih sedikit (hanya 43,08%)
dan bisa disimpulkan bahwa penduduk usia 16-18 tahun kebanyakan tidak mengenyam
pendidikan SLTA, dan memilih untuk bekerja.
Tabel 1.35 Perbandingan APK dan APM antara Kabupaten Bandung Barat dan Jawa Barat
2013 2014
Indikator
KBB Jabar KBB Jabar
APK SD 101,61 119,55 101,23 108,89
APM SD 91,84 97,10 91,77 94,74
APK SLTP 94,72 95,25 96,15 95,35
APM SLTP 73,02 74,82 75,88 72,17
APK SLTA 47,04 70,19 52,76 61,19
APM SLTA 36,47 53,28 43,08 44,71
Sumber: diolah dari Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka; dan Jawa barat Dalam Angka, BPS
1-95
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Tahun
Lapangan Usaha
2014 2015 2016
1 Pertanian 3,289,622.56 3,458,724.43 3,855,693.45
1.1 Tanaman Bahan Makanan 1,683,421.76 1,700,698.75 1,941,727.76
1.2 Perkebunan 490,008.74 534,780.32 577,335.57
1-96
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Tahun
Lapangan Usaha
2014 2015 2016
7.1 Pengangkutan 1,511,459.52 1,651,851.16 1,727,593.22
7.1.1 Angkutan Rel 9,699.11 10,800.23 11,859.66
7.1.2 Angkutan Jalan Raya 1,376,672.11 1,503,055.78 1,559,852.65
7.1.3 Angkutan Laut - - -
7.1.4 Angkutan Sungai & Penyebrangan 992.02 1,048.69 1,100.37
7.1.5 Angkutan Udara - - -
7.1.6 Jasa Penunjang Angkutan 124,096.28 136,946.46 154,780.54
7.2 Komunikasi 225,173.34 250,623.30 284,735.85
Keuangan, Persewaan dan Jasa
8 Perusahaan 767,335.96 857,308.95 935,971.71
8.1 Bank 117,889.12 135,242.63 149,815.24
8.2 Lembaga Keuangan Lainnya 24,235.42 28,160.66 30,724.73
8.3 Sewa Bangunan 518,358.04 574,650.76 619,377.32
8.4 Jasa Perusahaan 106,853.38 119,254.91 136,054.42
9 Jasa- Jasa 1,866,052.06 2,079,992.25 2,310,074.74
9.1 Pemerintahan Umum 746,185.90 804,833.44 881,033.80
9.2 Swasta 1,119,866.16 1,275,158.81 1,429,040.95
9.2.1 Jasa Sosial Kemasyarakatan 136,693.25 154,627.01 175,291.60
9.2.2 Jasa Hiburan dan Rekreasi 18,618.56 20,634.09 22,964.71
9.2.3 Jasa Perseorangan dan Rumah Tangga 964,554.35 1,099,897.71 1,230,784.64
27,437,134.1
PDRB 2 27,437,134.12 30,191,733.89
Sumber : Kabupaten Bandung Barat dalam Angka 2017, BPS
Jika dilihat dari proporsi terhadap total PDRB, industri pengolahan menyumbang proporsi
terbesar, yaitu sekitar 41%, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar
22%. Jika dijumlahkan dengan sektor jasa, sektor tersier menyumbang total sebesar
29%. Adapun sektor pertanian hanya menyumbang sekitar 12%.
Gambar 1.45 Struktur Perkenomian Wilayah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014
Pertanian
7 12
Pertambangan dan 3
Penggalian 6
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bangunan Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan 22
Restoran 41
Pengangkutan dan
Komunikasi
3
Keuangan, Persewaan dan 6
Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
Sumber : diolah dari Kabupaten Bandung Barat dalam Angka 2014, BPS
1-97
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Gambar 1.46 Grafik Rata-rata Laju Pertumbuhan PDRB KBB dan Kota/ Kab di Sekitarnya
Tahun 2011-2015
Sumber : diolah dari Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2010 – 2016, BPS
Gambar 1.47 Grafik Laju Pertumbuhan PDRB KBB dan Jawa Barat Tahun 2011-2015
7.00
6.00
5.00
4.00
Kab Bandung Barat
3.00 Provinsi Jawa Barat
2.00
1.00
0.00
2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: diolah dari Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2010 – 2016, BPS
1-98
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-99
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Tabel 1.38 Data UTTP Wajib Tera dan Tera Ulang Yang Sudah Dilaksanakan Di Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2017
Tabel 1.39 Data SPBU dan SPBE Di Kabupaten Bandung Barat s/d Tahun 2017
1. Lembang 3 -
2. Padalarang 5 5
3. Ngamprah 2 -
4. Cikalongwetan 2 -
5. Cipatat 3 1
6. Batujajar 1 2
7. Cililin 1 -
8. Cihampelas 1 1
9. Sindangkerta 1 -
19 9
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan, data eksisting pelaku Industri
Kecil dan Menengah (IKM) di Kabupaten Bandung Barat adalah:
1-100
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Roti 14 76
Tahu 6 33
2 Parongpong Olahan Makanan 318 1134
Kopi 2 9
Konveksi 115 230
Kue 28 108
Olahan Makanan 170 200
3 Cisarua Olahan Susu 5 37
Konveksi 72 144
Olahan Makanan 93 200
4 Ngamprah Payetan 87 348
Kue 101 297
Konveksi 92 276
Batako 47 231
5 Padalarang Olahan Makanan 377 1501
Kue 92 190
Olahan Makanan 182 682
6 Cihampelas Konveksi 60 180
Cyber-Net 24 72
Kue/Bolu 17 63
7 Batujajar Olahan Makanan 387 1618
Konveksi 313 620
8 Cipeundeuy Olahan Makanan 203 592
Konveksi 68 136
Olahan Singkong 59 182
9 Cikalong Wetan Olahan Makanan 112 229
Konveksi 36 108
Kerajinan Fiber 10 25
Olahan Makanan 107 379
10 Cipatat Kue/Bolu 17 49
Konveksi 58 116
Olahan Makanan 187 554
11 Cipongkor Konveksi 58 116
Batako 27 74
Wajit 87 651
12 Cililin Olahan Makanan 285 512
Konveksi 150 300
Tembakau 5 28
Gula Aren 32 71
Olahan Makanan 82 254
13 Sindangkerta Konveksi 63 126
Meubelair 8 29
Tembakau 9 47
14 Saguling Olahan Makanan 71 138
1-101
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
TAHUN
No KECAMATAN
2013 2014 2015 2016
1 Rongga 11 11 11 12
2 Gununghalu 34 34 34 40
3 Sindangkerta 53 60 60 60
4 Cililin 76 83 83 86
5 Cihampelas 26 27 28 32
6 Cipongkor 35 37 41 44
7 Batujajar 74 76 80 79
8 Cipatat 55 56 57 60
10 Ngamprah 79 88 95 102
1-102
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
TAHUN
No KECAMATAN
2013 2014 2015 2016
11 Parongpong 42 47 48 53
12 Lembang 93 93 98 96
13 Cisarua 32 33 33 32
14 Cikalongwetan 33 35 37 37
15 Cipeundeuy 34 35 36 38
16 Saguling 4 6 7 7
5 CIPATAT 94 40 14 148
9 GUNUNGHALU 20 1 21
15 SINDANGKERTA 22 9 31
16 SAGULING 10 10
1-103
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
USAHA
N USAHA
KECAMATAN USAHA KECIL MENENGA UMKM
O MIKRO
H
TOTAL 4318
Berdasarkan data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, data potensi adat budaya daerah
Kabupaten Bandung Barat adalah sebagai berikut:
Tabel 1.44 Data Potensi Seni Pagelaran Kaulinan Urang Lembur
Di Kabupaten Bandung Barat
No Seni Pagelaran Kaulinan Keterangan
Urang Lembur
1-104
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
kotak-kotak di tanah
4 Sorodot Gaplok Melempar batu yang dengan ikaki yang diawali dengan
mengayunkan kaki kanan
6 Bedil jepret Senjata yang terbuat dari bambu dengan peluru buah
Leunca
8 Perepet jengkol Merapatkan salah satu kaki kiri dari 3 orang anak sambil
menyanyi lagu perepet jengkol
Sumber Data : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Bandung Barat, 2017
1-105
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
15 Ruatan Lembur Desa Ds. Cikole, Ds. Gd. Kahuripan Upacara tradisional
& Ds. Jayagiri (Kecamatan
Lembang)
1-106
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
24 Rumatan Tepas Gunung Kp. Paratag Desa Jambu Dipa Ritual penanaman pohon
Cisarua ditempat keramat
Burangrang
25 Ngalokat Cai, Nyalin Kp. Cabe areuy DS. Upacara Panen padi dan
Pare Cirawamekar Kecamatan membersikan selokan
Cipatat
Sumber Data : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Bandung Barat, 2017
Tabel 1.46 Data Perkembangan Potensi Keragaman Budaya
Bidang Kesenian di Kabupaten Bandung Barat
1-107
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1 Situs Guha Pawon Kp.Cibukus, Desa Gunung Masigit Gua dan Fosil
Kecamatan Cipatat Manusia Purba
5 Situs Batu Muka Payung Desa Muka Payung Kec, Cililin Batu
8 Situs Batu Kasep Roke Desa Muka Payung Kec, Cililin Batu
10 Situs Batu Gunung Putri Desa Muka Payung Kec, Cililin Batu
1-108
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Lembang Petilasan
24 Situs Astana Gede Kp. Lembur Gede Desa Gunung Halu Makam Kuno/
Kecamatan Gunung Halu Petilasan
25 Situs Gunung Halu Kp. Cihanjar Desa Gunung Halu Makam Kuno/
Kecamatan Gunung Halu Petilasan
26 Situs Bobojong / Tonjong Kp. Cihanjar Desa Gunung Halu Makam Kuno/
Kecamatan Gunung Halu Petilasan
29 Makam Legok Aip Desa Tugu Mukti Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan
30 Makam Gunung Leutik Desa Tugu Mukti Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan
32 Makam Batu Karut Desa Pada Asih Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan
33 Makam Pancar Tengah Desa Pada Asih Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan
34 Makam Embah Kepala Desa Pada Asih Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan
35 Makam Eyang Mas Krama Desa Pada Asih Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan
36 Makam Prabu Tajimalela Desa Pada Asih Kecamatan Cisarua Makam Kuno/
Petilasan
1-109
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-110
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Demang
1-111
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Padalarang Pemerintahan
Sumber Data : Dinas Pariwisata & Kebudayaan, Kabupaten Bandung Barat, 2017
Tabel 1.48 Data Potensi Desa Wisata, Wisata Tour dan Agro Wisata
Di Kabupaten Bandung Barat
Potensi Desa
No Potensi Unggulan Yang Mempunyai Nilai Jual
Pariwisata
1 Desa Wisata Kesenian Pencak Silat, benjang, karawitan, musik dangdut, seni tari
Sunten Jaya, potensi kesenian ini dapat berkembang dengan baik
Lembang karena seni-seni tersebut dibawakan oleh masyarakat
desa wisata sunten jaya
Budaya Pola hidup masyarakat desa wisata sunten jaya adalah
bertani. Ciri khas masyarakat petani yang selalu akrab
1-112
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Potensi Desa
No Potensi Unggulan Yang Mempunyai Nilai Jual
Pariwisata
dengan alam, memberikan buansa tersendiri dalam pola
hidup masyarakat di desa wisata sunten jaya. Pola
kamnpung yang tersebar memungkinkan kekerabatan
antar tetangga akan terjalin harmonis. Dan gaya hidup
masyarakat desa sunten jaya yang someah hade
kasemah tercermin saat mereka menerima kadatangan
tamu yang datang ke desa wisata sunten jaya maupun ke
rumah masing-masing.
1-113
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Potensi Desa
No Potensi Unggulan Yang Mempunyai Nilai Jual
Pariwisata
petani, masyarakat yang menghargai lingkungan.
Sungai Cipinang, Sungai Ciwangun
Potensi Sawah setengah teknis, sawah tadah hujan, pemukiman,
pertanian, perkebunan, perkantoran.
Menanam pohon disekitar lahan kritis di Desa wisata
pasir angsana setiap pohon yang ditanam wisatawan
diberi nama penanaman untuk dijadikan kenang-
kenangan.
4 Desa Wisata Kesenian Kecapi, suling, degung, calung, seni tari jaipongan
Muka Payung,
Budaya Pola Hidup masyarakat di latar belakangi oleh alam dan
Kecamatan
pekerjaan masyarakat yaitu alam pesawahan dan bekerja
Cililin
sebagai petani. Dari sisi penampilan belum berkembang
ke arah penampilan masyarakat pedesaan. Penampilan
berbusana masih sebagai mana layaknya busana yang
digunakanmasyarakat perkotaan. Cara menerima tamu
masih berlaku harmonisasi pelayanan someah hade ka
semah sebagai dasar bagi terwujudnya pelayanan
masyarakat di pedesaan.
- Tanaman padi, tanaman jagung, tanaman kedelai,
Potensi tanaman ubi-ubian, tanaman buah-buahan, tanaman
sayur-sayuran, kopi, kelapa dan cengkeh.
- Tanah sawah, tanah kering, tanah basah, tanah
perkebunan, tanah hutan, tanah fasilitas.
- tanaman buah-buahan dan tanaman apotik hidup.
- perkebunan dan kehutanan serta jenis populasi ternak.
5 Desa Wisata Kesenian Calung, pencak silat, marawis dan musik dangdut adala
Pasirlengo, Ds. potensi yang akan dikembangkan dalam desa wisata
Sirna pasir lengo, cerita rakyat meskipun tersedia tapi masih
Jaya,Gunung perlu diteliti dan dikembangkan sumbernya.
Halu Budaya Pola hidup yang berkaitan dengan tata busana belum
menggunakan tata busana khas sunda. Tata busana
yang digunakan bersifat umum, dan dipengaruhi oleh
busana muslim, demikian pula denagan cara
menghidangkan makanan dan cara menerima tamu
belum menggunakan tata cara khas sunda.
- Potensi perkebunan, berupa tanaman teh, tanaman
potensi cengkeh, tanaman kopi, sedangkan pertanian tanaman
berupa sayur-sayuran, sepert kentang, kubis,tomat,
wortel. Komoditi buah-buahan berupa pisang, mangga,
alpukat, pepaya, luas prasarana umum lainnya.
1-114
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Potensi Desa
No Potensi Unggulan Yang Mempunyai Nilai Jual
Pariwisata
6 Desa Wisata Kesenian Calung, organ tunggal, jaipongan, reog, pencak silat,
Mekar Wangi kliningan/rebana,qasidah, upacara adat,cadut (calung
Kecamatan dangdut), grup band.
Sindangkerta Budaya
Pola kehidupan desa yang selalu memelihara
keberadaan lingkungan alam sebagai modal kehidupan
mereka. Alam sebagai latar belakang kehidupan seni
budaya masyarakat dan polakehidupan masyarakat
pedesaan someah hade ka semah dan budaya gotong
royong yang sangat tinggi.
8 Desa Agrowisata Kesenian Calung, organ tunggal, jaipongan, reog, pencak silat,
Kopi Kecamatan kliningan, rebana, qasidah, upacara adat,cadut (calung
Sindangkerta dangdut, grup band.
Budaya
Pola hidup desa yang selau memelihara keberadaan
lingkungan alam sebagai modal kehidupan mereka. Alam
sebagai latar belakang kehidupan seni budaya
masyarakat di pedesaan someah hade ka semah dan
budaya gotong royong yang sangat tinggi.
Potensi Pertanian, perkebunan berupa perkebunan teh,
perkebunan kopi, pertanian sayur-mayur, perkebunan
strawbery dan salah satu jenis hasil hutan yaitu lebah
madu hutan.
Sumber Data : Dinas Pariwisata & Kebudayaan, Kabupaten Bandung Barat, 2017
1-115
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
C.4 Pertanian
Tabel 1.49 Rata-Rata Luas Lahan yang Dikuasai per Rumah Tangga Usaha Pertanian (m2 )
Menurut Kecamatan dan Jenis Lahan
Lahan Pertanian
Lahan Bukan Lahan
No Kecamatan
Pertanian Lahan Sawah Bukan Total
Sawah
2.649,7
1 Rongga 159,04 1.264,19 1.385,59
8
2.099,6
2 Gununghalu 137,21 1.041,37 1.058,32
9
3.044,2
3 Sindangkerta 129,78 1.261,23 1.783,01
4
2.173,4
4 Cililin 151,53 932,38 1.241,05
3
2.582,2
5 Cihampelas 163,70 1.781,37 800,91
8
1.887,2
6 Cipongkor 137,85 1.026,95 860,27
2
2.071,9
7 Batujajar 206,49 1.700,27 371,66
3
3.558,4
8 Saguling 281,29 1.244,28 2.314,15
3
3.010,2
9 Cipatat 193,13 1.217,81 1.792,47
8
3.021,6
10 Padalarang 132,77 1.304,76 1.716,84
0
2.696,6
11 Ngamprah 151,57 989,87 1.706,78
5
2.029,5
12 Parongpong 156,30 207,81 1.821,73
4
2.417,0
13 Lembang 164,68 31,58 2.385,47
5
2.185,2
14 Cisarua 181,63 163,20 2.022,00
0
3.413,3
15 Cikalongwetan 207,02 1.211,32 2.202,02
4
2.502,8
16 Cipeundeuy 217,81 1.128,07 1.374,79
6
2.583,9
Rata-Rata 173,24 1.031,65 1.552,32
7
1-116
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Tabel 1.50 Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan Dan Rumah
Tangga Petani Gurem Menurut Kecamatan, St2003 Dan St2013
Tabel 1.51 Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian yang Melakukan Pengolahan Hasil
Pertanian Menurut Kecamatan dan Subsektor
Tanama
No Hortikultu Perkebuna Kehutana
Kecamatan n
ra n n
Pangan
1 Rongga 272 60 367 122
2 Gununghalu 777 50 454 171
3 Sindangkerta 216 30 340 125
4 Cililin 230 20 65 88
5 Cihampelas 201 8 17 62
6 Cipongkor 1.022 94 608 248
7 Batujajar 73 5 - 12
8 Saguling 363 54 116 42
9 Cipatat 284 22 18 85
10 Padalarang 137 9 25 34
11 Ngamprah 153 20 12 15
12 Parongpong 35 45 4 6
13 Lembang 25 58 20 16
14 Cisarua 30 33 13 36
Cikalongwet
15 121 41 99 193
an
1-117
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Tanama
No Hortikultu Perkebuna Kehutana
Kecamatan n
ra n n
Pangan
16 Cipeundeuy 271 53 147 107
Jumlah 4.210 602 2.305 1.362
1-118
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
luas tanam terkecil adalah talas yang rata-rata hanya ditanam seluas 0,06 hektar per
rumah tangga tanaman garut.
Tabel 1.52 Jumlah Rumah Tangga, Luas Tanam, dan Rata-Rata Luas Tanam Usaha
Tanaman Padi dan Palawija Menurut Jenis Tanaman, ST2013
*) Satu rumah tangga usaha tanaman pangan dapat mengusahakan lebih dari 1 komoditas,
sehingga jumlah rumah tangga usaha tanaman pangan bukan merupakan penjumlahan rumah
tangga usaha padi dengan rumah tangga palawija.
**) Satu rumah tangga usaha padi atau palawija dapat mengusahakan lebih dari 1 komoditas padi
atau palawija, sehingga jumlah rumah tangga usaha padi atau palawija bukan merupakan
penjumlahan rumah tangga komoditasnya.
Tabel 1.53 Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Pangan Menurut Kecamatan
dan Jenis Tanaman
Padi
Tanaman Padi Jagun Kedela
No Kecamatan Padi**) Ladan Palawija**)
Pangan Sawah g i
g
1 Rongga 9.005 8.817 8.738 736 2.625 675 23
2 Gununghalu 13.813 13.401 13.349 185 3.586 180 44
3 Sindangkerta 8.057 7.882 7.828 89 1.297 396 67
4 Cililin 7.811 7.128 6.835 683 3.341 1.964 20
5 Cihampelas 5.877 5.554 5.517 97 1.544 957 46
6 Cipongkor 13.280 12.954 12.431 1.111 5.602 3.689 159
7 Batujajar 3.373 3.247 3.234 57 589 439 12
8 Saguling 5.745 5.021 4.109 1.476 4.567 3.966 61
1-119
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Padi
Tanaman Padi Jagun Kedela
No Kecamatan Padi**) Ladan Palawija**)
Pangan Sawah g i
g
9 Cipatat 7.821 5.962 5.659 470 3.682 1.109 33
10 Padalarang 3.658 2.347 2.303 48 2.232 597 12
11 Ngamprah 3.048 1.964 1.950 26 1.667 851 5
12 Parongpong 306 109 109 - 210 97 -
13 Lembang 554 67 52 17 504 183 10
14 Cisarua 2.135 1.001 997 5 1.371 761 8
15 Cikalongwetan 7.159 6.447 6.438 74 1.743 194 3
16 Cipeundeuy 7.541 7.221 7.082 271 1.272 610 5
Jumlah 99.183 89.122 86.631 5.345 35.832 16.668 508
1-120
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Tabel 1.54 Jumlah Rumah Tangga Usaha Hortikultura, Luas Tanam, dan Rata-rata Luas
Tanam yang Diusahakan/Dikelola per Rumah Tangga Menurut Jenis Tanaman Hortikultura
Semusim, ST2013
Rata-rata Luas
Jumlah Rumah
Tanam yang
Jenis Tanaman Tangga Luas Tanam
No. Diusahakan/
Hortikultura Semusim Usaha (m2)
Dikelola per
Hortikultura
Rumah Tangga
1 Buah-buahan semusim - - -
Blewah
Melon - - -
Mentimun Suri - - -
Semangka - - -
Stroberi 39 71.260
2 Sayuran semusim
1-121
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Rata-rata Luas
Jumlah Rumah
Tanam yang
Jenis Tanaman Tangga Luas Tanam
No. Diusahakan/
Hortikultura Semusim Usaha (m2)
Dikelola per
Hortikultura
Rumah Tangga
1-122
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Tabel 1.55 Jumlah Rumah Tangga Usaha Hortikultura, Jumlah Pohon/Rumpun/Luas Tanam,
dan Rata-rata Jumlah Pohon/ Rumpun /Luas Tanam yang Diusahakan/ Dikelola per Rumah
Tangga Menurut Jenis Tanaman Hortikultura Tahunan
1-123
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-124
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-125
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-126
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Tabel 1.56 Jumlah Rumah Tangga Usaha Hortikultura Tahunan dan Semusim Menurut Kelompok Tanaman dan Kecamatan
1-127
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Berdasarkan hasil ST2013, dari kedelapan jenis tanaman hortikultura strategis, pisang,
cabai, dan mangga merupakan jenis tanaman dengan jumlah rumah tangga usaha
hortikultura terbanyak yang diusahakan, yaitu masing-masing sebesar 28 238; 11 922;
dan 4 321 rumah tangga. Ditinjau menurut penyebaran pada tiap-tiap Kecamatan di
Bandung Barat, usaha tanaman pisang terpusat di Kecamatan Cikalong Wetan dengan
jumlah rumah tangga pengelola terbesar (3 818 rumah tangga). Rumah tangga usaha
tanaman jeruk paling banyak berada di Kecamatan Gununghalu dan Rongga. Jumlah
rumah tangga usaha tanaman jeruk di Kecamatan Gununghalu mencapai 746 rumah
tangga dan di Kecamatan Rongga mencapai 652 rumah tangga. Rumah tangga usaha
tanaman mangga juga paling banyak dijumpai di Kecamatan Sindangkerta. Dari 4 321
rumah tangga usaha tanaman mangga, 14,90 persen berada di KecamatanSindangkerta,
12,68 persen di kecamatan Rongga, dan sisanya menyebar di kecamatan-kecamatan
lainnya.
Jika dilihat menurut Kecamatan maka rumah tangga usaha tanaman mangga paling
banyak dijumpai di Kecamatan Sindangkerta (644 rumah tangga). Rumah tangga usaha
tanaman cabai dan bawang merah relatif banyak dan menyebar merata antar kecamatan.
Hal ini mengingat tanaman cabai dan bawang merah sering digunakan oleh masyarakat
sebagai bumbu masakan sehari-hari. Sentra rumah tangga usaha tanaman cabai
terdapat di Kecamatan Lembang dan sentra rumah tangga usaha tanaman bawang
merah berada di Kecamatan Cipongkor. Tanaman kentang paling banyak diusahakan di
Kecamatan Sindangkerta sedangkan rumah tangga usaha tanaman kunyit dan anggrek
paling banyak dijumpai masing-masing di Kecamatan Cipatat dan Lembang
1-128
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Rumah
Jumlah Rumah Tangga Per Jenis Tanaman Hortikultura Strategis
Tangga
No Kecamatan
Usaha
Hortikultura Bawang
Pisang Jeruk Mangga Cabai Kentang Kunyit Angrek
Merah
1-129
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Jumlah pohon/rumpun/luas tanam yang ada di suatu daerah secara normal dapat
mengindikasikan besaran produksi tanaman pada daerah tersebut. Pada periode
ST2013, dari jenis tanaman hortikultura strategis semusim, cabai, bawang merah, dan
kentang merupakan jenis tanaman dengan jumlah tanaman hortikultura terbanyak yang
diusahakan, yaitu masing-masing sebesar 21 013 241 hektar, 91 303 hektar, dan 1 114
446 hektar. Tanaman hortikultura di Bandung Barat berdasarkan hasil ST2013 tidak
semua menyebar secara merata, terlihat bahwa usaha tanaman pisang terpusat di
kecamatan Cipatat dengan jumlah tanaman terbesar. Tanaman jeruk paling banyak
diusahakan di Kecamatan Lembang dan Sindangkerta. Jumlah tanaman jeruk di
Kecamatan Lembang mencapai 97 791 tanaman dan di Kecamatan Sindangkerta
mencapai 47 400 tanaman. Tanaman mangga paling banyak diusahakan di Parongpong.
Dari 54 425 tanaman mangga, 45,39 persennya berada di Kecamatan Parongpong ,
11,68 persen di Kecamatan Padalarang, dan sisanya menyebar di kecamatan lainnya.
Jika dilihat menurut Kecamatan maka rumah tangga usaha tanaman mangga paling
banyak ditemukan di Kecamatan Parongpong (24 702 tanaman).
Tanaman cabai dan bawang merah relatif luas dan menyebar merata antar kecamatan.
Hal ini mengingat tanaman cabai dan bawang merah sering digunakan oleh masyarakat
sebagai bumbu masakan sehari-hari.
Sentra tanaman cabai terdapat di Kecamatan Lembang dan sentra tanaman bawang
merah berada di Kecamatan Saguling. Tanaman kentang paling banyak ditemui di
Kecamatan Sindangkerta, sedangkan tanaman kunyit dan anggrek paling banyak
dijumpai masing-masing di Kecamatan Cipatat dan Lembang.
1-130
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Tabel 1.58 Jumlah Rumah Tangga Usaha Hortikultura dan Jumlah/Luas Tanam Hortikultura Strategis Menurut Kecamatan, ST2013
1-131
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
4 9 8 09 3
1 Cikalongw 164.96
585 2.610 369 28.730 - - 10.626 -
5 etan 1
1 Cipeundeu 129.93
4.331 5.223 2.995 638.325 - - 4.784 -
6 y 1
2.190.2 248.8 54.47 20.754. 78.70 659.9 1.061.4 30.9
Jumlah 54.091
55 52 0 991 3 46 32 36
1-132
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Secara umum, enam tanaman tahunan berdasarkan banyaknya rumah tangga yang
mengusahakan di Bandung Barat berturut-turut adalah kopi (11 130 rumah tangga),
kelapa (11 050 rumah tangga), cengkeh (6 876 rumah tangga), karet (1 611 rumah
tangga), kakao (106 rumah tangga), dan kelapa sawit (48 rumah tangga).
Kecamatan dengan rumah tangga yang paling banyak mengusahakan kelapa adalah
kecamatan Cipeundeuy (2 327 rumah tangga), diikuti kecamatan Cipongkor (1 437 rumah
tangga). Karet paling banyak diusahakan oleh rumah tangga di kecamatan cipeundeuy
1-133
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
(0,51 juta rumah tangga), diikuti Cikalong Wetan (368 rumah tangga). Kakao paling
banyak diusahakan oleh rumah tangga di kecamatan Saguling (36 rumah tangga), diikuti
kecamatan Sindangkerta (26 rumah tangga). Kopi banyak diusahakan oleh rumah tangga
di sindangkerta (2 649 rumah tangga) dan kecamatan Rongga ( 1 412 rumah tangga).
Cengkeh paling banyak diusahakan oleh rumah tangga di kecamatan Cikalong Wetan (2
825 rumah tangga), diikuti kecamatan Cisarua ( 1 128 rumah tangga). Kelapa sawit paling
banyak diusahakan oleh rumah tangga kecamatan Rongga,kecamatan Cililin,dan
kecamatan Cipongkor masing-masing 4 rumah tangga.
Tabel 1.60 Jumlah Rumah Tangga Usaha Perkebunan Tanaman Tahunan Menurut
Kecamatan dan Jenis Tanaman, ST2013
Empat tanaman semusim yang paling banyak diusahakan di Bandung Barat berturut-turut
adalah tembakau (82 rumah tangga), tebu (40 rumah tangga), nilam (1 rumah tangga),
dan sereh wangi (6 691 rumah tangga). Usaha perkebunan tanaman semusim banyak
didominasi oleh rumah tangga yang berada di Kecamatan Gununghalu.
Kecamatan dengan rumah tangga yang paling banyak mengusahakan tembakau adalah
Gununghalu (36 rumah tangga), diikuti Kecamatan Cililin (33 rumah tangga). Tebu paling
banyak diusahakan oleh rumah tangga di Kecamatan Gununghalu (11 rumah tangga),
diikuti Kecamatan Sindangkerta (8 rumah tangga).
1-134
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Nilam hanya diusahakan oleh rumah tangga di Kecamatan Cililin (1 rumah tangga). Sereh
wangi banyak diusahakan oleh rumah tangga di Kecamatan Gununghalu (4 653 rumah
tangga) dan Kecamatan Rongga (2 002 rumah tangga).
Tabel 1.61 Jumlah Rumah Tangga Usaha Perkebunan Tanaman Semusim Menurut
Kecamatan dan Jenis Tanaman, ST2013
Jika dilihat dari jumlah tanamannya, populasi tanaman tahunan terbesar yang diusahakan
oleh rumah tangga adalah kopi, yakni sebanyak 3 985 314 pohon yang banyak berada di
Kecamatan Sindangkerta dan Kecamatan Lembang. Populasi terbesar kedua adalah
tanaman karet, yaitu sebanyak 599 786 pohon yang banyak diusahakan di Kecamatan
Cipeundeuy dan Kecamatan Cikalong Wetan. Tanaman cengkeh menempati posisi ketiga
terbesar yang paling banyak diusahakan rumah tangga, yaitu sebanyak 205 868 pohon.
Kakao paling banyak berada di Kecamatan Cililin dan Kecamatan Saguling.
Selain tanaman kopi, karet, dan cengkeh, potensi subsektor perkebunan juga pada
komoditas kelapa (82 568 pohon), kelapa sawit (6 377 pohon), kakao (3 788 pohon).
Kecamatan dengan rumah tangga yang paling banyak mengusahakan kelapa adalah
Kecamatan Cipeundeuy (20 536 pohon), diikuti Kecamatan
Sindangkerta (13 486 pohon). Kelapa sawit paling banyak diusahakan oleh rumah tangga
di Kecamatan Cipeundeuy (5 367 pohon), diikuti Kecamatan Cikalong Wetan (752
pohon). Kakao banyak diusahakan oleh rumah tangga di Kecamatan Cililin (2 251 pohon)
dan Kecamatan Saguling (897 pohon).
Tabel 1.61 Jumlah Pohon/Lajar/Rumpun Tanaman Tahunan yang Diusahakan/Dikelola
Rumah Tangga Usaha Perkebunan Menurut Kecamatan dan Jenis Tanaman, ST2013
1-135
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-136
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Tabel 1.63 Data Sarana & Prasarana Teknologi Pertanian Tepat Guna
di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2010 – 2017
Realisasi Pembangunan, Perbaikan dan Pemeliharaan
Sarana dan Prasarana Pertanian/Perkebunan
No Tahun Sumber-
BPP JUT JIDES JITUT JIAT sumber
Air
1 2010 2 6 lokasi 8 lokasi 7 lokasi - -
23 25 23
2 2011 3 - -
lokasi lokasi lokasi
3 2012 - 2 lokasi 6 lokasi 2 lokasi - -
4 2013 - 5 lokasi 5 lokasi 3 lokasi - -
17
5 2014 1 - 5 lokasi - -
lokasi
28 53
6 2015 - 7 lokasi 8 lokasi 86 lokasi
lokasi lokasi
32 11
7 2016 1 2 lokasi 2 lokasi -
Lokasi Lokasi
24
8 2017 - 2 lokasi - - 8 Lokasi
Lokasi
Sumber Data :DPKP, Kabupaten Bandung Barat, 2017
Data Kelompok Tani (Poktan) Ternak penerima bantuan hewan ternak/bibit hewan ternak
dari PemKabupaten Kabupaten Bandung Barat, dari Propinsi Jawa Barat dan dari
Pemerintah Pusat, adalah:
1-137
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Sumber Data : Dinas Perikanan & Peternakan, Kabupaten Bandung Barat, 2017
1-138
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-139
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
TAHUN
NO NAMA IZIN/NON PERIZINAN
2015 2016 2017
1 Izin Pemanfaatan Tanah 39 56 45
2 Izin Mendirikan Bangunan 309 374 290
3 Izin Gangguan 166 154 33
4 Surat Rekomendasi Tower - - 19
5 Izin Pemanfaatan Badan Jalan - - 2
6 Izin Usaha Toko Modern 8 6 3
7 Izin Usaha Perdaganggan 1149 1177 860
8 Izin Usaha Industri 43 47 46
9 Tanda Daftar Usaha Pariwisata - - 5
10 Izin Reklame 215 179 235
11 Izin Usaha Jasa Konstruksi 93 95 81
12 Tanda Daftar Perusahaan 1125 1230 935
13 Tanda Daftar Gudang 11 10 11
14 Tanda Daftar Industri 62 42 25
15 IMTA - - 9
16 Izin Praktek dr Umum - - 5
17 Izin Praktek Dokter Gigi - - 3
18 Izin Praktik Dokter Spesialis - - 4
19 Izin Praktik Bidan - - 12
20 Izin Praktik Farmasi - - 5
21 Izin Perawat - - 34
22 Izin Apotek - - 2
23 Izin Mendirikan Klinik Pratama - - 2
24 Izin Operasional Unit Dialisis - - 1
25 Izin Praktik Apoteker - - 11
26 Izin Praktik Asisten Apoteker - - 5
27 Surat Izin Pengobatan Tradisional - - 5
28 Surat Izin Toko Obat - - 1
29 Izin Praktik Fisioterafis - - 1
1-140
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
TAHUN
NO NAMA IZIN/NON PERIZINAN
2015 2016 2017
30 Izin Praktik Refraksionis Oftisian - - 1
TOTAL 3.22 3.37 2.691
Sumber: DPMPTSP, Kabupaten Bandung Barat 2017
Dengan posisi yang strategis, berada di antara DKI Jakarta dan Kota Bandung, dengan
tingkat aksesibilitas dan mobilitas yang tinggi, maka sektor pariwisata juga semakin
meningkat. Berbagai daya tarik wisata di atas juga pada akhirnya memunculkan
pertumbuhan sektor-sektor terkait lainnya, sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan
wisatawan, seperti perhotelan, restoran dan kafe, dan sarana akomodasi lainnya. Efek
tetesan ini begitu signifikan dirasakan oleh Kabupaten Bandung Barat, dengan
menjamurnya pembangunan hotel dan restoran yang akhirnya mengancam kondisi
lingkungan dan geografis KBB, yang terkenal sebagai bagian dari Kawasan Bandung
Utara yang harus dikonservasi.
Selain itu, semakin berkembangnya pengemasan daya tarik wisata dengan konsep-
konsep baru, juga menjadi daya tarik tersendiri. KBB memiliki potensi kekayaan geologis
yang menawan dan juga diliputi oleh sejarah pembentukan bumi yang berarti. Kekayaan
tersebut dapat dikemas menjadi sebuah konsep pengembangan wisata baru, geopark
atau taman bumi, seperti yang akan dikembangkan di Kawasan Citatah dan Stone
Garden Padalarang. Menurut UNESCO (2010), geopark adalah kawasan geologis,
termasuk fitur-fitur spesifik dari geologis yang signifikan, jarang ditemukan atau dalam
bentuk keindahan yang juga memiliki nilai ekologis, arkeologis, sejarah dan budaya untuk
pengembangan perekonomian lokal lewat konservasi, edukasi dan pariwisata. Geopark
menggunakan sumber daya lokal, baik sumber daya geologis, biologis, arkeologis,
sejarah dan budaya, untuk membangun ekonomi lokal lewat konservasi, edukasi dan
pariwisata. Tidak seperti sistem konservasi lainnya yang memprioritaskan perlindungan,
sistem geopark menyeimbangkan perlindungan dan pemanfaatan. Contohnya pada
sistem perlindungan seperti kawasan lindung dalam berbagai bentukan alami yang sering
bertentangan dengan pengembangan perumahan bagi masyarakat lokal, karena
sebenarnya bentukan alam ini tidak cocok untuk aktivitas perumahan. Walaupun begitu,
geopark tidak memiliki batasan pemanfaatan apapun untuk seluruh penghuni kawasan
tersebut karena belum terdefinisi secara spesifik.
1-141
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Penerapan Konsep Penerapan Konsep Pemanfaatan yang Seimbang (Konservasi dan Penggunaan
Kawasan)
Hingga saat ini tercatat ada 28 negara dan 92 situs yang tercatat sebagai anggota Global
Geopark Network per Juni 2013, antara lain 20 negara dengan 53 situs di Eropa, 2
negara dengan 2 situs di Amerika dan 6 negara dengan 36 situs di Asia, salah satunya
adalah Geopark Jeju Island di Korea Selatan dan Geopark Batur di Indonesia. Selain itu
masih banyak lagi geopark-geopark yang masih berjuang untuk masuk menjadi anggota
dari GGN agar mendapatkan berbagai manfaat untuk pengembangan sekaligus
konservasi geopark di kawasan masing-masing. Geopark-geopark tersebut mayoritas
sudah ditetapkan menjadi geopark nasional di negaranya masing-masing dan
membutuhkan pengakuan dunia lewat GGN UNESCO.
Seperti yang dituliskan oleh National Park Service National Geoparks Secretariat of
Korea (2013), banyak sekali manfaat yang didapatkan oleh sebuah negara atau minimal
kawasan, atas penetapan kawasannya sebagai geopark, terutama setelah menjadi
anggota dari GGN UNESCO antara lain sebagai berikut.
1-142
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-143
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-144
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
menggunakan lampu minyak tanah. Hal ini mungkin saja terjadi karena pihak PLN yang
belum mampu mendirikan gardu-gardu listrik yang dapat melayani penduduk sampai ke
pelosok desa yang ada di kecamatan (kapasitas PLN terbatas) dan belum adanya
permintaan dari penduduk setempat (daerah pelosok).
Berdasarkan data tahun 2013 tersebut, Unit pelayanan jaringan Padalarang memiliki
penjualan listrik tertinggi, berkontribusi sekitar 71% dari jumlah empat unit pelayanan
jaringan di Kabupaten Bandung Barat. Hal ini berkaitan erat dengan aktivitas yang relatif
tinggi yang ada di kawasan UPJ Padalarang.
B. Telekomunikasi
Saat ini, sistem pola jaringan kabel telepon yang ada di Kabupaten Bandung Barat masih
memanfaatkan sentral telepon otomat (STO) yang sudah ada di Kabupaten Bandung
Barat sejak dahulu. Dari sentral telepon tersebut kemudian diteruskan ke Rumah-rumah
Kabel (RK) dan diteruskan ke jaringan transmisi yang selanjutnya ke drop wire dan
akhirnya ke rumah-rumah atau tempat kegiatan lainnya.
C. Air Bersih
Cakupan pelayanan air bersih di wilayah perkotaan yang sudah terlayani PDAM, adalah
sebagian Kecamatan Padalarang, Batujajar, Ngamprah, Cililin, Cikalongwetan, Lembang,
dan Cisarua. Sedangkan cakupan penyediaan air bersih, di wilayah perdesaan adalah
sebagian Kecamatan Cipatat, Sindangkerta, Cipongkor, Gununghalu, Rongga,
Cipeundeuy, Parongpong, dan Cihampelas. Untuk wilayah perdesaan, sumber air bersih
berasal dari mata air, sumur dangkal dan sumur bor, dengan sistem distribusi
menggunakan pompa atau pipa gravitasi. Pengguna layanan PDAM pada tahun 2015 di
dominasi oleh rumah tangga sebesar 92%, sedangkan niaga dan industri mendekati
angka nol persen.
Gambar 1.49 Diagram Presentase Pelanggam PDAM Menurut Jenis Konsumen di
Kabupaten Bandung Barat 2015
1-145
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Pelayanan PDAM belum mencakup seluruh kecamatan. Pada tahun 2018 dari 16
kecamatan di Kabupaten Bandung Barat, terdapat 6 kecamatan yang menjadi layanan
PDAM yaitu kecamatan Cililin, Batujajar, Padalarang, Lembang, Cisarua, dan
Cikalongwetan.
Tabel 1.70 Jumlah penduduk yang telah terlayani oleh PDAM Hingga Tahun 2018
Penduduk
Jumlah Penduduk
Terlayani
No. Kecamatan Pendudu Terlayani PDAM % Pelayanan
BUMD
k Tirtaraharja
PMgS
- -
1 Rongga -
55,567
-
2 Gunung Halu - -
75,862
- -
3 Sindangkerta -
69,004
4 Cililin - 8,445 9.38%
89,996
- -
5 Cihampelas -
114,938
- -
6 Cipongkor -
90,245
7 Batujajar - 3,670 3.79%
96,960
8 Saguling - - -
30,692
-
9 Cipatat - -
131,798
10 Padalarang 2,570 9,240 6.68%
176,732
11 Ngamprah 13,410 - 7.67%
174,872
- -
12 Parompong -
111,590
13 Lembang - 12,520 6.44%
194,560
14 Cisarua 2,405 18,415 28.08%
74,156
Cikalong
15 205 2,150 1.92%
Wetan 122,656
- - -
16 Cipeundeuy
82,092
Total 18,590 54,440 4.32%
1,691,720
Sumber: Data PT. Perdana Multi Guna sarana Bandung Barat
1-146
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Tabel 1.101 Produksi, Distribusi, Terjual, Kebocoran, Pendapatan dan Tarif Rata-rata Air
PDAM Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Tarif
Rata-
Kecamatan Produksi Distribusi Terjual Kebocoran Pendapatan rata
No.
Pelayanan (m3) (m3) (m3) (%) ( Rp) Per
m3
(Rp)
1 Rongga - - - - - -
2 Gununghalu - - - - - -
3 Sindangkerta - - - - - -
4 Cililin 425.808 404.628 300.655 25,70 982.107.900 3.267
5 Cihampelas - - - - - -
6 Cipongkor - - - - - -
7 Batujajar 532.335 531.646 403.372 24,13 982.021.275 2.435
8 Saguling - - - - - -
9 Cipatat - - - - - -
10 Padalarang 506.502 504.798 333.983 33,84 1.214.311.600 3.636
11 Ngamprah - - - - - -
12 Parongpong - - - - - -
13 Lembang 814.774 813.837 498.941 38,69 1.886.675.600 3.781
14 Cisarua 989.773 941.053 754.753 19,80 2.172.557.400 2.879
15 Cikalongwetan 100.643 100.328 82.657 17,61 290.752.200 3.517
16 Cipeundeuy - - - - - -
Jumlah/Total 3.369.835 3.296.290 2.374.361 27,97 7.582.398.975 3.171
2012 3.381.110 3.181.413 2.390.191 24,87 8.032.520.225 3.361
Sumber: Kabupaten Bandung Barat dalam Angka 2015
Selain itu, terlaksannya penyediaan air bersih melalui Program PAMSIMAS (Penyediaan
Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) dengan Rincian :
1-147
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-148
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
D. Drainase
Drainase merupakan sistem jaringan saluran-saluran air yang digunakan untuk
pemusatan air hujan yang berfungsi menghindarkan genangan yang berada dalam suatu
kawasan atau dalam batas administrasi kota, ketersediaan atau ketercapaian pelayanan
sistem drainase dapat dilihat secara struktural berdasarkan pencapaian fisik yang
mengikuti pengembangan perkotaannya, maupun bersifat non-struktural, yaitu
terselenggaranya pengelolaan dan pelayanan drainase oleh pemerintah kota berupa
fungsionalisasi institusi pengelola drainase dan penyediaan peraturan yang mendukung
penyediaan dan pengelolaannya.
1-149
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Saluran drainase yang ada di Kabupaten Bandung Barat pada umumnya mengikuti pola
jaringan jalan, dimana arah aliran dari sebelah barat menuju timur mengikuti kemiringan
lahan. Sebagian saluran drainase yang ada masih terbuat dari konstruksi tanah,
sedangkan saluran dengan konstruksi beton/bata tertutup masih terbatas pada daerah
pusat kota terutama sekitar terminal dan pertokoan/pasar. Hanya beberapa jalan utama
yang dilengkapi dengan street inlet. Pada beberapa ruas jalan saluran drainase kurang
terpelihara dan banyak tersumbat oleh sampah yang menimbun di sekitar saluran. Hal ini
sangat mengganggu kapasitas dan fungsi saluran di musim hujan.
Pembangunan yang terjadi saat ini tidak diiringi dengan penambahan saluran drainase,
atau tidak berimbang antara pembangunan fisik bangunan dengan fasilitas drainase.
Saluran drainase yang ada saat ini hanya mampu menampung lima persen volume air
limpasan saat hujan. Kondisi fisik saluran drainase Kabupaten Bandung Barat kurang
sesuai dengan spesifikasi teknis yang dikehendaki. Rata – rata lebar drainase Kabupaten
Bandung Barat adalah 50 – 80 cm. Secara teknis, dimensi drainase yang baik atau ideal
memiliki lebar 1 meter. Situasi ini diperparah dengan penyumbatan pada saluran air,
sedimentasi sungai serta penutupan saluran akibat kegiatan pedagang kaki lima (PKL) di
badan jalan. Bila hujan lebat turun, hampir seluruh badan jalan terendam air banjir
dengan membawa material sampah, tanah dan pasir ke dalam gorong – gorong.
Pembangunan yang terjadi saat ini tidak berimbang antara pembangunan fisik bangunan
dengan fasilitas drainase. Saluran drainase yang ada saat ini hanya mampu menampung
5% volume air limpasan saat hujan. Kondisi fisik saluran drainase Kabupaten Bandung
Barat kurang sesuai dengan spesifikasi teknis yang dikehendaki. Rata-rata lebar drainase
Kabupaten Bandung Barat adalah 50 – 80 cm. Secara teknis, dimensi drainase yang baik
atau ideal memiliki lebar 1 meter.
Secara umum sistem drainase di Kabupaten Bandung Barat terbagi menjadi 2 (dua)
bagian yaitu drainase makro dan drainase mikro. Saluran pembuangan makro merupakan
saluran yang secara alami sudah ada di Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari 15
sungai sepanjang 265,05 Km, sedangkan saluran pembuangan mikro merupakan saluran
yang sengaja dibuat mengikuti pola jaringan jalan, namun sekitar 30% ruas jalan di
Kabupaten Bandung Barat belum memiliki saluran drainase sehingga terdapat beberapa
daerah menjadi rawan banjir dan genangan.
Kondisi saluran mikro di beberapa tempat terputus atau tidak berhubungan dengan
saluran bagian hilirnya. Secara keseluruhan sistem drainase di Kabupaten Bandung
Barat masih belum terencana dengan optimal. Selain drainase, penyebab terjadinya
daerah rawan banjir adalah karena tertutupnya street inlet oleh beberapa aktivitas
sehingga air hujan tidak bisa masuk ke dalam saluran drainase, adanya pendangkalan di
beberapa bagian saluran, konstruksi drainase yang tidak sesuai dengan kebutuhan di
lapangan, serta alih fungsi lahan dari kondisi alami menjadi lahan dengan fungsi
komersial seperti pertokoan, mall, jalan, perumahan, dan lain-lain sehingga tutupan lahan
pun berubah yang meningkatkan debit limpasan. Kondisi drainase yang tidak selaras
dengan tata ruang dan prasarana lainnya juga menimbulkan dampak negatif pada sarana
jalan dan menyebabkan banjir.
Pada saat ini, perencanaan umum saluran drainase di Kabupaten Bandung Barat akan
dikembangkan sistem drainase makro yang akan menjadi limpahan utama dari sistem
drainase perkotaan. Dapat juga dikembangkan konsep ekodrainase dalam
1-150
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
pengembangan sistem drainase sehingga aliran air dapat ditahan dengan menggunakan
sistem embung di sepanjang aliran. Konsep perencanaan sistem drainase yang akan di
kembangkan di Kabupaten Bandung Barat adalah dengan menangani inti permasalahan
yang terjadi ketidakseimbangan antara air hujan yang terinfiltrasi menjadi air tanah
dengan air larian (run off) karena terdapat ketidaksesuaian fungsi lahan.
Arah Pembangunan sistem drainase di Kabupaten Bandung Barat menurut dokumen
RP2KPKP (Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh
Perkotaan ) antara lain :
a. Identifikasi daerah mana yang memerlukan sistem drainase konvensional dan
daerah mana yang memerlukan sistem resapan air.
b. saluran drainase skala tersier pada kota-kota kecamatan dengan pengaliran pada
badan air penerima terdekat.
c. Peningkatan pemeliharaan gorong-gorong.
d. Perbaikan dan normalisasi pada saluran-saluran drainase yang sudah ada untuk
meningkatkan kapasitas saluran serta melaksanakan kembali normalisasi Sungai
Citarum sebagai saluran utama untuk daerah Cekungan Bandung.
e. Koordinasi dengan daerah sekitar terutama Kota Bandung, dalam hal pengelolaan
DAS Citarum Hulu yang terletak di wilayah Kota Bandung.
f. Pengendalian sungai agar tidak menjadi tempat sampah bagi masyarakat.
g. Mencegah pendangkalan pada sungai akibat sedimentasi.
h. Pembuatan embung penahan aliran (kolam tunggu) sebagai konsep dari
ekodrainase.
i. Penetapan kawasan lindung sumber daya air.
j. Menggalakkan program kebersihan swadaya masyarakat dalam menjamin
kesiapan jalur-jalur drainase menghadapi beban puncak/periode banjir tahunan.
k. Penataan bangunan sepanjang tepi sungai agar kapasitas alur sungai tidak
berkurang (tidak terjadi penyempitan).
l. Perbaikan dan normalisasi jaringan drainase yang ada (alam dan buatan) untuk
meningkatkan kapasitas saluran.
m. Pembangunan dan pengembangan kolam retensi di kawasan perkotaan.
n. Pembangunan sumur resapan di kawasan perkotaan.
o. Pembangunan dan pengembangan jaringan drainase di kawasan perkotaan.
p. Pembuatan embung penahan aliran tersebar di seluruh kecamatan.
q. Pengelolan sumberdaya air dengan bekerjasama dengan pemerintahan daerah
terdekat di daerah perbatasan dengan Kota/Kabupaten Lain.
r. Melanjutkan normalisasi Sungai Citarum sebagai saluran utama.
s. Pembuatan embung penahan aliran.
t. Diperlukan penentuan umur gorong-gorong sehingga pemakaiannya dapat lebih
optimal.
u. Redesain saluran dan gorong-gorong.
v. Penanganan micro drainage sebagai pelayanan publik perlu ditingkatkan.
1-151
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
E. Persampahan
Pengelolaan sampah merupakan salah satu hal yang menjadi tugas besar pemerintah
yang dapat dilakukan atas dasar kerja sama ataupun swadaya kepada masyarakat
maupun swasta. Pengelolaan sampah yang dimaksud berupa penanganan dan
pengurangan jumlah sampah yang dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas
pelayananan, cakupan pelayanan dan penyediaan berbagai fasilitas pendukung
pengelolaan sampah.
Pengelolaan sampah kota merupakan kebutuhan prasarana dasar yang harus dipenuhi
dalam kerangka pengelolaan pembangunan wilayah perkotaan. Permasalahan yang
diakibatkan oleh peningkatan volume timbulan sampah kota semakin hari semakin
kompleks, tidak hanya menyangkut permasalahan teknis operasional tetapi menyangkut
permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Penanganan sampah di Kabupaten
Bandung Barat dilaksanakan oleh UPTD Kebersihan dibawah Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Bandung Barat.
Sistem pengelolaan persampahan yang dilakukan dengan cara Kumpul - Angkut - Buang,
kedepan tidak akan menyelesaikan masalah sampah bahkan dapat menimbulkan darurat
sampah, hal ini disebabkan:
a. Laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat;
b. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan;
c. Sulit mencari atau menentukan lokasi TPA;
d. Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkutan sampah, sehingga timbulan
sampah yang tidak tertangani atau tidak terangkut semakin besar. Beban
Pemerintah Daerah dalarn mengatasi permasalahan sampah tentunya akan
sangat berat tanpa adanya dukungan dan peran serta masyarakat, maka
permasalahan sampah tidak akan berhasil dengan baik.
Pelayanan Sampah
Penanganan sampah yang berasal dari masyarakat ditangani oleh UPTD Kebersihan
serta pengurangan sampah di Bandung barat oleh TPS3R. Bagi wilayah yang belum
terjangkau pelayanan oleh UPTD Kebersihan pengelolaan sampahnya dilakukan oleh
Masyarakat dengan manfaat lahan/tempat yang ada, kemudian sampah tersebut
ditimbun/dikomposkan, dibakar dan ada yang sebagian masyarakat yang membuang ke
sungai/selokan.
TPS3R yang ada di Kabupaten Bandung Barat diantaranya:
a. TPS3R Sabilulungan di Desa Ciptagumati Kecamatan Cikalong Wetan;
b. TPS3R Malapah di Desa Cipendeuy Kecamatan Cipendeuy.
Tingkat Pelayanan dan Volume Sampah Terangkut
Timbulan Sampah di Kabupaten Bandung Barat yang dilayani saat ini adalah bersumber
dari sampah rumah tangga, sampah pasar, sampah hotel/pariwisata dan sampah industri
dengan total kapasitas terangkut rata-rata 140 – 160 ton/hari. Ditinjau berdasarkan jumlah
penduduk Kabupaten Bandung Barat Tahun 2017 sebanyak ± 1.710.088 jiwa maka
sesuai dengan karakteristik wilayah maka diperkirakan volume timbulan sampah seluruh
1-152
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
wilayah Kabupaten Bandung Barat sebanyak 1.026 ton/hari, maka penanganan sampah
tertangani hanya 13,6% setiap harinya.
Pelayanan kebersihan bidang pengelolaan persampahan di Kabupaten Bandung Barat,
sampai saat ini masih belum optimal, dikarenakan belum seluruh wilayah terlayani oleh
UPTD Kebersihan Kab. Bandung Barat, terutama untuk wilayah perdesaan. Berdasarkan
data yang diperoleh dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung Barat baru 10
(sepuluh) kecamatan yang dapat dilayani dengan jumlah sampah yang terangkut ke
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ± 140-160 ton/hari.
UPTD Kebersihan pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat dalam
penyelenggaraan pengelolaan sampah baru mampu menangani 10 (Sepuluh) kecamatan
dari 16 Kecamatan yang ada, yaitu:
a. Kecamatan Cililin
b. Kecamatan Padalarang
c. Kecamatan Ngamprah
d. Kecamatan Lembang
e. Kecamatan Parongpong
f. Kecamatan Batujajar
g. Kecamatan Cisarua
h. Kecamatan Cihampelas
i. Kecamatan Cikalong wetan
j. Kecamatan Cipatat
Luasnya wilayah pelayanan dan rendahnya tingkat pelayanan sampah menjadi beban
berat bagi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat yang tentunya membutuhkan investasi
penyediaan sarana dan prasarana persampahan termasuk biaya Operasi dan
Pemeliharaan. Untuk itu, pemerintah perlu mendorong partisipasi masyarakat dan swasta
dalam mengatasi permasalahan pengolahan sampah. Disamping itu, rekayasa sosial
yang mengarah kepada peningkatan kedisiplinan masyarakat dalam membuang sampah,
dengan demikian upaya mengurangi jumlah timbulan sampah yang harus diangkut ke
TPSS dan TPA dapat dikurangi di level rumah tangga sebagai unit terkecil di masyarakat.
Rekayasa teknologi pengolahan sampah yang aman bagi lingkungan, dan mampu
mengurangi jumlah timbulan sampah di TPSS dan TPA, perlu dilakukan sehingga
kesulitan mencari lahan TPSS dan TPA dapat teratasi.
Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
Tempat Pemindahan Sementara (TPS) saat ini di wilayah pelayanan sampah Kabupaten
Bandung Barat dibangun berupa bak sampah kontainer ukuran 6 – 10 m 3 dan ada juga
yang menggunakan konstruksi batu bata. Sampah yang ada di Kabupaten Bandung Barat
sebagian besar masih berupa sampah domestik. Penghasil sampah didominasi oleh
kegiatan rumah tangga. Persampahan domestik dewasa ini lebih banyak dimusnahkan
dengan metode on-site, yaitu dengan dibakar dan dibuang ke lahan-lahan kosong di
sekitar perumahan, Jumlah total TPS di Kabupaten Bandung Barat sebanyak 6 TPS.
1-153
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
No TPS Keterangan
Pasar Tagog Padalarang Kondisi Aktif, Aset Pemda, bentuk Kontainer
1
Pasar Panorama Lembang Kondisi Aktif, Aset Pemda, bentuk Kontainer
2
Pasar Batu Jajar Kondisi Aktif, Aset Pemda, bentuk Kontainer
3
Pasar Cililin Kondisi Aktif, Aset Pemda, bentuk Kontainer
4
TPS Ciwaruga Kondisi Aktif, Aset Pemda
5
TPS Sariwangi Kondisi Aktif, Aset Pemda
6
Sumber: Masterplan Persampahan, 2017
Kendaraan pengangkut
Sampah
- Truck Sampah 39 15 unit Motor 39 5 unit rusak berat.
- Mobil Tangki Tinja 2 Roda Tiga 2 1 unit rusak berat.
- Kendaraan Roda 3 25 beroperasi, 1 unit 25 10 unit rusak berat.
(P.Sampah) - mobil tangki tinja
- Gerobak Sampah rusak berat, 5 -
motor tiga roda
rusak berat
Personil Petugas Kebersihan
- Petugas Lapangan 9 3 orang PNS 16 3 orang PNS
- Pengemudi Mobil Sampah 42 8 orang PNS 44 4 orang PNS
- Pengemudi Motor Sampah 15 8 orang PNS 12 3 orang PNS
- Kernet 14 18 orang PNS 114 14 orang PNS
- Penyapu Jalan 6 - 13 2 orang PNS
- Petugas Keamanan 4 1 orang PNS 10 2 orang PNS
- Mekanik 3 - 6 1 orang PNS
- Pelaksana petugas pencatat 1 1 orang PNS
Depo
- Petugas TPSA 3 -
- Staff 14 2 orang PNS
- Cleaning service 1 1 orang PNS
1-154
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-155
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Merupakan penghasil sampah yang berasal dari pasar. Pengelolaan sampah dari
pasar, dikelola oleh Dinas Pasar Bermartabat. Jenis sampah terbanyak dari pasar
adalah dari sampah organik yang berasal dari sayur-sayuran/ buah-buahan busuk
ataupun yang tidak layak jual.
c. Sumber Sampah Jalanan
Merupakan sampah yang berasal dari pinggiran jalan-jalan yang dikumpulkan oleh
petugas penyapuan jalan dari UPTD Kebersihan. Kebanyakan sampah dari jalanan
berupa dedaunan gugur sampai kemasan makanan/minuman yang dibuang
sembarangan. Setelah dikumpulkan, sampah – sampah ini akan langsung dibawa ke
TPS.
d. Sumber Sampah Wilayah Komersil
Merupakan penghasil sampah dari wilayah perdagangan, seperti pertokoan, Mall,
Supermarket, toserba. Penghasil sampah komersil ini ada yang melakukan
pengumpulan sampahnya secara kolektif bersama-sama ke TPS ataupun ada yang
melakukan pengumpulannya secara langsung di angkut menuju ke TPA.
e. Sumber Sampah Rumah Sakit
Merupakan penghasil sampah yang berasal dari rumah sakit, sampah dari rumah
sakit ini tidak termasuk sampah medis yang berupa sampah B3. Penghasil sampah
dari rumah sakit terbanyak dari kantin/ dapur rumah sakit.
f. Sumber Sampah Hotel/Restaurant
Merupakan penghasil sampah yang berasal dari Hotel dan Restauran. Dari Hotel dan
restauran komposisi terbanyak adalah dari sampah organik hasil dari kegiatan dapur
restauran.
g. Sumber Sampah Industri
Merupakan penghasil sampah yang berasal dari Industri seperti pabrik tekstil, parbrik
kertas, pabrik coklat, dll. Sampah dari industri bervariasi jenisnya tergantung dari
produk apa yang dihasilkan.
h. Sumber Sampah Institusi
Jenis sampah organik merupakan komposisi sampah terbesar di Kabupaten Bandung
Barat diikuti dengan jumlah sampah lain seperti sampah sterofoam dan buangan
elektronik serta sampah plastik. Adapun sisa-sisa hasil kegiatan industri seperti kertas,
logam, karet dan kulit tidak menghasilkan sampah secara signifikan. Secara langsung,
besarnya timbulan sampah yang ada memengaruhi kebutuhan masyarakat terhadap
infrastruktur persampahan. Besarnya timbulan sampah suatu kota dapat dihitung dengan
menggunakan sebuah standar tertentu. Dengan menggunakan angka timbulan sampah
untuk kota besar yaitu 0,6 kg/orang/hari diperoleh angka timbulan sampah perkecamatan
di Kabupaten Bandung Barat. Jadi perkiraan timbulan sampah yang dihasilkan oleh
masyarakat Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2017 adalah 1.026 ton/hari.
1-156
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-157
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Aspek Pengelolaan
Permasalahan
Persampahan
Teknis Operasional Cakupan pelayanan masih terbatas pada 10 (Sepuluh kecamatan dari 16
kecamatan dari 6 kecamatan yang dilayani hanya terbatas pada wilayah
perkotaan (IKK) sehingga pada daerah pelayanan sampah yang belum
dilayani baik perkotaan maupun perdesaan masyarakatnya melakukan
penanganan sampah dengan cara membakar, menimbun, membuang
pada lahan terbuka dan di beberapa lokasi ditemui membuang sampah di
sungai.
Teknis Operasional Tingkat pelayanan menurut data LKPJ AMJ Tahun 2013-2017yang baru
dicapai adalah sebesar 22,43% terhadap jumlah sampah yang terangkut ke
TPSA dibanding dengan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan.
Kualitas-Kuantitas sarana dan prasarana sampah masih terbatas dan
beragam jenisnya terutama pada sarana pengangkutan sampah termasuk
sarana pemindahan sampah yang menyebabkan terbatasnya kapasitas
pengangkutan dan kualitas pelayanan yang dicapai. Hal ini ditunjukkan
dari jumlah kapasitas yang diangkut sebesar 163.67 m3/hari dan
ditemukan sarana penampungan sementara (TPSS) terkesan tidak
mencukupi kapasitas penampungannya terutama sampah-sampah pasar.
Pengurangan sampah dapat di kurangi melalui pembangunan TPS3R
melalui penyediaan lahan serta Penyediaan Bank Sampah yang dikelola
oleh masyarakat.
Pola penanganan sampah masih bertumpu pada pola konvensional
dimana sampah dari sumber sampah diwadahi, dikumpulkna dan diangkut
ke pembuangan akhir tanpa adanya kegiatan produksi maupun recycling
sampah yang dilakukan baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah
melalui pembinaan kepada masyarakat.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terkonsentrasi pada satu lokasi yaitu
TPSA Sari Mukti dimana rencananya pada tahun 2020 sudah tidak
dioperasikan lagi sehingga perlu pemikiran/persiapan terhadap
TPAS Legok nangka dilihat dari efisiensi waktu dan biaya atau mencari
lokasi untuk TPA khusus bagi masyarakat Bandung Barat.
Masyarakat dalam menyiapkan sarana pewadahan sangat beragam yaitu
dalam bentuk bak sampah, tong sampah, keranjang sampah dan kantong
plastik yang memberikan kesan adanya ketidakteraturan dan estetika
termasuk dapat menyebabkan kesulitan dalam pengumpulan sampah.
Kelembagaan UPTD Kebersihan masuk dalam Struktur Organisasi Dinas Lingkungan
Organisasi Hidup sebagaimana ditetapkan dalam Perbup no.58 tahun 2016, yang
mempunyai tugas sebagai operator/ pelaksana dalam pengelolaan
sampah yang masih mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi
manajemen baik perancanaan, staffing, implementasi/ pelaksanaan dan
evaluasi serta monitoring. Hal ini ditunjukkan dari keterbatasan kuantitas
dan kualitas SDM tidak tersedianya SOP pengelolaan sampah, dokumen
perencanaan – pelaksanaan operasional sampah dan kegiatan monitoring
evaluasi.
Jumlah pegawai/personil UPTD sebanyak 197 orang didominasi oleh
pegawai dengan tingkat pendidikan SD dan SMP sehingga pemenuhan
terhadap kualifikasi pendidikan dengan jenjang tingkat Diploma atau
sarjana (S1) sangat terbatas dan keadaannya ini akan mempersulit dalam
kegiatan fungsi manajemen terutama perencanaan-pelaksanaan
pengelolaan sampah termasuk fungsi monitoring dan evaluasi.
Kelembagaan Pelimpahan wewenang sebagaian urusan sampah pada pihak kecamatan
Organisasi belumlah dimanfaatkan dan dikoordinasikan dengan baik yang
1-158
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Aspek Pengelolaan
Permasalahan
Persampahan
sesungguhnya dapat memeberikan dorongan kepada masyarakat untuk
melakukan ketertiban dalam menunjang pengelolaan sampah.
Pembiayaan Subsidi untuk pengelolaan sampah > 60% sehingga menjadi beban dalam
APBD hal ini disebabkan besaran tarif yang tidak sesuai kebutuhan O&P
pengelolaan sampah.
Terjadi ketidak sinkronan antara biaya O&P dan penganggaran yang dapat
meyebabkan kesulitan operasional sarana akibat alokasi biaya yang tidak
tersedia.
Sebagai konsekwensinya kabupaten baru hasil pemekaran maka
tersedianya biaya kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam menunjang
kegiatan pengelolaan sampah.
Penarikan retribusi yang dilakukan saat ini belum tersedianya mekanisme
control efektifitas penarikan retribusi sampah tidak dapat dideteksi atau
evaluasi.
Peraturan Hukum Masih terbatasnya regulasi/peraturan yang diperlukan dalam rangka
menunjang kegiatan pengelolaan sampah yang mengatur fungsi dan tugas
regulator-operator dan mayarakat.
Kekuatan kelembagaan regulasi/peraturan terutama pada penjabaran
tugas dan fungsi UPTD dalam mendukung kegiatan operasional
pengelolaan sampah.
Pengaturan terhadap Kebersihan dan Penanganan sampah dalam
mendukung keindahan ketertiban dan keselamatan lingkungan belum
tersedia hal ini dapat mengakibatkan masih rendahnya upaya penegakan
hukum dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah.
Peran Serta Pada beberapa kawasan hunian peranserta masyarakat sangat menonjol
Masyarakat terutama dalam membayar kegiatan pengumpulan sampah yang dikelola
oleh RT, RW dan Kelurahan walaupun tingkat efektifitas dalam
penerimaan atas pembayaran retribusi sampah belum dapat diketahui.
1-159
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
F. Pengolahan Limbah
Air limbah domestik adalah air buangan yang merupakan sisa pemakaian air bersih dari
kegiatan manusia setiap hari. Jumlah air limbah domestik yang dihasilkan oleh manusia
setiap hari adalah sebesar 70% - 80%. Rata-rata pemakaian air bersih setiap orang
adalah 150 lt/hari. Jumlah Air Limbah yang dihasilkan sebesar 105 lt/org/hari. Sumber air
limbah umumnya berasal dari dapur, kamar mandi dan tempat cuci. Penanganan air
limbah merupakan hal yang penting untuk mencegah penyakit, mengurangi pencemaran
lingkungan, sungai, sumber air dan untuk mengurangi biaya pengolahan air.
Sampai saat ini Bandung Barat hanya memiliki IPAL Komunal skala kecil, berikut rinciannya:
Pada saat ini, Kabupaten Bandung Barat belum memiliki instalasi pengolahan limbah tinja
(IPLT). pada tahun 2013, Kabupaten Bandung Barat memiliki cakupan pelayanan
pengelolaan air limbah domestik dengan sistem on-site sebesar 53% dari keseluruhan
luas wilayah administrasi Kabupaten Bandung Barat serta pelayanan saluran limbah
domestik dengan sistem off-site sebesar 0%.
Berdasarkan dokumen SSK (Strategi sanitasi Perkotaan) mengenai MCK yang dibangun
di masyarakat masih belum sesuai standard (kebanyakan septic tank adalah tipe Cubluk
yang tidak pernah disedot tinja) dimana tipe seperti ini dapat mencemari Lingkungan
sehingga perlu dibangunnya MCK yang memenuhi syarat atau pembangunan melalui
MCK Komunal yang bertujuan untuk mengurangi perilaku BABS (Buang Air Besar
Sembarangan).
1-160
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
G. Transportasi
Prasarana Transportasi
Jaringan Jalan
Jalan merupakan prasarana pengangkutan utama di Kabupaten Bandung Barat. Jaringan
jalan di Kabupaten Bandung Barat berpola radial yang memusat ke arah Kota Bandung.
Jaringan-jaringan jalan utama merupakan garis lurus yang ditarik dari arah pusat Kota
Bandung. Pola jaringan jalan tersebut menunjukan bahwa orientasi perkembangan
wilayah Kabupaten Bandung Barat adalah ke Kota Bandung. Dari pola jaringan jalan
tersebut juga dapat diketahui bahwa hubungan antara kota-kota kecamatan dengan
ibukota Kabupaten Bandung Barat sebagai pusat pertumbuhan wilayah kabupaten masih
lemah (Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan Kabupaten Bandung
Barat, 2010).
Jalan yang berada di Kabupaten Bandung Barat ini masih belum dilengkapi dengan
prasarana jalan yang memadai, seperti trotoar, zebra cross, serta rambu-rambu. Hal
tersebut menyebabkan jalan di Kabupaten Bandung Barat ini terlihat kurang terawat dan
kualitas layanannya masih buruk.
Gambar 1.50 Kondisi Jalan di Depan Stasiun Kereta Api Padalarang
Jalan di Kabupaten Bandung Barat dapat digolongkan berdasarkan fungsi jalannya, yaitu
Jalan Primer dan Jalan Sekunder. Jalan primer merupakan sistem jaringan jalan yang
berperan untuk melayani distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah
di tingkat nasional dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan/ perkotaan. Sedangkan jalan sekunder merupakan sistem jaringan
jalan yang berperan sebagai penunjang pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat
dalam wilayah (lokal). Berikut merupakan tabel persebaran jalan primer dan jalan
sekunder di Kabupaten Bandung Barat.
1-161
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Tabel 1.77 Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan Di Kabupaten Bandung Barat
1-162
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-163
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
1-164
MATERI TEKNIS
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029
Di wilayah Kabupaten Bandung Barat juga terdapat hierarki jalan berdasarkan wewenang
jalan. Terdapat 4 hierarki jalan berdasarkan wewenang jalan yang ada di Kabupaten
Bandung Barat, yaitu jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan desa/
lingkungan.
a. Jalan nasional merupakan jalan arteri primer dan kolektor primer yang
menghubungkan ibukota provinsi. Selain itu, memiliki nilai strategis terhadap
kepentingan nasional yang dibina oleh pemerintah pusat. Total panjang jalan
nasional yang berada di Kabupaten Bandung Barat yaitu 58,01 km.
b. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota
dengan ibukota kabupaten/ kotamadya dan menghubungkan antar kota ibukota
kabupaten/ kotamadya, juga memiliki nilai strategis terhadap kepentingan provinsi
yang dibina oleh pemerintah daerah provinsi. Total panjang jalan provinsi yang
ada di Kabupaten Bandung Barat yaitu 75,84 km.
Berikut merupakan tabel rincian hierarki jalan nasional dan provinsi yang ada di
Kabupaten Bandung Barat.
Tabel 1.14 Rincian Hierarki Jalan Nasional Dan Jalan Provinsi Di Kabupaten Bandung Barat
1-165
Gambar 1.51 Peta Simpul Transportasi
1-166
c.
Jalan kabupaten merupakan jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan
nasional dan jalan provinsi, jalan lokal primer, jalan sekunder yang
menghubungkan antar kecamatan dan mempunyai nilai strategis terhadap
kepentingan kabupaten yang dibina oleh pemerintah kabupaten. Total panjang
jalan kabupaten yang ada di Kabupaten Bandung Barat yaitu 458,40 km dengan
lebar jalan rata-rata 3-7 meter. Kecamatan Lembang memiliki panjang jalan
kabupaten terbesar yaitu 40,80 km, sedangkan Kecamatan Cihampelas memiliki
panjang jalan kabupaten terkecil yaitu sebesar 10,50 km.
d. Jalan desa/ lingkungan merupakan jalan yang menunjang pergerakan penduduk
desa (lokal) yang dibina oleh pemerintah desa. Total panjang jalan desa/
lingkungan yang ada di Kabupaten Bandung Barat yaitu 576,70 km. Selain
memiliki panjang jalan kabupaten terbesar, Kecamatan Lembang juga memiliki
panjang jalan desa terbesar yaitu 92,75 km, dan Kecamatan Cihampelas juga
memiliki panjang jalan desa terkecil yaitu 26,60 km.
1-167
Tabel 1.78 Panjang Jalan Di Kabupaten Bandung Barat Berdasarkan Wewenang Jalan
(Status Jalan)
Sumber: Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan Kabupaten Bandung Barat,
2010
Berdasarkan data dari Kepolisian Daerah Bandung Barat; 2015 dalam Kabupaten
Bandung Barat Dalam Angka; 2016, sepeda motor merupakan kendaraan bermotor
pengguna jalan terbanyak di Kabupaten Bandung Barat, yaitu sebesar 22012. Sedangkan
untuk mobil penumpang hanya sebesar 80. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan
bus dan mobil beban yang masing-masing berjumlah 1577 dan 1182.
1-168
Gambar 1.52 Grafik Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan Di
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015
Jumlah Kendaraan
22012
1577 1182
80 20
Mobil Bus Mobil Beban Sepeda Motor Mobil Khusus
Sumber: Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka, 2016
Frekuensi
Asal Tujuan Keterangan
(Kereta/Hari)
2 kereta lanjut ke Purwakarta
Bandung Padalarang 3 kereta
1 kereta lanjut ke Sukabumi
6 Kereta PATAS
Bandung Cicalengka 15 kereta
9 Kereta Ekonomi
Cicalengka Padalarang 9 kereta Pulang – pergi
Sumber: Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka, 2016
1-169
Stasiun Kereta Api
Stasiun kereta api di Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu prasarana
transportasi yang terdapat di Kecamatan Ngamprah tepatnya berada di Desa
Gadobangkong dan di Kecamatan Padalarang. Stasiun Gadobangkong merupakan
stasiun cabang dan beroperasi hanya untuk melayani angkutan penumpang. Kereta api
yang melintas di Stasiun Gadobangkong tidak begitu banyak memberikan akses karena
di Stasiun Gadobangkong sendiri hanya melayani rute-rute pendek seperti kereta api
yang menuju ke Stasiun Purwakarta dan Kota Bandung hingga ke Stasiun Garut.
Klasifikasi kereta api yang berhenti di Stasiun Gadobangkong hanya kereta api kelas
ekonomi, dengan moda berupa Kereta Api Diesel (KRD) sehingga keberadaan Stasiun
Gadobangkong membantu para penduduk yang bekerja di luar Kecamatan Ngamprah.
Selain Stasiun Kereta Api Gadobangkong, terdapat pula Stasiun Kereta Api Padalarang.
Stasiun Padalarang ini bertipe sedang dan hanya melayani angkutan penumpang. Rute-
rute yang dilayani stasiun ini menuju Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Purwakarta,
dan Jakarta. Rata-rata klasifikasi kereta api merupakan kelas ekonomi dan bisnis. Stasiun
utama dari Stasiun Padalarang ini berada di Stasiun Kiaracondong dan stasiun akhirnya
berada di Padalarang dan Cicalengka. Angkutan ini merupakan angkutan komuter yang
melayani koridor barat-timur yaitu Padalarang-Bandung-Cicalengka.
Gambar 1.535 Stasiun Padalarang
Terminal
Terminal yang terdapat di Kabupaten Bandung Barat terdiri dari terminal tipe B, tipe C
dan beberapa terminal bayangan. Berikut merupakan tabel rinci lokasi terminal beserta
tipe terminalnya.
Tabel 1.80Terminal di Kabupaten Bandung Barat
1-170
No Kategori Nama Jenis Terminal Luas Terminal
Terminal Terminal/Lokasi
Batujajar
ST Padalarang
Terminal
3. Cipeundeuy
Bayangan
Cipatat
Gununghalu
Sumber: Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan
Kabupaten Bandung Barat,2010
1-171
Gambar 1.54 Terminal Tipe C Parongpong
Terminal yang terdapat di Kabupaten Bandung Barat ini berfungsi untuk menunjang
kelancaran mobilitas orang maupun arus barang agar terlaksananya keterpaduan intra
dan antarmoda. Selain itu, di terminal juga berfungsi sebagai tempat kegiatan usaha,
seperti jual-beli dan rekreasi. Karena banyaknya aktivitas yang dilakukan di terminal,
terminal juga sebagai pusat kegiatan masyarakat. Namun, kondisi terminal di Kabupaten
Bandung Barat ini berbeda-beda meskipun berada pada tipe terminal yang sama..Melihat
dari kondisi tersebut, di Kabupaten Bandung Barat ini belum adanya pemerataan kualitas
terminal pada setiap tipe terminal.
Sarana Transportasi
Angkutan Umum
Moda transportasi yang berkembang di Kabupaten Bandung Barat dan hampir melayani
seluruh arus orang dan barang adalah berbasis jalan raya dan rel. Namun, pergerakan
berbasis jalan raya lebih dominan dibandingkan pergerakan berbasis rel. Untuk melayani
besarnya volume pergerakan berbasis jalan raya di Kabupaten Bandung Barat, terdapat
dua sistem angkutan umum yang dapat digunakan oleh masyarakat, yaitu Angkutan
Umum Paratransit (Non-Trayek) dan Angkutan Umum Bertrayek.
a. Angkutan Umum Paratransit (Non-Trayek)
Di Kabupaten Bandung Barat terdapat beberapa jenis angkutan umum paratransit,
yaitu ojek, delman dan becak. Saat ini, ojek merupakan angkutan umum paratransit
yang sangat berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan pergerakan masyarakat
karena tidak semua desa dapat dijangkau oleh angkutan umum lainnya. Jumlah ojek
tertinggi berada di Kecamatan Lembang.
Angkutan delman biasanya melayani pergerakan pada jalan desa, juga membantu
pergerakan para penduduk yang belum terlayani oleh angkutan umum bertrayek. Di
Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Padalarang merupakan kecamatan tertinggi
yang memiliki armada delman, yaitu sebesar 349 armada. Namun, terdapat
beberapa kecamatan yang tidak memiliki armada delman sebagai angkutan
umumnya, yaitu Sindangkerta, Gununghalu, Cipongkor, Parongpong, Cipatat, dan
Cipeundeuy.
1-172
Sama halnya dengan delman, becak hanya melayani pergerakan di jalan desa. Hal
tersebut dikarenakan terdapat larangan angkutan becak untuk beroperasi di jalan-
jalan besar. Kecamatan yang memiliki angkutan becak terbanyak yaitu Kecamatan
Batujajar, sedangkan beberapa kecamatan yang tidak dilayani oleh becak yaitu
Sindangkerta, Gununghalu, Rongga, Cipongkor, Parongpong, Cisarua, Padalarang,
Cipatat, dan Cipeundeuy.
b. Angkutan Umum Bertrayek
1. Angkutan Kota (Angkot)
Pelayanan angkot di Kabupaten Bandung Barat saat ini sudah mencakup
seluruh kecamatan pada jalan-jalan utamanya, juga menghubungkan Kabupaten
Bandung Barat dengan Kota Cimahi dan Kota Bandung.
2. Mini Bus
Selain angkot, terdapat juga moda transportasi mini bus yang melayani
pergerakan masyarakat dengan trayek yang berbeda-beda. Berikut merupakan
tabel trayek mini bus di Kabupaten Bandung Barat.
Tabel 1.81 Trayek Angkutan Umum Mini Bus Di Kabupaten Bandung Barat
Kode Tipe
Lintasan Trayek Jarak
No Trayek kendaraan
1. Soreang - Cipatik - Cililin 29 1 Mini Bus
2. Padalarang - Cikalong wetan - Cipeundeuy 20 86 Mini Bus
3. Padalarang-Gunung Bentang 9 87 Mini Bus
4. Padalarang-Pangheton 7 88 Mini Bus
5. Padalarang-Parongpong 48 89 Mini Bus
6. Padalarang - Rajamandala 24 90 Mini Bus
7. Rajamandala - Saguling - Cijenuk 7 91 Mini Bus
8. Rajamandala - Cipeundeuy 16 92 Mini Bus
9. Cipeundeuy - Cirata 24 93 Mini Bus
10. Cililin - Sindangkerta - Gunung Halu 18 95 Mini Bus
11. Cililin - Cijenuk - Baranangsiang 21 96 Mini Bus
12. Cililin - Nyalindung - Cibundar - Cipatik 8 97 Mini Bus
13. Sindangkerta - Pasir Pogor - Cijenuk 21 98 Mini Bus
14. Gunung Halu - Bunijaya - Cilangari 17 99 Mini Bus
15. Gunung Halu - Rongga - Cicadas 15 100 Mini Bus
16. Gununga Halu - Cibenda 20 101 Mini Bus
17. Gunung Halu - Ciwidey 20 102 Mini Bus
18. Cihampelas - Rongga - Maroko 30 106 Mini Bus
P.Tehnik - Ciwaruga - Cigugur GR -
19. Parongpong 16 108 Mini Bus
Sumber: Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan
Kabupaten Bandung Barat, 2010
Pola Pergerakan
Tingkat dan pola pergerakan penduduk Kabupaten Bandung Barat mengalami
pertumbuhan yang cukup tinggi seiring dengan adanya peningkatan pendapatan maupun
jumlah penduduk. Pola pergerakan yang terjadi nantinya akan berpengaruh pada
mobilitas penduduk. Perjalanan yang dilakukan penduduk didalam wilayah Kabupaten
1-173
Bandung Barat akan mengalami peningkatan. Pola pergerakan yang terjadi juga akan
mempengaruhi perlu atau tidaknya pengembangan jaringan jalan untuk menampung
volume lalu lintas.
Pola pergerakan yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat disebabkan oleh pergerakan
penduduk Kabupaten Bandung Barat yang terjadi didalam kotanya (pergerakan internal)
dan pergerakan penduduk luar Kabupaten Bandung Barat yang dilakukan antar
kecamatan (pergerakan eksternal).
1-174
a. Pola Pergerakan Internal
Pola pergerakan internal merupakan pola pergerakan penduduk antar bagian
pengembangan kawasan perkotaan di Kabupaten Bandung Barat. Arah dan
pertumbuhan pergerakan pada pola pergerakan internal ini dapat diprediksi dari
masing-masing kawasan pengembangan apabila dilakukan penataan kawasan secara
terpadu dan terencana. Pola pergerakan internal ini terjadi pada guna lahan utama
yang sebagian besar terletak di pusat kota, yaitu permukiman, pemerintahan,
pendidikan, dan kawasan ekonomi bisnis. Pergerakan yang terjadi dipengaruhi oleh
pola sebaran kawasan pengembangan, terutama kawasan permukiman dan kawasan
pusat perkotaan.
Pergerakan yang terjadi pada umumnya untuk bekerja sebagai pedagang, bekerja di
instansi pemerintahan, dan sekolah. Pergerakan internal yang cukup padat terdapat di
kawasan pusat kota karena terdapat sarana pendidikan dan perdagangan. Moda yang
banyak digunakan dalam pergerakan internal ini adalah kendaraan bermotor pribadi,
dengan tingkat penggunaan yang semakin meningkat.
b. Pola Pergerakan Eksternal
Pola pergerakan eksternal yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat dipengaruhi oleh
kondisi kawasan regional secara umum. Adanya suatu kota yang menjadi pusat
pengembangan kawasan regional akan menyebabkan pola pergerakan eksternal
yang cukup tinggi. Wilayah Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu wilayah
pengembangan regional Provinsi Jawa Barat yang strategis sehingga pergerakan
eksternal dari dan menuju wilayah ini cukup tinggi.
Pergerakan eksternal di kawasan strategis ini menggunakan transportasi darat,
umumnya menggunakan bis dan angkot. Pergerakan yang terjadi untuk aktivitas
perekonomian, bekerja dan sekolah.
Secara umum, pola pergerakan yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat terdiri dari:
1. Pola pergerakan orang dan barang di dalam wilayah Kabupaten Bandung Barat
(pergerakan internal)
2. Pola pergerakan arus orang dan barang dari dan menuju wilayah lain, seperti Kota
Bandung dan Jakarta
Pola pergerakan lintasan; merupakan pergerakan yang hanya melintasi Kabupaten
Bandung Barat yang asal dan tujuannya bukan dari Kabupaten Bandung Barat.
Pergerakan ini biasanya terjadi pada ruas jalan utama Kabupaten Bandung Barat
c. Bangkitan Pergerakan (Trip Generation)
Bangkitan pergerakan di Kabupaten Bandung Barat dilakukan oleh kendaraan pribadi,
angkutan umum dan angkutan barang.
1-175
a. Kendaraan Pribadi
Menurut data pada Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan
Kabupaten Bandung Barat (2010), terdapat 91.557 pergerakan/hari antar zona.
Bangkitan tertinggi berada pada Zona Lembang dan Padalarang dengan total
pergerakan 10.575 dan 10.034 pergerakan/hari. Bangkitan terendah pada zona
Cililin dan Rongga sebesar 300 dan 425 pergerakan/hari.
b. Angkutan Umum
Menurut data pada Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan
Kabupaten Bandung Barat (2010), bangkitan angkutan umum terbesar berada
pada Zona Lembang dengan total bangkitan 7.120 pergerakan/hari.
c. Angkutan Barang
1-176
1-177
d. Pergerakan Asal Tujuan (Trip Distribution)
Berikut merupakan grafik asal tujuan yang menggambarkan zona asal dan tujuan
di Kabupaten Bandung Barat.
Dari grafik diatas, asal perjalanan paling banyak berasal dari Lembang dan
terendah berasal dari Cililin, sedangkan Padalarang menjadi daerah dengan
tujuan perjalanan terbanyak.
e. Pemilihan Moda (Mode Split)
1-178
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada penyusunan Masterplan Bidang
Perhubungan Kabupaten Bandung Barat tahun 2010, pergerakan yang terjadi di
Kabupaten Bandung Barat didominasi oleh pergerakan bermotor, yaitu sebesar
97%, sedangkan pergerakan non-kendaraan hanya sebesar 3%. Berdasarkan
analisis pada penyusunan Masterplan Bidang Perhubungan Kabupaten Bandung
Barat tahun 2010, prediksi pergerakan bermotor akan terus meningkat. Pada
tahun 2016 terdapat 52.030 smp/hari dan pada tahun 2031 akan mencapai 71.860
smp/hari. Berdasarkan prediksi tersebut pula, akan adanya pergerakan moda
transportasi yang lebih besar pada zona-zona tertentu. Hal tersebut disebabkan
oleh pertimbangan waktu tempuh, jangkauan pelayanan, dan lain-lain.
Dari matrik asal-tujuan, pergerakan kendaraan yang terjadi dapat dilihat
proporsinya antara kendaraan pribadi dan kendaraan umum, karena pergerakan
yang dilihat adalah pergerakan antar zona dalam provinsi. Kecenderungannya
menunjukan bahwa pergerakan menggunakan kendaraan umum lebih besar
daripada pergerakan menggunakan kendaraan pribadi. Proporsi penggunaan
kendaraan pribadi dengan kendaraan umum yaitu 40:60. Kendaraan umum yang
digunakan dalam pergerakan ini yaitu Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi
(AKDP).
f. Tingkat Pelayanan Ruas Jalan (Level of Service)
Kapasitas ruas jalan berguna dalam penetapan keadaan lalu lintas eksisting.
Kapasitas jalan di perkotaan biasanya ditentukan oleh kemampuan jalan untuk
melewatkan/melepaskan kendaraan. Persamaan umum yang digunakan dalam
menghitung kapasitas jalan dalam analisis ruas jalan di Kabupaten Bandung Barat
berdasarkan Laporan Final Penyusunan Masterplan Bidang Transportasi
Kabupaten Bandung Barat (2010) adalah metode Indonesian Highway Capacity
Manual (IHCM, 1997). Berikut merupakan hasil perhitungan kapasitas ruas jalan
internal di Kabupaten Bandung Barat.
Tabel 1.82 Kapasitas Ruas Jalan Internal Di
Kabupaten Bandung Barat Pada Hari Kerja Tahun 2010
Kapasitas
Aktual
No Ruas Jalan Parameter (smp/jam)
Jl Gado Bangkong
1
(Pusdikter) 2900 0.91 0.997 0.81 1 2131
1-179
Jl Raya Lembang (Tahu
6
Lembang) 2900 0.91 0.982 0.95 1 2462
Pada hari kerja, kapasitas jalan tertinggi terjadi pada ruas Jalan Simpang
Padalarang dengan kapasitas sebesar 5009 smp/jam. Hal ini disebabkan oleh
interchange Tol Padalarang dengan akses keluar masuk kendaraan dari Kota
Baru Parahyangan dan dari pusat pemerintahan.
Selain itu, untuk melihat tingkat pelayanan jalan, digunakan indikator kondisi
pelayanan ruas jalan. Tingkat pelayanan ruas dinilai dari perbandingan volume
lalu lintas dengan kapasitas jalan. Penilaian dilakukan menggunakan huruf A
sampai F. Semakin menuju F maka tingkat pelayanan jalan semakin buruk.
Berikut merupakan tabel angka indikator tingkat pelayanan jalan.
1-180
Tabel 1.83 Angka Indikator Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat
Karakteristik VCR
Pelayanan
Kondisi arus bebas, kecepatan tinggi, volume lalu
A 0,0 – 0,20
lintas rendah
Arus stabil, kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu
B 0,21 – 0,44
lintas
Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan
C 0,45 – 0,75
dikendalikan
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dapat
D 0,76 – 0,84
dikendalikan, VCR masih dapat ditolerir
Arus tidak stabil, kecepatan kadang terhenti,
E 0,85 – 1,00
permintaan mendekati kapasitas
Arus dipaksakan, kecepatan rendah, volume dibawah
F > 1,00
kapasitas, antrian panjang (macet)
Sumber: International Highway Capacity Manual, 1997
Kapasitas
Jalan Kapasitas Volume Tingkat
Nama Ruas
(smp/jam) (C) (VCR) Pelayanan
Pada hari kerja, LoS paling rendah berada di Jalan Gado Bangkong dan Jalan
Raya Lembang dengan masing-masing LoS D. Kapasitas jalan di ruas Jalan Gado
Bangkong cukup kecil untuk menampung volume kendaraan yang lewat pada
ruas jalan tersebut. Volume kendaraan yang melalui Jalan Gado Bangkong juga
merupakan volume kendaraan tertinggi dibandingkan volume pada ruas jalan lain
di dalam lingkup pengamatan.
1-181
1.9 Isu Strategis Kabupaten Bandung Barat
1.9.1 Isu aspek fisik dan lingkungan
a. Berkurangnya kawasan lindung akibat alih fungsi lahan, terutama di Kawasan
Bandung Utara (KBU)
b. Alih fungsi lahan pertanian (termasuk LP2B) menjadi lahan terbangun
c. Tingginya pencemaran sungai yang disebabkan oleh limbah industri maupun
limbah padat (sampah)
d. Potensi run-off water yang tinggi akibat berkurangnya kawasan konservasi air di
utara
e. Potensi gempa dari patahan sesar lembang
f. Potensi kawasan longsor akibat gerakan tanah dan alih fungsi lahan
g. Peningkatan kebutuhan akan sumber daya air baku berpotensi untuk
pemanfaatan air tanah dan permukaan
1-182
Perkembangan Industri Perkembangan Real Estate Perkembangan Industri
Pengolahan Pariwisata
secara langsung cukup signifikan terhadap dan makan minum.
• Peluang: KBB berada dekat Metropolitan Bandung Raya • Permasalahan: Ketiadaan
dengan akses tol yang • Peluang: KBB termasuk ke pengelolaan yang baik
membantu proses produksi dalam Kawasan Metropolitan terhadap industri pariwisata
hingga distribusi Bandung Raya, sehingga menyebabkan
• Tantangan: perkembangan menjadi salah satu kantong kesemerawutan baik dari sisi
industri era 4.0, trend permukiman, baik bagi fisik, sosial maupun ekonomi
industri yang bukan lagi penduduk Bandung Raya, • Peluang: KBB merupakan
padat karya sehingga maupun bagi wisatawan bagian dari Destinasi
penyerapan tenaga kerja weekender; rencana Pariwisata Nasional (DPN)
menjadi berkurang pengembangan KCIC dan Bandung – Ciwidey dsk, dan
TOD yang mampu merupakan salah satu
menggenjot sektor real Kawasan Pengembangan
estate lebih tinggi lagi. Pariwisata Nasional (KPPN)
• Tantangan: penerapan Lembang dsk. Pengembangan
konsep-konsep berkelanjutan pariwisata di KBB, yang sudah
dalam pembangunan real menjadi perhatian nasional
estate di KBB ini, tidak terlepas dari
rangkaian destinasi-destinasi
pariwisata dari Kota Bandung
hingga Bandung Utara.
• Tantangan: pengembangan
wisata alam yang
berkelanjutan
(ekowisata/geowisata)
Rencana KCJB dan TOD Walini ini belum termuat didalam RTRW Kabupaten Bandung
Barat Tahun 2009-2029, sehingga rencana struktur ruang, pola ruang, infrastruktur, dan
sistem transportasi yang ada belum dapat mendukung adanya rencana KCJB dan TOD
Walini ini. Selain itu, belum termuatnya rencana KCJB didalam RTRW Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2009-2029 menyebabkan belum terintegrasinya rencana KCJB,
terutama TOD-nya dengan program pengembangan Kabupaten Bandung Barat, sehingga
keberadaan TOD Walini ini belum diketahui akan memberikan dampak positif sejauh apa
dan bagaimana keterkaitannya dengan pengembangan Kabupaten Bandung Barat
secara keseluruhan.
Untuk mengantisipasi kurangnya dukungan dari struktur ruang, pola ruang, infrastruktur,
dan sistem transportasi Kabupaten Bandung Barat terhadap rencana KCJB dan TOD
Walini serta agar rencana KCJB dan TOD Walini dapat memberikan dampak positif bagi
ekonomi wilayah Kabupaten Bandung Barat, maka perlu adanya restrukturisasi dari
1-183
struktur ruang (terkait dengan hierarki pusat pelayanan dan jaringan penghubungnya,
serta keterkaitannya dengan regional) , infrastruktur (terkait dengan sarana dan
prasarana terminal, stasiun dan tingkat pelayanannya) dan sistem transportasi (terkait
dengan jaringan angkutan umum) serta penyesuaian pola ruang di Kabupaten Bandung
Barat.
Khusus untuk pengembangan TOD Walini, perlu adanya identifikasi mengenai tipologi
TOD yang akan dikembangkan berdasarkan Permen ATR/ BPN Nomor 16 Tahun 2017
tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berbasis Transit. Berikut merupakan gambar
prasyarat sistem transit untuk setiap jenis tipologi TOD.
1-184
1.10 Sistematika Pembahasan
Dokumen Materi Teknis Revisi RTRW Kabpaten Bandung Barat Tahun 2009-2029 ini
disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan, sasaran, dasar hukum, ruang
lingkup, profil penataan ruang wilayah, serta isu strategis wilayah.
BAB 2 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH
Bab ini berisikan tentang perumusan tujuan, kebijakan dan strategi penataan
ruang dan pengembangan wilayah Kabupaten Bandung Barat
BAB 3 RENCANA STRUKTUR RUANG
Pada bab ini berisikan tentang rencana struktur ruang yang terdiri dari sistem
pusat kegiatan perdesaan dan perkotaan; dan rencana sistem jaringan prasarana
wilayah
BAB 4 RENCANA POLA RUANG
Bab ini berisikan tentang rencana pola ruang wilayah kawasan lindung dan
kawasan budidaya. Rencana kawasan lindung dan budidaya sesuai dengan jenis,
kriteria penetapan dan rencana persebarannya
BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pada bab ini berisikan tentang penetapan dan pengelolaan kawasan strategis
meliputi kawasan ekonomi, kawasan sosio budaya, dan kawasan pemanfaatan
sumber daya alam
BAB 6 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pada bab ini berisikan tentang perumusan program strategis operasionalisasi
rencana tata ruang wilayah berupa indikasi program utama jangka menengah 5
tahunan
BAB 7 ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pada bab ini berisikan tentang pengendalian pemanfaatan ruang melalui
pengaturan zonasi; ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif; serta
arahan sanksi.
BAB 8 HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Pada bab ini berisikan hak, kewajiban serta peran serta masyarakat dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan penataan ruang di
Kabupaten Bandung Barat
1-185