Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penataan ruang merupakan suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan sesuai dengan
yang diamanatkan dalam Undang – undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Penataan ruang pada akhirnya akan menjadi suatu kebijakan pemerintah daerah yang merupakan
salah satu faktor pemicu prtumbuhan suatu kawasan disamping kegiatan ekonomi dan
transportasi wilayah. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu perencanaan ruang yang
komprehensif dan bersinergis dengan produk – produk perencanaan daerah sebelumnya yang
saat ini masih berlaku, sehingga di dalam implementasinya akan terlihat suatu rangkaian proses
kegiatan yang saling terkait, terstruktur dan tepat sasaran sesuai dengan tujuan awal maupun
skala prioritas yang telah diterapkan sebelumnya

Mengacu pada penjelasan sebelumnya, hal tersebut juga diamalami oleh Kecamatan
Blimbingsari yang merupakan salah satu kecamatan baru di Kabupaten Banyuwangi.
Berdasarkan Salinan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Kecamatan Blimbingsari, menimbang bahwa dengan semakin meningkatnya
jumlah penduduk dan volume kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di
Banyuwangi seiring dengan tigkat perkembangan yang ada, maka dalam rangka meningkatkan
efektivitas pelaksanaan tugas – tugas pelayanan kepada masyarakat dibentuklah Kecamatan
Blimbingsari. Pembentukan Kecamatan Blimbingsari ini terdiri dari 10 desa yang berasal dari
Kecamatan Rogojampi sebanyak 8 desa dan dari Kecamatan Kabat sebanyak 2 desa.

Kecamatan Blimbingsari secara geografis merupakan kecamatan yang berada di bagian


wilayah pesisir selatan Kabupaten Banyuwangi . Penggunaan lahan didominasi oleh lahan
terbuka, pertanian dll. Di Kecamatan Blimbingsari terdapat transportasi udara yaitu Badar Udara
Blimbingsari. Transportasi udara ini merupakan transportasi yang vital dalam memberikan
kemudahan mobilitas bagi para pelaku ekonomi dan masyarakat. Selain itu akses untuk menuju
bandara juga cukup mudah, pasalnya terdapat DAMRI yang melayani rute Bandara Blimbingsari
– Terminal Sri Tanjung – Ketapang. Dengan demikian transpotasi massal ini terkoneksi antara
bandara, pelabuhan, stasiun kereta api dan terminal bus. Bus tersebut beroperasi setiap hari
dengan jadwal yang sudah disesuaikan dengan jam kedatangan dan keberangkatan pesawat.
Selain adanya DAMRI, juga terdapat taxi yang sudah menunggu di bandara.

Pengembangan kawasan Bandar Udara Blimbingsari sebagai Bandar Udara Pengumpan


(spoke) yang berada di Kecamatan Blimbingsari memerlukan syarat dalam pembangunan dan
pemanfaatannya baik dalam area bandara maupun area pendukung keselamatan operasional
penerbangan. Kawasan di sekitar Bandar udara yang termasuk dalam Kawasan Keselamatan
Operasional Penerbangan (KKOP) haruis sangat diperhatikan dan diatur dengan terencana. Oleh
karena itu, tata guna lahan di sekitar Bandar udara harus mempertimbangkan kemungkinan –
kemungkinan pengembangan fasilitas Bandar udara. Dengan melihat kecenderungan di beberapa
Bandar udara, bahwa lingkungan sekitar Bandar udara adalah daerah yang prospektif untuk lahan
usaha., maka banyak timbul bangunan – bangunan yang melanggar prosedur keselamatan dan
operasi penerbangan. Untuk menjaga kemungkinan – kemungkinan ini timbul, perlu adanya
pengaturan dan pengawasan pembangunan secara terpadu

Mengingat dalam merencanakan pertumbuhan kedepan sekaligus mengatasi permasalahan


yang ada diperlukan suatu komitmen yang kuat untuk mengkaji kabupaten yang terdiri dari
beberapa kecamatan sebagai satu kesatuan sistem yang saling terkait dan saling mempengaruhi.
Artinya, dalam rangka mendukung perkembangan Kecamatan Blimbingsari ini memerlukan
kegiatan – kegiatan perencanaan berupa penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) secara
menyeluruh yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.

Keberadaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Blimbingsari ini diharapkan
akan dapat menampung berbagai kegiatan pembangunan. Rencana itu diharapkan akan menjadi
rujukan bagi penempatan kegiatan pembangunan yang membutuhkan ruang dan yang bisa
dinyatakan secara dimensional. Dalam Undang – undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penaatan Ruang, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan penjabaran dari Rencana
Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota ke dalam rencana distribusi pemanfaatan ruang dan
bangunan serta bukan bangunan pada kawasan kota. Dengan kata lain rencana detail tata ruang
ini mempunyai fungsi untuk mengatur dan menata kegiatan fungsional yang direncanakan oleh
perencaaan ruang diatasnya, dalam mewujudkan ruang yang serasi, seimbang, aman, nyaman,
produktif dan berkelanjutan.

1.2 KETENTUAN UMUM

Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini yang dimaksud :


1. Ruang merupakan wadah yang meliputi darat, ruang laut, dan ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mnakhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata Ruang merupakan wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencananaan tata ruang.
5. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola
ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
6. Struktur Ruang adalah susunan pusat – pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
7. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
8. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta
pembiayaan.
9. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
10. Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut PZ kabupaten/kota adalah
ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya
dalam rencana detail tata ruang.
11. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut RTRW
abupaten/kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah
kabupaten/kota, yang mengacu pada Rencana Tata Ruantg Pulau/Kepulaua, Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, RTRW Provinsi, dan Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Provinsi.
12. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara
terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/ yang dilengkapi dengan peraturan zonasi
kabupaten/kota.
13. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratrif dan/atau aspek
fungsional.
14. Bagian Wilayah Perencanaan yang selanjutnya disingkat BWP adalah bagian dari
kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota yang akan dan atau perlu
disusun RDTRnya, sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten/kota
yang bersangkutan.
15. Sub Bagian Wilayah Perencanaan yang selanjutnya disingkat Sub BWP adalah bagian
dari BWP yang dibatasi dengan batasan fisik dan terdiri atas beberapa blok.
16. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum
adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
17. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
18. Kawasan Stategis Kabupaten/Kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
19. Kawasan Budi Daya adalah adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam , sumber daya manusia
dan sumber daya buatan.
20. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
21. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, dan utilitas umum serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
22. Perumahan adalah kumpula rumah sebagai bagian daripermukiman, baik perkotaan
maupun pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai
hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
23. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar
tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman.
24. Jaringan adalah keterkaitan antara unsur yang satu dengan yang lain.
25. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang – kurangnya oleh batasan fisik yang
nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra
tinggi, dan pantai atau yang belum nyata rencana jaringan jalan dan rencana jaringan
prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota dan memiliki pengertian yang
sama dengan blok peruntukan sebagaimana dimaksud dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaaan Penataan Ruang.
26. Subblok adalah pembagian fisik di dalam satu blok berdasarkan perbedaan subzone.
27. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik spesifik.
28. Subzona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan karakteristik tertentu
yang merupakan pendetailan dari fungsi dan karakteristik pada zona yang bersangkutan.
29. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka presentase
perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL.
30. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka presentase
perbandingan antara luas seluruh ruang terbua di luar bangunan gedung yang
diperuntukan bagi pertanaman/penghijauan dan luas tanah perpetakan/ daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL.
31. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka presentase
perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana tata ruang dan
RTBL.
32. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah sempadan yang
membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan, dihitung dari batas terluar saluran
air kotor (roil) sampai batas terluar muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang
atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang
dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau rencana
saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dsb (building line)
33. Ruang Terbuka Hijau adalah yang selanjutnya disingkat RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara ilmiah maupun yang sengaja ditanam.
34. Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disingkat RTNH adalah ruang terbuka di
bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kaegori RTH, berupa lahan yan
diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak
dapat ditumbuhi tanaman atau berpori.
35. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTET adalah saluran
tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk
penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan di atas
278 kV.
36. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT adalah saluran tenaga
listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran
tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan di atas 70 kV
sampai dengan 278 kV.
37. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan
ruang.

1.3 KEDUDUKAN RECANA DETAIL TATA RUNAG (RDTR)

Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang


Penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap RTRW kabupaten/kota harus menetapkan bagian dari
wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang akan disusun
RDTR tersebut merupakan kawasan perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota. Kawasan
strategis kabupaten/kota dapat disusun RDTR apabila merupakan :

a. Kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi kawasan perkotaan;
dan
b. Memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang ditetapkan dalam pedoman
ini

RTRW kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan acuan lebih detail pengendalian pemanfaatan
ruang kabupaten/kota, dalam hal ini RTRW kabupaten/kota memerlukan RDTR, maka disusun
RDTR yang muatan materinya lengkap, termasuk peraturan zonasi , sebagai salah satu dasar
dalam pengendalian pemanfataan ruang dan sekaligus menjadi dasar penyusunan RTB bagi zona
– zona yang ada pada RDTR ditentukan sebagai zona yang penanganannya diprioritaskan.

RDTR meupakan rencana yang menetapkan blok pada kawasan fungsional sebagai
penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang yang memperhatikan keterkaitan antar kegiatan
dalam kawasan fungsional agar tercipta lingkungan yang harmonis antara kegiatan utama dan
kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional tersebut.
RENCANA RENCANA UMUM TATA RENCANA RINCI TATA
PEMBANGUNAN RUANG RUANG

RTR KEPULAUAN
RPJP NASIONAL RTRW NASIONAL RTR KAWASAN
STRATEGIS NASIONAL

RPJM NASIONAL
RTR KAWASAN
STRATEGIS PROVINSI
RPJP PROVINSI RTRW PROVINSI

RDTR KABUPATEN
RPJM PROVINSI
RTR KAWASAN
STATEGIS KABUPATEN
RTRW KABUPATEN
RPJP KABUPATEN

RDTR KOTA
RTRW KOTA
RPJM KABUPATEN RTR KAWASAN
STRATEGIS KOTA

Gambar 1.1

Kedudukan RDTR Kabupaten/Kota dalam Sistem Penataan Ruang dan Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
RENCANA WILAYAH PERENCANAAN

RTRW
WILAYAH KABUPATE/KOTA
KABUPATEN/KOTA

RDTR BWP

RTBL Sub BWP

Keterangan :

: Dirincikan lebih lanjut menjadi

: Wilayah perencanaan dibagi lagi menjadi

: Wilayah perecanaan adalah

Gambar 1.2

Hubungan antara RTRW Kabupaten/Kota, RDTR, dan RTBL serta Wilayah Perencanaannya

1.4 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN

1.4.1 Maksud

Maksud dari penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Blimbingsari


Kabupaten Banyuwangi ini untuk menyediakan perangkat peraturan pengendalian pemanfaatan
ruang yang mendukung terciptanya suatu kawasan strategis maupun kawasan fungsional yang
selaras dan seimbang dengan lingkungan serta berdaya guna sesuai dengan fungsi dan
manfaatnya.

1.4.2 Tujuan
Tujuan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Blimbingsari, Kecamatan
Banywuangi yaitu untuk mendapatkan gambaran mengenai pola spasial kawasan perencanaan
serta untuk menentukan arah pengembangan kawasan Kecamatan Blimbingsari.
1.4.3 Sasaran
Adapun sasaran yang ingin dicapai adalah :
a. Teridentifikasinya dan terpilihnya kawasan strategis yang akan direncanakan
b. Teridentifikasinya potensi, issue dan masalah terkait penataan ruang yang
berkembang di wilayah perencanaan
c. Tersusunnya analisis kebutuhan pengembangan kawasan yang berbasis pada issue
pokok dan permasalahan di wilayah perencanaan
d. Tersusunnya konsep serta strategi pemngembangan ruang
e. Terususunya rencana implementasi pemanfaatan ruang kawasan dan pengendalian
pemanfaatan ruang

1.4.4 Fungsi
Adapun fungsi dari perencanaan ini adalah :
a. Kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah Kecamatan Blimbingsari
b. Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan
ruang yang diatur dalam RTRW Banyuwangi
c. Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang

1.5 RUANG LINGKUP

1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah perencanaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan
Blimbingsari Kabupaten Banyuwangi ini adalah Kecamatan Blimbingsari, Secara administrative
Kecamatan Blimbingsari memiliki luas wilayah sebesar 5.047,55 km yang meliputi 10 desa yaitu
antara lain Desa Kaligung, Karangrejo, Bomo, Gintangan, Kaotan, Watukebo, Patemon,
Blimbingsari, Badean, dan Sukojati.
Kecamatan Blimbingsari, secara administrasi memiliki batas – batas dengan wilayah lain.
Adapun batas – batas administrasi wilayah Kecamatan Blimbingsari sebagai berikut :
Sebelah utara : Kecamatan Kabat
Sebelah timur : Selat Bali
Sebelah selatan : Kecamatan Muncar dan Kecamatan Srono
Sebelah barat : Kecamatan Rogojampi
Gambar 1.3
Peta Deliniasi Kecamatan Blimbingsari

1.5.2 Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup pada penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kecamatan Blimbingsari Kabupaten Banyuwangi sebagai berikut :
1. Persiapan
a. Pembentukan Tim Penyusun
Pembentukan tim penyusun ini dilengkapi dengan bidang keahlian sesuai dengan
kebutuhan perencanaan Rencana Detail Tata Ruang
b. Kajian Awal Data Sekunder/ Studi Literature
Mencakup peninjauan kembali yang berkaitan dengan wilayah perencanaan atau
Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) baik berupa hasil penelitian/studi, peraturan
yang sudah ada seperti RTRW Jawa Timur, RTRW Kabupaten Banyuwangi,
RDTR Kecamatan Rogojampi, RDTR Kecamatan Kabat, RDTR Kawasan Sekitar
Bandara Blimbingsari, RPJMD serta ketentuan sektoral terkait pemanfaatan
ruang.
c. Penetapan Deliniasi Bagian Wilayah Perkotaan (BWP)
d. Persiapan Teknis
1. Penyiapan metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan
2. Penyiapan rencana kerja
3. Penyiapan perangkat survey (checklist data yang dibutuhkan, panduan
wawancara, panduan observasi, kuisioner, dokumentasi dll)
2. Pengumpulan Data dan Informasi
a. Data Primer
Dalam pengumpulan data primer, data diperoleh langsung dari sumbernya
dengan melakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Wawancara, dilakukan untuk mengetahui aspirasi masyarakat, informasi
terkait potensi dan masalah kawasan perencanaan. Selain wawancara juga
dilakukan penyebaran angket.
2. Observasi lapangan, dengan melihat kondisi fisik, jenis tata guna lahan,
intensitas ruang serta infrastruktur kawasan perencanaan
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari berbagai
instansi pemerintahan seperti Pemerintahan Kecamatan Blimbingsari, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pusat Statistic
Kabupaten Banyuwangi, Dinas Perhubungan, Badan Penaggulangan Bencana
Daerah Kabupaten Banyuwangi, Dinas Pekerjaan Umum, Cipta Karya dan
Penataan Ruang Kabupaten Banyuangi, Badan Pengelolaan Pendapatan
Daerah, Dinas Lingkingan Hidup, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan,
Angkasa Pura, PLN, Telkom, PDAM, Dinas Pertanian serta Dinas
Perindustrian dan Perdagangan
3. Pengolahan dan Analisa Data :
Pada dasarnya kegiatan analisa ini meliputi :
a. Pengolahan dan analisis data untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Pengolahan dan analisis data untuk penyusunan RDTR meliputi :
1. Analisis struktur internal bwp
2. Analisis sistem penggunaan lahan (land use)
3. Analisis kedudukan dan peran bwp dalam wilayah yang lebih luas
4. Analisis sumber daya alam dan fisik atau lingkungan bwp
5. Analisis sosial budaya
6. Analisis kependudukan
7. Analisis ekonomi dan sektor unggulan
8. Analisis transportasi
9. Analisis sumber daya buatan
10. Analisis kondisi lingkungan binaan
11. Analisis kelembagaan
12. Analisis pembiayaan pembangunan
b. Perumusan Konsep Rencana Detail Tata Ruang dan Muatan Peraturan Zonasi
c. Penyusunan dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana
Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kecamatan Blimbingsari
Memuat rumusan rencana yang bersifat operasional yang dapat dijadikan
pedoman bagi setiap kegiatan pembangunan, pelaksanaan program – program
penataan fisik dan pengendalian pemanfaatan ruang baik yang dilaksanakan
oleh warga, pelaku ekonomi maupun pihak pemerintah.
Subtansi rencana meliputi :
1. Tujuan penataan ruang bagian wilayah perkotaan
2. Rencana pola ruang
3. Rencana jaringan prasarana
4. Penetapan sub bagian wilayah perencanaan yang diprioritaskan
penanganannya
5. Arahan pemanfaatan ruang
6. Peraturan zonasi

1.6 DASAR HUKUM

Adapun dasar hukum yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi sebagai berikut :
1. Undang – undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
2. Undang – undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
3. Undang – undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
4. Undang – undang Nomor 8 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
5. Undang – undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
6. Undang – undang Nomor 7 Tahun 2010 tentang Sumber Daya Air
7. Undang – undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
8. Undang – undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
9. Undang – undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
10. Undang – undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
11. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
12. Undang – undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan
13. Undang – undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan
Ekosistemnya
14. Undang – undang Nomor 68 Tahun 2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara
15. Undang – undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
16. Standart Nasional Indonesia 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan
17. Peraturan Pemerintah Nomor 142 tahun 2015 tentang Kawasan Industri
18. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
19. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan
20. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang
21. Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai
22. Permenpu Nomor 1/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Non Hijau di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan
23. Peraturan Menteri Agrarian dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional Republik
Indonesia Nomor 16 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
24. Peraturan Menteri PU no. 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknik Kawasan
Budidaya
25. Keputusan Presiden Republic Indonesia Nomor 32 tahun 1990 tentang Kawasan Lindung
26. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan

1.7 SISTEMATIKA LAPORAN

Dalam penyajian Laporan Pendahuluan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan
Blimbingsari, Kabpaten Banyuwangi terdiri dari beberapa bab yaitu :

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas tentang latar belakang dalam penyusunan rdtr, maksud tujuan
dan sasaran, ruang lingkup wilayah, dasar hukum serta sistematika laporan dalam
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten
BanyuwangiError! Bookmark not defined.

BAB 2 TINJAUAN KEBIJAKAN


Pada bab ini berisikan tinjauan kebijakan yang digunakan dalam penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi yang
meliputi RTRW Provinsi Jawa Timur, RTRW Kabupaten Banyuwangi, RPJMD, RDTR
Kecamatan Rogojampi, RDTR Kecamatan Kabat serta RDTR Kawasan Sekitar Bandara
Blimbingsari.

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH


Bab ini menguraikan tentang gambaran umum wilayah perencanaan yaitu Kecamatan
Blimbingsari yang ditinjau dari kondisi fisik dasar, penggunaan lahan, sumberdaya
manusia (kependudukan), sistem transportasi, sistem utilitas, fasilitas pelayanan umum.
BAB 4 METODOLOGI
Pada bab ini menjelaskan metode pendekatan perencanaan, kerangka pikir serta teknik
analisa data dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan
Blimbingsari Kabupaten Banyuwangi

BAB 5 MANAJEMEN KEGIATAN


Pada bab ini menjelaskan mengenai struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan, komposisi
personil, penugasan tenaga ahli serta rencana kegiatan dalam penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Blimbingsari Kabupaten Banyuwangi

Anda mungkin juga menyukai