Anda di halaman 1dari 33

MATA KULIAH - PERENCANAAN WILAYAH

PENGEMBANGAN KAWASAN
Agropolitan
DI WILAYAH ROJONOTO KABUPATEN WONOSOBO

DISUSUN OLEH :

HARDIANTI FITRI RAHMASARI 3613100003


AULIYAA SYARA DIINILLAH 3613100012
ANINDITA WILANDARI 3613100026
DIAZ KUSUMAWARDANI 3613100037

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Pengembangan Kawasan Agropolitan di
Wilayah Rojonto Kabupaten Wonosobo” sebagai tugas dari mata kuliah Perencanaan
Wilayah. Makalah ini berisi tentang analisis pengembangan kawasan dengan pendekatan
agropolitan.
Penulis berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam
proses penyusunan dan penyelesaian makalah ini. Dan terima kasih kami sampaikan kepada
dosen mata kuliah Perencanaan Wilayah, yaitu Ibu Ema Umilia, ST., MT. dan Bapak Dr. Ir. Eko
Budi Santoso, Lic.Rer.Reg. yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Demikian makalah ini yang telah kami selesaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah
selanjutnya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan
masukan informasi serta wacana yang bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 1


DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 2
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................. 4
1.2 Tujuan................................................................................................................................................ 5
1.3 Sistematika Penulisan..................................................................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................................................ 7
2.1 Konsep Agropolitan ......................................................................................................................... 7
2.2 Analisis SWOT ................................................................................................................................. 8
BAB III GAMBARAN UMUM................................................................................................................... 10
3.1 Gambaran Umum Kabupaten Wonosobo.................................................................................. 10
3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif .................................................................................... 10

3.1.2 Topografi.................................................................................................................................. 13

3.1.3 Klimatologi ............................................................................................................................... 13

3.1.4 Hidrologi ................................................................................................................................... 13

3.1.5 Demografi ................................................................................................................................ 15

3.2 Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Rojonoto .................................................................. 16


3.3 Identifikasi Potensi dan Permasalahan ...................................................................................... 17
3.3.1 Potensi Kawasan Agropolitan Rojonoto, Kabupaten Wonosobo .................................... 17

3.3.2 Permasalahan Agropolitan Kabupaten Wonosobo ........................................................... 18

BAB IV ANALISIS..................................................................................................................................... 20
BAB V PENUTUP..................................................................................................................................... 28
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................................................... 28
5.2 Rekomendasi Pengembangan .................................................................................................... 28
LAMPIRAN ................................................................................................................................................ 30

2
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 31

DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Luas Wilayah Tiap Kecamatan di Kabupaten Wonosobo ............................................... 10
Tabel 3. 2 Kondisi Klimatologi dan Curah Hujan Kabupaten Wonosobo Tahun 2008-2009 (mm)
.................................................................................................................................................................... 13
Tabel 3. 3 Kondisi Air Tanah (Imbuhan Air tanah) Kabupaten Wonosobo ..................................... 14
Tabel 3. 4 Jumlah Penduduk Kabupaten Wonosobo Tahun 2010-2014......................................... 15
Tabel 3. 5 Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan .............................................................. 16
Tabel 4. 1 Hasil Analisis Swot…………………………………………………………………………21

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Matriks SWOT Kearns........................................................................................................ 9
Gambar 3. 1 Peta Administrasi Kabupaten Wonosobo……………………………………………..12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan perkotaan dalam artian luas tidak dapat dipisahkan dengan
pedesaan.Pedesaan dalam kegiatan pembangunan diartikan sebagai kawasan yang secara
komparatif yang pada dasarnya memiliki keunggulan sumber daya alam khususnya pertanian
dan keanekaragaman hayati (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Keterkaitan
pedesaan dan perkotaandalam hal ini adalah sebagai mitra usaha yang harus dijaga
hubungannya. Pedesaan bukan hanya dianggap sebagai supplier bahan bakuindustri di
perkotaan saja, sehingga diperlukan pengembangan pedesaan.
Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan serta kemiskinan di perdesaan
telah mendorong upaya-upaya pembangungan di kawasan perdesaan. Meskipun demikian,
pendekatan pengembangan kawasan perdesaan seringkali dipisahkan dari kawasan perkotaan.
Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangan kawasan
perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasan kesejahteraan
masyarakat perdesaan malah berakibat sebaliknya yaitu tersedotnya potensi perdesaan ke
perkotaan baik dari sisi sumber daya manusia, alam, bahkan modal (Douglas, 1986).
Berdasarkan kondisi tersebut, tidak berarti pembangunan perdesaan menjadi tidak
penting, akan tetapi harus dicari solusi untuk mengurangi urban bias. Pengembangan kawasan
agropolitan dapat dijadikan alternatif solusi dalam pengembangan kawasan perdesaan tanpa
melupakan kawasan perkotaan.
Pendekatan pengembangan untuk pedesaan salah satunya melalui Agropolitan.
Kebijakan ini digagas oleh Departemen Pertanian dalam rangka meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat (Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan, 2002: 11).
Melalui pengembangan agropolitan, diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat
kawasan agropolitan dengan wilayah produksi pertanian dalam sistem kawasan agropolitan.
Melalui pendekatan ini, produk pertanian dari kawasan produksi akan diolah terlebih dahulu di
pusat kawasan agropolitan sebelum di jual (ekspor) ke pasar yang lebih luas sehingga nilai
tambah tetap berada di kawasan agropolitan.
Penerapan program ini dimulai dengan adanya himbauan pusat, supaya daerah yang
memiliki peluang keberhasilan tinggi melaksanakan model pembangunan ini, selanjutnya dari
daerah yang memiliki potensi tersebut dikembangkan menjadi agropolitan (Surat Menteri

4
Pertanian Republik Indonesia No. 144/OT.210/A/V/2002 tentang Pengembangan Kawasan
Agropolitan).
Salah satu provinsi yang berpotensi pengembangan agropolitan adalah Jawa Tengah.
Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah sector pertaniannya sangat
menonjol demikian juga dengan distribusi persentase PDRB hal ini menunjukkan bahwa dalam
kegiatan perekonomian masyarakat Jawa Tengah mayoritas adalah sector pertanian.
Perencanaan program agropolitan Jawa Tengah tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2015, dan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah.Secara langsung dengan
dituangkannya ke dalam RKPDP maka daerah dengan kegiatan utama pertanian, dan telah
memiliki kegiatan agribisnis di prioritaskan sebagai kawasan agropolitan. Pada studi kasus yang
kami ambil untuk konsep agropolitan ini adalah di wilayah Rojonoto Kabupaten Wonosobo.

1.2 Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui konsep pengembangan kawasan dengan
pendekatan agropolitan yang nantinya akan menjadi pertimbangan dalam menyusun arahan
untuk mengembangkan wilayah Kabupaten Wonosobo sehingga pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Bondowoso semakin baik dan meningkat.

1.3 Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan pada makalah ini adalah sebagai berikut:
Pada makalah ini terdapat empat bab yang berguna untuk mempermudah pembaca dalam
memahami isi dari makalah ini secara keseluruhan.
Bab I Pendahuluan
Merupakan bab pendahuluan dan awal dari makalah ini. Bab ini berisikan latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan, serta sistematika penulisan dari makalah Perencanaan
Wilayah.
Bab II Kajian Pustaka
Merupakan bab pembahasan yang berisi tentang tinjauan pustaka dari konsep pengembangan
agropolitan.
Bab III Pembahasan
Berisi gambaran umum wilayah dan identifikasi masalah berdasarkan kajian teori.
Bab IV Analisis
Berisi analisis permasalahan pada wilayah studi.

5
Bab V Penutup
Merupakan bab akhir pada makalah perencanaan wilayah yang berisikan kesimpulan
keseluruhan dan rekomendasi pengembangan.

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Agropolitan


Agropolitan pertama kali diperkenalkan oleh Mc. Douglass dan Friedmann pada tahun
1974 guna pengembangan pedesaan. Secara harafiah, Agropolitan berasal dari dua kata yaitu
(agro=pertanian), dan (politan/polis=kota), sehingga secara umum program agropolitan
mengandung pengertian pengembangan suatu kawasan tertentu yang berbasis pada pertanian.
Agropolitan (agro = pertanian; politan = kota) adalah kota pertanian yang tumbuh dan
berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis sehingga
dapat melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis)
di wilayah sekitarnya (Mahi, 2014: 2).
Secara harafiah, menurut Rahardjo (2006: 108) agropolitan sebagai “kota di ladang”
adalah kota yang berada di tengah (sekitar) ladang atau sawah yaitu lahan pertanian untuk
produksi tanaman pangan (padi dan tanaman pertanian lainnya). Pendekatan model ini pada
dasarnya memberikan pelayanan perkotaan di kawasan pedesaan. Petani atau masyarakat
pedesaan dapat memperoleh pelayanan dalam rangka kegiatan produksi dan pemasaran,
ataupun kebutuhan sehari-hari lainnya.
Karakteristik utama dari konsep agropolitan yaitu meliputi pengembangan terpadu
dengan melibatkan suatu sistem pendukung lengkap baik fisik maupun kelembagaan dan
penggunaan sumber daya lokal yang optimal, serta mengintegrasikan kegiatan pertanian dan
non pertanian terutama kegiatan berbasis sumber daya dan pengembangan pusat-pusat
pelayanan lokal sebagai bagian umum kegiatan baik secara regional maupun pengembangan
pusat-pusat perkotaan (Buang et al, 2011).
Nasution (1998) dalam (Iqbal dan Iwan, 2009), mendeskripsikan karakteristik agropolitan
atas lima kriteria, yaitu :
a. Agropolitan meliputi kota – kota berukuran kecil samapai sedang (berpenduduk paling
banyak 600 ribu jiwa dengan luas wilayah maksimum 30 ribu hektar)
b. Agropolitan memiliki wilayah belakang/pedesaan (hinterland) penghasil komoditas
unggulan atau utama dan beberapa komoditas penunjang yang selanjutnya
dikembangkan berdasarkan konsep pewilayahan komoditas
c. Agropolitan mempunyai wilayah inti /perkotaan tempat dibangunnya sentra industri
pengolahan komoditas yang dihasilkan wilayah perdesaan yang pengembangannya

7
disesuaikan dengan kondisi alamiah produksi komoditas unggulan
d. Agropolitan memiliki pusat pertumbuhan yang harus dapat memperoleh manfaat
ekonomi internal bagi perusahaan serta sekaligus memberikan manfaat eksternal bagi
pengembangan agroindustri secara keseluruhan
e. Agropolitan mendorong wilayah perdesaan untuk membentuk satuan-satuan usaha
secara optimal melalui kebijakan system insentif ekonomi yang rasional.
Agropolitan memiliki fungsi sebagai terminal kegiatan pelayanan arus input maupun
output pertanian. Berbagai kegiatan pelayanan keluar masuknya input maupun output pertanian
dilakukan melalui sistem ini. Fasilitas pelayanan dalam agropolitan seperti, kemudahan input
sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi
(lembaga perbankan, koperasi, listrik, dan lain-lain), sarana pemasaran (pasar, terminal
angkutan, sarana transportasi,
dan lain-lain).
Pada konsep pengembangan kawasan agropolitan banyak pihak yang terlibat dalam
pengembangan kawasan agropolitan.Biasanya pihak tersebut berasal dari lintas bidang
maupun lintas sektor, kerana dalam agropolitan mencakup perencanaan yang terintegrasi.
Pihak yang terlibat (stakeholder) dalam pengembangan kawasan agropolitan terdiri dari
pihakpihak yang kompeten dalam bidangnya, yaitu petani, birokrat, pengusaha, dan para ahli.
2.2 Analisis SWOT
Menurut Freddy Rangkuti (2009: 18) Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika
yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses
pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi,
dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus
menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman)
dalam kondisi yang ada saat ini.
Menurut Gitosudarmo (2001: 115) Kata SWOT merupakan pendekatan dari Strenghts,
Weakness, Opportunity, and Threats, yang dapat diterjemahkan menjadi : Kekuatan,
Kelemahan, Peluang dan Ancaman. Terjemahan tersebut sering disingkat menjadi “KEKEPAN”.
Dalam metode atau pendekatan ini kita harus memikirkan tentang kekuatan apa saja yang kita
miliki, kelemahan apa saja yang melekat pada
diri atau perusahaan kita kemudian kita juga harus melihat kesempatan atau opportunity yang

8
terbuka bagi kita dan akhirnya kita harus mampu untuk mengetahui ancaman, gangguan,
hambatan serta tantangan (AGHT) yang menghadang di depan kita.
Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh Kearns
menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor eksternal (Peluang dan
Tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor internal (Kekuatan dan
Kelamahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil
titik pertemua antara faktor-faktor internal dan eksternal.

Gambar 2. 1 Matriks SWOT Kearns


Sumber : www.google.co.id

9
BAB III
GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Wonosobo


3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35 (tiga puluh lima)
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Terletak antara 7°.43'.13" dan 7°.04'.40" garis
lintang selatan (LS) serta 109°.43'.19" dan 110°.04'.40" garis bujur timur (BT). Wonosobo
dengan luas wilayah 98.468 Ha berada di tengah wilayah Jawa Tengah, pada jalur utama yang
menghubungkan Cilacap - Banjarnegara - Temanggung - Semarang. Jarak ibukota Kabupaten
Wonosobo ke ibukota Propinsi Jawa Tengah berjarak 120 km dan 520 km dari ibukota negara
(Jakarta).
Wilayah Kabupaten Wonosobo secara administratif mempunyai batas wilayah sebagai
berikut :
Sebelah Utara : Kab. Kendal dan Kab. Batang
Sebelah Selatan : Kab. Purworejo dan Kab. Kebumen
Sebelah Barat : Kab. Banjarnegara dan Kab. Kebumen
Sebelah Timur : Kab. Magelang dan Kab. Temanggung
Secara administratif Kabupaten Wonosobo dibagi menjadi 15 kecamatan dengan
jumlah desa/kelurahan 265 yang terdiri dari 236 desa dan 29 wilayah kelurahan. Untuk lebih
jelasnya pembagian kecamatan di Kabupaten Wonosobo dapat dilihat pada tabel dan
gambar berikut :
Tabel 3. 1 Luas Wilayah Tiap Kecamatan di Kabupaten Wonosobo
Jumlah Kelurahan / Luas Wilayah
NO Nama Kecamatan
Desa (ha) (%) thd total
1 Wadaslintang 17 12.716 12,91
2 Kepil 21 9.387 9,53
3 Sapuran 17 7.772 7,89
4 Kalibawang 8 4.782 4,86
5 Kaliwiro 21 10.008 10,16
6 Leksono 14 4.407 4,48
7 Sukoharjo 17 5.429 5,51
8 Selomerto 24 3.971 4,03
9 Kalikajar 19 8.330 8,46

10
Jumlah Kelurahan / Luas Wilayah
NO Nama Kecamatan
Desa (ha) (%) thd total
10 Kertek 21 6.214 6,31
11 Wonosobo 19 3.238 3,29
12 Watumalang 16 6.823 6,93
13 Mojotengah 19 4.507 4,58
14 Garung 15 5.122 5,2
15 Kejajar 16 5.762 5,85
Jumlah 265 98.468 100
Sumber : Kabupaten Wonosobo dalam Angka Tahun 2011

11
Gambar 3. 1 Peta Administrasi Kabupaten Wonosobo
Sumber : www.google.co.id

Sebagian besar wilayah Kabupaten Wonosobo adalah daerah pegunungan. Bagian timur
(perbatasan dengan Kabupaten Temanggung) terdapat dua gunung berapi yaitu Gunung
Sindoro (3.136 meter) dan Gunung Sumbing (3.371 meter). Daerah utara merupakan bagian
Dataran Tinggi Dieng, dengan puncaknya Gunung Prahu (2.565 meter). Disebelah selatan
terdapat Waduk Wadaslintang.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun
2013-2015 dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, tercantum
perencanaan program agropolitan Jawa Tengah. Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu

12
pelaksana agropolitan sejak tahun 2004. Namun keberadaan program ii tidak langsung menarik
masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas yang sengaja dibangun pada kawasan agropolitan,
contohnya sub terminal agribisnis yang berada di Desa Sempol, Kecamatan Sukoharjo.
3.1.2 Topografi
Topografi wilayah Kabupaten Wonosobo memiliki ciri yang berbukit-bukit, terletak pada
ketinggian antara 200 sampai 2.250 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat tertinggi
adalah Kecamatan Kejajar 1.378 dpl, dan terendah adalah Kecamatan Wadaslintang 275 dpl.
3.1.3 Klimatologi
Keadaan iklim suatu daerah pada waktu tertentu sangat berpengaruh pada berbagai
jenis kegiatan, terutama pertanian. Rata-rata suhu udara di Wonosobo antara 14,3 – 26,5
derajat Celcius dengancurah hujan rata-rata per tahun berkisar antara 1713 - 4255 mm/tahun.
Tabel 3. 2 Kondisi Klimatologi dan Curah Hujan Kabupaten Wonosobo Tahun 2008-2009
(mm)
Curah Hujan (mm) Tahun
No Kecamatan
2005 2006 2007 2008 2009
1 Wadaslintang 3.053 2.840 5.787 3.305 1.632
2 Kepil*) - - - - -
3 Sapuran 3.306 2.711 6.400 2.818 2.829
4 Kalibawang*) - - - - -
5 Kaliwiro 3.615 3.122 11.014 2.521 3.627
6 Leksono*) - - - - -
7 Sukoharjo*) - - - - 3.081
8 Selomerto 3.145 2.820 5.463 3.143 3.357
9 Kalikajar 2.411 1.805 1.960 523 1.865
10 Kertek - 1.173 - - 766
11 Wonosobo 2.782 4.461 6.247 2.799 1.972
12 Watumalang - - 628 1.891 622
13 Mojotengah 4.243 3.477 6.601 4.082 1.984
14 Garung 3.839 1.393 4.873 2.612 3.057
15 Kejajar 3.495 1.654 5.541 3.322 2.310
Sumber : Kabupaten Wonosobo dalam Angka, 2011
Ket : *) tidak ada data

3.1.4 Hidrologi
Secara hidrogeologi sebagian besar wilayah Kabupaten Wonosobo termasuk dalam
cekungan air tanah (CAT) Wonosobo yang terletak di lereng barat laut-timur Gunung api

13
Sundoro dan Gunungapi Sumbing. Pergerakan air tanahnya. pergerakan air tanahnya secara
menyeluruh mengalir dari utara menuju ke selatan. Muka freatik air tanah terpotong oleh
lembah-lembah sungai, sehingga dapat dimungkinkan munculnya mataair di daerah tersebut.
Selain itu mata air sering dijumpai pada daerah peralihan slope. Peralihan slope ini selain
ditandai dengan adanya mataair juga ditandai dengan adanya perbedaan yang mencolok pada
daerah tersebut, antara lain perubahan/lereng curam ke lereng yang datar, ataupun juga oleh
perbatasan antara penggunaan lahan yang kering dengan areal persawahan. Mata air di lereng
Gunung Sundoro dan Sumbing membentang membentuk jalur melingkar atau sabuk.
Meskipun berada di bawah permukaan tanah, air tanah dapat tercemar. Sumber
pencemaran tersebut dapat berupa penimbunan sampah, kebocoran pompa bensin, limbah cair
dari rumah tangga serta kebocoran tangki septik. Ditengarai pula bahwa pertanian yang
menggunakan pupuk industri dapat memberi dampak penimbunan logam pada air tanah.
Meningkatnya jumlah permukiman telah mendorong meningkatnya kebutuhan air untuk
domestik, irigasi, industri. Fenomena lapangan menunjukkan makin banyaknya sumur bor untuk
mengeksplorasi air tanah. Memperhatikan jumlah pemanfaatan air tanah dan sebaran
permukiman yang dapat mengganggu ketersediaan air tanah dan mendorong pencemaran air
tanah, kegiatan perlindungan terhadap daerah resapan air digiatkan.
Tabel 3. 3 Kondisi Air Tanah (Imbuhan Air tanah) Kabupaten Wonosobo
Luas
Luas A CH RC RC
No Kecamatan Sawah
(ha) (m2) (mm) (%) (Juta m3/tahun)
(Ha)
1 Wadaslintang 12716 1985,28 107307200 2840 25 7618,81
2 Kepil 9387 1373,46 80135400 4500 25 9015,23
3 Sapuran 7772 1353,83 64181700 2711 25 4349,92
4 Kalibawang 4782 932,50 38495000 2000 25 1924,75
5 Kaliwiro 10008 1776,98 82310200 3122 25 6424,31
6 Leksono 4407 1264,72 31422800 4000 5 628,46
7 Sukoharjo 5429 633,08 47959200 2500 25 2997,45
8 Selomerto 3971 1832,42 21385800 2820 25 1507,70
9 Kalikajar 8330 1458,84 68711600 1805 25 3100,61
10 Kertek 6214 1712,16 45018400 1173 25 1320,17
11 Wonosobo 3238 1081,40 21566000 4461 25 2405,15
12 Watumalang 6823 841,96 59810400 1500 25 2242,89
13 Mojotengah 4507 1177,30 33297000 3477 25 2894,34
14 Garung 5122 288,76 48332400 1393 25 1683,18

14
Luas
Luas A CH RC RC
No Kecamatan Sawah
(ha) (m2) (mm) (%) (Juta m3/tahun)
(Ha)
15 Kejajar 5762 0 57620000 1654 25 2382,59
Jumlah 50.495,56
Sumber : Buku NSASD Kabupaten Wonosobo, 2011

3.1.5 Demografi
Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2014, Kabupaten Wonosobo memiliki jumlah
penduduk sebesar 773.280 jiwa. Dengan luas wilayah 984,68 km2 yang didiami oleh 773.280
jiwa, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Wonosobo adalah 785 jiwa per
km2. Dengan tingkat kepadatan penduduk paling tinggi berada pada Kecamatan Wonosobo
dengan kepadatan penduduk sebesar 2660 jiwa per km2, sedangkan yang memiliki kepadatan
penduduk paling rendah adalah Kecamatan Wadaslintang dengan kepadatan penduduk
sebesar 409 jiwa per km2.
Berdasarkan data tersebut terlihat juga bahwa penyebaran penduduk di masing-masing
kecamatan belum merata. Jumlah penduduk tertinggi berada di Kecamatan Wonosobo yang
merupakan pusat aktivitas ekonomi dengan jumlah 86.142 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk
terkecil yaitu Kecamatan Kalibawang dengan jumlah penduduk 22.542 jiwa. Untuk lebih
jelasnya jumlah penduduk Kabupaten Wonosobo Tahun 2010-2014 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3. 4 Jumlah Penduduk Kabupaten Wonosobo Tahun 2010-2014
Tahun
No Kecamatan
2010 2011 2012 2013 2014
1 Wadaslintang 51.411 51.411 53.570 52.574 52.037
2 Kepil 56.522 57.004 57.917 57.257 56.877
3 Sapuran 54.022 54.303 55.457 54.824 55.473
4 Kalibawang 22.408 22.654 22.801 22.683 22.542
5 Kaliwiro 44.220 44.619 45.313 44.980 44.521
6 Leksono 39.334 39.638 40.231 39.950 40.309
7 Sukoharjo 31.430 31.814 31.775 31.835 32.330
8 Selomerto 44.971 45.400 45.974 45.712 46.201
9 Kalikajar 57.509 57.795 58.642 58.630 58.183
10 Kertek 76.610 77.110 77.882 77.775 78.438
11 Wonosobo 83.324 83.557 86.076 83.983 86.142
12 Watumalang 48.749 49.081 49.046 49.611 49.166

15
Tahun
No Kecamatan
2010 2011 2012 2013 2014
13 Mojotengah 58.257 58.766 58.524 59.171 59.973
14 Garung 48.191 48.572 48.351 48.763 48.934
15 Kejajar 41.120 41.422 41.684 41.570 42.154
Jumlah 758.078 763.146 773.243 769.318 773.280
Sumber : Kabupaten Wonosobo dalam Angka, 2015

3.2 Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Rojonoto


Seperti yang diketahui bahwa potensi pengembangan agrobisnis dan agroindustri di
Kabupaten Wonosobo sangat besar, sehingga pengembangan agropolitan di Kabupaten
Wonosobo layak untuk dilaksanakan. Dari segi pelaksanaan, Kabupaten Wonosobo telah
membuat program untuk membangun kawasan Agropolitan Rojonoto dengan 2 lokasi pusat
pengembangan yaitu Sub Terminal Agribisnis (STA) Sempol sebagai pusat pengembangan
buah-buahan dan Sub Terminal Agribisnis (STA) Tlogo sebagai pusat pengembangan buah-
buahan dan sayuran.
Kawasan Agropolitan Rojonoto berada di Kecamatan Kaliwiro, Sukoharjo, Leksono,
Selomerto yang terletak mengikuti jalur jalan utama jurusan Wonosobo-Kebumen. Luas wilayah
21.921,134 Ha dengan rincian :

Tabel 3. 5 Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan


No. Peruntukkan Luas (Ha)
1. Perkampungan 1.874,122
2. Sawah 6.106,365
3. Tegalan 7.221,802
4. Kolam 82,366
5. Hutan Negara 4.047,585
6. Lain-lain 130,550
Jumlah 19.462,79
Sumber : RTRW Kab. Wonosobo

Di Kawasan Rojonoto yang dikembangkan menjadi komoditas unggulan adalah salak


pondoh, kopi, kelapa, gula kelapa, gula aren dan kakao, albasia dan suren, kayu olahan
albasia, sapi potong, kambing, domba, ayam, ikan mas, nila dan lele. Sedangkan pariwisata
yang dikembangkan pada kawasan ini adalah arung jeram dan lokasi wisata ziarah.

16
3.3 Identifikasi Potensi dan Permasalahan
3.3.1 Potensi Kawasan Agropolitan Rojonoto, Kabupaten Wonosobo
Adapun potensi-potensi dari Kawasan Agropolitan Rojonoto, Kabupaten Wonosobo
adalah :
1. Kedudukan Kabupaten Wonosobo cukup strategis terhadap aspek geografis Provinsi
Jawa Tengah sehingga berpeluang dalam pengembangan agribisnis.
Kedudukan Kabupaten Wonosobo terletak pada posisi yang cukup strategis yang
meliputi:
a. Wilayah Kabupaten Wonosobo terletak diantara Kabupaten Temanggung, Kabupaten
Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara
dan Kabupaten Batang. Maka kebijakan tata ruang Kabupaten Wonosobo akan
berpengaruh terhadap kabupaten-kabupaten tersebut.
b. Wilayah Kabupaten Wonosobo dilalui jalan raya yang menghubungkan lalu lintas
antara daerah kabupaten sekitar baik berupa arus barang, manusia, maupun jasa
sehingga berpengaruh langsung terhadap tata ruang Kabupaten Wonosobo.
c. Secara geografis Kabupaten Wonosobo dilalui jalur perekonomian regional Jawa
Tengah. Kondisi dan perkembangan perekonomian Kabupaten Wonosobo
terpengaruh dan mempengaruhi kondisi dan perkembangan perekonomian regional.
d. Kabupaten Wonosobo berada di posisi silang antara Temanggung-Wonosobo-
Banjarnegara, Wonosobo-Kebumen dan Wonosobo-Purworejo.
2. Program untuk mengembangkan kawasan Agropolitan Rojonoto telah disusun oleh
Pemerintah Daerah Wonosobo.
Pemerintah Daerah Wonosobo melalui Pokja Agropolitan senantiasa berupaya untuk
mengembangkan kawasan Agropolitan Rojonoto. Berbagai program untuk periode 2014-
2018 telah disusun guna kelancaran pelaksanaan dan pengembangan Agropolitan
Rojonoto.
3. Potensi Sumberdaya Manusia
Potensi sumberdaya manusia pada Kawasan Agropolitan Rojonoto berupa penduduk
yang bermata pencaharian sebagai petani, buruh tani, peternak, pembudidaya ikan,
pedagang dan penyedia jasa, perajin industri kecil yang semuanya membentuk kelompok
usaha merupakan potensi pelaku usaha agribisnis di kawasan agropolitan.
4. Adanya sarana dan prasarana pendukung Agropolitan
Sarana dan prasarana pendukung berupa sarana transportasi, akses jalan antar

17
kecamatan dan desa, sarana telekomunikasi berupa telepon, jaringan telepon seluler
maupun wartel, listrik, lembaga penyedia permodalan, pasar baik tradisional maupun
pasar sentra bisnis atau Sub terminal Agro dan kios-kios saprotan.
5. Adanya potensi sektor pertanian baru pada Kecamatan Watumalang, Leksono,
Sukoharjo, Kaliwiro, dan Wadaslintang.
Karena Kecamatan Watumalang, Leksono, Sukoharjo, Kaliwiro dan Wadaslintang kurang
dapat menikmati program-program yang berorientasi on farm tersebut, maka secara
mandiri wilayah tersebut memunculkan unggulan baru atau potensi sektor pertanian di
Kabupaten Wonosobo. Diantaranya adalah komoditas salak di Kecamatan Sukoharjo,
Duku/Langsep di Kecamatan Leksono, durian di Kecamatan Selomerto, ternak kambing
di Kecamatan Watumalang dan Kaliwiro. Selain itu wilayah tersebut juga potensial untuk
dikembangkan tanaman tropis seperti kelapa, kayu rimba dan empon-empon serta
pisang.
3.3.2 Permasalahan Agropolitan Kabupaten Wonosobo
1. Kota tani utama Sawangan belum diperuntukkan sesuai aturan yang telah ditetapkan.
Penetapan kota tani utama Sawangan yang diperuntukkan guna
menampung/menyimpan komoditas yang berasal dari kawasan sentra produksi,
nyatanya belum digunakan sebagaimana aturan yang sudah ditetapkan. Kondisi kota ini
digunakan sebagai terminal bus dan angkutan kota. Adapun kios yang dibangun
mayoritas disewa oleh pedagang kelontong, pedagang makanan, agen perjalanan, dan
kios untuk bengkel. Hal ini menyebabkan banyak petani di kawasan Rojonoto yang
memilih menjual komoditas mentahnya kepada tengkulak yang menawarkan pelayanan
“jemput barang”.
2. Adanya sistem pembelian ijon dan borongan.
Sistem pembelian yang sering digunakan untuk komoditas mentah adalah ijon dan
borongan. Sistem ijon yaitu membeli ketika buah masih di atas pohon, bahkan belum
matang. Sedangkan sistem borongan yaitu tengkulak membeli hasil tani dengan cara
menaksir hasil panen secara keseluruhan tanpa memperhatikan satuan hitung (harga per
kilo). Adanya sistem ini berarti tidak memberi kesempatan kepada petani untuk
mendapatkan nilai tambah lebih dari hasil usaha taninya.
3. Program agropolitan yang berjalan belum mampu meningkatkan nilai tukar komoditas
jenis hortikultura.
Nilai tukar petani khususnya hortikultura cenderung mengalami penurunan yang berada

18
di bawah 100, sehingga petani mengalami defisit, yaitu indeks harga yang diterima petani
lebih rendah daripada indeks harga yang dibayar petani. Kondisi ini menjadi pendukung
bahwa program agropolitan yang selama ini berjalan, belum mampu meningkatkan nilai
tukar komoditas jenis hortikultura.
4. Petani Rojonoto mengalami kesulitan dalam hal pemasaran.
Walaupun telah memiliki izin resmi dari Dinas Kesehatan maupun UMKM, para petani
mengakui kesulitan dalam hal pemasaran, sehingga kegiatan produksi tidak dilakukan
setiap saat. Hal tersebut membuat produk olahan yang ada di Agropolitan Rojonoto
“muncul dan tenggelam” sehingga produk olahan di kawasan ini kurang dikenal oleh
masyarakat Rojonoto, maupun masyarakat umum.
5. Pada Kawasan Agropolitan Rojonoto terdapat 2 lokasi pusat pengembangan yang
kondisinya sama sekali tidak berjalan.
Terdapat 2 lokasi pusat pengembangan di Kawasan Agropolitan Rojonoto, yaitu STA
Sempol dan STA Tlogo. Kedua STA (Stasiun Terminal Agribisnis) tersebut saat ini
kondisinya sama sekali tidak berjalan dan banyak pihak menilai lokasinya yang tidak
tepat.
6. Sebagian industri kecil belum tercukupi kebutuhan bahan baku
Bahan baku beberapa jenis produk masih harus didatangkan dari luar daerah. Sehingga
ketersediaan bahan baku dan bahan penolong lainnya sangat tergantung dengan
pasokan dari luar daerah.

19
BAB IV
ANALISIS

Berdasarkan potensi dan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya terkait
kawasan agropolitan Rojonoto di Kabupaten Wonosobo, maka akan dilakukan analisis pada
potensi dan permasalahan tersebut dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis ini
digunakan untuk merumuskan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada
agar nantinya konsep pengembangan agropolitan yang diterapkan di Rojonoto, Kabupaten
Wonosobo ini dapat terlaksana dengan optimal dan menguntungkan bagi pihak-pihak yang
terlibat didalamnya.
Hasil kombinasi dari interaksi strategi SO, WO, ST, WT seperti diuraikan pada tabel
berikut menunjukkan sebanyak 4 (empat) strategi pilihan yang dapat ditempuh terhadap
berbagai kemungkinan dalam pengambilan keputusan kebijakan yang dapat dilakukan. Hasil
interaksi antara strategi internal dan strategi eksternal dapat menunjukkan strategi dominan
terbaik untuk solusi yang dipilih sebagai strategi andalan.
Dalam analisa matriks SWOT terjadi interaksi penggabungan dari strategi yang meliputi
kombinasi interaksi strategi internal-eksternal, yang terdiri dari:
1. Strategi SO (Strength-Opportunity), menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang.
2. Strategi ST (Strength-Threat), menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman.
3. Strategi WO (Weakness-Opportunity), menciptakan strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang.
4. Strategi WT (Weakness-Threat), menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan
untuk mengatasi ancaman.

20
Tabel 4. 1 Hasil Analisis Swot

STRENGTH (S) WEAKNESS (W)


S1 Lokasi cukup strategis terhadap aspek W1 Tidak ada kesempatan petani untuk
geografis mendapatkan nilai tambah lebih
INTERNAL S2 Berpeluang dalam pengembangan W2 Petani Rojonoto kesulitan dalam hal
agribisnis pemasaran
S3 Adanya kelompok usaha sebagai W3 Terdapat 2 lokasi STA yang tidak
pelaku usaha agribisnis berjalan sama sekali
S4 Adanya sarana dan prasarana W4 Bahan baku belum tercukupi untuk
pendukung agropolitan industri kecil
S5 Adanya potensi sektor pertanian baru W5 Kota tani utama Sawangan belum
EKSTERNAL S6 Adanya komoditas unggulan diperuntukkan sesuai aturan yang
ditetapkan
W6 Program agropolitan belum mampu
meningkatkan nilai tukar komoditas jenis
holtikultura

21
O1 Dilalui jalan raya yang STRATEGI SO STRATEGI WO
menghubungkan lalu lintas antar
S1,S2,O1,O2,O5 Mengembangkan W1,W2,O3
daerah kabupaten
agribisnis dalam perkembangan Adanya program peningkatan kualitas para
O2 Dilalui jalur perekonomian regional
perekonomian daerah petani berupa sosialisasi/pelatihan
Jawa Tengah
S3,O3, O4, O5 mengenai pemasaran produk guna
O3 Program pengembangan kawasan
Meningkatkan kualitas kelompok usaha meningkatkan nilai tambah petani
Agropolitan Rojonoto telah disusun
untuk dapat mengembangkan W4,O1,O2
OPPORTUNITIES (O)

oleh Pemda Wonosobo


agroindustri berbasis potensi lokal Melakukan marketing mix
O4 Didukung dengan adanya
S4, O3 W5,O3
kebijakan pengembangan agroindustri
Mengoptimalkan pemanfaatan sarana Menyusun kebijakan atau program terkait
berbasis potensi lokal
dan prasarana pendukung lembaga/insitusi di daerah sentra produksi
O5 Adanya kebijakan dalam
pengembangan program agropolitan di W6,O1,O3
peningkatan pemanfaatan potensi
Kawasan Agropolitan Rojonoto Menyusun program untuk ketersediaan
sumberdaya ekonomi berbasis
S5, S6, O4, O5 bahan baku bagi pelaku usaha
agribisnis.
Mengoptimalkan pengelolaan potensi W3, O1, O2
komoditas unggulan dengan Pemindahan lokasi STA di lokasi-lokasi
pengembangan agroindustri. yang lebih strategis untuk menunjang
program agropolitan.
W5, O3
Mengoptimalkan fungsi Kota Tani Sawangan
sesuai dengan arahan peruntukkannya

22
T1 Adanya sistem pembelian ijon dan STRATEGI ST STRATEGI WT
borongan
S2, S3, S5, S6, T1 W1, T1
T2 Adanya ancaman bencana alam
Menerapkan kegiatan lelang komoditas Menyusun kebijakan atau program untuk
T3 Persaingan dengan produk-produk
THREATS (T)

pangan hasil panen para pelaku usaha


hortikultura daerah lain
S1, T2 W1, W2, W4, T3
Mengembangkan kawasan Agropolitan Meningkatkan nilai atau value added
Rojonoto berbasis mitigasi bencana
S2, S3, S4, S5, S6, T2
Peningkatan mutu dan kualitas produk-
produk hortikultura kawasan Agropolitan
Rojonoto
Sumber: Hasil Analisis, 2016

23
Adapun strategi yang didapatkan dari hasil analisis SWOT di atas, yaitu:
1. Strategi S – O
a. Mengembangkan agribisnis dalam perkembangan perekonomian daerah
Perlu mengembangkan potensi agribisnis yang ada dengan memanfaatkan
aksesibilitas yang telah tersedia. Kawasan ini telah dilalui jalan raya yang
menghubungkan lalu lintas antar daerah serta merupakan dilalui jalur perekonomian
regional Jawa Tengah. Pengembangan program agribisnis dengan memanfaatkan
potensi sumberdaya ekonomi yang terdapat di Kabupaten Wonosobo lebih tepatnya
pada Kawasan Agropolitan Rojonoto. Dengan adanya pengembangan agribisnis ini akan
meningkatkan perkembangan perekonomian di daerah tersebut.
b. Meningkatkan kualitas kelompok usaha untuk dapat mengembangkan agroindustri
berbasis potensi lokal
Adanya program untuk meningkatkan kualitas kelompok usaha dengan adanya
sosialisasi ataupun pelatihan mengenai pengolahan potensi lokal dari masing-masing
kecamatan yang termasuk dalam Kawasan Agropolitan Rojonoto. Hasil dari pengolahan
potensi lokal yang ada tersebut nantinya dapat mendukung adanya program agribisinis di
Kawasan Agropolitan Rojonoto.
c. Mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana pendukung pengembangan
program agropolitan di Kawasan Agropolitan Rojonoto
Adanya sarana dan prasarana pendukung yang terdapat di Kawasan Agropolitan
Rojonoto meliputi sarana transportasi, akses jalan antar kecamatan dan desa, sarana
telekomunikasi berupa telepon, jaringan telepon seluler maupun wartel, listrik, lembaga
penyedia permodalan, pasar baik tradisional maupun pasar sentra bisnis atau Sub
terminal Agro dan kios-kios saprotan. Dengan adanya sarana dan prasarana pendukung
tersebut maka perlu dioptimalkan penggunaannya guna mendukung pengembangan
program agropolitan di Kawasan Agropolitan Rojonoto.
d. Mengoptimalkan pengelolaan potensi komoditas unggulan dengan pengembangan
agroindustri.
Pada Kecamatan Watumalang, Leksono, Sukoharjo, Kaliwiro dan Wadaslintang
muncul unggulan baru atau potensi sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo.
Diantaranya adalah komoditas salak di Kecamatan Sukoharjo, Duku/Langsep di
Kecamatan Leksono, durian di Kecamatan Selomerto, ternak kambing di Kecamatan
Watumalang dan Kaliwiro. Selain itu wilayah tersebut juga potensial untuk

24
dikembangkan tanaman tropis seperti kelapa, kayu rimba dan empon-empon serta
pisang. Maka dari itu perlu dioptimalkan pengelolaan dari komoditas unggulan seperti
komoditas salak, duku/langsep, durian, ternak kambing, sapi, dan lain-lain tersebut agar
dapat meningkatkan nilai tambah petani Kawasan Agropolitan Rojonoto.
2. Strategi W – O
a. Adanya program peningkatan kualitas para petani berupa sosialisasi/pelatihan mengenai
pemasaran produk guna meningkatkan nilai tambah petani
Walaupun telah memiliki izin resmi dari Dinas Kesehatan maupun UMKM, para
petani mengakui kesulitan dalam hal pemasaran, sehingga kegiatan produksi tidak
dilakukan setiap saat. Maka dari itu diperlukan program untuk meningkatkan kualitas
para petani berupa sosialisasi ataupun pelatihan mengani pemasaran produk guna
meningkatkan nilai tambah petani yang saat ini juga masih sangat rendah.
b. Melakukan marketing mix
Rangkaian unsur-unsur marketing mix atau variabel marketing mix juga dikenal
sebagai 4P. 4P merupakan singkatan dari Product (produk), Price (harga), Place
(tempat), dan Promotion (promosi). Keempat unsur marketing mix inilah yang secara
terus menerus digunakan sebagai kelengkapan dalam strategi pemasaran. Hal ini pula
yang memungkinkan suatu pelaku usaha dapat berhasil dalam memasarkan produknya
karena dapat memberikan produk yang tepat, harga yang layak, tempat yang terjangkau,
dan juga promosi yang efektif.
c. Menyusun kebijakan atau program terkait lembaga/insitusi di daerah sentra produksi
Dengan adanya kebijakan atau program terkait lembaga/institusi di daerah sentra
produksi ini atau dapat disebut dengan Stasiun Terminal Agribisnis (STA) akan
memudahkan para pelaku bisnis dalam memasarkan produknya secara langsung dan
memberikan pelayanan pemasaran serta peningkatan nilai tambah dan daya saing bagi
produk pada pelaku usaha.
d. Menyusun program untuk ketersediaan bahan baku bagi pelaku usaha
Dengan adanya program dalam ketersediaan bahan baku untuk para pelaku usaha
ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang ada. Karena bahan baku masih saja
didatangkan dari luar daerah membuat para pelaku usaha harus bergantung pada
ketersediaan bahan baku dari luar. Usulan program yang dimaksud misalnya dengan
program pemenuhan pasokan bahan baku untuk pelaku usaha dalam negeri.
e. Pemindahan lokasi STA di lokasi-lokasi yang lebih strategis untuk menunjang program

25
agropolitan.
Terdapat 2 lokasi pusat pengembangan di Kawasan Agropolitan Rojonoto, yaitu
STA Sempol dan STA Tlogo. Kedua STA (Stasiun Terminal Agribisnis) tersebut saat ini
kondisinya sama sekali tidak berjalan dan banyak pihak menilai lokasinya yang tidak
tepat. Maka dari itu perlu dilakukan pemindahan lokasi STA pada lokasi-lokasi yang
lebih strategis dan mudah dijangkau agar dapat menunjang program agropolitan.
f. Mengoptimalkan fungsi Kota Tani Sawangan sesuai dengan arahan peruntukkannya
Penetapan kota tani utama Sawangan yang diperuntukkan guna
menampung/menyimpan komoditas yang berasal dari kawasan sentra produksi,
nyatanya belum digunakan sebagaimana aturan yang sudah ditetapkan. Kondisi kota ini
digunakan sebagai terminal bus dan angkutan kota. Sehingga perlu adanya
pengoptimalan fungsi Kota Tani Sawangan sesuai dengan arahan peruntukkannya.
3. Strategi S – T
a. Menerapkan kegiatan lelang komoditas pangan
Dengan menerapkan lelang komoditas pangan ini, diharapkan peranan pedangang
perantara (tengkulak) dapat dikurangi. Melalui lelang komoditas, nantinya petani dapat
mendapatkan harga terbaik dan kesejahteraan petani meningkat sekaligus mengurangi
ketergantungan kepada pedagang perantara. Sehingga petani dapat mendapatkan nilai
lebih dari hasil produksinya.
b. Mengembangkan kawasan Agropolitan Rojonoto berbasis mitigasi bencana
Berdasarkan RTRW Kabupaten Wonosobo, dijelaskan bahwa daerah Kabupaten
Wonosobo rawan akan bencana alam, dan kawasan agropolitan Rojonoto termasuk di
dalamnya. Bencana alam yang mengancam kawasan ini antara lain tanah longsor, angin
topan, kebakaran hutan, gas beracun, serta letusan gunug api. Oleh karena itu perlunya
diterapkan mitigasi bencana dalam pengembangan kawasan ini sebagai upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik
alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sehingga ketika terjadi bencana alam,
kawasan Agropolitan Rojonoto serta masyarakatnya di dalamnya siap untuk
menghadapinya.
c. Peningkatan mutu dan kualitas produk-produk hortikultura kawasan Agropolitan Rojonoto
Persaingan bebas dalam bidang pemasaran produk pertanian di daerah lain
maupun di dunia merupakan ancaman bagi produk daerah khususnya komoditi

26
hortikultura. Oleh karena itu perlunya memperbaiki kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas
produk. Selain itu, diperlukan kerjasama dan kerja keras para peneliti untuk
menghasilkan teknologi. Jadi nantinya petani memproduksi dan pemerintah
memfasilitasnya. Sehingga, produk hortikultura lokal dapat bersaing dan mampu
bertahan dalam persaingan bebas ini.
4. Strategi W – T
a. Menyusun kebijakan atau program untuk hasil panen para pelaku usaha
Dengan adanya kebijakan atau program untuk hasil panen ini akan meminimalisasi
terjadinya sistem ijon atau borongan serta keterlibatan tengkulak dalam proses jual beli
dan pemasaran. Sehingga pelaku usaha (petani) dapat memiliki kesempatan untuk
mendapatkan nilai tambah pada hasil panennya.
b. Meningkatkan nilai atau value added
Strategi ini lebih kepada menambahkan value atau kegunaan produk bagi
konsumen, tanpa harus menciptakan produk baru atau menurunkan harga dalam rangka
memenangkan persaingan. Untuk mengimplementasikannya harus dimulai dengan
mempelajari kelebihan dan kekurangan pesaing juga. Karena dengan kita
mempelajarinya, maka akan tahu apa yang belum mereka lakukan dalam meningkatkan
daya penyerapan pasar dari produk yang mereka tawarkan.

27
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai
berikut :
a. Pengembangan agrobisnis dan agrindustri di kabupaten wonosobo dapat dikatakan
berpotensi terlihat dari ditetapkannya dua pusat pengembangan yaitu Sub Terminal
Agribisnis (STA) Sempol sebagai pusat pengembangan buah-buahan dan Sub Terminal
Agribisnis (STA) Tlogo sebagai pusat pengembangan buah-buahan dan sayuran. hal
tersebut didukung pula oleh komoditas unggulan berupa salak pondoh, kopi, kelapa,
gula kelapa, gula aren dan kakao, albasia dan suren, kayu olahan albasia, sapi potong,
kambing, domba, ayam, ikan mas, nila dan lele. selaikopi, kelapa, gula kelapa, gula aren
dan kakao, albasia dan suren, kayu olahan albasia, sapi potong, kambing, domba,
ayam, ikan mas, nila dan lele itu terdapat potekopi, kelapa, gula kelapa, gula aren dan
kakao, albasia dan suren, kayu olahan albasia, sapi potong, kambing, domba, ayam,
ikan mas, nila dan lele. selain itu terdapat potensi wisaa berupa arung jeram dan wisata
ziarah.
b. Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan, maka dirumuskan beberapa
strategi pengembangan seperti mengembangkan agribisnis, meningkatkan kualitas
kelompok usaha, optimalisasi infrastruktur pendukung, melakukan marketing mix,
menyusun kebijakan, meningkatkan mutu produk, meningkatkan nilai/value added,
engoptimalkan fungsi Kota Tani Sawangan sesuai dengan arahan peruntukkannya, dan
mengembangkan kawasan Agropolitan Rojonoto berbasis mitigasi bencana.
5.2 Rekomendasi Pengembangan
Adapun rekomendasi pengembangan yang disarankan oleh penulis bagi
pengembangan wilayah studi dengan pendekatan agropolitan berdasarkan analisis yang telah
dilakukan sebelumnya adalah melalui perbaikan ataupun peningkatan pada aspek manajemen
dan aspek agribisnis. Berikut adalah penjelasannya :
1. Aspek Manajemen
Mengadakan sosialisasi terkait strategi ataupun kebijakan pengembangan kawasan
agropolitan agar terjadi komunikasi dari berbagai arah. Dengan adanya komunikasi yang
baik tersebut diharapkan akan menciptakan koordinasi, sinkronisasi, dan keterpaduan

28
diantara instansi-instansi terkait. Selain itu, dibutuhkan pula peran pemerintah untuk
membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak pada para petani dalam rangka mendukung
terjadinya peningkatan produktivitas hasil pertanian yang akan menyebabkan para petani
merasakan keuntungan dari hasil panen tersebut.
2. Aspek Agribisnis
Melakukan perbaikan serta peningkatan dalam aspek agribisnis, diantaranya adalah pada
Sumber Daya Manusia (SDM), permodalan, pengolahan, pemasaran, dan daya saing.
Berikut adalah penjelasannya :
a. Mengadakan pelatihan-pelatihan bagi SDM setempat dengan tujuan agar terlahirnya
sumber daya manusia yang kompeten dan kompetitif
b. Mengembangkan kelembagaan perekonomian pedesaan agar para petani terbebas
dari kurangnya modal
c. Mengembangkan peran pemerintah dan swasta dalam melakukan pengkajian terkait
teknologi pengolahan yang diharapkan mampu mendorong para pengolah dapat
memanfaatkan teknologi yang lebih modern, sehingga produktifitas hasil olahan
produk agribisnis akan dapat ditingkatkan
d. Meninggalkan kegiatan promosi yang berorientasi pada konsumsi lokal dan mulai
mengembangkan kegiatan promosi yang lebih baik dalam rangka memasarkan
produk yang berorientasi pasar
e. Meningkatkan daya saing dengan meningkatkan kualitas SDM dan meningkatkan
kegiatan pengolahan seperti pengawetan agar produk dapat bertahan lebih lama
yang akan menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik dan harga jual
lebih tinggi

29
LAMPIRAN

1. Bagaimana penerapan konsep agropolitan di Kabupaten Wonosobo, mulai dari proses awal
penanaman, industri pengolahan, hingga proses pemasarannya? (Dea Nusa Aninditya,
NRP 3613100002)
Penerapan konsep agropolitan pada Kabupaten Wonosobo belum sepenuhnya
berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak berjalannya proses pemasaran
produk-produk hasil pertanian yang optimal. Proses yang terjadi setelah penanaman yang
dilakukan oleh para petani adalah, sebagian besar hasil tanam mereka akan berpindah
tangan kepada para tengkulak tepat setelah saat panen, bahkan beberapa petani telah
menjualnya pada saat tanaman mereka belum panen. Keberadaan tengkulak menyebabkan
para petani tidak dapat berkembang karena tengkulaklah yang menentukan harga. Hal
tersebut juga menyebabkan tidak berfungsinya kedua STA yang telah ada, yang selayaknya
digunakan para petani untuk memasarkan produk-produknya, karena para tengkulak
menyediakan sistem “jemput baran” sehingga pemasaran hasil pertanian tidak melalui STA
tersebut.
2. Saran
 Ditinjau kembali pada bagian threat dalam analisis SWOT, threat adalah hal-hal yang
bersumber dari luar atau disebut eksternal
 Ditambahkan konsep tentang agropolitan berdasarkan peraturan / regulasi

30
DAFTAR PUSTAKA

Keujuruan.Click. (2015). Pengertian Marketing Mix dan Unsur-Unsur dalam Marketing Mix.
http://www.kejuruan.click/2015/09/pengertian-marketing-mix-dan-unsur.html (diakses
pada 14 Mei 2016).
Milzam, Abdurrahman, dkk. (tanpa tahun). Analisis Strategi Pengembangan Kawasan Deles
Indah. https://www.academia.edu/10077972/ANALISIS_STRATEGI_ PENGEMBANGAN_
KAWASAN_DELES_INDAH (diakses pada 14 Mei 2016).
Tabloid Sinar Tani. (2014). Memfasilitas Sub Terminal Agribisnis untuk Kesejahteraan Petani.
http://tabloidsinartani.com/content/read/memfasilitasi-sub-terminal-agribisnis-untuk-
kesejahteraan-petani/ (diakses pada 14 Mei 2016).
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Jawa Tengah. (2014).
Pengembangan Kawasan Pedesaan Berbasis IPTEK dalam Menunjang Agropolitan.
http://www.balitbangjateng.go.id/web/kegiatan/detail/212 (diakses pada 12 Mei 2016).
Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo. (tanpa tahun). Kabupaten Wonosobo Dalam
Angka 2013. http://wonosobokab.bps.go.id (diakses tanggal 10 Mei 2016).
Farhanah, L. (2015). Pengembangan Kawasan Agropolitan di Wilayah Rojonoto Kabupaten
Wonosobo. Semarang: Juruasan Ekonomi Pembangunan, Universitas Negeri Semarang.
Lasmono, T.S., dkk. (tanpa tahun). Agropolitan: Evaluasi Kinerja dan Prospek
Pengembangannya. SalatigaL Universitas Kristen Satya Wacana.
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan Dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Buang, A., A. Habibah, J. Hamzah and Y. S. Ratnawati, 2011. The Agropolitan Way of Re-
Empowering The Rural Poor. World Applied Sciences Journal. 13:01-06.
Gitosudarmo, H.I. (2001). Manajemen StrategisI. Yogyakarta: PT BPFE
Iqbal, M. dan S. A. Iwan. 2009. Rancang Bangun Sinergi Kebijakan Agropolitan dan
pengembangan ekonomi Lokal Menunjang Percepatan Pembangunan Wilayah. Analisis
kebijakan pertanian.Vol. 7 (2) :160-188.
Mahi, Ali Kabul. 2014. Agropolitan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rangkuti, Freddy. ((2009). Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated
Marketing Communication. Jakarta : PT. GramediaPustakaUtama
Tarigan, Robinson. 2007. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi
Aksara.

31
Bicarasales.com. (2014). Strategi dalam Memenangkan Persaingan Pasar.
http://bicarasales.com/2014/10/strategi-dalam-memenangkan-persaingan-pasar/ (diakses
pada 22 Mei 2016).
Keujuruan.Click. (2015). Pengertian Marketing Mix dan Unsur-Unsur dalam Marketing Mix.
http://www.kejuruan.click/2015/09/pengertian-marketing-mix-dan-unsur.html (diakses
pada 14 Mei 2016).
Milzam, Abdurrahman, dkk. (tanpa tahun). Analisis Strategi Pengembangan Kawasan Deles
Indah. https://www.academia.edu/10077972/ANALISIS_STRATEGI_ PENGEMBANGAN_
KAWASAN_DELES_INDAH (diakses pada 14 Mei 2016).
Tabloid Sinar Tani. (2014). Memfasilitas Sub Terminal Agribisnis untuk Kesejahteraan Petani.
http://tabloidsinartani.com/content/read/memfasilitasi-sub-terminal-agribisnis-untuk-
kesejahteraan-petani/ (diakses pada 14 Mei 2016).
Wardiyati, Tatik. (2011). Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia di Bandung.
Malang: Universitas Brawijaya, Fakultas Pertanian.

32

Anda mungkin juga menyukai