Anda di halaman 1dari 14

Makalah

Memahami Konsep Wilayah Dan Tata Ruang


Di Wilayah Kota Jakarta

Kelompok 4
Nama Kelompok : - Fauzril Fikri
- Grace Fristiani
- Juver
- Mirsanti
- M. Baigiat

Guru Pembimbing : Azwar Jamar S.Pd


(2022/2023)

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Istilah wilayah mengacu pada pengertian unit geografis didefinisikan sebagai suatu
unit geografis dengan batas-batas tertentu dimana komponen-komponen didalamnya
memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan yang lainnya, dimana
komponen-komponen tersebut memiliki arti di dalam pendiskripsian perencanaan dan
pengolaan sumberdaya pembangunan. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional (UU Nomor 24 Tahun 1992:
Penataan Ruang). Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tidak ada batasan spesifik dari luasan
suatu wilayah, batasan yang ada lebih bersifat meaningfull untuk perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, pengendalian, maupun evaluasi, dengan demikian batasan
wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi lebih bersifat dinamis.
Konsep wilayah menurut Richadson,(1969); Hagget, Cliff dan Frey, (1997) membagi
wilayah kedalam tiga katagori atau sering dikenal dengan tipologi wilayah yaitu : (1) Wilayah
Homogen (uniform atau homogeneous region), (2) Wilayah nodal , dan (3)Wilayah
Perencanaaan (planning region). Cara klasifikasi konsep wilayah ini ternyata kurang mampu
menjelaskan keragaman konsep wilayah yang ada. Blair (1991), memandang konsep wilayah
nodal terlalu sempit untuk menjelaskan fenomena yang ada dan cenderung menggunakan
konsep fingsional.Sedangkan menurut Ernan rustiadi dkk (2011) kerangka konsep wilayah
yang lebih mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini adalah : (1)
wilayah homogeny (uniform), (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) wilayah
perencanaan/pengelolaan ( planning region atau programing region).
Pada dasarnya pembagian wilayah dimaksudkan untuk mempermudah dalam
pengelolaannya, sehingga kedepannya dapat membantu dalam upaya pengembangan
wilayah tersebut. Prinsip dasar pengembangan wilayah adalah untuk mengatasi
ketimpangan perkembangan baik secara fisik maupun non fisik di suatu wilayah, selain itu
pembagian wilayah dimaksudkan untuk memberikan kesempatan lebih bagi suatu wilayah
untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, sehingga di wilayah tesebut muncul pusat-
pusat pertumbuhan yang dapat mendorong proses pembangunan di wilayah tersebut.
Pembangunan wilayah adalah upaya manusia untuk memanfaatkan lingkungan dalam usaha
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pertumbuhan wilayah adalah cara untuk mencapai
pelaksanaan pembangunan.
Perencanaan Tata Ruang Di Wilayah Jakarta
Terciptanya ruang wilayah menyediakan kualitas kehidupan kota yang produktif dan
inovatif. Kedudukan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia, menyebabkan ruang wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta berfungsi sebagai ruang ibukota negara.

Oleh karena itu pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna sesuai
kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta terjaga keberlanjutannya untuk masa kini dan masa datang.
Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan bagian kawasan strategis
nasional, maka perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang dilaksanakan secara terpadu dengan kawasan Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur).

Sebagaimana kota-kota besar lain di dunia menghadapi tantangan global, khususnya


pemanasanglobal (global warming) dan perubahan iklim(climate change) yang
membutuhkan aksi perubahan iklim (climate action), baik aksi adaptasi maupun aksi mitigasi
yang perlu dituangkan dalam penataan ruang.

Jakarta berada dalam daerah kotadelta (delta city) sehingga pengaruh utama tantangan
dan kendala daerah delta melalui pengelolaan tata air, analisa resiko bencana, dan
perbaikan ekosistem, harus menjadi perhatian utama dalam penataan ruang.

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana diatur
dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 habis masa berlakunya pada tahun 2010,
perlu menetapkan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah untuk jangka waktu sampai dengan
tahun 2030.

Maka berdasarkan hal tersebut untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah 2011-2030.

Dimana tujuan penataan ruang Provinsi DKI Jakarta adalah untuk terciptanya ruang wilayah
yang menyediakan kualitas kehidupan kota yang produktif dan inovatif.

Selain itu juga demi terwujudnya pemanfaatan kawasan budi daya secara optimal dalam
rangka memenuhi kebutuhan 12.500.000 (dua belas juta lima ratus ribu) jiwa penduduk
yang persebarannya diarahkan sebanyak 9,2% di Kota Administrasi Jakarta Pusat, 18,6% di
Kota Administrasi Jakarta Utara, 24,1% di Kota Administrasi Jakarta Timur, 22,6% di Kota
Administrasi Jakarta Selatan, 25,3% di Kota Administrasi Jakarta Barat, 0,2.% di Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu serta meningkatkan produktivitas dan nilai tambah
perkotaan.

Untuk rencana struktur ruang sendiri terdiri atas, sistem pusat kegiatan, sistem dan jaringan
transportasi, sistem prasarana sumber daya air dan sistem serta jaringan utilitas perkotaan.
Rencana struktur ruang Provinsi DKI Jakarta merupakan perwujudan dan penjabaran dari
rencana struktur ruang kawasan perkotaan Jabodetabekpunjur.

Mengenai mitigasi bencana yang meliputi pemanfaatan dan pendayagunaan kawasan


evakuasi bencana, pemanfaatan dan pengelolaan ruang pada kawasan rawan banjir, serta
pengembangan sistem peringatan dini juga diatur dalam materi tersebut.

Perda itu juga memuat Peraturan Zonasi yang mengatur struktur ruang dan pola ruang
sistem pusat kegiatan, sistem dan jaringan transportasi, sistem prasarana sumber daya air,
sistem dan jaringan utilitas perkotaan, kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Sebagaimana sebuah perda, maka juga diatur lima kawasan dalam wilayah DKI Jakarta.
 Kawasan Sektor Informal, meliputi pengembangan dan pemeliharaan kawasan pusat
pedagang kaki lima dan usaha kecil menengah serta penyediaan ruang bagi sektor
informal dalam pengembangan pusat perniagaan dan perkantoran.

 kawasan permukiman meliputi pengembangan berdasarkan karakteristik kawasan,


disesuaikan dengan pengembangan kawasanTODserta pemanfaatan ruang di kawasan
strategis campuran pemukiman dapat berbentuk pita dansuperblockdengan proporsi
30-65 persen terkait resapan air.
 kawasan strategis kepentingan ekonomi, meliputi kegiatan perdagangan, jasa dan
campuran berintensitas tinggi untuk skala pelayanan nasional dan internasional. Lalu,
mengendalikan, membatasi dan mengurangi pembangunan berpola pita seperti ruko
sepanjang jalan kecuali di kawasan ekonomi berintensitas tinggi atau berlantai banyak.
 kawasan strategis kepentingan lingkungan, terdiri atas kawasan di sepanjang Kanal
Banjir Timur, Kanal Banjir Barat, dan Sungai Ciliwung.
 kawasan strategis kepentingan sosial budaya, meliputi, revitalisasi kawasan kota tua
sebagai pusat kegiatan pariwisata sejarah dan budaya, serta fokus kawasan di kota tua,
Taman Ismail Marzuki dan Menteng.
Untuk sanksi administrasi terhadap pelanggaran di bidang penataan ruang,
dilakukan secara berjenjang dalam bentuk peringatan tertulis, penghentian sementara
kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin,
pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi ruang hingga sanksi
administrasi.
Sedangkan sanksi pidana, meliputi pidana penjara dan dena terhadap pengurus atau
direksi atau penanggungjawab korporasi serta pidana dan pemberhentian secara tidak
hormat dari jabatannya bagi setiap pejabat pemerintah daerah yang diberi wewenang
menerbitkan izin tidak sesuai dengan RTRW.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat


Struktur Ruang Wilayah
Pasal 115
(1) Pusat kegiatan tersier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) huruf a, di Kota
Administrasi Jakarta Pusat ditetapkan sebagai berikut:
a. Kantor Walikota Jakarta Pusat sebagai pusat pemerintahan;
b. Kawasan Pasar Baru sebagai pusat perdagangan dan jasa;
c. Kawasan Cikini sebagai pusat perdagangan dan jasa;
d. Kawasan Bendungan Hilir sebagai pusat perdagangan, perkantoran dan jasa;
e. Kawasan Grosir Cempaka Putih sebagai pusat perdagangan dan jasa; dan
f. Kawasan Roxy sebagai pusat perdagangan dan jasa.

(2) Rencana pengembangan prasarana transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal


114 ayat (1) huruf b, di Kota Administrasi Jakarta Pusat dilaksanakan berdasarkan arahan
sebagai berikut:
a. pembatasan lalu lintas melalui penerapan kebijakan kawasan terbatas lalu lintas
(restricted zone) serta pengaturan perparkiran di kawasan Sawah Besar, Mangga Besar, dan
Gajah Mada-Hayam Wuruk;
b. pembangunan jaringan jalan lokal yang berfungsi sebagai jalan tembus dan jalan sejajar;
c. pembangunan jalan inspeksi sepanjang Sungai/Kali Sentiong, Kali Ciliwung, Kali Utan
Kayu, Kali Item, dan sepanjang jalur kereta api;
d. pembangunan fasilitas pejalan kaki termasuk penyeberangan di kawasan Senen dan
Tanah Abang serta tempat strategis lainnya dan daerah lainnya yang menghubungkan
fasilitas perpindahan angkutan umum massal ke pusat-pusat kegiatan;
e. pembangunan prasarana dan sarana transportasi terpadu ditetapkan pada titik-titik
transit pertemuan beberapa moda transportasi dengan menerapkan konsep TOD; penataan
moda angkutan umum yang disesuaikan dengan hierarki jalan;
f. penataan manajemen lalu lintas dan penyediaan kelengkapan sarana lalu lintas di
kawasan yang padat lalu lintas terutama di sekitar terminal bus dan stasiun kereta api;
g. peningkatan jalan untuk menunjang aksesibilitas pemadam kebakaran di setiap
kecamatan; dan penyediaan jalur khusus sepeda.

(3) Rencana pengembangan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 114 ayat (1) huruf c, di Kota Administrasi Jakarta Pusat dilaksanakan berdasarkan
arahan sebagai berikut:
a. pengembangan sistem prasarana air bersih melalui perluasan jaringan perpipaan pada
tiap kecamatan;
b. pemanfaatan waduk/situ sebagai penampungan air; dan
c. perluasan kawasan resapan air melalui penambahan RTH.

(4) Rencana pengembangan pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 114 ayat (1) huruf d, di Kota Administrasi Jakarta Pusat dilaksanakan berdasarkan
arahan sebagai berikut:
a. normalisasi sungai/kanal yang dilaksanakan di Kali Ciliwung, Kali Sentiong, Kali Item, Kali
Mati, Kanal Banjir Barat, Kali Duri, Kali Krukut, dan Kali Baru Barat;
b. pembangunan dan peningkatan kapasitas saluran drainase untuk mengatasi masalah
genangan air terutama di kawasan Sawah Besar, Mangga Besar, dan Jati Pinggir;
c. penataan bantaran sungai melalui penertiban bangunan illegal pada Kanal Banjir Barat,
Kali Duri, dan Kali Ciliwung;
d. pembangunan fisik diarahkan menghadap sungai;
e. pembangunan dan pemulihan kapasitas polder dan pemompaan di polder Cideng, Istana
Merdeka, Kali Item, Waduk Melati, Industri, Jatipinggir, Kartini, Mangga Dua Abdad,
Rajawali, Sumur Batu, dan Dukuh Atas;
f. pemulihan situ dilakukan di Situ Taman Ria Senayan dan Situ Lembang;
g. peningkatan kapasitas sungai, kanal, saluran penghubung, dan saluran lingkungan melalui
pengerukan; dan
h. pembangunan saluran/terowongan air dan ducting system dalam skala besar di
sepanjang jalur MRT Jalan Sudirman-Thamrin.

(5) Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), sebagaimana tercantum dalam Gambar 21
Lampiran I Peraturan Daerah ini.

Pola Ruang
Wilayah Pasal 116
(1) Pengembangan peruntukan ruang fungsi lindung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 114 ayat (3), di Kota Administrasi Jakarta Pusat meliputi:
a. kawasan perlindungan daerah bawahannya; dan
b. kawasan perlindungan setempat.

(2) Pengembangan peruntukan ruang fungsi budi daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
114 ayat (3), di Kota Administrasi Jakarta Pusat meliputi:
a. kawasan terbuka hijau budi daya;
b. kawasan perumahan dan fasilitasnya;
c. kawasan perumahan taman dan fasilitasnya;
d. kawasan perkantoran, perdagangan, jasa dan campuran;
e. kawasan perkantoran, perdagangan, jasa dan campuran taman;
f. kawasan pemerintahan, mencakup : kawasan pemerintahan nasional, kawasan perwakilan
negara/lembaga asing, dan kawasan pemerintahan daerah;
g. kawasan terbuka biru;
h. kawasan pelayanan umum dan sosial; dan
i. kawasan pariwisata.

Pasal 117
(1) Rencana pengembangan kawasan terbuka hijau budi daya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 116 ayat (2) huruf a, terdiri atas:
a. pengembangan hutan kota di Hutan Kota Kemayoran, sekitar Masjid Istiqlal dan Manggala
Wana Bhakti;
b. pengembangan taman kota dan taman lingkungan; dan
c. mengoptimalkan fungsi kawasan terbuka hijau lainnya di sepanjang jalur kereta api, dan
sepanjang jaringan transmisi tenaga listrik.

(2) Rencana pengembangan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
diarahkan pada penataan dan pelestarian hutan kota dalam pengendalian pencemaran dan
resapan air di sekitar Waduk Kemayoran.
(3) Rencana pengembangan taman kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
dilaksanakan di kawasan sebagai berikut:
a. pelestarian taman kota di kawasan Taman Monumen Nasional, Taman Lapangan Banteng,
Kompleks Istana Negara dan Istana Merdeka, Taman Suropati, Taman Menteng dan
Kompleks MPR/ DPR;
b. pengembangan taman kota dan taman lingkungan serta taman rumah/taman bangunan
di Kompleks Olahraga Senayan dan Stadion Kuningan serta lahan hijau pemakaman;
c. pelestarian dan meningkatkan kuantitas dan kualitas RTH;
d. pengamanan kawasan terbuka hijau dengan tidak mengubah fungsi dan peruntukan RTH
Publik;
e. penanaman pohon pelindung di halaman rumah, ruas jalan, dan pinggir sungai;
f. pengembangan jalur hijau di kawasan Gambir dan Tanah Abang;
g. pengembangan jalur hijau jalan, tepian sungai dan kanal, jalur rel kereta api, jalur hijau
pengaman rel kereta api atau jaringan transmisi tenaga listrik;
h. pengembangan taman lingkungan dan jalur hijau sebagai sarana resapan air, pengendali
polusi udara, sarana social warga, dan estetika kota di kawasan permukiman Kecamatan
Tanah Abang, Cempaka Putih, Johar Baru, dan Kemayoran;
i. pelestarian taman lingkungan di kawasan permukiman melalui program perbaikan dan
peremajaan lingkungan dengan melibatkan masyarakat;
j. penanaman dan pemeliharaan tanaman berbiji di koridor yang menjadi habitat burung di
kawasan Bandar Kemayoran, Lapangan Banteng, Taman Monumen Nasional, Kompleks
Olahraga Senayan, tepi dan median Jalan Sudirman serta Jalan MH Thamrin; dan
k. pembangunan dan pemeliharaan taman lingkungan di kawasan permukiman Cempaka
Putih, Menteng, Johar Baru, Kemayoran, dan Tanah Abang sebagai resapan air, estetika
kota, dan sarana social.
Permasalahan Dalam Penerapan Tata Ruang Di Wilayah Kota Jakarta
Padatnya Jakarta, menimbulkan masalah. Polusi, kemacetan, banjir, hingga pemukiman
kumuh dan sesak pun tak terelakkan. Tahun lalu, 50 lapak pemulung di Jalan Kemang Utara
Raya RT 011 RW 004, tepatnya dekat Pasar Kambing, Jakarta Selatan, ludes terbakar. Ini
adalah pemukiman kumuh padat penduduk.  Belum lagi masalah banjir yang sudah menjadi
makanan tahunan warga Jakarta.
Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari naiknya air laut hingga meluapnya kali
Ciliwung. Alhasil, sebagian warga mempersepsikan Jakarta sebagai kota yang tidak
nyaman ditinggali. Berdasarkan Indonesia Most Livable City Index 2017 keluaran Ikatan
Ahli Perencanaan (IAP) di 26 kota, Jakarta menempati peringkat ke-15 dan masuk dalam
kategori rata-rata livability city (kota layak huni) dengan nilai 62,6 persen.
Jakarta kalah jauh bila dibandingkan dengan Solo, yang menduduki peringkat pertama
dengan nilai index livability di atas rata-rata yakni 66,9 persen. Bahkan Tanggerang
Selatan berada di posisi ke-5.  Bukan hanya masalah ketidaknyamanan kotanya, dari segi
keamanan pun Jakarta terbilang rentan. The Economist Intelligence Unit (EIU)
menempatkan Jakarta di level 43 dalam Safe City Index 2021 di antara 60 kota dunia
yang disurvei. Ada 76 indikator penelitian yang terbagi dalam lima pilar yaitu keamanan
digital, keamanan kesehatan, keamanan infrastruktur, keamanan pribadi, serta
keamanan lingkungan. Tak hanya itu, kerentanan Jakarta juga dilihat dari sisi ancaman
geologi dan hidro-meteorologi.  Fitch Solutions Country Risk & Industry Research
melaporkan, Jakarta bisa tenggelam pada tahun 2050.
Salah satu faktor penyebabnya adalah pembangunan yang masif.  Melihat seluruh
kompleksitas permasalahan ini, tidaklah mengherankan bila Jakarta dicap sebagai kota
dengan tata ruang terburuk oleh seorang lulusan planologi India dalam platform
bertajuk Re-Thinking the Future.

Menurut Ketua Majelis Kode Etik IAP Bernardus Djonoputro, kompleksnya masalah
Jakarta adalah karena persoalan penataan kota yang perlu dibenahi. Ia mengakui
berdasarkan perencanaan kota yang diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 26 tahun
2007 tentang penataan ruang, Jakarta sudah sangat baik “Sekarang Jakarta memiliki
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jakarta 2030. Bila dibandingkan dengan kota
lain di Indonesia, Jakarta sudah advanced. Namun persoalannya, apakah dalam RTRW itu
sudah dijalankan dengan baik,” ujar Bernie kepada Kompas.com, Senin (23/8/2021).
Bernie mencontohkan soal aturan-aturan kepadatan dan ketinggian bangunan
serta pengendalian yang belum diikuti dengan baik di lapangan. Ada juga masalah
penyimpangann pembangunan. Misalnya, lahan yang awalnya direncanakan sebagai
ruang terbuka hijau bisa berubah menjadi kompleks perumahan dalam perjalanannya. 
“Sekarang, Jakarta sedang melakukan revisi tentang rencana detil tata ruang. Jakarta
harus segera lakukan perubahan besar-besaran terhadap detil tata ruangnya terutama
dikaitkan dengan perencanaan infrastuktur dasar modern untuk urban transportasi
kota,” jelasnya. Spesifiknya, menurut Bernie, seperti pengembangan MRT Jakarta
melalui jalur barat-timur dan kelanjutan jalur utara-selatan sampai dengan Ancol.
Kemudian restrukturisasi fungsi jalan provinsi dan jalan nasional sehingga pola
perjalanan masyarakat lebih ke transport publik dari pada personal transport.

“Pasca Covid-19 ini kelihatannya Jakarta juga harus merevisi RTRW terkait redefenisi
dari kawasan padat penduduk. Ini dilakukan untuk menghadapi masalah di kawasan-
kawasan padat,” tambahnya. Bernie juga menyarankan Pemerintah Provinsi (Pemprov)
DKI Jakarta untuk melakukan perubahan rencana mengenai penataan 13 sungai di
Jakarta sehingga lebih siaga terhadap bencana. Kendati demikian, penangaanan sungai
sebetulnya bukan di kota Jakarta, karena pemerintah hanya merevitalisasinya.
Namun harus berkoordinasi dengan pemerintah kota Tanggerang, Bekasi, Cianjur dan
Bogor agar ada normalisasi di hulu. Menanggapi kemungkinan Jakarta tenggelam tahun
2050 seperti laporan dari Fitch Solutions Country Risk & Industry Research, Bernie
menyarankan dilakukannya pendekatan secara teknikal dan aturan. “Potensi
tenggelamnya sebuah kota dipengaruhi oleh beberapa faktor misanya sea water rise,
inundation (penggenangan) dan pengambilan air tanah besar-besaran di kota sehingga
air tanah turun," urainya.

Beberapa titik di Jakarta yang memang kritikal, harus segera dibenahi karena memang
belum terlihat dalam RTRW Kota Jakarta 2030. Pemerintah harus segera mengindetifikasi
titik-titik rawan tersebut melakukan upaya maksimal unk menajaga dengan pendekatan
engginering maupun pendekatan aturan. "Seperti konsisten terhadap maksimum
pemanfaatan ruang di lokasi tersebut maupun aturan-aturan berkaitan dengan
pengambilan air tanah," imbuh Bernie.

25 Persen Kampung Kumuh Hal senada dikatakan Ketua IAP Jakarta Dhani Muttaqin.
Dalam menghadapi persoalan Jakarta yang cukup kompleks, Pemprov DKI Jakarta telah
melakukan cukup banyak upaya untuk memperbaikinya.  Contohnya saja implementasi
Pasal 29 ayat 2 Undang-undang (UU) Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
disebutkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari
luas wilayah kota. Meski terus berupaya, Jakarta masih berutang pada proporsi ideal
ruang terbuka hijau ini dengan hanya 9-10 persen. "Tapi saya lihat dalam 5-10 tahun
terakhir, ada upaya untuk meningatkan
ruang-ruang terbuka melalui pembukaan taman baru baik berupa program-program dari
pusat dan daerah. Memang sudah ada progres meski cukup jauh dari target," urai Dhani.
Sementara adanya terobosan jalur transportasi massal berupa busway hingga MRT,
merupakan langkah mengurai kemacetan dan mengurangi penggunaan kendaraan
pribadi.  Bebicara soal quality of life, Dhani mengakui Jakarta memang sebuah kota
global. Namun, di tengah modernitas itu, 50 persen wilayah Jakarta merupakan
kampung. Dari total wilayah kampung ini, 25 persennya adalah kampung kumuh.  "Nah,
penataan kawasan kampung kumuh secara bertahap juga telah dilakukan baik secara
aturan maupun pembangunan rumah susun, sedang dalam progres," papar Dhani. 
Sementara untuk menanggulangi masalah banjir, Dhani menyarankan pemerintah
mengatur regulasi pengambilan air tanah yang merupakan salah satu penyebab banjir di
Jakarta.  "Ke depanya untuk ekstraksi air tanah harus diatur lebih tertata bahkan kalau
mungkin dialarang pada pada area-area yang kritis," imbuh dia
Di sisi lain sumber air baru di Jakarta masih kurang. Karena itu, pemerintah bisa
menyuplai air baku baik itu melalui di waduk Jati Luhur atau waduk Karian Banten
tentunya dengan sistem perpipaan yang baik pula. Melihat begitu kompleksya
permasalahan di Jakarta, tentunya warga berharap pemerintah baik Pemprov DKI
maupun Pemerintah Pusat bisa mengambil langkah-langkah strategis yang berdampak
kepada kepentingan rakyat.  Tak hanya soal warganya, juga memperhatikan soal daya
dukung lingkungan Jakarta dengan pembangunan yang berpihak pada lingkungan. 
Pemerintah tak bisa berjalan sendiri. Tanpa bantuan warganya, usaha mereka akan
percuma. Karena itu, warga bisa mulai membantu dengan melakukan hal-hal kecil.
Seperti lebih memperhatikan lingkungan dan mulai beralih untuk menggunakan
transportasi publik. Dengan begitu, Jakarta akan menjadi lebih layak huni.

Kesimpulan

Berlakunya otonomi daerah yang paling penting bagi pembangunan daerah ini
adalah meningkatkan motivasi daerah untuk memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi,
melalui pemberdayaan potensi ekonomi lokal denganmengembangkan kegiatan yang
berdasarkan potensi daerah dan memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan daerah yang memiliki potensi
ekonomi lokal yang melimpah akan semakin kaya, sedangkan daerah yang memiliki
potensi ekonomi lokal yang terbatas akan semakin miskin. Apabila kondisi tersebut
dibiarkan maka akan semakin meningkatkan kesenjangan antardaerah karena kegiatan
ekonomi akan menumpuk di daerah tertentu, sedangkan daerah lain akan semakin
ketinggalan. Ketimpangan pembangunan antarwilayah merupakan fenomena umum
yang terjadi dalam proses pembangunan suatu daerah. Akibat dari perbedaan ini
kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong
proses pembangunan juga berbeda. Karena itu pada setiap daerah biasanya terdapat
wilayah relatif maju (developed region) dan wilayah relatif terbelakang (underdeveloped
region).

Anda mungkin juga menyukai