Anda di halaman 1dari 38

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA YOGYAKARTA

Disusun oleh :
Bramista Februardhea Putra
nim: 030329379

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa


wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/ atau aspek
fungsional. Aspek administratif wilayah didasarkan pada pendekatan wilayah dengan
batasan administratif dan kebijakan otonomi suatu daerah yang memiliki wewenang dalam
penyelenggaraan penataan ruang, yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Berdasarkan pendekatan wilayah
administratif tersebut, penataan ruang di Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas
tata ruang wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah kabupaten, dan wilayah kota.
Masing-masing wilayah administratif tersebut merupakan suatu subsistem ruang yang di
dalamnya terdapat sumber daya alam dan sumber data manusia dengan berbagai macam
kegiatan pemanfaatan ruang yang berbeda-beda.
Di sisi lain, aspek fungsional wilayah adalah perbatasan wilayah berdasarkan pada
keterkaitan atau hubungan antar sub-sub wilayah yang ada di dalamnya. Hal ini sering kali
dikaitkan dengan hubungan antara wilayah inti dengan wilayah hinterland-nya. Wilayah
inti (pusat wilayah) berfungsi sebagai tempat konsentrasinya penduduk (permukiman),
pusat pelayanan terhadap hinterland, pasar bagi komoditas pertanian maupun industri, dan
lokasi pemusatan industri manufaktur. Sedangkan wilayah hinterland memiliki fungsi
sebagai: pemasok (produsen) bahan-bahan mentah atau bahan baku, pemasok tenaga kerja
melalui proses urbanisasi dan commuting (penglaju), daerah pemasaran barang dan jasa
industri manufaktur, dan penjaga keseimbangan ekologis.
Pada dasarnya, perencanaan wilayah memiliki sifat-sifat yang sama dengan
perencanaan pembangunan pada umumnya, hanya saja perencanaan wilayah dikaitkan
dengan suatu daerah tertentu. Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, yang dimaksud dengan perencanaan wilayah terkait dengan penataan ruang
wilayah, yang memiliki tujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional. Menurut Friedman (1967) perencanaan wilayah adalah proses perumusan dan
penegasan tujuan-tujuan sosial dan ekonomi dalam berbagai kegiatan dalam ruang yang
lebih besar dibandingkan dengan wilayah kota (biasanya disebut supra-urban).
Perencanaan wilayah dapat dipandang sebagai suatu perencanaan penghubung yaitu suatu
perencanaan yang menghubungkan antara perencanaan di tingkat nasional dengan
perencanaan yang ada di tingkat lokal agar terjadi keselarasan antara tujuan-tujuan yang
dibuat di tingkat nasional dengan tujuan-tujuan yang ada di tingkat masyarakat (lokal).
Perencanaan wilayah diharapkan dapat menghasilkan satu rencana tata ruang yang mampu
mengalokasikan berbagai fungsi kegiatan sesuai dengan kebutuhan. Rencana tata ruang
sebagai produk perencanaan tingkat wilayah berfungsi sebagai pedoman, yang menjadi
acuan pemerintah untuk melakukan kegiatan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Agar tujuan penyusunan rencana tata ruang wilayah dapat tercapai, maka
perencanaan wilayah harus memberikan gambaran mengenai berbagai kegiatan dan fungsi
yang akan berkembang di masa yang akan datang.
Glasson (1978) menggambarkan proses perencanaan wilayah melalui beberapa
tahapan, sebagai berikut:
1. Identifikasi permasalahan. Proses perencanaan wilayah diawali dengan
penggambaran kondisi wilayah perencanaan untuk dapat merumuskan permasalahan
yang dihadapi, dimana permasalahan ini diperoleh dengan kegiatan pengumpulan
data baik secara primer maupun sekunder.
2. Perumusan tujuan dan sasaran. Tujuan dan sasaran ini mengacu pada solusi
terhadap permasalahan yang telah diidentifikasi.
3. Identifikasi kendala dan hambatan yang ada pada saat ini maupun yang mungkin
dihadapi pada masa yang akan datang.
4. Memproyeksikan berbagai kondisi yang mungkin terjadi, baik yang dapat
diperkirakan ataupun tidak.
5. Mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai alternatif yang dapat dilakukan
untuk mencapai sasaran.
6. Menentukan alternatif pilihan.
7. Merumuskan kebijakan dan strategi yang dapat diimplementasikan.
Terkait tahapan-tahapan perencanaan di atas, perencanaan wilayah ini bertujuan
untuk menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW Kota). RTRW Kota
merupakan penjabaran dari RTRW Provinsi ke dalam kebijakan dan strategi
pengembangan wilayah kota sesuai dengan fungsi dan peranannya di dalam rencana
pengembangan wilayah provinsi secara keseluruhan. Menurut UUPR, RTRW Kota adalah
rencana tata ruang yang bersifat umum pada wilayah kota, berisi tujuan, kebijakan, strategi
penataan ruang, rencana struktur ruang, rencana pola ruang, penetapan kawasan strategis
kota, arahan pemanfaatan ruang, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kota.
Berdasarkan tujuan perencanaan wilayah di atas, maka Kota Yogyakarta akan
diambil sebagai wilayah studi. Kota Yogyakarta seperti yang disebutkan dalam RTRWP
DIY tahun 2019-2039 ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional atau PKN yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
Kota Yogyakarta merupakan Ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak di bagian
tengah, tepatnya di antara Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman. Hal tersebut
menjadikan lokasi Kota Yogyakarta sangat strategis. Fungsi wilayah Kota Yogyakarta
tidak hanya sebagai pusat pelayanan politik dan administrasi, tetapi juga sebagai pusat
kegiatan ekonomi, jasa pelayanan, dan sosial budaya.
Namun tidak terlepas dari potensi yang dimilikinya, terdapat pula beberapa isu yang
berkembang di Kota Yogyakarta yang ditinjau dari aspek ekonomi, aspek sosial, aspek
sarana dan prasarana serta pemanfaatan lahan yang ada di wilayah tersebut. Salah satu dari
isu tersebut adalah perlunya peningkatan atau pengembangan kualitas infrastruktur yang
berada di Kota Yogyakarta, baik peningkatan dalam sistem infrastruktur jalan, jembatan,
jaringan energi, jaringan telekomunikasi, sistem drainase, pembangunan sumber daya air,
jaringan persampahan, pengolahan limbah, dan pengembangan jaringan air bersih.
Pengembangan infrastruktur ini sangat penting karena akan mempengaruhi perkembangan
sektor ekonomi, seperti perdagangan dan industri, baik dalam kota maupun antar daerah.
Adanya infrastruktur yang baik, juga akan meningkatkan daya tarik wisatawan, terlebih
Kota Yogyakarta dikenal sebagai kota wisata.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka proposal ini dimaksudkan untuk menyusun
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Yogyakarta dan permasalahan yang ada di
Kota Yogyakarta, karakteristik perkembangan kota, kondisi kota, serta kondisi masyarakat
Kota Yogyakarta. Potensi dan masalah tersebut mencakup aspek fisik dan sumber daya
alam, ekonomi, sarana dan prasarana, sosial budaya, dan kependudukan.

1.3 Tujuan dan Sasaran

1.3.1 Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, proposal ini bertujuan untuk menyusun


rencana dan arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota Yogyakarta berdasarkan
potensi yang ada, serta untuk mengidentifikasi isu dan permasalahan yang
berkembang di Kota Yogyakarta, sehingga dapat dilakukan analisis terkait dengan
potensi dan masalah untuk dilakukan proses pada tahap perencanaan dan
merumuskan masalah.

1.3.2 Sasaran

Untuk mencapai tujuan di atas, maka sasaran yang akan dicapai yaitu sebagai
berikut:
1. Menentukan delineasi batas wilayah perencanaan secara makro dan
mikro sebagai wilayah studi dalam perencanaan.
2. Merumuskan konsep dan rencana pengumpulan data yang meliputi daftar
kebutuhan data, metode dan teknik yang digunakan dalam proses
pengumpulan, pengolahan, dan analisis data dalam pengenalan isu dan
masalah.
3. Menyusun rencana alokasi mobilisasi dan manajemen lapangan untuk
mendukung efisiensi dan efektivitas dalam proses perencanaan.
4. Menyusun sistem basis data wilayah dengan melakukan kompilasi,
klasifikasi, dan organisasi terhadap data yang telah terkumpul.
5. Menyusun identifikasi terkait dengan aspek fisik lingkungan dan
penggunaan lahan, aspek demografi, aspek sarana, prasarana dan utilitas,
aspek kebijakan dan kelembagaan, dan aspek sosial ekonomi sehingga
dapat mengindikasikan potensi dan masalah yang terdapat di Kota
Yogyakarta untuk selanjutnya dapat dilakukan penyusunan perencanaan
wilayah pada tahap selanjutnya.
1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pembahasan dalam penyusunan proposal teknis terdiri dari ruang
lingkup wilayah dan ruang lingkup materi.

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibu kota Provinsi DIY dan


merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus kota di samping 4 daerah
tingkat II lainnya yang berstatus kabupaten. Kota Yogyakarta terletak di tengah-
tengah Provinsi DIY, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kabupaten Sleman
Sebelah timur : Kabupaten Bantul & Kabupaten Sleman
Sebelah selatan : Kabupaten Bantul
Sebelah barat : Kabupaten Bantul & Kabupaten Sleman
Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110o 24’ 19” sampai 110o 28’ 53” Bujur
Timur dan 7o 15’ 24” sampai 7o 49’ 26” Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata
114 m di atas permukaan laut.
Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan
daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah
Provinsi DIY. Dengan luas 3,250 km² tersebut, Kota Yogyakarta terbagi menjadi 14
kecamatan, 45 kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh 428.282 jiwa
(sumber data dari SIAK per tanggal 28 Februari 2013) dengan kepadatan rata-rata
13.177 jiwa/ km².
Pertambahan penduduk kota dari tahun ke tahun cukup tinggi, pada akhir
tahun 1999 jumlah penduduk kota 490.433 jiwa dan sampai pada akhir Juni 2000
tercatat penduduk Kota Yogyakarta sebanyak 493.903 jiwa dengan tingkat kepadatan
rata-rata 15.197/ km².  Angka harapan hidup penduduk Kota Yogyakarta menurut
jenis kelamin, laki-laki usia 72,25 tahun dan perempuan usia 76,31 tahun.
Secara garis besar, Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari
barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1º, serta
terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu :
1. Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong
2. Bagian tengah adalah Sungai Code
3. Sebelah barat adalah Sungai Winongo
Kondisi tanah di Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan untuk
ditanami berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan. Hal tersebut disebabkan
oleh letaknya yang berada di dataran lereng Gunung Merapi (fluvial volcanic foot
plain) yang garis besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis muda.
Sejalan dengan perkembangan perkotaan dan permukiman yang pesat, lahan
pertanian kota setiap tahun mengalami penyusutan.  Data tahun 1999 menunjukkan
penyusutan 7,8% dari luas area Kota Yogyakarta (3.249,75) karena beralih fungsi,
(lahan pekarangan).
Kota Yogyakarta memiliki tipe iklim “AM dan AW” dengan curah hujan
rata-rata 2.012 mm/ tahun dengan 119 hari hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan
kelembapan rata-rata 24,7%.  Angin pada umumnya bertiup angin muson dan pada
musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah 220°  bersifat basah dan
mendatangkan hujan, pada musim kemarau bertiup angin muson tenggara yang agak
kering dengan arah ± 90° - 140° dengan rata-rata kecepatan 5-16 knot/ jam.
1.4.2 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi penyusunan kegiatan adalah sebagai berikut:


1. Aspek fisik wilayah dan lingkungan mencakup letak geografis dan luas
wilayah, topografi, kelerengan, jenis tanah, potensi bencana, curah hujan,
jenis penggunaan lahan, kesesuaian lahan pertanian (tanaman pangan,
perkebunan), dan seterusnya.
2. Aspek sosial budaya dan kependudukan mencakup jumlah penduduk,
kepadatan, proporsi penduduk, komposisi penduduk (jumlah penduduk
berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, agama, dan tingkat
kesejahteraan), proyeksi jumlah penduduk, serta tradisi/ kegiatan sosial
yang masih ada di tengah masyarakat
3. Aspek ekonomi mencakup basis ekonomi wilayah, pertumbuhan
ekonomi wilayah, prasarana dan sarana penunjang, penyerapan tenaga
kerja, sektor basis yang memiliki keunggulan, dan persebaran kegiatan
ekonomi.
4. Aspek sarana dan prasarana mencakup jumlah, jenis dan persebaran
sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana
perdagangan dan perniagaan, sarana kebudayaan dan rekreasi, sarana
ruang terbuka, hierarki jalan, kelas jalan, status jalan, kondisi jalan, jenis
perkerasan jalan, lebar dan panjang jalan, jenis langganan listrik menurut
pembayarannya, jenis sumber air bersih, jumlah pelanggan PDAM,
kondisi pelayanan PDAM, jenis konstruksi drainase, hierarki drainase,
ketersediaan drainase, kondisi drainase, jenis pengelolaan sampah,
jumlah pelanggan telekomunikasi, kondisi pelayanan, sistem sanitasi, dan
kepemilikan sanitasi.
5. Aspek kelembagaan, pembiayaan dan kebijakan pemerintah
mencakup jenis kelembagaan instansi pemerintahan di Kota Yogyakarta,
sumber penerimaan daerah dan alokasi pembiayaan, kedudukan wilayah
Kota Yogyakarta dalam lingkup wilayah yang lebih luas (nasional dan
regional), serta kebijakan pemerintah terkait peruntukan guna lahan,
kependudukan, penanganan masalah lingkungan, serta visi dan misi
wilayah studi.
1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari Proposal Teknis Studio Perencanaan Wilayah adalah


sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup
yang terbagi menjadi ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, kerangka
berpikir, serta sistematika penulisan.

BAB 2 GAMBARAN AWAL WILAYAH STUDI


Gambaran awal wilayah studi terdiri dari konstelasi wilayah dan profil wilayah
berdasarkan aspek fisik lingkungan dan penatagunaan lahan, aspek demografi, aspek
sarana, prasarana dan utilitas, aspek kebijakan dan kelembagaan, dan aspek sosial
ekonomi.

BAB 3 TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Teknik pengumpulan data terdiri dari kebutuhan data; metode dan teknik yang
digunakan, yang terdiri dari pengumpulan dan pengolahan data; analisis data dan
pengenalan masalah; serta preparat untuk kegiatan.

BAB 4 RENCANA MOBILISASI DAN MANAJEMEN LAPANGAN


Rencana mobilisasi dan manajemen lapangan terdiri dari jadwal kegiatan kerja,
jadwal kegiatan lapangan, alokasi atau mobilisasi personil, organisasi kerja dan
rencana anggaran.
BAB II

GAMBARAN WILAYAH STUDI

2.1 Karakteristik Wilayah Studi

Dalam proposal teknis ini, akan dibahas lebih mendalam mengenai wilayah studi
Kota Yogyakarta guna menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW Kota), yang
meliputi aspek lingkungan dan penggunaan lahan, aspek demografi, aspek sarana,
prasarana dan utilitas, aspek kebijakan, dan aspek sosial ekonomi.

2.1.1 Aspek Lingkungan dan Penggunaan Lahan

Aspek lingkungan berisikan informasi tentang sebaran kondisi jenis tanah,


kemiringan lereng, lahan basah, hutan, dan lain-lain. Selain itu, aspek lingkungan
juga memuat informasi tentang karakteristik permukaan lahan dan di bawah
permukaan (kondisi geologi), daerah longsor, daerah rawan banjir, kondisi aliran
sungai, kondisi atmosfir, serta kondisi polusi air dan udara.
Secara administrasi, Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan 45
kelurahan. Ketinggian wilayah Kota Yogyakarta dari permukaan air laut dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu wilayah dengan ketinggian <100 m dan wilayah
dengan ketinggian 100-199 m dari permukaan laut (dpl). Diketahui bahwa wilayah
Kota Yogyakarta dengan ketinggian 100-199 mdpl cenderung berada di kecamatan-
kecamatan yang berada di wilayah Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan wilayah
dengan ketinggian <100 mdpl cenderung berada di kecamatan-kecamatan yang
berada di bagian selatan Kota Yogyakarta. Hal ini menunjukkan adanya
kecenderungan topografi Kota Yogyakarta yang semakin rendah dari utara ke
selatan.
Kota Yogyakarta yang terletak di daerah dataran lereng Gunung Merapi,
sebagian besar tanahnya berupa tanah regosol atau vulkanis muda. Tanah regosol
merupakan tanah hasil erupsi gunung berapi yang cenderung subur, tekstur tanahnya
kasar, berbutir kasar, peka terhadap erosi, berwarna keabuan, kaya unsur hara,
cenderung gembur, dan mudah tererosi. Jenis tanah ini mudah meresapkan air
permukaan, sehingga dalam kondisi tertentu mampu berfungsi sebagai media
perkolasi yang baik bagi imbuhan air tanah. Kondisi tanah Kota Yogyakarta
terbilang cukup subur dan memungkinkan untuk ditanami berbagai jenis tanaman
pertanian. Formasi geologi yang terdapat di Kota Yogyakarta adalah batuan sedimen
old andesite (batuan sedimen andesit tua). Terdapat tiga sungai yang mengalir dari
arah utara ke selatan, yakni Sungai Code yang mengalir di bagian tengah kota,
Sungai Winongo yang mengalir di bagian barat kota, dan Sungai Gajah Wong yang
mengalir di bagian timur Kota Yogyakarta.
Wilayah Kota Yogyakarta adalah bagian dari dataran kaki fluvio vulkanik
Merapi yang mempunyai potensi sumber daya air tanah dan air permukaan yang
cukup besar. Besarnya potensi air permukaan disebabkan oleh adanya tiga daerah
aliran sungai (DAS) yang membelah Kota Yogyakarta dari utara ke selatan, yaitu
DAS Winongo, Code, dan Gajah Wong. Sumber air permukaan juga terdapat di
lereng Gunung Merapi, yaitu berupa sumber-sumber mata air yang kini sudah
dimanfaatkan untuk pengadaan air bersih bagi Kota Yogyakarta oleh PDAM
Tirtamarta, yaitu sumber Mata Air Umbul Wadon dan Kali Kuning. Tangkapan
hujan (recharge area) bagi air tanah di Kota Yogyakarta berada di lereng Gunung
Merapi dan mengalir lewat akuifer lereng Merapi hingga Graben Bantul. Kedalaman
air tanah antara 0,5-20 meter, semakin ke selatan muka air tanah semakin dangkal.
Pemanfaatan air tanah oleh penduduk Kota Yogyakarta secara mandiri, sebagian
besar berupa sumur dangkal.
Secara umum, rata-rata curah hujan di Kota Yogyakarta selama tahun 2020
berdasarkan data BPS, yaitu sebanyak 197.68 mm3 per bulan dengan curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Maret, yaitu sebanyak 516,8 mm 3. Hari hujan terbanyak
terjadi pada bulan Februari, yakni sebanyak 24 hari. Kelembaban udara rata-rata
cukup tinggi dan yang terendah terjadi pada bulan September sebesar 69,20%.
Sedangkan rata-rata tekanan udara pada tahun 2020 sebesar 996,6 mb.
Ditinjau dari faktor geografis, letak dan kondisi geomorfologis Kota
Yogyakarta memberikan berbagai keuntungan sekaligus juga menimbulkan potensi
masalah terkait kerawanan terhadap risiko bencana yang mungkin terjadi. Ancaman
bencana yang mungkin terjadi akibat kondisi geografis Kota Yogyakarta adalah
sebagai berikut:
1. Kerawanan Bencana Letusan Gunung Berapi
2. Kerawanan Bencana Gempa Bumi
3. Kerawanan Bencana Tanah Longsor
4. Kerawanan Bencana Banjir Lahar Dingin
5. Kerawanan Bencana Cuaca Ekstrem
6. Rawan Bencana Kebakaran
Aspek penggunaan lahan berisikan informasi mengenai keberadaan suatu
wilayah dalam memanfaatkan lahannya. Kota Yogyakarta merupakan wilayah
perkotaan yang mempunyai kegiatan utama bukan pada sektor pertanian (sektor
primer), namun dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi (sektor tersier). Jenis penggunaan lahan di Kota Yogyakarta
ditunjukkan oleh tabel di bawah ini.

Tabel II. 1 Jenis Penggunaan Lahan di Kota Yogyakarta Tahun 2018-2020

No Luas (Ha)
Jenis Penggunaan Lahan
. 2018 2019 2020
1. Perumahan 2.101,2443 2.101,5661 2.102,60
2. Jasa 281,8367 284,5767 284,75
3. Perusahaan 311,5396 311,6901 311,85
4. Industri 52,2337 52,2337 52,23
5. Pertanian 100,4514 97,4808 96,87
6. Non Produktif 14,5340 14,2923 13,49
7. Lain-Lain 388,1603 388,1603 388,22
Total 3.250,00 3.250,00 3.250,00
Sumber: BPS Kota Yogyakarta dalam Angka 2021

Fungsi Kota Yogyakarta yang bukan sebagai sektor primer yang mewadahi
sektor produksi seperti pertanian, menyebabkan luas peruntukan lahan pertanian dan
non produktif di Kota Yogyakarta dalam kurun waktu tahun ke tahun mengalami
penurunan, dimana hal ini dipengaruhi oleh alih fungsi lahan pertanian untuk jasa
dan perumahan.
Kota Yogyakarta juga mengalami keterbatasan lahan untuk melakukan
penghijauan. Di sisi lain, penghijauan merupakan salah satu alternatif untuk
mengurangi polusi udara perkotaan. Strategi penyelesaian masalah tersebut dapat
dilakukan dengan menambah luasan ruang terbuka hijau (RTH) yang terfokus pada
penambahan pohon perindang jalur hijau, sehingga mengurangi emisi gas buang
kendaraan. Bersinergi dengan Program Pengelolaan RTH Publik, strategi
penyelesaian masalah tentang ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dengan
RTRW dapat dilakukan dengan cara melakukan peninjauan ulang RTRW dan
diberlakukan kebijakan tentang ketentuan dominasi pada suatu cakupan wilayah.
Misalnya, pada lahan peruntukkan perdagangan bisa saja digunakan sebagai
permukiman, namun dominasinya harus tetap untuk perdagangan.

2.1.2 Aspek Demografi

Kependudukan merupakan salah satu elemen dasar yang berkaitan dengan


wilayah. Perkiraan mengenai kependudukan menurut berbagai karakteristik jumlah
dan komposisi penduduk pada suatu wilayah merupakan input dari pembangunan
yang sangat penting bagi rencana-rencana seperti permintaan akan barang dan jasa
pelayanan serta kebutuhan akan lahan di masa yang akan datang.
Penduduk dalam suatu wilayah merupakan potensi sumber daya manusia
(SDM) yang dibutuhkan dalam proses pembangunan, di samping juga sebagai
penerima manfaat pembangunan. Dalam konteks pengembangan wilayah, penduduk
sebagai potensi sumber daya manusia berperan untuk mengelola dan memanfaatkan
sumber daya yang ada di wilayahnya secara bijaksana dan berkelanjutan.
Peran penduduk dalam pembangunan adalah sebagai subyek dan obyek
pembangunan. Selain itu, penduduk juga dapat menjadi potensi dan beban
pembangunan. Jumlah penduduk akan menjadi potensi pembangunan apabila disertai
dengan kualitas yang tinggi, sebaliknya apabila memiliki kualitas yang rendah maka
penduduk menjadi beban pembangunan.
Berdasarkan BPS Kota Yogyakarta dalam angka 2021, jumlah penduduk di
Kota Yogyakarta mencapai 373.589 jiwa dengan kepadatan penduduk 11.495 jiwa/
km2. Penduduk laki-laki pada tahun 2020 berjumlah 182.019 jiwa dan penduduk
perempuan berjumlah 191.570 jiwa. Angka sex ratio penduduk Kota Yogyakarta
adalah 95,01% yang artinya banyaknya penduduk masih didominasi perempuan
daripada laki-laki. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Umbulharjo
yakni sebanyak 68.170 jiwa dan yang paling sedikit di Kecamatan Pakualaman
dengan jumlah 9.148 jiwa.
Kepadatan penduduk digunakan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah
penduduk per satuan luas wilayah. Pada tahun 2020, kecamatan dengan kepadatan
penduduk terbesar di Kota Yogyakarta adalah Kecamatan Ngampilan dengan besaran
18.729 jiwa/ km2. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terkecil adalah
Kecamatan Umbulharjo dengan angka kepadatan sebesar 8.395 jiwa/ km 2. Kepadatan
penduduk akan terus meningkat, hal ini dikarenakan luas wilayah yang tetap, tetapi
jumlah penduduk bertambah dari tahun sebelumnya, namun berdasarkan data BPS
Kota Yogyakarta jumlah penduduk dan kepadatan penduduk mulai menurun di tahun
2020.

Tabel II. 2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kota Yogyakarta


Tahun 2016-2020

No
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/ km2)
.
1. 2016 417.744 12.854
2. 2017 422.732 13.007
3. 2018 427.498 13.154
4. 2019 414.055 12.740
5. 2020 373.589 11.495
Sumber: BPS Kota Yogyakarta Tahun 2017-2021

Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah


tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Indikator tingkat
pertumbuhan penduduk sangat berguna untuk memprediksi jumlah penduduk
sehingga akan diketahui pula kebutuhan dasar penduduk seperti fasilitas pelayanan
publik dan sebagainya. Secara umum, jumlah penduduk di Kota Yogyakarta tidak
selalu mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Hal tersebut secara langsung
berpengaruh pula terhadap laju pertumbuhan penduduk di Kota Yogyakarta.
Terdapat penurunan jumlah penduduk pada tahun 2018 ke tahun 2020, yakni 427.498
jiwa di tahun 2018 turun menjadi 373.589 jiwa di tahun 2020.
Pada tahun 2020, mayoritas penduduk Kota Yogyakarta beragama Islam,
yaitu sebanyak 346.556 jiwa, kemudian penduduk yang beragama Kristen Protestan
sebanyak 26.407 jiwa, Katholik sebanyak 41.410 jiwa, Hindu sebanyak 472 jiwa,
Budha sebanyak 1.212 jiwa dan lainnya 60 jiwa. Adapun jumlah penduduk yang
berumur 15 tahun ke atas di Kota Yogyakarta sebanyak 300.949 jiwa, yang terdiri
dari 227.092 jiwa yang merupakan angkatan kerja dan 113.007 jiwa yang bukan
angkatan kerja.
2.1.3 Aspek Sarana Prasarana dan Utilitas

Kota Yogyakarta sudah memiliki sarana dan prasarana yang terbilang lengkap
dan sudah memadahi. Sarana pendidikan yang tersebar di Kota Yogyakarta dimulai
dari tingkat Taman kanak-kanak (TK/ sederajat), pendidikan Sekolah Dasar (SD/
sederajat), Sekolah Menengah Pertama (SMP/ sederajat), Sekolah Menengah Atas
(SMA/ Sederajat) hingga Perguruan Tinggi. Berikut ini sebaran sarana pendidikan
yang ada di Kota Yogyakarta.

Tabel II. 3 Sarana Pendidikan di Kota Yogyakarta Tahun 2020

No. Jenjang Pendidikan Jumlah


1. Taman Kanak-Kanak (TK/ Sederajat) 230
2. Sekolah Dasar (SD/ Sederajat) 168
3. Sekolah Menengah Pertama (SMP/ Sederajat) 65
4. Sekolah Menengah Atas (SMA/ Sederajat) 76
5. Perguruan Tinggi 37
6. Sekolah Luar Biasa (SLB) 9
Total 585
Sumber: BPS Kota Yogyakarta dalam Angka 2021

Sarana Pendidikan merupakan tempat untuk meningkatkan skill dan


pengetahuan bagi masyarakat sekitar Kota Yogyakarta. Sarana pendidikan di Kota
Yogyakarta tidak hanya digunakan oleh masyarakat Kota Yogyakarta saja,
melainkan ada yang dari luar Kota Yogyakarta seperti kabupaten yang masih berada
di lingkup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta bahkan dari kabupaten di luar DIY.
Sama halnya dengan sarana lainnya, sebaran sarana kesehatan juga sudah
hampir terpenuhi atau memenuhi standar SNI. Artinya, penduduk Kota Yogyakarta
mudah mengakses layanan kesehatan.

Tabel II. 4 Sarana Kesehatan di Kota Yogyakarta Tahun 2020

No Jenis Sarana Jumlah


1. Rumah Sakit Umum 11
2. Rumah Sakit Khusus 3
3. Rumah Sakit Bersalin 6
4. Puskesmas 18
No Jenis Sarana Jumlah
5. Klinik/ Balai Kesehatan 91
6. Apotek 126
7. Posyandu 621
Sumber: BPS Kota Yogyakarta dalam Angka 2021

Sarana lainnya yang sudah sangat memenuhi dan cenderung berlebih dari kebutuhan
standar adalah sarana peribadatan (masjid, mushola).

Tabel II. 5 Sarana Peribadatan di Kota Yogyakarta Tahun 2020

No Jenis Jumlah
1. Masjid 518
2. Mushola 487
3. Gereja Protestan 47
4. Gereja Katholik 7
5. Pura 1
6. Wihara 5

Sumber: BPS Kota Yogyakarta dalam Angka 2021

Sarana perdagangan dan niaga juga telah tersedia di Kota Yogyakarta.


Hampir di semua kecamatan di Kota Yogyakarta terdapat pasar, dengan jumlah total
30 pasar dan 13.807 pedagang.

Melanjutkan pembangunan infrastruktur berfungsi untuk menghubungkan


kawasan produksi dengan kawasan distribusi, mempermudah akses ke kawasan
wisata, mendongkrak lapangan kerja baru, dan mempercepat peningkatan nilai
tambah perekonomian rakyat. Infrastruktur merupakan sistem fisik yang
menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan, dan fasilitas publik yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam lingkup sosial ekonomi.
Perhubungan darat merupakan prasarana pengangkutan yang penting untuk
memperlancar kegiatan perekonomian. Dengan semakin meningkatnya usaha
pembangunan maka akan menuntut peningkatan pembangunan jalan untuk
memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu
daerah ke daerah lain. Di samping itu perhubungan darat merupakan salah satu sektor
yang cukup besar kontribusinya untuk menembus isolasi suatu daerah untuk
pemerataan pembangunan di seluruh daerah. Pada tahun 2020, panjang jalan Kota
Yogyakarta adalah sepanjang 233,23 km yang terdiri dari Jalan Kelas I 102,875 km,
Jalan Kelas II 89,188 km, dan Jalan Kelas III 41, 17 km dimana seluruh permukaan
jalannya berupa aspal. Berikut ini penjelasan dari masing-masing kelas jalan:
1. Jalan Kelas I adalah jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, ukuran paling tinggi
4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 ton.
2. Jalan Kelas II adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang
dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, ukuran
paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 ton.
3. Jalan Kelas III adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang
dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.100 meter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, ukuran
paling tinggi 3.500 milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 ton. Dalam
keadaan tertentu daya dukung Jalan Kelas III dapat ditetapkan muatan
sumbu terberat kurang dari 8 ton.
Selain prasarana jalan, terdapat juga sarana penyediaan air bersih. Jumlah
pelanggan air PDAM Tirtamarta pada tahun 2020 di Kota Yogyakarta adalah 32.363
pelanggan. Pelanggan tersebut terdapat pada lingkup rumah tangga, instansi
pemerintahan, dan tempat usaha. Dalam bidang sarana, prasarana, dan utilitas di
Kota Yogyakarta juga masih terdapat beberapa permasalahan, di antaranya
rendahnya minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum dan tingginya
tingkat penggunaan kendaraan pribadi di jalan, namun di sisi lain jangkauan
pelayanan angkutan massal juga masih kurang, serta kurangnya kepedulian dan
pemahaman dari masyarakat untuk mentaati peraturan bidang perhubungan. Selain
itu, penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang juga masih minim.
Dalam rangka mencapai sasaran kualitas lingkungan hidup yang meningkat,
masih terdapat permasalahan yang dijumpai, di antaranya:
1. Adanya peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta,
terutama jam-jam masyarakat beraktivitas serta setiap akhir pekan dan
libur, dimana kendaraan dari luar kota memadati Kota Yogyakarta.
2. Sebagian besar warga yang berada di pinggiran sungai masih membuang
limbah domestiknya ke dalam sungai, hal ini berperan dalam
menurunkan kualitas air sungai di Kota Yogyakarta.
3. Adanya keterbatasan lahan untuk melakukan penghijauan di wilayah
Kota Yogyakarta, padahal penghijauan merupakan salah satu alternatif
untuk mengurangi polusi udara perkotaan.
4. Pengetahuan masyarakat mengenai dokumen lingkungan belum
maksimal.
5. Pengetahuan pelaku usaha dan/ atau kegiatan terhadap pengelolaan
limbah B3 dan air limbah belum maksimal.
6. Pelaku usaha dan/ atau kegiatan yang telah memiliki dokumen
lingkungan, ada yang belum mencantumkan dampak dari limbah B3
yang dihasilkan sehingga tidak merasa ada kewajiban untuk melakukan
pemenuhan izin PPLH.
7. Upaya peningkatan luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota selalu
terkendala pada keterbatasan lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai
RTH. Sampai akhir tahun 2019, persentase RTH di Kota Yogyakarta
baru tercapai sebesar 18,80% dari luas wilayah Kota Yogyakarta.
8. Masyarakat masih belum berperilaku 3R dalam pengelolaan sampah
dalam rumah tangga, sehingga upaya pengurangan sampah belum
berjalan maksimal.
9. Fasilitas pengurangan sampah yang disediakan oleh pemerintah masih
sangat terbatas, dan operasional belum berjalan secara optimal karena
masih ada keterbatasan dalam hal pemenuhan sarana prasarana
pelengkap maupun sumber daya yang terlatih.

2.1.4 Aspek Sosial dan Ekonomi

Kota Yogyakarta merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.


Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah kurang lebih 3.250 Ha atau 1,02% dari luas
wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan jarak terjauh dari utara ke
selatan kurang lebih 7,5 km dan dari barat ke timur kurang lebih 5,6 km. Kota
Yogyakarta berbatasan langsung dengan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman,
terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan dengan jumlah penduduk di Kota
Yogyakarta mencapai 373.589 Jiwa.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting
dalam pembangunan wilayah. Peranan individu dalam suatu daerah salah satunya
terwujud dalam partisipasi mereka sebagai tenaga kerja untuk menggerakkan
perekonomian wilayah tersebut. Perekonomian wilayah yang baik berdampak pada
keberhasilan pembangunan wilayah tersebut dari aspek ekonomi. Keterlibatan
penduduk dalam kegiatan ekonomi diukur dengan porsi penduduk yang masuk ke
dalam pasar kerja (bekerja atau mencari pekerjaan) yang disebut sebagai angka
partisipasi angkatan kerja.
Pada tahun 2020, berdasarkan data BPS Kota Yogyakarta, jumlah penduduk
berumur di atas 15 tahun berjumlah 360.099 jiwa, sedangkan jumlah penduduk
berumur 15 tahun ke atas yang sudah bekerja berjumlah 224.468 jiwa dengan jumlah
laki-laki lebih banyak yang bekerja, yaitu dengan jumlah 117.216 jiwa, sedangkan
jumlah perempuan yang bekerja 107.252 jiwa, dan jumlah penduduk berumur 15
tahun ke atas pengangguran terbuka berjumlah 22.642 jiwa, dengan komposisi laki-
laki lebih banyak yang pengangguran terbuka dengan jumlah 15.269 jiwa, sedangkan
perempuan 7.355 jiwa.
Jumlah ketersediaan lapangan pekerjaan dengan jumlah pencari kerja yang
tidak sebanding mengakibatkan timbulnya pengangguran. Oleh karena itu,
keberadaan pengangguran mencerminkan terbatasnya kesempatan kerja yang tersedia
dibandingkan dengan potensi tenaga kerja yang tersedia. Pengangguran adalah orang
yang termasuk dalam angkatan kerja (15 tahun ke atas) namun belum/ tidak bekerja.
Untuk jumlah penduduk bukan angkatan kerja yang berusia di atas 15 tahun
berjumlah 113.007 jiwa, dengan kegiatan sekolah berjumlah 45.214 jiwa, mengurus
rumah tangga 58.003 jiwa, dan lainnya 9.790 jiwa.
Dalam upaya menurunkan angka pengangguran terbuka ini Pemerintah Kota
Yogyakarta khususnya Dinas Koperasi, UKM, Tenaga Kerja dan Transmigrasi aktif
menyelenggarakan job fair secara rutin. Oleh karena itu, program ini turut
memberikan dampak pada perubahan status penduduk usia kerja yang menjadi
angkatan kerja dan berubah menjadi pekerja atau memiliki pekerjaan.
Produk Domestik Bruto pada tingkat nasional serta Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional (provinsi) menggambarkan
kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan nilai tambah pada suatu waktu
tertentu. Untuk menyusun PDB maupun PDRB digunakan 2 pendekatan, yaitu
lapangan usaha dan pengeluaran. Keduanya menyajikan komposisi data nilai tambah
dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi (lapangan usaha) dan menurut komponen
penggunaannya. PDB maupun PDRB dari sisi lapangan usaha merupakan
penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh
sektor-sektor ekonomi atas berbagai aktivitas produksinya. Sedangkan dari sisi
pengeluaran menjelaskan tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut.
Pertumbuhan PDRB per tenaga kerja adalah besar pertumbuhan PDRB
dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja. Semakin tinggi pertumbuhan PDRB per
tenaga kerja menggambarkan semakin efektif tenaga kerja dalam menambah jumlah
produksi barang dan jasa di suatu wilayah, dengan kata lain indikator ini
menggambarkan besaran produktivitas tenaga kerja.
Untuk mencapai sasaran peningkatan kualitas sumber daya manusia,
kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan, masih menghadapi
beberapa persoalan seperti belum optimalnya penggunaan lahan data dalam SIM
Pemberdayaan untuk menjamin ketepatan sasaran, banyaknya penduduk tidak
bekerja di usia produktif yakni 18-59 tahun, penanganan Rumah Tidak Layak Huni
bagi warga miskin terkendala status kepemilikan lahan. Berdasarkan BPS Kota
Yogyakarta, pada tahun 2020 jumlah kemiskinan di Kota Yogyakarta mencapai
31,62 ribu orang, meningkat dari tahun sebelumnya di 2019 dengan jumlah 29,45
ribu orang. Adanya pandemi Covid-19 yang mulai tersebar di Kota Yogyakarta pada
akhir Triwulan I tahun 2020 menimbulkan permasalahan baru yakni kemiskinan
masyarakat meningkat dari tahun sebelumnya. Slowing-down aktivitas ekonomi
menyebabkan semakin susahnya orang keluar dari kemiskinan, bahkan munculnya
orang miskin baru karena terdampak pandemi.
Pertumbuhan PDRB per tenaga kerja di Kota Yogyakarta pada tahun 2020,
berdasarkan BPS Kota Yogyakarta PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)
mencapai 35.768.259.10 rupiah. Angka tersebut mengalami penurunan dibanding
tahun 2019 dengan total 36.509.485.66 rupiah. Turunnya PDRB ADHB ini
dipengaruhi oleh menurunnya produksi hampir di seluruh lapangan usaha sebagai
dampak dari pandemi Covid-19 di Indonesia. Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga
Konstan (ADHK) 2010 menurut Lapangan Usaha Kota Yogyakarta 2016-2020,
PDRB ADHK mengalami penurunan dari tahun 2019 sejumlah 27.685.286,45 rupiah
pada tahun 2020 menjadi 27.015.491,16 rupiah. Penurunan ini salah satunya karena
adanya pandemi Covid-19 yang menyerang Indonesia.

Tabel II. 6 PDRB ADH Menurut Lapangan Usaha di Kota Yogyakarta


(Jutaan rupiah) Tahun 2020

No PDRB ADHB PDRB ADHK


Lapangan Usaha
. Presentase Jumlah Presentase Jumlah
Pertanian, Kehutanan, dan
1. 0,15 55 245.22 0.14 38 584.58
Perikanan
Pertambangan dan
2. 0,00 1 130.84 0.00 829.36
Penggalian
3. Industri Pengolahan 13,07 4 676 206.72 12.62 3 409 982.65
4. Pengadaan Listrik 0,22 80 082.52 0.24 64 799.14
Pengadaan Air;
5. Pengelolaan Sampah, 0,15 52 777.78 0.14 39 161.25
Limbah, dan Daur Ulang
7. Konstruksi 6,75 2 415 134.73 6.40 1 729 234.54
Perdagangan Besar dan
8. Eceran; Reparasi Mobil 7,35 2 627 903.82 6.74 1 820 883.20
dan Sepeda Motor
Transportasi dan
9. 3,69 1 318 661.87 3.32 896 351.91
Pergudangan
Penyediaan Akomodasi
10. 10,92 3 905 535.47 9.73 2 629 879.21
dan Makan Minum
11. Informasi dan Komunikasi 12,52 4 476 834.11 17.54 4 737 877.39
Jasa Keuangan dan
12. 6,96 2 490 373.59 6.21 1 677 562.71
Asuransi
13. Real Estat 9,75 3 482 224.73 9.48 2 559 815.14
14. Jasa Perusahaan 0,94 334 811.65 1.04 279 764.66
Administrasi
15. Pemerintahan, Pertahanan, 10,38 3 714 438.57 8.68 2 344 071.02
dan Jaminan Sosial Wajib
16. Jasa Pendidikan 10,04 3 589 828.41 10.54 2 847 448.18
Jasa Kesehatan dan
17. 4,82 1 725 015.06 4.83 1 303 941.71
Kegiatan Sosial
18. Jasa Lainnya 2,30 822 054.01 2.35 635 304.51
Total 100,00 35 768 259.10 100 27 015 491.16
Sumber: BPS Kota Yogyakarta dalam Angka 2021

Sektor industri pengolahan mempengaruhi besarnya sumbangan untuk PDRB


Kota Yogyakarta dengan kontribusi mencapai 13,07%. Adanya pandemi Covid-19
yang mulai tersebar di Kota Yogyakarta pada akhir Triwulan I tahun 2020
menimbulkan permasalahan baru yang berkenaan dengan sasaran peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Physical distancing sebagai upaya untuk penanggulangan
Covid-19 memaksa masyarakat untuk mengurangi atau bahkan menghindari aktivitas
di luar rumah termasuk kunjungan wisata. Penurunan kunjungan wisata ini secara
langsung berpengaruh terhadap sektor akomodasi dan makan minum sebagai sektor
utama pariwisata, serta sektor industri pengolahan sebagai sektor sekunder
pariwisata. Penurunan juga terjadi pada sektor transportasi dan pergudangan dan
sektor jasa perusahaan. Meskipun demikian, pandemi ini justru menyebabkan sektor
informasi dan komunikasi dan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial meningkat.
Adanya peran serta masyarakat dalam pengembangan dan pelestarian budaya
juga bisa meningkat. Dinamika kehidupan masyarakat Kota Yogyakarta berubah
seiring dengan meningkatnya intensitas hubungan dengan masyarakat lain, informasi
yang semakin terbuka, dan tuntutan kebutuhan telah mengakibatkan terjadi
pergeseran nilai budaya.
2.1.5 Aspek Kebijakan

Aspek kebijakan merupakan penelitian sosial terapan yang secara sistematis


disusun untuk mengetahui substansi dari kebijakan mengenai permasalahan yang
dijawab oleh kebijakan dan permasalahan yang mungkin timbul sebagai akibat dari
penerapan kebijakan. Ruang lingkup dari aspek kebijakan umumnya bersifat
deskriptif dan faktual mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat suatu kebijakan.
Dalam hal ini aspek kebijakan bersifat spasial menyangkut penataan ruang
wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Teknik yang digunakan adalah
content analysis yang didasarkan pada dokumen resmi pemerintah atau dokumen
tidak resmi namun dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Dalam aspek
kebijakan ini, peraturan yang digunakan berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA)
dari daerah Yogyakarta yaitu:
1. PERDA DIY No. 5 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta ( 2019-2039)
2. PERDA DIY No. 2 Tahun 2017 tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan
dan Kadipaten
Kota Yogyakarta terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota
Yogyakarta seperti yang disebutkan dalam RTRW Daerah Istimewa Yogyakarta
tahun 2019-2039 ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional atau PKN yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa
provinsi. PKN di Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi Kecamatan Depok, sebagian
Kecamatan Ngaglik, sebagian Kecamatan Godean, sebagian Kecamatan Gamping,
sebagian Kecamatan Ngemplak, sebagian Kecamatan Kasihan, sebagian Kecamatan
Sewon, dan sebagian Kecamatan Banguntapan.
Dalam RTRW Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta merupakan
salah satu kota yang akan dikembangkan sarana transportasi darat, untuk
meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas, melalui sistem jaringan jalan. Jaringan
jalan yang akan dikembangkan di antaranya, jalan nasional bagian dari jalan arteri
primer yang terdiri atas jalan batas Kota Yogyakara-Pelem Gurih Gamping, batas
Kabupaten Sleman-Kota Yogyakarta, batas Kota Yogyakarta-Simpang Jombor, dan
batas Kota Yogyakarta-Janti Yogyakarta. Untuk sistem lalu lintas dan angkutan
jalan, akan dikembangkan terminal penumpang angkutan antarkota, antarprovinsi,
dan terminal angkutan intermodal dalam kota terdiri dari Terminal Giwangan.
Sedangkan untuk sistem jaringan kereta api, kota Yogyakarta memiliki Stasiun Tugu
dan Stasiun Lempuyangan, kedua stasiun tersebut merupakan stasiun kereta api yang
akan dikembangkan menjadi pengembangan kawasan berorientasi transit (Transit
Oriented Development).
Kota Yogyakarta termasuk kawasan rawan banjir di sepanjang Sungai Code.
Sebagian Kota Yogyakarta telah memiliki sentra industri kecil menengah meliputi
Kecamatan Kotagede, Kecamatan Umbulharjo, Kecamatan Wirobrajan, Kecamatan
Tegalrejo, Kecamatan Mergangsan, Kecamatan Ngampilan, Kecamatan Mantrijeron,
Kecamatan Kraton, dan Kecamatan Gondokusuman. Kawasan peruntukan
permukiman terdapat di seluruh Kota Yogyakarta seluas 3.250 hektar dan terbagi
menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh
428.282 jiwa (sumber data dari SIAK per tanggal 28 Februari 2013) dengan
kepadatan rata-rata 13.177 jiwa/ km2.
BAB III

TEKNIK PENGUMPULAN DATA

3.1 Kebutuhan Data

Penyusunan tabel kebutuhan data bertujuan untuk mempermudah proses dalam


mendapatkan data yang sesuai. Tabel kebutuhan data berisi data-data yang dibutuhkan
seperti nama data, unit data, jenis data, bentuk data, tahun, teknik pengumpulan data, dan
sumber data. Data yang dibutuhkan untuk menganalisis potensi dan permasalahan yang
terdapat di Kota Yogyakarta adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan
melalui metode observasi, kuesioner, dan wawancara. Data sekunder didapatkan dari
metode telaah dokumen, misalnya pencarian data melalui internet, data-data dari instansi
terkait, buku referensi, maupun peta yang digunakan untuk mengetahui letak dan batas
wilayah studi. Berikut ini merupakan tabel kebutuhan data.
Tabel III. 1 Tabel Kebutuhan Data

No. Kebutuhan Data Unit Data Keterangan Tahun Dokumen Checklist

Aspek Lingkungan dan Penggunaan Lahan

1. Letak geografis dan luas wilayah Kota Yogyakarta Sekunder 2016-2020 BPS Kota Yogyakarta √
2. Ketinggian tanah Kota Yogyakarta Sekunder 2016-2020 BPS Kota Yogyakarta √
3. Curah hujan Kota Yogyakarta Sekunder 2016-2020 BPS Kota Yogyakarta √
4. Topografi Kota Yogyakarta Sekunder 2016-2020 BPS Kota Yogyakarta √
5. Potensi Sumber Daya Alam Kota Yogyakarta Sekunder 2016-2020 BPS Kota Yogyakarta √
6. Jenis penggunaan lahan Kota Yogyakarta Sekunder 2016-2020 BPS Kota Yogyakarta √
Aspek Demografi

7. Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta Sekunder 2016-2020 BPS Kota Yogyakarta √


8. Tingkat kependudukan Kota Yogyakarta Sekunder 2016-2020 BPS Kota Yogyakarta √
9. Kepadatan penduduk tiap Kecamatan Kota Yogyakarta Sekunder 2016-2020 BPS Kota Yogyakarta √
Jumlah penduduk berdasarkan kelompok
10.
usia dan jenis kelamin
Kota Yogyakarta Sekunder 2016-2020 BPS Kota Yogyakarta √
Sekunder
11. Kualitas Sumber Daya Manusia Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020 BPS Kota Yogyakarta √
No. Kebutuhan Data Unit Data Keterangan Tahun Dokumen Checklist

BPS Kota Yogyakarta


12. Toponim Kota Yogyakarta Primer 2016-2020
Tokoh Masyarakat √
Aspek Sosial dan Ekonomi

BPS Kota Yogyakarta


13. Tingkat penghasilan Kota Yogyakarta Primer 2016-2020
Masyarakat √
Sekunder BPS Kota Yogyakarta
14. Jenis dan persebaran kegiatan ekonomi Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
Pedagang √
Aspek Sarana Prasarana dan Utilitas
BPS Kota Yogyakarta
Jumlah & jenis persebaran sarana Sekunder
15.
pendidikan
Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020 Internet √
Wilayah studi
BPS Kota Yogyakarta
Jumlah & jenis persebaran sarana Sekunder Internet
16.
pemerintahan & pelayanan umum
Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
Wilayah studi √
Masyarakat
Jumlah & jenis persebaran sarana Sekunder BPS Kota Yogyakarta
17.
permukiman
Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
Masyarakat √

Jumlah & jenis persebaran sarana Sekunder BPS Kota Yogyakarta


18.
kesehatan
Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
Masyarakat √
BPS Kota Yogyakarta
Jumlah & jenis persebaran sarana Sekunder
19.
peribadatan
Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020 Internet √
Masyarakat
BPS Kota Yogyakarta
Jumlah & jenis persebaran sarana Sekunder
20.
perdagangan & perniagaan
Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020 Internet √
Masyarakat
No. Kebutuhan Data Unit Data Keterangan Tahun Dokumen Checklist
BPS Kota Yogyakarta
Jumlah & jenis persebaran sarana ruang Sekunder
21.
terbuka & olahraga
Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020 Internet √
Masyarakat
BPS Kota Yogyakarta
Jumlah & jenis persebaran sarana Sekunder
22.
kebudayaan & rekreasi
Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020 Internet √
Masyarakat
Hierarki dan kelas jalan, lebar & Sekunder Internet
23.
panjang jalan
Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
Masyarakat √

Sekunder Internet
24. Kondisi dan jenis perkerasan jalan Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
Masyarakat √

Sekunder PLN
25. Jumlah dan jenis pelanggan PLN Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
Internet √

Sekunder
26. Daya dan kondisi pelayanan listrik Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020 Masyarakat √

Sekunder BPS Kota Yogyakarta


27. Jenis sumber air bersih Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
Masyarakat √

Jumlah pelanggan dan kondisi Sekunder BPS Kota Yogyakarta


28.
pelayanan PDAM
Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
PDAM √

Sekunder Internet
29. Jenis konstruksi dan kondisi drainase Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
BPS Kota Yogyakarta √

Sekunder BPS Kota Yogyakarta


30. Jenis pengelolaan persampahan Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
Masyarakat √
No. Kebutuhan Data Unit Data Keterangan Tahun Dokumen Checklist

Jumlah pelanggan dan kondisi Sekunder BPS Kota Yogyakarta


31.
pelayanan Telkom
Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
Masyarakat √

Sekunder BPS Kota Yogyakarta


32. Jenis pengelolaan limbah Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
Masyarakat √

Sekunder BPS Kota Yogyakarta


33. Kepemilikan sanitasi Kota Yogyakarta
Primer
2016-2020
Masyarakat √

Aspek Kebijakan

Peraturan tentang tata ruang tanah


1.
konsultan dan Tanah kadipaten
Kota Yogyakarta Sekunder 2016-2020 Peraturan Daerah √
2. Rencana tata ruang wilayah Kota Yogyakarta Sekunder 2016-2020 Peraturan Daerah √
Sumber: Kelompok Kota Yogyakarta Studio Perencanaan Wilayah 2021
3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

3.2.1 Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data diperlukan metode dan teknik yang


sesuai dengan kebutuhan data agar memperoleh data yang akurat. Data yang
dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Untuk memperoleh data primer dan
sekunder dengan baik digunakan metode dan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Survei data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek amatan
(Azwar, 1998). Teknik pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan
beberapa, di antaranya sebagai berikut:
a. Observasi
Dalam bidang perencanaan, observasi lapangan penting dilakukan
untuk memperoleh gambaran secara langsung mengenai wilayah
perencanaan. Melalui observasi, surveyor dapat mengamati gejala,
kondisi, dan fenomena yang terjadi di wilayah perencanaan serta
merekam apa yang dilihat dan mengidentifikasi berdasarkan apa yang
dilihatnya. Untuk membantu pengamatan di lapangan, dapat membawa
alat bantu seperti form observasi, peta, kamera, alat rekam, dan
sebagainya.
b. Kuesioner
Kuesioner merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan
untuk memperoleh data atau informasi secara langsung kepada
responden berupa seperangkat pertanyaan yang biasanya berisi
identifikasi terhadap data responden serta pertanyaan lain yang sesuai
dengan tujuan kegiatan (Jogiyanto, 2011). Kuesioner berupa daftar
pertanyaan tertulis yang rinci dan lengkap dan biasanya memberikan
pilihan jawaban (kuesioner tertutup) atau memberikan kesempatan bagi
responden untuk menjawab secara bebas (kuesioner terbuka).
c. Wawancara
Pengumpulan data melalui wawancara biasanya dilakukan ketika
surveyor merasa jawaban yang lebih mendalam mengenai suatu hal
diperlukan. Wawancara dapat dilakukan secara tatap muka dan tanya
jawab secara langsung dengan responden atau dapat juga dilakukan
melalui telepon, khususnya jika dalam prosesnya terkendala jarak dan
waktu. Berbeda dengan pertanyaan kuesioner, jawaban yang diperlukan
melalui wawancara lebih detail dan lengkap sehingga kadangkala
membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk setiap respondennya.
2. Survei data sekunder
Survei data sekunder merupakan salah satu teknik dalam kegiatan
pengumpulan data melalui telaah terhadap dokumen yang telah ada
sebelumnya, misalnya rencana tata ruang; data dari instansi terkait yang dapat
berupa data statistik, peta, gambar; laporan penelitian yang sudah pernah
dilakukan, dan lain sebagainya. Pengambilan data sekunder dapat dilakukan
dengan mengunjungi secara langsung instansi yang dimungkinkan
mempunyai data yang dibutuhkan. Namun dengan adanya kemajuan sistem
informasi dan teknologi saat ini, pengumpulan data sekunder dapat dilakukan
secara online dengan memanfaatkan media internet dan tentunya harus
berasal dari sumber yang kredibel. Untuk memudahkan dan memperlancar
proses survei tersebut, dapat dirumuskan terlebih dahulu data apa saja yang
perlu dicari.

3.2.2 Pengolahan Data

Terkait dengan proses analisis, untuk menjadi informasi, data harus diolah
terlebih dahulu. Pengolahan data dilakukan untuk memperbaiki data yang telah
dikumpulkan agar sistematis sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang
diinginkan.

Tahapan pengolahan data antara lain:


1. Klasifikasi data
Dari hasil survei, akan banyak sekali data yang diperoleh, dimana data-
data tersebut kadang kala masih bercampur baur. Untuk dapat dianalisis, data
tersebut harus diklasifikasikan atau dikelompokkan terlebih dahulu. Proses ini
merupakan bagian dari kompilasi data. Tujuan dari klasifikasi data adalah
sebagai berikut:
a. Mengelompokkan sifat-sifat yang sama dalam kelompok atau kelas
yang sama.
b. Memudahkan perbandingan.
c. Mengelompokkan informasi penting dan menghilangkan hal-hal
yang tidak perlu.
d. Menunjukkan sifat yang menonjol sehingga mudah dilihat sekilas.
e. Memudahkan perlakuan statistik selanjutnya atas data yang telah
dikumpulkan, misalnya untuk analisis, interpretasi, atau penyusunan
laporan.
2. Pemilahan data
Data yang telah diklasifikasi kemudian dipilah lagi berdasarkan prioritas.
Pemilahan data merupakan hasil dari klasifikasi data yang pada akhirnya
menjadi prioritas untuk mencapai output data. Pemilahan atau penggolongan
data ini bertujuan agar data yang diperoleh dapat diolah sesuai dengan
kepentingan dan kebutuhan saat akan dilakukan analisis nantinya.
3. Pengkodean (coding) data
Pengkodean ini berguna untuk memudahkan dalam menghubungkan
tabel kompilasi terhadap sumber data tersebut berasal. Setelah data diperoleh
berdasarkan tabel kebutuhan data, maka data tersebut sudah terkompilasi
dengan sistem pengkodean data, alias data tersebut telah diberi kode.
Pengkodean (coding) data ini lebih banyak dilakukan pada data hasil
kuesioner dengan metode tertutup, sehingga jawaban sudah pasti tanpa ada
variasi penafsiran jawaban.

3.3 Analisis Data dan Pengenalan Masalah

Metode analisis yang digunakan untuk membantu dalam mengidentifikasi potensi


dan permasalahan pada wilayah studi adalah analisis SWOT dan pohon masalah. Analisis
SWOT adalah instrumen perencanaan strategis yang klasik, yang dapat digunakan untuk
perumusan strategi pembangunan secara sistematis sesuai dengan kondisi lingkungan dari
wilayah yang bersangkutan. Istilah SWOT merupakan singkatan dari empat kata yaitu,
kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman
(threats). Analisis ini dapat membantu merumuskan potensi dan permasalahan baik secara
internal maupun secara eksternal dari wilayah studi.
Selain analisis SWOT, analisis pohon masalah (tree problem analysis) merupakan
salah satu teknik yang dapat digunakan untuk merumuskan permasalahan dengan
melibatkan seluruh anggota kelompok, dengan melihat penyebab dan dampak terjadinya
suatu permasalahan (Graetz, 2008). Selain menggunakan metode analisis pengenalan
masalah yang telah dijelaskan di atas, untuk lebih memahami karakteristik dari wilayah
studi, maka akan dilakukan beberapa analisis data sebagai berikut:

1. Analisis Statistik
Analisis statistik banyak digunakan pada analisis data dikarenakan
penggunaannya yang lebih sederhana, termasuk dalam mengetahui hubungan
antarvariabel. Berikut ini metode yang digunakan pada analisis statistik:
a. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi. Analisis ini hanya berupa akumulasi data dasar dalam bentuk
deskripsi semata dalam arti tidak mencari atau menerangkan saling
keterhubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau melakukan penarikan
kesimpulan.
b. Analisis Statistik Skalogram Guttman
Analisis Skalogram Guttman merupakan salah satu alat untuk
mengidentifikasi pusat pertumbuhan wilayah berdasarkan fasilitas/ prasarana
yang dimilikinya, dengan demikian dapat ditentukan hierarki pusat-pusat
pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah. Ukuran fasilitas dinilai dari
sisi jumlah dan kelengkapannya. Fasilitas yang digunakan pada penilaian adalah
fasilitas yang mencirikan fungsi pelayanan sosial dan ekonomi. Wilayah dengan
fasilitas yang lebih lengkap merupakan pusat pelayanan, sedangkan wilayah
dengan fasilitas yang kurang akan menjadi daerah belakang atau hinterland
(Rondinelli, 1958:108).

2. Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan merupakan penelitian sosial terapan yang secara sistematis
disusun untuk mengetahui substansi dari kebijakan mengenai permasalahan yang
dijawab oleh kebijakan dan permasalahan yang mungkin timbul sebagai akibat dari
penerapan kebijakan. Ruang lingkup dan metode analisis kebijakan umumnya
bersifat deskriptif dan faktual mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat suatu
kebijakan. Dalam studi ini analisis kebijakan bersifat spasial menyangkut penataan
ruang wilayah studi. Teknik yang digunakan adalah content analysis yang didasarkan
pada dokumen resmi pemerintah atau dokumen tidak resmi namun dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

3. Analisis Peramalan (forecasting)


Analisis peramalan digunakan untuk memperkirakan kondisi tertentu di masa
yang akan datang dengan melakukan proyeksi, misalnya perkiraan jumlah penduduk
pada suatu tahun tertentu di masa yang akan datang. Teknik analisisnya bisa
menggunakan beberapa metode berikut:
a. Metode proyeksi regresi berganda
b. Metode proyeksi regresi linear
c. Metode eksponensial

4. Analisis Volume Pergerakan


Analisis untuk menggambarkan volume pergerakan pada suatu kawasan dalam
waktu tertentu sehingga dapat diketahui tingkat kepadatan jalan dan pola pergerakan.
Metode ini digunakan untuk menganalisis data demand jalan.

5. Analisis Pola Persebaran


Analisis ini digunakan untuk mengetahui pola persebaran prasarana sarana di
wilayah studi apakah terdistribusi merata di seluruh wilayah atau terkonsentrasi pada
titik-titik tertentu. Setelah di overlay dengan peta wilayah administratif, dapat
dilakukan:
a. Analisis pusat pelayanan
b. Analisis hierarki pelayanan

6. Analisis Supply-Demand
Analisis supply-demand digunakan untuk melihat kesesuaian antara jumlah
permintaan atau kebutuhan dibandingkan dengan jumlah prasarana - sarana yang
tersedia. Teknik yang digunakan adalah proyeksi kebutuhan prasarana - sarana -
utilitas berdasarkan jumlah penduduk. Oleh karena itu, selain diperlukan jumlah
sarana, prasarana, dan utilitas yang telah tersedia, diperlukan juga data untuk
melakukan proyeksi jumlah penduduk, frekuensi penggunaan sarana, prasarana, dan
utilitas tersebut serta kondisinya pada saat ini untuk menentukan apakah pada masa
mendatang sarana, prasarana, dan utilitas tersebut masih dapat digunakan, harus
diperbaiki, atau bahkan harus dibangun kembali.

7. Analisis Lokasi
Analisis lokasi digunakan untuk mengetahui kecenderungan suatu kegiatan
perekonomian, baik ekonomi lokal maupun kegiatan ekonomi prospektif lainnya
yang berlokasi pada suatu wilayah.

8. Analisis Model Ekonomi


Metode ini digunakan untuk menganalisis kondisi ekonomi di wilayah studi.
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Analisis Location Quotient (LQ)
Location Quotient (LQ) adalah suatu angka perbandingan tentang besarnya
peranan suatu sektor/ industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/
industri tersebut secara nasional. Analisis ini digunakan untuk mengetahui sektor
unggulan atau sektor basis di wilayah studi. Seperti yang dijelaskan oleh Davis
(1990), penentuan sektor basis dilakukan dengan membandingkan jumlah tenaga
kerja pada perekonomian lokal terhadap wilayah yang lebih luas, contohnya
kabupaten atau kota terhadap provinsi, provinsi terhadap skala nasional. Hasil
analisis ini hanya dapat digunakan untuk mengetahui struktur ekonomi, bukan
untuk proyeksi.
b. Analisis Shift Share
Menurut Rustiadi (2011) untuk melihat potensi pertumbuhan produksi
sektoral dari suatu kawasan/ wilayah, dapat digunakan analisis Shift Share.
Analisis Shift Share relatif lebih sederhana untuk menganalisis perubahan
struktur ekonomi lokal dalam kaitannya dengan ekonomi wilayah acuan yang
lebih luas (Bendavid-Val, 1991). Analisis ini digunakan untuk mengetahui
perubahan struktur/ kinerja ekonomi daerah, dalam hal ini ekonomi wilayah
studi struktur ekonomi yang lebih tinggi (provinsi atau nasional) sebagai
referensi.

9. Analisis Daya Tampung Ruang


Analisis daya tampung ruang digunakan untuk mengetahui kapasitas komponen
penyedia ruang, baik fisik alam maupun fisik binaan, yang ada di wilayah studi
dalam menampung komponen pengguna ruang yang meliputi penduduk dengan
aktivitasnya. Besaran daya tampung ruang dapat diketahui melalui identifikasi
ketersediaan lahan, potensi sumber daya air serta ketersediaan sumber daya hayati
dan non hayati yang dapat digunakan untuk aktivitas pemanfaatan ruang.

10. Analisis Kesesuaian Lahan


Analisis kesesuaian lahan digunakan untuk mengetahui kesesuaian penggunaan
lahan antara rencana dengan kondisi riil. Analisis dilakukan dengan metode overlay
peta eksisting dan peta rencana.
DAFTAR PUSTAKA

Pemerintah Kota Yogyakarta. 2017. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 11 Tahun
2017 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2017-2022

Pemerintah Kota Yogyakarta. 2020. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 55 Tahun


2020 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2021

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2019. Peraturan Daerah Daerah


Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2019-2039

Pemerintah Pusat. 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Nasional

Buchori, Imam dan Khristiana Dwi Astuti. 2015. Studio Perencanaan Wilayah. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.

Muljarijadi, Bagdja. 2014. Perencanaan Wilayah. Tangerang Selatan: Universitas


Terbuka.

Sitawati, Anita dan Rahel Situmorang. 2015. Sistem Informasi Perencanaan. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.

DIY, BPKP. Tanpa Tahun. “Profil Kota Yogyakarta”,


http://www.bpkp.go.id/diy/konten/824/profil-kota-yogyakarta diakses tanggal 16
April 2021

Kulonprogo, DPU. Tanpa Tahun. “Klasifikasi Jalan Berdasarkan Status dan Kelas Jalan”,
https://dpu.kulonprogokab.go.id/detil/49/klasifikasi-jalan-berdasarkan-status-dan-
kelas-jalan diakses tanggal 13 April 2021

Yogyakarta, BPS Kota. 2021. “Kota Yogyakarta dalam Angka 2021”,


https://jogjakota.bps.go.id/publication/2021/02/26/4c85e0454525ceebd064473a/k
ota-yogyakarta-dalam-angka-2021.html diakses tanggal 06 April 2021

Yogyakarta, Pemerintah Kota. Tanpa Tahun. “Kondisi Geografis Kota Yogyakarta”,


https://www.jogjakota.go.id/pages/geografis diakses tanggal 16 April 2021

Anda mungkin juga menyukai