Anda di halaman 1dari 26

KAJIAN ILMIAH

“PENYUSUNAN PROPOSAL, TEKNIS PERENCANAAN KOTA”

DISUSUN OLEH :
NAMA : DEAFATI NURHAZANAH ( 1965141033)
TUGAS : BAHASA INDONESIA
PENYUSUNAN PROPOSAL, TEKNIS PERENCANAAN KOTA

KAJIAN TEORI

A. PENYUSUNAN PROPOSAL

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2009


mengenai Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, rencana tata
ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Rencana tata ruang wilayah adalah hasil
perencanaan tata ruang pada wilayah yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif.

Rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota adalah rencana tata ruang yang
bersifat umum dari wilayah kota yang merupakan penjabaran dari RTRW provinsi
dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kota, rencana
struktur ruang wilayah kota, rencana pola ruang wilayah kota, penetapan kawasan
strategis kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kota, serta ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kota.

Tujuan perencanaan kawasan perkotaan adalah tujuan yang ditetapkan


pemerintah daerah kota yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi
pembangunan jangka panjang kota pada aspek ke ruangan yang pada dasarnya
mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. RTRW
kawasan perkotaan memuat tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah
kota (penataan kota); rencana struktur ruang wilayah kota; rencana pola ruang
wilayah kota; penetapan kawasan strategis kota; arahan pemanfaatan ruang wilayah
kota; serta ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.

Perencanaan kawasan perkotaan, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri


Nomor 1 Tahun 2008, adalah penyusunan rencana pengelolaan kawasan perkotaan
yang dapat mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah
guna pengembangan kawasan perkotaan yang lebih baik. Kriteria kawasan perkotaan
memiliki karakteristik kegiatan utama budi daya, bukan pertanian atau mata pencarian
penduduknya, terutama di bidang industri, perdagangan, dan jasa, serta memiliki
karakteristik sebagai pemusatan dan distribusi pelayanan barang dan jasa didukung
prasarana dan sarana, termasuk pergantian moda transportasi dengan pelayanan skala
kabupaten atau beberapa kecamatan.

Perencanaan secara umum didefinisikan sebagai proses untuk menentukan


tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan
sumber daya yang tersedia. Dalam konteks perkotaan, aktivitas di sini terdiri atas
serangkaian tahapan yang disebut sebagai proses perencanaan. Proses perencanaan
secara umum terdiri atas tahapan-tahapan sebagai berikut.

a. Delineasi kawasan perkotaan dilakukan dengan melihat kriteriakriteria kawasan


perkotaan. Karakteristik kota dan kawasan perkotaan dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu kota secara fisik, sosial, dan ekonomi (Branch, 1995, dalam Pontoh dan
Kustiwan, 2009).
1. Kota ditinjau dari aspek fisik adalah kawasan terbangun (built up area) yang
terletak saling berdekatan/terkonsentrasi yang meluas dari pusat ke pinggiran
atau wilayah geografis yang didominasi oleh struktur binaan (man made
structure).
2. Kota ditinjau dari aspek sosial merupakan konsentrasi penduduk yang
membentuk suatu komunitas yang pada awalnya bertujuan meningkatkan
produktivitas melalui konsentrasi dan spesialisasi tenaga kerja serta
meningkatkan adanya diversitas intelektual, kebudayaan, dan kegiatan
rekreatif di kota-kota. Setiap aspek kota dipengaruhi oleh besaran jumlah
penduduknya. Komposisi penduduk akan menajamkan perhitungan kebutuhan
akan kegiatan dan pelayanan kota tertentu. Kota atau kawasan perkotaan
berdasarkan jumlah penduduk diklasifikasikan dalam empat kategori berikut.
1) Kawasan perkotaan kecil, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah
penduduk yang dilayani sebesar 10.000 hingga 100.000 jiwa.
2) Kawasan perkotaan sedang, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah
penduduk yang dilayani sebesar 100.001 hingga 500.000 jiwa.
3) Kawasan perkotaan besar, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah
penduduk yang dilayani sebesar 500.000 hingga 1.000.000 jiwa.
4) Kawasan perkotaan metropolitan, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah
penduduk yang dilayani lebih besar dari 1.000.000 jiwa.
3. Kota ditinjau dari aspek ekonomi berkaitan dengan kemampuan kota dalam
menyediakan berbagai kebutuhan untuk keperluan pertumbuhan perkotaan,
terutama untuk menerima perkembangan baru yang disebabkan oleh kemajuan
teknologi dan perubahan keadaan.
b. Pendefinisian persoalan merupakan titik mula siklus dalam proses perencanaan
secara keseluruhan. Persoalan adalah sebuah fenomena (suatu yang dapat dilihat
atau dirasakan) dan terdapat kesenjangan (gap) antara apa yang ada dan apa yang
diinginkan. Terdapat empat hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan
persoalan, yaitu latar belakang, identifikasi persoalan, pembatasan persoalan, dan
perumusan persoalan. Perumusan persoalan ini dapat mengidentifikasi isu
strategis yang terdapat pada kawasan perkotaan yang akan direncanakan.
c. Perumusan tujuan dan sasaran sering dibedakan antara tujuan (goals), sasaran
(objektif), dan target. Perumusan tujuan dalam perencanaan kota diarahkan untuk
menghasilkan suatu pernyataan yang bersifat kualitatif berkenaan dengan
pencapaian yang diinginkan dari hasil perencanaan/kebijaksanaan atau keputusan
yang dapat menjadi pedoman nyata dalam menentukan tindakan yang sesuai untuk
mencapainya. Kegiatan perumusan sasaran dalam perencanaan wilayah dan kota
diharapkan akan menghasilkan suatu pernyataan spesifik yang menyangkut
pencapaian tujuan yang bersifat terukur dan mempunyai kerangka waktu dalam
pencapaiannya. Dalam studio perencanaan kota, tahap perumusan tujuan dan
sasaran dipaparkan pada proposal teknis.
d. Pengumpulan data memiliki tiga tujuan utama, yaitu :
1. Identifikasi permasalahan dan perkembangan eksisting sebagai dasar bagi
perumusan kebijaksanaan/rencana.
2. Identifikasi dan evaluasi alternatif kebijaksanaan/rencana.
3. Sebagai umpan balik untuk siklus proses perencanaan berikutnya.

Dalam memenuhi kebutuhan dalam perencanaan, tipe informasi yang perlu


dikumpulkan dan dianalisis dapat dibagi tiga sebagai berikut.

1. Data yang memberikan informasi tentang distribusi (dibedakan antara spatial


distribution dan aspatial distribution). Data ini memberikan informasi yang
bersifat deskriptif dan yang dapat digunakan untuk membandingkan
antarkelompok, kegiatan, atau wilayah geografis yang berbeda, terutama
dalam rangka mengidentifikasi potensi dan permasalahan pembangunan.
2. Data yang memberikan informasi tentang keterkaitan (relationship), baik
dalam bentuk spatial maupun aspatial.
3. Data indikator perkembangan memberikan informasi yang menunjukkan
tingkat atau derajat perkembangan yang telah dicapai oleh suatu wilayah atau
kelompok penduduk. Biasanya disajikan dalam bentuk time series sehingga
dapat menunjukkan peningkatan/penurunan atau laju pertumbuhan.
e. Analisis data mencakup hal berikut.
1. Analisis data dasar bertujuan mendeskripsikan dan menilai keadaan atau
kondisi masa lalu secara historis dan masa sekarang (existing condition)
sehingga persoalan yang telah atau akan dirumuskan didukung oleh data dan
informasi yang relevan. Dari analisis terhadap data historis, dapat dikenali
perilaku dinamis dari objek/sistem yang diamati. Analisis data dasar secara
keseluruhan dilakukan dengan tujuan deskriptif atau explanatory.
2. Analisis prakiraan dilakukan berdasarkan kecenderungan historis jika
dianggap tidak ada intervensi (no action forecast). Untuk itu, adanya data yang
bersifat time series menjadi mutlak karena tanpa itu analisis tidak dapat
dilakukan. Dalam hal ini, lazim dipergunakan data historis dalam waktu yang
cukup panjang (misalnya 20, 10, atau paling sedikti lima tahun) sehingga
dapat dilakukan proyeksi atau ekstrapolasi ke masa yang akan datang. Analisis
ini lebih dimaksudkan pada tujuan prediktif, yaitu memperkirakan perubahan
yang akan terjadi.
3. Analisis penyusunan skenario di masa datang biasanya sudah memasukkan
adanya alternatif yang akan terjadi atau yang diinginkan terjadi, selain
kecenderungan yang ada. Tujuannya bersifat prediktif, yaitu untuk menilai
alternatif yang dapat dilakukan atau prediksi terhadap hasil yang mungkin
diperoleh di masa yang akan datang. Jenis analisis ini terkait dengan tahapan
proses perencanaan berikutnya, yaitu identifikasi alternatif dan evaluasi atau
penilaiannya.

Pembagian jenis analisis menurut substansi dilakukan secara spasial,


sektoralk dan temporal. Analisis spasial biasanya mengacu pada kategori ruang
yang bisa dimulai dari skala mikro sampai makro atau sebaliknya sesuai dengan
unit data yang dipergunakan (lingkungan, kawasan, kota, wilayah, nasional, dan
internasional). Analisis sektoral biasanya menggunakan kategori sektor sebagai
basis untuk melakukan analisis (misalnya dalam analisis ekonomi sering
dilakukan analisis sesuai sektor PDRB: pertanian, pertambangan dan galian,
industri pengolahan, dan sebagainya). Analisis temporal mengacu pada kerangka
waktu sehingga dapat menjadi indikasi perkembangan di masa lalu, sekarang, atau
masa yang akan datang.

f. Identifikasi dan evaluasi alternatif: identifikasi alternatif mengemukakan rencana,


kebijakan, atau pemecahan persoalan yang mungkin beserta variasi dan kombinasi
antara alternatif utamanya. Terdapat tiga jenis alternatif utama yang dapat
diidentifikasi sebagai berikut.
1. No action alternative, yakni alternatif untuk tidak melakukan tindakan apa pun
atau mempertahankan status quo. Alternatif ini merupakan hasil analisis data
dasar atau no action forecast.
2. Alternatif yang didasarkan pada kebijakan yang ada disebut alternatif tindakan
terbatas (limited action) yang dapat dikembangkan dengan memberikan
kemungkinan adanya perubahan incremental dari alternatif tanpa tindakan.
3. Alternatif baru merupakan hasil kreativitas baru yang ditawarkan sebagai cara
penyelesaian persoalan. Pengembangan berbagai alternatif baru dapat
dilakukan dengan teknik brainstorming.

Evaluasi alternatif atau appraisal adalah proses menganalisis sejumlah


alternatif dengan maksud untuk menunjukkan keuntungan (advantages) dan
kerugian (disadvantages) secara komparatif serta meletakkannya dalam kerangka
logis. Dalam tahap ini, perlu dilakukan penentuan kriteria evaluasi. Kriteria pada
dasarnya adalah pernyataan spesifik, aturan, atau standar tentang dimensi-dimensi
sasaran yang akan dipergunakan untuk mengevaluasi sejumlah alternatif dan
mengambil keputusan. Kriteria ini menyangkut biaya (cost) dan manfaat (benefit),
efektivitas, efisiensi, pemerataan, kemudahan administratif, serta legalitas atau
akseptabilitas secara politis.

g. Implementasi: tahapan pelaksanaan merupakan proses penerjemahan atau


perwujudan tujuan dan sasaran kebijakan ke dalam bentuk program atau proyek
spesifik. Faktor yang memengaruhi proses pelaksanaan rencana antara lain.
1) Sifat dari proses perencanaan,
2) Organisasi perencanaan dan pelaksanaannya,
3) Isi atau content rencana,
4) Manajemen proses pelaksanaan.
h. Pemantauan dan evaluasi : pemantauan mengacu pada aktivitas untuk mengukur
pencapaian (progress) dalam pelaksanaan suatu rencana yang mempertautkan
penyiapan rencana dengan pelaksanaannya. Pemantauan merupakan cara untuk
memperoleh informasi sampai sejauh mana rencana benar-benar dilaksanakan.
Berdasarkan hasil pemantauan, dilakukan evaluasi sebagai penilaian terhadap
kinerja pelaksanaan rencana yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu, dapat
berupa ongoing evaluation, dan evaluasi pascapelaksanaan (expost evaluation).
Kegiatan evaluasi dilakukan untuk mengidentifikasi lebih jauh sasaran yang sudah
dicapai, dampak yang timbul, atau konsekuensi lainnya dari pelaksanaan rencana.
Dengan evaluasi, dapat juga diidentifikasi persoalan baru yang dapat menjadi
fokus bagi siklus proses perencanaan selanjutnya.
Kota yang dipilih pada studio perencanaan kota akan ditetapkan oleh
dosen pembimbing. Jika kota tersebut sudah memiliki rencana tata ruang wilayah
(RTRW), keluaran studio perencanaan kota yang diperlukan adalah rencana detail
tata ruang (RDTR) kawasan strategis. Apabila RTRW kota tersebut telah
mendekati akhir jangka waktu pelaksanaannya, keluaran studio perencanaan kota
yang diperlukan adalah evaluasi RTRW. Acuan yang digunakan untuk menyusun
rencana tata ruang adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun
2009 mengenai Pedoman Penyusunan RTRW Kota, Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 16 Tahun 2009 mengenai Pedoman Penyusunan RTRW Wilayah,
dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2011 mengenai
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi
Kabupaten/Kota.
B. TEKNIS PERENCANAAN
Sebuah perencanaan tidak akan berdaya guna jika perencanaan itu tidak bisa
mewujudkan tujuan organisasi. Untuk mencapai tujuan organisasi termasuk
pendidikan, para pemimpin menggunakan visi yang ingin diwujudkan, setelah itu
menentukan misi yang khas dan merencanakan apa-apa yang menjadi sasaran yang
diarahkan demi mencapai misi tadi, baru dijabarkan sasaran tersebut ke dalam strategi
atau rencana-rencana strategi formal.
Strategi adalah program umum untuk mencapai sasaran organisasi dalam
rangka melaksanakan misi (Hidayat, 2011). Dengan melakukan strategi akan
menentukan suatu arah yang terpadu dari seluruh sasaran organisasi dan menjadi
petunjuk dalam penggunaan sumber-sumber organisasi yang dipakai untuk mencapai
sasaran.
Menurut Banghart dan Trull (1973) yang dikutip Damage (2006:142)
menyatakan bahwa terdapat 7 langkah kunci dalam melakukan siklus perencanaan,
yaitu: ”(1) Defining the planning problem; (2) Analyzing the planning problem area;
(3) Conceptualizing and designing plans; (4) Evaluating Plans, (5) Specifying the
plan, (6) Implementing the plan, and (7) Feedback on the plan”.
Secara sederhana teknik perencanaan dibagi kedalam 3 bagian yaitu formulasi
perencanaan, implementasi perencanaan serta review dan evaluasi prencanaan yang
dijabarkan sebagai berikut :
1) Formulasi Perencanaan
a. Tahapan Perencanaan
a) Diagnosis

Tahap diagnosis merupakan kegiatan membandingkan output yang


diharapkan dengan apa yang telah dicapai sekarang. Diagnosis bertujuan
untuk melihat apakah suatu rencana yang telah dilaksanakan itu memadai
dan relevan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

b) Perumusan Kebijakan

Setelah menentukan tujuan apa yang harus dicapai langkah


selanjutnya adalah menentukan kebijakan apa yang harus dilakukan atau
dirubah. Kebijakan merupakan respon terhadap permasalahan yang
muncul pada sektor pendidikan yang harus mempertimpangkan semua
sektor tidak hanya sektor pendidikan tetapi sektor lain seberti sosial,
politik, ekonomi, demografi dan budaya ini sejalan dengan pendapat
Hadad (1995:24).

Kebijakan memberikan arah kepada usaha memperbaiki kelemahan


dan kekurangan suatu rencana. Kebijakan harus dirumuskan sedemikian
rupa sehingga merupakan kerangka kerja dimana keputusan-keputusan
yang lebih kecil dan lebih terperenci dibuat. Kegiatan merumuskan
kebijakan disebut dengan formulasi kebijakan. Kebijakan merupakan
fungsi politis yang dibuat oleh orang yang berwenang dalam organisasi
pendidikan.

c) Perkiraan Kebutuhan Masa Depan

Sesudah tujuan dimodifikasi serta prinsip-prinsip kegiatan


ditentukan berdasrkan kebijakan, perencanaan pendidikan harus
memperkirakan kebutuhan sistem pendidikan dimasa yang akan datang.
Dengan kata lain untuk mencapai tujuan, kita perlu mengantisipasi apa
yang dibutuhkan pada masa mendatang

d) Pembiayaan Kebutuhan Masa Depan

Langkah berikut dalam tahap perencanaan adalah menetapkan


biaya bagi kebutuhan-kebutuhan dimasa depan dengan menggunakan data
pembiayaan yang terbaik yang tersedia, setiap kelompok kebutuhannya
dibiayai dengan pertimbanagan fluktuasi/naik turunnya harga, perencanaan
mengetahui keseluruhan anggaran yang harus tersedia jika semua
kebutuhan harus dipenuhi.

e) Penetapan Target

Perencana melihat dan meneliti kembali kebutuhan yang telah


diidentifikasi, menetapkan prioritas program dan menetapkan tingkat
pencapaian yang realistik dari suatu tujuan yang ditetapkan, sehingga
dapat ditentukan program mana yang paling relevan dan efektif, hal ini
dilihat dari tersedianya dana.

f) Uji Kelayakan

Sasaran ditetapkan sesuai kebutuhan-kebutuhan yang telah


diidentifikasi dan diprioritaskan. Namun perhatian yang sungguh-sungguh
terhadap sasaran diperlukan untuk menjamin apakah hal itu sering kali
terjadi dan dapat dikerjakan dengan mudah.
b. Tahap Perumusan Rencana

Perencanaan mempunyai dua maksud. Pertama menyiapkan


seperangkat keputusan yang akan diambil oleh otoritas, ke dua menyediakan
pola dasar pelaksanaan (blue-print for action) yang akan dilaksanakan oleh
berbagai satuan organisasi yang bertanggung jawab dalam implementasi
keputusan-keputusan tersebut (Hidayat, 2011).

Sehubungan dengan kedua hal tersebut, otoritas memerlukan


pernyataan (statement) yang jelas tetang: apa yang akan yang diusulkan,
mengapa diusulkan, dan bagaimana pelaksanaannya.

Ketiga hal tersebut adalah merupakan isi dari rencana pendidikan.


Persiapan untuk menyiapkan dokumen tersebut dinamakan formulasi rencana,
yang harus ditulis singkat lengkap dan padat.

c. Tahap Elaborasi Rencana

Rencana pendidikan pada dasarnya adalah merupakan suatu dokumen


singkat, padat dan lengkap. Dengan demikian sebelum rencana itu
diimplementasikan, perlu dilakukan elaborasi. Artinya diperinci sedimikian
rupa sehingga setiap tugas dari unit-unit dalam organisasi pendidikan menjadi
jelas.

Sebelum suatu rencana dielaborasi dalam bentuk program dan proyek,


rencana tersebut belum dapat dilaksanakannya. Oleh karena itu pemrograman
dan perumusan dalam proses perencanaan harus dilakukan lebih dahulu.
Kebanyakan rencana yang tidak dapat dilaksanakan, diakibatkan oleh
kelemahan dalam tahap pembuatan program dan proyek.

2) Implementasi Perencanaan

Implementassi rencana pendidikan dimulai pada saat proyek-proyek itu


dilaksanakan. Disini proses perencanaan bergabung dengan proses manajemen.
Dengan menggunakan budget serta rencana tahunan sebagai instrumen utama,
kerangka kerja organisasi untuk melaksanakan berbagai proyek dapat
dikembangkan. Sumber-sumber manusia, dana dan material kemudian
dialokasikan untuk setiap proyek. Jadwal dan waktu suatu proyek juga ditetapkan.
3) Review dan Evaluasi Perencanaan

Evaluasi dilakukan dengan tujuan pengawasan dan kontrol sebagaimana


dari rencana pendidikan yang sedang dilaksanakan. Hal ini merupakan alat untuk
menilai tingkat kemajuan dan mendeteksi deviasi karena keberhasilan sekarang
belum tentu keberhasilan dimasa depan. Evaluasi merupakan suatu usaha
pekerjaan yang berkelanjutan dan bersamaan dengan implementasi rencana,
persiapan laporan-laporan seperti laporan tahunan, tengah tahunan atau triwulan.
Evaluasi melayani dua tujuan spesifik.

a. Evaluasi menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam rencana seperti sasaran


yang tidak realitas, bagian anggaran yang tidak memadai, langkah-langkah
yang tidak dikehendaki dan segera menyusun hal-hal untuk memperbaiki
rencana bagi keseimbangan periode perencanaan. Dimana praktek rencana
bergulir diadopsi, setiap tahun rencana bergulir membentuk review yang
dikehendaki berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan.
b. Evaluasi berfungsi sebagai diagnosis dari tahap perencanaan dalam
meletakkan dasar untuk perencanaan kembali. Dengan demikian menjadi
permulaan dari siklus perencanaan yang berikut. Dengan review rencana
sekarang ini dan permulaaan perencanaan kembali pada siklus berikut proses
perencanaan pendidikan harus kontinyu tanpa putus-putus.

Evaluasi harus bersifat komprehensif dan terbuka terhadap kritikan. Namun


demikian kemampuan manusia dalam menguasai itu memiliki beberapa keterbatasan,
antara lain :

1. Perencanaan pendidikan kurang memiliki informasi yang komprehensif mengenai


berbagai segi pendidikan.
2. Perencanaan pendidikan tidak memiliki sumber daya keuangan yang cukup untuk
melakukan
3. Perencanaan pendidikan mungkin tidak memiliki kemampuan untuk menyusun
suatu metode yang memuaskan untuk mengevaluasi tujuan atau tingkat
keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut.
4. Perencanaan pendidikan mungkin terlalu tertutup dalam mengamati hubungan
antara kenyataan dan nilai dari setiap aktivitas pendidikan.
5. Perencanaan pendidikan mungkin mengevaluasi berbagai sistem pendidikan
sebagai sistem tertutup.

Terdapat 5 faktor yang penting dalam setiap aktivitas pendidikan yaitu:

1. Tempat aktivitas dilakukan.


2. Waktu aktifitas dilakukan.
3. Orang yang terlibat dalam aktivitas.
4. Sumber daya yang diperlukan untuk aktifitas tersebut.
5. Proses pelaksanaan aktivitas.
C. PERENCANAAN KOTA
Praktek perencanaan wilayah dan kota tidak dapat terlepas dari aspek hukum
dan administrasi pembangunan. Aspek hukum menentukan halhal pokok seperti dasar
hukum yang mengamanatkan suatu kegiatan perencanaan, aturan bagaimana dan oleh
siapa perencanaan itu dilakukan atau proses administrasinya, bagaimana legalitas
suatu produk rencana, serta penegakan hukumnya. Healey (1997) menegaskan bahwa
sistem perencanaan dapat didefinisikan sebagai sistem hukum dan prosedur yang
menetapkan aturan dasar praktik perencanaan.
Perkembangan jenis perencanaan yang dianut atau sedang dilakukan juga
mempengaruhi dalam perumusan dasar hukum kegiatan perencanaan. Aspek
administrasi pembangunan yang erat kaitannya dengan birokrasi, sangat menentukan
efektifitas dan efisiensi dari kegiatan perencanaan wilayah dan kota. Bahkan lebih
dari itu, administrasi pembangunan sangat berpengaruh pada operasionalisasi dan
keberhasilan implementasi suatu rencana. Jadi terdapat hubungan interaktif antar a
hukum dengan administrasi pembangunan, serta antar a hukum dan administrasi
pembangunan dengan perencanaan wilayah dan kota.

Perencanaan wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang


dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih
baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah
tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang
ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetap berpegang
pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Pelaksanaan perencanaan ruang
wilayah ini disinonimkan dengan hasil akhir yang hendak dicapai, yaitu tata ruang.
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Selain itu, penataan ruang
diharapkan dapat mengefisiensikan pembangunan dan meminimalisasi konflik
kepentingan dalam pemanfaatan ruang serta meminimalisasi dampak bencana yang
akan muncul seperti banjir, tanah longsor, dan penurunan kualitas lingkungan
penduduk terutama di perkotaan akibat ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan
rencana tata ruang (Pemendagri No. 28,2008).

Perencanaan maupun kegiatan yang menuntut adanya suatu susunan strategis


tidak terlepas dari kehidupan manusia. Kegiatan perencanaan memilki ruang lingkup
yang luas, mulai dari waktu, tindakan, teknis, dll. Untuk itu proses perencanaan
memiliki peran strategis bagi kepentingan manusia secara luas sebagai sebuah
tindakan yang rasional dan ilmiah. Manusia dikenal sebagai “mahluk yang berpikir”.

Ryle (1951) menyatakan bahwa cara berpikir manusia dibentuk oleh tiga
komponen utama yang saling terkait yaitu: penalaran (thought), perasaan (feeling),
dan kehendak (will). Oleh sebab itu, proses berpikir sesungguhnya adalah proses yang
sangat kompleks dan tak pernah henti (Setiadi, 2014).

Penalaran ini menuntun untuk selalu berpikir secara kritis, menggunakan


logika untuk mencocokkan kenyataan dan harapan. Melalui kegiatan berpikir kritis
ini, proses perencanaan terbentuk. Mengenai teori perencanaan, terdapat dua istilah
yang selalu melekat, yaitu theory of planning dan theory in planning. Keduanya dapat
dimaknai sebagai pengertian dari teori perencanaan. Jika mengacu pada istilah yang
pertama yaitu “theory of planning”, teori perencanaan dapat dimaknai sebagai ide atau
gagasan yang menjelaskan tentang upaya untuk mencapai satu atau beberapa tujuan
yang telah ditetapkan. Upaya tersebut digambarkan sebagai sebuah prosedur yang
terangkai secara logis sehingga dapat menjelaskan tahapan yang harus dilalui untuk
tercapainya suatu tujuan (Setiadi, 2014).

Menurut istilah theory in planning, perencanaan adalah sebuah kerangka pikir


yang dijadikan sebagai landasan guna melakukan intervensi terhadap permasalahan
tertentu. Dengan kata lain, theory in planning merujuk pada upaya untuk menemukan
argumenargumen substansial yang dipandang mampu atau layak dijadikan landasan
perencanaan. Berdasarkan pada uraian ini dapat ditegaskan bahwa theory of planning
menekankan pada prosedur perencanaan; sedangkan theory in planning menekankan
pada konsep substansial perencanaan (Setiadi, 2014).
Perencanaan merupakan proses yang berkelanjutan dan melibatkan keputusan
atau pilihan tentang cara-cara alternatif untuk menggunakan sumber daya yang
tersedia pada tujuan mencapai tujuan tertentu di masa depan. Dari adanya suatu
perencanaan diharapkan untuk menciptakan keadaan yang baik dan berusaha untuk
mencegah dan menghindarkan hal-hal yang buruk di masa depan

Perencanaan kota merupakan perencanaan yang multi-dimensi dan


berhubungan dengan tiga kerangka kerja, meliputi sumber daya alokasi; tujuan dan
sasaran; dan desain serta bentuk (spasial). Dalam perencanaan kota ini membahas
tentang perkembangan dan pertumbuhan kota, pengaturan peruntukkan lahan,
penataan jaringan jalan, utilitas, penempatan fasilitas sosial dan umum.

Selain itu, terdapat pula dua aspek perencanaan kota mulai dari
tahap preparing hingga implementasi. Pada tahap preparing, dilakukan penyiapan
perangkat, pengelolaan perkembangan dan perubahan kota dalam aspek communal
actions (dengan dasar kegiatan masyarakat) dan communal regulations (berdasar pada
perangkat peraturan). Sedangkan pada tahap implementasi berkaitan dengan
pelaksanaan rencana-rencana yang telah dibuat sesuai kondisi saat ini dan juga harus
dilihat dalam wawasan aktual (keseluruhan wilayah) tidak hanya terbatas kepada
wilayah administratif. Perencanaan kota ini juga didasarkan pada potensi dan
permasalahan yang ada sehingga diharapkan akan menjadi lebih baik sesuai dengan
tujuan dan sasaran yang telah tersusun.

Pengertian lain mengenai perencanaan disampaikan oleh John Friedmann.


Dalam bukunya yang berjudul Planning in the Public Domain : From Knowledge to
Action (1987) menyatakan bahwa pengertian perencanaan selalu mengandung empat
unsur utama, yaitu :

1) Perencanaan adalah sebuah cara untuk memikirkan persoalanpersoalan sosial


ekonomi;
2) Perencanaan selalu berorientasi ke masa depan
3) Perencanaan memberikan perhatian pada keterkaitan antara pencapaian tujuan dan
proses pengambilan keputusan
4) Perencanaan mengedepankan kebijakan dan program yang komprehensif.
Teori perencanaan telah berkembang sejak lama dan mengalami banyak
perubahan seiring berjalannya waktu. Sedangkan untuk perencanaan sendiri, sejak
Patrick Geddes dikutip dalam Rafita (2016) mencetuskannya untuk pertama kali
hingga saat ini telah mengalami banyak perubahan. Teori perencanaan mulai
berkembang pesat setelah revolusi industri yang mengakibatkan adanya kemunduran
kota. Adanya revolusi industri tersebut yang membuat kebutuhan buruh di perkotaan
semakin meningkat, dengan begitu akan terjadi degredasi lingkungan yang membuat
pakar kota menginginkan suatu reformasi. Revolusi industri sendiri telah menciptakan
perubahan yaitu dengan adanya kota-kota industri yang mengakibatkan perpindahan
penduduk dari daerah pertanian ke daerah industri. Berpindahnya penduduk dari desa
ke kota yang tidak memiliki pengetahuan tentang kehidupan kota inilah yang akan
menyebabkan perubahan tatanan kota. Untuk itu, mulai muncul gagasan dari Patrick
Geddes tentang analisa terperinci dari pola pemukiman dan lingkungan ekonomi lokal
yang merupakan awal dari berkembangnya teori perencanaan.

Teori-teori perencanaan yang menjadi dasar bagi perencana untuk menyusun


sebuah perencanaan adalah :

a. Functional Theories Teori yang dikembangkan berdasarkan pemikiran si


perencana, dengan lebih mengarah pada target oriented planning berdasarkan
dugaan-dugaan, sehingga produk yang dihasilkan dari teori ini bersifat top-down.
b. Behavioural Theories Teori yang dikembangkan berdasarkan fenomena kebiasaan
melalui gejala empiris yang lebih mengarah pada trend oriented planning,
sehingga produk yang dihasilkan dari teori ini bersifat bottom-up.

Di Indonesia, saat ini sedang digencarkan mengenai perencanaan wilayah dan


kota yang diwujudkan dalam perencanaan tata ruang wilayah dan kota, yang
seharusnya memenuhi beberapa hal berikut :

a. Perencanaan tata ruang merupakan proses terpadu (bukan produk akhir berhaga
mati).
b. Perencanaan tata ruang yang menyeluruh dan terpadu mencakup: perencanaan
fisik-spasial, perencanaan komunitas, perencanaan sumber daya.
c. Perencanaan tata ruang dilakukan berdasarkan kepentingan masyarakat.
d. Perencanaan tata ruang dilakukan dengan berlandaskan pertimbangan sumber
daya yang tersedia.
e. Rencana tata ruang yang akan disusun merupakan rencana yang diperkirakan
dapat diwujudkan.

Dari berbagai teori perencanaan yang ada, terdapat salah satu teori yang erat
kaitannya dengan penataan wilayah dan kota yaitu teori Archibugi yang memaparkan
mengenai penerapan komponen perencanaan wilayah. Menurut Archibugi dalam
Oktovaney (2014) penerapan teori perencanaan wilayah dibagi atas 3 komponen,
yaitu :

a. Perencanaan fisik

Perencanaan fisik adalah yang pertama kali dilahirkan sebagai bidang


kegiatan. Hal tersebut muncul dari kebutuhan untuk merencanakan pembangunan
fisik kota. Dahulu, perencanaan kota dikenal dengan seni membangun kota. Sulit
dibayangkan alasan lain yang dikembangkan perencanaan kota pada dekade awal
abad tersebut sebagai bentuk arsitektur.

Prencanaan fisik diperluas untuk mencakup daerah-daerah non perkotaan


dengan maksud melihat perkembangan kota dan desa secara keseluruhan. Saat ini,
area perencanaan fisik telah menyebar untuk memasuki lingkungan secara umum,
sehingga menimbulkan hal yang sering disebut yaitu perencanaan lingkungan.
Perencanaan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara fisik
pengembangan wilayah. Perencanaan ini mengarah pada pegaturan bentuk fisik
kota dengan jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik
simpul aktivitas. Dalam perkembangannya teori ini memasukan kajian mengenai
lingkungan. Produk yang dihasilkan dapat berbentuk master plan yang terdiri dari
tata ruang, lokasi tempat tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan

b. Perencanaan ekonomi makro


Perencanaan ini erat kaitannya dengan perencanaan ekonomi wilayah.
Beberapa hal yang menjadi pembahasan dalam ekonomi wilayah adalah
pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi
pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi.
Produk yang dihasilkan dari Perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesbilitas
lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan tabungan.
c. Perencanaan sosial
Perencanaan sosial membahas mengenai pendidikan, kesehatan, integritas
sosia, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita, anak-anak, dan masalah
kriminal. Perencanaan sosial mengarah pada pembuatan perencanaan yang
menjadi dasar program pembangunan sosial di daerah. Produk yang dihasilkan
dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.

d. Perencanaan pembangunan

Perencanaan ini erat kaitannya dengan perencanaan program


pembangunan secara komprehensif guna mencapai tujuan pengembangan wilayah.

Jika dilihat dari program KOTAKU, perencanaan fisik diimplementasikan


melalui pembenahan kawasan kumuh yang diubah menjadi kawasan yang lebih
bersih. Program yang dicanangkan oleh pemerintah ini diberikan dalam bentuk
perencanaan fisik yang dapat dilihat dari bagaimana pemerintah menghilangkan
julukan sebagai kawasan kumuh menjadi lingkungan yang tertata yang dibuat menjadi
kawasan wisata sehingga pertumbuhan ekonomi akan terus berjalan.

Hal tersebut dapat dilihat dari perencanaan ekonomi makro, dengan


menjadikan program KOTAKU ini yang mengubah menjadi kawasan wisata akan
membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi angka pengangguran bagi
masyarakat sekitar dan dapat menambah pendapatan. Dengan menjadikan sebagai
kawasan wisata, banyak peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya
sebagai wirausaha seperti membuka toko kelontong, menjadi tukang parkir, dapat
pula menjadi tour guide. Namun, dengan perubahan kawasan kumuh menjadi
kawasan wisata dengan program KOTAKU ini perlu adanya inovasi-inovasi yang
harus dikembangkan sehingga para wisatawan akan terus berkunjung ke kawasan
tersebut.

Dilihat dari pandangan perencaaan sosial, pembahasan mengenai persoalan


kesehatan. Jika terdapat perubahan yang semula kawasan kumuh yang diubah melalui
program KOTAKU, akan menurunkan persoalan kesehatan di kawasan tersebut.
Dengan diubah menjadi kawasan yang memiliki lingkungan tertata dan bersih,
masyarakat akan memiliki rasa kepemilikan terhadap lingkungannya sehingga akan
turut menjaga, dengan begitu akan mengurangi penyakit atau persoalan kesehatan di
lingkungan tersebut. Dapat dicontohkan seperti, perubahan pola hidup sehat dalam
masyarakat yang sudah membuang sampah pada tempatnya tidak lagi di aliran sungai.
Selain itu berubahnya kawasan kumuh juga menjadikan kawasan tersebut lebih ramah
anak, sehingga anak-anak memiliki kebebasan untuk bermain.

Dengan melihat dari berbagai persepektif tersebut, pemerintah juga dapat


melihat adanya perubahan di kawasan tersebut sehingga memiliki arsip yang dibuat
dalam bentuk demografi terhadap daerah tersebut. Sedangkan dalam perencanaan
pembangunan, program KOTAKU ini dibuat dengan salah satu tujuan yaitu
pengembangan wilayah, tidak hanya disatu kawasan kumuh saja namun juga akan
berkembang di kawasan kumuh lainnya. Sehingga dengan perencanaan pembangunan,
kawasan kota yang terlihat kumuh akan berubah menjadi lebih nyaman untuk
dipandang, serta akan merubah pula pola kehidupan dalam masyarakat.

1. Teori Perencanaan Aplikatif

Proses pembangunan tidak terlepas dari suatu perencanaan. Dalam


melakukan pembangunan, perencanaan menjadi tahap krusial untuk mencapai
tujuan dari pembangunan. Perencanaan yang dilakukan dapat berangkat pada
permasalahan atau kebutuhan yang ada. Salah satu perencanaan pembangunan
berdasarkan jangkauannya adalah perencanaan spasial atau tata ruang. Dengan
mengacu teori perencanaan spasial, perencanaan tata ruang wilayah dan kota yang
meliputi perencanaan kota menjadi relevan untuk dibahas.

Penerapan perencanaan wilayah di Indonesia salah satunya adalah program


KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh). Program ini mengatur tata ruang kota agar
terlihat menarik terutama di daerah pinggir kota. KOTAKU merupakan program
untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia. Salah satunya
diterapkan di Kota Semarang, Jawa Tengah. Secara umum program KOTAKU
ditujukan untuk meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di
pemukiman kumuh perkotaan untuk mendukung terwujudnya pemukiman
perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan. Berangkat dari kenaikan
laju pertumbuhan penduduk yang memiliki dampak tinggi pada kebutuhan primer
seperti kebutuhan tempat tinggal. Sehingga dapat menimbulkan permukiman
kumuh. Maka, kehadiran program KOTAKU dapat menghadirkan pemukiman
kota yang layak huni.
Tujuan program KOTAKU dicapai dengan tercapainya tujuan berikut :

a. Menurunnya luas kawasan permukiman kumuh menjadi 0 Ha.


b. Terbentuknya Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja
PKP) di tingkat kabupaten/kota dalam penanganan kumuh yang berfungsi
dengan baik.
c. Tersusunnya rencana penanganan kumuh tingkat kota/ kabupaten dan tingkat
masyarakat yang terlembagakan melalui Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD).
d. Meningkatnya penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
melalui penyediaan infrastruktur dan kegiatan peningkatan penghidupan
masyarakat untuk mendukung pencegahan dan peningkatan kualitas kawasan
permukiman kumuh.
e. Terlaksananya aturan bersama sebagai upaya perubahan perilaku hidup bersih
dan sehat masyarakat dan pencegahan kumuh.

Perencanaan penangangan daerah kumuh melalui KOTAKU dilakukan


dengan beberapa tahapan. Perencanaan ini dimulai dengan persiapan dari
pemerintah pusat. Persiapan ini terdiri dari advokasi dan sosialisasi
program/kegiatan, penentuan kabupaten/kota sasaran, dan pengembangan
kebijakan dan penguatan kelembagaan. Selanjutnya di tingkat kabupaten/kota
dilakukan persiapan yaitu dengan penyepakatan MoU antara pemerintah pusat
dengan daerah, lokakarya sosialisasi kabupaten/kota, penggalangan komitmen
para pemangku kepentingan, pembentukan atau penguatan Pokja Penanganan
Pemukiman Kumuh, dan komitmen penyusunan dokumen RP2KP-KP. Langkah
yang dilakukan setelah persiapan adalah perencanaan.

Perencanaan ini meliputi persiapan perencanaan, penyusunan RP2KP-KP


& RPLP, dan penyusunan rencana detail atau teknis. Ketiga, penganggaran di
tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota , penyusunan DED, pelelangan,
konstruksi, dan supervise kegiatan., dan sosialisasi, edukasi, pelatihan terkait
pemberlakuan aturan bersama atau aturan lainnya untuk pencegahan kumuh dan
rencana O & P.

Terakhir, upaya keberlanjutan dilakukan dengan penyusunan kerangka


regulasi, penguatan kelembagaan untuk penganggaran dan operasional dan
pemeliharaan, pengelolaan database dan mekanisme pemantauan pelaksanaan
program, serta kegiatan monitoring yang dilakukan dengan memanfaatkan sistem
informasi dan GIS yang berbasis website. Dalam melakukan tahap evaluasi
mengacu pada baseline data, hasil monitoring dan survei khusus untuk studi
evaluasi agar memberikan gambaran pencapaian serta rekomendasi sebelum
masuk ke siklus selanjutnya.

Semua tahapan dalam proses perencanaan KOTAKU dilakukan secara


terpadu. Semua proses perencanaan tersebut didasarkan pada UndangUndang
Dasar Tahun 1945 Pasal 28H Ayat 1 yang menjamin warga negaranya untuk dapat
tinggal di sebuah hunian dengan lingkungan yang layak. Hal ini dilakukan untuk
kepentingan masyarakat. Aplikasi program KOTAKU di Kota Semarang, Jawa
Tengah dapat dilihat dari salah satu daerah yang menjadi lokasi pilihan yaitu di
Semarang Timur. Pengaplikasian program ke daerah tersebut mengaplikasikan
prinsip-prinsip KOTAKU yaitu :

a. Pemerintah daerah sebagai Nahkoda. Pemerintah daerah dan pemerintah


desa/kelurahan memimpin kegiatan penanganan permukiman kumuh.
b. Perencanaan komprehensif dan berorientasi outcome (pencapaian tujuan
program). Penataan permukiman diselenggarakan dengan pola pikir yang
komprehensif dan berorientasi pencapaian tujuan terciptanya permukiman
layak huni sesuai visi kabupaten/ kota.
c. Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran Rencana penanganan kumuh
merupakan produk Pemda sehingga mengacu pada visi kabupaten/ kota dalam
RPJMD.
d. Partisipatif. Pembangunan partisipatif dengan memadukan perencanaan dari
atas (top-down) dan dari bawah (bottom-up).
e. Kreatif dan inovatif. Prinsip kreatif dalam penanganan permukiman kumuh
adalah upaya untuk selalu mengembangkan ide-ide dan cara-cara baru dalam
melihat masalah dan peluang yang sangat dibutuhkan dalam penanganan
kumuh.
f. Tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance). Pemerintah daerah
pemerintah desa/kelurahan dan masyarakat mampu melaksanakan dan
mengelola pembangunan wilayahnya secara mandiri, dengan menerapkan tata
kelola yang baik (good governance).
g. Investasi penanganan kumuh disamping harus mendukung perkembangan kota
juga harus mampu meningkatkan kapasitas dan daya dukung lingkungan.

Proses perencanaan KOTAKU dalam perumusan program telah memenuhi


hal yang harus dipenuhi dalam perencanaan wilayah dan kota antara lain adalah
sebuah proses perencanaan secara terpadu, menyeluruh dan terpadu meliputi
aspek perencanaan fisik-spasial, perencanaan komunitas, dan perencanaan sumber
daya. Dalam proses ini juga didasarkan pada kepentingan masyarakat dengan
mempertimbangkan sumber daya yang ada. Selain itu, KOTAKU merupakan
sebuah perencanaan tata ruang wilayah dan kota yang dapat diwujudkan. Terbukti
dengan keberhasilan daerah-daerah yang mengaplikasikan konsep KOTAKU.

2. Perencanaan Topik yang Dipilih

Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari sebuah perencanaan. Setiap


aktivitas yang dilakukan diawali dengan langkah perencanaan terlebih dahulu.
Dengan begitu, perencanaan adalah penetapan langkah-langkah yang digunakan
untuk mencapai tujuan tertentu (M.Nur, 2009).

Diana Conyers dan Peter Hills dalam Harahap (2005) menyatakan juga
bahwa perencanaan merupakan suatu proses yang menerus yang melibatkan
keputusan-keputusan, atau pilihan-pilihan, mengenai cara-cara alternatif
penggunaan sumber-sumber daya, dengan tujuan menghasilkan sasaran-sasaran
spesifik untuk waktu yang akan datang. Oleh karena itu, definisi perencanaan
mencakup segitiga sistem nilai, ruang, aktivitas, dan norma yang dikaitkan dengan
monotony dan chaotic (Harahap, 2005).

Perencanaan pada dasarnya mengacu prinsip pengalokasian sumber daya


yang tersedia bagi kebutuhan beragam dengan wilayah cakupan (scope),
kewenangan, dan areal sebagai faktor utama dalam perencanaan (Prawiranegara,
2014). Dengan demikian, istilah perencanaan memiliki jenis yang berbeda-beda
salah satunya berdasarkan jangkauan dan hierarki spasial, mencakup perencanaan
nasional (berskala nasional), perencanaan regional/wilayah (berskala daerah),
perencanaan kota, dan perencanaan tata ruang/ tata tanah (pemanfaatan fungsi
kawasan tertentu) (Prawiranegara, 2014). Keempat jenis di atas, merupakan ragam
perencanaan yang masuk dalam ruang lingkup perencanaan spasial (tata ruang)
(Harahap, 2005). Dalam ruang lingkup tersebut, disimpulkan bahwa perencanaan
spasial terdiri dari perencanaan (tata ruang) kota/ RUTRK dan perencanaan (tata
ruang) wilayah/RTRWN.

Mengacu pemaparan sebelumnya, tulisan ini berfokus pada topik


perencanaan tata ruang wilayah dan kota dalam konteks perencanaan wilayah dan
perencanaan kota. Perencanaan wilayah merupakan penetapan langkah-langah
yang digunakan untuk wilayah tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
(M.Nur, 2009). Sehingga ruang lingkup perencanaan wilayah terdiri dari unsur
formulasi wilayah dan tujuan umum, teknik-teknik desain (pemetaan), formulasi
rencana, dan teknik pengambilan keputusan (Harahap, 2005). Guna mengetahui
perencanaan wilayah secara menyeluruh dibutuhkan pendekatan yang meliputi :
Pendekatan sektoral (Pendekatan berdasarkan sektor-sektor kegiatan di wilayah)
dan Pendekatan regional (Pendekatan yang melihat pemanfaatan ruang dan
interaksi berbagai kegiatan di wilayah) (M.Nur, 2009).

Secara faktual, perencanaan tidak terlepas dari berbagai permasalahan


yang terjadi baik mikro (berkaitan dengan pembangunan proyek) maupun makro
(berkaitan dengan proyek dan induk program). Salah satu bentuk permasalahan
yang sering terjadi adalah urbanisasi (bentuk masalah makro). Urbanisasi
merupakan masalah wilayah yang berhubungan dengan konteks spasial dalam hal
ini desa-kota. Keterkaitan permasalahan tersebut, menyimpulkan adanya
hubungan antara wilayah dan kota. Kota merupakan wilayah yang secara
administratif dibatasi oleh batas administratif berdasarkan peraturan perundang-
undangan (Daluarti, 2009). Sedangkan wilayah merupakan bagian terbesar daerah
yang ditempati kota. Oleh karenanya, terdapat hubungan antara wilayah dengan
kota yang tergambar dalam sistem kota-kota dan wilayah. Sistem kota-kota
merupakan hubungan antar kota dalam wilayah yang terbentuk dari mobilitas
input dan output dari elemen-elemen penyusun aktivitas (Harahap, 2005).
Mobilitas input bergerak menuju ke kota-kota berskala tinggi sedangkan mobilitas
output bergerak keluar karena kota-kota beskala tinggi tidak mampu lagi
mendukung seluruh aktivitas yang muncul dalam bentuk spread effects (Harahap,
2005).
Maka dari itu, pembahasan perencanaan wilayah akan terkait dengan
perencanaan kota. Perencanaan kota merupakan perencanaan fisik yang terpadu,
artinya mencakup aspek-aspek kompleks seperti sosial-budaya, ekonomi, dan
politik dalam satu kesatuan wilayah fisik (ruang kota) (Wikantiyoso, 2004).
Dalam melakukan perencanaan kota, dibutuhkan dua pendekatan yang mencakup :
The Unitary Approach, membuat gambaran pola lingkungan fisik yang ada atau
untuk masa depan dan Adaptive Approach, jalinan kompleks dari berbagai macam
bagian yang saling bergantung secara fungsional (Wikantiyoso, 2004).
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghoffar, 2009. Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia setelah Perubahan


UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju. Karya Kencana: Yogyakarta.

Asshiddiqie, Jimly, 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia. PT Buana


Ilmu Populer: Jakarta.

Dadang Juliantoro, dkk, 2000. Strategi Tiga Kaki: dari Pintu Otonomi Daerah
Mencapai Keadilan Sosial, Lapera Pustaka Utama: Yogyakarta.

Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia


Pustaka Utama: Jakarta

Djoko Prakoso, 1984. Kedudukan dan Fungsi Kepala Daerah beserta Perangkat
Daerah lainnya di dalam Undang-Undang Pokok Pemerintahan Di daerah,
Ghalia Indonesia: Jakarta.

Djoko Sutono, 1982. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press: Jakarta

Faisal Abdullah, 2009. Prinsip, Konsep dan Tantangan dalam Negara Hukum, Pukap
Indonesia: Makassar.

Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, 2007. Kamus Inggris-Indonesia Cetakan


Keduapuluh Sembilan, PT. Gramedia: Jakarta.

Moh. Mahfud MD, 2001. Dasar dan Hukum Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta:
Jakarta.

Ni‟matul Huda, 2005. Hukum tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Philipus M. Hadjon, 2002. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada


University Press: Yogyakarta.

Siagian S.P, 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara; Bandung.
Simamora H, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKKPN:
Yogyakarta.
Aidar G, M. Ramli, Amirullah, Lintong dan Baharuddin K., 2010. Pendampingan
program strategis Kementerian Pertanian (Laporan hasil diseminasi)BPTP
Sulawesi Selatan.

Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, (Jakarta, Prenadamedia group, 2014).

Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan


Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV,( Bandung, Universitas
Parahyangan, 2000),

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,


1998)

Bagir Manan, wewenang Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam Rangka Otonomi
Daerah

F.A.M. Stroink dalam Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan
Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2006)

Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam Paulus Efendie


Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994),

Juniarso Ridwan & Achmad Sudrjat, Hukum Adminitrasi Negara, (Bandung, Penerbit
Nuansa, 2012).

Prajudi Atmosudirdjo. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia

Puslitbang Tanaman Pangan. 2009. Petunjun Pelaksanaann Pendampingan SL PTT.

Puslitbang Tanaman Pangan dan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan


Teknologi Pertanian. 20 hal.

Rusadi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, Makalah, (Yogyakarta:Universitas


Islam Indonesia, 1998)

Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik


Indonesia, Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan 59 Yuridis
Pertanggungjawaban Kekuasaan, (Surabaya: Universitas Airlangga, 1990),
Suryana, A. 2005. Pelaksanaan Pertanian Berkelanjutan Andalan
PelaksanaanNasional. Makalah pada Seminar Sistem Pertanian Berkelanjutan
untuk Mendu-kung Pelaksanaan Nasional, 15 Pebruari 2005 di Universitas
Sebelas MaretSolo.

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, 1983,


CV.Rajawali, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai