Dosen Pengampu:
Dr. Syarifan Nurjan, M.A.
Oleh:
Muhammad Deni Setiyawan (21112334)
Aulia Himma. S (21112342)
Fiardi Hanggoro (21112349)
Firda Kurnia Fitriyani (21112357)
Azizah Ababil (21112384)
Wahyu Tri Wulandari (21112393)
Faradilla Darmantiana. R (21112401)
Agar pembahasan makalah ini lebih terarah maka, permasalahan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Apa saja jenis-jenis kesulitan belajar?
2. Apa yang dimaksud dengan diagnosa kesulitan belajar?
3. Bagaimana prosedur diagnosa kesulitan belajar?
4. Bagaimana evaluasi dan kiat dalam menangani kesulitan belajar?
1
PEMBAHASAN
a) Jenis-Jenis Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan masalah yang hampir semua orang pernah alami,
terlebih para siswa. Kesulitan belajar dapat dijelaskan oleh sesuatu kondisi dalam proses
pembelajaran yang ditandai dengan adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil
pembelajaran. Definisi kesulitan belajar yang luas dan inklusif termasuk ketidakmampuan
belajar (learning disorer); disfungsi belajar (learning disfuncion), kurang berprestasi
(unerachiever), lambat belajar (slow learner), dan ketidakmampuan belajar (learning
difabilities), namun dalam konteks Madrasah Ibtidaiyah, kesulitan belajar yang umum
ditemui oleh para siswa antara lain: Ketidakmampuan belajar, yaitu kurang berprestasi dan
lambat belajar, sehingga terbagi menjadi tiga jenis. Berikut adalah contoh kesulitan belajar
yang perlu dipelajari;
Learning Difabilities
Learning Difabilities (LD) adalah ketidakmampuan seseorang yang mengacu
pada gejala dimana anak tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil
belajarnya di bawah potensi intelektualnya. Kegagalan yang sering dialami anak LD
adalah dalam hal pemahaman, penggunaan pendengaran, berbicara, membaca, mengeja,
berpikir, menulis, berhitung, dan keterampilan sosial. Kesulitan tersebut bukan
bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan emosi, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau
ekonomi, tetapi dapat muncul secara bersamaan.
Kelompok anak LD didefinisikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu
yang menyertainya. Menurut Hammil dan Myers (1975) meliputi gangguan aktivitas
motorik, persepsi, perhatian, emosionalitas, simbolisasi, dan ingatan. Sedangkan, jika
ditinjau dari aspek akademik, kebanyakan anak LD juga mengalami kegagalan yang
nyata dalam penguasaan keterampilan dasar belajar, seperti dalam membaca, menulis,
dan berhitung.
2
duku), dan lain sebagainya. Bila ini yang terjadi mereka termasuk dalam kelompok
berkesulitan belajar disleksia.
2) Lambat dalam mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucapannya. Comment [i-[3]:
4
Slow Learner adalah siswa/siswi yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa/siswi lain yang
memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
Ciri-ciri Slow Learner
Pada umumnya anak yang lambat belajar adalah anak yang mempunyai
kecerdasan di bawah rata-rata, tetapi tidak sampai pada taraf imbisil atau idiot. Anak yang
lambat belajar disebut juga anak yang “subnormal” atau “mentally retarted”. Gejala-gejala
anak yang lambat belajar antara lain berikut ini.
1) Perhatian dan konsentrasi singkat.
2) Reaksinya lambat.
3) Kemampuannya terbatas untuk megerjakan hal-hal yang abstrak dan menyimpulkan.
4) Kemampuan terbatas dalam menilai bahan yang relevan.
5) Kelambatan dalam menghubungkan dan mewujudkan ide dengan kata-kata. Comment [i-[5]:
Penulisan dirapikan
6) Gagal mengenal unsur dalam situasi baru.
7) Belajar lambat dan mudah lupa.
8) Berpandangan sempit.
9) Tidak mampu menganalisis, memecahkan masalah, dan berpikir kritis.
Faktor-faktor Penyebab Slow Leaner
Kelainan tingkah laku anak yang tergolong dalam slow learner adalah
menggambarkan adanya sesuatu yang kurang sempurna pada pusat susunan syarafnya,
kemungkinan ada sesuatu syaraf yang tidak berfungsi lagi karena telah mati atau setidak-
tidaknya telah menjadi lemah. Keadaan demikian itu biasanya terjadi semasa anak masih
dalam kandungan ibunya atau pada waktu dilahirkan, Psikologi Belajar 190 dapat pula
terjadi karena adanya faktor-faktor dari dalam (endogen) atau dari luar (eksogen).
5
3. Keputusan mengenai faktor utama yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak Comment [i-[6]:
Penulisan dirapikan
didik.
Karena diagnosis adalah penentuan jenis penyakit dengan meneliti (memeriksa)
gejala-gejalanya atau proses pemeriksaan terhadap hal yang dipandang tidak beres, maka
agar akurasi keputusan yang diambil tidak keliru tentu saja diperlukan kecermatan dan
ketelitian yang tinggi. Untuk mendapatkan hasil yang meyakinkan itu sebaiknya minta
bantuan tenaga ahli dalam bidang keahlian mereka masing-masing.
6
khusus ini biasanya bertugas menangani para siswa/siswi pengidap sindrom sindrom tadi
di samping melakukan remedial teaching (pengajaran perbaikan).
Seperti telah dikemukakan bahwa ada tujuh prosedur yang harus dilalui dalam
menegakkan diagnosis, yaitu identifikasi, menentukan prioritas, menentukan potensi
anak, menentukan taraf kemampuan, menentukan gejala kesulitan, menganalisis adanya
faktor-faktor yang terkait, dan menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial.
d) Evaluasi atau Kiat Menangani Kesulitan Belajar
Banyak alternatif yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar
siswanya. Akan tetapi, sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk
terlebih dahulu melakukan beberapa langkah penting yang sebagai kiat menangani
kesulitan belajar meliputi:
1. Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan
antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan
belajar yang dihadapi siswa/siswi;
2. Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan
perbaikan;
3. Menyusun program perbaikan, khususnya program remedial teaching (pengajaran
perbaikan). Setelah langkah-langkah di atas selesai, barulah guru melaksanakan Comment [i-[8]:
Penulisan dirapikan
langkah selanjutnya, yakni melaksanakan program perbaikan (Thohirin, 2005: 147).
PENUTUP
a) Kesimpulan Comment [i-[9]:
Kesimpulan adalah mensimpulkan
Kesulitan belajar merupakan masalah yang hampir semua orang pernah alami terlebih pembahasan
para siswa. Kesulitan belajar dapat dijelaskan oleh sesuatu kondisi dalam proses pembelajaran
yang ditandai dengan adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil pembelajaran.
Definisi kesulitan belajar yang luas dan inklusif termasuk ketidakmampuan belajar
(learning disorer); disfungsi belajar (learning disfuncion); kurang berprestasi (unerachiever),
lambat belajar (slow learner), dan ketidak mampuan belajar (learning difabilities).
Dengan adanya kesulitan belajar ini, maka diperlukannya diagnosa kesulitan belajar atau
bisa dikatakan adanya keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data. Tentu saja
keputusan yang diambil itu setelah dilakukan analisis terhadap data yang diolah. Dalam
melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu
yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa.
Prosedur Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (1991) sebagai berikut:
7
Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa/siswi ketika
mengikuti pelajaran.
Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa/siswi khususnya yang diduga mengalami
kesulitan belajar.
Mewawancarai orang tua atau wali siswa/siswi untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang
mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk hakikat kesulitan belajar yang
dialami siswa/siswi.
Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa/siswi yang diduga
mengalami kesulitan belajar.
Setelah diagnosa dan prosedur kesulitan belajar siswa telah dilakukan, maka langkah
selanjutnya yaitu mengetahui kiat-kiat dalam menangani kesulitan belajar tersebut dengan cara
sebagai berikut:
1) Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan
antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan
belajar yang dihadapi siswa/siswi.
2) Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan
perbaikan.
3) Menyusun program perbaikan, khususnya program remedial teaching (pengajaran
perbaikan). Setelah langkah-langkah di atas selesai, barulah guru melaksanakan
langkah selanjutnya, yakni melaksanakan program perbaikan (Thohirin, 2005: 147).
b) Daftar Pustaka
Nurjan, Syarifan. 2016. Psikologi Belajar. Ponorogo: CV WADE GROUP.
c) Daftar Hadir
Revisi
Nama Pemakalah Presentasi Tanda Tangan
Makalah
Aulia Himma. S √ √ √
8
Fiari Hanggoro √ √ √
Azizah Ababil √ √ √
Faradilla Darmantiana. R √ √ √