Standar Nasional Indonesia dan Pedoman yang ditetapkan dan masih berlaku di
antaranya:
Konsultan Supervisi akan melakukan pengumpulan data dan dokumen yang terkait
dengan pelaksanaan pekerjaan, dalam hal ini yang utama adalah:
• KAK Konsultan
• Dokumen Pelelangan dan Dokumen Kontrak Jasa Pemborongan
• Gambar Kerja (shop drawing, detail drawing, as built drawing)
• Spesifikasi Teknik Pelaksanaan Konstruksi
• Peraturan-peraturan Departemen Pekerjaan Umum
• Hasil survey topografi dan penyelidikan tanah,dll
• Referensi koordinat
• Referensi/literatur
• Laporan/studi terdahulu
2C-4
Serta studi terkait lainnya, disamping itu Konsultan juga akan mengumpulkan
pedoman-pedoman dan standar pelaksanaan bangunan sipil dan bangunan air,
khususnya konstruksi bendung yang akan mendukung kelancaran dan peningkatan
kualitas pekerjaan.
Kemudian untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan maka konsultan melakukan
pembuatan peta kerja. Pembuatan Peta Kerja akan menggunakan peta yang didapat
dari pengumpulan data awal atau pada saat Aanwijzing. Peta ini akan dipakai untuk
Orientasi Lapangan dimana akan diidentifikasi batas areal pekerjaan, Jalan,
Kampung/Desa dan Batas Pemerintahan. Dari hasil Survey Pendahuluan ini, Team
akan menyusun Rencana Kerja untuk masing-masing kegiatan berpedoman pada Peta
Kerja tersebut sebagai acuan.
Monitoring, evaluasi dan analisa semua aktivitas kegiatan akan dilakukan secara
kontinyu sehingga terjamin ketepatan waktu pelaksanaan sesuai dengan jadwal yang
telah disediakan yaitu selama 8 (delapan) bulan.
Tim Supervisi akan berkoordinasi dengan Direksi untuk menentukan jenis dan
macam Review Desain yang akan dilakukan.
• Jika jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan belum ada Survei, investigasi
dan desainnya.
• Jika terdapat perbedaan kondisi lapangan dengan data yang terdapat dalam
hasil DED.
Selain itu Konsultan harus membuat revisi dan penyesuaian desain dari waktu
ke waktu pada saat diperlukan akibat dari adanya temuan atau perubahan
lapangan, tentunya harus dengan persetujuan pihak pemberi tugas.
Be = B – 2 ( n . Kp + Ka ) H1
Dimana :
n = Jumlah Pilar
H1 = Tinggi Energi ( m )
2C-8
Gambar 2C.8 : Sketsa Penentuan Lebar Efektif Bendung
Mercu Bendung
Di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk bendung / pelimpah
yaitu type ogee dan type bulat. Kedua type mercu tersebut dapat dipakai baik untuk
konstruksi bendung beton bertulang maupun pasangan batu kali atau bentuk
kombinasi dari keduanya. Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit
yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan koefisien debit bendung ambang lebar.
Pada sungai ini akan memberikan keuntungan karena bangunan ini akan mengurangi
tinggi muka air hulu selama banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi karena
lengkung stream line dan tekanan negatif pada mercu. Tekanan negatif pada mercu
2C-9
adalah fungsi perbandingan antara H1 dan r (H1/r). Untuk menghindari bahaya
kapitasi lokal tekanan minimum pada mercu bendung yang terbuat dari beton
bertulang harus dibatasi sampai -4. Jika mercu terbuat dari pasangan batu kali
takanan dibatasi sampai dengan -1. Jari-jari mercu bendung dari pasangan batu kali
berkisar antara 0.30 – 0.70 kali tinggi energi maksimum, sedangkan untuk bendung
dari beton bertulang berkisar antara 0,10 – 0,30 kali tinggi energi maksimum.
Peredam Energi
Aliran diatas bendung akan menunjukan berbagai perilaku aliran disebelah hilirnya.
Apabila yang terjadi aliran tenggelam yaitu jika muka air hilir lebih tinggi dari 2/3 H1
diatas mercu, maka hal ini tidak akan menimbulkan masalah karena hanya dapat
menimbulkan sedikit riak gelombang di permukaan dan untuk kondisi tersebut tidak
diperlukan peredam energi.
Bila terjadi aliran tidak tenggelam dan kedalaman air di hilir (h2) kurang dari
kedalaman konjugasinya (y2), maka akan timbul loncatan air kearah hilir yang akan
menghempas bagian sungai yang tak terlindungi hal ini akan menyebabkan terjadinya
penggerusan. Kondisi seperti ini diperlukan adanya bangunan peredam energi.
Terlepas dari kondisi hidrolis, yang dapat dijelaskan dengan bilangan froude dan
kedalaman air hilir, kondisi dasar sungai dan tipe sedimen yang diangkut memainkan
peranan penting dalam pemilihan type peredam energi:
Lantai Hulu
Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya erosi bawah tanah dan memperkecil gaya
angkat ke atas, maka jalur rayapan aliran yang melalui tubuh bendung perlu
diperpanjang. Salah satu cara yang mudah pelaksanaannya dan murah biayanya
adalah dengan membuat lantai hulu dengan panjang tertentu. Gaya tekan keatas dari
bawah lantai akan diimbangi berat konstruksi. Persyaratan terpenting adalah bahwa
lantai ini kedap air, demikian pula sambungannya dengan tubuh bendung. Sipat kedap
air ini dapat dicapai dengan foil plastic atau lempung kedap air dibawah lantai dan
sekat karet yang menghubungkan lantai dan tubuh bendung.
2C-11
Bangunan Pengambilan Utama dan Pembilas Utama
Bangunan Penguras
Pengalaman yang diperoleh dari banyak bendung dan pembilas yang sudah
dibangun, telah menghasilkan beberapa pedoman untuk menentukan lebar pembilas
:
Lebar pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan 1/6 – 1/10 dari
lebar bersih bendung ( jarak antara pangkal-pangkalnya), untuk sungai-sungai yang
lebarnya kurang dari 100 meter.
Lebar pembilas sebaiknya diambil 60 % dari lebar total pengambilan termasuk pilar
pilarnya.
Pintu pada pembilas dapat direncanakan dengan bagian depan terbuka atau tertutup,
pintu dengan bagian depan terbuka memiliki keuntungan – keuntungan berikut :
Ikut mengatur kapasitas debit bendung, karena air dapat mengalir melalui pintu-
pintu yang tertutup selam banjir.
Pembuang benda-benda terpung lebih mudah, khususnya bila pintu dibuat dalam
dua bagian dan bagian atas dapat diturunkan.
2C-12
Elv.4
z
a2 Elv.2
n
a1
Elv.3
Elv.1
d
Elv.5
Kantong Lumpur
Meskipun telah ada usaha untuk mencegah masuknya sedimen ke jaringan Air Baku
dengan merencanakan pembilas utama didepan pintu pengambilan utama, namun
masih ada partikel-partikel sediment layang (suspended load) yang akan masuk
kedalam jaringan saluran tersebut. Untuk mencegah agar sediment layang ini tidak
mengendap di seluruh saluran Air Baku, setelah bangunan pengambilan utama
direncanakan dibuat kantong lumpur.
Untuk menampung endapan sediment ini, dasar dari pada ruas saluran tersebut akan
diperdalam dan diperlebar. Tampungan endapan ini akan dibersihkan tiap jangka
waktu tertentu dengan cara menguras sediment kembali ke sungai dengan aliran
terkosentrasi yang berkecepatan tinggi > 1,50 m/dt, sedangkan pada saat eksploitasi
normal kecepatan dikantong lumpur harus cukup rendah < 0,40 m/dt agar sediment
layang dapat diendapkan.
2C-13
Gambar 2C.10. Tata letak Kantong Lumpur
Pada saat menguras endapan sediment di kantong Lumpur, maka aliran beserta
endapan ini akan melalui bangunan penguras dan saluran penguras. Pada saat itu
pintu pengambilan saluran induk di tutup dan pintu pada bangunan penguras dibuka.
Selama operasi pengurasan berlangsung, dianjurkan agar aliran pada bangunan
penguras direncanakan sebagai aliran bebas, sehingga pengurasan tidak akan
berpengaruh oleh tinggi muka air di hilir penguras itu sendiri. Sebagai pedoman untuk
merencanakan agar elevasi muka air pengurasan dibangunan penguras tidak
terganggu oleh tinggi muka air di hilir saluran penguras, dapat diambil acuan bahwa
elevasi muka air pengurasan di bangunan penguras harus lebih tinggi dari elevasi
muka air sungai pada Q1/5. Dimana Q1/5 adalah debit yang memiliki probabilitas
untuk disamai atau dilampui 5 kali dalam setahun Hs adalah tinggi energi di saluran
penguras pada saat dilakukannya operasi pengurasan.
Kecepatan aliran dalam saluran penguras sebaik direncanakan berkisar antara 1,50
sampai 2,00 m/dt, agar tidak ada sediment yang tersisa disaluran penguras tersebut.
Pengalaman telah menunjukan bahwa perencanaan yang didasarkan pada
kemungkinan pengurasan dengan menggunakan muka air sungai dengan periode
ulang lima kali dalam setahunakan memberikan hasil yang cukup memadai.
2C-14
Bangunan Pengambilan Saluran Primer
Bangunan Ukur
Bangunan ukur diperlukan untuk mengetahui / mengukur beesarnya debit yang masuk
ke saluran induk. Pada dasarnya fungsi mengatur dan sekaligus mengukur debit yang
lewat bisa dilakukan oleh pintu sorong yang ada dipengambilan utama, pengambilan
saluran induk maupun di bangunan pembilas.
Untuk ketelitian dan kalibrasi pintu sorong dipengambilan saluran induk, sehingga bisa
mengalirkan debit yang besarnya benar-benar mendekati debit rencana ke saluran
induk. Alat ukur debit yang mempunyai ketelitian cukup tinggi untuk debit-debit yang
cukup besar atau mudah dalam pengoperasiannya adalah alat ukur ambang lebar (
Meet Drempel).
Gaya-gaya yang bekerja pada Bendung mempunyai arti penting dalam perencanaan
adalah :
Tekanan Air
Tekanan Lumpur
Gaya Gempa
Berat Bangunan
Reaksi Pondasi
a. Tekanan Air
Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatis dan gaya hidrodinamik. Tekanan
hidrostatis adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Gaya ini dapat diuraikan
menjadi gaya vertikal dan gaya horizontal. Sedang tekanan hidrodinamik jarang
diperhitungkan untuk setabilitas bendung dengan tinggi energi rendah. Bendung
2C-15
mendapat tekanan hanya pada permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan
dalam tubuh bangunan itu sendiri, yaitu yang biasanya disebut dengan gaya tekan ke
atas (Up Lift Pressure). Gaya ini menyebabkan berkurangnya berat efektif bangunan
diatasnya.
b. Tekanan Lumpur
Tekanan Lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung dihitung sebagai berikut:
(1 − sin )
Ps = 1 / 2 xsxh 2 x
(1 + sin )
dimana :
Ps = Gaya tekan pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara
horizontal (ton).
h = Kedalaman Lumpur
c. Gaya Gempa
Faktor-faktor akibat gempa yang akan digunakan dalam perhitungan stabilitas diambil
dari peta yang diterbitkan oleh PUSLITBANG AIR ( 1999) seperti yang terdapat pada
Gambar, dimana percepatan gempa desain dan koefisien gempanya dapat
diperhitungkan dengan persamaan sbb.
Ad = Z x ac x v
Kh = ad/g
Dimana :
Z = Koefisien gempa
T = Periode Ulang
d. Berat Bangunan
Berat bangunan tergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat bangunan itu.
Untuk tinjauan perencanaan dapat dipakai harga-harga berat volume dibawah ini :
e. Reaksi Pondasi
Reaksi pondasi dapat diandaikan berbentuk trapesium dan tersebar secara linier,
seperti pada Gambar berikut.
Sedangkan tinjauan stabilitas itu sendiri akan dilakukan pada hal-hal yang dapat
menyebabkan runtuhnya bangunan grafitasi, yaitu :
Sedangkan faktor keamanan yang diambil dalam perencanaan ini mengacu pada
Kriteia Perencanaan, Bagian Parameter Bangunan untuk berbagai kombinasi
pembebanan.
Metode Pelaksanaan
Secara garis besar terhadap 2 alternatif metode pelaksanaan yang biasa diterapkan
yaitu :
1. Pelaksanaan di Sungai
Membuat tempat kerja (contruction pit) dengan membuat tanggul tanah dalam
beberapa tahapan. Agar tempat kerja tetap kering, air rembesan yang masuk
kedalamnya harus terus dipompa.
Sedangkan untuk pelaksanaan diluar sungai adalah bila sungai tersebut memang
akan diluruskan dengan membuat sudetan dan bendung akan dibuat di ruas sudetan
tersebut.
Untuk memenuhi puncak elevasi cofferdam, didasarkan pada besarnya debit banjir
rencana yang akan ditentukan dengan mempertimbangkan lamanya periode
pelaksanaan serta resiko yang masih dapat diterima selama umur bangunan dan
anggaran biaya yang tersedia. Dalam perencanaan ini didasarkan pada hal tersebut
maka debit banjir rencana ditentukan dengan periode ulang 5 tahun (Q5). 2C-19
Gambar 2C.12. Alternatif Metode Pelaksanaan
Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan
berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih. Sedang bangunan
sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran tersier
penerima. Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian
bangunan.
Adalah bisa untuk memasang pintu pengatur di saluran terbesar dan membuat alat –
alat pengukur dan pengatur di bangunan – bangunan sadap yang lebih kecil. Seperti
gambar berikut
2C-20
Gambar 2C.13. Saluran Primer dengan Bangunan Pengatur dan Sadap ke saluran
2C-21
Gambar 2C.14 Saluran Sekunder dengan Bangunan Pengatur dan Sadap Ke Berbagai Arah
Bangunan Pengatur
Bangunan pengatur akan mengatur muka air saluran di tempat – tempat di mana
terletak bangunan sadap dan bagi. Khususnya di saluran – saluran yang kehilangan
tinggi energinya harus kecil (misal di kebanyakan saluran garis tinggi), bangunan
pengatur harus di rencana sedemikian rupa sehingga tidak banyak rintangan sewaktu
terjadi debit rencana. Misalnya pintu sorong harus dapat diangkat sepenuhnya dari
dalam air selama terjadi debit rencana, kehilangan energi harus kecil pada pintu skot
balok jika semua balok dipindahkan.
Pintu Pengatur
Dengan :
Q = Debit aliran (m3/dt)
b = Lebar bukaan pintu (m)
a = Tinggi bukaan pintu (m)
= Koefisien aliran
g = Percepatan gravitasi (m2/dt)
h1 = Kedalaman air di depan pintu di atas ambang (m) Aliran
Tenggelam.
Perhitungan hidrolis pintu sorong dengan aliran tenggelam digunakan rumus :
Q = K ..b.a 2.g.h1
Dengan:
Q = Debit aliran (m3/dt)
K = Faktor untuk aliran tenggelam
2C-23
b = Lebar bukaan pintu (m)
a =Tinggi bukaan pintu (m)
= Koefisien aliran
g = Percepatan gravitasi (m/dt2)
h1 = Kedalaman air di depan pintu di atas ambang (m)
Bangunan Sadap
Bangunan sadap sekunder akan memberi air ke saluran sekunder dan oleh sebab
itu, melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas bangunan – bangunan sadap
ini lebih dari sekitar 0,250 m3/dt.
Ada tiga tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder, yaitu
:
Tipe mana yang akan dipilih bergantung pada ukuran saluran yang akan diberi air
serta besarnya kehilangan tinggi energi yang di izinkan.
Untuk kehilangan tinggi energi, alat ukur Romijn dipakai hingga debit sebesar 2
m3/dt. Dalam hal ini dua atau tiga pintu Romijn dipasang bersebelahan. Untuk
debit – debit yang lebih besar, harus dipilih pintu sorong yang dilengkapi dengan
alat ukur yang terpisah, yakni alat ukur ambang lebar.
Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, maka alat ukur Crump-de
gruyter merupakan bangunan yang bagus. Bangunan ini dapat direncana dengan
pintu tunggal atau banyak pintu dengan debit sampai sebesar 0,9 m3/dt setiap
pintu.
Bangunan sadap tersier akan memberi air kepada petak – petak tersier. Kapasitas
bangunan sadap ini berkisar antara 50 l/dt sampai 250 l/dt. Bangunan sadap yang
paling cocok adalah alat ukur Romijn, jika muka air hulu diatur dengan bangunan
pengatur dan jika kehilangan tinggi energi merupakan masalah.
2C-24
Untuk bangunan sadap tersier yang mengambil air dari saluran primer yang besar,
dimana pembuatan bangunan pengatur akan sangat mahal dan muka air yang
diperlukan di petak tersier rendah di banding elevasi air selama debit rendah di
saluran, akan menguntungkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana
dengan pintu sorong sebagai bangunan penutup. Debit maksimum melalui pipa
sebaiknya didasarkan pada muka air rencana di saluran primer dan petak tersier.
Hal ini berarti bahwa walaupun mungkin debit terbatas sekali petak tersier, tetap
bisa diairi bila tersedia air di saluran primer pada elevasi yang cukup tinggi untuk
mengairi petak tersebut.
Untuk mengganti bangunan sadap tersier yang mengambil air dari saluran
primer/sekunder yang besar, dimana pembuatan bangunan pengatur akan sangat
mahal dan muka air yang diperlukan di petak tersier relatif lebih rendah di saluran
pada kondisi debit rendah, akan menguntungkan untuk memakai bangunan sadap
pipa sederhana dengan pintu sorong sebagai bangunan penutup.
Pipa sederhana berupa sebuah pipa yang terbuat dari busi beton dengan diameter
standart 0.15, 0.20, 0.30, 0.40, 0.50, atau 0,60 yang bisa ditutup dengan pintu
sorong. Aliran melalui bangunan ini tidak dapat diukur tapi dibagi sampai debit
maksimum, yang bertanggung pada diameter pipa dan beda tinggi energi.
Bangunan Ukur
Bangunan ukur ambang lebar dianjurkan karena bangunan itu kokoh dan mudah
dibuat. Disesuaikan dengan tipe saluran apa saja. Hubungan tunggal antara muka
air hulu dan debit mempermudah pembacaan debit secara langsung dari papan
duga, tanpa memerlukan tabel debit.
Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas (overflow), untuk ini tinggi
energi hulu lebih kecil dari panjang mercu. Karena pola aliran di atas alat ukur
ambang lebar dapat ditangani dengan teori hidrolika yang sudah ada sekarang,
2C-25
maka bangunan ini bisa mempunyai bentuk yang berbeda – beda, sementara
debitnya tetap serupa.
2
Q = Cd .Cv 2.g.bc .h.1.5
3
Dengan :
Q = Debit, m3/detik
Cd = Koefisien debit
Cd adalah 0,93 + 0,10 H1/L untuk 0,1 < Hl / L < 1,0
Hl = tinggi energi hulu, meter
L = Panjang mercu, meter
Cv = Koefisien kecepatan datang
G = Percepatan grativitasi, m2/det
bc = Lebar mercu, meter
h1 = Kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, meter.
▪ Asal saja kehilangan tinggi energi pada alat ukur cukup untuk menciptakan
aliran kritis, debit dapat dihitung dengan kesalahan kurang dari 2%.
▪ Kehilangan tinggi energi untuk memperoleh aliran moduler yaitu hubungan
khusus antara tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuan dan debit
lebih rendah jika dibandingkan dengan kehilangan tinggi energi untuk
semua jenis bangunan yang lain.
▪ Sudah ada teori hidrolika untuk menghitung kehilangan tinggi energi yang
diperlukan ini, untuk kombinasi alat ukur dan saluran apa saja.
▪ Karena peralihan penyempitannya yang bertahap (gradual), alat ukur ini
mempunyai masalah sedikit saja dengan benda – benda hanyut.
▪ Pembacaan debit di lapangan mudah, khususnya jika papan duga diberi
satuan debit, m3/dt
▪ Pengamatan lapangan dan laboratorium menunjukkan bahwa alat ukur ini
mengangkut sedimen, bahkan di saluran dengan aliran subkritis.
2C-26
▪ Asalkan mercu datar searah dengan aliran, maka tabel debit pada dimensi
purnalaksana (as-built dimensions) dapat di buat, bahkan jika terdapat
kesalahan pada dimensi rencana selama pelaksanaan sekalipun kalibrasi
purnalaksana demikian juga memungkinkan alat ukur untuk diperbaiki
kembali, bila perlu.
▪ Bangunan kuat, tidak mudah rusak.
▪ Di bawah kondisi hidrolis dan batas yang serupa, ini adalah yang paling
ekonomis dari semua jenis bangunan lain untuk pengukuran debit secara
tepat.
▪ Alat ukur ambang lebar dan flum leher panjang adalah bangunan –
bangunan pengukur debit yang dipakai di saluran di mana kehilanagn
tinggi energi merupakan hal pokok yang menjadi bahan pertimbangan.
Bangunan ini biasanya ditempatkan di awal saluran primer, pada titik
cabang saluran besar dan tepat di hilir pintu sorong pada titik masuk petak
tersier.
Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk mengatur
dan mengukur debit di dalam jaringan saluran Air Baku. Agar dapat bergerak,
2C-27
mercunya dibuat dari pelat baja dan dipasang di atas pintu sorong, pintu ini
dihubungkan dengan alat pengangkat.
Sejak pengenalannya pada tahun 1932, pintu Romijn telah dibuat dengan tiga
bentuk mercu, yaitu :
- kalau alat ukur Romijn dibuat dengan mercu datar dan peralihan
penyempitan sesuai dengan Gambar 2C.4c, tabel debitnya sudah ada
dengan kesalahan kurang dari 3 %
- debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu bangunan.
- Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler adalah di
bawah 33 % dari tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuannya, yang
relatif kecil.
2C-28
- Karena alat ukur Romijn ini bisa disebut “berambang lebar”, maka sudah
ada teori hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut.
- Alat ukur Romijn dengan pintu bawah bisa dieksploitasi oleh orang yang
tak berwenang, yaitu melewatkan air lebih banyak dari yang diizinkan
dengan cara mengangkat pintu bawah lebih tinggi lagi.
- Alat ukur Romijn adalah bangunan pengukur dan pengatur serba bisa
yang dipakai di Indonesia sebagai bangunan sadap tersier. Untuk ini tipe
standar paling kecil (lebar (0,50m) adalah yang paling cocok. Tetapi alat
ukur Romijn dapat juga dipakai sebagai bangunan sadap sekunder.
- Ekplotasi bangunan itu sederhana dan kebanyakaan juru pintu telah
terbisaa dengannya. Bangunan itu dilengkapi dengan pintu bawah yang
dapat disalah gunakan jika pengawasan kurang.
Alat ukur Crump – de Gruyter yang dapat disetel adalah saluran ukur leher
panjang yang dipasang pintu gerak vertikal yang searah aliran (streamline). Pintu
ini merupakan modifikasi/penyempurnaan modul proporsi yang dapat disetel
(adjustabel proportional module), yang diperkenalkan oleh Crump pada tahun
2C-29
1922 De Gruyter (1926) menyempurnakan trase flum tersebut dan mengganti
“blok – atap “(roof block) seperti yang direncanakan oleh Crump dengan pintu
sorong yang dapat disetel. Bangunan yang dihasilkan dapat dipakai baik untuk
mengukur maupun mengatur debit.
Q = C d bw 2 g (h1 − w)
Dengan :
Q = debit, m3/dt
b = lebar bukaan, m
- alat ukur Crump de- Gruyter dapat dipakai dengan berhasil jika keadaan
muka air di saluran selalu mengalami fluktuasi atau jika orifis harus
bekerja pada keadaan muka air rendah di saluran. alat ukur Crump de-
Gruyter mempunyai kehilangan tinggi energi yang lebih besar daripada
alat ukur Romijn.
Alat Ukur Cipoletti merupakan penyempurnaan alat ukur ambang tajam yang
dikontraksi sepenuhnya. Alat Ukur Cipoletti memiliki potongan pengontrol
trapesium, mercunya horizontal dan sisi –sisinya miring ke samping dengan
kemiringan 1 vert : ¼ horisontal seperti pada gambar berikut.
2C-31
Gambar 2C.19 Dimensi Alat Ukur Cipoletti
Q = Cd Cv 2 2 g bh11,5
3
Dengan :
Q = debit, m3/dt
Karakteristik Bangunan :
Penggunaan
2C-32
- Alat Ukur Cipoletti yang dikombinasi dengan pintu sorong sering
dipakai sebagai bangunan sadap tersier. Karena jarak antara pintu dan
bangunan ukur jauh, eksploitasi pintu menjadi rumit. Oleh sebab itu,
lebih dianjurkan untuk memakai bangunan kombinasi. Pemakaian alat
ukur ini tidak lagi dianjurkan, kecuali di lingkungan laboratorium.
Bangunan Terjun
Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih
curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan semacam
ini mempunyai empat bagian fungsional, masing – masing memiliki sifat – sifat
perencanaan yang khas, seperti gambar dibawah, yaitu :
AZ = (∆H + Hd) – Hl
Hd = 1,67 Hl
Vu = 2,9 z
Yu = q/Vu
Fr = Vu/(g.Yu)
Dengan :
AH = Selisih tinggi energi hilir dan hulu (m)
Hd = Tinggi energi hilir dikolam olakan (m)
Vu = Kecepatan aliran di kolam olakan peredam (m.dt)
Yu = Tinggi air di kolam peredam (m)
g = Percepatan grafitasi (m2/dt.)
Fr = Angka froude
N = Tinggi ambang di ujung kolam olakan (m)
c. Got Miring
Aliran dalam got miring adalah superkritis dan bagian peralihannya harus licin
dan berangsur agar tidak terjadi gelombang – gelombang ini bisa menimbulkan
masalah di dalam potongan got miring dan kolam olak karena gelombang sulit
diredam. Seperti pada gambar dibawah ini.
2C-35
Gambar 2C.22 Tipe – Tipe Got Miring Segi Empat ( dari USBR, 1978)
Gorong – gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran
Air Baku atau pembuang) melewati bawah jalan air lainnya (biasanya saluran), bawah
jalan, atau jalan kereta api.
Gorong – gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada luas basah
saluran hulu maupun hilir. Sebagian dari potongan melintang mungkin berada di atas
muka air. Dalam hal ini gorong - gorong berfungsi sebagai saluran terbuka dengan
aliran bebas.
Pada gorong – gorong aliran bebas, benda – benda yang hanyut dapat lewat dengan
mudah, tetapi biaya pembuatannya umumnya lebih mahal di banding gorong – gorong
tenggelam. Dalam hal gorong–gorong tenggelam, seluruh potongan melintang berada
di bawah permukaan air. Biaya pelaksanaan lebih murah, tetapi bahaya tersumbat
lebih besar.
dengan :
Q = debit rencana, m3/det
= koefisien debit.
A = luas penampang gorong-gorong, m2
z = kehilangan tinggi energi pada gorong-gorong, m.
g = percepatan grafitasi.
2. Gorong-gorong aliran tidak penuh
1
Q= .C 2 .D 8 / 3 . S c
n
Q.n
C2 = 8/3
D . Sc
Dengan :
Q = debit aliran, m3/det
n = koefisien kekasaran bahan
C2 = koefisien
D = diameter gorong-gorong, m
Sc = kemiringan kritis dasar saluran
Karena terjadi perubahan pola aliran pada waktu masuk dan keluar,
maka diperlukan transisi. Sedang kehilangan tinggi diperhitungkan
meliputi saat masuk, di gorong-gorong dan pada saat keluar.
a. Panjang Transisi
B−b
L=
Cos 2
Dengan :
L = panjang transisi (m)
B = lebar saluran (m)
b = lebar gorong-gorong
= sudut penyempitan
b. Kebisaaan Tinggi
1. Transisi masuk
h1 = 0,5 ( hvp - hv)
2. Di gorong-gorong
h2 = S2 x L2
3. Transisi keluar
h1 = 1,0 ( hvp - hv)
2C-38
Gambar 2C.23 Standar Peralihan Saluran Gorong -Gorong
Gorong – gorong segi empat di buat dari beton bertulang atau dari pasangan
batu dengan pelat beton bertulang sebagai penutup. Gorong – gorong tipe
pertama terutama digunakan untuk debit yang besar atau bila yang
dipentingkan adalah gorong – gorong kedap air. Gorong – gorong dari
pasangan batu dengan pelat beton bertulang sangat kuat dan pembuatannya
mudah. Khususnya untuk tempat – tempat terpencil, gorong – gorong ini
sangat ideal. Contoh tipe – tipe gorong –gorong segi empat dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
b. Jembatan
Biaya pemeliharaan yang tinggi dan umur bangunan yang labil pendek pada
jembatan kayu dan jembatan baja, sebaiknya dipertimbangkan dalam evaluasi.
Gambar 2C.26 Tipe Potongan Melintang Jembatan Balok T dan Jembatan Pelat
2C-41
2.C.2. PENYAJIAN SPESIFIKASI TEKNIS DAN
PERHITUNGAN TEKNIS
A Keterlambatan
Potensi penyebab masalah keterlambatan adalah seperti dalam fishbone berikut ini:
Untuk mencegah agar tidak sampai terjadi keterlambatan adalah mengantisipasi dari
penyebabnya, yaitu dengan memeriksa kesiapan kontraktor atas ketersediaan material,
tenaga, mesin, pendanaan, kesiapan metode dan kesiapan pendanaan beberapa waktu
sebelum fase konstruksi terkait akan dilaksanakan.
Pada dasarnya keterlambatan proyek dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya
sumber daya manusia, lokasi pelaksanaan proyek, peralatan yang digunakan, dan lain
sebagainya. Faktor-faktor potensial untuk mempengaruhi waktu pelaksanaan konstruksi,
diantaranya:
1. Tenaga Kerja / Labours (keahlian tenaga kerja; kedisiplinan tenaga kerja; motivasi
kerja para pekerja; angka ketidakhadiran; ketersediaan tenaga kerja; penggantian
tenaga kerja baru; komunikasi antara tenaga kerja dan badan pembimbing)
2. Bahan / Material (pengirimn bahan; ketersediaan bahan; kualitas bahan)
3. Peralatan / Equipment(ketersediaan peralatan; kualitas peralatan)
2C-42
4. Karakteristik Tempat / Site Characteristic (keadaan permukaan dan dibawah
permukaan tanah; penglihatan atau tanggapan lingkungan sekitar; karakteristik fisik
bangunan sekitar lokasi proyek; tempat penyimpanan bahan/material; akses lokasi
proyek; kebutuhan ruangan kerja; lokasi proyek)
5. Manajerial / Managerial (pengawasan proyek; kualitas pengontrol pekerjaan;
pengalaman manager lapangan; perhitungan keperluan material; perubahan desain;
komunikasi antara konsultan dan kontraktor; komunikasi antara kontraktor dan
pemilik; jadwal pengiriman material dan peralatan; jadwal pekerjaan yang harus
diselesaikan; persiapan/penetapan rancangan tempat)
6. Keuangan / Financial (pembayaran oleh pemilik; harga material)
7. Faktor Lain / Other Factors (intensitas curah hujan; kondisi ekonomi; kecelakaan
kerja).
Pada setiap komponen yang berpengaruh pada keberlangsungan proyek, memiliki alasan-
alasan tersendiri atas keterlambatan proyek. Faktor penyebab keterlambatan proyek
berdasarkan tiga sudut pandang. Tiga diantaranya berdasarkan sudut pandang kontraktor,
pemilik proyek, dan konsultan.
Pada kontraktor, faktor ketidaktersediaan tenaga kerja dalam hal ini tukan dan pekerja
konstruksi menjadi faktor utama penyebab keterlambatan proyek. Pada urutan berikutnya
penyebab keterlambatan proyek adalah faktor ketersediaan peralatan konstruksi di lokasi
proyekserta sistem pembayaran pemilik ke kontraktor yang tidak sesuai kontrak. Faktor-faktor
tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain sehingga jika salah satu dari faktor-
2C-43
faktortersebut terjadi, maka akan menimbulkan faktor yang lain yang dapat
menyebabkanterjadinya keterlambatan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Ketidaktersediaan
tenaga kerja dan peralatan konstruksi di lokasi proyek menurut kontraktor,disebabkan oleh
keterlambatan pengiriman baik itu pengiriman tenaga kerja maupun pengiriman peralatan ke
lokasi proyek.
Pada sudut pandang pemilik proyek, faktor utama penyebab keterlambatan proyek adalah
akibat dari keterlambatan pengiriman material. Pada urutan selanjutnya faktor yang paling
berpengaruh adalah keterbatasan jumlah tenaga kerja. Sedangkan penyebab keterlambatn
pegiriman material dapat disebabkan berbagai hal salah satu contohnya faktor cuaca. Untuk
pengiriman material dari luar pulau, maka keadaan cuaca di lautan sangat memegang peranan
penting tentunya.
Dan yang terakhir menurut sudut pandang konsultan pengawas, salah satu faktor teratas
penyebab keterlambatan proyek adalah keterlambatan pengiriman material (mobolisasi
material) ke lokasi proyek. Sedangkan faktorketerbatasan jumlah tenaga kerja menempati
urutan selanjutnya. Karena saling mempengaruhi satu dengan yanglain,maka jika salah satu
dari faktor-faktor tersebut terjadi, akan menimbulkan faktoryang lain sehingga dapat
menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan pekerjaankonstruksi. Menurut konsultan
pengawas, keterlambatan pengiriman material dapatmenyebabkan terjadinya kekurangan
material di lokasi proyek.
Adanya keterlambatan material, tentu akan menimbulkan dampak yang buruk bagi
keberlangsungan proyek sampai selesainya proyek tersebut selesai. Sebelumnya telah
dijelaskan beberapa dampak yang mungkin terjadi ketika terjadi keterlambatan menurut sudut
pandang berbagai stake holder yang ada mulai dari pihak kontraktor dan pemilik proyek.
Dari hasil survey lapangan dan selama periode pelaksanaan pekerjaan, terdapat kemungkinan
timbulnya perubahan beberapa jenis pekerjaan yang akan tertuang dalam bentuk perintah
perubahan pekerjaan. Konsultan akan melakukan evaluasi yang diperlukan sehubungan
dengan rencana perubahan pekerjaan baik yang diusulkan oleh pihak Kontraktor maupun oleh
pihak Direksi. Selanjutnya hasil evaluasi Konsultan ini akan diserahkan kepada Pemimpin
Proyek untuk evaluasi akhir pengambilan keputusan. Apabila rencana perubahan pekerjaan
untuk ditanda tangani oleh Pemimpin Proyek dan Kontraktor. Sebagai bahan evaluasi
Konsultan akan menyiapkan data penunjang dan membuat analisa terhadap :
2C-44
a) Rencana pendahuluan pekerjaan perubahan.
b) Perimbangan kuantitas pekerjaan (Balance Sheet).
c) Kebutuhan personil dan peralatan.
d) Perkiraan biaya konstruksi.
e) Perkiraan waktu pelaksanaan.
f) Persyaratan umum dan spesifikasi teknik.
g) Aspek-aspek yang mempengaruhi keseluruhan proyek.
Selanjutnya hasil evaluasi Konsultan ini akan diserahkan kepada Pemimpin Proyek untuk
evaluasi akhir dan pengambilan keputusan. Apabila rencana perubahan pekerjaan diterima.
Konsultan akan menyiapkan perintah perubahan pekerjaan untuk ditanda tangani oleh
Pemimpin Proyek dan Konsultan. Pekerjaan yang tercakup dalam perintah perubahanakan
dinilai pada harga satuan sesuai Dokumen Kontrak. Apabila jenis pekerjaan tambahan
tersebut belum tercantum didalam Dokumen Kontrak, Konsultan akan membuat analisa harga
satuan baru untuk dipergunakan Pemimpin Proyek dalam penentuan harga dengan
Kontraktor.
Pembuatan Contract Change Order (perubahan Kontrak) akan disiapkan dan dibuat sesuai
dengan persyaratan dalam spesifikasi yang dilengkapi alasan-alasan dan argumen tasi
dilakukan perubahan, perhitungan-perhitugan, sket/gambar-gambar, dan usulan mengenai
perpanjangan waktu (apabila diperlukan) yang berkaitan dengan perubahan tersebut. Seluruh
dokumen kontrak, gambar-gambar hasil survei, gambar desain/redesain serta gambar-
gambar kerja dan gambar terlaksana, catatan-catatan hasil pekerjaan pengawasan, test
laboratorium, akan disimpan rapi di kantor Tim Leader dan dapat dilihat apabila diperlukan
setiap saat.
Setiap klaim yang diajukan oleh kontraktor, seperti permintaan perpanjangan waktu
pelaksanaan, permintaan pembayaran atas hasil pekerjaan akan selalu dipelajari dan dichek
terhadap hasil monitoring pekerjaan, serta didiskusi terlebih dahulu sebelum diambil
keputusan. Saran-saran teknis, rekomendasi, serta alternatif-alternatif terhadap pemecahan
setiap masalah yang timbul, akan selalu diberikan oleh Tim supervisi kepada Kepala Satuan
Kerja baik secara lisan maupun tertulis. Semua dokumen administrasi baik dokumen
administrasi biasa maupun administrasi teknis termasuk kelengkapan-kelengkapannya akan
diserahkan kepada Kepala Satuan Kerja pada akhir dari masa layanan konsultasi pekerjaan
Tim Supervisi. Bagan Aliran (flow chart) Prosedur Perubahaan Kontrak (CCO) seperti terlihat
pada Error! Reference source not found. sedangkan Flow Chart Prosedur perpanjangan waktu
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
2C-45
MULAI
PERHITUNGAN BIAYA
KOMPARASI
PEKERJAAN
TIDAK ADA
PERUBAHAN TIDAK ADA PERBEDAAN?
KONTRAK
YA
PERSETUJUAN KONSULTAN
BERITA ACARA
KONTRAK BARU
SELESAI
JADUAL
PELAKSANAAN PEKERJAAN PERENCANAAN
AWAL
KOMPARASI
YA
SESUAI?
YA
SELESAI
Jenis dan jumlah laporan yang harus diserahkan oleh Penyedia Jasa Konsultansi Pengawasan
kepada Pengguna Jasa adalah sebagai berikut:
Program Mutu Konsultansi Konstruksi harus sudah selesai paling lama 7 hari setelah SPMK, dan
harus mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi.
Laporan Program Mutu Konsultansi Konstruksi. Laporan harus diserahkan selambatlambatnya 1
(satu) bulan sejak SPMK diterbitkan.
2. Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan memuat laporan pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh konsultan dan
rencana/ pola kerja yang akan dilakukan dengan detail. Laporan harus diserahkan
selambatlambatnya 1 (satu) bulan sejak SPMK diterbitkan
3. Laporan Bulanan
a. Capaian pekerjaan fisik, ringkasan status capaian pekerjaan fisik dengan membandingkan
capaian di bulan sebelumnya, capaian pada bulan berjalan serta target capaian di bulan
berikutnya;
b. Foto dokumentasi;
f. Hambatan dan kendala yang berpotensi terjadi di bulan berikutnya, beserta rencana
pencegahan atau penanggulangan yang akan dilakukan;
h. Daftar dan status persetujuan dokumen yang yang harus ditindak lanjuti oleh Direksi
Lapangan/Konsultan MK;
k. Kendala yang dihadapi Direksi Teknis/Konsultan Pengawas, tindakan yang telah dan akan
dilakukan serta dukungan yang dibutuhkan dari Direksi Lapangan/Konsultan MK untuk tujuan
kelancaran proyek.
4. Laporan Penunjang
- Gambar berupa skema pelaksanaan pekerjaan dan hasil review desain. Ukuran A3.
- Nota perhitungan Review Desain dan perhitungan pengukuran, dibuat dalam ukuran A4
rangkap 5 (lima)
- Laporan Lingkungan
- Video miniclip
5. Laporan Akhir
- Pemeliharaan yang akan datang, segala permasalahan teknis yang muncul selama
pelaksanaan, lampiran data lapangan, dokumentasi berupa foto.
c. Hard disk eksternal berisikan semua file laporan, lampiran, foto dokumentasi
pelaksanaan supervisi pelaksanaan dengan kapasitas hard disk menyesuaikan sesuai
kebutuhan.
- Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya pada akhir masa kontrak sebanyak 5 (lima)
buku laporan
- Penyedia wajib menyerahkan Hard disk eksternal yang berisi copy semua laporan dan
gambar dengan kapasitas 2 TB, dan diserahkan selambat – lambatnya pada akhir kontrak.
Penyusunan Laporan RKK Pengawasn dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10 tahun 2021 tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi. Laporan dibuat rangkap 3 (tiga) untuk diserahkan pada PPK
untuk digunakan saat PCM (Pre Construction Meeting) pekerjaan konstruksi.
2C-49
Di bawah ini disampaikan LAMPIRAN KONSEP
LAPORAN PROGRAM MUTU
2C-50
PROGRAM MUTU
LEMBAR PERSETUJUAN
KEMENTERIAN PUPR
LOKASI PEKERJAAN :
NO. KONTRAK :
TANGGAL KONTRAK :
3) Ruang Lingkup
Ruang lingkup format laporan program mutu konsultan pengawas konstruksi
mencakup tata cara penyusunan laporan program mutu pada paket pekerjaan
pengawasan di lingkungan Ditjen SDA BWS Sumatera I Kementerian PUPR.
1
4) Tujuan
Memberikan petunjuk/pedoman bagi konsultan pengawas ketika menyusun
dokumen program mutu sehingga memiliki persepsi yang sama dalam penyusunan
program mutu antar konsultan pengawas sehingga memudahkan pengguna jasa
dalam melakukan pengecekan terhadap program mutu pekerjaan pengawasan di
lingkungan Ditjen SDA BWS Sumatera I Kementerian PUPR.
5) Acuan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun
2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi.
2
4) Metode Pelaksanaan
Metode Pelaksanaan yaitu gambaran umum tentang apa yang akan dikerjakan
oleh penyedia jasa dan alur/tahapan proses pekerjaan yang meliputi:
a. penjelasan bagaimana pelaksanaan tiap tahapan pekerjaan (untuk tahapan
penting);
b. input yang digunakan dalam setiap tahapan proses, beserta output yang
dihasilkan; dan
c. cek/kontrol yang dipergunakan untuk memastikan bahwa tahapan proses
dapat diterima.
5) Pengendalian Pekerjaan
Pengendalian pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia jasa untuk memastikan
agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan perencanaan kegiatan dengan
metode kerja, jadwal penugasan tenaga ahli, dan acuan/persyaratan yang
digunakan. Dapat menggunakan alat bantu berupa checklist/daftar simak.
6) Laporan Pekerjaan
a. Dalam komponen laporan pekerjaan dijelaskan mengenai jadwal rencana
penyerahan laporan pekerjaan beserta poin-poin yang akan disampaikan
dalam laporan.
b. Jenis-jenis laporan sesuai dengan persyaratan dalam dokumen kontrak,
secara umum meliputi:
1. Laporan Pendahuluan
Berisi pemahaman terhadap apa yang diminta di dalam kontrak, dan
rencana kerja/metode kerja untuk mencapai sasaran yang diharapkan
dalam kontrak. Laporan ini diserahkan kepada pemberi tugas 1 (satu)
bulan sejak SPMK. Laporan pendahuluan dibahas dengan direksi
pekerjaan dan instansi lain yang terkait.
3
2. Laporan Antara
Laporan kegiatan konsultan selama paruh waktu, berisi pengumpulan data
primer maupun sekunder, dan analisis sementara. Laporan ini diserahkan
kepada pemberi tugas pada pertengahan waktu pelaksanaan kontrak.
3. Draft Laporan Akhir
Berisi laporan kegiatan konsultan secara menyeluruh mulai dari
pengumpulan data, analisis, kesimpulan dan saran/masukan. Diserahkan
kepada pemberi tugas satu bulan sebelum berakhirnya masa kontrak.
4. Laporan Akhir
Merupakan perbaikan/revisi dari draft laporan akhir yang telah dibahas
denga direksi teknis dan instansi terkait lainya. Laporan ini diserahkan
pada akhir kontrak.
5. Produk Akhir
Laporan produk akhir adalah produk akhir yang diminta pengguna jasa,
misalnya pedoman, modul, gambar desain, BOQ, dll
4
7) Format Program Mutu
COVER DOKUMEN
PROGRAM MUTU
PENYELENGGARAAN KONSTRUKSI
……………………………………………………………………………..
Lokasi Pekerjaan :
Nomor Kontrak :
Waktu Pelaksanaan :
DISUSUN OLEH:
……………………………………………………………………………
5
PROGRAM MUTU
LEMBAR PERSETUJUAN
KEMENTERIAN PUPR
LOKASI PEKERJAAN :
NO. KONTRAK :
TANGGAL KONTRAK :
LEMBAR PENGESAHAN
PROGRAM MUTU
……………………………………………………………….
……………………………………………………………….
PERSETUJUAN
Ttd Ttd
…………..………….. ……………………….
(Nama Lengkap) (Nama Lengkap)
NIP: …………………
7
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
DAFTAR ISI
COVER DOKUMEN......................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................
BAB I INFORMASI PEKERJAAN ...............................................................................
BAB II ORGANISASI PEKERJAAN ...........................................................................
2.1 Struktur Organisasi Penyedia Jasa Konsultasi Pengawasan / Manajemen
Konstruksi dan Pengguna Jasa ..............................................................................
2.2 Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang ..............................................................
BAB III JADWAL PELAKSANAAN ...........................................................................
BAB IV METODE PELAKSANAAN...........................................................................
4.1 Bagan Alir Pekerjaan.............................................................................................
4.2 Rencana Kerja .......................................................................................................
BAB V PENGENDALIAN PEKERJAAN ....................................................................
5.1 Jadwal Personil Inti dan Pendukung......................................................................
5.2 Checklist Kegiatan Konsultansi Konstruksi ..........................................................
BAB VI PELAPORAN ..................................................................................................
8
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Contoh Format Jadwa Personil Inti Dan Pendukung ..................................
Tabel 5.2 Contoh Format Checklist Kegiatan Pengawasan .........................................
9
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
DAFTAR GAMBAR
10
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
BAB I
INFORMASI PEKERJAAN
Unit Kerja Pelaksana : Diisi dengan nama unit kerja pelaksana kegiatan
terkait
Penanggung Jawab Kegiatan : Diisi dengan nama penanggung jawab kegiatan terkait
Nama Penyedia Jasa :Diisi dengan nama penyedia jasa sesuai dengan
kontrak
PPN)
bersangkutan
11
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
BAB II
ORGANISASI PEKERJAAN
12
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
BAB III
JADWAL PELAKSANAAN
* pada uraian kegiatan diisi dengan item yang terdapat pada biaya langsung personil dan non personil
13
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
BAB IV
METODE PELAKSANAAN
14
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
15
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
16
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
BAB V
PENGENDALIAN PEKERJAAN
17
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
18
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
BAB VI
PELAPORAN
Jumlah Rencana
No Jenis Laporan Rencana Isi Laporan
Penyerahan
19
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :
Jumlah Rencana
No Jenis Laporan Rencana Isi Laporan
Penyerahan
20
8) Checklist Kelengkapan Program Mutu
Keterangan
No Daftar Kelengkapan Program Mutu
Ada Tidak
1 Cover Dokumen
2 Lembar Pengesahan
3 Informasi Pekerjaan
21