Anda di halaman 1dari 72

HASIL KERJA

2.C.1. PENYAJIAN ANALISIS DAN GAMBAR-GAMBAR


KERJA

2.C.1.1. Norma, Standar, Pedoman dan Manual yang Digunakan

Dalam kegiatan pelaksanaan supervisi konstruksi, kegiatan modifikasi desain,


termasuk penyiapan construction drawing, Konsultan akan berpedoman kepada
Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) yang berlaku di Indonesia, termasuk
yang secara khusus tertuang dalam dokumen kontrak kontraktor.

NSPM yang akan digunakan, antara lain:

▪ Peraturan Beton Bertulang Indonesia, PBI N.I-2, untuk mendesain konstruksi


beton.
▪ Standar Tata Cara Perhitungan Struktur Beton, SK-SNI T-15-1991-03
▪ Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 51/1993 mengenai Analisis
Dampak Lingkungan.
▪ Undang-Undang dan peraturan mengenai pajak, pajak penghasilan (PPh), pajak
pertambahan nilai (PPN).
▪ FIDIC International Standard Forms dan IEC Manuals masing-masing untuk
pekerjaan Sipil/gedung dan pekerjaan listrik/mesin untuk syarat-syarat umum
dalam kontrak dan dokumen tender.
2C-1
▪ Standar untuk uji bahan: ASTM, JIS, ACI, dan lain-lain untuk desain pekerjaan
sipil/gedung dan ASTM, JIS, IEC, SPLN, AWS dan lain-lain untuk mendesain
kelistrikan/permesinan.

Standar Nasional Indonesia dan Pedoman yang ditetapkan dan masih berlaku di
antaranya:

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 42 Tahun 2008 tentang


Pengelolaan Sumber Daya Air
b. Permen PU PR. NO.l/2015 tentang Pengaman Panta1
c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 2/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Departemen Pekerjaan Umum Yang Merupakan
Kewenangan Pemerintah Dan Dilaksanakan Sendiri
d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 2/PRT/M/2010 tentang Rencana
Strategis Nasional Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010 – 2014
e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 1/PRT/M/2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum
f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor:
04/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai
g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 12/PRT/M/2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Balai Besar Wilayah Sungai
h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2006 tentang Perubahan
atas Permen Nomor: 12/PRT/M/2006 dan Nomor: 13/PRT/M/2006

Standar dan pedoman yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan:


a. PT-03 Persyaratan Teknis Bagian Penyelidikan Geoteknik;
b. Permen PU No. 603/PRT/M/2005 tentang Pedoman umum sistem pengendalian
manajemen (sisdalmen) penyelenggaraan pembangunan prasaranan dan sarana
bidang Pekerjaan Umum;
c. Permen PU No. 34/PRT/M/2006 tentang Pedoman pelaksanaan sistem
pengendalian manajemen (sisdalmen) penyelenggaraan kontrak jasa konstruksi
(pemborongan) di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum;
d. Permen PU No. 6/PRT/M/2008 tentang pedoman pengawasan penyelenggaraan
dan pelaksanaan pemeriksaan konstruksi di lingkungan Departemen pekerjaan
Umum;
e. Permen PU No. 04/PRT/M/2009 tentang Sistem Jaminan Mutu;
2C-2
f. Pd T-03-1-2005-A Penyelidik Geoteknik Untuk Pondasi Bangunan Air Vol. 1K;
g. Pd T-03-2-2005-A Penyelidik Geoteknik Untuk Pondasi Bangunan Air Vol. 2K;
h. Pd T-03-3-2005-A Penyelidik Geoteknik Untuk Pondasi Bangunan Air Vol. 3K;
i. Pd T-03-2005-A Pedoman Penyelidikan Geoteknik Untuk Pondasi Bangunan Air
Vol. 1K;
j. Pd T-40-2000-A Tata Cara Deskripsi Keadaan dan Penyelidikan Lapangan Pada
Pekerjaan Tanah;
k. Pd T-44-2000-A Tata Cara Pemadatan Tanah;
l. SNI 03-3422-1994 Metode Pengujian Batas Susut Tanah;
m. SNI 03-3637-1994 Metode Pengujian Berat Isi Tanah Berbutir Halus Dengan
Cetakan Benda Uji;
n. SNI 03-3637-1994 Metode Pengujian Kuat Tekan Batas Tanah Kohesif;
o. Pd M-22-1996-03 Metode Pengujian Triaxial Untuk Tanah Kohesif Dalam Keadaan
Tanpa Konsolidasi Dan Drainase;

Referensi Hukum yang digunakan namun tidak terbatas pada:


a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 33 tahun 1945.
b. Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
c. UU No. 32/2010, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
d. Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
e. Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang
f. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional.
g. PP. No. 27/1999, tentang AMDAL
h. PerMen PU No.67/PRT/1993 tentang Panitia Tata Pengaturan Air Provinsi Daerah
Tingkat I;
i. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
j. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
k. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran
Masyarakat Jasa Konsturksi;
l. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi;
m. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya
Air;
2C-3
n. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah;
o. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta turunannya;
p. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2013 tentang Pedoman
Analisa Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum;
q. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2013 tentang Perubahan
Permen PU Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan
Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.
r. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Pedoman
Pengawasan Penyelenggaraan Pekerjaan konstruksi.
s. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02
/PRT/M/2018 tentang Perubahan Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 05/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
t. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
31/PRT/M/2015 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan
Konstruksi dan Jasa Konsultansi.
u. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No.16/SE/M/2010 Perihal Persyaratan
Kualifikasi Usaha dan Nilai Paket Pekerjaan, serta Masa berlaku Sertifikat Badan
Usaha, Sertifikat Keahlian Kerja dan Sertifikat Keterampilan Kerja;

2.C.1.2. Pengumpulan Data Administrasi dan Data Teknis

Konsultan Supervisi akan melakukan pengumpulan data dan dokumen yang terkait
dengan pelaksanaan pekerjaan, dalam hal ini yang utama adalah:
• KAK Konsultan
• Dokumen Pelelangan dan Dokumen Kontrak Jasa Pemborongan
• Gambar Kerja (shop drawing, detail drawing, as built drawing)
• Spesifikasi Teknik Pelaksanaan Konstruksi
• Peraturan-peraturan Departemen Pekerjaan Umum
• Hasil survey topografi dan penyelidikan tanah,dll
• Referensi koordinat
• Referensi/literatur
• Laporan/studi terdahulu
2C-4
Serta studi terkait lainnya, disamping itu Konsultan juga akan mengumpulkan
pedoman-pedoman dan standar pelaksanaan bangunan sipil dan bangunan air,
khususnya konstruksi bendung yang akan mendukung kelancaran dan peningkatan
kualitas pekerjaan.
Kemudian untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan maka konsultan melakukan
pembuatan peta kerja. Pembuatan Peta Kerja akan menggunakan peta yang didapat
dari pengumpulan data awal atau pada saat Aanwijzing. Peta ini akan dipakai untuk
Orientasi Lapangan dimana akan diidentifikasi batas areal pekerjaan, Jalan,
Kampung/Desa dan Batas Pemerintahan. Dari hasil Survey Pendahuluan ini, Team
akan menyusun Rencana Kerja untuk masing-masing kegiatan berpedoman pada Peta
Kerja tersebut sebagai acuan.

2.C.1.3. Jadwal dan Ketepatan Waktu Pelaksanaan

Monitoring, evaluasi dan analisa semua aktivitas kegiatan akan dilakukan secara
kontinyu sehingga terjamin ketepatan waktu pelaksanaan sesuai dengan jadwal yang
telah disediakan yaitu selama 8 (delapan) bulan.

2.C.1.4. Penyiapan Format-Format Standar/Formulir Pengawasan

Dalam pelaksanaan kegiatan Supervisi ini, Konsultan menyiapkan format-format standar


yang sesuai dengan kriteria dan standar yang berlaku dan mendapat persetujuan atau
telah diasistensikan sebelumnya dengan Direksi Pekerjaan, contoh format-format standar
yang digunakan seperti dalam lampiran di bawah ini.

Adapun jenis formulir tersebut antara lain adalah:


➢ Form 1 : Izin Pelaksanaan Kerja
➢ Form 2 : Formulir Persetujuan material (Quarry)
➢ Form 3 : Formulir Persetujuan Material di lapangan
➢ Form 4 : Form Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan
➢ Form 5 : Form Mutual Check Awal (0 %)
➢ Form 6 : Form Progres Pekerjaan/Perhitungan Kemajuan
Pekerjaan
➢ Form 7 : Form CCO (Contract Change Order)
➢ Form 8 : Form Mutual Check Akhir (100 %)
2C-5
➢ Form 9 : Form Catatan Cuaca
➢ Form 10 : Form Laporan Harian
➢ Form 11 : Form Laporan Mingguan Kontraktor
➢ Form 12 : Form Laporan Bulanan Kontraktor
➢ Form 13 : Form Opname perhitungan volume lapangan
➢ Form 14 : Form Progres Konsultan
➢ Form 15 : Form Buku Harian
➢ Form 16 : Form Buku Tamu
➢ Form 17 : Jadwal Kegiatan Pekerjaan Pengawasan

2.C.2. Tahap II : Pekerjaan Inventarisasi Data, Modifikasi Design dan Pra-


Konstruksi

2.C.2.1. Evaluasi Hasil DED

Berdasarkan hasil peninjauan kondisi lapangan yang dilengkapi dengan


catatan mengenai karakteristik konstruksi yang perlu dibangun untuk masing-
masing lokasi, selanjutnya dibandingkan dengan hasil Detailed Engineering
design (DED) untuk mengevaluasi apakah terdapat perbedaan yang cukup
signifikan sehingga diperlukan adanya review desain terhadap beberapa
konstruksi yang relatif vital.

2.C.2.2. Kajian Ulang

Tim Supervisi akan berkoordinasi dengan Direksi untuk menentukan jenis dan
macam Review Desain yang akan dilakukan.

Tim Supervisi akan melaksanakan kegiatan Review Desain jika didapatkan


beberapa hal sebagai berikut :

• Jika jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan belum ada Survei, investigasi
dan desainnya.

• Jika terdapat perbedaan kondisi lapangan dengan data yang terdapat dalam
hasil DED.

• Jika dipandang perlu dilakukan perubahan type dan konstruksi berdasarkan


pertimbangan teknis.
2C-6
Konsultan supervisi dalam melaksanakan review desain akan selalu
berkonsultasi dengan direksi (Tim Teknis) yang ditunjuk oleh Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK)

2.C.2.3. Review Desain

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam review desain apabila tidak


diperlukan lagi adanya survei dan investigasi ulang, meliputi hal-hal sebagai
berikut :

• Penentuan dimensi dan analisa stabilitas struktur


• Penggambaran bangunan hasil review desain
• Perhitungan volume dan biaya pelaksanaan konstruksi
• Penyusunan spesifikasi teknis
• Usulan Addendum bila perubahan konstruksinya relatif besar

Tidak menutup kemungkinan bahwa pelaksanaan review design masih


diperlukan Survei topografi dan penyelidikan tanah tambahan, agar design
yang dihasilkan sesuai dengan kondisi lapangan terakhir.

Selain itu Konsultan harus membuat revisi dan penyesuaian desain dari waktu
ke waktu pada saat diperlukan akibat dari adanya temuan atau perubahan
lapangan, tentunya harus dengan persetujuan pihak pemberi tugas.

Aspek khusus (modifikasi desain) Konstruksi Penyediaan Air Baku yang


perlu dikaji adalah :

1. Aspek Ukuran/ Dimensi Bangunan


2. Aspek Pemilihan bahan / material yang digunakan
3. Aspek Kekuatan Konstruksi
4. Aspek Stabilitas

A. Review Desain Bendung (bila ada)

Lebar tubuh bendung adalah jarak antara pangkal-pangkalnya, sebaiknya sama


dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil atau lebar maksimumnya
hendaknya tidak lebih dari 1,20 kali lebar rata-rata. Untuk menghindari kesulitan
menentukan lebar rata-rata
2C-7
antara luas atas dan luas bawah, banjir rata-rata (mean) tahunan dapat diambil untuk
menentukan lebar efektif mercu bendung yang diperlukan. Lebar efektif mercu
bendung (Be) dapat dihubungkan dengan lebar tubuh bendung (B) seperti
diperlihatkan pada Gambar 2C.3. sedangkan persamaan untuk memperoleh lebar
efektif sebagai berikut :

Be = B – 2 ( n . Kp + Ka ) H1

Dimana :

Be = Lebar Efektif Bendung

B = Lebar Total Bendung

n = Jumlah Pilar

Kp = Koefisien Kontraksi Pilar

Ka = Koefisien Kontraksi Pangkal Bendung

H1 = Tinggi Energi ( m )

2C-8
Gambar 2C.8 : Sketsa Penentuan Lebar Efektif Bendung

Mercu Bendung

Di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk bendung / pelimpah
yaitu type ogee dan type bulat. Kedua type mercu tersebut dapat dipakai baik untuk
konstruksi bendung beton bertulang maupun pasangan batu kali atau bentuk
kombinasi dari keduanya. Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit
yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan koefisien debit bendung ambang lebar.

Pada sungai ini akan memberikan keuntungan karena bangunan ini akan mengurangi
tinggi muka air hulu selama banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi karena
lengkung stream line dan tekanan negatif pada mercu. Tekanan negatif pada mercu
2C-9
adalah fungsi perbandingan antara H1 dan r (H1/r). Untuk menghindari bahaya
kapitasi lokal tekanan minimum pada mercu bendung yang terbuat dari beton
bertulang harus dibatasi sampai -4. Jika mercu terbuat dari pasangan batu kali
takanan dibatasi sampai dengan -1. Jari-jari mercu bendung dari pasangan batu kali
berkisar antara 0.30 – 0.70 kali tinggi energi maksimum, sedangkan untuk bendung
dari beton bertulang berkisar antara 0,10 – 0,30 kali tinggi energi maksimum.

Peredam Energi

Aliran diatas bendung akan menunjukan berbagai perilaku aliran disebelah hilirnya.
Apabila yang terjadi aliran tenggelam yaitu jika muka air hilir lebih tinggi dari 2/3 H1
diatas mercu, maka hal ini tidak akan menimbulkan masalah karena hanya dapat
menimbulkan sedikit riak gelombang di permukaan dan untuk kondisi tersebut tidak
diperlukan peredam energi.

Bila terjadi aliran tidak tenggelam dan kedalaman air di hilir (h2) kurang dari
kedalaman konjugasinya (y2), maka akan timbul loncatan air kearah hilir yang akan
menghempas bagian sungai yang tak terlindungi hal ini akan menyebabkan terjadinya
penggerusan. Kondisi seperti ini diperlukan adanya bangunan peredam energi.

Terlepas dari kondisi hidrolis, yang dapat dijelaskan dengan bilangan froude dan
kedalaman air hilir, kondisi dasar sungai dan tipe sedimen yang diangkut memainkan
peranan penting dalam pemilihan type peredam energi:

Bendung disungai yang mengandung bongkah-bongkah atau batu-batu besar


dengan dasar relatif tahan gerusan, biasanya cocok dengan kolam olak type bak
tenggelam.

Bendung di sungai yang mengangkut batu-batu besar tetapi sungai itu


mengandung bahan alluvial, dengan dasar relatif tahan gerusan, dapat digunakan
kolam loncat air tanpa blok-blok halang atau type bak tenggelam.

Bendung disungai yang mengangkut bahan-bahan sediment halus dapat


direncanakan dengan kolam loncar air yang diperpendek dengan menggunakan
blok-blok halang, untuk itu daya gerusan yang terangkut harus dipertimbangkan
dengan mengingat bahan yang harus dipakai untuk membuat blok. Contoh
peredam energi yang dilengkapi dengan blok-blok halang diperlihatkan pada
gambar berikut.
2C-10
Gambar 2C.9. Sketsa Peredam Energi USBR Type III

Pelindung Dasar Sungai Di Hilir Bendung

Banyak kejadian menunjukan bahwa Bendung mengalami kerusakan akibat gerusan


lokal yang terjadi tepat disebelah hilirnya dan kadang-kadang kerusakan ini
diperparah lagi oleh degradasi dasar sungai. Oleh karena itu untuk mengantisipasi
dipandang perlu untuk membuat konstruksi pelindung dasar sungai di hilir. Bangunan
peredam energi terbuat dari konstruksi yang kuat dan tahan lama dengan panjang
tertentu sesuai dengan rumus-rumus empiris yang ada.

Lantai Hulu

Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya erosi bawah tanah dan memperkecil gaya
angkat ke atas, maka jalur rayapan aliran yang melalui tubuh bendung perlu
diperpanjang. Salah satu cara yang mudah pelaksanaannya dan murah biayanya
adalah dengan membuat lantai hulu dengan panjang tertentu. Gaya tekan keatas dari
bawah lantai akan diimbangi berat konstruksi. Persyaratan terpenting adalah bahwa
lantai ini kedap air, demikian pula sambungannya dengan tubuh bendung. Sipat kedap
air ini dapat dicapai dengan foil plastic atau lempung kedap air dibawah lantai dan
sekat karet yang menghubungkan lantai dan tubuh bendung.
2C-11
Bangunan Pengambilan Utama dan Pembilas Utama

Bangunan pengambilan utama dilengkapi dengan pintu, begitu pula dengan


bangunan pembilas utama yang juga diberi pintu, guna mencegah terjadinya
sedimentasi di depan pintu pengambilan utama. Debit yang digunakan untuk desain
pintu harus sekurang-kurangnya 120 % dari kebutuhan pengambilan guna menambah
fleksibilitas dan agar dapat memenuhi kebutuhan yang tinggi selama umur proyek.

Bangunan Penguras

Pengalaman yang diperoleh dari banyak bendung dan pembilas yang sudah
dibangun, telah menghasilkan beberapa pedoman untuk menentukan lebar pembilas
:

Lebar pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan 1/6 – 1/10 dari
lebar bersih bendung ( jarak antara pangkal-pangkalnya), untuk sungai-sungai yang
lebarnya kurang dari 100 meter.

Lebar pembilas sebaiknya diambil 60 % dari lebar total pengambilan termasuk pilar
pilarnya.

Pintu pada pembilas dapat direncanakan dengan bagian depan terbuka atau tertutup,
pintu dengan bagian depan terbuka memiliki keuntungan – keuntungan berikut :

Ikut mengatur kapasitas debit bendung, karena air dapat mengalir melalui pintu-
pintu yang tertutup selam banjir.

Pembuang benda-benda terpung lebih mudah, khususnya bila pintu dibuat dalam
dua bagian dan bagian atas dapat diturunkan.
2C-12
Elv.4
z
a2 Elv.2
n

a1

Elv.3
Elv.1
d

Elv.5

Gambar 2C.9. Sketsa Bangunan Pengambilan

Kantong Lumpur

Meskipun telah ada usaha untuk mencegah masuknya sedimen ke jaringan Air Baku
dengan merencanakan pembilas utama didepan pintu pengambilan utama, namun
masih ada partikel-partikel sediment layang (suspended load) yang akan masuk
kedalam jaringan saluran tersebut. Untuk mencegah agar sediment layang ini tidak
mengendap di seluruh saluran Air Baku, setelah bangunan pengambilan utama
direncanakan dibuat kantong lumpur.

Untuk menampung endapan sediment ini, dasar dari pada ruas saluran tersebut akan
diperdalam dan diperlebar. Tampungan endapan ini akan dibersihkan tiap jangka
waktu tertentu dengan cara menguras sediment kembali ke sungai dengan aliran
terkosentrasi yang berkecepatan tinggi > 1,50 m/dt, sedangkan pada saat eksploitasi
normal kecepatan dikantong lumpur harus cukup rendah < 0,40 m/dt agar sediment
layang dapat diendapkan.
2C-13
Gambar 2C.10. Tata letak Kantong Lumpur

Bangunan Penguras dan Saluran Penguras

Pada saat menguras endapan sediment di kantong Lumpur, maka aliran beserta
endapan ini akan melalui bangunan penguras dan saluran penguras. Pada saat itu
pintu pengambilan saluran induk di tutup dan pintu pada bangunan penguras dibuka.
Selama operasi pengurasan berlangsung, dianjurkan agar aliran pada bangunan
penguras direncanakan sebagai aliran bebas, sehingga pengurasan tidak akan
berpengaruh oleh tinggi muka air di hilir penguras itu sendiri. Sebagai pedoman untuk
merencanakan agar elevasi muka air pengurasan dibangunan penguras tidak
terganggu oleh tinggi muka air di hilir saluran penguras, dapat diambil acuan bahwa
elevasi muka air pengurasan di bangunan penguras harus lebih tinggi dari elevasi
muka air sungai pada Q1/5. Dimana Q1/5 adalah debit yang memiliki probabilitas
untuk disamai atau dilampui 5 kali dalam setahun Hs adalah tinggi energi di saluran
penguras pada saat dilakukannya operasi pengurasan.

Kecepatan aliran dalam saluran penguras sebaik direncanakan berkisar antara 1,50
sampai 2,00 m/dt, agar tidak ada sediment yang tersisa disaluran penguras tersebut.
Pengalaman telah menunjukan bahwa perencanaan yang didasarkan pada
kemungkinan pengurasan dengan menggunakan muka air sungai dengan periode
ulang lima kali dalam setahunakan memberikan hasil yang cukup memadai.
2C-14
Bangunan Pengambilan Saluran Primer

Pengambilan dari kantong Lumpur ke saluran primer digabung menjadi satu


bangunan dengan bangunan penguras agar seluruh panjang kantong Lumpur
dimanfaatkan. Puncak ambang dari bangunan pengambilan ini harus lebih tinggi dari
batas maksimum endapan kantong Lumpur agar supaya lumpur tidak ikut mengalir ke
saluran Air Baku.

Bangunan Ukur

Bangunan ukur diperlukan untuk mengetahui / mengukur beesarnya debit yang masuk
ke saluran induk. Pada dasarnya fungsi mengatur dan sekaligus mengukur debit yang
lewat bisa dilakukan oleh pintu sorong yang ada dipengambilan utama, pengambilan
saluran induk maupun di bangunan pembilas.

Untuk ketelitian dan kalibrasi pintu sorong dipengambilan saluran induk, sehingga bisa
mengalirkan debit yang besarnya benar-benar mendekati debit rencana ke saluran
induk. Alat ukur debit yang mempunyai ketelitian cukup tinggi untuk debit-debit yang
cukup besar atau mudah dalam pengoperasiannya adalah alat ukur ambang lebar (
Meet Drempel).

Tinjauan Stabilitas Bendung

Gaya-gaya yang bekerja pada Bendung mempunyai arti penting dalam perencanaan
adalah :

Tekanan Air

Tekanan Lumpur

Gaya Gempa

Berat Bangunan

Reaksi Pondasi

a. Tekanan Air

Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatis dan gaya hidrodinamik. Tekanan
hidrostatis adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Gaya ini dapat diuraikan
menjadi gaya vertikal dan gaya horizontal. Sedang tekanan hidrodinamik jarang
diperhitungkan untuk setabilitas bendung dengan tinggi energi rendah. Bendung
2C-15
mendapat tekanan hanya pada permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan
dalam tubuh bangunan itu sendiri, yaitu yang biasanya disebut dengan gaya tekan ke
atas (Up Lift Pressure). Gaya ini menyebabkan berkurangnya berat efektif bangunan
diatasnya.

b. Tekanan Lumpur

Tekanan Lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung dihitung sebagai berikut:

(1 − sin  )
Ps = 1 / 2 xsxh 2 x
(1 + sin  )

dimana :

Ps = Gaya tekan pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara
horizontal (ton).

s = Berat Isi Lumpur ( t/m3)

h = Kedalaman Lumpur

 = Sudut geser dalam (derajat)

c. Gaya Gempa

Faktor-faktor akibat gempa yang akan digunakan dalam perhitungan stabilitas diambil
dari peta yang diterbitkan oleh PUSLITBANG AIR ( 1999) seperti yang terdapat pada
Gambar, dimana percepatan gempa desain dan koefisien gempanya dapat
diperhitungkan dengan persamaan sbb.

Ad = Z x ac x v

Kh = ad/g

Dimana :

Ad = Percepatan gempa maksimum terkoreksi di permukaan tanah (gal)

Ac = Percepatan gempa dasar tergantung periode ulang (gal)

Z = Koefisien gempa

V = Koreksi pengaruh jenis tanah setempat


2C-16
Kh = Koefisien gempa dasar tergantung periode ulang T

g = Grafitasi (980 cm/dt2)

T = Periode Ulang

d. Berat Bangunan

Berat bangunan tergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat bangunan itu.
Untuk tinjauan perencanaan dapat dipakai harga-harga berat volume dibawah ini :

Pasangan batu Kali = 22 Kn/m3

Beton Tumbuk = 23 Kn/m3

Beton bertulang = 24 kn/m3

e. Reaksi Pondasi

Reaksi pondasi dapat diandaikan berbentuk trapesium dan tersebar secara linier,
seperti pada Gambar berikut.

Gambar 2C.11. Gaya Angkat Pada Pondasi Bendung


2C-17
Dalam perencanaan ini kebutuhan stabilitas akan ditinjau dalam berbagai kondisi yaitu
:

Keadaan debit rendah, kondisi Tanpa Gempa

Keadaan debit rendah, Kondisi Gempa

Keadaan debit banjir (Q100), Kondisi Tanpa Gempa

Keadaan debit banjir (Q100), Kondisi Gempa

Sedangkan tinjauan stabilitas itu sendiri akan dilakukan pada hal-hal yang dapat
menyebabkan runtuhnya bangunan grafitasi, yaitu :

Tinjauan terhadap Guling

Tinjauan terhadap Eksentrisitas

Tinjauan terhadap Gelincir ( Sliding)

Tinjauan terhadap erosi bawah tanah (Piping)

Tinjauan terhadap keamanan pecahnya konstruksi bagian hilir

Tinjauan terhadap pecahnya konstruksi kolam olak dibagian paling tipis.

Sedangkan faktor keamanan yang diambil dalam perencanaan ini mengacu pada
Kriteia Perencanaan, Bagian Parameter Bangunan untuk berbagai kombinasi
pembebanan.

Metode Pelaksanaan

Secara garis besar terhadap 2 alternatif metode pelaksanaan yang biasa diterapkan
yaitu :

1. Pelaksanaan di Sungai

2. Pelaksanaan di luar Sungai

Untuk pelaksanaan disungai dapat dilakukan dengan berbagai metode berikut,


tergantung pada kondisi topografi setempat serta kemudahan pelaksanaanya yaitu :

Membuat saluran atau terowongan pengelak dengan kombinasi cofferdam. Aliran


sungai dielakan melalui saluran atau terowongan pengelak ini, dibelakang mulut
pemasukan saluran pengelak dan didepan pengeluaran saluran pengelak kembali
ke sungai harus dibuat cofferdam.
2C-18
Bagian hulu dan hilir saluran pengelak harus pula dibuat cofferdam pada saat
konstruksi bangunan utama sudah selesai dibangun dan saluran pengelak akan
ditutup/ditimbun kembali.

Pelaksanaan pembangunan perbagian, Dimana alur sungai dibagi menjadi dua


bagian. Bagian satu dimana pelaksanaan penggalian pondasi dan tubuh bendung
dapat dilakukan, sedangkan bagian lain aliran sungai dapat mengalir. Apabila
pelaksanaan bangunan bagian satu selesai, maka bagian lain dapat segera
dilaksanakan pembangunanya, sedangkan aliran sungai dialihkan melalui
penguras. Sebagai pembatas antra bagian yang dibangun dengan bagian dimana
aliran sungai dapat mengalir, dibuat tanggul penutup banjir. Apabila pelaksanaan
pembangunan sudah selesai, maka tanggul penutup banjir tersebut harus
dibongkar, dan bendung dapat segera difungsikan.

Membuat tempat kerja (contruction pit) dengan membuat tanggul tanah dalam
beberapa tahapan. Agar tempat kerja tetap kering, air rembesan yang masuk
kedalamnya harus terus dipompa.

Sedangkan untuk pelaksanaan diluar sungai adalah bila sungai tersebut memang
akan diluruskan dengan membuat sudetan dan bendung akan dibuat di ruas sudetan
tersebut.

Untuk memenuhi puncak elevasi cofferdam, didasarkan pada besarnya debit banjir
rencana yang akan ditentukan dengan mempertimbangkan lamanya periode
pelaksanaan serta resiko yang masih dapat diterima selama umur bangunan dan
anggaran biaya yang tersedia. Dalam perencanaan ini didasarkan pada hal tersebut
maka debit banjir rencana ditentukan dengan periode ulang 5 tahun (Q5). 2C-19
Gambar 2C.12. Alternatif Metode Pelaksanaan

B. Review Desain Jaringan Air Baku

Bangunan Bagi / Sadap

Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan
berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih. Sedang bangunan
sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran tersier
penerima. Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian
bangunan.

Untuk perencanaan bangunan bagi/sadap atau bangunan lainnya, digunakan standar


perencanaan Air Baku Kp-04 dan KP-Penunjang. Hal-hal lain yang perlu untuk
diperhatikan dalam perencanaan bangunan bagi/sadap dalam hal ini :

a. Bangunan bagi/sadap direncanakan dengan konstruksi yang permanen


dilengkapi dengan pintu-pintu air.

b. Pintu-pintu yang mempunyai fungsi untuk membagi air ke saluran


primer/utama atau ke saluran sekunder. Seperti Gambar 2C.13

c. Sedangkan pintu-pintu yang berfungsi menyadap air ke saluran tersier dibuat


dengan type pintu sorong yang dilengkapi dengan bangunan ukur ambang
lebar.

Adalah bisa untuk memasang pintu pengatur di saluran terbesar dan membuat alat –
alat pengukur dan pengatur di bangunan – bangunan sadap yang lebih kecil. Seperti
gambar berikut
2C-20
Gambar 2C.13. Saluran Primer dengan Bangunan Pengatur dan Sadap ke saluran
2C-21
Gambar 2C.14 Saluran Sekunder dengan Bangunan Pengatur dan Sadap Ke Berbagai Arah

Bangunan Pengatur

Bangunan pengatur akan mengatur muka air saluran di tempat – tempat di mana
terletak bangunan sadap dan bagi. Khususnya di saluran – saluran yang kehilangan
tinggi energinya harus kecil (misal di kebanyakan saluran garis tinggi), bangunan
pengatur harus di rencana sedemikian rupa sehingga tidak banyak rintangan sewaktu
terjadi debit rencana. Misalnya pintu sorong harus dapat diangkat sepenuhnya dari
dalam air selama terjadi debit rencana, kehilangan energi harus kecil pada pintu skot
balok jika semua balok dipindahkan.

Di saluran – saluran sekunder di mana kehilangan tinggi energi tidak merupakan


hambatan, bangunan pengatur dapat direncana tanpa menggunakan pertimbangan –
pertimbangan di atas.

Dalam merencanakan bangunan pengatur, kita hendaknya selalu menyadari


kemungkinan terjadinya keadaaan darurat seperti debit penuh sementara pintu – pintu
tertutup. Bangunan sebaiknya di lindungi dari bahaya seperti itu dengan pelimpah
samping di saluran hulu atau kapasitas yang memadai di atas pintu atau alat ukur
tambahan dengan mercu setinggi debit rencana. Seperti terlihat pada gambar berikut.
2C-22
Gambar 2C.15 Bangunan Pengatur : Pintu Aliran Bawah Dengan Mercu Tetap

Pintu Pengatur

Pintu pengatur direncanakan berupa pintu sorong.


1. Aliran Sempurna

Dimana untuk perhitungan hidrolis digunakan rumus aliran sempurna


yang dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:
Q =  .b.a 2.g .h1

Dengan :
Q = Debit aliran (m3/dt)
b = Lebar bukaan pintu (m)
a = Tinggi bukaan pintu (m)
 = Koefisien aliran
g = Percepatan gravitasi (m2/dt)
h1 = Kedalaman air di depan pintu di atas ambang (m) Aliran
Tenggelam.
Perhitungan hidrolis pintu sorong dengan aliran tenggelam digunakan rumus :
Q = K ..b.a 2.g.h1
Dengan:
Q = Debit aliran (m3/dt)
K = Faktor untuk aliran tenggelam
2C-23
b = Lebar bukaan pintu (m)
a =Tinggi bukaan pintu (m)
 = Koefisien aliran
g = Percepatan gravitasi (m/dt2)
h1 = Kedalaman air di depan pintu di atas ambang (m)

Bangunan Sadap

a. Bangunan Sadap Sekunder

Bangunan sadap sekunder akan memberi air ke saluran sekunder dan oleh sebab
itu, melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas bangunan – bangunan sadap
ini lebih dari sekitar 0,250 m3/dt.

Ada tiga tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder, yaitu
:

• Alat ukur Romijn

• Alat ukur Crump – de Gruyter

• Pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang lebar.

Tipe mana yang akan dipilih bergantung pada ukuran saluran yang akan diberi air
serta besarnya kehilangan tinggi energi yang di izinkan.

Untuk kehilangan tinggi energi, alat ukur Romijn dipakai hingga debit sebesar 2
m3/dt. Dalam hal ini dua atau tiga pintu Romijn dipasang bersebelahan. Untuk
debit – debit yang lebih besar, harus dipilih pintu sorong yang dilengkapi dengan
alat ukur yang terpisah, yakni alat ukur ambang lebar.

Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, maka alat ukur Crump-de
gruyter merupakan bangunan yang bagus. Bangunan ini dapat direncana dengan
pintu tunggal atau banyak pintu dengan debit sampai sebesar 0,9 m3/dt setiap
pintu.

b. Bangunan Sadap Tersier

Bangunan sadap tersier akan memberi air kepada petak – petak tersier. Kapasitas
bangunan sadap ini berkisar antara 50 l/dt sampai 250 l/dt. Bangunan sadap yang
paling cocok adalah alat ukur Romijn, jika muka air hulu diatur dengan bangunan
pengatur dan jika kehilangan tinggi energi merupakan masalah.
2C-24
Untuk bangunan sadap tersier yang mengambil air dari saluran primer yang besar,
dimana pembuatan bangunan pengatur akan sangat mahal dan muka air yang
diperlukan di petak tersier rendah di banding elevasi air selama debit rendah di
saluran, akan menguntungkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana
dengan pintu sorong sebagai bangunan penutup. Debit maksimum melalui pipa
sebaiknya didasarkan pada muka air rencana di saluran primer dan petak tersier.
Hal ini berarti bahwa walaupun mungkin debit terbatas sekali petak tersier, tetap
bisa diairi bila tersedia air di saluran primer pada elevasi yang cukup tinggi untuk
mengairi petak tersebut.

c. Pipa Sadap Sederhana (Oncoran)

Untuk mengganti bangunan sadap tersier yang mengambil air dari saluran
primer/sekunder yang besar, dimana pembuatan bangunan pengatur akan sangat
mahal dan muka air yang diperlukan di petak tersier relatif lebih rendah di saluran
pada kondisi debit rendah, akan menguntungkan untuk memakai bangunan sadap
pipa sederhana dengan pintu sorong sebagai bangunan penutup.

Pipa sederhana berupa sebuah pipa yang terbuat dari busi beton dengan diameter
standart 0.15, 0.20, 0.30, 0.40, 0.50, atau 0,60 yang bisa ditutup dengan pintu
sorong. Aliran melalui bangunan ini tidak dapat diukur tapi dibagi sampai debit
maksimum, yang bertanggung pada diameter pipa dan beda tinggi energi.

Untuk bangunan bangunan yang mengalirkan air ke saluran tanpa pasangan,


kecepatan maksimum di dalam pipa dibatasi 1.0 m/dt. Jika bangunan itu
mengalirkan air ke saluran pasangan, kecepatan maksimumnya mungkin sampai
1,5 m/dt.

Bangunan Ukur

a. Alat Ukur Ambang Lebar

Bangunan ukur ambang lebar dianjurkan karena bangunan itu kokoh dan mudah
dibuat. Disesuaikan dengan tipe saluran apa saja. Hubungan tunggal antara muka
air hulu dan debit mempermudah pembacaan debit secara langsung dari papan
duga, tanpa memerlukan tabel debit.

Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas (overflow), untuk ini tinggi
energi hulu lebih kecil dari panjang mercu. Karena pola aliran di atas alat ukur
ambang lebar dapat ditangani dengan teori hidrolika yang sudah ada sekarang,
2C-25
maka bangunan ini bisa mempunyai bentuk yang berbeda – beda, sementara
debitnya tetap serupa.

Untuk mengendalikan dan mengukur kapasitas debit yang diperlukan oleh


masing-masing saluran, maka bangunan bagi dan bangunan sadap dilengkapi
bangunan ukur ambang lebar.

Perhitungan hidrolis pintu sorong dengan aliran tenggelam digunakan rumus :

2
Q = Cd .Cv 2.g.bc .h.1.5
3

Dengan :
Q = Debit, m3/detik
Cd = Koefisien debit
Cd adalah 0,93 + 0,10 H1/L untuk 0,1 < Hl / L < 1,0
Hl = tinggi energi hulu, meter
L = Panjang mercu, meter
Cv = Koefisien kecepatan datang
G = Percepatan grativitasi, m2/det
bc = Lebar mercu, meter
h1 = Kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, meter.

Karakteristik Alat Ukur Ambang Lebar

▪ Asal saja kehilangan tinggi energi pada alat ukur cukup untuk menciptakan
aliran kritis, debit dapat dihitung dengan kesalahan kurang dari 2%.
▪ Kehilangan tinggi energi untuk memperoleh aliran moduler yaitu hubungan
khusus antara tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuan dan debit
lebih rendah jika dibandingkan dengan kehilangan tinggi energi untuk
semua jenis bangunan yang lain.
▪ Sudah ada teori hidrolika untuk menghitung kehilangan tinggi energi yang
diperlukan ini, untuk kombinasi alat ukur dan saluran apa saja.
▪ Karena peralihan penyempitannya yang bertahap (gradual), alat ukur ini
mempunyai masalah sedikit saja dengan benda – benda hanyut.
▪ Pembacaan debit di lapangan mudah, khususnya jika papan duga diberi
satuan debit, m3/dt
▪ Pengamatan lapangan dan laboratorium menunjukkan bahwa alat ukur ini
mengangkut sedimen, bahkan di saluran dengan aliran subkritis.
2C-26
▪ Asalkan mercu datar searah dengan aliran, maka tabel debit pada dimensi
purnalaksana (as-built dimensions) dapat di buat, bahkan jika terdapat
kesalahan pada dimensi rencana selama pelaksanaan sekalipun kalibrasi
purnalaksana demikian juga memungkinkan alat ukur untuk diperbaiki
kembali, bila perlu.
▪ Bangunan kuat, tidak mudah rusak.
▪ Di bawah kondisi hidrolis dan batas yang serupa, ini adalah yang paling
ekonomis dari semua jenis bangunan lain untuk pengukuran debit secara
tepat.

Kelebihan – Kelebihan Alat Ukur Ambang Lebar

▪ bentuk hidrolis luwes dan sederhana


▪ konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal
▪ benda – benda hanyut bisa dilewatkan dengan mudah
▪ eksploitasi mudah.

Kelemahan – Kelemahan Alat Ukur Ambang Lebar

▪ Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja.


▪ Agar pengukuran teliti, aliran tidak boleh tenggelam.

Penggunaan Alat Ukur Ambang Lebar

▪ Alat ukur ambang lebar dan flum leher panjang adalah bangunan –
bangunan pengukur debit yang dipakai di saluran di mana kehilanagn
tinggi energi merupakan hal pokok yang menjadi bahan pertimbangan.
Bangunan ini biasanya ditempatkan di awal saluran primer, pada titik
cabang saluran besar dan tepat di hilir pintu sorong pada titik masuk petak
tersier.

b. Alat Ukur Romijn

Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk mengatur
dan mengukur debit di dalam jaringan saluran Air Baku. Agar dapat bergerak,
2C-27
mercunya dibuat dari pelat baja dan dipasang di atas pintu sorong, pintu ini
dihubungkan dengan alat pengangkat.

Tipe – tipe Alat Romijn

Sejak pengenalannya pada tahun 1932, pintu Romijn telah dibuat dengan tiga
bentuk mercu, yaitu :

1. bentuk mercu datar dan lingkaran gabungan untuk peralihan penyempitan


hulu
2. bentuk mercu miring ke atas 1 : 25 dan lingkaran tunggal sebagai peralihan
penyempitan
3. bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan.

Gambar 2C.17 Tipe – Tipe Alat Ukur Romijn

Karakteristik Alat Ukur Romijn

- kalau alat ukur Romijn dibuat dengan mercu datar dan peralihan
penyempitan sesuai dengan Gambar 2C.4c, tabel debitnya sudah ada
dengan kesalahan kurang dari 3 %
- debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu bangunan.
- Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler adalah di
bawah 33 % dari tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuannya, yang
relatif kecil.
2C-28
- Karena alat ukur Romijn ini bisa disebut “berambang lebar”, maka sudah
ada teori hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut.
- Alat ukur Romijn dengan pintu bawah bisa dieksploitasi oleh orang yang
tak berwenang, yaitu melewatkan air lebih banyak dari yang diizinkan
dengan cara mengangkat pintu bawah lebih tinggi lagi.

Kelebihan – Kelebihan Alat Ukur Romijn

- Bangunan itu bisa mengukur dan mengatur sekaligus


- Dapat membilas endapan sedimen halus
- Kehilangan tinggi energi relatif kecil
- Ketelitian baik
- Eksplotasi mudah

Kekurangan-kekurangan yang dimiliki alat ukur Romijn

- Pembuatannya rumit dan mahal


- Bangunan itu membutuhkan muka air yang tinggi di saluran
- Biaya pemeliharaan bangunan itu relatif mahal
- Bangunan itu dapat dipergunakan dengan jalan membuka pintu bawah
- Bangunan itu peka terhadap fluktuasi muka air di saluran pengarah.

Penggunaan alat ukur Romijn

- Alat ukur Romijn adalah bangunan pengukur dan pengatur serba bisa
yang dipakai di Indonesia sebagai bangunan sadap tersier. Untuk ini tipe
standar paling kecil (lebar (0,50m) adalah yang paling cocok. Tetapi alat
ukur Romijn dapat juga dipakai sebagai bangunan sadap sekunder.
- Ekplotasi bangunan itu sederhana dan kebanyakaan juru pintu telah
terbisaa dengannya. Bangunan itu dilengkapi dengan pintu bawah yang
dapat disalah gunakan jika pengawasan kurang.

c. Alat Ukur Crup – de Gruyter

Alat ukur Crump – de Gruyter yang dapat disetel adalah saluran ukur leher
panjang yang dipasang pintu gerak vertikal yang searah aliran (streamline). Pintu
ini merupakan modifikasi/penyempurnaan modul proporsi yang dapat disetel
(adjustabel proportional module), yang diperkenalkan oleh Crump pada tahun
2C-29
1922 De Gruyter (1926) menyempurnakan trase flum tersebut dan mengganti
“blok – atap “(roof block) seperti yang direncanakan oleh Crump dengan pintu
sorong yang dapat disetel. Bangunan yang dihasilkan dapat dipakai baik untuk
mengukur maupun mengatur debit.

Gambar 2C.18 Alat Ukur Crump –de Gruyter


Rumus debit untuk alat ukur Crump de- Gruyter :

Q = C d bw 2 g (h1 − w)

Dengan :

Q = debit, m3/dt

Cd = koefisien debit (=90)

b = lebar bukaan, m

w = bukaan pintu, m (w  0,63 h1)

g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8)


2C-30
h1 = tinggi air di atas ambang, m

Kelebihan - kelebihan alat ukur Crump de- Gruyter

- Bangunan ini dapat mengukur dan mengatur sekaligus


- Bangunan ini tidak mempunyai masalah dengan sedimen
- Eksploitasi mudah dan pengukuran teliti
- Bangunan kuat

Kelemahan – kelemahan alat ukur Crump de- Gruyter

- Pembuatannya rumit dan mahal


- Biaya pemeliharaan mahal
- Kehilangan tinggi energi besar
- Bangunan ini mempunyai masalah dengan benda - benda hanyut.

Penggunaan alat ukur Crump de- Gruyter

- alat ukur Crump de- Gruyter dapat dipakai dengan berhasil jika keadaan
muka air di saluran selalu mengalami fluktuasi atau jika orifis harus
bekerja pada keadaan muka air rendah di saluran. alat ukur Crump de-
Gruyter mempunyai kehilangan tinggi energi yang lebih besar daripada
alat ukur Romijn.

d. Alat Ukur Cipoletti

Alat Ukur Cipoletti merupakan penyempurnaan alat ukur ambang tajam yang
dikontraksi sepenuhnya. Alat Ukur Cipoletti memiliki potongan pengontrol
trapesium, mercunya horizontal dan sisi –sisinya miring ke samping dengan
kemiringan 1 vert : ¼ horisontal seperti pada gambar berikut.
2C-31
Gambar 2C.19 Dimensi Alat Ukur Cipoletti

Persamaan debit untuk Alat Ukur Cipoletti Adalah :

Q = Cd Cv 2 2 g bh11,5
3

Dengan :

Q = debit, m3/dt

Cd = koefisien debit (=0,63)

Cv = Koefisien kecepatan datang


g = Percepatan grativitasi, m2/det
bc = Lebar mercu, meter
h1 = Kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, meter.

Karakteristik Bangunan :

- Bangunan ini sederhana dan mudah dibuat.


- Biaya pelaksanaannya tidak mahal
- Jika papan duga diberi skala liter, para petani pemakai air dapat
mencek persediaan air mereka.
- Sedimentasi terjadi di hulu bangunan, yang dapat mengganggu
berfungsinya alat ukur, benda – benda yang hanyut tidak bisa lewat
dengan mudah, ini dapat menyebabkan kerusakan dan mengganggu
ketelitian pengukuran debit.
- Pengukuran debit tidak mungkin dilakukan jika muka air hilir naik di atas
elevasi ambang bangunan ukur tersebut.
- Kehilangan tinggi energi besar sekali dan khususnya di daerah –
daerah datar, di mana kehilangan tinggi energi yang tersedia kecil
sekali, alat ukur tipe ini tidak dapat digunakan.

Penggunaan
2C-32
- Alat Ukur Cipoletti yang dikombinasi dengan pintu sorong sering
dipakai sebagai bangunan sadap tersier. Karena jarak antara pintu dan
bangunan ukur jauh, eksploitasi pintu menjadi rumit. Oleh sebab itu,
lebih dianjurkan untuk memakai bangunan kombinasi. Pemakaian alat
ukur ini tidak lagi dianjurkan, kecuali di lingkungan laboratorium.

Bangunan Terjun

Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih
curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan semacam
ini mempunyai empat bagian fungsional, masing – masing memiliki sifat – sifat
perencanaan yang khas, seperti gambar dibawah, yaitu :

1) Bagian hulu pengontrol, yaitu bagian di mana aliran menjadi superkritis


2) Bagian di mana air dialirkan ke elevasi yang lebih rendah
3) Bagian tepat di sebelah hilir potongan U, yaitu tempat di mana energi di redam.
4) Bagian peralihan saluran memerlukan llindungan untuk mencegah erosi.

Gambar 2C.20 Ilustrasi Peristilahan Yang Berhubungan Dengan Bangunan Terjun

Pada daerah dengan kemiringan medan yang lebih terjal dari


kemiringan saluran rencana, maka direncanakan bangunan terjun
dimana bangunan tersebut untuk menjaga kemiringan dasar saluran.
Bangunan terjun yang ada diusahakan berada pada setiap bangunan
sadap untuk memberikan keuntungan dalam pengaturan dan
pengukuran debit.
2C-33
Untuk perhitungan hidrolis bangunan terjun digunakan rumus sebagai berikut :
2 2
Q = Cd . . .g.b.h.1.5
3 3

AZ = (∆H + Hd) – Hl
Hd = 1,67 Hl
Vu = 2,9 z
Yu = q/Vu
Fr = Vu/(g.Yu)

Dengan :
AH = Selisih tinggi energi hilir dan hulu (m)
Hd = Tinggi energi hilir dikolam olakan (m)
Vu = Kecepatan aliran di kolam olakan peredam (m.dt)
Yu = Tinggi air di kolam peredam (m)
g = Percepatan grafitasi (m2/dt.)
Fr = Angka froude
N = Tinggi ambang di ujung kolam olakan (m)

a. Bangunan Terjun Tegak


Bangunan terjun tegak menjadi lebih besar apabila ketinggiannya
ditambah. Juga kemampuan hidrolisnya dapat berkurang akibat variasi
di tempat jatuhnya pancaran di lantai kolam jika terjadi perubahan debit.
Bangunan terjun tegak sebaiknya tidak dipakai apabila perubahan tinggi
energi di atas bangunan melebihi 1,50 m
Bangunan terjun tegak dibuat dengan perbedaan tinggi energi
maksimum (Z) = 1,50 dan jika melebihi 1,50 m dipakai bangunan terjun
miring. Apabila pada satu ruas saluran diperlukan adanya bangunan
terjun yang sangat banyak, dimana hal tersebut menyebabkan biaya
pembuatan saluran menjadi lebih tinggi maka perlu dibuat alternatif yang
lain.
Pemilihan alternatif akan didasarkan pada keadaan yang secara teknis
dapat dipertanggungjawabkan dan dalam segi pembiayaan lebih
ekonomis.

b. Bangunan Terjun Miring


Permukaan miring, yang menghantar air ke dasar kolam olak, adalah praktek
perencanaan yang umum, khususnya jika tinggi jatuh melebihi 1,5 m. pada
2C-34
bangunan terjun, kemiringan permukaan belakang dibuat securam mungkin
dan relatif pendek. Jika peralihan ujung runcing di pakai di antara permukaan
pengontrol dan permukaan belakang (hilir) disarankan untuk memakai
kemiringan yang tidak lebih curam dari 1 : 2. seperti gambar dibawah ini.

Alasannya adalah untuk mencegah pemisahan aliran pada sudut miring.


Sebabnya ialah bahwa dengan bangunan terjun tegak, energi diredam karena
terjadinya benturan luapan dengan lantai kolam dan Karena pusaran turbulensi
air di dalam kolam di bawah tirai luapan. Dengan bangunan terjun miring,
peredaman energi menjadi jauh berkurang akibat gesekan dan aliran
turbulensi di atas permukaan yang miring.

Gambar 2C.21 Sketsa Dimensi Bangunan Terjun Miring

c. Got Miring
Aliran dalam got miring adalah superkritis dan bagian peralihannya harus licin
dan berangsur agar tidak terjadi gelombang – gelombang ini bisa menimbulkan
masalah di dalam potongan got miring dan kolam olak karena gelombang sulit
diredam. Seperti pada gambar dibawah ini.
2C-35
Gambar 2C.22 Tipe – Tipe Got Miring Segi Empat ( dari USBR, 1978)

Gorong – Gorong dan Jembatan

Gorong – gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran
Air Baku atau pembuang) melewati bawah jalan air lainnya (biasanya saluran), bawah
jalan, atau jalan kereta api.

Gorong – gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada luas basah
saluran hulu maupun hilir. Sebagian dari potongan melintang mungkin berada di atas
muka air. Dalam hal ini gorong - gorong berfungsi sebagai saluran terbuka dengan
aliran bebas.

Pada gorong – gorong aliran bebas, benda – benda yang hanyut dapat lewat dengan
mudah, tetapi biaya pembuatannya umumnya lebih mahal di banding gorong – gorong
tenggelam. Dalam hal gorong–gorong tenggelam, seluruh potongan melintang berada
di bawah permukaan air. Biaya pelaksanaan lebih murah, tetapi bahaya tersumbat
lebih besar.

Karena alasan – alasan pelaksanaan, harus dibedakan antara gorong –gorong


pembuang silang dan gorong – gorong jalan :

- pada gorong – gorong pembuang silang, semua bentuk kebocoran harus


dicegah. Untuk ini diperlukan sarana – sarana khusus.
2C-36
- Gorong – gorong jalan harus mampu menahan berat beban kendaraan.

Adapun bentuk/tipe gorong-gorong dapat direncakan berbentuk bulat maupun


segiempat. Sedang perhitungan hidrolis gorong-gorong menggunakan
persamaan berikut :

1. Gorong-gorong aliran penuh


Q =  . A. 2.g .z

dengan :
Q = debit rencana, m3/det
 = koefisien debit.
A = luas penampang gorong-gorong, m2
z = kehilangan tinggi energi pada gorong-gorong, m.
g = percepatan grafitasi.
2. Gorong-gorong aliran tidak penuh
1
Q= .C 2 .D 8 / 3 . S c
n

Q.n
C2 = 8/3
D . Sc

Dengan :
Q = debit aliran, m3/det
n = koefisien kekasaran bahan
C2 = koefisien
D = diameter gorong-gorong, m
Sc = kemiringan kritis dasar saluran

Jika kemiringan seragam jauh melampaui kemiringan kritis,dan dengan


demikian memerlukan peredam energi, biasanya lebih disukai untuk
memakai sebuah tikungan vertikal dan dua kemiringan, i1 dan i2.

Kecepatan yang dipakai di dalam perencanaan gorong –gorong


bergantung pada jumlah kehilangan energi yang ada dan geometri
2C-37
lubang masuk dan keluar. Untuk tujuan – tujuan perencanaan, kecepatan
diambil 1,5 m/dt untuk gorong – gorong di saluran Air Baku dan 3 m/dt
untuk gorong – gorong di saluran pembuang.

Karena terjadi perubahan pola aliran pada waktu masuk dan keluar,
maka diperlukan transisi. Sedang kehilangan tinggi diperhitungkan
meliputi saat masuk, di gorong-gorong dan pada saat keluar.

a. Panjang Transisi
B−b
L=
Cos 2

Dengan :
L = panjang transisi (m)
B = lebar saluran (m)
b = lebar gorong-gorong
 = sudut penyempitan
b. Kebisaaan Tinggi
1. Transisi masuk
h1 = 0,5 ( hvp - hv)
2. Di gorong-gorong
h2 = S2 x L2
3. Transisi keluar
h1 = 1,0 ( hvp - hv)

2C-38
Gambar 2C.23 Standar Peralihan Saluran Gorong -Gorong

Gambar 2C.24 Tipe Profil Gorong – Gorong


2C-39
a. Gorong – Gorong Segi Empat

Gorong – gorong segi empat di buat dari beton bertulang atau dari pasangan
batu dengan pelat beton bertulang sebagai penutup. Gorong – gorong tipe
pertama terutama digunakan untuk debit yang besar atau bila yang
dipentingkan adalah gorong – gorong kedap air. Gorong – gorong dari
pasangan batu dengan pelat beton bertulang sangat kuat dan pembuatannya
mudah. Khususnya untuk tempat – tempat terpencil, gorong – gorong ini
sangat ideal. Contoh tipe – tipe gorong –gorong segi empat dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.

Gambar 2C.25 Gorong – Gorong Segi Empat

b. Jembatan

Perencanaan jembatan direncanakan sesuai dengan kelas jalan, adapun kriteria


yang diambil adalah sebagai berikut :
1. Apabila saluran menyilang jalur, sehingga diperlukan adanya jembatan,
maka design jembatan yang direncanakan sesuai dengan kelas jalan.

2. jembatan jalan desa dan jalan inspeksi, termasuk jembatan jalan


penghubung (kelas III).

3. Lebar jembatan minimum 3 m

4. Type jembatan umumnya cukup berupa jembatan plat beton (jembatan


beton bertulang), untuk bentang yang lebih besar dari 5 m dipakai balok T.

Untuk jembatan – jembatan pada kelas I dan II perencanaan dan gambar –


gambar standarnya sudah ada dari bina marga,. jembatan – jembatan pada
jalan kelas III, IV dan V adalah jembatan – jembatan pelat beton bila
bentangnya kurang dari 5 m. untuk bentang yang lebih besar dipakai balok T.
2C-40
Bahan – bahan lain bisa dipakai untuk membuat jalan inspeksi dan jembatan
orang, jika bahan – bahan itu tidak mahal. Kayu dan baja atau bahan komposit
(baja dikombinasi dengan beton) sering dipakai untuk membuat jembatan.
Khusus untuk jembatan orang yang ringan bebannya dan dapat mempunyai
bentang yang lebih besar, jembatan kayu atau baja lebih ekonomis daripada
jembatan beton.

Biaya pemeliharaan yang tinggi dan umur bangunan yang labil pendek pada
jembatan kayu dan jembatan baja, sebaiknya dipertimbangkan dalam evaluasi.

Gambar 2C.26 Tipe Potongan Melintang Jembatan Balok T dan Jembatan Pelat
2C-41
2.C.2. PENYAJIAN SPESIFIKASI TEKNIS DAN
PERHITUNGAN TEKNIS
A Keterlambatan

Potensi penyebab masalah keterlambatan adalah seperti dalam fishbone berikut ini:

Gambar 2.8 Beberapa factor yang memungkinkan terjadinya keterlambatan

Untuk mencegah agar tidak sampai terjadi keterlambatan adalah mengantisipasi dari
penyebabnya, yaitu dengan memeriksa kesiapan kontraktor atas ketersediaan material,
tenaga, mesin, pendanaan, kesiapan metode dan kesiapan pendanaan beberapa waktu
sebelum fase konstruksi terkait akan dilaksanakan.

Pada dasarnya keterlambatan proyek dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya
sumber daya manusia, lokasi pelaksanaan proyek, peralatan yang digunakan, dan lain
sebagainya. Faktor-faktor potensial untuk mempengaruhi waktu pelaksanaan konstruksi,
diantaranya:

1. Tenaga Kerja / Labours (keahlian tenaga kerja; kedisiplinan tenaga kerja; motivasi
kerja para pekerja; angka ketidakhadiran; ketersediaan tenaga kerja; penggantian
tenaga kerja baru; komunikasi antara tenaga kerja dan badan pembimbing)
2. Bahan / Material (pengirimn bahan; ketersediaan bahan; kualitas bahan)
3. Peralatan / Equipment(ketersediaan peralatan; kualitas peralatan)
2C-42
4. Karakteristik Tempat / Site Characteristic (keadaan permukaan dan dibawah
permukaan tanah; penglihatan atau tanggapan lingkungan sekitar; karakteristik fisik
bangunan sekitar lokasi proyek; tempat penyimpanan bahan/material; akses lokasi
proyek; kebutuhan ruangan kerja; lokasi proyek)
5. Manajerial / Managerial (pengawasan proyek; kualitas pengontrol pekerjaan;
pengalaman manager lapangan; perhitungan keperluan material; perubahan desain;
komunikasi antara konsultan dan kontraktor; komunikasi antara kontraktor dan
pemilik; jadwal pengiriman material dan peralatan; jadwal pekerjaan yang harus
diselesaikan; persiapan/penetapan rancangan tempat)
6. Keuangan / Financial (pembayaran oleh pemilik; harga material)
7. Faktor Lain / Other Factors (intensitas curah hujan; kondisi ekonomi; kecelakaan
kerja).

keterlambatan dapat dibagi kedalam tiga kategori besar, yaitu:

a. Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (Non Excusable Delays)


Merupakan keterlambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian, atau kesalahan
kontraktor.
b. Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable Delays)
Merupakan keterlambatan yang disebabkan oelh kejadian-kejadian diluar kendali baik
pemilik proyek maupun kontraktor.Pada kejadian ini, kontraktor mendapatkan
kompensasi berupa perpanjangan waktu saja.
c. Keterlambatan yang layak mendapatkan ganti rugi (Compensable Delays)
Keterlambatan yang diakibatkan tindakan, kelalaian, atau kesalahan pemilik
proyek.Pada kejadian ini, kontraktor biasanya mendapatkan kompensasi berupa
perpanjangan waktu dan tambahan biaya operasional yang diperlukan selama
keterlambatan pelaksanaan tersebut.

Pada setiap komponen yang berpengaruh pada keberlangsungan proyek, memiliki alasan-
alasan tersendiri atas keterlambatan proyek. Faktor penyebab keterlambatan proyek
berdasarkan tiga sudut pandang. Tiga diantaranya berdasarkan sudut pandang kontraktor,
pemilik proyek, dan konsultan.

Pada kontraktor, faktor ketidaktersediaan tenaga kerja dalam hal ini tukan dan pekerja
konstruksi menjadi faktor utama penyebab keterlambatan proyek. Pada urutan berikutnya
penyebab keterlambatan proyek adalah faktor ketersediaan peralatan konstruksi di lokasi
proyekserta sistem pembayaran pemilik ke kontraktor yang tidak sesuai kontrak. Faktor-faktor
tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain sehingga jika salah satu dari faktor-
2C-43
faktortersebut terjadi, maka akan menimbulkan faktor yang lain yang dapat
menyebabkanterjadinya keterlambatan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Ketidaktersediaan
tenaga kerja dan peralatan konstruksi di lokasi proyek menurut kontraktor,disebabkan oleh
keterlambatan pengiriman baik itu pengiriman tenaga kerja maupun pengiriman peralatan ke
lokasi proyek.

Pada sudut pandang pemilik proyek, faktor utama penyebab keterlambatan proyek adalah
akibat dari keterlambatan pengiriman material. Pada urutan selanjutnya faktor yang paling
berpengaruh adalah keterbatasan jumlah tenaga kerja. Sedangkan penyebab keterlambatn
pegiriman material dapat disebabkan berbagai hal salah satu contohnya faktor cuaca. Untuk
pengiriman material dari luar pulau, maka keadaan cuaca di lautan sangat memegang peranan
penting tentunya.

Dan yang terakhir menurut sudut pandang konsultan pengawas, salah satu faktor teratas
penyebab keterlambatan proyek adalah keterlambatan pengiriman material (mobolisasi
material) ke lokasi proyek. Sedangkan faktorketerbatasan jumlah tenaga kerja menempati
urutan selanjutnya. Karena saling mempengaruhi satu dengan yanglain,maka jika salah satu
dari faktor-faktor tersebut terjadi, akan menimbulkan faktoryang lain sehingga dapat
menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan pekerjaankonstruksi. Menurut konsultan
pengawas, keterlambatan pengiriman material dapatmenyebabkan terjadinya kekurangan
material di lokasi proyek.

Adanya keterlambatan material, tentu akan menimbulkan dampak yang buruk bagi
keberlangsungan proyek sampai selesainya proyek tersebut selesai. Sebelumnya telah
dijelaskan beberapa dampak yang mungkin terjadi ketika terjadi keterlambatan menurut sudut
pandang berbagai stake holder yang ada mulai dari pihak kontraktor dan pemilik proyek.

B Pekerjaan Tambah Kurang dan Pengajuan Perpanjangan Waktu

Dari hasil survey lapangan dan selama periode pelaksanaan pekerjaan, terdapat kemungkinan
timbulnya perubahan beberapa jenis pekerjaan yang akan tertuang dalam bentuk perintah
perubahan pekerjaan. Konsultan akan melakukan evaluasi yang diperlukan sehubungan
dengan rencana perubahan pekerjaan baik yang diusulkan oleh pihak Kontraktor maupun oleh
pihak Direksi. Selanjutnya hasil evaluasi Konsultan ini akan diserahkan kepada Pemimpin
Proyek untuk evaluasi akhir pengambilan keputusan. Apabila rencana perubahan pekerjaan
untuk ditanda tangani oleh Pemimpin Proyek dan Kontraktor. Sebagai bahan evaluasi
Konsultan akan menyiapkan data penunjang dan membuat analisa terhadap :
2C-44
a) Rencana pendahuluan pekerjaan perubahan.
b) Perimbangan kuantitas pekerjaan (Balance Sheet).
c) Kebutuhan personil dan peralatan.
d) Perkiraan biaya konstruksi.
e) Perkiraan waktu pelaksanaan.
f) Persyaratan umum dan spesifikasi teknik.
g) Aspek-aspek yang mempengaruhi keseluruhan proyek.

Selanjutnya hasil evaluasi Konsultan ini akan diserahkan kepada Pemimpin Proyek untuk
evaluasi akhir dan pengambilan keputusan. Apabila rencana perubahan pekerjaan diterima.
Konsultan akan menyiapkan perintah perubahan pekerjaan untuk ditanda tangani oleh
Pemimpin Proyek dan Konsultan. Pekerjaan yang tercakup dalam perintah perubahanakan
dinilai pada harga satuan sesuai Dokumen Kontrak. Apabila jenis pekerjaan tambahan
tersebut belum tercantum didalam Dokumen Kontrak, Konsultan akan membuat analisa harga
satuan baru untuk dipergunakan Pemimpin Proyek dalam penentuan harga dengan
Kontraktor.

Pembuatan Contract Change Order (perubahan Kontrak) akan disiapkan dan dibuat sesuai
dengan persyaratan dalam spesifikasi yang dilengkapi alasan-alasan dan argumen tasi
dilakukan perubahan, perhitungan-perhitugan, sket/gambar-gambar, dan usulan mengenai
perpanjangan waktu (apabila diperlukan) yang berkaitan dengan perubahan tersebut. Seluruh
dokumen kontrak, gambar-gambar hasil survei, gambar desain/redesain serta gambar-
gambar kerja dan gambar terlaksana, catatan-catatan hasil pekerjaan pengawasan, test
laboratorium, akan disimpan rapi di kantor Tim Leader dan dapat dilihat apabila diperlukan
setiap saat.

Setiap klaim yang diajukan oleh kontraktor, seperti permintaan perpanjangan waktu
pelaksanaan, permintaan pembayaran atas hasil pekerjaan akan selalu dipelajari dan dichek
terhadap hasil monitoring pekerjaan, serta didiskusi terlebih dahulu sebelum diambil
keputusan. Saran-saran teknis, rekomendasi, serta alternatif-alternatif terhadap pemecahan
setiap masalah yang timbul, akan selalu diberikan oleh Tim supervisi kepada Kepala Satuan
Kerja baik secara lisan maupun tertulis. Semua dokumen administrasi baik dokumen
administrasi biasa maupun administrasi teknis termasuk kelengkapan-kelengkapannya akan
diserahkan kepada Kepala Satuan Kerja pada akhir dari masa layanan konsultasi pekerjaan
Tim Supervisi. Bagan Aliran (flow chart) Prosedur Perubahaan Kontrak (CCO) seperti terlihat
pada Error! Reference source not found. sedangkan Flow Chart Prosedur perpanjangan waktu
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
2C-45
MULAI

KONTRAK AWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN

PERHITUNGAN BIAYA
KOMPARASI
PEKERJAAN

TIDAK ADA
PERUBAHAN TIDAK ADA PERBEDAAN?
KONTRAK

YA

PERSETUJUAN KONSULTAN

PERSETUJUAN KEPALA SATKER

BERITA ACARA

KONTRAK BARU

SELESAI

Gambar 2.9 Bagan Alir Prosedur Perubahan Kontrak

Gambar 6.12 Bagan Alir Prosedur Perubahan Kontrak


2C-46
MULAI

JADUAL
PELAKSANAAN PEKERJAAN PERENCANAAN
AWAL

KOMPARASI

TIDAK ADA TIDAK


PERPANJANGAN ADA PERBEDAAN?
WAKTU

YA

PERHITUNGAN SISA VOLUME PEKERJAAN

PENYUSUNAN JADUAL PERPANJANGAN WAKTU

PERMOHONAN PERPANJANGAN WAKTU


- ALASAN
- JADUAL

PERSETUJUAN OLEH KONSULTAN TIDAK

SESUAI?

YA

SELESAI

Gambar 2.10 Bagan Alir Prosedur Perpanjangan Waktu Pelaksanaan


2C-47
2.C.3. PENYAJIAN LAPORAN LAPORAN
Sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja, jenis dan jumlah laporan yang harus diserahkan oleh
Penyedia Jasa Konsultansi Pengawasan kepada Pengguna Jasa adalah sebagai berikut:

Jenis dan jumlah laporan yang harus diserahkan oleh Penyedia Jasa Konsultansi Pengawasan
kepada Pengguna Jasa adalah sebagai berikut:

1. Program Mutu Konsultansi Konstruksi

Program Mutu Konsultansi Konstruksi harus sudah selesai paling lama 7 hari setelah SPMK, dan
harus mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi.
Laporan Program Mutu Konsultansi Konstruksi. Laporan harus diserahkan selambatlambatnya 1
(satu) bulan sejak SPMK diterbitkan.

2. Laporan Pendahuluan

Laporan Pendahuluan memuat laporan pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh konsultan dan
rencana/ pola kerja yang akan dilakukan dengan detail. Laporan harus diserahkan
selambatlambatnya 1 (satu) bulan sejak SPMK diterbitkan

3. Laporan Bulanan

Laporan ini memuat:

a. Capaian pekerjaan fisik, ringkasan status capaian pekerjaan fisik dengan membandingkan
capaian di bulan sebelumnya, capaian pada bulan berjalan serta target capaian di bulan
berikutnya;

b. Foto dokumentasi;

c. Ringkasan status kondisi keuangan Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi, status


pembayaran dari Pengguna;

d. Perubahan kontrak dan perubahan pekerjaan;

e. Masalah dan kendala yang dihadapi; termasuk statusnya, tindakan penanggulangan


yang telah dilakukan dan rencana tindakan selanjutnya;

f. Hambatan dan kendala yang berpotensi terjadi di bulan berikutnya, beserta rencana
pencegahan atau penanggulangan yang akan dilakukan;

g. Status persetujuan atas usulan dan permohonan dokumen;

h. Daftar dan status persetujuan dokumen yang yang harus ditindak lanjuti oleh Direksi
Lapangan/Konsultan MK;

i. Ringkasan hasil pelaksanaan kegiatan pekerjaan (daftar pelaksanaan kegiatan


pemeriksaan beserta hasil dan status persetujuannya);

j. Ringkasan aktivitas dan hasil pengendalian Keselamatan Konstruksi,


2C-48
termasuk kejadian kecelakaan kerja, catatan tentang kejadian nyaris terjadi kecelakaan kerja
(nearmiss record), dan lain-lain;

k. Kendala yang dihadapi Direksi Teknis/Konsultan Pengawas, tindakan yang telah dan akan
dilakukan serta dukungan yang dibutuhkan dari Direksi Lapangan/Konsultan MK untuk tujuan
kelancaran proyek.

4. Laporan Penunjang

Laporan Penunjang berupa :

- Gambar berupa skema pelaksanaan pekerjaan dan hasil review desain. Ukuran A3.

- Nota perhitungan Review Desain dan perhitungan pengukuran, dibuat dalam ukuran A4
rangkap 5 (lima)

- Laporan Manual Operasi dan Pemeliharaan

- Leaflet sebanyak 50 lembar

- Booklet sebanyak 25 buku

- Laporan Lingkungan

- Video miniclip

5. Laporan Akhir

Laporan Akhir memuat :

- Pemeliharaan yang akan datang, segala permasalahan teknis yang muncul selama
pelaksanaan, lampiran data lapangan, dokumentasi berupa foto.

- Laporan Akhir harus disetujui oleh direksi teknik terdiri dari :

a. Draft Laporan Akhir

b. Laporan Akhir Utama

c. Hard disk eksternal berisikan semua file laporan, lampiran, foto dokumentasi
pelaksanaan supervisi pelaksanaan dengan kapasitas hard disk menyesuaikan sesuai
kebutuhan.

- Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya pada akhir masa kontrak sebanyak 5 (lima)
buku laporan

- Penyedia wajib menyerahkan Hard disk eksternal yang berisi copy semua laporan dan
gambar dengan kapasitas 2 TB, dan diserahkan selambat – lambatnya pada akhir kontrak.

6. Laporan RKK Pengawasan

Penyusunan Laporan RKK Pengawasn dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10 tahun 2021 tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi. Laporan dibuat rangkap 3 (tiga) untuk diserahkan pada PPK
untuk digunakan saat PCM (Pre Construction Meeting) pekerjaan konstruksi.
2C-49
Di bawah ini disampaikan LAMPIRAN KONSEP
LAPORAN PROGRAM MUTU

2C-50
PROGRAM MUTU

LEMBAR PERSETUJUAN
KEMENTERIAN PUPR

PEKERJAAN JASA KONSULTANSI……..

LOKASI PEKERJAAN :
NO. KONTRAK :
TANGGAL KONTRAK :

TAHUN ANGGARAN 2023


1) Ketentuan Penulisan Progam Mutu
• Spasi 1,5
• Jenis font times new roman, size 12
• Menggunakan margin 4433 yang berarti 4 cm atas, 4 cm kiri, 3 cm bawah dan
3 cm kanan

2) Pendahuluan Program Mutu


• Program Mutu adalah dokumen penjaminan mutu terhadap pelaksanaan
proses kegiatan dan hasil kegiatan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam
kontrak pekerjaan.
• Program mutu disusun oleh Penyedia Jasa Konsultansi Konstruksi setelah
menerima Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dan di bahas pada Rapat Pre
Construction Meeting (PCM)
• Program mutu harus sudah disahkan oleh Penanggung Jawab Kegiatan
sebelum Penyedia Jasa Konsultansi Konstruksi pengawasan memulai
pekerjaannya.
• Program Mutu merupakan dokumen yang dinamis, dapat direvisi apabila
terjadi perubahan persyaratan dalam pelaksanaan pekerjaan agar tetap
memenuhi persyaratan hasil pekerjaan.

3) Ruang Lingkup
Ruang lingkup format laporan program mutu konsultan pengawas konstruksi
mencakup tata cara penyusunan laporan program mutu pada paket pekerjaan
pengawasan di lingkungan Ditjen SDA BWS Sumatera I Kementerian PUPR.

1
4) Tujuan
Memberikan petunjuk/pedoman bagi konsultan pengawas ketika menyusun
dokumen program mutu sehingga memiliki persepsi yang sama dalam penyusunan
program mutu antar konsultan pengawas sehingga memudahkan pengguna jasa
dalam melakukan pengecekan terhadap program mutu pekerjaan pengawasan di
lingkungan Ditjen SDA BWS Sumatera I Kementerian PUPR.

5) Acuan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun
2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi.

6) Komponen Program Mutu


1) Informasi Pekerjaan
Informasi Pekerjaan yaitu penjelasan mengenai nama paket kegiatan, kode
dan nomor kontrak, sumber dana, lokasi, lingkup pekerjaan, waktu
pelaksanaan dan nama pengguna dan penyedia jasa konsultansi.
2) Organisasi Kerja
Struktur organisasi menggambarkan hubungan kerja antara penyedia jasa dan
pengguna jasa, dan menjelaskan keterkaitan/alur instruksi dan koordinasi
pihak-pihak dalam pelaksanaan kegiatan (internal penyedia jasa). Dilengkapi
dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang dari tiap-tiap tenaga ahli agar
jelas siapa berbuat apa dan menghindari terjadinya tumpang tindih
(overlapping) kegiatan.
3) Jadwal Pelaksanaan
Pekerjaan Jadwal pelaksanaan pekerjaan berisi mengenai informasi terkait
rentang waktu yang diperlukan untuk melaksanakan setiap tahapan kegiatan
yang dimulai dari persiapan, implementasi, dan pelaporan. Informasi yang
dimaksud mencakup jadwal peralatan dan jadwal penugasan personel inti dan
personil pendukung.

2
4) Metode Pelaksanaan
Metode Pelaksanaan yaitu gambaran umum tentang apa yang akan dikerjakan
oleh penyedia jasa dan alur/tahapan proses pekerjaan yang meliputi:
a. penjelasan bagaimana pelaksanaan tiap tahapan pekerjaan (untuk tahapan
penting);
b. input yang digunakan dalam setiap tahapan proses, beserta output yang
dihasilkan; dan
c. cek/kontrol yang dipergunakan untuk memastikan bahwa tahapan proses
dapat diterima.
5) Pengendalian Pekerjaan
Pengendalian pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia jasa untuk memastikan
agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan perencanaan kegiatan dengan
metode kerja, jadwal penugasan tenaga ahli, dan acuan/persyaratan yang
digunakan. Dapat menggunakan alat bantu berupa checklist/daftar simak.
6) Laporan Pekerjaan
a. Dalam komponen laporan pekerjaan dijelaskan mengenai jadwal rencana
penyerahan laporan pekerjaan beserta poin-poin yang akan disampaikan
dalam laporan.
b. Jenis-jenis laporan sesuai dengan persyaratan dalam dokumen kontrak,
secara umum meliputi:
1. Laporan Pendahuluan
Berisi pemahaman terhadap apa yang diminta di dalam kontrak, dan
rencana kerja/metode kerja untuk mencapai sasaran yang diharapkan
dalam kontrak. Laporan ini diserahkan kepada pemberi tugas 1 (satu)
bulan sejak SPMK. Laporan pendahuluan dibahas dengan direksi
pekerjaan dan instansi lain yang terkait.

3
2. Laporan Antara
Laporan kegiatan konsultan selama paruh waktu, berisi pengumpulan data
primer maupun sekunder, dan analisis sementara. Laporan ini diserahkan
kepada pemberi tugas pada pertengahan waktu pelaksanaan kontrak.
3. Draft Laporan Akhir
Berisi laporan kegiatan konsultan secara menyeluruh mulai dari
pengumpulan data, analisis, kesimpulan dan saran/masukan. Diserahkan
kepada pemberi tugas satu bulan sebelum berakhirnya masa kontrak.
4. Laporan Akhir
Merupakan perbaikan/revisi dari draft laporan akhir yang telah dibahas
denga direksi teknis dan instansi terkait lainya. Laporan ini diserahkan
pada akhir kontrak.
5. Produk Akhir
Laporan produk akhir adalah produk akhir yang diminta pengguna jasa,
misalnya pedoman, modul, gambar desain, BOQ, dll

4
7) Format Program Mutu
COVER DOKUMEN

(Loga Pengguna Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan


Jasa) Rakyat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai
Wilayah Sungai Sumatera I SNVT
……………………………………………………….

PROGRAM MUTU

KONSULTANSI KONSTRUKSI PENGAWASAN / MANAJEMEN

PENYELENGGARAAN KONSTRUKSI

……………………………………………………………………………..

(Diisi Dengan Nama Paket Pekerjaan)

TAHUN ………… (diisi sesuai dengan tahun pekerjaan)

Lokasi Pekerjaan :

Nomor Kontrak :

Waktu Pelaksanaan :

DISUSUN OLEH:

……………………………………………………………………………

(Diisi Dengan Nama dan Logo Penyedia Jasa)

5
PROGRAM MUTU

LEMBAR PERSETUJUAN
KEMENTERIAN PUPR

PEKERJAAN JASA KONSULTANSI……..

LOKASI PEKERJAAN :
NO. KONTRAK :
TANGGAL KONTRAK :

TAHUN ANGGARAN 2023


Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

LEMBAR PENGESAHAN

PROGRAM MUTU

……………………………………………………………….

(Diisi Dengan Nama Paket Pekerjaan)

……………………………………………………………….

(Diisi Dengan Periode Pelaksanaan Pekerjaan)

PERSETUJUAN

Pihak Penyedia Jasa Pihak Pengguna Jasa


Dibuat oleh: Disetujui Oleh:
PT/CV……………………… PPK…….. (Diisi dengan PPK terkait)
(Direktur Utama)

Ttd Ttd
…………..………….. ……………………….
(Nama Lengkap) (Nama Lengkap)
NIP: …………………

7
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

DAFTAR ISI

COVER DOKUMEN......................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................
BAB I INFORMASI PEKERJAAN ...............................................................................
BAB II ORGANISASI PEKERJAAN ...........................................................................
2.1 Struktur Organisasi Penyedia Jasa Konsultasi Pengawasan / Manajemen
Konstruksi dan Pengguna Jasa ..............................................................................
2.2 Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang ..............................................................
BAB III JADWAL PELAKSANAAN ...........................................................................
BAB IV METODE PELAKSANAAN...........................................................................
4.1 Bagan Alir Pekerjaan.............................................................................................
4.2 Rencana Kerja .......................................................................................................
BAB V PENGENDALIAN PEKERJAAN ....................................................................
5.1 Jadwal Personil Inti dan Pendukung......................................................................
5.2 Checklist Kegiatan Konsultansi Konstruksi ..........................................................
BAB VI PELAPORAN ..................................................................................................

8
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Contoh Format Jadwal Pelaksanaan Pengawasan .......................................

Tabel 4.1 Contoh Pengisian Penjelasan Prosedur/Instruksi Kerja ...............................


Tabel 4.2 Contoh Format Rencana Kerja ....................................................................

Tabel 5.1 Contoh Format Jadwa Personil Inti Dan Pendukung ..................................
Tabel 5.2 Contoh Format Checklist Kegiatan Pengawasan .........................................

Tabel 6.1 Contoh Penjelasan Pelaporan .......................................................................

9
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh Struktur Organisasi Pekerjaan ......................................................

Gambar 4.1 Contoh Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan ...............................................

10
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

BAB I
INFORMASI PEKERJAAN

Nama Pekerjaan : Diisi nama pekerjaan sesuai dengan kontrak

Lokasi Pekerjaan : Diisi nama lokasi pekerjaan sesuai dengan kontrak

Kontrak No./tanggal : Diisi dengan no. kontrak dan tanggal kontrak

Nama Pengguna Jasa : Diisi dengan unit kerja pengguna jasa

Unit Kerja Pelaksana : Diisi dengan nama unit kerja pelaksana kegiatan

terkait

Penanggung Jawab Kegiatan : Diisi dengan nama penanggung jawab kegiatan terkait

Alamat : Diisi dengan alamat pengguna jasa

Nama Penyedia Jasa :Diisi dengan nama penyedia jasa sesuai dengan

kontrak

Alamat : Diisi dengan alamat penyedia jasa

Nilai Kontrak :Diisi dengan nilai rupiah sesuai kontrak (termasuk

PPN)

Sistem Kontrak :Diisi dengan sistem kontrak yang digunakan

(misalnya lumpsum atau harga satuan)

Sumber Dana : Diisi dengan sumber dana tahun anggaran yang

bersangkutan

Waktu Pelaksanaan : Diisi dengan jumlah hari kalender sesuai kontrak

Lingkup Kegiatan : Diisi dengan lingkup kegiatan utama sesuai kontrak

11
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

BAB II
ORGANISASI PEKERJAAN

II.1 Struktur Organisasi Penyedia Jasa Konsultansi Pengawasan/Manajemen


Konstruksi dan Pengguna Jasa (yang terkait dengan pelaksana paket
pekerjaan saja)

Gambar 2.1 Contoh Struktur Organisasi Pekerjaan (Sesuai Kebutuhan)

II.2 Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang


Diisi dengan uraian Tugas, Tanggung jawab dan Wewenang dari Penyedia Jasa
sesuai dengan Struktur Organisasi. Catatan: kebutuhan tenaga ahli
menyesuaikan persyaratan dalam kontrak.

12
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

BAB III
JADWAL PELAKSANAAN

Tabel 3.1 Contoh Format Jadwal Pelaksanaan Pengawasan


Tahun Anggaran …. (Diisi sesuai tahun anggaran pekerjaan)
Bulan ke … Bulan ke …
No Uraian Kegiatan Satuan Volume Jumlah Harga (Rp) Bobot (%) Keterangan
Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4 Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4
Tgl - Tgl Tgl - Tgl Tgl - Tgl Tgl - Tgl Tgl - Tgl Tgl - Tgl Tgl - Tgl Tgl - Tgl

Dari tanggal s/d Minggu ke.... Bulan ke...


tanggal Sesuaikan dengan jumlah Sesuaikan waktu
minggu untuk setiap penyelesaian pekerjaan /
kontrak

Rencana Bobot (%)


Akumulatif Bobot Rencana (%)
Bobot Realisasi (%)
Akumulatif Bobot Realisasi (%)

Catatan: * dicetak pada kertas A3

* pada uraian kegiatan diisi dengan item yang terdapat pada biaya langsung personil dan non personil

13
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

BAB IV
METODE PELAKSANAAN

IV.1. Bagan Alir Pekerjaan


Bagan alir menjelaskan tahapan aktivitas pekerjaan konstruksi yang dimulai
dari persiapan, implementasi, sampai dengan pelaporan dan menjelaskan
pemeriksaan pada aktifitas yang memerlukan pemeriksaan.
Pelaksanan setiap tahapan aktivitas dilaksanakan sesuai prosedur/instruksi kerja
yang digunakan dan dimuat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1 Contoh Pengisian Penjelasan Prosedur/Instruksi Kerja

No Kegiatan Prosedur/Intsruksi Kerja/Acuan Lain yang Kode


dipergunakan
a. Prosedur persiapan mobilisasi a. P1
1 Mobilisasi
b. Prosedur pengendalian mutu b. Q1
2 Dst….

14
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

Gambar 4.1 Contoh Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan

15
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

IV.2. Rencana Kerja


Rencana kerja menjelaskan metode/strategi penyedia jasa dalam melaksanakan setiap aktifitas sesuai bagan alir
diatas. Strategi ini dimaksudkan untuk mencapai target yang optimal.
Tabel 4.2 Contoh Format Rencana Kerja
Tenaga Ahli
No Aktivitas Metode Kerja Output Kerja Durasi Kerja
Yang Terlibat
- Tahap mobilisasi personil dan peralatan direksi / pengawas
lapangan Tenaga kerja,
- Mengecek peralatan yang disediakan oleh pelaksana yang excavator,
Pelaksana
Mobilisasi dibutuhkan sesuai dengan pengajuan dalam kontrak dengan dump truck,
lapangan, T.A.
1 dan kondisi sehat dan dapat digunakan dengan sempurna. concrete mixer (2 Minggu)
HSE, Petugas
Demobilisasi - Pelaksana harus memelihara semua fasilitas alat yang sudah tersedia
K3, Inspector
Disewa di lokasi
- Mengecek kebutuhan tenaga kerja dari pelaksanaan, pekerjaan
sehingga tercapai target mutu
2 Dst….
3 Dst….

16
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

BAB V
PENGENDALIAN PEKERJAAN

V.1. Jadwal Personil Inti dan Pendukung


Tabel 5.1 Contoh Format Jadwal Personil Inti dan Pendukung
Volume Jumlah Bulan Ke
No Jabatan Nama Personil Satuan Keterangan
(Bulan) (Orang) 1 2 3 4
I. Tenaga Ahli
Rully S.T., M.T. OB 2 1
1. Team Leader
Doni S.T., M.T. ** OB 2 1
2………..
II. Tenaga Asisten
1………..
2………..
III. Tenaga Pendukung
1………..
2………..

** diisi jika terjadi perubahan personil (pergantian tenaga ahli)

17
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

V.2. Checklist Kegiatan Konsultansi Konstruksi


Checklist kegiatan konsultansi konstruksi untuk memastikan bahwa seluruh
lingkup pekerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan persyaratan dalam kontrak.
Tabel 5.2 Contoh Format Checklist Kegiatan Pengawasan
PAKET PEKERJAAN……………..
PT…………….

Lingkup Kegiatan Keterangan


No
Ada Tidak
1 Masa Mobilisasi
a. Data dan dokumen kegiatan pekerjaan
b. Data dan dokumen kontrak
c. Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi (Penyedia Jasa Pekerjaan
Konstruksi)
d. Jadual pengiriman peralatan penyedia jasa konstruksi
e. Data tenaga kerja konstruksi
f. dst…
2 Masa Pelaksanaan
a. Pemeriksaan deposit dan kualitas dari quarry material
b. Pengawasan pembuatan Job Mix Formula
c. Pemeriksaan terhadap permohonan izin kerja oleh Penyedia Jasa
Pekerjaan Konstruksi (request)
d. Pembagian tugas kepada tim supervisi setelah persetujuan izin kerja
(quality control, quantity surveyor, Inspector, dll)
e. Pemeriksaan hasil Pengukuran volume
f. Pemeriksaan hasil test laboratorium
g. dst…
3 Masa Pemeliharaan
a. Daftar inspeksi pekerjaan masa pemeliharaan
b. Rekomendasi pemeliharaan selama defect liability period
Final Report rangkuman dari aktivitas pelaksanaan pekerjaan
c. mencakup antara lain pembayaran, perubahan kontrak (CCO), dan
claim.
d. Pemeriksaan as built drawing sesuai pelaksanaan di lapangan
e. dst…
4 dst…
Checklist dibuat berdasarkan lingkup pekerjaan sesuai bagan alir kegiatan.

18
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

BAB VI
PELAPORAN

Tabel 6.1 Contoh Penjelasan Pelaporan (Sesuai Kebutuhan)

Jumlah Rencana
No Jenis Laporan Rencana Isi Laporan
Penyerahan

Pemantauan terhadap laporan dan kegiatan


1 Program Mutu
di lapangan
Pemahaman terhadap lingkup layanan
konsultan selama jangka waktu kontrak;
Rencana Kerja dan Pengorganisasian
Laporan Pekerjaan.
2
Pendahuluan Jadwal Pelaksanaan dan Penugasan
Tenaga Ahli
Ringkasan kemajuan pelaksanaan layanan
(bila sudah ada)
Rencana kerja mingguan
Kemajuan pekerjaan penyedia pekerjaan
konstruksi
Laporan
3 Total kemajuan kegiatan dan
Mingguan
keterlambatan yang terjadi serta sebab-
sebabnya
Rencana kerja untuk minggu berikutnya
Rencana kerja bulan berjalan
Kemajuan pekerjaan penyedia pekerjaan
konstruksi
Total kemajuan kegiatan dan
Laporan
4 keterlambatan yang terjadi serta sebab-
Bulanan
sebabnya
Rencana kerja untuk bulan selanjutnya
Jadwal Pelaksanaan dan jadwal kerja
Tenaga Ahli
Analisis dan kajian semua data hasil
pengujian yaitu mutu pelaksanaan,
Laporan
5 material dan peralatan
Tenaga Ahli
Hasil pemantauan dalam pelaksanaan
pekerjaan
Rencana Kerja
Laporan
6 Kemajuan pelaksanaan sampai dengan
Triwulan
periode tiga bulanan terakhir

19
Logo Perusahaan
Program Mutu
Pekerjaan : (Diisi dengan nama pekerjaan)
No. Dok : Tanggal diterbitkan : Halaman :
No. Revisi : Paraf :

Jumlah Rencana
No Jenis Laporan Rencana Isi Laporan
Penyerahan

Rencana Kerja untuk triwulan selanjutnya


Jadwal Pelaksanaan dan Penggunaan
Tenaga Ahli sampai periode tiga bulan
selanjutnya
Evaluasi sementara dan Saran kepada
Pengguna Jasa
Rencana Kerja awal untuk selama periode
layanan
Rencana Kerja yang telah disesuaikan
Draft Laporan Realisasi pelaksanaan pengawasan
7
Akhir Jadwal Pelaksanaan dan Penggunaan
Tenaga Ahli
Realisasi Pelaksanaan dan Penggunaan
Tenaga Ahli
Rencana Kerja awal untuk selama periode
layanan
Rencana Kerja yang telah disesuaikan
8 Laporan Akhir Realisasi pelaksanaan pengawasan
Jadwal Pelaksanaan dan Penggunaan
Tenaga Ahli
Realisasi Pelaksanaan dan Penggunaan
Tenaga Ahli
Laporan
9 Penunjang Disesuaikan dengan paket pekerjaan
Lainnya
Penggandaan
Gambar A3
10 Asbuilt drawing
(Asbuilt-
Drawing)
Dokumen
11 Foto-foto dokumentasi pekerjaan
Album Foto
Cetak Leflet / Informasi mengenai pekerjaan secara
12
Booklet singkat
External Berisi semua laporan dan foto
13
Hardisk 1Tb dokumentasi lapangan dan gambar

20
8) Checklist Kelengkapan Program Mutu

Keterangan
No Daftar Kelengkapan Program Mutu
Ada Tidak
1 Cover Dokumen

2 Lembar Pengesahan

3 Informasi Pekerjaan

4 Struktur Organisasi Pekerjaan

5 Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang

6 Jadwal Pelaksanaan Pengawasan

7 Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan

8 Tabel Pengisian Penjelasan Prosedur / Instruksi Kerja

9 Tabel Rencana Kerja

10 Jadwal Personil Inti dan Pendukung

11 Tabel Checklist Kegiatan Pengawasan

12 Tabel Penjelasan Pelaporan

21

Anda mungkin juga menyukai