Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Islam Sultan Agung
E-mail: nimasajengss@gmail.com
ABSTRACT
The potential that each region has in the form of natural wealth and human work in the past
is an asset that must be utilized as much as possible for the prosperity of the people in the long term.
The purpose of regional planning is to create an efficient, comfortable and sustainable life. So that
all parties benefit from regional planning. The types of planning on a material basis are divided into
physical planning, economic planning and social planning.
ABSTRAK
Potensi yang dimiliki setiap wilayah berupa kekayaan alam maupun hasil karya
manusia di masa lalu merupakan aset yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat dalam jangka waktu yang panjang. Tujuan dari perencanaan wilayah
yaitu menciptakan kehidupan yang efisien, nyaman dan lestari. Sehingga semua pihak
mendapatkan manfaat dari perencanaan wilayah. Jenis-jenis perencanaan berdasarkan
materi terbagi menjadi perencanaan fisik, perencanaan ekonomi dan perencanaan sosial.
Potensi yang dimiliki setiap wilayah berupa kekayaan alam maupun hasil karya manusia
di masa lalu merupakan aset yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat dalam jangka waktu yang panjang. Tujuan dari perencanaan wilayah yaitu
menciptakan kehidupan yang efisien, nyaman dan lestari. Sehingga semua pihak
mendapatkan manfaat dari perencanaan wilayah. Jenis-jenis perencanaan berdasarkan
materi terbagi menjadi perencanaan fisik, perencanaan sosial dan perencanaan ekonomi.
Setiap wilayah memiliki karakteristik, potensi dan masalah yang berbeda-beda. Hal ini
menjadikan perencanaan suatu wilayah membutuhkan pendekatan yang harus disesuaikan
dengan kebutuhan masing-masing wilayah. Sehingga perencanaan yang ada dapat mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapakan. Artikel ini mengambil beberapa studi kasus untuk
menggambarkan perencanaan fisik, perencanaan ekonomi serta perencanaan sosil yang ada
di Indonesia. Studi kasus yang digunakan diantaranya Pengembangan Kawasan Pinggiran
Kota di Kampung Seni Nitiprayan Bantul, Strategi Perencanaan Kawasan Perkotaan Pancur
Pamotan Rembang, Perencanaan Kawasan Pesisir Sebagai Kawasan Cepat Tumbuh di Kota
Medan, Perencanaan Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Kota Malang, Peluang
Pengembangan Smart City Untuk Mewujudkan Kota Tangguh di Kota Semarang,
a. Rencana komprehensif
b. Rencana pusat kota
c. Rencana kawasan pinggiran
d. Rencana kota baru
a. Agar hasil perencanaan sosial menjadi tepat guna dan hasil guna dari sebuah
program
b. Agar program bidang sosial dalam pelaksanaannya tidak tumpang tindih
c. Agar harapan yang diharapkan dapat sesuai dengan program jangka panjang,
menengah dan jangka pendek dapat terwujud
d. Agar sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal
e. Untuk mengetahui terjadinya penurunan terhadap program yang dilaksanakan pada
tahun sebelumnya.
Salah satu wilayah yang termasul ke dalam rural-urban yaitu Kawasan Nitiprayan.
Kawasan ini terletak di pinggiran Kota Yogyakarta. Secara administratif berada di Desa
Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY. Nitiprayan juga termasuk ke
dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY). Implikasi melebarnya permasalahan Kota
Yogyakarta ke kampung ini dapat dilihat dari aspek sosial yang cenderung mengarah ke
individualis, kenampakan fisik yang padat permukiman, permasalahan sampah dan
ramainya lalu lintas, dan lain sebagainya.
Sumber: (Brontowiyono & Lupiyanto, 2011)
Kecamatan Kasihan berdasarkan karakteristik sumber daya alam dan lokasi geografi
termasuk ke dalam Kawasan Aglomerasi Perkotaan. Kawasan ini pada dasarnya merupakan
kawasan pertanian yang telah berkembang menjadi Kawasan Perkotaan Yogyakarta.
Nitiprayan secara geografis memiliki posisi strategis dan interlinkages dengan lokasi-lokasi
lain. Kampung ini terletak tidak jauh dari beberapa kawasan yang berbasis budaya, misalnya
Kasongan, Kraton Yogyakarta, tempat seniman Butet Kertarajasa, Kyai Kanjeng dan Joko
Pekik. Nitiprayan dekat dengan kawasan pendidikan, seperti SMKI, ISI, dan UMY. Dengan
basis industri juga dekat dengan PT. Madukismo, Sentra kerajinan kulit Manding, dan Sentra
Kerajinan Gerabah Kasongan.
Strategi perencanaan:
3.3 Perencanaan Kawasan Pesisir Sebagai Kawasan Cepat Tumbuh di Kota Medan
Sektor kelautan dan perikanan berkontribusi bagi ekonomi rakyat di wilayah pesisir.
Salah satu wilayah pesisir yang berpotensi dan berkembang yaitu Kawasan Pesisir Kota
Medan. Kawasan pesisir ini terletak di bagian Utara Kota Medan meliputi Kecamatan Medan
Belawan, Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Medan Marelan.
Kawasan pesisir ini menjadi bagian dari perkembangan di Kota Medan. Hal ini
ditandai dengan ramanya kegiatan di sepanjang wilayah dengan perkumiman yang semakin
padat, menjadi destinasi pantai hingga kawasan sektor industri. Perkembangan dan
peningkatan kegiatan pembangunan sosial maupun ekonomi di kawasan pesisir ini
menjadikan nilai bagi wilayah pesisir Kota Medan.
Sumberdaya perikanan menjadi salah satu potensi yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat sehingga dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) perekonomian
nasional saat ini. Industri sektor perikanan memiliki keterkaitan (backward dan forward
linkage) yang kuat dengan industri-industri lainnya. Industri perikanan berbasis sumber daya
lokal atau dikenal dengan istilah resources-based industries. Beragam upaya dilakukan
untuk mengelola sumberdaya perikanan yang ditransformasikan dalam tindakan dan
kegiatan ekonomi melalui revolusi biru. Revolusi biru adalah perubahan mendasar cara
berpikir dari daratan ke maritim dengan konsep pembangunan berkelanjutan untuk
peningkatan produksi kelautan dan perikanan melalui program minapolitan yang intensif,
efisien, dan terintegrasi guna peningkatan pendapatan rakyat yang adil, merata dan pantas.
3.5 Peluang Pengembangan Smart City Untuk Mewujudkan Kota Tangguh di Kota
Semarang
Perubahan iklim menjadi permasalahan lingkungan yang menyita perhatian dunia.
Fenomena ekologi global ini berdampak signifikan terhadap keseimbangan sumber daya air
terutama pada siklus hidrologi. Peningkatan suhu rata-rata mempengaruhi besarnya air yang
terevaporasi ke atmosfir. Akan tetapi, proses dan besarnya evaporasi ini tidak sama antara
satu daerah dengan daerah lainnya. Akibatnya, sebagian daerah akan mengalami surplus air
sedangkan di waktu yang sama daerah lain mengalami kondisi sebaliknya. Khusus
Indonesia, pertumbuhan penduduk akan terus meningkat sebesar 48%–56% dan
terkonsentrasi di kota-kota Pulau Jawa khususnya di Pantai Utara Jawa (World Bank, 2009).
Tidak terkecuali penduduk metropolitan Semarang (Kedungsepur) yang diperkirakan akan
mencapai kurang lebih 7,135 juta jiwa pada tahun 2030, dimana 36% dari akumulasi jumlah
tersebut akan tinggal di Kota Semarang (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012).
Fenomena ini menjadikan pengingat bagi para perencana kota untuk mengembangkan
model kota tangguh (resilience city). Salah satu persoalan yang perlu diakomodasi dalam
pengambilan keputusan perencanaan dan pembangunan kota adalah permasalahan kota yang
terjadi secara real time seperti banjir. Tidak menentunya cuaca telah berpengaruh pada tidak
teraturnya siklus hidrologi dan curah hujan (Eregno dkk., 2013). Kondisi ini perlu
diantisipasi terutama untuk kota-kota rawan banjir melalui pengakomodasian kondisi real
time dalam pengambilan keputusan perencanaan dan pembangunan kota.
Kota Semarang menjadi salah satu lokasi proyek peningkatan ketahanan kota dalam
program ACCCRN (Asian Cities Climate Change Resilience Network), didukung oleh
Rockeffeller Foundation dan MercyCorps Indonesia yang dimulai dari tahun 2009. Program
ini mendorong kebijakan nasional maupun lokal untuk meningkatkan ketahanan kota
terhadap perubahan iklim. Proyek ini memprioritaskan 3 hasil (outcomes) yaitu:
Permasalahan di Kota Semarang yang cukup mendapatkan perhatian adalah rob dan
banjir. Pesisir Kota Semarang menjadi salah satu yang paling terdampak akibat perubahan
iklim berupa semakin luasnya genangan rob, penurunan tanah dan erosi. Masyarakat
setempat ‘terpaksa’ harus bertahan dan menerima kondisi lingkungan yang terus memburuk.
Dengan kemampuan terbatas, mereka harus hidup ’harmonis’ dengan kondisi lingkungan,
melalui peninggian bangunan, meninggikan lantai rumah dan menutup saluran air di saat air
pasang. Persoalan ini menjadi salah satu perhatian Kota Semarang untuk mewujudkan kota
tangguh (resilience city) terutama dalam merespon perubahan iklim global. Selain rob, Kota
Semarang juga menjadi daerah rawan banjir. Hujan kurang dari 1 jam sudah berpotensi
banjir. Banyak upaya telah dilakukan pemerintah kota yaitu dari penguatan kelembagaan
hingga pembangunan infrastruktur drainase, namun belum sepenuhnya berhasil karena
seluruh program penanggulangan banjir masih dalam proses pelaksanaan (Sariffuddin,
2015).
Proyek penyusunan sistem peringatan dini ini menjadi salah satu bagian yang
mendukung program penguatan kelembagaan penanggulangan banjir Kota Semarang.
Sistem peringatan dini banjir ini bukan hanya berorientasi sistem yang bersifat mekanistis
tetapi juga pelibatan masyarakat aktif untuk mengenali karakteristik banjir di 7 kelurahan
yaitu Kelurahan Bringin, Wonosari, Tambak aji, Wates, Gondoriyo, Mangunharjo dan
Terboyo Wetan. Ketujuh kelurahan ini merupakan bagian dari sub drainase Mangkang yang
dialiri oleh Sungai Bringin.
Ada 2 tipologi karakteristik banjir yaitu (1) banjir bandang dan (2) genangan lokal
akibat banjir dan rob. Pola pengelolaan dan mekanisme penyelamatan juga berbeda antara
masyarakat di pesisir pantai dengan masyarakat yang tinggal di perbukitan. Jalur evakuasi
untuk masyarakat perbukitan sangat dibutuhkan sedangkan masyarakat pesisir tidak
membutuhkannya karena masyarakat pesisir lebih cenderung memanfaatkan kapal-kapal
mereka sebagai tempat berlindung (flood shelter). Genangan banjir lebih banyak terjadi di
wilayah pesisir dan menggenang lebih lama dibandingkan daerah perbukitan. Tingkat
ancaman banjir juga berbeda di dua karakter wilayah ini. Banjir di daerah perbukitan
(Kelurahan Wates, Gondoriyo, Tambakaji, Wonosari, dan Bringin), pada kedalaman 1meter
sudah menghancurkan rumah dan berbahaya bagi keselamatan. Berbeda dengan banjir yang
menggenang di kelurahan Mangunharjo dan Mangkang Wetan, banjir di dua kelurahan ini
bersifat menggenang, kedalaman bisa mencapai 2 meter.
a. Dinas pemerintah yang terlibat langsung adalah BPBD, BLH, PSDA, BMKG, dan
Bappeda Kota Semarang.
b. Koordinasi substansi proyek berada di bawah tim kota (city team) yang dibentuk dari
unsur pemerintah, NGO, dan perguruan tinggi. Perguruan tinggi bertindak sebagai
peneliti dan membuat model dan instrumen sistem peringatan dini. SKPD bertindak
sebagai pelaksana kegiatan dan pemberi informasi dan data terkait. Adapun LSM
bertindak sebagai fasilitator penghubung antara masyarakat dengan tim kota.
c. Proses community development dilakukan oleh LSM guna mengetahui karakteristik
masyarakat dan upaya yang telah dilakukan oleh mereka.
Sistem peringatan dini ini meliputi pencatatan curah hujan dan pencatatan ketinggian
muka air sungai yang kemudian ditransmisi menjadi kode sinyal oleh sensor yang terpasang.
Sinyal ini ditransmisi ke server yang berada di PSDA (sebagai penanggung jawab alat) dan
ke BPBD (sebagai penanggung jawab kebencanaan). Level kesiagaan bencana diputuskan
oleh BPBD kemudian ditransmisi ke kecamatan, kelurahan dan KSB (kelompok sadar
bencana).
4 KESIMPULAN
Jenis-jenis perencanaan berdasarkan materi terbagi menjadi perencanaan berdasarkan
materi terbagi menjadi perencanaan fisik, perencanaan sosial dan perencanaan ekonomi.
Potensi yang dimiliki setiap wilayah berupa kekayaan alam maupun hasil karya manusia di
masa lalu merupakan aset yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat dalam jangka waktu yang panjang. Setiap wilayah memiliki karakteristik, potensi dan
masalah yang berbeda-beda. Hal ini menjadikan perencanaan suatu wilayah membutuhkan
pendekatan yang harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing wilayah.
5 DAFTAR PUSTAKA
Brontowiyono, W., & Lupiyanto, R. (2011). Pengembangan Kawasan Pinggiran Kota dan
Permasalahan Lingkungan di Kampung Seni Nitiprayan, Bantul. Jurnal Sains
&Teknologi Lingkungan, 3(1), 31–51.
Dr. Mohd. Yusri, M. S., & Drs. Syaiful Syafri, M. (2021). Kebijakan dan Perencanaan Sosial
di Indonesia. In Kumpulan Berkas Kepangkatan Dosen.
Ir. Iwan Kustiwan, M. T. (2014). Pengertian Dasar dan Karakteristik Kota, Perkotaan, dan
Perencanaan Kota. In Modul Perencanaan Kota.
Putra, K. E. (2016). Perencanaan Kawasan Pesisir Sebagai Kawasan Cepat Tumbuh di Kota
Medan. Jurnal ArchiGreen, 3(5), 54–60.