Anda di halaman 1dari 86

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Perencanaan Wilayah

Perencanaan Wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang

dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih

baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam

wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber

daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap,

tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003).

Dalam upaya pembangunan wilayah, masalah yang terpenting yang menjadi

perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses

pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Perbedaan teori pertumbuhan

ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat

keterbukaan dalam proses input-output barang dan jasa maupun orang. Dalam

sistem wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif bersifat lebih

terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (Sirojuzilam, 2007).

Perencanaan Wilayah merupakan satu-satunya jalan yang terbuka untuk

menaikkan pendapatan per kapita, mengurangi ketimpangan pendapatan dan

meningkatkan kesempatan kerja (Jhingan, 2000). Perencanaan Pembangunan Daerah

adalah “Suatu usaha yang sistematik dari pelbagai pelaku (aktor), baik umum (publik)

Universitas Sumatera Utara


atau pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang

berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial,

ekonomi dan aspek lingkungan lainnya dengan cara:

1. secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah;

2. merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan daerah;

3. menyusun konsep strategi bagi pemecahan masalah (solusi), dan

4. melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang tersedia sehingga

peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dapat

ditangkap secara berkelanjutan” (Solihin, D, 2005).

Menurut Archibugi (2008) berdasarkan penerapan teori perencanaan wilayah

dapat dibagi atas empat komponen yaitu :

(a) Physical Planning (Perencanaan fisik). Perencanan yang perlu dilakukan untuk

merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini

lebih diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota dengan jaringan

infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori

perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara

komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah memasukkan kajian

tentang aspek lingkungan. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah

perencanaan wilayah yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Medan dalam

bentuk master plan (tata ruang, lokasi tempat tinggal, aglomerasi, dan

penggunaan lahan).

Universitas Sumatera Utara


(b) Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro). Dalam perencanaan

ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah. Mengingat ekonomi wilayah

menggunakan teori yang digunakan sama dengan teori ekonomi makro yang

berkaitan dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan,

distribusi pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan

investasi. Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan membuat

kebijakan ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah.

Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesibilitas

lembaga keuangan, kesempatan kerja, tabungan).

(c) Social Planning (Perencanaan Sosial). Perencanaan sosial membahas tentang

pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja,

wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan untuk

membuat perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan sosial di

daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.

(d) Development Planning (Perencanaan Pembangunan). Perencanaan ini berkaitan

dengan perencanaan program pembangunan secara komprehensif guna mencapai

pengembangan wilayah.

Fianstein dan Norman (1991) tipologi perencanaan dibagi atas empat macam

yang didasarkan pada pemikiran teoritis. Empat macam perencanaan tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


a) Traditional planning (perencanaan tradisional). Pada jenis perencanaan ini

perencana menetapkan maksud dan tujuan untuk merubah sebuah sistem kota yang

telah rusak. Biasanya pada konsep perencanaan ini membuat kebijakan-kebijakan

untuk melakukan perbaikan pada sistem kota. Pada perencanaan tradisional

memiliki program inovatif terhadap perbaikan lingkungan perkotaan dengan

menggunakan standar dan metode yang professional.

b) User-Oriented Planning (Perencanaan yang berorientasi pada pengguna). Konsep

perencanaan ini adalah membuat perencanaan yang bertujuan untuk

mengakomodasi pengguna dari produk perencaan tersebut, dalam hal ini

masyarakat Kota. Masyarakat yang menentukan produk perencanaan harus

dilibatkan dalam setiap proses perencanaan.

c) Advocacy Planning (Perencanaan Advokasi). Pada perencanaan ini berisikan

program pembelaan terhadap masyarakat yang termarjinalkan dalam proses

pembangunan kota dalam hal ini adalah masyarakat miskin kota. Pada

perencanaan advokasi akan memberikan perhatian khusus terhadap melalui

program khusus guna meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin.

d) Incremental Planning (Perencanaan dukungan). Pada perencanaan yang bersifat

dukungan terhadap sebuah proses pengambilan keputusan terhadap permasalahan-

permasalahan perkotaan. Produk perencanaan ini bersifat analisis yang mendalam

terhadap permasalahan dengan mempertimbangkan dampak positif dan dampak

negatif sebuah kebijakan.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Glasson dalam buku Tarigan (2005) menyebutkan tipe-tipe

perencanaan terdiri dari; physical planning and economic planning, allocative and

innovative planning, multi or single objective planning dan indicative or imperative

planning. Selanjutnya menurut Tarigan (2005) di Indonesia juga dikenal jenis top-

down and bottom-up planning, vertical and horizontal planning, dan perencanaan

yang melibatkan masyarakat secara langsung dan yang tidak melibatkan masyarakat

sama sekali. Uraian di atas masing-masing jenis itu dikemukakan sebagai berikut:

1. Perencanaan Fisik Versus Perencanan Ekonomi. Pada dasarnya pembedaan ini

didasarkan atas isi atau master dari perencanaan. Namun demikian, orang awam

terkadang tidak bisa melihat perbedaan antara perencanaan fisik dengan

perencanaan ekonomi. Perencanaan fisik (physical planning) adalah perencanaan

untuk mengubah atau memanfaatkan struktur fisik suatu wilayah misalnya

perencanaan tata ruang atau tata guna, perencanaan jalur transportasi/komunikasi,

penyediaan fasilitas untuk umum, dan lain-lain. Perencanaan ekonomi (economic

planning) berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi suatu wilayah dan

langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat kemakmuran suatu wilayah.

Perencanaan ekonomi didasarkan atas mekanisme pasar daripada perencanaan

fisik yang lebih didasarkan atas kelayakan teknis. Perlu dicatat bahwa apabila

perencanaan itu bersifat terpadu, perencanaan fisik berfungsi untuk mewujudkan

berbagai sasaran yang ditetapkan di dalam perencanaan ekonomi. Akan tetapi,

Universitas Sumatera Utara


ada juga keadaan di mana hasil perencanan fisik harus dipertimbangkan

perencanaan ekonomi, misalnya dalam hal tata ruang.

2. Perencanaan Alokatif Versus Perencanaan Inovatif. Pembedaan ini didasarkan

atas perbedaan visi dari perencanaan tersebut, yaitu antara perencanaan model

alokatif dan perencanaan yang bersifat inovatif. Perencanaan alokatif (alocative

planning) berkenaan dengan menyukseskan rencana umum yang telah disusun

pada level yang lebih tinggi atau telah menjadi kesepakatan bersama. Jadi, inti

kegiatannya berupa koordinasi dan sinkronisasi agar sistem kerja untuk mencapai

tujuan itu dapat berjalan secara efektif dan efesien sepanjang waktu. Karena

sifatnya, model perencanaan ini kadang-kadang disebut regulatory planning

(mengatur pelaksanaan ). Dalam perencanaan inovatif (innovative planning), para

perencana lebih memiliki kebebasan, baik dalam menetapkan target maupun cara

yang ditempuh untuk mencapai target tersebut. Artinya, mereka dapat

menetapkan prosedur atau cara-cara, yang penting target itu dapat dicapai atau

dilampaui. Perencanaan inovatif juga berlaku apabila ada kegiatan baru yang

perlu dibuat prosedur atau sistem kerjanya, yang selama ini belum ada.

3. Perencanaan Bertujuan Jamak versus Perencanaan Bertujuan Tunggal.

Pembedaan ini didasarkan atas luas pandang (skop) yang tercakup, yaitu antara

perencanaan bertujuan jamak dan perencanaan tunggal. Perencanaan dapat

mempunyai dan sasaran tunggal atau jamak. Perencanaan bertujuan tunggal

apabila sasaran yang hendak dicapai adalah sesuatu yang dinyatakan dengan tegas

Universitas Sumatera Utara


dalam perencanaan itu dan bersifat tunggal. Misalnya, rencana pemerintah untuk

membangun 100 unit rumah di suatu lokasi tertentu. Perencanaan bertujuan ini

tidak mengaitkan pembangunan rumah dengan manfaat lain yang mungkin

ditimbulkannya karena tidak menjadi fokus perhatian utama. Perencanaan

bertujuan jamak adalah perencanaan yang memiliki beberapa tujuan sekaligus.

Misalnya, rencana pelebaran dan peningkatkan kualitas jalan penghubung yang

ditujukan untuk memberikan berbagai manfaat sekaligus, yaitu agar perhubungan

di daerah semakin lancar, dapat menarik berdirinya permukiman baru dan

mendorong bertambahnya aktivitas pasar di daerah tersebut. Terkadang ada juga

sasaran lain dengan dibukanya jalan baru yang bisa saja tidak dinyatakan secara

tegas dalam rencana itu sendiri. Misalnya, makin lancarnya komunikasi sehingga

masyarakat setempat makin terbuka untuk pembaruan dan makin lancarnya

perdagangan. Perencanaan ekonomi umumnya bertujuan jamak sedangkan

perencanaan fisik ada yang bertujuan tunggal tetapi ada juga yang bertujuan

jamak.

4. Perencanaan Bertujuan Jelas Versus Perencanaan Bertujuan Laten.

Pembedaan ini didasarkan atas konkret atau tidak konkretnya isi rencana tersebut.

Perencanaan bertujuan jelas adalah perencanaan yang dengan tegas menyebutkan

tujuan dan sasaran dari perencanaan tersebut, yang sasarannya dapat diukur

keberhasilannya. Dalam perencanaan, tujuan selalu dibuat lebih bersifat umum

dibandingkan dengan sasaran. Tujuan belum tentu dapat diukur walaupun bisa

Universitas Sumatera Utara


dirasakan, sedangkan sasaran biasanya dinyatakan dalam angka konkret sehingga

bisa diukur dengan tingkat pencapaiannya. Misalnya, tujuan perencanaan adalah

menaikkan taraf hidup rakyat, sasarannya adalah menaikkan pendapatan per

kapita dari $ 400 menjadi $ 500 per tahun, dalam jangka waktu tiga tahun yang

akan datang. Perencanaan bertujuan laten adalah perencanaan yang tidak

menyebutkan sasaran dan bahkan tujuannya pun kurang jelas sehingga sulit untuk

dijabarkan. Tujuan perencanaan laten sering dikejar secara tidak sadar, misalnya

ingin hidup lebih bahagia, kehidupan dalam masyarakat yang aman, nyaman, dan

penuh dengan rasa kekeluargaan.

5. Perencanaan Indikatif Versus Perencanaan Imperatif. Pembedaan ini

didasarkan atas ketegasan dari isi perencanaan dan tingkat kewenangan dari

institusi pelaksana. Perencanaan indikatif adalah perencanaan di mana tujuan

yang hendak dicapai hanya dinyatakan dalam bentuk indikasi, artinya tidak

dipatok dengan tegas. Tujuan bisa juga dinyatakan dalam bentuk indikator

tertentu, namun indikator ini sendiri bisa konkret dan bisa hanya perkiraan

(indikasi). Tidak diatur bagaimana cara untuk mencapai tujuan tersebut. Tidak

diatur prosedur ataupun langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut, yang

penting indikator yang dicantumkan dapat tercapai. Dalam perencanaan itu

mungkin terdapat petunjuk atau pedoman, yaitu semacam nasehat bagaimana

sebaiknya rencana itu dijalankan, tetapi pedoman itu sendiri tidak terlalu

mengikat. Pelaksana di lapangan masih dapat melakukan perubahan sepanjang

Universitas Sumatera Utara


tujuan ingin dicapai dapat dicapai atau dilampaui dengan besaran biaya tidak

melampaui yang ditentukan. Perencana imperatif adalah perencanaan yang

mengatur baik sasaran, prosedur, pelaksana, waktu pelaksanaan, bahan-bahan,

serta alat-alat yang dapat dipakai untuk menjalankan rencana tersebut. Itulah

sebabnya mengapa perencanaan ini disebut perencanaan komando. Pelaksana di

lapangan tidak berhak mengubah apa yang tertera dalam rencana. Hampir mirip

dengan tipe perencanaan di atas adalah yang menggunakan bentuk kombinasi

lain, yaitu induced planning versus imperative planning. Pembedaan dalam

kombinasi terakhir ini lebih didasarkan atas kewenangan dari institusi terlibat.

Induced planning adalah perencanaan dengan sistem rangsangan. Perencanaan

dengan sistem rangsangan, yaitu apabila pemerintah pada level yang lebih tinggi

memberi rangsangan kepada pemerintah yang lebih rendah. Hal ini terjadi jika

pemerintah pada level yang lebih rendah mau melaksanakan program yang

diinginkan oleh pemerintah pada level yang lebih tinggi.

6. Top Down Versus Bottom Up Planning. Pembedaan perencanaan jenis ini

didasarkan atas kewenangan dari institusi yang terlibat. Perencanaan model up-

down dan bottom-up hanya berlaku apabila terdapat beberapa tingkat atau lapisan

pemerintahan atau beberapa jenjang jabatan di perusahaan yang masing-masing

tingkatan diberi wewenang untuk melakukan perencanaan. Perencanaan model

top-down adalah apabila kewenangan utama dalam perencanaan itu berada pada

institusi yang lebih tinggi di mana institusi perencana pada level yang lebih

Universitas Sumatera Utara


rendah harus menerima rencana atau arahan dari institusi yang lebih tinggi.

Rencana dari institusi yang lebih tinggi tersebut harus dijadikan bagian rencana

institusi yang lebih rendah. Umumnya terjadi adalah kombinasi antara kedua

model tersebut. Akan tetapi dari rencana yang dihasilkan oleh kedua level

institusi perencanaan tersebut, dapat ditentukan model mana yang lebih dominan.

Apabila yang dominan adalah top-down maka perencanaan itu disebut

sentralistik, sedangkan apabila yang dominan adalah bottom-up maka

perencanaan itu disebut desentralistik.

7. Vertical Versus Horizontal Planning. Pembedaan ini juga didasarkan atas

perbedaan kewenangan antar institusi walaupun lebih ditekankan pada perbedaan

jalur koordinasi yang diutamakan perencana. Vertical planning adalah

perencanaan yang lebih mengutamakan koordinasi antar berbagai jenjang pada

sektor yang sama. Model ini mengutamakan keberhasilan sektoral, jadi

menekankan pentingnya koordinasi antar berbagai jenjang pada instansi yang

sama. Tidak diutamakan keterkaitan antar sektor atau apa yang direncanakan oleh

sektor lainnya, melainkan lebih melihat kepada kepentingan sektor itu sendiri itu

bagaimana hal ini dapat dilaksanakan oleh berbagai jenjang pada instansi yang

sama di berbagai daerah secara baik dan terkoordinasi untuk mencapai sasaran

sektoral. Horizontal planning menekankan keterkaitan antar berbagai sektor

sehingga berbagai sektor itu dapat berkembang secara bersinergi. Horizontal

planning melihat pentingnya koordinasi antar berbagai instansi pada level yang

Universitas Sumatera Utara


sama, ketika masing-masing instansi menangani kegiatan atau sektor yang

berbeda. Horizontal planning menekankan keterpaduan program antar berbagai

sektor pada level yang sama. Antara kedua model perencanaan itu harus terdapat

arus bolak-balik sehingga dihasilkan rencana yang baik.

8. Perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung Versus yang

tidak melibatkan masyarakat. Pembedaan ini juga didasarkan atas kewenangan

yang diberikan kepada institusi perencanaan yang sering kali terkait dengan luas

bidang yang direncanakan. Perencanaan yang melibatkan masyarakat secara

langsung adalah apabila sejak awal masyarakat telah diberitahu dan diajak ikut

serta dalam menyusun rencana tersebut. Perencanaan yang tidak melibatkan

masyarakat adalah apabila masyarakat tidak dilibatkan sama sekali dan paling-

paling hanya dimintakan persetujuan dari DPRD untuk persetujuan akhir.

Perencanaan yang tidak melibatkan masyarakat misalnya apabila perencanaan itu

bersifat teknis pelaksanaan, bersifat internal, menyangkut bidang yang sempit,

dan tidak secara langsung bersangkut paut dengan kepentingan orang banyak.

Persetujuan DPRD pun umumnya tidak dimintakan untuk perencanaan seperti itu.

Perencanaan yang bersangkut paut dengan kepentingan orang banyak mestinya

melibatkan masyarakat tetapi dalam prakteknya masyarakat hanya diwakili oleh

orang-orang yang dikategorikan sebagai tokoh masyarakat. Dalam praktik, kedua

pembagian di atas tidaklah mutlak. Artinya, perencanaan sering mengambil

bentuk diantara keduanya. Perencanaan yang melibatkan masyarakat luas hanya

Universitas Sumatera Utara


mungkin untuk wilayah yang kecil, misalnya lingkungan, desa atau kelurahan,

dan kecamatan. Untuk wilayah yang lebih luas, biasanya hanya mungkin dengan

cara mengundang tokoh-tokoh masyarakat atau pimpinan organisasi

kemasyarakatan. Seringkali tokoh masyarakat atau organisasi kemasyarakatan

hanya dilibatkan pada diskusi awal untuk memberikan masukan dan pada diskusi

akhir untuk melihat bahwa aspirasi mereka sudah tertampung. Perencanaan yang

menyangkut kepentingan masyarakat banyak biasanya harus mendapat

persetujuan DPRD sebagai perwakilan dari kepentingan masyarakat.

Sebagai basis teoritis strategi pengembangan Kota Medan ini, didasarkan pada

referensi Buku, C.N. Osmond, Corporate Planning Its Impact On Management Long

Range Planning, 1971, yang dimodifikasikan dengan karakteristik perkembangan

Kota Medan) :

1. Core Strategy (Strategi Utama). Dalam upaya keberhasilan pengembangan Kota

Medan secara keseluruhan, maka pada periode 2006-2016 ini, adalah komitmen

serta kesungguhan untuk mewujudkan perkembangan kawasan Medan Utara,

yang disebut sebagai Strategi Utama pengembangan Kota Medan. Seluruh

kebijakan harus mendukung dapat terwujudnya pembangunan kawasan Medan

Utara, dan sekaligus melakukan peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan

Medan Utara, yang pada akhirnya penerapan Strategi Utama pengembangan

kawasan Medan Utara ini akan menjadi salah satu landasan bagi keberhasilan

pembangunan Kota Medan secara keseluruhan.

Universitas Sumatera Utara


2. Consequency Strategy (Strategi Konsekuensi). Sebagai konsekwensi dari

pelaksanaan Strategi Utama berupa kesungguh-sungguhan untuk

mengembangkan kawasan Medan Utara, maka konsekwensinya perlu

dilakukannya pembangunan sistem sarana prasarana oleh pemerintah kota di

kawasan Medan Utara, dan selanjutnya adalah mengembangkan kemitraan

dengan swasta, yang disebut sebagai Strategi Konsekuensi. Dalam Strategi

Konsekwensi ini, tugas utama pemerintah kota adalah melakukan pembangunan

sistem sarana dan prasarana (primer) kota, serta menjamin kepastian kekuatan

hukum bagi pembangunan di kawasan Medan Utara ini, dan dengan pelaksanaan

Strategi Konsekwensi ini, diharapkan pihak swasta akan dapat mengisi

infrastruktur selanjutnya (sekunder dan tersier), sesuai dengan penggunaan yang

telah ditetapkan.

3. Customer Strategy (Strategi Pelanggan). Guna memacu minat stakeholder untuk

membangun kawasan Medan Utara ini, maka strategi berikutnya adalah perlunya

pemerintah kota untuk melakukan Strategi Pelanggan, ialah untuk dapat menarik

“pelanggan” sebanyak mungkin untuk tertarik membangun di kawasan Medan

Utara. Dengan kata lain pemerintah kota harus dapat memberikan insentif, baik

dari aspek fisik, hukum, sosial dan ekonomi, guna menarik para stakeholder

untuk menanamkan investasinya di kawasan Medan Utara.

4. Control Strategy (Strategi Pengendalian). Pada saat ini, secara ekonomis para

investor lebih tertarik untuk membangun di kawasan Medan Selatan. Untuk

Universitas Sumatera Utara


mencegah kecenderungan terus menerus terjadinya aglomerasi dan eksploitasi di

kawasan Medan Selatan ini, yang akhirnya akan menjadi terjadinya degradasi

lingkungan, maka pemerintah kota harus cukup taktis untuk mencegah hal ini,

sehingga Pemerintah Kota Medan harus melakukan Strategi Pengendalian,

dengan menerapkan kebijakan disinsentif terhadap pembangunan di kawasan

Medan Selatan. Sudah barang tentu penerapan strategi pengendalian ini mutlak

harus didahului oleh kesungguhan pelaksanaan Customer Strategy (Strategi

Pelanggan) pada kawasan Medan Utara pada butir 3 di atas.

5. Culture Strategy (Strategi Kebudayaan). Untuk dapat mewujudkan dan

mensukseskan keseluruhan strategi tersebut di atas, maka pemerintah kota perlu

merubah dan menciptakan perilaku (mind set) masyarakat terutama dalam

menggunakan dan memanfaatkan ruang publik (public facility). Dalam bentuk

menerapkan Strategi Kebudayaan, yakni dengan menanamkan kesadaran akan

pentingnya peran masyarakat kota dalam mentaati peraturan dan hukum yang

berlaku, terutama dalam memanfaatkan ruang publik, serta dalam

keikutsertaannya dalam melakukan pembangunan di Kota Medan ini.

6. Sinergy Strategy (Strategi Sinergis). Mengingat peran Kota Medan yang sangat

tinggi dalam konteks nasional dan konstelasi regional Mebidang, serta besarnya

ketergantungan wilayah eksternal kota terhadap pemanfaatan fasilitas di Kota

Medan. Serta dilain pihak secara internal kompleksitas kaitan antar sektor dalam

pembangunan kota sangat tinggi, maka perlu dilaksanakan pula Strategi Sinergis

Universitas Sumatera Utara


dalam membangun Kota Medan ini. Ialah perlunya diciptakan suasana atau

semangat kerjasama yang sinergis, baik antar wilayah (administratif) Kota Medan

dengan wilayah sekitarnya (Mebidang), maupun kerjasama antar sektor-sektor

yang terkait, yang dampak dari pelaksanaan strategi ini, hasilnya tidak saja bagi

keberhasilan pembangunan Kota Medan itu sendiri, tetapi akan pula memberikan

pengaruh yang positif bagi pembangunan regional Mebidang (Master Plan Kota

Medan 2016).

2.2 Sistem Perencanaan Pembangunan Wilayah

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah dianggap sebagai perencanaan

untuk memperbaiki penggunaan sumber daya yang ada. Perencanaan adalah suatu

proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan,

dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Pembangunan daerah adalah

pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat

yang nyata, baik aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses

terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing maupun peningkatan indeks manusia

(Kuncoro, 2005).

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 2004 dikeluarkan

pemerintah untuk memperbaiki berbagai kelemahan perencanaan pembangunan yang

dirasakan dimasa lalu. Sasaran perbaikan yang diharapkan antara lain adalah

mewujudkan keterpaduan dan sinergi pembangunan antar dinas dan instansi dan antar

Universitas Sumatera Utara


daerah, keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran serta untuk lebih

mengoptimalkan pemanfaatan partisipasi masyarakat dalam penyusunan

perencanaan.

Rencana pembangunan menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 terdiri dari:

1. RPJP

2. RPJM

3. RKP

4. Renstra kementrian/SKPD

5. Renja kementrian/SKPD

Ad 1. RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang)

Koordinasi pembangunan jangka panjang secara nasional dilakukan melalui

penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), baik untuk pemerintah,

pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota untuk periode 20 tahun.

RPJP-Nasional, propinsi maupun kabupaten/kota berisikan visi, misi dan arah

pembangunan secara nasional yang merupakan penjabaran dari tujuan terbentuknya

pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945. RPJP ini selanjutnya dijadikan landasan utama penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM untuk periode 5 tahun).

Ad 2. RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)

RPJM memuat strategi pembangunan, kebijakan umum, program

kementerian/lembaga/SKPD, program kewilayahan serta kerangka ekonomi makro

Universitas Sumatera Utara


yang mencakup gambaran perekonomian nasional/daerah secara menyeluruh,

termasuk kebijakan fiskal dan kerangka pendanaan. RPJM tersebut selanjutnya

dijadikan dasar utama untuk penyusunan Rencana Tahunan (Annual Planning) yang

bersifat operasional sesuai dengan kemampuan dana pada tahun yang bersangkutan.

Bahkan rencana tahunan yang harus dibuat tersebut telah menggunakan istilah lain

yaitu Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada tingkat nasional atau RKPD untuk

tingkat daerah yang mengisyaratkan bahwa rencana tahunan tersebutlah yang menjadi

rencana kerja pemerintah untuk tahun yang bersangkutan. RKPD/RKP tersebut

berisikan prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro, program

kementerian/lembaga, program kewilayahan dan kerangka pendanaan yang bersifat

indikatif.

Dengan mempedomani rancangan RPJP Daerah yang telah selesai disusun,

Pemerintah Daerah diwajibkan pula menyusun RPJM Daerah yang berisikan arah dan

strategi kebijakan pembangunan daerah dan program kerja satuan perangkat daerah,

baik yang bersifat lintas sektoral maupun lintas wilayah. Termasuk dalam RPJM

Daerah ini adalah rencana kerja dan kerangka regulasi dan pendanaan yang bersifat

indikatif. Agar perencanaan menjadi lebih kongkrit, maka target-target yang

ditetapkan perlu diusahakan secara kuantitatif, walaupun disadari hal ini tidak dapat

dilakukan untuk semua sektor. Target yang bersifat kuantitatif tersebut nantinya juga

sangat diperlukan pada waktu melakukan monitoring dan evaluasi terhadap

keberhasilan terhadap pelaksanaan program. Rancangan RPJM-Daerah yang telah

Universitas Sumatera Utara


selesai selanjutnya dijadikan dasar menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah

(RKPD) yang merupakan rencana tahunan (Annual Planning) bersifat operasional.

RKPD pada dasarnya merupakan jabaran dari RPJM Daerah yang berisikan rencana

kerja pembangunan daerah, prioritas, dan program pembangunan daerah, berikut

pendanaannya, baik yang dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung oleh

pemerintah daerah untuk tahun yang bersangkutan (Gani, J.Y, 2005).

Ad 3. RKP (Rencana Kerja Pemerintah)

Peranan RKP demikian penting karena dokumen perencanaan ini adalah

memadukan perencanaan pembangunan jangka menengah yang kurang operasional

dengan perencanaan anggaran yang sangat operasional sesuai dengan kemampuan

dana pada tahun yang bersangkutan. Dengan adanya RKP/D tersebut maka akan

terdapat keterpaduan antara perencanaan, program dan pendanaan sesuai dengan

prinsip Ilmu Perencanaan yaitu Planning, Programming and Budgetting System

(PPBS).

Disini sudah jelas terlihat bahwa SPPN-2004 berupaya untuk mewujudkan

perencanaan pembangunan terpadu, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat

daerah melalui keterkaitan yang erat antara RPJP, RPJM, Renstra SKPD, dan Renja

SKPD dan penyusunan anggaran. Keterpaduan ini sangat penting artinya untuk

mewujudkan proses pembangunan yang saling menunjang menuju kepada suatu arah

pembangunan masa depan nasional yang jelas. Sementara itu, masing-masing daerah

membuat perencanaan pembangunan untuk daerahnya berdasarkan visi dan misi

Universitas Sumatera Utara


Kepala daerahnya masing-masing tanpa melihat kaitan dengan RPJP, RPJM dan

RKPD daerah sekitarnya. Pada dasarnya, RKP tersebut merupakan jabaran dari

RPJM dan berisikan program dan proyek pembangunan yang kongkrit dan

operasional sesuai dengan dana pembangunan yang tersedia pada tahun bersangkutan.

Bahkan SPPN 2004 selanjutnya menetapkan pula bahwa RKP menjadi dasar

penyusunan RAPBN dan RKPD sebagai dasar penyusunan RAPBD. Dengan

demikian, sistem penyusunan RAPBD yang biasanya dilakukan oleh Tim KUA

(Kebijakan Umum Anggaran) sesuai dengan KEPMENDAGRI 29, tahun 2003 sudah

tidak berlaku lagi dan diganti dengan PERMENDAGRI 13 tahun 2006 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah. Secara sistematik, proses penyusunan perencanaan

pembangunan dapat dilihat pada gambar berikut:

RPJMD RPJPD

Renstra
SKPD 5 Tahun

5 Tahun
1 Tahun
Renja RKPD RKP
SKPD

1 Tahun

KUA PPA

NOTA KESEPAKATAN PIMPINAN DPRD DENGAN KDH

RKA
PEDOMAN PENYUSUNAN RKA-SKPD
SKPD

Universitas Sumatera Utara


TIM ANGGARAN PEMDA

RAPERDA
APBD

Gambar 2.1 Proses Teknokratis dan Proses Politik Dalam Perencanaan Program dan Anggaran
Sumber : RKPD Kota Medan Tahun 2007

Undang-undang No.17, tahun 2003 tentang Keuangan Negara

mengamanatkan bahwa dalam proses penyusunan Rencana Pendapatan dan Belanja

Daerah (RAPBD), pemerintah diwajibkan menyusun Kebijaksanaan Umum

Anggaran (KUA), Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan Rencana

Kerja Anggaran (RKA). Penyusunan KUA dimaksudkan untuk dapat memilah dan

menentukan program dan kegiatan yang menjadi urusan daerah sehingga dapat

dibiayai dengan APBD. PPA dimaksudkan untuk dapat menentukan program dan

kegiatan yang diprioritaskan untuk dibiayai pada tahun bersangkutan berikut plafon

anggarannya, baik untuk tingkat program maupun untuk SKPD secara keseluruhan.

Sedangkan RKA dimaksudkan untuk dapat memadukan antara program dan kegiatan

yang telah diprioritaskan pelaksanaannya dengan penyusunan anggaran sesuai dengan

plafon yang ditetapkan melalui Nota Kesepakatan antara Kepala Daerah dan DPRD.

Dengan cara demikian, keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran akan dapat

terlaksana dalam praktek (Sjafrizal, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Ad 4. Renstra-SKPD (Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah)

Dalam praktek di daerah kelihatannya RENSTRADA lebih banyak

diperhatikan oleh Pemerintah Daerah karena Departemen Dalam Negeri mengaitkan

dokumen perencanaan ini dengan pertanggungjawaban Kepala Daerah. Karena itu

dalam penyusunan APBD, RENSTRADA ini lebih banyak dijadikan dasar,

sedangkan PROPEDA tidak terlalu banyak diperhatikan sehingga hanya tinggal di

dalam lemari. Sebenarnya kedua dokumen tersebut mempunyai sifat yang berbeda

dan saling mendukung satu sama lainnya.

SPPN 2004 memberikan ketentuan yang sangat jelas tentang kedua dokumen

perencanaan pembangunan ini. Di dalam SPPN dinyatakan secara tegas bahwa

Rencana Strategis (RENSTRA) adalah dokumen perencanaan untuk institusi,

sehingga ruang lingkupnya adalah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari institusi

yang bersangkutan. Pada tingkat pusat, dokumen yang disusun adalah RENSTRA-KL

karena institusi yang terlibat adalah kementerian dan lembaga. Sedangkan pada

tingkat daerah dokumen yang disusun adalah RENSTRA-SKPD karena institusi yang

terlibat adalah satuan kerja perangkat daerah seperti dinas dan instansi.

Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) yang sekarang bertukar nama

dengan RPJM adalah merupakan dokumen perencanaan yang mencakup kesatuan

wilayah tertentu baik secara nasional maupun pada tingkat daerah. Dalam satu

wilayah biasanya terdapat berbagai institusi baik yang tergabung dalam unsur

pemerintah, swasta maupun masyarakat. Karena itu, RPJM mencakup tidak hanya

Universitas Sumatera Utara


kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah saja, baik pusat maupun

daerah, tetapi juga yang dilakukan oleh 298 pihak swasta maupun kelompok

masyarakat lainnya. Karena itu, dalam mengelola kegiatan pembangunan, seharusnya

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lebih banyak memperhatikan RPJM

yang mencakup kegiatan pembangunan secara keseluruhan. Sedangkan RENSTRA

merupakan jabaran dari RPJM untuk institusi tertentu, dan juga dapat berfungsi

sebagai masukan untuk penyusunan RPJM yang sudah akan final melalui

Musyawarah Rencana Pembangunan (MUSRENBANG).

Sesuai dengan SPPN 2004, MUSRENBANG mempunyai dua fungsi utama.

Pertama, sebagai alat untuk melakukan koordinasi penyusunan perencanaan

pembangunan antar berbagai pelaku kegiatan pembangunan. Tujuan koordinasi ini

jelas adalah untuk dapat mewujudkan sistem pembangunan yang terpadu dan saling

menunjang satu sama lainnya sehingga proses pembangunan akan menjadi lebih

lancar. Kedua, sebagai alat untuk menyerap partisipasi masyarakat dalam penyusunan

perencanaan dengan mengikutsertakan berbagai tokoh masyarakat, cerdik pandai,

alim ulama dan pemuka adat. Tujuan utama dalam hal ini adalah agar perencanaan

yang disusun dapat disesuaikan dengan aspirasi masyarakat umum sehingga

dukungan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan akan dapat dioptimalkan. Ini

berarti bahwa, MUSRENBANG juga berfungsi sebagai alat untuk dapat mewujudkan

Perencanaan Partisipatif (Participatory Planning) yang merupakan salah satu bentuk

dari pelaksanaan demokrasi dalam pelaksanaan pembangunan.

Universitas Sumatera Utara


MUSRENBANG KELURAHAN

MUSRENBANG KECAMATAN

MUSRENBANG PROPINSI

MUSRENBANG NASIONAL

Gambar 2.2 Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG)


Sumber : RKPD Kota Medan Tahun 2007

Disini MUSRENBANG sebagai pengganti RAKORBANG dilakukan secara

komprehensif, tidak hanya dalam rangka koordinasi program dan proyek yang akan

dilakukan setiap tahun, tetapi dilakukan untuk semua tingkat perencanaan, baik RPJP,

RPJM dan RKP. Hal ini dilakukan agar koordinasi dan singkronisasi dapat dilakukan

secara menyeluruh dan terpadu, baik secara sektoral maupun menurut tingkat

pemerintahan (Solihin, D, 2005).

Ad 5. Renja-SKPD (Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah)

Penyusunan rencana dan kegiatan kerja ini memperhatikan hal-hal yang telah

disepakati oleh masyarakat dan unsur pelaku pembangunan (stakeholder) dalam

musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah dan yang telah disampaikan dalam

Renja SKPD.

Universitas Sumatera Utara


Dalam Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah berisikan tujuan,

sasaran, program dan kegiatan. Indikator kinerja dan kelompok sasaran yang

menggambarkan pencapaian Renstra SKPD.

Dana Indikatif beserta sumbernya serta prakiraan maju berdasarkan pagu

indikatif artinya jelas sumber dana yang dibutuhkan untuk menjalankan program dan

kegiatan. Koordinasi penyusunan Renstra SKPD dan Renja SKPD dilakukan masing-

masing SKPD.

2.3 Teori Kota dan Rencana Tata Guna Lahan

2.3.1 Kota

Kota adalah sebagai gabungan sel lingkungan perumahan, atau tempat di

mana orang bekerja bersama untuk kepentingan umum. Jenis daerah perkotaan bisa

beragam sebesar beragamnya berbagai kegiatan yang dilakukan pada wilayah

perkotaan seperti perdagangan, transportasi, pengadaan barang dan jasa, atau

gabungan dari semua aktivitas tersebut (Gallion dan Eisner, 1992).

Sebuah kota adalah suatu pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen,

terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen dari segi sosial. Kota adalah

salah satu ungkapan kehidupan manusia yang mungkin paling kompleks. Kebanyakan

ilmuwan berpendapat bahwa, dari segi budaya dan antropologi, ungkapan kota

sebagai ekspresi kehidupan orang sebagai pelaku dan pembuatnya adalah paling

penting dan sangat perlu diperhatikan. Hal tersebut disebabkan karena permukiman

Universitas Sumatera Utara


perkotaan tidak memiliki makna yang berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari

kehidupan di dalamnya (Zahnd, 2006).

Kota yang dipandang sebagai suatu obyek studi di mana di dalamnya terdapat

masyarakat manusia yang sangat komplek, telah mengalami proses interelasi antar

manusia dan antar manusia dengan lingkungannya. Produk hubungan tersebut

ternyata mengakibatkan terciptanya pola keteraturan daripada pengguna lahan yang

menghasilkan struktur ruang kota (Yunus, 2000).

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang struktur ruang kota, diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Teori Konsentris; Menurut pengamatan Burgess, sesuatu kota akan terdiri dari

zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini mencerminkan

penggunaan lahan yang berbeda, seperti berikut:

Gambar 2.3 Teori Konsentris


Sumber : Breter, 2001

Universitas Sumatera Utara


Seperti terlihat pada model di atas, daerah perkotaan terdiri dari dari (I)

kawasan pusat kota, (II) kawasan pabrik, (III) kawasan transisi, (IV) kawasan

pemukiman pekerja, (V) kawasan pemukiman yang lebih baik, dan (VI) Kawasan

pengembangan.

2. Teori Sektor; Munculnya ide untuk mempertimbangkan variabel sektor ini

pertama kali dikemukan oleh Hoyt. Secara konseptual, model teori sektor

menunjukkan persebaran zona-zona konsentrisnya. Jelas sekali terlihat disini

bahwa jalur transportasi yang menjari (menghubungkan pusat kota ke bagian-

bagian yang lebih jauh) diberi peranan yang besar dalam pembentukan pola

struktur ruang kota. Seperti pada gambar berikut ini :

Gambar 2.4 Teori Sektor


Sumber : Breter, 2001

Menurut gambar di atas teori sektor terdiri dari (1) Kawasan Pusat Kota (CBD),

(2) Kawasan pabrik, (3) Kawasan permukiman kelas rendah, (4) kawasan

pemukiman kelas menengah dan (5) Kawasan Permukiman kelas tinggi.

Universitas Sumatera Utara


3. Teori Multiple Nuclei (Teori Pusat Kegiatan Banyak); Teori ini pertama kalinya

dicetuskan oleh C.D. Harris dan FL. Ulman. Menurut pendapatnya, bahwa

kebanyakan kota-kota besar tidak tumbuh dalam ekspresi keruangan yang

sederhana, yang hanya ditandai oleh pusat kegiatan saja, namun terbentuk

sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi yang berlanjut dan terus

menerus dari sejumlah pusat-pusat kegiatan terpisah satu sama lain dalam suatu

sistem perkotaan (multi centered theory). Pusat-pusat ini dan distrik-distrik di

sekitarnya di dalam proses pertumbuhan selanjutnya ditandai oleh gejala

spesialisasi dan deferensiasi ruang. Lokasi zona-zona keruangan yang terbentuk

tidak ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor jarak dari CBD serta membentuk

persebaran zona-zona ruang yang teratur, namun berasosiasi dengan sejumlah

faktor dan pengaruh faktor-faktor ini akan menghasilkan pola-pola keruangan yang

khas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut ini:

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.5 Teori Multiple Nuclei
Sumber : Breter, 2001
Berdasarkan gambar di atas struktur tata ruang kota terdiri dari (1) Kawasan

Pusat Kota, (2) Kawasan Industri, (3) Kawasan pemukiman kelas bawah, (4)

Kawasan pemukiman kelas sedang, (5) Kawasan pemukiman kelas atas, (6)

Kawasan industri ringan, (7) Kawasan sub pengembangan kota, (8) Kawasan sub

urban dan (9) kawasan industri sub urban.

NORTH

CITY
MIDDLE CENTER

REMARKS :
PORT ZONE
INDUSTIAL
ZONE
GOODS
TERMINAL
AND PORT
GREEN OPEN
AREA
CONSERVATIO
N GREEN AREA
DEVELOPMENT
GUIDE LINE
CITY CENTER
CBD
CITY SUB
CENTER

Gambar 2.6 Peta Morfologi Kota Medan


Sumber : Breter, 2001

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan perkembangan fisik Kota Medan bentuk morfologi Kota Medan

sesuai dengan Teori Morfologi Kota yaitu Teori Multiple Nuclei (teori pusat kegiatan

banyak) yang dicetus oleh oleh C.D. Harris dan FL. Ulman.

Seiring perkembangan kota, tumbuh berkembang mengikuti dinamika

perkembangan sesuai dengan kondisi kota tersebut. Seperti terjadi di kota-kota besar,

adanya pengelompokan fungsi-fungsi yang sejenis menimbulkan keuntungan

tersendiri. Pengelompokan akan berarti peningkatan konsentrasi pelanggan-

pelanggan potensial dan memudahkan dalam membandingkan satu sama lain.

Ilustrasi perkembangan kota dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2.7 Ilustrasi Perkembangan Kota


Sumber : Breter, 2001

Pada gambar diatas dapat dilihat perkembangan kota mengikuti pola kegiatan

dengan mengadopsi teori basis ekonomi, teori lokasi dan teori model bangkitan dan

tarikan lalu lintas (Breter, 2001).

Pembangunan kota terus berlanjut akibat proses urbanisasi sehingga menyebar

ke bagian pinggir kota, yang berakibat pada perubahan struktur ruang dan bentuk

kota (Burnley dan Murphy 1995; Davis et al. 1994; Nelson 1992). Burnley dan

Universitas Sumatera Utara


Murphy (1995) menjelaskan pembangunan sub urban dapat berakibat pada

ketimpangan wilayah perkotaan karena wilayah sub urban yang dibangun belum

dilengkapi jaringan infrastruktur yang memadai. Menurut Herbes (1987) daerah sub

urban yang baru dibangun oleh arus urbanisasi tumbuh dan berkembang mengikuti

pola perkampungan sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Meskipun

kita menyadari sebagai proses pembangunan kota telah membawa implikasi terhadap

ketimpangan wilayah, namun dengan adanya literatur tentang perencanaan wilayah

dapat dijadikan sebagai dasar untuk mempersempit terjadinya ketimpangan wilayah (

Bahl dkk,1992).

2.3.2 Rencana Tata Guna Lahan

Suatu rencana tata guna lahan merupakan ekspresi kehendak lingkungan

masyarakat mengenai bagaimana seharusnya pola tata guna lahan suatu lingkungan

pada masa yang akan datang. Dalam rencana itu ditentukan daerah-daerah yang akan

digunakan bagi berbagai jenis, kepadatan dan intensitas kategori penggunaan,

misalnya penggunaan untuk pemukiman, perdagangan, industri dan berbagai

kebutuhan umum. Ditentukan pula azas dan standar yang harus diterapkan pada

pembangunan atau pelestarian di daerah itu. Di dalam suatu rencana tata guna lahan

biasanya tercantum naskah uraian dan beberapa peta. Di dalam uraiannya terkandung

kebijaksanaan-kebijaksanaan, sedangkan peta-peta menggambarkan penerapan

rencana pada ruang yang tersedia, baik secara umum maupun terperinci, dengan

menetapkan jenis penggunaan tertentu untuk daerah-daerah tertentu pula.

Universitas Sumatera Utara


Suatu rencana tata guna lahan biasanya merupakan bagian dari suatu rencana

menyeluruh. Dalam bagian-bagian lain dibahas persoalan transportasi, utilitas umum;

seperti listrik, gas dan air; berbagai macam prasarana masyarakat dan masalah-

masalah khusus yang membutuhkan perhatian, misalnya pembangunan ekonomi dan

pelestarian lingkungan.

Sifat rencana tata guna lahan bias berlainan karena jenis dan luas lingkungan,

struktur pemerintahan serta peraturan-peraturan negara bagian dan kotamadya atau

kabupaten yang mengatur soal perlahanan. Misalnya, suatu rencana tata guna lahan

untuk sebuah dusun di pedesaan barangkali akan lain sekali ruang lingkupnya dan

tidak begitu mendesak seperti rencana tata guna lahan di sebuah kota industri yang

besar. Sebuah rencana tata guna lahan di daerah pemukiman sekitar pusat kota

mungkin berorientasi lain daripada rencana tata guna lahan di daerah pusat kota.

Suatu rencana tata guna lahan untuk suatu wilayah yang dikelola beberapa

pemerintahan, misalnya suatu wilayah metropolitan, mungkin akan dilandasi

rancangan pelaksanaan yang lain sama sekali daripada rencana sejenis untuk suatu

wilayah kotamadya atau kabupaten dengan pemerintahan tunggal. Dan suatu rencana

tata guna lahan untuk suatu lingkungan di dalam wilayah pemerintahan yang

memiliki sedikit saja atau sama sekali tidak memiliki peraturan-peraturan mengenai

perencanaan lingkungan barangkali akan lain sekali bila dibandingkan dengan

rencana tata guna lahan untuk wilayah pemerintahan yang memiliki perencanaan

yang kuat serta peraturan-peraturan pelaksanaan rencana tata guna lahan.

Universitas Sumatera Utara


Jangka waktu rencana tata guna lahan juga berbeda-beda, tergantung berapa

jauh jangkauannya ke masa depan. Suatu rencana jangka panjang biasanya menuju ke

sasaran yang terletak 20 atau 25 tahun yang akan datang, sedangkan suatu rencana

tata guna lahan yang dimaksudkan untuk melaksanakan program pembangunan

tertentu mungkin hanya menjangkau sasaran 5 tahun atau kurang. Misalnya, kota

Atlanta di Negara bagian Georgia, Amerika Serikat, memiliki peraturan yang

mengharuskan penyusunan rencana-rencana tata guna lahan berjangka waktu 1,5 dan

15 tahun yang masing-masing harus diperbaharui tiap tahun.

Oleh sebab perencanaan perkotaan bersifat menyeluruh dan integral, maka

suatu rencana tata guna lahan biasanya hanya merupakan unsur fungsional dari suatu

proses menyeluruh. Sekalipun merupakan unsur yang paling menentukan,

perencanaan perkotaan dilengkapi dengan unsur-unsur fungsional dan hasil-hasil

penelitian yang bersifat mendukungnya.

Undang-undang negara bagian Florida mengandung contoh tentang hal itu.

Berdasarkan pasal-pasal dalam Undang-undang tentang Pengaturan Perencanaan

Menyeluruh serta Pengembangan Lahan Pemerintah Daerah Negarabagian Florida,

tiap kotamadya dan kabupaten harus menyusun serta mensahkan rencana menyeluruh

yang mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

1. Perbaikan modal

2. Rencana tata guna lahan untuk masa depan

3. Sirkulasi lalu lintas

Universitas Sumatera Utara


4. Saluran pembuangan limbah manusia, sampah padat, saluran pembuangan air

hujan dan air minum

5. Pelestarian alam

6. Rekreasi dan ruang terbuka

7. Perumahan

8. Pengelolaan daerah pantai (hanya untuk kewenangan hukum daerah pantai)

9. Koordinasi antar instansi pemerintah

Unsur-unsur tambahan berikut ini bersifat mana suka tetapi yang pertama dan

kedua merupakan keharusan bagi pemerintah daerah yang berpenduduk lebih dari

50.000 jiwa:

a. Perjalanan Masal (Mass Transit)

b. Pelabuhan, penerbangan dan rencana-rencana fasilitas terkait

c. Kendaraan tidak bermotor (misalnya sepeda) dan lalu lintas pejalan-kaki

d. Parkir halaman

e. Bangunan umum dan fasilitas-fasilitas terkait

f. Pola kemasyarakatan

g. Pembangunan kembali daerah-daerah secara umum

h. Keselamatan

i. Pelestarian tempat-tempat bersejarah dan tempat-tempat dengan pemandangan

indah

j. Pembangunan ekonomi

Universitas Sumatera Utara


k. Unsur-unsur yang bersifat khas dan merupakan kebutuhan bagi daerah itu

Di samping merupakan unsur tunggal dalam suatu rencana menyeluruh,

rencana tata guna lahan menjadi titik pusat semua rencana menyeluruh itu dan

merupakan semacam tali pengikat yang menyatukan unsur-unsur lain. Bagi suatu

lingkungan masyarakat, rencana tata guna lahan ibarat sebuah rencana dasar bagi

pembuatan sebuah gedung: di dalamnya tercantum ketentuan mengenai kapan,

bagaimana, berapa banyak dan mengapa kegiatan tersebut harus dilakukan. Rencana

tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan

terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air bersih dan air

limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta

fasilitas umum lainnya. Rencana tata guna lahan juga membuka kesempatan bagi

pembangunan perumahan, daerah perbelanjaan dan pembangunan ekonomi yang

memadai, di samping memberikan perlindungan bagi daerah-daerah serta sumber

daya lingkungan yang menentukan.

Dengan cara demikianlah rencana tata guna lahan meletakkan kerangka dasar

bagi hal-hal terperinci yang dicantumkan pada banyak segi lain di dalam rencana

menyeluruh, seperti transportasi, tenaga listrik, air bersih dan gas, fasilitas dan

pelayanan masyarakat rekreasi dan ruang terbuka, perumahan serta pelestarian

tempat-tempat dan benda-benda bersejarah dan kawasan yang berpemandangan

indah. Hal-hal itu diusahakan untuk mencapainya secara mencoba menciptakan suatu

pola pengembangan lahan yang masuk akal dan bukan pola pengembangan dan

Universitas Sumatera Utara


penyebaran yang acak-acakan, tidak teratur, tidak mantap dan mahal yang akan

terjadi jika tidak diciptakan pola pengembangan yang masuk akal, melainkan

konfigurasi khusus yang logis dan bertahap, didasarkan pada kebijakan-kebijakan

yang sudah disahkan.

Bagi pelaksanaan rencana tata guna lahan tidak ada penjadwalan pasti

berkaitan dengan jadwal pelaksanaan bagian-bagian lain di dalam proses perencanaan

menyeluruh. Penjadwalan bergantung pada hasil penelitian atau unsur rencana mana

yang sudah tersedia; kendala-kendala anggaran, penjadwalan, dan politik, juga para

kebutuhan-kebutuhan lain yang mendesak, misalnya situasi gawat di dalam

masyarakat yang harus segera diperhatikan atau pada syarat-syarat perencanaan

hukum pada pemerintahan federal, negara bagian atau daerah di bawahnya. Lagipula,

karena perencanaan perkotaan bersifat berulang-ulang dan terus-menerus maka jarang

adawaktu yang ideal bagi pelaksanaan rencana tertentu.

Tetapi karena hal-hal lain bernilai sama maka dapat disebut beberapa

penelitianyang biasanya mendahului persiapan penyusunan rencana tata guna lahan,

yaitu:

1. Penelitian kependudukan

2. Penelitian ekonomi

3. Analisis lingkungan

4. Identifikasi masalah-masalah, sasaran dan tujuan masyarakat

Universitas Sumatera Utara


Unsur-unsur rencana menyeluruh yang bukan rencana tata guna lahan (seperti

unsur-unsur mengenai transportasi, listrik, air bersih dan gas, serta fasilitas umum)

mungkin mendahului, menyertai atau menyusuli persiapan perencanaan tata guna

lahan. Hal itu tergantung pada struktur, jadwal dan kendala-kendala yang terdapat

dalam proses perencanaan menyeluruh. Unsur-unsur rencana menyeluruh yang

biasanya menyusul sesudah tersusun rencana tata guna lahan meliputi:

a. Rencana-rencana untuk daerah yang lebih kecil, seperti daerah pemukiman, pusat-

pusat bisnis, lingkungan industri atau daerah-daerah pelestarian

b. Rencana-rencana fungsional untuk tujuan-tujuan khusus, seperti rencana untuk

perumahan atau tempat-tempat rekreasi.

Sekalipun mungkin ada tahapan analitis yang ideal (tentunya sampai batas-batas

tertentu bias terwujud) pertimbangan praktis mengenai anggaran, ketentuan hukum

dan hal-hal yang menimbulkan keresahan masyarakat yang sering menjadi faktor

penentu mengenai bagaimana dan kapan pelaksanaan rencana tata guna lahan

harus dilaksanakan (Catenese dan Snyder, 1988).

2.3.3 Proses Perencanaan Tata Guna Lahan

Proyek perencanaan tata guna lahan biasanya seperti dilukiskan pada gambar

1. sebenarnya proses ini lebih bersifat umum karena dapat diterapkan secara sama,

dalam bentuk yang bagaimanapun, pada semua perencanaan masyarakat, termasuk

perencanaan menyeluruh, Perencanaan tata guna lahan itu sendiri, dan perencanaan

tata guna lahan sebagai bagian dalam perencanaan menyeluruh. Dalam pengertian

Universitas Sumatera Utara


yang paling sederhana, proses itu meliputi tiga tahap (lihat segi empat di tengah) : (1)

dimana tempat anda, (2) kemana anda hendak pergi dan (3) bagaimana cara

pencapaiannya.

Tahapan pelaksanaan 10 langkah yang ditunjukkan dalam gambar itu akan

berganti-ganti, demikian pula berapa jauh keterkaitan tata guna lahan sebagai

masalah tersendiri atau sebagai bagian dalam suatu proses perencanaan yang lebih

lengkap. Misalnya saja, langkah 1 (“identifikasi permasalahan masyarakat dan

peluangnya”) mungkin sudah dikerjakan pada tingkat lebih menyeluruh sebelum

dilaksanakan proses perencanaan tata guna lahan, atau langkah itu mungkin perlu

dilaksanakan secara khusus untuk menggerakkan proses tersebut. Langkah 2 dan 3

mencakup pengumpulan dan analisa informasi, mungkin sebagian sudah atau belum

dapat diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya, tetapi sudah hampir dapat

dipastikan juga akan membutuhkan pengumpulan dan analisis informasi khusus

untuk keperluan perencanaan tata guna lahan.

Dalam mempelajari bagian ini mungkin akan bermanfaat bila melihat lagi

diagram dasar pada gambar untuk mengetahui bagian mana saja yang tepat untuk

berbagai bagian perencanaan tata guna lahan dan proses implementasinya.

10. HASIL 1.IDENTIFIKASI


PEMANTAUAN DAN MASALAH- 2. KUMPULKAN
KONDISI-KONDISI MASALAH DAN INFORMASI
YANG BERUBAH PELUANG-PELUANG
MASYARAKAT

3. ANALISIS
9. PELAKSANAAN DIMANA ANDA INFORMASI
PROGRAM DAN
PROYEK

BAGAIMANA UNTUK
SAMPAI KE SANA
4. TENTUKAN
8. WUJUDKAN SASARAN-SASARAN
ANDA HENDAK
RENCANA MENJADI MASYARAKAT
KEMANA
PROGRAM DAN

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.8 Proses Perencanaan Tata Guna Lahan Yang Biasa Terjadi
Sumber : Anthoby J.Catanese, James C.Snyder, 1988

2.4 Teori Pembangunan Wilayah

Pembangunan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk

memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan

menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Kebijakan pengembangan

wilayah sangat diperlukan karena kondisi fisik geografis, sosial, ekonomi dan budaya

masyarakat yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya

sehingga penerapan kebijakan pengembangan wilayah itu sendiri harus disesuaikan

dengan kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah bersangkutan.

Istilah pembangunan ekonomi digunakan secara bergantian dengan istilah

seperti pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan ekonomi, kemajuan ekonomi, dan

perubahan jangka panjang. Pembangunan ekonomi mengacu pada masalah

negara/masyarakat yang sedang membangun, sedangkan pertumbuhan mengacu pada

Universitas Sumatera Utara


masalah negara-negara maju. Pembangunan, menurut Schumpeter, adalah perubahan

spontan dan terputus–putus dalam keadaaan stasioner yang senantiasa mengubah dan

mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan

adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui

kenaikan tabungan dan penduduk. Menurut Boner, “ pembangunan memerlukan dan

melibatkan semacam pengarahan, pengaturan, dan pedoman dalam rangka

menciptakan kekuatan-kekuatan bagi perluasan dan pemeliharaan, sedang ciri

pertumbuhan spontan merupakan ciri perekonomian maju dengan kebebasan usaha

(Sjafrizal, 2008).

Menurut Todaro (2006) bahwa pembangunan harus berlangsung pada satu

tingkat perubahan secara menyeluruh sehingga suatu sistem sosial yang telah

diselaraskan dengan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan dasar pribadi dan kelompok

yang beraneka ragam dalam sistem tersebut akan bergerak menjauhi kondisi hidup

yang secara umum dianggap kurang memuaskan dan mengarah ke situasi atau

kondisi hidup yang secara material dianggap lebih baik.

Pencapaian tujuan pembangunan masyarakat tersebut, unsur penting dan

strategis sebagai fasilitator adalah pemerintah, yang diharapkan mampu memberikan

kemudahan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam perekonomian dan

pembangunan untuk mewujudkan perubahan pada kondisi yang lebih

menguntungkan. Pemerintah pada dasarnya merupakan alat bagi masyarakat untuk

dapat melakukan secara bersama hal-hal yang tidak dapat dilakukan secara individu.

Universitas Sumatera Utara


Kebutuhan yang semakin meningkat terhadap fasilitas dan pelayanan

pembangunan umum dalam masyarakat menuntut adanya institusi-institusi daerah

yang cekatan (Sarundajang, 1997).

Pembangunan secara umum dapat diartikan sebagai usaha yang memajukan

kehidupan masyarakat dari kondisi yang tidak baik menjadi kondisi yang lebih baik.

Siagian (1983) mendefinisikan bahwa pembangunan itu adalah sebagai usaha atau

rangkaian usaha yang pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan

secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam

rangka pembinaan bangsa (nation building).

Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam tiga pengertian sebagai berikut:

1. Pembangunan ekonomi harus diukur dalam arti kenaikan pendapatan nasional riil

dalam suatu jangka waktu yang panjang. Definisi ini tidak memuaskan, karena

tidak mempertimbangkan berbagai perubahan misalnya pertumbuhan penduduk.

Jika suatu kenaikan dalam pendapatan nasional riil dibarengi dengan

pertumbuhan penduduk yang lebih cepat, maka yang terjadi bukan kemajuan

tetapi adalah sebaliknya yaitu kemunduran.

2. Meier dalam Siagian (1983) bahwa pembangunan ekonomi “sebagai proses

kenaikan pendapatan riil per kapita dalam suatu jangka waktu yang panjang”.

Baran dalam Siagian (1983) membenarkan “pertumbuhan (pembangunan)

ekonomi adalah kenaikan output perkapita barang-barang material dalam suatu

jangka waktu”. Definisi di atas menekankan bahwa pembangunan ekonomi

Universitas Sumatera Utara


dicerminkan oleh tingkat kenaikan pendapatan riil lebih tinggi dibandingkan

tingkat pertumbuhan penduduk. Definisi tersebut mengabaikan masalah yang

bertalian dengan struktur masyarakat, struktur penduduk, lembaga dan budaya

masyarakat, dan bahkan distribusi output di antara anggota masyarakat.

3. Ada kecenderungan untuk mendefinisikan pembangunan ekonomi dilihat dari

tingkat kesejahteraan ekonomi. Misalnya pendapatan nasional riil per kapita naik

dibarengi dengan penurunan kesenjangan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan

masyarakat secara keseluruhan. Definisi ini mempunyai beberapa keterbatasan,

(a) kenaikan pendapatan nasional atau per kapita riil, si kaya bertambah kaya dan

si miskin bertambah miskin, berarti kesenjangan bertambah lebar; (b) dalam

mengukur kesejahteraan ekonomi harus hati-hati, output dapat dinilai dengan

kenaikan pendapatan nasional riil, dan (c) harus dipertimbangkan tidak saja

barang apa yang diproduksi, tetapi juga bagaimana barang tersebut diproduksi.

Pembangunan nasional didukung oleh pembangunan yang terjadi di wilayah.

Untuk itu diperlukan pendekatan yang penting didalami adalah teori yang berkaitan

dengan pengembangan wilayah, dan adapun teori tersebut adalah sebagai berikut:

2.4.1 Teori Lokasi dan Aglomerasi

Teori Lokasi memberikan kerangka analisa yang baik dan sistematis

mengenai pemilihan lokasi kegiatan ekonomi dan sosial, serta analisa interaksi antar

wilayah. Teori Lokasi menjadi penting dalam analisa ekonomi karena pemilihan

Universitas Sumatera Utara


lokasi yang baik akan dapat memberikan penghematan yang sangat besar untuk

ongkos angkut sehingga mendorong terjadinya efisiensi baik dalam bidang produksi

maupun pemasaran. Sedangkan interaksi antar wilayah akan dapat pula

mempengaruhi perkembangan bisnis yang pada gilirannya akan dapat pula

mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Sjafrizal, 2008).

Untuk menganalis pembangunan kota dan wilayah, kita harus memahami

sepenuhnya mengenai kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deaglomerasi. Kekuatan-

kekuatan tersebut dapat menjelaskan terjadinya konsentrasi dan dekonsentrasi atau

dispersi kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Manfaat-manfaat yang

ditinbulkan oleh kegietan-kegiatan di atas dapat dikelompokkan dalam tiga kategori,

antara lain: yaitu (1) penghematan skala (scale economies), penghematan lokasi

(localization economies). dan penghematan urbanisasi (urbanization economies).

1. Penghematan skala (scale economies). Terdapat penghematan dalam produksi

secara internal bila skala produksinya ditingkatkan. Biaya tetap yang besar

sebagai akibat investasi dalam bentuk pabrik dan peralatan, yang memungkinkan

dilaksanakan pemanfaatan pabrik dan peralatan tersebut dalam skala besar dapat

membagi-bagi beban biaya-biaya tetap pada berbagai unit terdapat dalam sistem

produksi. Sebagai konsekuensinya, unit biaya produksi menjadi lebih rendah

sehingga dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain. Produksi pada skala

besar dimaksudkan untuk menghundari unit biaya operasi yang eksesif. Hal ini

dapat dipertanggungjawabkan hanya pada lokasi-lokasi yang melayani penduduk

Universitas Sumatera Utara


dalam jumlah besar, atau dengan perkataan lain mempunyai suatu pasar yang

luas. Jadi dapat disimpulkan bahwa terjadinya penghematan skala internal

memberikan manfaat pada konsentrasi penduduk dalam jumlah besar daripada

jumlah penduduk yang sedikit, industri dan kegiatan-kegiatan lainnya.

2. Penghematan lokalisasi (lokalization economies). Jenis kedua, kekuatan yang

terpenting konsentrasi industri diasosiasikan dengan penghematan yang

dinikmati oleh semua perusahaan dalam suatu industri yang sejenis pada suatu

lokasi tertentu. Hal ini disebabkan karena bertambahnya jumlah keluaran (total

output) industri tersebut. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan mengenai pabrik

tekstil. Kasus disuatu wilayah yang belum berkembang, dimana terdapat

kelayakan untuk mendirikan pabrik-pabrik modern ukuran kecil yang tidak

membutuhkan investasi modal yang eksesif dan dapat beroperasi tanpa dilayani

oleh tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang tinggi dan spesialistis.

Berkelompok dan terkonsentrasinya pabrik-pabrik sejenis pada suatu daerah

geografis tertentu, misalnya di daerah-daerah perkotaan, akan menciptakan

penghematan lokalisasi dan akan meningkatkan pertumbuhan kota-kota tersebut.

3. Penghematan urbanisasi (urbanization economies). Penghematan urbanisasi

diasosiasikan dengan pertambahan jumlah total (penduduk, hasil industri,

pendapatan, dan kemakmuran) di suatu lokasi untuk semua kegiatan yang

dilakukan bersama-sama. Penghematan ini terkait pada kegiatan-kegiatan

industri-industri dan sektor-sektor secara agregatif

Universitas Sumatera Utara


Keuntungan aglomerasi baru dapat muncul bilamana terdapat keterkaitan

yang erat antara kegiatan ekonomi yang ada pada konsentrasi tersebut baik dalam

bentuk keterkaitan dengan input (Backward Linkages) atau keterkaitan output

(Forward Linkages). Dengan adanya keterkaitan ini akan menimbulkan berbagai

bentuk keuntungan eksternal bagi para pengusaha, baik dalam bentuk penghematan

biaya produksi, ongkos angkut bahan baku, dan hasil produksi serta penghematan

biaya penggunaan fasilitas karena beban dapat ditanggung bersama. Penghematan

tersebut selanjutnya akan dapat menurunkan biaya yang harus dikeluarkan oleh para

pengusaha sehingga daya saingnya menjadi semakin meningkat. Penurunan biaya

inilah yang selanjutnya mendorong terjadinya peningkatan efisiensi dan pertumbuhan

ekonomi yang berada dalam kawasan pusat pertumbuhan tersebut.

2.4.2 Teori tempat Sentral (Central Place Theory)

Teori tempat sentral menjelaskan pola geografis dan struktur herarkis pusat-

pusat kota atau wilayah-wilayah nodal, tetapi tidak menjelaskan bagaimana pola

georafis tersebut terjadi secara gradual dan bagaimana pola tersebut mengalami

perubahan-perubahan pada masa depan, atau dapat dikatakan tidak menjelaskan

gejala-gejala (fenomena) pembangunan. Dengan demikian teori tersebut dapat

dikatakan bersifat statis. Agar teori tempat sentral mampu menjelaskan gejala-gejala

dinamis, maka perlu ditunjang oleh teori-teori pertumbuhan wilayah. Salah satu

diantaranya adalah teori Perroux (kutub pertumbuhan) yang membahas perubahan-

Universitas Sumatera Utara


perubahan struktural pada tata ruang geografis. Atau dapat dikatakan teori tempat

sentral merupakan dasar dari teori kutub pertumbuhan.

Teori tempat sentral sebagian brsifat positif karena berusaha menjelaskan pola

aktual arus pelayanan jasa, dan sebagian lagi bersifat normatif karena berusaha

menentukan pola optimal distribusi tempat-tempat sentral. Teori tempat sentral

mempunyai kontribusi pada pemahaman interrelasi spasial dan kota-kota sebagai

sistem di dalam sistem perkotaan.

Teori tempat sentral tidak memberikan pejelasan secara lengkap mengenai

pertumbuhan kota karena teori tersebut diformulasikan berdasarkan pembangunan

daerah pertanian yang tersusun secara herarkis dan berpenduduk merata. Dengan

tumbuhnya kota-kota maka muncullah jasa-jasa yang tidak berkanaan dengan pasar

wilayah belakang. Sebagai contoh kehidupan kota metropolitan dapat mencipakan

kebutuhan-kebutuhan sendiri (internal), misalnya peningkatan penyediaan fasilitas

penyediaan air minum, listrik, angkutan umum, demikian pula kebutuhan fasilitas

parkir. Persoalan-persoalan yang dihadapai dalam pertumbuhan kota ternyata tidak

sesederhana seperti persoalan pemasaran barang-barangdan jasa-jasa yang dihasilkan

oleh tempat sentral. Analisis tempat sentral menekankan pada peranan sektor

perdagangan dan kegiatan-kegiatan jasa daripada kegiatan-kegiatan manufaktur.

Kegiatan manufaktur dianggap sebagai kegiatan produktif non tempat sentral. Hal ini

tidak sesuai dengan kenyataan. Banyak kota-kota besar dan kota-kota lainnya sering

kali mengalami perluasan dalam hal lokasi manufaktur karena kota-kota yang

Universitas Sumatera Utara


bersangkutan merupakan pasar tenaga kerja yang luas dan pada umumnya

memberikan keuntungan-keuntungan aglomerasi, dimana perusahaan-perusahaan

manufaktur lebih banyak melayani pasar nasional daripada pasar-pasar regional.

Model tempat sentral ternyata tidak berhasil menjelaskan timbulnya kecendrungan

yang kuat dalam masyarakat mengenai pengelompokkan perusahaan-perusahaan

karena pertimbangan keuntungan-keuntungan aglomerasi dan ketergantungan.

2.4.3 Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Pole Theory)

Sebagaimana diketahui bahwa potensi dan kemampuan masing-masing

wilayah berbeda-beda satu sama lainnya, demikian pula masalah pokok yang

dihadapinya tidak sama. Sehingga usaha-usaha pembangunan sektoral yang akan

dilaksanakan harus disinkronisasikan dengan usaha-usaha pembangunan regional.

Hirschman mengatakan bahwa untuk mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi,

terdapat keharusan untuk membangun sebuah atau beberapa buah pusat kekuatan

ekonomi dalam wilayah suatu negara, atau yang disebut sebagai pusat-pusat

pertumbuhan (growth point atau growth pole). Terdapat elemen yang sangat

menentukan dalam konsep kutub pertumbuhan, yaitu pengaruh yang tidak dapat

dielakkan dari suatu unit ekonomi terhadap unit-unit ekonomi lainnya. Pengaruh

tersebut semata adalah dominasi ekonomi yang terlepas dari pengaruh tata ruang

geografis dan dimensi ekonomi yang terlepas dari pengaruh tata ruang geografis dan

dimensi tata ruang (geographic space and space dimension. Proses pertumbuhan

adalah konsisten dengan teori tata ruang ekonomi (economic space theory), dimana

Universitas Sumatera Utara


industri pendorong (propulsive industries atau industries motrice) dianggap sebagai

titik awal dan merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya.

Nampaknya Perroux lebih menekankan pada aspek pemusatan pertumbuhan

(Adisasmita, 2005). Hirschman berdalil bahwa pertumbuhan awalnya terbatas pada

wilayah-wilayah yang disukai, meskipun ketimpangan menyebar berdasarkan letak

geografis, meliputi terpencil dan pertumbuhan ini terjadi melalui dampak hubungan

dengan kutub-kutub pertumbuhan. Teori kutub pertumbuhan menyajikan dua fungsi

baik fungsi idiologi maupun fungsi politik. Di dalam suatu arti idiologis dan pada

suatu tingkat teoritis yang tidak dapat diambil melalui pertanyaan-pertanyaan sosial

yang lebih mendalam. Teori kutub pertumbuhan bersandar terhadap mekanisme harga

sebagai faktor penengah dan retribusi sumberdaya. Perroux menetapkan bahwa

sektor-sektor pertumbuhan didefinisikan dengan hubungan-hubungan ekonomi

dengan unit-unit lain di dalam ekonomi. Asumsi Perroux adalah tujuan sosial dari

perkembangan wilayah yang dimanfaatkan oleh agen-agen yang ingin memperoleh

keuntungan pribadi. Mengikuti pendapat Perroux, Boudeville mendefenisikan kutub

pertumbuhan wilayah sebagai seperangkat industri sedang berkembang yang

berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong lebih lanjut perkembangan

ekonomi melalui wilayah pengaruhnya (localized development pole). Teori

Boudeville dapat dianggap sebagai pelengkap terhadap teori tempat sentral yang

diformulasikan oleh Chirstaller dan kemudian diperluas oleh Losch. Boudeville

Universitas Sumatera Utara


mengemukakan aspek “kutub fungsional” dan memberikan pula perhatian pada aspek

geografis (Piche, 1982).

2.4.4 Teori Konvergen (Convergence Theory)

Bila proses pembangunan terus berlanjut, dengan semakin baiknya prasarana

dan fasilitas komunikasi, maka mobilitas modal dan tenaga kerja tersebut akan

semakin lancar. Teori Konvergen dapat terjadi jika negara yang bersangkutan telah

maju, maka ketimpangan pembangunan regional akan berkurang (Convergence). Dari

pandangan neo-klasik, ketimpangan wilayah dapat dihubungan dengan faktor

ketidaksempurnaan pasar dan sifat kelambanan proses pembangunan.

Menyamaratakan faktor harga antara wilayah dalam suatu wilayah melalui integrasi

akan meningkatkan faktor mobilitas sehingga dengan demikian akan ada pencapaian

keseimbangan atau pola pertumbuhan wilayah konvergen. Hal tersebut juga

ditanggapi rendahnya pendapatan wilayah akan meningkatkan para pekerja melalui

migrasi, sehingga menarik investor dengan biaya pekerja yang rendah. Teori

konvergen akan terus berlanjut sampai para pekerja dan penghasilan seimbang.

Karena wilayah yang produktivitas dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih

tinggi kedepannya akan lebih sulit menghitung hasil pengurangnya. Akibatnya, untuk

dapat menyeimbangkan perekonomian dapat dilakukan jika perekonomian berada

pada posisi yang lemah. Teori harga Factor Price Equalization (FPE) sudah menjadi

dasar pemikiran yang kuat dalam perdagangan bebas internasional sejak Heckscher

Universitas Sumatera Utara


berpendapat bahwa pada kondisi tertentu membuka perdagangan yang akan

menyamakan hasil- terhadap kesamaan faktor-faktor pada negara-negara lain, dan

Ohlin pada awal abad ini, dan disempurnakan oleh Paul Samuelson menyempurnakan

secara matematis. Dalam analisa integrasi perekonomian dunia, beberapa ahli seperti

Porter dan Krugman mulai melihat pentingnya jarak geografis. Bertil Ohlin membuat

asumsi bahwa dua faktor produksi merupakan hal yang penting di setiap negara, yang

sebahagian faktor tersebut merupakan hal yang tidak penting pada beberapa negara.

Komoditas bergerak dengan baik di perdagangan internasional, tanpa didukung pajak

atau biaya transportasi. Dari pandangannya, perdagangan bebas telah cukup mampu

menggantikan mobilitas internasional sehingga pergerakan terhadap perdagangan

bebas akan menyebabkan harga pada negara –negara menjadi sama. Dan jika kedua

negara melanjutkan untuk menghasilkan barang-barang pada perdagangan bebas,

faktor harganya sebenarnya akan menjadi sama tanpa pergerakkan. Kesamaan faktor

harga ini (FPE) dibuktikan secara matematis oleh Samuelson. Teori konvergen masih

digunakan sebagai model dalam literatur teori pertumbuhan, yang menyatakan bahwa

liberalisasi dalam asas dasar dapat meningkatkan proses konvergen melalui wilayah

(Hwang, 1996).

2.4.5 Teori Divergen (Divergence theory)

Divergence terjadi pada saat modal dan tenaga kerja ahli cenderung

terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga ketimpangan pembangunan

regional cenderung melebar. Ketimpangan wilayah yang tinggi menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


pengangguran atau tingkat pendapatan yang cenderung menurun pada sebahagian

masyarakat. Untuk mengatasi ini diperlukan campur tangan pemerintah untuk

membuat kebijakan yang akan mengurangi ketimpangan wilayah (Jeong, 1995). Bila

wilayah miskin mampu untuk menaikkan pendapatan per kapita masyarakat secara

terus menerus, maka ketimpangan wilayah dapat dipersempit secara perlahan

(Dapeng, 1998).

Ada tiga strategi dasar dimana para pembuat kebijakan bisa membantu variasi

basis ekonomi wilayah. Masing-masing strategi ini memiliki tingkat risiko berbeda,

antara lain:

(a) jangkauan industri melibatkan perluasan hubungan ke depan dan ke belakang

untuk menambah rangkaian nilai wilayah;

(b) pengaruh industri melibatkankan kolaborasi industri dengan sektor perindustrian

lain di mana ada kemungkinan besar sinergi bisnis berdasarkan potensi

pengembangan wilayah di wilayah yang belum pernah di sentuh (white space);

serta

(c) jangkauan dan pengaruh industri melibatkan kombinasi satu industri atau lebih

dalam penambahan nilai dan pengembangan wilayah yang belum pernah

disentuh (white space development).

2.4.6 Pendapatan

Secara lengkap terdapat empat pelaku ekonomi yakni sektor rumah tangga,

sektor perusahaan (swasta), sektor pemerintah (publik), dan sektor luar negeri

Universitas Sumatera Utara


(internasional). Untuk menggambarkan bagaimana keempat pelaku ekonomi tersebut

berinteraksi dalam perekonomian dapat dilihat dalam diagram melingkar (circular

flow diagram) David Egg berikut ini:

Gambar 2.9 Sirkulasi Aliran Pendapatan dan Pengeluaran

Universitas Sumatera Utara


Aliran tersebut menggambarkan aliran pendapatan dari sektor perusahaan

kearah sektor rumah tangga sebagai akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi

yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Aliran itu meliputi (1) gaji dan

upah, yang merupakan pendapatan tenaga kerja, (2) sewa yang merupakan

pendapatan dari tanah dan bangunan, (3) bunga, yang merupakan pendapatan dari

modal dan (4) keuntungan yang merupakan pendapatan pemilik perusahaan.

Sebagian dari pendapatan ini tidak diterima oleh rumah tangga. Keuntungan-

keuntungan perusahaan harus membayar pajak keuntungan, sedangkan pendapatan

rumah tangga yang lain harus membayar pajak perseorangan.

Setelah dikurangi pajak, pendapatan rumah tangga akan digunakan untuk

membiayai beberapa kegiatan pembelanjaan aatau ditabung. Yang paling penting

untuk membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Sisa pendapatan

rumah tangga, yaitu setelah dikurangi pajak, pengeluaran untuk konsumsi dan

pengeluaran untuk membeli barang impor akan ditabung di lembaga keuangan, yang

kemudian lembaga keuangan akan meminjamkan dana yang didapat dari tabungan

rumah tangga kepada penanam modal.

Menurut Sukirno ( 2007 ) untuk menghitung nilai barang-barang dan jasa-jasa

yang diciptakan oleh sesuatu perekonomian tiga cara penghitungan dapat digunakan,

yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Cara pengeluaran. Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan

menjumlahkan nilai pengeluaran/perbelanjaan ke atas barang-barang dan jasa

yang diproduksikan di dalam negara tersebut.

2. Cara produksi atau produk neto. Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung

dengan menjumlahkan nilai produksi barang dan jasa yang diwujudkan oleh

berbagai sektor (lapangan usaha) dalam perekonomian.

3. Cara pendapatan. Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh

dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor

produksi yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional.

Di dalam penghitungan pendapatan nasional digunakan istilah pendapatan,

yang dimaksud adalah pendapatan pribadi dan pendapatan disposebel. Pendapatan

pribadi dapat diartikan sebagai semua jenis pendapatan, termasuk pendapatan yang

diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apa pun, yang diterima oleh penduduk

sesuatu negara.

Pendapatan disposebel adalah pendapatan pribadi dikurangi oleh pajak yang

harus dibayar oleh para penerima pendapatan. Dengan demikian hakikatnya

pendapatan disposebel adalah pendapatan yang dapat digunakan oleh para

penerimanya, yaitu rumah tangga yang ada dalam perekonomian, untuk membeli

barang-barang dan jasa-jasa yang mereka ingini. Tetapi biasanya tidak semua

pendapatan disposebel itu digunakan untuk tujuan konsumsi, sebagian darinya

Universitas Sumatera Utara


ditabung dan sebagian lainnya digunakan untuk membayar bunga, untuk pinjaman

yang digunakan untuk membeli barang-barang secara menyicil.

Untuk memudahkan mengingat hubungan di antara (i) pendapatan disposebel

(Yd) dan pendapatan pribadi (Yp), dan (ii) pendapatan disposebel (Yd) dengan

konsumsi dan tabungan, di bawah ini dinyatakan formula (rumus) dari hubungan

tersebut :

(i) Yd = Yp - T

(ii) Yd = C + S

Pendapatan Nasional merupakan gabungan dari pendapatan wilayah – wilayah

yang ada dilingkup perekonomian naisional. Peningkatan perekonomian wilayah

berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi Nasional. Untuk itu diperlukan

pembangunan disetiap wilayah guna menunjang perekonomian nasional.

r
sF

r1

r0
I1

I0

0 S,I
S0=I0 S1=I1

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.10 Tabungan dan investasi

Keadaan di pasaran modal pada mulanya adalah bersifat: keinginan untuk

melakukan investasi dan meminjam modal digambarkan oleh kurva I0 dan penawaran

tabungan adalah SF. Maka pasaran modal akan seimbang apabila investasi = I0 sama

dengan suku bunga = r0. Tabungan yang dilakukan oleh rumah tangga adalah S0=I0,

dan pengeluaran rumah tangga adalah C0. Pada keseimbangan ini pengeluaran

agregat adalah: C0 + I0 dan nilainya sama dengan YF (oleh karena YF = C0 + I0,

sedangkan S0 = I0, maka YF = C0 + S0 = C0 + I0). Dalam perekonomian dua sektor

yang mencapai keseimbangan berlaku keadaan: I = S.

2.4.7 Distribusi Pendapatan

! " #

" #

Universitas Sumatera Utara


$ %

&

" # "' ())*# &

% " #

&

& +

&

Universitas Sumatera Utara


% %

& , %

&

&

% %

&

"- ()).#

*/0) %

Universitas Sumatera Utara


&

'

*/1) */2)

&

"' ())*#

- "*//1#

- ' %

*/1) */2)

Universitas Sumatera Utara


" # % *//)

Menurut Sirojuzilam (2008) Pembangunan dilaksanakan secara umum

menyangkut beberapa aspek utama, mulai dari pembangunan di bidang ekonomi,

sosial, kelembagaan, dan aspek lingkungan. Akan tetapi di dalam proses

pencapaiannya akan selalu mengakibatkan terjadinya ketimpangan. Hal ini sekaligus

menolak pendapat kaum neoklasik yang terlalu optimis menyatakan bahwa pada awal

pembangunan memang akan dijumpai ketidakseimbangan atau ketimpangan, akan

tetapi pada akhirnya akan dicapai suatu keseimbangan atau kemerataan. Pada

prinsipnya ada beberapa bentuk ketimpangan yang terjadi antara lain distribution

income disparities, urban rural income disparities, dan regional income disparities

Berbagai macam alat pengukuran banyak dijumpai dalam mengukur tingkat

distribusi pendapatan penduduk. Diantara alat tersebut yang sangat umum

dipergunakan adalah Gini Indeks.

(1) Gini Indeks

Rumus:

n
Gi = 1 - ( Pi - Pi – 1 ) ( Qi + Qi-1 ), 0 Gi 1
i-1

Dimana:

Pi = % kumulatif jumlah penduduk

Universitas Sumatera Utara


Qi = % kumulatif jumlah pendapatan

Gi = 0, Perfect Equality

Gi = 1, Perfect Inequality

(2) Kurva Lorenz

Kurva Lorenz secara umum sering dipergunakan untuk menggambarkan bentuk

ketimpangan yang terjadi terhadap distribusi pendapatan masyarakat. Kurva

Lorenz digambarkan pada sebuah bidang persegi bujur sangkar dengan bantuan

garis diagonalnya. Semakin dekat kurva ini dengan diagonalnya, berarti

ketimpangan yang terjadi semakin rendah dan sebaliknya semakin melebar

kurva ini menjauhi diagonal berarti ketimpangan yang terjadi semakin tinggi.

Bentuk Kurva Lorenz biasanya digambarkan berdasarkan data yang diperoleh

setelah menghitung angka Gini atau seperti terlihat pada gambar berikut ini:

B
100%

% Qi

A
% Pi 100%
0

Gambar 2.11 Kurva Lorenz

(3) Kriteria Bank Dunia

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Kriteria Bank Dunia di dalam menentukan tingkat ketimpangan

yang terjadi dalam distribusi pendapatan penduduk, maka penduduk dibagi

menjadi tiga kategori yaitu:

a) 20% Penduduk pendapatan tinggi

b) 40% Penduduk pendapatan sedang

c) 40% Penduduk pendapatan rendah

dengan kriteria ketimpangan.

1) Tinggi, 40% penduduk pendapatan rendah menerima pendapatan nasional <

12%,

2) Sedang, 40% penduduk pendapatan rendah menerima pendapatan nasional

12%- 17%, dan

3) Rendah, 40% penduduk pendapatan rendah menerima pendapatan nasional >

17%.

Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah dengan menggunakan

Williamson Index dan ukuran ketimpangan lainnya. Selanjutnya dilanjutkan pula

dengan pembahasan tentang ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia

yang dilanjutkan dengan faktor-faktor utama yang menentukan ketimpangan tersebut.

Terakhir dilakukan pembahasan tentang beberapa kemungkinan kebijakan yang dapat

dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk penanggulangan ketimpangan

pembangunan antar wilayah tersebut (Sjafrizal, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Ketimpangan pembangunan ekonomi dan penghapusan kemiskinan

merupakan permasalahan dalam pembangunan. Lewat pemahaman yang mendalam

akan masalah ketimpangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan dapat

memberikan dasar yang baik untuk menganalisis masalah pembangunan yang lebih

khusus agar permasalahan pembangunan ini bisa dipecahkan dengan perencanaan

pembangunan yang lebih baik (Arsyad, 2004).

Ketimpangan pembangunan ekonomi dapat mengakibatkan konsekuensi

sosial dalam pembangunan itu sediri. Konsekuensi dari ketimpangan pembangunan

ekonomi adalah rendahnya mobilitas sosial dan dapat menyebabkan kemiskinan

(Colclough, 1990).

Ketimpangan pembangunan ekonomi dari waktu kewaktu telah banyak

dianalisis secara empiris dengan menggunakan pendekatan teori-teori yang ada

(Harrison, 1984).

Williamson (1965) meneliti hubungan antara disparitas regional dengan

tingkat pembangunan ekonomi, dengan menggunakan data ekonomi negara yang

sudah maju dan yang sedang berkembang. Ditemukan bahwa selama tahap awal

pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan

terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih “matang”, dilihat dari

pertumbuhan ekonomi, tampak adanya keseimbangan antar daerah dan disparitas

berkurang dengan signifikan.

Universitas Sumatera Utara


Ketimpangan pembangunan antar kecamatan dapat dianalisis dengan

menggunakan indeks ketimpangan regional (regional inequality) yang dinamakan

indeks ketimpangan Williamson (Sjafrizal, 1997):

(Yi − Y ) 2 fi / n
IW =
Y

Dimana:

IW = Indeks ketimpangan wilayah kecamatan

Yi = Pendapatan per kapita di kecamatan i

Y = Pendapatan per kapita rata-rata Kabupaten / Kota i

fi = jumlah penduduk di kecamatan i

n = jumlah penduduk Kabupaten / Kota i

Masalah ketimpangan ekonomi antar daerah tidak hanya tampak pada wajah

ketimpangan perekonomian Pulau Jawa melainkan juga antar Kawasan Barat

Indonesia (Kabarin) dan Kawasan Timur Indonesia (Katimin). Berbagai program

yang dikembangkan untuk menjembatani ketimpangan antar daerah selama ini

ternyata belum mencapai hasil yang memadai. Alokasi penganggaran pembangunan

sebagai instrumen untuk mengurangi ketimpangan ekonomi tersebut tampaknya perlu

lebih diperhatikan di masa mendatang. Strategi alokasi anggaran itu harus mendorong

dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menjadi alat mengurangi

kesenjangan/ketimpangan regional (Majidi, 1997).

Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi modal,

keterampilan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah

Universitas Sumatera Utara


merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan.

Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan

kecenderungan terjadinya ketimpangan antar daerah dan antar sektor ekonomi suatu

daerah. Bertitik tolak dari kenyataan itu, Ardani (1992) mengemukakan bahwa

kesenjangan/ketimpangan antar daerah merupakan konsekuensi logis pembangunan

dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri.

Menurut Myrdal (1957), perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah

yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effects)

mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap pertumbuhan

daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang

mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya

menurun, sehingga mengakibatkan ketimpangan antar daerah (Arsyad,1999).

Menurut Kuncoro (2002), konsep entropi Theil dari distribusi pada dasarnya

merupakan aplikasi konsep teori informasi dalam mengukur ketimpangan ekonomi

dan konsentrasi industri. Studi empiris yang dilakukan Theil dengan menggunakan

indeks entropi menawarkan pandangan yang tajam mengenai pendapatan regional per

kapita dan kesenjangan pendapatan, kesenjangan internasional, serta distribusi produk

domestik bruto dunia.

Untuk mengukur ketimpangan pendapatan regional bruto provinsi, Ying

menggunakan indeks entropi Theil. Indeks entropi Theil tersebut dapat dibagi/diurai

menjadi dua subindikasi, yaitu ketimpangan regional dalam wilayah dan ketimpangan

Universitas Sumatera Utara


regional antarwilayah atau regional (Ying, 2000). Dengan menggunakan alat analisis

indeks entropi Theil akan diketahui ada tidaknya ketimpangan yang terjadi di

kabupaten/kota. Rumus dari indeks entropi Theil adalah sebagai berikut (Ying, 2000):

I(y) = (yj / Y)x log [(yj / Y) / ( xj / X) ]

Di mana:

I(y) = indeks entropi Theil

yj = PDRB per kapita kecamatan j

Y = rata-rata PDRB per kapita Kabupaten / kota j

xj = jumlah penduduk kecamatan j

X = jumlah penduduk Kabupaten / Kota j

Indeks entropi Theil memungkinkan kita untuk membuat perbandingan

selama kurun waktu tertentu. Indeks ketimpangan entropi Theil juga dapat

menyediakan pengukuran ketimpangan secara rinci dalam subunit geografis yang

lebih kecil, yang pertama akan berguna untuk menganalisis kecenderungan

konsentrasi geografis selama periode tertentu; sedang yang kedua juga penting ketika

kita mengkaji gambaran yang lebih rinci mengenai ketimpangan spasial. Sebagai

contoh ketimpangan antar daerah dalam suatu negara dan antar subunit daerah dalam

suatu kawasan (Kuncoro, 2002).

2.4.8 Penyebab Ketimpangan Pendapatan

&

Universitas Sumatera Utara


3!

3!

% " # &

- 4 "*/15# - "()).# 2

&

&

" #

8 7

Universitas Sumatera Utara


&

4 " #

, "*//1# 4 "*//2# ' "())*#

% -

*/1) */2) ,

&

Universitas Sumatera Utara


&

Ekonomi aglomerasi atau ekonomi eksternal yang tercipta karena

terkonsentrasinya para produsen telah diterima luas sebagai salah satu penyebab

terciptanya kota. Eksternalitas dalam spasial dalam arti berkaitan dengan kedekatan

(proximity) antar perusahaan, dimana perusahaan menerima keuntungan eksternal

(external benefits) dengan berlokasi saling berdekatan satu dengan yang lain.

Weber adalah salah seorang yang pertama-tama mengajukan pertanyaan

mengapa pabrik-pabrik cenderung berlokasi saling berdekatan. Menurut Weber,

ekonomi aglomerasi (deglomerasi) menentukan apakah industri terkonsentrasi di

suatu tempat atau tersebar di lebih dari satu tempat. Karena itu, ekonomi aglomerasi

disebabkan oleh faktor-faktor aglomerasi yang unik, bukan hanya karena orientasi

lokasi seperti orientasi tenaga kerja (labor orientation) dan transportasi (transport

orientation).

Hoover mengkritik teori aglomerasi Weber sebagai tidak membedakan tiga

kekuatan (forces) yang mempengaruhi biaya produksi (production costs), yaitu (i)

ekonomi skala besar (large-scale economies), suatu skala ekonomi internal terhadap

perusahaan pada suatu lokasi tertentu (Mills; Dixit,); (ii) ekonomi lokalisasi

(localization economies), eksternal terhadap perusahaan pada suatu lokasi tertentu

Universitas Sumatera Utara


tetapi internal terhadap industri (Henderson; Ogawa dan Fujita; dan Fujita dan

Ogawa); (iii) ekonomi urbanisasi (urbanization economies), eksternal terhadap

industri pada suatu lokasi tertentu tetapi internal terhadap kawasan perkotaan (Arnott;

Kanemoto; dan Upton).

Sebagian besar model ukuran kota (city size) yang menjelaskan keberadaan

ekonomi aglomerasi mendasarkan analisa mereka pada alokasi pertanian

(agricultural allocation theory) dari von Thunen. Dalam modelnya, von Thunen

memperlihatkan kota besar tunggal (a single large city) di tengah-tengah suatu

dataran yang subur. Produk-produk tertentu yang biaya transportasi paling tinggi di

produksi berlokasi paling dekat dengan kota dengan tujuan mengurangi biaya

transportasi. Terdapat hubungan terbalik (inverse) antara sewa tanah (land rent) dan

biaya transportasi, semakin jauh jarak suatu lokasi dari kota semakin rendah tingkat

sewa tanah. Keberlakuan hubungan ini dengan mudah diubah menjadi zona

konsentris (concentric zone) dari teori sewa-perkotaan (urban-rent theory). Caranya

adalah dengan mengubah pusat kota di tengah-tengah dataran menjadi distrik pusat

bisnis (central business district/CDB). Untuk selanjutnya distrik pusat bisnis akan

kita sebut sebagai DPB. Lokasi DPB berada tepat di tengah kota dikelilingi oleh

daerah pinggiran kota suburbs) dimana para konsumen dan pekerja tinggal. Semua

kegiatan produksi berlokasi di DPB.

Dua karya utama dalam ekonomi skala besar adalah makalah-makalah yang

ditulis berturut-turut oleh Mills dan Dixit. Mills mengasumsikan suatu kota berpusat

Universitas Sumatera Utara


tunggal (monocentric) dengan tiga jenis produksi: barang, transportasi, dan

perumahan. Mills selanjutnya menganggap adanya skala hasil yang meningkat

(increasing returns to scale), karena itu produsen barang bersifat monopoli. Mills

memperlihatkan secara analitis bahwa semakin besar tingkat peningkatan hasil

(increasing returns) dalam produksi barang, semakin tidak elastis (in elastic)

permintaan terhadap barang tersebut. Persyaratan ini diperlukan bagi produsen agar

dapat membayar nilai produk marginal (value of marginal product) dari faktor-faktor

produksi (inputs).

Model struktur kota yang bersifat lebih umum dikembangkan oleh Dixit.

Tema utama dari karya Dixit adalah ukuran kota optimum (optimum city size) yang

ditentukan oleh keseimbangan antara skala ekonomi produksi (economies of scale in

production) dan disekonomi (diseconomies) transportasi disebabkan oleh kemacetan

lalulintas (congestion). Dixit membuat asumsi bahwa hanya terdapat satu perusahaan

yang memproduksi komoditi tunggal dan skala hasil yang meningkat. Seperti model

yang dikembangkan oleh Mills, model yang dikembangkan oleh Mills, Dixit

beramsusi produsen barang adalah monopoli beralokasi di PDB. Namun

dibandingkan dengan model Mills, model yang dikembangkan oleh Dixit bersifat

umum. Dixit mengintegrasikan manfaat sebagai fungsi dari barang industri dan

perumahan (tanah). Model Dixit memperlihatkan analitis bahwa tingkat skala

peningkatan (degree of increasing returns) sama dengan rasio sewa tanah terhadap

nilai output.

Universitas Sumatera Utara


Sekalipun model Dixit memberikan sumbangan besar pada pemahaman kita

mengenai ekonomi aglomerasi dalam suatu rangka yang lebih umum, namun kritik

keras terhadap model ini adalah pemberlakuan skala ekonomi dalam sistem monopoli

dianggap terlalu sederhana. Skala peningkatan internal (internal returns to scale) bagi

produsen yang memiliki kekuatan monopoli susah untuk diterima sebagai penyebab

ekonomi aglomerasi. Model ini tidak memberikan banyak penjelasan terhadap

keadaan kota modern sebenarnya. Fenomena suatu kota modern adalah terdapat

banyak produsen dan terjadi perdagangan antarkota, keadaan ini jauh berbeda dari

keadaan pasar monopoli. Kritik ini juga berlaku pada model yang dikembangkan oleh

Mills.

Ketidakpuasan terhadap proposisi bahwa ekonomi skala besar merupakan

penentu konsentrasi industri di daerah perkotaan besar mengarah pada usaha-usaha

untuk mengembangkan model teoritis yang dapat menjelaskan keberadaan ekonomi

lokalisasi. Ekonomi aglomerasi dalam pengertian ekonomi lokalisasi dianalisa, antara

lain, oleh Henderson. Ciri utama dari model Henderson adalah mengasumsikan

terdapat banyak perusahaan kecil di daerah perkotaan yang masing-masing

memandang dirinya berhadapan dengan teknologi berskala hasil yang konstan

(constant returns to scale), sementara itu industri secara keseluruhan memperoleh

peningkatan hasil (increasing returns) yaitu skala ekonomi bersifat eksternal terhadap

perusahaan. Kita dapat menyebut jenis eksternalitas seperti ini sebagai skala ekonomi

ala Chipman, karena Chipman yang mengusulkan pendekatan ini. Karena itu, produk

Universitas Sumatera Utara


marginal tenaga kerja pribadi (private marginal product of labor) dalam industri

berbeda dengan produk marginal sosial (social marginal product). Keadaan ini

mempertahankan keberlakuan habisnya (exhaustion) penerimaan perusahaan untuk

pembayaran faktor-faktor produksi atau penerimaan sama dengan pengeluaran.

Pasar dicirikan oleh persaingan sempurna karena setiap perusahaan yang ikut

serta dalam persaingan (entering) diuntungkan oleh eksternalitas skala ekonomi

industri. Henderson mengintegrasikan faktor eksternalitas pada peubah (variable)

output dari fungsi produksi, karena itu kita anggap model Henderson memperlihatkan

ekonomi lokalisasi (Juoro, 1989).

Pendapatan merupakan salah satu variabel yang menentukan pengembangan

wilayah. Dalam proses pembangunan wilayah terjadi ketimpangan pendapatan

(Nishiola 1994).

Menurut Kim dkk (2003) ketimpangan pendapatan dapat dipengaruhi oleh

empat variabel yaitu pendidikan, kesempatan kerja, infrastruktur dan jaringan

informasi. Menurut Song dkk (2000) terdapat lima variabel yang menjadi faktor yang

mempengaruhi terjadinya ketimpangan pendapatan yaitu investasi, infrastruktur,

modal manusia, jumlah penduduk dan letak geografis. Menurut hasil penelitian

Rahman (2002) ketimpangan pendapatan dapat dipengaruhi oleh skill dan

penggunaan teknologi dalam proses produksi. Menurut Wilder dkk. (1999) perbedaan

tingkat pendidikan dan budaya masyarakat merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi ketimpangan pendapatan, sedangkan hasil penelitian Ding (2002)

Universitas Sumatera Utara


menanggapi tentang kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi ketimpangan.

Shangkar dan Shah (2003) kebijakan pembangunan yang berkaitan dengan alokasi

dana pembangunan yang tidak berimbangan dapat menyebabkan ketimpangan

pendapatan. Menurut Mukhopadhaya (2003) menyatakan bahwa kebijakan

pemerintah terhadap kaum imigran dapat menyebabkan terjadi ketimpangan

pendapatan di masyarakat.

Sejumlah studi empirik berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab

ketimpangan distribusi pendapatan dari berbagai tinjauan. Beberapa studi

menyampaikan beberapa variabel makro-ekonomi berpengaruh terhadap distribusi

pendapatan seperti inflasi dan pengangguran menurut studi Mocan (1999) dan Blejer

dan Guererro (1990).

& &

&

: "()))#

' "*///#

4 "*//2#

& &

; "*//2# < "()))# "()))#

Universitas Sumatera Utara


Sementara itu penelitian yang menyangkut pengukuran ketimpangan distribusi

pendapatan yang terjadi di daerah di Indonesia antara lain di Kutai Kartanegara oleh

BPS (2005) yang menemukan koefisien Gini sebesar 0,31. Koefisien Gini ini

mengindikasikan ketimpangan distribusi yang cukup rendah. Hal ini didukung

dengan keberhasilan kebijakan dalam menurunkan kemiskinan di kabupaten tersebut.

Penelitian lain khususnya di Kabupaten Banyumas pernah dilakukan oleh Suroso dkk

(2005) yang menemukan ketimpangan distribusi pendapatan di Banyumas tahun 2005

dengan koefisien Gini sebesar 0,432. Koefisien Gini tersebut mengindikasikan

ketimpangan pendapatan yang cukup besar. Hasil ini juga menunjukkan

kecenderungan yang meningkat dibanding keadaan sebelumnya. Dibandingkan

dengan Kabupaten Kutai Kartanegara, maka Kabupaten Banyumas yang memiliki

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih rendah menujukkan

ketimpangan distribusi pendapatan yang relatif tinggi.

Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan

masalah yang sulit dicapai, namun berkurangnya kesenjangan adalah salah satu tolok

ukur keberhasilan pembangunan. Indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat

pemerataan pendapatan masyarakat adalah distribusi pendapatan masyarakat diantara

golongan penduduk (golongan pendapatan). Pendapatan masyarakat sangat

tergantung dari lapangan usaha, pangkat dan jabatan pekerjaan, tingkat pendidikan

umum, produktivitas, prospek usaha, permodalan dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut

menjadi penyebab perbedaan tingkat pendapatan penduduk. Indikator distribusi

Universitas Sumatera Utara


pendapatan yang didekati dengan pengeluaran per kapita akan memberikan petunjuk

aspek pemerataan pendapatan yang telah tercapai. Walaupun hal ini tidak

mencerminkan tingkat pendapatan yang sebenarnya namun paling tidak memberikan

petunjuk untuk melihat arah dari perkembangan yang terjadi. Selama ini untuk

mendapatkan informasi mengenai pendapatan sebenarnya menemui bermacam

kendala diantaranya: tidak terus terangnya responden memberikan informasi yang

sebenarnya, ada yang membesarkan ada pula yang mengecilkan. Selain itu terkadang

menjadi tidak etis pada sebagian orang untuk meminta informasi mengenai

pendapatan yang sebenarnya.

Sulitnya mendapatkan tingkat pendapatan yang sebenarnya menjadi alasan

penggunaan pendekatan pengeluaran untuk mengetahui distribusi pendapatan

masyarakat. Dalam realitanya tingkat pengeluaran akan berbanding lurus dengan

tingkat pendapatan. Semakin besar pendapatan masyarakat maka akan semakin besar

tingkat pengeluaran. Asumsi ini menjadi acuan dalam kajian untuk mengukur

distribusi pendapatan masyarakat.

2.5 Penelitian Terdahulu


No Pengarang Judul Permasalahan Metode Hasil
dan Data
Variabel
1 Neuman M Notes on Bagaimana Kajian Kontribusi
2005 The Uses tentang teori teoritis perencanaan
and scope perencanaan kota terhadap
of city kota keberhasilan
planning pembanguna-
theory n. Ada empat
teori yang

Universitas Sumatera Utara


digunakan,
explanation,
prediction,
justification,
and
normative
guidance.
2 Ayatac H The Bagaimana Metode Penerapan
2007 Internation penerapan ekploratif perencanaan
al konsep di Turkey
Diffusion perencanaan dengan
of Planning Kota di Turkey penerapan
Ideas: The konsep
Case of perencanaan
Istanbul, difusi.
Turkey Konsep
No Pengarang Judul Permasalahan Metode Hasil
dan Data
Variabel
difusi adalah
proses
perencanaan
dengan
mengkombi-
nasi
pengalaman
ekonomi,
politik dan
budaya
Turkey.

3 Beauregar R, More Than Bagaimana Metode Penerapan


2007 Sector teori Hoyt deskriptif teori Hoyt
Theory: dalam terhadap
Homer perkembangan perkemba-
Hoyts kota ngan ilmu
Contributio perencanaan.
ns to produk
Planning perencana
Knowledge dapat
memberikan
manfaat

Universitas Sumatera Utara


kepada
masyarakat
kota.
4 Alexander.E. Institutiona Bagaimana Kajian Pola
R, 2005 l Pola Teoritis perencanaan
Transforma Kelembagaan kota
tion and Perencanaan dilaksanakan
Planning Kota oleh sebuah
From kelembagaan
Institutiona khusus
lization perencanaan
Theory To yang
Institutio- berfungsi
nal Design sebagai
koordinasi
perwakilan
dan
sosialisasi
produk
perencanaan.
No Pengarang Judul Permasalahan Metode Hasil
dan Data
Variabel
5 Sanyal. B Planning Bagaimana Metode Akibat
2005 As Dampak Survei Kesalahan
Anticipatio Akibat Membuat
n Of Kesalahan Perencanaan
Resistance Dalam Sehingga
Perencanaan Antisipasi
Pembangunan terhadap
perencanan
sektor publik
berakibat
pada
pembangu-
nan sektor
publik tidak
tepat pada
sasarannya.
6 Yabuta Economic Ketidakstabila Kajian Perilaku
Masahiro, Growth n model teoritis perpaduan
1993 Models pertumbuhan perdagangan

Universitas Sumatera Utara


with Trade ekonomi telah
Unions: membantu
NAIRU ekonomi
and Union kapitalis
Behavior untuk
menetapkan
tahap
kesinambu-
ngan
keseimban-
gan
pertumbuhan
ekonomi.
7 Bergh dan Higher Pengaruh Deskriptif Hasil
Fink, 2009 education, pendidikan penelitian
elite terhadap pengaruhnya
institutions ketimpangan terhadap
and ketimpangan
inequality pendapatan
masih
ambigu,
karena
pendidikan
tinggi
No Pengarang Judul Permasalahan Metode Hasil
dan Data
Variabel
meningkat-
kan
ketimpangan
pendapatan
di posisi
teratas dari
distribusi
pendapatan,
juga
mengurangi
ketimpangan
pendapatan
yang rendah.
8 Friseh, Measuring Bagaimana Metode Perencanaan
Michael regional membuat Eksplo- mengguna-

Universitas Sumatera Utara


2002 capacity perencanaan ratif kan konsep
untuk wilayah partisipatif,
yang pemberdaya-
mengalami an
tekanan masyarakat,
ekonomi. untuk
menciptakan
lapangan
kerja.
9 Basu, dkk A Theory Faktor-faktor Regresi Secara
2009 of perencanaan, paradoks,
Employme produktivitas hasil dengan
nt sektor swasta, seorang
Guarantees pemerataan perencana
: pangsa pasar yang hanya
Contestabil dan kebutuhan memperhati-
ity, akan lapangan kan pada
Credibility kerja umum efisiensi
and terhadap dapat
Distributio distribusi menyebab-
nal pendapatan kan
Concerns kurangnya
efisien hasil
apabila
dibandingkan
dengan
seorang
perencana
No Pengarang Judul Permasalahan Metode Hasil
dan Data
Variabel
yang lebih
memfokus-
kan pada
fungsi
kesejahteraan
yang juga
mempengaru
hi masalah
kemiskinan.
10 Allmendinge Towards a Bagaimana Kajian Interpretasi
r, Philip post- menginterpre- Teoritis teori dapat

Universitas Sumatera Utara


2002 positivist tasikan sebuah membantu
typology of teori merancang
planning perencanaan sebuah ide
theory atau gagasan
program
pembangu-
nan sebuah
kawasan.
11 Kim dkk Impact of Bagaimana Metode Ketimpangan
(2003) national pengaruh regresi pendapatan
developme kebijakan - Kebija- dapat
ntand desentaralisasi kan dipengaruhi
decentraliz terhadap Desent- oleh empat
ation ketimpangan ralsasi variabel yaitu
policies on pendapatan - Pendapa- pendidikan,
regional wilayah di tan kesempatan
income Korea - Data kerja,
disparity in Primer infrastruktur
Korea dan jaringan
informasi.
12 Pierow. G.Y. Regional Bagaimana Metode Pada saat
2003. Disparities bentuk Deskriptif beberapa
in the ketimpangan - Tenaga kota di
Labour wilayah bila Kerja Jerman
Market ditinjau dari - mengalami
pasar tenaga Pedapatan peningkatan
kerja di - Data penganggu-
Jemrman Sekunder ran, ada
beberapa
kota yang
mampu
menurunkan
No Pengarang Judul Permasalahan Metode Hasil
dan Data
Variabel
angka
pengganggur
an karena
kota-kota
tersebut
mampu
manampung

Universitas Sumatera Utara


tenaga kerja
lebih di
sektor
industri.
13 Alain Piche Regional Kajian teoritis Kajian Kebijakan
1982 disparities: tentang teortis dan pengembang
towards a Ketimpangan historis an wilayah
theoretical regional akan berkibat
understandi timbulnya
ng of the ketimpangan
canadian wilayah.
case
14 Biles.R.S. Regional Bagaimanan Metode Kebijakan
2000. disparities membuat ekploratif publik perlu
in welfare kebjikan untuk mendorong
reform: mengurangi terciptanya
appalachin ketimpangan kesejahteraan
poverty masyarakat
and the dengan
dilemmas meningkat-
of public kan program
policy kesehatan
dan
pendidikan.
15 Wang.F. Regional Bagaimana Metode Terjadi
1997 disparities regional regresi ketimpangan
in china: disparitas di - Sumber wilayah
the Cina Daya antara
agricultural Alam kawasan
aspect - Etos timur dan
Kerja barat Cina.
- Budaya Ketimpangan
regional yang
meningkat
telah
menimbul-
No Pengarang Judul Permasalahan Metode Hasil
dan Data
Variabel
-Pendapa- kan banyak
tan masalah
- Data sosial dan

Universitas Sumatera Utara


Primer ekonomi.
- Data
Sekunder
16 Dijana Maria Politics and Bagaimana Metode Masalah
Plestina Inequality: dampak survei ketimpangan
2001 A Study of ketimpangan - Pendapa- regional telah
Regional ekonomi tan membawa
Disparities regional di - Kondisi implikasi
in Yugoslavia Sosial terhadap
Yugoslai- terhadap Politik kondisi
via kondisi sosial stabilitas
politik politik pada
wilayah maju
dan wilayah
terbelakang.
17 Ositadinma. Regional Tujuan dari Metodolo Studi
E, 1987 socio- studi ini adalah gi tersebut menunjukan
economic untuk meneliti mengguna kecenderung
diparities ketimpangan kan an tren
in nigeria: regional di statistic perkembang-
policy Nigeria dari deskriptif an regional
implication tahun 1970 Nigeria
sampai 1985 menggambar
dan kan model
menentukan Myrdal dan
apakah tren membuat
regional mereka
mencerminkan kelihatan
atau hampir
menggambar- serupa
kan model dengan India
perkembangan dan Brazil.
ekonomi Kebijakan
Kuznet atau pemerintah
Myrdal haruslah
bertujuan
untuk
meningkat-
kan SDM
dan

Universitas Sumatera Utara


No Pengarang Judul Permasalahan Metode Hasil
dan Data
Variabel
pendapatan
masyarakat
dimasa yang
akan datang
di setiap
negara
bagian
dengan
menekankan
teknologi
yang sesuai&
intermediasi.
18 Francois Technolo- Menganalisa Analisa Terjadi
Marier gy and pertumbuhan shift-share perubahan-
2000 Infrastruktu sektor industri, - Pendapa- perubahan di
re in perubahan- tan sector
Regional perubahan Regonal industri-
Develop- pada sosio - Kondisi industri.
ment ekonomi, dan Sosial Perubahan
Policies pengaruh- Ekonomi sector ini
and the pengaruh dari - Sektor mengakibat-
Evolution ketimpangan Industri kan terjadi
of Regional regional - Infras- ketimpangan
Disparities: truktur wilayah.
The Case - Data
of New Sekunder
Brunswick
1986-1996
19 Dapeng Hu Trade, Apakah Metode Globalisasi
1998 Production globalisasi regresi perekonomi-
Agglomera meningkatkan - Pendapa- an telah
tion, and ketimpangan tan menyebab-
Regional regional? - Globali kan
Disparity Kebijakan sasi terjadinya
in develop- regional yang - Kebija ketimpangan
ping count- bagaimana kan wilayah di
ries: Theor- yang efektif - Infras China.
ytical mod untuk truktur
els and a mencegah - Data

Universitas Sumatera Utara


case study ketimpangan Sekunder
of China wilayah?

No Pengarang Judul Permasalahan Metode Hasil


dan Data
Variabel
20 Shiqiang Regional Bagaimana Modeling Hasil
zhan Disparities bentuk tren econome- menunjukan
2000 and ketimpangan tric bahwa
Economic pendapatan - Pendapa- ketimpangan
Growth in wilayah tan pendapatan
China - Jumlah antara
penduduk penduduk
- Pendidi- kota dan
kan penduduk
- Letak desa telah
Geografis meningkat
- Data selama tahun
Sekunder 1978-1997.
21 Inkina.S. Russian Bagaima Metode Ketimpangan
2007. Social model survei wilayah
Model: Is pembangunan - Pemban- terjadi di
There social dan gunan Rusia dapat
Room For ketimpangan Sosial dilihat dari
Regional wilayah - Pendapa- bidang social
Disparities tan masyarakat.
? - Data
Primer
22 Ezcurra and Regional Hubungan Metodolo Mengindikas
Manuel. disparities antara gi semi- ikan adanya
2006 and ketimpangan parametric sebuah
national regional dan proses
Develop- tingkat divergensi
ment perkembangan regional
revisited ekonomi di 14 ketika sebuah
the case of negara Eropa tingkat
western bagian barat perekembang
europe selama periode an tertentu
1980-2002 telah dicapai

Universitas Sumatera Utara


23 Machael B Mobility Bagai bentuk Metode Menunjukan
dan Daniel F and mean ketimpangan Statistik bahwa
2007 reversion ekonomi - Pendapa pendapatan
in the wilayah tan regional Gini
dynamics - Infra divergen,
of regional struktur namun
inequality Wilayah setelah ada
- Data kebijakan
Sekunder untuk
meningkat-
No Pengarang Judul Permasalahan Metode Hasil
dan Data
Variabel
kan
pendapatan,
maka
ketimpangan
wilayah
mengecil.
24 Nelson dan Employ- Bagaimana Metode Ketimpangan
Lorence ment In pengaruh regresi pendapatan
1995 Service industri jasa - Pendapa- pekerja
Activities terhadap tan terjadi pada
and ketimpangan - Kesem sektor
Inequality pendapatan patan industri jasa.
ini laki-laki di 125 - Kerja Bila sektor
Metropoliti kota Sektor industri jasa
an Area Metropolitan Jasa memperluas
Amerika - Data kesempatan
Serikat Sekunder kerja di suatu
wilayah,
maka akan
terjadi
ketimpangan
wilayah.
25 Gabszewicz Price Bagaimana Metode Kompetisi
and Thise Competiti- pengaruh Regresi harga dan
1987 on, Quality kompetisi - Kompeti kualitas
and Income harga dan Si harga barang yang
Disparities kualitas barang - Kualitas dihasilkan
yang Barang berpengaruh
dihasilkan - Pendapa terhadap

Universitas Sumatera Utara


terhadap tan ketimpangan
ketimpangan - Data wilayah.
pendapatan Primer
26 Miguel dan Spatial Meneliti Shift- Ketimpangan
Ezcurra Dispariti tentang share wilayah
2005 es in Pro kekuatan analysis dalam hal
ductivity peranan - Tata produktivitas
and Indus respektif Ruang sangat
tri Mix : melalui faktor - Industria berhubungan
The Case wilayah dan lisasi dengan
of The sektoral dalam - Data perbedaan
European konvegen dan Sekunder intrinsik
Regions divergen antar
wilayah.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai