Kerjasama
Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur
dengan
Centre for Security and Welfare Studies (CSWS),
FISIP, Universitas Airlangga
2016
1
Apa Itu Perencanaan Pembangunan Desa?
Pertanyaan lain, bagaimana mencapai hasil yang lebih baik atau minimal
terjawab melalui perencanaan yang akan diformulasikan pada setiap periode.
Sejauhmana perubahan atau perbedaan dari rencana masa lampau dengan yang telah
dicapai dan kemungkinan ke depan.
Perencanaan pembangunan desa merupakan suatu panduan atau model
penggalian potensi dan gagasan pembangunan desa yang menitikberatkan pada
peranserta masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan. Konsep ini dilandasi
oleh nilai-nilai dan semangat gotong royong yang telah mengakar dalam budaya
masyarakat Indonesia. Gotong royong bertumpu pada keyakinan bahwa setiap warga
masyarakat memiliki hak untuk memutuskan dan merenca-nakan apa yang terbaik
bagi diri dan lingkungan serta cara terbaik dalam upaya mewujudkannya. Secara garis
besar perencanaan desa mengandung penger-tian sebagai berikut;
a. Perencanaan sebagai serangkaian kegiatan analisis mulai dari identify-kasi
kebutuhan masyarakat hingga penetapan program pemba-ngunan.
b. Perencanaan pembangunan lingkungan; semua program peningkatan
kesejahteraan, ketentraman, kemakmuran dan perdamaian masyarakat di
lingkungan pemukiman dari tingkat RT/RW, dusun dan desa
c. Perencanaan pembangunan bertumpu pada masalah, kebutuhan, aspirasi dan
sumber daya masyarakat setempat.
d. Perencanaan desa menjadi wujud nyata peran serta masyarakat dalam
membangun masa depan.
e. Perencanaan yang menghasilkan program pembangunan yang diharap-kan
dapat memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan, kemakmuran
dan perdamaian masyarakat dalam jangka panjang.
Strategis
Perenanaan desa merupakan dokumen milik bersama sebagai acuan kebijakan desa
yang disusun secara partisipatif melibatkan pemangku kepentingan. Prinsip
musyawarah dan partisipasi menjadi landasan dalam proses peren-canaan di desa
dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan melibatkan masyarakat dalam setiap
tahapan pengambilan keputusan perencanaan, mencakup:
Politis
Rencana desa merupakan hasil kesepakatan berbagai unsur dan kekuatan politik
dalam kerangka mekanisme kenegaraan yang diatur melalui undang-undang. Dengan
kata lain, hasil perencanaan desa sebagai sebuah produk politik yang dalam
penyusunannya melibatkan proses konsultasi dengan kekuatan politis terutama Kepala
Desa dan BPD:
a. Dilakukan konsultasi dengan kepala desa untuk penerjemahan yang tepat dan
sistematis atas visi, misi, dan program kepala desa ke dalam tujuan, strategi,
kebijakan, dan program pembangunan desa;
b. Melibatkan BPD dalam proses penyusunan rencana pembangunan desa;
c. Beberapa pokok pikiran BPD menjadi acuan dalam proses penyusunan
rencana pembangunan desa;
d. Review, saran dan masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan
berkaitan terhadap rancangan dokumen perencanaan;
e. Dilakukan pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Desa (Perdes);
f. Pengesahan dokumen rencana pembangunan desa sebagai peraturan desa
yang mengikat semua pihak untuk melaksanakannya dalam enam tahun ke
depan.
Top-down Planning
Prinsip-Prinsip Partisipasi
Bukan sesuatu hal yang mudah untuk menerapkan kata partisipasi terutama
pada suatu lingkungan masyarakat tertentu. Berbagai faktor budaya, sosial, ekonomi,
dan politik sangat berpengaruh, menyebabkan formalisasi partisipasi menjadi sangat
bervariasi satu dengan lainnya. Tidak ada satu formulasi yang baku tentang konsep
partisipasi. Kata ini, mengandung suatu yang bergerak dinamis dalam suatu proses
belajar. Partisipasi dibangun atas dasar beberapa prinsip diantaranya;
Partisipasi bukan sesuatu yang dipaksakan dari atas ke bawah top down atau
dikendalikan oleh individu atau kelompok melalui mekanisme kekuasaan. Partisipasi
tumbuh berdasarkan kesadaran dan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat.
Prakarsa dan inisiatif muncul dari, oleh dan untuk masyarakat sebagai suatu proses
belajar sepanjang hayat. Partisipasi merupakan suatu proses pelembagaan yang
bersifat bottom-up, dimana berbagai pengalaman yang terjadi dijadikan masukan
dalam pengembangan program.
Indikator Partisipasi
Pelaksanaan program
Masyarakat terdiri dari anggota unit atau organ pengambilan keputusan yang
pertanggungjawab terhadap proses identifikasi, desain, pelaksana-an dan
evaluasi program.
Masyarakat baik laki-laki atau perempuan menduduki posisi pelaksana unit
pengambilan keputusan.
Hanya beberapa kelompok atau kalangan tertentu saja yang menduduki poisisi
pelaksana unit pengambilan keputusan.
Hanya beberapa posisi unit pengambilan keputusan tertentu saja yang diduduki
oleh masyarakat.
Seluruh elemen yang ada dalam masyarakat merupakan anggota suatu
perkumpulan sukarela yang bertanggungjawab untuk berlanjutnya program
pembangunan.
Seluruh elemen yang ada dalam masyarakat merupakan anggota suatu
perkumpulan yang didirikan untuk membangun dan memelihara keberlanjutan
program.
Peran DPRD
RPJM Desa menjadi acuan dalam penyusunan RKP Desa. RKP Desa memuat
rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa. RKP Desa paling
sedikit berisi uraian mengenai: (1) evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya, (2)
prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh desa, (3) prioritas
program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola melalui kerja sama antar-desa dan
pihak ketiga, (4) rencana program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh desa
sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota; dan (5) pelaksana kegiatan desa yang terdiri atas
unsur perangkat desa dan/atau unsur masyarakat desa. RKP Desa disusun oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
berkaitan dengan pagu indikatif desa dan rencana kegiatan dari Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. RKP Desa mulai disusun oleh
Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan dengan peraturan desa
paling lambat akhir bulan September tahun berjalan. Berdasarkan RKP Desa maka APB
Desa dapat disusun dan ditetapkan. Mendasarkan Pasal 120 PP No. 43/2014
mencantumkan bahwa RPJM Desa dan/atau RKP Desa dapat diubah jika:
a. terjadi peristiwa khusus seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan/atau Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. Perubahan
RPJM Desa dan/atau RKP Desa dibahas dan disepakati dalam
musrenbang desa dan selanjutnya ditetapkan dengan peraturan desa.
Pada intinya RPJM Desa merupakan penjabaran visi dan misi Kepala Desa yang
dilantik. RPJM Desa ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung
sejak pelantikan Kepala Desa dengan dasar hukum peraturan desa. Maka Kepala Desa
Setelah Kepala Desa dilantik secara resmi maka dengan segera Kepala Desa
membentuk Tim Penyusun RPJM Desa berjumlah paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling
banyak 11 (sebelas) orang. Anggota Tim Penyusun juga perlu mem-pertimbangkan
keterwakilan perempuan di dalamnya. Tim Penyusun RPJM Desa disahkan dengan
Keputusan Kepala Desa. Struktur Tim Penyusun RPJM Desa antara lain:
1. Kepala Desa selaku pembina.
2. Sekretaris Desa selaku ketua.
3. Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat selaku sekretaris.
4. Anggota yang berasal dari perangkat desa, lembaga pemberdayaan
masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat
lainnya.
RPJM Desa memuat visi dan misi Kepala Desa. Penjabaran visi dan misi Kepala
Desa menjadi sangat penting untuk mendapatkan gambaran yang jelas seperti apa visi,
Tim Penyusun RPJM Desa melakukan pengkajian keadaan desa yang dilakukan
dalam rangka mempertimbangkan kondisi obyektif desa. Laporan hasil peng-kajian
keadaan desa menjadi bahan masukan dalam musyawarah desa dalam rangka
penyusunan perencanaan pembangunan desa. Kegiatan pengkajian ke-adaan desa
meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Penyelarasan data desa.
2. Penggalian gagasan masyarakat.
3. Penyusunan laporan hasil pengkajian keadaan desa.
Penyelarasan data desa dilakukan melalui kegiatan (1) pengambilan data dari
dokumen data desa, dan (2) pembandingan data desa dengan kondisi desa terkini. Data
Dalam kegiatan penggalian gagasan masyarakat ini Tim Penyusun RPJM Desa
melakukan pendampingan terhadap musyawarah dusun dan/atau musyawarah khusus
bersama unsur masyarakat di atas. Penggalian gagasan yang dilakukan dengan cara
diskusi kelompok akan berjalan secara terarah. Dalam pelak-sanaan diskusi
kelompok dapat menggunakan alat bantu berupa sketsa desa, kalender musim, dan
bagan kelembagaan desa sebagai alat kerja untuk menggali gagasan masyarakat. Ketika
terjadi hambatan dan kesulitan dalam penerapan alat bantu kerja tersebut, Tim
Penyusun RPJM Desa dapat menggunakan alat kerja lainnya yang sesuai dengan kondisi
dan kemampuan masyarakat desa. Tim Penyusun RPJM Desa dapat menambahkan alat
Tim Penyusun RPJM Desa melaporkan kepada Kepala Desa mengenai hasil
pengkajian keadaan desa. Berdasarkan laporan hasil kajian keadaan desa, Kepala Desa
menyampaikan laporannya kepada BPD untuk penyusunan rencana pembangunan
desa melalui musyawarah desa.
Tim Penyusun RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa berdasarkan berita
acara hasil kesepakatan musyawarah desa. Rancangan RPJM Desa dituangkan dalam
format rancangan RPJM Desa. Setelah rancangan RPJM Desa selesai disusun maka
Tim Penyusun RPJM Desa membuat berita acara tentang hasil penyusunan
rancangan RPJM Desa yang dilampiri dengan dokumen rancangan RPJM Desa dan
disampaikan kepada Kepala Desa.
Kepala Desa berwenang memeriksa dokumen rancangan RPJM Desa yang telah
disusun oleh Tim Penyusun RPJM Desa. Apabila Kepala Desa belum menyetujui rancangan
RPJM Desa maka Tim Penyusun RPJM Desa harus melakukan perbaikan berdasarkan
arahan Kepala Desa. Jika rancangan RPJM Desa telah disetujui oleh Kepala Desa
dilanjutkan dengan kegiatan musrenbang desa.
Tahap Persiapan
a. Pemerintah desa dan BPD atau lembaga lain yang sejenis berperan dalam
memfasilitasi proses lokakarya-musyawarah sesuai dengan peraturan dan
jadual yang telah disepakati serta membentuk tim kerja atau fasilitator. Tim
kerja beranggotakan 8 orang disesuaikan dengan kondisi masing-masing
daerah. Komposisinya, 3 orang dari unsur pemerintah desa dan 5 orang dari
unsur masyarakat yang diusulkan oleh ketua RW atau kepala dusun dan
organisasi setempat lainnya yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Desa.
b. Tim kerja atau fasilitator terdiri dari 3 (tiga) orang sebagai panitia
pengarah (steering committee), dan 5 orang sebagai panitia pelaksana
(organizing committee).
c. Panitia pengarah adalah perwakilan masyarakat yang terdiri dari orang-
orang yang akan memfasilitasi proses musyawarah meliputi penyiapan
dokumen, peraturan dan bahan acuan lain yang dibutuhkan oleh peserta
dalam pembahasan masalah, perumusan alternatif dan penetapan program
pembangunan desa. Dokumen tersebut di-antaranya;
Dokumen peraturan daerah (Perda).
Rencana strategis dan program investasi kecamatan.
Dokumen program atau proyek tahun sebelumnya, hasil
evaluasi kegiatan dan kegiatan tahun berjalan.
Dokumen draft usulan kegiatan masyarakat
Program atau kegiatan yang telah disetujui dan masuk dalam
APBD.
Tahap Pelaksanaan
Memilih tim perumus yang berasal dari wakil kelompok untuk menjadi tim
perumus. tim ini akan mewakili dalam pembahasan selanjutnya pada pertemuan MAD
di tingkat kecamatan. Perwakilan tersebut berjumlah tiga orang.
Tahap Penutupan
RPJM Desa berlaku selama 6 tahun. Dalam perjalanan implementasi RPJM Desa
dimungkinkan terjadi perubahan-perubahan terhadap isinya. Kepala Desa dapat mengubah
RPJM Desa jika:
a. Terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan.
b. Terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerin-tah daerah
provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/ kota.
c. Perubahan RPJM Desa harus dibahas dan disepakati dalam musrenbang
desa dan selanjutnya ditetapkan dengan peraturan desa yang baru.
Kerjasama
Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur
dengan
Centre for Security and Welfare Studies (CSWS),
FISIP, Universitas Airlangga
2016
37
Apakah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)?
Badan Usaha Milik Desa adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh
masyarakat dan pemerintah desa dalam upaya memperkuat perekonomian
masyarakat desa dan pembentukannya berdasarkan kebutuhan masyarakat dan
potensi yang dimiliki desa. BUMDes adalah lembaga desa yang memiliki kegiatan
menjalankan usaha ekonomi untuk memperoleh manfaat yang berguna bagi
kesejahteraan masyarakat desa secara luas. Dengan demikian, pendirian dan aktivitas
bisnis BUMDes bukan ditujukan bagi kesejahteraan segelintir masyarakat desa, juga
bukan menjadi perpanjangan ataupun perluasan bisnis dari orang-orang tertentu.
Salah satu tujuan pendirian BUMDes untuk mencari keuntungan yang
dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat desa. Namun demikian, perlu dicatat
bahwa BUMDes bukanlah semata-mata hanya untuk mencari keuntungan ekonomis
atau laba, akan tetapi meliputi pula manfaat sosial dan manfaat non-ekonomi lainnya.
Jika semangat pendirian BUMDes hanya diarahkan untuk tujuan pencarian
keuntungan, sering kali yang muncul kemudian adalah konflik/perpecahan diantara
anggota masyarakat yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi. Oleh karena itu,
seyogyanya kedua manfaat ini (ekonomi dan sosial) haruslah berjalan beriringan.
Manfaat ekonomi yang ingin diperoleh dari kegiatan usaha BUMDes adalah
keuntungan atau laba dalam bentuk bertambahnya Pendapatan Asli Desa (PADes),
terbukanya lapangan kerja baru bagi warga desa, dan mendorong munculnya
kegiatan-kegaitan ekonomi desa lainnya. Sementara, manfaat sosial/non-ekonomi lain
dari pendirian BUMDes antara lain, memperkuat rasa kebersamaan diantara warga
desa, memperkokoh kegotongroyongan, menumbuhkan kebanggaan dari warga
terhadap desanya, warga menjadi lebih kerasan tinggal di desa, mendorong
tumbuhnya prakarsa dan gerakan bersama warga untuk membangun desa secara
mandiri, kelestarian lingkungan hidup, semakin baiknya pelayanan pemerintah desa
kepada warga, dan seterusnya.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada Pasal 87
menyebutkan (ayat 1) Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut
BUMDes; (ayat 2) BUMDes dikelola dengan semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan; dan (ayat 3) BUMDes dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi
dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kata dapat dalam undang-undang tersebut mengandung pengertian bahwa desa
Dengan terbitnya UU Desa No. 6 tahun 2014, Desa memiliki otonomi yang
mengarah pada penguatan eksistensi desa beserta semua komponennya. UU Desa
tersebut memberi ruang gerak yang besar kepada kepala desa, perangkat desa dan
masyarakat untuk mengeskplorasi semua potensi yang dimiliki desa menjadi modal
untuk memajukan dan memakmurkan masyarakat desa.BUMDes ini penting karena
lembaga ini bukan hanya sebagai lembaga yang berorientasi profit/bisnis, tetepi
sebagai lembaga bisnis sosial. Karena itu, tolok ukur keberhasilan BUMDes bukan
hanya dari keuntungan yang dicapai, tetapi juga manfaatnya bagi masyarakat desa.
Membangun desa sebagaimana diamanatkan UU Desa adalah desa mandiri.
Untuk mencapai itu, perlu ada lokomotif yang menggerakan desa. Lokomotif
pembangunan desa yang diwujudkan dalam pendirian badan usaha milik desa yang
selanjutnya disebut BUMDes. Dengan adanya BUMDes, maka konsentrasi masyarakat
untuk mencari masukan dapat dilakukan dengan megindentifikasi peluang-peluang
yang ada untuk dikembangkan di desa itu. Jika masyarakat sudah mengenal dan
mengetahui kekayaan yang ada di desa maka mereka selanjutnya dapat
mengelolanya menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat desa.
Pendirian BUMDes diatur dalam Peraturan Menteri Desa No. 4 tahun 2015.
Pasal 4 Permendes mengatur tentang pendirian BUMDes untuk disesuaikan dengan
kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat; organisasi pengelola BUM Desa;
modal usaha BUM Desa; dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM
Desa.
Permendes No.4 tahun 2015 ini berlaku umum, di mana dalam pelaksanaan di
daerah harus ada penyesuaian yang kemudian diatur oleh Peraturan Bupati/walikota
sesuai dengan keadaan alam, lingkungan, dan budaya setempat. Begitu pula dengan
pengelolaan BUMDes harus dikelola secara profesional dan mandiri sehingga
diperlukan orang-orang yang memiliki kompetensi untuk mengelolanya. Perekrutan
pegawai atau manajer disesuaikan dengan standar yang sudah ditetapkan dalam
AD/ART BUMDes. BUMDes merupakan bagian dari pemerintah desa yang
menjalankan fungsi pemerintah desa terkait dengan layanan, baik itu layanan secara
ekonomi maupun sosial. BUMDes ini juga berfungsi untuk menyerap tenaga kerja dari
desa, itu artinya BUMDes memiliki peran dalam hal penekanan angka urbanisasi dari
desa ke kota. Keefektifannya bisa dilihat dari ukuran keberhasilan pengelolaan unit
Kajian Kelayakan Usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat
yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha (Ibrahim, 2009).
Hasil dari kegiatan kajian kelayakan usaha sangat berguna sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan, apakah menerima atau menolak suatu
gagasan usaha yang direncanakan. Suatu gagasan usaha dikatakan layak apabila
terdapat kemungkinan untuk memperoleh manfaat atau benefit ketika kegiatan usaha
itu benar-benar dijalankan.
Pada dasarnya kajian kelayakan usaha dapat dilaksanakan untuk mendirikan
usaha baru atau dapat pula dalam rangka pengembangan usaha yang sudah ada
(Suherman, 2011). Kajian kelayakan usaha tidak hanya diperlukan pada awal
pendirian usaha saja, tetapi perlu juga dilakukan pada saat BUMDes hendak
melakukan pengembangan usaha.
1Hastowiyono dan Suharyanto (2014) Seri Buku Pintar BUM Desa Penyusunan Kelayakan
Usaha Dan Perencanaan Usaha BUM DESA. FPDP
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 42
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Apa Tujuan Kajian Kelayakan Usaha?
2 Ibid
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 43
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Langkah-langkah penyusunan kelayakan usaha adalah sebagai berikut:3
3 Ibid
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 44
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
mengenali potensi desa adalah dengan pengamatan langsung terhadap
keadaan desa dan menjaring informasi dari warga desa.
3. Mengenali kebutuhan sebagian besar warga desa maupun masyarakat luas
(masyarakat luar desa). Kegiatan ini dilakukan dengan cara menanyakan
langsung kepada warga desa tentang jenis barang atau jasa yang mereka
harapkan dapat dilayani melalui BUM Desa. Dapat pula dilakukan dengan cara
mengamati atau bertanya kepada pemilik toko dan pedagang di pasar
mengenai jenis barang yang laris terjual. Khususnya barang-barang yang
sekiranya dapat diproduksi atau disediakan oleh BUM Desa. Informasi tentang
jenis kebutuhan masyarakat tersebut kemudian dicatat. Kegiatan pada tahap ini
dilakukan oleh TPKU. Langkah ini sangat diperlukan untuk memperoleh
informasi tentang kebutuhan warga desa maupun masyarakat luas sebagai
dasar untuk menentukan jenis usaha yang akan dijalankan dan produk (barang
dan jasa) yang akan ditawarkan. Warga desa dan masyarakat luas merupakan
calon konsumen dari produk yang ditawarkan. Dengan demikian, semakin tepat
dalam mengenali kebutuhan calon konsumen, maka produk yang ditawarkan
unit usaha BUM Desa berpeluang besar dapat diterima (dibeli) oleh konsumen.
4. Menggagas bersama warga desa untuk menentukan pilihan-pilihan jenis usaha
yang memungkinkan untuk dilakukan. Pada tahap ini TPKU terlebih dahulu
telah menyusun rancangan alternatif jenis usaha beserta hasil kajian aspek-
aspek kelayakan usaha dan kemungkinan pengembangannya. Rancangan
alternative usaha beserta kajian kelayakan usaha kemudian ditawarkan kepada
warga desa untuk dibahas bersama melalui forum musyawarah desa.
Menggalang kesepakatan warga untuk menentukan unit usaha ekonomi desa
yang akan diwadahi BUMDes. Kesepakatan bersama warga desa sangat
diperlukan untuk memperoleh dukungan dalam menjalankan dan
mengembangkan suatu unit usaha BUMDes. Ketika warga desa menyepakati
pendirian unit usaha BUM Desa, maka tentunya mereka merasa ikut memiliki
dan bertanggungjawab atas keberlangsungan usaha. Kesepakatan mendirikan
unit usaha BUMDes bersama warga desa hendaknya dilakukan melalui forum
musyawarah desa.
Memetakan potensi desa sebagai modal utama BUMDes itu penting. Dengan
memahami potensi yang dimiliki desa maka masyarakat akan mampu membuat desa
sesuai dengan potensi itu. Potensi desa itu bukan hanya dalam bentuk unit usaha
simpan pinjam seperti yang ada selama ini, karena simpan pinjam banyak yang gagal
dalam kenyataannya. BUMDes adalah suatu modal usaha desa yang sahamnya bisa
lebih besar dari pemerintah desa. Untuk memetakan potensi desa ada beberapa
langkah yang dapat dilakukan, yaitu: (i) mengoptimalkan potensi desa baik untuk
pengembangan ekomomi kreatif maupun jasa layanan; (ii) adanya informasi dan data
yang cukup mamadai sebagai bahan merumskan program desa yang unit usaha
BUMDes.
Ada tantangan dalam membangun BUMDes, karena tidak semua desa memiliki
potensi yang dapat dikelola secara ekonomi. Kesepakatn antara pemerintah desa dan
masyarakat diperlukan untuk melihat potensi yang ada di desa. Analisis secara cermat
sangat diperlukan apakah BUMDes itu memiliki peluang dan menguntungkan.
BUMDes menarik dan bagus karena banyak masyarakat yang sebenarnya
tertarik ke bidang usaha, tetapi untuk menjajal usaha sendiri, mereka masih belum
berani. Selain karena tak memiliki modal besar, mereka tak berani mengambil risiko,
sehingga mereka butuh lembaga yang menaunginya. Melalui UKM-UKM kecil yang
kemudian diwadahi dalam BUMDes dan dilegalisasi Perdes, akan banyak masyarakat
yang terlibat, sehingga BUMDes menjadi wadah tepat untuk mengembangkan desa
dan mengembangkan potensi desa.
Tata kelola BUMDes sudah diatur dalam peraturan, ada penasehat, pelaksana
operasional, dan pengawas. Penasehat dijabat oleh Kepala desa yang tertuang dalam
Usaha yang dapat dijalankan BUMDes antara lain: di bidang ekonomi atau
pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada
dan berlaku. Pendirian Bumdes disepakati melalui Musyawarah Desa dan detetpakan
dengan Peraturan Desa. Dengan adanya BUMDes diharapkan mampu menjadi motor
penggerak kegiatan ekonomi desa. Sebenarnya tak hanya itu, BUMDes juga dapat
menjadi lembaga sosial dan sekalius komersial. Karena BUMDes berpihak kepada
kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan layanan sosial,
sementara sebagai lembaga ekonomi/komersial, BUMDes menjalankan fungsi mencari
keuntungan untuk meningkatkan pendapatan desa. Singkat kata, BUMDes berperan
sebagai akselerator dan lokomotif perekonomian desa. Dengan peran ini maka
diharapkan BUMDes dapat menciptakan peluang pekerjaan bagi masyarakat desa,
meningkatkan kesejahteraan, dan kerekatan antar anggota masyarakat.
SAMPUL
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. GAMBARAN UMUM DESA XXX
B. GAMBARAN Tentang BUMDes YYY
1. Visi dan Misi.
2. Tujuan
3. Badan Hukum
4. Organisasi
5. Unit Usaha
6. Sumber Keuangan
7. Peluang Pengembangan Usaha
C. UNIT USAHA PENGELOLAAN AIR MINUM
1. Latar Belakang Pemilihan Usaha
2. Perencanaan Produk
3. Perencanaan Pemasaran
4. Perencanaan Manajemen
5. Perencanaan Pengoperasian
6. Perencanaan Keuangan
7. Perencanaan Jadwal Pelaksanaan
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kelembagaan BUM Desa
Lampiran 2. Foto copy Akte Notaris
Lampiran 3. Foto copy Peraturan Desa
Lampiran 4. Foto copy SK Kepengurusan
Lampiran 5. Berita Acara Musyawarah Desa
2. Kondisi Demografis
a. Jumlah Penduduk
Desa XXX memiliki jumlah penduduk 883 KK (741 KK laki-laki dan 142 KK perempuan)
yang terdiri atas 1.529 jiwa laki-laki dan 1.644 jiwa perempuan sehingga jumlah
penduduk secara keseluruhan sebanyak 3.173 jiwa.
b. Sumber Mata Pencaharian Pokok
Sumber mata pencaharian masyarakat di Desa XXX meliputi: Petani,
Pengusaha/Pedagang, PNS, Tukang Kayu, Tukang Batu, Perbengkelan, Tukang Ojek,
Kerajinan Tangan, Buruh Tani, Buruh Bangunan, dan beberapa warga merantau keluar
daerah untuk mencari nafkah.
3. Administrasi Desa
Pusat pemerintahan Desa Labbo terletak di Dusun Labbo dan untuk menuju Kantor
Desa dapat dijangkau dengan kendaraan umum atau jalan kaki, karena berada di jalan
poros yang terhubung langsung dengan pusat kota Kabupaten Bantaeng dan telah di-
hotmix. Secara administratif Desa Labbo terbagi atas 6 dusun yaitu:
1) Dusun Pattiro membawahi 2 RW dan 4 RT
2) Dusun Ganting membawahi 2 RW dan 4 RT
3) Dusun Panjang selatan membawahi 2 RW dan 4 RT
4) Dusun Bawa membawahi 2 RW dan 4 RT
5) Dusun Labbo Membawahi 2 RW dan 4 RT
6) Dusun Panjang Utara membawahi 2 RW dan 4 RT
Setiap Dusun dipimpin oleh seorang Kepala Dusun dibantu oleh Ketua RW dan
Ketua RT. Kepala Desa pada dasarnya bertanggung jawab kepada masyarakat desa,
dan prosedur pertanggungjawaban disampaikan ke Bupati melalui Camat, kemudian
dari pada itu Kepala Desa bersama dengan BPD setiap tahun wajib memberikan
2. Perencanaan Produk
Produk yang akan dihasilkan oleh Unit Usaha Pengelolaan Air adalah layanan
jasa distribusi air melalui perpipaan yang tersambung langsung ke rumah-rumah
pelanggan. Produk ini sangat dibutuhkan oleh warga desa (konsumen), karena air
bersih yang menjadi kebutuhan dasar warga letak lokasi sumbernya jauh dari
permukiman. Oleh karena itu, dengan layanan jasa distribusi air bersih tersebut selain
warga desa terpenuhi kebutuhannya, juga terpenuhi keinginannya untuk memperoleh
air dengan mudah.
3. Perencanaan Pemasaran
Pasar yang dibidik adalah warga masyarakat Desa XXX yang memanfaatkan sarana
perpipaan milik Pemerintah Desa XXX. Warga desa yang memanfaatkan sarana air
bersih tersebut cukup besar jumlahnya, yaitu sebanyak 400 KK, sehingga ini
merupakan potensi pasar cukup besar. Model pemasaran yang dilakukan adalah
menyambung pipa untuk menyalurkan air dari sumbernya ke rumah konsumen dengan
pemasangan meteran air. Dengan pemasangan meteran air, penggunaan air menjadi
terkontrol, dan ini menguntungkan semua pihak. Bagi konsumen, adanya meteran air
dapat mengatur penggunaan air seefisien mungkin sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Bagi BUM Desa alat tersebut sangat membantu dalam menentukan
harga yang harus dibayar oleh setiap pelanggan setiap bulannya.
Potensi pasar tersebut juga menjadi semakin kuat karena di Desa XXX dan
sekitarnya tidak ada pihak yang membuka usaha sejenis. Dengan demikian, kegiatan
usaha pengelolaan air tidak ada pesaingnya. Agar pasar tetap terjaga dengan baik,
ada 2 (dua) strategi yang ditempuh, yaitu:
a) Strategi harga
Strategi penentuan Biaya pengelolaan air yang dibebankan kepada masyarakat
disesuaikan kualitas pelayanan dengan mengedepankan musyawarah untuk
mufakat.
b) Strategi distribusi
Strategi distribusi dilaksanakan dengan memaksimalkan potensi Sumber Daya
Manusia pengurus BUM Desa dan potensi SDM lainnya dari Desa sendiri
dengan prinsip pelayanan prima.
5. Perencanaan Pengoperasian
Untuk mengoperasikan kegiatan usaha pengelolaan air dilakukan dengan
menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, tanpa menggunakan bahan bakar
dan mudah membangunnya. Teknologi yang dimaksud adalah sistem grafitasi bumi.
Untuk menyalurkan air dari sumbernya menggunakan fasilitas sarana perpipaan
sepanjang 7 Km yang telah dimiliki BUM Desa YYY Desa XXX.
Bahan baku produk yang dijual adalah air bersih yang bersumber dari mata air
pegunungan. Mata air ini tak pernah kering sepanjang masa, sehingga ketersediaan
bahan baku akan tetap terjamin dan biayanya sangat murah.
6. Perencanaan Keuangan
a) Dana yang diperlukan dan sumbernya Untuk menjalankan kegiatan usaha
pengelolaan air diperlukan dana sebagai modal awal sebesar Rp. 83,120,000,-.
Dana ini digunakan sebagai investasi sebesar Rp. 74,950,000,- dan Rp.
8,170,000,- sisanya untuk modal kerja. Kebutuhan dana untuk modal usaha ini
bersumber dari APBD Kabupaten Bantaeng.
b) Proyeksi pendapatan. Berdasarkan hasil analisis keuangan dari kajian
kelayakan yang telah dilakukan, pendapatan usaha dapat diproyeksikan sebagai
berikut (Buat Tabel 1):
Proyeksi Laba-Rugi.
Berdasarkan hasil kajian kelayakan yang telah dilakukan, kegiatan usaha
pengelolaan air dalam keadaan laba seperti yang ditunjukkan data pada Tabel
2 (buat tabel 2).
Tabel 2 menunjukkan Unit Usaha Pengelolaan Air memperoleh laba bersih
sebesar Rp. 16,933,333 setiap tahunnya. Angka ini tentu bukan merupakan
laba yang besar, tetapi sesuai dengan prinsip usaha yang dianut BUM Desa
tidak untuk mengejar laba yang besar, tetapi lebih mengedepankan
kemanfaatan bagi warga desa.
Oleh:
P. Keban, Indrawati, Gitadi Tegas
Kerjasama
Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur
dengan
Centre for Security and Welfare Studies (CSWS),
FISIP, Universitas Airlangga
2016
58
1
Pelayanan Publik
Pendahuluan
Pemerintah pada setiap tingkatan pemerintahan merupakan ujung tombak
dalam proses pelayanan publik. Sekalipun bukan merupakan aktor tunggal, hingga
kini, pemerintah merupakan aktor yang paling legitimit untuk memastikan pelayanan
publik dapat terselenggara secara efisien dan efektif. Tidak terkecuali pemerintah desa
yang diberi amanah untuk mengawal kepentingan publik di desa.
Berdasarkan UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa serta berbagai peraturan
perundang-undangan turunan, Sekretaris Desa menjadi salah satu poros dalam tata
kelola desa. Selaku unsur pembantu Kepala Desa, Sekrertaris Desa turut menjadi
penentu kinerja pemerintah desa. Dengan kata lain, keberhasilan segenap program
pemerintah desa di bidang administrasi pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan dipengaruhi oleh tingkat kinerja Sekretaris Desa. Selaku manajer di
desa, Sekretaris Desa memastikan agar keputusan dan/atau kebijakan Kepala Desa
senantiasa dijalankan dengan benar oleh segenap jajaran di bawahnya. UU No. 6
tahun 2014 pun menegaskan bahwa Sekretaris Desa memiliki 5 fungsi yakni pertama,
fungsi penyelenggaraan kegiatan administrasi dan mempersiapkan bahan untuk
kelancaran tugas kepala desa. Kedua, penyiapan bantuan penyusunan Peraturan
Desa. Ketiga, penyiapan bahan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Keempat, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas-tugas urusan. Kelima,
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa.
Dengan menyadari posisi strategis Sekretaris Desa dalam tata kelola desa,
peningkatan kompetensi Sekretaris Desa menjadi sebuah kebutuhan dalam proses
tata kelola di desa.
Tabel 1
Mekanisme Pengaturan Pelayanan Publik
Penyedia
Produsen
Pemerintah Privat
1. Pelayanan pemerintah
3. Pendanaan
Pemerintah 2. Kesepakatan/kerja
Pemerintah
sama antar Pemerintah
Pengetahuan khusus
Pengetahuan formal
Manajemen program
Manajemen strategis
Manajemen sumber daya
Salah satu persoalan pokok dalam tata kelola di desa adalah ketersediaan data
yang belum valid. Ketersediaan data seringkali belum menggambarkan perkembangan
sosial ekonomi di desa. Karenanya, salah satu tugas dari Sekretaris Desa adalah
memastikan ketersediaan data desa terkini agar perencanaan dan pembangunan di
desa dapat berjalan secara efektif.
Administrasi Desa adalah keseluruhan proses kegiatan pencatatan data dan
informasi mengenai penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada Buku Administrasi
Desa. Jenis Administrasi Desa terdiri dari:
1. Administrasi Umum
2. Administrasi Penduduk
3. Administrasi Keuangan
4. Administrasi Pembangunan
5. Administrasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD); dan
6. Administrasi Lainnya.
Tabel 2
Kebutuhan Data
Administrasi Umum
Tabel 6
Kebutuhan Data
Administrasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Bowman, James S., Jonathan P. West, dan Marcia A. Beck. Achieving Competencies
in Public Service: The Professional Edge. Second Edition. M.E. Sharpe, Inc. 2010.
Cohen, Steven dan William Eimicke. The Effective Public Manager. Achieving Success
in a Changing Government. San Fransisco: Jossey-Bass. 2002.
Donahue, John D. dan Joseph S. Nye Jr. For the People: Can We Fix Public Service?
Washington D. C: Brooking Institution Press. 2003.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Kepala BKN No. 7 tahun 2013 tentang Pedoman Standar Kompetensi
Manajerial PNS
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi
Desa
Internet
www.sekolahdesa.or.id.
1. Latar Belakang
Beranjak dari uraian tersebut di atas, UU No. 6 Tahun 2014 membagi kewenangan
desa menjadi 4 bagian yakni kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan
Menurut Bagir Manan, sistem otonomi yang dijalankan sekarang adalah otonomi
yang nyata dan riil. Sistem otonomi nyata mengandung beberapa prinsip, yaitu :
1. Dasar dan isi otonomi ditetapkan berdasarkan keadaan dan faktor riil
masing-masing daerah.
2. Isi Otonomi dapat, bahkan akan berbeda-beda antara daerah yang
satu dengan yang lain tergantung pada keadaan dan faktor riil daerah
yang bersangkutan.
3. Isi otonomi dapat berasal dari penyerahan urusan pemerintahan dari
satuan pemerintahan tingkat lebih atas atau inisiatif daerah sendiri
atas dasar kepentingan daerah yang bersangkutan dan tidak menjadi
atau diatur oleh satuan pemerintahan tingkat lebih atas.4
4. Pada dasarnya urusan pemerintahan akan menjadi urusan rumah
tangga daerah kecuali mengenai hal-hal yang karena sifat dan
kepentingan harus tetap ada pada pemerintah pusat adalah urusan
yang akan menjadi dasar bagi tegaknya Negara kesatuan, seperti
urusan pertahanan dan keamanan, luar negeri, keuangan, dan
pengawasan atau pengadilan terhadap pemerintahan daerah.5
4
Bagir Manan, Perjalanan Historis Pusat 18 UUD 1945, UNSIKA, 1993, hal.53.
5
H. Abdul Latif, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintahan Daerah, UII
Press, Yogyakarta, 2005, hal. 64.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 80
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
pembantuan. Otonomi asli dipahami sebagai hak dan kewenangan asal-usul yang
melekat pada desa sebagai kesatuan masyarakat hukum, sebagai hak komunitas
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.6
Hakekat dari otonomi desa dan otonomi daerah adalah sama. Memang kedua-
duanya adalah otonomi dan penyelenggaraan kedua otonomi tersebut adalah
sama dan dibatasi oleh undang-undang yang berlaku. Adapun perbedaan yang
paling sederhana dari kedua otonomi tersebut adalah ruang lingkupnya. Otonomi
desa hanya meliputi lingkup desa saja. Otonomi desa adalah otonomi yang
sudah ada sejak Desa itu terbentuk. Otonomi desa berlandaskan adat,
mencakup kehidupan lahir dan batin penduduk desa. Otonomi desa tidak berasal
dari pemberian dari Pemerintah. Dengan demikian otonomi disebutkan sebagai
akibat dari pelaksanaan asas desentralisasi. Bagi Desa, otonomi Desa
merupakan suatu conditio sine qua non (sesuatu yang tidak bisa tidak ada).
Tanpa adanya otonomi, maka organisasi pemerintahan terendah itu bukan lagi
desa. Desa selalu mengandung unsur otonomi. Hilangnya otonomi berarti
hilangnya sifat khas dan ciri desa, dengan laion perkataan wilayah itu tidak
merupakan desa lagi.Sedangkan otonomi daerah diberikan berdasarkan
pemberian dari pemerintah. Otonomi daerah diciptakan berbarengan dengan
terbentuknya daerah. Urusan-urusan yang diserahkan oleh Pemerintah kepada
daerah dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi.7
Sejalan dengan hal tersebut di atas salah satu kewenangan pemerintahan desa
dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan bersandarkan pada otonomi asli dan
peraturan perundang-undangan adalah membentuk peraturan desa sebagai
implementasi dari asas negara hukum.
Pasal 1 angka 7 UU No. 6 Tahun 2014
Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan
Desa.
Dalam hal ini jenis Peraturan Desa terdiri atas Peraturan Desa, peraturan
bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa. Peraturan tersebut dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah
6
Sutoro Eko, Mempertegas Posisi Politik dan Kewenangan Desa, Makalah, Sarasehan Nasional
Menggagas Masa Depan Desa, USAID, Jakarta, 3-4 Juli 2006.
7
Bayu Surianingrat, Desa dan Kelurahan Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Rajawali Press, Jakarta,
1980, hal. 152.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 81
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. Sedangkan
Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,
pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi
dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Dalam hal ini
rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa. Kemudian
masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa.
(Pasal 69 UU No. 6 Tahun 2014)
Selanjutnya sebagai pelaksana Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan
Peraturan Kepala Desa sebagai aturan pelaksanaannya. Peraturan bersama Kepala
Desa merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dari 2 (dua) Desa atau
lebih yang melakukan kerja sama antar-Desa. Peraturan bersama Kepala Desa
tersebut merupakan perpaduan kepentingan Desa masing-masing dalam kerja sama
antar-Desa (Pasal 70 UU No. 6 Tahun 2014).
Beranjak dari ketentuan tersebut di atas, terdapat permasalahan hukum, antara
lain bahwa peraturan desa merupakan peraturan perundang-undangan merupakan
instrumen dalam rangka memperdayakan (empowerment) masyarakat desa untuk
mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Sedangkan pasal 110 UU No. 6 Tahun
2014 menyebutkan bahwa Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan
norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengakuan bersyarat tersebut memiliki
implikasi hukum antara lain adalah apakah peraturan desa adat tersebut dapat
mengatur mengenai delik adat, apabila dapat maka apakah peraturan desa adat
tersebut dapat memuat sanksi adat. Untuk itu perlu adanya reformasi pemerintahan
desa yang dimaksudkan untuk memperbarui dan memperkuat unsur-unsur demokrasi
dalam bentuk dan susunan pemerintahan desa terlebih kepada desa adat. Dengan
mekanisme pembuatan peraturan desa tersebut selaras dengan ketentuan Undang-
Undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
Dalam hal ini pembentukan peraturan desa tersebut sudah sepatutnya
memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya
menurut Van der Vlies asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik berasal dari algemene beginselen van behoorlijke regelgeving.8 Kemudian A.
Hamid S. Attamimi memaknai algemene beginselen van behoorlijke wetgeving dengan
asas-asas bagi pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut.9Asas-asas
8
Van der Vlies, I.C, Het Wetbegripnen Beginselen van Behoorlijke Regelgeving, VUGA Uitgeverij B.V,`s,
1984. Lihat Juga Van der Vlies I.C., Handboek Wetgeving, W.E.J. Tjeenk Willink Zwolle, 1991, hal. 150-
179.
9
A. Hamid Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintah
Negara, Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 331.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 82
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik adalah asas hukum yang
memberikan pedoman dan bimbingan bagi penuangan isi peraturan, ke dalam bentuk
dan susunan yang sesuai, tepat dalam penggunaan metodenya, serta mengikuti
proses dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan.10
Menurut Bagir Manan ajaran tentang tata urutan peraturan perundang undangan
demikian mengandung beberapa prinsip, yaitu :
1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya
dapat dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah atau berada di bawahnya.
2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus
bersumber atau memiliki dasar hukum dari suatu peraturan
perundang-undangan tingkat lebih tinggi.
3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh menyimpangi atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut atau
diganti atau diubah dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi atau paling tidak dengan yang sederajat.
5. Peraturan-peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila
mengatur materi yang sama, maka peraturan yang terbaru harus
diberlakukan, walaupun tidak dengan secara tegas dinyatakan
bahwa peraturan yang lama itu dicabut. Selain itu peraturan yang
mengatur materi yang lebih khusus harus diutamakan dari peraturan
perundang-undangan yang lebih umum.11
Bahwa produk hukum peraturan daerah apabila dikaji dalam tata urutan
peraturan perundang-undangan di Indonesia dari tahun 1966 sampai dengan saat ini
menimbulkan banyak dilema dan problematika. Hal mana dikarenakan kewenangan
pemerintahan desa dalam membuat peraturan desa yang senyatanya diakui
keberadaannya secara legalitas formal oleh konstitusi, namun dalam perjalanan waktu
dengan diundangkannya Undang-undang No. 12 Tahun 2011 eksistensi peraturan
desa tersebut tidak tercantum dalam hierarkhi tata urutan peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Oleh karenanya hal tersebut akan menimbulkan banyak konflik
10
A. Hamid Attamimi, Op.cit, hal. 313.
11
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, cetakan kedua, FH UII Press, Yogyakarta, 2004, hal. 133, lihat
juga dalam Rosjidi Ranggawidjaja, Pedoman Teknik Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Cita
Bhakti Akademika, Bandung, 1996, hal. 19.Slihat juga dalam Rosjidi Ranggawidjaja, Pedoman Teknik
Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Cita Bhakti Akademika, Bandung, 1996, hal. 19.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 83
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
hukum apabila tidak ada solusi karena secara perlahan tapi pasti keberadaan UU No.
12 Tahun 2011 seakan meniadakan otonomi asli yang dimiliki pemerintahan desa.
Peraturan desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
Badan Perwakilan Desa (BPD) atau yang disamakan dengan desa dan disahkan
oleh Kepala Desa atau pimpinan pemerintahan yang disamakan dengan desa
mengenai segala urusan rumah tangga desa di bidang otonomi atau tugas
pembantuan.
Untuk itulah maka tulisan ini mencoba untuk menelaah legal drafting
Peraturan Desa setelah berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Serta
mengkaji dari sisi hukum terkait sejauh mana UU No. 6 Tahun 2014 dan peraturan
pelaksanaannya mengakomodasi kepentingan masyarakat desa secara efektif dan
efisien, oleh karena itu maka Peraturan desa hendaknya berdasarkan prinsip
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
2. Pembahasan
2.1. Kedudukan Peraturan Desa dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Tata urutan peraturan perundang-undangan dalam UU No. 12 Tahun 2011
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan 8 dinyatakan sebagai berikut,
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
12
UUD Amerika Serikat, Pasal 6 (lihat Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2001, hal.130.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 84
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Atas hal tersebut jelas bahwa peraturan desa tidak diatur dalam UU No. 12
Tahun 2011. Oleh karenanya eksistensi otonomi asli yang dimiliki pemerintahan desa
seakan semakin kabur, padahal konstitusi telah mengakuinya secara legalitas formal
keberadaan pemerintahan desa.
Selanjutnya yang menjadi permasalahan adalah kekuatan mengikat peraturan
desa yang diterbitkan setelah keluarnya UU No. 12 Tahun 2011. Karena Peraturan
desa tidak masuk dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan, maka
keberadaannya peraturan desa hanya dianggap sebagai beleids regel (peraturan yang
menyelenggarakan kebijakan pemerintah tapi tidak mengikat).
Peraturan kebijakan (beleidsregels, policy rules), peraturan kebijakan adalah
peraturan yang dibuat administrasi negara yang didasarkan kepada aspek
doelmatigheid dalam kerangka freis Ermessen. 13 Dalam hal ini Peraturan Daerah dan
Peraturan Desa adalah peraturan administrasi negara, karena hanya mengatur
penyelenggaraan administrasi negara. Namun pembentukannya dilakukan oleh badan
administrasi negara bersama badan legislatif daerah. Hal ini serupa dengan undang-
undang di bidang administrasi negara seperti undang-undang pajak, undang-undang
lingkungan dan sebagainya.14
13
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional, 2001, hal. 143-145.
14
Ibid, hal. 145
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 85
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
karena tidak dapat diatur dengan peraturan biasa, baik karena pejabatnya tidak
berwenang, maupun tidak menjadi materi muatan suatu peraturan. Aturan
kebijakan lebih bertolak pada aspek pencapaian tujuan (doelmatigheid) dari pada
dasar pembenaran secara hukum (rechtmatigheid). Bentuk-bentuk aturan
kebijakan beraneka ragam seperti Surat Edaran, Juklak, Juknis, Pedoman,
Keputusan, bahkan disebut peraturan.15
15
Bagir Manan, et.al., Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Jakarta, 1997, hal 169.
16
HAW Widjaja, Op.Cit., hlm.15
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 86
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. Sedangkan
Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,
pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi
dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Dalam hal ini
rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa. Kemudian
masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa.
(Pasal 69 UU No. 6 Tahun 2014)
Selanjutnya sebagai pelaksana Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan
Peraturan Kepala Desa sebagai aturan pelaksanaannya. Peraturan bersama Kepala
Desa merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dari 2 (dua) Desa atau
lebih yang melakukan kerja sama antar-Desa. Peraturan bersama Kepala Desa
tersebut merupakan perpaduan kepentingan Desa masing-masing dalam kerja sama
antar-Desa (Pasal 70 UU No. 6 Tahun 2014).
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan dalam penyusunan peraturan desa
adalah sebagai berikut, Peraturan di desa dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum, dan/atau ketentuan Peraturan, Perundang-undangan yang
lebih tinggi (Permendagri No. 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di
Desa)
Mengingat Peraturan Desa adalah semua peraturan desa yang ditetapkan oleh
kepala desa setelah dimusyawarahkan dan telah mendapatkan persetujuan Badan
Perwakilan Desa. Dalam hal ini agar peraturan desa benar-benar mencerminkan hasil
permusyawaratan dan pemufakatan antara pemerintahan desa dengan Badan
Perwakilan Desa, maka diperlukan pengaturan yang meliputi syarat-syarat dan tata
cara pengambilan keputusan bentuk peraturan desa, tata cara pengesahan,
pelaksanaan dan pengawasan serta hal-hal lain yang dapat menjamin terwujudnya
demokrasi di desa.17
Muatan Materi Peraturan Desa18
1. Muatan materi yang tertuang dalam Peraturan Desa antara lain :
a. Menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat mengatur;
b. Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa;
c. Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan desa dan masyarakat
desa.
2. Materi Peraturan Desa dapat memuat masalah-masalah yang berkembang di
desa yang perlu pengaturannya.
3. Semua materi Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
17
Ibid., hal. 94
18
Ibid, hal. 96
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 87
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Dengan mengacu pada Permendagri No. 111 Tahun 2014, adapun muatan
materi Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran
lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Sedangkan muatan
materi Peraturan bersama Kepala Desa berisi materi kerjasama desa. Dan muatan
materi Peraturan Kepala Desa berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan
bersama kepala desa dan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
19
Van der Vlies, I.C, Het Wetbegripnen Beginselen van Behoorlijke Regelgeving, VUGA Uitgeverij
B.V,`s, 1984. Lihat Juga Van der Vlies I.C., Handboek Wetgeving, W.E.J. Tjeenk Willink Zwolle, 1991, hal.
150-179.
20
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional (Edisi Ketiga),
Airlangga University Press, Surabaya, 2005, hal. 389.
21
Philipus. M. Hadjon, Analisis Terhadap UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, (Makalah), Seminar Hukum Nasional Implementasi UU No. 10 Tahun 2004 dalam
Legislasi Daerah Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, Bagian Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum
Universitas Airlangga, Surabaya, 21 Mei 2005, hal. 3.
22
A. Hamid Attamimi, Op.cit, hal. 331.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 88
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
pembentukan aturan hukum (uji formal) maupun sebagai dasar pengujian terhadap
aturan hukum yang berlaku (uji materiil). 23
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik adalah asas
hukum yang memberikan pedoman dan bimbingan bagi penuangan isi peraturan, ke
dalam bentuk dan susunan yang sesuai, tepat dalam penggunaan metodenya, serta
mengikuti proses dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan.24
1. Tahap Perencanaan
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala
Desa dan BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa. Dalam hal ini Lembaga
kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa dapat
memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana
penyusunan rancangan Peraturan Desa.
2. Tahap Penyusunan
Untuk Penyusunan Peraturan Desa oleh Kepala Desa, Penyusunan rancangan
Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa. Rancangan Peraturan Desa
yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa dan dapat
dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan masukan.
Dalam hal ini rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan diutamakan
kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan
substansi materi pengaturan. Dan masukan dari masyarakat desa dan camat
digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancangan
Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan
disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama.
Untuk Penyusunan Peraturan Desa oleh BPD, BPD dapat menyusun dan
mengusulkan rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa kecuali
untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana pembangunan jangka
23
Philipus. M. Hadjon, op.cit. hal. 3.
24
A. Hamid Attamimi, Op.cit, hal. 313.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 89
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
menengah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang rencana kerja Pemerintah
Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan rancangan Peraturan
Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa.
Rancangan Peraturan Desa tersebut dapat diusulkan oleh anggota BPD kepada
pimpinan BPD untuk ditetapkan sebagai rancangan Peraturan Desa usulan BPD.
Tahap Penetapan
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda disampaikan kepada
Sekretaris Desa untuk diundangkan. Dalam hal Kepala Desa tidak
menandatangani Rancangan Peraturan Desa, Rancangan Peraturan Desa
tersebut wajib diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan
Desa.
Tahap Pengundangan
Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa.
Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat sejak diundangkan.
2. Penyusunan
Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh Kepala
Desa pemrakarsa. Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah
4. Penyebarluasan
Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa
masing-masing.
PEMBIAYAAN
Pembiayaan pembentukan Peraturan di Desa dibebankan pada APB Desa.
Dalam hal ini untuk Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan
norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Adapun Teknik dan prosedur penyusunan
Peraturan di desa sama dengan prosedur penyusunan Peraturan di desa adat.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa Kepala Desa dapat menetapkan
Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan Peraturan di desa, peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa yang
bersifat penetapan.
Bahwa ketentuan mengenai bentuk Peraturan di Desa dan Keputusan Kepala
Kesimpulan:
Kewenangan dan Prosedur legal drafting Peraturan Desa dengan mengacu pada
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun
2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa, serta prinsip pembentukan peratuan
perundang-undangan yang baik.
Bayu Surianingrat, Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan, Cet. IV, Rineka
Cipta, Jakarta, 1992.
___________, Desa dan Kelurahan Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Rajawali Press,
Jakarta, 1980.
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Rusel & Rusel, New York, 1973.
___________, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.
H.M. Arief Muljadi, Landasan dan Prinsip Hukum Otonomi Daerah Dalam Negara
Kesatuan RI, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2005
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional (Edisi
Ketiga), Airlangga University Press, Surabaya, 2005
Suko Wiyono, Otonomi Daerah Dalam Negara Hukum Indonesia (Pembentukan Perda
Partisipatif, Faza Media, Jakarta, 2006
Suhartono W. Pranoto, Parlemen Desa, Dinamika DPR Kelurahan dan DPRK Gotong
Royong, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2000.
Sutoro Eko, Mempertegas Posisi Politik dan Kewenangan Desa, Makalah, Sarasehan
Nasional Menggagas Masa Depan Desa, USAID, Jakarta, 3-4 Juli 2006.
Van der Vlies, I.C, Het Wetbegripnen Beginselen van Behoorlijke Regelgeving, VUGA
Uitgeverij B.V,`s, 1984. Van der Vlies I.C., Handboek Wetgeving, W.E.J. Tjeenk
Willink Zwolle, 1991.