Anda di halaman 1dari 95

PERENCANAAN PEMBANGUNAN JANGKA

MENENGAH (RPJM) DESA BERBASIS


PARTISIPATORIS
Oleh:
Bintoro Wardiyanto, Hermanto Rohman

Kerjasama
Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur
dengan
Centre for Security and Welfare Studies (CSWS),
FISIP, Universitas Airlangga
2016

1
Apa Itu Perencanaan Pembangunan Desa?

Perencanaan merupakan bagian dari satu fungsi manajemen untuk mengatur


dan mengorganisir orang atau kegiatan yang dilaksanakan. Fungsi ini mutlak ada
dalam suatu organisasi formal dan non formal. Fungsi perencanaan sangat penting
dalam menentukan visi dan misi masyarakat kedepan. Conyers dan Hills dalam Arsyad
(2002) mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses yang berkesinambungan
yang mencakup keputusan dan pilihan berbagai alternative sumber daya untuk
mencapai tujuan tertentu pada masa yang akan dating. Perencanaan juga meliputi
aspek pengembangan masyarakat ke depan. Segala tindakan untuk tujuan masa
depan memiliki hubungan erat dengan yang terjadi sekarang.
Pengertian lain dikemukakan Astuti dkk, dalam Johara (1999) sebagai berikut;
(1) Perencanaan adalah pemikiran hari depan; (2) Perencanaan berarti pengelolaan;
(3) Perencanaan adalah pembuatan keputusan; (4) Perencanaan adalah pembuatan
keputusan yang terintegrasi; (5) Perencanaan adalah suatu prosedur formal untuk
memperoleh hasil yang nyata dalam berbagai bentuk keputusan menurut sistem yang
terintegrasi. Dalam kenyataannya perencanaan merupakan kegiatan yang tidak
pernah selesai karena selalu dilakukan peninjauan ulang atau pengkajian sebagai
umpan balik untuk penilaian. Kegiatan perencanaan meliputi tiga aspek, yaitu;
Analisis, yaitu kajian atau usaha untuk mengetahui dan menguraikan arti suatu
keadaan. Data atau bahan mengenai suatu keadaan diurai dan diteliti untuk
mengetahui keterkaitannya satu dengan lainnya. Analisis berarti melakukan
proyeksi atau perkiraan masa depan yang bertitik tolak dari keadaan masa kini.
Analisis wilayah merupakan cara pandang berbagai faktor dalam skala wilayah.
Kebijakan (policy) yaitu, pemilihan rencana yang terbaik untuk pelak-sanaan
pembangunan meliputi pengetahuan mengenai tujuan, kriteria dan metode
untuk menelaah alternative rencana.
Rancangan atau desain (design) yaitu rumusan atau sajian rencana.

Dalam prakteknya, perencanaan dibedakan menurut skala jangkauan jangka


pendek, menengah dan jangka panjang. Suatu perencanan selalu berkesinambungan
dan bertahap serta saling terkait satu dengan yang lainnya. Suatu program yang
dirancang oleh sebuah institusi (misalnya, Badan Perencanaan Daerah) akan
melibatkan program dan sektor lainnya.Keterkaitan ini menunjukkan hubungan--saling

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 2


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
mempengaruhi. Pertanyaan pokok dalam perencanaan pembangunan;
a. Apakah kegiatan yang direncanakan untuk membangun daerah/desa telah
mempertimbangkan kebutuhan masyarakat?
b. Siapa dan institusi mana yang terlibat di dalamnya?
c. Daerah dan wilayah mana yang yang terkena dampak dari program?
d. Kapan pelaksanaannya, serta berapa target yang harus dicapai agar dapat
memberikan bimbingan bagi setiap individu di dalam melaksana-kan tugasnya
di suatu unit atau organisasi otonom?

Pertanyaan lain, bagaimana mencapai hasil yang lebih baik atau minimal
terjawab melalui perencanaan yang akan diformulasikan pada setiap periode.
Sejauhmana perubahan atau perbedaan dari rencana masa lampau dengan yang telah
dicapai dan kemungkinan ke depan.
Perencanaan pembangunan desa merupakan suatu panduan atau model
penggalian potensi dan gagasan pembangunan desa yang menitikberatkan pada
peranserta masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan. Konsep ini dilandasi
oleh nilai-nilai dan semangat gotong royong yang telah mengakar dalam budaya
masyarakat Indonesia. Gotong royong bertumpu pada keyakinan bahwa setiap warga
masyarakat memiliki hak untuk memutuskan dan merenca-nakan apa yang terbaik
bagi diri dan lingkungan serta cara terbaik dalam upaya mewujudkannya. Secara garis
besar perencanaan desa mengandung penger-tian sebagai berikut;
a. Perencanaan sebagai serangkaian kegiatan analisis mulai dari identify-kasi
kebutuhan masyarakat hingga penetapan program pemba-ngunan.
b. Perencanaan pembangunan lingkungan; semua program peningkatan
kesejahteraan, ketentraman, kemakmuran dan perdamaian masyarakat di
lingkungan pemukiman dari tingkat RT/RW, dusun dan desa
c. Perencanaan pembangunan bertumpu pada masalah, kebutuhan, aspirasi dan
sumber daya masyarakat setempat.
d. Perencanaan desa menjadi wujud nyata peran serta masyarakat dalam
membangun masa depan.
e. Perencanaan yang menghasilkan program pembangunan yang diharap-kan
dapat memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan, kemakmuran
dan perdamaian masyarakat dalam jangka panjang.

Perencanaan desa merupakan salah satu cara merumuskan kebutuhan


pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam
mewujudkan tatanan kehidupan yang lebih baik. Perencanaan berupaya mem-bumikan
berbagai konsep pembangunan seperti pembangunan partisipatif, pembangunan

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 3


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
berbasis kebutuhan dasar, pembangunan berbasis rakyat, manajemen berbasis
masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat. Konsep ini menempatkan masyarakat
lapisan bawah sebagai perencana dan penentu kebijakan di tingkat lokal. Beberapa
pertimbangan mengapa perencanaan patisipatif dibutuhkan dalam konteks masa
pembangunan di Indonesia;
a. Krisis nasional yang bersifat multidimensi (ekonomi, politik, moral dan hukum)
yang mengakibatkan kesenjangan dan distribusi kesejahteranan yang tidak
merata antara pusat dan daerah. Disamping itu, meningkatkan berbagai
pelanggaran hak dan hukum akibat terjadinya krisis keper-cayaan terhadap
pemerintah.
b. Selama ini praktek-praktek perencanaan pembangunan yang kurang mampu
menyerap kebutuhan, aspirasi, usulan, dan sumberdaya masya-rakat lapis
bawah.
c. Reformasi menuntut demokratisasi perencanaan pembangunan, yakni
perencanaan program yang mengikutsertakan segenap warga dan ke-
lembagaan masyarakat setempat.
d. Reformasi menuntut desentralisasi perencanaan pembangunan, setiap daerah
atau desa mendapatkan wewenang dalam menyusun program pembangunan
berdasarkan prakarsa, aspirasi dan sumberdaya setem-pat.
e. Perubahan paradigma dari pembangunan daerah menjadi daerah
membangun dari pembangunan desa menjadi desa membangun demikian
juga, membangun masyarakat menjadi masyarakat mem-bangun.
a. Diberlakukannya UU Desa No 6 tahun 2014 yang mengamanatkan
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan desa yang diartikan sebagai
proses pelibatan secara aktif masyarakat mulai dari perenca-naan,
pelaksanaan, hingga pengawasan.
b. Mengembangkan rasa kepemilikan terhadap investasi pembangunan yang
dilaksanakan.

Secara umum perencanaan desa dimaksudkan untuk membantu menemu-kenali


kebutuhan, merumuskan strategi dan mengelola perubahan masyarakat dalam
kerangka perbaikan kesejahteraan dan kualitas hidup di masa depan. Secara khusus
tujuan dari perencanaan desa sebagai berikut;
a. Meningkatkan kemampuan kelembagaan masyarakat ditingkat desa dalam
menyusun perencanaan pembangunan secara partisipatif;
b. Meningkatkan keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam memberi-kan
makna dalam perencanaan pembangunan;
c. Meningkatkan transparansi dan akuntabililitas pembangunan;

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 4


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
d. Menghasilkan keterpaduan antarbidang/sektor dan kelembagaan dalam
kerangka pembangunan desa.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 5


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Prinsip Perencanaan Pembangunan Desa

Berdasarkan UU Desa No 6 Tahun 2014 pasal 78 dinyatakan bahwa


Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan
kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan
kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi
ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan. Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan. Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana merupakan salah satu
sumber masukan dalam perenca-naan pembangunan Kabupaten/Kota. Perencanaan
Pembangunan Desa diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa
Sementara menurut Undang-Undang No. 25/2004 telah memberikan panduan
dalam penyusunan rencana pembangunan sebagai kerangka acuan bagi pemerintah
desa dalam penyusunan perencanaan desa yang memenuhi prinsip-prinsip sebagai
berikut:

Strategis

Perencanaan desa merupakan suatu kerangka kerja pembangunan yang komprehensif


dan sistematis dalam mencapai harapan yang dicita-citakan. Hasil perencanaan
berupa pemikiran strategis dalam menggali gagasan dan isu-isu penting yang
berpengaruh terhadap pencapaian visi dan misi pemerintahan desa dan masyarakat.
Kebijakan strategis yang dituangkan dalam perencanaan desa menentukan arah
perubahan dan orientasi pembangunan yang perlu dilakukan untuk mencapai harapan
dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, kualitas dokumen perencanaan
desa sangat ditentukan seberapa jauh dokumen perencanaan dapat mengungkapkan
secara sistematis proses pemikiran strategis tersebut.

Demokratis dan Partisipatif

Perenanaan desa merupakan dokumen milik bersama sebagai acuan kebijakan desa
yang disusun secara partisipatif melibatkan pemangku kepentingan. Prinsip
musyawarah dan partisipasi menjadi landasan dalam proses peren-canaan di desa
dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan melibatkan masyarakat dalam setiap
tahapan pengambilan keputusan perencanaan, mencakup:

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 6


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
a. Identifikasi pemangku kepentingan yang perlu dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan dalam perencanaan desa;
b. Kesetaraan antara pemerintah desa dan pemangku kepentingan lain dalam
pengambilan keputusan;
c. Transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan desa;
d. Keterwakilan dari seluruh komponen masyarakat, terutama kelompok
perempuan dan kelompok rentan;
e. Kempemilikan (sense of ownership) masyarakat terhadap dokumen
perencanaan;
f. Pelibatan media dalam sosialisasi perencanaan; dan
g. Konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan
keputusan, seperti: perumusan isu pembangunan desa dan permasalah-an,
perumusan tujuan, strategi dan kebijakan, dan prioritas program.

Politis

Rencana desa merupakan hasil kesepakatan berbagai unsur dan kekuatan politik
dalam kerangka mekanisme kenegaraan yang diatur melalui undang-undang. Dengan
kata lain, hasil perencanaan desa sebagai sebuah produk politik yang dalam
penyusunannya melibatkan proses konsultasi dengan kekuatan politis terutama Kepala
Desa dan BPD:
a. Dilakukan konsultasi dengan kepala desa untuk penerjemahan yang tepat dan
sistematis atas visi, misi, dan program kepala desa ke dalam tujuan, strategi,
kebijakan, dan program pembangunan desa;
b. Melibatkan BPD dalam proses penyusunan rencana pembangunan desa;
c. Beberapa pokok pikiran BPD menjadi acuan dalam proses penyusunan
rencana pembangunan desa;
d. Review, saran dan masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan
berkaitan terhadap rancangan dokumen perencanaan;
e. Dilakukan pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Desa (Perdes);
f. Pengesahan dokumen rencana pembangunan desa sebagai peraturan desa
yang mengikat semua pihak untuk melaksanakannya dalam enam tahun ke
depan.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 7


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Bottom-up Planning

Perencanan dari bawah yang dimaksud bahwa proses penyusunan rencana


pembangunan desa harus memperhatikan dan mengakomodasikan kebutuhan dan
aspirasi masyarakat:
a. Penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk melihat konsistensi
dengan visi, misi dan program kepala desa terpilih;
b. Memperhatikan hasil proses musrenbang dan kesepakatan dengan masyarakat
tentang prioritas pembangunan desa; dan
c. Memperhatikan hasil dari proses penyusunan usulan kegiatan masyarakat.

Top-down Planning

Perencanan dari atas yang dimaksud bahwa proses penyusunan rencana


pembangunan desa perlu bersinergi dengan rencana strategis di atasnya dan
komitmen pemerintahan atasan berkaitan:
a. rencana pembangunan desa harus sinergi dengan arah dan kebijakan di tingkat
daerah (Kabupaten/Kota); dan
b. rencanan pembangunan desa merupakan bentuk sinergi dan komitmen
pemerintah terhadap tujuan pembangunan global seperti Millenium
Development Goals (MDGs), Sustainable Development, pemenuhan Hak Asasi
Manusia, pemenuhan air bersih, sanitasi, dan infrastruktur dasar.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 8


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Ciri-ciri Perencanaan Pembangunan Desa

Dalam konsep pembangunan partisipatif, perencanaan desa memiliki karakteristik


dan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Aspiratif, menampung masalah, usulan, kebutuhan, kepentingan, keinginan


dari masyarakat.
b. Menarik, mendorong perhatian dan minat masyarakat desa untuk aktif dan
terlibat dalam pembangunan.
c. Operasional, program yang dihasilkan dapat direalisasikan dalam kehidupan
nyata sesuai sumber daya setempat dan mudah dalam penerapannya.
d. Inovatif, program pembangunan yang dihasilkan mendorong kreativitas,
perubahan serta mampu menjawab peluang dan tantangan masyarakat ke
depan.
e. Partisipatif, melibatkan seluruh elemen masyarakat terutama bagi kelompok
marjinal sebagai pelaku pembangunan.
f. Adaptif, menggunakan pendekatan dan metode yang sesuai dengan kondisi
sosial dan budaya masyarakat setempat
g. Koordinatif, memperkuat jalinan dan sinergisitas stakeholders baik
pemerintah, swasta, LSM, perguruan tinggi, masyarakat dan lembaga terkait
lainnya dalam perencanaan pembangunan.
h. Demokratis, menghormati dan menghargai perbedaan pendapatan, terbuka
menerima kritik, musyawarah dan mufakat.
i. Edukatif, membangun masyarakat pembelajar melalui silang informasi,
pengetahuan, pengalaman, dan teknologi.

Dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, desa memiliki kewenangan


untuk menyusun rencana pembangunan desa sebagai pola penggalian gagasan,
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 dan
UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
dimana rencana pembangunan menurut undang undang tersebut dibagi menjadi
rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah dan
rencana kerja pemerintah desa.
Terdapat dua dokumen rencana desa, yaitu Rencana Pembangunan Jangka

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 9


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Menengah Desa (RPJM Desa) untuk lima tahun dan Rencana Kerja Pembangunan
Desa (RKP Desa) tahunan. Dokumen RPJM Desa ditetapkan dalam bentuk Peraturan
Desa (Perdes) dan RKP Desa ditetapkan dengan Peraturan Kepala Desa. RKP Desa
menjadi acuan penyusunan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB
Desa) sebagai hasil (output) dari musrenbang tahunan.

RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa/Kelurahan) adalah


dokumen perencanaan pembangunan desa/kelurahan untuk periode 6 (enam) tahun
yang memuat penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Desa yang
penyusunannya berpedoman pada hasil musyawarah perencanaan pembangunan
desa, RPJM Daerah (Kabupaten/Kota), memuat arah kebijakan keuangan Desa,
strategi pembangunan Desa, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja.
RKP Desa (Rencana Kerja Pembangunan Desa/Kelurahan) adalah dokumen rencana
pembangunan desa/kelurahan untuk periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari
RPJM Desa. RKP Desa memuat kebijakan, prioritas program, dan kegiatan
pembangunan desa baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun
yang ditempuh melalui partisipasi masyarakat
APB-Desa (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) merupakan bagian integral dari
proses perencanaan dan penganggaran dimana, desa memiliki kewenangan untuk
menyusun rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, yang ditetapkan dengan Peraturan Desa

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 10


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Partisipasi dalam Perencanaan Desa

Kata partisipasi diterjemahkan sebagai keikutsertaan, keterlibatan dan


pembagian peran. Konsep partisipasi telah lama menjadi bahan kajian (Tidemand
dan Knudsen, 1989, DSU, 1992, Mikkelsen, 2001).Pembangunan pada hakekatnya
dilandasi prinsip partisipasi atau keterlibatan setiap unsur dan organisasi untuk
mencapai tujuan dari pembangunan itu sendiri. Arti partisipasi adalah kekuasaan
untuk mengambil keputusan. Dalam pembangunan partisipasi berarti usaha yang
terorganisir dari berbagai pihak (perempuan atau laki-laki) dan kelompok dimiskinkan
untuk meningkatkan kontrol atas sumber daya dan struktur/organisasi (FADO, 2001).
Menurut Cohen dan Uphoff (1997) partisipasi dapat dilihat dari berbagai pandangan
(prespektif). Keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan,
mengimplementasikan program dan menikmati keuntungan dari program tersebut.
Keterlibatan masya-rakat dalam mengevaluasi program, suatu proses aktif dimana
rakyat dari suatu komunitas mengambil inisiatif dan menyatakan dengan tegas otonomi
mereka.
Partisipasi merupakan serangkaian kegiatan yang sistematis dan terstruktur
dengan melibatkan mayarakat untuk mengambil inisiatif, pengam-bilan keputusan,
menetapkan arah dan tujuan, perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian, dan
mengevaluasi dengan mengoptimalkan potensi dan kemampuan yang ada padanya.
Beberapa alasan mengapa partisipasi menjadi isu penting dalam pembangunan
berbasis masyarakat. Para ahli dan praktisi berbeda pandangan tentang
kontekstualitas dan tatanan praktis partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Beberapa kasus muncul terkait dengan slogan partisipasi yang digunakan untuk
memformulasikan suatu tindakan dan dukungan terhadap suatu kebijakan dan rencana
pengembangan yang memungkin penolakan dan perdebatan dikalangan bawah
(grassroot). Oleh karena itu, dilakukan upaya legitimasi dan pelibatan semu sebagian
elemen masyarakat untuk mendukung dan melaksanakan kebijakan itu. Hal ini
disebabkan pemahaman yang tidak tepat tentang partisipasi dikalangan pengambil
kebijakan.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 11


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Bentuk dan Jenis Partisipasi

Davis dalam Sastropoetro (1988:16) menguraikan bentuk partisipasi yang


dilihat dalam beberapa cara, yaitu: (a) konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa; (b)
sumbangan spontan dalam bentuk uang atau dan barang; (c) mendirikan proyek yang
bersifat berdikari dan donornya berasal dari sumbangan individu, instansi yang
beradadi luar lingkungan tertentu (dermawan/pihak ketiga); (d) Mendirikan proyek yang
bersifat berdikari dan dibiayai seluruhnya oleh masyarakat (biasanya diputuskan oleh
rapat komunitas, antara lain rapat desa dalam menentukan anggarannya); (e)
sumbangan dalam bentuk kerja, yang biasanya dilakukanoleh tenaga ahli setempat; (f)
aksi massa; (g) mengadakan pembangan di kalangan keluarga desa sendiri; serta (h)
membangun proyek komunitas yang bersifat otonom. Sedangkan jenis pratisipasi
terdiri dari: (a) pikiran (phsycological participation); (b) tenaga (physical participation);
(c) pikiran dan tenaga (phsycological and physical participation); (d) keahlian
(participation with skills); (e) barang (materials participation); dan (f) uang (money
participation). Sherry R. Arnstein (Suryono, 2001 dan M. Arifin, 2007) merumuskan
model tingkat partisipasi yang dikenal dengan 8 (delapan) anak tangga partisipasi
masyarakat (eight rungs on ladder of citizen participation);

Prinsip-Prinsip Partisipasi

Bukan sesuatu hal yang mudah untuk menerapkan kata partisipasi terutama
pada suatu lingkungan masyarakat tertentu. Berbagai faktor budaya, sosial, ekonomi,
dan politik sangat berpengaruh, menyebabkan formalisasi partisipasi menjadi sangat
bervariasi satu dengan lainnya. Tidak ada satu formulasi yang baku tentang konsep
partisipasi. Kata ini, mengandung suatu yang bergerak dinamis dalam suatu proses
belajar. Partisipasi dibangun atas dasar beberapa prinsip diantaranya;

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 12


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Kebersamaan

Setiap individu, kelompok atau organisasi dalam masyarakat membutuhkan


suatu kebersamaan untuk berbuat, bertindak dan mengatasi permasalahan dan
hambatan yang terjadi. Pelembagaan partisipasi hanya dapat dilakukan melalui proses
interaksi antara berbagai elemen baik struktural maupun horizontal. Partisipasi tumbuh
melalui kensensus dan kesamaan visi, cita-cita, harapan, tujuan dan saling
membutuhkan satu dengan yang lainnya. Proses pengaturan yang terjadi dalam
masyarakat akan tumbuh melalui kebersamaan, pengorga-nisasian dan pengendalian
program pembangunan.

Tumbuh dari bawah

Partisipasi bukan sesuatu yang dipaksakan dari atas ke bawah top down atau
dikendalikan oleh individu atau kelompok melalui mekanisme kekuasaan. Partisipasi
tumbuh berdasarkan kesadaran dan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat.
Prakarsa dan inisiatif muncul dari, oleh dan untuk masyarakat sebagai suatu proses
belajar sepanjang hayat. Partisipasi merupakan suatu proses pelembagaan yang
bersifat bottom-up, dimana berbagai pengalaman yang terjadi dijadikan masukan
dalam pengembangan program.

Kepercayaan dan keterbukaan

Kunci sukses partisipasi adalah menumbuhkan dan membangun hubungan


atas dasar saling percaya dan keterbukaan. Pengalaman menunjukkan bahwa suatu
proses partisipasi berjalan dengan baik, maka berbagai upaya perbaikan akan terjadi
dengan cepat. Sebagai contoh kasus penanganan hama terpadu (PHT), tidak dapat
menunggu instruksi atau program yang direncanakan oleh Departemen Pertanian,
tetapi harus segera ditangani untuk mengeliminasi kerugian yang lebih parah dengan
pengambilan inisiatif dari petani sendiri dengan cara yang dianggap sesuai. Partisipasi
mendorong hubungan lebih terbuka antara berbagai pihak baik pejabat pemerintah,
LSM, swasta dan masyarakat.

Indikator Partisipasi

Dalam membantu identifikasi tingkat partisipasi diperlukan alat ukur atau


indikator sebagai kunci pernyataan tentang hasil dan harapan dari tujuan yang
ditetapkan bersama. Indikator dibabak berdasarkan empat katagori yang menunjukkan

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 13


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
tingkat partisipasi (FADO, 2001) yaitu; (1) penerima hasil atau pemanfaat program, (2)
pelaksanaan proyek, (3) pengaruh proyek atau kontrol partisipan, dan (4) akses
terhadap pengambilan keputusan. Secara rinci keempat kategori ini diuraikan sebagai
berikut;

Penerima hasil atau pemanfaat program

Masyarakat menerima semua manfaat program


Masyarakat menerima hanya sebagian dari manfaat program yang diharapkan.
Hanya kalangan atau kelompok masyarakat tertentu (misalnya kelompok yang
melek huruf atau berpendidikan) yang menerima semua manfaat dari proyek
yang diharapkan.
Hanya beberapa orang atau kelompok saja (misalnya laki-laki) menerima hanya
sebagian manfaat proyek yang diharapkan (misalnya, bibit tanpa pupuk).
Tidak ada masyarakat yang menerima manfaat program yang diharap-kan.

Pelaksanaan program

Masyarakat baik perempuan atau laki-laki memberikan sumbangan tenaga


kerja saja yang dibutuhkan program.
Masyarakat baik perempuan atau laki-laki memberikan sumbangan seluruh
biaya yang dibutuhkan program.
Masyarakat baik perempuan atau laki-laki memberikan sumbangan berupa
tenaga kerja dan material saja yang dibutuhkan program.
Masyarakat menyumbang sebagian tenaga kerja, biaya, dan material yang
dibutuhkan program.
Hanya beberapa kalangan atau kelompok tertentu saja yang menyum-bang
tenaga kerja, biaya dan material.

Pengaruh program atau kontrol masyarakat

Masyarakat diberi informasi oleh para pengambil keputusan pada tahap


identifikasi, desain, pelaksanaan, dan evaluasi program.
Masyarakat yang terlibat dikonsultasikan oleh para pengambil kebijakan pada
seluruh tahap proses pembangunan.
Masyarakat meninjau kembali semua proses pengambilan keputusan tentang
program pembangunan.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 14


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Masyarakat melakukan modifikasi atau menolak keputusan pada semua tahap
proses program.
Hanya beberapa kelompok (misalnya, tokoh masyarakat) yang memiliki
kesempatan mendapatkan informasi, diajak berkonsultasi, meninjau dan
menolak keputusan.
Masyarakat mengambil kesempatan yang ada untuk menguji, menilai dan
mengkritik hasil program pembangunan.
Hanya beberapa kelompok atau elemen tertentu yang mengambil kesempatan
yang ada untuk menguji, menilai dan mengkritik hasil program pembangunan.

Akses terhadap mekanisme pengambilan keputusan

Masyarakat terdiri dari anggota unit atau organ pengambilan keputusan yang
pertanggungjawab terhadap proses identifikasi, desain, pelaksana-an dan
evaluasi program.
Masyarakat baik laki-laki atau perempuan menduduki posisi pelaksana unit
pengambilan keputusan.
Hanya beberapa kelompok atau kalangan tertentu saja yang menduduki poisisi
pelaksana unit pengambilan keputusan.
Hanya beberapa posisi unit pengambilan keputusan tertentu saja yang diduduki
oleh masyarakat.
Seluruh elemen yang ada dalam masyarakat merupakan anggota suatu
perkumpulan sukarela yang bertanggungjawab untuk berlanjutnya program
pembangunan.
Seluruh elemen yang ada dalam masyarakat merupakan anggota suatu
perkumpulan yang didirikan untuk membangun dan memelihara keberlanjutan
program.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 15


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Perencanaan Desa dalam Kerangka
Pembangunan Kabupaten

Perencanaan pembangunan desa tidak terlepas dari konteks perencanaan di


tingkat kabupaten karena kedudukan desa dalam konteks yang lebih luas (sosial,
ekonomi, akses pasar dan politik) harus melihat keterkaitan antardesa, desa dalam
kecamatan, antarkecamatan dan kabupaten. Oleh karena itu, pembangunan desa
harus dilihat dalam konteks pembangunan daerah. Hal ini tidak berarti menggugat atau
memperlemah upaya otonomi desa tetapi justru memperkuat posisi tawar dan
percepatan pembangunan di desa yang bersangkutan.
Perencanaan pembangunan daerah di tingkat kabupaten merupakan
serangkaian kegiatan penyusunan dan penetapan kebijakan program pembangunan
daerah di segala bidang baik sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sarana dan
prasarana, budaya, agama, politik dan keamanan. Hasilnya berupa dokumen rencana
pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang. Khusus rencana
pembangunan jangka panjang daerah (10-25 tahun) dituangkan dalam dokumen Pola
Dasar Pembangunan Daerah (Poldas). Rencana Jangka Menengah (5 tahun)
dituangkan dalam dokumen Program Pembangunan Daerah (Properda). Rencana
jangka pendek (satu tahun) dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan
Tahunan Daerah (Repetada) yang terkait langsung dengan APBD.
Persoalannya, bagaimana pola dasar dan rencana pembangunan daerah
(Kabupaten/kota) dapat mengakomodasikan kepentingan desa ke depan yang berada
dalam koordinasinya, sehingga apapun yang tertuang dalam dokumen tersebut
mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di lapisan bawah, aspiratif serta
memperkuat institusi lokal terutama ditingkat desa. Proses yang perlu dilakukan
dengan menerapkan secara konsisten mekanisme dan pola perencanaan daerah mulai
dari bawah hingga ke tingkat kabupaten. Posisi kabupaten sebagai elemen
kelembagaan yang mengkoordinasikan akselerasi pembangunan di tingkat desa yang
ada berdasarkan peran dan prioritasnya. Kabupaten lebih berperan dalam memberikan
masukan terkait dengan pengaturan tata ruang wilayah dan pengembangan sektoral.
APBD harus benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat (grassroot oriented) dan
penguatan otonomi desa. Oleh karena itu, perlu keberanian dalam menetapkan
kebijakan daerah dalam memberikan alokasi pembangunan yang pengelolaannya
diatur secara mandiri ditingkat desa melalui apa yang dinamakan Dana Alokasi Desa.
Dengan cara ini, penguatan desa dapat diwujudkan secara optimal tidak setengah-

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 16


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
setengah. Perencanaan desa merupakan bagian integral dari sistem perencanaan
pembangunan daerah yang diwujudkan dalam bentuk dukungan sebagai berikut;
Penyediaan data dan informasi perencanaan menyangkut permasalah,
kebutuhan, potensi sumber daya, dan peluang mulai dari tingkat RT, RW/dusun
dan desa.
Daftar usulan program pembangunan yang mencerminkan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat desa
Informasi tentang kapasitas kelembagaan masyarakat yang akan terlibat dalam
pembangunan.

Perencanaan desa menghasilkan suatu dokumen Repetada yang logis dan


aspiratif dengan mempertemukan kebutuhan di tingkat daerah/kabupaten, propinsi dan
skala nasional dengan kebutuhan berskala lingkungan RT, RW/dusun dan desa.
Rangkaian perencanaan pembangunan daerah dalam setiap tahun anggaran
dilaksanakan dalam mekanisme sebagai berikut;
Ditingkat masyarakat dilakukan identifikasi dan perumusan masalah dan
kebutuhan, analisis potensi, penentuan prioritas, dan penyepakatan program
swadaya, melalui forum warga RT, RW/dusun.
Di tingkat desa dilakukan pembahasan dan penyepakatan daftar prioritas
usulan masyarakat yang akan dibiayai APB Desa dan atau APBD melalui forum
Musbangdes.
Di tingkat kecamatan dilakukan pembahasan dan penyepakatan daftar prioritas
usulan masyarakat yang telah disepakati dalam musyawarah desa dan akan
dibiayai APBD melalui forum musrenbang.
Di tingkat kabupaten dilakukan pembahasan dan penyepakatan daftar prioritas
usulan kecamatan yang akan dibiayai APBD melalui forum Rakorbang.

Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah


yang berlaku selama ini, hasil Rakorbang masih harus dibahas lebih lanjut di tingkat
pemerintah daerah oleh Tim Repetada dan Tim Anggaran untuk dimasukkan dalam
dokumen draft Repetada dan RAPBD. Selanjutnya diajukan kepada DPRD untuk
dibahas oleh Panitia Anggaran DPRD bersama Tim Anggaran Pemda yang hasilnya
disahkan menjadi Repetada dan APBD melalui siding Paripurna DPRD. Hasilnya
kemudian dituangkan dalam Perda dan diundangkan oleh Bupati. Dalam proses
seperti ini membuka kemungkinan disorientasi dari usulan yang diajukan di tingkat
desa karena proses politik yang terjadi di tingkat DPRD dan Pemda. Diharapkan pada
masa yang akan datang agar peran partisipasi masyarakat melalui kegiatan

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 17


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
perencanaan semakin kuat, dimana pola perencanaan pembangunan daerah perlu
disempurnakan dengan ketentuan bahwa hasil kesepakatan dalam Rakorbang dijamin
masuk dalam Repetada dan APBD. DPRD justru harus berperan melegitimasi proses
yang telah berjalan ditingkat desa hingga menjadi Repetada dan APBD, serta
mengontrol pelaksanaannya.
Perencanaan desa dilaksanakan melibatkan berbagai unsur pelaku dan
kelembagaan yang ada di tingkat desa, baik lembaga pemerintah, swasta, dan
masyarakat. Lembaga tersebut diantaranya, pemerintah desa, BPD, pengurus RT/RW,
paguyuban atau kelompok swadaya masyarakat, kelompok perem-puan, tim teknis,
pemerintah daerah (kabupaten/kota), DPRD, forum perkotaan, LPMD, atau lembaga
potensial lainnya. Berikut ini diuraikan peran masing-masing lembaga tersebut;

Peran RT dan RW/Dusun

a. Terlibat secara aktif dalam kegiatan musrenbang.


b. Mendukung kegiatan perencanaan desa yang difasilitasi oleh LPMD.
c. Mengkoordinasikan serangkaian pertemuan warga di wilayahnya dalam rangka
perencanaan desa.
d. Menggerakkan swadaya masyarakat dalam mensukseskan kegiatan
perencanaan desa.
e. Memperjuangkan usulan kegiatan masyarakat dalam forum musyawarah.
f. Mensosialisasikan hasil perencanaan kepada seluruh warga di wilayahnya.

Peran Badan Perwakilan Desa (BPD)

a. Memastikan kesesuaian hasil perencanaan yang telah disusun dengan aspirasi


dan kebutuhan masyarakat.
b. Memberikan persetujuan dan mengakomodasikan hasil perencanaan masuk
dalam APBDesa.
c. Bersama Pemerintahan Desa dan lembaga lainya memperjuangkan hasil atau
usulan masyarakat agar masuk dalam daftar prioritas di tingkat kecamatan
melalui forum musrenbang kecamatan.
d. Bekerjasama dengan berbagai pmangku kepentingan lain yang memiliki
perhatian terhadap pemberdayaan masyarakat untuk memperjuangkan hasil
perencanaan hingga tingkat Rakorbang, seperti LSM, lembaga dana, forum
perkotaan, dll.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 18


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Peran Pemerintah Desa.

a. Mengkoordinasikan dan memfasilitasi penyelenggaraan musrenbang desa.


b. Memberikan dukungan pembiayaan program pembangunan yang diang-garkan
dalam APBDesa.
a. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga atau instansi terkait
sesuai dengan kebutuhan.
b. Mengakomodasikan kepentingan dan hasil perencanaan dalam APB Desa.
c. Bersama BPD dan lembaga lainnya memperjuangkan hasil perencanaan agar
masuk dalam daftar prioritas usulan masyarakat di tingkat kecamatan melalui
forum musyawarah pembangunan.
e. Bekerjasama dengan pemangku kepentingan lain yang memiliki perha-tian
terhadap pemberdayaan masyarakat untuk memperjuangkan hasil
perencanaan dan usulan masyarakat hingga tingkat Rakorbang, seperti LSM,
Lembaga dana, forum perkotaan, dll.
f. Mengawasi kinerja Tim Teknis atau lembaga lain dalam pendampingan
masyarakat.
d. Hasilnya diteruskan ke DPRD, misalnya melalui angota DPRD yang mewakili
kecamatan setempat.
e. Mensosialisasikan kegiatan perencanaan pembangunan kepada seluruh warga
desa.
f. Memfasilitasi serangkaian kegiatan pertemuan warga dalam rangka
perencanaan desa, mulai dari identifikasi, perumusan masalah dan potensi
sampai dengan permasyarakatan hasil perencanaan.
g. Memfasilitasi penyusunan RPJM Desa.

Peran Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota)

a. Mengagendakan kegiatan perencanan dalam RKPD dan APBD;


b. Membentuk Tim Teknis Perencanaan;
c. Mengkoordinasikan proses sinkronisasi dari hasil-hasil perencanaan ditingkat
desa dengan program sektor di tingkat kecamatan dan kabupa-ten;
d. Menyelenggarakan forum musrenbang untuk pembahasan hasil peren-canaan
di tingkat kecamatan dan Rakorbang ditingkat kabupaten.
e. Bersama DPRD mengakomodasikan kepentingan perencanaan dalam RKPD
dan APBD.
f. Memasukkan seluruh dokumen perencanaan dalam sistem informasi
pembangunan daerah yang dapat diakses oleh semua pihak yang

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 19


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
membutuhkan seperti, forum perkotaan, LSM, perguruan tinggi, lembaga donor,
swasta dll.
g. Bersama forum perkotaan atau lembaga lainnya menyelenggarakan dialog
lintas pelaku dalam rangka evaluasi dan penyusunan rencana tindak tahun
berikutnya.

Peran DPRD

a. Memberikan dukungan terhadap pelaksanaan program dan pembahasan dalam


Musrenbang Desa, MAD dan Rakorbang.
b. Berperanserta secara aktif dalam forum Rakorbang.
c. Memastikan bahwa proses Rakorbang dapat mengakomodasikan hasil-hasil
perencanaan di tingkat kabupaten berdasarkan aspirasi masyara-kat.
f. Bersama Pemerintah Daerah mengakomodasikan kepentingan masyara-kat
dalam RKPD dan APBD.
g. Bersama pemerintah daerah (SKPD), forum perkotaan dan lembaga lainnya
menyelenggarakan dialog lintas pelaku dalam rangka evaluasi dan penyusunan
rencana tindak selanjutnya.

Peran Forum atau lembaga lainnya

Dalam proses perencanaan desa memungkinkan lembaga atau institusi lain


ikut terlibat dalam membangun dialog dan kerjasama sinergis untuk meningkatkan
kapasitas dan mempengaruhi proses pembuatan keputusan dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyara-kat. Peran lembaga lain dalam
perencanaan desa, diantaranya;
a. Melakukan monitoring dan evaluasi partisipatif dalam proses dan hasil
perencanaan desa pada lingkup yang lebih luas (kabupaten/kota).
b. Berperanserta secara aktif dalam memberikan konsultasi, bimbingan dan
dampingan terhadap para pemangku kepentingan.
c. Memfasilitasi jaringan kerja antarpemangku kepentingan dan penguatan
institusi local dalam memperjuangkan hasil-hasil perencanaan desa.
d. Memfasilitasi dialog antarpelaku untuk mendorong dan memperkuat kerjasama
antara pemerintah desa, Pemda, DPRD dan lembaga non pemerintah lainnya
dalam mendukung hasil rencana pembangunan desa.
e. Bersama pemerintah daerah, dan lembaga lainnya menyelenggarakan dialog
lintas pelaku dalam rangka penyempurnaan dan atau optimalisasi peran
pemangku kepentingan dalam perencanaan pembangunan daerah.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 20


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
f. Melakukan studi dan penelitian tentang partisipasi dan dampak perenca-naan
desa.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 21


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Perencanaan Pembangunan Jangka
Menengah Desa (RPJMDes).
Pembangunan Kabupaten

Di dalam UU Desa diamanatkan Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Desa (RPJM Desa) dan Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang
disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) kepada pemerintahan desa. RPJM
Desa adalah rencana kegiatan pembangunan desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun,
dan RKP Desa sebagai penjabaran dari RPJM Desa berlaku dalam jangka waktu 1
(satu) tahun. RPJM Desa dan RKP Desa merupakan dasar dalam pembangunan desa
dengan tujuan melakukan upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa (PP No. 43/2014) mengatur lebih detail mengenai perencanaan pembangunan
desa. Perencanaan pembangunan desa menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam
menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa. Dalam Pasal
116 PP No. 47/2015 membahas antara lain:
1. Dalam menyusun RPJM Desa dan RKP Desa, Pemerintah Desa wajib
menyelenggarakan musrenbang desa secara partisipatif.
2. Musrenbang desa diikuti oleh BPD dan unsur masyarakat desa.
3. Rancangan RPJM Desa dan rancangan RKP Desa dibahas dalam
musrenbang desa.
4. Rancangan RPJM Desa paling sedikit memuat penjabaran visi dan misi Kepala
Desa terpilih dan arah kebijakan perencanaa pembangunan desa.
5. Rancangan RPJM Desa memperhatikan arah kebijakan perencana-
pembangunan kabupaten/kota.
6. Rancangan RKP Desa merupakan penjabaran dari rancangan RPJM Desa
untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

Penyusunan RPJM Desa harus mengacu pada RPJM kabupaten/kota. RPJM


Desa memuat visi dan misi Kepala Desa, rencana penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan
masyarakat, dan arah kebijakan pembangunan desa. RPJM Desa disusun dengan
mempertimbangkan kondisi obyektif desa dan prioritas pembangunan kabupaten.
Kepala Desa yang terpilih disyaratkan menetapkan RPJM Desa dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan Kepala Desa.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 22


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Dalam penyusunan RPJM Desa, ada bidang-bidang penyelenggaraan
pemerintahan desa yang menjadi prioritas, yaitu: (1) penetapan dan penegasan batas
desa; (2) pendataan desa; (3) penyusunan tata ruang desa; (4) penyelenggaraan
musyawarah desa; (5) pengelolaan informasi desa; (6) penyelenggaraan perencanaan
desa; (7) penyelenggaraan evaluasi tingkat perkembangan pemerintahan desa; (8)
penyelenggaraan kerjasama antar desa; (9) pembangunan sarana dan prasarana kantor
desa; dan (10) kegiatan lainnya sesuai kondisi desa. Bidang pelaksanaan pembangunan
desa antara lain:
1. Pembangunan, pemanfaatan serta pemeliharaan infrasruktur dan
lingkungan desa antara lain: tambatan perahu; jalan pemukiman; jalan desa
antar permukiman ke wilayah pertanian; pembangkit listrik tenaga
mikrohidro; lingkungan permukiman masyarakat desa; dan infrastruktur desa
lainnya sesuai kondisi desa.
2. Pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana
kesehatanantara lain: air bersih berskala desa dan sanitasi lingkungan.
3. Pelayanan kesehatan desa seperti posyandu dan sarana dan prasarana
kesehatan lainnya sesuai kondisi desa.
4. Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pendidikan dan kebudayaan antara lain: taman bacaan masyarakat; pendidikan
anak usia dini; balai pelatihan/kegiatan belajar masyarakat; pengembangan
dan pembinaan sanggar seni; dan sarana dan prasarana pendidikan dan
pelatihan lainnya sesuai kondisi desa.
5. Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan,
pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi antara
lain:pasar desa; pembentukan dan pengembangan BUM Desa;
penguatan permodalan BUM Desa; pembibitan tanaman pangan;
penggilingan padi; lumbung desa; pembukaan lahan pertanian;
pengelolaan usaha hutan desa; kolam ikan dan pembenihan ikan; kapal
penangkap ikan; gudang pendingin (cold storage); tempat pelelangan ikan;
tambak garam; kandang ternak; instalasi biogas; mesin pakan ternak; dan
sarana dan prasarana ekonomi lainnya sesuai kondisi desa.
6. Pelestarian lingkungan hidup antara lain: penghijauan; pembuatan
terasering; pemeliharaan hutan bakau; perlindungan mata air; pembersihan
daerah aliran sungai; perlindungan terumbu karang; dan kegiatan lainnya
sesuai kondisi desa.
7. Bidang pembinaan kemasyarakatan antara lain: pembinaan lembaga
kemasyarakatan; penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban; pembinaan
kerukunan umat beragama; pengadaan sarana dan prasarana olah raga;

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 23


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
pembinaan lembaga adat; pembinaan kesenian dan sosial budaya
masyarakat; dan kegiatan lain sesuai kondisi desa.
8. Bidang pemberdayaan masyarakat antara lain: pelatihan usaha ekonomi,
pertanian, perikanan dan perdagangan; pelatihan teknologi tepat guna;
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi Kepala Desa, perangkat desa, dan
BPD; peningkatan kapasitas masyarakat, antara lain: kader pemberdayaan
masyarakat desa; kelompok usaha ekonomi produktif; kelompok perempuan,
kelompok tani, kelompok masyarakat miskin, kelompok nelayan, kelompok
pengrajin, kelompok pemerhati dan perlindungan anak, kelompok pemuda;
dankelompok lain sesuai kondisi desa.

RPJM Desa menjadi acuan dalam penyusunan RKP Desa. RKP Desa memuat
rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa. RKP Desa paling
sedikit berisi uraian mengenai: (1) evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya, (2)
prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh desa, (3) prioritas
program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola melalui kerja sama antar-desa dan
pihak ketiga, (4) rencana program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh desa
sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota; dan (5) pelaksana kegiatan desa yang terdiri atas
unsur perangkat desa dan/atau unsur masyarakat desa. RKP Desa disusun oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
berkaitan dengan pagu indikatif desa dan rencana kegiatan dari Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. RKP Desa mulai disusun oleh
Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan dengan peraturan desa
paling lambat akhir bulan September tahun berjalan. Berdasarkan RKP Desa maka APB
Desa dapat disusun dan ditetapkan. Mendasarkan Pasal 120 PP No. 43/2014
mencantumkan bahwa RPJM Desa dan/atau RKP Desa dapat diubah jika:
a. terjadi peristiwa khusus seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan/atau Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. Perubahan
RPJM Desa dan/atau RKP Desa dibahas dan disepakati dalam
musrenbang desa dan selanjutnya ditetapkan dengan peraturan desa.

Pada intinya RPJM Desa merupakan penjabaran visi dan misi Kepala Desa yang
dilantik. RPJM Desa ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung
sejak pelantikan Kepala Desa dengan dasar hukum peraturan desa. Maka Kepala Desa

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 24


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
memiliki waktu selama 3 (tiga) bulan menuangkan visi dan misinya menjadi program
pembangunan desa selama 6 (enam) tahun masa jabatannya. Selain berupa
penjabaran visi dan misi Kepala Desa, RPJM Desa juga memuat rencana
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pem-bangunan, pembinaan
kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat, dan arah kebijakan pembangunan desa.
RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi obyektif desa dan prioritas
pembangunan kabupaten/kota.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 25


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Tahap Penyusunan Pencanaan Pembangunan
Jangka Menengah Desa (RPJMDes).
Pembangunan Kabupaten

Mendasarkan materi Permendagri No. 114/2014 Pasal 7 Ayat 3 mengatur tahapan


penyusunan RPJM Desa yaitu:
1. Pembentukan Tim Penyusun RPJM Desa.
2. Penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan kota/ kabupaten.
3. Pengkajian keadaan desa.
4. Penyusunan rencana pembangunan desa melalui musyawarah desa;
5. Penyusunan rancangan RPJM Desa.
6. Penyusunan rencana pembangunan desa melalui musrenbang desa).
7. Penetapan RPJM Desa.

Pembentukan Tim Penyusun RPJM Desa

Setelah Kepala Desa dilantik secara resmi maka dengan segera Kepala Desa
membentuk Tim Penyusun RPJM Desa berjumlah paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling
banyak 11 (sebelas) orang. Anggota Tim Penyusun juga perlu mem-pertimbangkan
keterwakilan perempuan di dalamnya. Tim Penyusun RPJM Desa disahkan dengan
Keputusan Kepala Desa. Struktur Tim Penyusun RPJM Desa antara lain:
1. Kepala Desa selaku pembina.
2. Sekretaris Desa selaku ketua.
3. Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat selaku sekretaris.
4. Anggota yang berasal dari perangkat desa, lembaga pemberdayaan
masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat
lainnya.

Tugas Tim Penyusun RPJM Desa adalah sebagai berikut:


1. Menyelaraskan arah kebijakan pembangunan kabupaten.
2. Mengkaji keadaan desa.
3. Menyusun rancangan RPJM Desa.
4. Menyempurnakan rancangan RPJM Desa.

RPJM Desa memuat visi dan misi Kepala Desa. Penjabaran visi dan misi Kepala
Desa menjadi sangat penting untuk mendapatkan gambaran yang jelas seperti apa visi,

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 26


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
misi, strategi, dan program pembangunan selama 6 (enam) tahun masa jabatan Kepala
Desa. Langkah awal Tim Penyusun RPJM Desa adalah mendengarkan pemaparan
visi dan misi Kepala Desa serta membahas bagaimana visi dan misi tersebut akan
menjadi acuan dalam seluruh proses penyusunan RPJM Desa ini. Tim penyusun RPJM
Desa menyelaraskan arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota untuk
mengintegrasikan program dan kegiatan pembangunan kabupaten/kota dengan
pembangunan desa. Penyelarasan arah kebijakan itu dilakukan dengan mengikuti
sosialisasi dan/atau mendapatkan informasi tentang arah kebijakan pembangunan
kabupaten/kota. Informasi arah kebijakan pem-bangunan kabupaten/kota sekurang-
kurangnya meliputi:
1. Rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota.
2. Rencana strategis satuan kerja perangkat daerah.
3. Rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota.
4. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota.
5. Rencana pembangunan kawasan perdesaan

Kegiatan penyelarasan arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota dilakukan


dengan cara mendata dan memilah rencana program dan kegiatan pembangunan
kabupaten/kota yang akan masuk ke desa. Hal ini dilakukan dengan cara
mengelompokkan menjadi bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pember-dayaan masyarakat desa. Hasil
pendataan dan pemilahan tersebut dituangkan dalam format data rencana program
dan kegiatan pembangunan yang akan masuk ke desa. Data rencana program dan
kegiatan menjadi lampiran hasil pengkajian keadaan desa.

Pengkajian Keadaan Desa

Tim Penyusun RPJM Desa melakukan pengkajian keadaan desa yang dilakukan
dalam rangka mempertimbangkan kondisi obyektif desa. Laporan hasil peng-kajian
keadaan desa menjadi bahan masukan dalam musyawarah desa dalam rangka
penyusunan perencanaan pembangunan desa. Kegiatan pengkajian ke-adaan desa
meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Penyelarasan data desa.
2. Penggalian gagasan masyarakat.
3. Penyusunan laporan hasil pengkajian keadaan desa.

Penyelarasan data desa dilakukan melalui kegiatan (1) pengambilan data dari
dokumen data desa, dan (2) pembandingan data desa dengan kondisi desa terkini. Data

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 27


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
desa ini meliputi data dan kondisi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya
pembangunan, dan sumber daya sosial budaya.. Hasil penyelarasan data desa
dituangkan dalam format data desa dan dilampirkan pada laporan hasil pengkajian
keadaan desa. Selanjutnya hasil penyelarasan data desa tersebut menjadi bahan
masukan dalam musyawarah desa dalam rangka penyusunan perencanaan
pembangunan desa.
Penggalian gagasan masyarakat dilakukan untuk menemukenali potensi dan
peluang pendayagunaan sumber daya desa, sertamengidentifikasi masalah yang
dihadapi desa. Hasil penggalian gagasan menjadi dasar bagi masyarakat dalam
merumuskan usulan rencana kegiatan meliputi penyelenggaraan pemerintahan desa,
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat
desa.
Penggalian gagasan masyarakat dilakukan secara partisipatif dengan
melibatkan seluruh unsur masyarakat desa sebagai sumber data dan informasi. Pelibatan
masyarakat desa dapat dilakukan melalui musyawarah dusun dan/atau musyawarah
khusus unsur masyarakat antara lain:
1. Tokoh adat.
2. Tokoh agama.
3. Tokoh masyarakat.
4. Tokoh pendidikan.
5. Kelompok tani.
6. Kelompok nelayan.
7. Kelompok perajin.
8. Kelompok perempuan.
9. Kelompok pemerhati dan pelindungan anak.
10. Kelompok masyarakat miskin.
11. Kelompok-kelompok masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat desa.

Dalam kegiatan penggalian gagasan masyarakat ini Tim Penyusun RPJM Desa
melakukan pendampingan terhadap musyawarah dusun dan/atau musyawarah khusus
bersama unsur masyarakat di atas. Penggalian gagasan yang dilakukan dengan cara
diskusi kelompok akan berjalan secara terarah. Dalam pelak-sanaan diskusi
kelompok dapat menggunakan alat bantu berupa sketsa desa, kalender musim, dan
bagan kelembagaan desa sebagai alat kerja untuk menggali gagasan masyarakat. Ketika
terjadi hambatan dan kesulitan dalam penerapan alat bantu kerja tersebut, Tim
Penyusun RPJM Desa dapat menggunakan alat kerja lainnya yang sesuai dengan kondisi
dan kemampuan masyarakat desa. Tim Penyusun RPJM Desa dapat menambahkan alat

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 28


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
bantu kerja sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dalam rangka meningkatkan
kualitas hasil penggalian gagasan.
Tahap selanjutnya adalah Tim Penyusun RPJM Desa melakukan rekapitulasi
usulan rencana kegiatan pembangunan desa berdasarkan usulan rencana kegiatan
dalam diskusi kelompok. Hasil rekapitulasinya dituangkan dalam format usulan rencana
kegiatan dan menjadi lampiran laporan hasil pengkajian keadaan desa. Rekapitulasi Usulan
Rencana Kegiatan Desa dari Dusun dan/atau Kelompok Masyarakat].
Setelah merekapitulasi usulan rencana kegiatan desa, Tim Penyusun RPJM
Desa menyusun laporan hasil pengkajian keadaan desa. Selanjutnya, laporan hasil
pengkajiannya dituangkan dalam berita acara dengan dilampiri dokumen:
1. Data desa yang sudah diselaraskan.
2. Data rencana program pembangunan kabupaten/kota yang akan
masuk ke desa.
3. Data rencana program pembangunan kawasan perdesaan.
4. Rekapitulasi usulan rencana kegiatan pembangunan desa dari dusun
dan/atau kelompok masyarakat

Tim Penyusun RPJM Desa melaporkan kepada Kepala Desa mengenai hasil
pengkajian keadaan desa. Berdasarkan laporan hasil kajian keadaan desa, Kepala Desa
menyampaikan laporannya kepada BPD untuk penyusunan rencana pembangunan
desa melalui musyawarah desa.

Penyusunan Rencana Pembangunan Desa Melalui Musyawarah Desa

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menyelenggarakan musyawarah desa


berdasarkan laporan hasil pengkajian keadaan desa. Musyawarah Desa dapat
dilaksanakan setelah Kepala Desa menyerahkan laporan hasil pengkajian keadaan
desa. Dalam Musyawarah Desa yang perlu dibahas dan disepakati antara lain:
1. Laporan hasil pengkajian keadaan desa.
2. Rumusan arah kebijakan pembangunan desa yang dijabarkan dari visi dan misi
Kepala Desa.
3. Rencana prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa,
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa.

Pembahasan rencana prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa,


pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan
masyarakat desa dilakukan dengan diskusi kelompok secara terarah yang dibagi

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 29


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
berdasarkan bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Diskusi kelompok
secara terarah itu membahas hal-hal mengenai:
1. Laporan hasil pengkajian keadaan desa.
2. Prioritas rencana kegiatan desa dalam jangka waktu 6 (enam) tahun.
3. Sumber pembiayaan rencana kegiatan pembangunan desa.
4. Rencana pelaksana kegiatan desa yang akan dilaksanakan oleh
perangkat desa, unsur masyarakat desa, kerjasama antar desa, dan/atau
kerjasama desa dengan pihak ketiga.

Hasil kesepakatan musyawarah desa dituangkan dalam berita acara.


Selanjutnya hasil kesepakatan ini menjadi pedoman bagi pemerintah desa dalam
menyusun RPJM Desa. Pelaksanaan teknis musyawarah desa mengacu pada Peraturan
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2015
tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah
Desa (Permendesa No. 2/2015).

Penyusunan Rancangan RPJM Desa

Tim Penyusun RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa berdasarkan berita
acara hasil kesepakatan musyawarah desa. Rancangan RPJM Desa dituangkan dalam
format rancangan RPJM Desa. Setelah rancangan RPJM Desa selesai disusun maka
Tim Penyusun RPJM Desa membuat berita acara tentang hasil penyusunan
rancangan RPJM Desa yang dilampiri dengan dokumen rancangan RPJM Desa dan
disampaikan kepada Kepala Desa.
Kepala Desa berwenang memeriksa dokumen rancangan RPJM Desa yang telah
disusun oleh Tim Penyusun RPJM Desa. Apabila Kepala Desa belum menyetujui rancangan
RPJM Desa maka Tim Penyusun RPJM Desa harus melakukan perbaikan berdasarkan
arahan Kepala Desa. Jika rancangan RPJM Desa telah disetujui oleh Kepala Desa
dilanjutkan dengan kegiatan musrenbang desa.

Penyusunan Rencana Pembangunan Desa Melalui Musrenbang Desa

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) menyatakan, bahwa


perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia. Pengertian sumber daya dimaksudkan adalah potensi, kemampuan, dan
kondisi lokal, termasuk anggaran, untuk dikelola dan dimanfaatkan bagi peningkatan

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 30


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
kesejahteraan masyarakat. Salah satu wahana proses pengambilan keputusan secara
partisipatif dalam kebijakan perencanaan desa adalah Musyawarah Perencanaan
Pembangunan desa (Musrenbangdes). Musrenbang desa merupakan arena strategis
bagi para pemangku kepentingan dalam merumuskan perencanaan pembangunan
desa secara kolaboratif dengan melibatkan tiga pilar utama pemerintahan, yaitu
pemerintah desa (eksekutif dan legislatif), masyarakat, dan swasta.
Musyawarah rencana pembangunan desa menjadi wahana penting dalam
penentuan keputusan pembangunan yang melibatkan berbagai pihak. Musyawarah
sebagai salah satu cara yang ditempuh untuk memastikan bahwa rencana yang
disusun dapat diterima oleh publik sesuai dengan prinsip akuntabilitas. bagian penting
dalam Penyusunan rencana pembangunan merupakan kegiatan partisipatif yang
melibatkan masyarakat dan stakeholders lain dalam proses perencanaan di tingkat
desa sebagai masukan ditingkat kecamatan hingga kabupaten/kota.
Musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) desa/ kelurahan
adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan desa/ kelurahan
untuk menyepakati rencana program/kegiatan untuk tahun anggaran berikutnya.
Musrenbang desa/kelurahan dilakukan setiap bulan Januari untuk menyusun rencana
kegiatan tahunan desa mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa (RPJM Desa) yang telah ditetapkan melalui peraturan desa.
Musrenbang dimaksud untuk membangun kesepahaman tentang kepentingan
dan kemajuan desa, dengan memetakan potensi dan sumber pembangunan yang
tersedia baik dari dalam desa sendiri maupun dari luar desa. Musrenbang adalah
forum publik perencanaan (program) yang diselenggarakan oleh pemerintah
desa/kelurahan bekerjasama dengan warga dan para pemangku kepentingan lainnya.
Penyelenggaraan musrenbang merupakan salah satu tugas pemerintah
desa/kelurahan untuk menyelenggarakan urusan pemerin-tahan, pembangunan dan
kemasyarakatan.
Musyawarah perencanaan desa biasa dikenal dengan istilah Musbangdes
(Musyawarah Pembangunan Desa) merupakan wahana perencanaan parti-sipatif yang
melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) di tingkat desa/kelurahan
untuk menemukenali masalah, potensi, kebutuhan, tantangan eksternal dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat. Musren-bang desa sebagai
forum publik dalam rangka dialog dan pembahasan kegiatan perencanaan (program)
yang diselenggarakan oleh pemerintah desa/kelurahan bekerjasama dengan warga
dan para pemangku kepentingan. Penyelenggaraan musrenbang merupakan salah
satu tugas pemerintah desa/kelurahan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 31


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Tujuan Musrenbang Desa

Secara umum maksud diselenggarakannya musrenbang untuk memfasilitasi


keterlibatan berbagai pihak melalui proses dialog, berdiskusi dan memformulasikan
berbagai persoalan yang dihadapi terkait kebutuhan, masa depan dan rencana
pembangunan desa. Secara khusus tujuan Musrenbang desa, yaitu;
1. Menyepakati prioritas kebutuhan atau kegiatan desa yang akan menjadi
bahan penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa);
2. Menyepakati prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan desa sendiri
dan dibiayai melalui dana swadaya desa/masyarakat;
3. Menyepakati prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan desa sendiri
yang dibiayai melalui Alokasi Dana Desa (ADD) yang berasal yang berasal
dari APBD kabupaten/kota atau sumber dana lain;
4. Menyepakati prioritas kegiatan desa yang akan diusulkan melalui
musrenbang kecamatan untuk menjadi kegiatan pemerintah daerah dan
dibiayai melalui APBD kab./kota atau APBD propinsi; dan
5. Menyepakati Tim Delegasi Desa yang akan memaparkan persoalan daerah
yang ada di desanya pada forum musrenbang kecamatan untuk penyusunan
program pemerintah daerah/SKPD pada tahun berikutnya.

Manfaat Musrenbang Desa

a. Musrenbang memberikan kesempatan kepada berbagai pemangku


kepentingan khususnya kelompok marjinal dan perempuan untuk
mengemukakan ide, gagasan, harapan dan perubahan desa ke depan
b. Setiap warga desa mendapat peluang yang sama untuk mengemukakan
pendapatnya dalam forum musyawarah.
c. Manfaat diskusi dan curah pendapat (brainstorming) dapat menjadi
kesempatan untuk belajar merumuskan strategi alternatif dan men-desain
skenario pembangunan yang diharapkan masyarakat.
b. Proses pembelajaran dalam pembuatan kebijakan yang melibatkan beragam
pemangku kepentingan yang berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk
kebijakan secara interaktif.
c. Pembuatan kebijakan sebagai upaya untuk menanggapi tuntutan dari
berbagai kelompok kepentingan dengan cara bargaining, negosiasi, mediasi
dan kompromi.
d. Membangun forum dialog lintas pelaku dalam rangka meningkatkan
kohesi sosial dan penyelesaian masalah melalui pendekatan tanpa ke-

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 32


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
kerasan dan non litigasi.

Pokok-Pokok Tahapan Musrenbang Desa

Tahap Persiapan
a. Pemerintah desa dan BPD atau lembaga lain yang sejenis berperan dalam
memfasilitasi proses lokakarya-musyawarah sesuai dengan peraturan dan
jadual yang telah disepakati serta membentuk tim kerja atau fasilitator. Tim
kerja beranggotakan 8 orang disesuaikan dengan kondisi masing-masing
daerah. Komposisinya, 3 orang dari unsur pemerintah desa dan 5 orang dari
unsur masyarakat yang diusulkan oleh ketua RW atau kepala dusun dan
organisasi setempat lainnya yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Desa.
b. Tim kerja atau fasilitator terdiri dari 3 (tiga) orang sebagai panitia
pengarah (steering committee), dan 5 orang sebagai panitia pelaksana
(organizing committee).
c. Panitia pengarah adalah perwakilan masyarakat yang terdiri dari orang-
orang yang akan memfasilitasi proses musyawarah meliputi penyiapan
dokumen, peraturan dan bahan acuan lain yang dibutuhkan oleh peserta
dalam pembahasan masalah, perumusan alternatif dan penetapan program
pembangunan desa. Dokumen tersebut di-antaranya;
Dokumen peraturan daerah (Perda).
Rencana strategis dan program investasi kecamatan.
Dokumen program atau proyek tahun sebelumnya, hasil
evaluasi kegiatan dan kegiatan tahun berjalan.
Dokumen draft usulan kegiatan masyarakat
Program atau kegiatan yang telah disetujui dan masuk dalam
APBD.

d. Panitia pelaksana adalah perwakilan masyarakat yang akan mem-fasilitasi


pelaksanaan musyawarah mencakup jadual, peralatan dan tempat pertemuan.
Secara rinci tugas dari panitia pelaksana di-antaranya;
Inventarisasi peserta yang akan diundang dalam Musbangdes.
Membuat dan menyampaikan undangan kepada semua
peserta Musbangdes.
Undangan dibuat lengkap dengan mencantumkan tanggal, hari,
waktu pelaksanaan, tempat dan agenda acara.
Menyebarkan informasi tentang pelaksanaan Musbangdes
kepada masyarakat luas melalui media pertemuan informal,

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 33


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
saung meeting, masjid, papan pengumuman dan media lainnya
yang ada di desa.
Mempersiapkan peralatan dan ruang pertemuan, seperti sound
system, spidol, kertas flano, mesin tik, jarum pentul, kain beberan,
materi diskusi, konsumsi, dan agenda pelaksanaan Musbangdes.

Tahap Pelaksanaan

a. Pembukaan musyawarah terdiri dari kegiatan; penyampaian laporan panitia


pelaksana, sambutan dari kepala desa dan informasi lain berkaitan dengan
proses pelaksanaan musbangdes.
b. Penyampaian draft tata tertib pelaksanaan Musbangdes oleh panitia pengarah
yang bertindak sebagai pimpinan sidang sementara. Setelah tata tertib
disepakati oleh peserta musyawarah, selanjutnya pimpinan sidang sementara
diserahkan kepada pimpinan sidang terpilih sesuai dengan tatatertib yang
disepakati.
c. Pimpinan sidang musyawarah memilki tugas sebagai berikut;
Memimpin sidang.
Mengatur lalulintas pembahasan musyawarah.
Mengatur waktu.
Memfasilitasi penyepakatan prioritas kegiatan yang masuk
dalam rencana pembangunan baik secara aklamasi maupun
pemungutan suara.
Membacakan hasil keputusan dan kesimpulan hasil pembahasan.

d. Pada kegiatan pleno pertama pimpinan sidang menyampaikan materi proses


dan hasil identifikasi masalah serta rencana kegiatan pem-bangunan desa yang
diusulkan oleh masing-masing dusun, hamparan atau RW yang telah
dipersiapkan oleh panitia pengarah.
e. Lakukan pembagian kelompok diskusi sesuai dengan bidang atau sektor
yang akan dilaksanakan misalnya, kelompok bidang ekonomi, pendidikan,
kelembagaan, sosial budaya dan prasarana berdasarkan rancangan dari panitia
pengarah. Peserta dapat membagi diri masing-masing kelompok sesuai dengan
bidang yang relevan atau dengan cara acak. Paling tidak setiap kelompok
memiliki anggota yang menguasai bidang atau sektor yang akan dibahas. Setiap
kelompok dipandu minimal oleh 1 orang fasilitator.
f. Lakukan pembahasan terhadap seluruh usulan dari masing-masing kelompok
(hamparan, dusun atau RW) yang akan masuk dalam rencana pembangunan 3

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 34


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
5 tahun.
g. Pada kegiatan sidang pleno kedua, pemimpin sidang menyam-paikan hasil
sementara keputusan Musbangdes oleh masing-masing kelompok yang akan
disempurnakan oleh tim perumus.

Memilih tim perumus yang berasal dari wakil kelompok untuk menjadi tim
perumus. tim ini akan mewakili dalam pembahasan selanjutnya pada pertemuan MAD
di tingkat kecamatan. Perwakilan tersebut berjumlah tiga orang.

Tahap Penutupan

a. Tim perumus bersama panitia pengarah menyelesaikan rumusan rencana


kegiatan desa untuk kepentingan bahan diskusi MAD di tingkat kecamatan.
b. Panitia pelaksana menyampaikan dan menyebarluaskan hasil keputusan
Musbangdes kepada masyarakat melalui media lokal yang tersedia.
c. Usulan kegiatan atau program yang bersumber dari dana pemerintah
dan swasta dikonsultasikan kepada tim kerja terpadu yang terdiri dari instansi
terkait di desa untuk disempurnakan.
d. Hasil rumusan rencana kegiatan ditandatangani secara resmi oleh panitia
pengarah, tim perumus, wakil dusun/kelompok/hamparan, BPD atau lembaga
lainnya. Salinannya disampaikan kepada kantor kecamatan.
e. Perwakilan desa wajib mengikuti MAD di tingkat Kecamatan, dan
menyampaikan hasil MAD kepada masyarakat.

Kepala Desa menyelenggarakan musrenbang desa untuk membahas dan


menyepakati rancangan RPJM Desa. Hasil kesepakatan musrenbang desa kemudian
dituangkan dalam berita acara. Musrenbang desa melibatkan Pemerintah Desa, BPD, dan
unsur masyarakat. Yang dimaksud dengan unsur masyarakat adalah (1) tokoh adat,
(2) tokoh agama, (3) tokoh masyarakat, (4) tokoh pendidikan, (5) perwakilan kelompok tani, (6)
perwakilan kelompok nelayan, (7) perwakilan kelompok perajin, (8) perwakilan kelompok
perempuan, (9) perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak, dan (10)
perwakilan kelompok masyarakat miskin. Selain unsur masyarakat yang tersebut di
atas, musren-bang desa juga dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 35


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Penetapan RPJM Desa

Musrenbang desa akan menghasilkan kesepakatan dan kemungkinan usulan


perbaikan rancangan RPJM Desa, maka Kepala Desamenjadi pengarah bagi Tim Penyusun
RPJM Desa dalam proses perbaikan dokumen rancangan RPJM Desa. Rancangan RPJM
Desa inilah yang menjadi lampiran rancangan peraturan desa tentang RPJM Desa. RPJM
Desa disahkan dengan peraturan desa yang dirancang oleh Kepala Desa. Rancangan
peraturan desa tentang RPJM Desa itu kemudian dibahas dan disepakati Kepala Desa
bersama BPD untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa tentang RPJM Desa.

Perubahan RPJM Desa

RPJM Desa berlaku selama 6 tahun. Dalam perjalanan implementasi RPJM Desa
dimungkinkan terjadi perubahan-perubahan terhadap isinya. Kepala Desa dapat mengubah
RPJM Desa jika:

a. Terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan.
b. Terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerin-tah daerah
provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/ kota.
c. Perubahan RPJM Desa harus dibahas dan disepakati dalam musrenbang
desa dan selanjutnya ditetapkan dengan peraturan desa yang baru.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 36


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
PENGEMBANGAN POTENSI DESA DAN
PELEMBAGAAN KERJASAMA ANTAR
DESA
Oleh:
Ucu Martanto, S. Aminah

Kerjasama
Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur
dengan
Centre for Security and Welfare Studies (CSWS),
FISIP, Universitas Airlangga
2016

37
Apakah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)?

Badan Usaha Milik Desa adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh
masyarakat dan pemerintah desa dalam upaya memperkuat perekonomian
masyarakat desa dan pembentukannya berdasarkan kebutuhan masyarakat dan
potensi yang dimiliki desa. BUMDes adalah lembaga desa yang memiliki kegiatan
menjalankan usaha ekonomi untuk memperoleh manfaat yang berguna bagi
kesejahteraan masyarakat desa secara luas. Dengan demikian, pendirian dan aktivitas
bisnis BUMDes bukan ditujukan bagi kesejahteraan segelintir masyarakat desa, juga
bukan menjadi perpanjangan ataupun perluasan bisnis dari orang-orang tertentu.
Salah satu tujuan pendirian BUMDes untuk mencari keuntungan yang
dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat desa. Namun demikian, perlu dicatat
bahwa BUMDes bukanlah semata-mata hanya untuk mencari keuntungan ekonomis
atau laba, akan tetapi meliputi pula manfaat sosial dan manfaat non-ekonomi lainnya.
Jika semangat pendirian BUMDes hanya diarahkan untuk tujuan pencarian
keuntungan, sering kali yang muncul kemudian adalah konflik/perpecahan diantara
anggota masyarakat yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi. Oleh karena itu,
seyogyanya kedua manfaat ini (ekonomi dan sosial) haruslah berjalan beriringan.
Manfaat ekonomi yang ingin diperoleh dari kegiatan usaha BUMDes adalah
keuntungan atau laba dalam bentuk bertambahnya Pendapatan Asli Desa (PADes),
terbukanya lapangan kerja baru bagi warga desa, dan mendorong munculnya
kegiatan-kegaitan ekonomi desa lainnya. Sementara, manfaat sosial/non-ekonomi lain
dari pendirian BUMDes antara lain, memperkuat rasa kebersamaan diantara warga
desa, memperkokoh kegotongroyongan, menumbuhkan kebanggaan dari warga
terhadap desanya, warga menjadi lebih kerasan tinggal di desa, mendorong
tumbuhnya prakarsa dan gerakan bersama warga untuk membangun desa secara
mandiri, kelestarian lingkungan hidup, semakin baiknya pelayanan pemerintah desa
kepada warga, dan seterusnya.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada Pasal 87
menyebutkan (ayat 1) Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut
BUMDes; (ayat 2) BUMDes dikelola dengan semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan; dan (ayat 3) BUMDes dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi
dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kata dapat dalam undang-undang tersebut mengandung pengertian bahwa desa

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 38


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
diberi kesempatan, hak dan kewenangan untuk mendirikan BUMDes. Oleh karena itu,
pendirian BUMDes hendaknya dipahami sebagai peluang baru bagi desa untuk
mengembangkan perekonomian desa melalui pendayagunaan potensi desa untuk
memenuhi kebutuhan warga desa. Dengan kata lain, unit usaha yang akan dijalankan
BUMDes hendaknya bertumpu pada potensi dan kebutuhan desa.
Pendirian BUM Desa merupakan inisiatif desa, bukan perintah dari
pemerintahan di atas desa/supra desa seperti: Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi,
ataupun Pusat. Oleh karenanya pengelolaan BUMDes harus berdasarkan prinsip
kemandirian desa dan semangat kekeluargaan serta kegotongroyongan yang telah
berurat akar di masyarakat.
Badan Usaha Milik Desa sudah diatur dalam Undang-undang No. 6 Tahun
2014 tentang Desa. UU tersebut menyatakan bahwa BUMDesa merupakan badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan dalam
kerangka mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lain untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat desa.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 39


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Bagaimana Cara Mendirikan BUMDes?

Dengan terbitnya UU Desa No. 6 tahun 2014, Desa memiliki otonomi yang
mengarah pada penguatan eksistensi desa beserta semua komponennya. UU Desa
tersebut memberi ruang gerak yang besar kepada kepala desa, perangkat desa dan
masyarakat untuk mengeskplorasi semua potensi yang dimiliki desa menjadi modal
untuk memajukan dan memakmurkan masyarakat desa.BUMDes ini penting karena
lembaga ini bukan hanya sebagai lembaga yang berorientasi profit/bisnis, tetepi
sebagai lembaga bisnis sosial. Karena itu, tolok ukur keberhasilan BUMDes bukan
hanya dari keuntungan yang dicapai, tetapi juga manfaatnya bagi masyarakat desa.
Membangun desa sebagaimana diamanatkan UU Desa adalah desa mandiri.
Untuk mencapai itu, perlu ada lokomotif yang menggerakan desa. Lokomotif
pembangunan desa yang diwujudkan dalam pendirian badan usaha milik desa yang
selanjutnya disebut BUMDes. Dengan adanya BUMDes, maka konsentrasi masyarakat
untuk mencari masukan dapat dilakukan dengan megindentifikasi peluang-peluang
yang ada untuk dikembangkan di desa itu. Jika masyarakat sudah mengenal dan
mengetahui kekayaan yang ada di desa maka mereka selanjutnya dapat
mengelolanya menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat desa.
Pendirian BUMDes diatur dalam Peraturan Menteri Desa No. 4 tahun 2015.
Pasal 4 Permendes mengatur tentang pendirian BUMDes untuk disesuaikan dengan
kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat; organisasi pengelola BUM Desa;
modal usaha BUM Desa; dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM
Desa.
Permendes No.4 tahun 2015 ini berlaku umum, di mana dalam pelaksanaan di
daerah harus ada penyesuaian yang kemudian diatur oleh Peraturan Bupati/walikota
sesuai dengan keadaan alam, lingkungan, dan budaya setempat. Begitu pula dengan
pengelolaan BUMDes harus dikelola secara profesional dan mandiri sehingga
diperlukan orang-orang yang memiliki kompetensi untuk mengelolanya. Perekrutan
pegawai atau manajer disesuaikan dengan standar yang sudah ditetapkan dalam
AD/ART BUMDes. BUMDes merupakan bagian dari pemerintah desa yang
menjalankan fungsi pemerintah desa terkait dengan layanan, baik itu layanan secara
ekonomi maupun sosial. BUMDes ini juga berfungsi untuk menyerap tenaga kerja dari
desa, itu artinya BUMDes memiliki peran dalam hal penekanan angka urbanisasi dari
desa ke kota. Keefektifannya bisa dilihat dari ukuran keberhasilan pengelolaan unit

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 40


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
usaha yang dikelola secara mandiri oleh desa. BUMDes adalah bagian dari desa yang
juga sekaligus memiliki fungsi membangun pola hubungan baru. Apabila selama ini
hubungan antara masyarakat dengan perangkat desa lebih banyak kepada hubungan
yang sifatnya adminsistratif, maka ketika ada BUMDes keduanya diharapkan tak
memiliki sekat.
BUMDes sebagai lembaga ekonomi yang berorientasi pada keuntungan dan
untuk mencapai tujuan itu BUMDes dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain
yang bersifat lintas desa dengan koordinasi pemerintah desa. Contoh: pemanfaatan
sumberdaya air atau objek wisata. Pengelolaan BUMDes harus dilakukan secara
profesional, artinya semua kegiatan itu diadministrasikan, dicatat, dilaporkan kepada
pemerintah desa dan masyarakat.
BUMDes sebagai lembaga desa yang menjalankan usaha ekonomi harus
memperhatikan prinsip efisiensi dan efektifitas serta kehati-hatian dalam menjalankan
usaha. Oleh karena itu sebelum menjalankan suatu kegiatan usaha terlebih dahulu
harus dipertimbangkan matang-matang kelayakan dari jenis usaha yang akan
dijalankan itu. Keputusan untuk memilih suatu jenis usaha menjadi bidang usaha
BUMDes bukanlah persoalan yang mudah. Bidang-bidang usaha yang direncanakan
harus layak untuk dijalankan. Cara yang paling lazim untuk menilai kelayakan usaha
adalah dengan melakukan Kajian Kelayakan Usaha

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 41


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Kajian Kelayakan Usaha BUMDes

Kajian Kelayakan Usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat
yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha (Ibrahim, 2009).
Hasil dari kegiatan kajian kelayakan usaha sangat berguna sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan, apakah menerima atau menolak suatu
gagasan usaha yang direncanakan. Suatu gagasan usaha dikatakan layak apabila
terdapat kemungkinan untuk memperoleh manfaat atau benefit ketika kegiatan usaha
itu benar-benar dijalankan.
Pada dasarnya kajian kelayakan usaha dapat dilaksanakan untuk mendirikan
usaha baru atau dapat pula dalam rangka pengembangan usaha yang sudah ada
(Suherman, 2011). Kajian kelayakan usaha tidak hanya diperlukan pada awal
pendirian usaha saja, tetapi perlu juga dilakukan pada saat BUMDes hendak
melakukan pengembangan usaha.

Apa Manfaat dari Kajian Kelayakan Usaha?

Kajian Kelayakan Usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan


menggunakan cara yang tepat akan memberikan kemanfaatan, meliputi:1
1. Terpilihnya jenis usaha yang dapat menghasilkan kemanfaatan paling besar
atau paling layak untuk dilaksanakan.
2. Dapat memperkecil risiko kegagalan usaha atau mencegah kerugian.
3. Tersedianya data dan informasi tentang kelayakan usaha akan memudahkan
dalam menyusun perencanaan usaha (business plan).
4. Meningkatnya kemampuan atau keterampilan warga desa dalam mengelola
usaha ekonomi secara rasional dan modern.
5. Tersedianya informasi tentang prospek usaha yang dapat menarik warga desa
dan pihak lain untuk mendukung pengembangan usaha. Misalnya, warga desa
atau lembaga keuangan (bank) tertarik menanamkan modal atau meminjamkan
uang untuk mendukung pengembangan usaha yang dilakukan BUMDes.

1Hastowiyono dan Suharyanto (2014) Seri Buku Pintar BUM Desa Penyusunan Kelayakan
Usaha Dan Perencanaan Usaha BUM DESA. FPDP
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 42
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Apa Tujuan Kajian Kelayakan Usaha?

Keberhasilan setiap aktivitas ekonomi dan sosial, seperti menjalankan BUMDes


sangat ditentukan oleh kekuatan perencanaan. Kajian Kelayakan Usaha merupakan
salah satu bentuk kegiatan perencaan. Tujuannya meliputi:2
1. Memperhitungkan keadaan internal desa (potensi desa dan kebutuhan
masyarakat) dan eksternal desa (peluang dan ancaman pengembangan usaha)
sebagai acuan dalam perencanaan usaha ekonomi desa,
2. Memantapkan gagasan usaha ekonomi,
3. Merencanakan Sumber Daya Manusia (SDM), terutama untuk menyiapkan
orang-orang yang berkualitas sebagai pengelola unit usaha,
4. Merancang organisasi unit usaha,
5. Memperhitungkan peluang dan risiko usaha,
6. Menentukan jenis usaha yang memungkinkan dan menguntungkan untuk
dijalankan.

Bagaimana Langkah-langkah Penyusunan Kelayakan Usaha?

Pondasi dasar dalam penyusunan kelayakan usaha BUMDes adalah partisipatif


karena sedari awal BUMDes dibentuk untuk kepentingan masyarakat desa. Selain itu,
BUMDes bukan kepemilikan pribadi arapat desa ataupun anggota masyarakat desa.
Sukses dan berhasilnya BUMDes akan diserahkan kepada masyarakat desa.
Setelah pondasi ini terbentuk, maka teknis penyusunan kelayakan usaha BUMDes
harus lah lengkap dan cermat terutama dalam memperhitungkan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi jalannya usaha. Penyusunan kelayakan usaha juga harus
didasarkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan realistik. Pertimbangan
rasional artinya, harus memperhitungkan keuntungan atau kemanfaatan dan kerugian
atau dampak negatif yang kemungkinan akan terjadi ketika unit usaha tertentu itu
nantinya benar-benar dijalankan. Pertimbangan yang realistis maksudnya, jenis usaha
yang akan dijalankan harus mendasarkan diri pada potensi desa, kebutuhan
masyarakat, dan kemampuan nyata atas sumberdaya yang diperlukan untuk
menjalankan usaha.

2 Ibid
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 43
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Langkah-langkah penyusunan kelayakan usaha adalah sebagai berikut:3

1. Pembentukan Tim Penyusun Kelayakan Usaha (TPKU). Pembentukan TPKU


sebaiknya ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa. TPKU sebaiknya
terdiri atas Kepala Desa dan warga desa yang cukup berpendidikan, mengenal
dengan baik keadaan desa, dan memiliki komitmen (rasa tanggungjawab)
untuk memajukan desanya atau yang sering dikenal sebagai kader-kader
penggerak desa. Akan lebih sempurna apabila diantara anggota TPKU terdapat
orang-orang yang memiliki keterampilan dan pengalaman menjalankan usaha
ekonomi dengan baik. Jumlah personil TPKU sebaiknya tidak terlalu banyak
(misal: 5-7 orang). Dalam menentukan anggota TPKU hendaknya
memperhitungkan keterwakilan perempuan. Keterlibatan perempuan dalam
penyusunan kelayakan usaha dapat mendorong tumbuhnya gerakan kolektif
untuk mengembangkan perekonomian desa berdasarkan spirit kesetaraan
jender (kesetaraan antara laki-laki dan perempuan). Pembentukan TPKU ini
lebih diutamakan bagi desa yang belum terbentuk kelembagaan BUM Desa.
Bagi desa yang telah membentuk kelembagaan BUM Desa, penyusunan
kelayakan usaha dapat dilakukan oleh Pengurus dan Pengelola Unit Usaha
BUM Desa.
2. Menemukan potensi desa yang dapat dikembangkan/didayagunakan melalui
pengelolaan usaha/bisnis. Kegiatan pada tahap ini dilakukan oleh TPKU.
Kegiatan yang dilakukan adalah mengidentifikasi (mengenali) dan
menginventarisasi (mencatat) potensi yang dimiliki desa. Langkah ini diperlukan
untuk menemukan potensi desa yang memungkinkan untuk dijadikan produk
dari unit usaha BUM Desa. Menurut Permendagri No. 12/2007 tentang
Pedoman Penyusunan dan Pendayagunaan Data Profil Desa, menjelaskan
bahwa potensi desa adalah keseluruhan sumber daya yang dimiliki atau
digunakan oleh desa baik sumber daya manusia, sumber daya alam dan
kelembagaan maupun prasarana dan sarana untuk mendukung percepatan
kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh, potensi desa itu berupa: sumber
air bersih, sungai, keindahan alam, jumlah penduduk, mata pencaharian
penduduk, hasil pertanian/perkebunan/kehutanan, hasil industri/kerajinan
rumahtangga, pasar desa, prasarana jalan, kesenian daerah, keuangan
pemerintah desa dan lain-lain. Salah satu sumber data yang sangat penting
untuk mengidentifikasi potensi desa adalah dokumen profil desa. Semakin baik
kualitas penyusunan profil desa, maka akan sangat membantu dalam
mengenali potensi desa dengan tepat. Cara lain yang dapat dilakukan untuk

3 Ibid
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 44
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
mengenali potensi desa adalah dengan pengamatan langsung terhadap
keadaan desa dan menjaring informasi dari warga desa.
3. Mengenali kebutuhan sebagian besar warga desa maupun masyarakat luas
(masyarakat luar desa). Kegiatan ini dilakukan dengan cara menanyakan
langsung kepada warga desa tentang jenis barang atau jasa yang mereka
harapkan dapat dilayani melalui BUM Desa. Dapat pula dilakukan dengan cara
mengamati atau bertanya kepada pemilik toko dan pedagang di pasar
mengenai jenis barang yang laris terjual. Khususnya barang-barang yang
sekiranya dapat diproduksi atau disediakan oleh BUM Desa. Informasi tentang
jenis kebutuhan masyarakat tersebut kemudian dicatat. Kegiatan pada tahap ini
dilakukan oleh TPKU. Langkah ini sangat diperlukan untuk memperoleh
informasi tentang kebutuhan warga desa maupun masyarakat luas sebagai
dasar untuk menentukan jenis usaha yang akan dijalankan dan produk (barang
dan jasa) yang akan ditawarkan. Warga desa dan masyarakat luas merupakan
calon konsumen dari produk yang ditawarkan. Dengan demikian, semakin tepat
dalam mengenali kebutuhan calon konsumen, maka produk yang ditawarkan
unit usaha BUM Desa berpeluang besar dapat diterima (dibeli) oleh konsumen.
4. Menggagas bersama warga desa untuk menentukan pilihan-pilihan jenis usaha
yang memungkinkan untuk dilakukan. Pada tahap ini TPKU terlebih dahulu
telah menyusun rancangan alternatif jenis usaha beserta hasil kajian aspek-
aspek kelayakan usaha dan kemungkinan pengembangannya. Rancangan
alternative usaha beserta kajian kelayakan usaha kemudian ditawarkan kepada
warga desa untuk dibahas bersama melalui forum musyawarah desa.
Menggalang kesepakatan warga untuk menentukan unit usaha ekonomi desa
yang akan diwadahi BUMDes. Kesepakatan bersama warga desa sangat
diperlukan untuk memperoleh dukungan dalam menjalankan dan
mengembangkan suatu unit usaha BUMDes. Ketika warga desa menyepakati
pendirian unit usaha BUM Desa, maka tentunya mereka merasa ikut memiliki
dan bertanggungjawab atas keberlangsungan usaha. Kesepakatan mendirikan
unit usaha BUMDes bersama warga desa hendaknya dilakukan melalui forum
musyawarah desa.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 45


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Memetakan Potensi Desa Sebagai Modal
Utama BUMDes
Pembangunan Kabupaten

Memetakan potensi desa sebagai modal utama BUMDes itu penting. Dengan
memahami potensi yang dimiliki desa maka masyarakat akan mampu membuat desa
sesuai dengan potensi itu. Potensi desa itu bukan hanya dalam bentuk unit usaha
simpan pinjam seperti yang ada selama ini, karena simpan pinjam banyak yang gagal
dalam kenyataannya. BUMDes adalah suatu modal usaha desa yang sahamnya bisa
lebih besar dari pemerintah desa. Untuk memetakan potensi desa ada beberapa
langkah yang dapat dilakukan, yaitu: (i) mengoptimalkan potensi desa baik untuk
pengembangan ekomomi kreatif maupun jasa layanan; (ii) adanya informasi dan data
yang cukup mamadai sebagai bahan merumskan program desa yang unit usaha
BUMDes.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 46


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Tata Kelola Membangun BUMDes

Ada tantangan dalam membangun BUMDes, karena tidak semua desa memiliki
potensi yang dapat dikelola secara ekonomi. Kesepakatn antara pemerintah desa dan
masyarakat diperlukan untuk melihat potensi yang ada di desa. Analisis secara cermat
sangat diperlukan apakah BUMDes itu memiliki peluang dan menguntungkan.
BUMDes menarik dan bagus karena banyak masyarakat yang sebenarnya
tertarik ke bidang usaha, tetapi untuk menjajal usaha sendiri, mereka masih belum
berani. Selain karena tak memiliki modal besar, mereka tak berani mengambil risiko,
sehingga mereka butuh lembaga yang menaunginya. Melalui UKM-UKM kecil yang
kemudian diwadahi dalam BUMDes dan dilegalisasi Perdes, akan banyak masyarakat
yang terlibat, sehingga BUMDes menjadi wadah tepat untuk mengembangkan desa
dan mengembangkan potensi desa.

Tata kelola BUMDes sudah diatur dalam peraturan, ada penasehat, pelaksana
operasional, dan pengawas. Penasehat dijabat oleh Kepala desa yang tertuang dalam

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 47


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
UU Desa maupun Peraturan Pemerintah (PP) No.14 dan perubahannya PP. No 47
tahun 2015. Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal No. 4
tahun 2015 memuat tentang pendirian, pengelolaan, pengembangan sampai ke
pembubaran BUMDes.BUMDes melaksanakan sebagian dari kewenangan pemerintah
desa sehubungan dengan pelayanan yang terkait dengan ekonomi dan kegiatan sosial
bisnis.

Usaha yang dapat dijalankan BUMDes antara lain: di bidang ekonomi atau
pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada
dan berlaku. Pendirian Bumdes disepakati melalui Musyawarah Desa dan detetpakan
dengan Peraturan Desa. Dengan adanya BUMDes diharapkan mampu menjadi motor
penggerak kegiatan ekonomi desa. Sebenarnya tak hanya itu, BUMDes juga dapat
menjadi lembaga sosial dan sekalius komersial. Karena BUMDes berpihak kepada
kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan layanan sosial,
sementara sebagai lembaga ekonomi/komersial, BUMDes menjalankan fungsi mencari
keuntungan untuk meningkatkan pendapatan desa. Singkat kata, BUMDes berperan
sebagai akselerator dan lokomotif perekonomian desa. Dengan peran ini maka
diharapkan BUMDes dapat menciptakan peluang pekerjaan bagi masyarakat desa,
meningkatkan kesejahteraan, dan kerekatan antar anggota masyarakat.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 48


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Contoh Perencanaan Usaha BUMDes

SAMPUL
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. GAMBARAN UMUM DESA XXX
B. GAMBARAN Tentang BUMDes YYY
1. Visi dan Misi.
2. Tujuan
3. Badan Hukum
4. Organisasi
5. Unit Usaha
6. Sumber Keuangan
7. Peluang Pengembangan Usaha
C. UNIT USAHA PENGELOLAAN AIR MINUM
1. Latar Belakang Pemilihan Usaha
2. Perencanaan Produk
3. Perencanaan Pemasaran
4. Perencanaan Manajemen
5. Perencanaan Pengoperasian
6. Perencanaan Keuangan
7. Perencanaan Jadwal Pelaksanaan

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kelembagaan BUM Desa
Lampiran 2. Foto copy Akte Notaris
Lampiran 3. Foto copy Peraturan Desa
Lampiran 4. Foto copy SK Kepengurusan
Lampiran 5. Berita Acara Musyawarah Desa

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 49


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
RINGKASAN EKSEKUTIF
Badan Usaha Milik Desa YYY atau yang sering disingkat BUM Desa YYY
merupakan lembaga usaha ekonomi desa milik Pemerintah Desa XXX, Kecamatan ,
Kabupaten . . BUM Desa YYY didirikan pada tanggal dd bulan mm tahun yyyy
melalui forum musyawarah desa yang dihadiri perwakilan warga masyarakat,
Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan lembaga kemasyarakatan
lainnya. BUM Desa YYY telah memiliki struktur organisasi kepengurusan yang
lengkap dan cukup sederhana (ramping), yaitu terdiri atas Komisaris, Direktur,
Sekretaris, dan Bendahara. Komisaris dijabat oleh Kepala Desa, Direktur dijabat oleh
Saharuddin, S.Ag, Sekretaris dijabat oleh Jamaluddin, S.Pd, dan Bendahara dijabat
oleh Darmiati, Sp. Komisaris beserta seluruh pengurus lainnya dapat saling
bekerjasama sehingga kegiatan usaha BUM Desa yang sudah ada dapat berjalan
dengan baik. Salah satu unit usaha yang akan dikembangkan BUM Desa YYY adalah
kegiatan usaha pengelolaan air bersih dengan pemasangan sambungan pipa dan
meteran air. Munculnya ide untuk menjalankan kegiatan usaha tersebut dilatar
belakangi oleh keadaan warga desa yang mengalami kesulitan untuk memperoleh air
bersih. Ini disebabkan letak sumber air bersih yang cukup jauh.
Kegiatan usaha pengelolaan air bersih ini memiliki prospek yang sangat bagus,
baik ditinjau dari segi sosial maupun dari segi bisnis. Dari segi sosial, dengan adanya
kegiatan usaha tersebut akan sangat membantu warga desa dalam memenuhi
kebutuhan air bersih, sehingga akan mendukung peningkatan kesehatan masyarakat.
Dari segi bisnis, kegiatan usaha pengelolaan air bersih sangat diminati oleh warga
desa, sehingga untuk pemasaran produk sangat mudah karena pasarnya selalu
tersedia. Terlebih di Desa XXX tidak ada pihak-pihak yang membuka usaha sejenis,
sehingga tidak ada pesaingnya.
Pada tahap awal usaha, target pasarnya adalah 400 rumah tangga yang ada di
Desa Labbo. Jumlah pelanggan diyakini akan bertambah semakin banyak di masa
yang akan datang. Harga langganan telah diperhitungkan dan dimusyawarahkan
bersama warga desa, yaitu sebesar Rp. 250/m3 ditambah infak setiap pelanggan Rp.
500/bln. Harga tersebut dirasakan ringan bagi warga dan BUM Desa tidak rugi.
Untuk merealisasikan rencana kegiatan tersebut tentu memerlukan dana
sebagai biaya investasi maupun modal kerja pada tahap awal usaha. Berdasarkan
perhitungan yang cermat, kebutuhan dana untuk biaya investasi sebesar Rp.
74,950,000,- dan modal kerja sebesar Rp. 8,170,000,- sehingga total biaya yang
diperlukan Rp. 83, 120,000,-. Biaya investasi digunakan untuk pengadaan sarana pipa
air, meteran air, bahan-bahan, biaya transportasi dan biaya pemasangan. Biaya modal
kerja digunakan untuk insentif pengurus/pengelola selama 12 bulan terhitung sejak
kegiatan usaha dapat dioperasionalkan. Total modal awal tersebut diharapkan

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 50


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
diperoleh dari Pemerintah Kabupaten
Berdasarkan hasil kajian kelayakan, perhitungan Payback Period (waktu
kembali modal) adalah 3 tahun lebih 1 bulan. Ini menggambarkan waktu yang
diperlukan untuk kembali modal termasuk pendek, sehingga kegiatan usaha ini dari
segi bisnis tetap menguntungkan. Ini dipertegas lagi dengan perkiraan Laba-Rugi yang
menunjukkan kegiatan usaha pengelolaan air bersih akan memperoleh Laba Bersih
Rp. 16,933,333,-/th. Hasil perhitungan Net Present Value (NPV) dari arus kas bersih
menunjukkan positif, yaitu NPV = Rp. 24,397,784,-. Profitability index (PI) juga
menunjukkan positif, yaitu PI=1,33. Dengan demikian, berdasarkan parameter-
parameter akuntansi yang digunakan semuanya mengarahkan pada kesimpulan
bahwa kegiatan usaha tersebut layak dan menguntungkan.
Keuntungan yang diperoleh dari usaha pengelolaan air bersih sebagian akan
digunakan untuk pengembangan usaha, dan sebagian sisanya disetorkan ke
Pemerintah Desa sebagai tambahan Pendapatan Asli Desa. Ketersediaan sumber
daya manusia untuk mengelola usaha, baik secara kualitas maupun kuantitas sangat
memadai, dan kebutuhan SDM dapat dicukupi dari Desa Labbo sendiri sehingga
menguntungkan dari berbagai segi. Ketersediaan SDM tersebut menjadikan kegiatan
usaha pengelolaan air bersih dapat dijalankan dengan baik.
Kegiatan usaha pengelolaan air bersih yang bersumber dari sungai dan mata
air hutan pegunungan sangat mendukung pelestarian lingkungan hidup. Kegiatan
usaha tersebut selain tidak menghasilkan limbah yang merugikan lingkungan, juga
dapat memotivasi warga desa untuk mempertahankan keberadaan hutan. Dengan
demikian kegiatan usaha ini berdampak positif bagi kelestarian lingkungan hidup.
Dari segi yuridis, BUM Desa YYY telah memiliki legalitas, karena sudah
ditetapkan dengan Peraturan Desa. Dengan demikian, secara yuridis tidak ada
kendala untuk segera beroperasi.

A. GAMBARAN UMUM DESA XXX


1. Kondisi Geografis
a. Letak Desa
Desa Labbo adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan . yang berada di
bagian utara Kabupaten . . Jarak tempuh wilayah Desa XXX dari Ibukota Kabupaten
. sejauh 23 km. Desa ini memiliki luas wilayah 9.8 km2, dengan potensi lahan yang
produktif. Adapun batas-batas desa sebagai berikut:
Sebelah Utara: Asayya Kelurahan Ereng-ereng dan Kab. Bulukumba
Sebelah Timur: Desa Pattaneteang dan Kab. Bulukumba
Sebelah Selatan: Desa Balumbung dan Kelurahan Ereng-Ereng
Sebelah Barat: Kelurahan Ereng-Ereng dan Kab.Bulukumba

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 51


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
b. Topografi Desa
Desa XXX memiliki kondisi daerah yang berbukit-bukit, berada di atas gunung dengan
ketinggian antara 750 m sampai 1000 m di atas permukaan laut. Kondisi tanah cukup
subur untuk ditanami berbagai jenis tanaman, baik tanaman jangka pendek maupun
tanaman jangka panjang. Tanaman jangka panjang adalah kopi, cengkeh serta kakao,
sedangkan tanaman jangka pendek adalah sayur-sayuran.
Daerah pegunungan di Desa XXX terdapat hutan yang terpelihara dengan baik. Oleh
karena itu mata air dan sungai hingga saat dapat menyediakan air untuk kebutuhan
warga desa. Namun demikian, karena jauhnya lokasi sumber air tersebut sehingga
warga desa banyak yang mengalami kendala untuk memperolehnya.

2. Kondisi Demografis
a. Jumlah Penduduk
Desa XXX memiliki jumlah penduduk 883 KK (741 KK laki-laki dan 142 KK perempuan)
yang terdiri atas 1.529 jiwa laki-laki dan 1.644 jiwa perempuan sehingga jumlah
penduduk secara keseluruhan sebanyak 3.173 jiwa.
b. Sumber Mata Pencaharian Pokok
Sumber mata pencaharian masyarakat di Desa XXX meliputi: Petani,
Pengusaha/Pedagang, PNS, Tukang Kayu, Tukang Batu, Perbengkelan, Tukang Ojek,
Kerajinan Tangan, Buruh Tani, Buruh Bangunan, dan beberapa warga merantau keluar
daerah untuk mencari nafkah.

3. Administrasi Desa
Pusat pemerintahan Desa Labbo terletak di Dusun Labbo dan untuk menuju Kantor
Desa dapat dijangkau dengan kendaraan umum atau jalan kaki, karena berada di jalan
poros yang terhubung langsung dengan pusat kota Kabupaten Bantaeng dan telah di-
hotmix. Secara administratif Desa Labbo terbagi atas 6 dusun yaitu:
1) Dusun Pattiro membawahi 2 RW dan 4 RT
2) Dusun Ganting membawahi 2 RW dan 4 RT
3) Dusun Panjang selatan membawahi 2 RW dan 4 RT
4) Dusun Bawa membawahi 2 RW dan 4 RT
5) Dusun Labbo Membawahi 2 RW dan 4 RT
6) Dusun Panjang Utara membawahi 2 RW dan 4 RT

Setiap Dusun dipimpin oleh seorang Kepala Dusun dibantu oleh Ketua RW dan
Ketua RT. Kepala Desa pada dasarnya bertanggung jawab kepada masyarakat desa,
dan prosedur pertanggungjawaban disampaikan ke Bupati melalui Camat, kemudian
dari pada itu Kepala Desa bersama dengan BPD setiap tahun wajib memberikan

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 52


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
keterangan laporan pertanggungjawaban kepada masyarakatnya.

B. GAMBARAN Tentang BUM Desa YYY


Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) YYY Desa Labbo Kec. Tompobulu di bentuk
melalui Musyawarah Desa pada Tanggal DD bulan MM tahun YYYY.
1. Visi dan Misi
a. Visi BUM Desa:
Terwujudnya Kemandirian masyarakat menuju masyarakat yang sejahtera
berlandaskan Iman dan Takwa Kepada Allah SWT
b. Misi BUM Desa:
1) Mendorong berkembangnya usaha-usaha untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat.
2) Menampung berbagai kegiatan usaha ekonomi yang ditekuni masyarakat.
3) Mendorong dan memfasilitasi proses penguatan kelembagaan usaha
masyarakat.
4) Menciptakan ruang dan peluang terhadap upaya pemberdayaan
masyarakat miskin untuk meningkatan kesejahteraan.
5) Meningkatkan kemampuan kelembagaan masyarakat dalam mengelola
kegiatan usaha dan pertanggungjawaban keuangan.
2. Tujuan BUM Desa:
1) Mendorong berkembangnya kegiatan perekonomian masyarakat desa.
2) Meningkatkan kreativitas dan peluang usaha ekonomi produktif (berwirausaha
anggota masyarakat desa yang berpenghasilan rendah).
3) Meningkatkan pendapatan asli desa.
4) Meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3. Badan Hukum
BUM Desa YYY di Desa XXX belum berbadan hukum, namun legal karena telah
ditetapkan dengan Peraturan Desa XXX sehingga pendiriannya telah memiliki alas
hukum. Perdes tentang pendirian BUM Desa YYY tersebut telah dicatatkan di Kantor
Notaris Eddy Tunggeleng, SH dengan akte notaris Nomor 50.
4. Organisasi
Susunan organisasi kepengurusan BUM Desa YYY Desa XXX terdiri dari:
a. Komisaris : Kepala Desa Labbo
b. Direktur : Saharuddin,S.Ag
c. Sekretaris : Jamaluddin, S.Pd
d. Bendahara : Darmiati,Sp
5. Unit Usaha
Unit Usaha BUM Desa YYY meliputi:

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 53


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
a. Unit Usaha Pengelolaan air minum
b. Unit Usaha Simpan Pinjam
c. Unit Usaha Peternakan
d. Unit Usaha Pengelola Hutan Desa
6. Sumber keuangan:
a. Pemerintah Desa Labbo
b. Bantuan APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten Bantaeng
c. Bantuan dari pihak lain yang tidak mengikat
d. Swadaya masyarakat
7. Gambaran Peluang Pengembangan Usaha
Desa XXX memiliki potensi ekonomi Desa dari sektor perkebunan, dengan
jenis yang dapat dikembangkan adalah kopi dan cengkeh, kakao dan markisa. Sektor
perdagangan adalah adanya pasar desa. Sektor peternakan, yaitu peternakan sapi,
kuda, dan kambing. Sektor jasa yang dapat dikembangkan antara lain: pengelolaan
simpan pinjam, pengelolaan air minum, serta jasa perbengkelan dan pertukangan.
Sektor industry rumah tangga juga potensial untuk dikembangkan. Sektor-sektor
perekonomian tersebut selama ini menjadi mata pencaharian pokok masyarakat Desa
XXX dan miliki peluang pengembangan yang cukup besar untuk meningkatkan
kesejahteraan penduduk Desa XXX.

C. UNIT USAHA PENGELOLAAN AIR MINUM


Pengelolaan sarana air minum dengan sistem meterisasi yang dikelola secara
profesional akan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dalam hal
pemerataan penggunaan air. Di sisi lain akan memberikan tambahan pendapatan asli
desa dalam bentuk sisa hasil usaha yang wajib di setor ke kas desa setiap tahun.
Usaha pengelolaan air minum di Desa XXX memiliki peluang pengembangan yang
cukup besar dengan melihat potensi sumber daya alam yang berupa sungai dan mata
air. Sungai dan mata air yang berasal dari hutan di pegunungan yang ada di Desa
Labbo memiliki kualitas yang baik, artinya air tersebut layak/sehat untuk dikonsumsi.

1. Latar Belakang Pemilihan Usaha


Desa labbo memiliki potensi sumber daya air yang memadai dengan
banyaknya mata air dan sungai yang dimanfaatkan masyarakat untuk menjadi air
minum sejak dahulu sampai sekarang. Pemanfaatan sumber air tersebut ada yang
dikelola secara tradisional, dan ada juga yang telah mendapatkan pendanaan melalui
program Care dan PPK/PNPM Mandiri perdesaan untuk pengadaan sarana perpipaan.
Pengelolaan sarana perpipaan tersebut belum dikelola secara professional
sehingga pengelolaannya belum maksimal dan pemerataan air tidak maksimal,

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 54


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
sehingga kadang menyebabkan masyarakat kekurangan air minum. Di sisi lain tidak
memberikan kontribusi finansial kepada Desa. Berdasar keadaan tersebut, BUM Desa
YYY menjadikan pengelolaan air minum menjadi salah satu unit usaha untuk
memaksimalkan pengelolaan air di Desa XXX.

2. Perencanaan Produk
Produk yang akan dihasilkan oleh Unit Usaha Pengelolaan Air adalah layanan
jasa distribusi air melalui perpipaan yang tersambung langsung ke rumah-rumah
pelanggan. Produk ini sangat dibutuhkan oleh warga desa (konsumen), karena air
bersih yang menjadi kebutuhan dasar warga letak lokasi sumbernya jauh dari
permukiman. Oleh karena itu, dengan layanan jasa distribusi air bersih tersebut selain
warga desa terpenuhi kebutuhannya, juga terpenuhi keinginannya untuk memperoleh
air dengan mudah.

3. Perencanaan Pemasaran
Pasar yang dibidik adalah warga masyarakat Desa XXX yang memanfaatkan sarana
perpipaan milik Pemerintah Desa XXX. Warga desa yang memanfaatkan sarana air
bersih tersebut cukup besar jumlahnya, yaitu sebanyak 400 KK, sehingga ini
merupakan potensi pasar cukup besar. Model pemasaran yang dilakukan adalah
menyambung pipa untuk menyalurkan air dari sumbernya ke rumah konsumen dengan
pemasangan meteran air. Dengan pemasangan meteran air, penggunaan air menjadi
terkontrol, dan ini menguntungkan semua pihak. Bagi konsumen, adanya meteran air
dapat mengatur penggunaan air seefisien mungkin sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Bagi BUM Desa alat tersebut sangat membantu dalam menentukan
harga yang harus dibayar oleh setiap pelanggan setiap bulannya.
Potensi pasar tersebut juga menjadi semakin kuat karena di Desa XXX dan
sekitarnya tidak ada pihak yang membuka usaha sejenis. Dengan demikian, kegiatan
usaha pengelolaan air tidak ada pesaingnya. Agar pasar tetap terjaga dengan baik,
ada 2 (dua) strategi yang ditempuh, yaitu:
a) Strategi harga
Strategi penentuan Biaya pengelolaan air yang dibebankan kepada masyarakat
disesuaikan kualitas pelayanan dengan mengedepankan musyawarah untuk
mufakat.
b) Strategi distribusi
Strategi distribusi dilaksanakan dengan memaksimalkan potensi Sumber Daya
Manusia pengurus BUM Desa dan potensi SDM lainnya dari Desa sendiri
dengan prinsip pelayanan prima.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 55


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
4. Perencanaan Manajemen
a. Kompetensi yang dimiliki pengelola dapat dimanfaatkan secara optimal, karena
mereka:
1) Memahami kondisi masyarakat Desa XXX
2) Memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang pengelolaan Air
3) Memiliki pengalaman organisasi
b. Sistem manajemen yang di jalankan meliputi:
1) Manajemen Pelayanan Manajemen pelayanan yang dilakukan adalah
pelayanan yang cepat, tepat, senyum dan sapa.
2) Manajemen Pengelolaan Pengelolaan dilakukan dengan standar manajemen
yang profesional yang berbasis kinerja.
3) Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan dikelola dengan standar
akuntansi keuangan yang mengedepankan akuntabilitas dan transparansi
berdasarkan prinsip-prinsip akutansi.
4) Manajemen Peningkatan Kapasitas SDM Pengelola Unit Usaha dapat menjalin
kerja sama dengan pihak lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Pengelola unit usaha diikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan yang berkaitan
dengan tugas pokoknya.

5. Perencanaan Pengoperasian
Untuk mengoperasikan kegiatan usaha pengelolaan air dilakukan dengan
menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, tanpa menggunakan bahan bakar
dan mudah membangunnya. Teknologi yang dimaksud adalah sistem grafitasi bumi.
Untuk menyalurkan air dari sumbernya menggunakan fasilitas sarana perpipaan
sepanjang 7 Km yang telah dimiliki BUM Desa YYY Desa XXX.
Bahan baku produk yang dijual adalah air bersih yang bersumber dari mata air
pegunungan. Mata air ini tak pernah kering sepanjang masa, sehingga ketersediaan
bahan baku akan tetap terjamin dan biayanya sangat murah.

6. Perencanaan Keuangan
a) Dana yang diperlukan dan sumbernya Untuk menjalankan kegiatan usaha
pengelolaan air diperlukan dana sebagai modal awal sebesar Rp. 83,120,000,-.
Dana ini digunakan sebagai investasi sebesar Rp. 74,950,000,- dan Rp.
8,170,000,- sisanya untuk modal kerja. Kebutuhan dana untuk modal usaha ini
bersumber dari APBD Kabupaten Bantaeng.
b) Proyeksi pendapatan. Berdasarkan hasil analisis keuangan dari kajian
kelayakan yang telah dilakukan, pendapatan usaha dapat diproyeksikan sebagai
berikut (Buat Tabel 1):

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 56


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa, arus kas bersih adalah positif. Artinya
pendapatan yang diperoleh lebih besar daripada pengeluaran. Dengan kata lain,
kegiatan usaha ini layak untuk dijalankan, karena potensial mendapatkan
keuntungan. Pendapatan yang dapat diterima BUM Desa ke depan dapat
ditingkatkan lagi melalui penambahan pelanggan.

Proyeksi Laba-Rugi.
Berdasarkan hasil kajian kelayakan yang telah dilakukan, kegiatan usaha
pengelolaan air dalam keadaan laba seperti yang ditunjukkan data pada Tabel
2 (buat tabel 2).
Tabel 2 menunjukkan Unit Usaha Pengelolaan Air memperoleh laba bersih
sebesar Rp. 16,933,333 setiap tahunnya. Angka ini tentu bukan merupakan
laba yang besar, tetapi sesuai dengan prinsip usaha yang dianut BUM Desa
tidak untuk mengejar laba yang besar, tetapi lebih mengedepankan
kemanfaatan bagi warga desa.

Waktu kembali modal (Payback Period)


Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, waktu kembali modal adalah 3
tahun 1 bulan. Ini diperoleh dari perhitungan sebagai berikut:
Investasi Awal sebesar Rp. 74,950,000, dan Arus Kas Masuk Bersih sebesar
Rp. 24,230,000. Berdasarkan data ini, maka Payback Period-nya adalah
sebagai berikut: Payback Period = (74,950,000 / 24,230,000) X 1 tahun = 3, 09
tahun atau 3 tahun lebih 1 bulan.

7. Rencana Jadwal Pelaksanaan


Jadwal pembangunan infrastruktur dan pengoperasian kegiatan usaha
pengelolaan air direncanakan mulai Bulan Juli sampai Nopember ..

D. LAMPIRAN DOKUMEN PENDUKUNG


1. Dokumentasi Kelembagaan BUM Desa YYY
2. Foto copy Akte Notaris
3. Foto copy Peraturan Desa
4. Foto copy SK Kepengurusan
5. Berita Acara Musyawarah Desa

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 57


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
PENGUATAN KOMPETENSI SEKRETARIS
DESA DAN PELAYANAN PUBLIK

Oleh:
P. Keban, Indrawati, Gitadi Tegas

Kerjasama
Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur
dengan
Centre for Security and Welfare Studies (CSWS),
FISIP, Universitas Airlangga
2016

58
1
Pelayanan Publik

Pendahuluan
Pemerintah pada setiap tingkatan pemerintahan merupakan ujung tombak
dalam proses pelayanan publik. Sekalipun bukan merupakan aktor tunggal, hingga
kini, pemerintah merupakan aktor yang paling legitimit untuk memastikan pelayanan
publik dapat terselenggara secara efisien dan efektif. Tidak terkecuali pemerintah desa
yang diberi amanah untuk mengawal kepentingan publik di desa.
Berdasarkan UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa serta berbagai peraturan
perundang-undangan turunan, Sekretaris Desa menjadi salah satu poros dalam tata
kelola desa. Selaku unsur pembantu Kepala Desa, Sekrertaris Desa turut menjadi
penentu kinerja pemerintah desa. Dengan kata lain, keberhasilan segenap program
pemerintah desa di bidang administrasi pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan dipengaruhi oleh tingkat kinerja Sekretaris Desa. Selaku manajer di
desa, Sekretaris Desa memastikan agar keputusan dan/atau kebijakan Kepala Desa
senantiasa dijalankan dengan benar oleh segenap jajaran di bawahnya. UU No. 6
tahun 2014 pun menegaskan bahwa Sekretaris Desa memiliki 5 fungsi yakni pertama,
fungsi penyelenggaraan kegiatan administrasi dan mempersiapkan bahan untuk
kelancaran tugas kepala desa. Kedua, penyiapan bantuan penyusunan Peraturan
Desa. Ketiga, penyiapan bahan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Keempat, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas-tugas urusan. Kelima,
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa.
Dengan menyadari posisi strategis Sekretaris Desa dalam tata kelola desa,
peningkatan kompetensi Sekretaris Desa menjadi sebuah kebutuhan dalam proses
tata kelola di desa.

Memaknai Pelayanan Publik.


Percepatan dorongan terhadap pelayanan publik di Indonesia tidak lepas dari
Reformasi Birokrasi yang perlu dipahami dalam arti yang lebih luas. Ia lebih dari
mengubah pandangan aparat di negeri ini yang masih melihat pelayanan publik
sebagai pekerjaan yang dilayani bukan pekerjaan untuk melayani. Pelayanan publik
yang adil dan berkualitas juga mencakup tanggungjawab negara kepada rakyatnya.
Negara yang baik adalah negara yang mampu memenuhi dan melindungi hak-hak
penduduknya. Parameternya dapat dilihat dari output dalam proses kebijakan yang
ada, yaitu pelayanan kepada masyarakat yang terbaik. Adalah tugas negara (dalam
hal ini dijalankan pemerintah) untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 59


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Pemerintah selain sebagai pengelola negara juga didorong untuk memperbaiki
dirinya guna mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance). Dorongan
mereformasi birokrasi semakin menguat pasca reformasi dimana pemerintah dituntut
untuk melakukan banyak perubahan di internal, utamanya menyangkut pelayanan
publik. Inti dari tata pemerintahan yang baik sebenarnya menekankan bahwa
pemerintah memiliki kewajiban melayani masyarakatnya.
Pelayanan publik dalam konteks mewujudkan good governance dapat dilihat
melalui 3 langkah strategis. Pertama, interaksi antara negara (yang diwakili
pemerintah) dengan warganya, termasuk berbagai kelompok atau lembaga di luar
pemerintah dalam pelayanan publik. Idealnya, interaksi tersebut memaksa pemerintah
sebagai penyedia layanan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi warganya.
Perubahan kualitas pelayanan, menjadi lebih baik atau lebih buruk, akan berdampak
secara langsung kepada masyarakat dimana kehidupannya sehari-hari tergantung dari
apa yang diberikan oleh pemerintah kepada warganya.
Kedua, pelayanan publik adalah ranah dimana prinsip-prinsip good governance
dapat diartikulasikan dengan lebih baik. Sebagai contoh, aspek kelembagaan kualitas
pelanyanan publik dari prinsip-prinsip good governance adalah bagaimana interaksi
antara pemerintah dengan warga atau dengan pasar, yaitu bagaimana keterlibatan
aktor di luar pemerintah dapat memberi masukan, kritik atau respon terhadap bentuk
pelayanan yang diberikan. Sementara, nilai-nilai good governance seperti efektifitas,
efisiensi, non diskriminatif, berkeadilan, berdaya tanggap tinggi dan akuntabilitas yang
tinggi dapat direalisasikan dalam pelayanan publik. Nilai-nilai tersebut menjadi mudah
terlihat dan teraplikasikan pada pelayanan publik dalam kerangka good governance.
Ketiga, pelayanan publik melibatkan semua kepentingan yang berada di dalam
negara. Pemerintah sebagai wakil dari negara, masyarakat, dan mekanisme pasar
memiliki kepentingan terhadap pelayanan publik yang lebih baik. Nasib sebuah
pemerintahan, baik di pusat ataupun di daerah, tergantung dari pelayanan publik yang
dibangun karena kepercayaan dan legitimasi kekuasaan mereka berasal dari
pengguna layanan yaitu masyarakat. Dalam iklim keterbukaan politik dan sistem
pemilihan pemimpin secara langsung saat ini, masyarakat dapat menentukan pilihan
dan dukungan kepada rezim yang mampu atau tidak mampu dalam memberikan
pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Legitimasi kekuasaan saat ini ditentukan
pada keberpihakan pemerintah kepada rakyatnya secara langsung. Bentuk pelayanan
yang buruk menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat atas sebuah rezim
pemerintahan.
Sedangkan dari pihak pasar, dukungan terhadap pelayanan yang baik adalah
sebuah keharusan manakala para investor menginginkan proses yang murah dan
mudah dalam upaya menanamkan usahanya di wilayah tersebut. Bagi pelaku pasar,

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 60


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
pelayanan yang terbaik adalah pelayanan yang tidak mengeluarkan biaya tinggi dan
cepat didapatkan sehingga akan mempercepat usaha ekonomi mereka. Percepatan
dari usaha tersebut akan berdampak pada peningkatan pendapatan daerah atau
negara tersebut. Artinya pelayanan publik memiliki korelasi terhadap legitimasi
kekuasaan pemimpin, baik di tingkat pusat ataupun daerah.
Untuk melihat apakah pelayanan publik sudah mengarah ke perbaikan Good
Governance, perlu menilai kinerja pelayanan itu sendiri. Dalam ilmu administrasi,
kinerja pelayanan publik dilihat dari teori exit dan voice untuk melihat konteks
pertanggungjawaban penyelenggara terhadap kualitas layanan yang dihasilkan.
Teori ini dikembangkan oleh Albert Hirschman. Intinya, kinerja pelayanan publik
dapat ditingkatkan apabila ada mekanisme exit dan voice. Mekanisme exit berarti
bahwa jika pelayanan publik tidak berkualitas maka konsumen/klien harus memiliki
kesempatan untuk memilih lembaga penyelenggara pelayanan publik yang lain yang
disukainya. Sedangkan mekanisme voice berarti adanya kesempatan untuk
mengungkapkan ketidakpuasan kepada lembaga penyelenggara pelayanan publik.
Hirschman juga menjelaskan bahwa mekanisme exit biasanya terhambat oleh
beberapa faktor seperti kekuatan pemaksa dari negara, tidak adanya lembaga
penyelenggara pelayanan publik alternatif, dan tidak adanya biaya untuk menciptakan
lembaga penyelenggara pelayanan publik alternatif. Sedangkan mekanisme voice
biasanya tidak efektif karena pengetahuan dan kepercayaan terhadap mekanisme
yang ada, dan aksesibilitas serta biaya untuk mempergunakan mekanisme tersebut.
Kinerja pelayanan publik menjadi penting sebagai alat ukur melihat sejauh mana
masyarakat dapat terlibat dalam proses pelayanan. Dominasi penyedia layanan dalam
memberikan layanan tidak melulu berada di pemerintah, melainkan perlu
mempertimbangan masukan dari masyarakat sebagai pengguna pelayanan.
Pelayanan publik pada hakekatnya adalah pemberian pemenuhan pelayanan
kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban pemerintah sebagai abdi
masyarakat (LAN RI, 2004). Pelayanan publik ini terutama diberikan untuk hal-hal yang
sifatnya mendasar seperti pendidikan, sosial, keamanan, dan ketertiban, lingkungan,
perekonomian, kependudukan, ketenagakerjaan, dan pertanahan.
Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan
pelayanan publik sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Senada dengan UU No. 25 tahun
2009, menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No:
63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 61


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perudang-
undangan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa pelayanan publik
merupakan suatu bentuk jasa pelayanan, baik yang berupa barang (produk) publik
maupun jasa publik yang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam penyediaannya,
baik oleh pemerintah pusat /pemerintah daerah maupun oleh BUMN/BUMD.
Nilai-nilai Pelayanan Publik. Sebagai manajer di desa, Sekretaris Desa perlu
menyadari bahwa sektor publik menghadapi tantangan dan menyimpan kompleksitas
tersendiri. Satu hal yang tidak bisa dihindari dalam pelayanan publik: ada sejumlah
nilai (values) yang harus dipertimbangkan oleh manajer publik saat ia mengambil
keputusan. Persaingan antar nilai pada akhirnya memaksa manajer publik
menentukan nilai mana yang mesti diperjuangkan di dalam keputusan tertentu. Tidak
selamanya keputusan yang efisien berarti efektif; tidak selamanya keputusan yang adil
berarti setara; dan sebagainya. Dalam Changing Public Sector Values, Van Wart
menegaskan bahwa penyelenggara pelayanan publik bekerja dalam lingkungan yang
bermuatan nilai (value-laden environment) dan didorong oleh nilai (value-driven
environment). Nilai menjadi pijakan dalam setiap aktivitas pelayanan publik. Nilai
adalah keyakinan yang mempengaruhi pilihan tentang sarana (means) dan tujuan
(ends) dari pengelolaan pelayanan publik (Rokeach 1973).
Tujuan yang dimaksud adalah kepentingan publik. Dalam Politics, Aristoteles
menegaskan bahwa kepentingan publik (common interest) atau to koinei sympheron
merupakan pijakan yang rasional bagi konstitusi; Thomas Aquinas dalam karyanya
Summa Theologiae mengatakan bahwa kebaikan umum (common good) atau bonum
commune merupakan tujuan mulai yang mesti dituju oleh pemerintah; John Locke
dalam Second Treatise of Government mengatakan bahwa perdamaian, keamanan,
dan barang publik merupakan tujuan politik yang transenden.
Berdasarkan pandangan beberapa pakar tersebut, kepentingan publik
merupakan hal yang harus dituju dalam setiap penyelenggaraan pelayanan publik.
Pada tataran praksis, kepentingan publik terkait erat dengan konteks social equity.
Dalam pengertian bahwa pelayanan publik harus berfokus pada kelompok masyarakat
yang kurang beruntung dan memiliki kebutuhan mendesak. Beberapa kode (code)
menjadi rujukan atau pedoman dalam penyediaan layanan publik, diantaranya: (1)
kewenangan diskresi ditujukan untuk memenuhi kepentingan publik; (2) melawan
semua bentuk diskriminasi dan harrassment, dan menjalankan affirmative action; (3)
mengakui dan mendukung hak publik untuk mengetahui persoalan publik; (4)
melibatkan warga negara dalam pembuatan keputusan publik; (5) responsif terhadap
publik, dan mengerti tentang tuntutan publik; (6) membantu warga negara dalam
hubungan dengan pemerintah; dan (8) selalu siap untuk membuat keputusan yang
tidak populer.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 62


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Prinsip Umum Pelayanan Publik. Berdasarkan KepMenPAN No. 63 tahun
2003, terdapat 10 prinsip yang perlu dipegang teguh oleh para penyelenggaran
pelayanan publik. Diantaranya adalah: (1) kesederhanaan, dimana prosedur pelayanan
tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan; (2) kejelasan, mencakup
persyaratan teknis dan administratif, unit kerja/pejabat yang berwenang dan
bertanggung jawab, rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayarannya; (3)
kepastian waktu, yaitu bahwa pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan; (4) akurasi, bahwa produk pelayanan publik diterima dengan
benar, tepat, dan sah; (5) kesamaan, bahwa proses dan produk pelayanan publik
memberikan rasa aman dan kepastian hukum; (6) tanggung jawab, bahwa pimpinan
penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk dapat dan harus
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan publik; (7) kelengkapan sarana
dan prasaran, yaitu ketersediaan sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja, dan
pendukung lainnya yang memadai; (8) kemudahan akses, dalam hal ini tempat dan
lokasi serta sarana pelayanan harus memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan
dapat memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi; (9) kedisiplinan, kesopanan,
dan keramahan dimana pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun,
ramah, serta memberikan pelayanan dengan iklas; dan (10) kenyamanan, dalam hal ini
lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman,
rapi, bersih, lingkungan ang indah dan sehat serta dilengkapi fasilitas pendukung
pelayanan seperti parkir, toilet, dan lain-lain.

Pengaturan Penyediaan Pelayanan Publik


Sebagaimana yang dikemukakan oleh Savas (2000), terdapat 3 pelaku dalam
proses pelayanan (barang dan jasa) publik, yakni (1) konsumen layanan; (2) produsen
layanan; dan (3) penyedia layanan. Terkait dengan pengaturan institusionalnya,
pemerintah bisa bertindak sebagai penyedia atau produsen layanan, begitu juga sektor
privat. Hal tersebut kemudian menghasilkan 4 kategori pengaturan, yang secara rinci
terbagi ke dalam 10 mekanisme berikut:

Tabel 1
Mekanisme Pengaturan Pelayanan Publik
Penyedia
Produsen
Pemerintah Privat
1. Pelayanan pemerintah
3. Pendanaan
Pemerintah 2. Kesepakatan/kerja
Pemerintah
sama antar Pemerintah

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 63


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
7. Pasar Bebas
4. Kontrak
8. Layanan Voluntir
Privat 5. Grants
9. Self-service
6. Franchise
10. Voucher
Sumber: Savas, 2000

Apabila mengacu kepada UU No. 6 tahun 2014, terdapat 3 pilihan bagi


pemerintah desa dalam penyelenggaraan pelayanan barang dan jasa di desa. Ketiga
pilihan tersebut adalah (1) pelayanan langsung oleh pemerintah desa; (2) menjalin
kesepakatan atau kerja sama dengan pihak lain (swasta atau antar pemerintah desa);
dan (3) melakukan kontrak dengan pihak lain (swasta).
Pelayanan barang publik. Pelayanan barang publik meliputi (a) pengadaan
dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian
atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; (b) pengadaan dan penyaluran
barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah
yang dipisahkan; dan (c) pengadaan dan penyaluran barang publik yang
pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah
yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan. Misalnya pelayanan misalnya jaringan telepon,
tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.
Pelayanan jasa publik. Pelayanan jasa publik meliputi: (a) penyediaan jasa
publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah; (b) penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah
yang dipisahkan; dan (c) penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi
ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan
perundangundangan. Misalnya pelayanan pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
penyelenggaraan jasa transportasi, dan sebagainya.
Pelayanan administratif. Pelayanan administrasi meliputi: (a) tindakan
administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga,

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 64


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara; dan (b) tindakan administratif
oleh instansi nonpemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima
pelayanan.
Pada level pemerintah desa, beberapa contoh pelayanan administrasi desa
adalah pembuatan KTP, Kartu Keluarga (KK), Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM)
bagi warga desa yang kehidupan ekonominya kurang mampu, surat keterangan lalu
lintas, surat keterangan NTCR, surat pengantar pernikahan, surat keterangan naik
Haji, surat keterangan domisili, surat keterangan pengantar Kepolisian, surat
keterangan pindah, surat keterangan lahir/mati, surat keterangan ke bank, surat
keterangan pengiriman wesel, surat keterangan jual beli hewan, surat keterangan izin
keramaian, pengenaan pungutan atas transaksi jual beli hasil bumi dikenakan dari
harga transaksi jual beli dan dikenakan kepada pembeli atau penjual, pengenaan
pungutan atas transaksi jual beli tanah rumah dikenakan dari harga transaksi jual beli
dan dikenakan kepada pembeli atau penjual, surat keterangan tebang kayu/bambu,
tarif pengenaan pungutan pengusaha angkutan sewa sarana dan BUMDes, dan
Perusahaan PT/CV atau pemborong dan sejenisnya dari jumlah anggaran.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 65


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
2
Kompetensi Sekretaris Desa

Memaknai Kompetensi. Kompetensi dipahami sebagai keahlian spesifik yang


telah dipelajari atau dapat dicapai seseorang. Selain berkenaan dengan keahlian,
kompetensi juga beririsan dengan sikap personal yakni ragam atribut yang melekat
dan tertanam kuat di dalam diri seseorang; kompetensi juga berkaitan dengan karakter
personal (Bowman dkk., 2010). Dengan demikian, kompetensi individu bisa ditinjau
dari hard skill (kemampuan untuk mencapai tujuan organisasi) dan soft skill-nya
(interaksi antar individu yang memotivasi pegawai agar dapat mengemban tugas dan
amanah dengan baik).
Perbedaan kedua keahlian di atas (soft skill dan hard skill) tentu menimbulkan
implikasi. Jika kompetensi dipahami terbatas pada keahlian spesifik, si A yang saat ini
menempati posisi tertentu dipandang memiliki keahlian yang belum mumpuni maka
keahliannya saat ini perlu ditingkatkan. Namun, jika kompetensi menjangkau pula sikap
personal (personal traits), maka tugas atau posisi tertentu dalam organisasi hanya bisa
ditempati oleh pegawai/pejabat yang memiliki karakter tertentu. Apabila si A saat ini
menempati jabatan B namun tidak memiliki kualitas personal (motivasi, kepercayaan
diri, atau kemampuan komunikasi) seperti yang diharapkan, maka perlu dicari pegawai
lain untuk menempati posisi atau jabatan B.
Dengan berfokus pada manajer publik, Virtanen (2000) membedakan 5 area
kompetensi: (1) kompetensi tugas; (2) kompetensi profesional; (3) kompetensi
administrasi; (4) kompetensi politik; dan (5) kompetensi etik. Satu kompetensi lain,
yakni komitmen merupakan kompetensi permanen. Kelima kompetensi ini kemudian
direduksi menjadi 3 kompetensi berikut: (1) kompetensi teknis (kompetensi tugas); (2)
kompetensi etika; dan (3) kompetensi kepemimpinan.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 66


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Kompetensi Teknis:

Pengetahuan khusus
Pengetahuan formal
Manajemen program
Manajemen strategis
Manajemen sumber daya

Kompetensi Etik: Kompetensi Kepemimpinan:

Manajemen nilai Penilaian dan penentuan tujuan


Penalaran moral Hard skill & Soft skill
Moralitas individu Gaya manajemen
Moralitas publik Keahlian politik dan negosiasi
Etika organisasi Evaluasi
Sumber: Bowman dkk., 2010

Kompetensi PNS. Khusus menyangkut pengelolaan pelayanan publik,


pemerintah menaruh perhatian yang serius pada aspek kompetensi aparatur
penyelenggara negara. Kepala Badan Kepegawaian Negara telah mengeluarkan
Peraturan Kepala BKN No. 7 tahun 2013 tentang Pedoman Standar Kompetensi
Manajerial PNS. Menurut peraturan tersebut, kompetensi adalah karakteristik dan
kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai
tugas dan atau fungsi jabatan. Kompetensi manajerial adalah soft competency yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan latau fungsi
jabatan. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 unsur utama
kompetensi jabatan, yakni (1) pengetahuan (knowledge); (2) keterampilan (skill); dan
(3) sikap perilaku (attitude). Ketiga unsur ini merupakan satu kesatuan dan tidak dapat
dipisahkan.
Untuk menentukan Kompetensi Manajerial ditentukan terlebih dahulu kategori
kompetensi, meliputi: (1) mutlak; (2) penting; (3) perlu. Kompetensi Mutlak artinya
kompetensi tersebut harus ada karena ketiadaan kompetensi ini akan menyebabkan
pelaksanaan tugas tidak efektif, karena ketiadaan kompetensi ini tidak dapat diganti
oleh kompetensi lain. Kompetensi Penting artinya ketiadaan kompetensi ini tidak
menyebabkan pelaksanaan tugas tidak efektif, karena dapat diganti/diwakili oleh

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 67


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
kompetensi lain. Kompetensi Perlu, artinya kompetensi ini baik, tetapi tidak begitu
diperlukan dalam jabatan yang bersangkutan tanpa kompetensi ini tidak berpengaruh
pada pelaksanaan tugas.
Jenis Kompetensi Manajerial. Dalam menjalankan fungsinya selaku manajer
di desa, Sekretaris Desa perlu dilengkapi dengan perangkat kompetensi manajerial
yang handal. Merujuk pada Perka BKN No. 7 Tahun 2013, terdapat 5 kompetensi
manajerial. Pertama, kemampuan berpikir (KB). Untuk mencapai kompetensi ini,
pegawai harus mampu: (1) menggunakan berbagai sudut pandang; (2) membuat
ide/gagasan dan pemikiran baru; (3) menganalisis permasalahan atau mengurai
permasalahan. (berpikir analitis); (4) menghubungkan pola menjadi hubungan suatu
informasi (berpikir konseptual).
Kedua, mengelola diri (MD). Untuk mencapai kompetensi ini, pegawai harus
mampu: (1) menyesuaikan terhadap perubahan situasi dalam lingkungan kerja; (2)
bertindak secara konsisten; (3) bekerja keras dan tidak mudah putus asa; (4)
mengendalikan diri pada saat bekerja di bawah tekanan; (5) menyelaraskan perilaku
diri dengan melibatkan diri dalam kepentingan organisasi; (6) mengambil langkah aktif
tanpa menunggu perintah; dan (7) meningkatkan kinerja.
Ketiga, mengelola orang lain (MO). Untuk mencapai kompetensi ini, pegawai
harus mampu: (1) bekerja dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi; (2)
mengembangkan potensi orang lain; (3) meyakinkan, mempengaruhi dan memotivasi
orang; dan (4) membimbing dan memberikan umpan balik kepada bawahan.
Ketiga, mengelola tugas. Untuk mencapai kompetensi ini, pegawai harus
mampu: (1) memberikan kepuasan pelanggan; (2) untuk tanggap, sadar dan perduli
terhadap keselamatan kerja; (3) menjalin dan membina hubungan kerja; (4) membuat
kesepakatan yang menguntungkan; (5) memberdayakan organisasi; (6) menggali
berbagai data/informasi secara sistematik; (7) melaksanakan keteraturan sesuai
dengan standar pekerjaan; (8) berkomunikasi lisan yang mudah dimengerti; (9)
menyampaikan gagasan yang mudah diterima pembaca; (10) bertindak cepat dan
tepat dalam keputusan; (11) mengkoordinasikan kegiatan; (12) menyusun rencana
kerja; (13) merespon dinamika perubahan; (14) mencapai mutu pada semua aspek
pekerjaan; dan (15) menyelesaikan konflik.
Keempat, mengelola sosial dan budaya. Untuk mencapai kompetensi ini,
pegawai harus mampu: (1) menghargai keragaman budaya pegawai dan lingkungan
masyarakat; (2) perduli terhadap orang lain; dan (3) membangun keterikatan dan
hubungan timbal-balik.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 68


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
3
Administrasi Data Desa berdasarkan Permedagri No. 32 tahun 2006
tentang Pedoman Administrasi Desa

Salah satu persoalan pokok dalam tata kelola di desa adalah ketersediaan data
yang belum valid. Ketersediaan data seringkali belum menggambarkan perkembangan
sosial ekonomi di desa. Karenanya, salah satu tugas dari Sekretaris Desa adalah
memastikan ketersediaan data desa terkini agar perencanaan dan pembangunan di
desa dapat berjalan secara efektif.
Administrasi Desa adalah keseluruhan proses kegiatan pencatatan data dan
informasi mengenai penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada Buku Administrasi
Desa. Jenis Administrasi Desa terdiri dari:
1. Administrasi Umum
2. Administrasi Penduduk
3. Administrasi Keuangan
4. Administrasi Pembangunan
5. Administrasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD); dan
6. Administrasi Lainnya.

Administrasi Umum. Administrasi Umum adalah kegiatan pencatatan data


dan informasi mengenai kegiatan Pemerintahan Desa pada Buku Administrasi Umum.
Administrasi umum meliputi: data peraturan desa, data keputusan kepala desa, data
inventaris desa, data aparat pemerintah desa, data tanah milik desa/tanah kas desa,
data tanah di desa, data agenda masuk dan keluar, dan data ekspedisi.

Tabel 2
Kebutuhan Data
Administrasi Umum

No Jenis Data Rincian Data


1 Data Nomor dan tanggal, bulan, tahun dari Peraturan Desa
Peraturan Judul/penamaan Peraturan Desa
Desa Materi pokok pada Peraturan Desa yang telah ditetapkan
Nomor dan tanggal, bulan dan tahun dari keputusan BPD atau
Berita Acara BPD tentang persetujuan penetapan Peraturan
Desa
Nomor surat pengantar dan tanggal, bulan dan tahun
pelaporan kepada Bupati

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 69


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
2 Data Nomor dan tanggal, bulan dan tahun dari Keputusan Kepala
Keputusan Desa
Kepala Desa Judul/penamaan Keputusan Kepala Desa
Uraian singkat tapi jelas dari Keputusan Kepala Desa yang
telah ditetapkan
Nomor dan tanggal, bulan dan tahun dilaporkan kepada Bupati
3 Data Jenis barang/bangunan, diisi dengan nama barang/bangunan
Inventaris yang merupakan kekayaan dan inventaris desa
Desa Jumlah barang/bangunan yang dibeli atau dibiayai sendiri oleh
desa
Jumlah barang/bangunan yang diperoleh dari: (1) bantuan
Pemerintah; dan (2) sumbangan.
Jumlah barang/bangunan berdasarkan keadaan pada awal
tahun: (1) dalam keadaan baik; (2) dalam keadaan rusak.
Jumlah barang/bangunan yang dihapus karena: (1) rusak; (2)
dijual; dan (3) disumbangkan.
Tanggal, bulan, dan tahun penghapusan
Jumlah barang/bangunan berdasarkan keadaan pada akhir
tahun: (1) dalam keadaan baik; dan (2) dalam keadaan rusak.
4 Data Aparat Nomor Induk Aparat Pemerintah Desa, Nomor Induk Pegawai
Pemerintah (NIP), Jenis kelamin, Tempat lahir, tanggal, bulan, dan tahun
Desa kelahiran, Agama yang dianut
Pangkat/golongan yang dimiliki bagi Pegawai Negeri Sipil
Nama jabatan masing-masing Aparat Pemerintah Desa
Pendidikan formal terakhir
Nomor, tanggal, bulan dan tahun keputusan pengangkatan
Nomor, tanggal, bulan dan tahun keputusan pemberhentian
5 Data Tanah Asal tanah milik desa/tanah kas Desa, misalnya:
Milik ganjaran/bengkok, titisaro, cawisan, peguran, pangonan dan
Desa/Tanah lain sebagainya
Kas Desa Nomor sertifikat/buku leter c/persil
Luas tanah desa/tanah kas desa dalam hektar (ha).
Klas tanah misalnya SI, DI dan sebagainya.
Luas tanah yang perolehannya dibeli atas biaya Pemerintah
Desa
Luas tanah yang bantuan: (1) Pemerintah; (2) Pemerintah
Provinsi; (3) Pemerintah Kabupaten; dan (4) bantuan lainnya.
Tanggal, bulan, dan tahun perolehan tanah
Luas tanah untuk: (1) jenis sawah; (2) jenis tegalan; (3) jenis
kebun; (4) jenis tambak/kolam; dan (5) jenis tanah kering/darat.
Luas tanah yang: (1) sudah ada patek tanda batas; dan (2)
belum ada patok tanda batas
Luas tanah yang: (1) sudah ada papan nama; dan (2) belum
ada papan nama
Nama lokasi tanah milik desa/tanah kas desa
Peruntukan/pemanfaatan tanah milik desa/tanah kas desa

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 70


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
6 Data Tanah Nama pemilik/pemegang hak atas tanah
di Desa Luas tanah dalam meter persegi (m2).
Luas tanah yang bersertifikat dengan status sebagai: (1) hak
milik; (2) hak guna bangunan; (3) hak pakai; (4) hak guna
usaha; (5) hak pengelolaan; (6) hak milik adat; (7) hak
verponding Indonesia (milik pribumi); (8) tanah negara.
Luas tanah non pertanian yang penggunaannya untuk: (1)
perumahan; (2) usaha perdagangan dan jasa; (3) perkantoran;
(4) usaha industri; (5) fasilitas umum
Luas tanah pertanian yang penggunaannya untuk: (1) sawah
baik yang beririgasi maupun non irigasi; (2) tegalan; (3)
perkebunan; (4) peternakan/ perikanan; (5) hutan belukar yang
dapat dibuka usaha pertanian; (6) hutan lebat/lindung sebagai
sumber air dan kelestarian alam; (7) tanah kosong yang
ditelantarkan; dan (8) lain-lain
7 Agenda Tanggal diterimanya surat, nomor surat masuk, tanggal, bulan
Masuk dan dan tahun surat masuk, nama instansi pengirim surat masuk,
Keluar perihal surat masuk, perihal surat keluar, tanggal, bulan dan
tahun surat keluar, dan nama instansi yang dituju dari surat
keluar
8 Ekspedisi Tanggal surat dikirim, tanggal dan nomor surat dikirim, dan
perihal surat dikirim

Administrasi Penduduk. Administrasi penduduk adalah kegiatan pencatatan


data dan informasi mengenai penduduk dan mutasi penduduk pada Buku Administrasi
Penduduk. Data administrasi kependudukan meliputi: data induk penduduk desa, data
mutasi penduduk desa, data rekapitulasi penduduk akhir bulan, dan data penduduk
sementara.
Tabel 3
Kebutuhan Data
Administrasi Penduduk

No Jenis Data Rincian Data


1 Data Induk Nama lengkap/panggilan, Jenis kelamin, Status perkawinan,
Penduduk Tempat dan tanggal lahir, Pendidikan terakhir dengan agama
Desa yang dianut oleh yang bersangkutan, Pendidikan terakhir,
Pekerjaan, Literasi/membaca huruf, Kewarganegaraan, Alamat
lengkap, Kedudukan dalam keluarga, Nomor KTP, dan Nomor
KSK.
2 Data Mutasi Nama lengkap/panggilan, Tempat dan tanggal lahir, Jenis
Penduduk kelamin, Kewarganegaraan, Asal tempat dan alamat semula
Desa dari penduduk yang baru datang pindah ke desa, Tempat
dimana yang bersangkutan dilahirkan.
3 Data Nama dusun/lingkungan, Jumlah penduduk awal bulan,
Rekapitulasi Tambahan bulan inI, Jumlah penduduk akhir bulan
Penduduk
Akhir Bulan

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 71


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
4 Data Nama lengkap tamu, Jenis kelamin, Nomor Identitas/tanda
Penduduk pengenal, Tempat dan tanggal lahir, Pekerjaan,
Sementara Kewarganegaraan
Datang dari: lokasi/tempat kedatangan tamu yang
bersangkutan.
Maksud kedatangan
Nama dan alamat yang didatangi
Tanggal kedatangan di desa yang bersangkutan.
Tanggal kepergian/kepulangan tamu yang bersangkutan.

Administrasi Keuangan. Administrasi Keuangan adalah kegiatan pencatatan


data dan informasi mengenai pengelolaan keuangan desa pada Buku Administrasi
Keuangan. Data ini mencakup: anggaran pendapatan dan belanja desa, buku kas
umum, dan buku kas pembantu.
Tabel 4
Kebutuhan Data
Administrasi Keuangan

No Jenis Data Rincian Data


1 Anggaran Anggaran Penerimaan
Pendapatan Anggaran Pengeluaran Rutin
dan Belanja Anggaran Pengeluaran Pembangunan
Desa
2 Buku Kas Tanggal penerimaan uang sesuai dengan tanda bukti
Umum penerimaan
Uraian secara singkat jenis penerimaan sesuai dengan
tanda bukti penerimaan
Nomor bukti penerimaan menurut urutan pembukuan
Nomor pos/kode anggaran yang bersangkutan
Angka rupiah dari jumlah penerimaan yang diperoleh.
Tanggal pengeluaran sesuai dengan bukti pengeluaran.
Uraian secara singkat jenis pengeluaran sesuai dengan
tanda bukti pengeluaran.
Nomor bukti pengeluaran menurut urutan pembukuan.
Nomor pos/kode anggaran yang bersangkutan
Angka rupiah dari jumlah pengeluaran yang diperoleh.
3 Buku Kas Tanggal penerimaan uang sesuai dengan tanda bukti
Pembantu penerimaan.
Uraian jenis-jenis penerimaan sesuai dengan urutan jenis
penerimaan yang terdapat dalam buku kas umum.
Nomor bukti sesuai dengan yang tercantum dalam buku kas
umum sehubungan dengan penerimaan uang pada tanggal
yang bersangkutan.
Jumlah penerimaan untuk masingmasing pos/kode
anggaran sesuai dengan uraian kegiatan.
Jumlah penerimaan dari masing-masing pos setiap harinya.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 72


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Administrasi Pembangunan. Administrasi pembangunan adalah kegiatan
pencatatan data dan informasi pembangunan yang akan, sedang dan telah
dilaksanakan pada Buku Administrasi Pembangunan. Data ini meliputi: rencana
pembangunan, kegiatan pembangunan, inventaris proyek, dan kader-kader
pembangunan.
Tabel 5
Kebutuhan Data
Administrasi Pembangunan

No Jenis Data Rincian Data


1 Buku Uraian nama Proyek/ Kegiatan yang direncanakan akan
Rencana dibangun di Desa.
Pembangunan Lokasi Proyek/Kegiatan yang dibangun.
Sumber biaya Pemerintah yang diperoleh untuk
mendukung kegiatan/proyek dimaksud.
Sumber biaya yang diperoleh dari swadaya masyarakat
dan lembaga untuk mendukung kegiatan/proyek dimaksud.
Besarnya jumlah keselurahan biaya yang mendukung
untuk kegiatan dimaksud baik dari sumber Pemerintah
maupun swadaya.
Pelaksana kegiatan/proyek dimasud.
Manfaat dari proyek/kegiatan yang akan dibangun.
2 Buku Kegiatan Uraian nama Proyek/ Kegiatan yang direncanakan akan
Pembangunan dibangun di Desa.
Besaran proyek/kegiatan yang dibangun.
Sumber biaya Pemerintah, yang diperoleh untuk
mendukung kegiatan/proyek dimaksud.
Sumber biaya yang diperoleh dari swadaya masyarakat
dan lembaga untuk mendukung kegiatan/proyek dimaksud.
Besarnya jumlah keselurahan biaya yang mendukung
untuk kegiatan dimaksud baik dari sumber Pemerintah
maupun swadaya.
Kapan dan berapa lama kegiatan/proyek tersebut akan
dilaksanakan.
Sifat proyek: (1) proyek baru; dan (2) proyek lanjutan.
Pelaksana proyek.
3 Buku Uraian nama proyek/kegiatan yang direncanakan akan
Inventaris dibangun di Desa.
Proyek Besaran proyek/kegiatan yang dibangun.
Besarnya dukungan biaya untuk proyek/kegiatan
dimaksud.
Lokasi proyek/kegiatan yang akan dibangun.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 73


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
4 Buku Kader- Nama kader yang ada di Desa, Umur kader tersebut, Jenis
kader kelamin, tempat tinggal
Pembangunan Pendidikan formal kader
Bidang yang ditekuni

Administrasi Permusyawaratan Desa/BPD. Administrasi permusyawaratan


desa atau yang disebut dengan BPD adalah kegiatan pencatatan data dan informasi
mengenai BPD. Data ini meliputi: data anggota BPD, data keputusan BPD, data
kegiatan BPD, dan data sekretariat BPD.

Tabel 6
Kebutuhan Data
Administrasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

No Jenis Data Rincian Data


1 Buku Data Nama lengkap, Jenis kelamin, Tempat tanggal lahir, Agama
Anggota BPD yang dianut
Nama jabatan
Pendidikan formal terakhir
Tanggal, bulan dan tahun pengangkatan
Nomor keputusan pengangkatan
Tanggal, bulan dan tahun keputusan pemberhentian
Nomor keputusan pemberhentian.
2 Buku Data Tanggal, bulan dan tahun dari Keputusan BPD
Keputusan Nomor Keputusan BPD
BPD Judul/penamaan Keputusan BPD
Uraian singkat dari Keputusan BPD.
3 Buku Data Uraian kegiatan
Kegiatan Personil/anggota BPD yang melaksanakan kegiatan
BPD dimaksud
Agenda kegiatan yang dilaksanakan
Hasil kegiatar yang telah dilaksanakan.
4 Buku Data Buku Data Agenda: Nomor surat, tanggal, bulan dan tahun
Sekretariat surat yang masuk, nama instansi yang mengirim surat,
BPD perihal surat yang masuk, tanggal, bulan dan tahun surat
yang dikirim, dan instansi yang dituju
Buku Ekspedisi: Tanggal surat dikirim, tanggal dan nomor
surat yang dikirim, perihal surat yang dikirim, dan nama,
tanggal, bulan, tahun serta tanda tangan si penerima surat.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 74


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
4
Pendelegasian Wewenang Sekdes ke Kaur dalam Kerangka Manajemen Data

Memaknai Wewenang. Nampaknya sulit jika semua aktivitas dijalankan oleh


Sekretaris Desa. Karenanya, wewenang perlu diberikan oleh Sekretaris Desa kepada
bawahan (Kaur). Delegasi wewenang dari Sekretaris Desa kepada Kepala Urusan
(Kaur) dipahami sebagai proses transfer wewenang dan terciptanya tanggung jawab
antara Sekretaris Desa dan Kaur untuk menyelesaikan tugas tertentu. Wewenang
adalah hak dan kekuasaan yang memandu dan mengarahkan tindakan orang lain agar
tujuan organisasi dapat dicapai. Wewenang juga berkaitan dengan pembuatan
keputusan. Wewenang adalah hal yang legal karena diberikan dalam konteks
institusional.
Dengan adanya proses pendelegasian wewenang, tentu beban Sekretaris
Desa akan berkurang. Karenanya, pendelegasian wewenang merupakan teknik
manajemen yang dapat digunakan oleh Sekretaris Desa untuk menyelesaikan
pekerjaan melalui para Kaur. Satu hal yang perlu ditekankan: bahwa hanya wewenang
yang didelegasikan oleh Sekretaris Desa, bukan tanggung jawab. Dengan demikian,
delegasi merupakan proses pembagian kekuasaan dan pekerjaan (melimpahkan
kekuasaan dari Sekretaris Desa kepada para Kaur).
Sekretaris Desa dapat melakukan pendelegasian tugas melalui 2 mekanisme.
Pertama, melalui pembagian kerja (division of work) diantara para Kaur bertumpu pada
prinsip spesialisasi kerja. Hal ini penting karena spesialisasi kerja akan menghasilkan
keselarasan antara keahlian dan tugas para Kaur. Kedua, Sekretaris Desa perlu
melakukan koordinasi kerja (coordination of work) agar tidak terjadi tumpang-tindih
pekerjaan diantara para Kaur.
Prinsip Pendelegasian Wewenang. Saat mendelegasikan wewenang kepada
para Kaur, Sekretaris Desa perlu memperhatikan 5 prinsip berikut: Pertama, prinsip
paritas kewenangan dan tanggung jawab (parity of authority and responsibility). Paritas
kewenangan dan tanggung jawab merupakan satu prinsip dalam pendelegasian
wewenang. Dengan pengertian bahwa ada kesetaraan antara tugas yang diberikan
oleh Sekretaris Desa kepada para Kaur dan kekuasaan para Kaur untuk
melaksanakan tugas. Kewenangan kepada para Kaur diberikan oleh Sekretaris Desa
berdasarkan pada tugas yang diberikan. Kedua, prinsip tanggung jawab yang tidak
absolut. Menurut prinsip ini, tanggung jawab tidak dapat didelegasikan oleh Sekretaris
Desa kepada para Kaur, hanya wewenang yang didelegasikan. Ketiga, prinsip
kesatuan komando (unity of command). Menurut prinsip ini, para Kaur harus diarahkan
oleh satu atasan di atasnya (Sekretaris Desa), dan bertanggung jawab padanya.
Keempat, prinsip kejelasan wewenang dan tanggung jawab. Kewajiban dan tugas yang

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 75


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
diberikan oleh Sekretaris Desa kepada para Kaur, serta kewenangan yang
mengiringinya harus dijelaskan dan diputuskan dengan jelas. Kelima, prinsip rantai
skalar (the scalar chain). Menurut prinsip ini, kewenangan bergerak dari atas ke
bawah. Sehingga rantai skalar menjadi basis relasi antara Sekretaris Desa dan para
Kaur.
Tahapan Pendelegasian Wewenang. Pengesahan kewajiban merupakan hal
pertama yang dilakukan oleh Sekretaris Desa dalam kerangka delegasi. Artinya,
Sekretaris Desa perlu menjelaskan kepada para Kaur tentang tugas, kewajiban, dan
harapan. Setelah itu, Sekretaris Desa perlu memastikan weewenang yang ada. Para
Kaur diberi keleluasaan untuk menjalankan tugas yang diberikan oleh Sekretaris Desa.
Pembagian kekuasaan diantara keduanya menjadi penting untuk meraih hasil yang
efektif. Setelah pembagian kekuasaan, tahapan lain yang ditempuh adalah
menciptakan responsibilitas dan akuntabilitas. Proses delegasi tidak berakhir pada
saat kekuasaan dilimpahkan oleh Sekretaris Desa kepada para Kaur. Pada saat yang
sama, para Kaur pun berkewajiban menjamin responsiblitas dan akuntabilitas.
Responbilitas adalah kewajiban para Kaur untuk menjalankan tugas yang diberikan
sesuai dengan kemampuan terbaiknya. Sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban
moral para Kaur untuk menjalankan tugasnya sesuai standar kinerja.
Hambatan Pendelegasian Wewenang. Sekalipun delegasi menjadi vital bagi
berfungsinya organisasi desa, namun dalam prakteknya, terdapat beberapa faktor
yang menghambat terwujudnya proses pendelegasian yang efektif. Faktor-faktor yang
dimaksud dikelompokkan ke dalam 3 kategori. Pertama, hambatan dari atasan. Dalam
pengertian bahwa atasan enggan mendelegasikan wewenang kepada bawahan.
Terdapat kemungkinan atasan menampilkan gaya kepemimpinan yang otokratik dan
berpandangan bahwa delegasi hanya akan menurunkan tingkat pengaruhnya dalam
organisasi. Menurut atasan, tidak ada orang lain yang dapat mengerjakan pekerjaan
sebaik dirinya. Atasan berpandangan bahwa dirinya paling berpengalaman. Juga,
atasan tidak berkehendak mendelegasikan wewenang karena kalau itu dilakukan
hanya akan membuka kelemahannya di depan orang lain. Atasan tidak berkehendak
mendelegasikan wewenang kepada bawahan karena bawahan dipandang tidak cukup
mampu dan diandalkan. Pimpinan enggan mendelegasikan wewenang karena ia tidak
memiliki sarana kendali untuk memastikan kewenangan akan digunakan dengan benar
oleh bawahan.
Kedua, hambatan dari bawahan. Bawahan pun bisa menjadi hambatan bagi
proses delegasi. Bawahan cenderung ragu menerima delegasi karena lemahnya
kepercayaan diri. Ketika bawahan telah memiliki pekerjaan yang cukup padat, ia ragu
untuk menerima wewenang tambahan melalui delegasi. Bawahan enggan menerima
delegasi wewenang karena tidak dilengkapi dengan informasi, fasilitas kerja, dan

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 76


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
sumber daya yang memadai. Bawahan cenderung menolak delegasi wewenang
karena tidak ada insentif yang disediakan baginya.
Ketiga, hambatan dari organisasi. Seringkali pendelegasian wewenang
dihambat oleh kelemahan organisasi. Misalnya organisasi tidak memiliki perencanaan
yang memadai, lemahnya kesatuan komando, tiadanya mekanisme kendali yang
efektif, tidak adanya manajer yang kompeten, atau pembagian kewenangan yang tidak
jelas.

Contoh Struktur dan Pembagian Kerja


antara Sekdes, Kaur, dan Kasi
Sekretaris Desa: bertanggung jawab atas pengelolaan buku administrasi
desa sekretaris desa juga bertugas mengelola data tentang Peraturan Desa,
Data Peraturan Kepala Desa, Data Keputusan Kepala Desa, Data Monografi
Desa, dan Profil Desa.
Kaur Umum: bertanggung jawab atas pengelolaan data Inventaris Desa,
Data Tanah Milik Desa, Data Aparat Pemerintahan Desa, Agenda Surat
Masuk, Agenda Surat Keluar, Data Ekspedisi, dan Data Tamu.
Kaur Keuangan: bertanggung jawab atas pengelolaan Buku Kas Umum,
Buku Kas Pembantu Perincian Obyek Penerimaan, Buku Kas Pembantu
Perincian Obyek Pengeluaran, Buku Kas Harian Pembantu, Buku Catatan
Pajak (PPN dan PPh).
Kasi Pemerintahan: bertanggung jawab atas pengelolaan Data Tanah Di
Desa, Data Harian Peristiwa Kependudukan dan Data Peristiwa Penting
Penduduk WNI, Data Mutasi Penduduk WNI, Data Induk Penduduk WNI, dan
Data PBB.
Kasi Pembangunan: bertanggung jawab atas pengelolaan Data Rencana
Pembangunan; Data Kegiatan Pembangunan; Data Inventaris Proyek, Data
Kader-kader Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat.
Kasi Kesra: bertanggung jawab atas pengelolaan Data Pengurus dan
Anggota Lembaga Kemasyarakatan, Data Penduduk Miskin, dan Data
Penduduk Penyandang Cacat.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 77


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Referensi
Bertelli, Anthony M. dan Laurence E. Lynn Jr. Managerial Responsibility. Public
Administration Review. 2003.

Bowman, James S., Jonathan P. West, dan Marcia A. Beck. Achieving Competencies
in Public Service: The Professional Edge. Second Edition. M.E. Sharpe, Inc. 2010.

Cohen, Steven dan William Eimicke. The Effective Public Manager. Achieving Success
in a Changing Government. San Fransisco: Jossey-Bass. 2002.

Donahue, John D. dan Joseph S. Nye Jr. For the People: Can We Fix Public Service?
Washington D. C: Brooking Institution Press. 2003.

Savas, E. S. Privatization and Public-Private Partnerships. Chatham House Publishers.


2000.

Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa

Undang-undang No. 25 tahun tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Peraturan Kepala BKN No. 7 tahun 2013 tentang Pedoman Standar Kompetensi
Manajerial PNS

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi
Desa

Internet
www.sekolahdesa.or.id.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 78


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Legal Drafting Peraturan Desa
Berdasarkan Prinsip Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang Baik

1. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


(selanjutnya disebut UU No. 23 Tahun 2014), pengaturan kewenangan pemerintahan
desa merupakan urusan pemerintahan konkuren yang meliputi urusan
pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar.
Pasal 11 ayat (2)
Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan
Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.

Pasal 12 ayat (2)


Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: ... g. pemberdayaan
masyarakat dan Desa; ...

Keberadaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (selanjutnya


disebut UU No. 6 Tahun 2014) kewenangan desa lebih dipertajam dan diperluas yakni
dengan diperkuatnya kewenangan desa bersandarkan pada prinsip rekognisi,
subsidiaritas dan keberagaman, dengan konstruksi kewenangan menggabungkan
fungsi self-governing community dengan local self government, dan bukan lagi
kewenangan residu sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Desa.
Penjelasan Umum Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
Asas-asas dalam pengaturan desa, yakni:
a. rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;
b. subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan
keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa;
c. keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang
berlaku di masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai
bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; kebersamaan;.

Beranjak dari uraian tersebut di atas, UU No. 6 Tahun 2014 membagi kewenangan
desa menjadi 4 bagian yakni kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 79


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan
adat istiadat Desa (Pasal 18). Selanjutnya kewenangan desa tersebut dibagi kembali
meliputi:
a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. Kewenangan lokal berskala Desa;
c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(Pasal 19)

Menurut Bagir Manan, sistem otonomi yang dijalankan sekarang adalah otonomi
yang nyata dan riil. Sistem otonomi nyata mengandung beberapa prinsip, yaitu :
1. Dasar dan isi otonomi ditetapkan berdasarkan keadaan dan faktor riil
masing-masing daerah.
2. Isi Otonomi dapat, bahkan akan berbeda-beda antara daerah yang
satu dengan yang lain tergantung pada keadaan dan faktor riil daerah
yang bersangkutan.
3. Isi otonomi dapat berasal dari penyerahan urusan pemerintahan dari
satuan pemerintahan tingkat lebih atas atau inisiatif daerah sendiri
atas dasar kepentingan daerah yang bersangkutan dan tidak menjadi
atau diatur oleh satuan pemerintahan tingkat lebih atas.4
4. Pada dasarnya urusan pemerintahan akan menjadi urusan rumah
tangga daerah kecuali mengenai hal-hal yang karena sifat dan
kepentingan harus tetap ada pada pemerintah pusat adalah urusan
yang akan menjadi dasar bagi tegaknya Negara kesatuan, seperti
urusan pertahanan dan keamanan, luar negeri, keuangan, dan
pengawasan atau pengadilan terhadap pemerintahan daerah.5

Kewenangan pemerintah desa berdasarkan pada otonomi asli, bukanlah satu-


satunya bentuk otonomi bagi desa, karena sesungguhnyalah desa sebagai bagian
dari pemerintahan daerah memiliki 5 (lima) jenis kewenangan otonomi, yakni : otonomi
asli, kewenangan devolutif, kewenangan distributif, dan kewenangan dalam tugas

4
Bagir Manan, Perjalanan Historis Pusat 18 UUD 1945, UNSIKA, 1993, hal.53.
5
H. Abdul Latif, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintahan Daerah, UII
Press, Yogyakarta, 2005, hal. 64.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 80
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
pembantuan. Otonomi asli dipahami sebagai hak dan kewenangan asal-usul yang
melekat pada desa sebagai kesatuan masyarakat hukum, sebagai hak komunitas
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.6

Hakekat dari otonomi desa dan otonomi daerah adalah sama. Memang kedua-
duanya adalah otonomi dan penyelenggaraan kedua otonomi tersebut adalah
sama dan dibatasi oleh undang-undang yang berlaku. Adapun perbedaan yang
paling sederhana dari kedua otonomi tersebut adalah ruang lingkupnya. Otonomi
desa hanya meliputi lingkup desa saja. Otonomi desa adalah otonomi yang
sudah ada sejak Desa itu terbentuk. Otonomi desa berlandaskan adat,
mencakup kehidupan lahir dan batin penduduk desa. Otonomi desa tidak berasal
dari pemberian dari Pemerintah. Dengan demikian otonomi disebutkan sebagai
akibat dari pelaksanaan asas desentralisasi. Bagi Desa, otonomi Desa
merupakan suatu conditio sine qua non (sesuatu yang tidak bisa tidak ada).
Tanpa adanya otonomi, maka organisasi pemerintahan terendah itu bukan lagi
desa. Desa selalu mengandung unsur otonomi. Hilangnya otonomi berarti
hilangnya sifat khas dan ciri desa, dengan laion perkataan wilayah itu tidak
merupakan desa lagi.Sedangkan otonomi daerah diberikan berdasarkan
pemberian dari pemerintah. Otonomi daerah diciptakan berbarengan dengan
terbentuknya daerah. Urusan-urusan yang diserahkan oleh Pemerintah kepada
daerah dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi.7

Sejalan dengan hal tersebut di atas salah satu kewenangan pemerintahan desa
dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan bersandarkan pada otonomi asli dan
peraturan perundang-undangan adalah membentuk peraturan desa sebagai
implementasi dari asas negara hukum.
Pasal 1 angka 7 UU No. 6 Tahun 2014
Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan
Desa.

Dalam hal ini jenis Peraturan Desa terdiri atas Peraturan Desa, peraturan
bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa. Peraturan tersebut dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah

6
Sutoro Eko, Mempertegas Posisi Politik dan Kewenangan Desa, Makalah, Sarasehan Nasional
Menggagas Masa Depan Desa, USAID, Jakarta, 3-4 Juli 2006.
7
Bayu Surianingrat, Desa dan Kelurahan Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Rajawali Press, Jakarta,
1980, hal. 152.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 81
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. Sedangkan
Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,
pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi
dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Dalam hal ini
rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa. Kemudian
masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa.
(Pasal 69 UU No. 6 Tahun 2014)
Selanjutnya sebagai pelaksana Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan
Peraturan Kepala Desa sebagai aturan pelaksanaannya. Peraturan bersama Kepala
Desa merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dari 2 (dua) Desa atau
lebih yang melakukan kerja sama antar-Desa. Peraturan bersama Kepala Desa
tersebut merupakan perpaduan kepentingan Desa masing-masing dalam kerja sama
antar-Desa (Pasal 70 UU No. 6 Tahun 2014).
Beranjak dari ketentuan tersebut di atas, terdapat permasalahan hukum, antara
lain bahwa peraturan desa merupakan peraturan perundang-undangan merupakan
instrumen dalam rangka memperdayakan (empowerment) masyarakat desa untuk
mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Sedangkan pasal 110 UU No. 6 Tahun
2014 menyebutkan bahwa Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan
norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengakuan bersyarat tersebut memiliki
implikasi hukum antara lain adalah apakah peraturan desa adat tersebut dapat
mengatur mengenai delik adat, apabila dapat maka apakah peraturan desa adat
tersebut dapat memuat sanksi adat. Untuk itu perlu adanya reformasi pemerintahan
desa yang dimaksudkan untuk memperbarui dan memperkuat unsur-unsur demokrasi
dalam bentuk dan susunan pemerintahan desa terlebih kepada desa adat. Dengan
mekanisme pembuatan peraturan desa tersebut selaras dengan ketentuan Undang-
Undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
Dalam hal ini pembentukan peraturan desa tersebut sudah sepatutnya
memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya
menurut Van der Vlies asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik berasal dari algemene beginselen van behoorlijke regelgeving.8 Kemudian A.
Hamid S. Attamimi memaknai algemene beginselen van behoorlijke wetgeving dengan
asas-asas bagi pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut.9Asas-asas

8
Van der Vlies, I.C, Het Wetbegripnen Beginselen van Behoorlijke Regelgeving, VUGA Uitgeverij B.V,`s,
1984. Lihat Juga Van der Vlies I.C., Handboek Wetgeving, W.E.J. Tjeenk Willink Zwolle, 1991, hal. 150-
179.
9
A. Hamid Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintah
Negara, Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 331.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 82
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik adalah asas hukum yang
memberikan pedoman dan bimbingan bagi penuangan isi peraturan, ke dalam bentuk
dan susunan yang sesuai, tepat dalam penggunaan metodenya, serta mengikuti
proses dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan.10
Menurut Bagir Manan ajaran tentang tata urutan peraturan perundang undangan
demikian mengandung beberapa prinsip, yaitu :
1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya
dapat dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah atau berada di bawahnya.
2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus
bersumber atau memiliki dasar hukum dari suatu peraturan
perundang-undangan tingkat lebih tinggi.
3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh menyimpangi atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut atau
diganti atau diubah dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi atau paling tidak dengan yang sederajat.
5. Peraturan-peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila
mengatur materi yang sama, maka peraturan yang terbaru harus
diberlakukan, walaupun tidak dengan secara tegas dinyatakan
bahwa peraturan yang lama itu dicabut. Selain itu peraturan yang
mengatur materi yang lebih khusus harus diutamakan dari peraturan
perundang-undangan yang lebih umum.11

Bahwa produk hukum peraturan daerah apabila dikaji dalam tata urutan
peraturan perundang-undangan di Indonesia dari tahun 1966 sampai dengan saat ini
menimbulkan banyak dilema dan problematika. Hal mana dikarenakan kewenangan
pemerintahan desa dalam membuat peraturan desa yang senyatanya diakui
keberadaannya secara legalitas formal oleh konstitusi, namun dalam perjalanan waktu
dengan diundangkannya Undang-undang No. 12 Tahun 2011 eksistensi peraturan
desa tersebut tidak tercantum dalam hierarkhi tata urutan peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Oleh karenanya hal tersebut akan menimbulkan banyak konflik

10
A. Hamid Attamimi, Op.cit, hal. 313.
11
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, cetakan kedua, FH UII Press, Yogyakarta, 2004, hal. 133, lihat
juga dalam Rosjidi Ranggawidjaja, Pedoman Teknik Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Cita
Bhakti Akademika, Bandung, 1996, hal. 19.Slihat juga dalam Rosjidi Ranggawidjaja, Pedoman Teknik
Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Cita Bhakti Akademika, Bandung, 1996, hal. 19.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 83
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
hukum apabila tidak ada solusi karena secara perlahan tapi pasti keberadaan UU No.
12 Tahun 2011 seakan meniadakan otonomi asli yang dimiliki pemerintahan desa.
Peraturan desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
Badan Perwakilan Desa (BPD) atau yang disamakan dengan desa dan disahkan
oleh Kepala Desa atau pimpinan pemerintahan yang disamakan dengan desa
mengenai segala urusan rumah tangga desa di bidang otonomi atau tugas
pembantuan.

Perda dan perdes merupakan subsistem peraturan perundang-undangan, karena


itu harus menjadi bagian dalam susunan dan tata urutan peraturan perundang-
undangan. Tetapi perlu diingat, Perda dan Perdes dibuat oleh satuan
pemerintahan yang mandiri (otonom) dengan lingkungan wewenang yang
mandiri pula. Karena itu, pengujiannya terhadap peraturan perundang-undangan
tingkat lebih tinggi tidak boleh semata-mata berdasarkan pertingkatan, melainkan
pada lingkungan wewenangnya. Suatu perda yang bertentangan dengan dengan
suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi (kecuali UUD) belum
tentu salah, kalau ternyata peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi
yang melanggar hak dan wewenang daerah yang dijamin UUD atau undang-
undang pemerintahan daerah.12

Untuk itulah maka tulisan ini mencoba untuk menelaah legal drafting
Peraturan Desa setelah berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Serta
mengkaji dari sisi hukum terkait sejauh mana UU No. 6 Tahun 2014 dan peraturan
pelaksanaannya mengakomodasi kepentingan masyarakat desa secara efektif dan
efisien, oleh karena itu maka Peraturan desa hendaknya berdasarkan prinsip
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.

2. Pembahasan
2.1. Kedudukan Peraturan Desa dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Tata urutan peraturan perundang-undangan dalam UU No. 12 Tahun 2011
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan 8 dinyatakan sebagai berikut,
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

12
UUD Amerika Serikat, Pasal 6 (lihat Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2001, hal.130.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 84
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki


sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Atas hal tersebut jelas bahwa peraturan desa tidak diatur dalam UU No. 12
Tahun 2011. Oleh karenanya eksistensi otonomi asli yang dimiliki pemerintahan desa
seakan semakin kabur, padahal konstitusi telah mengakuinya secara legalitas formal
keberadaan pemerintahan desa.
Selanjutnya yang menjadi permasalahan adalah kekuatan mengikat peraturan
desa yang diterbitkan setelah keluarnya UU No. 12 Tahun 2011. Karena Peraturan
desa tidak masuk dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan, maka
keberadaannya peraturan desa hanya dianggap sebagai beleids regel (peraturan yang
menyelenggarakan kebijakan pemerintah tapi tidak mengikat).
Peraturan kebijakan (beleidsregels, policy rules), peraturan kebijakan adalah
peraturan yang dibuat administrasi negara yang didasarkan kepada aspek
doelmatigheid dalam kerangka freis Ermessen. 13 Dalam hal ini Peraturan Daerah dan
Peraturan Desa adalah peraturan administrasi negara, karena hanya mengatur
penyelenggaraan administrasi negara. Namun pembentukannya dilakukan oleh badan
administrasi negara bersama badan legislatif daerah. Hal ini serupa dengan undang-
undang di bidang administrasi negara seperti undang-undang pajak, undang-undang
lingkungan dan sebagainya.14

Peraturan kebijakan dalam bahasa Belanda selain dinamakan beleidsregel


juga diberi nama pseudowetgeving atau spiegelrecht. Aturan ini hanya
mengatur kegiatan administrasi negara, tetapi karena sifat tugas administrasi
negara menyangkut pihak luar secara tidak langsung akan mengenai juga
masyarakat umum. Aturan kebijakan timbul dari prinsip kebebasan bertindak
(freis ermessen atau beoordelingsvrijheid) yang dibuat untuk mencapai suatu
tujuan pemerintahan yang dibenarkan secara hukum. Aturan kebijakan dibuat

13
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional, 2001, hal. 143-145.
14
Ibid, hal. 145
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 85
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
karena tidak dapat diatur dengan peraturan biasa, baik karena pejabatnya tidak
berwenang, maupun tidak menjadi materi muatan suatu peraturan. Aturan
kebijakan lebih bertolak pada aspek pencapaian tujuan (doelmatigheid) dari pada
dasar pembenaran secara hukum (rechtmatigheid). Bentuk-bentuk aturan
kebijakan beraneka ragam seperti Surat Edaran, Juklak, Juknis, Pedoman,
Keputusan, bahkan disebut peraturan.15

Dengan demikian ketiadaan peraturan desa dalam hierarkhi peraturan


perundang-undangan di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011,
memberikan konsekuensi kekuatan mengikat peraturan desa tersebut seperti beleids
regel. Hal ini tentunya juga semakin mengaburkan eksistensi otonomi asli yang dimiliki
oleh pemerintahan desa meskipun keberadaannya diakui secara legalitas formal oleh
konstitusi. Namun demikian hal yang berbeda dalam pengaturan Peraturan Desa
dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan penguatan kewenangan desa
dan sistem otonomi asli.

2.2. Kewenangan Pembentukan Peraturan Desa


Menurut Widjaja16, reformasi pemerintahan desa akan terlihat dengan jelas
hubungan yang harmonis antara :
masyarakat desa dan pemerintah desa, sehingga pemerintah desa dalam
segala keputusannya dan tindakannya selalu mengutamakan kepentingan
dan aspirasi masyarakat desa tanpa melupakan kepentingan Negara
Kesatuan RI dalam rangka persatuan dan kesatuan bangsa (Bhineka Tunggal
Ika). Di samping itu masyarakat desa wajib mendukung pemerintahannya
dengan mentaati keputusan-keputusan serta menaati tindakan-tindakannya
yang demokratis dan sekaligus dapat pula mengoreksi tindakan-tindakan yang
merugikan masyarakat.

Implementasi asas Negara hukum dan asas demokrasi mensyaratkan dalam


penyelenggaraan pemerintahan desa harus sejalan dengan ketentuan peraturan
prundang-undangan yang berlaku. Demikian juga kewenangan dalam pembentukan
peraturan desa harus sejalan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam hal ini jenis Peraturan Desa terdiri atas Peraturan Desa, peraturan
bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa. Peraturan tersebut dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah

15
Bagir Manan, et.al., Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Jakarta, 1997, hal 169.
16
HAW Widjaja, Op.Cit., hlm.15
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 86
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. Sedangkan
Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,
pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi
dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Dalam hal ini
rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa. Kemudian
masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa.
(Pasal 69 UU No. 6 Tahun 2014)
Selanjutnya sebagai pelaksana Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan
Peraturan Kepala Desa sebagai aturan pelaksanaannya. Peraturan bersama Kepala
Desa merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dari 2 (dua) Desa atau
lebih yang melakukan kerja sama antar-Desa. Peraturan bersama Kepala Desa
tersebut merupakan perpaduan kepentingan Desa masing-masing dalam kerja sama
antar-Desa (Pasal 70 UU No. 6 Tahun 2014).
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan dalam penyusunan peraturan desa
adalah sebagai berikut, Peraturan di desa dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum, dan/atau ketentuan Peraturan, Perundang-undangan yang
lebih tinggi (Permendagri No. 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di
Desa)
Mengingat Peraturan Desa adalah semua peraturan desa yang ditetapkan oleh
kepala desa setelah dimusyawarahkan dan telah mendapatkan persetujuan Badan
Perwakilan Desa. Dalam hal ini agar peraturan desa benar-benar mencerminkan hasil
permusyawaratan dan pemufakatan antara pemerintahan desa dengan Badan
Perwakilan Desa, maka diperlukan pengaturan yang meliputi syarat-syarat dan tata
cara pengambilan keputusan bentuk peraturan desa, tata cara pengesahan,
pelaksanaan dan pengawasan serta hal-hal lain yang dapat menjamin terwujudnya
demokrasi di desa.17
Muatan Materi Peraturan Desa18
1. Muatan materi yang tertuang dalam Peraturan Desa antara lain :
a. Menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat mengatur;
b. Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa;
c. Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan desa dan masyarakat
desa.
2. Materi Peraturan Desa dapat memuat masalah-masalah yang berkembang di
desa yang perlu pengaturannya.
3. Semua materi Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.

17
Ibid., hal. 94
18
Ibid, hal. 96
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 87
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Dengan mengacu pada Permendagri No. 111 Tahun 2014, adapun muatan
materi Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran
lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Sedangkan muatan
materi Peraturan bersama Kepala Desa berisi materi kerjasama desa. Dan muatan
materi Peraturan Kepala Desa berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan
bersama kepala desa dan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.

Konsep Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan


Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik berasal
dari algemene beginselen van behoorlijke regelgeving.19
Menurut Oostenbrink, yang kemudian dikembangkan oleh Kortmann, mengemukakan
bahwa asas-asas umum perundang-undangan yang baik (algemene beginselen van
behoorlijke wetgeving), haruslah memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Een duidelijke en consistente terminologie;
2. Duidelijke doelstelling;
3. De`vindbaarheid` van de wet;
4. De grote schoonmaak.

Istilah yang jelas dan konsisten (een duidelijke en consistente terminologie),


berarti tidak hanya dalam satu undang-undang yang sama, tetapi dalam undang-
undang yang lain harus pula digariskan istilah yang jelas dan konsisten.20
Philipus M. Hadjon, algemene beginselen van behoorlijke regelgeving, diartikan
sebagai asas-asas umum pembentukan aturan hukum yang baik.21 Kemudian A.
Hamid S. Attamimi memaknai algemene beginselen van behoorlijke wetgeving dengan
asas-asas bagi pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut.22
Dalam hubungannya dengan fungsi asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik, Philipus M. Hadjon menjelaskan bahwa, asas-asas
umum pembentukan aturan hukum yang baik berfungsi sebagai dasar pengujian dalam

19
Van der Vlies, I.C, Het Wetbegripnen Beginselen van Behoorlijke Regelgeving, VUGA Uitgeverij
B.V,`s, 1984. Lihat Juga Van der Vlies I.C., Handboek Wetgeving, W.E.J. Tjeenk Willink Zwolle, 1991, hal.
150-179.
20
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional (Edisi Ketiga),
Airlangga University Press, Surabaya, 2005, hal. 389.
21
Philipus. M. Hadjon, Analisis Terhadap UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, (Makalah), Seminar Hukum Nasional Implementasi UU No. 10 Tahun 2004 dalam
Legislasi Daerah Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, Bagian Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum
Universitas Airlangga, Surabaya, 21 Mei 2005, hal. 3.
22
A. Hamid Attamimi, Op.cit, hal. 331.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 88
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
pembentukan aturan hukum (uji formal) maupun sebagai dasar pengujian terhadap
aturan hukum yang berlaku (uji materiil). 23
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik adalah asas
hukum yang memberikan pedoman dan bimbingan bagi penuangan isi peraturan, ke
dalam bentuk dan susunan yang sesuai, tepat dalam penggunaan metodenya, serta
mengikuti proses dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan.24

2.3. Prosedur Pembentukan Peraturan Desa


Dalam hal ini tahapan pembentukan peraturan desa dilakukan melalui 4 tahapan,
yakni:
1. Perencanaan
2. Penyusunan
3. Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan
4. Penyebarluasan

1. Tahap Perencanaan
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala
Desa dan BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa. Dalam hal ini Lembaga
kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa dapat
memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana
penyusunan rancangan Peraturan Desa.

2. Tahap Penyusunan
Untuk Penyusunan Peraturan Desa oleh Kepala Desa, Penyusunan rancangan
Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa. Rancangan Peraturan Desa
yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa dan dapat
dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan masukan.
Dalam hal ini rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan diutamakan
kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan
substansi materi pengaturan. Dan masukan dari masyarakat desa dan camat
digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancangan
Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan
disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama.
Untuk Penyusunan Peraturan Desa oleh BPD, BPD dapat menyusun dan
mengusulkan rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa kecuali
untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana pembangunan jangka

23
Philipus. M. Hadjon, op.cit. hal. 3.
24
A. Hamid Attamimi, Op.cit, hal. 313.
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 89
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
menengah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang rencana kerja Pemerintah
Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan rancangan Peraturan
Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa.
Rancangan Peraturan Desa tersebut dapat diusulkan oleh anggota BPD kepada
pimpinan BPD untuk ditetapkan sebagai rancangan Peraturan Desa usulan BPD.

4. Tahap Pembahasan Penetapan dan Pengundangan


BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati
rancangan Peraturan Desa. Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa
prakarsa Pemerintah Desa dan usulan BPD mengenai hal yang sama untuk
dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan
Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa usulan
Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
Dalam hal Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik
kembali oleh pengusul. Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak
dapat ditarik kembali kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa
dan BPD. Sedangkan Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama
disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa
untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung
sejak tanggal kesepakatan.
Rancangan peraturan Desa tersebut wajib ditetapkan oleh kepala Desa
dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung
sejak diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan Badan
Permusyawaratan Desa.

Tahap Penetapan
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda disampaikan kepada
Sekretaris Desa untuk diundangkan. Dalam hal Kepala Desa tidak
menandatangani Rancangan Peraturan Desa, Rancangan Peraturan Desa
tersebut wajib diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan
Desa.

Tahap Pengundangan
Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa.
Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat sejak diundangkan.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 90


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
4. Tahap Penyebarluasan
Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan
rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan
Peratuan Desa, pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan
Peraturan Desa. Penyebarluasan tersebut dilakukan untuk memberikan informasi
dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.

EVALUASI DAN KLARIFIKASI PERATURAN DESA


Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan
organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh Kepala Desa
dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota Melalui camat atau
sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Dalam hal
Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa
tersebut berlaku dengan sendirinya.
Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa tersebut diserahkan oleh
Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
rancangan Peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota. Dalam hal Bupati/Walikota telah
memberikan hasil evaluasi tersebut, Kepala Desa wajib memperbaikinya.
Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa tersebut paling lama 20
(dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi. Selanjutnya Kepala Desa dapat
mengundang BPD untuk memperbaiki rancangan peraturan desa. Atah hal tersebut
hasil koreksi dan tindaklanjut disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota
melalui camat. Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi, dan tetap
menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa
dengan Keputusan Bupati/Walikota.

PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA


Tahapan penyusunan peraturan bersama kepala desa meliputi yakni sebagai
berikut,
1. Perencanaan
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan
bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja sama antar-Desa.
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan
setelah mendapatkan rekomendasi dari musyawarah desa.

2. Penyusunan
Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh Kepala
Desa pemrakarsa. Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 91


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing dan
dapat dikonsultasikan kepada camat masing-masing untuk mendapatkan
masukan. Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Kepala Desa
untuk tindaklanjut proses penyusunan rancanan Peraturan Bersama Kepala Desa.

3. Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan


Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh 2 (dua)
Kepala Desa atau lebih. Kepala Desa yang melakukan kerja sama antar-Desa
menetapkan Rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda tangan
paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati. Rancangan
Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa
masing-masing desa. Peraturan Bersama Kepala Desa tersebut mulai berlaku dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak tanggal diundangkan dalam Berita
Desa pada masing-masing Desa.

4. Penyebarluasan
Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa
masing-masing.

PERATURAN KEPALA DESA


Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desa.
Materi muatan Peraturan Kepala Desa meliputi materi pelaksanaan Peraturan di Desa
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Kepala Desa
diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa.

PEMBIAYAAN
Pembiayaan pembentukan Peraturan di Desa dibebankan pada APB Desa.

Dalam hal ini untuk Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan
norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Adapun Teknik dan prosedur penyusunan
Peraturan di desa sama dengan prosedur penyusunan Peraturan di desa adat.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa Kepala Desa dapat menetapkan
Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan Peraturan di desa, peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa yang
bersifat penetapan.
Bahwa ketentuan mengenai bentuk Peraturan di Desa dan Keputusan Kepala

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 92


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Desa tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun 2014
tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa.

Kesimpulan:
Kewenangan dan Prosedur legal drafting Peraturan Desa dengan mengacu pada
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun
2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa, serta prinsip pembentukan peratuan
perundang-undangan yang baik.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 93


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Daftar Pustaka

A. Hamid Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Indonesia dalam Penyelenggaraan


Pemerintah Negara, Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990

Austin M. Chinhengo, Essential Jurisprudence, Cavendish Publishing Limited, London,


1995
Bagir Manan, Perjalanan Historis Pusat 18 UUD 1945, UNSIKA, 1993
___________, Teori dan Politik Konstitusi, cetakan kedua, FH UII Press, Yogyakarta,
2004

___________, Teori dan Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta, 2003.

___________, Teori dan Politik Konstitusi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi


Departemen Pendidikan Nasional, 2001

___________, et.al., Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni,


Jakarta, 1997.

Bayu Surianingrat, Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan, Cet. IV, Rineka
Cipta, Jakarta, 1992.

___________, Desa dan Kelurahan Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Rajawali Press,
Jakarta, 1980.

Edgar Bodenheimer, Jurisprudence, Harvard University Press, 1970.

Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Rusel & Rusel, New York, 1973.

H.A.W. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi UU


No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2005.

___________, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.

H.M. Arief Muljadi, Landasan dan Prinsip Hukum Otonomi Daerah Dalam Negara
Kesatuan RI, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2005

H. Abdul Latif, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan ( Beleidsregel ) pada


Pemerintahan Daerah, UII Press, Yogyakarta, 2005.

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, cet.2, Konstitusi Press,


Jakarta, 2006.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 94


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta, 1959.

Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan,


Jakarta, 2002

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional (Edisi
Ketiga), Airlangga University Press, Surabaya, 2005

Suko Wiyono, Otonomi Daerah Dalam Negara Hukum Indonesia (Pembentukan Perda
Partisipatif, Faza Media, Jakarta, 2006

Soehino, Perkembangan Pemerintahan Di Daerah, Cetakan Ketiga, Liberty,


Yogyakarta, 1988.

Suhartono W. Pranoto, Parlemen Desa, Dinamika DPR Kelurahan dan DPRK Gotong
Royong, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2000.

Sutoro Eko, Mempertegas Posisi Politik dan Kewenangan Desa, Makalah, Sarasehan
Nasional Menggagas Masa Depan Desa, USAID, Jakarta, 3-4 Juli 2006.

Philipus M. Hadjon, et.al., Pengantar Hukum Administrasi, cetakan ketujuh,


Gadjahmada University Press, Yogyakarta, 2001.

Rosjidi Ranggawidjaja, Pedoman Teknik Perancangan Peraturan Perundang-


undangan, Cita Bhakti Akademika, Bandung, 1996

Van der Vlies, I.C, Het Wetbegripnen Beginselen van Behoorlijke Regelgeving, VUGA
Uitgeverij B.V,`s, 1984. Van der Vlies I.C., Handboek Wetgeving, W.E.J. Tjeenk
Willink Zwolle, 1991.

Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Kapasitas SDM Sekrtetaris Desa Pemerintah 95


Provinsi Jawa Timur Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai