Anda di halaman 1dari 18

1

PENGARUH MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN


TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KPP PRATAMA
GORONTALO
ABDUL RIVAI BOTUTIHE1, HARTATI TULI2, NILAWATY YUSUF3
Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo
Abdul Rivai Botutihe. 921 410 068 . 2015. Pengaruh Modernisasi Administrasi
Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Gorontalo. Skripsi Program Studi S1 Akuntansi, Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo, dibawah bimbingan
Ibu Hartati Tuli, SE.Ak, M.Si dan Ibu Nilawaty Yusuf, SE.Ak, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh modernisasi administrasi
perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Gorontalo. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian adalah dengan
menyebarkan kuesioner. Populasi dalam penelitian sebanyak 8.522 dengan
sampel sebanyak 99 orang. Tehnik pengambilan sampel menggunakan metode
simple random sampling, sementara tehnik analisis data yang digunakan adalah
tehnik analisis regresi linier sederhana.
Hasil penelitian menunjukan bahwa modernisasi administrasi perpajakan terletak
pada kategori baik, hal ini mengindikasikan bahwa modernisasi administrasi
perpajakan dirasakan oleh responden telah diterapkan dengan baik oleh fiskus.
Pada variabel kepatuhan wajib pajak terletak pada kategori baik, mengindikasikan
modernisasi administrasi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan
wajib pajak pada Kantor KPP Pratama Gorontalo. Nilai pengaruhnya sebesar
25,6%, hal tersebut terlihat dari koefisien determinasi.
Kata kunci:

Modernisasi Administrasi, Perpajakan, Kepatuhan Wajib Pajak

Abdul Rivai Botutihe, Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Negeri Gorontalo
2
Hartati Tuli., SE.Ak., M.Si, Dosen Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Negeri Gorontalo
3
Nilawaty Yusuf., SE.Ak., M.Si, Dosen Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Negeri Gorontal

PENDAHULUAN
Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana pemerintah dalam
rangka pembiayaan negara yang terbesar, (bppk.kemenkeu.go.id).
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak
adalah dengan melakukan reformasi pajak, Reformasi perpajakan di Indonesia
telah dilakukan pertama kali pada tahun 1983 dimana saat itu terjadi reformasi
atau perubahan sistem mendasar atas pengelolaan perpajakan Indonesia dari
sistem official assessment ke sistem self Assessment.
Direktorat Jenderal perpajakan menggulirkan reformasi administrasi
perpajakan jangka menengah (3-5 tahun). Pada tahun 2002 Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) telah meluncurkan program perubahan (change program) atau
reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat biasa disebut modernisasi
(Rahayu, 2009: 120).
Tujuan modernisasi yang ingin dicapai adalah meningkatkan kepatuhan
sukarela wajib pajak, meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan meningkatkan
produktivitas dan integritas aparat pajak. Untuk mewujudkan itu semua program
reformasi administrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara
menyeluruh dan komperhensif. perubahan-perubahan yang dilakukan meliputi
bidang-bidang, struktur organisasi, proses bisnis dan teknologi informasi dan
komunikasi, manajemen sumber manusia, pelaksanaan good governance (Laporan
Tahunan 2007, Direktorat Jenderal Pajak).
Salah satu tujuan tersebut menyebutkan tentang kepatuhan pajak yang
tinggi, bisa disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak akan meningkat dengan
diberlakukannya reformasi administrasi perpajakan. Kepatuhan wajib pajak
merupakan suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban
perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya, dalam jurnal legislasi Indonesia
kepatuhan wajib pajak merupakan hal yang sangat penting dalam administrasi
perpajakan yang pada akhirnya bisa menciptakan sistem perpajakan yang baik.
Kepatuhan tersebut merupakan bagian dari reformasi perpajakan menuju sistem

administrasi perpajakan modern (Fuad, 2011), hal ini dibuktikan dengan beberapa
hasil penelitian sebelumnya tentang modernisasi administrasi perpajakan terhadap
kepatuhan wajib pajak.
Sofyan (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Penerapan
Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada
Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Wajib Pajak Besar, menyimpulkan bahwa sistem administrasi perpajakan
modern mempunyai pengaruh besar terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada KPP di
lingkungan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Wajib Besar. dengan dasar teori
Caiden (1991) yang meliputi empat dimensi reformasi administrasi perpajakan,
struktur organisasi, porsedur organisasi, strategi organisasi, budaya organisasi
Madewing (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makasar Utara, menyimpulkan bahwa
modernisasi sistem administrasi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepatuhan wajib pajak yang terdiri dari, struktur organisasi, proses bisnis
dan teknologi informasi dan komunikasi, manajemen sumber daya manusia,
pelaksanaan good governance.
Dalam penelitian ini, peneliti berlandaskan kebijakan Direktorat Jenderal
Pajak dengan program perubahan, (Annual Report, 2007) yang meliputi :
1.

Struktur Organisasi

2.

Proses Bisnis dan teknologi informasi dan komunikasi

3.

Manajemen Sumber Daya Manusia

4.

Pelaksanaan Good Governance


Penelitian dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo

khususnya pada wajib pajak badan, berbeda dengan peneltian sebelumnya yang
dilakukan diluar Propinsi Gorontalo, fenomena yang mendasari penelitian ini
menunjukan pemahaman wajib pajak terhadap ketentuan perpajakan sangat
rendah baik dari segi struktur organisasi, bisinis proses teknologi informasi dan
komunikasi, manajemen sumber daya manusia, pelaksanaan good governance.
Upaya sosialisasi yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo

belum cukup mendongkrak pemahaman dan kepatuhan wajib pajak. Untuk


wilayah Propinsi Gorontalo kepatuhan wajib pajak badan yang menyampaikan
SPT dari tahun 2010 sampai 2013 dapat dilihat pada tabel 1:
Tabel 1: Data Penyampaian SPT Masa Wajib Pajak Badan
Tahun

Jumlah Wajib
Pajak Badan

SPT Masa Wajib


Pajak Badan

SPT Tahunan
Wajib Pajak
Badan

2010
2011
2012
2013

5471
6152
6867
7805

2600
2938
3051
2965

1811
2112
2113
2037

Sumber: KPP Pratama Gorontalo, Tahun 2010-2013


Mengacu pada tabel di atas tingkat kepatuhan wajib pajak badan Propinsi
Gorontalo dalam kurun waktu lima tahun masih rendah, pada tahun 2010 sampai
dengan 2013 masih banyak yang tidak melaporkan SPT masa.

KAJIAN PUSTAKA
Semenjak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan
program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan
yang secara singkat biasa disebut Modernisasi. Modernisasi perpajakan pada
dasarnya merupakan perwujudan atau bagian dari reformasi perpajakan.
Modernisasi perpajakan ini dapat diartikan sebagai penggunaan sarana dan
prasarana perpajakan yang baru dengan memanfaatkan perkembangan ilmu dan
teknologi.
Menurut Diana (2013: 14) untuk mewujudkan program modernisasi
administrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh.
Perubahan-perubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang berikut:
1.

Struktur Organisasi
Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern
yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur
organisasi DJP perlu diubah, baik level kantor pusat sebagai pembuat
pelaksana implementasi kebijakan. Sebagai langkah pertama, untuk
memudahkan Wajib Pajak, ke tiga jenis kantor pajak yang ada, yaitu

Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan


Bangunan (KPPBB), serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak
(Karipka), dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Dengan
demikian wajib pajak cukup datang ke satu kantor saja untuk
menyelesaikan seluruh masalah perpajakannya. Struktur berbasis fungsi
diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama dengan sistem
administrasi modern untuk dapat merealisasikan debirokrasi pelayanan
sekaligus melaksanakan pengawasan terhadap wajib pajak untuk lebih
berdasarkan analisis resiko.
2.

Business Process Teknologi Informasi dan Komunikasi


Kunci perbaikan birokrasi yang berbelit-belit adalah perbaikan business
process, yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja. Untuk itu,
perbaikan business process merupakan pilar penting program modernisasi
DJP,

yang

diarahkan

pada

penerapan

full

automation

dengan

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama untuk


pekerjaan yang sifatnya klerikal. Diharapkan dengan full automation, akan
tercipta suatu business process yang efisien dan efektif karena administrasi
menjadi cepat, mudah, akurat, dan paperles, sehiingga dapat meningkatkan
pelayanan terhadap Wajib Pajak, baik dari segi kualitas maupun waktu.
3.

Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)


Departemen keuangan secara keseluruhan telah meluncurkan program
reformasi birokrasi sejak akhir tahun 2006. Fokus program reformasi ini
adalah perbaikan sistem dan manajemen SDM. Dan direncanakan
perubahan yang dilakukan sifatnya lebih menyeluruh. Hal ini perlu
mendesak untuk dilakukan, karena disadari bahwa elemen yang terpenting
dari suatu sistem organisasi adlah manusianya. Secanggih apapun struktur,
sistem, teknologi, informasi, metode dan alur kerja suatu organisasi, semua
itu tidak akan dapat berjalan dengan optimal tanpa didukung SDM yang
capable dan berintergitas. Harus disadari bahwa yang perlu dan harus
diperbaiki sebenarnya adalah sistem dan manajemen SDM, bukan semata-

mata melakukan rasionalisasi pegawai, karena sistem yang baik dan


terbuka dipercaya akan bisa menghasilkan SDM yang berkualitas.
4.

Pelaksanaan Good Governance


Elemen terakhir adalah pelaksanaan good governance, yang seringkali
dihubungkan dengan integritas pegawai dan institusi. Suatu organisasi
berkut sistemnya akan berjalan dengan baik manakala terdapat ramburambu yang jelas untuk memandu pelaksanaan tugas dan pekerjaannya,
serta yang lebih penting lagi, konsistensi implementasi rambu-rambu
tersebut.
Menurut Diana (2013: 18) dengan adanya modernisasi ini diharapkan

dapat memberi manfaat bagi wajib pajak sebagai berikut


1.

Pelayanan yang lebih baik, terpadu, dan personal, melalui:


a. Konsep One Stop Service yang melayani seluruh jenis pajak (PPh, PPn,
PBB dan BPHTB)
b. Adanya tenaga Account Representative (AR) dengan tugas antara lain:
1. Konsultasi untuk membantu segala permasalahan WP,
2. Mengingatkan Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakannya,
3. Update atas peraturan perpajakan yang terbaru

2.

Penyempurnaan IT secara maksimal: email, e-SPT, e-filing

3.

SDM yang profesional


a. Ada fit and proper test dan competency mapping
b. Pelaksanaan kode etik yang tegas dan konsisten
c. Pemberian tunjangan khusus (peningkatan remunerasi)

4.

Pemeriksaan yang lebih terbuka dan professional dengan konsep


spesialisasi penerapan.
Menurut Nurmantu dalam Sofyan (2005), kepatuhan perpajakan

didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua


kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Terdapat dua macam
kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal
adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara
formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya

ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan. Apabila wajib pajak


telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan
sebelum batas waktu maka dapat dikatakan bahwa wajib pajak telah memenuhi
ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material.
Kepatuhan material yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara
substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan
jiwa undang-undang perpajakan. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material
adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat
Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum
batas waktu berakhir.
Menurut Eliyani dalam Jatmiko (2006), kepatuhan Wajib Pajak
didefinisikan sebagai memasukkan dan melaporkan tepat waktu informasi yang
diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak terutang dan membayar pajak pada
waktunya tanpa tindakan pemaksaan. Ketidakpatuhan timbul kalau salah satu
syarat defenisi tidak terpenuhi.
Tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem
administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan
hukum perpajakan, Pemeriksaan pajak dan tarif pajak. Kesadaran dan kepatuhan
memenuhi kewajiban perpajakan juga tergantung pada kemauan wajib pajak,
sampai sejauh mana wajib pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Menurut Hanggana dalam Fasmi (2014), penelitian tentang kepatuhan
Wajib Pajak dalam membayar pajak belum banyak dilakukan, hal ini disebabkan
kesulitan mendapatkan responden. Secara intuitif, dapat diduga tidak seorangpun
suka membayar pajak, ketidaksukaan membayar pajak akan dilakukan dengan
tidak mentaati peraturan perpajakan, khususnya besarnya pajak yang dibayarkan.
Wajib Pajak memiliki naluri alamiah menyembunyikan informasi perilaku
ketidakpatuhan mereka dan berusaha menyembunyikan kejahatan perpajakan
yang dilakukan kepada siapapun juga.

Dalam KUP pasal 17C menegaskan adanya wajib pajak dengan kriteria
tertentu. Kriteria inilah yang dijadikan acuan oleh Menteri yang diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan No.74/PMK.03/2012 yang mengatur pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi wajib pajak patuh.
Berdasarkan

Peraturan

Menteri

Keuangan

Republik

Indonesia

No.74/PMK.03/2012 Pasal 2, untuk dapat ditetapkan sebagai wajib pajak


dengan kriteria tertentu, wajib pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a)

Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;

b)

Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali


tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengansur atau menunda
pembayaran pajak;

c)

Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan


keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama
3 (tiga) tahun berturut-turut; dan

d)

Tidak pernah dipidana karena melakukan tidak pidana di bidang


perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

METODE PENELITIAN
Objek dari penelitian ini terdiri dari satu variabel independen (bebas) dan
satu variabel dependen (terkait). Adapun Populasi merupakan objek atau subjek
yang memenuhi kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti. Yang menjadi
populasi sasaran dalam penelitian ini adalah wajib pajak badan yang akan
menyampaikan SPT masa maupun tahunan sebelum dan sesudah melaporkan.
Berdasarkan data dari KPP Pratama Gorontalo hingga akhir tahun 2014 tercatat
sebanyak 8522 wajib pajak badan yang terdaftar di KPP Pratama Gorontalo.
Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin.
Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian
ini adalah kuesioner. Tehnik ini digunakan untuk mengumpul data dengan
menyebarkan sejumlah pertanyaan secara tertulis kepada responden yang telah

10

ditetapkan dalam sampel. Persamaan umum regresi linier sederhana adalah


sebagai berikut:
Y= a + bX
Dimana:
Y = Kepatuhan Wajib Pajak
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
X = Modernisasi Administrasi Perpajakan
Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heterokedastisitas. Untuk
menguji hipotesis, digunakan pengujian yakni Uji F, Uji T dan Koefisien
Determinasi.
HASIL PENELITIAN
Jumlah responden yang menjadi subjek penelitian sebanyak 99 responden
yang memenuhi standar sampel penelitian. Rincian pengiriman dan pengembalian
kuisioner (response rate) disajikan pada tabel 2:
Tabel 2 : Rincian Pengiriman dan Pengembalian Kuisioner
Keterangan

Jumlah

Kuisioner yang disebar


Kuisioner yang kembali
Kuisioner yang dapat digunakan
Kuisioner yang tidak kembali
Tingkat pengembalian yang digunakan (84/105 x 100%)

105
105
84
0
80%

Sumber: Olahan, 2015

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengembalian


kuisioner (response rate)

dan dapat digunakan (respon use) sebesar 80%,

dihitung dari presentase jumlah kuisioner yang kembali yang dapat digunakan (84
kuisioner) dibagi total yang dikirim (105 kuisioner).
Setelah data penelitian berhasil dikumpulkan maka selanjutnya akan
dilakukan proses analisis data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan
dalam penelitian ini. Salah satu analisis yang dilakukan adalah analisis desktriptif

11

yang bertujuan untuk melihat gambaran awal mengenai obyek/variabel yang


diteliti.
Masing-masing pernyataan kuisioner variabel X dan Y akan dikategorikan
berdasarkan kriteria rentang klasifikasi. Menurut Sugiyono (2012) kriteria
interpretasi skor berdasarkan jawaban responden dapat ditentukan dengan skor
maksimum setiap kuisioner adalah 5 dan skor minimum adalah 1 maka dapat
diketahui rentang skala adalah dengan mengalikan skor tertinggi dengan jumlah
responden dan mengalikan skor terendah dengan jumlah responden jumlah
responden. Diketahui repsonden dalam penelitian ini sebanyak 84 orang dengan
nilai skor tertinggi 5 dan skor terendah 1 sehingga perhitungan rentang skala. Skor
tertinggi = 5 X 84 = 420 dan skor terendah =1 X 84 = 84 sehingga rentang skala
dapat dihitung 420-84/5 = 67,2. Sehingga berdasarkan rentang skala tersebut
dibuat penilaian (mengacu pada Narimawati, 2007: 85).
Jumlah pernyataan yang digunakan untuk mengukur pengaruh penerapan
modernisasi administrasi perpajakan dalam penelitian ini sebanyak 10 pernyataan.
Dalam pengujian validitas, pernyataan dikatakan valid jika rhitung lebih besar dari
rtabel. Nilai rtabel didapatkan dari tabel rtabel dimana n=25 dan tingkat signifikan 5%
maka nilai rtabel sebesar 0,3961. Dengan demikian dari 10 pernyataan yang
digunakan untuk mengukur pengaruh dari variabel modernisasi administrasi
perpajakan, semua pernyataan telah memiliki nilai rhitung lebih besar dari rtabel
0,3961 sehingga dikatakan memenuhi uji validitas dan dapat digunakan untuk
pengumpulan data penelitian.
Jumlah pernyataan yang digunakan untuk mengukur variabel kepatuhan
wajib pajak dalam penelitian ini sebanyak 6 pernyataan. Dalam pengujian
validitas, pernyataan dikatakan valid jika rhitung lebih besar dari rtabel. Nilai rtabel
didapatkan dari tabel dimana n=25 dan tingkat signifikan 5% maka nilai rtabel
sebesar 0,3961. Dengan demikian dari 6 pernyataan yang digunakan untuk
mengukur pengaruh dari variabel Kepatuhan Wajib Pajak, semua pernyataan telah
memiliki nilai rhitung lebih besar dari rtabel 0,3961 sehingga dikatakan memenuhi uji
validitas dan dapat digunakan untuk pengumpulan data penelitian.

12

Hasil analisis regresi sederhana. Hasil analisis dengan bantuan program


SPSS disajikan pada tabel 3:
Tabel 3: Hasil Analisis Regresi

Mengacu pada hasil analisis di atas, maka regresi linear sederhana yang
bangun adalah:
= 7,618 + 0,333X
Kepatuhan WP = 7,618 + 0,333 Modernisasi administrasi perpajakan
Berdasarkan model persamaan regresi tersebut, dapat diinterpretasikan
hal-hal sebagai berikut:
a.

Nilai konstanta sebesar 7,618 menunjukan Jika tidak terdapat

pengaruh

dari variabel Modernisasi Administrasi Perpajakan, maka rata-rata nilai


dari variabel Kepatuhan Wajib Pajak pada Wajib Pajak Kantor Pelayanan
Pajak Pratama (KPP) Gorontalo adalah sebesar 7,618 satuan.
b.

Nilai koefisien regresi variabel X (Modernisasi Administrasi Perpajakan),


menunjukan

setiap

perubahan

variabel

Modernisasi

Aministrasi

Perpajakan sebesar 1 satuan akan mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak


sebesar 0,333 kali satuan.
c.

Nilai Koefisien regresi dengan arah postif menunjukan terdapat pengaruh


yang positif Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP)
Gorontalo.

13

Setelah diperoleh model persamaan regresi, maka langkah selanjutnya


melakukan pengujian hipotesis, yang hasilnya pengujian dapat dilihat pada tabel 4
Tabel 4 : Hasil Uji Hipotesis

Hasil analisis pada tabel 4 menunjukan bahwa nilai t-hitung untuk variabel
Modernisasi Administrasi Perpajakan diperoleh sebesar 5,309, sedangkan nilai ttabel

pada tingkat signfikansi 5% dan derajat bebas n-k-1 =84-1-1= 82 sebesar

1,989 (pengujian dilakukan dengan metode 2 pihak didasarkan pada hipotesis


yang dibangun). Jika kedua nilai t ini dibandingkan maka nilai t-hitung masih lebih
besar dibandingkan dengan nilai t-tabel (5,309>1,989) sehingga H0 ditolak dan H1
diterima artinya signifikan.
Selain itu apabila kita membandingkan nilai signifikan (Pvalue), maka dapat
dilihat bahwa nilai Pvalue (0,000) dari pengujian ini lebih kecil dari 0.05. Dengan
kata lain pada tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan dari Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP)
Gorontalo.
PEMBAHASAN
Penerapan modernisasi perpajakan telah mulai dicanangkan oleh pihak
Dirjen Pajak dalam rangka meningkatkan pendapatan negara melalui perpajakan.
Cara ini merupakan suatu langkah konkrit yang dapat memudahkan pihak wajib
pajak dalam melakukan pembayaran, dengan adanya kemudahan tersebut tentunya
akan berdampak pada kesadaran dalam membayar pajak. Hasil pengujian
deksriptif menemukan bahwa modernisasi perpajakan terletak pada kriteria yang
baik dengan skor 77,5%. Hasil ini tentunya menggambarkan bahwa modernisasi
yang telah dilakukan oleh pihak fiskus mendapat respon positif bagi wajib pajak
terutama wajib pajak badan.

14

Meskipun terletak pada kriteria yang baik, namun masih ada hal-hal yang
perlu dibenahi yang berdasarkan pada statsitik deskriptif ditemukan item tersebut
memiliki banyak jawaban tidak setuju dan ragu-ragu sehingga berdampak pada
skor yang rendah. Hal tersebut terkait dengan pengembangan SDM terutama
pihak fiskus, direktorat jenderal pajak dapat menerapkan kebijakan right man in
the right place, di mana seorang pegawai dapat menempati suatu jabatan yang
tepat sesuai dengan keahliannya, dan sebaiknya suatu jabatan diisi oleh pegawai
yang tepat sesuai dengan standar kompetensinya. Perlunya pengembangan dan
inovasi atas hal-hal terkait dengan modernisasi perpajakan terutama dalam hal efilling, e-spt, e-registration, e-reg. Karena sistem ini masih banyak kekurangan,
untuk itu perlunya pengembangan atau pelatihan bagi SDM yang akan melakukan
sosialisasi mengenai modernisasi administrasi perpajakan.
Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa modernisasi
administrasi perpajakan dapat berdampak pada meningkatnya kepatuhan wajib
pajak dalam melakukan pembayaran pajak. Sebagaimana menurut Rahayu dan
Lingga (2009) bahwa konsep modernisasi administrasi perpajakan pada
prinsipnya adalah merupakan perubahan pada sistem administrasi perpajakan
yang dapat mengubah pola pikir dan perilaku aparat serta tata nilai organisasi
sehingga dapat menjadikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi suatu
institusi yang profesional dengan citra yang baik di masyarakat. Program
reformasi

administrasi

perpajakan

diwujudkan

dalam

penerapan

sistem

administrasi perpajakan modern yang memiliki ciri khusus antara lain struktur
organisasi yang dirancang berdasarkan fungsi tidak lagi menurut seksi-seksi
berdasarkan jenis pajak, perbaikan pelayanan bagi setiap Wajib Pajak melalui
pembentukan account representative dan compliant center untuk menampung
keberatan Wajib Pajak.
Kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta
melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai

dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Sebagaimana hasil

pengujian

deskriptif

ditemukan bahwa nilai skor untuk kepatuhan wajib pajak yakni sebesar 76,9%.
Nilai ini terletak pada kriteria yang baik. Hal tersebut berarti bahwa masyarakat

15

yang merupakan wajib pajak meyakini bahwa mereka dalam hal perpajakan telah
patuh atas aturan-aturan perpajakan yang telah ditetapkan. Meskipun terletak pada
kriteria yang baik, namun dapat dilihat masih banyaknya jawaban tidak setuju dan
ragu-ragu yang berrati masih adanya hal-hal yang harus dibenahi. Aspek tersebut
mengenai yakni mengenai tunggakan perpajakan, Perlunya bagi wajib pajak untuk
melakukan hal-hal lain yang bukan hanya terkait dengan tindakan-tindakan
intensifikasi pajak yaitu melalui cara penyempurnaan administrasi pajak,
peningkatan mutu pegawai atau petugas pemungut, penyumpurnaan undangundang pajak dan untuk tindakan ekstensifikasi melalui cara perluasan wajib
pajak penyempurnaan tariff perluasan obyek pajak.
Hasil pengujian hipotesis ditemukan bahwa nila thitung lebih besar dari nilai
ttabel sehingga dapat disimpulkan pada tingkat kepercayaan 95% (alpha 5%)
ditemukan bahwa Modernisasi Administrasi Perpajakan berpengaruh signifikan
dan positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama
(KPP) Gorontalo. Pengaruh positif menunjukan bahwa apabila terjadi peningkatan
pada modernisasi administrasi perpajakan, akan berdampak pada semakin
patuhnya responden atau wajib pajak tersebut.
Berdasarkan hasil pengujian koefisien determinasi ditemukan bahwa
besaran pengaruh dari Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak sebesar 25,6%. Nilai ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang
cukup besar dari Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Gorontalo. Hal
tersebut semestinya menjadi acuan bagi pihak fiskus dalam mengembangkan serta
melakukan hal-hal terkait dengan ekstensifikasi perpajakan salah satunya
modernisasi administrasi perpajakan sehingga wajib wajib dalam membayar
tunggakan pajaknya sesuai waktu yang telah ditentukan.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang pernah dilakukan oleh Rapina,
Jerry, dan Carolina (2011).

16

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang dikumpulkan, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa modernisasi administrasi perpajakan berpengaruh
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak pada Kantor pelayanan Pajak Pratama
Gorontalo. Terlihat dari nilai t hitung yang lebih besar dari nilai ttabel baik pada taraf
signifikan sebesar 5%. Nilai pengaruhnya sebesar 25,6%, hal tersebut terlihat
dari koefisien determinasi. Hal ini menunjukan bahwa pentingnya modernisasi
administrasi perpajakan dalam mencapai penerimaan pajak yang diharapkan oleh
pemerintah semakin meningkat
SARAN
Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti
memberikan saran sebagai berikut:
1.

Perlunya pengembangan dan inovasi atas hal-hal terkait dengan


modernisasi administrasi perpajakan terutama dalam hal e-filling, e-spt, eregistration, e-reg. Karena sistem ini masih banyak kekurangan, untuk itu
perlunya pengembangan atau pelatihan bagi SDM yang akan melakukan
sosialisasi mengenai modernisasi perpajakan.

2.

Perlunya bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo untuk


melakukan hal-hal lain yang bukan hanya terkait dengan tindakan-tindakan
intensifikasi pajak yaitu melalui cara penyempurnaan administrasi pajak,
peningkatan mutu pegawai atau petugas pemungut, penyumpurnaan
undang-undang pajak dan untuk tindakan ekstensifikasi melalui cara
perluasan wajib pajak penyempurnaan tariff perluasan obyek pajak.

3.

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengembangkan penelitian,


terutama terkait dengan variabel lain secara teori dapat mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak.

17

DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Anggito. 01 Februari 2015 3:16:40 AM. Reformasi Perpajakan Perlu
Dukungan Masyarakat. Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan
Kerjasama

Internasional,

(Online),

(http://www.fiskal.depkeu.go.id/,

diakses 03 februari 2015).


Annual Report. 2007, Modernisasi Administrasi Perpajakan. Direktorat Jenderal
Pajak,

(Online),

(http://www.pajak.go.id/content/laporan-tahunan-djp-

2007, diakses 03 april 2015).


Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementrian Keuangan. Pengelolaan
Sumber Penerimaan Pajak Sebagai Sumber Pendanaan Utama dalam
Pembangunan,

(Online),

(http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel, diakses 03 januari


2015).
Diana Sari. 2013. Konsep Dasar Perpajakan. PT Refika Aditama. Bandung
Fasmi. 2014. Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan dan Tingkat
Kepatuhan Pengusaha Kena Pajak. Jurrnal Akuntansi Multi Paradigma,
Vol.5, No.1 April 2014
Bawazier Fuad. 2011. Reformasi Perpajakan Sebagai Perlindungan Hukum yang
Seimbang Antara Wajib Pajak Dengan Fiskus Sebagai Pelaksanaan
Terhadap Undang-Undang Perpajakan. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 8
No. 1-April 2011
Jatmiko. 2006, Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi Denda,
Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota
Semarang). Tesis Universitas Diponegoro.
Madewing. 2013, Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Makassar Utara. Skripsi Universitas Hasanudin.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012 tentang Tata Cara
Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

18

Rapina, Jerry, Yenni Carolina. 2011. Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi


Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Terhadap
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying), (Online), Vol.III
No.2
Rahayu, Sri dan Lingga Ita. 2009. Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi
Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survei atas Wajib Pajak
Badan pada KPP Pratama Bandung X), Vol.1 No.2.
Sofyan, Marcus Taufan. 2005. Pengaruh Sistem Modernisasi Administrasi
Perpajakan

Terhadap

Tingkat

Kepatuhan

Wajib

Pajak.

Skripsi.

Tanggerang: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.


Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Bandung

Anda mungkin juga menyukai