Anda di halaman 1dari 4

Susah Sinyal??

Tugas Besar 2 Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB


Ryan Guntara
41622120001
Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan Menteri Komunikasi dan Informatika
(Kominfo), Johnny G. Plate (JGP) sebagai tersangka dugaan korupsi proyek BTS 4G
dan infrastruktur pendukung paket 1,2,3,4, dan 5 BAKTI Kominfo tahun 2020 - 2022.
Langkah ini layak diapresiasi, meski sebetulnya juga patut dikritisi karena indikasi
keterlibatan JGP sudah terendus sejak lama, terutama setelah pemeriksaan saksi
saat penetapan lima orang tersangka sebelumnya. Kasus ini tentu tidak boleh berhenti
pada penetapan tersangka JGP, Kejaksaan mesti mengusut tuntas perkara ke
sejumlah pihak lain yang diduga terlibat.

Penanganan kasus dugaan korupsi pembangunan proyek Base Transceiver


Station (BTS) yang dilaksanakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan
Informatika (BAKTI) Kominfo memasuki babak baru. Dalam waktu yang berdekatan,
perkara ini kembali diungkap satu per satu. Sebelumnya, Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) telah menyerahkan hasil perhitungan kerugian negara
dalam kasus korupsi proyek BTS 4G Kominfo ke Kejaksaan Agung, Senin (15/5).
Berdasarkan perhitungan BPKP, total kerugian negara sebesar Rp 8,032 triliun atau
setara untuk membiayai biaya Pendidikan Universitas Mercubuana sebanyak 80,000
mahasiswa. Perhitungan tersebut terdiri dari tiga aspek, yakni biaya untuk
penyusunan kajian pendukung, penggelembungan harga (mark up), dan pembayaran
BTS yang belum terbangun. Jumlah tersebut ini tentu terbilang fantastis, angka ini
jauh lebih besar dari taksiran awal penyidik Kejaksaan, yakni Rp 1 triliun.

Kemudian dua hari berselang, Kejaksaan Agung untuk ketiga kalinya


memanggil JGP sekaligus mengumumkan yang bersangkutan sebagai tersangka,
Rabu (17/5). Ia ditetapkan karena perannya sebagai pengguna anggaran (PA)
sekaligus Menteri Kominfo yang diduga terlibat dalam sengkarut korupsi proyek BTS
4G. Seperti tersangka lain, JGP dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal
18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka JGP juga layak untuk dikritisi. Sebab, sudah lebih dari
tiga bulan sejak penetapan tersangka sebelumnya, baru hari ini akhirnya diumumkan.
Padahal dugaan kuat keterlibatannya sudah terendus sejak lama. Dalam catatan ICW,
setidaknya hingga Maret 2023 ia sudah dua kali ia diperiksa Kejaksaan. Tidak hanya
sang menteri yang ikut terseret, adik JGP, Georgius Alex juga telah dipanggil. Dugaan
keterlibatan keduanya terungkap pasca penyidik Kejaksaan menerima informasi dari
saksi lain. Bahkan yang mengejutkan, Kejaksaan juga sempat mengumumkan bahwa
adik JGP telah mengembalikan uang yang diberikan oleh BAKTI Kominfo senilai Rp
534 juta kepada penyidik.

Selain itu, pengembalian sejumlah dana tersebut juga mengindikasikan adanya


potensi konflik kepentingan dalam pengadaan proyek di BAKTI Kominfo. Sebab,
bagaimana mungkin BAKTI selaku Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Menteri
Kominfo memberikan sejumlah uang kepada adik sang menteri?, apa kaitan dan
dalam kapasitas apa adik JGP bisa mendapatkan sejumlah uang dari BAKTI Kominfo?
Pertanyaan tersebut setidaknya menunjukan indikasi kejanggalan dan membuka
kotak pandora pengerjaan proyek ini juga sarat konflik kepentingan.
Dengan ditetapkannya JGP sebagai tersangka dalam statusnya selaku PA dan
menteri memperkuat dugaan keterlibatan yang bersangkutan. Sebab, dalam konteks
pengadaan barang dan jasa pemerintah, PA punya wewenang untuk menetapkan
perencanaan pengadaan, penetapan pemenang hingga mengeluarkan anggaran.
Tidak hanya itu, Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 129 tahun 2020
tentang pengelolaan BLU, dalam pembinaan teknis, Menteri/Pimpinan Lembaga
bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum
yang dilaksanakan oleh BLU (Pasal 202). Karena itu, jika merujuk pada tiga aspek
perhitungan kerugian keuangan negara BPKP, maka kuat dugaan ada keterlibatan
JGP hingga menimbulkan kerugian Rp 8,032 triliun.

Jika ditambah JGP, hingga saat sudah ada enam orang yang ditetapkan
sebagai tersangka. Sedangkan lima tersangka lain yakni, Anang Achmad Latif (AAL)
Dirut BAKTI Kominfo, Galumbang Menak (GMS) Direktur Utama PT Mora Telematika
Indonesia, Yohan Suryanto (YS) Tenaga Ahli Human Development (Hudev)
Universitas Indonesia Tahun 2020, Mukti Ali (MA) selaku Account Director of
Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, dan Irwan Hermawan
(IH) Komisaris PT Solitech Media Synergy. Menyikapi penetapan tersangka JGP dan
penanganan perkara korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo, setidaknya ada 5 catatan kritis
dalam dalam kasus ini.

Pertama, penetapan tersangka JGP oleh Kejaksaan dinilai lama, yaitu lebih
dari 3 bulan. Padahal proses pemeriksaan terhadap yang bersangkutan sudah
dilakukan beberapa kali, termasuk penyitaan hingga pemanggilan sang menteri.
Bahkan dalam laporan liputan Klub Jurnalis Investigasi (KJI), ada dugaan penerimaan
uang Rp 500 juta per bulan oleh JGP. Fakta tersebut terkonfirmasi dari hasil
pemeriksaan tersangka sebelumnya, yakni AAL.

Kedua, Kasus korupsi pembangunan tower jadi tamparan telak bagi upaya
pemerataan pembangunan. Pasalnya, pembangunan BTS merupakan salah satu
proyek strategis nasional yang dilaksanakan oleh BAKTI Kominfo dan sudah dimulai
sejak tahun 2020. Proyek BTS sejatinya bertujuan memberikan dukungan infrastruktur
jaringan komunikasi (pemerataan jaringan internet) dalam upaya transformasi digital
bagi ribuan desa di wilayah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T). Namun, berdasarkan
laporan BPK dan temuan liputan kolaboratif KJI, proyek ini mundur dari target, tidak
sedikit proyek ini yang mangkrak hingga berkualitas buruk.

Ketiga, perhitungan nilai kerugian negara oleh BPKP sebesar Rp 8,032 triliun
delapan kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan perhitungan awal potensi
kerugian keuangan negara Kejaksaan, yakni Rp 1 triliun. Tidak hanya itu, korupsi yang
terjadi dalam proyek BTS juga berpotensi merugikan warga. Pembangunan yang
bermasalah hingga kualitas yang buruk jelas merugikan masyarakat. Sehingga
kerugian yang ditimbulkan dapat jauh lebih besar dari perhitungan BPKP. Kasus
dugaan korupsi BAKTI Kominfo ini juga menunjukan bagaimana pola dan modus
dalam praktik korupsi pengadaan barang dan jasa yang melibatkan persekongkolan
antara pihak penyedia, BAKTI, sejak dari proses perencanaan hingga pelaksanaan,
penggelembungan harga, proyek fiktif atau belum selesai saat serah terima proyek.

Keempat, permasalahan pembangunan BTS BAKTI juga sempat diungkap


dalam LHP DTT BPK tahun anggaran 2021 pada Kementerian Kominfo. Berdasarkan
temuan BPK, sejak proses perencanaan pelaksanaan proyek belum sepenuhnya
sesuai ketentuan, termasuk dalam proses pemilihan. Salah satu temuan BPK
menyebutkan bahwa ada indikasi ketidaksesuaian kualifikasi dalam pemenuhan
persyaratan maupun dokumen yang disampaikan tidak lengkap. Namun peserta tetap
diluluskan oleh Pokja pemilihan. Hal itu menurut BPK ditemukan dalam Kemitraan
Fiberhome – Telkom Infra-MTD, yang mana status PT Fiberhome Technologies
Indonesia (FTI) diduga tidak memenuhi sebagai technology owner (pemilik
teknologi) sebagaimana tertuang dalam dokumen prakualifikasi. Selain itu, temuan
BPK lainnya yakni PT FTI juga diduga tidak sesuai dengan persyaratan dokumen
prakualifikasi mengenai pengalaman pembangunan infrastruktur sejenis dalam 5
tahun terakhir (baik secara langsung maupun melalui kontraktornya).

Kelima, kasus korupsi proyek pembangunan BTS 4G dan infrastruktur


pendukungnya yang terjadi di tubuh BAKTI menunjukan adanya celah rawan dalam
pengelolaan BLU, khususnya dalam aspek pengadaan. Untuk itu, momentum ini juga
harus bisa dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan dan pembenahan pada aspek
tata kelola BLU di semua kementerian/Lembaga. Terutama yang menyangkut aspek
pengelolaan pengadaan barang dan jasa yang sepatutnya merujuk dan mengadopsi
regulasi yang ada.

Penetapan JGP menambah daftar panjang menteri di era Presiden Jokowi


yang terjerat korupsi. Pasalnya, JGP merupakan menteri kelima yang terjerat korupsi
berlatar belakang politisi. Tentu hal ini menjadi catatan serius bagi rezim Presiden
Jokowi dalam mengawasi kinerja para pembantunya.

Berangkat dari lima catatan tersebut, beberapa saran yang diajukan untuk
menanggulangi kasus korupsi tersebut diantara lain:
1. Usut tuntas kasus korupsi BTS hingga aktor lain yang diduga terlibat, baik
dari unsur Kominfo maupun pihak swasta
2. Telusuri aliran dana dugaan pencucian uang sebagai akibat dari perbuatan
korupsi yang dilakukan oleh enam tersangka maupun pihak lain dengan
melibatkan PPATK
3. Tindaklanjuti temuan perhitungan kerugian negara oleh BPKP sebagai
pintu masuk untuk menelusuri pihak yang diduga terlibat
4. Lakukan penelusuran aset (asset tracing) terkait harta milik JGP dan
tersangka lain
5. Tuntut maksimal JGP atas perbuatannya melakukan korupsi, baik penjara
badan, denda, hingga pencabutan hak politik mengingat yang bersangkutan
adalah pejabat publik
6. Kejaksaan tidak boleh hanya mempertimbangkan dari sisi aspek kerugian
negara, melainkan juga soal pemulihan kerugian warga yang terdampak
akibat efek domino dari korupsi BTS
7. Kejaksaan harus transparan dan akuntabel dalam proses penanganan
kasus ini kepada publik. Sehingga masyarakat dapat mengetahui secara
utuh dan ikut mengawasi bagaimana perkembangan perkara ini ditangani

Anda mungkin juga menyukai