Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH AUDIT FORENSIK

“Bimbingan Teknis Implementasi Sistem Anti Fraud”

Dosen : Robertus Ary Novianto, S.E., M.M., Ak.

Disusun Oleh :
Syfa Fijriestari Suryono 1519103003
Raviqa Riani 1519103007
Najamudin Perbowo 1519103009
Kanta Rio Saputra 1519103011

KELAS A – Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Upaya memerangi korupsi, di Indonesia, tidaklah mudah karena korupsi tersebut
ditengarai telah sangat kompleks (bersifat sistemik), yaitu melibatkan berbagai unsur dan
kepentingan. Upaya mencegah dan menanggulangi korupsi perlu memperhatikan
beberapa prinsip, yaitu:
1. Memahami akar permasalahan penyebab korupsi berdasarkan analisis yang logis
serta realitas tindak korupsi yang terjadi.
2. Dilakukan terutama oleh pengelola organisasi sesuai dengan peran dan kewenangan
masing-masing.
3. Tindakan diarahkan untuk menghilangkan/mengurangi sisi “permintaan korupsi”
dan sisi “penawaran korupsi”.
4. Segera memperbaiki kondisi-kondisi akibat korupsi.
5. Mengupayakan kombinasi upaya memerangi korupsi secara paralel, proporsional,
perspektif, dan inovatif.
6. Memberikan penghasilan yang layak.

Secara konsepsi, upaya mencegah dan menanggulangi korupsi dilakukan


dengan pendekatan berikut:
1. Seharusnya dan senantiasa perlu diupayakan agar setiap organisasi pemerintahan
hendaknya mencegah, menangkal serta dapat dengan mudah untuk mendeteksi
kejadian korupsi melalui serangkaian upaya kegiatan menurut pendekatan preventif.
2. Jika belum dapat atau tidak dapat mencegah, setiap organisasi pemerintahan
hendaknya dapat segera mendeteksi, mengungkapkan fakta kejadian, dan
menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Setiap organisasi pemerintahan perlu berupaya meningkatkan kepedulian individu di
dalam dan di luar organisasi untuk dapat mendorong peran memerangi korupsi
sesuai dengan kemampuan/peran yang dimiliki melalui upaya edukatif.

Keberhasilan kegiatan memerangi korupsi, setelah korupsi terjadi, adalah bersifat


paradoksal, yaitu semakin banyak mendeteksi dan menyelesaikan kasus berindikasi
korupsi, bukan merupakan kondisi umum yang dikehendaki masyarakat karena pada

1
dasarnya kejadian korupsi bukan kejadian yang dikehendaki masyarakat. Dengan
demikian, kegiatan yang lebih masuk akal adalah mencegah korupsi sebelum terjadi.
Pencegahan korupsi meliputi dua langkah fundamental, pertama adalah dan
pemeliharaan kejujuran dan integritas, dan yang kedua adalah pengkajian risiko korupsi
serta membangun sikap yang konkrit guna meminimalkan risiko serta menghilangkan
kesempatan terjadinya korupsi.
Korupsi tidak akan terjadi tanpa kesempatan, oleh karena itu organisasi dapat
menghilangkan atau mengurangi kesempatan terjadinya korupsi melalui langkah
berikut:
1. Mengidentifikasi sumber serta mengukur risiko korupsi;
2. Mengimplementasikan pengendalian pencegahan dan pendeteksian;
3. Menciptakan pemantauan secara luas melalui peran serta pegawai, pelanggan dan
masyarakat;
4. Memfungsikan pengecekan independen, termasuk fungsi audit dan standar
investigasi.

Dalam mengelola organisasi, hal-hal yang diperlukan untuk mencegah korupsi seperti
tersebut di atas dikenal dengan Program Anti Korupsi atau Fraud Control Plan.
Pengendalian tersebut dirancang secara spesifik, teratur, dan terukur oleh suatu
organisasi, untuk mencegah, menangkal, dan memudahkan pendeteksian, jumlah, serta
frekuensi kemungkinan terjadinya korupsi/kecurangan yang ditandai dengan eksistensi
dan implementasi beberapa atribut dalam kerangka upaya mencapai tujuan organisasi
secara keseluruhan.
Mengingat bahwa fraud adalah suatu masalah yang sifatnya tersembunyi, maka
mekanisme tersebut ditandai dengan adanya atribut-atribut yang spesifik yang
merupakan pendalaman atau penguatan dari sistem tatakelola setiap organisasi yang telah
ada yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masing-masing organisasi.
Atribut-atribut yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan anti fraud
Kebijakan anti fraud merupakan kebijakan yang terintegrasi berisi pernyataan
sikap organisasi terhadap fraud termasuk korupsi yang memuat atribut 2 sampai
dengan atribut 10 berikut ini, mulai dari visi dan misi yang dijabarkan dalam
rencana tindak, serta dikomunikasikan kepada stakeholders secara sistematis.
Bentuk dan sistematika dokumen kebijakan tersebut dapat berbeda antara satu

2
organisasi dengan organisasi lainnya.
2. Struktur pertanggungjawaban
Tanggung jawab atas implementasi kebijakan tersebut dibagi habis kepada
pejabat senior. Tanggung jawab tersebut dimulai sejak tingkat pimpinan
organisasi sampai dengan tingkat operasional.
3. Penilaian risiko fraud termasuk korupsi
Penilaian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran terkini pada organisasi,
mengenai risiko kemungkinan kejadian fraud pada area atau bidang tertentu yang
memerlukan penyempurnaan aturan atau kebijakan, sehingga upaya organisasi
lebih terarah dan efisien dalam memanfaatkan sumber daya.
4. Kepedulian pegawai
Seluruh pegawai dalam organisasi hendaknya memahami pengertian fraud,
perbedaaan perbuatan fraud dan bukan fraud, permasalahan fraud, serta tahu apa
yang harus diperbuat jika menjumpai kejadian (berpotensi) fraud.
Oleh karena itu organisasi perlu melakukan upaya yang sistematis untuk
meningkatkan pemahaman pegawai terhadap fraud, misalnya melalui kegiatan
sosialisasi mengenai fraud kepada pegawai.
5. Kepedulian pelanggan dan masyarakat
Organisasi perlu menginformasikan kepada masyarakat dan stakeholders
berkaitan dengan nilai-nilai yang dimiliki dan praktek-praktek kegiatan yang
lazim, hak serta kewajiban layanan suatu organisasi.
6. Sistem pelaporan kejadian fraud termasuk korupsi
Pimpinan organisasi membuat sistem dan prosedur yang paling efektif untuk
menerima dan menyikapi keluhan dan laporan berkaitan dengan fraud termasuk
korupsi baik dari pegawai, pelanggan, maupun masyarakat pada umumnya.
7. Perlindungan pelapor
Pimpinan organisasi membuat komitmen yang jelas dan tidak memihak
untukmendukung, serta melindungi semua upaya dalam kaitannya dengan
pengidentifikasian fraud termasuk korupsi didalam organisasi yang dikelola.
8. Pengungkapan kepada pihak eksternal
Pimpinan organisasi perlu memahami bahwa untuk kasus-kasus fraud termasuk
korupsi tertentu yang terjadi di lingkungan organisasinya dilaporkan kepada
instansi yang berwenang diluar organisasinya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.

3
9. Prosedur investigasi
Pimpinan organisasi menetapkan prosedur investigasi yang menjamin bahwa
fraud yang terdeteksi harus ditangani dan diinvestigasi secara sistematis dan
profesional.
10. Standar perilaku dan disiplin
Standar perilaku dan disiplin menguraikan mengenai apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan oleh pegawai, tindakan yang legal dan ilegal, serta sanksi yang
surat yang ditujukan kepada Satgas dengan cara diantar langsung atau melalui
pos.

4
BAB II
PEDOMAN PRAKTIS IMPLEMENTASI SISTEM ANTRI FRAUD
DAN
BIMBINGAN TEKNIS IMPLEMENTASI SISTEM ANTI FRAUD

Atribut Sistem Pelaporan Fraud


a) Gambaran Umum Atribut
Sistem pelaporan fraud merupakan sistem dan prosedur yang paling efektif untuk
menerima dan menyikapi keluhan dan laporan berkaitan dengan kecurangan/fraud.
Sistem ini merupakan media pelaporan untuk keperluan arus informasi kejadian
fraud kepada pejabat yang berwenang.

Pelaporan fraud hendaknya mengatur hal-hal sebagai berikut:


1. Kejadian yang dapat dilaporkan, perilaku atau risiko terjadinya;
2. Bagaimana membuat laporan;
3. Kepada siapa laporan ditujukan;
4. Apa yang harus dilakukan oleh pejabat/orang yang menerima laporan;
5. Bagaimana laporan didokumentasikan dan catatan dikelola;
6. Respon dan masukan (feedback);
7. Jaminan adanya perlakuan yang adil bagi setiap pihak yang terlibat;

b) Indikator Atribut
Keberadaan atribut sistem pelaporan fraud dalam suatu organisasi diantaranya dapat
dilihat dari adanya sistem pelaporan fraud.

c) Cara Untuk Mengimplementasikan sistem pelaporan fraud


Untuk mengimplementasikan atribut sistem pelaporan unit organisasi harus
membangun sistem pelaporan fraud yang antara lain mengatur hal-hal sebagai
berikut:
1) Kejadian yang dapat dilaporkan

5
Dalam sistem pelaporan yang dibangun oleh unit organisasi harus jelas diatur
tentang batasan kejadian yang dapat dilaporkan. Kejadian yang dapat dilaporkan
antara lain berkaitan dengan korupsi, gratifikasi, benturan kepentingan,
pelanggaran terhadap ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Cara penyampaian laporan pengaduan oleh si Pelapor
Organisasi harus menetapkan secara jelas tentang cara pelapor menyampaikan
pengaduan, karena hal ini akan berkaitan penanganan laporan pengaduan yang
disampaikan. Untuk mempermudah proses tindak lanjut dari pengaduan yang
masuk, maka hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:
a) Laporan pengaduan harus disampaikan secara tertulis.
b) Pelapor harus memberikan bukti, informasi, atau indikasi yang jelas
c) atas terjadinya pelanggaran yang dilaporkan, sehingga dapat ditelusuri atau
ditindaklanjuti.
d) Perlu atau tidaknya Pelapor dalam menyampaikan Pelaporan Pelanggaran
(Whistleblowing) mencantumkan identitas mengenai data diri yang memuat
alamat rumah/kantor, alamat e-mail, faksimili, nomor kontak yang dapat
dihubungi.
3) Kewenangan Penanganan Pelaporan Pelanggaran
Unit organisasi harus menetapkan secara jelas tentang siapa yang berwenang untuk
menangani laporan pelanggaran dan bagaimana cara menanganinya. Kriteria yang
dapat digunakan antara lain dapat berkaitan dengan siapa pihak yang diadukan
yaitu sebagai berikut:
a) Dalam hal pelanggaran dilakukan oleh Pimpinan dan/atau orang yang mempunyai
hubungan khusus dengan Pimpinan, maka laporan pelanggaran disampaikan
kepada atasan langsung dari pimpinan. Untuk penanganan lebih lanjut, bila
diperlukan investigasi, dapat menggunakan investigator/auditor eksternal yang
independen.
b) Dalam hal pelanggaran dilakukan oleh Struktural dan anggota Satgas, maka
laporan pelanggaran tersebut diserahkan langsung kepada pimpinan. Penanganan
lebih lanjut atas laporan pelanggaran tersebut dilakukan oleh pimpinan , dan bila
diperlukan investigasi, dapat ditindaklanjuti oleh Tim Khusus yang dibentuk oleh
pimpinan dengan melibatkan Inspektorat/ Internal audit.
c) Dalam hal pelanggaran dilakukan oleh Pegawai/Karyawan, maka laporan
pelanggaran tersebut diserahkan langsung kepada Satgas. Penanganan lebih lanjut

6
atas laporan pelanggaran tersebut dilakukan oleh Satgas, dan bila diperlukan
investigasi, dapat ditindaklanjuti oleh Inspektorat (Auditor internal).
d) Apabila dari hasil audit investigasi, dijumpai adanya dugaan awal Tindak Pidana
Korupsi, maka Satgas merekomendasikan ke pimpinan untuk diserahkan kepada
APH.
4) Komunikasi dengan Pelapor
Pengaturan tentang komunikasi dengan pelapor sangat penting untuk memberikan
jaminan kepada pelapor bahwa organisasi akan menangani dugaan pelanggaran
dengan tepat. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan
komunikasi dengan pelapor antara lain:
a) Komunikasi dengan Pelapor dilakukan melalui satu petugas, yaitu Satgas yang
menerima laporan pelanggaran.
b) Perlu tidaknya menyampaikan informasi kepada pelapor tentang penanganan
kasus yang dilaporkannya.
c) Jaminan kerahasiaan pelapor
e) Pengadministrasian dan pengelolaan laporan pelanggaran

Atribut Perlindungan Pelapor


a) Gambaran Umum Atribut
Atribut perlindungan pelapor merupakan sikap dan komitmen pimpinan
organisasi untuk melindungi semua upaya partisipasi dari pegawai, pelanggan, dan
masyarakat yang menyampaikan kejadian fraud . Atribut perlindungan pelapor
bertujuan untuk memberikan jaminan kepada pegawai, pelanggan, dan masyarakat
yang beritikad baik melaporkan kejadian fraud dari keadaan/tindakan yang
mengancam/ tidak menguntungkan sebagai akibat melaporkan tindakan fraud yang
terjadi di organisasi.
Adanya atribut perlindungan pelapor dapat mendorong meningkatnya kepedulian
pegawai, pelanggan, dan masyarakat untuk melaporkan kejadian fraud yang terjadi
di organisasi. Atribut ini dinilai berhasil jika tidak ada ketakutan atau kekhawatiran
pegawai, pelanggan, dan masyarakat yang memberikan informasi mengenai kejadian
fraud atas keadaan yang mengancam/ tidak menguntungkan.
b) Indikator Atribut
Indikator yang menunjukkan adanya atribut perlindungan pelapor, diantaranya
adalah aturan perlindungan pelapor kejadian fraud.

7
c) Cara Mengimplementasikan Atribut Perlindungan Pelapor
Cara untuk mengimplementasikan atribut perlindungan pelapor diantaranya dapat
dilakukan melalui:
1) Organisasi berkomitmen untuk mengembangkan budaya yang memotivasi
pegawai, pelanggan, dan masyarakat dengan itikad baik untuk berani melaporkan
tindakan fraud yang diketahuinya.
2) Organisasi memberikan perlindungan kepada pelapor kejadian fraud diantaranya
dalam bentuk:
a) Perlindungan kerahasiaan atas identitas pelapor.
b) Perlindungan atas tindakan balasan dari terlapor.
c) Perlindungan dari pemecatan, penurunan pangkat dan jabatan, penundaan
kenaikan pangkat, tekanan, tindakan fisik.
d) Perlindungan catatan yang merugikan dalam file data pribadinya (personal file
record)
e) Memberi hak kepada pelapor untuk memperoleh informasi mengenai hasil
penanganan pengaduan kejadian fraud. Informasi tersebut

 Bimbingan Teknis Implementasi Sistem Anti Fraud/ Fraud Control Plan

A. Ruang Lingkup Bimbingan Teknis Untuk Implementasi Sistem Anti Fraud/ Fraud
Control Plan
Bimbingan teknis implementasi Sistem Anti Fraud oleh organisasi diupayakan meliputi
penerapan dan pengembangan untuk seluruh sepuluh atribut Sistem Anti Fraud
Apabila organisasi belum dapat mengimplementasikan seluruh atribut Sistem Anti Fraud,
maka bimbingan untuk penerapan sepuluh atribut dapat dilaksanakan secara bertahap
sesuai dengan skala prioritas dan kesepakatan antara organisasi dengan Unit Kerja.
Ruang lingkup kegiatan bimbingan Sistem Anti Fraud adalah sesuai dengan kebutuhan
organisasi dalam mengimplementasikan Sistem Anti Fraud, yang meliputi:

a) Transfer pengetahuan mengenai Sistem Anti Fraud kepada anggota organisasi yang
bersangkutan

Bimbingan teknis merupakan kegiatan yang bersifat sementara. Oleh karena itu,
diperlukan transfer pengetahuan dari tim bimtek BPKP kepada anggota organisasi
yang bersangkutan sehingga dapat secara mandiri mengembangkan Sistem Anti Fraud
pada organisasinya.

8
b) Penyusunan pedoman pelaksanaan Sistem Anti Fraud

Pedoman pelaksanaan Sistem Anti Fraud diperlukan sebagai petunjuk implementasi


atribut-atribut Sistem Anti Fraud ke dalam proses bisnis organisasi dan
pengembangannya pada organisasi yang bersangkutan.

Pedoman ini berfungsi sebagai:

1) Kerangka kerja pelaksanaan Sistem Anti Fraud yang memiliki nilai tambah.
2) Dasar-dasar pengelolaan dan pelaksanaan pemantauan Sistem Anti Fraud.
B. PELAKSANAAN BIMBINGAN TEKNIS
1. Kegiatan pelaksanaan bimbingan teknis Sistem Anti Fraud harus direncanakan
dengan baik, yang meliputi:
a. Kebijakan

Dasar pelaksanaan tugas asistensi adalah kebijakan dari pejabat yang berwenang
yang menyetujui pelaksanaan kegiatan.

b. Ruang lingkup asistensi

Ruang lingkup kegiatan asistensi ditentukan berdasarkan hasil diagnostic


assessment Sistem Anti Fraud yang telah dilakukan sebelumnya pada organisasi.

c. Ketersediaan anggaran

Anggaran diperlukan sebagai penunjang agar kegiatan asistensi dapat


berlangsung secara efektif. Penyediaan anggaran berkaitan dengan kebijakan dari
pejabat yang berwenang sehingga perlu dibahas lebih dalam lagi.

d. Penentuan personel yang melakukan bimbingan teknis

Personel yang ditugaskan untuk melakukan asistensi adalah auditor yang


mempunyai pengalaman yang cukup dan mempunyai pemahaman yang memadai
mengenai Sistem Anti Fraud.

e. Penentuan jangka waktu bimbingan teknis

Jangka waktu asistensi ditentukan berdasarkan ruang lingkup penugasan,


ketersediaan anggaran, dan kesepakatan dengan pejabat organisasi yang
bersangkutan.

f. Pembuatan surat tugas dan penyiapan sarana bimbingan teknis


2. Pelaksanaan bimbingan teknis meliputi:

9
a. Setiap penugasan bimbingan teknis Sistem Anti Fraud dibuat surat tugas oleh
pimpinan unit kerja, dengan susunan sebagai berikut:
1) Penanggung Jawab Penugasan adalah Pimpinan Unit Kerja;
2) Koordinator Bimbingan Teknis adalah Kepala Subdirektorat/ Koordinator
Pengawasan Bidang Investigasi atau Pengendali Mutu yang ditetapkan oleh
Pimpinan Unit Kerja;
3) Pengendali Teknis;
4) Ketua Tim; dan
5) Anggota Tim (dengan jumlah sesuai kebutuhan di lapangan).
b. Pembicaraan pendahuluan dengan pimpinan organisasi yang akan dilakukan
bimbingan teknis

Pelaksanaan bimbingan teknis diawali dengan pembicaraan pendahuluan dengan


pimpinan organisasi yang dituju. Hal ini bertujuan untuk mengomunikasikan
kepada pimpinan yang bersangkutan mengenai tujuan, ruang lingkup, dan
langkah kerja yang akan ditempuh oleh Tim Bimbingan Teknis Sistem Anti
Fraud. Pembicaraan pendahuluan juga diperlukan untuk memperoleh informasi
awal mengenai hambatan atau kendala yang dihadapi dalam rangka pelaksanaan
implementasi Sistem Anti Fraud pada organisasi, sehingga Tim Bimbingan
Teknis dan Pimpinan Organisasi diharapkan dapat mencari solusi terbaik untuk
mengatasi hambatan atau kendala tersebut.

c. Penilaian atas risiko fraud (Fraud Risk Assesment) pada organisasi yang
bersangkutan

Setiap organisasi mempunyai tingkat dan jenis risiko fraud yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, Tim Bimbingan Teknis dapat membantu organisasi dalam hal
Fraud Risk Assesment (FRA) baik bagi organisasi yang sudah memiliki risiko
fraud dalam register risikonya maupun yang belum.

Idealnya FRA dilaksanakan bersamaan dengan proses review risiko berkala


yang dilakukan oleh organisasi dan/atau proses awal di organisasi yang
bersangkutan, sehingga sedapat mungkin pelaksanaan FRA dilaksanakan
bersamaan dengan proses tersebut agar diperoleh gambaran utuh mengenai
risiko fraud di organisasi.

Pelaksanaan FRA menyesuaikan dengan kebijakan manajemen risiko yang

10
sudah ada di organisasi. Pendekatan yang digunakan dalam melakukan FRA
adalah pendekatan proses bisnis, dimana risiko fraud diidentifikasi berdasarkan
masing–masing tahapan dalam proses bisnis sesuai dengan SOP dan/atau flow
chart. Daftar risiko yang didapatkan ketika melakukan diagnostic assessment
dapat dijadikan sebagai gambaran awal risiko fraud di organisasi.

Jika tidak memungkinkan untuk dilaksanakan FRA di seluruh proses bisnis di


suatu organisasi, maka diusahakan dapat dilakukan FRA pada area-area kunci
organisasi misalnya proses bisnis pengadaan barang/jasa, dan penerimaan uang
dari pelanggan/masyarakat.

d. Pembagian kuesioner kepada responden

Tim Bimbingan Teknis dapat mengembangkan sendiri kuesioner sesuai dengan


keperluan di lapangan. Tim Bimbingan Teknis membagikan kuesioner kepada
responden yang meliputi pejabat kunci serta karyawan/pegawai yang mewakili
fungsi-fungsi yang ada pada organisasi tersebut.

Tujuan pembagian kuesioner adalah untuk menggali informasi dan


masukan/saran dari seluruh elemen organisasi mengenai
bentuk/mekanisme/prosedur implementasi strategi pengendalian fraud yang
sedang dibangun oleh organisasi.

Pemilihan responden harus dilakukan secara hati-hati sehingga dapat mewakili


organisasi secara keseluruhan. Hal lain yang harus diperhatikan oleh Tim
Bimbingan Teknis adalah responden tidak sungguh-sungguh ketika mengisi atau
menjawab kuesioner, untuk itu Tim Bimbingan Teknis dapat mengantisipasinya
dengan memberikan pengertian dan memandu responden dalam proses
pengisian kuesioner apabila diperlukan.

e. Wawancara dengan pejabat-pejabat kunci

Wawancara ini digunakan sebagai klarifikasi atas hasil-hasil yang diperoleh dari
asistensi pendahuluan dan hasil pengolahan kuesioner, sehingga penarikan
simpulan oleh evaluator tidak bias.

f. Penentuan area/bidang pada organisasi yang berisiko fraud

Penentuan area/bidang pada organisasi yang berisiko fraud menjadi sasaran


utama bimbingan teknis. Penentuan area/bidang pada instansi yang berisiko

11
fraud adalah merupakan hasil dari diagnostic assessment yang telah dilakukan
sebelumnya.

Dalam melaksanakan langkah ini Tim Bimbingan Teknis menggunakan


pertimbangan profesionalnya dan dapat berkonsultasi dengan pejabat organisasi
yang berwenang dalam menentukan bidang yang berisiko fraud dan
memerlukan bimbingan teknis lanjutan. Tim Bimbingan Teknis juga dapat
menggunakan hasil-hasil evaluasi sebelumnya.

g. Menentukan perbaikan yang harus dilakukan pada bidang-bidang dalam


organisasi yang telah ditetapkan dalam langkah sebelumnya

Langkah-langkah yang dilakukan oleh Tim Bimbingan Teknis adalah


mengevaluasi alternatif-alternatif perbaikan pada bidang yang ditetapkan
dikaitkan dengan implementasi atribut-atribut SISTEM ANTRI FRAUD. Jika
diperlukan, koordinasi dan wawancara lanjutan dengan pejabat/pegawai kunci
dapat dilakukan, sehingga simpulan akhir mengenai perbaikan yang diperlukan
tidak bias dan dapat diimplementasikan.

h. Membuat simpulan hasil bimbingan teknis dan mendiskusikan hasil asistensi


secara internal Tim Bimbingan Teknis

Simpulan hasil bimbingan teknis diharapkan meliputi:

1) analisis atas alternatif-alternatif solusi dalam mengatasi bidang-bidang


dalam organisasi yang berindikasi mempunyai risiko fraud yang tinggi; dan
2) rencana tindak (Action Plan) atas implementasi solusi untuk mengatasi
bidang-bidang dalam organisasi yang berindikasi mempunyai risiko fraud
yang tinggi.
i. Melakukan ekspose atas hasil bimbingan teknis

Hasil Tim Bimbingan Teknis dipaparkan kepada para pejabat organisasi untuk
didiskusikan. Dalam kesempatan ekspose tersebut juga diharapkan terdapat
komitmen dari pejabat-pejabat kunci untuk melaksanakan secara konsisten
rencana tindak yang telah ditetapkan oleh Tim Bimbingan Teknis bersama-sama
dengan Satgas Sistem Anti Fraud pada organisasi.

C. HASIL YANG DIHARAPKAN DARI KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS

Dengan adanya kegiatan bimbingan teknis diharapkan organisasi mempunyai SDM yang

12
memadai dalam merencanakan dan menerapkan Sistem Anti Fraud. Disamping itu,
organisasi dapat secara mandiri melakukan perbaikan menyeluruh atas Sistem Anti Fraud
berdasarkan rencana tindak yang sudah disepakati.

 Kompetensi yang Diperlukan Dalam Pemberian Bimbingan Teknis Implentasi


Sistem Anti Fraud
ELEMEN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK
KERJA
1. Mempersiapkan kegiatan 1.1. Kebutuhan akan implementasi sistem
bimbingan teknis antifraud dianalisis dan
dikonstruksikan sesuai kondisi
1.2. Hasil analisis kebutuhan dituangkan
dalam bentuk rencana kegiatan
1.3. Unit atau bagian yang akan diberi
bimbingan teknis diidentifikasi
1.4. Bahan dan peralatan bimbingan teknis
disiapkan
1.5. Waktu pelaksanaan bimbingan
disepakati dengan pihak yang akan
dibimbing
2. Melaksanakan bimbingan teknis 2.1 Sistem anti-fraud yang akan
diimplementasikan disimulasikan
2.2 Pihak-pihak yang terkait dalam
perusahaan/Instansi/organisasi
diedukasi untuk melaksanakan sistem
anti-fraud
3. Bimbingan implementasi 3.1. Hasil simulasi dicatat dan dianalisis
kekurangan-kekurangannya
3.2. Sistem yang telah diperbaiki diuji-
cobakan
3.3. Proses uji coba dipantau dengan
seksama
3.4 Seluruh aspek implementasi
pencegahan dan pendeteksian fraud
didokumentasikan
4. Melakukan pemaparan/ ekspose 4.1. Hasil implementasi dibuat dalam
hasil implementasi bentuk flowchart dan format

13
presentasi
4.2. Hasil implementasi dipresentasikan
kepada pihak-pihak terkait
4.3 Risalah hasil pemaparan disiapkan
5. Melampirkan hasil Bimbingan
teknis dan implementasi 5.1. Laporan hasil bimbingan teknis
untuk implementasi disusun
5.2. Laporan Hasil bimbingan teknis
untuk implementasi dibicarakan
dengan pihak-pihak terkait
5.3. Laporan Hasil bimbingan teknis
untuk implementasi didistribusikan

14
BAB III
PELAPORAN
A. UMUM
1. Laporan Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud bertujuan untuk
menyampaikan informasi Definsi, Atribut dan Cara Implementasi Sistem Anti Fraud.
2. Laporan Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud harus memenuhi
persyaratan pelaporan yang baik, antara lain:
a) Memuat informasi yang lengkap dan jelas serta disajikan dengan bahasa yang
mudah dimengerti.
b) Obyektif yaitu penyajian informasi secara benar dan wajar untuk menghindari
salah penafsiran dan salah pengertian.
c) Disampaikan tepat waktu sehingga memberikan manfaat yang optimal dala
pengambilan keputusan.
3. Laporan Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud harus segera disusun
setelah tersusunya atribut Sistem Anti Fraud dalam bisnis prosesnya.

B. BENTUK DAN SUSUNAN LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS PENERAPAN


SISTEM ANTRI FRAUD
1. Laporan Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud dibuat dalam bentuk bab.
2. Laporan Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud disusun dalam bentuk bab
dengan susunan sebagai berikut:
BAB I Simpulan
Simpulan memuat informasi secara ringkas dan jelas atas hasil bimbingan teknis
penerapan Sistem Anti Fraud, meliputi pelaksanaan, hambatan dalam pelaksanaan
penerapan dan penyelesaian atas hambatan penerapan.
BAB II Umum
A. Dasar Penugasan Evaluasi
Dasar penugasan Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud
B. Ruang Lingkup Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud.

15
Menguraikan secara lengkap dan jelas ruang lingkup bimbingan teknis penerapan
Sistem Anti Fraud adalah Implementasi Sistem Anti Fraud oleh organisasi
diupayakan meliputi 10 atribut Sistem Anti Fraud.
C. Metode dan Teknik Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud
Menguraikan metode dan teknik Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud
antara lain melalui transfer pengetahuan mengenai 10 atribut Sistem Anti Fraud
kepada pegawai organisasi yang bersangkutan. Asistensi diharapkan merupakan
kegiatan yang bersifat sementara. Oleh karena itu, diperlukan transfer pengetahuan
dari Tim Asistensi kepada pegawai yang bersangkutan sehingga yang bersangkutan
dapat secara mandiri mengembangkan Sistem Anti Fraud diorganisasinya.
BAB III Hasil Bimbingan Teknis Penerapan SISTEM ANTRI FRAUD
Bagian ini memuat uraian hasil secara rinci hasil bimbingan teknis penerapan
Sistem Anti Fraud. Tahapan bimbingan teknis penerapan Sistem Anti Fraud
sebagai berikut:
A. Persiapan
1. Pembentukan Tim Bimtek
2. Penetapan Tim Pendamping (Counterpart)
B. Pelaksanaan Bimtek
1. Atribut Standar Perilaku dan Disiplin
2. Atribut Struktur Pertanggungjawaban
3. Atribut Penilaian Resiko Fraud
4. Atribut Kepedulian Pegawai
5. Atribut Kepedulian Pelanggan dan Masyarakat
6. Atribut Sistem Pelaporan Kejadian Fraud
7. Atribut Perlindungan Pelapor
8. Atribut Prosedur Investigasi
9. Atribut Pengungkapan Kepada Pihak Eksternal

16
Daftar Pustaka

Pedoman Bimbingan Teknis Implementasi Fraud Control Plan. Tersedia di


https://www.scribd.com/document/341545371/Pedoman-DA-FCP

_____. 2009. Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang


auditor forensik. Tersedia di https://jdih.kemnaker.go.id/data_puu/SKKNI%202009-046.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai