Disusun Oleh :
Syfa Fijriestari Suryono 1519103003
Raviqa Riani 1519103007
Najamudin Perbowo 1519103009
Kanta Rio Saputra 1519103011
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Upaya memerangi korupsi, di Indonesia, tidaklah mudah karena korupsi tersebut
ditengarai telah sangat kompleks (bersifat sistemik), yaitu melibatkan berbagai unsur dan
kepentingan. Upaya mencegah dan menanggulangi korupsi perlu memperhatikan
beberapa prinsip, yaitu:
1. Memahami akar permasalahan penyebab korupsi berdasarkan analisis yang logis
serta realitas tindak korupsi yang terjadi.
2. Dilakukan terutama oleh pengelola organisasi sesuai dengan peran dan kewenangan
masing-masing.
3. Tindakan diarahkan untuk menghilangkan/mengurangi sisi “permintaan korupsi”
dan sisi “penawaran korupsi”.
4. Segera memperbaiki kondisi-kondisi akibat korupsi.
5. Mengupayakan kombinasi upaya memerangi korupsi secara paralel, proporsional,
perspektif, dan inovatif.
6. Memberikan penghasilan yang layak.
1
dasarnya kejadian korupsi bukan kejadian yang dikehendaki masyarakat. Dengan
demikian, kegiatan yang lebih masuk akal adalah mencegah korupsi sebelum terjadi.
Pencegahan korupsi meliputi dua langkah fundamental, pertama adalah dan
pemeliharaan kejujuran dan integritas, dan yang kedua adalah pengkajian risiko korupsi
serta membangun sikap yang konkrit guna meminimalkan risiko serta menghilangkan
kesempatan terjadinya korupsi.
Korupsi tidak akan terjadi tanpa kesempatan, oleh karena itu organisasi dapat
menghilangkan atau mengurangi kesempatan terjadinya korupsi melalui langkah
berikut:
1. Mengidentifikasi sumber serta mengukur risiko korupsi;
2. Mengimplementasikan pengendalian pencegahan dan pendeteksian;
3. Menciptakan pemantauan secara luas melalui peran serta pegawai, pelanggan dan
masyarakat;
4. Memfungsikan pengecekan independen, termasuk fungsi audit dan standar
investigasi.
Dalam mengelola organisasi, hal-hal yang diperlukan untuk mencegah korupsi seperti
tersebut di atas dikenal dengan Program Anti Korupsi atau Fraud Control Plan.
Pengendalian tersebut dirancang secara spesifik, teratur, dan terukur oleh suatu
organisasi, untuk mencegah, menangkal, dan memudahkan pendeteksian, jumlah, serta
frekuensi kemungkinan terjadinya korupsi/kecurangan yang ditandai dengan eksistensi
dan implementasi beberapa atribut dalam kerangka upaya mencapai tujuan organisasi
secara keseluruhan.
Mengingat bahwa fraud adalah suatu masalah yang sifatnya tersembunyi, maka
mekanisme tersebut ditandai dengan adanya atribut-atribut yang spesifik yang
merupakan pendalaman atau penguatan dari sistem tatakelola setiap organisasi yang telah
ada yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masing-masing organisasi.
Atribut-atribut yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan anti fraud
Kebijakan anti fraud merupakan kebijakan yang terintegrasi berisi pernyataan
sikap organisasi terhadap fraud termasuk korupsi yang memuat atribut 2 sampai
dengan atribut 10 berikut ini, mulai dari visi dan misi yang dijabarkan dalam
rencana tindak, serta dikomunikasikan kepada stakeholders secara sistematis.
Bentuk dan sistematika dokumen kebijakan tersebut dapat berbeda antara satu
2
organisasi dengan organisasi lainnya.
2. Struktur pertanggungjawaban
Tanggung jawab atas implementasi kebijakan tersebut dibagi habis kepada
pejabat senior. Tanggung jawab tersebut dimulai sejak tingkat pimpinan
organisasi sampai dengan tingkat operasional.
3. Penilaian risiko fraud termasuk korupsi
Penilaian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran terkini pada organisasi,
mengenai risiko kemungkinan kejadian fraud pada area atau bidang tertentu yang
memerlukan penyempurnaan aturan atau kebijakan, sehingga upaya organisasi
lebih terarah dan efisien dalam memanfaatkan sumber daya.
4. Kepedulian pegawai
Seluruh pegawai dalam organisasi hendaknya memahami pengertian fraud,
perbedaaan perbuatan fraud dan bukan fraud, permasalahan fraud, serta tahu apa
yang harus diperbuat jika menjumpai kejadian (berpotensi) fraud.
Oleh karena itu organisasi perlu melakukan upaya yang sistematis untuk
meningkatkan pemahaman pegawai terhadap fraud, misalnya melalui kegiatan
sosialisasi mengenai fraud kepada pegawai.
5. Kepedulian pelanggan dan masyarakat
Organisasi perlu menginformasikan kepada masyarakat dan stakeholders
berkaitan dengan nilai-nilai yang dimiliki dan praktek-praktek kegiatan yang
lazim, hak serta kewajiban layanan suatu organisasi.
6. Sistem pelaporan kejadian fraud termasuk korupsi
Pimpinan organisasi membuat sistem dan prosedur yang paling efektif untuk
menerima dan menyikapi keluhan dan laporan berkaitan dengan fraud termasuk
korupsi baik dari pegawai, pelanggan, maupun masyarakat pada umumnya.
7. Perlindungan pelapor
Pimpinan organisasi membuat komitmen yang jelas dan tidak memihak
untukmendukung, serta melindungi semua upaya dalam kaitannya dengan
pengidentifikasian fraud termasuk korupsi didalam organisasi yang dikelola.
8. Pengungkapan kepada pihak eksternal
Pimpinan organisasi perlu memahami bahwa untuk kasus-kasus fraud termasuk
korupsi tertentu yang terjadi di lingkungan organisasinya dilaporkan kepada
instansi yang berwenang diluar organisasinya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
3
9. Prosedur investigasi
Pimpinan organisasi menetapkan prosedur investigasi yang menjamin bahwa
fraud yang terdeteksi harus ditangani dan diinvestigasi secara sistematis dan
profesional.
10. Standar perilaku dan disiplin
Standar perilaku dan disiplin menguraikan mengenai apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan oleh pegawai, tindakan yang legal dan ilegal, serta sanksi yang
surat yang ditujukan kepada Satgas dengan cara diantar langsung atau melalui
pos.
4
BAB II
PEDOMAN PRAKTIS IMPLEMENTASI SISTEM ANTRI FRAUD
DAN
BIMBINGAN TEKNIS IMPLEMENTASI SISTEM ANTI FRAUD
b) Indikator Atribut
Keberadaan atribut sistem pelaporan fraud dalam suatu organisasi diantaranya dapat
dilihat dari adanya sistem pelaporan fraud.
5
Dalam sistem pelaporan yang dibangun oleh unit organisasi harus jelas diatur
tentang batasan kejadian yang dapat dilaporkan. Kejadian yang dapat dilaporkan
antara lain berkaitan dengan korupsi, gratifikasi, benturan kepentingan,
pelanggaran terhadap ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Cara penyampaian laporan pengaduan oleh si Pelapor
Organisasi harus menetapkan secara jelas tentang cara pelapor menyampaikan
pengaduan, karena hal ini akan berkaitan penanganan laporan pengaduan yang
disampaikan. Untuk mempermudah proses tindak lanjut dari pengaduan yang
masuk, maka hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:
a) Laporan pengaduan harus disampaikan secara tertulis.
b) Pelapor harus memberikan bukti, informasi, atau indikasi yang jelas
c) atas terjadinya pelanggaran yang dilaporkan, sehingga dapat ditelusuri atau
ditindaklanjuti.
d) Perlu atau tidaknya Pelapor dalam menyampaikan Pelaporan Pelanggaran
(Whistleblowing) mencantumkan identitas mengenai data diri yang memuat
alamat rumah/kantor, alamat e-mail, faksimili, nomor kontak yang dapat
dihubungi.
3) Kewenangan Penanganan Pelaporan Pelanggaran
Unit organisasi harus menetapkan secara jelas tentang siapa yang berwenang untuk
menangani laporan pelanggaran dan bagaimana cara menanganinya. Kriteria yang
dapat digunakan antara lain dapat berkaitan dengan siapa pihak yang diadukan
yaitu sebagai berikut:
a) Dalam hal pelanggaran dilakukan oleh Pimpinan dan/atau orang yang mempunyai
hubungan khusus dengan Pimpinan, maka laporan pelanggaran disampaikan
kepada atasan langsung dari pimpinan. Untuk penanganan lebih lanjut, bila
diperlukan investigasi, dapat menggunakan investigator/auditor eksternal yang
independen.
b) Dalam hal pelanggaran dilakukan oleh Struktural dan anggota Satgas, maka
laporan pelanggaran tersebut diserahkan langsung kepada pimpinan. Penanganan
lebih lanjut atas laporan pelanggaran tersebut dilakukan oleh pimpinan , dan bila
diperlukan investigasi, dapat ditindaklanjuti oleh Tim Khusus yang dibentuk oleh
pimpinan dengan melibatkan Inspektorat/ Internal audit.
c) Dalam hal pelanggaran dilakukan oleh Pegawai/Karyawan, maka laporan
pelanggaran tersebut diserahkan langsung kepada Satgas. Penanganan lebih lanjut
6
atas laporan pelanggaran tersebut dilakukan oleh Satgas, dan bila diperlukan
investigasi, dapat ditindaklanjuti oleh Inspektorat (Auditor internal).
d) Apabila dari hasil audit investigasi, dijumpai adanya dugaan awal Tindak Pidana
Korupsi, maka Satgas merekomendasikan ke pimpinan untuk diserahkan kepada
APH.
4) Komunikasi dengan Pelapor
Pengaturan tentang komunikasi dengan pelapor sangat penting untuk memberikan
jaminan kepada pelapor bahwa organisasi akan menangani dugaan pelanggaran
dengan tepat. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan
komunikasi dengan pelapor antara lain:
a) Komunikasi dengan Pelapor dilakukan melalui satu petugas, yaitu Satgas yang
menerima laporan pelanggaran.
b) Perlu tidaknya menyampaikan informasi kepada pelapor tentang penanganan
kasus yang dilaporkannya.
c) Jaminan kerahasiaan pelapor
e) Pengadministrasian dan pengelolaan laporan pelanggaran
7
c) Cara Mengimplementasikan Atribut Perlindungan Pelapor
Cara untuk mengimplementasikan atribut perlindungan pelapor diantaranya dapat
dilakukan melalui:
1) Organisasi berkomitmen untuk mengembangkan budaya yang memotivasi
pegawai, pelanggan, dan masyarakat dengan itikad baik untuk berani melaporkan
tindakan fraud yang diketahuinya.
2) Organisasi memberikan perlindungan kepada pelapor kejadian fraud diantaranya
dalam bentuk:
a) Perlindungan kerahasiaan atas identitas pelapor.
b) Perlindungan atas tindakan balasan dari terlapor.
c) Perlindungan dari pemecatan, penurunan pangkat dan jabatan, penundaan
kenaikan pangkat, tekanan, tindakan fisik.
d) Perlindungan catatan yang merugikan dalam file data pribadinya (personal file
record)
e) Memberi hak kepada pelapor untuk memperoleh informasi mengenai hasil
penanganan pengaduan kejadian fraud. Informasi tersebut
A. Ruang Lingkup Bimbingan Teknis Untuk Implementasi Sistem Anti Fraud/ Fraud
Control Plan
Bimbingan teknis implementasi Sistem Anti Fraud oleh organisasi diupayakan meliputi
penerapan dan pengembangan untuk seluruh sepuluh atribut Sistem Anti Fraud
Apabila organisasi belum dapat mengimplementasikan seluruh atribut Sistem Anti Fraud,
maka bimbingan untuk penerapan sepuluh atribut dapat dilaksanakan secara bertahap
sesuai dengan skala prioritas dan kesepakatan antara organisasi dengan Unit Kerja.
Ruang lingkup kegiatan bimbingan Sistem Anti Fraud adalah sesuai dengan kebutuhan
organisasi dalam mengimplementasikan Sistem Anti Fraud, yang meliputi:
a) Transfer pengetahuan mengenai Sistem Anti Fraud kepada anggota organisasi yang
bersangkutan
Bimbingan teknis merupakan kegiatan yang bersifat sementara. Oleh karena itu,
diperlukan transfer pengetahuan dari tim bimtek BPKP kepada anggota organisasi
yang bersangkutan sehingga dapat secara mandiri mengembangkan Sistem Anti Fraud
pada organisasinya.
8
b) Penyusunan pedoman pelaksanaan Sistem Anti Fraud
1) Kerangka kerja pelaksanaan Sistem Anti Fraud yang memiliki nilai tambah.
2) Dasar-dasar pengelolaan dan pelaksanaan pemantauan Sistem Anti Fraud.
B. PELAKSANAAN BIMBINGAN TEKNIS
1. Kegiatan pelaksanaan bimbingan teknis Sistem Anti Fraud harus direncanakan
dengan baik, yang meliputi:
a. Kebijakan
Dasar pelaksanaan tugas asistensi adalah kebijakan dari pejabat yang berwenang
yang menyetujui pelaksanaan kegiatan.
c. Ketersediaan anggaran
9
a. Setiap penugasan bimbingan teknis Sistem Anti Fraud dibuat surat tugas oleh
pimpinan unit kerja, dengan susunan sebagai berikut:
1) Penanggung Jawab Penugasan adalah Pimpinan Unit Kerja;
2) Koordinator Bimbingan Teknis adalah Kepala Subdirektorat/ Koordinator
Pengawasan Bidang Investigasi atau Pengendali Mutu yang ditetapkan oleh
Pimpinan Unit Kerja;
3) Pengendali Teknis;
4) Ketua Tim; dan
5) Anggota Tim (dengan jumlah sesuai kebutuhan di lapangan).
b. Pembicaraan pendahuluan dengan pimpinan organisasi yang akan dilakukan
bimbingan teknis
c. Penilaian atas risiko fraud (Fraud Risk Assesment) pada organisasi yang
bersangkutan
Setiap organisasi mempunyai tingkat dan jenis risiko fraud yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, Tim Bimbingan Teknis dapat membantu organisasi dalam hal
Fraud Risk Assesment (FRA) baik bagi organisasi yang sudah memiliki risiko
fraud dalam register risikonya maupun yang belum.
10
sudah ada di organisasi. Pendekatan yang digunakan dalam melakukan FRA
adalah pendekatan proses bisnis, dimana risiko fraud diidentifikasi berdasarkan
masing–masing tahapan dalam proses bisnis sesuai dengan SOP dan/atau flow
chart. Daftar risiko yang didapatkan ketika melakukan diagnostic assessment
dapat dijadikan sebagai gambaran awal risiko fraud di organisasi.
Wawancara ini digunakan sebagai klarifikasi atas hasil-hasil yang diperoleh dari
asistensi pendahuluan dan hasil pengolahan kuesioner, sehingga penarikan
simpulan oleh evaluator tidak bias.
11
fraud adalah merupakan hasil dari diagnostic assessment yang telah dilakukan
sebelumnya.
Hasil Tim Bimbingan Teknis dipaparkan kepada para pejabat organisasi untuk
didiskusikan. Dalam kesempatan ekspose tersebut juga diharapkan terdapat
komitmen dari pejabat-pejabat kunci untuk melaksanakan secara konsisten
rencana tindak yang telah ditetapkan oleh Tim Bimbingan Teknis bersama-sama
dengan Satgas Sistem Anti Fraud pada organisasi.
Dengan adanya kegiatan bimbingan teknis diharapkan organisasi mempunyai SDM yang
12
memadai dalam merencanakan dan menerapkan Sistem Anti Fraud. Disamping itu,
organisasi dapat secara mandiri melakukan perbaikan menyeluruh atas Sistem Anti Fraud
berdasarkan rencana tindak yang sudah disepakati.
13
presentasi
4.2. Hasil implementasi dipresentasikan
kepada pihak-pihak terkait
4.3 Risalah hasil pemaparan disiapkan
5. Melampirkan hasil Bimbingan
teknis dan implementasi 5.1. Laporan hasil bimbingan teknis
untuk implementasi disusun
5.2. Laporan Hasil bimbingan teknis
untuk implementasi dibicarakan
dengan pihak-pihak terkait
5.3. Laporan Hasil bimbingan teknis
untuk implementasi didistribusikan
14
BAB III
PELAPORAN
A. UMUM
1. Laporan Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud bertujuan untuk
menyampaikan informasi Definsi, Atribut dan Cara Implementasi Sistem Anti Fraud.
2. Laporan Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud harus memenuhi
persyaratan pelaporan yang baik, antara lain:
a) Memuat informasi yang lengkap dan jelas serta disajikan dengan bahasa yang
mudah dimengerti.
b) Obyektif yaitu penyajian informasi secara benar dan wajar untuk menghindari
salah penafsiran dan salah pengertian.
c) Disampaikan tepat waktu sehingga memberikan manfaat yang optimal dala
pengambilan keputusan.
3. Laporan Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud harus segera disusun
setelah tersusunya atribut Sistem Anti Fraud dalam bisnis prosesnya.
15
Menguraikan secara lengkap dan jelas ruang lingkup bimbingan teknis penerapan
Sistem Anti Fraud adalah Implementasi Sistem Anti Fraud oleh organisasi
diupayakan meliputi 10 atribut Sistem Anti Fraud.
C. Metode dan Teknik Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud
Menguraikan metode dan teknik Bimbingan Teknis Penerapan Sistem Anti Fraud
antara lain melalui transfer pengetahuan mengenai 10 atribut Sistem Anti Fraud
kepada pegawai organisasi yang bersangkutan. Asistensi diharapkan merupakan
kegiatan yang bersifat sementara. Oleh karena itu, diperlukan transfer pengetahuan
dari Tim Asistensi kepada pegawai yang bersangkutan sehingga yang bersangkutan
dapat secara mandiri mengembangkan Sistem Anti Fraud diorganisasinya.
BAB III Hasil Bimbingan Teknis Penerapan SISTEM ANTRI FRAUD
Bagian ini memuat uraian hasil secara rinci hasil bimbingan teknis penerapan
Sistem Anti Fraud. Tahapan bimbingan teknis penerapan Sistem Anti Fraud
sebagai berikut:
A. Persiapan
1. Pembentukan Tim Bimtek
2. Penetapan Tim Pendamping (Counterpart)
B. Pelaksanaan Bimtek
1. Atribut Standar Perilaku dan Disiplin
2. Atribut Struktur Pertanggungjawaban
3. Atribut Penilaian Resiko Fraud
4. Atribut Kepedulian Pegawai
5. Atribut Kepedulian Pelanggan dan Masyarakat
6. Atribut Sistem Pelaporan Kejadian Fraud
7. Atribut Perlindungan Pelapor
8. Atribut Prosedur Investigasi
9. Atribut Pengungkapan Kepada Pihak Eksternal
16
Daftar Pustaka
17