Anda di halaman 1dari 15

TUGAS RESUME

Metodologi Penelitian

Reformasi Akuntansi: Membongkar Bounded Rationality Pengembangan


Akuntansi

Siska Aprilia Oktaviani - 190820301018

Reformasi akuntansi, mendengar judulnya saja sudah mampu membuat


bulu kuduk meremang dan menggelitik minat accounting scholars (istilah yang
digunakan Dr. Sony Warsono dalam bukunya) untuk membaca. Dalam bukunya,
Dr. Sony Warsono mengajak accounting scholars untuk berani berpikir out of the
box, tidak terbelenggu pemikiran turun-temurun yang belum diketahui kebenaran
pastinya. Buku ini juga banyak berisi kritik Dr. Sony Warsono terhadap mulai dari
cara penyampaian ilmu akuntansi hingga penerapannya dalam kehidupan sehari-
hari.

Argumen-argumen yang disusun penulis dalam bukunya cukup kuat dan


sangat persuasif, sehingga jika tidak kritis accounting scholars bukannya keluar
dari belenggu rasionalitas seperti yang diinginkan penulis, melainkan kembali
masuk kedalam bentuk lain dari belenggu rasionalitas. Oleh sebab itu, berikut akan
disajikan ringkasan dan telaah kritis dari buku Reformasi Akuntansi: Membongkar
Bouded Rationality Pengembangan Akuntansi oleh Dr. Sony Warsono.

Ringkasan Fakta

Fakta 1. Rumitnya Memahamkan Akuntansi Kepada Pembelajar

Joel S. Demski dalam “Is Accounting an Academic Discipline?”


menyatakan bahwa buku pembelajaran akuntansi benar-benar memalukan secara
intelektual. Banyak juga pakar akuntansi yang mengusulkan untuk adanya
perubahan atas metode pembelajaran konvensional seperti Rankin, 2003; Hartnett,
Romcke, dan Yap 2004. Pakar lain seperti Albrecht dan Sack (2000) menyatakan
bahwa pembelajaran akuntansi harus berubah antara lain untuk mengikuti
perubahan teknologi dan globalisasi.

Fakta 2. Kontribusi Riset Akuntansi yang Harus Lebih Ditingkatkan

Beberapa accounting scholars mensinyalir bahwa para peneliti di bidang


akuntansi masih sebatas mengumpulkan poin kredit yang mengesankan tidak
memberi perhatian yang cukup terhadap manfaat hasil penelitian tersebut bagi
pengembangan pengetahuan secara keseluruhan.

Corbin (1962) menyebutkan bahwa mulai terjadinya revolusi di akuntansi


seiring meningkatnya popularitas akuntansi manajemen.

Hal ini menunjukkan keterusikan accounting scholars atas ketidakmampuan


hasil riset di bidang akuntansi memberi kontribusi positif bagi pengetahuan secara
luas, bahkan kontribusinya bagi pengembangan akuntansi itu sendiri juga
dipertimbangkan masih terbatas.

Fakta 3. Sudah Nyatakah Manfaat Akuntansi Untuk Kehidupan Sosial

Penulis menyatakan bahwa sejauh ini masih banyak individu sebagai


pengelola keungan di berbagai lembaga, seperti misalnya karyawan bagian
keuangan umkm dan koperasi, bendahara kampong masih menyamakan
terminologi debet sebagai penambahan dan kredit sebagai pengurangan. Penulis
juga belum mendapati jawaban dari responden yang menyebutkan mereka telah
menyusun laporan keuangan untuk transaksi harian yang dilakukan. Pun penulis
menyatakan bahwa ditemukan kekurang-optimalan akuntansi dalam memberi
kontribusi kongkrit dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat pendidikan akuntansi
masih terbatas untuk memperoleh pekerjaan dengan gaji yang layak, entah
pekerjaan tersebut berhubungan dengan gaji yang layak, entah pekerjaan tersebut
berhubungan langsung dengan ilmu akuntansi yang dipelajari atau justru berbeda.

Sesungguhnya pembelajaran akuntansi yang dimaksudkan menjadikan


lulusan akuntanasi mudah mendapatkan pekerjaan adalah hal yang penting. Namun,

2
ada hal-hal yang juga penting yang harus dipenuhi agar akuntan dapat berkontribusi
pada kehidupan secara keseluruhan.

Fakta 4. Sisi Optimisme dalam Pengembangan Akuntansi

Demski dalam “Is Accounting an Academic Discipline?” (2007)


menyatakan bahwa akuntansi dibicarakan dalam konteks pertanggungjawabannya
terhadap dunia akademik, bukan bahwa akuntansi bagian dari dunia akademik,
bukan tentang kau dan aku, bukan juga tentang pelajar, bukan juga tentang jurnal
kami.

Penulis menyatakan bahwa buku ini banyak mengidentifikasi kekurang-


jelasan argumen-argumen yang berlaku akuntansu saat ini, dan menjawabnya
melalui pendekatan matematika. Namun demikian, hal ini bukan berarti akuntansi
sama dengan matematika karena sebagai sistem, akuntansi juga membutuhkan
setidak-tidaknya memerlukan 2 pilar lain, yakni pilar prinsip dasar dan rancang-
bangun untuk pengembangannya.

Penulis menyatakan bahwa keputusan yang ditetapkan accounting scholars


mempengaruhi arah dan tujuan akuntansi itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan
pijakan berpikir yang tepat dalam melakukan reformasi akuntansi. Terdapat 2 teori
yang mencerminkan model pijakan berpikir manusia dalam pembuatan keputusan,
yaitu teori pilihan rasional (rational choice theory) dan teori rasionalitas tebelenggu
(bounded rationality theory). Pengembangan ilmu pengetahuan seharusnya
mendasarkan pada teori pilihan rasional, bukan teori rasionalitas terbelenggu.

Teori rasionalitas terbelenggu (bounded rationality theory) dikembangkan


awalnya oleh Herbert Simon (1991). Simon menyatakan bahwa dalam mengambil
tindakan atau keputusan, sebagian besar individu tidak dapat bertindak rasional
sepenuhnya; pengambilan tindakan atau keputusan juga melibatkan faktor emosi
ataupun faktor-faktor yang tidak rasional.

Teori rasionalitas terbelenggu menyatakan bahwa rasionalitas individu


dibatasi oleh informasi yang dimiliki, keterbatasan kemampuan kognitif, dan

3
jumlah waktu yang tersedia untuk melakukan tindakan atau keputusan. Tindakan
individu yang mencerminkan keberadaan bounded rationality dapat berupa
kepercayaan mutlak terhadap suatu pengetahuan, kebiasaan (habits), maupun
mengandalkan peraturan atau ketentuan sebagai kebenaran tanpa harus didukung
argument yang kuat.

Tanda-tanda munculnya bounded rationality dalam pembelajawan


akuntansi dapat dilihat dari kekurang-pedulian terhadap sejarah akuntansi itu
sendiri. Pemakruhan npenulisan elemen biaya di sisi kiri persamaan akuntansi
merupakan contoh indikasi terjadinya bounded rationality.

Tanggapan atas Fakta

Fakta mengenai rumitnya memahamkan konsep akuntansi terhadap


pembelajar memang tidak dapat dipungkiri, selama ini cara pendidik mengajarkan
konsep akuntansi terhadap pembelajar lebih banyak menggunakan teori terdahulu,
sehingga konsep akuntansi terkesan seperti sejarah yang harus dihafalkan alih-alih
dipahami. Betul jika penulis menyatakan bahwa pembelajaran akuntansi perlu
mengikuti perkembangan teknologi dan globalisasi. Selain itu, cara penyampaian
pendidik terhadap pembelajar juga dirasa perlu diperbaiki, dimana daripada
memberikan contoh studi kasus fiktif akuntansi yang kebanyakan berada dalam
kondisi sempurna, sejak awal pembelajar akuntansi bisa mulai dikenalkan dengan
contoh-contoh studi kasus nyata bahwa penerapan akuntansi tidak selalu berada
pada kondisi ideal yang sempurna. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
studi kasus juga dirasa akan lebih meningkatkan rasa penasaran pembelajar
sehingga minat untuk memahami konsep akuntansi akan lebih tinggi.

Saya juga bisa menyatakan setuju pada fakta kedua yang menyatakan bahwa
kontribusi riset akuntansi perlu ditingkatkan. Salah satu accounting scholars pernah
menyampaikan bahwa untuk melakukan penelitian akuntansi tidak melulu harus
menggunakan pasar modal sebagai objek, melainkan hal-hal yang terjadi disekitar
kita dalam kehidupan sehari-hari yang perlu ditelaah dan dijadikan objek penelitian,
supaya akademisi bisa lebih banyak berkontribusi bagi masyarakat pada umumnya.

4
Artinya, selama ini akademisi dan accounting scholars sedikit timpang atau berat
sebelah, dimana penelitian yang dilakukan accounting scholars lebih banyak
ditujukan pada pengguna informasi keuangan kalangan elit menengah keatas dan
sedikit mengabaikan masyarakat sekitar pada umumnya. Accounting scholars
lainnya juga pernah menyampaikan bahwa akuntansi sebetulnya bisa ditemukan
dimana saja dalam kehidupan manusia, mulai dari organisasi terkecil yang
membentuk sebuah negara, yakni keluarga, tukang parkir, pedagang di pasar,
semuanya melakukan perhitungan matematika, dan apabila mengacu pada sudut
pandang penulis yang menyatakan bahwa akuntansi perlu dilihat juga dari sudut
pandang matematika, maka kegiatan pada organisasi-organisasi kecil demikian pun
patut menjadi bahan penelitian accounting scholars supaya kontribusinya terhadap
masyarakat bisa lebih meningkat.

Kotribusi pendidikan akuntansi dalam masyarakat bisa dinyatakan belum


nyata. Pernyataan penulis mengenai bagaimana fokus utama pembelajar akuntansi
adalah untuk memperoleh pekerjaan dengan gaji tinggi memang benar adanya, dan
hal tersebut dibentuk oleh persepsi pendidik yang menganggap bahwa nama
almamater bisa lebih harum, derajat almamater dapat lebih meningkat jika dan
hanya jika pembelajarnya bisa lulus dan memperoleh pekerjaan pada institusi besar
dengan gaji tinggi, tanpa mempedulikan fakta bahwa pekerjaan dilapangan yang
dilakukan tidak melanjutkan teori yang telah diperoleh dari pendidikan yang telah
ditempuh. Sehingga untuk meningkatkan kontribusi pendidikan akuntansi dalam
masyarakat, sebetulnya bukan dimulai dari accounting scholars generasi
selanjutnya setelah pendidik, melainkan dimulai dari pendidik accounting scholars
yang ada saat ini yang perlu memiliki pemikiran yang lebih terbuka, tidak
membatasi kreatifitas scholars generasi baru, dan mau memberi masukan yang
membangun alih-alih kritik yang mematahkan.

5
Ringkasan Topik

Topik 1. Jas Merah

Kekurang-pedulian knowledge scholars terhadap sejarah pengembangan


pengetahuan itu sendiri dapat berakibat kekurang-optimalan pengembangan
pengetahuan tersebut untuk masa-masa datang.

Topik 2. Rasionalitas (terbelenggu) Persamaan Akuntansi

Maish terdapat rasionalitas alternative yang dapat menjelaskan lebih baik


terhadap persamaan akuntansi dibandingkan dengan rasionalitas yang selama ini
berlaku. Dengan kata lain, rasionalias akuntansi yang sejauhini masih berlaku
ternyata tidak robust terhadap rasionalitas alternative.

Topik 3. Haruskah Biaya dan pendapatan Merupakan Bagian dari


Ekuitas?

Jika akuntan memilih jawaban harus, maka tidak ada lagi tantangan yang
dapat mengajak akuntan untuk menggali pengetahuan lebih tinggi karena mindset
akuntan sepenuhnya menyandarkan diri pada peraturan dan ketentuan semata yang
berisiko menghentikan proses penalaran manusia. Dengan kata lain, menyandarkan
diri rasionalitas pada peraturan seringkali dapat mencerminkan telah terjadinya
bounded rationality. Di sisi lain, jika jawabannya adalah tidak harus, maka elemen
biaya dan pendapatan dapat berdiri sendiri.

Topik 4. Analisis Transaksi Berbasis Matematika

Penulis menyetujui apabila topik bahasan akuntansi harus dibuat


menantang. Tingkat kesulitan yang tinggi mengajak pembelajar mengembangkan
daya nalar dengan langit sebagai batasannya, dan mengajak instruktur untuk
mengembangkan metoda pembelajaran yang mudah dipahami untuk
menyelesaikan topik-topik yang sulit dan menantang. Namun, permasalahan
utamanya adalah bahwa analisis transaksi yang selama ini digunakan akuntansi itu
adalah mempersulit hal yang sebenarnya mudah; analisis transaksi membutuhkan

6
pengetahuan matematika sederhana tetapi justru dilakukan dengan berbasis
rasionalitas yang lebih bersifat non-matematika. Bukti empiris juga menunjukkan
bahwa masih banyak individu yang pernah mempelajari akuntansi dengan berbagai
latar belakang pendidikan belum memahami logika dasar akuntansi.

Topik 5. Persamaan Akuntansi yang Tepat

Akuntansi mendasarkan pada mungkin atau tidak mungkinnya suatu


peristiwa bisnis itu terjadi, bukan mendasarkan pada sering atau tidak sering suatu
peristiwa bisnis terjadi.

Penulis menyatakan bahwa pembentukan suatu entitas bisnis tidak selalu


dimulai dengan keberadaan aset yang pendanaannya berasal dari utang dan/atau
ekuitas. Terutama wirausahawan sejati, pendirian entitas bisnis dapat diawali
dengan terbentuknya pendapatan ataupun terjadinya biaya. Oleh karena itu
persamaan akuntansi dasar yang tepat dan seharusnya digunakan adalah A + B = U
+ E + P. Persamaan sederhana yang selama ini dianggap sebagai persamaan dasar
akuntansi, dan tersaji di banyak buku teks akuntansi keuangan ternyata tidak dapat
mencakup beberapa peristira bisnis yang terjadi pada awal pendirian entitas.

Topik 6. Know What & Know Why Tentang Akun

Perusahaan dapat memberi nama akun sesuai dengan kebutuhan dan


keinginan perusahaan sepanjang nama tersebut memudahkan perusahaan dalam
memahami informasi yang tersaji. Namun demikian, dari perspektif Bahasa bisnis
(prinsip-prinsip dasar) maka akuntansi juga memiliki terminology nama-nama akun
yang telah disepakati secara umum. Terminologi kas, piutang usaha, utang wesel,
biaya utilitas dan pendapatan usaha adalah contoh nama-nama akun yang lazim
digunakan di akuntansi.

Topik 7. Simulasi Keragaman Transaksi

Melalui simulasi berdasar persamaan akuntansi, kita dapat mengidentifikasi


berbagai jenis transaksi. Sebaliknya, jika kita mendasarkan pada peraturan semata
maka kita seakan-akan hanya mengenal sedikit transaksi yang mudah dilihat dan

7
dicermati, yaitu transaksi-transaksi yang lazimnya melibatkan uang sebagai alat
pembayaran.

Topik 8. Mengapa Akuntansi Menggunakan Debet dan Kredit?

Penulis menyatakan bahwa debit dan kredit tidak sekedar symbol positif dan
negative, melainkan meruapakn contoh penerapan rational choice theory; jika
akuntansi menggunakan symbol positif dan negative maka hal tersebut melanggar
ketentuan bahwa nilai moneter tidak mengenal angka negative. Namun faktanya,
ilmuwan akuntansi dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan
memberlakukan pendekatan debet dan kredit, dan penyelesaian yang ditawarkan
tersebut bersifat robust.

Topik 9. Bounded Rationality tentang Debet dan Kredit

Mekanisme debet dan kredit yang selama ini lebih banyak dianggap sebagai
ketentuan atau kesepakatan semata, ternyata merupakan mekanisme yang murni
mendasarkan diri pada matematika. Dengan demikian, pengajaran tentang
mekanisme debet dan kredit seharusnya berdasar logika matematika sehingga
pengetahuan akuntansi, terutama mekanisme debet dan kredit, tidak lagi sebagai
pengetahuan yang berlandas pada ketentuan atau kesepakatan saja, dan mampu
mengajak pembelajar untuk mengembangkan pengetahuannya dengan langit
sebagai batasnya.

Topik 10. Alat Bantu yang tidak Sepenuhnya Membantu

Pembuatan neraca lajur 10 kolom selama ini yang dianggap merupakan best
practice mencerminkan ketidak konsistenan yang berisiko membingungkan
pembelajar akuntansi. Sebagai solusinya, penerapan neraca lajur 12 kolom dapat
digunakan untuk menghilangkan ketidak-konsistenan tersebut.

Topik 11. Ketidak-lengkapan Definisi Elemen Laporan Keuangan

Penulis menyatakan bahwa penyusun standar akuntansi belum sepenuh hari


menggunakan perspektif matematikan dalam mendefinisikan elemen-elemen

8
laporan keuangan. Hal tersebut berakibat pada pendefinisian elemen-elemen
laporan keuangan, terutama elemen biaya, pendapatan, keuntungan, dan kerugian,
yang kurang komprehensif sehingga berisiko menjadikan informasi keuangan tidak
menggambarkan kondisi transaksi riil perusahaan. Menggunakan perspektif
matematika, usulan definisi terhadap elemen-elemen laporan keuangan dapat lebih
bersifat abstrak dan mencakup berbagai situasi yang mungkin terjadi terkait dengan
transaksi yang dilakukan perusahaan.

Topik 12. Dua Pendekatan yang Berisiko terkena Bounded Rationality

Pembelajaran akuntansi manajemen mulai mengarah pada pengembangan


topik-topik yang menganjurkan penggunaan informasi non-keuangan, sedangkan
pembelajaran SIA mengarah pada pembaruan pengetahuan tentang teknologi
informasi. Untuk menyelesaikan permasalahan tentang pendektan/perspektif yang
seharusnya digunakan dalam pelaporan keuangan, accounting scholars dapat
belajar dari pendekatan yang digunakan dalam manajemen data di sistem informasi
berbasis computer.

Penyusunan laporan keuangan seharusnya dikembangkan menggunakan


pendekatan database. Pendekatan database dalam penyusunan laporankeuangan ini
memiliki keselarasan dan kesesuaian dengan pengembangan akuntansi berbasis
matematika. Sehingga penggunaan pendekatan neraca yang menomor-duakan
elemen biaya dan pendapatan, menjadikan laporan keuangan yang dihasilkan
kurang memberi perhatian dalam penyediaan informasi terkait dengan elemen biaya
dan pendapatan, termasuk gains dan losses. Terlalu fokusnya penyusun standar
akuntansi keuangan untuk mengembangkan akuntansi keuangan berbasis laporan
keuangan, dalam hal ini adalah neraca, akan mempengaruhi secara negatif terhadap
pengembangan pengetahuan akuntansi di bidang lain.

Topik 13. Sulitnya Memertahankan Konsistensi

Penulis mempercayai bahwa solusi-solusi tepat untuk menyelesaikan


masalah-masalah yang dihadapi akuntansi dengan tetap menjaga konsistensi

9
penerapan prinsip dapat diselesaikan jika kita bersedia berlandas rational choice
theory dalam pengembangan solusi-solusi tersebut.

Topik 14. Bahasa Disayang, Matematikan Semata Dikenang

Mencermati karakteristik dasar Bahasa, maka akan sulit untuk


mengharapkan akuntansi berkembang pesat di masa datang karena pengembangan
standar, jika diperspektifkan sebagai Bahasa, akan berisiko cenderung tidak
sistematis and hanya berpindah dari satu sisi ke sisi lain tanpa menghasilkan
langkah baru yang luar-biasa. Sementara itu, implementasi matematika di akuntansi
sudah ada sejak 500 tahun yang lalu, yaitu berupa penggunaan mekanisme debet
dan kredit. Hingga sekarang, dan diprediksikan juga untuk masa yang akan datang,
mekanisme debet dan kredit di akuntansi tetap digunakan secara konsisten.

Topik 15. Standar Akuntansi Keuangan Indonesia di Persimpangan


Jalan

Seandainya pengertian konvergensi menuntut DSAK mengadopsi


sepenuhnya, tanpa perubahan, standar akuntansi keuangan yang dtetapkan IASB,
misalnya, maka merupakan tantangan bagi DSAK untuk meyakinkan pada lembaga
penyusun standar akuntansi internasionalbahwa pengembangan akuntansi berbasis
matematika memiliki landasan pengetahuan yang lebih robust dibanding dengan
metode pengembangan akuntansi yangs udah ada yang dalam hal ini memfokuskan
pada prinsip-prinsip dasar semata.

Topik 16. Siapakah Ilmuwan Akuntansi Pertama?

Sejarah akuntansi masih terbuka untuk diteliti. Luca Pacioli layak disebut
sebagai bapak Akuntansi meskipun hanya sebagai kodifikator pengetahuan
akuntansi yang berlaku pada jaman tersebut. Menjadi tanggungjawab accounting
scholars di era ini untuk mengidentifikasi knowledge scholars yang sesungguhnya
menemukan dan mengembangkan akuntansi. Hal ini diperlukan agar dapat menjadi
pijakan yang kuat dalam pengembangan akuntansi di masa datang.

10
Topik 17. Tiga PIlar Utama Pengembangan Akuntansi

Terdapat pilar pengetahuan mapan, prinsip-prinsip dasar, dan pilar rancang-


bangun. Akuntansi beruntung karena telah berlandaskan pengetahuan mapan dalam
pengembangan akuntansi, meskipun sekaligus juga merupakan tantangan bagi para
pemerhati akuntansi di era sekarang ini untuk mengembangkan lebih lanjut
pengetahuan yang mapan tersebut untuk menjadikan kontribusi akuntansi semakin
besar bagi pengetahuan dan kehidupan.

Topik 18. Akuntansi Sebagai Teknologi Adaptif

Terdapat tiga jenis teknologi, yakni teknologi seni, teknologi sosial, dan
teknologi mekanik. Jika akuntansi diperlakukan sebagai teknologi sosial
nampaknya kurang sesuai dengan tujuan akuntansi karena memang akuntansi tidak
semata-mata untuk menjadikan interaksi antar manusia dalam berbisnis berjalan
lancar. Memperlakukan akuntansi sebagai teknologi mekanik juga berisiko
melupakan keunggulan-keunggulan yang sudah dimiliki akuntansi, terutama
berupa PABU yang sudah dikembangkan sejak lama. Oleh karena itu, langkah yang
paling tepat dalam pengembangan akuntansi adalah memperlakukan akuntansi
sebagai tekonologi adaptif. Sebagai langkah taktis, yaitu untuk menyeimbangkan
pengembangan akuntansi, maka saat ini merupakan kebutuhan yang urgen untuk
menjadikan akuntansi sebagai teknologi adaptif melakui pengembangan pilar
pengetahuan mapan, dalam hal ini adalah matematika.

Topik 19. Pengembangan Berbasis Matematika Sebagai isu Strategis

Penulis menawarkan gagasan untuk menjadikan akuntansi dari teknologi


sosial menjadi teknologi adaptif. Dengan cara tersebut maka pilar prinsip-prinsip
dasar yang telah dikembangkan sejauh ini akan tetap menjadi salah satu pilar utama
dalam pengembangan akuntansi. Terhadap satu pilar utama yang selama ini kurang
diperhatikan, yaitu berupa matematika, maka sudah saatnya mendapat perhatian
serius sehingga akuntansi dapat berkembang secara seimbang. Rancang-bangu,
juga sebagai pilar dalam pengembangan akuntansi, pada gilirannya akan

11
berkembang seiring dengan semakin banyak pengguna yang tertarik untuk
mengembangkan akuntansi dalam rangka memenuhi kebutuhan terhadap informasi.

Topik 20. Pembelajaran Akuntansi Berbasis Matematika

Pembelajaran akuntansi di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari


pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi, sangat dimungkinkan dilakukan
secara efektif. Dampak pembelajaran akuntansi, khususnya yang berbasis
matematika memberi kontribusi yang signifikan baik untuk individu yang berkarir
di bidang akuntansi maupun yang berkarir di bidang non-akuntansi. Pembelajaran
akuntansi sejak awal pendidikan juga mendorong individu untuk mengembangkan
kewira-usahaan, peduli terhadap pengelolaan dana, dan bahkan menghasilakn
teknologi akuntansi baru yang adaptif.

Akuntansi dapat didekati dari banyak perspekif. Dalam hal ini penulis
menggunakan pendekatan matematika dalam mengusulkan gagasan pengembangan
akuntansi.

Tanggapan atas Topik

Seperti yang telah sampaikan sebelumnya, bahwa argument yang


disampaikan penulis sanat persuasif, dan bisa dikatakan logika yang digunakan
untuk berpendapat dan mematahkan konsep dasar akuntansi, persepsi debet dan
kredit, serta cara pembelajaran akuntansi, adalah benar. Sebetulnya akuntansi pun
tidak menutup kemungkinan untuk mengembangkan konsepnya, karena persamaan
yang selama ini disampaikan pada pembelajar adalah “Konsep Dasar”, yang secara
tidak langsung juga menyatakan bahwa konsep tersebut bisa dikembangkan. Saya
berpendapat bahwa apa yang dilakukan penulis, merubah konsep dasar akuntansi
menjadi A = U + E + P – B merupakan sekedar perkembangan, dan akuntansi bisa
menerima selama ada argumen kuat yang mendasarinya. Namun, konsep dasar
yang selama ini berlaku tidak dapat dengan mudah dipatahkan dan dinilai sebagai
salah, karena faktanya sejauh ini pengguna informasi akuntansi bisa menerima dan
(mungkin) mengerti dengan informasi yang dasarnya menggunakan konsep dasar
akuntansi yang sudah ada tersebut. Artinya, saya bisa menerima pengembangan

12
yang konsep dasar akuntansi yang dilakukan penulis, tanpa menilai bahwa konsep
dasar yang sudah ada sebelumnya adalah salah.

Perspektif yang digunakan penulis dalam argumennya juga sangat menarik,


karena penulis sangat mendorong idenya untuk melihat akuntansi dari kacamata
matematika. Meskipun apa yang diargumentasikan penulis sangat logis, hanya saja
kita tidak dapat begitu saja mengabaikan fakta bahwa akuntansi merupakan rumpun
ilmu sosial, bukan ilmu sains seperti matematika yang cenderung memiliki jawaban
yang pasti. Apa yang diberikan informasi akuntansi adalah reasonable assurance
(dalam istilah auditing) bukan kepastian.

Dalam jurnal Quattrone (2016) yang berjudul “Management Accounting


Goes Digital: Will the Move Make it Wiser?” Buchell (1980) menyatakan bahwa
akuntansi tidak bisa menjadi mesin penjawab yang membantu pengambilan
keputusan sesederhana hanya dengan melakukan perhitungan, namun akuntansi
bisa menyediakan dasar untuk aksi komunikatif yang akan menjurus pada
pengambilan dan pengaturan keputusan.

Ketika penulis menyatakan bahwa penggunaan perspektif Bahasa dianggap


tidak memberi kontribusi yang signifikan dalam pengembangan akuntnasi di masa
datang, saya tidak setuju. Karena seperti yang dijelaskan Quattrone (2016) bahwa
bahasa dan kata sama pentingnya seperti nominal dan angka. Keduanya sama-sama
memiliki sejarah, keduanya perlu didengar, ditelaah, dipahami, dan dimengerti
karena keduanya tidak bisa berbicara untuk dirinya sendiri.

Senada dengan penulis yang menyatakan bahwa akuntansi merupakan


teknologi yang adaptif, argumen Quattrone (2016) juga menyatakan bahwa
perkembangan akuntansi secara historis banyak dihubungkan dengan kebudayaan
humanis dan sebagai metode klasifikasi pengetahuan dan penemuan, bukan sekedar
teknik untuk meyakinkan.

Pendapat penulis mengenai bagaimana accounting scholars harus bisa


mengambil tindakan tanpa dipengaruhi kebiasaan atau peraturan-peraturan yang
membelenggu sangat bisa diterima, accounting scholars harus mampu mengambil

13
tindakan secara rasional. Flori dalam Quattrone (2016) menyatakan bahwa selain
rasional, pengambilan tindakan atau keputusan juga harus dilakukan dengan
beralasan (reasonable).

Kesimpulan

Penulis menjelaskan bahwa akuntansi dapat dilihat dari berbagai macam


sudut pandang, dan argumen yang dituliskan penulis dalam bukunya merupakan
argument melalui sudut pandang matematika, sebagian pendapat penulis bisa saya
terima sementara sebagian lagi yang dirasa bersifat terkesan memaksa pembaca
untuk menerapkan sudut pandang matematika pada ilmu akuntansi tidak bisa saya
terima, karena pada dasarnya tujuan akuntansi bukan untuk memahami siapa yang
menghasilkan laba lebih besar satu sama lain, atau untuk menunjukkan siapa yang
benar dan siapa yang salah. Jika hal ini yang dicari maka akuntansi melupakan
esensi awalnya yakni untuk mencari apa yang ada di tengah, mencari
keseimbangan. Menekan akuntansi dengan tujuan untuk mencarikebenaran akan
memulai akhir dari akuntansi dan kehancuran akuntan. Tujuan akuntansi bukan
mencari kebenaran, melainkan melanjutkan komunikasi pragmatis, yang ditujukan
untuk mencari tahu akan misteri yang sebelumnya tidak diketahui, dengan
menggunakan angka yang dihasilkan oleh akuntansi, merupakan seni dari ilmu
akuntansi. Jika accounting scholars mampu mempertahankan seni ini, dan mampu
menyakinkan pengguna informasi untuk memahami bahwa kemampuan untuk
menghadapi ketidakpastian telah menjadi kekuatan akuntansi selama berabad-abad,
maka akuntansi akan terus bersemi seperti selama ratusan tahun sebelumnya.

14
Referensi

Quattrone, P. (2016). Management accounting goes digital: Will the move make it
wiser? Management Accounting Research, 31, 118–122.

Warsono, S. Reformasi Akuntansi Membongkar Bounded Rationality


Pengembangan Akuntansi. 2010. Yogyakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai