KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWTatas segala limpahan rahmad dan karunianya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga
makalah ini kedepannya lebih baik, makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang saya miliki sangatlah kurang oleh karena itu saya harapkan kepada pembaca untuk
memberikan masukkan-masukkan yang bersifat membangun dan untuk kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Maksud dan Tujuan pendirian BUMN dan BUMD BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan
sebagai berikut:
Keterbatasan kemampuan dan keahlia dalam mengelola BUMN dan BUMD menyebabkan
sering menderita kerugian
Pada situasi tertentu bertindak sebagai perusahaan monopoli sehingga penetapan harga
ditentuka sepihak (perusahaan), bukan melalui mekanisme pasar walaupun akhirnya untuk
kesejahteraan rakyat
Pendiriannya sukar karena harus melalui peraturan dan perundang- undangan yang berlaku
BAB III
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Badan usaha adalah kesatuan yuridis dan ekonomi yang menggunakan faktor produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa dengan tujuan untuk mencari laba. Sedangkan Perusahaan adalah
suatu unit kegiatan yang melakukan aktivitas pengelolaan faktor produksi untuk menyediakan barang
dan jasa bagi masyarakat, mendistribusikannya, serta melakukan usaha lain dengan tujuan
memperoleh keuntungan dan memuaskan kebutuhan masyarakat.
Bentuk badan usaha ada beberapa jenis antara lain, Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Tiap-tiap badan usaha
memiliki kekurangan dan kelebihan.
Peran Badan Usaha dalam perekonomian Indonesia sangat penting guna mengembangkan
perekonomian negara, meningkatkan kemakmuran rakyat Indonesia, memupuk keuntungan dan
pendapatan, dan melaksanakan dan menunjang pelaksanaan program kebijakan pemerintah di bidang
ekonomi.
4.2. Saran
Badan usaha dan perusahaan memiliki perbedaan, jadi jangan mencampuradukan badan
usaha dan perusahaan.
Ingatlah pilar-pilar tinggi dalam manajemen unggul Perlunya perencanaan yang seksama,
pertimbangan dan pengambilan keputusan yang sehat, implementasi dan pemantauan keputusan dan
pengoperasian yang hati-hati dan kreatif, serta kepedulian terhadap karyawan dan hasilnya, yang
didasarkan pada ketrampilan manajemen serta gaya manajemen kelas satu. Ketrampilan ini mencakup
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staff, pembuatan keputusan, penganggaran, inovasi,
komunikasi, representasi, pengendalian, pengarahan dan pemberian motivasi, hubungan personal
DAFTAR PUSTAKA
-https://www.kumpulandancontohmakalah.blogspot.com
Catatan
Minggu, 13 Januari 2013
a. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memahami para pelaku ekonomi dan peran yang diembannya.
b. Tujuan Khusus
- Pelaku-pelaku ekonomi
c. Materi Pembahasan
- Pelaku-pelaku Ekonomi :
2. SWASTA (BUMS)
3. KOPERASI
A. PELAKU-PELAKU EKONOMI
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah usaha yang seluruh modalnya dimiliki negara atau badan
usaha yang tidak seluruh sahamnya dimiliki negara tetapi statusnya disamakan dengan BUMN, yaitu
:
c) BUMN yang merupakan badan-badan usaha patungan dengan swasta nasional/ asing di mana negara
memiliki saham mayoritas minimal 51%.
Bahasa Asing BUMN adalah public enterprise. Dengan demikian berisikan dua elemen esensil, yakni
unsur pemerintah (public) dan unsur bisnis (enterprise). Berapa besar presentase masing-masing
elemen itu di suatu BUMn tergantung pada jenis atau tipe BUMN-nya. Untuk eprsero unsur bisnisnya
lebih dominan. PERUM boleh dikatakan fifty-fifty.
2) SWASTA
Pasal 33 UU 1945 menyatakan tigas sektor kegiata perekonomian, yaitu sektor pemerintah, swsta
dan koperasi. Dewasa ini semakin jelas adanya trikotomi bangun usaha di Indonesia, yaitu BUMN,
Swsata dan Koperasi. Peran swasta dan cara kerja swasta semakin banyak disorot karena memang
ada kecenderungan sektor ini bisa bekerja lebih efisien dari pada sektor negara yang terkekang oleh
birokrasi, sedangkan koperasi karena masih lemah belum mampu mengembangkan diri (Mubyarto,
1988).
Umumnya dikonsepsikan bahwa tujuan pendirian perusahaan swasta adalah untuk memperoleh
keuntungan maksimal. Dalam zaman modern ini keuntungan maksimal bukan merupakan satu-
satunya tujuan masih ada tujuan lain yang leibh penting dan kadang-kadang lebih mendesak
misalnya pertumbuhan skala organisasinya, kepentingan sosial dan sebagainya. Pengusaha yang
berpandangan jauh ke depan sangat mementingkan goodwill dari masyarkaat (Sudarono, 1983).
3) KOPERASI
Koperasi dari perkataan co dan operation, yang mengandung arti bekerjasama untuk mencapai
tujuan. Oleh karena itu koperasi adalah suatu perkumpulan yang memberikan orang-orang atau
badan-badan yang memberikan kebebasan untuk masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerja
sama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan Jasmaniah para
anggotanya A(rifinal Chaniago, 1984).
Menurut undang-undang koperasi yang lama (Undang-undang Koperasi No. 12 Tahun 1967)
didefinisikan: Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial,
beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan
ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan.
a) Definisi : Sebelum lahirnya UU NO. 9 / 1995 tentang usaha kecil tidak ada persamaan definisi USK
dari berbagai instansi, seperti :
Lahirnya UU No. 9/ 1995 yang menetapkan hanya dengan pendekatna jumlah aset yakni di bawah Rp
200 juta merupakan akhir dari berbedanya definisi antar lembaga selama ini (lukman Hakim, 1996).
Kelemahannya :
Kelebihan :
(3) Pangsa pasar produk makanan dan kebutuhan sehari-hari lebih stabil
c) Perkembangan ISK
Yang sangat menentukan keberadaan atau pertumbuhan ISK, terutama IRT di negara-negara sedang
berkembang bukan hanya tingkat pembangunan atau pendapatan riil per kapita, tetapi dan terutama
ditentukan oleh distrubsi pendapatan. Selama kelompok masyarakat berpendapatan rendah masih
besar, ISK tetap diperlukan.
Ini berarti bahwa ISK masih bisa survive walau ditengah-tengah pertumbuhan Ism dan ISB yang pesat
dan menghadapi persaingan yang semakin berart dari kelompok industri tersebut dan dari barang-
barang impor. ISK dan ISB, karena ISK mempunyai segmen pasar tersendiri, yakni dari golongan
masyarakat berpendapatan rendah.
Tabel Peningkatan Output, Nilai Tambah dan Produktivitas ISK menurut Subsektor, 1986 1990
33 = kayu dan produk dari kayu termasuk alat-alat rumah tangga dari kayu
Kasus di Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam studi Saragih dan Krisnamurthi (1994)
menunjukkan bahwa pada tahun 1990 jumlah industri pengolah hasil pertanian tercatata pada
894,000 unit dan 99,7% diantaranya berskala kecil. Fakta ini menunjukkan bahwa di Idnoensia
agroindustri pada umumnya masih merupakan kegiatan ISK (catatan: tidak dijelaskan berapa besar
nilai produk atau nilai tambah ISK tersebut).
(1) Kegiatan pertanian belum memberikan dukungan optimal, karena pola produksi pertanian belum
terpusat.
a) Definisi : perusahaan kecil dan menengah ini sering digabung menjadi satu golongan, yaitu golingan
Usaka Skala Kecil Menengah (UKM).
UKM didefinisikan sebagia usaha-usaha yang memiliki aset sampai dengan Rp 200 juta meskipun
sebenarnya 90% lebih berada jauh di bawah ambang batas kategori itu, yakni memiliki aset kurang
atau sama dengan Rp 50 juta.
Dalam perspektif ini maka koperasi dan pra koperasi primer atau koperasi informal pada umumnya
dapat dimasukkan dalam kategori ini.
b) Perkembangan UKM
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), populasi UKM ini mencapai 33,45 juta unit, dan lebih dari
separuhnya bergerak di sektorp edesaan. Di pedesaan yang lazimnya diusahakan rakyat seperti
kerajinan rakyat, pertanian, perkebunan rakyat, aneka pertambangan rakyat, pertambakan dan
penggaraman rakyat.
Sektor-sektor yang lazim bergerak di perkotaan antara lain jasa perdagangan, transportasi rakyat dan
industri makanan rakyat. Disamping itu ada sektor lain yang bergerak baik di pedesaan maupun di
perkotaan, yaitu perkreditan rakyat.
Drs. Chaeruddin, Direktur Bina Program Ditjen. Aneka Industri memaparkan perkembangan UKM yang
khussu bergerak di bidang industri. Sampai akhir PJP-I, jumlah industri kecil dan menengah sekitar 2
juta unit usaha nilai produksi sebesar Rp 20 triliun atau 13,5% dari total produksi industri nasional.
Sedang nilai ekspor mencapai US$2,6 miliar atau 10% dari ekspor industri nasional.
(Chaeruddin, 1995).
Sesjarah sektor swasta di Indonesia relatif masih muda, dan hubungan antara sektor swasta dengan
pemerintah dan hubungan antara sektor swasta dengan pemerintah sesudah kemerdekaan mengalami
pasang surut. Awal tahun 1950-an pemerintah menerapkan kebijaksanaan proteksi, yang dikenal
dengan sebutan kebijaksanaan benteng.
Dalam masa Orde baru muncul para pengusaha besar keturunan yang berkembang pesat berkat usaha
patungannya dengan pemerintah atau BUMN, terutama dalam hubungannya dengan penanaman
modal asing. Ada kecenderungan parapengusaha asing terutama dari Jepang lebih suka bekerja
sama dengan para pengusaha keturunan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada dekade 1970-1980 juga telah memunculkan pengusaha besar
pribumi seperti Probosutejdo dan Sukamdani Gitosardjono, tetapi secarak eseluruhan jumlah
pengusaha keturunan yang menjadi besar jauh lebih banyak.
Munculnya banyak pengusaha keturunan yang besar dan kelompok-kelompok pengusaha lain termasuk
yang pribumi merupakan fenomena baru dalam perekonomian Indonesia. (Mubyarto, 1988).
Setelah masa deregulasi dan debirokratisasi dengan iklim keterbukaan, berbagaiperusahaan swasta
memasuki era go public. Dengan makin terbukanya informasi bisnis maka diperolehberbagai peta
struktur pasar, malahan tidak hanya monopolli dan oligopoli, tetapi kiranya telah lama lahir bentuk
konglomerasi. Dalam konglomerasi ini dapat terjadi penguasaan asset nasional yang berintegrasi
secara vertical maupun horisontal. (Nurimansyah Hasibuan, 1995).
Dunia usaha perdaganagn, transportasi, konstruksi dan properti, keuangan dan asuransi, mediamasa,
pendidikan, kesehatan dan lahan-lahan tambak ikan serta perkebunan serempak dikuasai. Dewasa ini
sekitar 200 konglomerat menguasai penjualan barang-barang dan jasa sekitar 57% dari pendapatan
nasional Indonesia.
Suatu kenyataan yang menarik adalah bahwa dalam sektor industri pengolahan Indonesia, sekitar 72%
nilai tambah diciptakan oleh industri-industri yang mempunyai struktur oligopolistik dengan
konsentrasi tinggi (Nurimansyah Hasibuan, 1995).
PDBI menyatakan bahwa 300 konglomerat Indonesia memiliki jumlah penjualan (1988) Rp 70 triliun.
Dari ruang lingkup nasional memang konglomerrat sudah mendominasi perekonomian Indonesia.
Mereka telah mencapai skala kegiatan kira-kira dua kali lipat dari APBN Indonesia 1989-1990, sekitar
Rp 36 triliun.
Di masa yang lalu, terutama masa ekonomi terpimpin Orde Lama (1959-1965) peran BUMN dalam
perekonomian Indonesia sangat dominan. BUMN melakukan kegiatan dan menguasai hampir di semua
sektor ekkonomi, seperti sektor keuangan/ perbankan, pertambangan, perkebunan, kehutanan,
industri, perdagangan, transportasi dan jasa-jasa lain. Jadi saat itu BUMN berperan sebagai penggerak
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dimasa Orde Baru peran BUMN sedikit demi sedikit mulai berkurang terutama sejak digulirkan
deregulasi-deregulasi tahun 1980-an. Pemerintah memandang sudah saatnya sektor swasta diberi
peran yang lebih besar dalam kegiatan ekonomi. Hal ini bisa kita pahami seab sejak 1982/1983 (pasca
oil boom) penerimaan pemerintah dari sumber migas terus menurun sebagai akibat terus merosotnya
harga minyak di paar internasional dari US$35 per barel (1982) sampai titik terendah US$ 9 per barel
(1986).
Maka pergeseran peran sektor BUMN kepada sektor swasta mulai terjadi sejak awal tahun 1980-an.
Nilai produksi dari industri manufaktur berdasarkan pemilikan (perusahaan) sebagai berikut : sektor
pemerintah menurun dari 25,0% (1975) menjadi 14,4% (1983): sektor swasta meningkat dari 50,7%
(1975) menjadi 56,9% (1983); sedangkan sektor (swasta) asing menurun dari 10,2% 91975) menjadi
1,5% (1983); namun patungan swasta/ asing meningkat dari 10,5% (1975) menjadi 21,1 (1983).
Jadi peran sektor swasta dan patungan swasta/ asing sejak awal tahun 1980-an menjadi dominan dan
menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi karena memberi sumbangan pada produk industri
manufaktur sebesar 78,0%. Lebih-lebih setelah terjadi proes konsentrasi ekonomi pada kelompok
swasta besar atau parakonglomerat yang menguasai 57% dari pendapatan nasional dan omzet
penjualan mereka mencapai Rp 70 triliun (dua kali lipat APBN 1989/1990).
Jumlah tenaga kerja di sektor manufaktur menurut skala usaha (dalam prosentase) berturut-turut
sebagai berikut ; ISK (Ik + IRT) sebanyak 86,0% 91974/1975); 80,6% (1979) dan 68,3% (1986), sedang
Ism dan ISB sebanyak 13,5% (1974), 19,4% (1979) dan 31,7% (1986).
Pangsa tenaga kerja pada Isk yang terdiri dari industri kecil (IK) dan Industri Rumah Tangga (IRT)
cenderung makin menurun, meskipun pada tahun 1986 masih tetap lebih besar, yaitu 68,3% di
bandingkan pangsa Ism dan ISB sebesar 31,7%. Hal ini, menurut Anderson, disebabkan karena ada
relasi negatif antar apertumbuhan ekonomi dengan perkembangan daya serap tenaga kerja ISK.
Artinya bila pertumbuhan ekonomi meningkat, maka daya serap tenaga kerja pada ISK akan menurun.
Kasus di Idnoensia adalah bahwa selam amasa Pelita I sampai Pelita III (1969-1983) pertumbuhan
ekonomi meningkat akibat adanya kenaikan harga minyak selama masa oil boom 91973-1982).
Ada dua konsep mengenai tanggung jawab sosial suatu perusahaan, yaitu :
1. Howard R. Bowen dalam bukunya Social Responsibility of the Businessman menganjurkan bahwa
perusahaan-perusahaan hendaknya mempertimbangkan dampak-dampak sosial dari keputusan yang
dibuatnya.
2. Konsep Social Responsibility, yaitu adanya perusahaan yang memiliki kemampuan untuk
mengaitkan kegiatan-kegiatan dan kebijakan-kebijakannya dengan lingkungan sosial sedemikian rupa
sehingga bermanfaat atau menguntungkan baik bagi perusahaan maupun masyarakat.
3. Adnan Putra menjelaskan bahwa pada dasarnya tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia
berkaitan dengan apa yang diamanatkan dalam GBHN, yaitu bahwa pembangunan di Indonesia
berwawasan lingkungan. Yang dimaksud pembangunan berwawasan lingkungan menurut pasal 1 butir
13 UU Lingkungan Hidup tahun 1982 adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola
sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang bekresinambungan untuk meningkatkan
mutu hidup. Dengan demikian lingkungan itu mengandung arti luas, secara dimensional mencakup
lingkungan phisik (ekologi/ekosistem) dan non phisik (budaya/ tradisi/ nilai), secara struktural
organisatorik mencakup lingkungan internal dan eksternal.
Melemahnya permintaan domestik dan berbagai kendala yang timbul dalam proses produksi sebagai
akibat dampak krisis moneter menyebabkan sebagian besar perusahaan mengurangi bahkan
menghentikan produksi, sehingga terjadi peningkatan PHK.
Berdasarkan laporan Departemen Tenaga Kerja pada tahun 1997 ada 93 perusahaan yang secara resmi
melakukan PHK terhadap 41.716 orang pekerja, 10 perusahaan dalam proses PHK terhadap 2.068
pekerja dan diperkirakan akan terjadi PHK atas 6.523 pekerja (Laporan tahunan BI 1997/1998).
Disisi pasokan tenaga kerja, jumlah angkatan kerja tahun 1997 diperkirakan mengalami peningkatan
dari 92,8 juta orang (1996) menjadi 95,5 juta orang. Dengan perkembangan tersebut, jumlah
pengangguran terbuka pada tahun 1997 meningkat sampai sekitar 7 juta orang atau 7,5% dari
angkatan kerja.
Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian pada tahun 2000, maka tingkat pengangguran
terbuka (perbandingan jumlah pengangguran terbuka terhadap jumlah angatan kerja) menurun dari
6,0% (1999) menjadi 5,9%.
Indikator Ketengakerjaan :
Indikator lain, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yaitu ratio antara jumlah angkatan kerja
terhadap penduduk usia kerja, meningkat dari 67,2% (1999) menjadi 67,7%. Hal ini berkaitan dengan
menurunnya jumlah pengangguran terbuka dan PHK cenderung menurun
Meskipun angka pengangguran menurun, jumlah orang menganggur cukup tinggi, yaitu 5,9 juta orang.
Dilihat dari tingkat pendidikannya: 62,0% SD, 16,0% SMP, 18% SMA, Diploma dan Universitas 4%.
Dalam World Competitiveness Report 1996, Indonesia erada di ranking 41 dalam hal tingkat daya
saing dari 46 negara (turun dari ranking 33 pada tahun 1995). Sedangkan untuk ASEAN lainnya
umumnya naik, yakni ranking tahun 1996 untuk Filipina (31), Thailand (30), malaysia (23) dan
Singapura (2).
Hal ini sebagai akibat masa PJP-I yang umumnya hampir bersifat total inward looking (IWL) dengan
penerapan strategi industrialisasi substitusi import (ISI) secara penuh dengan politik proteksi dan
subsidi yang mengiringinya, telah menghasilkan kinerja efisiensi produk industri dan ekonomi yang
berbiaya tinggi dengan kualitas rendah diukur oleh harga dan kualitas internasional. Dalam situasi
inefisiensi industrialisasi dan kebocoran pembangunan yang tinggi (Sumitro menyebutkan sekitar
30%), pemerintah mengandalkan solusinya dengan langkah deregulasi, swastanisasi dan
debirokratisasi secara amat lamban dalam bentuk paket-paket kebijaksanaan yang berlangsung sejak
tahun 1983 hingga tahun 1996.
Kebijakan makro antara lain melalui kebijakan kredit diharapkan akan mampu memelihara kestabilan
ekonomi dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerj baru. Sedangkan melalui
kebijakan mikro antara lain dapat meningkatkan dan memperluas akses usaha kecil dan koperasi
kepada lembaga keuangan/ perbankan, akses pasar, berupa pengenalan, pembinaan produk-produk
baru yang lebih mendekati selera pasar, atau kegiatan-kegiatan lain yang besifat produktif dari usaha
yang bersangkutan.
Bank Indonesia (BI) selain memberikan bantuan keuangan, juga memberikan bantuan teknis kepada
perbankan melaluli Proyek Pengembangan Usaha Kecil (PPUK-BI) antara lain melakukan identifikasi
peluang investasi pada semua sektor ekonomi (A. Daniel Uphadi, 1995).
1. Januari 1990 Presiden menghimbau agar koperasi hendaknya diberi saham oleh perusahaan-
perusahaan besar, sampai 25% dari total saham perusahaan.
2. 15 Mei 1996, pemerintah mencanangkan Gerakan Kemitraan Nasional, yang bertujuan menggalang
kekuatan semua pihak agar peduli dengan masalah kemitraan usaha
Selama ini kemitraan usaha lebih banyak didasarkan atas pertimbangan politik dari pada atas dasar
pertimbangan ekonomi. Dasar pertimbangan ekonomi untuk melakukan kemitraan usaha adalah
adanya keterkaitan produksi, yaitu keterkaitan produksi ke depan (forward production lingkage) atau
keterkaitan produksi ke belakang (backward production linkage).
Forward production linkage artinya hasil produksi (output) dari UKM dibeli (dipakai) oleh USB untuk
diproses menjadi finish goods. Backward production linkage artinya input (bahan baku) UKM diperoleh
atau dibeli dari USB.
Armia, Chairuman, Perlukah BUMN Dipertahankan?, Harian KOMpas 5,6,7 Oktober 1989 (dalam Pandji
Anoraga, 1995).
Anoraga, Pandji, BUMN, Swasta danm Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi, PT. Duta Pustaka Jaya, Jakarta, 1995.
Soedarsono, Pengantar Ekonomi Mikro, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial,
Jakarta, 1983.
Hakim, Lukman, Daya Saing Perekonomian Idnoensia Menyongsong Era Pasar Bebas, Diterbitkan dalam rangka
Dies Natalis Universitas Trisakti ke-31, Media Ekonomi Publishing (MEP)..
Masyhud, Mudaris Ali, Usaha Kecil Menengah Menyongsong Era Perdagangan Bebas, Harian Kompas, Januari
1995.
Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 1988.
Hasibuan, Nurimansyah, Struktur Pasar Di Indonesia, Oligopoli dan Monopoli, Media Ekonomi, Fakultas Ekonomi
Universitas Trisakti, Volo. 3 No. 1, Januari 1995.
Swasono, Sri Edi, Pelaku Ekonomi dan Pendekatan Pembangunan, Harian Pelita, 26 Juni 1990 (dalam Pandji
Anoraga, 1996).
Sumodiningrat, Gunawan, Pemerataan Pembangunan, Makalah pada Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia Ke-CI di Bandung, 22 25 Agustus, 1990.
Hermawan, Asep, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Negara Berkembang, Media Ekonomi, Fakultas Ekonomi
Universitas Trisakti, Vol. 3, No. 1, Januari 1995.
Damanhuri, Didin S., Reformasi Ekonomi Indonesia dalam Masa Transisi, dari Inward ke Outward Looking
Strategy, dala
Uphadi, Daniel A., Pemberdayaan Kinerja Usaha Kecil dan Menengah, Harian Suara Pembaruan, 18 Juli 1995.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................................ 2
1.3 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat .......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) .......................................................... 3
2.2 Ciri ciri BUMN ........................................................................................................... 4
2.3 Maksud dan tujuan dari BUMN .................................................................................... 5
2.4 Visi dan misi BUMN...................................................................................................... 5
2.5 Prinsip dalam pengelolaan BUMN ................................................................................ 6
2.6 Kelebihan dan kekurangan BUMN ............................................................................... 6
2.7 Peranan BUMN terhadap peningkatan rakyat ............................................................... 7
2.8 Bentuk bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ................................................. 7
2.9 Pendirian, pengurus, dan pengawasan BUMN ............................................................. 11
BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 13
3.1 Simpulan ....................................................................................................................... 13
3.2 Saran ............................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 14
LAMPIRAN...................................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tak banyak diperdebatkan bahwa industri merupakan tulang punggung perindustrian,
sehingga terkadang pembangunan ekonomi identik dengan industrialisasi. Yang sering menjadi
permasalahan adalah bagaimana proses industrialisasi dilaksanakan serta jenis industri apakah
yang harus dipilih oleh suatu negara. Industri kecil dan menengah, dimana sebagian besar
masyarakat terlibat di dalamnya, mengalami marginalisasi bahkan kehancuran. Di sisi lain,
industri besar dengan konglomeratisasinya ternyata memiliki kinerja ekonomi yang buruk,
sehingga perannya dalam perekonomian dipertanyakan.
Peran pemerintah yang diimplementasikan melalui BUMN ternyata tidak optimal.
Bahkan, seringkali BUMN justru menjadi tanggungan ekonomi-politik dari pengusaha.
Investasi pemerintah dalam manajemen BUMN merupakan kasus biasa di Indonesia, terutama
menyangkut pembagian peran antara pemerintah, swasta dan koperasi.
Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau
seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa
perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Pada
beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan perubahan mendasar pada
kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya
bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Sejak tahun
2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang
dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.
BUMN berkembang dengan monopoli atau peraturan khusus yang bertentangan
dengan semangat persaingan usaha sehat (UU no. 5 tahun 1999), tidak jarang BUMN bertindak
selaku pelaku bisnis sekaligus sebagai regulator. BUMN kerap menjadi sumber korupsi, yang
lazim dikenal sebagai sapi perahan bagi oknum pejabat atau partai. Pasca krisis moneter 1998,
pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat.
Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari BUMN. Sebagai akibatnya, banyak BUMN yang
terancam gulung tikar, tetapi beberapa BUMN lain berhasil memperkokoh posisi bisnisnya.
Dengan mengelola berbagai produksi BUMN,pemerintah mempunyai tujuan untuk mencegah
monopoli pasar atas barang dan jasa publik oleh perusahaan swasta yang kuat. Karena,apabila
terjadi monopoli pasar atas barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak,maka
dapat dipastikan bahwa rakyat kecil yang akan menjadi korban sebagai akibat dari tingkat harga
yang cenderung meningkat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas Ekonomi
mengenai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
1.3 Rumusan Masalah
a) Apa pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)?
b) Apa ciri ciri BUMN?
c) Apa maksud dan tujuan dari BUMN?
d) Bagaimana visi dan misi BUMN?
e) Apa prinsip dalam pengelolaan BUMN?
f) Apa kelebihan dan kekurangan BUMN?
g) Apa peranan BUMN terhadap peningkatan rakyat?
h) Apa saja bentuk bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN)?
i) Bagaiman pendirian, pengurus, dan pengawasan BUMN?
1.4 Manfaat
a) Dengan penulisan makalah ini dapat menambah wawasan mengenai pelajaran Ekonomi,
terutama tentang BUMN.
b) Dapat mengetahui pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
c) Dapat mengetahui maksud dan tujuan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
d) Dapat mengetahui visi dan misi dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
e) Dapat mengetahui prinsip prinsip dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
f) Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan BUMN?
g) Dapat mengetahui apa peranan BUMN terhadap peningkatan rakyat.
h) Dapat mengetahui bentuk bentuk dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
i) Dapat mengetahui pendirian, pengurus, dan pengawasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
BAB II
PEMBAHASAN
Sama seperti Perjan, perum di kelola oleh negara dengan status pegawainya sebagai
Pegawai Negeri. Namun perusahaan masih merugi meskipun status Perjan diubah menjadi
Perum, sehingga pemerintah terpaksa menjual sebagian saham Perum tersebut
kepada publik (go public) dan statusnya diubah menjadi persero.
Contoh Perum diantaranya Perum Pegadaian (Perusahaan Umum Pengadaian), Perum
DAMRI (Perusahaan Umum Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia), Perum
Jasatirta, Perum Peruri, Perum Perumnas, Perum Balai Pustaka, dll.
c) Perseroan
Perusahaan perseroan (perseroan) adalah perusahaan negara yang modalnya berbentuk
saham dan sebagian dari modal tersebut milik negara. Perseroan bergerak pada bidang usaha
dengan tujuan memperoleh keuntungan. Perangkat perseroan terdiri dari RUPS, direksi, dan
komisaris. Contoh perseroan milik negara yaitu PT PLN, PT Pos Indonesia, PT Kereta Api
Indonesia, PT Telkom, dan sebagainya.
Tujuan pendirian perseroan adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan barang atau jasa yang bermutu dan berdaya saing kuat.
2. Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Ciri-ciri Perseroan adalah sebagai berikut :
1. Berusaha mendapatkan keuntungan atau laba.
2. Karyawan berstatus sebagai pegawai swasta.
3. Status hukumnya sebagai hukum perdata, berbentuk perseroan terbatas (PT).
4. Modal berasal dari kekayaan negara dan dari saham dibeli negara.
5. Perseroan tidak mendapatkan fasilitas negara.
6. Dipimpin oleh dewan direksi.
7. Peranan pemerintah adalah sebagai pemegang sebagian besar atau seluruh saham
perusahaan.
8. Hubungan usaha perseroan diatur menurut hukum perdata.
Kepengurusan Persero terdiri atas:
RUPS
Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ Persero
yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang segala wewenang yang
tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal
seluruh saham Persero dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada
Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
Direksi
Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS. Dalam hal ini Menteri
bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri.
Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.
Komisaris
Pengangkatan dan pemberhentian Komisaris dilakukan oleh RUPS. Dalam hal Menteri
bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Komisaris ditetapkan oleh Menteri.
Masa jabatan anggota Komisaris ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk
1 (satu) kali masa jabatan. Komisaris bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan
kepengurusan Persero serta memberikan nasihat kepada Direksi.
b) Pengurusan BUMN
Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi. Direksi adalah organ BUMN yang
bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta
mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan. Direksi bertanggung jawab penuh
atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di
dalam maupun di luar pengadilan. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus
mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib
melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.
c) Pengawasan BUMN
Pengawasan BUMN dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas. Komisaris adalah
organ Persero yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi
dalam menjalankan kegiatan pengurusan Persero. Sedangkan Dewan Pengawas adalah organ
Perum yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam
menjalankan kegiatan pengurusan Perum. Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggung jawab
penuh atas pengawasan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN. Dalam melaksanakan
tugasnya, Komisaris dan Dewan Pengawas harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan
ketentuan peraturan perundangundangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip
profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta
kewajaran.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa Perjan, Perum, dan Perseroan
adalah bentuk-bentuk badan usaha dari BUMN yang merupakan badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan, memiliki tujuan umum yaitu untuk memajukan
kesejahteraan rakyat. Landasan hukum pendirian BUMN adalah Undang-Undang Dasar 1945
pasal 33 ayat (2) dan ayat (3).
Dan karena tujuan dan sumber pendanaan BUMN ini maka pengelolaan BUMN tidak bisa
dilakukan secara sembarangan. Dan karena itu ditetapkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 45
tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan,dan Pengawasan BUMN.Dengan adanya Peraturan
Pemerintah ini maka dalam rangka pengelolaan BUMN tidak boleh menyalahi aturan
yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut begitu juga aturan hukum yang
mengatur tentang BUMN ini.
3.2 Saran
Berdasarkan atas apa yang kami tulis dalam karya tulis dalam sebuah makalah yang
berjudul Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini kami selaku penulis berharap memberi
pemahaman bagi segenap pembaca sehingga dapat menambah wawasan bagi para pembaca
terlebih lagi pada penulis sendiri.
Hanya sampai disinilah kemampuan kami dalam membahas Badan Usaha Milik
Negara. Semoga karya tulis ini memberikan manfaat pada penulis dan para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Viva Pakarindo, LKS Ekonomi Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial/Kelas XI Semester 2
untuk SMA/MA
http://rodlial.blogspot.co.id/2014/02/makalah-bumn-bums-koperasi.html
http://muhammad-toha93.blogspot.co.id/2014/04/makalah-bumn.html
LAMPIRAN
Contoh Badan Umum Milik Negara (BUMN) :
Pertamina
Bank Indonesia
PLN
BUMN
BAB I
PENDAHULUAN
Keberadaan Perusahaan Negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu
pilar perekonomian Indonesia, didasarkan kepada penggarisan UUD 1945, disamping keberadaan
usaha swasta dan koperasi.Keterlibatan Negara dalam kegiatan tersebut pada dasarnya
merupakan pencerminan dari substansi Pasal 33 UU itu, yang menyatakan bahwa Cabang-
cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh Negara (ayat 2).Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (ayat 3).
Salah satu perwujudan dari pasal tersebut adalah bahwa Negara melalui satuan atau unit-unit
usahanya yaitu BUMN, melakukan kegiatan usaha yang menghasilkan barang atau jasa serta
mengelola sumber-sumber alam untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas.Dengan demikian,
karena menyangkut kepentingan masyarakat luas, BUMN mempunyai peran yang menentukan
dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya dibidang perekonomian.
Mengingat peran BUMN adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya
dibidang perekonomian, maka kebijaksanaan pemerintah dalam pembinaan BUMN disesuaikan
dengan kebijaksanaan nasional.Sebagai Negara yang manganut paham ekonomi terbuka,
perkonomian nasional tidak terlepas dari pengaruh perekonomian dunia yang berkembang sangat
pesat. Konsekuensinya adalah kebijaksanaan pembinaan BUMN senantiasa mengalami
penyesuaian-penyesuaian mengikuti kondisi dan perkembangan perekonomian nasional
Dalam melaksanakan perannya sebagai unit usaha maupun sebagai wahana pembangunan,
dalam beberapa tahun terakhir ini BUMN telah memberi kontribusi yang cukup besar bagi
pembangunan nasional. Hal ini dapat diketahui dari kenaikan penerimaan Negara sebagaimana
terlihat dalam APBN yang berupa penerimaan bukan pajak yaitu deviden berupa dana
pembangunan semesta dan bagian laba pemerintah.
1.1. Latar Belakang
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perusahaan publik yang memberi sumbangan
bagi perkembangan ekonomi/pendapatan negara, perintis kegiatan usaha dan penunjang
kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.Selain itu, BUMN juga merupakan
alat untuk memupuk keuntungan. BUMN dalam hal ini terdiri dari beberapa bentuk seperti
Persero, Perjan dan Perum. Dengan demikian fungsi dan peranan BUMN ini sangat besar dalam
menjaga stabilitas ekonomi negara dan dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah termasuk
lingkungan politik negara.
Oleh sebab itu, latar belakang dan perkembangannya tidak terlepas regulasi yang dibuat dan
dijalankan oleh pemerintah. Demikianlah yang akan disaji dalam makalah ini pada bab-bab
selanjutnya.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun masalahan yang ingin diketahui dan merupakan kajian dari makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana sejarah perkembangan BUMN di Indonesia
2. Peran BUMN dalam perekonomian Indonesia
3. Bagaimana bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara yang ada saat ini.
4. Bagaimana ciri-ciri dari masing-masing BUMN
5. Visi dan Misi yang Diemban Kepada BUMN
6. Apakah tugas dan fungsi serta peranan BUMN dalam kegiatan perekonomian nasional dan
daerah
1.3. Tujuan
1. Mendeskripsikan sejarah perkembangan Badan Usaha Milik Negara
2. Mengklasifikasikan peranan dari masing-masing Badan Usaha Milik Negara
3. Mendeskripsikan bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara
4. Penyajian tentang fungsi, peranan dan ciri-ciri serta regulasi yang mengawasi BUMN
5. Menjelaskan tugas pokok dan misi yang di emban kepada BUMN
BAB II
PEMBAHASAN
Defenisi lain mengenai BUMN adalah karena BUMN itu merupakan public enterprise. Dengan
demikian, BUMN mencakup dua elemen esensial yaitu: Pemerintah (public) dan bisnis
(enterprise. Dengan defenisi itu maka BUMN tidaklah murni pemerintah 100% dan tidak juga
swasta 100% tetapi BUMN dapat dikatakan sebagai perusahaan negara yang diwiraswastakan.
Perusahaan negara atau Badan Usaha Milik Negara yang ada saat ini terdiri dari tiga bentuk
yaitu:
1) Perusahaan Jawatan (Perjan)
Menurut UU No. 9 tahun 1969 Perjan adalah perusahaan negara yang didirikan dan diatur
dengan ketentuan-ketentuan yang termasuk dalam Indische Bedrijven Wet (IBW).
Ciri-ciri Perjan:
dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggungjawab kepada menteri atau direktur jenderal
berkedudukan serendah-rendahnya setingkat dengan direktorat.
Melakukan tugas-tugas perusahaan sekaligus tugas pemerintahan yang tercermain dalam
susunan organisasi departemen.
Modal permulaan dan mutasi modal lainnya tercermin dalam APBN. Modal merupakan
kekayaan negara yang tidak dipisahkan hasil-hasil perusahaan harus nampak dalam APBN.
Barang dan jasa yang dihasilkan merupakan kewajiban pemerintah dalam rangka
pelayanan masyarakat.
Pegawai Perjan merupakan pegawai negeri yang disesuaikan dengan kemampuan
perusahaan.
2) Perusahaan Umum (Permum)
Menurut Inpres No. 17 Th. 1967 Perum dipimpin oleh direksi yang bertanggung jawab kepada
menteri yang bersangkutan.Seperti Perum Pegadaian, Perum Bulog, BI, Bank Mandiri, BRI,
BNI, etc.
Ciri-ciri Perum:
Pendirian diusulkan oleh menteri kepada presiden disertai dasar pertimbangan setelah dikaji
bersama antara menteri teknis dan menkeu.
perusahaan negara berdasarkan Perpu No. 19 tahun 1960
dipimpin oleh direksi yang bertanggung jawab kepada menteri yang bersangkutan
(sekarang bertanggung jawab kepada Menteri BUMN).
Modal perusahaan seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Modal tidak terbagi dalam bentuk saham.
Status dan penghasilan pegawai diatur sendiri dengan perturan pemerintah diluar
ketentuan-ketentuan bagi pegawai negeri.
Melayani kepetingan umum dan bergerak di bidang yang dianggap vital oleh pemerintah.
Maksud dan tujuan adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan
umum berupa penyediaan barang atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau
oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
3) Perusahaan Perseroan (Persero)
Menurut UU No. 9 Th. 1969 dan PP No. 24 Th. 1972, Persero adalah perusahaan negara
dalam bentuk Perseroan Terbatas seperti diatur menurut ketentuan-ketentuan Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang dan ditambah yang saham-sahamnya baik sebagian atau seluruhnya
dimiliki oleh negara. Seperti PT. KAI, PT. Pelni, PT. Semen Gresik, PT. Telkom, etc.
Ciri-ciri Persero:
Pendirian diusulkan oleh menteri kepada presiden disertai dasar pertimbangan setelah dikaji
bersama antara menteri teknis dan menkeu.
Melakukan kegiatan perusahaan yang bisa dilakukan swasta dan bukan semata-mata
menjadi tugas pemerintah.
Status pegawai perusahaan swasta biasa
Modal usaha dipisahkan dalam bentuk saham dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Modal campuran antara swasta dan negara.
Maksud dan tujuan adalah menyediakan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya
saing kuat serta mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Pengelompokan ketiga perusahaan negara di atas sesuai dengan rekomendasi Tim Pembantu
Presiden untuk penertiban aparatur/administrasi pemerintahan dan ekonomi negara dalam
rangka penyempurnaan administrasi negara yang menyeluruh. Rekomendasi tim ini ditegaskan
melalui Instruksi Presiden Nomor 17 tahun 1967 bahwa bentuk perusahaan daerah terdiri dari
Perjan, Perum dan Persero sebagai bentuk perusahaan negara dikeluarkan peraturan
pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 tahun 1969. yang kemudian
ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 19 tahun 1969.
Perpu Nomor 1 tahun 1969 mengkategorikan perusahaan negara dengan landasan sebagai
berikut:
1) Semua perusahaan yang dirikan dan diatur menurut ketentuan Internasional Bussiness
Machines (IBM) kemudian dinamakan Perjan.
2) Semua perusahaan berbentuk perseroan terbatas yang diatur menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Daganga (KUHD) baik yang saham-sahamnya untuk keseluruhan maupun
untuk sebagian dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan; perusahaan ini
disebut Persero.
3) Semua perusahaan yang modal keseluruhannya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara
dipisahkan dan tidak dibagi atas saham-saham yang didirikan dan diatur berdasarkan
ketentuan-ketentuan Perpu nomor 19 tahun 1960; perusahaan ini disebut Perum.
Sampai dengan tahun 2001, ketiga perusahaan negara masih tetap eksis dengan dikeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 tentang pengalihan Kedudukan, Tugas dan
Kewenangan menteri keuangan mewakili pemerintah selaku:
1) Pemegang saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagaimana yang telah
diatur dalam PP No. 12 tahun 1989 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perseroan
Terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh negara RI.
2) Wakil Pemerintah pada Perusahaan Umum (Perum) sebagaimana diatur dalam PP No. 13
tahun 1989 tentang Perusahaan Umum (Perum).
3) Pembina Keuangan pada Perusahaan Jawatan (Perjan) sebagaimana diatur dalam PP
No. 6 tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan (Perjan); dialihkan kepada Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara.
"Menjadikan BUMN sebagai badan usaha yang tangguh dalam persaingan global dan mampu
memenuhi harapan yang diinginkan"
Memperhatikan kondisi objektif BUMN selama ini, maka Misi BUMN adalah sebagai berikut :
Melaksanakan reformasi dalam ruang lingkup budaya kerja, strategi, dan pengelolaan
usaha untuk mewujudkan profesionalisme dengan berlandaskan kepada prinsip-prinsip Good
Corporate Governance di dalam pengelolaan BUMN.
Meningkatkan nilai perusahaan dengan melakukan restrukturisasi, privatisasi dan
kerjasama usaha antar BUMN berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
Meningkatkan daya saing melalui inovasi dan peningkatan efisiensi untuk dapat
menyediakan produk barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang kompetitif serta
pelayanan yang bermutu tinggi.
Meningkatkan kontribusi BUMN kepada negara.
Meningkatkan peran BUMN dalam kepedulian terhadap lingkungan (community
development) dan pembinaan koperasi, usaha kecil dan menengah dalam program kemitraan.
Menjaga integrasi nasional dan menjaga keseimbangan roda pembangunan.
Menjadikan BUMN sebagai alat untuk mensejahterakan masyarakat secara tidak langsung.
Artinya, peran BUMN dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dilakukan dalam bentuk
keterlibatan sebagai pengumpul modal untuk mensejahterakan masyarakat melalui proses
panjang
BAB III
PENUTUP
Jika BUMN banyak yang merugi sehingga kita menyetujui peluncuran kebijakan dan program-
program privatisasi, kita perlu bersikap kritis pada program-program privatisasi dewasa ini yang
lebih ditujukan pada pengumpulan dana untuk sekedar menutup defisit APBN. Defisit APBN
yang besar tidak seharusnya kita terima sebagai data.Kita dapat berusaha keras menekan
defisit tersebut melalui pembatalan program-program penalangan utang perusahaan eks-
konglomerat yang sudah sangat berlebihan.Program rekapitalisasi perbankan harus dianggap
sebagai sisa-sisa kebijakan program pemihakan pada konglomerat yang keliru dan yang harus
dikoreksi.Dan tidak pada tempatnya, serta sangat tidak adil, rakyat melalui defisit APBN
menanggung beban program pemihakan yang keliru tersebut.
BUMN memang tidak mutlak keberadaanya dalam sistem perekonomian Indonesia.Pasal 33
UUD 1945 tidak memerintahkan pembentukan BUMN.Namun program privatisasi yang kini
berjalan juga tidak seharusnya dipaksakan jika jelas-jelas berakibat memperlemah daya tahan
ekonomi nasional dalam jangka panjang.Privatisasi dalam rangka globalisasi adalah
berbahaya, penuh resiko, dan mahal, bagi negara berkembang seperti Indonesia.
3.1. Kesimpulan
BUMN memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun agar peran
tersebut bisa lebih maksimal, BUMN harus memebuhi syarat-syarat berikut;
Dikelola berdasarkan prinsip dan kultur korporasi (badan usaha yang sah) yang sehat;
Dikelola oleh manajemen profesional, integritas dan leadership yang kuat, serta memiliki
kemampuan bisnis yang tinggi. Untuk itu pola rekrutmen dan pola remunerasi (penghargaan
atas jasa) harus dikembangkan sesuai dengan standar korporasi;
Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik , secara konsisten dan
berkesinambungan;
Mampu terus menciptakan nilai tambah dan inovasi;
Siap bersaing di era kompetisi global, dan memiliki kemampuan untuk survive dalam segala
kondisi;
Memiliki tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility), baik dalam hal kepedulian
terhadap lingkungan hid up, pengentasan problem masyarakat sekitar, dan pengembangan
pengusaha kecil.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pengelolaan BUMN membutuhkan keterlibatan
yang aktif dari semua pihak, baik Pemerintah, manajemen BUMN, karyawan BUMN, akademisi,
parlemen, dan masyarakat luas yang memiliki per-hatian terhadap BUMN. Karena itu, marilah
bersama-sama kita pikirkan dan pantau bersama pengelolaan BUMN ini, untuk dapat
memberikan hasil yang seoptimal mungkin bagi masyarakat dan negara ini.
Demikian kami sampaikan, mari kita berjuang dalam kapasitas kita masing-masing, untuk
Indonesia yang lebih baik.
3.2. Saran
Dalam penyajian materi dalam makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dan kelemahan baik dari struktur penulisan maupun penyajian materinya.Karena itu, dengan
tangan terbuka kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak.Dan untuk itu kami ucapkan terima kasih kiranya Tuhan memberkati kita.
DAFTAR PUSTAKA
Akadun M.Pd. . 2007. Administrasi Perusahaan Negara. Bandung: Alfabeta.
Westra, Pariata. 2002. Perusahaan Negara. Jogya: Gajah Mada University.
Anoraga, Pandji, S.E., M.E. 1994. BUMN, Swasta dan Koperasi. Semarang: Pustaka Jaya
Nurdin, Bahri. 1997. Pembangunan Modal Bergulir, Koperasi melalui pemupukan SHU
milik anggota. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Jatmiko, RD. 2004. Pengantar Bisnis. Jakarta: UMM Press.
Mubyarto. Jurnal Ekonomi Rakyat.