Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH EKONOMI PEMBANGUNAN

“Masalah-masalah Pembangunan Ekonomi”


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Pembangunan

Dosen Pengampu :
Rahmawaty Arifiani, SE., MM

Disusun Oleh :
Albian Haikal
Armanita Putri
Eni Nuraeni
Neng Sukoh Marwiyah
Restikawati
Tiara Aulia Suswanti

MB PAGI C

MANAJEMEN BISNIS
STIEB PERDANA MANDIRI PURWAKARTA
Jalan Veteran nomor 100 Purwakarta

i
KATAPENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang
berjudul “Masalah-masalah Pembangunan Ekonomi”. Dari makalah ini semoga
dapat memberikan informasi kepada kita semua betapa krusialnya permasalahan
dalam pembangunan ekonomi suatu negara.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada Ibu Rahma selaku
dosen mata kuliah Ekonomi Pembangunan, dan semua pihak yang telah
membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami
menyadari atas kekurangan kemampuan kami dalam pembuatan makalah ini,
sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila mendapatkan
kritikan dan saran yang membangun agar makalah ini selanjutnya lebih baik dan
sempurna serta komprehensif.
Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak dan menjadi pembelajaran khususnya bagi mahasiswa/i jurusan
manajemen bisnis.
Purwakarta, 15 Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

1 BAB I...............................................................................................................1

1.1 Latar belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2

2 BAB II..............................................................................................................3

2.1 Masalah-masalah Pembangunan Ekonomi................................................3

2.1.1 Tekanan Penduduk.............................................................................3

2.1.2 Tanah..................................................................................................3

2.1.3 Pembangunan Masyarakat Desa.......................................................3

2.1.4 Tabungan dalam negeri......................................................................7

2.1.5 Kewiraswastaan.................................................................................7

2.1.6 Prioritas pembangunan.......................................................................7

3 BAB III............................................................................................................8

3.1 Kesimpulan................................................................................................8

3.2 Saran..........................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................9

ii
1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pada dasarnya, tujuan dari suatu negara melaksanakan
pembangunan adalah untuk mengatasi atau keluar dari masalah-masalah
yang selama ini dihadapi.
Adam Smith dalam Suryana (2010), pembangunan merupakan
proses pendapatan dua aspek utama, yaitu pertumbuhan Output total dan
pertumbuhan penduduk.
Michael Todaro dalam suryana (2010), pembangunan diartikan
sebagai proses dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar
dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang terbiasa, dan lembaga
nasional termasuk pula percepatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi,
pengurangan kesenjangan, dan pemberantasan kemiskinan absolut.
Sadono Sukirno (2011), pembangunan ekonomi adalah
pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur dan
corak kegiatan ekonomi.
Kinanti Geminastiti (2016) menyatakan bahwa Pembangunan
Ekonomi merupakan pekerjaan rumah yang begitu besar bagi pemerintah.
Dalam prosesnya, hal itu membutuhkan sebuah perencanaan yang matang
agar pembangunan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan dalam pendapatan
total dan pendapatan perkapita dengan menghitung adanya pertambahan
jumlah angka penduduk yang disertai dengan adanya perubahan mendasar
dalam struktur ekonomi (fundamental).
Pembangunan ekonomi sangat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Maka dari itu, apabila pembangunan ekonomi pada suatu negara tidak
berjalan atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka akan sangat
2

berpengaruh terhadap jalannya pertumbuhan ekonomi pada negara tersebut.


Pada makalah yang penulis buat ini akan membahas tentang masalah
pembangunan ekonomi yang dialami oleh negara berkembang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana masalah ekonomi pembangunan terkait tekanan penduduk ?
2. Bagaimana masalah ekonomi pembangunan terkait tanah ?
3. Bagaimana masalah ekonomi pembangunan terkait pembangunan
masyarakat desa ?
4. Bagaimana masalah ekonomi pembangunan terkait tabungan dalam
negeri ?
5. Bagaimana prioritas pembangunan ekonomi di Jawa Barat ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk membahas
masalah-masalah pembangunan ekonomi terkait dengan faktor-faktor
permalasahannya
2 BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Masalah-masalah Pembangunan Ekonomi


2.1.1 Tekanan Penduduk
Pada saat ini jumlah populasi manusia di dunia meningkat pesat
dihitung dari tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah populasi ini
juga ternyata memengaruhi berbagai aspek seperti pembangunan ekonomi
di negara-negara di berbagai belahan di dunia sebagai contoh yang konkrit
saat ini. Pembangunan ekonomi akibat pertumbuhan penduduk ini
memberi dampak yang berbeda-beda terhadap negara maju dan negara
terbelakang serta berbagai aspek yang ditinjau terhadapnya terutama
masalah standar kehidupan.
Pertumbuhan penduduk di negara maju memberikan dampak yang
positif. Hal ini bisa diambil contoh dari Eropa barat yang ternyata
pertumbuhan penduduknya justru mempercepat proses industrialisasi.
Pertumbuhan penduduk membantu ekonomi negara tersebut karena
mereka sudah makmur, mempunyai modal melimpah sedangkan buruhnya
kurang. Di negara seperti itu, kurva penawaran buruh pada sector industry
bersifat elastis sehingga tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi
bagaimanapun justru akan menaikkan produktivitas. Kenyataannya
kenaikan jumlah penduduk menghasilkan kenaikan GNP (Gross National
Product) yang lebih tinggi ketimbang sekedar proporsional.
Akan tetapi, pada negara terbelakang pertumbuhan penduduk ini
memberikan dampak yang menghambat pembangunan ekonomi karena
kondisi yang berlaku sangatlah berbeda dengan kondisi pada negara maju.
Ekonomi pada negara terbelakang misikin, modal-modal di negara ini
juga kurang, sedangkan buruhnya melimpah. Pertumbuhan penduduk yang
cepat juga memperberat tekanan pada lahan dan mengakibatkan
pengangguran. Belum lagi masalah penyediaan pangan yang sangat
4

banyak. Bahkan kebutuhan untuk menyediakan prasarana kepada rakyat


cenderung mengalihkan pengeluaran negara dari aktiva produktif.
Penduduk dan standar kehidupan. Hal ini merupakan salah satu
factor yang berpengaruh dalam pembangunnan ekomi dikarenakan hal ini
berkaitan dengan pendapatan per kapita yang nantinya akan menentukan
standar hidup seseorang. Penduduk yang meningkat dengan cepat
menyebabkan permkintaan akan sandang, pangan dan papan dan
sebagainya menjadi meningkat.tetapi penawaran barang-barang ini tidak
dapat ditingkatkan dalam jangka waktu pendek lantaran kuranganya factor
pendukung seperti bahan mentah, buruh terlatih, modal dan sebagainya.
Biaya dan harga barang-barang tersebut naik, sehingga biaya hidup rakyat
menjadi lebih mahal. Akibatnya standar kehidupan yang sudah rendah itu
menjadi makin rendah. Kemiskinan membiakkan bilangan besar anak-anak
yang justru semakin memperburuk standar kehidupan penduduk.
Lingkaran setan antara kemiskinan dan standar kehidupan yang rendah ini
berjalan terus semakin membelit. Akan tetapi menurut Hirschman,
“Tekanan penduduk pada standar kehidupan melahirkan tekanan balik,
d.h.i melahirkan kegiatan yang dirancang untuk mempertahankan
lingkungannya dan untk mengorganisasikan ddirinya sendiri menjadi
semakin baik”. Colin Clark juga mengatakan hal yang sama bahwa
pertumbuhan penduduk membawa kesulitan ekonomi bagi masyarakat
yang hidup dengan metode tradisional; tetapi dengan tenaga yang cukup
kuat masyarakat mampu mengubah metode mereka, dan dalam jangka
panjang akan beralih menjadi masyarakat yang jauh lebih maju dan
produktuf. Kita tidak setuju dengan pendapat Hirschman dan Colin Clark
bahwa tekanan penduduk yang menyebabkan menurunnya standar
kehidupan mereka. Tidak ada bukti yang mendukung pandangan tersebut
terutama dalam kaitannya dengan negara terbelakang. Jadi akibat
pertumbuhan penduduk adalah menurunkan standar kehidupan.
5

Dari hal-hal yang telah dibahas diatas dapat disimpulkan bahwa


pertumbuhan penduduk merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam
pembangunan ekonomi. Pertumbuhan penduduk ini juga memberika
masing-masing dampak yang ditimbulkan apabila hal tersebut terjadi di
negara berkembang terbelakang dan di negara maju.
2.1.2 Tanah
2.1.2.1 Pengertian Tanah
Tanah arti lahan (site) adalah permukaan daratan dengan kekayaan
benda padat, cair, dan gas, sedangkan tanah (soil) yang dimaksudkan
dalam hal ini ialah benda yang berwujud padat, cair, dan gas yang tersusun
oleh bahan organik dan anorganik yang terdapat dalam tanah. Tanah
banyak dijadikan sebagai barang investasi yang menguntungkan dan
sekaligus mendorong untuk melakukan spekulasi karena di satu aspek
ketersediaan lahan tersebut, sedangkan di aspek lain permintaan akan
lahan semakin bertambah terus, sehingga mengakibatkan nilai tanah
menjadi mahal terutama bila berdekatan dengan pusat-pusat kota.
Tanah memiliki kekuatan ekonomis dimana nilai atau harga tanah
sangat tergantung pada penawaran dan permintaan. Dalam jangka pendek
penawaran dangat inelastis, ini berarti harga tanah pada wilayah tertentu
akan bergantung pada faktor permintaan, seperti kepadatan penduduk, dan
tingkat pertumbuhannya, tingkat kesempatan kerja dan tingkat pendapatan
masyarakat, serta kapasitas sistem trasportasi dan tingkat suku bunga
(eckert 1990: 151-180)
2.1.2.2 Teori Permintaan Tanah
Model teori permintaan tanah pertama kali dikembangkan Von
Thunen (1826) merupakan suatu model sewa tanah pada sektor pertanian
yang menyatakan bahwa ada sebuah tempat sentral (kota) dengan
dikelilingi oleh daratan luas, dimana kebutuhan makanan untuk kota
tersebut disediakan oleh daerah-daerah di sekitarnya.

Anggapan-anggapan yang dipakai oleh model ini adalah :


6

1. Hanya ada satu kota yang tidak mempunyai dan tidak


cukup untuk pertanian.
2. Tanah sekitar perkotaan hanya digunakan untuk pertanian
dan mempunyai kurva penawaran yang inelastis sempurna.
3. Biaya transportasi proporsional terhadap jarak dari kota.
4. Produksi pertanian mempunyai hasil yang tetap.
2.1.2.3 Teori Lokasi Perumahan
Pada teori lokasi perumahan, asumsi yang dipakai ialah :
1. Setiap lokasi perumahan homogen (site homogenity)
2. Kota hanya mempunyai satu tempat sentral (monocromic
city)
Dalam model ini dijelaskan bahwa adanya trade off dalam
mencapai lokasi perumahan dari pusat kota dan sebaliknya dengan
kebutuhan akan ruangan perumahan sehingga menimbulkan adanya
keinginan untuk memilih lokasi perumahan yang tepat dari masing-
masing rumah tangga. Asumsi homogen lokasi diartikan bahwa
eksternalitas lingkungan. (Goldberg and Chinloy 1984:26-27)
2.1.2.4 Pendekatan Penilaian Tanah
Penelitian properti merupakan suatu proses penentuan nilai, baik
nilai pasar, nilai asuransi atau jenis nilai lainnya, dari suatu properti pada
suatu tanggal penilaian tertentu. Penentuan nilai suatu properti menurut
American Institut of Real Estate Appraiser dapat dilakukan melalui tiga
pendekatan, yaitu pendekatan perbandingan data pasar,pendekatan biaya,
dan pendekatan pendapatan. Dalam kaitannya dengan
penginventarisasian dan penilaian tanah-tanah dan bangunan yang berdiri
diatasnya ini akan digunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan
perbandingan data pasar, pendekatan biaya, dan pendekatan pendapatan.
2.1.2.5 Ekonomi Tanah
Dalam teori ini, nilai ekonomis lahan akan semakin tinggi jika
lokasinya semakin mendekati kawasan pusat kota. Karena pada
umumnya semakin mendekati kawasan pusat kota akan semakin tinggi
7

tingkat kemudahan prasarananya, sehingga semakin strategis dan


produktif nilai lahan tersebut. Hal ini terjadi karena segala kemudahan
relatif semakin berkurang dengan lokasi semakin mengarah kepinggiran
kota. Sekalipun dari segi kemampuan kualitas lahan semakin tinggi.
Dengan upaya-upaya peningkatan kemudahan seperti pemmmbangunan
jalan atau prasarana lainnya, maka harga lahan tersebut semakin naik.
2.1.2.6 Teori Pemanfaatan Tanah
Menurut Levy (1985:64) secara umum terdapat tiga teori yang
menjelaskan mengenai pola pemanfaatan tanah diperkotaan yaitu teori
ekologi perkotaan, teori ekonomi neo klasik, dan teori struktural. Teori
ekologi perkotaan sebagai dasar teori yang menjelaskan pola penggunaan
lahan yang pertama kali du kembangkan di Chicago school of Uran
Sosiology tahun 1920. Dalam teori ini dikenal tiga macam pola
penggunaan tanah di kota yaitu (1) model unsur konsentris, (2) model
unsur sektoral, (3) model pusat lipat ganda.
2.1.2.7 Konsep nilai dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tanah
Konsep nilai dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tanah
antara lain :
1. Faktor Ekonomi, ditunjukkan dengan hubungan permintaan dan
penawaran dengan kemampuan ekonomi suatu masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Variabel permintaan meliputi
jumlah tenaga kerja, tingkat upah, tingkatan pendapatan dan daya beli,
tingkat suku bunga dan biaya transaksi. Variabel penawaran meliputi
jumlah tanah yang tersedia, biaya perijinan, pajak dan biaya overload
lainnya.
2. Faktor sosial, ditunjukan dengan karakteristik penduduk yang meliputi
jumlah penduduk, jumlah keluarga, tingkat pendidikan, tingkat
kejahatan dan lain-lain. faktor ini membentuk pola penggunaan tanah
pada suatu wilayah.
3. Faktor pemerintahan, seperti halnya berkaitan dengan ketentuan
perundang-undangan dan kebikan pemerintah bidang pengembangan
8

dan penggunaan tanah. Penyediaan fasilitas dan pelayanan oleh


pemerintah mempengaruhi pola penggunaan tanah, misalnya fasilitas
keamanan,kesehatan,pendidikan, jaringan transportasi, peraturan
perpajakan dan lain-lain.
4. Faktor fisik, antara lain kondisi lingkungan, tata letak, atau lokasi dan
ketersediaan fasilitas sosial.
2.1.3 Pembangunan Masyarakat Desa
Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perdesaan dapat dimasukkan ke dalam beberapa permasalahan
utama sebagai berikut (1) masih kurang berkembangnya kehidupan
masyarakat perdesaan karena terbatasnya akses masyarakat perdesaan,
terutama kaum perempuan, ke sumber daya produktif, seperti lahan,
permodalan, infrastruktur, dan teknologi serta akses terhadap pelayanan
publik dan pasar; (2) masih terbatasnya pelayanan prasarana dan sarana
permukiman perdesaan, seperti air minum, sanitasi, persampahan, dan
prasarana lingkungan lain; (3) masih terbatasnya kapasitas kelembagaan
pemerintahan di tingkat lokal dan kelembagaan sosial ekonomi untuk
mendukung peningkatan sumber daya pembangunan perdesaan; dan (4)
masih kurangnya keterkaitan antara kegiatan ekonomi perkotaan dan
perdesaan yang mengakibatkan makin meningkatnya kesenjangan
ekonomi dan kesenjangan pelayanan infrastruktur antarwilayah.
Permasalah yang dihadapi dalam pembangunan Desa
umumnya berada pada masalah sturktural dan sosial budaya.
2.1.3.1 Masalah Sosial Budaya
1. Rendahnya tingkat pendidikan
Sarana pendidikan masyarakat di desa cenderung rendah.
Masyarakat di desa umumnya hanya berpendidikan SD, SMP dan SMA. Hal
ini disebabkan karena masyarakat belum mengetahui pentingnya pendidikan
untuk dirinya. Setelah menyelesaikan pendidikan hingga SMA atau lebih
buruk hanya sampai SD saja orang tua akan menikahkan anak-anaknya
9

sehingga masa depan pendidikan generasi penerus bangsa menjadi terputus


dan hal ini menyebabkan mereka hanya bergelut pada lingkar kemiskinan.
Rendahnya pendidikan ini juga menjadi menjadi akar permasalahan,
yaitu kurangnya inisiatif masyarakat dalam menghadapi masalah-masalah
dalam kehidupan mereka. Mereka hanya memikirkan bagaimana caranya
agar tetap mempertahankan hidup tanpa memikirkan bagaimana nasib
generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Minimnya pendidikan
masyarakat desa ini menyebabkan hampir 95% penduduk bermata
pencaharian sebagai petani. Selain itu masalah rendahnya pendidikan juga
menjadikan kendala dalam penerapan inovasi yang dilakukan oleh
penyuluh.
2. Minimnya sarana dan prasarana di pedesaan
Salah satu penyebab daerah pedesaan masih terisolasi atau
tertinggal adalah masih minimnya prasarana dan sarana transportasi yang
membuka akses daerah pedesaan dengan daerah lainnya. Secara umum,
masyarakat daerah pedesaan menghasilkan jenis produk yang relatif sama,
sehingga transaksi jual beli barang atau produk antar sesama penduduk di
suatu desa relatif kecil.
Dalam kondisi prasarana dan sarana transportasi yang minim,
produk yang dihasilkan masyarakat daerah pedesaan sulit untuk diangkut
dan dipasarkan ke daerah lain. Jika dalam kondisi seperti itu, masyarakat
daerah pedesaan menghasilkan produk pertanian dan non pertanian dalam
skala besar, maka produk tersebut tidak dapat diangkut dan dipasarkan ke
luar desa dan akan menumpuk di desa. Penumpukan dalam waktu yang
lama akan menimbulkan kerusakan dan kerugian. Kondisi seperti ini
sangat tidak menguntungkan bagi warga masyarakat di daerah pedesaan.
Sebaliknya, hal tersebut akan mendorong sebagian warga masyarakat di
daerah pedesaan untuk merantau atau berpindah ke daerah lain terutama
daerah perkotaan yang dianggap lebih menawarkan masa depan yang lebih
baik.
3. Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan
10

Sampai saat ini lapangan kerja yang tersedia di daerah pedesaan


masih didominasi oleh sektor usaha bidang pertanian. Kegiatan usaha
ekonomi produktif di daerah pedesaan masih sangat terbatas ragam dan
jumlahnya, yang cenderung terpaku pada bidang pertanian (agribisnis).
Aktivitas usaha dan matapencaharian utama masyarakat di daerah
pedesaan adalah usaha pengelolaan/ pemanfaatan sumber daya alam yang
secara langsung atau tidak langsung ada kaitannya dengan pertanian.
Bukan berarti bahwa lapangan kerja di luar sektor pertanian tidak ada,
akan tetapi masih sangat terbatas. Peluang usaha di sektor non-pertanian
belum mendapat sentuhan yang memadai dan belum berkembang dengan
baik. Kondisi ini mendorong sebagian penduduk di daerah pedesaan untuk
mencari usaha lain di luar desanya, sehingga mendorong mereka untuk
berhijrah/migrasi dari daerah pedesaan menuju daerah lain terutama
daerah perkotaan. Daerah perkotaan dianggap memiliki lebih banyak
pilihan dan peluang untuk bekerja dan berusaha.
2.1.3.2 Masalah ekonomi
Jika di daerah perkotaan geliat perekonomian begitu fenomenal
dan pantastis. Sebaliknya, di daerah pedesaan perekonomian berjalan
lamban dan hampir tidak menggairahkan. Roda perekonomian di daerah
pedesaan didominasi oleh aktivitas produksi. Aktivitas produksi yang
relatif kurang beragam dan cenderung monoton pada sektor pertanian
(dalam arti luas : perkebunan, perikanan, petanian tanaman pangan dan
hortikultura, peternakan, kehutanan, dan produk turunannya). Kalaupun
ada aktivitas di luar sektor pertanian jumlah dan ragamnya masih relatif
sangat terbatas.
Aktivitas perekonomian yang ditekuni masyarakat di daerah
pedesaan tersebut sangat rentan terhadap terjadinya instabilitas harga. Pada
waktu dan musim tertentu produk (terutama produk pertanian) yang
berasal dari daerah pedesaan dapat mencapai harga yang begitu tinggi.
Meskipun penduduk di daerah pedesaan mayoritas
bermatapencaharian sebagai petani, namun tidak semua petani di daerah
11

pedesaan memiliki lahan pertanian yang memadai. Banyak diantara


mereka memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar, yang disebut
dengan istilah petani gurem. Lebih ironis lagi, sebagian dari penduduk di
daerah pedesaan yang malah tidak memiliki lahan pertanian garapan
sendiri. Mereka berstatus sebagai petani penyewa, penggarap atau sebagai
buruh tani. Petani penyewa adalah para petani yang tidak memiliki lahan
pertanian garapan milik sendiri melainkan menyewa lahan pertanian milik
orang lain. Petani penggarap adalah para petani yang tidak memiliki lahan
pertanian garapan milik sendiri melainkan menggarap lahan pertanian
milik orang lain dengan sistem bagi hasil atau lainnya. Buruh tani adalah
petani yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri
melainkan bekerja sebagai buruh yang menggarap lahan pertanian milik
orang lain dengan memperoleh upah atas pekerjaannya.
2.1.3.3 Masalah Geografis
Indonesia mempunyai tingkat kesuburan tanah yang berbeda
disetiap wilayah. Tingkat kesuburan tanah juga sangat berpengaruh dalam
pembangunan desa, desa yang mempunyai keadaan tanah yang subur
cenderung akan mempengaruhi hasil tani yang akan dihasilkan. Semakin
baik dan banyak hasil tani yang dihasilkan oleh desa tersebut maka akan
sangat mempengaruhi dari pendapatan masayarakat itu sendiri. Semakin
besar pendapatan masyarakat maka pertumbuhan ekonomi didesa tersebut
akan semakin baik.
Letak wilayah desa juga sangat mempengaruhi dari pembangunan
desa itu sendiri. Desa yang yang letak wilayahnya lebih strategis yang
dalam hal ini dekat dengan peradaban kota akan berbeda dengan desa yang
letaknya sulit dijangkau. Desa yang letaknya sulit dijangkau akan
cenderung akan mengalami pembangunan ekonomi yang lambat. Hal ini
disebabkan karena sulitnya akses pemerintah dan dunia luar untuk
menjangkaunya.
12

2.1.3.4 Solusi dalam upaya mengatasi permasalahan pembangunan


masyarakat desa
1. Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dengan
memperbaiki sarana pendidikan, mengadakan penyuluhan pendidikan
terhadap masyarakat agar tercipta generasi penerus yang memiliki
pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Ketersediaan parasarana dan sarana transportasi yang memadai akan
mendukung arus orang dan barang yang keluar dan masuk ke daerah
pedesaan. Untuk mendorong peningkatan dinamika masyarakat daerah
pedesaan akan arus transportasi orang dan barang keluar dan masuk dari
dan ke daerah pedesaan, diperlukan prasarana dan sarana transportasi yang
memadai.
3. Peran pemerintah (pusat dan daerah) dalam pembangunan desa
ditempatkan pada posisi yang tepat. Pemerintah diharapkan berperan
dalam memberi motivasi, stimulus, fasilitasi, pembinaan, pengawasan dan
hal-hal yang bersifat bantuan terhadap pembanguan desa dalam aspek
fisik.
4. Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam pembangunan desa.
Karena proses pembangunan desa bukan hanya sebatas membangun
prasarana dan sarana yang diperlukan, tetapi proses pembangunan desa
memerlukan waktu yang panjang, banyak pengorbanan, dan bertalian
dengan banyak pihak dalam masyarakat termasuk masyarakat di daerah
pedesaan.
2.1.4 Tabungan dalam negeri
2.1.4.1 Pengertian Tabungan
Usaha perbankan dalam usaha meningkatkan pengerahan sumber
dana dari masyarakat salah satunya dengan menghimpun sumber dana
tabungan. Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang
penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Biasanya
suatu bank menyelenggarakan suatu produk tabungan lebih dari satu jenis.
13

Dengan diperkenalkannya tabungan pada masyarakat hal ini akan


memupuk kesadaran masyarakat seberapa jauh pentingnya tabungan,
karena dengan menabung berarti kita menyimpan uang di bank dengan
rasa aman, yang dapat diambil setiap saat apabila kita membutuhkannya
juga dengan menabung berarti menyisihkan sebagian dari pendapatan yang
tidak dipakai untuk konsumsi.
Pengertian tabungan menurut Undang-undang no. 10 tahun 1998
tentang perbankan atas undang-undang no. 7 tahun 1992 tentang
perbankan pasal 1 ayat 9: “Merupakan simpanan yang penarikannya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek atau alat yang diupersamakan dengan itu”.
Menurut Dumairy dalam bukunya yang berjudul “Perekonomian
Indonesia” (1996:125) tabungan adalah bagian dari “pendapatan dapat
dibelanjakan” (disposable income) yang tidak dikeluarkan untuk
konsumsi.
Pengertian tabungan menurut Thomas Suyatno (2001:71)
Tabungan adalah“Simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu”.
Sedangkan menurut Mandala Manarung dan Pratama Rahardja
dalam bukunya yang berjudul “Uang Perbankan, dan Ekonomi Moneter”,
tabungan merupakan simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya
dapat dilakukan menurut syarat  tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat
ditarik dengan cek, bilyet giro dan alat laiinya yang dipersamakan dengan
itu.
Pedapat lain mengungkapkan bahwa, tabungan juga didefinisikan
sebagai menyimpan uang di Bank. Bank akan menyimpan uang dalam
periode tertentu sesuai keinginan. Kreditur bebas mengambilnya kapan
saja baik itu secara langsung di teller atau melalui transaksi elektronis.
Nilai dalam tabungan bisa cepat habis karena sering diambil untuk
keperluan.
14

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa tabungan adalah


sebagian dari pendapatan yang tidak digunakan untuk belanja atau tidak
digunakan untuk kegiatan konsumsi. Tabungan merupakan investasi paling
mudah, paling tidak beresiko, namun memiliki keuntungan yang sangat
sedikit. Ada resiko, ada profit. Jika resiko kecil, profit juga
kecil. Mungkin malah berkurang karena mendapatkan segudang fasilitas
dari Bank yang memudahkan dalam mengatur uang.

2.1.4.2 Sumber Tabungan Dalam Negeri


Jumlah tabungan yang tersedia di suatu negara secara sederhana
merupakan hasil akumulasi atas jumlah tabungan domestik dan tabungan
luar negeri. Tabungan domestik dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu
tabungan pemerintah dan tabungan swasta. Tabungan pemerintah itu
sendiri terdiri dari tabungan anggaran yang diperoleh dari surplus
penerimaan pemerintah atas konsumsinya, di mana konsumsi pemerintah
dapat didefinisikan sebagai keseluruhan pengeluaran pemerintah dalam
bentuk uang plus semua aliran modal keluar (capital outflows) untuk
pembelian peralatan-peralatan militer.
Dalam menganalisis komponen-komponen tabungan, perlu untuk
dicatat bahwa bisa saja pemerintah suatu negara mempunyai tingkat
tabungan yang positif meskipun anggaran pemerintah secara
keseluruhannya sedang defisit, karena di dalam anggaran pengeluaran
tersebut termasuk juga aliran modal keluar, atau investasi, yang
menggambarkan penggunaan-penggunaan tabungan pemerintah. Di sisi
lain, tabungan swasta domestik juga diperoleh dari dua sumber, yaitu
tabungan perusahaan dan tabungan rumah tangga. Tabungan perusahaan
dapat didefinisikan sebagai laba yang ditahan oleh perusahaan-perusahaan
(pendapatan perusahaan setelah pajak dikurangi dividen yang dibayarkan
kepada para pemegang saham). Tabungan rumah tangga adalah bagian dari
pendapatan rumah tangga yang tidak dibelanjakan. Tabungan ini berasal
15

dari dari perusahaan-perusahaan bukan korporasi (usaha-usaha


pribadi, partnership, dan bentuk-bentuk usaha bisnis no korporasi
lainnya).
Tabungan luar negeri juga berasal dari dua sumber utama, yaitu
tabungan pemerintah asing atau bantuan luar negeri dan tabungan swasta
asing, terutama oleh perusahaan-perusahaan transnasional dan pinjaman
komersial eksternal. Sumber tabungan yang diandalkan berbeda-beda antar
NSB, tidak saja tergantung pada faktor-faktor seperti tingkat pendapatan
per kapita, kekayaan sumber daya alam, dan komposisi sektoral GDP, 
namun juga tergantung pada sifat dari kebijakan-kebijakan mobilisasi
tabungan yang dianut oleh pemerintah masing-masing NSB tersebut.
2.1.4.3 Tabungan Domestik
Kebijakan-kebijakan pemerintah juga mempunyai dampak yang
cukup besar bagi kemampuan NSB dalam memobilisasi tabungan
domestik mereka. Di beberapa negara, yang pemerintahannya secara aktif
berusaha menetapkan kebijakan fiskal dan  moneter untuk mendorong
pertumbuhan tabungan dengan menggunakan instrumen-instrumen
kebijakan yang cocok untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, banyak
juga pemerintah di beberapa NSB yang memperhatikan peningkatan
tabungan domestik mereka, tetapi masih mengandalkan pada instrumen-
instrumen kebijakan yang kurang tepat dalam memobilisasi tabungan. Di
sisi lain,  pada sekelompok negara tertentu , kebijakan fiskal dan moneter
dari pemerintah nampaknya dirancang memang tanpa memperhatikan
implikasinya terhadap tabungan domestik. Seperti kita ketahui, pada
umumnya  serangkaian kebijakan pemerintah akan mempunyai respons
positif terhadap tabungan di kelompok negara A, namun respons tersebut
mungkin saja akan berbeda jika kebijakan yang sama diterapkan di negara
B, dan seterusnya.
2.1.4.4 Tabungan Pemerintah
Tabungan pemerintah merupakan kelebihan pendapatan pemerintah
dari sektor pajak dan sumber- sumber lainnya, setelah pendapatan ini
16

digunakan untuk pengeluaran rutin. Pendapatan ini diperoleh terutama dari


sektor pajak. Pajak sebagai pendapatan pemerintah ini memiliki dua jenis
pejak yang dipungut yakni pajak langsung (direct taxes) dan pajak tidak
langsung (indirect taxes). Pajak langsung ini merupakan pajak yang
dikenakan atas pendapatan yang diterima atau kekayaan yang dimilki.
Sedangkan pajak tidak langsung merupakan pajak yang dikenakan kepada
para pembeli yang menggunakan barang dan jasa yang ada dalam
masyarakat.
Untuk memaksimalkan pendapatan dari sektor pajak demi
pertumbuhan ekonomi suatu negara perlu dilakukan beberapa langkah
strategi, langkah mempercepat tabungan pemerintah ini dilakaukan dengan
2 langkah: (i) mencari sumber penerimaan pajak yang baru, dan (ii)
memperbaiki administrasi pemungutan pajak.
2.1.4.5 Tabungan Swasta
Tabungan Swasta adalah jumlah pendapatan yang tersisa setelah
rumah tangga membayar pajak dan konsumsi mereka, dijelaskan dengan
persamaan :
 Tabungan swasta = Y – C
Tabungan swasta terdiri atas tabungan, yaitu tabungan perusahaan
(corporate saving) dan tabungan rumah tangga (household saving). Di
Negara-negara berkembang, tabungan swasta domestik mempunyai
peranan yang besar dalam mendukung pembentukan modal, dimana
utamanya berasal dari tabungan rumah tangga, selain dari tabungan
perusahaan. Sumber tabungan swasta domestik ini diperoleh dari dua
tabungan yakni berasal dari (i) tabungan perusahaan dan (ii) tabungan
rumah tangga.
2.1.4.6 Tabungan Perusahan

Tabungan perusahaan adalah laba yang ditahan oleh perusahaan-


perusahaan (pendapatan perusahaan setelah pajak dikurangi deviden yang
dibayarkan kepada pemegang saham).
17

2.1.4.7 Tabungan Perusahan


Tabungan perusahaan adalah laba yang ditahan oleh perusahaan-
perusahaan (pendapatan perusahaan setelah pajak dikurangi deviden yang
dibayarkan kepada pemegang saham).
2.1.4.8 Tabungan rumah tangga
Tabungan rumah tangga adalah bagian dari pendapatn rumah
tangga yang tidak dibelanjakan. Tabungan ini meliputi tabungan yang
berasal dari hasil perusahan-perusahaan bukan korporasi (usaha-usaha
pribadi, partnership, dan bentuk-bentuk usaha bisnis non korporasi
lainnya).

2.1.5 Kewiraswastaan
2.1.5.1 Perkembangan Kewiraswastaan di Indonesia dari Tinjauan
perspektif Historis.

            Kalau kita meneliti perkembangan wiraswasta di Indonesia,


terutama yang berasal dari golongan pribumi, maka akan segera jelas bagi
kita bahwa perkembangan dan pertumbuhan mereka tidak seperti yang
dialami rekan mereka di negara industry maju seperti Amerika Serikat,
Eropa Barat, Jepang ataupun Australia. Di negara industri maju kelihatan
jelas tahapan kehidupan ekonomi pertanian kedaerah industrialisasi.

            Bagaimana perkembangan wiraswasta di Indonesia? Indonesia


sejak dahulu hingga proklamasi 1945 dan berlanjut samapi 1985,
konsentrasi kehidupan ekonominya masih bertumpu pada satu sector
pertanian. Kondisi ini semakin jelas mengingat 80% rakyat Indonesia
tinggal di pedesaan hidup sebagai petani atau sebagai nelayan bagi mereka
yang tinggal di pantai.

            Adapun kehidupan berusaha atau berdagang masih merupakan hal


yang belum umum dan belum mendapat posisi terhormat dalam hati atau
18

dalam struktur masyarakat. Di banyak desa, terutama diluar jawa, kehidupan


ekonomi hanya kentara kalau ada hari pasaran atau pekan. Keadaan seperti
ini merupakan gambaran umum sebelum 1945. Kebanyakan fungsi – fungsi
distribusi dan pedagang perantara dipegang oleh keturunan Cina, keturunan
Arab atau dari kelompok suku Indonesia tertentu.

            Proklamasi  kemerdekaan RI 1945, yang disusul dengan perang


kemerdekaan, hingga 1950, membawa perubahan radikal dalam kehidupan
dunia usaha Indonesia. Karena situasi perang dan tuntutan kemerdekaan,
posisi perusahaan Belanda dan peeran perantara orang Cina di sana – sini
menjadi kosong dan digantikan oleh orang Indonesia. Penggantian posisi
umumnya tanpa persiapan dan tanpa dibekali ilmu atau pengalaman yang
memadai. Keberanian atau tekad penggantian posisi ini terutama dilandasi
semangat nasionalisme, atau sebagian oleh semangat petualangan atau
karena terpaksa bahwa orang Indonesia juga harus mampu menjadi
pengusaha atau seperti halnya menduduki dan menjalankan roda birokrasi
peninggalan Belanda. Semua serba darurat dan serba improvisasi. Istilah
“the show go on” merupakan penggambaran yang tepat pada periode 1945 –
1950. Dalam waktu yang singkat lahirlah pengusaha (wirausahawan)
Indonesia yang tanpa pendidikan, tanpa pengalaman dan tanpa persiapan
dan dalam beberapa hal mungkin juga tanpa bakat. Dan dengan demikian
sudah pasti juga tanpa manajemen. Dalam beberapa sector tertentu ada satu
atau dua perusahaan keluarga yang telah berpengalaman di samping
beberapa eks pegawai atau bawahan pada perusahaan Belanda ada
pengusaha Cina.

            Perkembangan sesuai perang kemerdekaan 1950, dengan tekad


mengisi kemerdekaan, telah memaksa pemerintah mendorong peranan
pengusaha Indonesia menangani kehidupan ekonomi. Masa liberal awal
Limapuluhan memberi kesempatan yang luar biasa bagi pertumbuhan dan
perkembangan pengusaha di Indonesia, walaupun pemerintah masih tetap
menangani hampir semua perusahaan Belanda dan sektor – sektor vital.
19

Dalam periode 1950-1959, perusahaan nasional tumbuh bagaikan jamur di


musim hujan. Pertumbuhan ini juga lebih nyata lagi dengan lahirnya lisensi
istimewa dan liberisasi ekonomi serta tekad pemerintah untuk merealisasi
kemerdekaan Indonesia sebagai realisasi janji kemakmuran setelah merdeka.
Akibatnya dapat diterka. Dimana – mana lahir beribu – ribu pengusaha
tanpa latar belakang pendidikan dan tanpa pengalaman yang memadai.
Banyak perusahaan yang timbul dan tenggelam. Banyak orang, keluarga
atau kelompok kaya mendadak dan banyak juga yang bangkrut atau hilang
dari peredaran. Namun harus diakui, periode 1950-1960 merupakan jaman
emas bagi pengusaha pribumi walau akhirnya harus dibayar mahal dengan
kegagalan.

            Masa liberal berakhir dengan dekrit 5 juli 1959, yaitu Indonesia


kembali ke UUD 1945 dan diikuti pula dengan masa jaya PKI yang anti
kapitalis dan anti liberalisasi ekonomi. Masa 1959-1965 merupakan awal
masa paceklik bagi pertumbuhan dunia usaha swasta dan segala-galanya
mau ditangani pemerintah. Dari kenyataan diatas yaitu sejak 1945 hingga
1965, praktek dunia usaha Indonesia tidak mengalami ketenangan atau
pertumbuhan wajar tetapi selalu hidup dari satu ekstrem ke ekstrem lainnya
serta tidak didasari kesinambungan kebijakan pemerintah. Kondisi politik
dan ekonomi yang sering berubah – ubah ini ternyata membawa pengaruh
yang cukup mendasar bagi kehidupan dunia usaha di Indonesia, terutama
yang menyangkut wirausaha. Wirausaha karena pengalaman langsung,
menjadi tidak percaya pada hokum ekonomi atau praktek usaha yang wajar.
Mereka sendiri mengalami berbagai perubahan peraturan dan kebijakan
pemerintah yang satu sama lain kontradiktif atau tumpang tindih. Pada masa
1945-1965, seakan –akan ketekunan, kerajinan kejujuran tidak mendapat
tempat. Belum lagi bahwa kabanyakan dari pengusaha ini tidak mempunyai
pengalaman, tidak mempunyai latar belakang pendidikan yang tepat dan
memadai. Mereka seakan – akan berkembang dan bertumbuh liar dalam
suasana kebijakan ekonomi yang simpang siur.
20

Situasi setelah 1965

            Sepintas lalu dengan berakhirnya masa demokrasi terpimpin serta


terselesainya masa gestapu telah membawa angin baru bagi dunia usaha
Indonesia. Dunia swasta kembali mendapat peran. Dalam waktu yang sama
pemerintah mengundang modal asing serta member peran pada pengusaha
besar dan pengusaha non pribumi yang berpengalaman dan kuat modal.
Namun karena kurang pengalaman dan kurang pendidikan maka
kesempatan ruang gerak dan bantuan capital pemerintah lewat berbagai
paket dan kredit dalam banyak hal seakan – akan menjadi bumerang.
Disamping kemunculan beribu – ribu pengusaha baru, terutama perusahaan
menengah, perusahaan besar sekaligus juga diikuti dengan tumbangnya
ribuan perusahaan kecil. Pada periode yang sama dalam suasana pelita
muncullah corak pengusahja baru yang lebih rumit dan canggih yang
sebahagian besar sering dikaitkan dengan koneksi, modal kuat dan fasilitas.
Berbagai imperest dan ketentuan telah dikeluarkan. Demikian juga
pembentukan KUD, BUUD diharapkan akan menjadi dewa penolong dunia
swasta Indonesia, terutama golongan pribumi dan mereka yang jauh dari
pusat kegiatan ekonomi, yaitu mereka yang dipedesaan dan di daerah
terpencil.

            Periode 1965-1986 dapat disebut sebagai era pembangunan dan


telah membawa dampak positip bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia serta
telah berhasil melahirkan beribu – ribu pengusaha baru termasuk di
dalamnya pengusaha kecil. Tetapi sebagian jauh nasib perusahaan kecil
belum begitu membawa hasil yang diharapkan oleh pemerintah, juga oleh
pengusaha kecil itu sendiri.
21

2.1.5.2 Fungsi kewiraswastaan dalam pembangunan nasional


            Peranan wiraswasta dalam pembangunan bangsa dan Negara
sangat penting dan menentukan masa depan bangsa dan Negara itu sendiri.
Inovasi dan kewiraswastaan benar – benar dibutuhkan dalam pembangunan
baik itu kehidupan individu maupun kelompok masyarakat. Inovasi dan
kewiraswastaan tidak direncanakan sekaligus, tetapi difokuskan pada
peluang ini atau kebutuhan itu. Karena iya bersifat sementara dan akan
menghilang jika tidak memberikan hasil yang diharapkan dan tidak sesuai
dengan kebutuhan, karena dengan kata lain inovasi dan kewiraswastaan
bersifat pragmatis bukannya dogmatis. Apa yang kita perlukan adalah
masyarakat wiraswasta dimana inovasi dan kewiraswastaan merupakan hal
yang wajar, mantap dan berkesinambungan.

            Tenaga wiraswasta di Negara kita masih kurang, khususnya


wiraswsata yang berasal dari golongan pribumi. Kekurangan ini terjadi
akibat dari masa – masa lalu sebelum kemerdekaan Indonesia yaitu:
a)      Politik penjajah yang mematikan semangat wiraswasta bangsa
Indonesia
b)      Adanya fasilitas yang berbeda antara tenaga wiraswasta asing
dengan wiraswasta pribumi, dan
c)      Kebangkitan kembali pada masa kemerdekaan sering mengalami
kegagalan dan wiraswasta asing telah jauh maju kedepan.
Wiraswasta pribumi tidak ada. Wiraswasta pribumi sudah dan sejak
lama ada yaitu sejak nenek moyang kita sudah ada dan sudah maju. Sejarah
membuktikan, bahwa wiraswasta pribumi telah maju. Masa gemilang
wiraswasta pribumi telah mencapai puncak kejayaannya pada masa
sriwijaya, majapahit, padjajaran, Mataram dan sebagainya. Runtuhnya
kerajaan – kerajaan tersebut dan masuknya penjajah ke Indonesia tenaga
wiraswasta tadi hilang. Tenaga wiraswasta pada masa penjajah diganti oleh
penduduk pendatang. Perubahan ini adalah kehendak politik penjajah
sendiri.
22

            Melalui kemerdekaan dan pembnagunan nasional kita harus


membangkitkan kembali tenaga wiraswasta. Para ahli berpendapat bahwa
untu mencapai tujuan pembangunan, suatu bangsa memerlukan tenaga
wiraswasta 2 % dari jumlah penduduk Negara itu sendiri. Penduduk
Indonesia kurang lebih telah mencapai 162 juta. Berdasarkan jumlah
tersebut, maka tenaga wiraswasta harus tersedia sekurang – kurangnya
orang, khususnya tenaga wiraswasta yang bergerak dalam lapangan
perniagaan.

            Dari hasil penelitian pada tahun 1979, para ahli telah


mendapatkan data bahwa penduduk dunia yang bekerja sebagai tenaga
wiraswasta dala berbagi lapangan, sebagai berikut:

a)      Yang bergerak dalam lapangan perniagaan 6.20 %


1)      Sebagai pedagang menengah 0.30 %
2)      Sebagai pedagang kecil 5.90 %
b)      Lapangan lain 26.40 %
1)      Pegawai negeri 4.00 %
2)      Petani menengah 22.20 %
c)      Golongan miskin 67.40 %
1)      Petani miskin 42.90 %
2)      Buruh kasar/kuli 24.50 %
Tenaga wiraswasta dalam lapangan perniagaan nampaknya masih
kurang, kecil sekali. Kekurangan ini juga kita jumpai di Indonesia,
khususnya tenaga wiraswasta yang berasal dari golongan pribumi sendiri.

Dalam pembangunan nasional, kewiraswastaan berfungsi untuk:


a.       Mengurangi pengangguran
b.      Mengatasi ketegangan social
c.       Meningkatkan taraf hidup anggota masyarakat, dan
d.      Memajukan ekonomi bangsa dan Negara.
23

Tenaga wiraswasta harus ikut serta ambil bagian dalam


pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan bangsa dan Negara
terletak pada (a) keikutsertakan masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup
mereka yang tergantung pada swakarya mereka itu sendiri; (b)
pengembangan gagasan baru untuk memberikan dimensi baru pada
masyarakat tentang masa depan mereka; dan (c) pengembangan tehnologi
yang tepat guna dan padat karya yang dapat dipergunakan sendiri oleh
masyarakat sehingga benar – benar merupakan unsur positip dalam
pembangunan.

2.1.5.3 Dimensi Kewiraswastaan Masyarakat


            Apa yang telah disampaikan disini, lebih bersifat normative.
Sebaiknya tingkat Kewiraswastaan masyarakat sosok wiraswasta harus
dapat dilihat dari dimensi yang dapat diukur.
            Suatu pendekatan yang mengukur tingkat Kewiraswastaan suatu
masyarakat dapat menggunakan pendekatan dari Dr. Lee Tsao Yuan dan Dr.
Linda Low (1990) dari the institute Of Policy Studies. Namun begitu,
pendekatan baru ini tidak lepas dari kritik dan mengundang perdebatan yang
belum selesai hingga hari ini, kalaupun pendekatan ini telah dipakai di
berbagai negara.
            Pendekatan ini mengatakan, tingkat Kewiraswastaan masyarakat
dapa diukur dengan membandingkan jumlah perusahaan yang ada di suatu
masyarakat terhadap jumlah per seribu penduduk. Dari data BPS 1991, kita
memperoleh angka bahwa pada 1990, jumlah perusahaan per seribu
penduduk di Indonesia adalah 16 perusahaan. Pada tahun yang sama,
hongkong menunjukkan angja dua kali lipatnya, yaitu 29 perusahaan. Korea
Selatan 36 perusahaan, sementara di Singapura 35 perusahaan dan Taiwan
27 perusahaan.
            Jumlah perusahaan di Indonesia yang tercatat diatas termasuk unit –
unit usaha tidak berbadan hokum, seperti sector informal yang bergerak
diperdagangan eceran dan warteg (warung tegal). Meskipun mungkin belum
24

semua sector informal terliput dalam angka itu. Yang menarik, jika ditinjau
dari komposisi jenis usaha, tampak bahwa di sector perdagangan, jumlah itu
sangat dominan. Sebagaimana pula di negara – negara lainnya.
            Tetapi jika kita coba menghitungnya dengan memasukkan jumlah
perusahaan yang bergerak di sector manufaktur, keuangan, dan real estate,
diperoleh angka yang sangat rendah sekali bagi Indonesia. Yaitu 0,1
perusahaan per seribu penduduk. Sedangkan Hongkong, 5,9. Di Korea
Selatan 3 perusahaan, di Singapura 5,8 perusahaan, dan Taiwan 3,5
perusahaan.
           Dari nagka – angka ini terungkap bahwa tingkat Kewiraswastaan
masyarakat sector manufaktur, keuangan, dan real estate sangat rendah.
Atau dapat dikatakan bahwa tingkat Kewiraswastaan Indonesia masih
dominan di sector perdagangan, dan masih sangat tertinggal di sector
industri. Bila pertumbuhan jumlah perusahaan dua kali lipat dari juml;ah
pertumbuhan penduduk, maka pada sepuluh tahun mendatang tingkat
Kewiraswastaan itu menunjukkan angka yang relative rendah, yakni 16
perusahaan per seribu penduduk.
            Persoalan sekarang, bagaiman kita dapat mendorong peningkatan
tingkat Kewiraswastaan tersebut. Tentu usaha itu bukan hanya dibarengi
denagn upaya yang bersifat kuantitas, tetapi juga kualitas. Uapay – upaya
tersebut, mau tidak mau, bersinggungan denagn proses penggeseran nilai –
nilai di masyarakat. Seperti kita tahu bahwa disebagian besar masyarakat
masih terdapat nilai – nilai yang berorientasi pada status abtenaran dalam
arti luas. Termasuk keinginan menjadi pegawai daripada wiraswasta.
Ataukah itu bukan merupakan indikator bahwa terdapat entry bariries untuk
memasuki dunia usaha bagi pemula atau new-entrants. Kalau indikasi ini
benar, tentu kita harus bersama – sama berupaya mengatasinya denagn
prinsip inovasi seorang wiraswasta.

            Pertanyaannya sekarang, “bagaimanakah sosok wiraswasta


Indonesia itu”? jawaban yang sederhana adalah bahwa sosok wiraswasta itu
25

haruslah sosok yang lahir dan berkembang dalam “niche” (relung) social
ekonomi Indonesia. Dengan demikian, wiraswasta Indonesia adalah seorang
wiraswasta yang berkomitmen mengatasi problema social ekonomi
Indonesia. Artinya, setiap poetential opportunity (kesempatan potensial)
yang diperoleh, senantiasa harus diupayakan sebagai jawaban untuk
mengatasi problema ekonomi.
            Hal ini sesuai dengan arah dan kebijakan pembangunan nasional
yang dirumuskan dalam GBHN 19988 (pasal 9g) :
            Usaha untuk meningkatkan Kewiraswastaan, keahlian dan
kemampuan dunia usaha nasional perlu terus dilanjutkan termasuk upaya
untuk mendorong tumbuhnya jiwa Kewiraswastaan dikalangan generasi
muda. Penanaman modal oleh masyarakat makin ditingkatkan, terutama
penanaman modal dalam negeri, dalam rangka menggali dan
memanfaatkan kemampuan yang ada di masyarakat untuk menunjang
pembanguna nasional, dan penanganannya harus dilakukan secara
terpadu, baik dipusat maupun di daerah. Penanaman modal asing masih
diperlukan untuk mendukung pembangunan di berbagai bidang terutama
yang menghasilkan barang dan jasa untuk diekspor, mendorong
perkembangan dan alih tehnologi serta menciptakan lapangan kerja dan
selalu diarahkan untuk mendorong pertumbuhan kemampuan dunia usaha
nasional.
              Maka, bila sebuah usaha baru diciptakan oleh seorang wiraswasta
Indonesia, setidaknya di dalam benaknya terdapat pemikiran tentang
penciptaan kesempatan kerja. Hal itu tentu, dalam skala besar. Sedangkan
dalam skala kecil, usaha yang diciptakan itu, paling tidak merupakan
perwujudan kemandirian agar tidak menjadi beban orang lain.

            Pemikiran di atas pada dasarnya bertolak dari falsafah bangsa yang


mengakui bahwa manusia tidak merupakan mahluk individu, tetapi juga
mahluk social. Dalam konteks ini, seorang wiraswasta Indonesia adalah
sosok manusia Indonesia yang lebih cenderung mengeksploitasi dirinya
26

sebagai mahluk social. Secara filosofis, wiraswastawan Indonesia adalah


wiraswasta yang berusaha mengatasi problema social ekonomi masyarakat,
dan bersamaan dengan itu problemanya sebagai mahluk individu turut
terselesaikan.
            Sejajar dengan pemikiran diatas, kepada wiraswastawan diharapkan
dapat pula memberikan kontribusi terhadap tumbuh dan berkembangnya
nilai – nilai kepribadian bangsa dalam konteks Kewiraswastaan universal
dan nilai – nilai budaya bangsa dapat berkulturasi yang pada akhirnya
memperkaya khasanah nilai – nilai kepribadian bangsa, khususnya nilai –
nilai yang mengandung etika kerja Kewiraswastaan. Hal yang terakhir
inilah, yang dapat memacu laju produktivitas bangsa, sebagai prasyarat
terjaminnya kelanjutan dan peningkatan pembangunan.

2.1.5.4 Faktor Penghambat Pertumbuhan Wiraswasta di Indonesia


 Pertanyaan ini telah memusingkan banyak pemikir ekonomi
Indonesia dan juga pihak pemerintah. Disamping berbagai alas an klasik
seperti uraian didepan, mungkin pengalaman perusahaan kecil di negara pra
industri dan industri dapat dibuat sebagai perbandingan.
Sepintas lalu, masa kemerdekaan yang sudah 50 tahun seharusnya
telah pantas melahirkan kelas pengusaha Indonesia yang tangguh di segala
tingkatan dan sector kehidupan. Sepintas lalu juga dapat disebut, Pemerintah
RI telah berusaha dengan berbagai peraturan, paket dan bantuan demi
perkembangan dan pertumbuhan pengusaha nasional dari seluruh tingkatan.
Namun kalau kita telusuri lebih tenang dan mendasar, ternyata selama
periode 1945-1986 terdapat keadaan dan realisasi sebagai berikut:
(a)    Latar social wiraswastawan. Di negara pra-industri asal – usul
wirausaha umumnya di kelas menengah rata – rata mempunyai pengalaman
dan pendidikan yang memadai. Mereke sudah mempunyai tradisi berusaha.
Bagaimana di Indonesia? Merea yang terjun di dunia usaha umumnya, atau
wirausaha khususnya, bukan saja tidak mempunyai pendidikan dan tanpa
pengalaman yang relevan tetapi juga berasala dari kelas bawah dan pada
27

umumnya dianggap rendah serta tidak terhormat. Pada masyarakat


Indonesia (kecuali keturunan cina) ada sikap mendua, terutama di daerah,
bahwa kaum pengusaha itu termasuk kelas rendah, kurang jujur dan tidak
terhormat. Hampir tidak ada orangtua dari kelas menengah yang mencita –
citakan anaknya menjadi pengusaha kecil. Apalagi memasukkannya ke
sekolah yang menjurus ke perusahaan. Hal yana agak berbeda mungkin
terdapat di berbagai suku seperti Minangkabau dan Batak. Idealism kaum
menengah dan kaum feudal ialah agar anaknya kelas berpangkat atau
priyayi, ataupun pemuka agama.

2.1.6 Prioritas pembangunan


2.1.6.1 Prioritas Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat
Dengan memperhatikan berbagai isu strategis dan kebijakan
pembangunan Provinsi Jawa Barat, maka tema pembangunan Jawa Barat
Tahun 2016 adalah :
“Peningkatan Daya Jawa Barat untuk Kemandirian dalam
Persaingan Global”
Tema pembangunan Jawa Barat Tahun 2016 tersebut mengarahkan
pada perumusan prioritas pembangunan di berbagai bidang pada tahun
2016 yang berbasis sektoral melalui 10 (sepuluh) Common Goals, berbasis
tematik kewilayahan, dan berbasis pembangunan wilayah perbatasan antar
provinsi .Pembangunan sektoral , dialaksanakan berdasarkan 5 (lima)
strategi yaitu :
-Pertama : Pelibatan komunitas berbasis antar masyarakat dengan prinsip
penguatan aktor lokal (strengthening lokal actor)
-Kedua : Integrasi seluruh potensi nyata pembangunan dan daya saing di
seluruh kabupaten/kota
-Ketiga : Penerapan manajemen pemerintah model hibrida sebagai
penghela percepatan pembangunan , yaitu mengkombinasi manajemen
berbasis daerah otonom Kabupaten/Kota dengan manajemen kewilayahan
28

-Keempat : Penguatan komitmen pelaksanaan pembangunan lintas sektor


dan lintas pemerintah
-Kelima : Peningkatan peran multi pihak dalam proses perencanaan,
pelaksanaan , dan mutu serta akuntablitas pembangunan.Penjabaran
tematik sektoral untuk 3 (tiga) Common Goals adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan aksebilitas dan mutu pendidikan, dengan sasaran :
a. Menyelenggarakan pendidikan formal dasar dan menengah , dengan
kegiatan tematik adalah Jabar bebas putus jenjang sekolah.
b. Menyelenggarakan pendidikan non formal plus kewirausahaan dengan
sasaran usia 15 tahun ke atas.
c. Meningkatnya Kualitas Tenaga Pendidikan, dengan kegiatan tematik
adalah Peningkatan fasilitas pendidikan dan kompetansi tenaga pendidik.
Mengembangkan pendidikan luar biasa dan pendidikan inklusif, dengan
kegiatan tematik adalah Pendidikan berkebutuhan khusus.
2. Meningkatkan aksebilitas dan kuantitas layanan kesehatan, dengan
sasaran :
a. Meningkatya kuantitas dan kualitas srana serta prasarana kesehatan pasa
Puskesmas dan RSUD, dengan kegitan tematik adalah peningkatan
pelayanan kesehatan dasar di puskesmas PONED, dan pemenuhan sumber
daya kesehatan.
b. Menurunnya angka kematian ibu dan angka kematian bayi, dengan
kegiatan tematik adalah pemenuhan pelayanan kesehatan dasar ibu dan
anak.
c. Terwujudnya sistem rujukan pelayanan kesehatan dan penunjang,
dengan kegiatan tematik adalah Peningkatan Layanan Rumah Sakit
Rujukan dan Rumah Sakit Jiwa.
d. Meningkatnya upaya pencegahan, pemberantasan, pengendalian ,
penyakit menular dan tidak menular serta Peningkatan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat, dengan kegiatan tematik adalah Pemberatasan panyakit
menular dan penyakit tidak menular serta peningkatan perilaku hidup
bersih dan sehat.
29

3.Mengembangkan infrastruktur wilayah, energi ,dan air baku


dengan sasaran :
a. Meningkatnya efektivitas pergerakan orang, barang dan jasa di pusat
kegiatan ekonomi, dengan kegitan tematik adalah Penaganan kemacetan
lalu lintas di Metripolitan Bodebek-Karpur dan Bandung Raya.
b.Terwujudnya kawasan industri terpadu dan pengembangan infrastruktur
permukiman dan perumahan, dengan kegiatan tematik adalah Kawasan
Industri terpadu , infrastruktur permukiman dan perumahan.
c. Terwujudnya pengembangan penyediaan air baku, dengan kegiatan
tematik adalah Pemenuhan kecukupan air baku dan pengembangan
infrastruktur air bersih.
d. Terwuwjudnya pemgembang energi baru terbuka, dengan kegiatan
tematik adalah Jawa barat mandiri energi perdesaan untuk listrik dan
bahan bakar kebutuhan domestik.
30

3 BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pembangunan ekonomi tidak lepas dari masalah-masalah yang
akan dihadapinya. Masalah-masalah tersebut tidak secara mudah dapat
teratasi, namun butuh waktu dan strategi yang baik untuk sebuah negara
berkembang dalam mengatasi permasalahannya sehingga mampu menjadi
negara maju.
3.2 Saran
Pembangunan ekonomi tidak hanya menjadi tugas pemerintah,
namun seluruh elemen masyarakat juga harus berpartisipasi aktif dalam
membantu pembangunan ekonomi negaranya.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/ghoziabdulaziz/pertumbuhan-penduduk-dan-
pembangunan-ekonomi-pada-standar-kehidupan_54f91b2ba33311ed068b4725
http://shantycr7.blogspot.com/2013/06/peranan-kewiraswastaan-dalam.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai