Anda di halaman 1dari 23

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI MELALUI PENERAPAN

MANAJEMEN BERBASIS KINERJA


Oleh:
Marsono *)
Dipublikasikan Dalam Majalah Indonesian Public Administration Review,
Vol 2 Edisi Maret 2008
ABSTRAK
Upaya pemberantasan korupsi yang selama lebih dari 40 tahun telah dilakukan,
sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Sehingga memberantas korupsi harus
dilakukan baik secara represif maupun preventif. Secara represif adalah upaya penindakan atas
pelaku korupsi (dalam kerangka hukum nyata) yang dilakukan dengan keras dan tegas disertai
dengan upaya maksimal pengembalian kerugian negara yang ditimbulkan. Hal ini diharapkan
dapat menimbulkan efek jera dan calon pelaku lain berfikir dua kali untuk melakukan korupsi.
Sedangkan secara preventif, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan
manajemen berbasis kinerja secara baik dan konsisten, yang diyakini secara preventif dapat
meminimalisir tindak pidana korupsi.

Pendahuluan
Reformasi administrasi publik yang terjadi selama kurun waktu 25 tahun terakhir ini pada
dasarnya berfokus pada konsep manajemen berbasis kinerja dan efektivitas. Gerakan
pembaharuan administrasi publik yang disebut New Public Management (NPM) atau reinvention
adalah upaya meningkatkan kinerja. Reformasi administrasi publik yang terus bergulir tersebut
sangat dipengaruhi oleh konsep New Publik Management (NPM) yang diperkenalkan oleh
Christopher Hood pada tahun 1991. Konsep NPM terkait dengan manajemen kinerja sektor
publik, karena pengukuran kinerja menjadi salah satu prinsip NPM. Dalam fase perkembangan
selanjutnya konsep Reinventing Government telah merubah fokus akuntabilitas dari orientasi
pada masukan (Input Oriented Accauntabilitiy) dan proses kearah akuntabilitas pada hasil
(Result Oriented Accountability).
Selanjutnya terkait dengan paradigma penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good
governance) telah menjadi trend masyarakat dunia, bahkan paradigma tersebut telah menjadi
sebuah prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai
tujuan serta cita-cita dalam berbangsa dan bernegara. Dalam mewujudkan cita-cita berbangsa
dan bernegara tersebut, peranan pemerintah dalam penyelenggaraan negara pada umunya
mencakup dua kelompok fungsional, yaitu: (a) dalam rangka penyelenggaraan fungsi umum,
yang antara lain meliputi penciptaan dan pemeliharaan rasa aman dan pengaturan ketertiban,
pertahanan dan keamanan, penyelenggaraan hubungan diplomatik, serta pemungutan pajak; (b)

dalam rangka penyelenggaraan fungsi pembangunan, seperti pembangunan bangsa serta


pembangunan ekonomi dan sosial yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran seluruh rakyat .
Untuk dapat menyelenggarakan fungsi sebagaimana tersebut di atas, tentu dibutuhkan dukungan
berbagai sumber daya dan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, maupun
masyarakat. Disamping itu pemerintah juga dituntut untuk transparan dan akuntabel dalam
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga benar-benar dapat diwujudkan penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik (good governance).
Upaya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik tersebut, diperlukan suatu sistem
manajemen berbasis kinerja yang mampu mengukur kinerja dan keberhasilan instansi
pemerintah, dengan demikian akan tercipta legitimasi dan dukungan publik terhadap
penyelenggaraan pemerintahan. Tanpa adanya sistem manajemen berbasis kinerja yang baik,
niscaya akan dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan, yang pada gilirannya juga akan menghambat terwujudnya pemerintahan yang baik
(good governance).
Manajemen berbasis kinerja merupakan suatu metode untuk mengukur kemajuan program atau
aktivitas yang dilakukan organisasi publik/instansi pemerintah dalam mencapai hasil atau
outcome yang diharapkan oleh semua pihak (stakeholders). Dalam Performance Management
Handbook Departemen Energi USA, manajemen berbasis kinerja didefinisikan sebagai berikut:
Performance based management is a systematic approach to performance improvement trough
an on going process of establishing strategic performance objectives; measuring performance;
collecting; analyzing; reviewing; and reporting performance data; and using that data to drive
performance improvement (Manajemen berbasis kinerja merupakan suatu pendekatan
sistematik untuk memperbaiki kinerja melalui proses berkelanjutan dalam penetapan sasaransasaran kinerja strategik, mengukur kinerja; mengumpulkan; menganalisis; menelaah; dan
melaporkan data kinerja serta menggunakan data tersebut untuk memacu perbaikan kinerja).
Selanjutnya Amstrong (1994) menyatakan bahwa manajemen berbasis kinerja berkenaan dengan
proses kerja, manajemen, pengembangan dan imbalan yang saling berhubungan. Lebih lanjut
dikatakan bahwa manajemen kinerja dapat menjadi suatu kekuatan penggabung yang amat kuat,
memastikan bahwa proses tersebut dihubungkan secara tepat sebagai bagian fundamental dari
pendekatan manajemen sumber daya manusia yang harus dilaksanakan dalam organisasi.
Selanjutnya menurut Surya Dharma (2005), manajemen berbasis kinerja adalah suatu cara untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik bagi organisasi, kelompok dan individu dengan memahami
dan mengelola kinerja sesuai dengan target yang telah direncanakan, standar dan persyaratan
kompetensi yang telah ditentukan. Dengan demikian manajemen berbasis kinerja adalah sebuah
proses untuk menetapkan apa yang harus dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola dan

pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa
sasaran akan dapat dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
Sedangkan pengertian kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan yang dicapai suatu
organisasi sesuai dengan target atau sasaran yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Istilah
kinerja merupakan terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam
English Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar kata to
perform dengan beberapa entries yaitu: (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or
carry out, execute); (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to
discharge of fulfill; as vow); (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggungjawab ( to
execute or complete an understaking); dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh
seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine).
Selanjutnya dalam Encyclopedia of Public Administration and Public Policy (2003) , disebutkan
bahwa kinerja menggambarkan sampai seberapa jauh organisasi tersebut mencapai hasil ketika
dibandingkan dengan kinerjanya terdahulu (previous performance), dibandingkan dengan
organisasi lain (benchmarking), dan sampai seberapa jauh pencapaian tujuan dan target yang
telah ditetapkan. Untuk dapat melakukan perbandingan tersebut atau pengukuran pencapaian
tujuan tersebut, dibutuhkan suatu definisi operasional yang jelas tentang tujuan dan sasaran,
output dan outcome kegiatan, dan pendefinisian terhadap tingkat kualitas yang diharapkan dari
output dan outcome tersebut, baik secara kuantitatif ataupun secara kualitatif.
Terkait dengan pengertian kinerja, Otley (1999) menyatakan bahwa kinerja mengacu pada
sesuatu yang terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil yang
dicapai kerja tersebut. Selanjutnya Rogers (1994) berpendapat bahwa kinerja didefinisikan
sebagai hasil kerja (outcomes of work), karena hasil kerja memberikan keterkaitan yang kuat
terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi ekonomi. Lebih
lanjut pengertian kinerja (kinerja instansi pemerintah) menurut (LAN: 2003) adalah gambaran
mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari
visi, misi dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan.
Oleh karena itu, kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada
pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi dihubungkan
visi dan dengan misi yang diemban. Kinerja juga merupakan tingkat efisiensi dan efektivitas
serta inovasi dalam pencapaian tujuan oleh pihak manajemen dan unit-unit kerja yang ada dalam
organisasi.
Dari uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa inti dari manajemen berbasis kinerja adalah
bahwa manajemen berbasis kinetrja memberikan perhatian terbesarnya kepada hasil atau results,

dan karena perhatiannya pada hasil itulah maka fokus manajemen berbasis kinerja adalah the
future. Akan selalu muncul pertanyaan tentang apa yang diperlukan dan bagaimana bekerja agar
mendapatkan hasil yang lebih baik.
Pertanyaan ini tergambar dalam siklus kerja organisasi mulai dari penyusunan perencanaan
stratejik dan penganggaran kinerja; pelaksanaannya; pengukuran kinerjanya; evaluasi kinerja;
serta penggunaan informasi hasil evaluasi untuk perbaikan. Setiap siklus tidak bersifat statis,
selalu dirancang untuk bergerak mengikuti atau bahkan mengantisipasi perubahan.
Perencanaan stratejik. Perencanaan strategik harus mencakup: (a) pernyataan visi, misi, strategi
dan faktor-faktor keberhasilan organisasi; (b) rumusan tujuan, sasaran dan uraian aktivitas
organisasi; dan (c) cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Rencana strategis yang telah
disusun tersebut, lebih lanjut dijabarkan ke dalam Perencanaan Kinerja. Dalam proses
perencanaan kinerja didefinisikan seluruh sasaran, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan
dalam satu tahun anggaran, yang kemudian diformulasikan dalam Rencana Kinerja.
Penganggaran kinerja. Di dalam Rencana Kinerja dijabarkan dan ditetapkan angka target kinerja
tahunan untuk seluruh indikator kinerja yang ada pada tingkat sasaran dan kegiatan. Angka target
kinerja tersebut akan menjadi komitmen bagi organisasi untuk mencapainya dalam satu periode
tahunan. Selanjutnya dokumen rencana kinerja akan menjadi dasar bagi penyusunan dan
pengajuan anggaran kinerja (performance based budgeting) serta sebagai dasar bagi suatu
kesepakatan tentang kinerja yang akan diwujudkan (performance agreement) (Ismail Mohamad,
dkk; 2004).
Pelaksanaannya. Untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah ditetapkan dalam
perencanaan kinerja, maka dalam pelaksanaannya suatu instansi pemerintah dapat menyusun
atau mengeluarkan berbagai kebijakan yang dapat dijadikan acuan dalam pencapaian target
kinerja yang telah ditetapkan.
Pengukuran kinerja. Dalam bukunya The Government Performance Result Act of 1993, James
B. Whittaker menyebutkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas, serta untuk
menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives). Element kunci dan sistem
pengukuran kinerja adalah: (a) perencanaan dan penetapan tujuan; (b) pengembangan ukuran
yang relevan; (c) pelaporan formal atas hasil; dan (d) penggunaan informasi. Pengukuran kinerja
sangat tergantung dengan indikator kinerja yang digunakan. Indikator kinerja adalah ukuran
kuantitatif dan/kualitatif yang telah disepakati dan ditetapkan, yang menggambarkan tingkat
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan
sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat
tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan (ex-ante), tahap pelaksanaan (on-going), maupun

tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi (ex-post). Gambaran secara utuh mengenai kerangka
pengukuran kinerja sebagai berikut: (Mahmudi; 2005).

MAKALAH PKN
PEMBERANTASAN KORUPSI di
INDONESIA

Disusun Oleh

: 1. Alvan Noris (04)


2. Binta K.
3. Ginanjar Banu
4. Inez Annisa F.
5. Naili Husna D.
6. Nindyaruspita (24)
7. Tika D.

(07)
(13)
(16)
(23)
(30)

X-1
MADRASAH ALIYAH NEGERI SIDOARJO
TAHUN PELAJARAN 2010-2011

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan mamkalah PKn tentang Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Penulisan makalah ini diambil dari berbagai sumber diantaranya, buku diktat PKn dan
juga sumber lain di internet sesuai standart yang telah ditetapkan.
Makalah ini kami susun dengan harapan agar kami dapat lebih mudah memahami materi
ini. Dan juga agar kami bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, bangsa,
maupun negara.
Akhirnya, kami ucapkan terima kasih. Mohon maaf atas segala kekurangan. Kritik dan
saran yang membangun sangat kami perlukan agar kami dapat meningkatkan kualitas makalah
kami ini.

Sidoarjo, 5 Oktober 2010


Penyusun

Daftar Isi
Kata
Pengantar

Daftar Isi

ii
BAB

Pendahuluan
BAB II

1
3
BAB

Penutup

III
12

ii

BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Di dalam hiruk-pikuk masyarakat dunia termasuk di Indonesia, dewasa ini terjadi tindak
criminal yang sudah membudaya dan sangat kronik.
Suatu tindakan dapat digolongkan korupsi, kalau tindakan itu merupakan penyalahgunaan
sumber daya public, yang tujuannya untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok .
Hasil survey (2004) Political and Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC) menyatakan
bahwa korupsi di Indonesia menduduki skor 9,25 di atas India (8,90), Vietnam (8,67), dan
Thailand (7,33). Artinya, Indonesia masih menjadi Negara terkorup di Asia. Apabila banyak
upaya baik tingkat legislative, yudikatif, maupun eksekutif untuk memberantas korupsi, maka
timbul pertanyaan apakah korupsi telah membudaya? Mampukah Sistem Pendidikan Nasional
dijadikan strategi pemberantasan korupsi di Indonesia?
Merujuk pada permasalahan tersebut dan fenomena yang berkembang selama ini, maka
kajian ini dipikir penting untuk mendeskripsikan dan dijadikan salah satu strategi pemberantasan
korupsi di Indonesia.

1
2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana mengatasi korupsi di lingkungan Negara maupun masyarakat?


b. Apa dampak korupsi di masyarakat?
c. Apa penyebab korupsi?

3. Tujuan

Salah satu upaya untuk menghilangkan budaya korupsi


Menyadarkan masyarakat
Mendidik generasi muda agar tidak melakukan tindak pidana korupsi sehingga dapat memajukan
negara

BAB II
1. Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde Lama,
Orde Baru, dan Era Reformasi

a. Orde Lama
Dasar hukum: KUHP (awal) UU 24 tahun 1960
Antara 1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya
yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan
Abdulgani menyebabkan Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa
kegagalan pemberantasan korupsi pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali
Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh polisi
militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada
Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut
mantan menteri penerangan cabinet Burhanuddin Harahap (cabinet sebelumnya), Syamsudin
Sutan Makmur, dan direktur percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena
dianggap sebagai musuh Soekarno.

Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958


dipandang sebagai titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal A.H. Nasution
mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah
penguasa darurat militer justru melahirkan korupsi ditubuh TNI.
Jenderal nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun
kurang berhasil.
Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus
korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono, dan Sutoyo dari
Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh
Letkol Pranoto, kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot
Subroto, yang kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I.
Panjaitan menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad.

b. Orde Baru
Korupsi orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.

c. Era Reformasi

Dasar hukum: UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001


Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi
Kepolisian
Kejaksaan
BPKP
Lembaga non-pemerintah: media massa, organisasi massa (mis: ICW)

2. Model Upaya Pemberantasan Korupsi

Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan
terbentuk sebagai hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah terbentuknya
pemerintahan yang kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai
macam kebijakan pemberantasan tindak KKN sebagai Common Enemy, sama dengan apa yang
diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan
social terhadap pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan
adalah:
Mengerahkan seluruh stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator terhadap
makna KKN
Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan
KKN sebagai paying hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek jera,
pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi, dsb.
Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan
penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum
yang telah ditentukan dan tegas.
Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat
mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional
lebih independent.

Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan
komitmen dan integritas terutama dimulai dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga
apabila belum tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah
yang telah ditentukan dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.

3. Strategi Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan Pendidikan


Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi
merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah tanggung jawab
moral pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi
adalah pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan
akademis dari pendidikan nasional untuk memberantasnya.
Selain UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi, diperlukan
juga aturan pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia yang diarahkan sebagai usaha
preventif dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS. Hal ini berarti SISDIKNAS
selain bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional, perlu secra eksplisit ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk
menghilangkan ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah
secara proactive menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga pendidikan
haruslah menegakkan discipline, yaitu discipline dalam kehidupan bernegara dan masyarakat
yang prularis dan multicultural.

4. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk
pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia.
Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun 2002 mengenai komisi
pemberantasan korupsi. Saat ini KPK dipimpin ole 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra M.
Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mohammad Jasin, Hayono Umar, setelah perpu Plt. KPK ditolak
DPR.

a. Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK


x 16 Januari mantan kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat kasus
dugaan korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai dubes RI
di Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2 tahun penjara.
x 14 februari direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka
menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka masing-masing
dihukum 4 tahun penjara
x 10 april gubernur BI BUrhanuddin Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana YPPI
sebesar 100 M. dia divonis 5 tahun penjara
x 27 november Aulia Pohan, Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan
akibat diduga terlibat dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M.
x dll.

b. Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK


a
a
a
a
a
a
a
a

UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi


UU No. 28 thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN
UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan korupsi
Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran serta masyarakat dan pemberian
penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
UU No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang
Peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia
KPK

5. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Korupsi


Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan
nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan pemerintahan seperti
penyogokan, pemerasan, campur tangan, dan penipuan

a. Penyogokan: pesogok dan penerima sogok


Korupsi memerlukan dua pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok. Pada
beberapa Negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari,
meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.

b. Sumbangan kampanye dan uang lembek


Pada arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih sulit lagijika
diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip yang mengaitkan korupsi
dengan seorang polisi.

c. Tindakan korupsi sebagai alat politik


Peristiwa ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk mencoreng
lawan mereka dengan tuduhan korupsi.

d. Mengukur korupsi
Mengukur korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan beberapa
Negara secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada umumnya ingin
bersembunyi. Lembaga Transparasi Internasional dan beberapa LSM terkemuka di bidang anti
korupsi menyediakan tiga tolak ukr korupsi yang ditertibkan setiap tahun. Ketiga tolak ukur
tersebut adalah:
1. Indeks presepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup
Negara-negara ini)
6
2. Barometer korupsi global (berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman
mereka tentang korupsi)
3. Survei pemberi sogok yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing
member sogokan. Bank dunia juga mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk
sejumlah indicator pemerintahan.

6. Penyebab Korupsi Merajalela di Indonesia


Di Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal berikut:
Konsentrasi kekuasaan pada si pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab langsung
kepada rakyat, seperti yang terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratis.
2. Kurangnya transparasi pada pengambilan keputusan pemerintah
1.

3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kampanye politik mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar
Lemahnya ketertiban hukum
Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa
Gaji pegawai pemerintah sangat kecil
Rakyat yang cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi, yang gagal member perhatian cukup ke
pemilu
9. Tidak ada control yang cukup untuk mencegah penyuapan
10. Mental aparatut
11. dll.

7. Dampak Korupsi di Berbagai Bidang


a. Bidang Ekonomi
1. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003),
korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing.
2. Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan
program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat
mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat.
Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti
berbiaya mahal.
3. Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya
pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi
akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
7

b. Bidang Kesejahteraan Rakyat


1. Korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang
jumlahnya. Akibatnya, Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat
menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Hal ini
tentu saja akan menimbulkan keresahan masyarakat.
2. Korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual
maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan
terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas
dan kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial
yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang
kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara.
Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang
dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan). Terkait dengan
hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang
tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang
kuat di antara ketiganya.

Dampak Korupsi Bagi Rakyat Miskin


Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin
di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja
Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat
menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah
sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut ; harga-harga
kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal, dan
pengangguran bertambah.
Sesungguhnya korupsi memiliki beberapa dampak yang sangat membahayakan kondisi
perekonomian sebuah bangsa. Dampak-dampak tersebut antara lain:
Pertama, menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al
(2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun
asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai angka 25 persen.
Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan
ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap
pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya
hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25
persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.Yang juga tidak kalah menarik adalah riset
yang dilakukan oleh Mauro (2002).
8
Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan 2 poin
pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi lebih dari
4 persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap kenaikan 1 poin
IPK, GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen setelah melakukan kajian
empirik terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004. Tidak hanya itu. Gupta et al (1998) pun
menemukan fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan mengurangi pertumbuhan
ekonomi yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi
memiliki dampak yang sangat signifikan dalam menghambat investasi dan pertumbuhan
ekonomi.
Kedua, korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan
program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat
mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat.
Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti
berbiaya mahal.
Sebaliknya, pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, maka
layanan publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta,
Davoodi, dan Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan
memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan
kematian bayi mengalami peningkatan.
Ketiga, sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat

upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya,
korupsi akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK
sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan
antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh
semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari
kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi.
Keempat, korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik
individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan
kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya
sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
9
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang.
Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya,
baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti
dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan
sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan).
Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan
tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula.
Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
Dampak negative korupsi:
1. Korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara
menghancurkan proses formal
2. Korupsi dpat memprsulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan
3. Korupsi merugikan rakyat luas dan menguntungkan salah satu pihak yaitu pemberi sogok

10

BAB III
Penutup
1. Kesimpulan
Bahwa sampai saat ini pemerintah Indonesia masih belum tegas dalam
menangani korupsi. Itu dapat dilihat dari hukuman yang dijatuhkan pada terpidana
korupsi dengan uang yang telah mereka korupsi. Hukuman yang dijatuhkan
pemerintah masih belum sebanding dengan perbuatan mereka.
Dan dengan adanya bisnis strategis dapat membuka peluang besar untuk
korupsi.
2. Saran
Dari kelompok kami dapat menyarankan bahwa seharusnya pemerintah lebih
tegas terhadap terpidana korupsi. Undang-undang yang adapun dapat dipergunakan
dengan sebaik-baiknya. Agar korupsi tidak lagi menjadi budaya di negara ini.

11

3. Daftar Pustaka
z
z
z
z
z
z

www.google.com
ms.wikipedia.org
id.wikipedia.org
www.sinarbaru.com
Ganeca Exact, KTSP, Kelas X
Yudhistira, Kurikulum 2006, Kelas X

z Yudhistira, Kurikulum 2010, Kelas X


Makalah Korupsi dan Pencegahannya
TUGAS/TULISAN 4 PEREKONOMIAN INDONESIA
ABSTRAK
Di era reformasi sekarang ini, Indonesia mengalami banyak perubahan. Perubahan sistem politik,
reformasi ekonomi, sampai reformasi birokrasi menjadi agenda utama di negeri ini. Yang paling
sering dikumandangkan adalah masalah reformasi birokrasi yang menyangkut masalah-masalah
pegawai pemerintah yang dinilai korup dan sarat dengan nepotisme. Reformasi birokrasi
dilaksanakan dengan harapan dapat menghilangkan budaya-budaya buruk birokrasi seperti
praktik korupsi yang paling sering terjadi di dalam instansi pemerintah.
Reformasi birokrasi ini pada umumnya diterjemahkan oleh instansi-instansi pemerintah sebagai
perbaikan kembali sistem remunerasi pegawai. Anggapan umum yang sering muncul adalah
dengan perbaikan sistem penggajian atau remunerasi, maka aparatur pemerintah tidak akan lagi
melakukan korupsi karena dianggap penghasilannya sudah mencukupi untuk kehidupan seharihari dan untuk masa depannya. Namun pada kenyataannya, tindakan korupsi masih terus terjadi
walaupun secara logika gaji para pegawai pemerintah dapat dinilai tinggi.
Korupsi dari yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah yang dilakukan para pejabat pemerintah
terus terjadi sehingga dapat disinyalir negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah.
Tentunya ini bukan angka yang sedikit, melihat kebutuhan kenegaraan yang semakin lama
semakin meningkat. Jika uang yang dikorupsi tersebut benar-benar dipakai untuk kepentingan
masyarakat demi mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas pendidikan, mungkin
cita-cita tersebut bisa saja terwujud. Dana-dana sosial akan sampai ke tangan yang berhak dan
tentunya kesejahteraan masyarakat akan meningkat.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Landasan Teori
Korupsi di negeri ini sekarang sedang merajalela bahkan telah menjadi suatu kebiasaan.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menangani korupsi dan hukum yang sangat
tegas. Namun, tetap saja korupsi masih terdapat di negeri ini. Salah satu mengapa orang berani
melakukan tindak pidana korupsi yaitu karena kurangnya kesadaran pribadi tentang bahaya
korupsi. Tentu saja kita tidak bisa menyadarkan para koruptor karena mereka sudah terlanjur
terbiasa dengan tindakannya tersebut.

Jadi, salah satu upaya jangka panjang yang terbaik untuk mengatasi korupsi adalah dengan
memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada kalangan generasi muda sekarang. Karena
generasi muda adalah generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para penjabat
terdahulu. Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di
sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidikdan memengaruhi generasi muda supaya tidak
melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih dulu dipengaruhi oleh budaya korupsi
dari generasi pendahulunya.

Penyelenggara Negara mempunyai peran penting dalam konstelasi ketatanegaraan. Hal ini
tersirat dalam Amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan antara lain
bahwa tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia dan yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam implementasinya, penyelenggaraan Negara tidak
boleh menyimpang dari kaidah-kaidah yang digariskan. Namun demikian, dalam
perkembangannya, pembangunan di berbagai bidang berimplikasi terhadap perilaku
penyelenggara negara yang memunculkan rasa ketidakpercayaan masyarakat.
Stigma yang menganggap penyelenggara negara belum melaksanakan fungsi pelayanan publik
berkembang sejalan dengan social issue mewabahnya praktek-prakter korupsi sebagai dampak
adanya pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada jabatan tertentu. Disamping
itu masyarakat sendiri tidak sepenuhnya dilibatkan dalam Kegiatan Penyelenggaraan Negara
sehingga eksistensi kontrol sosial tidak berfungsi secara efektif terhadap penyelenggara negara,
terutama dalam hal akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, sehingga rentan sekali untuk
menimbulkan penyimpangan dan korupsi.
Korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antar penyelenggara negara, tetapi
juga melibatkan pihak lain seperti keluarga, kroni dan para pengusaha, sehingga merusak sendisendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dapat membahayakan eksistensi
atass fungsi penyelenggaraan negara.
Langkah awal dan mendasar untuk menghadapi dan memberantas segala bentuk korupsi adalah
dengan memperkuat landasan hukum yang salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 yang dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diharapkan dapat mendukung pembentukan
pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, dan diperlukan pula
kesamaan visi, misi dan persepsi aparatur penegak hukum dalam penanggulangannya. Kesamaan
visi, misi dan persepsi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang
menghendaki terwujudnya penyelengara negara yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya
secara efektif, efisien, bebas dari korupsi.
Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini
masih terus bergulir, walaupun berbagai strategi telah dilakukan, tetapi perbuatan korupsi masih
tetap saja merebak di berbagai sektor kehidupan. Beberapa kalangan berpendapat bahwa
terpuruknya perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, salah satu penyebabnya
adalah korupsi yang telah merasuk ke seluruh lini kehidupan yang diibaratkan seperti jamur di

musim penghujan, tidak saja di birokrasi atau pemerintahan tetapi juga sudah merambah ke
korporasi termasuk BUMN.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan korupsi?
2. Bagaimanakah peran serta generasi muda dalam memberantas korupsi?
3. Bagimanakah peranan pendidikan anti korupsi dini dikalangan generasi muda dalam
mencegah terjadinya tindak korupsi?
4. Hambatan dan upaya apakah yang dilakukan dalam memberantas tindakan korupsi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang korupsi.
2. Untuk mengetahui peran serta generasi muda dalam memberantas korupsi.
3. Untuk mengetahui peranan pendidikan anti korupsi dini di kalangan generasi muda dalam
mencegah terjadinya tindak korupsi.
4. Untukmengetahuihambatan dan upaya yang dilakukan dalam memerangi korupsi.
1.4 Manfaat
1. Makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap pola piker generasi muda
agar tidak melakukan tindak korupsi yang bias merugikan diri sendiri, keluarga ataupun
masyarakat luas
2. Makala hini diharapkan bias menjadi tolak ukur dan motivasi terhadap generasi muda agar
bias menghindari tindak korupsi
3. Makalah ini diharapkan dapat membantu memberikan pembelajaran khususnya terhadap
generasi muda untuk membenahi dan meningkatkan peranan dan dukungan terhadap edukasi anti
korupsi sejak dini

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Korupsi
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pengertian korupsi
adalahperbuatanmelawanhukumdenganmaksudmemperkayadirisendiriatau orang lain yang dapat
merugikan keuangan atau perekonomian negara. Korupsi sebagai suatu fenomena sosial bersifat
kompleks, sehingga sulit untuk mendefisinikannya secara tepat tentang ruang lingkup konsep
korupsi. Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik, yang berarti tindakan korupsi yang
sepertinya sudah melekat kedalam sistem menjadi bagian dari operasional sehari-hari dan sudah
dianggap lazim serta tidak melanggar apa pun. Misalnya sebuah instansi yang menerima uang
dari rekanan dan kemudian dikelolanya sebagai dana taktis, entah itu sebagai semacam balas jasa
atau apa pun. Kalau mark up atau proyek fiktif sudah jelas-jelas korupsi, tetapi bagaimana
seandainya itu adalah pemberian biasa sebagai ungkapan terimakasih. Kalau itu dikategorikan

korupsi, maka mungkin semua instansi akan terkena. Dana taktis sudah merupakan hal yang
biasa dan itu salah satu solusi untuk memecahkan kebuntuan formal. Ada keterbatasan anggaran
lalu dicarilah cara untuk menyelesaikan banyak masalah.Bagi banyak orang korupsi bukan lagi
merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh
penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah.
Hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang melihat
peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi antar negara yang tetap rendah.Hal ini juga
ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia.
Mari kita tempatkan seorang pelajar yang ingin mencari bangku di sebuah sekolah yang
berlabel negeri dengan menggunakan jalur mandiri. Dia menyiapkan sejumlah uang untuk
menyuap orang dalam agar mendapatkan bangku di sekolah tersebut. Itulah contoh kecil
tindakan korupsi yang terjadi di kalangan pelajar. Oleh karena itu, pendidikan anti korupsi harus
cukup jelas dalam hal bagaimana dan seberapa banyak jenis korupsi serta tindakan yang tidak
halal itu merugikan masyarakat terutama diri sendiri.

Teori Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah
perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan
perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi.
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum.
Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002)
menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan politik pemaknaan.
Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Seorang sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga bentuk korupsi
yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme.
Alatas mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman, atau sekutu politik untuk
menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan yang dimilikinya dan dampaknya
bagi kemaslahatan umum (Alatas 1999:6).
Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi kepentingan umum
dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas,
dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan
sikap masa bodoh terhadap akibat yang ditimbulkannya terhadap masyarakat.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi.
Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi
menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan
kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun
asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang
resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Mengutip Robert Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat budaya dibagi menjadi dua,
yakni budaya kraton (great culture) dan budaya wong cilik (little culture). Dikotomi budaya

selalu ada, dan dikotomi tersebut lebih banyak dengan subyektifitas pada budaya besar yang
berpusat di kraton. Kraton dianggap sebagai pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar
kraton, tentu dianggap lebih rendah dari pada budaya kraton. Meski pada hakikatnya dua budaya
tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap ada bocoran budaya.

a. Sebab-Sebab Korupsi
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi,
secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri.
Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi antara
lain yaitu :
Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi
ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang
diperlukan untuk membendung korupsi.
Kurangnya pendidikan.
Adanya banyak kemiskinan.
Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
Struktur pemerintahan.
Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul
sebagai penyakit transisional.
Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di
dalam diri setiap orang.
Opportunities(kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat
yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan
kecurangan.
Needs(kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu
untuk menunjang hidupnya yang wajar.
Exposures(pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh
pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
2.2. Peran Serta Generasi Muda Dalam Memberantas Korupsi
Pemuda adalah aset zaman yang paling menentukan kondisi zaman tersebut dimasa depan.
Dalam skala yang lebih kecil, pemuda adalah aset bangsa yang akan menentukan mati atau
hidup, maju atau mundur, jaya atau hancur, sejahtera atau sengsaranya suatu bangsa.
Belajar dari masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak lepas dari
peran kaum muda yang menjadi bagian kekuatan perubahan. Hal ini membuktikan bahwa
pemuda memiliki kekuatan yang luar biasa. Tokoh-tokoh sumpah pemuda 1928 telah

memberikan semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air yang satu yaitu Indonesia.
Peristiwa sumpah pemuda memberikan inspirasi tanpa batas terhadap gerakan-gerakan
perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Semangat sumpah pemuda telah menggetarkan relungrelung kesadaran generasi muda untuk bangkit, berjuang dan berperang melawan penjajah
Belanda.
Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang akan datang yang menjadi musuh
bersama masyarakat adalah praktek bernama Korupsi. Fakta bahwa korupsi sudah sedemikian
sistemik dan kian terstruktur sudah tidak terbantahkan lagi. Ada cukup banyak bukti yang bisa
diajukan untuk memperlihatkan bahwa korupsi terjadi dari pagi hingga tengah malam, dari mulai
soal pengurusan akta kelahiran hingga kelak nanti pengurusan tanah kuburan, dari sektor yang
berkaitan dengan kesehatan hingga masalah pendidikan, dari mulai pedagang kaki lima hingga
promosi jabatan untuk menduduki posisi tertentu di pemerintahan.
Oleh karena itulah, peran kaum muda sekarang adalah mengikis korupsi sedikit demi sedikit,
yang mudah-mudahan pada waktunya nanti, perbuatan korupsi dapat diberantas dari negara ini
atau sekurang-kurangnya dapat ditekan sampai tingkat serendah mungkin.
2.3 Peranan Pendidikan Anti Korupsi Dini Dikalangan Generasi Muda Dalam Mencegah
Terjadinya Tindak Korupsi
Pendidikan adalah salah satu penuntun generasi muda untuk ke jalan yang benar. Jadi, sistem
pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke depannya. Termasuk juga
pendidikan anti korupsi dini. Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk
koruptor sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi koruptor
atau tidak. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang
madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu yang
bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi dalam
pendidikan karakter bangsa di Indonesia.
Pendidikan anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna mencegah tindak pidana korupsi. Jika
KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti
korupsi juga penting guna mencegah adanya koruptor. Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan
moral. Pelajaran akhlak penting guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya
pendidikan anti korupsi memiliki nilai penting guna mencegah aksi korupsi. Maka dari itu,
sebagai wanita, pemelihara bangsa dan penelur generasi penerus bangsa, sudah pasti harus
mampu memberikan sumbangsih dalam hal pemberantasan korupsi. Satu hal yang pasti, korupsi
bukanlah selalu terkait dengan korupsi uang. Namun sisi korupsi dapat merambah dalam segala
hal bidang kehidupan. Misalnya tenaga, jasa, materi, dan sebagainya. Seperti yang dilansir dari
program KPK yang akan datang bahwa pendidikan dan pembudayaan antikorupsi akan masuk ke
kurikulum pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi mulai tahun 2012. Pemerintah akan
memulai proyek percontohan pendidikan antikorupsi di pendidikan tinggi. Jika hal tersebut dapat
terealisasi dengan lancar maka masyarakat Indonesia bisa optimis di masa depan kasus korupsi
bisa diminimalisir.
2.4 Hambatan Dan Upaya Yang Dilakakukan Dalam Penerapan Pendidikan Anti Korupsi
Dini

Dibawah ini adalah beberapa hambatan yang akan dihadapi, yaitu:


1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung
terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak
ada check and balance.
4. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik dan
sistem administrasi Indonesia.
5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus
yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh
jaksa.
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan rasti yang
semakin canggih.
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang
diemban.

BAB III
PENUTUP
3.1 Implementasi
1. Pendidikan anti korupsi dini sebagai langkah awal terhadap penanganan kasus korupsi yang
bermula dari diri sendiri dan diharapkan beimplikasi terhadap kehidupan keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara.
2. Dalam jangka panjang, pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu melaksanakan Undang-Undang
Dasar 45 demi terwujudnya good goverment.
3. Pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu memberikan pola pikir baru terhadap generasi
muda dalam mewujudkan negara yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
3.2 Rekomendasi
1. Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan anti korupsi dini sebagai figur
dalam pembentukan karakter.
2. Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan memformulasikan pendidikan anti korupsi
dalam mata pelajaran pada jenjang pendidikan formal.
3. Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait secara sinergis untuk dapat
mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan anti korupsi dini di segala aspek kehidupan.

Daftar Pustaka

1. Anonim. Korupsi http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi (diakses tanggal 9 September 2012)


2. Razib, Rizal. PERAN PEMUDA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI
INDONESIA; INTERNALISASI TIGA AJARAN KI HAJAR DEWANTARA
http://rizalrazib.blogspot.com/2011/11/peran-pemuda-dalam-pemberantasan.html (diakses
tanggal 9 September 2012)
3. Rizani, Ahmad. Peran serta Pemuda sebagai Agen Pemberantasan Korupsi
http://kompasiana.com/post/hukum/2011/01/29/peran-serta-pemuda-sebagai-agenpemberantasan-korupsi/(diakses tanggal 9 September 2012)
4. Aulia, Aylea. Peran Pendidikan Karakter Bangsa Sebagai Pencegahan Korupsi Sejak Dini
http://aylea-aulia-peace.blogspot.com/2012/08/peran-pendidikan-karakter-bangsa.html(diakses
tanggal 9 September 2012)
5. Khoiri, Mishad. Pendidikan Anti Korupsi
http://kualitaindonesia.blogspot.com/2012/03/pendidikan-anti-korupsi.html(diakses tanggal 9
September 2012)
Diposkan oleh ani Yunita di 01.25

Anda mungkin juga menyukai