0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
96 tayangan12 halaman
Novel ini menceritakan kisah Suad, seorang perempuan Mesir yang berambisi menjadi politisi sukses pada tahun 1930-an. Ia aktif dalam berbagai organisasi politik dan pergerakan perempuan, namun karir politiknya seringkali berbenturan dengan perannya sebagai istri dan ibu. Novel ini mengangkat tema perjuangan perempuan dalam meraih kesetaraan gender di tengah budaya patriarki serta menjaga keseimbangan antara karir dan kelu
Deskripsi Asli:
Rangkuman buku Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan dikaitkan dengan materi gender
Novel ini menceritakan kisah Suad, seorang perempuan Mesir yang berambisi menjadi politisi sukses pada tahun 1930-an. Ia aktif dalam berbagai organisasi politik dan pergerakan perempuan, namun karir politiknya seringkali berbenturan dengan perannya sebagai istri dan ibu. Novel ini mengangkat tema perjuangan perempuan dalam meraih kesetaraan gender di tengah budaya patriarki serta menjaga keseimbangan antara karir dan kelu
Novel ini menceritakan kisah Suad, seorang perempuan Mesir yang berambisi menjadi politisi sukses pada tahun 1930-an. Ia aktif dalam berbagai organisasi politik dan pergerakan perempuan, namun karir politiknya seringkali berbenturan dengan perannya sebagai istri dan ibu. Novel ini mengangkat tema perjuangan perempuan dalam meraih kesetaraan gender di tengah budaya patriarki serta menjaga keseimbangan antara karir dan kelu
1. Judul Novel : Aku Lupa bahwa Aku Perempuan 2. Penulis : Ihsan Abdul Qudus 3. Penerjemah : Syahid Widi Nugroho 4. Penerbit : Alvabet 5. Tebal : 248 halaman
B. Masalah Kesetaraan Gender
Novel ini bercerita tentang sosok seorang perempuan yang berambisi besar menjadi politisi sukses di Mesir bernama Suad. Tokah utama dalam cerita ini, mulai berkenalan dengan dunia politik saat masih duduk di bangku SMA. Pada tahun 1935, ketika banyak gerakan nasionalis Mesir berunjuk rasa memerdekakan diri dari Inggris, ia mengkoordinir teman-teman sekolahnya untuk turut terlibat. Pertemuannya dengan salah seorang sepupu, mahasiswa dan pentolan gerakan nasioalisme Mesir, mengawalinya berkenala dengan dunia politik secara lebih matang. Sejak kecil Suad adalah anak yang tomboy, berbeda dengan kakak perempuannya yang sejak kecil telah menyiapkan dirinya menjadi wanita tulen. Saat Suad menikmati permainan dengan teman-teman lelakinya, kakaknya asyik berlatih memasak, menjahit, mendekorasi rumah. Bahkan, tatkala beranjak dewasa, banyak teman lelaki datang menawarkan cinta padanya. Tapi tak satu pun diterimanya, ia memilikki konsep tersendiri mengenai cinta dan perkawinan. “Mereka datang, tetapi aku selalu menolaknya karena dengan menerimanya aku masih menjadi manusia biasa. Aku menolak mereka juga mungkin karena mereka, laki-laki yang datang tidak ada yang mampu membawaku menjadi manusia luar biasa.” Begitulah Suad, cerdas dan berambisi. Keaktifannya dalam politik diimbangi dengan prestasi yang memuaskan disekolah, pun ketika menjadi mahasiswa. Menjadi orator, menghadiri pertemuan-pertemuan politik, sebagai pelajar ia selalu duduk di peringkat pertama. Ketika akhirnya Suad jatuh cinta pada pria bernama Abdul Hamid, dari sinilah bermunculan peperangan antara ego poltisi dan ego perempuannya. Kiprahnya dalam berbagai organisasi politik maupun pergerakan perempuan menghanyutkanya dalam linkar elit politik. Berbanding terbalik dengan kehidupan pribadinya. Semakin dekat dunia politik dengannya, semakin ia jauh dari suaminya, perceraian pun tak terelakkan. Faizah anak semata wayangnya, memanggilnya dengan Suad. Padahal dalam hatinya ia begitu merindukan sebutan ibu untuk dirinya. Sejak dahulu wanita diidentikkan sebagai makhluk lemah. Meski pada kenyataanya, banyak wanita lebih cerdas dan kuat ketimbang laki-laki di luar sana. Sejatinya, wanita dan laki-laki terlahir berbeda, namun itu bukan alasan tepat untuk menciptakan pembedaan yang merugikan spesies tertentu. Karena yang berbeda hanya anatomi biologis saja. Ada sejuta Suad yang menyuarakan keadilan dan kemerdekaan untuk bangsangnya, juga untuk kaumnya. Kiprahnya sudah pasti diakui, namun belum tentu kenyataan bahwa ia seorang wanita diakui. “Karena apa? Karena aku hamil? Begitu?” Betapa kesalnya Suad saat para dosen dan mahasiswanya akan mengadakan pertemuan penting dengan perdana menteri terkait revolusi di negaranya, tapi ia tidak diajak. Padahal selama ini, Suad merupakan masterminder mereka. Dan alasan yang mereka kemukakan klise, mereka malu pertemuan dengan perdana menteri dihadiri wanita hamil. Dalam kehidupan pernikahan, Suad pernah dua kali jatuh bangun. Hubungan wanita dan pria adalah hubungan kemitraan dan hubungan yang saling melengkapi. Bukannya hubungan antara majikan dan pelayan, dalam hal ini, acap kali wanita yang berperan sebagai pelayan. Mulai dari melayani suami, anak, hingga mengurusi segala tetek bengek keluarga. Hidup dengan laki-laki yang besar dalam budaya patriarki seperti Abdul Hamid dan Doktor Kamal, sulit baginya untuk mewujudkan konsep ini. Apalagi dengan kondisi sosial yang masih menjunjung tinggi budaya patriarki. Bagi mereka, dalam institusi pernikahan suami harus lebih dominan dari isteri. Alih-alih membangun keluarga yang harmonis, pernikahan malah menjadi tameng baginya. Jika ia bisa sukses dalam berkarir, ia juga ingin menunjukkan pada publik bahwa segudang aktivitasnya tidak menghabat keharmonisan keluarganya. Novel ini menuturkan kisah pergolakan kehidupan Suad yang memperjuangkan kesetaraan jender dan menghadapi keluarganya, saat dimana Suad berusaha menjaga eksistensi karir politiknya tanpa merusak hubungan dengan suaminya. Tanpa bisa dipungkiri Suad tetap membutuhkan kehadiran lelaki dalam hidupnya. Meski pada akhirnya selalu berakhir dengan perceraian. Kemudian novel ini menceritakan juga tentang Suad yang begitu terpukul mengetahui anaknya lebih dekat dengan ibu tirinya, Samirah. Faizah lebih dekat dan terbuka dengan Samirah, daripada dengan dirinya. Suad berhasil mencapai karier politik yang sangat tinggi tetapi gagal membangun kehidupan pribadi. Tanpa disadari ia telah meremehkan perasaan, peran sebagai ibu rumah tangga, rumah, dan suami. Pada usia lima puluh tahun Suad membunuh kebahagiaannya sebagai perempuan, ia melakukan apa saja untuk melupakan bahwa ia adalah perempuan. Suad masih berada pada lingkar kepemimpinan di organisasi pergerakan perempuan di usianya yang telah lima puluh lima tahun. Ia dianggap sebagai fenomena aktivis perempuan sejak revolusi berkibar.
C. Teori Kesetaraan Gender dalam Keluarga dan Politik
1. Pengertian Gender Secara umum gender digunakan untuk mengidentifiksai perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, sedangkan seks mengidentifikasi perbedaan dari segi anatomi dan biologi. Studi mengenai gender lebih ditekankan pada aspek maskulinitas atau feminitas seseorang, sedangkan penekanan studi seks adalah aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh. Dalam analisis feminisme menurut Mansour Fakih, sejarah perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui sebuah proses yang sangat panjang. Karena itu, terbentuknya perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksikan secara sosial, kultural melalui ajaran keagamaan bahkan oleh negara. Kesetaraan gender berarti adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan sosial. 2. Kesetaraan Gender dan Keluarga Keluarga merupakan sub sistem dari masyarakat yang memiliki struktur sosial dan sistemnya sendiri. Sebagai sub sistem dari masyarakat, keluarga memiliki fungsi strategis dalam menanamkan nilai-nilai kesetaraan dalam setiap aktivitas dan pola relasi antar anggota keluarga karena dalam keluargalah semua struktur, peran dang fungsi sebuah sistem berada. Keluarga merupakan institusi yang pertama kali dirasakan manusia ketika mereka hidup. Keistimewan keluarga tidak terlepas dari fungsinya yang besar dalam kehidupan manusia. Diantaranya fungsi afektif dan reproduksi, keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan. Fungsi religius, keluarga memberikan pendidikan dan pengalaman keagamaan kepada anggota-anggotanya. Fungsi rekreatif, keluarga merupakan pusat rekreasi bagi anggotanya. Fungsi protektif, keluara melindungi diri dari rasa takut, khawatir, ancaman fisik, ekonomi dan psikososial. Fungsi edukatif dan sosial, keluarga merupakan tempat pendidikan dan pelatihan proses sosialisai nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat kepada anggotanya. Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Didalam undang-undang perkawinan ditetapkan bahwa peran suami adalah sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Suami wajib melindungi istri, dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan keperluannya, sedangkan kewajiban istri adalah mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya. Dengan pembagian peran tersebut, berarti peran perempuan yang resmi diakui yaitu peran mengatur urusan rumah tangga seperti membersihkan rumah, mencuci baju, memasak, merawat anak. Berdasarkan pemahaman budaya tradisional bahwa perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan berdasarkan gender dapat dibagi menjadi 4, yaitu : a. Pembedaan peran dalam hal pekerjaan, misalnya laki-laki dianggap pekerja yang produktif yakni jenis pekerjaan yang menghasilkan uang, sedangkan perempuan disebut sebagai pekerja reproduktif yakni kerja yang menjamin pengelolaan seperti mengurusi pekerjaan rumah tangga dan biasanya tidak menghasilkan uang. b. Pembedaan wilayah kerja, laki-laki berada diwilayah publik atau luar rumah dan perempuan hanya berada didalam rumah atau ruang pribadi. c. Pembedaan status, laki-laki berperan sebagai aktor utama dan perempuan hanya sebagai pemain pelengkap. d. Perbedaan sifat, perempuan dilekati dengan sifat dan atribut feminin seperti halus, sopan, penakut, “cantik” memakai perhiasan dan cocoknya memakai rok. dan laki-laki dilekati dengan sifat maskulinnya, keras, kuat, berani, dan memakai pakaian yang praktis. Akan tetapi pada kenyataan saat ini sudah tidak adanya pembedaan peran gender seperti yang telah disebutkan. Saat ini peran antara laki-laki dan perempuan hampirlah sama, tidak ada pembedaan siapa yang harus memberi nafkah siapa yang harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Hal tersebut dikarenakan pada faktanya banyak perempuan yang dapat menafkahi keluarganya sendiri, dan atau antara suami dan istri sama-sama mencari nafkah. Dewasa ini kedudukan wanita sudah semakin maju, mereka tidak puas hanya sebagai pendamping suami tapi mereka telah dapat mensejajarkan peran yang sama dengan kaum pria. Tetapi kebijakan pembangunan yang memberi bobot lebih pada peran tradisional perempuan, yaitu sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung-jawab penuh terhadap keluarga sesuai dengan nilai budaya yang berlaku, telah menyebabkan terabaikannya peran perempuan dalam ekonomi karena dianggap sebagai kegiatan sampingan atau kegiatan tambahan.
3. Kesetaraan Gender dan Politik
Kata politik berasal dari bahasa Yunani yaitu politikos yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga Negara. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non-konstitusional. Gender dalam birokrasi dan tata pemerintahan mulai di pertanyakan dan mendapat perhatian secara khusus, terutama oleh kelompok yang menanamkan dirinya sebagai kelompok feminis, terutama di negara barat. Peran perempuan dalam organisasi politik perlu kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Halnya seperti sejarah di Perancis dalam hal pendidikan kaum perempuan tidak mendapat perlakuan yang sama dengan laki-laki meskipun sekolah guru khusus wanita telah berdiri sejak tahun 1838, tapi pendidikan dasar wajib bagi perempuan baru tahun 1881. Di tahun 1920 mereka diizinkan masuk partai atas keinginannya sendiri dari situlah muncul hak-hak perempuan dan banyak pemimpin wanita. Hal tersebut membuat pemikiran orang-orang menjadi terbuka dengan masalah perbedaan gender dalam sebuah kepemimpinan terutama pada wanita Dalam proses demokratisasi, persoalan partisipasi politik perempuan lebih besar, representasi dan persoalan akuntabilitas menjadi persyaratan mutlak bagi terwujudnya kehidupan politik yang lebih bermakna. Demokrasi yang bermakna adalah demokrasi yang memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan mayoritas penduduk Indonesia yang terdiri dari perempuan. Ide bahwa politik bukan wilayah bagi perempuan adalah ide yang selalu di dengungkan selama berabad- abad dan ternyata memang sangat efektif untuk membatasi perempuan untuk tidak memasuki wilayah ini. Terminologi publik dan privat yang erat kaitannya dengan konsep gender, peran gender, dan stereotype telah menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan diantara perempuan dan laki-laki. Akibat yang paling jelas dari situasi politik seperti itu adalah marginalisasi dan pengucilan perempuan dari kehidupan politik formal. Untuk itu, diperlukan berbagai upaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan politik, yang nantinya diharapkan akan memberikan perubahan pandangan tentang budaya bagi masyarakat, sehingga kemungkinan terpilihnya pemimpin politik perempuan akan sama dengan kemungkinan terpilihnya pemimpin politik laki-laki. Sehingga kesetaraan gender dalam dunia perpolitikan akan semakin maju dan efek sampingnya untuk kemajuan bangsa Indonesia sendiri. Dasar pemikiran bahwa persamaan hak antara laki-laki dan perempuan merupakan hak asasi manusia dan merupakan prasyarat bagi terciptanya keadilan sosial. Wanita dituntut untuk berperan ganda, di satu pihak wanita sebagai ibu rumah tangga dengan berbagai persoalan untuk menciptakan keluarga sejahtera dan bahagai, dipihak lain wanita ikut berperan serta dalam pembangunan sesuai dengan kemampuan dan kesempatan dalam situasi dan kondisi masing-masing. Tuntutan itulah yang mengakibatkan wanita banyak dihadapkan dengan permasalahan dilematis dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Nursyahbani (1999), perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif disektor public, sekaligus tetap harus menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu. Partisipasi wanita saat ini bukan sekedar menuntut persamaan hak, tetapi juga menyatakan fungsinya mempunyai arti bagi pembangunan dalam masyarakat di suatu negara.
4. Pandangan Islam Terhadap Wanita Karir
Konteks prinsip pokok ajaran islam sesungguhnya adalah persamaan dan kesejajaran diantara pria dan wanita, apapun suku dan bangsanya, dalam hak maupun kewajibannya. Islam datang dengan ajaran egaliter, tanpa ada diskriminasi terhadap jenis kelamin yang berbeda. Yang membedakan diantara merka hanyalah ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Allah SWT. Menurut hukum islam sisi kemanusiaan universal yang dibawa oleh islam adalah bahwa islam merupakan agama yang Rahmatan lil’ A’lamin bukan hanya Rahmatan lil Muslimin aja, maka misi islam adalah upaya membebaskan manusia dari segala bentuk diskriminasi atas dasar status sosial, penindasan dan perbudakan manusia selain kepada Allah SWT. Al-Qur’an mengakui perbedaan anatomi antara pria dan wanita , al- Qur’an juga mengakui bahwa anggota masing-masing gender berfungsi dengan cara merefleksikan perbedaan yang telah dirumuskan dengan baik yang telah dipertahankan oleh budaya mereka. Al-Qur’an tidak berusaha untuk meniadakan pebedaan antara pria dan wanita atau menghapuskan hal fungsional dari perbedaan gender yang membantu agar setiap masyarakat dapat berjalan dengan lancar dan dapat memenuhi kebutuhannya. Jika dipahami secara benar, tidak ada satupun ayat-ayat al-Qur’an dan hadist Nabi yang menginformasikan bahwa wanita adalah bawahan pria. Di dalam al-Qura’an jelas dinyatakan dengan jelas, bahwa di hadapan Allah semua manusia adalah sama, baik pria maupun wanita mempunyai kedudukan yang setara, yang membedakan hanyalah ketaqwaan (Al- Hujurat : 13). Dalam surat At-Taubah : 1 juga tersirat bahwa prinsip hubungan kemitraan antar pria dan wanita demikian jelas dan nyata tidak hanya berlaku bagi kaum wanita dn pria sebagai individu, tapi juga dalam konteks kehidupan berkeluarga antara suami isteri. Surat an-Nahl aayat 97 menurut Zaitunah Subhan bahwa islam dengan ajarannya mengangkat dan artabat perempuan, tidak ada satupun ayat yang atau firman Tuhan (al-Quran) yang merendahkan wanita demikian Rasulullah Saw tidak menganggap wanita sebagai makhluk yang tidak sempurna atu inferior. Demikian juga dengan peran domestik yang mesti diakui bahwa peran ini merupakan suatu kehormatan. Dalam al-Quran surat an-Nissa: 34, lafadz qowwamun pada ayat tersebut para mufaasir menafsirkan bahwa suami adalah pelindung, pemimpin, penanggunng jawab, pengatur konteks keluaraga, kadang ayat tersebut dijadikan sebuah landasan pengharaman bagi perempuan untuk diwilayah publik (lingkungan kerja) padahal menurut Amina Wadul, Azizah al-Hibri dan Riffat Hasan bahwa qowwamun mempunyai arti pencari nafkah atau orang-orang yang menyediakan sarana pendukung atau sama kehidupan, wlaupun demikian wanita juga tidak ada larangan untuk bekerja, selagi mereka mampu dan tidak meninggalkan kewajibannya sebagi perempuan yang harus mengabdi kepada suami dan merawat anak. Menurut Nasrudin Umar, kesetaraan gender dipandang sebagai salah satu wujud keadilan yang harus diperjuangkan. Tidak ada toleransi terhadap segala bentuk penindasan, baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, dan kepercayaan, maupun yang berdasarkan jenis kelamin. Islam memiliki banyak prinsip kesetaraan gender, diantaranya: a. Laki-laki dan permpuan sama-sama sebagai hamba Mengambil dari surah Az- Zarriyat ayat 56, Nassarudin berpendapat bahwa dalam kapasitasnya sebagai hamba, laki-laki dan perempuan masing-masing akan mendapat ganjaran dari Tuhan berdasarkan kadar pengabdiannya. Ketakwaan adalah modal utama untuk menjadi hamba yang ideal terhadap Tuhan. Jika perempuan menjalankan amal keagamaannya, demikia pula dalam kiprah sosialnya, mereka akan diberi ganjaran sebagaimana seharusnya, dan begitu pula laki-laki. b. Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, diciptakan untuk saling tolong menolong dan saling melengkapi.perbedaan yang dimiliki oleh masing-masing individu merupakan pembuktian bahwa setiap manusia memiliki potensi yang tidak dimiliki individu lain. c. Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primodial. Perjanjian primodial merupakan perjanjian seorang anak manusia dengan Tuhannya menjelang keluar dari rahim ibunya. Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian primodial dengan Tuhan. Menurut Umar, islam memang memiliki tradisi bahwa ayah dan suami memiliki otoritas khusus dalam keluarga, namun tidak termasuk mencampuri urusan komitmen perempuan dengan Tuhannya. Hak-hak perempuan didunia adalah sebagaimana hak-hak yang diperoleh laki-laki. d. Adam dan Hawa, terlibat secara aktif dalam drama kosmis salah satu ayat yang menggambarkan keterlibatan Adam dan Hawa dalam drama kosmis adalah penciptaan keduanya di surga yang disebutkan dalam QS al-Baqarah ayat35 yang artinya :” Dan Kami berfirman : “ Hai Adam diamlah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah maknan-makanan yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim”. e. Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi Setiap orang berpotensi meraih prestasi yang maksimum baik laki-laki maupun perempuan. Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki setiap individu merupakan kehendak Allah agar manusia saling melengkapi dan komplementer dalam segala segmen dan dapat saling membantu. Dalam QS An-Nissa Ayat 124 Allah telah menjanjikan surga baik bagi laki-laki dan perempuan beriman yang melakukan amal-amal saleh.
5. Upaya Agar Terciptanya Kesetaraan Gender dalam Keluarga dan Politik
Dalam kehidupan masyarakat diperlukan adanya upaya penyadaran pemahaman hak dan kewajiban antara peran laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender baik dalam keluarga maupuun kehidupan politik , yang tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, wawasan, kesadaran dan kecakapan hidup dalam berbagai hal, antara lain : a. Perilaku adil dan setara gender terhadap laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan politik. b. Saling menghormati perbedaan dalam keberagaman dan menyelesaikan berbagai persoalan rumah tanngga melalui dialog. c. Kesadaran terhadap hak-hak dasar terutama dalam bidang pendidikan. d. Melindungi kesehatan ibu dan anak, mencegah kematian ibu melahirkan dan bayi, mencegah penelantaran dan kekerasan terhadap anak dan memberikan perlindungan terhadap anak. e. Penguatan kesejahteraan keluarga. Kesetaran gender dapat dimanifestasikan dalam beberapa bentuk, yakni : a. Kesempatan yang sama dalam aktualisasi diri Laki-laki dan perempuan memmpuanyai akses yag sama dalam mengaktualisasikan diri dan berpartisipasi terhadap pembangunan. b. Akses yang sama dalam peningkatan kualitas diri Laki-laki dan perempuan harus diberi kesempatan yang sama untuk meningkatkan SDM baik melalui pendidikan maupun lapangan pekerjaan. c. Terciptanya hubungan kemitraan baik di ruang publik maupun di ruang domestik serta mewujudkan hubungan yang saling menghormati agar terciptanya keharmonisan. D. Hasil Diskusi Kelompok Berdasarkan hasil analisis dan diskusi terhadap novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan, berikut ini merupakan pandangan kami megenai cerita dalam novel tersebut. 1. Menurut kelompok kami bahawa tokoh utama suad dalam novel tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tokoh suad yang dapat diambil pelajaran untuk kita semua adalah ambisi yang kuat dan kerja keras dalam mengejar cita-citanya, menunjukan pula bahwa seorang perempuan juga bisa setara dengan laki-laki dalam hal berpolitik. Pencapaian prestasi di berbagai bidang tidak diragukan lagi dimana suad adalah seorang dosen,doktor, anggota parlemen dan pimpinan berbagai organisasi. Kekurangan dari tokoh suad adalah merasa dirinya sanggup melakukan segala hal tetapi pada kenyataannya dia telah mengesampingkan peran sebagai istri dan sebagai ibu. Bisa dibuktikan bahwa suad telah dua kali bercerai dan tidak mendapatkan pengakuan sebagai seorang ibu oleh anaknya. 2. Keluarga seharusnya memberikan pendidikan kepada anak-anaknya sejak dari kecil mengenai perannya sebagai laki-laki dan perempuan, agar ketika sudah dewas dapat berperan sesuai jenis kelaminnya. Dalam kasus tersebut Suad kecil yang berperilaku tomboy tidak diarahkan oleh orang tuanya untuk bersikap seperti anak perempan pada umumnya. 3. Ketika akan membangun rumah tangga, sebaiknya melakukan diskusi terlebih dahulu terhadap pasangan mengenai visi misi kehidupan nanti, agar terciptanya keharmonisan. Dalam kasus Suad, mereka tidak melakukan diskusi secara jernih untuk menentukan tujuan hidupnya, sehingga Suad mengalami 2kali kegagalan dalam pernikahan. 4. Meskipun jabatan sudah tinggi, tapi seorang perempuan tetaplah seorang perempuan yang tidak bisa menggalkan kewaajibannya dalam rumah tangga, terutama untuk mengurus anak. Tokoh Suad membiarkan anaknya di rawat oleh orang tuanya, sehingga dia tidak dekat dengan anaknya sendiri, hal itu diperparah ketika Faizah yang sudah remaja justru dekat dengan ibu tirinya dibandingkan dengan ibu kandungnya sendiri. 5. Suad tidak belajar dari pernikahannya yang pertama, sehingga mnaglami kegagalan dalam pernikahannya yang kedua. Selain itu, seharusnya Suad tidak menyerah begitu saja dengan melupakan kodratnya sebagai perempuan.
Efektivitas Kepemimpinan Kepala Kelurahan Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Menunjang Pembangunan Di Kelurahan Landasan Ulin Utara Kecamatan Lianganggang