Anda di halaman 1dari 55

CV.

ALAM DAN PANCA INDRA

2.1 PEMAHAMAN RENCANA TINDAK


Untuk mencapai maksud, tujuan dan sasaran yang diharapkan dari studi ini, maka
setelah melalui kajian atau analisis terhadap dua komponen analisis diatas disertai
dengan kajian atau analisis materi pokok issue pembangunan nasional, tipikal potensi
dan permasalahan kawasan Kawasan kumuh Kabupaten Pidie, aspirasi pemerintah
daerah serta masyarakat dan unsur swasta dalam semangat desentralisasi dan otonomi
daerah disertai dengan paradigma baru dalam keterkaitan dengan pekerjaan tersebut,
maka dirumuskan konsep rencana tindak Kawasan kumuh Kabupaten Pidie, meliputi:
1. Program peran masyarakat dalam penyusunan rencana tindak
ƒ Ulasan tentang program manajemen konsolidasi berupa pemberdayaan,
pelibatan dan partisipasi dari komunitas, masyarakat sekitar ataupun pelaku di

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2-1
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

Kawasan kumuh Kabupaten Pidie pada semua tahapan identifikasi dan


perumusan penataan.
ƒ Cakupannya meliputi bentuk-bentuk pemberdayaan atau pelibatan masyarakat,
mekanisme pengendalian serta persyaratan teknis lainnya

Gambar 2.1 Peran Serta Masyarakat dalam Rencana Tindak


Pendekatan Peran Serta
Masyarakat
Aspirasi stakeholder mewakili
Wawancara dengan
kelompok-kelompok
stakeholder
masyarakat Aspirasi masyarakat
teridentifikasi

Aspirasi masyarakat/ Wawancara langsung Aspirasi masyarakat masuk


penduduk sekitar kawasan dengan masyarakat dalam susunan program

Perumusan masalah dan


konsep program sesuai
kebutuhan jangka panjang
Aspirasi sebagian Angket dalam bentuk
kawasan
masyarakat secara sampling questioner
Skala prioritas pelaksanaan
awal dapat ditentukan sesuai
kebutuhan jangka pendek
Dialog interaktif stakeholder,
masyarakat dan pemerintah Workshop
kota Lubuk Linggau

2. Rencana umum desain


ƒ Ulasan tentang konsep-konsep perencanaan dan perancangan penataan yang
ditetapkan secara rinci pada tiap elemen rancang kawasan kumuh sebagai suatu
sistem yang saling terintegrasi
ƒ Konsep tersebut diantaranya mencakup peruntukan lahan, intensitas
pemanfaatan lahan, tata bangunan, sistem sirkulasi dan jalur penghubung,
ruang terbuka dan tata hijau, sarana penunjang kawasan, prasarana dan utilitas
serta preservasi dan konservasi
3. Panduan pengembangan detail rencana
ƒ Ulasan tentang penerapan semua konsep-konsep penataan pada seluruh
bagian/lokasi penataan yang ditetapkan, yang dibagi pada zona-zona panduan
desain dan pengembangannya secara terinci
ƒ pada tiap bagiannya. Termasuk cara pembagian area penataan menjadi zona-
zona penataan, deskripsi karakter desain yang ingin dicapai pada tiap zonanya
serta panduan rinci konsep penataannya tiap zona.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2-2
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

4. Program pembiayaan
ƒ Ulasan tentang panduan manajemen investasi dan pembiayaan pada
pelaksanaan/pemberlakuan rencana tindak kawasan kumuh Kabupaten Pidie
sehingga akan didapatkan optimalisasi keberhasilan pelaksanaan rencana tindak
dari berbagai pihak pelaku kawasan kumuh (stakeholder)
ƒ Mencakup didalamnya tentang penetapan indikasi paket kegiatan terkait
denganpembiayaan, kesepakatan pengendalian dan manajemen pelibatan
berbagai stakeholder

5. Panduan administrasi rencana, program dan kelembagaan


ƒ Ulasan tentang panduan penetapan seluruh aspek kelembagaan administrasi
yang digunakan pada pelaksanaan berbagai rencana penataan, program
pengendalian ataupun kewenangan dari kelembagaan yang ada agar memenuhi
persyaratan pelaksanaan.
ƒ Cakupannya mengenai seluruh ketetapan administrasi dari ketentuan/peraturan
Kawasan kumuh Kabupaten Pidie (IMB), administrasi atas insentif
pengembangan ataupun administrasi yang menyangkut peraturan/adat
setempat

6. Panduan pengendalian pelaksanaan


ƒ Ulasan tentang panduan manajemen pengendalian pada masa
penerapan/pelaksanaan pembangunan rencana tindak Kawasan kumuh
Kabupaten Pidie sehingga dapat digunakan oleh petugas atau dinas terkait
sebagai panduan pelaksanaan serta dapat dipantau tolok ukur kemajuan
kerjanya.
ƒ Cakupannya mengenai penetapan indikasi paket-paket pekerjaan, kesepakatan
pengendalian dan kelembagaan pelaksanaannya, manajemen pelibatan paket
pelaksanaan dengan stakeholder terkait serta persyaratan teknis
pelaksanaannya

7. Program DED Kawasan Percontohan


ƒ Detail engineering Design berupa gambar kerja, RKS dan RAB terhadap kegiatan
– kegiatan yang akan dilaksanakan pada kawasan percontohan.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2-3
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

ƒ Cakupannya mengenai pengelolaan ruang-ruang publik, pengendalian


pemakaian ruang privat yang digunakan/didedikasikan pada publik, pengelolaan
bonus insentif, pengendalian kerjasama sektor informal dan lain sebagainya.

2.2 PEMAHAMAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN

2.2.1 Perumahan, Permukiman dan Kota


Pandangan dunia internasional mengenai perkembangan perumahan dan permukiman
antara lain:
1. Agenda Habitat mengamanatkan penyediaan hunian yang layak dan terjangkau bagi
seluruh lapisan masyarakat (shelter for all) dengan mengedepankan strategi
pemberdayaan (enabling strategy) untuk mewujudkan permukiman yang
berkelanjutan (sustainable human settlement).
2. Dalam upaya penanganan permukiman kumuh di perkotaan, secara internasional
telah dicanangkan “Declaration on Cities Without Slums”.
Masyarakat Indonesia membutuhkan rata-rata sebanyak 800.000 unit rumah baru per
tahun, sementara bila diproyeksikan untuk sampai tahun 2020 dibutuhkan rata-rata
1,15 juta unit yang perlu difasilitasi tiap tahunnya (Kebijakan dan Strategi Nasional
Perumahan dan Permukiman/KSNPP 2004).
Pengertian kota dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Definisi Kota Klasik dan Definisi
Kota Modern.
• DEFINISI KLASIK (Amos Rappoport), Suatu permukiman yang relatif besar,
padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen
dari segi social.
• DEFINISI MODERN, Suatu Permukiman dirumuskan bukan dari ciri morfolgi kota
tetapi dari suatu fungsi yang menciptakan ruang-ruang efektif melalui
pengorganisasian ruang dan hierarki tertentu

Konsep dasar pembangunan kota ideal adalah kota yang memenuhi berbagai
peruntukkan seperti:
• Pusat Pemerintahan, merupakan peruntukkan berdasarkan Aspek Politik
• Pusat Perdagangan, merupakan peruntukkan berdasarkan Aspek Ekonomi
• Pusat Permukiman/Pusat Sarana Permukiman, merupakan peruntukkan
berdasarkan Aspek Sosial Budaya.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2-4
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

Gambar 2.2 Konsep Dasar Pembangunan Kota Ideal

KOTA

PEMERINTAHAN CITY PERDAGANGAN

TOWN

PEMUKIMAN

SETTLEMENTS

RUMAH TEMPAT FASILITAS


TINGGAL KERJA SOSIAL

Doxiadis berpendapat bahwa Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung baik kota atau desa berfungsi sebagai tempat kegiatan yang
mendukung kehidupan.
Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup selain kawasan lindung yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Isu strategis penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Indonesia tidak terlepas
dari dinamika yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat, dan kondisi kebijakan
pemerintah di dalam mengelola persoalan perumahan dan permukiman yang ada,
antara lain sebagai berikut:
1. Isu kesenjangan pelayanan. Isu kesenjangan pelayanan muncul karena terbatasnya
peluang untuk memperoleh pelayanan dan kesempatan berperan di bidang
perumahan dan permukiman, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan
berpendapatan rendah.
2. Isu lingkungan. Isu lingkungan pada kawasan perumahan dan permukiman umumnya
muncul karena dipicu oleh tingkat urbanisasi dan industrialisasi yang tinggi, serta
dampak pemanfaatan sumber daya dan teknologi yang kurang terkendali.
Kelangkaan prasarana dan sarana dasar, ketidakmampuan memelihara dan
memperbaiki lingkungan permukiman yang ada, dan masih rendahnya kualitas

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2-5
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

permukiman baik secara fungsional, lingkungan, maupun visual wujud lingkungan,


merupakan isu utama bagi upaya menciptakan lingkungan permukiman yang sehat,
aman, harmonis dan berkelanjutan. Isu tersebut juga menjadi lebih berkembang
dikaitkan dengan belum diterapkannya secara optimal pencapaian standar
pelayanan minimal perumahan dan permukiman yang berbasis indeks pembangunan
berkelanjutan di masing-masing daerah.
3. Hakikat dari Pembangunan Perumahan dan Permukiman adalah Perumahan dan
permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar juga mempunyai fungsi
yang strategis sebagai:

Pusat pendidikan keluarga;

Pembinaan generasi muda;

Tempat persemaian budaya;

Pengejawantahan jatidiri;

Barang modal (capital goods).

2.2.2 Permasalahan Perumahan dan Permukiman


Perkembangan lingkungan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari
pesatnya laju pertumbuhan penduduk perkotaan baik karena fakor pertumbuhan
penduduk kota itu sendiri maupun karena faktor urbanisasi. Dampak negatif urbanisasi
yang telah berlangsung selama ini lebih disebabkan oleh tidak seimbangnya peluang
untuk mencari nafkah di daerah perdesaan dan perkotaan, sehingga memunculkan
adanya daya tarik kota yang dianggap mampu memberikan masa depan yang lebih baik
bagi masyarakat perdesaan atau luar kota, sementara latar belakang kapasitas dan
kemampuan para pendatang sangat marjinal.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan, maka kebutuhan


penyediaan akan prasarana dan sarana permukiman akan meningkat pula, baik melalui
peningkatan maupun pembangunan baru. Selanjutnya pemenuhan akan kebutuhan
prasarana dan sarana permukiman baik dari segi perumahan maupun lingkungan
permukiman yang terjangkau dan layak huni belum sepenuhnya dapat disediakan baik
oleh masyarakat sendiri maupun pemerintah, sehingga kapasitas daya dukung
prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang ada mulai menurun yang pada
gilirannya memberikan konstribusi terjadinya lingkungan permukiman kumuh.
Lingkungan permukiman kumuh di perkotaan di Indonesia merupakan permasalahan

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2-6
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

yang sangat kompleks, diantaranya adalah permasalahan yang berkaitan dengan


kemiskinan dan kesenjangan serta ketidak disiplinan sosial maupun yang menyangkut
kemampuan lembaga-lembaga pemerintahan Kota/Kabupaten dalam pengaturan,
pengorganisasian spasial maupun sumberdaya yang dimiliki kota sesuai hakekat fungsi
kota.

Berdasarkan paparan diatas, permasalahan umum bidang perumahan dan permukiman


di Indonesia yang ada pada saat ini adalah sebagai berikut:

1. Belum terlembaganya sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman

Secara umum sistem penyelenggaraan di bidang perumahan dan permukiman


masih belum mantap baik di tingkat pusat, wilayah, maupun lokal, ditinjau dari
segi sumber daya manusia, organisasi, tata laksana, dan dukungan prasarana serta
sarananya.

Belum mantapnya pelayanan dan akses terhadap hak atas tanah untuk perumahan,
khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan rendah. Kapasitas
pemerintah daerah juga masih relatif terbatas untuk dapat melaksanakan secara
efektif penyelenggaraan administrasi pertanahan yang memadai, yang dapat
menjamin kecukupan persediaan lahan, yang dapat mengembangkan pasar lahan
secara efisien dan pemanfaatan lahan yang berkelanjutan, yang dapat mengurangi
hambatan hukum dan sosial terhadap akses yang adil dan seimbang kepada lahan,
terutama bagi penduduk yang difabel, perempuan, dan kelompok yang rentan, dan
yang mampu memfasilitasi akses kepada lahan dan keamanan status kepemilikan
bagi seluruh kelompok masyarakat.

Belum efisiennya pasar perumahan, seperti ditunjukkan melalui kondisi dan proses
perijinan pembangunan perumahan dan sertifikasi hak atas tanah yang masih
memprihatinkan, relatif mahal dan kurang transparan; belum adanya standarisasi
dokumen KPR, seleksi nasabah, penilaian kredit, dan dokumen terkait lainnya; dan
proses sita jaminan yang masih berlarut-larut. Kondisi ini ikut mempengaruhi
ketidakpastian pasar perumahan, serta sistem dan mekanisme pembiayaan
perumahan. Untuk lebih menjamin pasar perumahan yang efisien, perlu dihindari
intervensi yang mengganggu penyediaan dan menyebabkan distorsi permintaan
akan perumahan, dan membuat instrumen yang fleksibel untuk regulasi
perumahan, termasuk pasar sewa perumahan dengan mengingat kebutuhan khusus
dari kelompok masyarakat yang rentan.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2-7
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

2. Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan


terjangkau

Tingginya kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau masih belum dapat
diimbangi karena terbatasnya kemampuan penyediaan baik oleh masyarakat,
dunia usaha dan pemerintah. Secara nasional kebutuhan perumahan masih relatif
besar, sebagai gambaran status kebutuhan perumahan pada tahun 2000 meliputi:
(i) kebutuhan rumah yang belum terpenuhi (backlog) sekitar 4,3 juta unit rumah,
(ii) pertumbuhan kebutuhan rumah baru setiap tahunnya sekitar 800 ribu unit
rumah; serta (iii) kebutuhan peningkatan kualitas perumahan yang tidak
memenuhi persyaratan layak huni sekitar 13 juta unit rumah (25%).

Ketidakmampuan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah untuk


mendapatkan rumah yang layak dan terjangkau serta memenuhi standar
lingkungan permukiman yang responsif (sehat, aman, harmonis dan
berkelanjutan). Hal ini disebabkan karena terbatasnya akses terhadap sumber
daya kunci termasuk informasi, terutama yang berkaitan dengan pertanahan dan
pembiayaan perumahan.

Belum tersedianya dana jangka panjang bagi pembiayaan perumahan yang


menyebabkan terjadinya mismatch pendanaan dalam pengadaan perumahan. Di
samping itu, sistem dan mekanisme subsidi perumahan bagi kelompok masyarakat
miskin dan berpengahasilan rendah masih perlu dimantapkan, baik melalui
mekanisme pasar formal maupun melalui mekanisme perumahan yang bertumpu
pada keswadayaan masyarakat. Mobilisasi sumber-sumber pembiayaan perumahan
masih harus diefektifkan dengan mengintegrasikan pembiayaan perumahan ke
dalam sistem pembiayaan yang lebih luas dan memanfaatkan instrumen yang ada
sekarang atau mengembangkan instrumen baru untuk lebih memperhatikan
kebutuhan pembiayaan bagi penduduk yang mempunyai keterbatasan akses
kepada kredit.

3. Menurunnya kualitas lingkungan permukiman

Secara fungsional, sebagian besar kualitas perumahan dan permukiman masih


terbatas dan belum memenuhi standar pelayanan yang memadai sesuai skala
kawasan yang ditetapkan, baik sebagai kawasan perumahan maupun sebagai
kawasan permukiman yang berkelanjutan. Masih terdapat banyak kawasan yang
tidak dilengkapi dengan berbagai prasarana dan sarana pendukung, seperti

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2-8
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

terbatasnya ruang terbuka hijau, lapangan olah raga, tempat usaha dan
perdagangan secara terbatas, fasilitas sosial dan fasilitas umum, disamping masih
adanya keterbatasan di bidang prasarana dasar perumahan dan permukiman,
seperti air bersih, sanitasi, dan pengelolaan limbah.

Secara fisik lingkungan, masih banyak ditemui kawasan perumahan dan


permukiman yang telah melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan,
menghadapi dampak kesalingterkaitannya dengan skala kawasan yang lebih luas,
serta masalah keterpaduannya dengan sistem prasarana dan sarana baik di
perkotaan maupun di perdesaan. Dampak dari semakin terbatas atau menurunnya
daya dukung lingkungan di antaranya adalah dengan meningkatnya lingkungan
permukiman kumuh pertahunnya, sehingga luas lingkungan permukiman kumuh
seperti pada tahun 2000 telah mencapai sekitar 47.500 ha yang tersebar tidak
kurang dari sekitar 10.000 lokasi.

Perkembangan, Isu dan Masalah Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan
Permukiman (KSNPP) memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, termasuk
dari segi keanekaragaman hayati. Secara non-fisik lingkungan, pertumbuhan
kawasan perumahan dan permukiman juga tidak selalu telah mengantisipasi
potensi timbulnya kesenjangan dan kerawanan sosial.

Secara visual wujud lingkungan, juga terdapat kecenderungan yang kurang positif
bahwa sebagian kawasan perumahan dan permukiman telah mulai bergeser
menjadi lebih tidak teratur, kurang berjati diri, dan kurang memperhatikan nilai-
nilai kontekstual sesuai sosial budaya setempat serta nilai-nilai arsitektural yang
baik dan benar. Selain itu, kawasan yang baru dibangun juga tidak secara
berlanjut dijaga penataannya sehingga secara potensial dapat menjadi kawasan
kumuh yang baru. Perumahan dan permukiman yang spesifik, unik, tradisional,
dan bersejarah juga semakin rawan keberlanjutannya, padahal merupakan asset
budaya bangsa yang perlu dijaga kelestariannya.

Berbagai perkembangan, isu strategis, dan permasalahan perumahan dan


permukiman tersebut tidak terlepas dari dinamika dan kemajemukan perubahan-
perubahan di dalam pembangunan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan
pembangunan lingkungan, yang tidak saja mengikuti perubahan berdimensi ruang
dan waktu, tetapi juga perubahan kondisi khususnya bidang ekonomi, sosial, dan
budaya. Kemampuan pengendalian pembangunan perumahan dan permukiman
yang masih relatif terbatas dan mulai bertumbuh-kembangnya peran dan potensi

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2-9
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

masyarakat di dalam mengatur dan melaksanakan sendiri kebutuhannya akan


perumahan dan permukiman, juga sangat mendasari kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan permukiman.

4. Meningkatnya luas kawasan permukiman kumuh

Kawasan permukiman kumuh di Indonesia luasannya terus bertambah mencapai


47.500 hektar.

5. Rendahnya kemampuan sebagian besar masyarakat

Sekitar 70% masyarakat Indonesia merupakan kelompok masyarakat yang


berpendapatan di bawah Rp. 1,5 juta/bulan.

6. Fasilitasi pemerintah masih kurang

Usaha pemerintah dalam memfasilitasi pembangunan perumahan swadaya masih


rendah.

Lingkungan permukiman kumuh tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga


berlangsung hampir diseluruh negara berkembang di Asia dan Afrika, menurut publikasi
World Bank (1999) lingkungan permukiman kumuh digambarkan sebagai bagian yang
terabaikan dari lingkungan perkotaan dimana kondisi kehidupan dan penghidupan
masyarakatnya sangat memprihatinkan, yang diantaranya ditunjukkan dengan kondisi
lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
sarana dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, tidak tersedianya
fasilitas pendidikan, kesehatan maupun sarana dan prasarana sosial budaya
kemasyarakatan yang memadai. Kekumuhan lingkungan permukiman cenderung
bersifat paradoks, bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut, kekumuhan
adalah kenyataan sehari-hari yang tidak mereka masalahkan, sedangkan di pihak lain
yang berkeinginan untuk menanganinya, masalah kumuh adalah suatu permasalahan
yang perlu segera ditanggulangi penanganannya. Dari fenomena tersebut dapat dipetik
pelajaran bahwa penanganan lingkungan permukiman kumuh tidak dapat diselesaikan
secara sepihak, tetapi harus secara sinergis melibatkan potensi dan eksistensi dari
seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders), baik pemerintah maupun
masyarakat; dimana dari pihak pemerintah meliputi Pusat, Propinsi maupun
Kabupaten/Kota; sedangkan dari pihak masyarakat meliputi masyarakat sendiri selaku
penerima manfaat, masyarakat selaku pelaku dunia usaha maupun pelaku kunci

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 10
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

lainnya seperti pemerhati, kelompok swadaya masyarakat, cerdik cendiawan dan


sebagainya 1 .

2.2.3 Ciri-Ciri Permukiman Kumuh

Istilah permukiman kumuh seringkali digunakan oleh para ahli ilmu sosial untuk
menggambarkan perkampungan miskin. Pada umumnya masalah permukiman kumuh di
perkotaan ditimbulkan oleh pertambahan penduduk yang pesat, mahalnya
pembangunan rumah, terbatasnya kemampuan ekonomi masyarakat serta tidak
memiliki keterampilan, berpendidikan rendah sehingga pengetahuan sangat terbatas,
serta kurangnya pengawasan dalam hal ketertiban bangunan dan pemakaian tanah.
Untuk mengidentifikasi suatu permukiman yang dinyatakan sebagai permukiman
kumuh, berikut disajikan beberapa pendapat tentang kawasan kumuh:

“A slum is not only based on the socio-economic level of the population that
live in an area. A slum is not based on the race, ethicality or region of the
people in the area. A person who lives in a slum is unable to move away from
the slum because of their economic status.”

Suatu permukiman kumuh tidak hanya didasarkan pada tingkat sosio-ekonomi


penduduk yang tinggal didalamnya. Juga tidak didasarkan pada ras, masalah
etik atau agama. Orang yang tinggal di kawasan kumuh tidak mampu keluar
karena kondisi ekonominya

Kawasan Kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi


tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin

Slum area adalah daerah kumuh sebagai kawasan permukiman yang diatasnya
terletak bangunan-bangunan berkondisi substandar dan dihuni oleh penduduk
yang padat (Bergel).

Slum area adalah sebuah atau sekelompok bangunan disuatu daerah dicirikan
oleh keburukan-keburukan yang berlebihan, berkondisi kurang sehat,
kekurangan fasilitas dan kenikmatan akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan,
jiwa, dan moral penduduk dan penghuninya (Grimes).

Permukiman kumuh digambarkan sebagai bagian yang terabaikan dari


lingkungan perkotaan dimana kondisi kehidupan dan penghidupan

1
Semiloka Rencana Pencananangan Gerakan Nasional Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh, Palembang
20 – 21 Agustus 2001

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 11
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

masyarakatnya sangat memprihatinkan, diantaranya ditunjukkan oleh kondisi


lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan penduduk tinggi,
sarana dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, tidak tersedia
fasilitas pendidikan, kesehatan maupun sarana dan prasarana sosial budaya
kemasyarakatan yang memadai

Bagi masyarakat kumuh kebutuhan yang dirasakan sangat penting untuk


dipenuhi yaitu kebutuhan utama akan sosial (sebagai wadah untuk bersosialisasi
dengan masayrakat lainnya). Oleh karena itu, adanya sarana maupun prasarana
dapat memfasilitasi kebutuhan sosial tersebut dan juga kebutuhan utama
lainnya yang tidak dapat dipenuhi dalam suatu rumah, misalnya:

MCK, tidak setiap rumah mampu untuk membuat fasilitas ini sendiri. Maka MCK
harus dibuat bersama di beberapa titik tanpa mencemari lingkungan yang ada

Poskamling, walauapun kehidupan di permukiman kumuh tidak teratur bukan


berarti mereka tidak memerlukan rasa aman

Posyandu, sebagai sarana untuk memeriksa kesehatan

Sarana ibadah, dalam rumah kumuh yang ruang-ruangnya terbatas membuat


mereka kesulitan untuk menemukan ruang tenang untuk ibadah maka perlu
dibuatkan sarana ibadah bersama sekaligus sebagai tempat bersosialisasi

Sarana olah raga, sebagian yang sudah ada sarana jalan digunakan untuk fungsi
ini

Pada dasarnya terdapat lima tipologi mengenai terbentuknya permukiman oleh


penduduk, yaitu :

1. Desa atau kampung tradisional yang berkembang alami, memadat, dan meluas

2. Permukiman yang dibangun oleh pemerintah kota (sebelum perang): umunya


hanya mengalami proses memadat

3. Permukiman yang dibangun sendiri ditempat yang pernah dikuasai kaum


kolonialis (dan/atau tuan tanah) awal periode kemerdekaan

4. Lahan yang ditempati berupa lahan marjinal

5. Diduduki dengan motif spekulatif-ekonomis yang terjadi belakangan ini

Terdapat kombinasi antar tipologi tersebut. Setiap kota memiliki distribusi yang
berbeda dari ke lima tipe permukiman diatas. Dua tipe pertama tidak tergolong liar
dan umumnya mengalami perkembangan yang membaik, sehingga tidak dapat
digolongkan kumuh, apalagi sesudah diperbaiki melalui program KIP. Tipe ketiga

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 12
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

biasanya terbentuk pada saat negara kita masih dalam tahap pembenahan diri di awal
tahun lima-puluhan. Pada saat itu banyak kota di Indonesia masih terlihat ‘bertugas’
tenaga Belanda di berbagai instansi pemerintah, mulai pemda, bank, Perusahaan
utilitas, sampai lembaga pendidikan. Tipe keempat tidak dapat berkembang sama
sekali, keadannya selalu liar dan dibawah standar layak. Bagi tipe tersebutdiperlukan
kajian yang lebih rinci misalnya permukiman disepanjang kali atau rel kereta api.
Penghuni permukiman tersebut bersifat transitoris dan mampu membangkitkan
mobilitas sosial-ekonomi sendiri yang cukup tinggi. Tindakan utama adalah preventif
dan represif yang dilakukan bersamaan dan tegas. Tipe terakhir tidak selalu berdiri
sendiri, tapi berkaitan dengan berbagai tipe sebelumnya. Berdasarkan gambaran
tersebut terlihat bahwa yang menjadi masalah hanya 3 tipe terakhir, yang sebagian
besar bukan dihuni oleh warga yang lahir atau berasal dari kota yang bersangkutan.

Ciri-ciri pemukiman kumuh (Supardi Suparlan) adalah:

Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai

Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruangnya


mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin

Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan
ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya
kesemerawutan tata ruang

Ketidakberdayaan ekonomi penghuninya

Supardi Suparlan juga mengatakan bahwa pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-
satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan
sosial yang jelas, yaitu:

Terwujud sebagai sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan
karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar

Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau RW

Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW,
atau bahkan terwujud sebagai sebuah kelurahan, dan bukan hunian liar

Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen

Sedangkan ciri-ciri kawasan kumuh menurut kriteria Dep. PU adalah:

Lingkungan tidak terawat/kotor

Kepadatan sangat tinggi (>750 KK/Ha)

Tatanan bangunan tidak teratur

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 13
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

Terletak di pusat kota maupun pinggiran kota dan desa

Umur kawasan kadangkala telah mencapai lebih dari 50 tahun dan kondisinya
semakin menurun

Dibangun spontan sebagai hunian

Tidak ada kejelasan hak milik (liar/Squatter)

Bahan bangunan rumah diperoleh dari bahan-bahan seadanya, bangunan


bersifat semi permanen

Warganya merupakan migran urbanisasi yang bermigrasi dari desa ke kota

Warga slum yang bekerja kebanyakan adalah pekerja pasar dan serabutan

Banyak dihuni oleh pengangguran

Tingkat kejahatan/kriminalitas tinggi

Demoralisasi tinggi

Emosi warga tidak stabil

Miskin dan berpendapatan rendah

Daya beli rendah

Sarana prasarana publik sangat tidak memadai

Sementara ciri-ciri fisik lingkungan kawasan kumuh adalah:

Kepadatan bangunan tinggi

Bangunan bersifat semi permanen

Struktur pemukiman kurang tertata

Biasanya berdekatan dengan sarana pendukung (air, tempat pembuangan, dll)

Sirkulasi antar bangunan sempit dan tidak dapat dilalui mobil

2.2.4 Dampak Dari Permukiman Kumuh

Lingkungan permukiman kumuh memberi dampak yang bersifat multi dimensi


diantaranya dalam dimensi penyelenggaraan pemerintahan, tatanan sosial budaya,
lingkungan fisik serta dimensi politis. Dibidang penyelenggaraan pemerintahan,
keberadaan lingkungan permukiman kumuh memberikan dampak citra ketidak-
berdayaan, ketidak-mampuan dan bahkan ketidak-pedulian pemerintah terhadap
pengaturan pelayanan kebutuhan-kebutuhan hidup dan penghidupan warga kota

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 14
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

maupun pendatang dan pelayanan untuk mendukung kegiatan sosial budaya, ekonomi,
teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.

Dampak terhadap tatanan sosial budaya kemasyarakatan adalah bahwa komunitas yang
bermukim di lingkungan permukiman kumuh yang secara ekonomi pada umumnya
termasuk golongan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, seringkali dianggap
sebagai penyebab terjadinya degradasi kedisiplinan dan ketidaktertiban dalam
berbagai tatanan sosial kemasyarakatan.

Di bidang lingkungan/hunian komunitas penghuni lingkungan permukiman kumuh


sebagian besar pekerjaan mereka adalah tergolong sebagai pekerjaan sektor informal
yang tidak memerlukan keahlian tertentu, misalnya sebagai buruh kasar/kuli
bangunan, sehingga pada umumnya tingkat penghasilan mereka sangat terbatas dan
tidak mampu menyisihkan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan
permukiman sehingga mendorong terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang pada
gilirannya munculnya permukiman kumuh.

Keberadaan komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh ini akan


cenderung menjadi lahan subur bagi kepentingan politis tertentu yang dapat dijadikan
sebagai alat negosiasi berbagai kepentingan. Fenomena ini apabila tidak diantisipasi
secara lebih dini akan meningkatkan eskalasi permasalahan dan kinerja pelayanan
kota.

2.2.5 Kriteria Kawasan Permukiman Kumuh

Kriteria kawasan permukiman kumuh dalam penetapan lokasi kawasan permukiman


kumuh menurut Direktorat Ciptakarya terbagi dalam 6 kelompok kriteria, yaitu
vitalitas non ekonomi, vitalitas ekonomi kawasan, status kepemilikan lahan, keadaan
sarana dan prasarana, komitmen pemerintah kabupaten/kota, dan prioritas
penanganan.

1. Kriteria Vitalitas Non Ekonomi

Kriteria vitalitas non ekonomi dipertimbangkan sebagai penentuan penilaian


kawasan kumuh dengan indikasi terhadap penanganan peremajaan kawasan kumuh
yang dapat memberikan tingkat kelayakan kawasan permukiman tersebut apakah
masih layak sebagai kawasan permukiman atau sudah tidak sesuai lagi. Pada
kriteria ini terdiri dari beberapa variabel, yaitu :

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 15
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah


Kota atau RDTRK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota

Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki


indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal
kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat
didalamnya

Kondisi kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai,


memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh
berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk. Dimana kepadatan
penduduk dikatakan tinggi jika kepadatannya lebih dari 500 jiwa per hektar,
sedang jika kepadatan penduduknya antara 400 sampai 500 jiwa per hektar,
dan tinggi jika kepadatan penduduknya kurang dari 400 jiwa per hektar

2. Kriteria Vitalitas Ekonomi

Kriteria vitalitas ekonomi dinilai mempunyai tingkat kepentingan penanganan


kawasan permukiman kumuh dalam kaitannya dengan indikasi pengelolaan
kawasan sehingga peubah dinilai untuk kriteria ini meliputi :

Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota,


apakah kawasan tersebut strategis atau kurang strategis

Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan pada


investor untuk dapat menangani masalah kumuh yang ada. Kawasan yang
termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan
perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya

Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan


permukiman kumuh

3. Kriteria Status Tanah

Berdasarkan Inpres No. 5 Tahun 1990 tentang Peremajaan Permukiman Kumuh


merupakan hal penting untuk kelancaran dan kemudahan pengelolaannya.
Kemudahan pengurusan masalah status tanah dapat menjadikan jaminan terhadap
ketertarikan investasi dalam suatu kawasan perkotaan. Peubah penilai dari kriteria
ini meliputi:

Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman

Status sertifikat tanah yang ada

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 16
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

4. Kriteria Kondisi Sarana dan Prasarana

Kriteria kondisi sarana dan prasarana ini mempengaruhi suatu kawasan


permukiman dikategorikan sebagai permukiman kumuh. Sarana dan Prasarana
yang harus diperhatikan kondisinya antara lain :

Kondisi jalan

Drainase

Air bersih

Air limbah

5. Kriteria Komitmen Pemerintah Setempat

Pemerintah daerah menginginkan adanya keteraturan pembangunan khususnya


kawasan yang terdapat di daerahnya, oleh karena itu komitmen pemerintah
daerah dinilai mempunyai andil sangat besar untuk terselenggaranya penanganan
kawasan permukiman kumuh. Perubah penilai dari kriteria ini akan meliputi:

Keinginan pemerintah untuk menyelenggarakan penanganan kawasan kumuh


dengan indikasi penyediaan dana dari mekanisme kelembagaan penangannya

Ketersediaan perangkat dalam penanganannya, seperti halnya rencana


penanganan kawasan, rencana induk, kawasan dan lainnya

6. Kriteria Prioritas Penanganan

Untuk menentukan lokasi prioritas penanganan, selanjutnya digunakan kriteria


lokasi kawasan permukiman kumuh yang diindikasikan memiliki pengaruh terhadap
(bagian) kawasan perkotaan metropolitan sekaligus sebagai kawasan oermuiman
penyangga. Kriteria ini akan menghasilkan lokasi kawasan permukiman yang
proritas ditangani karena letaknya yang berdekatan dengan kawasan perkotaan,
penentuan kriteria ini menggukan variabel sebagai berikut:

Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan pusat kota


metropolitan

Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan kawasan pusat


pertumbuhan bagian kota metropolitan

Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan kawasan


lain(perbatasan) bagian kota metropolitan

Kedekatan lokasi kawasan kumuh dengan letak ibukota daerah yang


bersangkutan

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 17
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

Menurut Bintarto, kawasan kumuh memiliki karakteristik seperti:


” kawasan yang didiami oleh warga kota yang gagal dalam bidang ekonomi, lingkungan kawasan tidak
sehat, didiami oleh banyak pengangguran, emosi penduduk tidak stabil, penduduk sering dihinggapi
kebiasaan buruk dan sifat negatif lainnya.”

Sementara jika dilihat dari segi sosial, maka karakteristik sosial penghuni kawasan ini
adalah :

Tingkat pendidikan yang rendah (umumnya hanya sebatas tamatan SD)

Pengetahuan tentang kesehatan, keamanan, keagamaam, kebersihan,


keterampilan sangat terbatas

Mata pencaharian masyarakat pada umunya di sektor informal, seperti


pengamen, pengemis, buruh kasar, pemulung

Jumlah penghasilan tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan


terkadang tidak berpenghasilan

Hal-hal tersebut berakibat sulitnya masyarakat untuk


menyumbang/berpartisipasi secara materiil dalam pembangunan sarana umum,
jga secara moril akibat sifat kerja keras siang dan malam untuk mencari uang

Berdasarkan status lahannya, kawasan kumuh terbagi menjdi 2, yaitu kawasan


kuh legal dan ilegal. Kawasan kumuh ilegal merupakan kawasan kumuh yang
berada di atas tanah ilegal, yaitu pada lahan yang peruntukknya bukan untuk
perumahan, penghunian dilakukan secara tidak sah pada bidang tanah baik
milik negara, perorangan, atau badan hukum. Lokasi ilegal yang cenderung
dimanfaatkan untuk kawasan kumuh adalah kawasan dengan kepemilikan atau
manajemen pengelolaan berada pada kewenangan beberapa instansi atau
merupakan pengelolaan bersama seperti bantaran sungai, bawah
jembatan/jalan tol, tepi jalur kereta api, tepi wilayah pembuangan sampah
akhir. Sementara kawasan kumuh legal adalah kawasan yang berada di atas
tanah legal, yaitu lahan yang memang diperuntukan untuk perumahan, tapi
kondisinya sangat buruk, baik karena kepadatan yang tinggi maupun kurangnya
sarana prasarana.

Karakteristik kawasan kumuh menurut Bintarto: daerah ini merupakan


permukiman yang didiami oleh warga kota yang gagal dalam bidang ekonomi;
daerah ini merupakan daerah dengan lingkungan yang tidak sehat; daerah ini
merupakan daerah yang didiami oleh banyak pengangguran; penduduk di

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 18
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

daerah ini emosinya tidak stabil; penduduk di daerah ini dihinggapi kebiasaan
berjudi dan sifat negatif lainnya.

Karakteristik sosial penghuni kawasah kumuh: tingkat pendidikan rendah


umumnya hanya sebatas tamatan SD atau bahkan tidak tamat SD; pengetahuan
tentang kesehatan, keamanan, keagamaan, kebersihan, keterampilan sangat
terbatas. Dari keterbatasan pengetahuan tersebut menimbulkan
keticlakpahaman masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka
secara layak. Mata pencaharian mereka umumnya di sektor informal seperti
pengamen, pengemis, buruh kasar, pemulung; jumiah penghasilan tidak dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari atau bahkan kadangkadang mereka tidak
memperolah penghasilan. Hal ini berakibat pada sulitnya
menyumbang/berpartisipasi secara materil dalam pembangunan sarana umum,
juga secara moril akibat sifat kerja keras siang clan malam untuk mencari uang.

Berdasarkan status lahan dikenal kawasan kumuh ilegal dan kawasan kumuh
legal. Kawasan kumuh ilegal merupakan kawasan kumuh di atas tanah ilegal,
yaitu yang berada pada peruntukan bukan perumahan; penghunian dilakukan
secara tidak sah pada bidang tanah baik milik negara, milik pereorangan, atau
badan hukum. Lokasi ilegal yang cenderung dimanfaatkan sebagai kawasan
kumuh adalah kawasan dengan kepemilikan atau manajemen pengelolaan
berada pada kewenangan beberapa instansi atau merupakan pengelolaan
bersama seperti bantaran sungai, bawah jembatan/jalan tol; tepi jalur kereta
api; tepi wilayah pembuangan sampah akhir. Kawasah kumuh legal berada di
atas tanah legal yaitu lahan yang memang cliperuntukkan bagi perumahan,
tetapi kondisinya sangat buruk baik karena kepadatan yang tinggi maupun
kurangnya sarana prasarana.

Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak memiliki syarat paling dasar dalam
aspek keamanan, kesehatan, dan kesempatan memajukan penghuninya. Akan tetapi
permukiman kumuh mengandung manfaat sebagai berikut:

Memberikan pilihan perumahan yang tepat dengan keinginan beragam kelompok


masyarakat

Meningkatkan potensi melalui peluang yang dinamis

Berfungsi sebagai sekolah

Tempat bersiap atau proses bersih diri agar dapat kembali dan diterima
masyarakat normal dan berkembang makin mandiri, lokasi strategis terhadap

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 19
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

lapangan kerja dan memberi kesempatan untuk perumahan yang murah dan
biaya hidup yang murah, sehingga bagi penduduk tetap dapat menabung untuk
dikiri ke kampung halamannya atau bagi penduduk yang menetap dapat
ditabung untuk membeli ruamh yang layak dan sah.

Sisi negatif pemukiman kumuh adalah masalah anak sekolah yang enggan mengenalkan
dirinya bermukim di pemukiman kumuh sehingga menghambat perkembangannya,
suburnya persepsi fatalis (sudah menjadi nasib yang sulit diperbaiki dan hanya
menunggu uluran tangan pemerintah saja), serta menjadikan pemukiman kumuh
sebagai komoditi sebagai pemerasan kepada pemerintah untuk membayar ganti rugi.

Syarat awal untuk menghadapi pemukiman kumuh adalah mengetahui lebih rinci peta
masalah pemukiman kumuh yang meliputi: besaran, sebaran, sejarahnya, anatomi
perkembangannya. Terdapat lima hal dalam pembenahan pemukiman kumuh, yaitu :

1. Kebijakan yang diambil harus beralih dari dasar normatif ke empirik. Kenyataan
empirik berbeda dengan ukuran normatif yang selama ini dianut, maka berbagai
kebijakan yang berlaku juga menjadi jauh dari sasaran yang semula hendak
dicapai.

2. Kota-kota perlu menuiapkan data dan kajian tentang keadaan perumahannya. Hal
ini dapat dimulai dengan menggunakan data sensus penduduk. Sedangkan hal-hal
rinci dilakukan untuk merekam dan membaca secara kualitatif terhadap data yang
kuantitatif.

3. Kota perlu menggalang dan mengembangkan ahli dan keahlian tentang perumahan,
dilakukan melalui kerjasama yang teratur dan berlanjut dengan perguruan tinggi
setempat

4. Perbaikan mutu perumahan pada umumnya dicapai mengandalkan sumber daya


lokal, baik tenaga ahli maupun sumber daya yang diperlukan masyarakat mutlak
harus menjadi bagian dari proses pengadaan perumahan pada umumnya.
Pendekatan yang dipakai bukan sekedar partisipatoris tapi kemitraan (partnership).
Masyarakat disiapkan bukan hanya sebagai enabling, tapi dalam rangka sebagai
capacity building yang keadaan dan jangkauannya lebih luas untuk mencapai
development in partnership with the people yang menuntut kesamaan hak,
kesempatan, dan derajat.

Kebijakan dan Strategi Nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman


meliputi sebagai berikut :

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 20
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

1. Melembagakan sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman dengan


pelibatan masyarakat sebagai pelaku utama melalui strategi :

a) Pengembangan peraturan perundangan

b) Pemantapan kelembagaan di bidang perumahan dan permukiman, dan

c) Fasilitasi pelaksanaan penataan ruang kawasan permukiman yang transparan


dan partisipatif

2. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan yang terjangkau bagi seluruh


lapisan masyarakat, sebagai salah satu kebutuhan dasar dengan menitikberatkan
kepada masyarakat berpenghasilan miskin / rendah, melalui strategi :

a) Pengembangan sistem pembiayaan dan pemberdayaan pasar perumahan

b) Pengembangan perumahan melalui swadaya dan pembangunan perumahan


skala besar

c) Pengembangan berbagai skim dan mekanisme subsidi perumahan

d) Pemberdayaan masyarakat miskin berbasis Tridaya, dan

e) Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman dampak bencana alam dan


kerusuhan sosial

3. Mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis, dan


berkelanjutan guna mendukung pengembangan jati diri, kemandirian, dan
produktifitas masyarakat melalui strategi :

a) Peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh

b) Peningkatan prasarana dan sarana dasar lingkungan, dan

c) Penerapan tata lingkungan permukiman yang responsif

Peningkatan kualitas perumahan menjadi suatu kebijakan yang diatur dalam Undang-
undang No 4 Tahun 1992 mengenai perumahan dan permukiman. Hal tersebut dapat
terlihat pada Gambar 2.3.

Dimana dijelaskan pula bahwa terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan dalam
pelaksanaan program peningkatan kualitas lingkungan, yaitu perbaikan lingkungan
permukiman nelayan, peremajaan permukiman kota, pembangunan perumahan desa,
dan perbaikan perumahan kota .

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 21
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

Gambar 2.3 Peningkatan Kualitas Perumahan menurut UU No. 4 Tahun 1992

Sumber : Deputi Bidang Pengembangan Kawasan KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT

2.2.6 Elemen Kawasan Permukiman Kumuh

Elemen-elemen pada Kawasan permukiman ada lima buah elemen, yaitu nature,
shells, networks, anthropos, dan society. Kelima elemen tersebut saling terkait dan
saling mempengaruhi, dalam kata lain fenomena permukiman dapat dilihat sebagai
interaksi dari ke lima elemen tersebut. Bila dirinci kembali, di dalam masing-masing
elemen terdapat hal-hal yang lebih spesifik (yang selanjutnya akan disebut sebagai
subelemen), demikian seterusnya sehingga elemen-elemen tersebut memiliki suatu
hirarki.

1. Nature

Nature merupakan kontainer/wadah bagi kehidupan manusia. Elemen Nature


disebut juga sebagai seumber daya alam, terdiri dari subelemen: sumber daya
lahan, sumber daya air, tumbuhan, binatang, dan iklim. Tumbuhan dalam
permukiman dimanifestasikan dalam bentuk area hijau berkaitan dengan
penyediaan produksi pangan (bahan makanan) dan kebutuhan oksigen yang sangat
vital bagi kehidupan manusia. ungsi tumbuhan lainnya adalah sebagai pengaman
polusiudara, memberikan keindahan, kesegaran, kenyamanan lingkungan,
pembatas fisik(penghalang dan pengarah gerak manusia), dan sebagainya. Elemen
binatang akhir-akhir ini telah menjadi perhatian terkait dengan penularan penyakit

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 22
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

yang sangat membahayakan manusia, seperti flu burung, penyakit kuku dan mulut,
demam berdarah, antraks, dan lain-lain.

Sumber daya air yang perlu diperhatikan meliputi permukaan, penyediaan ir


bersihsecara kuantitas dan kualitas, siklus air (terkait dengan kegiatan ekonomi
utama), sebagai energi, mendukung transportasi, sebagai sarana rekreasi, dan lain-
lain. Iklim terdiri dari beberapa faktor penentu didalamnya seperti: suhu, angin,
hujan, sinar matahari. Beberapa permasalahan yang terkait dengan nature adalah:
terjadinya polusi lahan, air, dan udara, yang berarti juga menghancurkan flora dan
fauna.

2. Anthropos

Istilah anthropos digunakan untuk menggambarkan manusia sebagai individu yang


memiliki:

Biological needs (kebutuhan biologis manusia) yang harus dipenuhi dalam


pembangunan. Kebutuhan biologis meliputi kebutuhan atas: ruang, udara,
suhu, makanan, dan lain-lain

Sensation dan perception (adanya rangsang/informasi dari lingkungan beserta


pengalaman masa lampu akan membentuk persepsi yang akan
dimanifestasikan dalam perilaku, seperti memilih bekerja di kota karena
adanaya anggapan di kota lebih mudah mendapat pekerjaan atau pendapatan
lebih besar, dan lain-lain)

Emotional needs (kebutuhan perasaan akan berhubungan dengan orang lain.


Rasa aman, keindahan, dan lain-lain). Kebutuhan emosional untuk berkumpul
dengan keluarga.

Moral values (niali moral): nilai-nilai positif yang tumbuh dalam masyarakat
perlu dipertahankan dalam pembangunan. Pengaruh gaya hidup dari luar yang
cenderung bebas nilai yang masuk melalui media cetak/elektronik dapat
melunturkan nilai0nilai positif yang ada

Bila dirinci kembali, kebutuhan dasar manusia (butsarman) terdiri dari


(Soemarwoto, 1991):

Kebutuhan hayati: butsarman untuk kelangsunga hidup seperti: air, udara,


pangan, terlindungi dar serangan organisme berbahaya (bakteri patogen,

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 23
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

parasit/hama, vektor penyakit), serta dapat memiliki keturunan untuk


memelihara kelangsungan hidup jenisnya

Kebutuhan manusiawi: butsarman karena kebudayaannya seperti pendidikan


(untuk beragama, berfilsafat, berilmu, berseni, dan berbudaya), pakaian,
rumah, energi, lapangan pekerjaan. Kebutuhan hidup manusiawi sebagian
materiil, sebagian lagi non-materiil

Kebutuhan dasar untuk memilih: Kemampuan memilih merupakanm sifat


hakiki makhluk untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik
pada tumbuhan, hewan, maupun manusia. Agar dapat memilih haruslah ada
keanekaan. Oleh karena itu keanekaan merupakan unsur yang esensial dalam
lingkungan.

3. Society

Pembahasan society mengarah pada pandangan manusia sebagai kelompik, bukan


individu. Pembahasan meliputi elemen-elemen: omposisi dan kepadatan penduduk,
stratifikasi sosial, pola-pola budaya, pertumbuhan ekonomi, pendidikan keehatan,
dan kesejahteraan, hukum dan administrasi. Dalam pengembangan kawasan kumuh
perlu mempertimbangkan struktur masyarakat secara seksama, tidak dipandang
sebagai monolitik. Struktur masyarakat dapat didasarkan pada uisa, golongan
pendapatan, jenis mata pencaharian, agama, tingkat pendidikan, dan lain-lain.
Masing-masing golongan masyarakat memilii persoalan, tujuan, kepentingan, nilai,
norma, dan kebutuhan yang berbeda. Kondisi society dipengaruhi oleh kondisi
elemen-elemen lainnya jarena antarelemen dalam kawasan saling terkait.

4. Shells

Shells atau sarana/fasilitas meliputi housing dan berbagai jenis banguna untuk
mendukung aktivitas sosial dan ekonomi masayrakat. Masalah inti adalah
bagaimana memproduksi massa bangunan dapat melayani kebutuhan berbagai
individu dan kelompok-kelompok keluarga yang berbeda kegiatannya. Elemen
shells atau sarana terdiri dari beberapa subelemen, yaitu:

Perumahan penduduk
Fasilitas sosial (sekolah, masjid, puskesmas, dll)
Pusat perdagangan
Pemasaran produk

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 24
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

Fasilitas rekreasi
Kantor pemerintahan, dll

5. Network

Network atau prasarana atau infrastruktur secara harfiah diartikan sebagai


bangunan di bawah atau struktur pendukung atau bangunan-bangunan yang
diperlukan sebelum kegiatan pokok masayrakat dan pemerintah dapat berjalan.
Networks dan shells merupakan sumberdaya buatan yang dibangun masnusia dan
keberadaannya diperlukan dalam pengembangan sutu kawasan.

Berdasarkan jenisnya dapat dikelompokkan menjadi prasarana kesehatan/sanitasi


(jaringan air bersih, drainase, air limbah, dan pembuangan sampah), prasarana
energi (jaringan listrik, pipa gas), prasarana transportasi (jaringan jalan, jaringan
rel kereta api, jembatan, dan lain-lain), prasarana komunikasi (jaringan telepon,
telegram, tv, radio, dll)

Sistem jaringan prasarana yang sifatnya menerus dalam skala perwilayahan yang
luas memiliki hierarki. Sebagai contoh jaringan jalan memiliki hierarki: jaringan
priimer, jaringan sekunder, serta sistem jaringan lokal yang melayani suatu
lingkungan tertentu. Dengan demikian sistem prasarana jalan selain memberikan
pelayanan lokal, juga memberi peluang interaksi dengan wilayah yang lebih luas.

Masalah yang ditemui pada elemen networks adalah :

Ketidakseimbangan antara penyediaan dengan permintaan dari segi kuantitas


maupun kualitas
Tidak terkoordinasi sehingga terjadi inefisiensi dana dan ruang
Kelemahan Manajerial

Peranan network adalah mendukung berfungsinya shells dengan menghubungkan


suatu shells ke shells lainnya. Jaringan prasarana ini di dalam pembangunan
berfungsi sebagai pengendalian pertumbuhan lingkungan terbangun (built
encvironmnt). Penyediaan jaringa prasarana berfungsi sebagai insentif (mendorong
pertumbuhan) maupun sebagai disinsentif (membatasi pertumbuhan melalui
poembatasan penyediaan prasarana). Didalam pembangunan networks ini harus
terpadu dengan rencana pembangunan nature (sumber daya alam) dan
pembangunan shells dalam mencapai tujuan meningkatkan kualitas hidup manusia,
baik sebagai indivisu maupun kelompok (anthropos dan society).

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 25
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

2.2.7 Kriteria Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh

1. Peremajaan Lingkungan

Kriteria Lokasi yang ditangani dengan peremajaan lingkungan adalah:

1. Kota-kota di kawasan andalan.

2. Kota-kota yang berfungsi strategis (ibukota propinsi atau kabupaten atau kota-
kota yang mempunyai fungsi khusus).

3. Kota-kota yang sedang melaksanakan program kali bersih, penataan daerah


bantaran banjir.

4. Kota-kota dengan angka lingkungan permukiman kumuhnya sangat tinggi.

5. Diprioritaskan bagi kota-kota Pusat Pengembangan Wilayah atau Pusat


Pengembangan Lokal.

Diprioritaskan pada desa yang berada pada pusat-pusat kegiatas strategis, seperti
desa nelayan dengan intensitas kegiatan relatif tinggi, pusat permukiman pada
kawasan andalan, pusat permukiman pada daerah perbatasan.
Konsep peremajaan merupakan bagian dari tindakan pelestarian untuk
meningkatkan nilai vital suatu bangunan atau kawasan dalam suatu kota.
Peremajaan juga adalah suatu upaya untuk meningkatkan vitalitas kawasan kota
melalui peningkatan kualitas lingkungan, tanpa menimbulkan perubahan yang
berarti dari struktur fisik kawasan tersebut. Tujuan peremajaan juga dapat untuk
memperbaiki perekonomian suatu kawasan dengan mengandalkan kekuatan pasar.
Mengacu pada pengertian peremajaan maka, peremajaan tidak terbatas pada
aspek fisik belaka, tetapi juga aspek sosial ekonomi juga menjadi objek dari
peremajaan tersebut.
“Upaya mengendalikan, dan mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali
potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau seharusnya dimiliki oleh sebuah
kota baik dari segi sosio-kultural, sosio-ekonomi, segi fisik alam lingkungan,
sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan kota yang
pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dari penghuninya”
UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, Pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 26
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

permukiman meliputi upaya melalui perbaikan atau pemugaran, peremajaan serta


pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
Peremajaan itu sendiri diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
melalui kegiatan perombakan dengan perubahan yang mendasar dan penataan yang
menyeluruh terhadap kawasan hunian yang tidak layak huni tersebut.
Upaya yang dilakukan dalam rangka peremajaan:
ƒ Secara bertahap dan sering kali mengakibatkan perubahan yang mendasar,
ƒ Bersifat menyeluruh dalam suatu kawasan permukiman yang sangat tidak layak
huni, yang secara fisik sering tidak sesuai lagi dengan fungsi kawasan semula,
ƒ Difokuskan pada upaya penataan menyeluruh terhadap seluruh kawasan hunian
kumuh, rehabilitasi dan atau penyediaan prasarana dan sarana dasar, serta
fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang menunjang fungsi kawasan ini sebagai
daerah hunian yang layak,
Memerlukan partisipasi aktif masyarakat dalam seluruh rangkaian kegiatannya.

2. Kriteria Lokasi Dan Lingkungan Permukiman

Kriteria lokasi dan lingkungan permukiman yang digunakan dalam kegiatan ini
adalah:
1. Lokasi bisa berada atau tidak berada pada peruntukan dalam RTRW/RDTR Kota
atau Kabupaten. Dalam hal tidak pada peruntukan perumahan, perlu dilakukan
review terhadap rencana tata ruang atau turunanya.
2. Kondisi lingkungan permukiman yang sangat kumuh (langka sarana prasarana
dasar, tidak terdapat jaringan jalan lokal, saringan pembuangan atau pematusan.
3. Kepadatan nyata diatas 500 jiwa/ha untuk kota besar dan sedang dan diatas 750
jiwa/ha untuk kota metro.

4. Lebih dari 60% rumah di kawasan permukiman tidak layak huni.


5. Intensitas permasalahan sosial cukup tinggi.

2.2.8 Peningkatan Kualitas Perumahan Dan Lingkungan

Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007, dalam upaya peningkatan kualitas


perumahan untuk Terwujudnya Perumahan Layak Huni dapat dilaksanakan beberapa
kegiatan sebagai berikut:

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 27
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

Pembangunan lingkungan permukiman baru dalam bentuk skala kecil atau skala
besar. Dalam pembangunan lingkungan permukiman baru untuk skala besar dapat
diwujudkan dalam bentuk Kasiba dan Lisiba.

Dalam Pasal 27 dan 28 tertera bahwa perlu dilakukan peningkatan kualitas


perumahan dan perbaikan lingkungan rumah kumuh serta penanganan squatters

Dalam Pasal 9 juga dicantumkan mengenai Perumahan Khusus bagi korban


bencana, rumah dinas, transmigrasi, serta rumah panti.

Penyusunan RPJP dan kemudian RPJM yang mencakup implementasi otonomi


daerah dengan berbagai aspek yang ada di dalamnya.

Poin-poin diatas akan mengacu pada satu tujuan yang sama yaitu terwujudnya
perumahan dan permukiman yang layak huni bagi masyarakat. Dengan meningkatnya
kualitas lingkungan permukiman dan permukiman diharapkan akan terwujud kualitas
sumber daya manusia yang lebih baik.

Dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan permukiman dan perumahan, beberapa


program yang dapat dilakasanakan antara lain sebagai berikut:

Program Perbaikan Lingkungan Permukiman Nelayan.

Kawasan permukiman nelayan cenderung tidak teratur dan berada di tepian


sungai atau perairan lainnya sehingga perlu untuk ditingkatkan kualitas
lingkungan permukimannya.

Program Peremajaan Permukiman Kota.

Program ini merupakan peningkatkan kualitas dan lingkungan permukiman kumuh


perkotaan tanpa dilakukan penggusuran.

Program Perbaikan Perumahan Kota.

Perbaikan bangunan-bangunan perumahan permukiman yang sudah tua, rusak


dan atau tidak layak huni.

Program Pembangunan Perumahan Desa.

Untuk mewujudkan desa dengan perumahan dan permukiman yang memadai.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 28
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

Gambar 2.4 Program-program yang Dapat Dilakukan dalam Peningkatan Kualitas


Lingkungan

Sumber : Deputi Bidang Pengembangan Kawasan Kementerian Negara Perumahan Rakyat

2.2.9 Variabel Kawasan Permukiman Kumuh

Berdasarkan substansi yang telah diuraikan di atas, maka dapat diringkas berbagai
variabel yang perlu dikumpulkan datanya. Perlu dikemukakan kembali bahwa terdapat
berbagai level spatial yang perlu dirinci daftar variabelnya, mulai pada tingkat
kelurahan, kawasan, rumah tangga/keluarga dan individu. Variabel pada level
kelurahan diarahkan untuk analisis skoring dalam mengurut dan memilih kelurahan
prioritas. Level kawasan meliputi variabel yang menggambarkan kawasan permukiman
kumuh yang bersangkutan yang meliputi gambaran lima elemen kawasan. Level
keluarga dilakukan untuk melihat kondisi fisik-sosial-ekonomi rumah tangga penghuni
permukiman kumuh. Level individu diarahkan untuk mendapatkan gambaran tentang
persepsinya terhadap kondisi kawasan tempat tinggalnya. Sedangkan dokumen
sekunder yang perlu dicari di daerah meliputi:

RTRW
Kebijakan pemda dalam bidang perumahan
RPJM masing-masing sektor,
Peta administrasi (per kecamatan dan kelurahan)
Peta tematik-tahun terakhir (pemanfaatan lahan, jaringan jalan, sebaran
kawasan kumuh, dll)

Berikut rincian variabel pada masing-masing level spasial yang telah disebutkan.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 29
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

A. Level Kelurahan

Variabel-variabel yang digunakan untuk level/tingkat kelurahan, adalah:

1) Luas kelurahan/desa
2) Jumlah penduduk kelurahan
3) Pertumbuhan penduduk per tahun
4) Kepadatan penduduk
5) Jumlah rumah
6) Kepadatan rumah
7) Jumlah rumah tangga
8) Jenis sarana yang ada, meliputi: sarana kesehatan, sarana pendidikan,
sarana perekonomian, sarana peribadatan, sarana pemerintahan, sarana
lainnya.
9) Kondisi eksisting tiap jenis sarana, meliputi:
− Jaringan jalan, kualitas permukaan, lebar jalan
− Air bersih (Sumber air masak)
− Air limbah/jamban/MCK
− Kondisi saluran drainase
− Tempat pengumpulan sampah
− Lainnya

10) Persentase luas perumahan terhadap luas kelurahan

B. Level Kawasan

Variabel-variabel yang digunakan untuk level/tingkat kawasan, adalah:

1) Nama kawasan
2) Nama kampung
3) Nama kelurahan
4) Nama kecamatan
5) Batas kawasan
6) Luas kawasan
7) Jumlah penduduk kawasan
8) Kepadatan penduduk
9) Jumlah rumah tangga
10) Jumlah bangunan
11) Jumlah rumah

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 30
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

12) Kepadatan rumah


13) Rata-rata luas rumah
14) Kondisi rumah rata-rata pada kawasan
15) Kondisi prasaraan eksisting, meliputi: kondisi jamban/MCK, kondisi saluran
drainase, sumber air masak, tempat pembuangan sampah, jalan (kualitas
permukaan, lebar).
16) Jenis sarana yang ada, meliputi: sarana kesehatan, sarana penidikan, sarana
perekonomian, sarana peribadatan, sarana sosialisasi (kondisi lingkungan,
tata letak bangunan, kondisi ruang terbuka, potensi kawasan, dan
permasalahan kawasan).

C. Level Keluarga/Rumah Tangga Dalam Kawasan Prioritas Pertama

Variabel-variabel pada level/tingkat rumah tangga yang digunakan adalah:

1) Lokasi rumah
2) Luas rumah
3) Umur rumah
4) Ukuran keluarga/rumah tangga
5) Kualitas bahan bangunan rumah
6) Kualitas ventilasi
7) Kualitas pencahayaan dalam rumah
8) Status pemilikan lahan
9) Status pemilikan bangunan rumah
10) Tingkat pendapatan
11) Jenis mata pencaharian kepala rumah tangga
12) Lama menempati rumah
13) Lokasi hunian sebelumnya
14) Alasan tinggal
15) Biaya hunian per bulan
16) Sumber air bersih
17) Sumber energi listrik
D. Level Individu

Variabel-variabel pada level/tingkat individu yang digunakan adalah:

1) Persepsi terhadap perlunya:


a. Perbaikan fisik rumah tinggal
b. Perbaikan jalan
2) Persepsi terhadap tingkat kepuasan:

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 31
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

a. Tinggal di kawasan tersebut


b. Kondisi rumah
c. Kondisi jalan
d. Kondisi jamban/MCK
e. Kondisi saluran/drainase
f. Kondisi air bersih
g. Pengelolaan sampah
h. Kondisi sarana pendidikan
i. Kondisi sarana kesehatan
j. Kondisi sarana perekonomian
k. Kondisi sarana peribadatan
l. Kondisi sarana bersama
m. Kondisi kebersihan lingkungan
n. Ketersediaan angkutan umum
o. Hubungan social

2.2.10 Penanganan Berdasarkan Tingkatan Kekumuhan Lingkungan Permukiman

Kumuh terbagi atas: Berikut dijelaskan kondisi kekumuhan pada kawasan


Kumuh di atas tanah legal
perkotaan dan perdesaan yang sulit dipertahankan
Kumuh berada di atas
tanah ilegal baik sebagai hunian maupun kawasan fungsional lain.
Jenis kekumuhan yang perlu dihapuskan atau
dikurangi dengan prinsip didaya gunakan
(direvitalisasi atau di-refungsionalkan) adalah sebagai
berikut:
Kawasan kumuh legal : 1. Kawasan Kumuh Diatas Tanah Legal
permukiman kumuh yang
Yang dimaksud dengan kawasan kumuh legal adalah
berlokasi di atas lahan
yang dalam RUTR permukiman kumuh (dengan segala ciri sebagaimana
diperuntukkan sebagai
disampaikan dalam kriteria) yang berlokasi di atas
zona perumahan
lahan yang dalam RUTR memang diperuntukkan
sebagai zona perumahan. Untuk model
penanganannya dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan, yaitu:
a. Model Land Sharing,
Yaitu penataan ulang diatas tanah/lahan dengan

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 32
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

tingkat kepemilikan masyarakat cukup tinggi.


Dalam penataan kembali tersebut, masyarakat
akan mendapatkan kembali lahannya dengan
luasan yang sama sebagaimana yang selama ini
dimiliki/dihuni secara sah, dengan
memperhitungkan kebutuhan untuk prasarana
umum (jalan, saluran dll). Beberapa prasyarat
untuk penanganan secara ini antara lain:
‰ Tingkat pemilikan/penghunian secara sah
(mempunyai bukti pemilikan/penguasaan atas
lahan yang ditempatinya) cukup tinggi dengan
luasan yang terbatas,
‰ Tingkat kekumuhannya tinggi, dengan
kesediaan lahan yang memadai untuk
menempatkan prasarana dan sarana dasar,
‰ Tata letak permukiman tidak terpola,
b. Model Land Consolidation
Model ini juga menerapkan penataan ulang di
atas tanah yang selama ini telah dihuni.
Beberapa prasyarat untuk penanganan dengan
model ini antara lain:
‰ Tingkat penguasaan lahan secara tidak sah
(tidak memiliki bukti primer pemilikan/
penghunian) oleh masyarakat cukup tinggi,
‰ Tata letak permukiman tidak/kurang berpola,
dengan pemanfaatan yang beragam (tidak
terbatas pada hunian)
‰ Berpotensi untuk dikembangkan menjadi
kawasan fungsional yang lebih strategis dari
sekedar hunian.
‰ Melalui penataan ulang dimungkinkan adanya
penggunaan campuran (mix used) hunian
dengan penggunaan fungsional lain
Kawasan kumuh ilegal : 2. Kawasan Kumuh Diatas Tanah Tidak Legal
permukiman kumuh yang
Yang dimaksudkan dengan tanah tidak legal ini adalah
dalam RUTR berada pada

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 33
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

peruntukan bukan kawasan permukiman kumuh yang dalam RUTR


perumahan
berada pada peruntukan yang bukan perumahan.
Disamping itu penghuniannya dilakukan secara tidak
sah pada bidang tanah; baik milik negara, milik
perorangan atau Badan Hukum.
Contoh nyata dari kondisi ini antara lain :
permukiman yang tumbuh disekitar TPA (tempat
pembuangan akhir persampahan), kantung-kantung
kumuh sepanjang bantaran banjir, kantung kumuh
yang berasa di belakang bangunan umum dalam suatu
kawasan fungsional, dll.
Penanganan kawasan permukiman kumuh ini antara
lain melalui:
a. Resettlement/pemindahan penduduk pada suatu
kawasan yang khusus disediakan, yang biasanya
memakan waktu dan biaya sosial yang cukup
besar, termasuk kemungkinan tumbuhnya
kerusuhan atau keresahan masyarakat.
Pemindahan ini apabila permukiman berada pada
kawasan fungsional yang akan/perlu
direvitalisasikan sehingga memberikan nilai
ekonomi bagi Pemerintah Kota/Kabupaten.
b. Konsolidasi lahan apabila dalam kawasan
tersebut akan dilakukan re-fungsionalisasi
kawasan, dengan catatan sebagian lahan
disediakan bagi lahan hunian, guna menampung
penduduk yang kehidupannya sangat bergantung
pada kawasan sekitar ini, bagi penduduk yang
masih ingin tinggal di kawasan ini dalam rumah
sewa.
Program ini diprioritaskan bagi permukiman
kumuh yang menempati tanah-tanah negara,
dengan melakukan perubahan atau review
terhadap RUTR.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 34
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

2.2.11 Pemahaman Kawasan Kumuh dan Permukiman Kumuh


Tidak ada kriteria baku Berdasarkan telaahan terhadap berbagai literatur
dalam pendefinisian
yang ada, pada dasarnya dalam pendefinisian kumuh
kumuh dan kawasan kumuh
dan kawasan kumuh tidak ada suatu kriteria tertentu
yang baku yang dapat mengarahkan pada pada suatu
persepsi yang sama. Adapun beberapa definisi kumuh
yang digunakan antara lain :
ƒ Prof. DR. Parsudi Suparlan, mendefinisikan
kawasan kumuh sebagai kawasan dimana rumah
dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut
sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana
yang ada tidak sesuai dengan dengan standar yang
berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan
bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan
sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan
kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta
kelengkapan fasilitas sosial lainnya.

ƒ Syarifuddin Akil 2 , mendefinisikan kumuh di daerah


perkotaan sebagai kawasan yang rawan banjir,
tidak ada sarana air bersih, listrik dan dekat
dengan kawasan pabrik yang rentan polusi.

ƒ Kamus Wikipedia, mendefinisikan kawasan kumuh


sebagai kawasan dengan tingkat kepadatan
populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya
dihuni oleh masyarakat miskin

Berdasarkan beberapa definisi di atas terlihat bahwa penentuan kumuh ditentukan


oleh kondisi bangunan rumah dan kondisi sarana prasarana. Batasan penilaian
kawasan kumuh secara umum lebih melihat pada ciri fisik ditandai dengan
kepadatan penduduk dan ketidaklayakan huni rumah dan ciri non fisik seperti

2
Dinyatakan pada saat sebagai Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman, Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 35
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

rendahnya pendapatan penduduk serta tingginya permasalahan kesehatan dan


kejahatan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka kumuh dapat didefinisikan
sebagai suatu kondisi fisik kawasan permukiman yang buruk/rendah dan tidak
memenuhi standar kelayakan, yang disebabkan oleh dan memiliki dampak terhadap
kondisi fisik maupun non fisik. Sebagai kualitas kondisi fisik, maka indikator yang
digunakan untuk mencirikan kekumuhan adalah hanya pada indikator fisik. Hal ini
mendasari penggunaan variabel dalam kriteria kumuh adalah variabel fisik dari
kondisi kawasan, bangunan dan prasarana yang dapat terukur (kuantitas dan
kualitas) dan diamati secara visual (kualitas).

Pengertian permukiman Berdasarkan pemahaman tersebut, maka dalam


kumuh
konteks kawasan permukiman yang dimaksud dengan
permukiman kumuh adalah kawasan permukiman
yang tidak tertata dan mempunyai kepadatan
bangunan yang tinggi, didominasi rumah tidak
sehat disertai kepadatan penduduk yang tinggi.

Kata tidak tertata (secara fisik) yang di maksud di sini mengandung pengertian :
- Tata letak bangunan rumah dan prasarana dalam kawasan tidak teratur
- Struktur pembentuk lingkungan yang tidak teratur (tidak berpola) dan pola
pemanfaatan ruang dengan efektifitas rendah. Dicirikan oleh struktur dan pola
jalan serta infrastruktur
- Sarana pelayanan air bersih, air kotor, dan persampahan tidak memadai
- Ketidaktertataan itu bisa disebabkan oleh aspek fisik alami dan fisik binaan di
kawasan tersebut
Pengertian kepadatan bangunan :
- Menunjukkan banyaknya bangunan (jumlah) bangunan dalam suatu luas lahan
tertentu = bangunan/ha
- Berbeda untuk kelas kota yang ditinjau
- Berpengaruh terhadap nilai kepadatan penduduk per satuan luas

Pengertian kriteria rumah tidak sehat 3 :

3 Kepmen Kimpraswil No: 403/KPTS/ M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs

Sehat)

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 36
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

- Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m2 sedangkan di desa kurang dari 10 m2.
- Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.
- Jenis dinding rumah terbuat
dari anyaman bambu yang
belum diproses
- Jenis lantai tanah
- Tidak mempunyai fasilitas
tempat untuk Mandi, Cuci,
Kakus (MCK) yang memadai
baik pribadi maupun komunal.

- Secara umum Rumah Tidak


Sehat diartikan sebagai kondisi
kemampuan bangunan rumah
yang berada di bawah standar
kelayakan untuk dihuni.
Kondisi ini dicirikan oleh
kualitas bangunan dengan
material yang sub standar dan
kapasitas huni dari bangunan
(luas dibutuhkan per jiwa)
berada di bawah standar
rumah sehat yang ditetapkan

Dalam Petunjuk Pelaksanaan Peremajaan Permukiman Kumuh di Perkotan &


Perdesaan 4 , suatu kawasan permukiman dikategorikan sebagai kawasan
permukiman kumuh bila memiliki karakteristik berikut :
1. Lokasinya bisa berada atau tidak berada pada peruntukan perumahan dalam
RUTR/RDTR Kota atau Kabupaten. Dalam hal tidak pada peruntukan
perumahan, perlu dilakukan review terhadap rencana tata ruang atau rencana
turunannya.
2. Kondisi lingkungan permukimannya sangat kumuh (langka prasarana/sarana
dasar, sering kali tidak terdapat jaringan jalan lokal ataupun saluran

4
Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, - Pebruari 2001

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 37
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

pembuangan atau pematusan)


3. Kepadatan nyata diatas 500 jiwa/ha untuk kota besar dan sedang, dan diatas
750 jiwa/ha untuk kota metro.
4. Lebih dari 60% rumah tidak/kurang layak huni, dengan angka penyakit akibat
buruknya lingkungan permukiman cukup tinggi (ISPA, diarhee, penyakit kulit dll)
5. Intensitas permasalahan sosial kemasyarakatan cukup tinggi (urban crime,
keresahan serta kesenjangan yang tajam, dll).

2.3 METODOLOGI
1. Studi literatur Beberapa metodologi yang akan digunakan dalam
dan review
pelaksanaan kegiatan anatara lain:
2. Kajian data
sekunder 1. Studi Literatur dan Review
3. Survei primer
Merupakan metode yang digunakan untuk
4. Survei sekunder
5. FGD mendapatkan informasi melalui produk-produk
6. Terapan kriteria
kegiatan yang terkait dan telah ada. Studi literatur
7. Analisis overlay
8. Pengelompokkan digunakan untuk mengkaji program yang pernah
9. Metode skala
dilakukan, sedangkan kegiatan review lebih digunakan
prioritas
10. Workshop untuk mengkaji kebijakan dan strategi penanganan
kota dan permukimannya dalam RTRW/RDTR Kota.

2. Kajian Data Sekunder


Merupakan metode yang digunakan
untuk mendapatkan informasi melalui
data data sekunder yang terkait
dengan kondisi kota khususnya pada
data-data di kawasan yang diduga
merupakan permukiman kumuh.
Kajian data sekunder ini dilakukan
untuk data-data di kota. Penggunaan
kajian data sekunder dimaksudkan
untuk mendapatkan informasi awal
tentang kondisi kota dan kawasan,
dan sebagai input untuk dilakukan
pengecekan ulang pada saat
melakukan survei.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 38
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

3. Survei Primer
Merupakan metode inti yang
digunakan pada saat melakukan
kajian lapangan. Metode ini ditujukan
untuk mendapatkan data faktual di
lapangan berdasarkan hasil observasi
langsung pada kawasan, uji kriteria
permukiman kumuh, pengecekan
ulang dan validasi dari hasil kajian
sekunder.

4. Survey Sekunder
Merupakan metode yang dilakukan pada saat melakukan kajian lapangan dan
melengkapi metode survei primer. Pada survei sekunder akan dilakukan
pengumpulan data sekunder yang ada di instansi terkait di setiap kota yang
terkait dengan data kawasan seperti, peta kepemilikan, peta kondisi fisik alami
dan lain lain.

5. FGD
Focus Group Discussion (FGD) adalah diskusi dengan peserta terbatas yang
berasal dari satu kelompok tertentu dan dengan topik bahasan diskusi tertentu
pula.
Tujuan dari metoda FGD ini adalah untuk menambah dan memperdalam
informasi, membangun kesepakatan/ komitmen, mengklarifikasi informasi yang
kurang pada basis data dan juga bisa dipakai untuk memperoleh opini-opini yang
berbeda mengenai satu permasalahan tertentu. Metode ini akan digunakan dalam
setiap kegiatan koordinasi dengan pemerintah dan stakeholder kota dalam
pelaksanaan bantuan teknis perencanaan peremajaan kawasan kota.

6. Terapan Kriteria
Merupakan metode yang digunakan untuk membantu mendefinisikan kondisi
suatu data atau informasi atau obyek. Kriteria yang digunakan dapat bersifat
baku ataupun merupakan hasil kesepakatan pihak yang terkait. Metode ini akan
berfungsi sebagai filter dalam mendefinisikan suatu obyek. Dalam kegiatan ini 2
(dua) kriteria utama yang digunakan adalah kriteria permukiman kumuh (untuk

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 39
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

menentukan bilamana suatu permukiman didefinisikan sebagai kumuh) dan


kriteria penanganan peremajaan (untuk menentukan pola peremajaan yang
sesuai pada setiap tipologi permukiman kumuh).

7. Analisis Overlay
Merupakan metode yang digunakan untuk kegiatan proses analisis yang bertujuan
untuk menghasilkan suatu informasi baru (informasi turunan) yang dihasilkan dari
overlay beberapa informasi yang telah ada sebelumnya. Informasi pembentuk ini
dapat berupa data dasar, informasi dasar maupun informasi turunan pula. Suatu
informasi turunan dapat mempunyai arti atau informasi yang berdiri sendiri
(sebagai suatu hasil informasi akhir yang diharapkan) ataupun dapat sebagai
input bagi pembentukan informasi lanjut. Metode ini akan digunakan dalam
proses penyusunan identifikasi kesesuaian fungsi lokasi, kelayakan huni,
penyebab kekumuhan dan tipologi permukiman kumuh.

8. Grouping (Pengelompokkan)
Merupakan metode yang digunakan untuk merumuskan suatu klasifikasi atau
tipologi. Pengelompokkan suatu obyek akan didasari oleh kriteria
pengelompokkan atau kriteria masing-masing kelompok. Pada kegiatan ini,
metode grouping akan dilakukan dalam mengklasifikasikan permukiman kumuh
yang telah terinventarisasi ke dalam beberapa tipologi. Metode ini digunakan
pula sebagai acuan utuk mengklasifikasikan tipologi pola penanganan.

9. Metode Skala Prioritas


Merupakan metode yang digunakan untuk melakukan ranking dari sejumlah obyek
yang telah terinventarisasi atau tersedia. Skala prioritas menggunakan acuan
yang didasari oleh kebutuhan yang disepakati. Dalam konteks kegiatan ini, skala
prioritas digunakan terhadap permukiman kumuh yang telah terinventarisasi.
Skala prioritas didasari oleh keterkaitan suatu kawasan dengan program
peremajaan kota maupun oleh tingkat urgensi kebutuhan penanganan.

10. Workshop
Merupakan metode yang digunakan untuk melakukan koordinasi dan menyepakati
kawasan yang akan dilakukan penanganan sesuai dengan skala prioritas.
Workshop ini dilakukan di daerah bersama-sama dengan stakeholder kota terkait.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 40
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

2.4 PRINSIP DAN PELAKSANAAN PEKERJAAN


1. Penanganan yang terpadu
Peremajaan dilandasi unsure keterpaduan antar sektor terkait secara
komprehensif.
2. Bertumpu pada masyarakat
Masyarakat sebagai subyek pembangunan, sehingga
terdapat keterlibatan masyarakat dalam proses
pembangunan,meliputi;
a. Aspek perencanaan
b. Aspek pelaksanaan
c. Aspek pemanfaatan dan pemeliharaan
Peremajaan harus dilaksanakan dengan pola Tridaya
yang dalam prosesnya saling mendukung satu
dengan yang lain.
ƒ Pemberdayaan Usaha Ekonomi
ƒ Pemberdayaan Sosial Kemasyarakatan
ƒ Pendayagunaan Fisik Lingkungan

3. Keterjangkauan/Affordability
Rasionalisasi dari biaya social dan ekonomi dari lingkungan kehidupan kumuh
membuat subsidi silang bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

4. Berkelanjutan (suistainbility)
Agar program peremajaan yang dilakukan dapat dilaksanakan sendiri oleh kota
dengan kekuatan sendiri, dibutuhkan prasyarat berikut
a. Pelaksanaan program merupakan kesepakantan kota,
b. Didukung oleh sistem inventory yang mampu membrikan informasi keadaan
awal setiap kota serta permasalahannya (social, ekonomi, fisik) dan potensi
yang dimiliki
c. Dampak social ekonomi program
d. Kemampuan kelembagaan termasuk sumber daya manusia
e. Kemampuan Pemda untuk membiayai peleksanaan program berkelanjutan
Operational & Maintenance (O&M) serta re investasi
f. Penerapan sistem pengelolaan peremajaan kawasan kumuh yang berdasarkan
sistem pengelolaan sumber daya terpadu.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 41
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

5. Membangun Tanpa Menggusur Dengan Preservasi Sosial Ekonomi


Proses peremajaan diharapkan tidak mengusur masyarakat baik secara langsung
(displacement) maupun secara tidak langsung atau bertahap (gentrification
process) preservasi social ekonomi dimaksudkan untuk membantu masyarakat
menggali dan megenali bakat, potensi, kemampuan, kelebihan yang sudah atau
mungkin belum terlihat secara jelas, lalu megakomodasi ke dalam bentuk-bentuk
bina usaha dan bina manusia yang didukung oleh bina fisik.

6. Efisiensi Dalam Redistribusi Lahan


Peremajaan dapat menjadi mekanisme redistribusi lahan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah serta memungkinkan pencadangan lahan bagi kepentingan
penggalian sumber pembiayaan pembangunan.

7. Public-Private Partnership (kemitraan)


Interaksi antar pelaku pembangunan yang terjadi adalah interaksi antara pihak
yang setara, meskipun berbeda fungsi, sehingga terbentuk kerabat kerja
pembangunan. Tujuannya adalah penggalangan semaksimal mungkin peran dan
fungsi para pelaku yang terlibat.

2.5 PELAKSANAAN PEKERJAAN

Rencana pelaksanaan kegiatan yang akan digunakan pada dasarnya mencakup tahapan
pengerjaan yang meliputi tahapan persiapan, tahapan pendataan kawasan kumuh,
tahapan penyusunan konsep penanganan, serta perumusan perencanaan kawasan.

Pendekatan dan metodologi yang akan digunakan pada setiap tahapan tersebut selalu
mengacu pada skema hubungan lingkup kegiatan dengan tahapan pengerjaan yang
secara umum mencakup hal-hal sebagai berikut :

• Garis besar kegiatan yang dilakukan


• Metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan tersebut
• Keterkaitan antar kegiatan baik dalam satu tahapan maupun antar tahapan,
dengan menunjukkan keterkaitan input dan output dari suatu kegiatan.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 42
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 43
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

2.5.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan ini mengarah pada upaya untuk


mendapatkan temuan dan gambaran awal PERSIAPAN
PERSIAPAN
mengenai permukiman kumuh terutama yang
1. Penyusunan Program kerja
terdapat di Kabupaten Pidie khususnya kawasan 1. Penyusunan Program kerja
2. Penyusunan Jadwal Kegiatan
2. Penyusunan Jadwal Kegiatan
perkotaan Sigli yang menjadi obyek kajian beserta 3. Penentuan Sasaran
3. Penentuan Sasaran
kebijakan yang mengaturnya. Selain itu pada 4. Penetapan Metode Survey &
4. Penetapan Metode Survey &
Analisis
tahapan ini juga dilakukan proses perancangan Analisis
5. Penyusunan Format Pendataan
5. Penyusunan Format Pendataan
survey dan struktur basis data dalam kaitannya 6. Penyiapan Kuesioner
6. Penyiapan Kuesioner
7. Kajian Umum / Literatur
dengan proses awal pelaksanaan kegiatan 7. Kajian Umum / Literatur
8. Kajian awal kawasan
8. Kajian awal kawasan
penyusunan basis data dan informasi, serta 9. Menyiapkan peralatan survey
9. Menyiapkan peralatan survey
kegiatan kajian lapangan.

Pada tahap ini Konsultan melakukan pemahaman dan perumusan awal ruang lingkup
pekerjaan dalam kerangka program pembangunan kawasan kumuh agar dalam tahap-
tahap selanjutnya dapat dilaksanakan pekerjaan yang efisien dan efektif serta
mempersiapkan metode dan perangkat dalam melakukan tiap tahap pekerjaan.
Kegiatan persiapan yang dilakukan antara lain :

a. Mengkaji dan merumuskan kembali kebijakan, peraturan, standar dan manual serta
landasan teori tentang penataan bangunan dan lingkungan

b. Membuat Rencana Kerja Tim:

Membuat program kerja (pola pikir) kegiatan secara keseluruhan, Membuat


jadwal kegiatan, dan Menentukan sasaran;

Menetapkan metode survey dan analisis, Menyusun format pendataan, dan


Menyiapkan kuesioner.

Menyiapkan peralatan survey

c. Mengkaji peraturan daerah dan dokumen perencanaan daerah terkait dengan


penataan bangunan dan lingkungan, diantaranya adalah :

Rencana Tata Ruang

Peraturan daerah bangunan dan gedung

Dokumen program prasarana dan sarana

Dokumen inventarisasi potensi kawasan.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 44
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

c. Menyusun konsep dan strategi pengembangan berkenaan dengan substansi rencana


tindak kawasan kumuh Kabupaten Pidie

d. Melakukan inventarisasi, pengumpulan data dan informasi tentang lingkungan


Kawasan kumuh Kabupaten Pidie, antara lain :

Topografi

Infrastruktur Kawasan kumuh

Batasan fisik lingkungan studi/dilineasi

Fungsi lingkungan

Tipologi bangunan dan lingkungan

Ragam arsitektur

Jati diri lingkungan

Rencana pengembangan yang pernah disusun

2.5.2 Survey dan Kompilasi Data

Pada tahapan ini


konsultan melakukan
pengumpulan dan
pengelompokkan data
kuantitatif dan
kualitatif baik dari data
sekunder maupun
primer (survey) sebagai
bahan analisis

Kelengkapan data
merupakan kebutuhan
yang harus dipenuhi
dalam menyusun suatu
rencana, dalam arti kelengkapan dan ketersediaan data sangat menentukan kualitas
pekerjaan yang akan dihasilkan. Oleh karena itu proses pengumpulan dan informasi
membutuhkan suatu pendekatan yang tepat agar hasil yang diperoleh memenuhi
kebutuhan sebagai bahan masukan dan analisis, sehingga perumusan hasil akhir

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 45
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

pekerjaan dapat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan di awal pekerjaan. Oleh
karena itu bentuk pendekatan pengumpulan data dan informasi yang akan dilakukan
dibedakan sebagai berikut:

1. Desain Survey

• Desain survey merupakan kegiatan awal dari kajian lapangan untuk merancang
metode survey yang bagaimana yang akan dilakukan beserta kelengkapan-
kelengkapan survey.

• Desain survey ini dilakukan dengan metode perancangan yang fokus pada
bentuk survey yang digunakan, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, dan
sebagainya.

• Output dari desain survey ini nantinya akan direalisasikan dalam kegiatan
survey primer di kota yang menjadi objek studi

2. Survey dan Observasi Lapangan

Melakukan survey ke lokasi dan instansi terkait guna pengumpulan data primer dan
sekunder yang bersifat kuantitatif dan kualitatif serta teknis dan non teknis antara
lain: tata guna lahan, struktur jaringan jalan, drainase, infrastruktur kawasan,
sarana dan fasilitas pendukung hidup kawasan, geografis, ekosistem, limbah,
ekonomi sosial dan budaya masyarakat, serta pergerakan manusia dan kendaraan.

• Kegiatan survey primer di kawasan perkotaan Sigli ini dilakukan untuk melihat
kondisi eksisting permukiman kumuh di kota tersebut beserta persebarannya.

• Kegiatan ini dilakukan dengan metode survey primer ke lapangan.

• Data yang diperoleh dari survey primer ini menjadi masukan penting dalam
kegiatan identifikasi lokasi /kawasan kumuh.

3. Studi Literatur dan Petunjuk Teknis

Kriteria perundangan dan peraturan terkait yang penting dan terkait dengan
pekerjaan, meliputi: RTRW/RDTR dan Rencana Strategis Kawasan kumuh; PBS /
Hasil Identifikasi Kawasan yang ada dan NSPM;

• Review RDTR merupakan kegiatan mengkaji dan menelaah dokumen rencana


tata ruang yang dimiliki oleh daerah terutamanya terkait dengan kebijakan di
bidang perumahan dan permukiman pada umumnya dan permukiman kumuh
pada khususnya.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 46
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

• Review RDTR ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan desk study melalui
studi literatur.

• Output dari review RDTR ini nantinya akan digunakan sebagai salah satu dasar
dalam menentukan data apa saja yang diperlukan dalam melakukan
keseluruhan rangkaian kegiatan. Selain itu dari hasil review RDTR ini akan
menjadi input dalam menyeleksi kawasan kumuh yang diidentifikasi dalam
penanganan permukiman kumuh.

• Kajian data sekunder ini merupakan kegiatan untuk menelaah data sekunder
yang tersedia sekaligus menginventarisasi data apa saja yang dapat digunakan
dalam keseluruhan kegiatan.

• Seperti halnya dalam kegiatan review RTRW, kegiatan kajian data sekunder ini
dilakukan juga dengan kajian literatur (pendekatan desk study)

• Output kajian data sekunder ini juga akan menjadi input dalam menyeleksi
kawasan kumuh yang diidentifikasi dalam penanganan permukiman kumuh.

• Kegiatan evaluasi program penataan ini pada dasarnya untuk melihat


bagaimana bentuk dan pelaksanaan program-program penataan yang
diterapkan pada daerah tersebut dan program tersebut diterapkan pada lokasi
mana saja.

• Kegiatan evaluasi program penataan ini dilakukan dengan kajian literatur


(pendekatan desk study).

Output dari kegiatan evaluasi program penataan ini bersama dengan kegiatan
review RDTR dan kajian data sekunder akan menjadi input dalam menyeleksi
kawasan kumuh yang diidentifikasi dalam penanganan permukiman kumuh.

• Kegiatan penentuan kriteria kumuh ini dilakukan untuk mendefinisikan ciri apa
saja yang menyatakan bahwa suatu permukiman dikatakan kumuh.

• Penentuan kriteria kumuh dilakukan melalui metode penyusunan dalam suatu


diskusi tim.

• Kriteria kumuh yang dihasilkan dari kegiatan ini menjadi input dalam
penyusunan daftar kumuh Kabupaten Pidie khususnya kawasan perkotaan Sigli.

• Kriteria Kumuh Daerah merupakan batasan kriteria yang dimiliki oleh


pemerintah daerah.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 47
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

• Kebutuhan data ini ditentukan dengan hasil dari review RDTR, kajian data
sekunder, dan evaluasi program peremajaan yang ada terhadap daftar kumuh
yang telah disusun.

• Kebutuhan data ini nantinya akan menjadi input dalam seleksi kumuh yang
diperlukan.

• Daftar Kumuh merupakan identifikasi awal mengenai permukiman kumuh yang


akan digunakan.

• Kebutuhan data ini ditentukan dengan hasil dari review RTRW, kajian data
sekunder, dan evaluasi program peremajaan yang ada terhadap daftar kumuh
dari daerah.

• Kebutuhan data ini nantinya akan menjadi input dalam seleksi kumuh yang
diperlukan.

4. Survey Instansional (baik formal maupun informal, Pemkab Kab. Pidie, Bappeda
dan Dinas PU, serta LSM, dan sebagainya).

5. Penyepakatan

• Penyepakatan kriteria & lokasi kumuh pada dasarnya dilakukan untuk


menentukan batasan-batasan apa saja yang menjadi prioritas ketentuan yang
akan dipergunakan.

• Penyepakatan kriteria & lokasi kumuh ini dilakukan melalui kelompok diskusi
terarah.

Hasil dari Penyepakatan kriteria & lokasi kumuh ini nantinya menjadi dasar dalam
menyeleksi kawasan permukiman yang dikatakan kumuh.

• Penyepakatan kriteria penataan kumuh pada dasarnya dilakukan untuk


menentukan batasan-batasan terhadap permukiman kumuh yang dapat ditata.

• Penyepakatan kriteria peremajaan ini dilakukan melalui kelompok diskusi


terarah.

Hasil dari Penyepakatan kriteria penataan ini nantinya menjadi dasar dalam
menerapkan kriteria penataan permukiman kumuh.

• Penyepakatan skala prioritas pada dasarnya dilakukan untuk menyusun


beberapa prioritas pertimbangan apa saja yang menjadi prioritas pekerjaan.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 48
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

• Penyepakatan skala prioritas ini dilakukan melalui kelompok diskusi terarah


(focus group discussion/FGD).

• Skala prioritas yang telah disepakati ini nantinya menjadi dasar dalam
pelaksanaan penetapan kriteria skala prioritas.

6. Inventarisasi dan KompilasiData

Dari hasil kegiatan survey primer dan sekunder kemudian diinventarisasikan ke


dalam beberapa bentuk penyajian yaitu tabulasi data, grafik, gambar, peta yang
menjadi suatu kesatuan yang tidak terpisahkan yaitu menjadi kompilasi data
dengan ditunjang oleh uraian deskriptif yang informatif serta tersampaikan apa
yang menjadi potensi dan masalah di kawasan perencanaan yang menjadi objek
penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Kabupaten Pidie.

2.5.3 Analisis Data

1. Analisa Pemetaan ANALISA DATA

Permasalahan
Analisis pemetaan kawasan;
Analisis kebutuhan ruang dan
• Kegiatan analisa pemetaan
penataan; Analisis kesiapan
permasalahan ini kawasan

merupakan kegiatan untuk


menganalisa dan melihat Identifikasi Kemampuan
Lahan
permasalahan dari
kawasan-kawasan
permukiman kumuh yang SKALA PRIORITAS

menjadi telah siap dan


KOORDINASI DAN
sebagai kawasan prioritas
DISKUSI DENGAN
dalam penanganan. PEMDA

• Kegiatan analisa pemetaan


permasalahan ini dilakukan Konsep Rencana Tindak
Kawasan Kumuh Tahun
dengan menganalisis lebih 2011 Kab. Pidie

lanjut (pendekatan desk


study) terhadap output review RDTR yang telah dilakukan pada tahap
persiapan.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 49
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

• Output dari analisa pemetaan permasalahan ini menjadi masukan dalam


kegiatan identifikasi lokasi / kawasan kumuh

2. Analisa Kesiapan Kawasan

• Kegiatan analisa kesiapan kawasan ini merupakan kegiatan untuk menganalisa


kawasan-kawasan permukiman kumuh mana saja yang telah siap dan sebagai
kawasan prioritas dalam penanganan.

• Kegiatan analisa kesiapan kawasan ini dilakukan dengan menganalisis lebih


lanjut (pendekatan desk study) terhadap output review RTRW yang telah
dilakukan pada tahap persiapan.

• Output dari analisa kesiapan kawasan ini menjadi masukan dalam kegiatan
identifikasi lokasi / kawasan kumuh

3. Analisa Kebutuhan Ruang

• Kegiatan analisa kebutuhan ruang ini merupakan kegiatan untuk menganalisa


permukiman kumuh yang menjadi prioritas dalam penanganan.

• Kegiatan analisa daftar prioritas ini dilakukan dengan menganalisis lebih lanjut
(pendekatan desk study) terhadap output review RDTR yang telah dilakukan
pada tahap persiapan.

• Output dari analisa daftar prioritas ini menjadi masukan dalam kegiatan
identifikasi lokasi / kawasan kumuh

4. Identifikasi Lokasi Kawasan Kumuh

• Merupakan kegiatan untuk mengkoleksi dan mengidentifikasi kawasan-kawasan


kumuh yang akan dipilih untuk ditangani

• Kegiatan identifikasi ini dilakukan melalui kelompok diskusi terarah

• Hasil dari identifikasi lokasi kumuh ini nantinya menjadi dasar dalam
mengidentifikasi kawasan permukiman kumuh yang dapat ditata.

5. Daftar Kawasan Kumuh dengan Penataan

• Kegiatan Daftar Kawasan Kumuh dgn penataan merupakan kegiatan


mengumpulkan, mencatat, dan mendata permukiman kumuh kota berdasarkan
daftar prioritas dan kriteria permukiman kumuh yang ada, serta hasil
rekapitulasi informasi dasar.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 50
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

• Kegiatan inventarisasi ini dilakukan dengan pendekatan desk study.

• Hasil inventarisasi daftar permukiman kumuh kota ini nantinya menjadi dasar
dalam kawasan kumuh terpilih.

6. Kriterian Skala Prioritas

• Kriteria skala prioritas merupakan kegiatan untuk menilai hal-hal yang menjadi
prioritas pertimbangan dalam penanganan kawasan permukiman kumuh.

• Kajian Kriteria skala prioritas ini dilakukan dengan pendekatan desk study
melalui kajian berbagai literatur dan diskusi tim.

• Kajian Kriteria skala prioritas bersama dengan penyepakatan kawasan kumuh


terpilih menjadi dasar dalam penetapan kawasan kumuh yang dipilih.

2.5.4 Menyusun Rencana Tindak

A. Menyusun Konsep Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan

Tahap Penyusunan Konsep Penanganan merupakan tahap ketiga dari keseluruhan


rangkaian tahapan pekerjaan yang ada. Pada tahap ini dilakukan beberapa
penyepakatan dan pentipologian permukiman yang dikategorikan permukiman kumuh
yang dilihat berdasarkan kesesuaian fungsi lokasi, kelayakan huni, dan penyebab
kekumuhan. Pada tahap ini metode yang digunakan merupakan perpaduan dari
pendekatan desk study, diskusi terarah, dan survey lapangan.

1. Identifikasi Permasalahan Rinci

• Identifikasi permasalahan detail merupakan kegiatan mendata kembali dan


menstrukturkan permasalahan yang adal di kawasan kumuh yang telah didapat
dari survey sekaligus sebagai analisis data.

• Kegiatan ini dilakukan dengan metode kelompok diskusi terarah (focus group
discussion/FGD) antar berbagai pihak yang terlibat.

• Identifikasi permasalahan detail yang telah direkapitulasi tersebut menjadi


masukan dalam penyusunan konsep penanganan.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 51
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

2. Kriteria Penanganan

• Kegiatan penentuan kriteria pola penanganan ini dilakukan untuk menentukan


faktor penyebab dan karakter dari suatu permukiman kumuh yang digunakan
sebagai pembentuk dari tipologi kawasan.

• Kegiatan ini dilakukan dengan metode kelompok diskusi terarah antar berbagai
pihak yang terlibat.

• Kriteria pola penanganan yang dihasilkan dari kegiatan ini bersama menjadi
input dalam melakukan perumusan kebijakan penanganan peremajaan kawasan
kota

3. Konsep Penanganan

• Kegiatan penyusunan konsep penanganan merupakan kegiatan indikasi terhadap


pemanfaatan ruang dari setiap bagian di dalam kawasan yang telah mengacu
pda peruntukan lahan.

• Kegiatan ini dilakukan dengan metode kelompok diskusi terarah antar berbagai
pihak yang terlibat,

• konsep penanganan yang telah disepakati ini nantinya menjadi dasar dalam
penerapan pola penanganan.

B. Tahap Perumusan Perencanaan Penataan Kawasan

Tahap Perumusan Perencanaan Penataan Kawasan merupakan tahap terakhir dalam


rangkaian kegiatan pekerjaan. Tahap Perumusan Perencanaan Penataan Kawasan ini
pada intinya menindaklanjuti permukiman-permukiman kumuh yang sebelumnya telah
diseleksi melalui berbagai tahapan untuk ditangani lebih lanjut. Pada tahapan ini ada
tiga kegiatan besar yang meliputi penyusunan DED untuk kawasan prioritas pada tahun
pertama, RAB, dan penyusunan pola penanganan untuk tiap lokasi prioritas menjadi
suatu indikasi RPJM Skala Kota serta rekomendasi tentang strategi dan indikasi untuk
peremajaan kawasan kota.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 52
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

Tahap Perumusan Perencanaan Peremajaan Kawasan Kota ini dilakukan dengan


menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan desk study dan kelompok diskusi
terarah.Adapun penjabaran untuk tiap kegiatan pada tahapan ini dapat dilihat sebagai
berikut :

1. Penyepakatan Pola Penanganan

• Kegiatan penyepakatan pola penanganan merupakan kegiatan untuk


menyatukan pendapat dari stakeholder tentang pola-pola penanganan
• Kegiatan ini dilakukan dengan metode kelompok diskusi terarah antar berbagai
pihak yang terlibat
• Hasil dari penyepakatan kriteria penanganan ini menjadi dasar dalam
penyusunan kriteria pola penanganan untuk tiap lokasi.

2. Strategi Pengembangan

• Kegiatan ini dilakukan dengan metode kelompok diskusi terarah antar berbagai
pihak yang terlibat
• Strategi pengembangan kawasan menjadi bahan masukan untuk indikasi
kebutuhan program dan penyusunan pola dan konsep pendukung penataan
kawasan

3. Perancangan Kawasan

• Merupakan kegiatan membuat mendisain / sketsa dan bentuk dari kawasan


peremajaan yang terpilih, terutama untuk kawasan yang diprioritaskan untuk
segera dilakukan penanganan
• Kegiatan ini dilakukan dengan metode kelompok diskusi terarah antar berbagai
pihak yang terlibat
• Hasil dari perancangan kawasan ini menjadi dasar dalam penyusunan DED, RAB
kawasan percontohan

4. Indikasi Kebutuhan Program/RPJM Indikatif

• Merupakan kegiatan penyusunan program-program yang akan diterapkan di


kawasan penanganan berdasarkan klasifikasi penanganan dan rencana
pentahapan kegiatan.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 53
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

• Indikasi awal pola penanganan permukiman kumuh dilakukan dengan


menggunakan pendekatan desk study.
• Indikasi awal pola penanganan ini menjadi bahan dalam penyusunan usulan
program-program dalam RPJM.
• Indikasi RPJM merupakan kegiatan penyusunan usulan program-program RPJM
terkait dengan penanganan permukiman kumuh perkotaan.
• Usulan program-program penanganan kawasan kumuh yang disepakati pada
workshop.
• Indikasi RPJM dilakukan dengan menggunakan pendekatan desk study.
• Indikasi RPJM merupakan hasil akhir dari keseluruhan proses pekerjaan.

5. DED Kawasan dan RAB Tahun Pertama

ƒ Merupakan kegiatan mendesain dan menggambar kerja untuk kebutuhan


pembangunan di kawasan terpilih dan akan dilaksanakan pembangunannya
ƒ Penyusunan DED dilakukan dengan menggunakan pendekatan desk study.
ƒ Merupakan kegiatan pembuatan rencana anggaran biaya yang dapat di
keluarkan untuk kebutuhan pembangunan di kawasan terpilih dan akan
dilaksanakan pembangunannya
ƒ Penyusunan RAB dilakukan dengan menggunakan pendekatan desk study.

6. Rekomendasi Strategi dan Indikasi

ƒ Merupakan kegiatan penyusunan program-program dan strategi kebijakan


dalam penanganan peremajaan kawasan kota.
ƒ Penyusunan Rekomendasi Strategi & Indikasi dilakukan dengan menggunakan
pendekatan desk study.
ƒ Penyusunan Rekomendasi Strategi & Indikasi ini merupakan hasil akhir yang
ingin dicapai dari keseluruhan proses pekerjaan.

7. Penyusunan Draft MOU

ƒ Merupakan kegiatan penyusunan draft MoU antara pemerintah pusat dan


pemerintah daerah dalam penanganan kawasan selama 5 tahun ke depan
ƒ Penyusunan draft ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan desk study.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 54
CV. ALAM DAN PANCA INDRA

ƒ Penyusunan draft MoU ini merupakan hasil akhir yang ingin dicapai dari
keseluruhan proses pekerjaan.

8. Seminar/Workshop Penyepakatan

ƒ Merupakan bentuk penyepakatan dari seluruh hasil pekerjaan dan


mensosialisasikan hasil pekerjaan ini dalam bentuk suatu perencanaan
penataan kawasan kumuh perkotaan.
ƒ Kegiatan workshop koordinasi ini dilakukan dalam bentuk kelompok diskusi
terarah di Perkotaan Sigli daerah yang menjadi objek kajian.

LAPORAN AKHIR │ Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Kumuh Tahun 2011 Kabupaten Pidie 2 - 55

Anda mungkin juga menyukai