Anda di halaman 1dari 85

Metodologi

4.1 KERANGKA BERPIKIR KEBUTUHAN PENANGANAN PEKERJAAN

Mengacu pada proses pencapaian output, rangkaian kegiatan Penyusunan Dokumen Rencana
Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) Kab. Solok
Selatan dilakukan melalui empat tahapan sebagai berikut :

• Tahap Persiapan

• Tahap Verifikasi Lokasi Serta Perumusan Konsep dan Strategi

• Tahap Perumusan Rencana Penanganan

• Tahap Penyusunan Desain Teknis

Sebagai suatu kegiatan yang mengedepankan partisipasi stakeholders dalam penyusunan rencana,
pada keempat tahapan kegiatan tersebut selalu disertai dengan kegiatan berupa diskusi,
pembahasan, dan penyepakatan sebagai milestone dari setiap proses kegiatan yang telah
dilaksanakan. Hal tersebut menyiratkan bahwa rangkaian kegiatan penyusunan Penyusunan
Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan
(RP2KPKP) Kab. Solok Selatan dapat dikelompokkan dalam dua kelompok kegiatan utama yaitu:
(i) Penyusunan Dokumen RP2KP-KP, dan (ii) Diskusi dan Peningkatan Kapasitas Daerah.

2|BAB 2
Metoda Pengelolaan Pekerjaan dilakukan didasarkan pada skema hubungan tiap lingkup kegiatan
sebagaimana tergambarkan pada Gambar 4.1 yang secara skematis menggambarkan hubungan
antara Garis besar kegiatan yang dilakukan dengan Metode yang digunakan dalam melaksanakan
kegiatan.

Gambar 4.1. Skematis Hubungan Antara Garis Besar Kegiatan RP2KPKP


Kabupaten Solok Selatan

3|BAB 2
4|BAB 2
4.2 PENDEKATAN RP2KPKPK

Pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh merupakan bagian dari upaya
perwujudan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, dimana dalam hal ini tidak
dapat dilepaskan dari upaya pencapaian target pembangunan sebagaimana yang
diamantkan dalam RPJMN. Dalam implementasinya, upaya ini dilakukan melalui 3 (tiga)
pendekatan utama pembangunan dalam bidang Cipta Karya yakni membangun sistem,
memfasilitasi Pemerintah Daerah, dan membangun kapasitas masyarakat. Ketiga
pendekatan ini yang menjadi prinsip pembangunan dan pengembangan permukiman
yang mengarah pada pencapaian gerakan 100-0-100 pada tahun 2019, sebagaimana
yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.2. Pendekatan dalam Pembangunan dan Pengembangan Permukiman

Lebih lanjut bila dikaitkan dengan upaya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman
kumuh, maka dalam menyusun Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas
Permukiman Kumuh dan Permukiman Kumuh (RP2KPKPK) paling tidak memuat 4 (empat)
prinsip perencanaan, penanganan dan pencegahan permukiman kumuh yaitu:

- Perencanaan yang komprehensif dalam penyusunan RP2KPKP adalah melakukan

5|BAB 2
perencanaan penanganan permukiman kumuh secara menyeluruh meliputi aspek
sosial, ekonomi, fisik lingkungan;

- Pembangunan yang terintegrasi dalam Penyusunan RP2KPKP adalah melakukan


perencanaan pembangunan tersistem dari skala lingkungan, kawasan dan kota;

- Keterpaduan program (Kolaboratif dan Sinergitas) dalam penyusunan RP2KPKP


adalah melakukan penyusunan rencana investasi pembangunan yang melibatkan
semua sumber pembiayaan dari pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dan
swasta;

- Keberlanjutan dalam penyusunan RP2KPKP adalah melakukan penyusunan rencana


pengelolaan paska pembangunan; dan Pembangunan Hijau.

Terkait dengan pemenuhan unsur tersebut, maka dari sisi penyusunannya, proses
penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh
Perkotaan (RP2KPKP) ini didasarkan pada tiga (3) pendekatan, yaitu: (1) pendekat an
normatif, (2) pendekatan fasilitatif dan partisipatif, serta (3) pendekatan teknis-akademis,
dengan penjelasan untuk tiap pendekatan sebagai berikut:

1. Pendekatan Normatif, adalah suatu cara pandang untuk memahami


permasalahan atau kondisi dengan berdasarkan pada norma-norma yang ada atau
pada suatu aturan yang menjelaskan bagaimana kondisi tersebut seharusnya terjadi.
Dalam pendekatan ini, perhatian pada masalah utama serta tindakan yang
semestinya dilakukan menjadi ciri utama. Kondisi atau situasi yang terjadi tersebut
dijelaskan, dilihat, dan dibandingkan karakteristiknya dengan kondisi yang
seharusnya, dimana dalam konteks pembangunan kondisi yang seharusnya tersebut
didasarkan pada produk legal peraturan perundangan, baik untuk nasional maupun
daerah.

2. Pendekatan Fasilitatif dan Partisipatif, digunakan dengan dasar pertimbangan


bahwa proses penyusunan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan yang terkait dengan penanganan dan pencegahan permukiman kumuh,
baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional. Hal ini dimaksudkan agar
hasil penyusunan dapat dirasakan dan dimiliki oleh seluruh pemangku kepentingan
terkait di daerah.

3. Pendekatan Teknis-Akademis, merupakan pendekatan yang dilakukan dengan


menggunakan metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan secara akademis,
baik itu dalam pembagian tahapan pekerjaan maupun teknik-teknik identifikasi,
analisis, penyusunan strategi maupun proses pelaksanaan penyepakatan. Dalam

6|BAB 2
pendekatan ini, proses penyusunan RP2KPKP ini menggunakan beberapa metode
dan teknik studi yang baku yang sebelumnya telah disepakati bersama oleh tim
kerja, pemberi kerja, dan tim pokjanis daerah.

4.3 PENINGKATAN RP2KPKP DALAM SKEMA PROGRAM PENANGANAN


PERMUKIMAN KUMUH

Amanat Undang-undang No.1 tahun 2011 dimana penyelenggaraan kawasan permukiman


perlu didasarkan pada suatu dokumen rencana yang terpadu dan terintegrasi yaitu Rencana
Kawasan Permukiman, dapat diartikan pula bahwa dalam konteks penanganan permukiman
kumuh perlu juga memiliki suatu instrumen yang dapat menaungi upaya pencegahan dan
peningkatan permukiman kumuh yaitu RP2KPKP. Terkait hal ini RP2KPKP diharapkan dapat
menjadi:

 Satu-satunya dokumen yang menjadi acuan Pemerintah Kab./Kota dalam


upaya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh

 Dokumen rencana yang mengintegrasikan program-program pencegahan dan


peningkatan kualitas permukiman kumuh (program penanganan permukiman
kumuh dari Pemerintah Kab./Kota, NUSP-SIAP, P2KKP/KOTAKU, program
regular dari APBN/Provinsi, dll)

Dalam hal ini pemerintah daerah (kabupaten/kota) menjadi aktor dan pelaku utama dalam
penanganan permukiman kumuh, mulai dari tahap perencanaan melalui fasilitasi
penyusunan RP2KPKP dari pemerintah pusat, hingga ke pelaksanaan dan pengelolaannya,
terutama terhadap kawasan permukiman kumuh yang memiliki kompleksitas permasalahan
yang relatif ringan, sehingga nantinya penanganannya dapat dilakukan di tingkat kelurahan.

Pemerintah daerah juga dapat mengakses kemungkinan program penanganan lainnya yang
dicanangkan oleh pemerintah pusat, terutama terhadap kawasan-kawasan permukiman
kumuh yang memiliki kompleksitas permasalahan yang masiv dan memerlukan
keterpaduan penanganan dari sisi pelaku serta sumber pendanaan, sebagaimana yang
dapat dijelaskan pada skema di bawah ini.

7|BAB 2
Gambar 4.3
Keterkaitan RP2KPKP dengan Program-program Penanganan Permukiman Kumuh Lainnya

4.4 PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM RP2KPKP

Kegiatan penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh


Perkotaan (RP2KPKP) melibatkan pemangku kepentingan, baik yang berada di tingkat
pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Secara rinci peran dan bentuk keterlibatan dari
masing-masing pihak tersebut dalam kegiatan penyusunan Rencana Pencegahan dan
Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) dapat dilihat pada skema dan
tabel berikut.

8|BAB 2
Gambar 4.4
Peran dan Bentuk Keterlibatan Pemangku Kepentingan dalam Penyusunan
RP2KPKP

Tabel 4.1
Peran dan Bentuk Keterlibatan Pemangku Kepentingan dalam
Penyusunan RP2KPKP

9|BAB 2
10 | B A B 2
11 | B A B 2
4.5 PENDEKATAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Dalam proses pelaksanaan pekerjaan, terdapat berbagai kegiatan yang memerlukan


penanganan berbeda, sesuai dengan karakteristik kegiatan dan sasaran antara (milestone)
yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan tersebut.

Pendekatan umum yang akan digunakan dalam penanganan pekerjaan ini dikelompokkan
kedalam karakteristik kebutuhan penanganan kegiatan, yaitu:

 Pendekatan terhadap kebijakan, peraturan, standar, dan manual serta landasan


teori tentang penataan bangunan

 Pendekatan terhadap kegiatan pengumpulan data dan informasi

 Pendekatan terhadap kegiatan identifikasi dan kajian materi dan permasalahan

 Pendekatan terhadap kegiatan perumusan konsep dan penyusunan rencana teknik


ruang.

4.5.1 Pendekatan Eksploratif dalam Pengumpulan Data


Pendekatan eksploratif bercirikan pencarian yang berlangsung secara menerus. Pendekatan
ini akan digunakan baik dalam proses pengumpulan data dan informasi maupun dalam proses
analisa dan evaluasi guna perumusan konsep penanganan.

4.5.1.1 Eksplorasi dalam Proses Pengumpulan Data dan Informasi

Dalam proses pengumpulan data dan informasi, pendekatan eksploratif digunakan mulai
dari kegiatan inventarisasi dan pengumpulan data awal, hingga eksplorasi data dan
informasi di lokasi studi yang dilakukan. Sifat pendekatan eksploratif yang menerus akan
memungkinkan terjadinya pembaharuan data dan informasi berdasarkan hasil temuan
terakhir. Pendekatan eksploratif juga memungkinkan proses pengumpulan data yang
memanfaatkan sumber informasi secara luas, tidak terbatas pada ahli yang sudah
berpengalaman dalam bidangnya ataupun stakeholder yang terkait dan terkena imbas
secara langsung dari kegiatan terkait, namun juga dari berbagai literatur baik dalam bentuk
buku maupun tulisan singkat yang memuat teori atau model penanganan kawasan
perkotaan, penanganan lahan perkotaan, dan studi kasus penerapan kebijakan
pengembangan kawasan perkotaan yang telah dilakukan.

Dalam pendekatan eksploratif ini sangat memungkinkan diperoleh informasi-informasi


tambahan yang tidak diduga sebelumnya atau yang tidak pernah dikemukakan dalam teori -
teori yang ada. Informasi yang didapat dengan pendekatan ini bisa bersifat situasional dan
berdasarkan pengalaman sumber.

12 | B A B 2
4.5.1.2 Eksplorasi dalam Proses Analisa dan Evaluasi
Eksplorasi dalam proses analisa dan evaluasi dilakukan guna mengelaborasi pokok
permasalahan serta konsep-konsep penanganan dan pengembangan kawasan perkotaan yang
ada berikut dukungan regulasi dan kebijakan. Eksplorasi perlu mengaitkan konsep- konsep
teoritis dengan kondisi dan karakteristik permasalahan melalui pendalaman pemahaman
terhadap lokasi pekerjaan.

Proses eksplorasi ini akan mengkerucut pada suatu bentuk pendekatan yang konfirmatif
dalam menilai keseusaian suatu pola penanganan lahan industri serta kebutuhan rumusan
kebijakan yang dapat mengintervensi permasalahan agar pola penanganan terpilih dapat
diimplementasikan dan mencapai hasil yang optimal.

4.5.2 Pendekatan Studi Dokumenter dalam Identifikasi dan Kajian Materi


Pekerjaan

Pekerjaan ini memiliki kecenderungan sifat studi yang memerlukan dukungan kegiatan
kajian, baik terhadap literatur berupa tulisan, jurnal, dan hasil studi terkait, hingga berbagai
jenis regulasi dan kebijakan yang terkait dengan upaya pengembangan kawasan khususnya
dalam konsep kawasan perkotaan. Untuk itu, diperlukan model pendekatan studi dokumenter
yang akan menginventarisasi dan mengeksplorasi berbagai dokumen terkait dengan materi
pekerjaan. Studi dokumenter memiliki ciri pendekatan yang mengandalkan dokumen/ data-
data sekunder seperti:

 Peraturan perundangan-undangan dan dokumen kebijakan yang terkait

 laporan perencanaan pengembangan kawasan perkotaan pada wilayah lain


(best practice)

 Teori maupun konsep-konsep pengembangan kawasan perkotaan, termasuk dalam


aspek pendukungnya seperti kelembagaan, pengelolaan kawasan, serta aspek
pembiayaan.

4.5.3 Pendekatan Preskriptif dalam Perumusan Konsep Pengembangan


Kawasan Perkotaan
Pendekatan preskriptif (Prescriptive Approach) merupakan jenis pendekatan yang bersifat
kualitatif dan dapat memberikan deskripsi analitis untuk menghasilkan rekomendasi yang
bermanfaat dalam mendukung suatu strategi penanganan ataupun kebijakan. Pendekatan
ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menilai suatu rencana alternatif kebijakan untuk
kemudian mengeluarkan rekomendasi yang tepat berkaitan dengan kemungkinan
implementasi kebijakan dan program-programnya di masa yang akan datang. Dengan
penggunaan pendekatan preskriptif ini, diharapkan studi tidak hanya terfokus pada analisa

13 | B A B 2
kondisi eksisting, namun juga dapat memperhatikan potensi implikasi pemanfaatan suatu
konsepsi penanganan atau kebijakan.

4.5.4 Pendekatan Perencanaan


Pendekatan Incremental-Strategis

Rencana teknis penataan kawasan perkotan merupakan bagian dari penataan ruang kota,
yang merupakan penjabaran dari tujuan pembangunan kota dalam aspek keruangan. Rencana
rinci penataan kawasan tersebut memuat serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
mencapai maksud dan tujuan pembangunan ruang kota, yaitu membentuk wujud struktural
dan pola pemanfaatan ruang kota yang efektif dan efesien. Suatu produk Rencana Teknis
penataan kawasan perkotaan yang ‘baik’ harus operasional, oleh karenanya maksud dan
tujuan perencanaan yang ditetapkan harus realistis, demikian pula dengan langkah- langkah
kegiatan yang ditetapkan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut.

Adapun yang dimaksud dengan pendekatan perencanaan yang realistis adalah:

 Mengenali secara nyata masalah-masalah pembangunan kota;

 Mengenali secara nyata potensi yang dimiliki kota;

 Mengenali secara nyata kendala yang dihadapi kota dalam proses pembangunan;

 Memahami tujuan pembangunan secara jelas dan nyata;

 Mengenali aktor-aktor yang berperan dalam pembangunan kota;

 Mengenali ‘aturan main’ yang berlaku dalam proses pembangunan kota.

 Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan RP2KP-KP Perkotaan ini adalah


Pendekatan Incremental yang lebih bersifat strategis, dimana sebagian besar
kondisi-kondisi awal (pra-kondisi) dari suatu persoalan pembangunan tidak
diperhatikan atau diluar kontrol. Adapun karakteristik pendekatan ini antara lain :

 Berorientasi pada persoalan-persoalan nyata;

 Bersifat jangka pendek dan menengah;

 Terkonsentrasi pada beberapa hal, tetapi bersifat strategi;

 Mempertimbangkan eksternalitas;

 Langkah-langkah penyelesaian tidak bersifat final.

Metoda SWOT merupakan contoh penjabaran dari pendekatan yang bersifat incremental-
strategis.

14 | B A B 2
Pendekatan Strategis-Proaktif

Pendekatan strategis-proaktif merupakan bentuk kebalikan dari pendekatan incremental-


strategis. Adapun yang dimaksud rencana strategis – proaktif adalah:

 Rencana yang kurang menekankan pada penentuan maksud dan


tujuan pembangunan, tetapi cenderung menekankan pada proses pengenalan dan
penyelesaian masalah, yang kemudian dijabarkan pada program-
program pembangunan dan alokasi pembiayaan pembangunan;

 Rencana yang melihat lingkup permasalahan secara internal maupun eksternal,


dengan menyadari bahwa pengaruh faktor-faktor eksternal sangat kuat dalam
membentuk pola tata ruang kawasan yang terjadi;

 Rencana yang menyadari bahwa perkiraan-perkiraan kondisi di masa yang akan


datang tidak bisa lagi hanya didasarkan pada perhitungan-perhitungan proyeksi
tertentu, akan tetapi sangat dimaklumi bahwa terdapat kemungkinan-kemungkinan
munculnya kecenderungan-kecenderungan baru, faktor-faktor ketidakpastian,
serta ‘kejutan- kejutan’ lain yang terjadi diluar perkiraan semula;

 Rencana yang lebih bersifat jangka pendek dan menengah, dengan memberikan
satu acuan arah-arah pembangunan kawasan;

 Rencana yang berorientasi pada pelaksanaan (action).

Pencampuran Kedua Pendekatan dalam Pelaksanaan Pekerjaan

Kedua jenis pendekatan ini dapat digunakan dalam pekerjaan ini. Perbedaan
penggunaannya hanya terdapat pada kesesuaian sifat pendekatan dengan karakteristik
kegiatan yang sedang dilakuakan. Penjelasan singkatnya adalah sebagai berikut:

- Dalam perumusan konsepsi dan penyusunan rencana kawasan, maka


pendekatan incremental-strategis perlu dikedepankan untuk dapat menghasilkan
suatu konsepsi pengembangan yang sifatnya cenderung ‘utopis’, namun hal ini
memang disesuaikan dengan kebutuhan perumusan visi-misi dan tujuan
pengembangan kawasan yang memiliki kecenderungan untuk mencapai suatu kondisi
yang paling ideal, setidaknya sebagai sebuah target jangka panjang yang perlu
diwujudkan.

- Dalam penyusunan rencana pembangunan, program pentahapan, dan


aspek pendukung lainnya, perlu dikedepankan pendekatan strategis-proaktif untuk
dapat menghasilkan suatu produk dokumen rencana yang realistis dan dapat
diimplementasikan sesuai tahapan pelaksanaannya.

15 | B A B 2
4.5.5 Pendekatan Teknis Perencanaan
Pendekatan perencanaan yang dipakai dalam pekerjaan ini adalah pendekatan dari segi
pemanfaatan daya dukung lahan yang didasarkan pada hubungan antara fungsi-fungsi
yang akan dikembangkan. Tujuan yang ingin dicapai dari pendekatan ini adalah mendapatkan
hasil rancangan yang dapat mencerminkan pola interaksi antara zona-zona fungsi yang
beragam dan jelas dirasakan oleh pemakainya.

4.5.6 Aspek-Aspek yang menjadi Dasar dalam Perancangan


Dibawah ini merupakan aspek-aspek yang dijadikan dasar dalam perencanaan RP2KP-KP
Perkotaan Kawasan Perencanaan adalah :

a. Dari segi fungsi; Kawasan Kawasan Perencanaanharus dapat memenuhi tuntutan fungsi
kawasan sebagai :

 Tempat berkumpulnya kelompok manusia (penghuni) dalam rentang waktu


yang cukup lama;

 Tempat untuk pengembangan perilaku sosial kemasyarakatan/kehidupan


manusia yang melakukan interaksi sosial, budaya maupun ekonomi secara optimal;

 Dapat memberi nilai positif terhadap lingkungan sekitarnya dan umumnya terhadap
Kawasan Perencanaan;

b. Dari bentuk rancangan tapak, Kawasan Perencanaanharus dapat :

 Mencerminkan fasilitas umum yang efisien dan terencana;

 Sesuai dengan fungsi kegiatan yang dilakukan;

 Mencerminkan kesederhanaan, efisien tanpa mengurangi citra estetis.

Dari segi ekonomi, pembangunan Kawasan Perencanaanharus dapat dilakukan secara


bertahap, ekonomis, serta hasil akhirnya dapat dinikmati masyarakat pengguna dengan
harga terjangkau

Dari segi waktu, perencanaan Kawasan Perencanaanharus memungkinkan fleksibilitas,


baik perluasan, perubahan fungsi maupun variasi penggunaan sesuai dengan kondisi waktu.

Dari segi teknologi, aplikasi perencanaan Kawasan Perencanaandalam pembangunannya


harus memungkinkan penggunaan teknologi maju dalam rancang bangun, tetapi juga harus
dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi sederhana atau yang sudah ada.

16 | B A B 2
4.5.7 Kriteria Perencanaan Bangunan
Pada dasarnya kriteria perencanaan bangunan yang diterapkan dalam perencanaa kawasan
perencanaan ini meliputi dua sistem, yaitu :

a. Sistem lingkungan

Merupakan kriteria perencanaan yang berkaitan dengan segi fisik material dalam bentuk
wujud tata letak ataupun fisik bangunan. Pada sistem ini mencakup :

o konteks fisik; klimatologis, geologis, topografis, landuse, bentuk bangunan, pola


sirkulasi dan peraturan-peraturan pemerintah maupun daerah yang terkait

o konteks kebudayaan ; tradisi, cara hidup, hubungan sosial, politik, ekonomi, religi,
ilmu pengetahuan, keindahan (estetis) dan teknologi.

b. Sistem manusia

Merupakan kriteria perencanaan yang berhubungan dengan segi non fisik, yang
merupakan pendekatan dari segi tingkah laku (behavior approach) manusia sebagai
pemakai dari wujud fisik bangunan.Pada sistem ini tercakup :

o Beberapa aktifitas organis: lapar, haus, belanja, interaksi social

o Tata ruang : fungsional, territorial

o Perletakan dan lokasi : statis dan dinamis

o Sosial : privacy dan public

o Sensor : penglihatan, perasaan, pendengaran, panas, dingin, keindahan


dan keseimbangan

Kedua sistem tersebut berkaitan erat satu dengan yang lainnya dan harus dapat
diintegrasikan dalam desain bentuk bangunan yang direncanakan di dalam Kawasan
Perencanaan.

4.5.8 Konsep Perancangan


Konsep dasar perancangan didasarkan pada perilaku/aktifitas kehidupan sehari-hari yang
merupakan konsep utama dalam pendekatan perancangan Kawasan Perencanaan.
Pendekatan terhadap konsep penunjang (konsep ramah lingkungan) menjadi alat bantu
dalam mendesain secara konkrit.

Sasaran utama yang akan dicapai dengan konsep-konsep ini adalah menciptakan suasana
lingkungan perkotaan yang nyaman, rapi, aman, terjangkau oleh konsumen pengguna dan
tetap peduli terhadap lingkungan.

17 | B A B 2
Sasaran lainnya adalah menciptakan suasana Kawasan Perencanaanini dalam dimensi yang
lebih modern, desain bentuk tipikal bangunan rumah tinggal yang efisien dan efektif serta
lingkungan perumahan yang dirancang secara terpadu akan menjadi dinamika kawasan
perencanaan ini tanpa meninggalkan sifat kekhasannya, yaitu kesederhanaan.

4.6 METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN

4.6.1 Lingkup Kegiatan Penyusunan RP2KPKP


Secara garis besar lingkup kegiaatan penyusunan RP2KPKP terdiri dari 4 (empat) tahapan,
yaitu : (1) Persiapan, (2) Verifikasi lokasi serta perumusan konsep dan strategi; (3) Perumusan
Rencana Penanganan dan (4) Penyusunan Desain Teknis. Secara rinci, lingkup kegiatan dari
tiap kegiatan besar dan capaian kegiatan dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 4.2
Keterkaitan Lingkup Kegiatan dengan Capaian dalam Kegiatan Penyusunan RP2KPKP

18 | B A B 2
19 | B A B 2
Pendekatan dan metodologi yang akan digunakan pada dasarnya mencakup tiga tahapan
pengerjaan yang meliputi Tahap Persiapan, Tahap Identifikasi dan Analisis, Tahap Perumusan
Rencana, dan Tahap Finalisasi. Keempat tahapan tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan
dan membentuk suatu sistematika pemikiran yang sebagaimana digambarkan pada Gambar
berikut.

4.6.2. Lingkup Wilayah Penyusunan RP2KPKP

Kegiatan penyusunan RP2KPKP dilakukan pada lingkup wilayah kabupaten/kota.

 Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan


Untuk wilayah yang berstatus kota, maka lingkup wilayah penyusunan RP2KPKP
mencakup keseluruhan kawasan permukiman kumuh di wilayah administrasi kota yang
ditetapkan melalui SK Walikota dan hasil verifikasinya. Untuk wilayah yang berstatus
kabupaten, maka lingkup wilayah penyusunan RP2KPKP mencakup kawasan di dalam
wilayah administrasi kabupaten yang didefinisikan sebagai kawasan permukiman
kumuh perkotaan oleh SK Bupati dan hasil verifikasinya.

20 | B A B 2
Gambar 4.3. Contoh Delineasi Kawasan Permukiman Perkotaan di Lingkup Administrasi
Kabupaten

Gambar 4.4. Contoh Sebaran Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan berdasarkan SK Kumuh

21 | B A B 2
 Kawasan Permukiman Kumuh Prioritas

Kawasan permukiman kumuh yang diprioritaskan untuk ditangani berdasarkan


kriteria dan indikator yang merujuk kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat No.2/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, yang terdiri dari tiga lokasi
kawasan kumuh. Selanjutnya akan dipilih satu kawasan yang akan ditangani pada
pelaksanaan pembangunan tahap 1 berdasarkan kesepakatan hasil diskusi
dengan pemangku kepentingan.

Gambar 4.5. Contoh Peta Kawasan Permukiman Kumuh Prioritas

 Komponen Pembangunan Tahap 1

Pembangunan tahap pertama dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu:

 Pembangunan berbasis kawasan pembangunan tahap pertama dilakukan pada


minimal 3 (tiga) kawasan permukiman kumuh prioritas terhadap seluruh aspek
penanganan dan seluruh komponen infrastruktur keciptakaryaan, apabila
seluruh readiness criteria (kesiapan lokasi, pemerintah daerah, dan
masyarakat) dapat dipenuhi pada kawasan tersebut.

 Pembangunan berbasis komponen infrastruktur pembangunan tahap pertama


dilakukan pada minimal 3 (tiga) kawasan permukiman kumuh prioritas, namun
hanya dilakukan terhadap beberapa komponen-komponen infrastruktur
keciptakaryaan yang dianggap telah memenuhi readiness criteria (kesiapan
lahan, pemerintah daerah, dan masyarakat) untuk diimplementasikan pada tahun

22 | B A B 2
berikutnya.

Gambar 4.6. Contoh Peta Komponen Pembangunan Tahap 1

4.6.2.1 Overview Kebijakan Pembangunan Daerah

Melakukan kajian terhadap kebijakan, strategi , dan program pembangunan daerah yang
terdapat dalam dokumen perencaaan pembangunan dan penataan ruang kabupaten/kota
(RPJPD, RPJMD, Renstra Dinas,RTRW, Rencana Sektor dan dokumen lain yang terkait dengan
kawasan permukiman kumuh).

Tujuan analisa overview kebijakan ini

 Mengidentifikasi dan melakukan kajian terhadap kebijakan dan strategi


pembangunan, serta rencana tata ruang yang telah tersedia maupun yang sedang
disusun terkait dengan pembangunan permukiman dan kawasan permukiman
kumuh; dan

 Mengidentifikasi dan melakukan kajian sinkronisasi kebijakan dan strategi


pembangunan kabupaten/kota, termasuk didalamnya kajian terhadap dokumen-
dokumen sektoral.

23 | B A B 2
 Mengidentifikasi dan melakukan kajian kesesuaian permukiman (kumuh) terhadap
rencana tata ruang.

Adapun langkah yang dilakukan dalam tahapan overview Kebijakan :

 Inventarisasi kebijakan dan strategi pembangunan kabupaten, khususnya yang


terkait pengembangan permukiman kumuh perkotaan, terutama yang terdapat di
dalam RTRW, RPJPD, RPJMD, SPPIP, RPI2JM, dan rencana sektor lainnya;

 Melakukan pemetaan terhadap arahan kebijakan dan strategi pembangunan terkait


penanganan kawasan permukiman kumuh terutama yang terdapat di dalam RTRW,
RPJPD, RPJMD, SPPIP, RPI2JM, dan rencana sektor lainnya

 Melakukan kajian terhadap keselarasan antar kebijakan dan strategi pembangunan


yang terkait pengembangan permukiman terutamanya terdapat di dalam RTRW,
RPJPD, RPJMD, SPPIP, RPI2JM, dan rencana sektor lainnya

 Melakukan superimpose/overlay peta permukiman eksisting dengan peta rencana


pola ruang kota (guna lahan permukiman)

Tabel 4.3
Contoh Tabel Overview Kebijakan :

24 | B A B 2
4.6.2.2 Penyiapan Kelembagaan Masyarakat Pada Lokasi Permukiman Kumuh
Dalam kegiatan penyusunan RP2KPKPK, peran masyarakat dalam penanganan kawasan
permukiman kumuh sangat penting sebagai salah satu pelaku utama. Dalam hal ini
kelembagaan masyarakat di tingkat kawasan perlu disiapkan agar pembagian peran masing
masing pemangku kepentingan di daerah menjadi lebih efektif dan jelas.tujuan dari
penyiapan kelembagaan masyarakat ini yakni Menyiapkan kelembagaan lokal masyarakat
sebagai mitra penggerak kegiatan sekaligus mengawal dan mengupayakan keberlanjutan
program penanganan permukiman kumuh di tingkat masyarakat.

4.6.2.3 Tahap Verifikasi Lokasi Serta Perumusan Konsep dan Strategi


Pengumpulan Data

Dari hasil telaah awal, Konsultan mengidentifikasi kebutuhan data perencanaan ini seperti
dalam tabel berikut. Kebutuhan data tersebut tidak terpaku pada jenis data yang tertera pada
tabel tersebut setelah melakukan survai dan kajian awal wilayah perencanaan maka desain
kebutuhan data tersebut akan diperbaiki dan dilengkapi sesuai kebutuhan dan karakteristik
spesifik wilayah perencanaan.

Tabel 4.4.
Identifikasi Kebutuhan Data Dalam Penyusunan RP2KP-KP Perkotaan Kawasan
Perencanaan

25 | B A B 2
26 | B A B 2
a. Pengumpulan data sekunder (survey instansional)
Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi yang telah
terdokumentasikan dalam buku, laporan dan statistik yang umumnya terdapat di
instansi terkait. Di samping pengumpulan data, pada kegiatan ini dilakukan pula
wawancara atau diskusi dengan pihak instansi mengenai permasalahan-permasalahan
di tiap bidang/aspek yang menjadi kewenangannya serta menyerap informasi
mengenai kebijakan-kebijakan dan program yang sedang dan akan dilakukan terkait
penataan bangunan dan lingkungan.

b. Observasi Lapangan
Survai ini dilakukan untuk mendapatkan data terbaru/terkini langsung dari lapangan
atau obyek kajian. Pengumpulan data primer ini sendiri akan dilakukan melalui 2
metode, yaitu metode observasi langsung ke lapangan, dan metode penyebaran
kuesioner atau wawancara. Penetuan penggunaan kedua metode ini dilakukan

27 | B A B 2
berdasarkan jenis data yang dibutuhkan. Namun demikian ketiganya diharapkan dapat
saling menunjang pengumpulan informasi dan fakta yang diinginkan. Survai primer
yang akan dilakukan terdiri dari 4 tipe survey, yaitu :

1. Survai land use dan bangunan


Survai yang dilakukan adalah pengecekan di lapangan mengenai guna lahan
eksisting serta bangunan penting yang ada di wilayah perencanaan. Data-
data yang diperoleh dari survai ini digunakan untuk menganalisis struktur
ruang eksisting dan kemudian menetapkan struktur tata ruang dan
penggunaan lahan pada tahun yang direncanakan.

2. Survai infrastruktur
Survai ini dilakukan untuk memperoleh data infrastruktur dengan cara
pengamatan lapangan guna menangkap/ menginterpretasikan data-data
sekunder lebih baik. Disamping itu survai ini dilakukan untuk memperoleh
masukan dari para stakeholders terkait mengenai permasalahan dan kondisi
infrastruktur kota yang bersangkutan. Masukan tersebut dapat diperoleh
melalui wawancara maupun penyebaran kuesioner.

3. Survai Transportasi
Survai ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai
transportasi kota dengan bentuk survai yang dilakukan adalah:

 Pengamatan lapangan untuk mengamati kondisi dan permasalahan


jaringan dan sistem transportasi sehingga dapat menangkap/
menginterpretasikan data-data sekunder lebih baik

 Traffic counting, untuk memperoleh data volume lalu lintas harian


rata-rata (LHR) pada jalan-jalan utama dan persimpangan penting.

4. Survai Pelaku ekonomi


Data dan informasi yang ingin didapat dari kegiatan survai ini adalah data
pelaku, lokasi, kecenderungan dan potensi pasar, rencana, permasalahan dan
keinginan para pelaku tersebut. Pengumpulan data pelaku ekonomi
dilakukan dengan cara :

 Pengamatan lapangan untuk mengamati pola penyebaran dan


jenis intensitas kegiatan ekonomi tersebut

 Wawancara/kuesioner terhadap pelaku aktivitas

Pengumpulan data mengenai sosial kependudukan dilakukan dengan survai


primer dan sekunder, dengan materi yang dikumpulkan adalah data

28 | B A B 2
penduduk dan distribusinya, struktur penduduk, serta sosial kemasyarakatan.
Untuk pengumpulan data yang bersumber langsung dari masyarakat akan
digunakan wawancara semi- terstruktur. Data yang akan dikumpulkan
meliputi jenis data:

 Data fakta, yaitu data faktual berupa data demografis dan data status
lainnya yang melekat pada masyarakat, baik secara individual maupun
kolektif;

 Data sikap, yaitu data mengenai sikap preferensi masyarakat terhadap


kondisi dan aspek pelayanan perkotaan, suasana lingkungan,
kebijaksanaan yang berlaku dan program-program pembangunan yang
akan dilaksanakan, dengan berbagai nilai, seperti suka atau tidak suka,
serta puas atau tidak puas;

 Data pendapat, yaitu data mengenai pendapat masyarakat terhadap


persoalan yang ada pada sistem lingkungan perkotaan. Pernyataan
dari masyarakat mengungkapkan ide serta gagasan masyarakat.

 Data perilaku, yaitu data mengenai perilaku dan tindakan yang


dilakukan masyarakat secara individu terhadap suatu hal.

Dalam teknik wawancara akan menggunakan cara :

 Teknik wawancara langsung pada tempat alamat responden

 Teknik wawancara pada tempat kegiatan masyarakat seperti kampus,


jalan, tempat- tempat umum

 Teknik seminar dengan mengundang responden yang kompeten


Masing-masing teknik di atas akan dipergunakan sesuai dengan
karakteristik responden, efektivitas dan relevansinya dengan variabel
pertanyaan.

Seperti telah dipaparkan pada Tabel data-data yang dibutuhkan dapat dikelompokan
menjadi :

Data biofisik adalah lebih bersifat pada keadaan sumberdaya alamnya yang antara lain:

 Letak dan luas wilayah dan kawasan

 Topografi dan kemiringan lereng

 Geologi, tanah dan geomorfologi

 Data iklim, yang meliputi data curah hujan, kelembaban, temperatur udara dan
jumlah bulan basah/kering (time series : minimal 10 tahun terakhir).

29 | B A B 2
 Data hidrologi. Keadaan penutupan lahan (hutan, perkebunan, belukar, alang-alang,
dll).

 Keadaan lahan kritis dan penyebarannya

 Penggunaan Lahan

 Kondisi liputan lahan

 Data lainnya yang diperlukan (banjir, kekeringan, intensifikasi pertanian, perkebunan,


industri dan sebagainya).

Teknik Pengumpulan Data Bio-Fisik:

 Pengumpulan data bio-fisik dilaksanakan dengan mewawancarai/ mencatat


informasi yang tersedia pada instansi/dinas yang berkompetan atau langsung di
stasiun-stasiun yang bersangkutan atau dengan menganalisa/interpretasi peta atau
citra/foto udara yang tersedia.

 Data iklim dapat diperoleh dari instansi/stasiun iklim yang ada di wilayah DAS yang
bersangkutan atau stasiun terdekat.

 Data iklim yang dikumpulkan sedapat mungkin selama jangka waktu sekurang-
kurangnya 10 tahun terakhir. Data hidrologi dan prasarana pengairan diperoleh dari
Instansi/Dinas Kimpraswil setempat atau instansi lain.

Data Sosial ekonomi yang diperlukan antara lain:

 Kependudukan (jumlah, kepadatan, laju pertumbuhan)

 Ekonomi dan wisata

 Luas dan Pemilikan lahan

 Kelembagaan/organisasi masyarakat

 Sarana/prasarana penyuluhan dibidang pertanian/kehutanan

 Sarana pendidikan, perhubungan dan sarana perekonomian lainnya

Tabulasi dan Kompilasi Data

Setelah data-data diperoleh, kemudian dilakukan akurasi atau kesahihan data melalui
metode pengujian-pengujian statistika dan tahun pembuatan data untuk mengetahui
apakah data-data tersebut sesuai dengan kondisi kawasan sebenarnya.

Semua data dan informasi yang telah diperoleh dari hasil kegiatan pengumpulan data dan
survai kemudian dikompilasikan. Pada dasarnya kegiatan kompilasi data ini dilakukan dengan

30 | B A B 2
cara mentabulasi dan mengsistematisasi data-data tersebut dengan menggunakan cara
komputerisasi.

Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya data dan informasi yang telah diperoleh sehingga
akan mempermudah pelaksanaan kegiatan selanjutnya yaitu analisis. Penyusunan data itu
sendiri akan dibagi atas dua bagian. Bagian pertama adalah data dan informasi mengenai
kondisi regional (kondisi makro) dan bagian kedua adalah data dan informasi mengenai
kondisi lokal kawasan Kawasan Perencanaansendiri (kondisi mikro).

Metoda pengolahan dan kompilasi data yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

Teknik pengumpulan data sosial ekonomi:

 Data dan informasi keadaan sosial-ekonomi penduduk dapat berupa data


primer maupun data sekunder (statistik).

 Data primer diperoleh dengan cara sampling terhadap pengusaha industri, buruh
dan pelaku industri lainnya yang terkait dengan Kawasan Perencanaan.

 Data sosial ekonomi diperoleh dari instansi/dinas yang terkait..

 Mengelompokan data dan informasi menurut kategori aspek kajian seperti :


data fisik dan penggunaan lahan, data transportasi, data kependudukan dll.

 Menyortir data-data setiap aspek tersebut agar menjadi sederhana dan tidak
duplikasi

 Mendetailkan desain pengolahan dan kompilasi data dari desain studi awal
sehingga tercipta form-form isian berupa tabel-tabel, konsep isian, peta tematik
dll

 Mengisi dan memindahkan data yang telah tersortir ke dalam tabel-tabel isian dan
peta isian tematik

 Melakukan pengolahan data berupa penjumlahan, pengalian, pembagian,


prosentase dsb baik bagi data primer maupun sekunder

Setelah seluruh tabel dan peta terisi, maka langkah selanjutnya adalah membuat uraian
deskriptif penjelasannya ke dalam suatu laporan yang sistematis per-aspek kajian dan
menuangkan informasi kedalam analisis konsep-konsep pengembangan kawasan mikro
dan makro. Termasuk dalam laporan tersebut adalah uraian kebijaksanaan dan program
setiap aspek.

Survey dan Pengolahan Data Permukiman Kumuh

Data numerik baseline yang ada di Kabupaten/kota pada umumnya masih berupa data profil
permukiman, sehingga parameter datanya perlu dikonversi menjadi data permasalahan

31 | B A B 2
permukiman kumuh. Sebagai contoh data keteraturan bangunan hunian perlu dikonversi
menjadi data ketetidakaturan bangunan hunian pada lokasi permukiman. Sebagai ilustrasi, bisa
dilihat pada tabel berikut

Analisis

Kelanjutan dari proses kompilasi dan tabulasi adalah proses analisis. Ada empat hal utama
yang perlu dinilai dalam analisis ini yaitu :

a. Analisis keadaan dasar yaitu menilai kondisi eksisting pada saat sekarang;

b. Analisis kecenderungan perkembangan yaitu menilai kecenderungan sejak masa


lalu sampai sekarang dan kemungkinan-kemungkinannya dimasa depan, terutama
pengaruh tumbuhnya fungsi baru khususnya pada pelayanan kabupaten;

c. Analisis sistem serta kebutuhan ruang yaitu menilai hubungan ketergantungan antar
sub sistem atau antar fungsi, dan pengaruhnya apabila sub sistem atau fungsi baru
itu berkembang, serta perhitungan ruang dalam kawasan sebagai akibat
perkembangan di masa depan;

32 | B A B 2
d. Analisis kemampuan pengelolaan pembangunan daerah yaitu menilai kondisi
keuangan Daerah, organisasi pelaksana dan pengawasan pembangunan,
personalia

e. Overlay Kebijakan daerah dan Identifikasi Kesesuaian Permukiman Eksisting terhadap


rencana tata ruang Kab/Kota

Kegiatan analisis ini, secara substansi terbagi menjadi dua yaitu : analisis internal dan
analisis eksternal. Analisis Eksternal menyangkut analisis terhadap kedudukan kawasan
dalam konstelasi makro dikaitkan dengan kebijakan pembangunan Kawasan Perencanaan,
baik kebijakan spasial (RTRW) maupun kebijakan sektoral serta analisis terhadap
kedudukan kawasan dalam konteks keruangan makro, yaitu menyangkut aksesibilitas
eksternal kawasan dan dukungan infrastruktur terhadap kawasan Kawasan Perencanaan.
Analisis internal tapak terkait dengan kondisi eksisting dari kawasan perencanaan. Analisis
internal selalu menjadi aspek yang penting dalam proses perancangan sebuah tapak.
Pertimbangan ini mencakup analisis mikro dan makro iklim, berbagai ekosistem
dan keterkaitannya, hidrologi permukaan, vegetasi dan kondisi bawah tanah permukaan.
Semua pertimbangan ini menuntut analisis dan penelitian yang ekstensif dan mendetail
untuk menghasilkan data- data yang akurat. Bagian ini membahas berbagai pertimbangan
yang berkaitan dengan faktor-faktor tersebut di atas.

o Analisis Topografi

Pada permukaan tapak, topografi merupakan salahsatu faktor yang penting yang
harus direncanakan. Lapisan geologi yang mendasari dan proses erosi alamiah yang
berjalan lambat mengakibatkan perbedaan kelandaian permukaan, lembah-lembah,
pegunungan dan perbukitannya. Ciri-ciri topografis ini sangat berpengaruh di dalam
menentukan suatu rencana tapak, karena akan menentukan karakteristik kawasan
lahan yang ada.

o Analisis Klimatologi

Faktor klimatologi (matahari, angin, suhu dan pemandangan) merupakan


pertimbangan mendasar dalam menentukan pola atau tata letak bangunan. Melihat
letak geografis Kawasan Perencanaan, faktor klimatologi terutama suhu udara yang
relatif sejuk memberi masukan penting dalam menentukan karakter bangunan.
Bukaan (exposure) bangunan terhadap suhu udara yang panas dan sinar matahari
harus diantisipasi oleh desain bangunan, tata letak massa bangunan serta pola
vegetasi untuk meredam panas dan memaksimalkan aliran udara ke dalam
bangunan ataupun tapak.

o Analisis Hidrologis

33 | B A B 2
Analisis hidrologis di kawasan perencanaan sangat penting dan erat kaitannya dalam
menentukan karakter dan pola drainase yang direncanakan. Analisis hidrologis yang
tepat diperlukan untuk merencanakan sistem drainase yang baik dan tepat guna
menghindari biaya konstruksi yang mahal.

o Analisis Aksesibilitas

Aksesibilitas di dalam kawasan memberi pengaruh besar terhadap pembagian blok


(cluster) dan tata letak bangunan. Sedangkan penentuan alur aksesibilitas ini
dijabarkan dalam wujud pola jalan. Di dalam tapak telah terdapat rencana jalan
umum yang akan menghubungkan kawasan ke dan dari luar tapak. Dari rencana
jalan ini tampaknya akan menjadi titik tolak penentuan entry point ke dalam
kawasan. Bentuk tapak yang ada dan kondisi alamiah tapaknya memberikan satu
alternatif dalam penentuan entrance ke dalam tapak.

o Analisis Pola Vegetasi

Pola vegetasi yang ada akan mempengaruhi karakter tapak yang akan
direncanakan. Jenis pohon/tanaman akan mencerminkan pula jenis tanah
permukaan yang ada. Pola vegetasi ini selanjutnya akan berperan pula dalam
perencanaan ruang terbuka dan tata hijau kawasan.

o Analisis Estetika / View

Sumberdaya estetika tapak yang ada dalam kawasan perencanaan memberi


andil dalam mengolah bentuk ataupun tata letak bangunan di dalamnya untuk
memaksimalkan daya tarik visual yang akan direncanakan. Sumberdaya yang ada ini
diakibatkan oleh keragaman bentuk permukaan tanah yang memberi
karakter keruangan tersendiri.

Metode Analisis SWOT

Dalam pekerjaan ini analisis yang dilakukan menggunakan model SWOT (Strengthness,
Weakness, Opportunity, and Threatness) yaitu suatu analisis yang bertujuan mengetahui
potensi dan kendala yang dimiliki suatu kawasan, sehubungan dengan kegiatan
pengembangan kawasan yang akan dilakukan di masa datang. Analisis ini meliputi tinjauan
terhadap :

 Kekuatan-kekuatan (strengthness) yang dimiliki kota, yang dapat memacu


dan mendukung perkembangan kawasan Kawasan Perencanaan, misalnya
kebijaksanaan- kebijaksanaan pengembangan yang dimiliki, aspek lokasi yang
strategis, dan ruang yang masing tersedia;

34 | B A B 2
 Kelemahan-kelemahan (weakness) yang ada yang dapat menghambat
pengembangan kota, baik hambatan dan kendala fisik kawasan maupun
non fisik, misalnya kemampuan sumber daya manusia, aspek lokasi, keterbatasan
sumber daya alam pendukung, keterbatasan/ketidakteraturan ruang kegiatan, atau
pendanaan pembangunan yang terbatas;

 Peluang-peluang (opportunity) yang dimiliki untuk melakukan pengembangan


kawasan, berupa sektor-sektor dan kawasan strategis;

 Ancaman-ancaman (threatness) yang dihadapi, misalnya kompetisi tidak sehat dalam


penanaman investasi, pembangunan suatu kegiatan baru atau pertumbuhan dinamis
di sekitar kawasan yang dapat mematikan kelangsungan kegiatan strategis yang
telah ada.

Matrik Swot

POTENSI PERMASALAHAN
S W
PELUANG PENGEMBANGAN
O
TANTANGAN PENGEMBANGAN OS OW
T

TS TW

Teknik dan Model Analisis Kawasan

Berikut adalah teknik dan model analisis yang dapat digunakan dalam penyusunan Rencana
Tata bangunan dan Lingkungan Kawasan Perencanaan. Teknik dan model dibawah ini pada
prinsipnya bersifat tentatif dan akan disesuaikan dengan kebutuhan pada saat kegiatan
dilaksanakan.

Pemodelan Kependudukan

Penduduk merupakan faktor utama perencanaan, sehingga pengetahuan akan kegiatan dan
perkembangan penduduk merupakan bagian pokok dalam penyusunan rencana. Analisis
kependudukan merupakan faktor utama untuk mengetahui ciri perkembangan suatu daerah,
sehingga data penduduk masa lampau sampai tahun terakhir sangat diperlukan dalam
memproyeksikan keadaan pada masa mendatang. Salah satu yang penting dalam analisis
penduduk yaitu mengetahui jumlah penduduk di masa yang akan datang. Untuk hal
tersebut, metoda yang digunakan adalah metoda polinomial regresi.

Untuk memperhalus perkiran, teknik yang berdasarkan data masa lampau dengan
penggambaran kurva polinomial akan dapat digambarkan sebagai suatu garis regresi. Cara ini

35 | B A B 2
disebut metode selisih kuadrat terkecil (least square). Cara ini dianggap penghalusan cara
ekstrapolasi garis lurus diatas, karena garis regresi memberikan penyimpangan minimum atas
data penduduk masa lampau (dengan menganggap ciri perkembangan penduduk masa
lampau berlaku untuk masa depan).

Model Analisis Tata Ruang

Analisis terhadap Tata Ruang mempunyai tujuan untuk :

 Mengukur aksesibilitas pergerakan dalam kota

 Mengukur rasio kebutuhan dan kondisi eksisting, pada berbagai komponen

 Mengukur tingkat kepentingan pembagian wilayah berdasarkan skala pelayanan

Beberapa metoda untuk melakukan analisis tata ruang yang biasa digunakan antara lain
seperti diuraikan berikut.

a. Metoda Aksesibilitas

Faktor kemudahan pencapaian baik dalam hubungan keterkaitan antar bagian wilayah dalam
wilayah perencanaan, ataupun antar komponen dalam bagian wilayah, sangat menentukan
intensitas interaksi antar bagian wilayah maupun antar komponen pembentuk wilayah, serta
struktur tata ruang yang direncanakan. Metoda ini merupakan upaya untuk mengukur
tingkat kemudahan pencapaian antar kegiatan, atau untuk mengetahui seberapa mudah
suatu tempat dapat dicapai dari lokasi lainnya.Pada dasarnya model ini merupakan fungsi
dari kualitas prasarana penghubung unit kegiatan yang satu dengan lainnya per satuan jarak
yang harus ditempuh. Model persamaannya adalah sebagai berikut :

36 | B A B 2
Hi = luas kawasan yang mungkin dikembangkan di kawasan i

Potensi masing-masing kawasan dihitung dan dijumlahkan untuk memperoleh potensi


seluruh kawasan. Dari potensi keseluruhan ini, maka potensi relatif masing-masing kawasan
terhadap keseluruhan kawasan (wilayah) dapat diketahui, atau secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut :

Selanjutnya untuk menentukan jumlah penduduk yang akan dialokasikan pada


masingmasing kawasan yang potensial adalah dengan cara mengkalikan hasil proyeksi total
penduduk untuk masa mendatang dengan Di, yang secara matematis dapat dirumuskan :

37 | B A B 2
Metoda lain yang cukup mudah penggunaannya yang hingga kini masih dipergunakan adalah
Metoda Perkiraan Kebutuhan. Pada model ini, digunakan standar-standar yang dapat
digunakan untuk memperkirakan kebutuhan sarana dan prasarana yang memiliki
implikasi terhadap kebutuhan ruang. Beberapa standar yang digunakan antara lain mengacu
pada pedoman standar lingkungan permukiman kota, pedoman standar pembangunan
perumahan sederhana, peraturan geometris jalan raya dan jembatan dan lain-lain.

b. Metoda Skoring

Metoda ini digunakan untuk menilai tingkat layanan kota sehingga dapat ditentukan
potensinya yang dapat menentukan fungsi kota yang bersangkutan. Dari hasil penilaian ini
pula dapat ditentukan tingkat kebutuhan yang harus dipenuhi pada masa yang akan datang.
Persamaan yang digunakan sangat sederhana, yaitu :

Model Tingkat Kemampuan Pelayanan Fasilitas

Tingkat pelayanan fasilitas umum diukur dengan cara mengkaji kemampuan suatu jenis
fasilitas dalam melayani kebutuhan penduduknya. Dalam hal ini, fasilitas umum yang
memiliki tingkat pelayanan 100% mengandung arti bahwa fasilitas tersebut memiliki
kemampuan pelayanan yang sama dengan kebutuhan penduduknya. Untuk mengetahui
kelengkapan fasilitas umum suatu bagian wilayah, dihitung tingkat pelayanannya dengan
menggunakan rumus :

Dengan perhitungan ini, dapat diketahui tingkat pelayanan setiap fasilitas, kecuali untuk
fasilitas peribadatan, dimana perbedaan terletak pada jumlah penduduk pada kawasan yang
diamati, yaitu bij diganti oleh jumlah penduduk menurut agama. Kumpulan kesimpulan
tersebut, kemudian dipilah sesuai prioritas dan besarnya pengaruh, sehingga diperoleh
rumusan kesimpulan sebagai masukan pegambilan keputusan dan kebijakan.

38 | B A B 2
Metodologi Perkiraan Kebutuhan Prasarana dan Sarana Perkotaan

Perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan dilakukan dengan melihat skala
pelayanan faslilitas dengan kebutuhan kawasan. Selisih antara perkiraan kebutuhan
prasarana dan sarana dengan kondisi eksisting merupakan rencana penambahan prasarana
dan sarana perkotaan. Prasarana dan sarana ini diperkirakan dengan mengacu pada akibat
yang akan ditimbulakn oleh kawasan tersebut, seperti: bangkitan lalu lintas, moda yang
timbul dan volume lalu lintas.

a. Sistem Penyediaan Air Bersih Penilaian cakupan pelayanan (CP) dan kebutuhan
pengembangan sistem

Perhitungan kebutuhan air didasarkan kepada :


a. Jumlah penduduk dan proyeksi di daerah bersangkutan;
b. Jenis kawasan dan luasnya;
c. Rencana cakupan pelayanan dan jenis sambungan berdasarkan minat dan
kemampuan penduduk daerah pelayanan;
d. Kebutuhan per orang per hari;
e. Jumlah jiwa/rumah;
f. Target cakupan yang akan dipenuhi;
g. Kebutuhan khusus kawasan potensial.

b. Sistem Pengelolaan Air Limbah Penilaian Cakupan Pelayanan (CP) dilakukan dengan
rumusan berikut:

c. Sistem Sarana Drainase Penilaian kondisi eksisting, mencakup inventarisasi sistem


drainase yang telah ada, kondisi topografi, pengumpulan data hidrologi, peta,
kependudukan, pelayanan-pelayanan yang ada (untuk drainase mikro maupun makro),
keadaan fisik alami untuk pemilihan teknologi (tipe tanah dan topografi), kasilitas-
fasilitas lain, data banjir, data pasang surut, genangan dan banjir yang terjadi.

d. Sistem Pengelolaan Persampahan Penilaian Cakupan Pelayanan

39 | B A B 2
Penilaian Lokasi Berdasarkan Kriteria, Indikator dan Parameter Kekumuhan

Tahap ini akan menjadi saringan awal penilaian lokasi permukiman kumuh
berdasarkan kompleksitas permasalahan yang ada di lokasi permukiman kumuh yang telah
teridentifikasi pada tahap sebelumnya.

Penilaian lokasi dilakukan untuk menilai hasil identifikasi lokasi terhadap aspek:

1. Kondisi Kekumuhan

Penilaian lokasi berdasarkan aspek permasalahan kekumuhan terdiri atas klasifikasi:

 Kumuh kategori ringan;


 Kumuh kategori sedang; dan
 Kumuh kategori berat.
 Legalitas Lahan

2. Penilaian lokasi berdasarkan aspek legalitas lahan terdiri atas klasifikasi:

 Status lahan legal; dan

 Status lahan tidak legal.

3. Pertimbangan Lain

Penilaian berdasarkan aspek pertimbangan lain terdiri atas:

 Pertimbangan lain kategori rendah;

 Pertimbangan lain kategori sedang; dan

 Pertimbangan lain kategori tinggi.

Hasil identifikasi terhadap kompleksitas permasalahan pada tahap ini akan menjadi rujukan
dalam menetapkan kolaborasi pola penanganan dan kontribusi program penanganan
permukiman kumuh melalui kolaborasi multisektor dan multiaktor diseluruh tahapan
pembangunan yang kemudian akan menghasilkan rekomendasi pembagian pola
penanganan permukiman kumuh, baik itu pola penanganan melalui RP2KPKP, P2KKP,
NUSP, ataupun penanganan melalui program-program regular di tingkat Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam upaya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman
kumuh perkotaan.

40 | B A B 2
Tabel 4.6
Kriteria dan Indikator Penentuan Urutan Kawasan Prioritas
No Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai

A. Idenfikasi Kondisi Kekumuhan (Fisik)

 Tidak memenuhi ketentuan  76% - 100% bangunan 5


tata bangunan dalam pada lokasi tidak
1. Kondisi a. Ketidakteratur RDTR, meliputi pengaturan memiliki keteraturan
Bangunan an Bangunan bentuk, besaran,
Gedung perletakan, dan tampilan  51% - 75% bangunan 3
bangunan pada suatu zona; pada lokasi tidak
dan/atau memiliki keteraturan
 Tidak memenuhi
ketetntuan tata bangunan  25% - 50% bangunan 1
dan tata kualitas pada lokasi tidak
lingkungan dalam RTBL, memiliki keteraturan
meliputi pengaturan blok
bangunan, kapling,
bangunan, ketinggian dan
elevasi lantai, konsep
identitas lingkungan,
konsep orientasi
lingkungan, dan wajah
jalan.
 KDB melebihi ketentuan  76% - 100% bangunan
RDTR, dan/atau RTBL memiliki kepadatan
b. Tingkat  KLB melebihi ketentuan tidak sesuai ketentuan 5
Kepadatan dalam RDTR, dan/atau
Bangunan RTBL; dan/atau  51% - 75% bangunan 3
 Kepadatan bangunan yang memiliki kepadatan
tinggi pada lokasi, yaitu : tidak sesuai ketentuan
o Untuk kota
metropolitan dan  25% - 50% bangunan 1
kota besar ≥ 250 memiliki kepadatan
unit/Ha tidak sesuai ketentuan
o Untuk kota sedang
dan kota kecil ≥ 200
unit/Ha
Kondisi bangunan pada lokasi  76% - 100% bangunan 5
tidak memenuhi persyaratan : pada lokasi tidak
c. Ketidaksesuaia memenuhi
n dengan  Pengendalian dampak persyaratan teknis
Persyaratan lingkungan  51% - 75% bangunan 3
Teknis  Pembangunan bangunan pada lokasi tidak
Bangunan gedung di atas dan/atau di memenuhi
bawah tanah, air dan/atau persyaratan teknis
prasarana/sarana umum  25% - 50% bangunan 1
 Keselamatan bangunan pada lokasi tidak
gedung memenuhi
 Kenyamanan bangunan persyaratan teknis
gedung
 Kemudahan bangunan
gedung
Sebagian lokasi perumahan  76% - 100% area tidak 5
atau permukiman tidak terlayani oleh jaringan
2. Kondisi Jalan a. Cakupan terlayani dengan jalan jalan lingkungan
Pelayanan

41 | B A B 2
No Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai

Lingkungan Jalan lingkungan yang sesuai  51% - 75% area tidak 3


Lingkungan dengan ketentuan teknis terlayani oleh jaringan
jalan lingkungan

 25% - 50% area tidak 1


terlayani oleh jaringan
jalan lingkungan
Sebagian atau seluruh jalan  76% - 100% area 5
lingkungan terjadi kerusakan memiliki kualitas
b. Kualitas permukaan jalan pada lokasi permukaan jalan
Permukaan perumahan atau permukiman yang buruk
JalanLingkunga  51% - 75% area 3
n memiliki kualitas
permukaan jalan
yang buruk
 25% - 50% area 1
memiliki kualitas
permukaan jalan
yang buruk
Masyarakat pada lokasi  76% - 100% populasi 5
perumahan dan permukiman tidak dapat
3. Kondisi a. Ketidaktersedia tidak dapat mengakses air mengakses air minum
Penyediaan Air an Akses Aman minum yang memiliki kualitas yang aman
Minum Air Minum  51% - 75% populasi 3
tidak berwarna, tidak berbau,
tidak dapat
dan tidak berasa
mengakses air minum
yang aman
 25% - 50% populasi 1
tidak dapat
mengakses air minum
yang aman
Kebutuhan air minum  76% - 100% populasi 5
masyarakat pada lokasi tidak terpenuhi
b. Tidak perumahan atau permukiman kebutuhan air minum
Terpenuhinya tidak mencapai minimal minimalnya
Kebutuhan Air  51% - 75% populasi 3
sebanyak 60 liter/orang/hari
Minum tidak terpenuhi
kebutuhan air minum
minimalnya
 25% - 50% populasi 1
tidak terpenuhi
kebutuhan air minum
minimalnya
Jaringan drainase lingkungan  76% - 100% area 5
tidak mampu mengalirkan terjadi genangan >
4. Kondisi Drainase a. Ketidakmampu limpasan air sehingga 30cm, > 2 jam dan >2
Lingkungan an Mengalirkan menimbulkan genangan x setahun
Limpasan Air  51% - 75% area 3
dengan tinggi lebih dari 30 cm
terjadi genangan >
selama lebih dari 2 kali
30cm, > 2 jam dan > 2
setahun x setahun
 25% - 50%area terjadi 1
genangan > 30cm, >
2 jam dan > 2 x
setahun

42 | B A B 2
No Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai

Tidak tersedianya saluran  76% - 100% area 5


drainase lingkungan pada tidak tersedia
b. Ketidaktersedia lingkungan perumahan atau drainase lingkungan
an Drainase permukiman, yaitu saluran  51% - 75% area tidak 3
tersedia drainase
tersier dan/atau saluran lokal
lingkungan
 25% - 50% area tidak 1
tersedia drainase
lingkungan
c. Ketidakterhub Saluran drainase lingkungan  76% - 100% drainase 5
ungan dengan tidak terhubung dengan lingkungan tidak
Sistem saluran pada hirarki di atasnya terhubung dengan
Drainase hirarki di atasnya
sehingga menyebabkan air
Perkotaan  51% - 75% drainase 3
tidak dapat mengalir dan
lingkungan tidak
menimbulkan genangan terhubung dengan
hirarki di atasnya
 25% - 50% drainase 1
lingkungan tidak
terhubung dengan
hirarki di atasnya
d. Tidak Tidak dilaksanakannya  76% - 100% area 5
Terpeliharanya pemeliharaan saluran drainase memiliki drainase
Drainase lingkungan pada lokasi lingkungan yang
perumahan atau kotor dan berbau
 51% - 75% area 3
permukiman,baik :
memiliki drainase
lingkungan yang
 Pemeliharaan rutin ;
kotor dan berbau
dan/atau
 25% - 50% area 1
 Pemeliharaan berkala
memiliki drainase
lingkungan yang
kotor dan berbau
e. Kualitas Kualitas konstruksi drainase  76% - 100% area 5
Konstruksi buruk, karena berupa galian memiliki kualitas
Drainase tanah tanpa material pelapis konstruksi drainase
atau penutup maupun karena lingkungan buruk
 51% - 75% area 3
telah terjadi kerusakan
memiliki kualitas
konstruksi drainase
lingkungan buruk
 25% - 50% area 1
memiliki kualitas
konstruksi drainase
lingkungan buruk
a. Sistem Pengelolaan air limbah pada  76% - 100% area 5
Pengelolaan Air lokasi perumahan atau memiliki sistem air
5. Kondisi Limbah Tidak permukiman tidak memiliki limbah yang tidak
Pengelolaan Sesuai Standar sesuai standar teknis
sistem yang memadai, yaitu
Teknis  51% - 75% area 3
kakus/kloset yang tidak
Air Limbah memiliki sistem air
terhubung dengan tangki limbah yang tidak
septik baik secara sesuai standar teknis
individual/domestik, komunal  25% - 50% area 1
maupun terpusat. memiliki sistem air
limbah yang tidak

43 | B A B 2
No Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai

sesuai standar teknis

Kondisi prasarana dan sarana  76% - 100% area 5


pengelolaan air limbah pada memiliki sarpras air
b. Prasarana dan lokasi perumahan atau limbah tidak sesuai
Sarana permukiman dimana : persyaratan teknis
Pengelolaan  51% - 75% area 3
Air Limbah memiliki sarpras air
 Kloset leher angsa tidak
Tidak Sesuai limbah tidak sesuai
terhubung dengan tangki
Dengan persyaratan teknis
septik;
Persyaratan  25% - 50% area 1
 Tidak tersedianya sistem
Teknis memiliki sarpras air
pengolahan limbah
setempat atau terpusat limbah tidak sesuai
persyaratan teknis
Prasarana dan Sarana  76% - 100% area 5
Persampahan pada lokasi memiliki sarpras
6. Kondisi a. Prasarana dan perumahan atau permukiman pengelolaan
Pengelolaan Sarana tidak sesuai dengan persampahan yang
Persampahan tidak memenuhi
persyaratan teknis, yaitu :
Persampahan Tidak Sesuai persyaratan teknis
Dengan  51% - 75% area 3
Persyaratan  Tempat sampah dengan
memiliki sarpras
Teknis pemilahan sampah pada
pengelolaan
skala domestik atau
persampahan yang
rumah tangga;
tidak memenuhi
 Tempat pengumpulan persyaratan teknis
sampah (TPS) atau TPS 3R
 25% - 50% area 1
(reduce, reuse, recycle)
memiliki sarpras
pada skala lingkungan;
pengelolaan
 Gerobak sampah
persampahan yang
dan/atau truk sampah
tidak memenuhi
pada skala lingkungan;
persyaratan teknis
dan
 Tempat pengolahan
sampah terpadu (TPST)
pada skala lingkungan
Pengelolaan persampahan  76% - 100% area 5
pada lingkungan perumahan memiliki sistem
b. Sistem atau permukiman tidak persampahan tidak
Pengelolaan memenuhi persyaratan sesuai standar
Persampahan  51% - 75% area 3
sebagai berikut :
yang Tidak memiliki sistem
Sesuai Standar persampahan tidak
Teknis  Pewadahan dan 1
sesuai standar
pemilahan domestik;
 25% - 50% area
 Pengumpulan lingkungan;
memiliki sistem
 Pengangkutan lingkungan; persampahan tidak
 Pengolahan lingkungan sesuai standar
c. Tidak Tidak dilakukannya  76% - 100% area 5
Terpeliharanya pemeliharaan sarana dan memiliki sarpras
Sarana dan prasarana pengelolaan persampahan yang
Prasarana tidak terpelihara
persampahan pada lokasi
Pengelolaan  51% - 75% area 3
Persampahan perumahan atau permukiman,
memiliki sarpras
baik: persampahan yang
tidak terpelihara

44 | B A B 2
No Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai

 Pemeliharaan rutin;  25% - 50% area 1


dan/atau memiliki sarpras
 Pemeliharaan berkala persampahan yang
tidak terpelihara
Tidak tersedianya prasarana  76% - 100% area tidak 5
proteksi kebakaran pada memiliki prasarana
7. Kondisi a. Ketidaktersedia lokasi, yaitu : proteksi kebakaran
ProteksiKebakara an Prasarana  51% - 75% area tidak 3
n Proteksi  Pasokan air; memiliki prasarana
Kebakaran  Jalan lingkungan; proteksi kebakaran
 Sarana komunikasi;  25% - 50% area tidak 1
 Data sistem proteksi memiliki prasarana
kebakaran lingkungan; proteksi kebakaran
dan
 Bangunan pos kebakaran
Tidak tersedianya sarana  76% - 100% area tidak 5
proteksi kebakaran pada memiliki sarana
lokasi, yaitu : proteksi kebakaran

b. Ketidaktersedia  Alat Pemadam Api Ringan


an Sarana (APAR);  51% - 75% area tidak 3
Proteksi  Mobil pompa; memiliki sarana
Kebakaran  Mobil tangga sesuai proteksi kebakaran
kebutuhan; dan  25% - 50% area tidak 1
 Peralatan pendukung memiliki sarana
lainnya proteksi kebakaran
B. Idenfikasi Pertimbangan Lain

Pertimbangan letak lokasi  Lokasi terletak pada 5


perumahan atau permukiman fungsi strategis
8. Pertimbangan 1. Nilai Strategis pada: kabupaten/kota
Lain Lokasi  Lokasi tidak terletak 1
Fungsi
 strategis pada fungsi strategis
kabupaten/kota; atau kabupaten/kota
 Bukan fungsi strategis
kabupaten/kota
Pertimbangan kepadatan Untuk Metropolitan dan
penduduk pada lokasi Kota Besar :
2. Kependudukan perumahan atau permukiman 5
dengan klasifikasi :  Kepadatan penduduk
pada lokasi sebesar
 Rendah yaitu kepadatan >400 jiwa/Ha
penduduk di bawah 150 Untuk Kota Sedang dan
 jiwa/ha; Kota Kecil :
 Sedang yaitu kepadatan
penduduk antara 151 –  Kepadatan penduduk
200 jiwa/ha pada lokasi sebesar
 Tinggi yaitu kepadatan >200 jiwa/Ha
penduduk antara 201 –  Kepadatan penduduk 3
400 jiwa/ha pada lokasi sebesar
 Sangat padat yaitu 151 -200 jiwa/Ha

45 | B A B 2
No Aspek Kriteria Indikator Parameter Nilai

kepadatan penduduk  Kepadatan penduduk 1


diatas 400 jiwa/ha pada lokasi sebesar
<151 jiwa/Ha

Pertimbangan potensi yang  Lokasi memiliki 5


dimiliki lokasi perumahan atau potensi sosial,
3. Kondisi Sosial, permukiman berupa : ekonomi dan budaya
ekonomi dan untuk dikembangkan
budaya  Potensi sosial yaitu atau dipelihara
tingkat partisipasi  Lokasi tidak memiliki 1
masyarakat dalam potensi sosial,
mendukung ekonomi dan budaya
pembangunan; untuk dikembangkan
 Potensi ekonomi yaitu atau dipelihara
adanya kegiatan
ekonomi tertentu yang
bersifat strategis bagi
masyarakat setempat;
 Potensi budaya yaitu
adanya kegiatan atau
warisan budaya tertentu
yang dimiliki masyarakat
setempat
C. Idenfikasi Legalitas Lahan

Kejelasan terhadap status  Keseluruhan lokasi (+)


penguasaan lahan berupa : memiliki kejelasan
9. Legalitas Lahan 1. Kejelasan status penguasaan
status  Kepemilikan sendiri, lahan, baik milik
penguasaan dengan bukti dokumen sendiri atau milik
Lahan sertifikat hak atas tanah pihak lain
atau bentuk dokumen  Sebagian atau (-)
keterangan status tanah keseluruhan lokasi
lainnya yang sah; atau tidak memiliki
 Kepemilikan pihak lain kejelasan status
(termasuk milik penguasaan lahan,
adat/ulayat) dengan baik milik sendiri
bukti ijin pemanfaatan atau milik pihak lain
tanah dari pemegang
hak atas tanah atau
pemilik tanah dalam
bentuk perjanjian
tertulis antara
pemegang hak atas
tanah atau pemilik
tanah dengan pihak lain
Kesesuaian terhadap  Keseluruhan lokasi (+)
peruntukan lahan dalam berada pada Zona
2. Kesesuaian rencana tata ruang (RTR), peruntukan
RTR perumahan/permuki
dengan bukti Izin Mendirikan
man sesuai RTR
bangunan atau Surat
 Sebagian atau (-)
Keterangan Rencana keseluruhan lokasi
Kabupaten/Kota (SKRK) berada bukan pada
peruntukan
perumahan/permuki
man sesuai RTR

46 | B A B 2
Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan berdasarkan formula penilaian tersebut diatas,
selanjutnya lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dapat dikelompokkan dalam
berbagai klasifikasi sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut.

Hasil Penilaian Penentuan Klasifikasi dan Skala Prioritas Penanganan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa :


a. Berdasarkan kondisi kekumuhan, suatu lokasi merupakan:
 kumuh berat bila memiliki nilai 71-95;
 kumuh sedang bila memiliki nilai 71-95;
 kumuh berat bila memiliki nilai 71-95;
b. Berdasarkan pertimbangan lain, suatu lokasi memiliki:
 pertimbangan lain tinggi bila memiliki nilai 7-9;
 pertimbangan lain sedang bila memiliki nilai 4-6;
 pertimbangan lain rendah bila memiliki nilai 1-3;
c. Berdasarkan kondisi kekumuhan, suatu lokasi memiliki:
 status lahan legal bila memiliki nilai positif (+);
 status lahan tidak legal bila memiliki nilai negatf (-).
Berdasarkan penilaian tersebut, maka dapat terdapat 18 kemungkinan klasifikasi
perumahan kumuh dan permukiman kumuh, yaitu sebagai berikut :
1. A1 merupakan lokasi kumuh berat, dengan pertimbangan lain tinggi,
dan status lahan legal;
2. A2 merupakan lokasi kumuh berat, dengan pertimbangan lain tinggi, dan
status lahan tidak legal;

47 | B A B 2
3. A3 merupakan lokasi kumuh berat, dengan pertimbangan lain sedang, dan
status lahan legal;
4. A4 merupakan lokasi kumuh berat, dengan pertimbangan lain sedang, dan
status lahan tidak legal;
5. A5 merupakan lokasi kumuh berat, dengan pertimbangan lain rendah, dan
status lahan legal;
6. A6 merupakan lokasi kumuh berat, dengan pertimbangan lain rendah, dan
status lahan tidak legal;
7. B1 merupakan lokasi kumuh sedang, dengan pertimbangan lain tinggi, dan
status lahan legal;
8. B2 merupakan lokasi kumuh sedang, dengan pertimbangan lain tinggi, dan
status lahan tidak legal;
9. B3 merupakan lokasi kumuh sedang, dengan pertimbangan lain sedang, dan
status lahan legal;
10. B4 merupakan lokasi kumuh sedang, dengan pertimbangan lain sedang, dan
status lahan tidak legal;
11. B5 merupakan lokasi kumuh sedang, dengan pertimbangan lain rendah, dan
status lahan legal;
12. B6 merupakan lokasi kumuh sedang, dengan pertimbangan lain rendah, dan
status lahan tidak legal;
13. C1 merupakan lokasi kumuh rendah, dengan pertimbangan lain tinggi, dan
status lahan legal;
14. C2 merupakan lokasi kumuh rendah, dengan pertimbangan lain tinggi, dan
status lahan tidak legal;
15. C3 merupakan lokasi kumuh rendah, dengan pertimbangan lain sedang, dan
status lahan legal;
16. C4 merupakan lokasi kumuh rendah, dengan pertimbangan lain sedang, dan
status lahan tidak legal;
17. C5 merupakan lokasi kumuh rendah, dengan pertimbangan lain rendah, dan
status lahan legal;
18. C6 merupakan lokasi kumuh rendah, dengan pertimbangan lain rendah, dan
status lahan tidak legal.
Berdasarkan berbagai klasifikasi tersebut, maka dapat ditentukan skala prioritas
penanganan, sebagai berikut:
 Prioritas 1 yaitu untuk klasifikasi A1 dan A2;
 Prioritas 2 yaitu untuk klasifikasi B1 dan B2;
 Prioritas 3 yaitu untuk klasifikasi C1 dan C2;

48 | B A B 2
 Prioritas 4 yaitu untuk klasifikasi A3 dan A4;
 Prioritas 5 yaitu untuk klasifikasi B3 dan B4;
 Prioritas 6 yaitu untuk klasifikasi C3 dan C4;
 Prioritas 7 yaitu untuk klasifikasi A5 dan A6;
 Prioritas 8 yaitu untuk klasifikasi B5 dan B6;
 Prioritas 9 yaitu untuk klasifikasi C5 dan C6.

4.6.2.4. Penyepakatan Profil pemukiman Kumuh Hasil Verifikasi

Merupakan kegiatan diskusi, konsolidasi data, dan penyepakatan profil permukiman kumuh
berdasarkan hasil pemutakhiran data dan verifikasi yang telah dilakukan.tujuan Untuk
memperoleh kesepakatan dari semua pemangku kepentingan mengenai profil permukiman
kumuh di Kabupaten/kota berdasarkan hasil pemutakhiran data dan verifikasi yang telah
dilakukan.

4.6.2.5. Distribusi Pola Kaloborasi Penanganan Permukiman Kumuh


Merupakan bagian dari proses perumusan untuk memberikan kejelasan distribusi peran dan
peluang program penanganan permukiman kumuh perkotaan sesuai dengan cakupan skala
penanganan permukiman kumuh tujuan Untuk mendapatkan kejelasan distribusi peran dan
peluang program penanganan permukiman kumuh perkotaan sesuai dengan cakupan skala
penanganan permukiman kumuh. Distribusi peran penanganan dapat dikategorikan
berdasarkan penanganan kawasan permukiman kumuh berat/masiv, kumuh sedang, dan
kumuh ringan.

Penanganan kumuh berat dilakukan melalui pendekatan keterpaduan program dan


pendanaan dengan melibatkan pemerintah pusat, provinsi, kab/kota, dan pelaku lainnya.
Sedangkan penanganan kumuh sedang dan ringan (berbasis kawasan/kelurahan) dilakukan
oleh pemerintah kabupaten/kota atau memanfaatkan peluang dan skema program yang telah
ada (P2KKP, NUSP-SIAP, SISHA, dan lainnya. Langkah :

 Menetapkan kategori permukiman kumuh berdasarkan hasil penilaian yang telah


dilakukan pada tahap sebelumnya

 Mengelompokkan lokasi-lokasi permukiman kumuh yang akan ditangani melalui :

− kontribusi program skala kawasan (contoh : kontribusi program melalui dokumen


RP2KKP, dokumen SIAP, dan dokumen lainnya yang memiliki konteks
penanganan skala kawasan)

− kontribusi program skala kelurahan/lingkungan (contoh : kontribusi program


melalui dokumen NUAP, BLM, dan dokumen lainnya yang memiliki konteks
penanganan skala lingkungan)

49 | B A B 2
1. Model penanganan permukiman kumuh
Sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2011 pasal 97, pola-pola penanganan
peningkatan kualitas terhadap permukiman kumuh dilakukan melalui:

a. Pemugaran;

b. Peremajaan; atau

c. Pemukiman kembali

Salah satu model yang digunakan dalam penanganan persoalan


permukiman kumuh berdasarkan karakteristik dan faktor yang diduga
penyebab kekumuhan adalah Model Slum Upgrading

Penerapan model ini tentunya tidak secara langsung diadaptasi secara


utuh. Untuk kepemilikan lahan yang sebagian besar dimiliki oleh
pemerintah harus terlebih dahulu diurus kepemilikannya. Model Slum
Upgrading memiliki persamaan dengan model peremajaan kota.
Perbedaan dari model ini adalah model slum upgrading lebih lengkap
mencakup kondisi sosial dan lebih lengkap dari model peremajaan kota.
Model slum upgrading harus terlebih dahulu melakukan konsolidasi
lahan agar dapat berjalan dengan baik.

Model slum upgrading dan konsolidasi lahan sebenarnya telah lama


dijadikan sebagai metoda penanganan permukiman kumuh namun tidak
mencapai hasil yang maksismal. Beranjak dari permasalahan ini perlu
model slum upgrading dan konsolidasi lahan didampingi dengan
penanganan secara non fisik agar tidak terciptanya kembali permukiman
kumuh dimasa yang akan datang (target zero kumuh).

Model pendamping slum upgrading dan konsolidasi lahan dapat


disesuaikan dengan program dari Pemerintah dan Forum-forum
pemerhati kota yang melaksanakan kegiatan berbasis kepada
komunitas. Hal ini perlu dilakukan mengingat selama ini kurangnya
partisipasi dan perhatian masyarakat dalam kelembagaan.

50 | B A B 2
Tabel 4.4
Tabel Pola Penanganan Bangunan dan Infrastruktur Pendukung pada Permukiman Kumuh Menurut Tipologinya
Tipologi
Bangunan dan Pengelolaan Air Pengelolaan
No Permukiman Jalan Lingkungan Drainase Penyediaan Air Minum Kebakaran
Lingkungan Limbah Persampahan
Kumuh

1. Perumahan  Penanganan fisik  Jalan lingkungan I  Sistem SPAM Bukan Perpipaan Sarana  Pemilahan :  Prasarana
Kumuh dan bangunan dan dan II di atas air drainase lokal pembuangan awal Skala individu dan proteksi
permukiman lingkungan secara  Konstruksi tanpa dilengkapi  Individual skala komunal kebakaran
kumuh diatas panggung, perkerasan (kayu, dengan pintu  Saringan Rumah  MCK Umum lingkungan
memanfaatkan bambu/perkerasan air Tangga (SARUT)  Kloset Rumah  Pengumpulan  Sarana proteksi
air
ruang secara kaku (beton) sesuai  Bahan  Destilator Surya Tangga Menggunakan kebakaran
efektif dengan dengan material Atap Kaca (DSAK) sarana sejenis lingkungan
sistem komunal karakteristik lokal saluran  Reverse Osmosis Unit pengelolaan untuk perairan
 Pondasi cerucuk adalah (RO) setempat(SPAL-S)
perkuatan  Komunal  Pengangkutan :
kayu  Reverse Osmosis  Unit pengolahan : sarana sejenis
(RO) Biofilter untuk perairan
 Penampungan Air  Ketentuan
Hujan(PAH) penempatan unit  Pengolahan :
 Pelayanan pengolahan TPS 3 R (skala
Terminal Air diatas air kawasan) diatas
 IPAS  Unit air
pengangkutan :
Lumpur tinja dari
SPAM Perpipaan biofilter diangkut
dengan sarana
 Unit Air Baku : pengangkutan
 Menggunakan (truk/motor
sumber air baku tinjan) ke IPLT
permukaan  IPLT skala kota
setempat
 Intake Bebas, intek

51 | B A B 2
Tipologi
Bangunan dan Pengelolaan Air Pengelolaan
No Permukiman Jalan Lingkungan Drainase Penyediaan Air Minum Kebakaran
Lingkungan Limbah Persampahan
Kumuh

dengan bendung, Unit pengelolaan


saluran resapan terpusat (SPAL-T)
 Unit Produksi :
o Air Baku  Sistem perpipaan
Permukaan : yang terhubung
Instalasi dengan IPAL dan
Pengolahan Air IPLT perkotaan
(IPA) Konvensional, atau Sistem
IPA saringan pasir perpipaan yang
lambat terhubung
 Unit Distribusi : dengan IPAL
Sistem jaringan pipa perkotaan/IPAL
menempel pada jalan- komunal,
jalan beton diatas air sementara untuk
lumpur tinja dari
 Unit Pelayanan : bangunan
Sambungan rumah dan pelengkap
hidran umum diangkut dengan
truk tinja ke IPLT
 Ketentuan
pengembangan
jaringan
perpipaan diatas
air

52 | B A B 2
2. Perumahan kumuh dan  Penanganan fisik  Jalan lingkungan I  Sistem SPAM Bukan Perpipaan Sarana  Pemilahan :  Prasarana proteksi
permukiman kumuh di tepi bangunan dan dan II di tepi air drainase lokal pembuangan awal Skala individu dan skala kebakaran lingkungan
air lingkungan dengan dengan turap di sisi dilengkapi  Individual komunal  Sarana proteksi
konsep waterfront yang bersebelahan dengan  Saringan Rumah  MCK Umum kebakaran lingkungan
city, menjadikan dengan air  Jika Tangga (SARUT)  Kloset Rumah  Pengumpulan
bagian kawasan  Konstruksi tanpa permukaa  Destilator Surya Tangga Menggunakan
perairan sebagai perkerasan (kayu, n daratan Atap Kaca (DSAK) gerobak/motor/sarana
halaman depan bambu)/ lebih  Reverse Osmosis Unit pengelolaan
perkerasan kaku tinggi dari sejenis untuk perairan
(RO) setempat(SPAL-S)
(beton) sesuai air, maka  Komunal
dengan dilengkapi  Pengangkutan :
 Reverse Osmosis  Unit
karakteristik lokal dengan Armroll Truck/Compactor
(RO) pengolahan :
 Pondasi cerucuk pintu air  Pelayanan Truck/Trailer Truck
 Jika Biofilter
Terminal Air  Ketentuan
permukaa  IPAS  Pengolahan
n daratan penempatan
TPS 3 R (skala kawasan)
lebih unit
rendah pengolahan
SPAM Perpipaan didalam tanah
dari air,
maka  Unit
dilengkapi  Unit Air Baku : pengangkutan :
pula oleh  Menggunakan Lumpur tinja
pompa air sumber air baku dari biofilter
 Bahan material permukaan diangkut
saluran adalah setempat dengan sarana
perkuatan  Intake Bebas, pengangkutan
kayu intek dengan (truk/motor
bendung, saluran tinjan) ke IPLT
resapan  IPLT skala kota
 Unit Produksi :
o Air Baku
Permukaan : Unit pengelolaan
Instalasi terpusat (SPAL-T)
Pengolahan Air
(IPA)  Sistem
Konvensional, IPA perpipaan yang
saringan pasir terhubung
lambat dengan IPAL
 Unit Distribusi : dan IPLT
Sistem jaringan pipa perkotaan atau
dalam tanah Sistem
perpipaan yang
 Unit Pelayanan : terhubung
Sambungan rumah dengan IPAL

53 | B A B 2
dan hidran umum perkotaan/IPAL
komunal,
sementara
untuk lumpur
tinja dari
bangunan
pelengkap
diangkut
dengan truk
tinja ke IPLT
 Ketentuan
pengembangan
jaringan
perpipaan
didalam
tanah/diatas air
3. Perumahan kumuh dan  Penanganan fisik  Jalan lingkungan I  Sistem SPAM Bukan Perpipaan Sarana  Pemilahan :  Prasarana proteksi
permukiman kumuh di bangunan dan dan II drainase lokal pembuangan awal Skala individu dan skala kebakaran lingkungan
dataran rendah lingkungan dengan  Perkerasan lentur dapat  Individual komunal  Sarana proteksi
tetap (aspal) dan dilengkapi  Penampungan Air  MCK Umum kebakaran lingkungan
menggunakan perkerasan kaku dengan pompa Hujan (PAH)  Kloset Rumah  Pengumpulan
langgam arsitektur (beton) sesuai dan rumah  Saringan Rumah Tangga Menggunakan
lokal dengan pompa Tangga (SARUT) gerobak/motor
karakteristik lokal  Bahan material  Destilator Surya Unit pengelolaan
 Pondasi di atas saluran adalah Atap Kaca (DSAK) setempat(SPAL-S)  Pengangkutan :
tanah  Pada  Sumur Dangkal
tekstur Armroll Truck/Compactor
 Komunal  Unit
tanah Truck/Trailer Truck
 Sumur Dangkal pengolahan :
keras  Sumur Dalam
adalah Biofilter  Pengolahan
 Penampungan Air  Ketentuan
saluran TPS 3 R (skala kawasan)
Hujan (PAH) penempatan
tanah
 Pelayanan unit
 Pada
Terminal Air pengolahan
tekstur
 IPAS didalam tanah
tanah
yang  Unit
sangat pengangkutan :
jelek SPAM Perpipaan Lumpur tinja
(gambut) dari
adalah  Unit Air Baku : cubluk/tangki
saluran  Menggunakan septik/biofilter
perkuatan sumber air baku diangkut
kayu permukaan dengan sarana
terdekat, air pengangkutan

54 | B A B 2
hujan, air tanah (truk/motor
dangkal dan tinjan) ke IPLT
dalam  IPLT skala kota
 Intake Bebas,
intek dengan
bendung, saluran Unit pengelolaan
resapan, sumur terpusat (SPAL-T)
dangkal, sumur
dalam
 Sistem
 Unit Produksi :
perpipaan yang
o Air Baku
terhubung
Permukaan :
dengan IPAL
Instalasi
dan IPLT
Pengolahan Air
perkotaan atau
(IPA)
Sistem
Konvensional, IPA
perpipaan yang
saringan pasir
terhubung
lambat
dengan IPAL
o Air baku air hujan
perkotaan/IPAL
: IPA
komunal,
Konvensional, IPA
sementara
saringan pasir
untuk lumpur
lambat
tinja dari
o Air baku air tanah
bangunan
: sumur dangkal
pelengkap
dan sumur dalam
diangkut
 Unit Distribusi :
dengan truk
Sistem jaringan pipa
tinja ke IPLT
dalam tanah  Ketentuan
pengembangan
 Unit Pelayanan : jaringan
Sambungan rumah perpipaan
dan hidran umum didalam
tanah/diatas air
4. Perumahan kdan  Penanganan fisik  Jalan lingkungan I  Sistem SPAM Bukan Perpipaan Sarana  Pemilahan :  Prasarana proteksi
permukiman kumuh di bangunan dan dan II mengikuti drainase lokal pembuangan awal Skala individu dan skala kebakaran lingkungan
perbukitan lingkungan dengan kontur bukit dapat  Individual komunal  Sarana proteksi
mengikuti pola  Perkerasan lentur dilengkapi  Penampungan Air  MCK Umum kebakaran lingkungan
kontur yang ada (aspal) dan dengan Hujan (PAH)  Kloset Rumah  Pengumpulan
perkerasan kaku bangunan  Saringan Rumah Tangga Menggunakan
(beton) sesuai terjunan Tangga (SARUT) gerobak/motor
dengan  Bahan material  Destilator Surya Unit pengelolaan
karakteristik lokal saluran adalah Atap Kaca (DSAK)
 Pengangkutan :

55 | B A B 2
 Pondasi di atas  Pada  Sumur Dangkal setempat(SPAL-S) Armroll Truck/Compactor
tanah tekstur  Komunal Truck/Trailer Truck
tanah  Penampungan Air  Cubluk
keras Hujan (PAH)  Tangki septik  Pengolahan
adalah  Perlindungan  Biofilter TPS 3 R (skala kawasan)
saluran mata air  Ketentuan
tanah  Pelayanan penempatan
 Pada Terminal Air unit
tekstur  IPAS pengolahan
tanah didalam tanah
yang  Unit
sangat SPAM Perpipaan pengangkutan :
jelek Lumpur tinja
(gambut) dari
 Unit Air Baku :
adalah cubluk/tangki
saluran  Menggunakan
sumber air baku septik/biofilter
perkuatan diangkut
kayu permukaan pada
daerah hulu (air dengan sarana
 Pada pengangkutan
pegunungan)
daerah (truk/motor
mata air
curam tinjan) ke IPLT
adalah  intek dengan
bendung, saluran  IPLT skala kota
saluran
pasangan resapan
batu atau  Unit Produksi :
o Air Baku Unit pengelolaan
beton
Permukaan : terpusat (SPAL-T)
Instalasi
Pengolahan Air  Sistem
(IPA) perpipaan yang
Konvensional, IPA terhubung
saringan pasir dengan IPAL
lambat dan IPLT
o Air baku mata air : perkotaan atau
IPA Konvensional Sistem
 Unit Distribusi : perpipaan yang
Sistem jaringan pipa terhubung
dalam tanah dengan IPAL
perkotaan/IPAL
 Unit Pelayanan : komunal,
Sambungan rumah sementara
dan hidran umum untuk lumpur
tinja dari
bangunan

56 | B A B 2
pelengkap
diangkut
dengan truk
tinja ke IPLT
 Ketentuan
pengembangan
jaringan
perpipaan
didalam tanah
5. Perumahan kdan  Penanganan fisik  Jalan lingkungan I  Sistem SPAM Bukan Perpipaan Sarana  Pemilahan :  Prasarana proteksi
permukiman kumuh di bangunan dan dan II terhubung drainase lokal pembuangan awal Skala individu dan skala kebakaran lingkungan
daerah rawan bencana lingkungan dengan langsung dengan dengan  Individual komunal  Sarana proteksi
memperhatikan jalan lokal Sekunder bangunan  Penampungan Air  MCK Umum kebakaran lingkungan
daya dukung lahan ataupun Kolektor pelengkap Hujan (PAH)  Kloset Rumah  Pengumpulan
dan perlu adanya sekunder (sebagai tertentu sesuai  Saringan Rumah Tangga Menggunakan
rekayasa teknologi akses evakuasi) kerawanan Tangga (SARUT) gerobak/motor
bangunan  Perkerasan lentur bencana  Destilator Surya Unit pengelolaan
(aspal) dan  Banjir ; Atap Kaca (DSAK) setempat(SPAL-S)  Pengangkutan :
perkerasan kaku berupa  Reverse Osmosis
(beton) sesuai gorong- Armroll Truck/Compactor
(RO)  Cubluk
dengan gorong Truck/Trailer Truck
 Komunal  Tangki septik
karakteristik lokal dilengkapi  Reverse Osmosis
 Dilengkapi dengan dengan  Biofilter  Pengolahan
(RO)
bangunan bronjong  Ketentuan TPS 3 R (skala kawasan)
 Penampungan Air penempatan
pelengkap tertentu dan pintu
Hujan (PAH) unit
sesuai dengan air
 Pelayanan pengolahan :
kerawanan bencana  Tsunami ;
Terminal Air  Rawan banjir
o Banjir; berupa
 IPAS dan tsunami:
dilengkapi gorong-
dengan gorong didalam
bronjong dilengkapi tanah
o Tsunami; dengan SPAM Perpipaan  Rawan
dilengkapi bronjong longsor : di
dengan  Longsor ;  Unit Air Baku : atas tanah
bronjong dan berupa  Menggunakan  Unit
bangunan bangunan sumber air baku pengangkutan :
pemecah terjunan permukaan Lumpur tinja
ombak  Bahan material permukaan dari
o Longsor; saluran adalah terdekat, air cubluk/tangki
dilengkapi  Pada hujan septik/biofilter
dengan tekstur  intek bebas, diangkut
bangunan tanah intake dengan dengan sarana
penahan keras bendung, saluran pengangkutan
longsor adalah resapan (truk/motor

57 | B A B 2
saluran  Unit Produksi : tinjan) ke IPLT
tanah o Air Baku  IPLT skala kota
 Pada Permukaan :
tekstur Instalasi
tanah Pengolahan Air Unit pengelolaan
yang (IPA) terpusat (SPAL-T)
sangat Konvensional, IPA
jelek saringan pasir
 Sistem
(gambut) lambat
perpipaan yang
adalah o Air baku mata air :
terhubung
saluran IPA Konvensional
dengan IPAL
perkuatan  Unit Distribusi :
dan IPLT
kayu o Banjir dan
perkotaan atau
 Pada tsunami: sistem
Sistem
daerah jaringan pipa
perpipaan yang
curam dalam tanah
terhubung
adalah o Longsor: sistem
dengan IPAL
saluran jaringan pipa di
perkotaan/IPAL
pasangan atas tanah dan
komunal,
batu atau menempel pada
sementara
beton tiang-tiang
untuk lumpur
penyangga
tinja dari
 Unit Pelayanan :
bangunan
Sambungan rumah dan
pelengkap
hidran umum diangkut
dengan truk
tinja ke IPLT
 Ketentuan
pengembangan
jaringan
perpipaan
didalam tanah
Sumber : Rapermen PU tentang Pedoman Teknis Peningkatan Kualitas Terhadap Permukiman Kumuh Perkotaan

58 | B A B 2
4.6.2.6. Perumusan Kebutuhan Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman
Kumuh
Merupakan proses identifikasi untuk memperkirakan kebutuhan penanganan dalam konteks
pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh baik itu pada skala kota/perkotaan
maupun skala kawasan berdasarkan rumusan isu, potensi, permasalahan, dan hasil pemutakhiran
profil permukiman kumuh. Tujuan Untuk memperoleh daftar kebutuhan penanganan dalam
konteks pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh baik itu pada skala
kota/perkotaan maupun skala kawasan berdasarkan rumusan isu,

potensi, permasalahan, dan hasil pemutakhiran profil permukiman kumuh pada tahapan
sebelumnya. Kebutuhan penanganan pada skala kota/perkotaan dirumuskan berdasarkan kondisi
faktual dan isu strategis serta kebijakan penanganan permukiman kumuh hasil overview yang telah
teridentifikasi pada tahap sebelumnya. Kebutuhan penanganan pada skala kawasan dirumuskan
berdasarkan profil dan permasalahan permukiman kumuh yang telah dimutakhirkan dan diverifikasi
sesuai dengan 7 (tujuh) indikator kekumuhan.

Langkah :

 Merumuskan dan menyusun daftar kebutuhan pencegahan dan peningkatan kualitas


permukiman kumuh Pada :

1. Permukiman perkotaan yang tidak sesuai peruntukan di dalam RTRW


2. Permukiman kumuh yang telah diverifikasi dan dimutakhirkan.

 Melakukan pemetaan kebutuhan penanganan secara spasial untuk menentukan lokasi-


lokasi pada permukiman kumuh perkotaan yang membutuhkan pencegahan ataupun
penanganan.

Contoh Rumusan Kebutuhan Penanganan Skala Kota/Perkotaan:

59 | B A B 2
4.6.2.7. Strategi Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh
Konsep Merupakan proses identifikasi terhadap konsep serta strategi pencegahan dan peningkatan
kualitas permukiman kumuh untuk skala kota/perkotaan dan skala kawasan pada seluruh lokasi
permukiman kumuh yang telah diverifikasi, tujuan Untuk memperoleh rumusan konsep serta
strategi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh berdasarkan kebutuhan yan
telah teridentifikasi pada tahapan sebelumnya, baik itu skala perkotaan maupun skala kawasan
pada lokasi permukiman kumuh yang telah diverifikasi.

Langkah :

60 | B A B 2
 Mengelompokkan kawasan permukiman yang sesuai dan tidak sesuai dengan Rencana
Tata Ruang (Kumuh/Slum dan Squatter)

 Membuat daftar kebutuhan penanganan baik itu dalam konteks pencegahan maupun
peningkatan kualitas untuk permukiman kumuh legal dan maupun permukiman kumuh
ilegal.

 Merumuskan tujuan dan sasaran pengembangan permukiman berlandasakan kondisi,


potensi, dan permasalahan kota/perkotaan dan kawasan.

 Merumuskan konsep serta strategi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman


kumuh dalam bentuk matriks.

 Memetakan konsep serta strategi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman


kumuh Melakukan diskusi FGD untuk menetapkan dan menyepakati konsep serta strategi
pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh.

Strategi skala kota/perkotaan diperlukan dalam hal menangani kondisi -kondisi permukiman yang
tidak sesuai dengan peruntukan rencana tata ruang. Rumusan strategi diarahkan untuk
mengembalikan fungsi ruang sesuai dengan peruntukannya. Strategi skala kota/perkotaan dalam
konteks pencegahan kualitas permukiman diwujudkan melalui penegakan terhadap kesesuaian
perizinan, kesesuaian tata ruang, SPM, aturan dan standar teknis lainnya yang terkait dengan
bidang Cipta Karya. Strategi skala kota/perkotaan dalam konteks pencegahan kualitas permukiman
diwujudkan melalui pemindahan masyarakat dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali/
tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/ atau rawan bencana (relokasi/resettlement).

Strategi skala kawasan diperlukan dalam hal menangani kondisi permukiman kumuh sesuai
dengan profil yang telah dimutakhirkan dan terverifikasi serta teridentifikasi kebutuhan
penanganannya. Secara skematis, perumusan konsep dan strategi pencegahan dan peningkatan
kualitas permukiman kumuh perkotaan, bisa dilhat pada bagan berikut ini.

61 | B A B 2
Gambar Skema Umum Perumusan Konsep dan Strategi Pencegahan dan PeningkatanKualitas Permukiman
Kumuh Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 2 Tahun 2016

Contoh Perumusan Strategi Skala Kota

Contoh Perumusan Konsep dan Strategi Penanganan Permukiman Kumuh Skala Kawasan

62 | B A B 2
Contoh Peta Strategi Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Skala Kota/Perkotaan

Contoh Peta Konsep dan Strategi Penanganan Skala Kawasan

4.6.2.8. Penyepakatan Konsep, Strategi , dan Pola Kolaborasi Penanganan


Permukiman Kumuh
Untuk memperoleh kesepakatan dari semua stakeholder/ pemangku kepentingan mengenai konsep
dan strategi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh skala kota serta
penyepakatan pola kolaborasi penanganan permukiman kumuh tujuan Untuk memperoleh

63 | B A B 2
kesepakatan dari semua stakeholder/pemangku kepentingan mengenai konsep dan strategi
pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh serta penyepakatan pola kolaborasi
penanganan permukiman kumuh kesepakatan.

4.6.2.9. Koordinasi Peran Masyarakat Dalam Penanganan Permukiman Kumuh

Merupakan kegiatan diskusi dalam rangka koordinasi peran masyarakat terhadap pola kolaborasi
penanganan permukiman kumuh tujuan Untuk mengkoordinasikan peran serta masyarakat dalam
kontribusi penanganan permukiman kumuh perkotaan sesuai dengan cakupan skala penanganan
permukiman kumuh, baik itu kontribusi program untuk pengananan permukiman kumuh yang
massif ataupun kontribusi program untuk kategori kumuh sedang dan ringan.

4.6.3 Tahap Perumusan Rencana Penanganan

Tahap perumusan rencana penanganan ini merupakan kegiatan untuk merumuskan scenario dan
konsep desain kawasan permukiman kumuh, merumuskan rencana aksi penanganan,
memorandum keterpaduan program skala kota dan kawasan berdasarkan pada hasil perumusan
kebutuhan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh. Rangkaian kegiatan yang
berada dalam lingkup perumusan rencana penanganan ini akan menjadi bahan utama untuk
melakukan pendetailan pada kawasan prioritas penanganan permukiman kumuh yang dipilih untuk
pengembangan tahap 1.

Perumusan Skenario Penanganan dan Konsep Desain Kawasan

Merupakan kegiatan untuk menurunkan rumusan konsep dan strategi pencegahan dan
peningkatan kualitas permukiman kumuh ke dalam skenario pencapaian 0% kumuh dalam

langkah-langkah strategis hingga tahun 2019. Konsep Desain kawasan permukiman yang
didasarkan pada perumusan kebutuhan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman

kumuh. Tujuan

 Merumuskan skenario pentahapan pencegahan dan peningkatan kualitas kawasan


permukiman kumuh yang aplikatif, riil dan terukur sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah dalam skala kota dan kawasan untuk mencapai target 0% kumuh;

 Menyusun konsep tematik pengembangan kawasan dan strategi penanganan kawasan


kumuh; dan

 Menyusun konsep desain kawasan pada seluruh lokasi permukiman kumuh.

64 | B A B 2
Contoh Skema Skenario Pentahapan Skala Kota dan Skala Kawasan

Contoh 1 Konsep Desain Kawasan

65 | B A B 2
66 | B A B 2
Contoh 4 Konsep Desain Kawasan Permukiman Kumuh

67 | B A B 2
2. Kajian Kebutuhan Infrastruktur Air Bersih

Contoh Check List Data Analisis Kebutuhan Air Bersih


Komponen Analisis Kebutuhan Air Bersih

Jenis Sumber Kualitas Air

 Sumber air terbuka seperti danau,  Sangat baik sesuai dengan standar
kolam dan saluran. kesehatan
 Sumur gali dangkal  Baik, jernih tidak terkotori dengan
 Sumur bor dangkal benda asing (polutan)
 Sumur bor dalam > 30 m  Agak tercemar, agak keruh atau
 PAM kran umum / Mata air kadang-kadang ada sampah
 PAM sambungan langsung  Tercemar, keruh kehijauan atau
 ........................................... kehitaman, banyak samp3ah
 Sangat tercemar, sangat keruh,
berwarna hijau atau kehitaman serta
banyak sampah dan benda lainnya
 ............................................
Kuantitas Air Pengelolaan :

Sumber Air PAM :  Bangunan Penangkap Air ( ada /


tidak )
 Mencukupi, 12 – 24 jam/hari  Pengolahan Air Bersih ( ada / tidak
 Agak kurang, 2 – 12 jam/hari )
 Kurang sekali, 1 – 2 jam/hari  Kapasitas & Debit Pengolahan Air (
 ………………………………. ............... liter/det )
Sumber Air Non PAM :  Sistem Jaringan Air Bersih &
Distribusi ( terpadu / belum )
 Mudah, melimpah, jarak  Tingkat Pelayanan Jaringan Air Bersih
pencapaian < 50 m ( .......... % dr total penduduk )
 Sangat terbatas, kering di musim  .........................................
kemarau dan jarak > 50 m

Kebutuhan Air Bersih didasarkan kepada jumlah penduduk yang dilayani serta
ketersediaan sumber air bersih, terdapat asumsi-asumsi yang sering
digunakan dalam perencanaan kebutuhan air bersih untuk perumahan: a)
Proyeksi jumlah penduduk (jiwa), b) Tataguna Lahan, c) Kebutuhan Air Bersih
(orang/hari) dan lainnya.Asumsi-Asumsi yang digunakan :

 Kebutuhan Air Bersih Domestik adalah 200 lt/jiwa/hari (Manual of


Individual Water Supply, EPA)
 Kebutuhan Air Bersih Sarana Peribadatan (non domestik) : 2
m3/unit/hr (Direktorat Air Bersih)

68 | B A B 2
 Kebutuhan Air bersih Sarana Perniagaan (non domestik) : 200 – 370
lt/toko/hr (Direktorat Air Bersih)
 Non Domestik lainnya
 Dalam pekerjaan perencanaan diameter pipa diatas dianjurkan
menggunakan pipa sebagai berikut :

a. Diameter pipa utama distribusi Ø 7 – 4 inchi

b. Diameter pipa rumah tinggal digunakan pipa Ø 3/4 inchi

c. Untuk kran umum digunakan pipa Ø 1 ½ inchi

d. Untuk kran pekarangan digunakan pipa Ø 3/4 inchi

e. Dari meter air ke kran pekarangan digunakan pipa Ø 1/2 inchi

f. Jenis pipa yang digunakan untuk pipa utama distribusi sebaiknya


digunakan Galvanis.

SEHINGGA KEBUTUHAN TOTAL AIR BERSIH

SUATU KAWASAN ADALAH :

Q air bersih (lt/dt) = kebutuhan air bersih domestik (lt/dt) + kebutuhan air
bersih non domestik (lt/dt)

3. Kajian Kebutuhan Infrstruktur Air Limbah

Komponen Analisis Timbulan Air Limbah

Jenis Tempat Pembuangan Kualitas Lingkungan

 Tanah atau perairan terbuka, seperti sungai,  Bersih, tidak berbau


kali, sal terbuka , kolam  Bersih, agak berbau
 Cubluk, kakus sederhana  Agak kotor dan kadang-
 Kakus dengan bidang resapan sederhana / kadang berbau
type MCK  Kotor dan sangat berbau
 Sistem riooling tertutup dan dibuang ke  ..........................................
sungai, danau
 Septick tank tanpa atau dengan bidang
resapan
 ............................................

Kemudahan Pengelolaan :

69 | B A B 2
 Tempat pembuangan di rumah sendiri  Bangunan / Instalasi
 Perlu ke luar rumah dan jarak sedang ( Pengolahan Air Limbah ( ada
Sungai, MCK ) / tidak )
 Perlu ke luar rumah dan jarak cukup jauh (  Kapasitas Pengolahan Air
Sungai, MCK ) Limbah ( .............
liter/detik )
 Sistem Pengolahan (
tercampur / tidak dengan
air hujan )
 Sistem Jaringan & Saluran (
tercampur / tidak dengan
air hujan )
 Tingkat Pelayanan Jaringan
Air Buangan ( ...............%
dr total penduduk )
 Effluen Air Buangan ( sungai
/ laut / lainnya ..................
)

Saluran Air Buangan disini hanya mengalirkan air buangan dari rumah-rumah,
sarana perniagaan, sarana pendidikan dan sarana peribadatan, serta
direncanakan tidak ada air hujan yang dapat berhubungan langsung dengan
sistem pembuangan ini. Dalam penentuan kapasitas air buangan terdapat
faktor-faktor desain yang harus diperhatikan diantaranya :

1. Kecepatan aliran ( 0,5 – 3,0 ) m/dt


2. Penambahan kotoran atau limbah
3. Infiltrasi sepanjang jalur pipa ( 1 – 3 ) lt/dt/1.000 m panjang pipa
4. Topografi daerah
5. Lokasi bangunan pengolah limbah
6. Kedalaman pengaliran
7. Diameter saluran diusahakan ≥ 8 inchi
8. Direncanakan menggunakan system tercampur antara air bekas dan
kotor

70 | B A B 2
MENENTUKAN DIAMETER SALURAN AIR BUANGAN (AIR BEKAS) :
RUMUS PERHITUNGAN :
Q = V.A
3
Q = Debit Rencana ( m /det )
V = Kecepatan Aliran ( m/dt )
2
A = Luas Penampang Saluran ( m )
MENENTUKAN KAPASITAS AIR BUANGAN KAWASAN :
Q air buangan (lt/dt) =
( 70 – 80 ) % x kebutuhan total air bersih suatu kawasan (lt/dt)

4. Kajian Kebutuhan Infrastruktur Persampahan

Komponen Analisis Sampah / Buangan Padat

Jenis Tempat Pembuangan Kualitas Lingkungan

 Ke saluran drainase  Bersih dan teratur


sungai atau badan air  Cukup bersih
lainnya  Kurang bersih
 Sembarangan di sekitar  Kotor sekali
rumah  ……………………………….
 Di tumpuk dihalaman
rumah
 Dibakar di halaman
rumah
 Bak sampah / TPS
 ………………………………

Kedalaman Koleksi Pengelolaan :

 Pelaksanaan oleh  Jarak Terdekat TPS ke TPA ……… km


setingkat  Jarak Terjauh TPS ke TPA .......... km
kota/kabupaten  Tingkat Pelayanan ( ...........% dr total
 Pelaksanaan oleh penduduk )
setingkat RT/RW  Jenis Unit Pengangkut Sampah ke TPA ( Truck
 Pelaksanaan oleh Tertutup / Truck Terbuka )
masing-masing rumah  Jumlah Unit Pengangkut Sampah Ke TPA
 ………………………………. ............... unit
 Jumlah TPS ( Tempat Pembuangan Sementara )
...... unit
 Jumlah TPA .............. luas TPA ............ Ha
 Jenis TPA ( Open Dumping / Sanitary Landfill
)
 Bangunan Pengolah Air Sampah ( ada / tidak )
 ………………………………………..

71 | B A B 2
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat
anorganik yang dianggap tidak berguna dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Teknik
sampah perkotaan meliputi dasar-dasar perencanaan untuk kegiatan :

1. Pewadahan Sampah
2. Pengumpulan Sampah
3. Pemindahan Sampah
4. Pengangkutan Sampah
5. Pengolahan Sampah
6. Pembuangan Akhir Sampah
5. Kajian Kebutuhan Infrastruktur Drainase Lingkungan

Komponen Analisis Infrastruktur drainase

Jenis Genangan Kejadian Genangan

 Sangat besar, air masuk ke rumah  Tidak pernah terjadi


dan mengakibatkan kerugian besar  Jarang terjadi
 Besar, menggenangi dan merusak  Sering terjadi
jalan  Rutin, selaki dalam
 Sedang, menghambat lalu-lintas beberapa tahun
 Kecil, mengakibatkan lalu-lintas  Rutin, setiap tahun
agak terganggu  …………………………………
 Tidak ada / kecil
 ........................................

Kedalaman Saluran

a) Jaringan drainase (konstruksi


buatan) teratur/lengkap
b) Jaringan setengah teratur atau
sudah rusak
c) Tidak ada jaringan (konstruksi
alami)
d) Sistem Jaringan Drainase (
tercampur / terpisah dengan air
limbah domestik )
e) ...............................................

Menentukan Debit Limpahan Air Hujan pada Cathment Area

72 | B A B 2
Dalam perencanaan digunakan sistem
15 d 15
tercampur sehingga terdapat c

penambahan debit air hujan dari air


buangan yang berasal dari PAS. BATU KALI

permukiman, rusun ( air bekas,

h
PLESTERAN
buangan domestik lainnya ) sebesar
50% dari air buangan.

15
PASIR URUG

5
Penilaian kondisi eksisting, mencakup a
b
inventarisasi sistem drainase yang telah
ada, kondisi topografi, pengumpulan PASANGAN BATU KALI

data hidrologi, peta, kependudukan, pelayanan-pelayanan yang ada (untuk


drainase mikro maupun makro), keadaan fisik alami untuk pemilihan teknologi
(tipe tanah dan topografi), kasilitas-fasilitas lain, data banjir, data pasang
surut, genangan dan banjir yang terjadi.

Rumus dan Asumsi Analisis Drainase

Rumus Perhitungan :
Q = 100/36 C.I.A ( Metoda Rasional )
3
Q = Debit ( m /det )
C = Koefisien Pengaliran ( m/det )
I = Intensitas Hujan ( mm/hr )
2
A = Cathmen Area ( m )

Perhitungan Dimensi Saluran


Rumus Perhitungan :
Q = V.A
3
Q = Debit Rencana ( m /det )
V = Kecepatan Aliran ( 0,6 – 3 ) m/dt
2
A = Luas Penampang Saluran ( m )

Total Debit Limpahan Air Hujan pada Cathment Area

Q (lt/dt) = Debit Limpahan Air Hujan + Debit Air Buangan


Domestik pada Cathment Area

73 | B A B 2
6. .Kajian Kebutuhan Infrastruktur Jalan Lingkungan
Komponen Analisis Infrastruktur Jalan Lingkungan

Jenis Konstruksi Jalan Pencapaian Persil

a) Jalan tanah, tidak dipadatkan f) Dapat dicapai dengan


b) Jalan tanah, dipadatkan kendaraan besar roda empat
dengan batu g) Dapat dicapai dengan
c) Jalan diperkeras dengan aspal kendaraan kecil roda empat
/ beton h) Dapat dicapai dengan
d) Jalan diperkeras dengan kendaraan kecil roda dua
hotmix i) Hanya dapat dicapai dengan
e) ............................................. jalan kaki
. j) ............................................
.....
Keandalan

 Dapat dilalui dalam segala


cuaca
 Saat hujan sukar dilalui
 Saat hujan putus / sangat
sukar dilalui
 .............................................
...

7. Metode Analisis Penetapan Kebutuhan Dan Skala Prioritas Penanganan

Melakukan penetapan dan penyepakatan terhadap kebutuhan dan skala


prioritas penanganan dan pembangunan infrastruktur keciptakaryaan di
kawasan pembangunan tahap pertama. Penetapan kebutuhan dan skala
prioritas penanganan ini dilakukan dengan diskusi terfokus (FGD) yang
melibatkan pemangku kepentingan terkait di daerah.

Target kegiatan :

 Hasil sintesa daftar kebutuhan penanganan kawasan permukiman


prioritas
 Menetapkan kriteria dan indikator untuk menentukan skala prioritas
kebutuhan penanganan, diantaranya :
 Urgenitas Penanganan
 Kontribusi dalam penanganan permasalahan kota
 Kontribusi dalam stimulasi pembangunan dan pengembangan
kota

74 | B A B 2
 Sesuai kebijakan pembangunan dan pengembangan kota
 Dominasi permasalahan terkait bidang keciptakaryaan
 Dominasi penanganan melalui bidang keciptakaryaan
Selain beberapa kriteria umum yang telah diuraikan diatas, daerah
dapat menyusun kriteria yang disesuaikan dengan karakteristik dan
kebutuhan daerahnya masing-masing.

 Sintesa hasil penilaian Terhadap Kebutuhan Penanganan dan


Menentukan Skala Prioritas
 Daftar Kebutuhan Penanganan dalam Skala Prioritas.

Skoring dan Pembobotan, Diskusi, FGD dengan pemangku kepentingan terkait


untuk penjaringan aspirasi dan penyepakatan terhadap daftar kebutuhan
penanganan yang telah disusun

8. Metode Penyusunan Rencana Kawasan Prioritas


Merupakan proses penyusunan perencanaan pada kawasan prioritas dengan
kedalaman pada peta skala 1 : 5.000 dan penyusunan rencana aksi pada
kawasan prioritas pengembangan tahap pertama dengan kedalaman pada
peta skala 1 : 1.000 yang dilengkapi pula dengan DED. Kegiatan pada tahap
ini diawali dengan Perumusan konsepsi, rencana strategis dan program
penanganan kawasan sebagai landasan dalam pemilihan dua kawasan
prioritas pengembangan tahap pertama yang akan disusun Rencana Aksi dan
DED melalui proses CAP.

75 | B A B 2
9. Pemilihan Kawasan Pembangunan Tahun Pertama
Pemilihan lokasi di dalam kawasan permukiman prioritas yang akan dilakukan
penanganan dan pembangunannya pada tahap pertama, yang didasarkan
pada proses identifikasi, penetapan kebutuhan dan penetapan skala prioritas
penanganan dan pengembangan pada kawasan prioritas. Pada kawasan
pengembangan tahap pertama ini dilakukan penyusunan rencana penanganan
secara lebih rinci dan operasional, dengan tingkat kedalaman skala
perencanaan 1 : 1.000.

Target keluaran :

Mendapatkan 2 lokasi kawasan pengembangan dan pembangunan tahap


pertama yang akan direncanakan secara lebih rinci dan operasional , serta
beberapa target produk :

 Kajian Terhadap Lokasi Kawasan Permukiman Prioritas yang Telah


Ditetapkan
 Penetapan Zona-Zona Perencanaan dalam Kawasan Permukiman Prioritas
 Rumusan Tahapan Pembangunan Per Zona

Dengan dasar Skala prioritas kebutuhan penanganan berdasarkan kriteria dan


indikator yang ditetapkan sebelumnya

 Aspek fisik terkait dengan teknis pembangunan


 Aspek pembiayaan
 Aspek sosial yaitu kesiapan masyarakat pada kawasan yang akan
direncanakan
 Pemilihan dan Penetapan Kawasan PrioritasPengembangan Tahap 1

76 | B A B 2
10. Metode Penyusunan Rencana Aksi Program Penanganan Dan Pembangunan
Tahun Pertama

Penyusunan rencana aksi program penanganan dan pembangunan


permukiman ini dilakukan dengan model pembangunan berbasis kawasan dan
pendekatan perencanaan partisipatif dalam bentuk Community Action Plan
(CAP) pada kawasan prioritas. Rencana aksi program yang dihasilan meliputi
infrastruktur keciptakaryaan maupun komponen sektor terkait lainnya, dan
disusun sampai dengan tingkat kedalaman yang bersifat operasional yang siap
diimplementasikan pada tahun berikutnya.

Target keluaran :

 Tersedianya rencana penanganan persoalan pembangunan pada kawasan


permukiman yang berbasis kawasan yang dapat diacu oleh seluruh
pemangku kepentingan di daerah dan bersifat operasional.
 Tersusunnya komponen perencanaan yang menjadi acuan pengembangan
permukiman dan infrastruktur keciptakaryaan.
 Tersedianya rencana aksi program penanganan yang bersifat strategis
dan berdampak pada penyelesaian persoalan pembangunan yang lebih
luas.

Analisis dan Pemetaan Stakeholder, Analisis Pembiayaan FGD, CAP

CONTOH PROSES CAP DALAM PENYUSUNAN RENCANA TEKNIS

Dalam pelaksanaan kegiatan Penyusunan rencana aksi program penanganan


dan pembangunan permukiman berbasis kawasan dan pendekatan
perencanaan partisipatif dalam bentuk Community Action Plan (CAP) pada
kawasan prioritas sebaiknya dilakukan dengan proses diskusi yang dikemas
dalam format FGD.

77 | B A B 2
Target keluaran :
Untuk mendapatkan
kesepakatan dari
semua stakeholder
mengenai Rencana aksi
program penanganan dan pembangunan
permukiman berbasis kawasan dan pendekatan perencanaan partisipatif
dalam bentuk CAP pada kawasan prioritas
Diskusi, FGD dengan pemangku kepentingan terkait untuk penjaringan
aspirasi dan penyepakatan terhadap kebutuhan penanganan kawasan
permukiman prioritas.

11. Penyusunan Tahapan Pelaksanaan Program Penanganan Dan Pembangunan

Tahapan pelaksanaan adalah tahapan yang menyangkut pelaksanaan fisik,


dan proses pengaturan serta pelibatan seluruh pemangku kepentingan yang
terkait. Dalam Tahap Pelaksanaan ini dijabarkan karangka waktu kegiatan
pembangunan yang akan diimplementasikan di lapangan dimulai dari tahap
pelaksanaan dalam pra perencanaan, perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan,
dan pengendalian.

Target keluaran :

 Koordinasi Keterpaduan Program Sebelum Pelaksanaan Fisik Dilapangan


 Hasil sinkronisasi pada rencana induk dan rencana sektoral (SPPIP) secara
terpadu sesuai dengan karakteristik kawasan
 Koordinasi terkait permasalahan dalam implementasi di lapangan.
12. Penyusunan Tahapan Pelaksanaan Program Penanganan Dan Pembangunan
Tahapan pelaksanaan adalah tahapan yang menyangkut pelaksanaan fisik,
dan proses pengaturan serta pelibatan seluruh pemangku kepentingan yang
terkait. Dalam Tahap Pelaksanaan ini dijabarkan karangka waktu kegiatan
pembangunan yang akan diimplementasikan di lapangan dimulai dari tahap
pelaksanaan dalam pra perencanaan, perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan,
dan pengendalian.

Target keluaran :

 Koordinasi Keterpaduan Program Sebelum Pelaksanaan Fisik Dilapangan


 Hasil sinkronisasi pada rencana induk dan rencana sektoral (SPPIP)
secara terpadu sesuai dengan karakteristik kawasan

78 | B A B 2
 Koordinasi terkait permasalahan dalam implementasi di lapangan.

Desk Study, Diskusi, Analisis Pentahapan Program (Staging Analisys)

13. Metode Penyusunan Rencana Teknis Rinci (DED)


a. Tahapan Penyusunan DED Terppadu Kawasan Permukiman
Kumuh
Secara umum, metode penyusunan rencana detail (DED) dalam kegiatan
ini meliputi beberapa tahap kegiatan, yaitu:

1) Tahap Analisis Kebutuhan Komponen Perencanaan


Tahap ini disesuaikan dengan kebutuhan real di lapangan, yaitu
melihat sejauh mana kemungkinan dapat dilaksanakan
pembangunannya di lapangan, dan sejauh mana kondisi alamiah
dasar memungkinkan pembangunan dari komponen-komponen
rencana tersebut. Pada tahap ini keterlibatan masyarakat sudah
dapat dilakukan dengan menilai konsep-konsep perencanaan
penataan kawasan yang sudah dibuat.

2) Tahap Pemilihan Komponen Perencanaan sebagai Fasilitas


Prioritas
Setelah komponen disusun dan diperiksa, maka dilakukan
pemilihan komponen yang akan dibangun secara bersama-sama
antara masyarakat dengan konsultan. Dengan banyaknya

79 | B A B 2
komponen perencanaan serta keterbatasan biaya untuk
membangun, maka pemilihan komponen yang akan dibangun
harus melalui beberapa kriteria, yaitu :

a. Komponen yang akan dibangun harus benar-benar menjadi


prioritas utama bagi penataan kawasan yang langsung
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat;
b. Komponen yang akan dibangun harus memberikan dampak
nyata terhadap perbaikan lingkungan yang ditata;
c. Komponen yang akan dibangun terlihat jelas secara visual
untuk memberikan dorongan moril bagi masyarakat maupun
pemerintah bahwa penataan lingkungan member dampak
positif bagi lingkungan dan manusianya;
d. Komponen yang akan dibangun mudah dilaksanakan
pembangunannya dan tidak berada dalam tanah/lahan yang
disengketakan;
e. Komponen yang akan dibangun dapat tercukupi oleh
pembiayaan yang telah disediakan.
3) Tahap Penyusunan Pra Rancangan:
a. Gambar pra rancangan (arsitektur, struktur, M/E, tata
lingkungan);
b. Garis besar persyaratan teknis;
c. Perkiraan biaya pembangunan (preliminary cost estimate).
4) Tahap Penyusunan Pengembangan Rancangan:
a. Gambar rancangan dan elemen pendukungnya (siteplan,
denah, tampak, potongan, gambar detail dan jaringan
utilitas);
b. Gambar rancangan M/E beserta konsep dan perhitungannya;
c. Perhitungan biaya pembangunan lengkap dengan Bill of
Quantity dan harga satuan pekerjaan;
d. Gambar pelaksanaan termasuk rancangan detail untuk
dokumen pelelangan.

5) Tahap Penyusunan Dokumen Teknis:


Pada dasarnya Dokumen Teknis yang harus disusun melingkupi 3
(tiga) hal, yaitu (1) Gambar Rencana Detail, (2) RKS, dan (3) RAB.

80 | B A B 2
a. Gambar Rencana Detail (DED), merupakan pendetailan
dari gambar rancangan sebagai acuan untuk pelaksanaan di
lapangan.
b. Rencana Kerja dan Syarat-syarat Teknis (Spesifikasi
Teknis)
RKS merupakan Rencana Kerja dan Syarat, yang berisi
tentang spesifikasi teknis dari pekerjaan yang akan dilakukan,
mulai dari pemilihan material, penggunaan, pengolahan,
pemasangan, hingga perawatannya seperti apa

c. Rencana Anggaran Biaya (RAB) atau Estimate Engineer


(EE), merupakan anggaran biaya yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan seluruh kegiatan pembangunan, dalam hal ini
adalah penataan fisik kawasan permukiman, sesuai dengan
rencana (gambar dan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan).
Kegiatan ini merupakan tahap yang cukup penting dan dalam
pelaksanaannya harus memperhatikan proses/langkah-langkah
kegiatannta, agar hasil yang diperoleh paling mendekati nilai
biaya pada saat pelaksanaan kegiatan (realistis), serta seuai
dengan ketentuan dan dapat dipertanggunjawabkan.

Adapun standar keluaran perencanaan teknis kegiatan penataan


kawasan permukiman sekurang-kurangnya berisi 4 (empat) komponen
berikut:

Tabel 4.5
Keluaran Perencanaan Teknis
No. Komponen Sub Komponen
1 Gambar Rencana Detail 1. Gambar Denah Situasi (Siteplan)
2. Gambar Tampak
3. Gambar Potongan
4. Gambar Detail Potongan
2. RAB 1. Analisa Harga Satuan
2. Harga Satuan
3. Perhitungan Kuantitas Pekerjaan
4. Perhitungan Volume Kebutuhan Bahan/Alat/Upah
5. Rekapitulasi Pekerjaan
6. Perhitungan RAB (masing-masing kegiatan)
7. Jadwal Pelaksanaan
3 RKS 1. Uraian Umum Pekerjaan
2. Ketentuan Ukuran
3. Lingkup Pekerjaan
4. Persyaratan Bahan
5. Persyaratan Pelaksanaan

81 | B A B 2
Penyusunan Rencana Teknis Rinci (Detailed Engineering Design/DED)
untuk komponen program penanganan prioritas di dalam kawasan yang
meliputi infrastruktur keciptakaryaan.

Target keluaran :

 Tersedianya Site Plan Kawasan Pengembangan Tahap pertama


 Tersusunnya gambar kerja/detail design yang implementatif (gambar
arsitektur dan sipil)
 Tersusunnya HPS dari paket-paket pekerjaan tersebut diatas (OE).
 Survey lapangan (ground survey), desk study, studio.
 Penyusunan Rencana Teknis Kawasan, penyusunan rencana teknis
rinci mengacu kepada standar teknis yang berlaku yaitu Standar
Nasional Indonesia (SNI) dan pedoman teknis lainnya

Gambar :
Tahapan Penyusunan Penyusunan Rencana Teknis Rinci (DED)

82 | B A B 2
14. Analisis pembiayaan pembangunan
a. Mengidentifikasi besar pembelanjaan pembangunan, alokasi dana
terpakai, dan sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang terdiri dari:
- pendapatan asli daerah;
- pendanaan oleh pemerintah;
- pendanaan dari pemerintah provinsi;
- bantuan dan pinjaman luar negeri; dan
- sumber-sumber pembiayaan lainnya.
b. Teknik analisis menggunakan metode analisis linier, non linier, dan
metode analisis thematic atau dynamic.

Perumusan Rencana Aksi dan Memorandum Keterpaduan Program Skala Kota dan
Kawasan
Penyusunan rencana aksi program penanganan permukiman kumuh ini dilakukan dengan model
pembangunan berbasis kawasan dan lingkungan melalui pendekatan perencanaan partisipatif pada
kawasan prioritas. Rencana aksi program disusun sesuai dengan indikator kekumuhan berdasarkan
strategi penanganan kumuh dan target yang ingin dicapai dari penanganan kawasan kumuh
prioritas akan dibahas oleh pemangku kepentingan yang ada di daerah dan disepakati dalam suatu
memorandum keterpaduan program baik skala kota dan kawasan
Tujuan:
 Merumuskan rencana aksi program penanganan yang aplikatif, riil dan terukur sesuai
dengan kebutuhan kawasan kumuh prioritas yang telah disepakati di dalam suatu
memorandum keterpaduan program meliputi jenis/komponen, volume, lokasi, dan pelaku
 Menyusun rencana investasi dan strategi pembiayaan penanganan kawasan kumuh
langkah :
1. Mengidentifikasi dan memetakan pemangku kepentingan masyarakat untuk turut
terlibat dalam proses perencanaan
2. Melakukan sinkronisasi terhadap program-program penanganan kawasan permukiman
kumuh perkotaan yang terdapat di berbagai dokumen kebijakan;
3. Merumuskan kebutuhan program-program penanganan kawasan permukiman kumuh
prioritas sesuai dengan strategi dan indikator kekumuhan;
4. Mensinkronisasikan rencana kerja masyarakat kedalam memorandum program
5. Merinci program-program yang telah disusun kedalam skema pentahapan yang dirinci
ke dalam program lima tahunan;
 Mengidentifikasi volume dan satuan dari setiap program;
 Mengidentifikasi perkiraan besarnya pembiayaan;
 Mengidentifikasi penanggung jawab dari setiap program; dan
 Mengidentifikasi alternatif sumber investasi dan pembiayaan; dan

83 | B A B 2
 Menyepakati program-program penanganan baik skala kota dan skala
Kawasan prioritas.

Contoh Peta Rencana Aksi Program Penanganan Bangunan Permukiman Kumuh

84 | B A B 2
Contoh Tabel Rencana Aksi Program Kawasan Prioritas Penanganan Permukiman Kumuh

Contoh Tabel Memorandum Program

85 | B A B 2

Anda mungkin juga menyukai