Anda di halaman 1dari 90

BAB

6
PENDEKATAN DAN
METODOLOGI

BAB 6 PENDEKATAN DAN METODOLOGI

6.1 Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan


Pendekatan pelaksanaan pekerjaan yang dimaksud adalah pendekatan perencanaan dalam proses
pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Masterplan, Development Plan, Pra studi Kelayakan Sistem Jaringan
Infrastruktur dan Perumahan Permukiman Metropolitan Sambo Tenggarong, diantaranya, yaitu:
Pendekatan pengumpulan, pengolahan data & informasi; Pendekatan analisis data dan informasi; dan
Pendekatan perumusan konsep dan penyusunan rencana.

6.2.1 Pendekatan dan Pengumpulan Data

Data menjadi bagian penting dalam penyusunan rencana, data yang benar yang merupakan data yang
akurat, terbaru dengan tingkat kepercayaan yang tinggi atau sempurna, tentunya akan memudahkan
dalam proses penyusunan analisis dan juga memberikan jaminan yang sangat baik terhadap keluaran
(hasil) perencanaan. Oleh karena itu, prasyarat teknis pengambilan data menjadi acuan utama dalam
melaksanakan pengumpulan data dan juga analisis. Prasyarat teknis pengambilan data diantaranya
adalah pengenalan masalah, sampling, responden atau obyek pengamatan, ketajaman variable, dll.

Pengumpulan data terdiri dari pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder, yakni data
primer adalah data yang didapatkan langsung dari lapangan dan data sekunder adalah data yang
didapatkan melalui instansi atau lembaga yang berwenang. Dalam proses pengumpulan data diawali
dengan mengungkapkan phenomena yang akan dikaji seperti induktif, deduktif, pentahapan dan
kausalitas, dimana dalam mengungkapkan phenomena tersebut bisa mendekati satu, dua bahkan
seluruhnya.

Melalui pengenalan phenomena kajian induktif, deduktif, pentahapan dan kausalitas dapat menyusun
daftar data yang diperlukan dan diperhitungkan alokasi waktu yang diperlukan. Selain itu, jenis data yang

6-1
tersedia dilapangan, sehingga perlu diperhatikan variable yang relevan dengan kondisi dilapangan untuk
mencapai hasil yang efektif dan efisien.

6.2.2 Pendekatan Masalah Perencanaan

Dalam mengungkapkan masalah yang tajam pada umunya didekati oleh perencanaan komprehensif
(menyeluruh), incremental (terpilah), holistik (gabungan komprehensif & incremental), kolaboratif dan
berkelanjutan. Namun penerapannya tergantung pada pembiayaan yang disediakan dan jangka waktu
pelaksanaan perencanaan yang akan dikembangkan serta kompleksitas permasalahan yang dihadapi.

Perencanaan Komprehensif merujuk pada upaya memahami suatu kawasan dari sudut pandang semua
aspek kehidupan mulai dari aspek ekonomi, politik, sosial budaya, sampai dengan pertahanan keamanan.
Semua aspek tersebut dalam cara pandang ini dilihat sebagai satu kesatuan rantai kehidupan yang saling
terkait satu dengan yang lain. Selain itu kata komprehensif juga mengandung pemahaman bahwa suatu
wilayah dipandang sebagai satu kesatuan sistem yang di dalamnya terdiri dari berbagai sub sistem-sub
sistem yang saling terkait, termasuk dalam kaitannya dengan lingkup wilayah administrasi (konstelasi
regional, nasional, dan internasional) maupun hierarki perencanaan (rencana umum dan rencana rinci).

Pendekatan kolaboratif mengedepankan adanya upaya penyepakatan dari semua pihak yang terlibat atau
yang dikenal dengan stakeholder. Dalam pendekatan kolaboratif ini semua pihak yang terlibat berdiskusi
mengenai substansi. Adapun pihak yang terlibat mewakili semua kepentingan dan berasal dari latar
belakang yang berbeda.

Pendekatan berkelanjutan menekankan pada keseimbangan ekosistem, antara ekosistem buatan dengan
ekosistem alamiah. Dalam perencanaan pembangunan kesesuaian ekologi dan sumber daya alam penting
artinya agar pembangunan yang terjadi tidak terbatas dalam tahu rencana yang disusun saja.

Pendekatan holistik merupakan pendekatan yang banyak digunakan karena memiliki lebih banyak
keuntungan dibandingkan dengan kedua pendekatan incremental dan komprehensif, sehingga
pendekatan holistik banyak dikembangkan diantaranya adalah Incremental-Strategis dan Strategis-
Proaktif atau campuran keduanya.

A. Pendekatan Incremental-Strategis

Pendekatan Incremental yang lebih bersifat strategis, dimana sebagian besar kondisi-kondisi awal
(prakondisi) dari suatu persoalan pembangunan tidak diperhatikan atau diluar kontrol. Adapun
karakteristik pendekatan ini antara lain:

• Berorientasi pada persoalan-persoalan nyata.

• Bersifat jangka pendek dan menengah

• Terkonsentrasi pada beberapa hal, tetapi bersifat strategis

6-2
• Mempertimbangkan eksternalitas

• Langkah-langkah penyelesaian tidak bersifat final

B. Pendekatan Strategis-Proaktif

Pendekatan strategis-proaktif merupakan bentuk kebalikan dari pendekatan incremental-strategis.


Adapun yang dimaksud rencana strategis – proaktif adalah:

• Rencana yang kurang menekankan pada penentuan maksud dan tujuan pembangunan, tetapi
cenderung menekankan pada proses pengenalan dan penyelesaian masalah, yang kemudian
dijabarkan pada program-program pembangunan dan alokasi pembiayaan pembangunan.

• Rencana yang melihat lingkup permasalahan secara internal maupun eksternal, dengan
menyadari bahwa pengaruh faktor-faktor eksternal sangat kuat dalam membentuk pola tata
ruang kawasan yang terjadi.

• Rencana yang menyadari bahwa perkiraan-perkiraan kondisi di masa yang akan datang tidak
bisa lagi hanya didasarkan pada perhitungan-perhitungan proyeksi tertentu, akan tetapi sangat
dimaklumi bahwa terdapat kemungkinan-kemungkinan munculnya kecenderungan-
kecenderungan baru, faktor-faktor ketidakpastian, serta ‘kejutan-kejutan’ lain yang terjadi diluar
perkiraan semula.

• Rencana yang lebih bersifat jangka pendek dan menengah, dengan memberikan satu acuan arah-
arah pembangunan kawasan.

• Rencana yang berorientasi pada pelaksanaan (action)

C. Pencampuran Kedua Pendekatan dalam Pelaksanaan Pekerjaan

Kedua jenis pendekatan ini dapat digunakan dalam pekerjaan ini. Perbedaan penggunaannya hanya
terdapat pada kesesuaian sifat pendekatan dengan karakteristik kegiatan yang sedang dilakukan.
Penjelasan singkatnya adalah sebagai berikut:

• Dalam perumusan konsepsi dan penyusunan rencana struktur, maka pendekatan incremental-
strategis perlu dikedepankan untuk dapat menghasilkan suatu konsepsi pengembangan yang
sifatnya cenderung ‘utopis’, namun hal ini memang disesuaikan dengan kebutuhan perumusan
visi-misi dan tujuan pengembangan kawasan yang memiliki kecenderungan untuk mencapai
suatu kondisi yang paling ideal, setidaknya sebagai sebuah target jangka panjang yang perlu
diwujudkan

• Dalam penyusunan rencana pembangunan, program pentahapan, dan aspek pendukung lainnya,
perlu dikedepankan pendekatan strategis-proaktif untuk dapat menghasilkan suatu produk
dokumen rencana yang realistis dan dapat diimplementasikan sesuai tahapan pelaksanaannya.

6-3
6.2.3 Pendekatan Perencanaan Teknis

Pendekatan perencanaan teknis yang digunakan dalam Penyusunan Masterplan, Development Plan, Pra
studi Kelayakan Sistem Jaringan Infrastruktur dan Perumahan Permukiman Metropolitan Sambo
Tenggarong ini adalah pendekatan dari segi pemanfaatan daya dukung lahan yang didasarkan pada
hubungan antara fungsifungsi yang akan dikembangkan. Tujuan yang ingin dicapai dari pendekatan ini
adalah mendapatkan hasil rancangan yang dapat mencerminkan keterpaduan dari seluruh aspek yang
direncanakan.

Aspek-Aspek yang Menjadi Dasar dalam Penyusunan Rencana

Dibawah ini merupakan aspek-aspek yang dijadikan dasar dalam pelaksanaan pekerjaan penyusunan
rencana pengembangan Kawasan Metropolitan Sambo Tenggarong:

o Dari segi fungsi; Kawasan yang direncanakan harus dapat memenuhi tuntutan fungsi kawasan
perkotaan berikut zona-zona pendukungnya sebagai:

- Tempat berkumpulnya kelompok manusia (penghuni) dalam rentang waktu yang cukup lama

- Tempat untuk pengembangan perilaku sosial kemasyarakatan / kehidupan manusia yang


melakukan interaksi sosial, budaya maupun ekonomi secara optimal

- Dapat memberi nilai positif terhadap lingkungan sekitarnya dan umumnya terhadap perkotaan
secara makro

o Dari bentuk rancangan tapak, Kawasan perencanaan ini harus dapat:

- Mencerminkan penataan ruang kawasan yang efisien dan terencana

- Sesuai dengan fungsi kegiatan yang dilakukan

- Mencerminkan kesederhanaan, efisien tanpa mengurangi citra estetis

o Dari segi ekonomi, pembangunan Kawasan Metropolitan Sambo Tenggarong ini harus dapat
dilakukan secara bertahap, ekonomis, serta hasil akhirnya dapat dinikmati masyarakat pengguna
dengan harga terjangkau

o Dari segi waktu, perencanaan kawasan ini harus memungkinkan fleksibilitas, baik perluasan,
perubahan fungsi maupun variasi penggunaan sesuai dengan kondisi

o waktu.

o Dari segi teknologi, aplikasi perencanaan kawasan ini dalam pembangunannya harus
memungkinkan penggunaan teknologi maju dalam rancang bangun, tetapi juga harus dapat
dilakukan dengan menggunakan teknologi sederhana atau yang sudah ada.

6-4
Komponen Perencanaan

Pada prinsipnya rencana ruang yang dilakukan akan meletakkan komponenkomponen pembentuk
kawasan pada ruang dengan pola keterkaitan yang hirarkis dan sistematis. Komponen pembentuk tapak
meliputi komponen fungsi utama, komponen pelengkap (ruang terbuka), komponen penunjang, dan
sarana prasarana.

Konsep perletakan komponen-komponen pembentuk kawasan tersebut adalah berdasar pada


keterkaitan fungsional hubungan antar elemen. Selanjutnya sesuai dengan konsep urban design,
peletakan komponen-komponen tersebut ke dalam ruang akan membentuk lima elemen utama
pembentuk ruang, yaitu sebagai berikut:

o Path (jalan); merupakan jaringan pergerakan dimana manusia akan bergerak dari suatu tempat ke
tempat lain. Jaringan jalan ini selanjutnya akan merupakan kerangka dasar dari suatu kawasan.
Jaringan jalan ini juga akan menentukan bentuk, pola dan struktur fisik kawasan

o District (kawasan), suatu kota merupakan integrasi dari berbagai kegiatan fungsional. Komponen-
komponen kegiatan fungsional tersebut meliputi : Wisma (perumahan), Karya (daerah tempat
kerja), Marga (pergerakan), Suka (rekreasi) dan Penyempurna (kawasan kegiatan pelayanan soaial
dan kebutuhan sprituil). Pada umumnya, kegiatan fungsional tersebut akan memusat pada
kawasankawasan tertentu pada suatu kota. Pemusatan ini didasarkan pada orientasi utama,
kepentingan serta peranannya di dalam suatu kota. Ada kalanya kawasan fungsional tertentu ini
tidak begitu jelas perbedaannya dengan kawasan fungsional lainnya. Terlebih lagi pada kota-kota di
Indonesia, di mana kawasan perdagangan misalnya, umumnya terbaur dengan tempat tinggal. Hal
ini sering menyulitkan untuk memberikan batasan secara pasti. Selanjutnya pengelompokkan
kawasan dengan suatu fungsi kegiatan tertentu ini merupakan suatu district dari suatu kota.

o Edges (batasan); merupakan pengahiran dari suatu kawasan. Batasan suatu kawasan akan secara
jelas terlihat dari pola perubahan guna lahan, misalnya dari struktur terbangun (built up area)
dengan struktur belum terbangun. Pada kawasan yang secara fungsional telah ditetapkan fungsi dan
penggunaannya, seperti kawasan perumahan, batasan suatu kawasan diambil dari pola penggunaan
lahan secara fungsional, misalnya penggunaan lahan untuk perumahan yang direncanakan dengan
penggunaan lahan di luar Kawasan Pusat Pemerintahan yang direncanakan.

o Landmark (penonjolan); merupakan struktur fisik yang paling menonjol atau menjadi perhatian
pada kawasan. Penonjolan ini lebih diartikan dari segi struktur fisiknya dan bukan dari segi
fungsinya. Suatu landmark dapat merupakan suatu struktur fisik yang dominan dan menonjol di
antara struktur-struktur fisik lainnya dan dapat menjadi penciri kawasan. Pada suatu ka`wasan
fungsional, seperti pada Kawasan Pusat Pemerintahan kecil, landmark kawasan dapat berbentuk
gerbang utama kawasan, atau patung serta bangunan monumental lainnya yang terletak pada
kawasan tersebut.

6-5
o Nodes (titik pemusatan kegiatan); merupakan suatu titik pemusatan kegiatan fungsionil dari suatu
kawasan. Seringkali pegertian nodes dikaitkan dengan landmark, karena terkadang keduanya
merupakan suatu penciri suatu kawasan. Perbedaannya adalah terletak pada kegiatan fungsional
yang ada di sekitranya. Jadi suatu node dapat pula merupakan suatu landmark, bila landmark
kawasan tersebut sekaligus sebagai pemusatan kegiatan. Tetapi bila secara fungsional landmark
tersebut bukan merupakan pemusatan kegiatan, landmark dan node merupakan suatu hal yang
terpisah.

Kriteria Perencanaan

Pada dasarnya kriteria perencanaan ruang dan bangunan yang diterapkan dalam penyusunan Rencana di
kawasan Metropolitan Sambo Tenggarong ini meliputi dua sistem, yaitu :

a. Sistem lingkungan

Merupakan kriteria perencanaan yang berkaitan dengan segi fisik material dalam bentuk wujud tata
letak ataupun fisik bangunan. Pada sistem ini mencakup :

• konteks fisik ; klimatologis, geologis, topografis, landuse, bentuk bangunan, pola sirkulasi dan
peraturan-peraturan pemerintah maupun daerah yang terkait

• konteks kebudayaan ; tradisi, cara hidup, hubungan sosial, politik, ekonomi, religi, ilmu
pengetahuan, keindahan (estetis) dan teknologi.

b. Sistem manusia

Merupakan kriteria perencanaan yang berhubungan dengan segi non fisik, yang merupakan
pendekatan dari segi tingkah laku (behavior approach) manusia sebagai pemakai dari wujud fisik
bangunan. Pada sistem ini tercakup:

• Beberapa aktifitas organis: lapar, haus, belanja, interaksi sosial

• Tata ruang : fungsional, teritorial

• Perletakan dan lokasi : statis dan dinamis

• Sosial : privacy dan public

• Sensor : penglihatan, perasaan, pendengaran, panas, dingin, keindahan dan Keseimbangan

Kedua sistem tersebut berkaitan erat satu dengan yang lainnya dan harus dapat diintegrasikan dalam
desain bentuk bangunan yang direncanakan di dalam Kawasan Kawasan Metropolitan Sambo
Tenggarong.

6-6
Prinsip Perancangan

Pada dasarnya konsep dasar perancangan didasarkan pada perilaku / aktifitas kehidupan sehari-hari
yang merupakan konsep utama dalam pendekatan perancangan untuk penyusunan rencana detail di
Kawasan Metropolitan Sambo Tenggarong ini. Namun demikian diperlukan pula kajian-kajian terhadap
prinsip-prinsip penunjang (konsep ramah lingkungan) yang akan menjadi alat bantu dalam mendesain
secara konkrit. Sasaran utama yang akan dicapai dengan penerapan konsep-konsep ini adalah
menciptakan suasana lingkungan permukiman yang nyaman, rapi, aman, terjangkau oleh konsumen
namun tetap peduli terhadap lingkungan dan sinergis dengan pola pembangunan pada wilayah yang lebih
luas.

Sasaran lainnya adalah menciptakan suasana Kawasan Metropolitan Sambo Tenggarong dalam dimensi
yang lebih modern, desain bentuk tipikal bangunan rumah tinggal yang efisien dan efektif serta
lingkungan perumahan yang dirancang secara terpadu akan menjadi dinamika Kawasan Metropolitan
Sambo Tenggarong ini tanpa meninggalkan sifat kekhasannya, yaitu kesederhanaan.

1. Produk Rencana dan Pedoman Pelaksanaan Pembangunan

Dalam menyusun rencana rinci di kawasan kumuh yang direncanakan, harus pula memperhatikan
produk-produk rencana yang telah ada di atasnya (RTRW /RDTR), maka diperlukan kajian terhadap
produk rencana tersebut dan juga mengkaji peraturan perundangan untuk dijadikan acuan / dasar
perumusan rencana selanjutnya. Produk-produk yang perlu dicermati selain rencana yang telah
disusun adalah:

o Kebijakan pembangunan Kota yang menjadi konstelasi makro bagi pengembangan kawasan,
karena upaya penataan kawasan Perencanaan melalui penyusunan Rencana kawasan tentunya
tidak terlepas dari berbagai arahan pengembangan kawasan yang menaunginya.

o Program-program pembangunan dan penataan kawasan yang diarahkan secara spesifik bagi
wilayah perencanaan, yang perlu dikoordinasikan dan disinkronkan dengan arahan perencanaan
penataan kawasan nantinya.

o Produk-produk hukum & perundangan yang berlaku, terkait dengan upaya perumusan dan
perancangan kawasan, meliputi:

- Pedoman penataan kawasan pariwisata, kawasan permukiman pesisir, serta kawasan


fungsional perkotaan yang memiliki karakteristik menyerupai kawasan perencanaan di
Kelurahan Perencanaan

- Peraturan / pedoman teknis pembangunan prasarana dan sarana penunjang kegiatan di


Kawasan Perencanaan, baik yang dikeluarkan melalui pemerintah pusat (Undang-undang,
Keppres, atau Kepmen mengenai pembangunan teknis prasarana dan sarana tertentu)
maupun produk peraturan daerah (Perda) yang menjadi dasar pengembangan komponen

6-7
prasarana dan sarana kawasan, yang dapat menunjang upaya pengembangan jaringan
prasarana serta sarana umum perkotaan secara terpadu dengan kawasan lainnya di sekitar
Perencanaan, agar dapat terhubung dengan sistem prasarana dan sarana yang telah
dikembangkan di wilayah kota.

2. Fungsi dan Aktivitas Kawasan

Pemahaman terhadap fungsi dan aktivitas yang akan dikembangkan perlu menjadi dasar dalam
penyusunan rencana. Untuk itu, pendekatan fungsi dan aktivitas kawasan ini akan memperhatikan
dua unsur utama, yaitu hubungan antara manusia dan lingkungan, yang merupakan sumber
pembangkit aktivitas kawasan.

Hubungan antara manusia dan lingkungan dalam pendekatan fungsi dan aktivitas kawasan dapat
didekati dengan sudut pandang berikut:

o Karakter individu, mencakup bagaimana manusia membentuk lingkungannya

o Pengaruh lingkungan fisik terhadap manusia, mencakup seberapa penting perancangan


lingkungan secara spesifik serta dalam konteks apa saja suatu komponen fisik lingkungan dapat
mempengaruhi pola perilaku dan aktivitas manusia di kawasan tersebut

o Mekanisme interaksi, memperhatikan mekanisme apa yang dapat menumbuhkan interaksi 2


arah antara manusia dengan lingkungannya.

3. Prasarana dan Sarana Pendukung Pengembangan Fungsi Kawasan

Analisa terhadap prasarana dan sarana pendukung fungsional kawasan yang akan dikembangkan
menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan menyangkut rumusan komponen penunjang
kawasan dan elemen-elemen pembentuk kawasan. Kebutuhan komponen prasarana dan sarana
penunjang kegiatan pariwisata perlu dipadukan dengan komponen penunjang kegiatan fungsional
lainnya yang berhubungan dengan kegiatan fungsional di kawasan perencanaan.

Keterkaitan antar komponen perlu dilihat melalui pendekatan berikut:

a. Standar kebutuhan komponen kegiatan, dengan pendekatan yang bersifat:

o Deduktif atau top-down, berdasarkan pedoman mengenai standar kebutuhan suatu jenis
komponen prasarana & sarana),

o Induktif atau bottom-up, berdasarkan masukan dari stakeholder lokal mengenai


kebutuhan-kebutuhan berkegiatan yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakat dan
kegiatan fungsional yang akan dikembangkan, dengan pertimbangan aspek sosial
(perilaku masyarakat), budaya (kebutuhan/keinginan warga), maupun ekonomi
(kemampuan).

b. Hubungan fungsional antar komponen kegiatan, mencakup kegiatan analisa dengan


pertimbangan-pertimbangan keterkaitan antar komponen dari aspek:

6-8
o Karakteristik kegiatan

o Perilaku pengguna komponen

o Teknologi yang tersedia dan dapat diserap

o Peraturan/standar desain komponen.

4. Carrying Capacity (Daya Dukung)

Daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung
komponen biotik (makhluk hidup) yang terkandung di dalamnya, dengan juga memperhitungkan
faktor lingkungan dan faktor lainnya yang berperan di alam. Tidak ada satu angka mutlak yang dapat
menunjukkan daya

dukung ekosistem dalam menampung semua kegiatan manusia karena berbagai variabel yang
menentukan besarnya daya dukung ekosistem tersebut sangat bervariasi dan selalu bergantung
pada tingkat pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia. Kemampuan daya dukung setiap kawasan
berbeda-beda sehingga perencanaan pariwisata secara spatial akan bermakna dan menjadi penting.

Secara umum ragam daya dukung bagi pengembangan suatu kegiatan, khususnya fungsi kegiatan
wisata, dapat meliputi:

o Daya dukung ekologis; yang merupakan tingkat maksimal penggunaan suatu wilayah.

o Daya dukung fisik; yang merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang
diakomodasikan tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas.

o Daya dukung sosial; yang merupakan batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat
penggunaan yang akan menimbulkan penurunan dalam tingkat kualitas pengalaman atau
kepuasan pengunjung.

o Daya dukung rekreasi; merupakan suatu konsep pengelolaan yang menempatkan kegiatan
rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan kemampuan kawasan.

5. Kesesuaian Ekologi dan SDA

Pada pendekatan ini akan diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

o Potensi Angin: Potensi angin dalam perencanaan meliputi arah dan kekuatan angin untuk
mendapatkan udara yang sejuk dan mengurangi kelembaban.

o Binatang/Habitat: mengidentifikasi adanya habitat liar yang membahayakan pengembangan area


permukiman.

o Daerah Banjir: Perencanaan dan pengolahan daerah-daerah yang rendah pemanfaatan saluran-
saluran alam secara optimal diharapkan mampu mencegah kemungkinan bahaya banjir. Saluran

6-9
drainase direncanakan mengikuti arah kemiringan kontur pada titik terendah dalam kawasan
menuju saluran drainase induk.

o Unit Visual dan Kapasitas Visual: Daerah yang berpotensi memiliki arah view yang bagus antara
lain adalah daerah hijau hutan, daerah sepanjang aliran sungai, dan tepi pantai. Pemanfaatan
daerah-aerah yang berpotensi ini diperuntukkan untuk pariwisata, permukiman menengah ke
atas.

o Area dengan Visibilitas Tinggi: Kawasan yang memiliki visibilitas tinggi adalah kawasan yang
memungkinkan untuk terlihat dari berbagai sudut (landmark kawasan) dapat difungsikan untuk
zona magnet pusat kota.

o Topografi: Dalam suatu perencanaan perlu diperhatikan bagaimana kondisi topografi eksisting
wilayah tersebut, juga guna lahan dan karakter wilayahnya

6. Pendekatan Sistemik

Perencanaan suatu kawasan perlu dipandang sebagai sistem yang saling berhubungan satu sama
lain (interrelated). Komponen-komponen pembentuk kawasan perlu disesuaikan dengan tema
pengembangan yang lebih difokuskan pada kawasan fungsional, yang memiliki keterkaitan satu
sama lain yang membentuk suatu sistem. Dengan demikian, pengembangan kawasan kumuh
menjadi kawasan publik harus direncanakan dan dikembangkan dengan mempergunakan metoda
berpikir sistem yang merangkum semua komponen kawasan.

7. Pendekatan Penyusunan Rencana Berdasarkan Pedoman Penataan Ruang

Pendekatan penyusunan Rencana dapat mengacu Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002


tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan. Terkait hal tersebut, maka
perencanaan ini dapat dipandang dalam suatu level setingkat Rencana Teknis Ruang Kawasan (RTR
Kawasan). Hal ini akan menjadi dasar dalam menentukan skala peta dan ke dalaman pendataan
dalam penyusunan DED nya.

6.2 Metodologi Pekerjaan


Pekerjaan Penyusunan Masterplan, Development Plan, Pra studi KelayAkan Sistem Jaringan Infrastruktur
dan Perumahan Permukiman Metropolitan Sambo Tenggarong ini, dimaksudkan untuk menjadi acuan
dalam pembangunan infrastruktur PUPR dan infrastruktur strategis lainnya (non-PUPR) supaya dapat
diselenggarakan secara terpadu, efektif, dan efisien dalam upaya meningkatkan fungsi kawasan
perkotaan yang smart/cerdas (hijau, teknologi, berketahanan, dan berkelanjutan), peningkatan
pelayanan publik, sekaligus mengatasi permasalahan strategis. Untuk itu diperlukan suatu rencana detail
dan program pengembangan infrastruktur PUPR dan infrastruktur strategis lainnya (non-PUPR) di

6 - 10
Kawasan Metropolitan Sambo Tenggarong, untuk meningkatkan kapasitas pertumbuhan dan livability
(kenyamanan, keamanan, keberlanjutan, dan produktifitas) kota.

6.3.1 Kerangka Pikir

Dalam perencanaan pembangunan, sering kali di tetapkan terlebih dahulu ultimate goal yang akan
diwujudkan di akhir tahun perencanaan. Sehingga seluruh langkah-langkah kebijakan memiliki acuan
yang jelas terhadap referensi wujud akhir pembangunan yang akan dicapai. Alasan utamanya jelas agar
program-program yang digulirkan adalah program yang menunjang ultimate, lebih efektif dan efisien,
karena program pembangunan lebih terseleksi dengan baik dan hanya punya jalur mewujudkan ultimate
yang akan di jalankan.

Hal yang paling mudah untuk mengukur ultimate goal adalah dengan menggunakan indikator
pembangunan mulai dari peningkatan pendapatan per kapita, penyerapan tenaga kerja, penuntasan
kemiskinan dan lain sebagainya. Namum ultimate perlu dipandang dari satu kesatuan sebagai solusi dari
banyaknya persoalan yang muncul sebagai titik referensi pembangunan yang akan diwujudkan.

Mempelajari berbagai perkembangan kota, terutama kota metropolitan dan juga pembangunan wilayah
pada umumnya. Sejarah kota-kota memperlihatkan bahwa kota-kota akan tumbuh mulai dari kota kecil,
kota sedang, kota besar, kota metropolitan, hingga pada kota megapolitan. Kota besar tumbuh dan
menjadi metropolitan akibat adanya suksesi antara kota inti dan kota-kota sekitarnya yang bersatu
membentuk kesatuan wilayah kota, sehingga disebut sebagai kota metropolitan.

Hampir kota-kota metropolitan diseluruh dunia mencapai satu kondisi dan struktur yang sama, terutama
dari sisi ukuran kota dibandingkan dengan kota-kota lainnya, pendapatan per kapita, struktur ekonomi,
struktur penggunaan lahan, struktur kota, bahkan kesenjangan pendapatannya.

Kota Metropolitan merupakan salah satu bentuk suksesi perkembangan kota dari proses urbanisasi.
Skala ekonomi yang efisien akibat kemampuan menggunakan dan menciptakan teknologi yang lebih baik,
sehingga banyaknya konsentrasi penduduk justru menciptakan produktivitas yang sangat besar,
mendorong pendapatan per kapita penduduk yang semakin meningkat, bahkan dalam titik tertentu
urbanisasi metropolis menciptakan kondisi ‘Steady state’ atau kekokohan akibat telah mencapai zona
yaman dari proses perkembangan yang berlangsung, dalam hal ini masyarakatnya lebih bahagian dan
sejahtera.

Steady state metropolis yang dimaksudkan adalah kemampuan kota metropolis mencapai skala ekonomi
yang paling efisien, dimana seluruh teknologi yang digunakan mendorong menggunakan modal penuh
dan tenaga kerja yang penuh, sehingga hampir tidak ada barang modal tidak terpakai atau sia-sia akibat
struktur pasar yang sudah efisien, kemudian orang yang kehilangan pekerjaan akan sangat mudah
menemukan pekerjaan kembali dan orang-orang yang miskin semakin sedikit karena berhasil mendekati

6 - 11
atau berada di kelas menengah, begitu pula dengan kelas menengah yang juga mendekati kelas atas,
sehingga gini ratio akan semakin rendah.

Dalam hal ini jelas bahwa ‘steady state’ metropolis merupakan ultimate goal dalam penyusunan
perencanaan pembangunan. Penting untuk menelusuri pengalaman negara-negara maju untuk
mengungkapkan apa yang menyebabkan kota-kota metropolitan mencapai steady state. Bukti-bukti
empiris menunjukkan bahwa steady state ini muncul akibat dari kemampuan kota-kota dalam
memafaatkan keterbukaan, atau dalam hal ini adalah perdagangan yang meliputi perdagangan antar
wilayah maupun perdagangan luar negeri. Membahas perdagangan berarti menerangkan bahwa terdapat
barang yang diproduksi didalam kota yang memiliki tingkat persaingan yang cukup tinggi, berbicara
persaingan berarti bicara pasar kompetitif atau perusahan didalam kota merupakan perusahaan yang
berada di pasar kompetitif. Secara theoritis, perusahaan-perusahaan kompetitif merupakan perusahaan
yang hanya akan berkembang apabila melakukan diversifikasi dan inovasi, hal ini tidak lain adalah
teknologi dan ilmu pengetahuan.

Urbanisasi dalam hal ini tidak dapat terlepas dari kemampuan menggunakan teknologi dan berada dalam
derajat keterbukaan yang tinggi. Namun peranan sosial dan pemerintahan juga tidak dapat diabaikan dan
terbukti memiliki peranan yang besar untuk menggunaan teknologi dan keterbukaan. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa suksesi urbanisasi berada pada jalur keterbukaan, pemanfaatan teknologi, dan
juga kelembagaan.

Asumsi steady state metropolis diantaranya adalah tidak terjadi peperangan dan juga bencana alam.
Dalam hal ini memberikan pandangan bahwa lingkungan akan memiliki peranan yang tidak dapat
diabaikan dalam menyusun rencana pembangunan metropolitan. Oleh karena itu, unsur lingkungan
merupakan faktor yang juga sangat penting untuk dikaji lebih lanjut terutama untuk menghadirkan kota
metropolitan yang aman dan nyaman serta berwawasan lingkungan.

Pra syarat untuk mencapai steady state yang lebih cepat adalah kemampuan negara dalam mengelola
keseimbangan pasar. Pasar yang tidak seimbang merupakan perwujudan dari kegagalan pasar. Sering
pasar tidak berada pada kondisi
keseimbangannya ada banyak
faktor, selain informasi yang
tidak sempurna juga berasal dari
perusahaan yang ingin
menggeser pasarnya ke areal
yang lebih power full, misalnya
dari pasar monopolistik ke pasar
oligopoly. Begitu pula disektor
barang publik yang ternyata dapat digeser pada areal yang lebih private. Hukum menyedot sumberdaya
dari yang lebih lemah oleh yang lebih kuat menjadi dasar adanya kegagalan pasar yang perlu dituntaskan.

6 - 12
Pemerintah dengan segala daya dan upaya terus menjaga keseimbangan pasar, walaupun tidak mudah.
Intervensi dengan kebijakan dan program pembangunan adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh
pemerintah agar tetap terjadi keseimbangan pasar. Distribusi yang memegang prinsip keadilan dan
keberpihakan selalu menjadi alasan utama pemerintah menerbitkan kebijakan dan program
pembangunan untuk tetap menjaga keseimbangan pasar.

Program pembangunan infrastruktur dan perumahan merupakan bentuk intervensi pemerintah untuk
menjaga keseimbangan pasar. Contoh pada program pembangunan Rusun yang hadir akibat adanya
distribusi kesejahteraan yang berbeda, dimana sasarannya utamanya adalah Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR), penambahan unit hunian jelas akan memberikan dampak pada penahanan laju harga
property, hal ini tentunya bukan saja dirasakan manfaatnya oleh MBR tetapi juga oleh masyarakat lainnya
yang memerlukan hunian. Disisi lain pengembang memiliki kompetititor yang akan memberikan control
pada berbagai produk yang ditawarkan, sehingga pengembang akan lebih kreatif dan meningkatkan
pelayanan yang baik. Disisi lain pemerintah juga memberikan bantuan pada pengembang yang
menyediakan rumah bersubsidi, salah satunya adalah memberikan pinjaman dengan bunga yang sangat
rendah atau penyertaan modal dengan syarat dan pembagian saham atau dividen yang cukup soft.

Kegagalan pasar adalah kondisi yang akan selalu terjadi, salah satunya akibat dari intervensi pemerintah
yang terbatas dengan keinginannya atau naluri yang cukup kuat dari perusahaan (produsen) dan juga
konsumen untuk mendapatkan keuntungan dan utiliti yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masing-
masing.

Keterbatasan sumberdaya pemerintah, menyebabkan pemerintah tidak dapat mengeksekusi seluruh


program pembangunan yang berpotensi menjaga keseimbangan pasar. Oleh karena itu, jalan terbaik
adalah seleksi program terbaik dengan dampak yang terluas yang mampu mencapai atau mendekati
kondidi ultimate goal.

Program infrastruktur dan permukiman yang terseleksi dengan baik adalah program pembangunan yang
mampu memberikan tambahan pada kinerja -kinerja strategis dari program infrastruktur permukiman,
salah satunya dapat diukur oleh Key Performance Index (KPI). Skala pengembalian menerangkan akan
ada tiga bentuk elastisitas antara tambahan program infrastruktur dan permukiman terhadap tambahan
Key Performance Index, yaitu penambahan outcome (KPI) yang konstan, yang berkurang dan yang
meningkat. Program infrastruktur dan permukiman yang terpilih adalah program yang masuk dalam
skala pengembalian yang semakin meningkat.

Pra syarat lain dari program yang terseleksi adalah program yang akan diuji dalam efisiensi dan ekonomi
dan juga teknis pembangunan serta lingkungan. Oleh karena itu selain program tersebut harus melewati
uji kelayakan finansial dan ekonomi juga perlu melalui uji kelayakan eksternalitas (lingkungan) dan
asimilasi (sosial). Oleh karena itu, pada akhirnya akan muncul phortopolio investasi infrastruktur
permukiman yang akan memenuhi readyness criteria, yang menerangkan bahwa layak secara pasar,
layak secara finansial, layak secara ekonomi, layak secara lingkungan, layak secara sosial dan layak secara
fisik.

6 - 13
6.3.2 Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan

Kegiatan Penyusunan Masterplan, Development Plan, Pra studi Kelayakan Sistem Jaringan Infrastruktur
dan Perumahan Permukiman Metropolitan Sambo Tenggarong meliputi pelaksanaan pekerjaan mulai
dari Persiapan dan Organisasi Kerja, Pengumpulan Data, Analisis Pengembangan Kawasan Perkotaan,
Penyusunan Rencana dan Program hingga Penyusunan Pra Studi Kelayakan Sistem Jaringan Infrastruktur
& Permukiman.

I. Persiapan dan Organisasi Kerja

Tahapan persiapan dan organisasi kerja lebih fokus pada pengembangan dasar-dasar penyusunan
rencana baik untuk materi, mobilisasi dan juga pembagian kerja. Persiapan dan organisasi kerja
meliputi:

1. Mobilisasi tenaga

2. Kajian Literatur, Teori, dan Benchmark

3. Review Kebijakan

4. Identifikasi delineasi

5. Identifikasi Stakeholder Pusat dan Daerah

6. Penyusunan Peta Dasar

7. Penajaman Metodologi pelaksanaan pekerjaan

8. Inventarisasi kebutuhan data, desain survei, dan perangkat survei

9. Penyusunan Rencana Kerja dan Jadwal Rinci Pelaksanaan Pekerjaan

10. Penyusunan Rencana Mutu Kontak (RMK)

11. Pengumpulan Data dan Informasi Awal Wilayah Perencanaan

Tahapan persiapan dan rencana kerja minimal akan membuahkan hasil, diantaranya adalah Design
Survey, Rencana Kerja dan juga Peta Deliniasi Kawasan Perkotaan. Sementara itu, output pekerjaan
yang sudah dapat dihasilkan diantaranya adalah dokmen hasil Survey I di Daerah, RMK dan Laporan
Bulanan-1.

II. Pengumpulan Data

Dalam tahapan pengumpulan data, sedikitnya ada empat tahapan yang akan dilalui, diantaranya:

1. Penyusunan Profil dan kinerja kawasan perkotaan

2. Penyusunan profil dan kinerja infrastruktur

6 - 14
3. Penyusunan Review Strategi Keterpaduan Pengembangan Kawasan dan Infrastruktur

4. Pengumpulan Data Sekunder di Tingkat Pusat dan Tingkat Daerah

Tahapan pengumpulan data sedikitnya akan menghasilkan ouput kerja, diantaranya adalah Peta
Struktur Kota-kota skala Nasional, Peta Struktur Kota-kota skala Provinsi, Peta Struktur Kota-kota
skala WPS, Pemusatan Ekonomi, Phortopholio invesntasi infrastruktur, Peta Struktur Kawasan
Industri, Peta Struktur Kawasan pariwisata budaya dan religi dan Peta Struktur Kawasan
perdagangan dan jasa. Kegiatan yang akan melengkapi rangkaian pekerjaan pada tahap
pengumpulan data adalah Kick Off Meeting/Seminar di Balikpapan, dan Pembahasan Laporan
Pendahuluan. Pada tahap ini juga diserahkan Laporan Bulanan-2 dan Laporan Pendahuluan.

III. Tahap Pengumpulan Data dan Inventarisasi Kawasan

Tahap Pengumpulan Data dan Inventarisasi Kawasan merupakan rangkaian lanjutan dari tahapan
pengumpulan data, pada tahapan ini akan lebih fokus pada penetapan kawasan. Adapun analisis
yang dilakukan pada tahapan ini, meliputi:

1. Analisis Penetapan Kawasan Metropolitan Sambotenggarong

2. Analisis Posisi Kawasan dalam Konstelasi Perbatasan Regional dan Global

3. Analisis basis ekonomi pengembangan kawasan

4. Analisis Lingkungan Fisik (built environment) dan Kecenderungan Perkembangannya

5. Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung

6. Analisis Kependudukan dan Intensitas Ruang

Hasil pekerjaan pada tahapan Pengumpulan Data dan Inventarisasi Kawasan, diantaranya adalah
Peta Transformasi Struktural, Peta Klaster Komoditas & skala pasar, Peta Kebencanaan, Peta Klsuter
Pranata Sosial, Peta Klsuter Tradisi, Peta Klsuter Persepsi dan Peta Klsuter Kearifan Lokal.
Sementara alat analisis yang akan digunakan dalam tahapan ini adalah Kriteria Majemuk dan
Superimpose, Zipf's Law, Indeks Kontribusi, Portopholio, Industry Location Model, Tourism Location
Model, Commercial Location Model, Chenery Model, Export Base dan Trafe-off Analisys (TOA). Pada
tahapan ini juga dihasilkan Laporan Bulanan-3 yang merupakan laporan rutin bulanan.

IV. Tahapan Analisis Pengembangan Kawasan Perkotaan

Tahapan Analisis Pengembangan Kawasan Perkotaan meliputi berbagai dimensi analisis berupa
sektoral dan keruangan bahkan juga beberapa analisis yang akan membantu identintifikasi
keterpaduan pembangunan, diantaranya:

1. Analisis Penetapan Kawasan Metropolitan Sambotenggarong

6 - 15
2. Analisis Posisi Kawasan dalam Konstelasi Perbatasan Regional dan Global

3. Analisis basis ekonomi pengembangan kawasan

4. Analisis Lingkungan Fisik (built environment) dan Kecenderungan Perkembangannya

5. Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung

6. Analisis Kependudukan dan Intensitas Ruang

7. Analisis Penentuan Kebutuhan Pengembangan Infrastruktur

8. Analisis Keterpaduan Program dan Sinkronisasi Pembangunan Infrastruktur

9. Analisis Potensi Kawasan/Sub Kawasan

10. Pengumpulan dan analisis data dan informasi eksisting

11. Analisis Arahan Pengembangan Wilayah

12. Penyusunan Master Plan dan Development Plan Pengembangan Kawasan dan Infrastruktur

Tahapan ini sedikitnya akan menghasilkan gambaran yang lebih tajam, melalui peta Transformasi
Struktural, Peta Klaster Komoditas & skala pasar, Peta Kebencanaan, Peta Klsuter Pranata Sosial,
Peta Klsuter Tradisi, Peta Klsuter Persepsi, Peta Klsuter Kearifan Lokal, Peta Daya dukung dan daya
tampung, Peta Intensitas Ruang, Peta Bentuk dan Struktur Kota, Indeks Urbanisasi, Peta klsuter gap
infrastruktur PUPR, Peta klsuter gap infrastruktur Non-PUPR, Indeks Kinerja Infrastruktur SDA,
Indeks Kinerja Infrastruktur Bina Marga, Indeks Kinerja Infrastruktur Cipta Karya, dan Indeks
Kinerja Infrastruktur Perumahan.

Alat analisis yang dapat digunakan untuk melengkapi hasil yang baik, diantaranya digunakan
Kriteria Majemuk dan Superimpose, Zipf's Law, Indeks Kontribusi, Portopholio, Industry Location
Model, Tourism Location Model, Commercial Location Model, Chenery Model, Export Base, Trafe-off
Analisys (TOA), NSPM, Multidimensional Scaling (MDS), Hanlon, Trafe-off Analisys (TOA), Struktur
Kota, Analisis Prospektif & LFA, Superimpose, Kelayakan Ekonomi, SMART dan Intensitas Ruang.
Agar mendapatkan hasil yang aspiratif juga dilakukan FGD di Daerah. Sementara itu, kegiatan
tambahan adalah dilakukannya Survey II di Daerah dan juga adanya Pembahasan Laporan Antara,
serta mengeluarkan laporan diantaranya adalah Laporan Bulanan-3, Laporan Bulanan-4, Laporan
Bulanan-5, dan Laporan Antara.

VI. Penyusunan Rencana dan Program

Penyusunan Rencana dan Program merupakan kegiatan yang akan fokus terhadap program-
program pembangunan yang mendukung tercapainya ultimate goal. Pra syarat program yang akan
dipilih adalah program yang berdampak signifikan pada perubahan nilai Key Performance Indicators
(KPI). Adapun rangkaian kegiatan pada tahapan ini adalah:

6 - 16
1. Penyusunan Program Pembangunan Infrastruktur PUPR & Non-PUPR

2. Analisis Sumber Pembiayaan dan Kelayakan Ekonomi/Investasi

3. Perumusan Key Performance Indicators (KPI)

4. Pengumpulan dan analisis data dan informasi eksisting

Pada kegiatan ini, setidaknya akan memunculkan peta Ultimate Goal Metropolitan dan juga Matrik
Key Performance Indicators (KPI). Terdapat beberapa kegiatan penting pada tahapan ini yaitu
Survey III di Daerah dan juga Workshop Konsepsi Pra Studi Kelayakan di Daerah. Sementara itu,
dilengkapi juga dengan Laporan Bulanan-6.

VII. Penyusunan Pra Studi Kelayakan Sistem Jaringan Infrastruktur & Permukiman.

Penyusunan Pra Studi Kelayakan Sistem Jaringan Infrastruktur & Permukiman merupakan bagian
akhir dalam rangkaian pekerjaan. Adapun rangkaian kegiatan pada tahap ini adalah:

1. Identifikasi Pusat-Pusat Kegiatan dan Simpul Transportasi Nasional

2. Identifikasi dan Analisis Kebijakan Nasional dan Daerah yang Terkait Pengembangan Jaringan
Infrastruktur & Permukiman

3. Analisis Pola Pengembangan dan Pembangunan Kewilayahan

4. Analisis Keterpaduan Jaringan Transportasi dan Logistik Nasional/Regional

5. Identifikasi Pengembangan Jaringan Infrastruktur & Permukiman

6. Analisis Biaya dan Manfaat Jaringan Infrastruktur & Permukiman

7. Prioritisasi dan Perencanaan Pengembangan Jaringan Infrastruktur & Permukiman

Pada kegiatan ini akan fokus untuk menghasilkan Matrik Keterpaduan sektoral, Matrik Keterpaduan
pemerintah, Matrik Kelayakan Bisnis, Matrik Skala Prioritas, Matrik Pembiayaan dan Matrik Skema
Kelembagaan. Pada tahap kegiatan ini, seluruh sisa output pekerjaan akan diselesaikan, diantaranya
Pembahasan Laporan Akhir, Laporan Bulanan-8, Prosiding, Laporan Akhir, Buku Deluxe Executive,
Album Peta A3, Cetak Peta A2/A1 Kawasan Metropolitan Sambotenggarong, Dokumen dukungan
pembangunan infrastruktur PUPR, Dokumen Studi Kelayakan Sistem Jaringan Infrastruktur, dan
DVD Laporan

6 - 17
Bulan-1 Bulan-2 Bulan-3 Bulan-4 Bulan-5 Bulan-6 Bulan-7 Bulan-8

Penyusunan Rencana dan Penyusunan Pra Studi Kelayakan Sistem Jaringan Infrastruktur &
Persiapan dan Organisasi Kerja Pengumpulan Data Analisis Pengembangan Kawasan Perkotaan
Program Permukiman

Tahapan Bulan
Analisis Penetapan Kawasan Metropolitan Analisis Penentuan Kebutuhan Penyusunan Program Pembangunan
Mobilisasi tenaga Penyusunan Profi l dan kinerja kawasan perkotaan Analisis Arahan Pengembangan Wilayah Identifikasi Pusat-Pusat Kegiatan dan Simpul Transportasi Nasional
Sambotenggarong Pengembangan Infrastruktur Infrastruktur PUPR & Non-PUPR
Identifikasi dan Analisis Kebijakan Nasional dan Daerah yang Terkait Pengembangan
Kajian Literatur, Teori, dan Benchmark
Jaringan Infrastruktur & Permukiman
Penyusunan Master Plan dan
Analisis Posisi Kawasan dalam Konstelasi Analisis Keterpaduan Program dan Analisis Sumber Pembiayaan dan
Review Kebijakan Penyusunan profil dan kinerja infrastruktur Development Plan Pengembangan Analisis Pola Pengembangan dan Pembangunan Kewilayahan
Perbatasan Regional dan Global Sinkronisasi Pembangunan Infrastruktur Kelayakan Ekonomi/Investasi
Kawasan dan Infrastruktur
Identifikasi delineasi
Penyusunan Review Strategi Keterpaduan Pengembangan Analisis basis ekonomi pengembangan Perumusan Key Performance Indicators
Identifikasi Stakeholder Pusat dan Daerah Analisis Keterpaduan Jaringan Transportasi dan Logistik Nasional/Regional
Kawasan dan Infrastruktur kawasan (KPI)

Penyusunan Peta Dasar Analisis Potensi Kawasan/Sub Kawasan

Analisis Lingkungan Fisik (built


Penajaman Metodologi pelaksanaan pekerjaan environment ) dan Kecenderungan Identifikasi Pengembangan Jaringan Infrastruktur & Permukiman
Perkembangannya

Rangkaian Kegiatan
Inventarisasi kebutuhan data, desain survei, dan
perangkat survei
Penyusunan Rencana Kerja dan Jadwal Rinci
Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Analisis Biaya dan Manfaat Jaringan Infrastruktur & Permukiman
Pelaksanaan Pekerjaan
Penyusunan Rencana Mutu Kontak (RMK)

Pengumpulan Data dan Informasi Awal Wilayah Analisis Kependudukan dan Intensitas
Prioritisasi dan Perencanaan Pengembangan Jaringan Infrastruktur & Permukiman
Perencanaan Ruang

Pengumpulan Data Sekunder di Tingkat Pusat dan Tingkat Pengumpulan dan analisis data dan Pengumpulan dan analisis data dan
Daerah informasi eksisting informasi eksisting

Design Survey Peta Struktur Kota-kota skala Nasional Transformasi Struktural Peta Daya dukung dan daya tampung Indeks Kinerja Infrastruktur SDA Ultimate Goal Metropolitan Matrik Keterpaduan sektoral Matrik Skala Prioritas
Rencana Kerja Peta Struktur Kota-kota skala Provinsi Peta Klaster Komoditas & skala pasar Peta Intensitas Ruang Indeks Kinerja Infrastruktur Bina Marga Matrik Key Performance Indicators (KPI) Matrik Keterpaduan pemerintah Matrik Pembiayan
Peta Deliniasi Kawasan Perkotaan Peta Struktur Kota-kota skala WPS Peta Kebencanaan Peta Bentuk dan Struktur Kota Indeks Kinerja Infrastruktur Cipta Karya Matrik Kelayakan Bisnis Matrik Skema Kelembagaan
Pemusatan Ekonomi Peta Klsuter Pranata Sosial Indeks Urbanisasi Indeks Kinerja Infrastruktur Perumahan
Phortopholio Peta Klsuter Tradisi Peta klsuter gap infrastruktur PUPR

Output
Peta Struktur Kawasan Industri Peta Klsuter Persepsi Peta klsuter gap infrastruktur Non-PUPR
Peta Struktur Kawasan pariwisata budaya dan religi Peta Klsuter Kearifan Lokal
Peta Struktur Kawasan perdagangan dan jasa
Seminar Akhir Master Plan dan Studi
Survey I di Daerah Kick Off Meeting/Seminar di Balikpapan Kriteria Majemuk dan Superimpose Survey II di Daerah FGD di Daerah Survey III di Daerah Pembahasan Laporan Akhir
Gambar 6-1 Alur Pekerjaan

Kelayakan
Workshop Konsepsi Pra Studi Kelayakan
Pembahasan Laporan Pendahuluan Zipf's Law NSPM Pembahasan Laporan Antara
di Daerah
Indeks Kontribusi NSPM Kelayakan Ekonomi
Portopholio Multidimensional Scaling (MDS) SMART
Industry Location Model Hanlon

Metode
Tourism Location Model Trafe-off Analisys (TOA)
Commercial Location Model Struktur Kota
Chenery Model Analisis Prospektif & LFA
Export Base Superimpose
Trafe-off Analisys (TOA) Intensitas Ruang
RMK Laporan Bulanan-2 Laporan Bulanan-3 Laporan Bulanan-4 Laporan Bulanan-5 Laporan Bulanan-6 Laporan Bulanan-7 Laporan Bulanan-8
Laporan Bulanan-1 Laporan Pendahuluan Laporan Antara Konsep Laporan Akhir Prosiding
Laporan Akhir

Pelaporan
Buku Deluxe Executive

6 - 18
6.3 Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Dalam pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Studi Kelayakan dan Pra Desain Kawasan Prioritas Pada
Kawasan Metropolitan Sambo Tenggarong ini, digunakan beberapa metode sebagai alat untuk
melaksanakan pendekatan pekerjaan. Berdasarkan pendekatan-pendekatan pelaksanaan pekerjaan yang
telah dirumuskan diatas, maka dipilih beberapa metode yang sesuai untuk pelaksanaan pekerjaan ini.

6.3.1 Metode Pengambilan Data

Terdapat beberapa metode yang dipilih terkait dengan tahapan identifikasi dan analisis kebutuhan
penanganan dalam pelaksanaan pekerjaan ini. Metode yang dipilih pada intinya adalah metode-metode
yang dimaksudkan untuk mengetahui kondisi dan karakteristik eksisting lokasi perencanaan dari
beberapa aspek, selanjutnya dipilih metode-metode analisis untuk mengolah data-data dan fakta
lapangan untuk mendapatkan kebutuhan penanganan. Metode-metode yang digunakan dalam identifikasi
dan analisis kebutuhan penanganan adalah sebagai berikut:

Studi Dokumenter

Pekerjaan ini memiliki kecenderungan sifat studi yang memerlukan dukungan kegiatan kajian, baik
terhadap literatur berupa tulisan, jurnal, dan hasil studi terkait, hingga berbagai jenis regulasi dan
kebijakan yang terkait dengan upaya pengembangan dan perencanaan kawasan permukiman dalam skala
besar. Untuk itu, diperlukan metode studi dokumenter yang akan menginventarisasi dan mengeksplorasi
berbagai dokumen terkait dengan materi pekerjaan. Studi dokumenter memiliki ciri pendekatan yang
mengandalkan dokumen/data-data sekunder seperti:

o Peraturan perundangan-undangan dan dokumen kebijakan yang terkait

o Konsep pengembangan kawasan metropolitan lain sebagai best practice, baik didalam negeri maupun
di luar negeri.

o Teori maupun konsep-konsep pengembangan dan perencanaan kawasan, termasuk didalamnya aspek
pendukungnya seperti kelembagaan, pengelolaan kawasan, serta aspek pembiayaan.

Survey dan Observasi Lapangan

Secara umum metode survey dan observasi lapangan dilakukan untuk memahami persoalan-persoalan
secara nyata dilapangan. Persiapan survey dan observasi di lokasi amatan diantaranya dilakukan dengan
menggunakan stakeholders approach guna memperoleh dukungan dari seluruh stakeholder yang terkait
dalam pelaksanaan kegiatan. Untuk itu perlu dilakukan beberapa kegiatan persiapan, antara lain:

6 - 19
o Identifikasi stakeholder terkait & berwenang dalam masalah pengembangan kawasan di wlilayah
kajian

o Upaya memperoleh contact person daerah untuk menunjang pelaksanaan kegiatan dan penyesuaian
jadwal kegiatan di daerah.

o Need assessment survey, guna memperoleh rincian kebutuhan pelaksanaan pekerjaan serta
menyusun rancangan pelaksanaan kegiatan survey & observasi di daerah serta penyiapan perangkat
pendukung kegiatan.

o Penyiapan tim survey, yaitu pembagian tim pelaksana survey yang terdiri dari tenaga ahli pekerjaan.

Dari hasil telaah awal, dapat diidentifikasi kebutuhan data perencanaan ini seperti dalam tabel berikut.
Kebutuhan data tersebut tidak terpaku pada jenis data yang tertera pada tabel tersebut setelah
melakukan survai dan kajian awal wilayah perencanaan maka desain kebutuhan data tersebut akan
diperbaiki dan dilengkapi sesuai kebutuhan dan karakteristik spesifik wilayah perencanaan.

A. Pengumpulan Data Sekunder (Survey Instansional)

Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi yang telah terdokumentasikan
dalam buku, laporan dan statistik yang umumnya terdapat di instansi terkait. Di samping
pengumpulan data, pada kegiatan ini dilakukan pula wawancara atau diskusi dengan pihak instansi
mengenai permasalahanpermasalahan di tiap bidang / aspek yang menjadi kewenangannya serta
menyerap informasi mengenai kebijakan-kebijakan dan program yang sedang dan akan dilakukan
terkait pengembangan Kawasan.

B. Observasi Lapangan

Survai ini dilakukan untuk mendapatkan data terbaru/terkini langsung dari lapangan atau obyek
kajian. Pengumpulan data primer ini sendiri akan dilakukan melalui 2 metode, yaitu metode
observasi langsung ke lapangan, dan metode penyebaran kuesioner atau wawancara. Penetuan
penggunaan kedua metode ini dilakukan berdasarkan jenis data yang dibutuhkan. Namun demikian
ketiganya diharapkan dapat saling menunjang pengumpulan informasi dan fakta yang diinginkan.
Survai primer yang akan dilakukan terdiri dari 4 tipe survai, yaitu :

1. Survai land use dan bangunan

Survai yang dilakukan adalah pengecekan di lapangan mengenai guna lahan eksisting serta
bangunan penting yang ada di wilayah perencanaan. Datadata yang diperoleh dari survai ini
digunakan untuk menganalisis struktur ruang eksisting dan kemudian menetapkan struktur
tata ruang dan penggunaan lahan pada tahun yang direncanakan.

2. Survai infrastruktur

6 - 20
Survai ini dilakukan untuk memperoleh data infrastruktur dengan cara pengamatan lapangan
guna menangkap/ menginterpretasikan data-data sekunder lebih baik. Disamping itu survai ini
dilakukan untuk memperoleh masukan dari para stakeholders terkait mengenai permasalahan
dan kondisi infrastruktur kota yang bersangkutan. Masukan tersebut dapat diperoleh melalui
wawancara maupun penyebaran kuesioner.

3. Survai Transportasi

Survai ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai transportasi kota dengan
bentuk survai yang dilakukan adalah:

o Pengamatan lapangan untuk mengamati kondisi dan permasalahan jaringan dan sistem
transportasi sehingga dapat menangkap/menginterpretasikan data-data sekunder lebih
baik

o Traffic counting, untuk memperoleh data volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) pada
jalan-jalan utama dan persimpangan penting.

4. Survai Pelaku ekonomi

Data dan informasi yang ingin didapat dari kegiatan survai ini adalah data pelaku, lokasi,
kecenderungan dan potensi pasar, rencana, permasalahan dan keinginan para pelaku tersebut.
Pengumpulan data pelaku ekonomi dilakukandengan cara :

o Pengamatan lapangan untuk mengamati pola penyebaran dan jenis intensitas kegiatan
ekonomi tersebut

o Wawancara/kuesioner terhadap pelaku aktivitas

Tabulasi dan Kompilasi Data

Setelah data-data diperoleh, kemudian dilakukan uji akurasi atau kesahihan data melalui metode
pengujian-pengujian statistika dan tahun pembuatan data untuk mengetahui apakah data-data tersebut
sesuai dengan kondisi kawasan sebenarnya.

Semua data dan informasi yang telah diperoleh dari hasil kegiatan pengumpulan data dan survai
kemudian dikompilasikan. Pada dasarnya kegiatan kompilasi data ini dilakukan dengan cara mentabulasi
dan mengsistematisasi data-data tersebut dengan menggunakan cara komputerisasi.

Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya data dan informasi yang telah diperoleh sehingga akan
mempermudah pelaksanaan kegiatan selanjutnya yaitu analisis. Penyusunan data itu sendiri akan dibagi
atas dua bagian. Bagian pertama adalah data dan informasi mengenai kondisi regional (kondisi makro)
dan bagian kedua adalah data dan informasi mengenai kondisi lokal Kawasan itu sendiri (kondisi mikro).

Metoda pengolahan dan kompilasi data yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

6 - 21
o Mengelompokan data dan informasi menurut kategori aspek kajian seperti: data fisik dan
penggunaan lahan, data transportasi, data kependudukan dll

o Menyortir data-data setiap aspek tersebut agar menjadi sederhana dan tidak duplikasi

o Mendetailkan desain pengolahan dan kompilasi data dari desain studi awal sehingga tercipta form-
form isian berupa tabel-tabel, konsep isian, peta tematik dll

o Mengisi dan memindahkan data yang telah tersortir ke dalam tabel-tabel isian dan peta isian tematik

o Melakukan pengolahan data berupa penjumlahan, pengalian, pembagian, prosentase dsb baik bagi
data primer maupun sekunder

o Setelah seluruh tabel dan peta terisi, maka langkah selanjutnya adalah membuat uraian deskriptif
penjelasannya ke dalam suatu laporan yang sistematis per aspek kajian dan menuangkan informasi
kedalam analisis konsep-konsep pengembangan kawasan mikro dan makro. Termasuk dalam
laporan tersebut adalah uraian kebijaksanaan dan program setiap aspek.

6.3.2 Metode Analisis Data Masterplan dan Development Plan

Metode analisis dan pengolahan data meliputi analisis pada aspek terkait, diantaranya adalah analisis
Pengembangan Kebijakan, analisis Pengembangan Perekonomian, analisis Pengembangan Kawasan dan
Penggunaan Lahan, analisis Pengembangan Sosial Kependudukan dan Kelembagaan, analisis
Pengembangan Infrastruktur, dan analisis Pengembangan Kebijakan dan Program Pembangunan.

A. Pengembangan Kebijakan

1. Delineasi kawasan perkotaan Metropolitan

Deliniasi kawasan metropolitan menghasilkan Peta Deliniasi Kawasan Perkotaan metropolitan


dengan kriteria utama adalah: a) Kawasan-kawasan Perkotaan yang terdapat di dua atau lebih
daerah otonom yang saling berbatasan; b) Kawasan Perkotaan yang terdiri atas satu kota inti
berstatus otonom dan Kawasan Perkotaan di sekitarnya yang membentuk suatu sistem
fungsional; c) Kawasan Perkotaan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan melebihi 1 juta
jiwa. Teknik analisis Kriteria Majemuk dan Superimpose akan dapat memberikan batasan
kawasan perkotaan metropolitan. Data utama untuk adalah berupa peta Jumlah Penduduk, peta
Administrasi, peta Mata Pencaharian, peta Kepadatan Penduduk dan petan Sistem jaringan
transportasi.

Teknik analisis kriteria majemuk adalah analisis yang didasarkan pada banyaknya kriteria yang
digunakan dan dibandingkan dengan tolok ukur tertentu untuk mengambil keputusan. Proses
transitif akan menggiring pada pengembilan keputusan yang rasional. Sementara itu,
superimpose dengan GIS atas dasar informasi yang dibangun dengan kriteria-kriteria dan tolok
ukur membantu proses transitif.

6 - 22
2. Kajian Kebijakan

Merupakan kajian terhadap dukungan dan kelayakan kebijakan dan arahan yang pernah ada
dan berpengaruh atau terkait secara langsung dengan penanganan dan pengembangan
kawasan prioritas di Metropolitan Sambo Tenggarong. Termasuk dalam kebijakan yang
ditelaah antara lain: Kebijakan penataan ruang; Kebijakan perwilayahan propinsi dan regional;
Kebijakan pengembangan sektoral; Kebijakan pengembangan infrastruktur; dan Kebijakan
daerah, dll

Kajian dilakukan dengan menggunakan metodologi deskriptif analisis, artinya tidak hanya
menjabarkan fakta pengaturan yang ada, tapi juga menganalisis lebih lanjut dan mendalam
mengenai kekurangan dan kelebihan dari kebijakan-kebijakan tersebut.

Analisis Kelayakan/Dukungan kebijaksanan, yang meliputi :

1. Analisis peraturan dan rujukan baru yang berpengaruh terhadap Pengembangan Kawasan
Metropolitan Sambo Tenggarong;

2. Analisis kebijaksanaan baru baik yang dikeluarkan oleh pusat, propinsi/kabupaten


(seperti RTRWP, RTRWK, Propeda Propinsi dan Kabupaten/Kota, dll) serta kebijaksanaan
sektoral yang berpengaruh terhadap Pengembangan Kawasan Metropolitan Sambo
Tenggarong;

3. Analisis perubahan-perubahan dinamis akibat kebijaksanaan maupun pertumbuhan


ekonomi, yang berpengaruh terhadap Pengembangan Kawasan Metropolitan Sambo
Tenggarong;

4. Analisis paradigma baru pembangunan, karena adanya dampak dari globalisasi maupun
penemuan teknologi baru yang berpengaruh terhadap perubahan kebijakan
Pengembangan Kawasan Metropolitan Sambo Tenggarong;

Output dari kajian dukungan kebijakan diharapkan di dapat keluaran berupa: 1) Derajat
dukungan dan Kelayakan kebijakan terhadap Rencana Pengembangan Kawasan Sambo
Tenggarong; 2). Pengaruh Kebijakan daerah dan sektoral terhadap Pengembangan Kawasan
Sambo Tenggarong; dan 3). Pengaruh kebijakan daerah dan sektoral terhadap jenis investasi
yang akan dikembangkan.

3. Peran kota/kawasan perkotaan pada skala Nasional/Provinsi/WPS

Identifikasi Peran kota/kawasan perkotaan pada skala Nasional/Provinsi/WPS akan


menghasilkan Peta Struktur Kota-kota skala Nasional/Provinsi/WPS, sehingga akan
memberikan gambaran posisi metropolitan dalam skala wilayah yang lebih luas. Sebagaimana
diketahui pada dasarkan kota-kota akan berkembangdan kemudia akan ada distribusi yang
beragam dari ukuran kota-kota.

6 - 23
Kota yang besar dapat menghambat perkembangan kota-kota yang kecil akibat sumberdaya
yang tersedot dari kota-kota kecil ke kota besar. Dalam rangkaian sistem kota-kota nampak
setiap kota besar akan dikelilingi oleh kota-kota kecil. Hubungan antara kota-kota akan sangat
sangat tergantung dari spesialisasi masing-masing kota, sehingga setiap kota agar dapat
berkembang lebih jauh perlu memiliki peran yang jelas, baik secara alami atau ditetapkan oleh
pemerintah.

Untuk melihat peranan kota-kota sekurang-kurangnya ada beberapa tahapan diantaranya


adalah melakukan Identifikasi Ranking Kota-kota nasional, Identifikasi Ukuran Kota-kota
nasional Provinsi/WPS, Identifikasi Pareto eksponen dan Identifikasi peran Kota Metropolitan
Tenggrangong terhadap struktur kota-kota nasional Provinsi/WPS.

Teknik analisis yang dapat digunakan adalah Zipf Law atau Rank Size Rule yang akan
menunjukan distribusi kota-kota memenuhi hukum berpangkat atau steady state (kokoh) atau
belum memenuhi hukum berpangkat. Hukum zipf akan menghasilkan nilai Pareto ekponen,
dengan asumsi semakin mendekati satu dinyatakan bahwa kota-kota mengalami hukum zipf.
Penting untuk melihat faktor yang menyebabkan hukum zipf berlaku dengan mencari sumber
spesialisasinya atau tingkat keterbukaan wilayah.

Sandingan antara pareto eksponen dengan spesialisasi dan keterbukaan akan memberikan
gambaran yang jelas pada masing-masing peran kota-kota dalam sistem kota-kota. Pareto
eksponen dapat dikur dengan persamaan logY = logA – LogX, dimana Y peringkat kota-kota, A
pareto eksponen dan X jumlah penduduk kota-kota.

Data yang diperlukan untuk mengungkap peran sistem kota-kota dengan proxy hukum zipf
adaalh data Penduduk Kota-kota Primer di Indonesia, data penduduk kebupaten/kota di
Provinsi, data penduduk kecamatan di WPS. Selanjutnya adalah data ekspor dan impor, dengan
ukuran derajat keterbukaan adalah ekspor + impor terhadap total PDRB. Semakin besar share
derajat keterbukaan memberikan indikasi wilayah tersebut semakin terbuka.

B. Pengembangan Perekonomian

1. Kontribusi PDRB kawasan ke nasional dan regional

Peranan perekononian perkotaan metropolitan juga cukup mudah diukur dengan kontribusi
ekonomi terhadap kontribusi regional, diantaranya dengan melakukan Identifikasi PDRB
Kawasan, Identifikasi PDRB Regional, Identifikasi PDRB Nasional dan kemudian menghitung
Identifikasi Share PDRB-nya terhadap wilayah yang lebih luas. Teknik analisis ini dapat disebut
sebagai Indeks Kontribusi = [PDRB(r)/ PDRB(n)].100%, dimana PDRB(r) adalah lokal dan
PDRB(r) adalah regional. Data untuk mendukung analisis kontribusi ekonomi dalam kewilayah
diantaranya adalah PDRB dan PDB.

6 - 24
Prinsip analisis kontribusi PDRB adalah semakin tinggi atau lebih besar dari rerata kontribusi
PDRB menunjukkan bahwa wilayah memiliki peranan ekonomi yang cukup besar dan
sebaliknya apabila dibawa rerata kontribusi PDRB menunjukkan peranan ekonomi yang masih
lemah.

2. Struktur Ekonomi

Analisis Struktur Ekonomi akan menghasilkan bentuk transformasi struktural yang sedang
terjadi. Pada dasarnya kota metropolitan akan mengalami stuktur yang steady state (kokoh)
dengan dominasi sektor non-pertanian yang sangat dominan. Pada masa tersebut pendapatan
per kapita penduduk akan sangat tinggi dan kesenjangan akan sangat rendah. Dalam
melakukan analisis struktur ekonomi diperlukan langkah-langkah, diantaranya adalah;
identifikasi Postur sektor PDRB Pertanian, Industri, Basic Needs, Rekreasi dan Perdagangan
dan Jasa; identifikasi Postur sektor PDRB Perkotaan dan Non Perkotaan; identifikasi Postur
sektor PDRB Konsumsi, Invetasi, Belanja Pemerintah dan Neto Ekspor. Sementara itu, alat
analisis yang dapat digunakan adalah Chenery Model, dan gini ratio dengan dukungan data
PDRB Sektor Lapangan Usaha, PDRB Pengeluaran, Gini Ratio, dll.

Alat analisis Chenery Model, dan Gini Ratio adalah memodifikasi struktur ekonomi yang semula
tiga sektor primer, sekunder dan tersier menjadi lima sektor yaitu pertanian, industri, basic
needs, rekreasi dan perdagangan dan jasa. Kemudian struktur ekonomi dari sisi pengeluaran
yaitu konsumsi, investasi, belanja pemerintah dan neto ekspor, komponen variabel lainnya
adalah gini ratio.

Struktur kota yang steady state atau kokoh seperti negara-negara maju akan menggelembung
ke sektor investasi, selanjutnya pilihan akan terjadi sesuai dengan spesialisasi kotanya, bisa
menggelembung di industri, basic needs, atau perdagangan dan jasa. Namun proses
transformasi yang berlangsung sebelum sampai pada kondisi steady state adalah terjadi
kesenjangan yang akan meningkat, dan pada akhirnya kesenjangan tersebut akan mengecil
seiring dengan tercapainya steady state.

3. Komoditas unggulan dan skala pemasarannya (Kaitan Kebelakang dan Kedepan)

Analisis Komoditas unggulan dan skala pemasarannya akan menghasilkan Peta Klaster
Komoditas & skala pasar. Adapun tahapan analisis meliputi: identifikasi Produksi/ tenaga
kerja /Nilai Tambah Lokal; identifikasi Produksi/ tenaga kerja /Nilai Tambah Regional;
identifikasi Neraca Perdagangan; indeks keterbukaan; identifikasi; identifikasi Postur Ekspor;
dan identifikasi Klaster asal komoditas ekspor. Alat analisis yang dapat digunakan adalah
Export Base dengan data utama adalah Ekspor dan Import, penyerapan tenaga kerja setiap
komoditas, dan PDRB.

Asumsi Export Base: Ekspor memberikan Multiplier Effect (dampak pengganda) menghasilkan
Output/PDRB, Y = F(X). Ruang dikelompokkan pada X ij, i …. j adalah R0 s/d Sn misalkan wilayah

6 - 25
inti-R0, Ring-1, Ring-2, Ring-3, Ring-4, Ring-R5,
dst. Jarak R0, R1, R2, R3, R4, R5 dst menampung
transaksi (kegiatan) yang dipengaruhi oleh
biaya transportasi, amenities (kemudahan)/
sarana dan prasarana, nilai lahan dll,
menghasilkan kluster penggununaan lahan
pada setiap jarak yang berbeda untuk
mencapai kondisi yang efisiensi. R 0, R1, R2, R3,
R4, R5 padanan dengan wilayah hilir, tengah
dan hulu, dimana wilayah hilir adalah
aglomerasi jarak R0, dengan skala ekonomi
paling tinggi, diikuti oleh aglomerasi dan skala ekonomi yang menurun menjauh dari wilayah
inti-R0.

Skala ekonomi terjadi akibat adanya diversifikasi, teknologi, aglomerasi, dll ditunjukkan dengan
kondisi biaya yang menjadi rendah dan produktivitas yang tinggi, dimana memerlukan
spesialisasi. Sehingga masing-masing ruang akan memiliki spesialiasi fungsi utama dan saling
terhubung (transaksi) baik pasar barang, pasar tenaga kerja, pasar property, dll. Lebih lanjut
dapat menjelaskan proses urbanisasi (tingkat kekotaan). Dalam hal ini, Wilayah inti-R0
memberikan triger pada R1 s/d Rn, wilayah R1 memberikan triger pada R2 s/d Rn, dan
seterusnya. Nampak adanya kaitan kebelakang dan kaitan kedepan antar R 0, R1, R2, R3, R4, R5
yang berujung pada ekspor, dan ekspor sebagai fungsi output (PDRB). Setiap ruang
diasumsikan memiliki dua sektor pembentuk output (PDRB) yaitu basis (ekspor) dan non-basis
(pendukung), dimana multiplier effect adalah 1/(1-mpb), mpb + mpnb = 1; mpb adalah share
basic, mpnb share non-basis. ME antar ruang menunjukkan jalur kaitan kedepan dan
kebelakang dalam susunan ruang R0, R1, R2, R3, R4, R5.

4. Peluang investasi utama

Peluang investasi utama dihasilkan dari Daftar Investasi dengan unsur tematik dari barang-
barang investasi seperti lokasi, dampak, jenis pasar (competitive markets), eksternalitas dan
asimilasi. Penilaian peluang investasi akan menghasilkan phortopolio investasi tetapi bukan
portopolio seperti di pasar saham, melainkan phortopolio pasar barang terutama fisik (sarana
dan prasarana).

Langkah-langkah analisis yang dapat dilakukan, minimal memenuhi unsur; a) Identifikasi


Daftar investasi berdampak besar; b) Identifikasi Lokasi atau jarak antar daftar investasi
berdampak besar; c) Identifikasi Strukur Pasar (perfect competition); d) Identifikasi Efisiensi; e)
Identifikasi Ekonomi; f) Identifikasi Eksternalitas; dan g) Identifikasi Asimilasi.

6 - 26
Dalam analisis Portopholio informasi minimal yang diperlukan adalah jnies Barang dan Jasa
Investasi, Lokasi (jarak), jumlah entry & Barrier, Jumlah Penjual, Jumlah Pembeli, dan
Diversifikasi. Hal ini akan memberikan abstrak pada risiko dan peluang (manfaat) investasi.

C. Pengembangan Kawasan dan Penggunaan Lahan

1. Kawasan Strategis Industri

Analisis kawasan strategis industri akan menghasilkan Peta Struktur Kawasan Industri, adapun
variabel yang digunakan diantaranya adalah Jarak Industri_inti Metropolitan, Penyerapan
Tenaga Kerja, Produksi (output), Kemudahan, Skala ekonomi, Skala Pengembalian dan Ranking
struktur kawasan industri. Teknik analisis yang digunakan adalah Industry Location Model,
dimana jenis data utama yang diperlukan adalah Sebaran Industri, tenaga kerja, Kapasitas
Produksi, Harga satuan produksi, dan Biaya Satuan Produksi.

Industry Location Model memberikan pemahaman bahwa industri agar berkembang dengan
memaksimalkan jarak, baik jarak terhadap pasar, maupun jarak terhadap bahan baku. Akan
tetapi keputusan lokasi tersebut juga tergantung dari ketersediaan tenaga kerja dan upah serta
modal dan penyusutan. Sehingga tingkat produksi dapat konstan, berkurang dan bertambah,
dalam hal ini perusahaan akan mencari lokasi dengan skala pengembalian yang bertambah
(increasing return to scale).

6 - 27
Tabel 6-1 Pendekatan dan Metodologi

NO PENDEKATAN OUTPUT METODELOGI TEKNIK DATA


ANALISIS
1 Delineasi kawasan Peta Deliniasi  Pemilihan Kriteria rencana tata Kriteria  Jumlah Penduduk
perkotaan Kawasan Perkotaan ruang, daya dukung dan daya Majemuk dan  Administrasi
tampung, pola commuting, dan Superimpose  Mata
kawasan perkotaan Pencaharian
 Kriteria kawasan perkotaan adalah  Kepadatan
terdapat di dua atau lebih daerah Penduduk
otonom yang saling berbatasan;  Sistem jaringan
terdiri atas satu kota inti berstatus transportasi
otonom dan Kawasan Perkotaan di
sekitarnya membentuk suatu sistem
fungsional; jumlah penduduk secara
keseluruhan melebihi 1.000.000
jiwa.
 Superimpose
 Penetapan Batas Metropolitan
2 peran Peta Struktur Kota- o Identifikasi Ranking Kota-kota Zipf’s Law  Penduduk Kota-
kota/kawasan kota skala Nasional nasional kota Primer di
perkotaan pada o Identifikasi Ukuran Kota-kota Indonesia
skala Nasional nasional  Ekspor
o Identifikasi Pareto eksponen  Impor
o Identifikasi peran Kota Metropolitan
Tenggrangong terhadap struktur
kota-kota nasional
3 peran Peta Struktur Kota- o Identifikasi Ranking Kota-kota Zipf’s Law  Penduduk Kota-
kota/kawasan kota skala Provinsi Provinsi kota di Provinsi
perkotaan pada o Identifikasi Ukuran Kota-kota  Ekspor
skala provinsi Provinsi  Impor
o Identifikasi Pareto eksponen
o Identifikasi peran Kota Metropolitan
Tenggrangong terhadap struktur
kota-kota Provinsi
4 peran Peta Struktur Kota- o Identifikasi Ranking Kota-kota WPS Zipf’s Law  Penduduk Kota-
kota/kawasan kota skala WPS o Identifikasi Ukuran Kota-kota WPS kota di WPS
perkotaan pada o Identifikasi Pareto eksponen  Ekspor
skala Nasional o Identifikasi peran Kota Metropolitan  Impor
WPS Tenggrangong terhadap struktur
kota-kota WPS
5 kontribusi PDRB Pemusatan Ekonomi o Identifikasi PDRB Kawasan Indeks  PDRB Kawasan
kawasan ke o Identifikasi PDRB Regional Kontribusi  PDRB Regional
nasional dan o Identifikasi PDRB Nasional  PDRB Nasional
regional; o Identifikasi Share PDRB
6 peluang investasi Daftar Investasi o Identifikasi Daftar investasi Portopholio  Barang dan Jasa
utama berdampak besar Investasi
o Identifikasi Lokasi atau jarak antar  Lokasi (jarak)
daftar investasi berdampak besar  Jumlah Entry
o Identifikasi Strukur Pasar (perfect  Jumlah Penjual
competition)  Jumlah Pembeli
o Identifikasi Efisiensi  Diversifikasi
o Identifikasi Ekonomi
o Identifikasi Eksternalitas
o Identifikasi Asimilasi
7 kawasan strategis Peta Struktur o Jarak Industri_inti Metropolitan Industry  Sebaran Industri
industri (jenis Kawasan Industri o Penyerapan Tenaga Kerja Location  tenaga kerja
industri, lokasi o Produksi (output) Model  Kapasitas

6 - 28
koleksi dan o Kemudahan Produksi
distribusi, o Skala ekonomi  Harga satuan
orientasi pasar), o Skala Pengembalian produksi
o Ranking struktur kawasan industri  Biaya Satuan
Produksi
8 kawasan strategis Peta Struktur o Jarak pariwisata budaya dan religi Tourism  Sebaran
pariwisata budaya Kawasan pariwisata _inti Metropolitan Location Pariwisata
dan religi, budaya dan religi o Penyerapan Tenaga Kerja Model  Jumlah
o Kunjungan Kunjungan
o Kemudahan  Jumlah
o Ranking struktur kawasan pariwisata Akomadasi
budaya dan religi
9 kawasan strategis Peta Struktur o Jarak Perdagangan & Jasa_inti Commercial  Sebaran
perdagangan dan Kawasan Metropolitan Location Perdagangan &
jasa perdagangan dan o Penyerapan Tenaga Kerja Model Jasa
jasa o Produksi (output)  tenaga kerja
o Kemudahan 
o Ranking struktur kawasan
perdagangan dan jasa
10 struktur ekonomi Transformasi o Postur sektor PDRB Pertanian, Chenery  PDRB Sektor
Struktural Industri, Basic Needs, Rekreasi dan Model Lapangan Usaha
Perdagangan dan Jasa  PDRB
o Postur sektor PDRB Perkotaan dan Pengeluaran
Non Perkotaan  Gini Ratio
o Postur sektor PDRB Konsumsi,
Invetasi, Belanja Pemerintah dan
Neto Ekspor
11 komoditas Peta Klaster o Produksi/ tenaga kerja /Nilai Export Base  Ekspor
unggulan dan Komoditas & skala Tambah Lokal  Import
skala pasar o Produksi/ tenaga kerja /Nilai  Tenaga Kerja
pemasarannya Tambah Regional (sektor)
o Neraca Perdagangan  PDRB
o indeks keterbukaan
o Postur Ekspor
o Klaster asal komoditas ekspor
12 Kebencanaan Peta Kebencanaan o Bencana banjir Kriteria  Peta banjir
o Bencana Gerakan Tanah (longsor) Majemuk dan  Peta Gerakan
o Bencana Gempa Superimpose Tanah (longsor)
o Aliran Larpa  Peta Gempa
 Peta Aliran Larpa
13 Fungsi pranata Peta Klsuter Pranata o Kelas Peranata Sosial Trafe-off  Peranata Sosial
sosial Sosial o Derajat kemapanan Peranata Sosial Analisys (TOA)
14 Tradisi budaya Peta Klsuter Tradisi o Kelas Tradisi Budaya Trafe-off  Tradisi Budaya
o Derajat Kemurnian tradisi budaya Analisys (TOA)
15 Persepsi Peta Klsuter o Kelas persepsi Trafe-off  persepsi
Persepsi o Derajat Kemurnian persepsi Analisys (TOA)
16 nilai-nilai lokal Peta Klsuter Kearifan o Kelas Kerarifan Lokal Trafe-off  Kerarifan Lokal
Lokal o Derajat Kemurnian Kerarifan Lokal Analisys (TOA)
17 gap infrastruktur Peta klsuter gap o Ketersediaan infrastruktur PUPR NSPM  Data SDA
PUPR infrastruktur PUPR o Standat Minimal infrastruktur PUPR  Data BM
o Kebutuhan infrastruktur PUPR  Data CK
o Neraca infrastruktur PUPR  Data PR
18 gap infrastruktur Peta klsuter gap o Ketersediaan infrastruktur Non- NSPM  Ketersediaan
Non-PUPR infrastruktur Non- PUPR Infrastruktur
PUPR o Standat Minimal infrastruktur Non- Non-PUPR
PUPR  Kebutuhan
o Kebutuhan infrastruktur Non-PUPR Infrastruktur
o Neraca infrastruktur Non-PUPR Non-PUPR
19 Kinerja pelayanan Indeks Kinerja o Tingkat dukungan kedaulatan Multidimensio  Pangan
infrastruktur SDA Infrastruktur SDA pangan dan ketahanan energi nal Scaling  Energi
o Tingkat dukungan ketahanan air (MDS)  Air
nasional
20 Kinerja pelayanan Indeks Kinerja o Tingkat konektivitas jalan nasional Multidimensio  Panjang dan
infrastruktur Bina Infrastruktur Bina o Tingkat kemantapan jalan nasional nal Scaling Lebar Jalan
Marga Marga o Prediksi LOS (MDS)  Kemantapan
o Kebutuhan Pengembangan Jalan Jalan
 LHR
 V/C

6 - 29
21 Kinerja pelayanan Indeks Kinerja o Persentase peningkatan cakupan Multidimensio  air minum
infrastruktur Cipta Infrastruktur Cipta pelayanan akses air minum nal Scaling (volume, debit,
Karya Karya o Persentase penurunan luasan (MDS) jaringan, sistem
permukiman kumuh perkotaan pengelolaan)
o Persentase peningkatan cakupan  permukiman
pelayanan akses sanitasi kumuh (jumlah,
lokasi)
 sanitasi (volume,
debit, jaringan,
sistem
pembuangan)
 Persampahan
(tmbulan, jenis)
22 Kinerja pelayanan Indeks Kinerja o Persentasi penurunan kekurangan Multidimensio  Jumlah Rumah
infrastruktur Infrastruktur tempat tinggal (backlog) nal Scaling  Rumah tidak
Perumahan Perumahan berdasarkan perspektif menghuni (MDS) layak huni
o Persentase penurunan rumah tidak
layak huni
23 Skala Prioritisasi Matrik Skala o Ranking Kegiatan berdampak besar Hanlon  Program
dan jangka waktu Prioritas o Ranking Kegiatan bersesuaian tema  Jadwal
pelaksanaan berjenjang road map
pembangunan o Type Kegiatan: Multiyear dan single-
infrastruktur year
24 Keterpaduan Matrik Keterpaduan o Kelompok sektor Trafe-off  Program Sektor
antarsektor sektoral o Derajat keterpaduan sektor Analisys (TOA)
25 Keterpaduan Matrik Keterpaduan o Kelompok Pemerintah Trafe-off  Program
antara pusat dan pemerintah o Derajat keterpaduan Pemerintah Analisys (TOA) Pemerintah
daerah dan
antardaerah
26 Kelembagaan Matrik Skema o Kelompok kelembagaan Trafe-off  AD-ART,
Kelembagaan o Derajat keterpaduan kelembagaan Analisys (TOA) Organisasi,
Budgeting,
Programing,
evaluasi, Cash-
flow
27 lingkungan fisik Peta Bentuk dan o Kelompok aktivitas Struktur Kota  Sarana Prasarana
(built Struktur Kota o Lokasi dan jarak aktivitas  Penggunaan
environment) o Penggunaan lahan perkotaan Lahan
struktur dan o Batas fisik perkotan
bentuk kota
(urban form and
structure)
28 kecenderungan Indeks Urbanisasi o Perbandingan penduduk kota dan Struktur Kota  Penduduk Desa
perkembangan penduduk desa  Penduduk Kota
kawasan o Indentifikasi komuter  Jumlah Komuter
perkotaan (indikasi
urban sprawl dan
konurbasi)
29 Arah Ultimate Goal o Identifikasi Visi Analisis  Kebijakan
pengembangan Metropolitan o Identifikasi Tujuan Prospektif &  Roadmap
metropolitan o Identifikasi Sasaran LFA
o Identifikasi Kebijakan
30 daya dukung dan Peta Daya dukung o Identifikasi Kebencanaan Superimpose  Kebencanaan
daya tampung dan daya tampung o Identifikasi Topografi  Topografi
o Identifikasi Pengunaan  Pengunaan
Lahan/Tutupan Lahan Lahan/Tutupan
o Identifikasi Curah Hujan Lahan
 Curah Hujan
31 Kependudukan Peta Intensitas o Kepadatan bangunan Intensitas  Kepadatan
dan intensitas Ruang o Ketinggian Bangunan Ruang bangunan
ruang o KDH  Ketinggian
Bangunan
 KDH
32 kelayakan Matrik Pembiayan o Manfaat Analisis  Pajak
ekonomi/investasi o Biaya Ekonomi  Subsidi
& Skema o Eksternalitas  Inflasi
pembiayaan o Asimilasi  Suku Bunga
o Matrik Pembiayaan  Harga Satuan
33 Key Performance Matrik Key o Bidang SMART  Matrik Program

6 - 30
Indicators (KPI) Performance o Indikator
Indicators (KPI) o Target capaian

2. Kawasan Strategis Pariwisata Budaya dan Religi

Analisis Kawasan strategis pariwisata budaya dan religi akan menghasilakn Peta Struktur
Kawasan pariwisata budaya dan religi, adapun langkah-langkah utama yang ditempuh adalah
mengidentifikasi Jarak pariwisata budaya dan religi terhadap inti Metropolitan;
mengidentifikasi Penyerapan Tenaga Kerja, mengidentifikasi Kunjungan, mengidentifikasi
Kemudahan, dan mengidentifikasi Ranking struktur kawasan pariwisata budaya dan religi. Alat
analisis yang digunakan adalah Tourism Location Model, dengan data-data utama diantaranya
adalah Sebaran Pariwisata, Jumlah Kunjungan dan Jumlah Akomadasi.

Tourism Location Model menjelaskan bahwa preferensi wisatawan dalam berwisata ditentukan
oleh variabel dayatarik, akomodasi, sarana dan prasarana, dll. Dimana ada dilema antara tiga
kompone utama tersebut, yaitu sarana-prasarana dan akomodasi berada pada pasar bukan
monopoly sedangkan dayatarik (attraction) bertipe pasar monopoly. Hal ini menjelaskan
manfaat dari setiap penerima utilitas (wisatawan) dapat berbeda sangat ekstrim satu dengan
yang lain dan penerima keuntungan dalam ha ini adalah pengusaha di sektor akomodasi cukup
kompetitif, sedangkan di sektor dayatarik dapat monopoly.

Pemerintah berupaya menjaga keseimbangan dengan membangunan excess supply dan excess
demand yang baik untuk konsumen dan produsen, diantaranya dengan pembangunan sarana
dan prasarana dan juga promosi, dan pengendalian usaha monopoly yang terjadi di sektor
atraksi, dll. Kegagalan menjaga salah satu sektor oleh pemerintah misalkan saja atraksi akan
memberikan dampak pada pelemahan sektor akomodasi, sehingga sarana dan prasarana
menjadi tidak terpakai dan mengakibatkan seluruh sektor mengalami kerugian dan kegiatan
pariwisata tidak berkembang.

3. Kawasan Strategis Perdagangan dan Jasa

Analisis Kawasan strategis perdagangan dan jasa menghasilakn Peta Struktur Kawasan
perdagangan dan jasa, adapaun langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis
tersebut adalah mengidentifikasi Jarak Perdagangan & Jasa_inti Metropolitan, mengidentifikasi
Penyerapan Tenaga Kerja, mengidentifikasi Produksi (output), mengidentifikasi Kemudahan
dan mengidentifikasi Ranking struktur kawasan perdagangan dan jasa . Alat analisis yang
digunakan diantaranya adalah Commercial Location Model dengan data utama yang diperlukan
adalah Sebaran Perdagangan & Jasa, tenaga kerja, sarana dan prasarana, dll.

6 - 31
Commercial Location Model menjelaskan bahwa lokasi perdagangan dan jasa akan sangat
tergantung dari jarak yang diasosiasikan dengan jarak dari pusat kota (inti metro). Prinsipnya
semaki jauh jauh dari inti nilai lahan akan semakin murah dan semakin mendekati inti nilai
lahan akan semakin tinggi. Nilai lahan dalam hal ini diasosiasikan dengan kemudahan dan
sarana dan prasarana yang ada, semakin mudah menunjukkan konsentrasi sarana dan
prasarana yang semakin lengkap. Disisi lain penduduk akan bermukim di lokasi yang sesuai
dengan kemampuannya untuk membayar sewa, sehingga cenderung akan mencari lokasi yang
menjauhi inti kota, namun juga cukup dekat dengan lokasi tempat bekerja.

Location Comercial Model memberikan kemudahan dalam menetapkan lokasi-lokasi mana saja
yang akan menjadi kawasan perdagangan dan jasa dengan dasar pertimbangan jarak, tenaga
kerja, upah, permukiman, nilai lahan, kemudahan dan biaya transportasi.

4. Analisis Ruang /Lahan Kawasan Perencanaan

Dalam penyusunan rencana teknis Pra DED yang dilaksanakan dalam pengembangan Kawasan
Prioritas di Kawasan Metropolitan Sambo Tenggarong ini akan dilaksanakan analisis kondisi
lahan untuk mengidentifikasi potensi dan daya dukung serta kendala dan limitasi lahan di
kawasan perencanaan. Kegiatan analisis ini, secara substansi terbagi menjadi 2 yaitu :

 Analisis Eksternal menyangkut analisis terhadap kedudukan kawasan dalam konstelasi


makro dikaitkan dengan kebijakan pembangunan wilayah, baik kebijakan spasial (RTRW)
maupun kebijakan sektoral serta analisis terhadap kedudukan kawasan dalam konteks
keruangan makro, yaitu menyangkut aksesibilitas eksternal kawasan dan dukungan
infrastruktur terhadap kawasan perencanaan.

 Analisis internal tapak terkait dengan kondisi eksisting dari kawasan perencanaan. Analisis
internal selalu menjadi aspek yang penting dalam proses perancangan sebuah tapak.
Pertimbangan ini mencakup analisis mikro dan makro iklim, berbagai ekosistem dan
keterkaitannya, hidrologi permukaan, vegetasi dan kondisi bawah tanah permukaan. Semua
pertimbangan ini menuntut analisis dan penelitian yang ekstensif dan mendetail untuk
menghasilkan data-data yang akurat. Bagian ini membahas berbagai pertimbangan yang
berkaitan dengan faktor-faktor tersebut di atas.

A. Analisis Topografi

Pada permukaan lahan, topografi merupakan salah satu faktor yang penting yang harus
direncanakan. Lapisan geologi yang mendasari dan proses erosi alamiah yang berjalan
lambat mengakibatkan perbedaan kelandaian permukaan, lembah-lembah,
pegunungan dan perbukitannya. Ciri-ciri topografis ini sangat berpengaruh di dalam
menentukan suatu rencana tapak, karena akan menentukan karakteristik kawasan
lahan yang ada.

6 - 32
Penempatan bangunan pada tapak dalam kawasan perencanaan dan kaitannya
terhadap bangunan lain sangat penting. Rencana perletakan bangunan ini disesuaikan
dengan kondisi topografi untuk menciptakan keserasian, sehingga masalah drainase
dapat diperkecil dan efisiensi fungsional bangunan ditingkatkan.

B. Analisis Klimatologi

Faktor klimatologi (matahari, angin, suhu dan pemandangan) merupakan


pertimbangan mendasar dalam menentukan pola atau tata letak bangunan. Melihat
letak geografis Kawasan Sambo Tenggarong, faktor klimatologi terutama suhu udara
yang relatif sejuk memberi masukan penting dalam menentukan karakter bangunan.
Bukaan (exposure) bangunan terhadap suhu udara yang panas dan sinar matahari
harus diantisipasi oleh desain bangunan, tata letak massa bangunan serta pola vegetasi
untuk meredam panas dan memaksimalkan aliran udara ke dalam bangunan ataupun
tapak.

C. Analisis Hidrologis

Analisis hidrologis di kawasan perencanaan sangat penting dan erat kaitannya dalam
menentukan karakter dan pola drainase yang direncanakan di kawasan perencanaan.
Analisis hidrologis yang tepat diperlukan untuk merencanakan sistem drainase yang
baik dan tepat guna menghindari biaya konstruksi yang mahal serta kemungkinan
terjadinya bencana seperti banjir longsor dan sebagainya.

D. Analisis Aksesibilitas Kawasan

Aksesibilitas di dalam kawasan memberi pengaruh besar terhadap pembagian blok


(cluster) dan tata letak bangunan. Sedangkan penentuan alur aksesibilitas ini
dijabarkan dalam wujud pola jalan. Di dalam tapak telah terdapat rencana jalan umum
yang akan menghubungkan kawasan ke dan dari luar tapak. Dari rencana jalan ini
tampaknya akan menjadi titik tolak penentuan entry point ke dalam kawasan. Bentuk
tapak yang ada dan kondisi alamiah tapaknya memberikan satu alternatif dalam
penentuan entrance ke dalam tapak.

E. Analisis Pola Vegetasi

Pola vegetasi yang ada akan mempengaruhi karakter tapak yang akan direncanakan.
Jenis pohon/tanaman akan mencerminkan pula jenis tanah permukaan yang ada. Pola
vegetasi ini selanjutnya akan berperan pula dalam perencanaan ruang terbuka dan tata
hijau kawasan.

F. Analisis Estetika / View

6 - 33
Sumberdaya estetika tapak yang ada dalam kawasan perencanaan memberi andil
dalam mengolah bentuk ataupun tata letak bangunan di dalamnya untuk
memaksimalkan daya tarik visual yang akan direncanakan. Sumberdaya yang ada ini
diakibatkan oleh keragaman bentuk permukaan tanah yang memberi karakter
keruangan tersendiri.

5. lingkungan fisik (built environment) struktur dan bentuk kota (urban form and structure)

Analisis lingkungan fisik (built environment) struktur dan bentuk kota (urban form and
structure) akan menghasilkan Peta Bentuk dan Struktur Kota. Adapaun langkah-langkah yang
dilakukan, diantaranya adalah identifikasi Kelompok aktivitas; identifikasi Lokasi dan jarak
aktivitas; identifikasi Penggunaan lahan perkotaan; identifikasi Batas fisik perkotan. Alat
analisis yang digunakan adalah Struktur Kota dan Neigberhood Unit Analysis, dengan data-data
pendukung diantaranya adalah Sarana-Prasarana, Penggunaan Lahan, dl.

6. Kecenderungan perkembangan kawasan perkotaan (indikasi urban sprawl dan konurbasi)

Analisis Kecenderungan perkembangan kawasan perkotaan (indikasi urban sprawl dan


konurbasi) akan menghasilkan peta struktur metropolitan dan tingkat pergerakan antara kota
utama dengan kota-kota pendukung. Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi
identifikasi perbandingan penduduk kota dan penduduk desa, Indentifikasi komuter,
identifikasi biaya transportasi, identifikasi preferensi lokasi kota utama dan wilayah pinggir.
Adapun data yang digunakan adalah jumlah penduduk perdesaan, jumlah Penduduk kota,
jumlah komuter, nilai lahan di kota dan wilayah pinggir, dll.

7. Daya dukung dan daya tampung

Analisis Daya dukung dan daya tampung menghasilkan Peta Daya dukung dan daya tampung
kawasan metropolitan. Langkah-langkah yang digunakan dalam Daya dukung dan daya
tampung menghasilkan, diantaranya adalah: Identifikasi Kebencanaan; Identifikasi Topografi;
Identifikasi Pengunaan Lahan/Tutupan Lahan; dan Identifikasi Curah Hujan. Teknik analisis
yang digunakan adalah analisis multi-ktiteria dan Superimpose dengan GIS. Data yang
diperlukan adalah peta Kebencanaan, peta topografi, peta Pengunaan Lahan/Tutupan Lahan,
peta Curah Hujan, dll.

Analisis multikriteria merupakan metode analisis kuantitatif yang membantu memudahkan


pengambilan keputusan dari berbagai situasi pengambilan keputusan dengan berbagai opsi
yang tersedia. Pengambilan keputusan sering kali tidak mudah dilakukan apabila menyangkut
berbagai kriteria maupun dampak yang mungkin timbul terhadap berbagai pemangku
kepentingan (stakeholder), sehingga menjadi kompleks. Terdapat berbagai metode yang dapat
dikelompokkan dalam analisis multikriteria. Secara sederhana, metode ini membandingkan
berbagai opsi keputusan dengan kriteria yang ditentukan dan melakukan pembobotan

6 - 34
terhadap masing-masing opsi dan kriteria. Pemilihan opsi dan kriteria ini dilakukan dengan
melibatkan peran serta para pakar atau pihak-pihak terkait dengan topik yang dikaji.

8. Kependudukan dan Intensitas Ruang

Analisis Kependudukan dan intensitas ruang menghasilakn Peta Intensitas Ruang, pada
umunya menggambarkan blok area dengan klasifikasi tertentu untuk KDB, KLB, TB, GSB, KDH
dan lain-lain. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis intensitas ruang,
diantaranya adalah identifikasi Kepadatan bangunan; identifikasi Ketinggian Bangunan,
identifikasi KDH. Data yang diperlukan diantaranya adalah Kepadatan bangunan, Ketinggian
Bangunan, KDH, dll.

9. Metode Penyusunan Rencana Teknis Kawasan (PRA-DED)

Seperti yang telah dijelaskan di KAK, bahwa pekerjaan Rencana Pengembangan Kawasan
Sambo Tenggarong ini, pada kawasan prioritas pengembangan yang terpilih akan dilakukan
perencanaan detail dalam bentuk rencana Pra DED kawasan. Berikut ini adalah metodologi
penanganan kawasan prioritas yang terpilih tersebut sampai pada tahap implementasi
(pembangunan fisik) serta indikasi pembiayaannya.

Pada dasarnya penataan kawasan menghasilkan dua buah produk, yaitu

a. konsepsi penataan kawasan; berupa gagasan-gagasan penanganan kawasan secara makro


dan menyeluruh yang bersifat strategis

b. gambar perencanaan kawasan; yang merupakan gambaran secara visual dari gagasan dan
konsep-konsep yang telah direncanakan pada point a.

10. Kebencanaan

Analisis Kebencanaan menghasilakn Peta Kebencanaan dengan uraian kegiatan, diantaranya


identifikasi Bencana banjir, Bencana Gerakan Tanah (longsor), Bencana Gempa, Aliran Larpa
dan lain sebagainya. Alat analisis yang digunakan adalah Kriteria Majemuk dan Superimpose,
sedangkan data yang diperlukan Peta banjir, Peta Gerakan Tanah (longsor), Peta Gempa, Peta
Aliran Larpa. Masing-masing unsur kebencanaan diberikan atau dikonversikan kedalam indeks,
selanjunya indeks menjadi tolok ukur dari setiap kriteria kebencanaan yang dibantu dengan GIS
untuk melakukan superimpose dengan transitive yang berasal dari kriteria majemuk. Peta
kebencanaan sedikitnya akan menggambarkan kelas kebencanaan dari yang mulai rendah
hingga yang komplek.

D. Pengembangan Sosial Kependudukan dan Kelembagaan

1. Sosial Perkotaan

6 - 35
Analisis sosial perkotaan meliputi analisis Fungsi pranata sosial, Tradisi budaya, Persepsi dan
nilai-nilai lokal, yang masing-masing menghsilkan Peta Klsuter Pranata Sosial, Peta Klsuter
Tradisi, Peta Klsuter Persepsi, Peta Klsuter Kearifan Lokal. Adapun langkah -langkah analisis
diantaranya adalah mengidentifikasi Kelas Peranata Sosial, Tradisi budaya, Persepsi dan nilai-
nilai lokal; mengidentifikasi Derajat kemapanan Peranata Sosial, Tradisi budaya, Persepsi dan
nilai-nilai lokal. Teknik analisis yang digunakan adalah Trafe-off Analisys (TOA) dengan
dukungan data Peranata Sosial, Tradisi Budaya, persepsi, dan Kerarifan Lokal.

TOA merupakan sebuah proses di mana stakeholder dilibatkan untuk mempertimbangkan


strategi-strategi pengelolaan yang berbeda dan secara tegas menentukan prioritas kegiatan
(Brown et al. 2001). Proses ini membutuhkan informasi untuk dapat menjawab pertanyaan
stakeholder mengenai dampak dari setiap kegiatan yang berbeda terhadap sumber daya yang
dipermasalahkan. Mengorganisir informasi sedemikian rupa sehingga mudah dipahami dan
digunakan merupakan sifat utama dari analisis trade-off. Dengan kata lain, analisis trade-off
merupakan alat yang dapat membantu pengambil kebijakan memahami konflik penggunaan
sumber daya dan preferensi stakeholder.

Analisis ini dikenal sebagai sistem pendukung keputusan (decision support system) untuk
mengkuantifikasi trade-off di antara indikator kunci keberlanjutan di dalam alternatif skenario
kebijakan. Hasil analisis digambarkan pada kurva trade-off yang intuitif dan mudah dipahami
bagi pengambil kebijakan. Kurva trade-off ini memenuhi kuantifikasi aktual dari konsep
pembangunan berkelanjutan. Hasil analisis trade-off memiliki kekuatan prediktif yang lebih
tinggi dibandingkan dengan beberapa model eksploratif dan prediktif. Terdapat dua langkah
penting dalam analisis trade-off yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis stakeholder
dan analisis multikriteria.

2. Perkiraan Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan faktor utama penyusunan rencana pengembangan kawasan


permukiman, seperti yang dilaksanakan dalam kegiatan ini, sehingga pengetahuan akan
kegiatan dan perkembangan penduduk merupakan bagian pokok dalam penyusunan rencana.
Analisis kependudukan merupakan faktor utama untuk mengetahui ciri perkembangan suatu
daerah, sehingga data penduduk masa lampau sampai tahun terakhir sangat diperlukan dalam
memproyeksikan keadaan pada masa mendatang. Salah satu yang penting dalam analisis
penduduk yaitu mengetahui jumlah penduduk di masa yang akan datang. Untuk hal tersebut,
metoda yang digunakan adalah metoda polinomial regresi.

Untuk memperhalus perkiraan, teknik yang berdasarkan data masa lampau dengan
penggambaran kurva polinomial akan dapat digambarkan sebagai suatu garis regresi. Cara ini
disebut metode selisih kuadrat terkecil (least square). Cara ini dianggap penghalusan cara
ekstrapolasi garis lurus diatas, karena garis regresi memberikan penyimpangan minimum atas

6 - 36
data penduduk masa lampau (dengan menganggap ciri perkembangan penduduk masa lampau
berlaku untuk masa depan).

3. Kelembagaan

Analisis Kelembagaan akan menghasilkan Matrik atau Skema Kelembagaan terutama


kelembagaan dalam hal pengelolaan seperti air minum, limbah, persampahan, perumahan dll.
Langkah yang akan ditempuh dalam pengembangan kelembagaan, diantaranya adalah
identifikasi Kelompok kelembagaan, dan identfikasi komponen kelembagaan seperti AD-ART,
Organisasi, Budgeting, Programing, dll. Teknik analisis yang dapat digunakan adalah Trafe-off
Analisys (TOA), sedangkan data-data yang diperlukan adalah AD-ART, Organisasi, Budgeting,
Programing, evaluasi, Cash-flow.

E. Pengembangan Infrastruktur

1. Gap infrastruktur PUPR

Analisis Gap infrastruktur PUPR akan menghasilkan Peta klsuter gap infrastruktur PUPR
diantaranya adalah SDA, Bina Marga, Cipta Karya dan Perumahan/Permukiman. Adapun
langkah-langkah dalam analisis Gap infrastruktur PUPR; identifikasi Ketersediaan infrastruktur
PUPR; identifikasi Standat Minimal infrastruktur PUPR; identifikasi Kebutuhan infrastruktur
PUPR dan identifikasi Neraca infrastruktur PUPR antara ketersediaan dan kebutuhan. Alat
analisis yang digunakan merujuk pada NSPM (Norma, Standar, Prosedur dan Manual).
Sementara itu, data yang digunakan adalah data-data Kinerja dan ketersediaan Sumber Daya
Air, Kinerja dan ketersediaan Bina Marga, Kinerja dan ketersediaan Cipta Karya, Kinerja dan
ketersediaan perumahan dan permukiman.

Kebutuhan (Need) menurut Briggs adalah ketimpangan atau gap antara "apa yang seharusnya"
dengan "apa yang senyatanya". Gilley dan Eggland menyatakan bahwa kebutuhan adalah
kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat
kondisi yang diharapkan. Bradshaw mengidentifikasi adanya 5 (lima) jenis kebutuhan yaitu
kebutuhan normatif, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan yang diekspresikan, kebutuhan
komparatif dan kebutuhan masa datang. Penjelasan masing-masing kebutuhan tersebut adalah
sebagai berikut:

a. Kebutuhan normatif (normative need) adalah kebutuhan yang ada karena dibandingkan
dengan norma tertentu;

b. Kebutuhan yang dirasakan (felt need) dapat disebutkan pula sebagai kebutuhan keinginan.
Kebutuhan jenis ini biasanya disampaikan seseorang kalau kepadanya ditanyakan apa yang
diperlukan atau diinginkan;

6 - 37
c. Kebutuhan yang diekspresikan/dinyatakan (expressed need). Dapat disamakan dengan
pemikiran ekonomi bahwa bila seseorang memerlukan sesuatu maka akan menimbulkan
permintaan (demand).

d. Kebutuhan komparatif (comparative need) adalah kebutuhan yang muncul kalau kita
membandingkan dua kondisi atau lebih yang berbeda;

e. Kebutuhan masa yang akan datang (anficipated/future need) adalah kebutuhan hasil
proyeksi atau antisipasi atas apa yang terjadi dimasa yang akan datang.

Sedangkan Analisis kebutuhan adalah "suatu proses untuk menentukan apa yang seharusnya
(sasaran-sasaran) dan mengukur jumlah ketimpangan antara apa yang seharusnya dengan apa
yang senyatanya". Definisi lain dari Analisis kebutuhan adalah "suatu proses yang sistematis
dalam menentukan sasaran, mengidentifikasi ketimpangan antara sasaran dengan keadaan
nyata, serta menetapkan prioritas tindakan".

Terkait dengan pekerjaan ini, analisis kebutuhan merupakan suatu proses untuk menentukan
persoalan apa saja yang akan ditangani melalui penyusunan kebijakan dan strategi penataan
lahan terlantar ini. Mencakup pekerjaan-pekerjaan penentuan kebutuhan atau kondisi yang
harus dipenuhi dalam suatu produk baru atau perubahan produk, yang mempertimbangkan
berbagai kebutuhan yang bersinggungan antar berbagai pemangku kepentingan. Kebutuhan
dari hasil analisis ini harus dapat dilaksanakan, diukur, diuji, terkait dengan kebutuhan bisnis
yang teridentifikasi, serta didefinisikan sampai tingkat detil yang memadai untuk desain sistem.

Pada dasarnya analisis kebutuhan terdiri atas lima langkah pokok : a. Identifikasi Masalah; b.
Evaluasi dan sintesis; c. Pemodelan; d. Spesifikasi; dan e. Review. Dengan mengembangkan
pertanyaaan yang mendasar melihat dari berbagai aspek yang terkait maka akan didapatkan
masalah yang akan dan dapat dipecahkan melalui penyusunan kebijakan dan strategi tersebut.
Sebelum melakukan penyusunan kebijakan dan strategi perlu untuk menguji kelayakan atau
evaluasi apa yang akan diangkat didalamnya, melalui uji kelayakan, dapat juga dengan
konsultasi dengan para ahli. Perlu juga untuk memikirkan fasilitas yang diperlukan dan meihat
dari segi teknis. Melakukan pemodelan dan spesifikasi masalah dan solusi yang akan diangkat
dalam kebijakan dan strategi. Dan terakhir melakukan review dari keseluruhan proses analisis
sehingga mendapatkan kesimpulan akhir mengenai inti dari kebijakan dan strategi yang akan
disusun.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis kebutuhan adalah suatu kegiatan yang
berupa proses mengidentifikasi masalah dan kebutuhan secara menyeluruh dengan melihat
dari berbagai aspek yang terkait supaya kebijakan dan strategi yang disusun dapat tepat
sasaran dan memiliki nilai tambah serta berguna (tepat guna).

2. Gap infrastruktur Non-PUPR

6 - 38
Analisis Gap infrastruktur Non-PUPR bertujuan untuk menghasilkan Peta klsuter gap
infrastruktur Non-PUPR seperti jaringan energi, jaringan telekomunikasi, jaringan transportasi,
jaringan pergerakan dan pariwista, jaringan distibusi dan perdagangan serta logistik, dan lain-
lain. Langkah-langkah yang dilakukan adalah mengidentifikasi Ketersediaan infrastruktur Non-
PUPR, menggali NSPM infrastruktur Non-PUPR sebagai benchmark, menghitung Kebutuhan
atau mencari dari studi lain tentang kebutuhan infrastruktur Non-PUPR, menghitung Neraca
ketersediaan dan kebutuhan infrastruktur Non-PUPR. Alat yang dipergunakan adalah matrik
perbandingan dengan standar ukur (tolok ukur) adalah NSPM. Data yang diperlukan untuk
mendukung analisis GAP infrastruktur non-PUPR adalah data Ketersediaan Infrastruktur Non-
PUPR dan data Kebutuhan Infrastruktur Non-PUPR.

3. Kinerja pelayanan infrastruktur SDA

Analisis Kinerja pelayanan infrastruktur SDA menghasilkan Indeks Kinerja Infrastruktur SDA
seperti Indeks Mengairan Irigasi, Indeks Penggunaan Energi, Indeks Ketahanan Pangan, dll
kemudian dikonversikan kedalam skor antara ujung yang paling maksimal (baik) dan yang
paling minimal (buruk). Adapun langkah yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi tingkat
dukungan kedaulatan pangan dan ketahanan energi, identifikasi tingkat dukungan ketahanan
air nasional. Alat analisis yang digunakan adalah Multidimensional Scaling (MDS) dengan
dukungan data selain data-data SDA juga data Pangan, Energi, dan Air.

Metode MDS dapat memotret tingkat keberlanjutan pembangunan pada saat ini (existing
condition) yang dilihat dari semua dimensi pembangunan. Berdasarkan hasil pengamatan
lapangan, hasil perhitungan/analisis ataupun data sekunder yang tersedia, maka setiap atribut
diberikan skor atau peringkat yang mencerminkan keberlanjutan dari dimensi pembangunan
yang bersangkutan. Skor ini menunjukkan nilai yang “buruk” di satu ujung dan nilai “baik” di
ujung yang lain (Alder et al. 2000). Nilai “buruk” mencerminkan kondisi yang paling tidak
menguntungkan bagi sistem pengelolaan. Sebaliknya, nilai “baik” mencerminkan kondisi yang
paling menguntungkan. Di antara dua ekstrem nilai ini terdapat satu atau lebih nilai antara
bergantung dari jumlah peringkat pada setiap atribut.

4. Kinerja pelayanan infrastruktur Bina Marga

Analisis Kinerja pelayanan infrastruktur Bina Marga menghasilkan Indeks Kinerja Infrastruktur
Bina Marga seperti Indeks Kemantapan Jalan, Indeks Konektivitas, Level of Servis (LOS), dll
kemudian dikonversikan kedalam skor antara ujung yang paling maksimal (baik) dan yang
paling minimal (buruk). Adapun langkah yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi tingkat
konektivitas jalan nasional, identifikasi tingkat kemantapan jalan nasional, identifikasi tingkat
hambatan perjalanan di jalan, Prediksi LOS, kebutuhan pengembangan jaringan jalan, dll. Alat
analisis yang digunakan adalah Multidimensional Scaling (MDS) dengan dukungan data Panjang
Jaringan Jalan, Kemantapan Jalan, LOS, LHR dan lain-lain. Tolok ukur atau skor didapatkan dari

6 - 39
analisis sitem jaringan transportasi terutama jalan raya, yaitu analisis aksesibilitas, Bangkitan
Lalu Lintas, Moda Split, dan VCR (Volume Capacity Ratio).

Aksesibilitas

Faktor kemudahan pencapaian baik dalam hubungan keterkaitan antar bagian wilayah dalam
wilayah perencanaan, ataupun antar komponen dalam bagian wilayah, sangat menentukan
intensitas interaksi antar bagian wilayah maupun antar komponen pembentuk wilayah, serta
struktur tata ruang yang direncanakan.

Metoda ini merupakan upaya untuk mengukur tingkat kemudahan pencapaian antar kegiatan,
atau untuk mengetahui seberapa mudah suatu tempat dapat dicapai dari lokasi lainnya. Pada
dasarnya model ini merupakan fungsi dari kualitas prasarana penghubung unit kegiatan yang
satu dengan lainnya per satuan jarak yang harus ditempuh. Model persamaannya adalah
sebagai berikut : A = FKT / d, dimana A = Nilai aksesibilitas; F = Fungsi jalan (arteri, kolektor,
lokal); T = Kondisi jalan (baik, sedang, buruk); d = Jarak antara kedua unit kegiatan. Metoda
lainnya, yaitu Indeks Aksesibilitas, yang memiliki persamaan: (Aij /dij).b diamana Aij = Indeks
aksesibilitas; Ej = Ukuran aktifitas; dij = Jarak tempuh (jarak geografi atau waktu tempuh); b =
Parameter.

Langkah selanjutnya adalah menghitung potensi pengembangan, yaitu dengan cara


mengkalikan indeks aksesibilitas dengan luas kawasan yang mungkin untuk dikembangkan,
yaitu : Di = Ai.Hi, dimana : Di = potensi pengembanga di kawasan i; Ai = indeks aksesibilitas dari
kawasan i; Hi = luas kawasan yang mungkin dikembangkan di kawasan.

Potensi masing-masing kawasan dihitung dan dijumlahkan untuk memperoleh potensi seluruh
kawasan. Dari potensi keseluruhan ini, maka potensi relatif masing-masing kawasan terhadap
keseluruhan kawasan (wilayah) dapat diketahui, atau secara matematis dapat dirumuskan Dr =
Di/ iDi, dimana : Dr = potensi pengembangan (relatif); Di = potensi pengembangan di kawasan i;
iDi = jumlah seluruh potensi pengembangan.

Selanjutnya untuk menentukan jumlah penduduk yang akan dialokasikan pada masing-masing
kawasan yang potensial adalah dengan cara mengkalikan hasil proyeksi total penduduk untuk
masa mendatang dengan Di, yang secara matematis dapat dirumuskan : P = Ptotal.(Di/iDi),
dimana: Pi = jumlah penduduk yang dapat dialokasikan di kawasan i; Ptotal = jumlah penduduk
seluruhnya; Di/iDi = potensi relatif kawasan i.

Metoda lain yang cukup mudah penggunaannya yang hingga kini masih dipergunakan adalah
Metoda Perkiraan Kebutuhan. Pada model ini,digunakan standar-standar yang dapat digunakan
untuk emperkirakan kebutuhan sarana dan prasarana yang memiliki implikasi terhadap
kebutuhan ruang. Beberapa standar yang digunakan antara lain mengacu pada pedoman
standar lingkungan permukiman kota, pedoman standar pembangunan perumahan sederhana,
peraturan geometris jalan raya dan jembatan dan lain-lain.

6 - 40
Bangkitan Lalu Lintas

Model ini digunakan untuk mengetahui besarnya bangkitan pergerakan yang diakibatkan oleh
suatu aktivitas Q(t,m,p) = Aoj = ∑ ( Aij. Xij), i = 1, dengan: Q = besaran lalu lintas yang
dibangkitkan; p = perjalanan, t = waktu; X = variabel penentu; m = macam kendaraan; A =
koefisien regresi. Dalam pengukuran bangkitan lalu lintas terdapat beberapa variabel penentu,
yaitu: maksud perjalanan, pendapatan penduduk, pemilikan kendaraan, guna lahan di tempat
asal, jarak ke lokasi, lama perjalanan, moda yang digunakan dan guna lahan di tempat tujuan.

Moda Split

Model ini dipergunakan untuk memperoleh persentase pemakaian moda dalam aktivitas
pergerakan. Pemilihan moda ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : Karakteristik
perjalanan (maksud perjalanan); Karakteristik dari alternatif moda (ongkos, waktu,
kenyamanan, kecepatan); dan Karakteristik pribadi (akses terhadap kendaraan, usia,
pendapatan dan pekerjaan). Bentuk model ini adalah sebagai berikut: C = A +

∑ (Bs(Xs−Xs ’)) + ∑ (Ct .Yta ), dengan’: Xs = Karakteristik moda 1; Xs’ = Karakteristik


moda 2; Yta = Karakteristik penduduk yang melakukan perjalanan dalam kelompok a; A,Bs,Ct =
koefisien regresi.

VCR (Volume Capacity Ratio)

VCR diperlukan untuk menilai tingkat kapasitas ruas jalan yang dinyatakan dengan kendaraan
dalam saatuan penumpang per jam. Kapasitas ruas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum
yang dapat bergerak dalam periode waktu tertentu. Jika arus lalu lintas mendekati nilai 1 atau
mendekati kapasitas, berarti kemacetan mulai terjadi. Model yang digunakan untuk menilai
tingkat VCR adalah: TQ = T0[(1 – (1 – a) Q / C)/( 1 – Q / A)], dimana: TQ = waktu tempuh pada
saat arus Q, T0 = waktu tempuh pada saar arus = 0; Q = arus lalu lintas; C = kapasitas; A =
indeks tingkat pelayanan.

5. Kinerja pelayanan infrastruktur Cipta Karya

Analisis Kinerja pelayanan infrastruktur Cipta Karya menghasilkan Indeks Kinerja Infrastruktur
SDA seperti Indeks Pelayanan Air Bersih, Indeks Pelayanan Air Limbah, Indeks Pematusan Air
Hujan, Indeks Pengangkutan dan reduksi persampahan, ideks rumah kumuh, dll kemudian
dikonversikan kedalam skor antara ujung yang paling maksimal (baik) dan yang paling minimal
(buruk). Adapun langkah yang dapat dilakukan adalah dentifikasi Persentase peningkatan
cakupan pelayanan akses air minum, Persentase penurunan luasan permukiman kumuh
perkotaan, Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi. Alat analisis yang
digunakan adalah Multidimensional Scaling (MDS) dengan dukungan data adalah air minum
(volume, debit, jaringan, sistem pengelolaan), permukiman kumuh (jumlah, lokasi), sanitasi
(volume, debit, jaringan, sistem pembuangan), Persampahan (tmbulan, jenis). Tolok ukur atau

6 - 41
skor didapatkan dari analisis Sistem Penyediaan Air Bersih, Sistem Pengelolaan Air Limbah,
Sistem Sarana Drainase, dan Sistem Pengelolaan Persampahan.

Sistem Penyediaan Air Bersih

Penilaian cakupan pelayanan (CP) dan kebutuhan pengembangan sistem, CP = [ ((jumlah SR x


jiwa/rumah) + (jumlah HU x jiwa/HU))/ (Jumlah penduduk)].100%. Perhitungan kebutuhan air
didasarkan kepada: Jumlah penduduk dan proyeksi di daerah bersangkutan; Jenis kawasan dan
luasnya; Rencana cakupan pelayanan dan jenis sambungan berdasarkan minat dan kemampuan
penduduk daerah pelayanan; Kebutuhan per orang per hari; Jumlah jiwa/rumah; Target
cakupan yang akan dipenuhi; dan Kebutuhan khusus kawasan potensial.

Sistem Pengelolaan Air Limbah

Penilaian Cakupan Pelayanan (CP), CP = [(Jumlah Prasarana [(Jumlah Pemakai


/Prasarana)/( Jumlah Penduduk)].100

Sistem Sarana Drainase

Penilaian kondisi eksisting, mencakup inventarisasi sistem drainase yang telah ada, kondisi
topografi, pengumpulan data hidrologi, peta, kependudukan, pelayananpelayanan yang ada
(untuk drainase mikro maupun makro), keadaan fisik alami untuk pemilihan teknologi (tipe
tanah dan topografi), fasilitas-fasilitas lain, data banjir, data pasang surut, genangan dan banjir
yang terjadi.

Sistem Pengelolaan Persampahan

Penilaian Cakupan Pelayanan : CP =[( Volume sampah terangkut (m3))/( Volume timbulan
sampah (m3))].100

6. Kinerja pelayanan infrastruktur Perumahan

Analisis Kinerja pelayanan infrastruktur Cipta Karya menghasilkan Indeks Kinerja Infrastruktur
SDA seperti Indeks Pelayanan Air Bersih, Indeks Pelayanan Air Limbah, Indeks Pematusan Air
Hujan, Indeks Pengangkutan dan reduksi persampahan, ideks rumah kumuh, dll kemudian
dikonversikan kedalam skor antara ujung yang paling maksimal (baik) dan yang paling minimal
(buruk). Adapun langkah yang dapat dilakukan adalah identifikasi Persentasi penurunan
kekurangan tempat tinggal (backlog) berdasarkan perspektif menghuni; identifikasi Persentase
penurunan rumah tidak layak huni. Alat analisis yang digunakan adalah Multidimensional
Scaling (MDS) dengan dukungan data adalah Jumlah Rumah, Rumah tidak layak huni. Tolok
ukur atau skor didapatkan dari analisis Backlog, surplus konsumen property dan surplus
demand property.

7. Kinerja Infrastruktur Non-PUPR

6 - 42
Analisis Kinerja pelayanan infrastruktur Non-PUPR menghasilkan Indeks Kinerja Infrastruktur
Non-PUPR seperti Indeks sarana Pendidikan, Indeks sarana kesehatan, Indeks sarana
perdangngan, Indeks sarana transportasi (simpul), dll kemudian dikonversikan kedalam skor
antara ujung yang paling maksimal (baik) dan yang paling minimal (buruk). Adapun langkah
yang dapat dilakukan adalah identifikasi ketersediaan, identifikasi pelayanan, identifikasi
kemudahan, indektifikasi ruang publik (raung terbuka hijau, bangunan publik, dll). Alat analisis
yang digunakan adalah Multidimensional Scaling (MDS) dengan dukungan data adalah jumlah
sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana transportasi, dll. Tolok ukur atau skor didapatkan
dari analisis Tingkat Kemampuan Pelayanan Fasilitas, Daya Dukung RTH, dll.

Tingkat Kemampuan Pelayanan Fasilitas

Tingkat pelayanan fasilitas umum diukur dengan cara mengkaji kemampuan suatu jenis
fasilitas dalam melayani kebutuhan penduduknya. Dalam hal ini, fasilitas umum yang memiliki
tingkat pelayanan 100% mengandung arti bahwa fasilitas tersebut memiliki kemampuan
pelayanan yang sama dengan kebutuhan penduduknya. Untuk mengetahui kelengkapan
fasilitas umum suatu bagian wilayah, dihitung tingkat pelayanannya dengan menggunakan
rumus : TP = (dij/bij)/Cis.100%, dimana : TP = tingkat pelayanan fasilitas i di kawasan j; dij =
jumlah fasilitas i di kawasan j; bij = jumlah penduduk di kawasan j; Cis = jumlah fasilitas i
persatuan penduduk menurut standar penentuan fasilitas untuk kawasan. Dengan perhitungan
ini, dapat diketahui tingkat pelayanan setiap fasilitas, kecuali untuk fasilitas peribadatan,
dimana perbedaan terletak pada jumlah penduduk pada kawasan yang diamati, yaitu bj diganti
oleh jumlah penduduk menurut agama.

Daya Dukung RTH

Analisis kebutuhan taman di lingkungan dilakukan dengan menggunakan model pendekatan


berikut: Kebutuhan RTH = (Pt/ St). 1m2. Dimana Pt = jumlah penduduk per Kecamatan; St =
Standar Kebutuhan Taman 0,3 m2 / penduduk. Selain itu dilakukan pula analisis kualitas dan
kuantitas RTH jalur hijau jalan. Kualitas dan kuantitas RTH jalur hijau jalan ditentukan oleh luas
jalan, jalur hijau serta tingkat kerapatan vegetasinya. Model kebutuhan vegetasi ideal adalah
sebagai berikut: Xo = (Vo/Lj).100, dimana : Lj = Luas Jalan; Vo = Luas Jalur Hijau; Xo = Koefisien
Liputan Vegetasi.

F. Pengembangan Kebijakan dan Program Pembangunan

1. Skala Prioritisasi dan jangka waktu pelaksanaan pembangunan infrastruktur

Analisis Skala Prioritisasi dan jangka waktu pelaksanaan pembangunan infrastruktur akan
menghasilkan Matrik Skala Prioritas (Harlon matrik) yang menggambarkan skala prioritas dari
program pembangunan yang akan dikembangkan. Metode yang digunakan adalah Metode
hanlon, yaitu metode yang lebih tepat jika daftar outcome dari tujuan yang ingin dicapai
tersedia dari daftar prioritas yang ada dengan data yang memadai dan system penilaian.

6 - 43
Metode hanlon lebih tepat digunakan untuk menentukan prioritas dengan memperhatikan
teknik responsive dimana tujuan yang dicapai dari program jelas yang dituangkan dalam
criteria dan faktor-faktor lain yang memungkinkan. 3 aspek penting dalam Metode hanlon
adalah Besarnya masalah, Keseriusan Masalah, dan Efektifitas intervensi yang diberikan.
Adapun Langkah-langkah metode hanlon, yaitu a) Menentukan rangking urutan dengan criteria
spesifik; b) Memasukan nilai rangking dengan metode PEARL; c) Menghitung prioritas dengan
scoring; dan e) Merangking/mengurutkan masalah kesehatan.

Memasukan nilai rangking dengan metode PEARL (Tahap b), diantaranya adalah:

• Propriety : Apakah program intervensi tepat mengatasi masalah yang ada.

• Ekonomis : Apakah yang ditimbulkan dampak ekonomi atau sosial. Apakah masalah
ekonomi atau sosial berdampak jika masalah tidak ditangani.

• Acceptability : Akankan masyarakat dapat menerima program yang diberikan? atau


apakah masyarakat menginginkan/membutuhkan?

• Resources : Apakah sumber daya tersedia atau potensial tersedia untuk pelaksanaan
program

• Legality : Apakah aktivitas program dapat diimplementasi sesuai ketentuan hukum


atau peraturan yang berlaku

Menghitung prioritas dengan scoring dengan rumus D = [A+(2xB)]x C, dimana: D = prioritas


skor; A = besaran rangking masalah kesehatan; B = Keseriusan masalah kesehatan; C =
Potensial tindakan dapat dilakukan. Dasar perhitungan skor dalam tahap c pada metode hanlon
adalah mengkaji rangking dari masalah; Menentukan skor prioritas tertinggi; mendapat
rangking 1 kemudian prioritas keduan rangking 2 dan seterusnya.

2. Keterpaduan antarsektor dan Keterpaduan antara pusat dan daerah dan antardaerah

Analisis Keterpaduan antarsektor menghasilkan Matrik Keterpaduan sektoral, diantaranya


langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah pengembangan Kelompok sektor, dan Derajat
keterpaduan sektor. Teknik analisis yang dapat digunakan adalah Trafe-off Analisys (TOA).
Sementara itu, data yang diperlukan adalah Program pembangunan dari berbagai sektor dan
stakeholder pembangunan. Program pembangunan pada umumnya berupa hasil studi atau
ketetapan yang tertuang dalam peraturan.

3. Arah Pengembangan Metropolitan

Analisis Arah pengembangan metropolitan akan menghasilkan peta ultimate metropolitan


business as usual dan not business as usual. Arah pengembangan not business as usual adalah
arah yang dituju sebagai upaya memperbaiki dan membelokan arah pembangunan pada
kondisi yang lebih baik dan kondisi steady state. Adapun langkah-langkah yang dapat
dilakukan, diantaranya adalah melakukan Identifikasi Visi; Identifikasi Tujuan; Identifikasi

6 - 44
Sasaran; Identifikasi Kebijakan. Teknik analisis yang digunakan adalah Analisis Prospektif (AP)
dan Logical Framework Analysis.

Analisis prospektif adalah suatu cara atau pendekatan untuk menganalisis beragam
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan, berdasarkan situasi saat ini. Analisis
prospektif tidak sama dengan peramalan karena situasi saat ini tidak dapat digunakan untuk
meramal masa depan. La prospective berasal dari Bahasa Perancis yang bila diterjemahkan ke
dalam Bahasa Inggris menjadi a preactive and proactive approach atau bila diterjemahkan
dalam satu kata yang sepadan adalah foresight karena kata proactivity jarang digunakan (Godet
1999). Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “tinjauan ke masa depan”.
Pendekatan prospektif menekankan pada proses-proses evolusi jangka panjang, sehingga
dimensi waktu menjadi salah satu unsurnya. Analisis prospektif ini adalah salah satu dari
metode dengan pendekatan sistem atau pendekatan holistis.

Tujuan dari analisis prospektif adalah (1) untuk mendefinisikan tujuan pembangunan jangka
panjang dari sistem yang dipelajari; (2) untuk menentukan strategi yang akan diikuti agar
sistem mencapai tujuan. Strategi berupa rangkaian keputusan yang penting untuk mencapai
tujuan dan dugaan untuk memperkirakan interaksi yang mungkin sebagai akibat dari setiap
keputusan; dan (3) untuk menerjemahkan strategi ke dalam perencanaan, tujuan umum, dan
strategi yang muncul dari analisis prospektif yang berguna untuk menentukan prioritas dalam
proses perencanaan (Treyer 2003). Analisis prospektif dapat digunakan untuk mempersiapkan
tindakan strategis dan melihat apakah perubahan dibutuhkan di masa depan. Terdapat tiga
langkah yang harus dilakukan dalam analisis prospektif, yaitu (1) mengidentifikasi faktor
penentu di masa depan, (2) menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama, serta
(3) mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan.

4. Kelayakan ekonomi/investasi & Skema Pembiayaan

Prinsip Kelayakan usaha adalah mendapatkan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan
biaya, yang pada umumnya diukur dengan harga satuan. Namun harga tidak netral (terdistorsi)
akibat adanya inflasi, penyusutan, rente, suku bunga, dll sehingga harga memiliki dua
pendekatan yaitu harga riil dan harga nominal. Distorsi harga juga dapat terjadi akbat adanya
subsidi dan pajak. Pada bagian rente, suku bunga, pajak, subsidi, transfer payment dll maka
akan ada setiap unsur usaha yang akan menerimanya, misal bank mendapatkan bunga, pemilik
lahan/saham mendapatkan rente, pemerintah mendapatkan pajak, masyarakat mendapatkan
subsidi, dll yang disebut dengan Referensi group.

Disisi lain barang dapat dikelompokkan menjadi barang publik, semi publik, semi private dan
barang private, dimana pada barang private penerima manfaat sangat terbatas bahkan
mungkin tunggal, akan tetapi pada barang publik penerima manfaat cukup banyak dan tidak
mungkin tunggal. Oleh karena itu, analisis kelayakanan finansial banyak digunakan pada

6 - 45
perusahaan “barang private” dan analisis kelayakan ekonomi sering digunakan pada
perusahaan “barang publik”.

Kriteria kelayakan ekonomi dan finansial pada umunya adalah NPV (Positif), BCR > 1, IRR
Proyek < IRR nominal. Sementara itu, besaran manfaat ‘fereferensi group’ membantu
keputusan pembiayaaan KPBU, CSR, Community Participation. KPBU dapat terdiri dari BO, BOT,
BOO, BOOT, BT, dll, namun untuk mengambil keputusan pada tingkat yang lebih detil untuk
bentuk pembiayaan proyek perlu mendapatkan informasi tambahan yang sama pentingnya
yaitu eksternalitas negative (lingkungan) dan asimilasi (sosial seperti konflik, degradasi
kebudayaan/nilai, dll).

Dalam hal ini, Kelayakan Finansial/Ekonomi, Eksternalitas dan Asimilasi dapat menjadi
pertimbangan utama untuk pengelolaan proyek dan perusahaan yang terdiri dari UPGRADE,
AKUISISI, MERGER, PENYERTAAN MODAL, PRIVATISASI, JOINT VENTURE, INSENTIF,
PEMBEKUAN, NASIONALISASI, dll.

Kegagalan pasar & kondisi pareto menyebakan distribusi utility (manfaat) yang tidak seimbang
untuk setiap pelaku ekonomi berimplikasi pada surplus konsumen dan atau surplus produsen.
Kegagalan pasar dapat terjadi akibat eksternalitas negatif dan juga asimilasi

Surplus konsumen keadaan permintaan barang/jasa yang tinggi sehingga menyebabkan


konsumen bersedia untuk membayar diatas harga pasar (keseimbangan). Surplus produsen
keadaan ketersediaan barang/jasa yang melimpah sehingga menyebabkan produsen bersedia
untuk menjual dibawah harga pasar (keseimbangan)

Asumsi: Keseimbangan pasar hanya


dapat dijaga oleh intervensi
pemerintah melalui pajak, subsidi,
insentif, perizinan, kebijakan,
infrastruktur, transfer payment dll
(paket kebijakan), dapat dipersempit
bahwa belanja pembangunan (barang
publik) oleh
pemerintah/KL/BUMN/BUMD dengan
biaya tertentu akan memberikan
utility (manfaat) pada pelaku ekonomi
(pengusaha, bank, pekerja, konsumen,
produsen, pemerintah, masyarakat,
dll)

Program pembangunan yang layak


memberikan tambahan utility pada pelaku ekonomi (pengusaha, bank, pekerja, konsumen,

6 - 46
produsen, pemerintah, masyarakat, dll) pada tingkat tambahan investasi (cost) infrastruktur
yang lebih rendah, Nampak ada tiga syarat utama kelayakan proyek yaitu NPV (Positif), BCR >
1, IRR Proyek < IRR nominal.

Keseimbangan Pasar Qsx ij = Qdxij; Psxij = Pdxij, Q: Kuantity, P: Harga, S: supply, D: demand, X:
Jenis Barang publik, dimana Utility max terjadi pada saat MRSX ij=∆Xi/ ∆Xj, penambahan Xij
infrastruktur menggeser utility max MRSX ij = ∆Xi/ ∆Xj, yang lebih baik dengan delta utility
(∆UXij) yang merupakan nilia manfaat (benefit). Dalam kasus tertentu ∆UXij sering didekati
dengan data ∆ Nilai Tambah (∆ PDRB ij) apabila data mikro tidak tersedia. Persandingan antara
Benefit dan Biaya diantara harga rill dan harga nominal menghasilkan nilai BCR, IRR, NPV dan
lain-lain.

5. Key Performance Indicators (KPI)

Analisis Key Performance Indicators (KPI)


menghasilkan Matrik Key Performance
Indicators (KPI), dengan komponen utama
diantaranya adalah Bidang, Indikator dan
Target capaian. Selain itu perlu dilengkapi
dengan informasi output, outcome, benefit
dan impact. Key Performance Indicators (KPI)
mengukur sejauh mana program tersebut
dapat terukur dengan baik, sehingga belanja
program akan terukur dengan baik terutama terkait dengan rangkaian pencapaian mulai dari
tujuan, sasaran, kebijakan dan strategi. Adapaun alat analisis yang dapat digunakan LFA dan
juga dilengkapi dengan SMART.

Kebijakan akan muncul dari adanya masalah yang telah diuraikan dalam perumusan masalah.
Teknik Analisis Logical Framework Analysis (LFA) dapat dimodifikasi untuk menghasilkan
struktur masalah dan struktur solusi. Dalam analisis LFA berbagai masalah yang telah
distrukturkan dalam pohon masalah dapat memiliki jawaban pada struktur solusi. Dimana
setiap tingkatan masalah akan memiliki tingkat solusi seperti Tujuan Sasaran, Kebijakan,
Strategi dan Program.

Tabel 6-2 Key Performance Indicators (KPI)

6 - 47
BIDANG INDIKATOR Definisi Formula
SDA Tingkat dukungan kedaulatan Jumah antara Luas lahan sawah irigasi (SI)
pangan dan ketahanan energi terhadap total luas sawah (LS)* ditambah  

[ ]
Produksi padi (QP) per kebutuhan padi (KP)
ditambah produksi listrik (QEL) per SI QP QEL QPLTA
KPE= + + + /4 x
kebutuhan listik (KEL) ditambah Produksi LS KP KEL TEL
listrik PLTA (Q_PLTA) terhadap total produksi
listrik (TEL), dibagi 4 dikali dengan 100%
Tingkat dukungan ketahanan Non-permukiman terlayani air baku (LAB_NP)  
air nasional terhadap kebutuhan air baku non- LAB NP
permukiman (KAB_NP) dikali 100%* DKA= x 100 %
KAB NP
Persentase ketersediaan air Volume layanan air baku KK (LAB_KK)  
baku per kapita terhadap kebutuhan layanan air baku KK LAB KK
(KAB_KK) dikali 100%* KAB= x 100 %
KAB KK
BINA MARGA Tingkat konektivitas jalan Jumlah jalan nasional (JLN) terhadap jumlah  
nasional simpul (SMPL) dikali 100%*
KJR=
∑ JLN x 100 %
∑ SMPL
Tingkat kemantapan jalan Panjang jalan nasional mantap yaitu kondisi  
nasional baik dan sedang (JLN_MTP) terhadap JLN MTP
panjang jalan (P_JLN) dikali 100%* KJL= x 100 %
PJLN
Persentase luas jalan Luas jalan (L_JLN) terhadap luas wilayah LJLN
dibanding luas wilayah perkotaan (L_K) dikali 100%   JLP= x 100 %
perkotaan LK
INFRASTRUKTUR Persentase peningkatan Penduduk mendapatkan akses air minum  
PERMUKIMAN cakupan pelayanan air minum (AP_AM) terhadap jumlah total penduduk AP AM
(TP) dikali 100%* CPAM = x 100 %
TP
Persentase penurunan luas luasan permukiman kumuh (L_PK) terhadap  
permukiman kumuh baseline luas permukiman kumuh perkotaan L PK
perkotaan (L_PK(n)) dikali 100%* LPK = x 100 %
LPK ( n)
Persentase peningkatan Penduduk terlayani sistem sanitasi layak,  

[ ]
cakupan pelayanan akses yaitu air limbah (P_AL), drainase (P_DR),
P AL P DR PSP
sanitasi persampahan (P_SP) terhadap jumlah ASL= + + /3 x 100 %
penduduk (P) dikali 100%* P P P
Persentase luas RTH  
Luasan RTH publik (RTH_P) terhadap luas RTH P
wilayah perkotaan (RTH_K) dikali 100%* RTH = x 100 %
RTH K
PERUMAHAN Persentase penurunan
kekurangan tempat tinggal
Persepsi kebutuhan unit rumah (E_DH) E DH
terhadap kepemilikan unit rumah (E_SH)   BLG= x 100 %
(backlog) berdasarkan E SH
dikali 100%
perspektif menghuni
Persentase penurunan rumah
Jumlah unit rumah tidak layak huni (RTL) RTL
tidak layak huni   RTL= x 100 %
terhadap total unit rumah (TR) dikali 100%* TR
Sumber: Hasil Analisis, *PermenPU 1/2014

6.3.3 Metode Analisis Pra Kelayakan Infratruktur dan Permukiman


A. Metode Analisis Pra Kelayakan Infratruktur Sumber Daya Air
Kelayakan Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Penetapan sistem jaringan sumber daya air bertujuan untuk memberikan akses secara adil kepada
seluruh masyarakat untuk mendapatkan air agar dapat berperikehidupan yang sehat, bersih, dan
produktif.

6 - 48
Sumber air terdiri dari air permukaan dan air tanah, dengan prioritas pemanfaatan di Kota Metropolitan
adalah air permukaan dan air tanah.

Sistem jaringan sumber daya air meliputi jaringan sungai, jaringan irigasi dan air baku. Penetapan
jaringan sungai bertujuan untuk menjaga keseimbangan siklus hidrologis DAS dan Sub-DAS pada masing-
masing wilayah.

Jaringan Sungai, Danau Dan Waduk

Potensi sumber daya alam yang ada di Kota Metropolitan sebagai fungsi lindung setempat diantaranya
adalah sungai, dana dan waduk. Sungai yang ada berfungsi sebagai sumber daya air dan sebagai sumber
pengendali bahaya banjir di wilayah Kota Metropolitan. Adapun jaringan sungai di Kota Metropolitan
yang perlu di persiapkan diantaranya adalah:

 Jaringan sungai di wilayah Kota Metropolitan.


 Pengendalian banjir terdiri dari waduk, kanal, kolam retensi, sungai, rawa, pintu- pintu air, dan
dataran banjir.
 Pengendalian banjir dipadukan dengan system drainase yang menggunakan pendekatan DAS
atau Sub DAS.

Jaringan Irigasi

Sebagaimana telah ditetapkan dalam sitem jaringan sumber daya air dan jaringan sungai yang ada di Kota
Metropolitan, terkait dengan pengembangan budidaya dalam perkotaan yang masih kental dengan
kegiatan pertanian. Untuk itu dikembangkan sistem jaringan irigasi dengan ketentuan diantaranya:

 Jaringan irigasi yang ada harus dipertahankan dan dipelihara.


 Jaringan irigasi yang akan dikembangkan diarahkan pada lahan potensial untuk pencetakan
sawah.

Jaringan Air Baku

Jaringan air baku sebagaimana dbertujuan untuk memberikan akses air baku secara adil kepada seluruh
masyarakat untuk mendapatkan air agar dapat berperikehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.

Jaringan air baku untuk kebutuhan Kota Metropolitan dikembangkan untuk beberapa kecamatan secara
terpisah sesuai dengan perkembangan kebutuhan penyediaan air baku.

B. Metode Analisis Pra Kelayakan Infratruktur Jalan dan Jembatan

6 - 49
Infrastruktur jalan dalam sistem transportasi nasional maupun regional berperan penting antara lain
sebagai pendorong bagi pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah baik secara regional maupun
nasional. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan bertujuan untuk mendukung distribusi lalu
lintas barang maupun manusia dan membentuk struktur ruang wilayah. Jaringan jalan merupakan salah
satu moda sistem transportasi darat dalam menunjang pergerakan masyarakat dalam melakukan
aktifitas sehari-hari, sehingga sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan perekonomian,
pengembangan wilayah dan lain sebagainya perlu diimbangi dengan pertumbuhan jaringan jalan serta
penataan lalu lintas yang merupakan satu kesatuan terpadu dari semua jaringan jalan.

Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang No. 38 tahun 2008 tentang Jalan, bahwa sistem jaringan
jalan mempunyai peranan yang sangat penting , antara lain :

 Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi,
sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
 Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara.
 Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan dan mengikat
seluruh wilayah Republik Indonesia.

Peraturan dan Perundang-undangan Terkait

Dalam melaksanakan pembangunan jalan dan jalan harus mengacu pada peraturan dan perundang-
undangan yang belraku, antara lain:

1. Undang-Undang Republik Indonesia No 38 tahun 2004 tentang Jalan.


2. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
3. Undang-Undang Republik Indonesia No 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Sebagai acuan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
5. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan.
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2010 Tahun 2011 tentang Persyaratan
Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.
8. Peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

Sistem Jaringan Jalan

6 - 50
Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-
pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan
hierarki. Dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah No 34 tahun 2006 bahwa:

1. Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan
jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.
2. Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan
memperhatikan keterhubungan antarkawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan kawasan
perdesaan.

a) Sistem Jaringan Jalan Primer

Sistem jaringan yang berada di luar daerah perkotaan (rural area) yang terderi dari jalan arteri
primer, kolektor primer

1) Jalan arteri primer

Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional
atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Sistem jaringan jalan
primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua
simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut:
menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat
kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan menghubungkan antar pusat
kegiatan nasional.

Karakteristik Jalan Arteri Primer

Karakteristik jalan arteri primer adalah sebagai berikut:

 Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam
puluh) kilometer per jam (km/h);
 Lebar Ruang Manfaat Jalan minimal 11 (sebelas) meter;
 Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung
minimal 500 meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kapling luas lahan harus
di atas 1000 m2, dengan pemanfaatan untuk perumahan;
 Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang
sesuai dengan volume lalu lintas dan karakteristiknya;
 Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka
jalan, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain;

6 - 51
 Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya;
 Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya
dilengkapi dengan median (sesuai dengan ketentuan geometrik);
 Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi,
maka pada jalan arteri primer harus disediakan jalur lambat (frontage road) dan juga
jalur khusus untuk kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak, dll).
2) Jalan kolektor primer

Jalan kolektor primer adalah jalan yang dikembangkan untuk melayani dan
menghubungkan kota-kota antar pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal dan atau
kawasan-kawasan berskala kecil dan atau pelabuhan pengumpan regional dan pelabuhan
pengumpan lokal.

Ciri jalan kolektor primer

 Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.
 Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
 Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40
(empat puluh) km per jam.
 Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 (tujuh) meter
 Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan
masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter.
 Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
 Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang
sesuai dengan volume lalu lintas nya.
 Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume
lalu lintas rata-rata.
 Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan pada
jam sibuk.
 Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka
jalan, lampu lalu lintas dan lampu penerangan jalan.
 Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri
primer.
 Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya.

b) Sistem Jaringan Jalan Sekunder

6 - 52
Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan
perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer,
fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai
ke persil.

1) Jalan arteri sekunder

Jalan arteri sekunder adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi seefisien,
dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota. Didaerah
perkotaan juga disebut sebagai jalan protokol.

Ciri jalan arteri sekunder

 Jalan arteri sekunder menghubungkan:


- kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu.
- antar kawasan sekunder kesatu.
- kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
- jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.
 Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30
(tiga puluh) km per jam.
 Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter.
 Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
lambat.
 Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.
 Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan
melalui jalan ini.
 Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang
sesuai dengan volume lalu lintasnya.
 Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume lalu
lintas rata-rata.
 Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak
dizinkan pada jam sibuk.
 Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu
pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain.
 Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem
sekunder yang lain.
 Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya.

6 - 53
 Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan
kelas jalan yang lebih rendah.
2) Jalan kolektor sekunder

Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau
pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi, dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat
di dalam kota.

Ciri jalan kolektor sekunder

 Jalan kolektor sekunder menghubungkan:


- antar kawasan sekunder kedua.
- kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
 Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarken keoepatan rencana paling rendah 20
(dua puluh) km per jam.
 Lebar badan jalan kolektor sekunder tidak kurang dari 7 (tujuh) meter.
 Kendaraan angkutan barang berat tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah
pemukiman.
 Lokasi parkir pada badan jalan-dibatasi.
 Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.
 Besarnya lalu lintas harian rata-rata pads umumnya lebih rendah dari sistem primer
dan arteri sekunder.

Lalu Lintas

Lau lintas merupakan faktor utama dalam perencanaan pembangunan jaringan jalan dan
jembatan, sehingga terkait dengan lalu lintas antara lain :

a. Untuk perancangan geometri dan evaluasi manfaat ekonomi perlu diketahui besamya
volume lalu lintas sekarang dan prakiraan lalu lintas masa depan. Untuk perancangan
tebal perkerasan perlu keterangan tambahan mengenai jumlah dan berat dari
berbagai jenis kendaraan berat yang ada dalam arus lalu lintas tersebut.
b.Ada beberapa jenis lalu lintas yang mungkin terjadi di jalan yang sedang ditinjau, yaitu
lalu lintas normal (normal traffic), lalu lintas teralih (diverted traffic), lalu lintas alih
moda, lalu lintas terbangkit (generated traffic), lalu lintas yang merubah tujuan, dan
lalu lintas yang terpendam (suppressed traffic).
1) Lalu lintas normal adalah lalu lintas yang diharapkan tumbuh secara normal di
wilayah studi yang tidak dipengaruhi dengan adanya proyek.
2) Lalu lintas teralih merupakan pertambahan lalu lintas akibat beralihnya lalu
lintas dari rute lain yang paralel. Asal dan tujuan dari perjalanan tidak berubah.
Alihan ini terjadi karena alasan ekonomis, dimana para pelaku perjalanan akan

6 - 54
memperoleh manfaat dari berkurangnya biaya perjalanan akibat memanfaatkan
proyek.
3) Lalu lintas moda alih merupakan lalu lintas tambahan yang terjadi akibat
beralihnya perjalanan dari moda lain ke moda jalan. Asal dan tujuan dari
perjalanan tidak berubah, hanya modanya saja yang berubah. Alihan ini terjadi
karena alasan ekonomis, dimana para pelaku perjalanan akan memperoleh
manfaat dari mengalihkan moda perjalanan akibat adanya proyek.
4) Lalu lintas terbangkit merupakan lalulintras baru yang belum ada sebelumnya.
Bangkitnya perjalanan ini terjadi karena turunnya biaya perjalanan akibat
adanya proyek. Perjalanan yang sebelumnya tidak layak secara ekonomis
menjadi layak untuk dilaksanakan.
5) Lalu lintas yang merubah tujuan merupakan lalu lintas yang merubah tujuan
perjalanan akibat adanya proyek. Maksud dari perjalanan tidak berubah, hanya
tujuan yang berubah karena alasan ekonomis, dimana pada tujuan yang baru
maksud perjalanannya terpenuhi secara lebih ekonomis. Perjalanan untuk
berbelanja, berpariwisata, ataupun memperoleh bahan baku merupakan contoh
perjalanan yang dapat berubah tujuannya.
6) Lalu lintas yang terpendam merupakan lalu lintas yang sebelumnya tidak dapat
terjadi karena pelaku perjalanan kekurangan waktu. Akibat adanya proyek,
rnaka waktu perjalanan berkurang, dan sisa waktunya dipergunakan untuk
perjalanan baru.
c. Pertumbuhan lalu lintas dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan
penduduk dan pertumbuhan kepemilikan kendaraan. Prakiraan pertumbuhan lalu
lintas di awal periode rencana merupakan kombinasi dari pertumbuhan normal
dengan satu atau lebih jenis pertumbuhan lainnya. Setelah suatu periode awal,
keseluruhan lalu lintas akan tumbuh dengan suatu nilai pertumbuhan normal yang
baru, yang besarnya dapat saja lebih besar dari pertumbuhan normal sebelumnya.
d.Analisis lalu lintas menghasilkan LHR tahunan, baik untuk tahun dasar maupun untuk
tahun-tahun berikutnya selama umur rencana. LHR tahunan merupakan lalu lintas
harian rata-rata untuk waktu satu tahun; nilai ini dapat berbeda jauh dari LHR hari
kerja di daerah perkotaan, atau LHR akhir minggu di jalan antar kota yang melayani
lalu lintas pariwisata. LHR pada tahun dasar diperoleh dari pencacahan lalu lintas
selama beberapa hari penuh. Pencacahan lalu lintas dapat dilakukan secara manual
atau secara semi otomatik dengan penggunaan detector kendaraan, atau secara
otomatik penuh dengan alat pencacah elektronik. Kecukupan data survai akan
menentukan akurasi dari LHR tahun dasar yang dicari. Metoda penentuan LHR diatur
dalam pedoman pencacahan lalu lintas.

6 - 55
e. Karakteristik dari volume jam sibuk pada hari sibuk diwakili dengan suatu faktor k. Nilai
k ini tergantung pada karakteristik fluktuasi dalam waktu dari arus lalu lintas di
wilayah studi, dan besarnya resiko yang diambil untuk terlampauinya prakiraan nilai
rencana di tahun rencana. Nilai k diperoleh dari analisis data volume lalu lintas per
jam. Untuk pedoman umum besamya faktor k dapat dilihat pada pedoman berlaku.
Volume jam perencanaan (VJP) untuk volume lalu lintas arah diperoleh dari
hubungan empiris sebagai berikut :

VJP = k x LHR
dimana :
VJP = volume jam perencanaan;
k = faktor volume lalu lintas pada jam sibuk (% terhadap LHRT);
LHR = Lalu lintas harian rata-rata pada tahun rencana.
f. Lalu lintas dalam arah sibuk pada jam sibuk turut menentukan geometri dari
penampang jalan. Distribusi dalam jurusan sibuk dinyatakan dengan faktor SP yang
diperoleh dari analisis data volume lalu lintas. Untuk nilai patokan faktor SP dapat
dilihat pada pedoman yang berlaku.

VJP x SP
VJP dalam arah sibuk =
100

dimana :
VJP = volume jam perencanaan;
SP = distribusi dalam jurusan sibuk (directional split), %.
g. Prakiraan lalu lintas pada tahun-tahun berikutnya setelah tahun dasar diperoleh melalui
suatu model prakiraan. Model prakiraan tersebut dapat merupakan suatu
ekstrapolasi dari data historis, atau merupakan hasil proses perencanaan
transportasi yang lebih komprehensif. Proses perencanaan transportasi tersebut
setidaknya mengikuti kaidah yang lazim dalam teori perencanaan transportasi yang
terdiri atas:

1) Model bangkitan perjalanan (trip generation);

2) Model distribusi perjalanan (trip distribution);

3) Model pemilihan moda transportasi (modal split);

4) Model pembebanan lalu lintas (traffic assignment);

5) Pemodelan kebutuhan transportasi di wilayah studi, atau dengan menurunkan


kebutuhan akan transportasi dari suatu skenario masa depan.

Untuk kasus segmen jalan atau persimpangan seperti dalam pekerjaan ini, maka
umumnya prediksi kebutuhan pergerakan (lalu lintas) dilakukan melalui dua

6 - 56
pendekatan, yaitu pendekatan makro dan pendekatan mikro. Pendekatan makro
bertujuan untuk memperoleh arus secara umum yang masuk/keluar simpang
tinjauan serta pengaruhnya terhadap bagian jaringan lainnya, sedangkan pendekatan
mikro bertujuan untuk memperoleh arus mikro di simpang tinjauan.

Dalam studi ini akan digunakan model perencanaan transportasi empat tahap bagi
pendekatan makro, karena selain kemudahannya juga kemampuannya dalam
menggambarkan berbagai interaksi antara sistem transportasi jalan dan tata ruang di
wilayah studi. Secara umum model ini merupakan gabungan dari beberapa seri
submodel yang masing-masing harus dilakukan secara berurutan, yakni: bangkitan
perjalanan, sebaran perjalanan, pemilihan moda, pemilihan rute perjalanan. Struktur
umum konsep model perencanaan transportasi jalan empat tahap ini disajikan pada
Gambar 6.2

Data jaringan transportasi dan data sistem zona merupakan masukan utama
dalam model transportasi empat tahap. Data jaringan transportasi
merepresentasikan suplai dan kinerja jaringan transportasi di wilayah studi,
sedangkan data sistem zona merepresentasikan karakteristik tata ruang di wilayah
studi dan karakteristik sosio-ekonomi populasi yang ada di dalam tata ruang
tersebut. Interaksi antara kedua sistem tersebut akan menjadi bagian utama yang
dianalisis dalam model transportasi empat tahap.

Data sistem zona


Data jaringan Model bangkitan wilayah studi
transportasi perjalanan

Karakteristik populasi
Produksi perjalanan dan tata ruang zona
(trip ends) per zona
Biaya perjalanan antar
zona/aksesibilitas
Model sebaran
perjalanan

MAT antar zona


Karakteristik pelaku
Karakteristik moda
perjalanan
Model pemilihan
moda perjalanan

MAT setiap moda


Karakteristik rute/ruas

Model pembebanan
lalulintas jalan

Indikator lalu lintas


(arus, waktu, VCR)

6 - 57
Gambar 6-2 Alir Pemodelan Transportasi Empat Tahap untuk Prediksi Lalu Lintas
Makro

Model bangkitan perjalanan (orang dan barang) merupakan suatu bentukan


persamaan matematis yang merepresentasikan korelasi antara variabel sosio-
ekonomi wilayah studi dengan realitas transportasi atau lalu lintas (orang/barang)
saat ini, yang dapat diperoleh dari data OD Nasional. Atas dasar korelasi hubungan
tersebut dan prediksi perkembangan wilayah yang diperkirakan akan terjadi maka
kebutuhan perjalanan di masa yang akan datang dapat diramalkan.

Model bangkitan perjalanan yang paling sering digunakan dalam kajian transportasi
regional adalah model analisis regresi multi linier, dimana kebutuhan perjalanan (trip
generation/attraction) sebagai variabel terikat akan dikorelasikan dengan sejumlah
data sosio-ekonomi sebagai variabel bebasnya, misalnya: jumlah penduduk per zona,
jumlah luas lantai perkantoran/perdagangan/industri, dan lain sebagainya. Bagan
alir proses pemodelan bangkitan perjalanan disampaikan pada Gambar 6.3

Perubahan Variabel
Variabel sosio-
sosio-ekonomi y.a.d
ekonomi

Model Regresi MODEL BANGKITAN


Linear PERJALANAN

Trip ends Tahun


Dasar Prediksi Permintaan
Perjalanan y.a.d

Gambar 6-3 Proses Pemodelan Bangkitan Perjalanan

Model sebaran perjalanan dilakukan untuk memperoleh MAT (Matriks Asal Tujuan)
perjalanan dari tata ruang/zona di wilayah studi, di mana data bangkitan perjalanan
setiap zona (trip ends) sudah diperoleh dari tahap model bangkitan perjalanan (trip
generation) sebelumnya. Data awal asal tujuan untuk wilayah studi dapat diprediksi
berdasarkan data penduduk dan ketenagakerjaan yang kemudian digunakan sebagai

6 - 58
matriks dasar (prior matrix) dan diasumsikan mencerminkan pola perjalanan di
wilayah studi.

Untuk mendapatkan MAT Tahun tinjauan, maka dilakukan prediksi sesuai dengan
data lalu lintas terakhir yang dikumpulkan dari survey primer untuk moda
transportasi jalan. Selanjutnya, dengan data MAT Tahun tinjauan ini dibentuk model
prediksi MAT di tahun yang akan datang dengan pendekatan model Gravity ataupun
Furness yang kemungkinan besar cocok untuk kondisi wilayah studi.

Proses pemodelan untuk sebaran perjalanan guna mendapatkan MAT dasar dan
prediksinya di masa datang disampaikan pada Gambar 6.4

Data Lalulintas Model Bangkitan


Prior Matrix (MAT Tahun Dasar Perjalanan
awal)

MAT Prediksi Bangkitan


Tahun Dasar Perjalanan (trip
Karakteristik ends) Masa Depan
Jaringan
Transportasi
Jalan
Model Gravity/
Fumess

MAT Prediksi

Kalibrasi Model Sebaran Proses Prediksi


Perjalanan MAT

6 - 59
Gambar 6-4 Model Sebaran Perjalanan untuk Prediksi MAT Wilayah Studi

Model pemilihan moda secara umum tidak dibentuk dalam studi ini, mengingat
tinjauannya yang dalam lingkup kota dan pengaruh moda lain selain jalan dapat
diabaikan. Dalam proses analisis selanjutnya, moda lain selain jalan akan dilihat
keterpaduannya secara kualitatif dan kuantitaf melalui besaran kinerja yang
ditetapkan.

Pemodelan pemilihan rute atau sering juga disebut dengan pembebanan jaringan
jalan akan dilakukan dengan software SATURN di mana MAT moda jalan akan
didistribusikan ke ruas jalan. Struktur model pembebanan dalam SATURN
disampaikan pada Gambar 6.5

MAT Perjalanan Data Jaringan


I
n
p
u
t
Pemilihan Rute

Arus, Kecepatan, Waktu O


u
t
p
Analisis u
t

Gambar 6-5 Struktur Umum Model Pemilihan Rute pada SATURN

6 - 60
Hasil pemodelan jaringan berupa indikator lalu lintas (arus lalu lintas, kecepatan,
waktu perjalanan, V/C) dianalisis lebih lanjut dengan model biaya dan model nilai
waktu untuk mendapatkan besaran ekonomi berupa biaya perjalanan, penggunaan
nilai waktu, dan biaya operasi kendaraan.

Aspek Teknis Jalan

Dala perencanaan pembangunan jalan, beberapa aspek yang perlu diperhatikan,


antara lain :

1. Topografi

Peta topografi diperlukan dalam penentuan trase dan prakiraan biaya proyek,
yang berkaitan dengan kondisi eksisting, kemungkinan pengadaan tanah,
ralokasi penduduk, kondisi topografi (datar, berbukit atau pegunungan), jenis
bangunan pelengkap, jembatan dan lain-lain.

2. Geometrik Jalan

Beberapa tinjauan geometrik jalan yang perlu diperhatikan :

a. Topografi, klasifikasi jalan, volume lalu lintas, kecepatan


b. Jalur lalu lintas dan kemiringan melintang (camber) dan bahu jalan
c. Jarak pandangan henti dan jarak pandangan menyiap
d. Alinyemen horisontal : R, superelevasi, V, bagian peralihan, pelebaran pada
tikungan
e. Alinyemen vertikal : landai max, panjang kritis kelandaian, jalur pendakian,
lengkung vertikal
f. Persimpangan sebidang : kontrol pengendalian lalu lintas, kecepatan
alinyemen dan konfigurasi, jarak antar persimpangan, R minimal, potongan
melintang, pergeseran jalur, pembagian jalur belok dan lurus
3. Geologi dan Geoteknik
a. Konstruksi jalan dan jembatan meneruskan beban ke tanah. Sepanjang
suatu koridor jalan kondisi geologi dan geoteknik dapat bervariasi. Jenis
tanah dasar dapat dikelompokkan menurut karakteristik geologi agar
penyelidikan geoteknik dapat dilakukan secara terstruktur dan efisien.
Dengan demikian ruas jalan terbagi atas beberapa segmen yang homogen
secara geoteknik.
b. Masing-masing jenis tanah perlu diteliti daya dukungnya. Bila konstruksi
jalan akan berada pada galian, maka daya dukung tanah yang dipakai
adalah yang berada pada elevasi rencana. Bila konstruksi akan berada pada

6 - 61
timbunan, maka daya dukung dari tanah timbunan perlu ditentukan sesuai
jenis tanah timbunan yang diusulkan.
c. Untuk jalan antar kota yang baru, analisis geologi dan geoteknik perlu
dilakukan lebih mendalam sehubungan dengan kondisi geologi kawasan,
pekerjaan tanah, lokasi jembatan, ketersediaan bahan bangunan (quarry),
dan pertimbangan lainnya, yang akan mempengaruhi aspek biaya
pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan.
d. Tanah dasar yang lembek mungkin perlu penanganan khusus berupa
stabilisasi dengan bahan tambahan, atau melalui konsolidasi dengan
mengeluarkan air tanah. Tanah lembek dalam jumlah terbatas dapat
dibuang dan diganti dengan tanah urugan yang lebih baik. Pemilihan
penanganan tergantung pada aspek pembiayaan. Secara keseluruhan biaya
pekerjaan tanah dapat merupakan bagian yang signifikan dari biaya
konstruksi total.
e. Untuk jalan perkotaan, analisis geologi tidak terlalu menentukan lagi
karena kondisinya sudah dikenal.
f. Daya dukung tanah dasar untuk keperluan perhitungan konstruksi
perkerasan dinyatakan dalam nilai CBR. Penyelidikan untuk nilai CBR harus
dilakukan dalam jumlah yang cukup, sehingga mewakili masing-masing
segmen homogen secara signifikan.
g. Untuk keperluan perhitungan pondasi jembatan, penyelidikan tanah perlu
dilakukan ke arah bawah sampai mencapai tanah keras.
4. Perkerasan Jalan

Perencanaan perkerasan jalan terdiri atas :

a. Perencanaan Perkerasan Lentur (flexible pavement)


b. Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid pavement)

Pemilihan tipe dan pemilihan material perkerasan didasarkan pada


pertimbangan:

 Ekonomi
 Kondisi setempat
 Tingkat kebutuhan
 Kemampuan pelaksanaan
 Syarat teknis
5. Struktur Jembatan

Perencanaan jembatan terdapat beberapa aspek penunjang yang mempengaruhi


tahap-tahap perencanaannya, diantara aspek-aspek tersebut antara lain :

6 - 62
 Aspek topografi
 Aspek lalu lintas
 Aspek Hidrologi
 Aspek Geoteknik
 Aspek pemilihan tipe jembatan
 Aspek Struktural
 Aspek Perencanaan Bangunan Atas
 Aspek Perencanaan Bangunan Bawah
 Aspek pendukung

Penanganan Jalan dan jembatan

Dalam penanganan jalan dan jembatan dapat dikategorikan dalam 3 (tiga)


kategori, antara lain :

a. Pekerjaan Pemeliharaan

Penanganan pada jalan dalam kondisi baik sampai sedang harus


mendapatkan pekerjaan pemeliharaan, baik berupa pemeliharaan rutin
maupun berkala sesuai dengan tingkat kerusakannya.

b. Pekerjaan Peningakatan

Penanganan ini untuk menangani ruas-ruas jalan dalam kondisi rusak


sampai rusak berat, serta ruas jalan yang tidak mantap secara kapasitas.

c. Pembangunan Baru

Pembangunan ruas jalan atau jembatan baru sesuai dengan kebutuhan


berdasarkan hasil kajian sebelumnya.

Pra Studi Kelayakan Jalan dan Jembatan

Kegiatan pra studi kelayakan merupakan tindak lanjut dari rekomendasi


formulasi kebijakan berupa altematif solusi yang dihasilkan. Pra Studi kelayakan
merupakan bagian akhir dari tahapan evaluasi kelayakan proyek, untuk menilai
tingkat kelayakan suatu alinyemen pada koridor yang terpilih dan untuk
menajamkan analisis kelayakan bagi beberapa alternatif yang diusulkan. Proyek
jalan yang memerlukan studi kelayakan harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :

6 - 63
a. Menggunakan dana publik yang cukup besar dan atau proyek yang penting
dan strategis berdasarkan kebijakan publik;
b. Mempunyai sifat ketidakpastian dan resiko cukup tinggi;
c. merinci pekerjaan yang dihasilkan dalam studi kelayakan yang mempunyai
indikasi kelayakan yang tinggi;
d. Proyek memerlukan penajaman dalam rencana, melalui pembandingan dua
atau lebih altematif solusi yang unggul;
e. Proyek memerlukan indikator kelayakan yang lebih teliti;
f. atau berdasarkan keinginan pemberi kerja, dan lain-lain.

A. Lingkup dan Hasil Kegiatan Studi Kelayakan

Lingkup kegiatan studi kelayakan, meliputi:

a. Formulasi kebijakan perencanaan yang meliputi kajian terhadap


kebijakan dan sasaran perencanaan, lingkungan dan penataan ruang,
serta pengadaan tanah;
b. Kajian terhadap kondisi eksisting pada wilayah studi;
c. Pengambilan data fisik, ekonomi dan lingkungan;
d. Prediksi hasil analisis kuantitatif untuk setiap altematif solusi;
e. Kajian penggunaan alternatif teknologi dan standar yang berkaitan
dengan kebutuhan proyek;
f. Studi komparasi alternatif solusi pada koridor yang terpilih dalam
studi kelayakan.

Hasil kegiatan pra studi kelayakan meliputi:

a. Formulasi sasaran proyek;


b. Merupakan urutan unggulan, atas dasar indikator kelayakan yang teliti
dari alternatif solusi yang distudi, sebagai masukan bagi pihak
pengambil keputusan;
c. Penajaman rencana dan rekomendasi alinyemen yang cocok, serta
standar-standar yang akan digunakan;
d. Rekomendasi waktu optimum (timing optimum) dan program
konstruksi;
e. Rekomendasi investigasi lingkungan dan sosial;
f. Kerangka acuan analisis mengenai dampak lingkungan hidup
(AMDAL), jika dibutuhkan atau upaya pengelolaan lingkungan hidup
(UKL) – upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL);

6 - 64
g. Kebutuhan survai untuk detailed engineering design (DED);
h. Estimasi biaya.

B. Pendekatan Analisis Kegiatan Studi Kelayakan

Metode pendekatan analisis yang digunakan dalam studi kelayakan ada 2


cara, yaitu:

a. Metode before and after project


b. Metode with and without project

Metode yang lazim digunakan adalah metode with and without project.
Sehingga dalam pedoman ini menggunakan metode pendekatan
pembandingan kondisi dengan proyek (with project) dan tanpa proyek
(without project), dan atas dasar pendekatan kebijakan publik atau
pendekatan economic analysis. Pendekatan dengan proyek (with project)
diasumsikan sebagai suatu kondisi, dimana diperlukan suatu
investasi/proyek yang besar, yang dilaksanakan untuk meningkatkan
kapasitas maupun struktur jalan. Sedangkan untuk pendekatan tanpa
proyek (without project) diasumsikan sebagai suatu kondisi, dimana tidak
ada investasi/proyek yang dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas
maupun struktur jalan, kecuali untuk mempertahankan fungsi pelayanan
jalan, yaitu berupa pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala.

Tahapan analisis yang dilakukan, antara lain :

a. Merumuskan sasaran proyek jalan dan Jembatan, memonitoring dan


mengevaluasi manfiaat proyek dimasa mendatang yang merujuk pada
sasaran studi ini;
b. Merumuskan satu atau lebih alternatif solusi yang potensial;
c. Melakukan analisis ekonomi untuk memperoleh atau membandingkan
kelayakan ekonomi dari seluruh altematif solusi;
d. Melakukan analisis kelayakan menyeluruh yang menggabungkan hasil
analisis ekonomi dengan aspek non ekonomi yang relevan.

C. Periode Analisis dan Aspek Yang Ditinjau

Periode analisis yang digunakan dalam pra studi kelayakan adalah 10-25
tahun, atau sesuai dengan rencana tata ruang dari wilayah studi, dengan
aspek yang ditinjau meliputi :

a. Aspek teknis

6 - 65
b. Aspek lingkungan dan keselamatan
c. Aspek ekonomi
d. Aspek lain-lain

D. Ketentuan Teknis
1. Kajian Tentang Kebijakan dan Sasaran Perencanaan

Kebijakan dan sasaran perencanaan dalam studi kelayakan adalah


sebagai berikut :

a. Kebijakan dan sasaran perencanaan umum dari proyek perlu


memperhatikan hasil dari studi kelayakan.
b. Atas dasar kebijakan dan sasaran perencanaan perlu ditetapkan
fungsi dan kelas jalan, serta ketentuan parameter perencanaan
jalan, seperti kecepatan rencana, tingkat kinerja (level of
pertormance) arus lalu lintas, dan pembebanan jembatan.
c. Dengan adanya ketidakpastian dan resiko yang tinggi, dapat
diusulkan untuk melaksanakan pembangunan secara bertahap,
dengan demikian ada peluang untuk memodifikasi ketentuan
perencanaan di paruh waktu.
d. Awal suatu proyek tidak harus berlangsung secepat mungkin
karena penundaan dari awal suatu proyek biasanya dapat
meningkatkan suatu manfaat proyek dalam perhitungan
kelayakan ekonomi.

2. Kajian Tentang Lingkungan dan Tata Ruang


a. Jalan dan lalu lintas yang melewatinya, harus dapat diterima oleh
lingkungan di sekitamya, baik pada waktu pengoperasian,
maupun pada waktu pembangunan dan pemeliharaan, misalnya:
- alternatif rute tidak melalui daerah konservasi;
- alternatif rute tidak menimbulkan dampak yang besar pada
lingkungan sekitarnya;
- dampak sosial dan pengadaan tanah perlu untuk
diantisipasi;
- mendukung tata ruang dari wilayah studi.
b. Berbagai aspek lingkungan akibat pelaksanaan jalan dan
jembatan telah teridentifikasi pada studi kelayakan, hasilnya
perlu diformulasikan kembali secara lebih teliti atas dasar
analisis data primer yang lebih rinci.

6 - 66
c. Biaya yang diperlukan untuk menanggulangi masalah lingkungan
perlu diidentifikasi dan dirinci, karena akan menjadi salah satu
komponen biaya pada analisis ekonomi.
d. Penilaian atas kesesuaian lahan/tanah dan tata guna lahan/tanah,
serta rencana pengembangan wilayah, harus dipenuhi dalam
upaya menghasilkan rekomendasi dan keputusan pembangunan
jalan dan jembatan, selain itu, kaitannya dengan pengadaan tanah
yang tidak dapat terlepas dari adanya pertimbangan kesesuaian
lahan/tanah dan tata guna lahan/tanah yang telah dituangkan
dan ditetapkan dalam rencana umum tata ruang (RUTR).
e. Peran dari jalan harus mendukung tata guna lahan/tanah dari
kawasan studi secara efisien, dimana:
- jalan merupakan bagian dari sistem jaringan jalan yang
tersusun dalam suatu tingkatan hirarki;
- sistem jaringan jalan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari istem transportasi di wilayah studi;
- sistem jaringan jalan dan tata guna lahan/tanah dari wilayah
studi membentuk satu sistem transportasi dan tata guna
lahan/tanah yang efisien.

3. Kajian Tentang Pengadaan Tanah


a. Pengadaan tanah merupakan langkah awal kegiatan pelaksanaan
konstruksi jalan dan jembatan, dalam pelaksanaannya tidak
mudah dan membutuhkan waktu, serta pelaksanaannya
seringkali sangat merugikan masyarakat.
b. Lahan/tanah arus dapat dibebaskan sesuai dengan kebutuhan
akan Rumija pada afternatif solusi yang terpilih. Dalam
pelaksanaannya, pengadaan tanah seringkali melebih Rumija
yang direncanakan karena adanya sedikit sisa lahan/tanah yang
terpaksa harus dibebaskan juga.
c. Luas Rumija yang dibutuhkan dan estimasi biaya pengadaan
tanah menurut klasifikasi lahan/tanah dan bangunan perlu
dihitung, karena akan menjadi salah satu komponen bagi
perhitungan biaya proyek.
d. Pengadaan tanah harus sudah selesai pada tahap awal
pelaksanaan konstruksi, sehingga serah terima lapangan (site
handover) kepada pihak kontraktor dapat dilaksanakan.

6 - 67
e. Tanah yang diperuntukkan bagi proyek jalan dan jembatan
dibebaskan melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan
dan perundangan yang berlaku dengan mempertimbangkan
kriteria/faktor tata guna lahan/tanah dan kesesuaian
lahan/tanah. Estimasi biaya pengadaan tanah disesuaikan dengan
Keppres Nomor 55/1993 dan keputusan Kepala Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 0111994, serta kebijakan
pemukiman kembali yang didasarkan pada kepadatan penduduk,
luas pengadaan tanah serta prosentasi keluarga yang setuju
untuk dipindahkan, atau mengikuti pedoman pengadaan tanah
untuk pembangunan jalan yang dikeluarkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum.
f. Kegiatan yang berpengaruh besar terhadap pengadaan tanah,
meliputi:
1) penetapan tanggal permulaan yang tepat untuk pekerjaan-
pekerjaan konstruksi;
2) penetapan dan perhitungan biaya-biaya proyek;
3) kebijakan dan regulasi pemerintah kaitannya dengan
pertanahan dan pengadaan tanah.
4. Formulasi Alternatif Solusi
a. Beberapa alternatif solusi yang potensial dari hasil studi
kelayakan diformulasikan, untuk dilakukan studi secara lebih
teliti. Alternatif solusi tersebut harus sudah memenuhi kebijakan
dan sasaran perencanaan dari proyek, dapat dilaksanakan secara
teknis, dan dalam aspek lingkungan tidak ada kendala.
b. Alternatif solusi harus sudah memperhatikan karakteristik
rancangan geometri, sesuai dengan fungsi dan kelas jalan yang
diusulkan, misalnya sehubungan dengan kelandaian alinyemen
dan jari-jari tikungan minimum.
c. Alternatif solusi yang baik secara ekonomi adalah yang
mempunyai biaya transportasi total yang minimal, artinya bahwa
total biaya pelaksanaan, pemeliharaan dan pengoperasian dari
jalan dan jembatan adalah sekecil mungkin, misalnya:
1) rute lebih pendek dengan biaya pelaksanaan tinggi dapat
menjadi altematif yang layak secara ekonomis;
2) rute panjang dengan biaya pelaksanaan yang lebih rendah
belum tentu merupakan alternative yang paling layak secara
ekonomis;

6 - 68
3) Untuk pembangunan yang bertahap, alinyemen horisontal
dan vertikal jalan sudah harus sesuai dengan kelas jalan dan
kecepatan rencana yang diinginkan. Adalah sulit untuk
merubah alinyemen di kemudian hari. Untuk pembangunan
bertahap, tahap awal dapat berupa badan jalan yang lebih
sempit, atau tebal perkerasan yang belum mencakup
pembebanan sampai akhir umur rencana.

E. Aspek Kelayakan

Pembangunan jalan dan jembatan harus memperhatikan beberapa aspek


yang dapat menentukan kelayakan pembangunan yang akan dilaksanakan.
Aspek-aspek tersebut antara lain :

a. Aspek Teknis

Pembangunan jalan dan jembatan harus memenuhi berbagai


persyaratan teknis yang yang telah ditentukan dan berlaku di
Indonesia. Dimana secara teknis harus memenuhi persyaratan
topografi, geometrik, geologi dan geoketnik, perkerasan, struktur dan
lainnya.

b. Aspek Lingkungan

Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan akan berdampak


terhadap lingkungan, baik lingkungan biologi, fisika dan kimia, serta
lingkungan sosial, ekonomi dan budaya. Dalam pelaksanaannya
penanganan lingkungan adalah bagaimana meminimalisir dampak
negatif yang ditimbulkan dari pembangunan jalan dan jembatan
tersebut.

Terkait dengan lingkungan, berhubungan dengan keselamatan jalan


yang perlu diperhatikan penanganan apa yang diperlukan, seperti
marka jalan, rambu, PJU dan lainnya sehingga resiko kecalakaan dapat
dihindari.

c. Aspek Pengembangan wilayah

Dalam kaitannya dengan transportasi maka analisis pengembangan


wilayah sangat penting untuk dilakukan, dimana setiap perubahan
dalam wilayah akan mempengaruhi tata ruang dan faktor sosio-
ekonomi yang akan secara signifikan mempengaruhi pola dan besar
permintaan perjalanan di wilayah studi, dan demikian juga sebaliknya.

6 - 69
Terdapat dua pendekatan teknik proyeksi faktor sosio ekonomi yang
umum digunakan dalam studi transportasi, yakni proyeksi
berdasarkan kecenderungan data di beberapa tahun ke belakang dan
proyeksi berdasarkan pola yang ingin dituju sesuai dengan program
pembangunan yang dicanangkan di masing-masing wilayah
administrasi yang ada di dalam wilayah studi.

d. Aspek Ekonomi
1) Biaya-Biaya Proyek

Komponen-komponen biaya dalam suatu proyek antara lain:

a. Biaya Pengadaan Tanah

Tanah yang diperuntukkan bagi proyek jalan dan jembatan


dibebaskan melalui mekanisrne yang sesuai dengan
peraturan dan perundangan yang berlaku dengan
mempertimbangkan kriteria/faktor tata guna lahan/tanah
dan kesesuaian lahan/tanah. Estimasi biaya pengadaan
tanah disesuaikan dengan Keppres Nomor 55/1993,
Peratunan Kepala BPN Nomor 1/1994 dan Pedoman
Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan yang
dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

b. Biaya Administrasi dan Sertifikasi

Besamya biaya administrasi dan sertifikasi disesuaikan


dengan kebutuhan, dan wilayah studi, serta pertimbangan
sumber pendanaan.

c. Biaya Perancangan

Biaya perancangan rneliputi biaya-biaya studi dan


penyiapan detailed engineering design (DED). Besar
anggaran biaya desain disesuaikan dengan kebutuhan dan
sumber pendanaan.

d. Biaya Konstruksi
 Biaya konstruksi
 Untuk rincian pokok-pokok pembiayaan dapat dilihat
pada spesifikasi umum pekerjaan jalan dan jembatan.
 Untuk keperluan analisis ekonomi, komponen biaya
konstruksi adalah biaya ekonomi, atau tanpa
komponen pajak.

6 - 70
 Untuk keperluan membuat owners estimate komponen
biaya konstruksi termasuk komponen pajak. Ini adalah
harga yang diperkirakan menjadi harga penawaran dari
calon kontraktor.
 Harga penawaran dari kontraktor adalah atas dasar
harga satuan yang berlaku pada saat penawaran. Untuk
pekerjaan jangka panjang ada kemungkinan harga
barang bangunan akan berubah. Kenaikan harga satuan
dapat diliputi dengan perhitungan eskalasi, sesuai
dengan pedoman yang berlaku.
e. Biaya Supervisi

Kegiatan supervisi atau pengawasan pekerjaan adalah untuk


pengendalian terhadap mutu dan volume pekerjaan, dan
alokasi dana pelaksanaan fisik. Besaran anggaran biaya
supervisi disesuaikan dengan kebutuhan dan lokasi
pelaksanaan fisik, serta pertimbangan sumber pendanaan.

f. Komponen Bukan Biaya Proyek

Biaya-biaya berikut berhubungan langsung dengan proyek


jalan dan jembatan, tetapi tidak diperhitungkan sebagai
komponen biaya dalam analisis ekonomi, yaitu:

 biaya operasi kendaraan dari lalu lintas berhubungan


langsung dengan adanya proyek. Selisih total biaya
operasi kendaraan antara kondisi dengan proyek (with
project) dan kondisi tanpa proyek (without project)
diperhitungkan sebagai manfaat proyek.
 biaya pemeliharaan jalan berhubungan langsung
dengan lalu lintas yang membebani jalan. Selisih total
biaya pemeliharaan jalan antara kondisi dengan proyek
(with project) dan kondisi tanpa adanya proyek
(without project) diperhitungkan sebagai manfaat
proyek.
 nilai dari waktu perjalanan berhubungan langsung
dengan penghematan waktu perjalanan karena adanya
proyek. Selisih total nilai waktu perjalanan antara
kondisi dengan proyek (with project) dan kondisi tanpa
proyek (without proiect) dirhitungkan sebagai manfaat
proyek.

6 - 71
 biaya kecelakaan lalu lintas berhubungan langsung
dengan lalu lintas yang melewati jalan. penurunan
biaya kecelakaan, yang menggambarkan peningkatan
dalam keselamatan, akibat adanya proyek
diperhitungkan sebagai manfaat dari proyek.
g. Nilai Sisa Konstruksi

Ada konstruksi, seperti perkerasan kaku misalnya, yang


pada akhir periode studi masih mempunyai nilai sisa
(salvage value) yang signifikan, karena mempunyai umur
rencana yang lebih panjang. Agar perhitungan biaya
konstruksinya dapat dilakukan secara adil terhadap
alternatif lain, maka pada akhir periode studi perlu
ditentukan umur sisa dari konstruksi, berikut nilai
ekonomisnya. Nilai sisa konstruksi ini menjadi biaya yang
negatif dalam perhitungan kelayakan ekonomi.

2) Manfaat Proyek

a) Penghematan Blaya Operasi Kendaraan

 Proyek pembangunan jalan akan menyebabkan


perubahan dalam kondisi jalan dan lalu lintas.
Perubahan ini akan mengakibatkan perubahan dalam
BOK. Penurunan dalam BOK antara kondisi tanpa
proyek (without project) dan dengan proyek (with
project) diperhitungkan sebagai manfaat dari proyek.

 Kondisi lalu lintas bervariasi sepanjang hari, dan


sebagai akibatnya BOK juga dapat bervariasi sepanjang
hari. Untuk memudahkan perhitungan, dapat dilakukan
pembagian hari atas periode waktu dengan kondisi lalu
lintas yang homogen, seperti periode sibuk pada waktu
pagi dan sore hari, dan periode non sibuk pada waktu
lainnya. Pembagian dan jumlah periode ini tergantung
dari fluktuasi dalam arus lalu lintas, dan apakah
proyeknya terletak di kawasan perkotaan ataupun

6 - 72
antarkota. Perhitungan BOK dilakukan secara terpisah
untuk masing-masing periode homogen.

 Biaya operasi kendaraan terdiri atas biaya


tetap/standing cost dan biaya tidak tetap (running cost).
Karena yang diperhitungkan sebagai manfaat proyek
adalah selisih dalam BOK, maka yang perlu dihitung
adalah biaya tidak tetap saja, baik untuk kondisi dengan
proyek (with project) maupun untuk kondisi tanpa
proyek (without project).

 BOK tidak tetap terutama terdiri atas komponen-


komponen sebagai berikut :

- konsumsi bahan bakar, yang dipengaruhi oleh


jenis kendaraan, Kelandaian jalan, kecepatan
operasi, dan kekasaran permukaan jalan;

- konsumsi minyak pelumas, yang dipengaruhi oleh


jenis kendaraan dan kekasaran permukaan jalan;

- pemakaian ban, yang dipengaruhi oleh kecepatan


operasi dan jenis kendaraan;

- biaya pemeliharaan kendaraan, yang meliputi


suku cadang dan upah montir, yang dipengaruhi
oleh jumlah pemakaian dan kondisi permukaan
jalan. Perhitungan besarnya BOK yang tidak tetap
dilakukan sesuai pedoman BOK yang telah
dikeluarkan dan ditetapkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum.

 Perubahan BOK akibat pembangunan jalan dihitung


untuk seluruh jaringan jalan yang berpengaruh, yang
meliputi proyek pembangunan jalan dan jembatan, dan
jaringan jalan disekitamya.

b) Penghematan Nilai Waktu Perjalanan

 Penghematan nilai waktu perjalanan diperoleh dari


selisih perhitungan waktu tempuh untuk kondisi
dengan proyek (with project) dan tanpa proyek
(without project)

6 - 73
 Nilai waktu yang digunakan dapat ditetapkan dari hasil
studi nilai waktu yang menggunakan metode
produktivitas, stated preference atau revealed
preference.

- metode produktivitas adalah metode penetapan


nilai waktu yang menggunakan nilai rata-rata
penghasilan atau product domestic regional bruto
(PDRB) per kapita per tahun yang dikonversi ke
dalam satuan nilai moneter per satuan waktu yang
lebih kecil, rupiah perjam:

- metode stated preference adalah nilai waktu yang


diperoleh melalui wawancara individu untuk
kondisi hipotetikal tentang berbagai skenario
waktu dan biaya perjalanan.

- metode revealed preference adalah nilai waktu


yang diperoleh dari kenyataan pilihan perjalanan
yang terjadi dan dikaitkan dengan biaya
perjalanan yang ada.

 Perkiraan waktu tempuh perjalanan (travel time) pada


tahun dasar untuk berbagai jenis kendaraan diperoleh
melalui survai lapangan menggunakan manual yang
ada.

 Penghematan waktu perjalanan dihitung untuk seluruh


jaringan jalan yang terpengaruh, yang meliputi proyek
pembangunan jalan dan jembatan, dan jaringan jalan di
sekitarnya.

c) Penghematan Biaya Kecelakaan

 Penghematan biaya kecelakaan diperoleh dari selisih


perhitungan biaya kecelakaan pada kondisi dengan
proyek (with project) dan tanpa proyek (without
project).

 Perhitungan besaran biaya kecelakaan dapat


menggunakan pedoman perhitungan biaya kecelakaan
yang telah dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum.

6 - 74
 Besaran biaya kecelakaan dihitung berdasarkan jumlah
kecelakaan dan biaya satuan kecelakaan yang
diklasifikasikan dalam:

- kecelakaan dengan korban mati;

- kecelakaan dengan korban luka berat;

- kecelakaan dengan korban luka ringan;

- kecelakaan dengan kerugian materi.

d) Reduksi Perhitungan Total Penghematan Biaya

Dengan mempehatikan kurva permintaan (demand curve)


total manfaat untuk lalu lintas normal dihitung penuh,
sedangkan lalu lintas terbangkit diperhitungkan sebesar:

1
2
x selisih biaya x volume lalu lintas terbangkit

Untuk lebih jelasnya, kurva permintaan (demand curve)


dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :

Gambar 6-6 Kurva Permintaan (DemandCurve)

e) Pengembangan Ekonomi (Producer Surplus dan


Consumer Surplus)

6 - 75
 Kegiatan ini untuk mengkaji dan mengetahui adanya
pusat pertumbuhan pada suatu lokasi yang dapat
memacu tumbuhnya bangkitan pergerakan, sehingga
pengembangan jaringan jalan sebagai sarana
perhubungan sangat dibutuhkan bagi perkembangan
suatu daerah. Kegiatan kajian terhadap pengembangan
ekonomi, meliputi:

- kajian terhadap tingkat aksesibilitas yang dapat


diukur dari besar kecilnya aliran pergerakan
penduduk antar wilayah;

- keberadaan sistem transportasi yang ditunjang oleh


kelengkapan prasarana dan sarana perhubungan,
baik regional maupun lokal.

 Analisis producer surplus merupakan salah satu


parameter penilai/evaluasi kelayakan proyek. Dalam hal
ini kriteria manfaat (benefit) yang digunakan adalah
semua surplus yang dinikmati oleh produsen barang dan
jasa yang dijual dan tercakup dalam daerah pengaruh
proyek. Pendekatan ini mengacu pada keadaan dimana
volume lalu lintas rendah yang mengakibatkan
kurangnya justifikasi surplus konsumen. Keuntungan
akibat perubahan volume dan biaya transport sangat
bergantung pada besamya keuntungan akibat perubahan
harga produksi lokasi produksi.

 Konsep pendekatan consumer surplus adalah dengan


menghitung pengurangan harga yang dikeluarkan oleh
konsumen untuk memperoleh/menggunakan produk
tertentu. Selisih harga awal dengan harga baru yang
harus dikeluarkan merupakan penghematan (saving)
bagi konsumen, sementara itu sesuai dengan fungsi
deman-nya maka akan terdapat penambahan volume,
sehingga manfaat total adalah perkalian jumlah volume
baru dengan selisih harga yang terjadi.

 Pada umumnya kedua konsep pendekatan ini digunakan


untuk perencanaan jalan antar kota (inter urban).

6 - 76
f) Penghematan Dalam Pemeliharaan Jalan (maintenance
benefit)

Pembangunan suatu inftastruktur baru atau peningkatan


terhadap infrastruktur yang ada dapat memberikan
kontribusi keuntungan berupa penghematan biaya
pemeliharaan infrastruktur pada keseluruhan jaringan. Hal
ini terjadi karena adanya perpindahan pengguna
infrastruktur lama kepada infrastruktur baru atau
infrastruktur yang ditingkatkan, sehingga beban
infrastruktur lama menurun. Selain itu biaya pemeliharaan
dari jalan hasil pembangunan adalah relatif lebih murah.

g) Aspek Lainnya

Aspek lain-lain meliputi aspek non ekonomi yang dapat


mempengaruhi kelayakan proyek secara keseluruhan.
Aspek-aspek ini dapat diperhitungkan pada waktu
menentukan rekomendasi akhir dari studi ini melalui suatu
metoda multi kriteria, antara lain:

 Suatu ruas jalan baru dapat meningkatkan kehandalan


jaringan jalan karena merupakan altematif rute,
seandainya terjadi suatu penutupan yang tidak dapat
dihindari pada jaringan jalan. Dengan demikian jalur
baru ini sebenamya mempunyai nilai strategis yang
perlu diperhitungkan;

 Suatu jalan baru dapat merupakan prasarana yang juga


dibutuhkan dalam sistem pertahanan dan keamanan
Negara. Manfaat ini tidak dinikmati sehari-hari tetapi
dapat merupakan manfaat yang sangat besar dalam
kondisi tertentu. Perihal ini perlu dipertimbangkan
dalam menentukan kelayakan akhir dari suatu jalan;

 Demi untuk pemertaan pembangunan, maka proyek-


proyek tidak hanya dikonsentrasikan pada wilayah
tertentu saja. Suatu proyek dengan kelayakan lebih
rendah dapat juga diberi prioritas;

Ketersediaan dana pembangunan, mungkin saja lebih kecil


dari biaya proyek.

h) Analisis Kelayakan Ekonomi

6 - 77
1. Gambaran Umum Evaluasi Kelayakan Ekonomi

a. Secara garis besar evaluasi kelayakan ekonomi


yang dilakukan, meliputi:

1) analisis ekonomi, terdiri atas:

- Benefit Cost Ratio (BCR);

- Net Present Value (NPV);

- Economic Intenal Rate of Return (EIRR);

- First Year Rate of Return (FYRR).

2) analisis kepekaan/sensitivity analysis

b. Dalam mengevaluasi kelayakan suatu proyek,


dapat dilakukan dengan menganalisis keempat
komponen tersebut di atas, atau apabila
memungkinkan, dapat menganalisa hanya dengan
dua atau lebih dari keempat komponen tersebut.

2. Analisis Benefit Cost Ratio (B/C-R)

Benefit Cosf Ratio adalah perbandingan antara present


value benefit dibagi dengan present value cost. Hasil
B/C-R dari suatu proyek dikatakan layak secara
ekonomi, bila nilai B/C-R adalah lebih besar dari 1
(satu). Metode ini dipakai untuk mengevaluasi
kelayakan proyek dengan membandingkan total
manfaat terhadap total biaya yang telah didiskonto ke
tahun dasar dengan memakai nilai suku bunga diskonto
(discount rate) selama tahun rencana.

Persamaan untuk metode ini adalah sebagai berikut :

Pr esent Value NBenefits


B /C−R =
Pr esent Value Cost

Nilai B/C-R yang lebih kecil dari 1 (satu), menunjukkan


investasi ekonomi yang tidak menguntungkan.

6 - 78
3. Analisis Net Present Value (NPV)

Metode ini dikenal sebagai metoda present worth dan


digunakan untuk menentukan apakah suatu rencana
mempunyai manfaat dalam periode waktu analisis. Hal
ini dihitung dari selisih present value of the benefit
(PVB) dan presenf value of the cost (PVC). Dasar dari
metoda ini adalah bahwa semua manfaat (benefit)
ataupun biaya (cost) mendatang yang berhubungan
dengan suatu proyek didiskonto ke nilai sekarang
(present values), dengan menggunakan suatu suku
bunga diskonto.

Persamaan umum untuk metode ini adalah sebagai


berikut :

dimana:

NPV : nilai sekarang bersih;

bi : manfaat pada tahun i;

ci : biaya pada tahun i;

r : suku bunga diskonto (discount rate);

n : umur ekonomi proyek, dimulai dari tahap


perencanaan sampai akhir umur rencana jalan.

Hasil NPV dari suatu proyek yang dikatakan layak


secara ekonomi adalah yang mengnihilkan nilai NPV
bernilai positif

4. Analisis Economic Internal Rate of Return (EIRR)

Economic Intemal Rate of Return (EIRR) merupakan


tingkat pengembalian berdasarkan pada penentuan
nilai tingkat bunga (discount rate), dimana semua
keuntungan masa depan yang dinilai sekarang dengan

6 - 79
discount rate tertentu adalah sama dengan biaya
kapital atau present value dari total biaya.

Dalam perhitungan nilai EIRR adalah dengan cara


mencoba beberapa tingkat bunga. Guna perhitungan
EIRR dipilih tingkat bunga yang menghasilkan NPV
positif yang terkecil dan tingkat bunga yang
menghasilkan NPV negatif terkecil. Selanjutnya
diadakan interpolasi dengan perhitungan:

dimana:

EIRR = economic internal rate of return;

i1 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV


negatif terkecil;

i2 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV


positif terkecil;

NPV1 = nilai sekarang dengan menggunakan i1

NPV2 = nilai sekarang dengan menggunakan i2

5. Analisis First Year Rate of Return (FYRR)

Analisis manfaat-biaya digunakan untuk membantu


menentukan waktu terbaik untuk memulai proyek.
Walaupun dari hasil analisis proyek bermanfaat, tetap
saja ada kasus penundaan awal proyek pada saat lalu
lintas terus bertambah untuk menaikkan laju
pengembalian pada tingkat yang diinginkan. Cara
terbaik untuk menentukan waktu dimulainya suatu
proyek adalah menganalisis proyek dengan range
waktu investasi untuk melihat mana yang
menghasilkan NPV tertinggi-Bagaimanapun, untuk
kebanyakan proyek jalan, dimana lalu lintas terus
bertambah di masa mendatang, kriteria laju
pengembalian tahun pertama dapat digunakan.

6 - 80
First Year Rate of Return (FYRR) adalah jumlah dari
manfaat yang didapat pada tahun pertama setelah
proyek selesai, dibagi dengan present value dari modal
yang dinaikkan dengan discount rate pada tahun yang
sama dan ditunjukkan dalam persen.

Persamaan untuk metode ini adalah sebagai berikut :

dimana:

FYRR : first year rate of refurn;

j : tahun pertama dari manfaat;

bj : manfaat pada tahun j;

ci : biaya pada tahun i;

r : suku bunga diskonto (discount rate).

Jika FYRR lebih besar dari drscount rate yang


direncanakan, maka akan tepat waktu dan proyek
dapat dilanjutkan. Jika kurang dari discount rate tetapi
memiliki NPV positif, maka proyek sebaiknya
ditangguhkan dan laju pengembalian harus dihitung
ulang untuk menentukan tanggal dimulainya proyek
yang optimum.

6. Analisis Kepekaan (Sensitivity Analysis)

Analisis kepekaan dilakukan dengan meninjau


perubahan terhadap prakiraan nilai komponen-
komponen berikut:

a. suku bunga diskonto (discount rate) = +


25 % dan - 25 %;

b. lalu lintas harian rata-rata (LHR) = + 25 %


dan- 25 %;

c. pertumbuhan lalu lintas (traffic growth rates)


= + 25 % dan- 25 %;

6 - 81
d. biaya pembangunan (construction cost) = +
25 % dan- 25 %;

e. dengan dan tanpa biaya pengadaan tanah;

f. komponen lainnya sesuai dengan kebutuhan


proyek.

Analisis ini diadakan untuk menunjukkan seberapa


peka parameter ekonomi yang didapatkan untuk
dibandingkan dengan perubahan variabel yang
digunakan.

Prioritas dan Program Penanganan

Selanjutnya, dalam penanganan jalan dan jembatan yang direncanakan dan dikembangkan menjadi suatu
jaringan jalan maka perlu diadakan suatu analisis prioritas penanganan jalan dan jembatan. Pengambilan
keputusan dalam pengembangan jalan dan jembatan ini dihadapkan kepada sejumlah variabel yang
kompleks sesuai sifat ke-multi-an dari sistem transportasi jalan itu sendiri. Keputusan terhadap suatu
trase yang dipilih harus didasarkan pada suatu analisis komprehensif tentang aspek kemultian dalam
perencanan suatu jaringan jalan. Untuk kepentingan tersebut, dalam studi kelayakan ini akan dilakukan
analisis analisis multi kriteria (multi criteria analysis) dalam memilih prioritas penanganan jalan dan
jembatan.

Analisis Multi Kriteria (Multi Criteria Analysis) merupakan alternatif teknik yang mampu menggabungkan
sejumlah kriteria dengan besaran yang berbeda (multivariable) dan dalam persepsi pihak terkait yang
bermacam-macam (multi-facet).

Dalam penelitian ini teknik analisis multi kriteria digunakan untuk menganalisis dan melakukan
prioritasi terhadap sejumlah usulan pengembangan sistem transportasi yang digali dari daerah.

Kegiatan tersebut akan dilanjutkan dengan tahapan analisis untuk memilih prioritas penanganan jalan
dan jembatan paling optimal sebagai ruas jalan atau jembatan yang menjadi prioritas dengan nilai
kelayakan sebagai salah satu kriteria yang paling layak.

Adapun konsep yang dikembangkan dalam analisis multi kriteria adalah sebagai berikut:

1. Analisis sudah mempertimbangkan semua variabel sekomprehensif mungkin dengan tetap menjaga
proses ilmiah dari proses pengambilan keputusan yang dilakukan.

2. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dan kepentingan pihak-pihak yang harus diakomodasi.

3. Penetapan pilihan dilakukan dengan memperhatikan sejumlah tujuan dengan mengembangkan


sejumlah kriteria yang terukur.

4. Skoring adalah preferensi alternatif terhadap kriteria tertentu.

5. Pembobotan adalah penilaian relatif antar kriteria.

6 - 82
Metodologi aplikasi pendekatan analisis ini dapat direpresentasikan seperti pada gambar berikut:

Usulan Variabel/Kriteria
Penanganan Penilaian

Analisis Multi Kriteria

Prioritas Penanganan

Gambar 6-7 Proses Pemilihan Trase Dengan Menggunakan AMK

Tahapan kegiatan pengambilan keputusan dalam AMK, secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Indikasi jumlah penanganan jalan dan jembatan yang akan dipilih.

2. Meninjau dominansi suatu pilihan terhadap pilihan lainnya, terjadi ketika kinerja suatu alternatif
sama/ lebih baik untuk semua kriteria terhadap alternatif lainnya.

3. Melakukan pembobotan, dengan menggunakan Matrix Pair Wise Comparison.

4. Skoring kinerja tiap alternatif dengan memberikan penilaian terukur terhadap variabel kriteria
secara kualitatif ataupun kuantitatif.

5. Mengalikan bobot setiap kriteria dengan skore kinerja alternatif pada kriteria tersebut.

6. Menjumlahkan nilai setiap kriteria sehingga didapat nilai total suatu alternatif.

7. Me-ranking nilai tersebut sehingga didapat prioritas alternatif.

6 - 83
Selanjutnya, dalam penyusunan pemilihan prioritas penanganan jalan dan jembatan diperlukan adanya
kriteria-kriteria relevan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja jalan dan jembatan.

Atas dasar evaluasi tersebut, akan dapat dilakukan proses seleksi dan prioritasi dari rencana-rencana
yang dibutuhkan atau yang diusulkan untuk dikembangkan lebih lanjut.

Untuk melakukan proses seleksi dan prioritasi tersebut, penggunaan kriteria teknis dan ekonomis saja
tidak mencukupi mengingat pengembangan fungsi ruas jalan dan jembatantersebut pasti akan memiliki
dampak yang sangat besar terhadap kriteria yang lain, misalnya sistem jaringan jalan, sistem angkutan
umum eksisting, relokasi penduduk, pengembangan wilayah dan ekonomi, dan lain sebagainya.

Dalam hal ini setiap stakeholders (Pemerintah, Masyarakat, dan stakeholders lainnya) akan memiliki
perspektif dan kepentingan yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakangnya.

Penentuan bobot kriteria dan pemilihan trase ini harus didasarkan pada persepsi multi-stakeholder.
Pemerintah bukan merupakan stakeholder satu-satunya dalam memilih suatu trase, masyarakat dan
kalangan akademisi juga merupakan pihak yang mempunyai peran dan masukan dalam pemilihan suatu
trase.

Hasil analisis menggunakan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) disampaikan sebagai
berikut. Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metoda analisis multi kriteria yang
menggunakan bentuk proses secara hirarki, yaitu dari level satu, yang merupakan tujuan analisis, ke level
dua, kriteria yang menentukan tujuan, dan terakhir ke level tiga, berupa alternatif pilihan sebagai tujuan.
Tujuan analisis (level satu) adalah untuk mendapatkan alternatif yang paling optimum dalam
mengakomodasi kepentingan stakeholders-stakeholders terkait; sementara kriteria-kriteria yang
dipertimbangkan (level dua) untuk mencapai tujuan adalah Kemudahan pencapaian tujuan
(aksesibilitas), lingkungan, pengembangan wilayah, pengembangan sistem jaringan jalan, pemberdayaan
masyarakat dan analisis biaya-manfaat.

a. pemilihan prioritas penanganan jalan dan jembatan dapat dilakukan dengan berbagai metode
pengambilan keputusan yang lazim dan disepakati oleh pelaksana studi dan pengambil keputusan.
Apabila tidak ada kesepakatan, metode dengan membandingkan nilai indikator-indikator dari aspek
teknis, lingkungan, keselamatan dan ekonomi antara alternatif dapat digunakan.

Indikator yang digunakan untuk setiap aspek meliputi:

1) Ekonomi;

2) Teknis

3) Lingkungan;

4) Pengembangan Wilayah

5) indikator lain yang mungkin dilakukan.

b. masing-masing indikator (1, 2, 3, 4 dan 5 ) dapat diberi bobot sesuai dengan kebutuhan yang ada.

6 - 84
c. nilai dari masing-masing indikator dapat dinormalisasi dengan rentang antara 0 - 100.

d. alternatif terbaik ditentukan berdasarkan hasil perhitungan nilai rata-rata tertimbang dari seluruh
indikator yang ada.

e. kelayakan proyek tidak hanya tergantung pada kelayakan ekonomi, untuk memperhitungkan aspek
non ekonomi, ada beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain metode Multi Kriteria,
Metode Delphi, Metode AHP (analytical hierarchy process), dan lain-lain.

Hasil analisis akan menghasilkan usulan prioritas penanganan jalan dan jembatan, sejumlah
rekomendasi akan dikeluarkan dari studi ini yang meliputi :

a. Biaya penyediaan/penanganan (konstruksi dan pembebasan lahan, serta kemungkinan biaya


eksternal);

b. Manfaat penanganan/pembangunan jalan dan jembatan (nilai waktu dan BOK);

c. Dampak bagi pengembangan sosial ekonomi di wilayah sekitar ruas jalan maupun wilayah
sekitarnya;

d. Fungsi arus dan hambatan lalu lintas dari sisi makro (jaringan jalan) maupun mikro (di ruas
jalan dan jembatan tinjauan);

e. Dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul serta upaya penanganan yang mungkin
dilakukan;

C. Metode Analisis Pra Kelayakan Infratruktur Permukiman

Rencana infrastruktur perkotaan di Kota Metropolitan meliputi: sistem penyediaan air minum,
sistem pengelolaan air limbah, sistem persampahan, sistem drainase, penyediaan dan
pemanfaatan prasarna dan sarana jaringan jalan pejalan kaki dan jalur evakuasi bencana.

Sistem Pengendalian Banjir

Sistem pengendalian banjir di Kota Metropolitan bertujuan untuk meminimalisir kerusakan


akibat dari banjir. Pengendalian banjir terdiri dari waduk, kanal, kolam retensi, sungai, rawa,
pintu-pintu air, dan dataran banjir. Pengendalian banjir dipadukan dengan sistem drainase yang
menggunakan pendekatan DAS atau Sub DAS.

Sistem Jaringan Air Minum

Penetapan sistem penyediaan air minum Kota Metropolitan bertujuan untuk menjamin
kuantitas, kualitas, kontinuitas penyediaan air minum bagi kawasan industri, pelabuhan,

6 - 85
Bandara dan sentral sentral bisnis serta penduduk guna menunjang kegiatan ekonomi serta
meningkatkan efisiensi dan cakupan pelayanan.

Perencanaan pelayanan kebutuhan air minum dikembangkan dengan perencanaan sistem


pelayanan terpusat khususnya di pusat perkotaan dan kawasan skala prioritas. Tahap
pengembangan kedepan diperlukan adanya sumber air baku untuk support air bersih selain
pemanfaatan mata air yang ada saat ini dan yang sudah beroperasi.

Sistem penyediaan air minum meliputi jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan.
Jaringan perpipaan meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan
unit pengelolaan dengan kapasitas produksi di Kota Metropolitan.

Sistem penyediaan air bersih dipadukan dengan sistem jaringan sumber daya air, untuk
menjamin ketersediaan air baku. Perlindungan air baku dilakukan melalui keterpaduan
pengaturan pengembangan SPAM dan Prasarana dan Sarana Sanitasi.

Kelayakan pengembangan sumber mata air alternatif pengganti adalah pemanfaatan beberapa
sungai yang melewati Kota Metropolitan, yang mempunyai debit yang cukup besar untuk
dimanfaatkan sebagai sumber air oleh PDAM setempat. Pertimbangan pemanfatan sungai-
sungai adalah kebutuhan akan air bersih yang terus meningkat seiring dengan pertambahan
penduduk, sedangkan sumber mata air pegunungan merupakan bagian hulu yang harus dijaga
kelestariannya.

Berdasaran standar kebutuhan air bersih domestik di Kota Metropolitan (berdasarkan jumlah
penduduk tiap Kecamatannya terdapat dua karakteristik, yaitu kecamatan dengan penduduk
lebih dari 20.000 jiwa, kebutuhan air bersih 130 liter/orang/hari, untuk kecamatan dengan
penduduk kurang dari 20.000 menggunakan kebutuhan air bersih 100 liter/orang/hari.
Kebutuhan non-domestik didasarkan pada asumsi dari kebutuhan domestik. Dalam kontek
perencanaan kebutuhan air bersih di Kota Metropolitan kebutuhan non domestik di-asumsikan
sebesar 20% dari kebutuhan domestik. Penggunaan non-domestik ini meliputi kantor pusat
pemerintahan, fasilitas sekolah, fasilitas kesehatan, kawasan komersil, kantor-pemerintahan,
fasilitas ibadah, kawasan pariwisata, kawasan industri dan sebagainya termasuk prediksi
kebutuhan air bersih untuk kawasan dan public services termasuk pelabuhan dan bandara,
terminal sebagai penunjang wilayah Kota Metropolitan.

Sistem Jaringan Air Limbah

Penetapan prasarana dan sarana air limbah bertujuan untuk pengurangan, pemanfaatan
kembali, dan pengolahan bagi limbah dari kegiatan permukiman dan kegiatan ekonomi dengan
memperhatikan baku mutu limbah yang berlaku sesuai dengan permenKLH No.16 tahun 2018,
serta sesuai denga peraturan PUPR No 4 /PMR/M/2017 Tentang pengelolaan dan pengolahan
limbah domestic dengan sistem SPALD.

6 - 86
Prasarana dan sarana air limbah meliputi sistem pembuangan air limbah setempat dan/atau
terpusat. Sistem pembuangan air limbah setempat dilakukan secara individual melalui
pengolahan dan pembuangan air limbah setempat pada kawasan-kawasan yang belum memiliki
sistem terpusat di Kota Metropolitan. Sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan secara
kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat dengan sistem
IPAL pada kawasan pelabuhan, bandara, kawasan pusat pemerintahan, kawasan pariwisata,
kawasan industri, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perumahan dan kawasan
permukiman padat di wilayah Kota Metropolitan. Lokasi instalasi pengolahan air limbah harus
memperhatikan aspek teknis, lingkungan, sosial budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi
dengan zona penyangga. Instalasi pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) diatur
dalam rencana detail tata ruang.

Perencanaan pengolahan limbah secara terpadu di kawasan perkotaan menjadi perhatian


utama untuk mengantisipasi timbulnya pencemaran khususnya di kawasan padat penduduk.
Potensi buangan limbah terbesar adalah buangan limbah rumah tangga/domestik, y a n g a k a n
diperkirakan s a m p a i Tahun 2019 sesuai besaran dan kapasitas buangan.

Langkah antisipasi dalam menangani besarnya buangan air limbah adalah dengan
pembanguna IPAL (instalasi pengolahan air limbah) terpadu dibeberapa titik krusial,
misalnya pusat permukiman maupun pusat kota. Sistem pengelolaan IPAL menggunakan
sistem of site, dengan mengembangan sistem perpipaan yang tersambung dengan rumah-
rumah khususnya didaerah yang padat penduduk. Dilihat dari segi biaya pengembangan
sistem of site yang kemudian dikumpulkan dalam sebuah unit IPAL akan memakan biaya
yang cukup besar tetapi jika dikonversi dengan masalah pencemaran lingkungan dan
kelestarian alam sistem tersebut sangat bermanfaat untuk jangka panjang.

Rencana Kelayakan sistem jaringan air limbah diantaranya:

 Prasarana dan sarana air limbah meliputi sistem pembuangan air limbah setempat
dan/atau terpusat.

 Sistem pembuangan air limbah setempat dilakukan secara individual melalui


pengolahan dan pembuangan air limbah setempat pada kawasan-kawasan yang belum
memiliki sistem terpusat di Kota Metropolitan.

 Sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan
pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat pada kawasan pelabuhan,
bandara, kawasan pusat pemerintahan, kawasan pariwisata, kawasan industri,
kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perumahan dan kawasan permukiman padat
di Kota Metropolitan.

 Lokasi instalasi pengolahan air limbah harus memperhatikan aspek teknis, lingkungan,
sosial budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga.

6 - 87
 Instalasi pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) diatur dalam rencana
detail tataruang.

Sistem Pengolahan Sampah

Penetapan sistem pengelolaan persampahan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan


masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Sistem pengelolaan persampahan terdiri dari Tempat Penampungan Sementara, Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu dan Tempat Pemrosesan Akhir.

Tempat Penampungan Sementara (TPS) adalah tempat sebelum sampah diangkut ke


tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu,
dengan lokasi pada setiap unit lingkungan permukiman dan pusat-pusat kegiatan di
Wilayah Kota Metropolitan.

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) adalah tempat dilaksanakannya kegiatan


pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah, ditetapkan di setiap RW atau Kawasan seluas 500-1.000 m².
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan, dan ditetapkan
seluas 10 ha di Kelurahan Alun Dua.

Pengelolaan persampahan dalam konteks perencanaan Kota Metropolitan menggunakan


pendekatan pengelolaan sampah terpadu ditiap kecamatan. Berbeda dengan sistem
konvensional yang menggunakan metoda pengumpulan dari rumah tangga – TPS –
kemudian dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dalam konsep pengembangan
persampahan di Metropolitan sampah dari permukiman maupun kawasan non
permukiman diolah terlebih dahulu, sehingga dapat dihasilkan benar-benar sampah yang
tidak dapat diolah (misalnya sampah bahan kimia).

Dengan jumlah yang begitu besar maka pengolahan secara terdistribusi di tiap-tiap
kecamatan dengan memanfaatkan depo sementara sebagai transfer sekelas TPS akan
mereduksi timbunan minimal 30% sebelum di olah di pengolahan sampah di TPA.

Dalam rangka mendukung penanganan sampah di Kota Metropolitan diperlukan adanya


pengembangan fasilitas pengelolaan sampah yakni sistem incinerator, pengadaan gerobak,
dump truck, dan depo sementara yang tidak berhenti sebagai kolektor tetapi juga sebagai
pusat pengolahan, dan tentunya lokasi pembuangan akhir (TPA). Lokasi depo sementara
didistribusikan di kecamatan, sedangkan lokasi TPA perlu adanya studi lebih lanjut dalam
pemilihan titik lokasi yang layak:

Dalam Pemilihan lokasi TPA secara garis besar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

6 - 88
1. Jauh dari permukiman penduduk,

2. Merupakan lahan tidak produktif,

3. Memenuhi syarat luas lahan yang ditentukan (sedikitnya 10 ha) dengan pembagian zona per
5 tahunan.

4. Dekat dengan akses berupa jalan utama.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebutmaka pengelolaan sampah


berdasarkan pertimbangan berikut:

 Sistem pengelolaan persampahan terdiri dari Tempat Penampungan Sementara,


Tempat Pengolahan Sampah Terpadu dan Tempat Pemrosesan Akhir.

 Tempat Penampungan Sementara (TPS) ditetapkan pada setiap unit lingkungan


permukiman dan pusat-pusat kegiatan di Wilayah Kota Metropolitan.

 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) ditetapkan di setiap RW dengan luas


500-1.000 m².

 Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) ditetapkan minimal seluas 5ha setiap zona dengan umur
TPA 5 tahun dan di rencakan dengan 4 Zona dengan minimal pengembangan selama 20
tahun.

 Pengelolaan sampah di TPA menggunakan teknik sanitary land fill.

Sistem Jaringan Drainase

Penetapan sistem jaringan drainase bertujuan untuk mengurangi banjir dan genangan air bagi
kawasan permukiman, industri, perdagangan, perkantoran, persawahan dan jalan. Sistem
jaringan drainase ini meliputi jaringan drainase makro dan mikro. Jaringan makro merupakan
bagian dari sistem pengendalian banjir pada masing-masing DAS di Kota Metropolitan. Jaringan
drainase mikro terdiri dari drainase primer, sekunder, dan tersier yang ditetapkan dengan
menggunakan pendekatan Sub-DAS pada masing-masing Kecamatan di Kota Metropolitan.

Dalam perencanaan drainase di Kota Metropolitan adalah dengan mengidentifikasi beberapa


sungai-sungai besar sebagai pembuangan akhir dari air hujan/limpasan. Secara topografi Kota
Metropolitan mempunyai kecenderungan menurun elevasinya.

Kelayakan Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki

Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki bertujuan untuk
mengakomodasi pengguna pejalan kaki supaya terjadi keamanan dan keselamatan.

6 - 89
Jaringan pejalan kaki berada di pusat kota terutama pada kawasan pusat perdagangan berupa
pedestrian.

Rencana sistem jaringan pejalan kaki dilihat dari 3 (tiga) lokasi, seperti:

o Pusat Kota Metropolitan, khususnya di kawasan pemerintahan.

o Kawasan perdagangan.

o Kawasan perumahan dan daerah perkotaan yang status jalannya termasuk didalam
kolektor sekunder.

Kelayakan Jalur Evakuasi Bencana

 Jalur evakuasi bencana bertujuan sebagai penyediaan ruang yang dapat digunakan sebagai
tempat keselamatan dan ruang untuk berlindung jika terjadi bencana.

 Jenis bencana yang potensial terjadi ialah tzunami.

 Jalur evakuasi bencana meliputi escape way dan melting point baik dalam skala kota,
kawasan, maupun lingkungan.

 Jalur evakuasi bencana yang ditetapkan di tiap wilayah Kecamatan yang mempunyai
tingkat resiko bencana paling tinggi.

 Melting point adalah suatu areal lahan tempat untuk berlindung sementara pada waktu
terjadi bencana letusan gunung berapi atau tsunami areal ini diperlengkapi dengan
prasarana dasar seperti sumber air bersih dan sanitasi serta bangunan untuk
perlindungan.

6 - 90

Anda mungkin juga menyukai