Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN PENDAHULUAN

BAB 4 METODOLOGI PEKERJAAN

Pada bab ini dibahas mengenai metodologi pekerjaan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor Cerme Kidul berdasarkan standar teknis dan peraturan perundang-undangan.

Untuk dapat menyelesaikan kegiatan pekerjaan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan Kecamatan Cerme Koridor Jalan Cerme Lor – Cerme Kidul dengan baik, maka perlu

disusun metodologi pelaksanaan dan rencana kegiatan. Dalam metodologi pelaksanaan memuat

tentang urutan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan oleh Konsultan untuk mencapai

hasil seperti yang diharapkan, sedangkan rencana kegiatan merupakan rincian langkah-langkah

yang telah disusun pada metodologi pelaksanaan. Pendekatan dan asas yang digunakan terkait

dengan penyempurnaan materi teknis sesuai dengan peraturan yang berlaku.

4.1 PENDEKATAN UMUM


Pada bab ini dibahas lebih detail lagi mengenai pendekatan substantif umum pekerjaan.

Pada dasarnya dalam kegiatan ini digunakan pendekatan Mixed Scanning Planning Approach,

dimana kajian sistem yang lebih makro tetap menjadi bagian dari kajian sistem yang lebih mikro,

walaupun tidak secara menyeluruh. Hal ini dengan pertimbangan bahwa dengan melakukan

pendekatan ini maka kajian yang dilakukan menjadi lebih lengkap, karena mempertimbangkan

keseluruhan sistem yang mempengaruhi, baik sistem eksternal maupun internal.

Secara teoritis, sebenarnya terdapat 3 pendekatan perencanaan sejalan dengan

perkembangan pemahaman akan perencanaan, yaitu:


4-1
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Pendekatan rasional menyeluruh atau rational comprehensive approach, yang secara

konseptual dan analitis mencakup pertimbangan perencanaan yang luas, dimana dalam

pertimbangan luas tersebut tercakup berbagai unsur atau subsistem yang membentuk

sistem secara menyeluruh. Meyerson Banfield mengidentifikasi terdapat 4 ciri utama

pendekatan perencanaan rasional menyeluruh, yaitu:

Dilandasi oleh suatu kebijakan umum yang merumuskan tujuan yang ingin dicapai

sebagai suatu kesatuan yang utuh.

Didasari oleh seperangkat spesifikasi tujuan yang lengkap, menyeluruh, dan terpadu.

Peramalan yang tepat serta ditunjang oleh sistem informasi (masukan data) yang

lengkap, andal, dan rinci.

Peramalan yang diarahkan pada tujuan jangka panjang.

Namun demikian, pendekatan ini ternyata banyak dikritik karena dianggap memiliki

kelemahan-kelemahan seperti produk yang dihasilkan dirasakan kurang memberikan

informasi dan arahan yang relevan bagi stakeholders, cakupan seluruh unsur dirasakan sukar

direalisasikan, dukungan sistem informasi yang lengkap dan andal biasanya membutuhkan

dana dan waktu yang cukup besar, serta umumnya sistem koordinasi kelembagaan belum

mampan dalam rangka pelaksanaan pembangunan dengan pendekatan yang rasional

menyeluruh.

Pendekatan Perencanaan Terpilah atau Disjointed Incremental Planning Approach,

muncul sebagai tanggapan dari ketidakefektifan perencanaan dengan pendekatan rasional

menyeluruh. Dikemukakan oleh Charles E. Lindblom, dkk, pendekatan ini memiliki 3 ciri

utama, yaitu:

Rencana terpilah tidak perlu ditunjang oleh penelaahan serta evaluasi alternatif

rencana secara menyeluruh.

Hanya mempertimbangkan bagian-bagian dari kebijakan umum yang berkaitan langsung

dengan unsur atau subsistem yang diprirotiaskan.

Dengan terbatasnya lingkup perencanaan, yaitu pada unsur atau subsistem tertentu

saja, maka ada anggapan bahwa pelaksanaan menjadi lebih mudah dan realistik.

Namun ternyata, pendekatan ini juga masih memiliki kelemahan-kelemahan, seperti karena

kurang berwawasan menyeluruh sering terjadi dampak ikutan yang tidak terduga

sebelumnya, dianggap hanya merupakan usaha penyelesaian jangka pendek yang kurang

mengkaitkan dengan sasaran dan tujuan jangka panjang, serta dianggap sebagai

4-2
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
penyelesaian permasalahan secara “tambal sulam” yang bersifat sementara sehingga harus

dilakukan secara terus menerus (tidak efisien).

Pendekatan Terpilah Berdasarkan Pertimbangan Menyeluruh atau Mixed Scanning

Planning Approach atau Third Approach (Amitai Etzioni), yang merupakan kombinasi

antara pendekatan rasional menyeluruh dengan pendekatan terpilah, yaitu

menyederhanakan pendekatan menyeluruh dalam lingkup wawasan secara sekilas dan

memperdalam tinjauan atas unsur yang strategis terhadap permasalahan menyeluruh. Ciri

utama pendekatan perencanaan ini adalah:

Perencanaan mengacu pada garis kebijakan umum yang ditentukan pada tingkat tinggi

Perencanaan dilatarbelakangi oleh suatu wawasan menyeluruh serta memfokuskan

pendalaman penelaahan pada unsur-unsur yang diutamakan.

Ramalan mendalam menyangkut unsur yang diutamakan dilandasi oleh ramalan singkat

tentang lingkup menyeluruh dan didasarkan pada wawasan sistem.

Dinilai sebagai penghematan waktu dan dalam dalam lingkup penelaahan, analisis, serta

proses teknis penyusunan rencana karena terdapat penyederhanaan dalam penelaahan

dan analisis makro.

Untuk menunjang hasil ramalan dan analisis sekilas, maka proses pemantauan,

pengumpulan pendapat, komunikasi, dan konsultasi dengan masyarakat yang

berkepentingan dan pemerintah dilakukan secara menerus mulai dari perumusan

sasaran dan tujuan rencana pembangunan.

Dengan pendekatan Mixed Scanning Planning Approach, maka secara lebih substantif,

pendekatan dalam pekerjaan ini dapat dibagi atas:

Pendekatan eksternal, yang berarti bahwa dalam pekerjaan ini dipertimbangkan faktor-

faktor determinan yang dianggap mempengaruhi dalam penentuan arah pengembangan,

seperti kebijakan-kebijakan yang mengikat atau harus diacu, kondisi dinamika global, dan

lain-lain. Dari pendekatan ini nantinya akan teridentifikasi gambaran tentang peluang yang

tercipta dan tantangan yang harus dijawab dalam penataan ruang suatu wilayah atau

kawasan.

Pendekatan internal, yang berarti bahwa dalam pekerjaan ini dipertimbangkan faktor-

faktor lingkungan strategis yang berpengaruh, seperti kondisi fisik dan lingkungan,

kependudukan, perekonomian, kelembagaan, dll. Pendekatan ini terkait dengan potensi yang

dimiliki dan permasalahan yang akan dihadapi dalam penataan ruang suatu wilayah.

4-3
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Kedua pendekatan itu lebih lanjut akan dikembangkan dengan didukung pula oleh

pendekatan keberlanjutan (sustainability). Kata sustainability sangat penting dalam sebuah

kerangka pengembangan dan pembangunan. Kata tersebut merujuk pada abilility of something

to be sustained. Pendekatan Sustainability Development saat ini umum digunakan dalam hal-hal

yang terkait dengan kebijakan lingkungan atau etika bisnis, terutama sejak dipublikasikannya

istilah ini dalam dokumen Bruntland Report oleh World Commission on Environtment and

Development (WCED), tahun 1987. Dalam dokumen tersebut, sustainability development

diartikan sebagai:

"development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their
own needs. In a way that "promote[s] harmony among human beings and between humanity and nature".

Secara singkat pembangunan berkelanjutan ini dapat diartikan sebagai upaya

menumbuhkan perekonomian dan pembangunan sosial tanpa mengganggu kelangsungan lingkungan

hidup yang sangat penting artinya bagi generasi saat ini dan masa mendatang. Oleh karena itu,

pembangunan keberlanjutan menempatkan 3 pilar utama yang satu sama lainnya saling terkait

dan mendukung, yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi, 2) pemerataan sosial, dan 3) pelestarian

lingkungan hidup. Dengan didasari oleh pendekatan eksternal, internal, dan sustainability, maka

diharapkan penataan ruang yang akan dilakukan merupakan:

Penataan ruang yang berdaya guna dan berhasil guna, artinya penataan ruang yang

mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang.

Penataan ruang yang terpadu, artinya penataan ruang yang dianalisis dan dirumuskan

menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh

Pemerintah maupun masyarakat.

Penataan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang, artinya penataan ruang yang dapat

menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur dan pola

pemanfaatan ruang bagi persebaran penduduk antarwilayah, pertumbuhan dan

perkembangan antarsektor, antardaerah, dan antara sektor dengan daerah.

Penataan ruang yang berkelanjutan, artinya penataan sumberdaya alam.

4.2 Standar Teknis dan Studi Terdahulu


Penyusunan dan penetapan rencana tata ruang, ditempuh tahapan-tahapan berupa

penentuan kawasan perencanaan, identifikasi potensi dan masalah, perkiraan kebutuhan

pelaksanaan pembangunan, perumusan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, penetapan

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Tahapan-tahapan penyusunan Rencana Tata Bangunan

dan Lingkungan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

4-4
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Penentuan kawasan perencanaan

Dalam menentukan kawasan perencanaan dilakukan deliniasi ulang berdasarkan deliniasi awal

ditambah analisa yang lebih mendalam dari konsultan dengan memperhatikan luasan 5-60

Ha dan kombinasi dari batas administratif, batas non administratif, kawasan yang memiliki

kesatuan karakter tematis, kawasan yang memiliki sifat campuran serta jenis kawasan.

Identifikasi potensi dan masalah

Dalam proses ini dilakukan inventarisasi data (baik berasal dari survey primer atau survey

sekunder) tentang potensi dan masalah dari kawasan perencanaan.

Perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan kota

Perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan kawasan didasarkan atas hasil analisis

potensi dan masalah yang telah diinventarisasi sebelumnya yang dikombinasikan dengan

keadaan fisik eksisting kawasan dengan memperhatikan sasaran pembangunan kawasan yang

hendak dicapai, dan pertimbangan efisiensi pelayanan.

Perumusan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Perumusan ini berdasarkan pada perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan dan

pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan kondisi Kawasan Kecamatan Cerme.

Sehingga diperlukan penanganan khusus dalam hal pengaturan RTH, reklame, parkir

kendaraan, utilitas, rambu/marka jalan, pengaturan jalur sepeda, pengaturan akses masuk

angkutan kendaraan berat, perencanaan drainase serta aspek lainnya apabila diperlukan.

Dalam proses perumusannya diperlukan penampungan aspirasi masyarakat agar produk yang

telah jadi nantinya dapat direalisasikan.

Penetapan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Dalam proses ini dilakukan penyusunan aturan yang selanjutnya dijadikan rujukan dalam

penyusunan Peraturan Bupati sehingga memiliki kekuatan hukum.

Beberapa studi terdahulu tentang kawasan perencanaan:

Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Cerme

Masterplan Saluran Drainase

4.3 METODE PELAKSANAAN KEGIATAN


Metode penyusunan RTBL menguraikan tahapan – tahapan dalam pelaksanaan pekerjaan

berikut kedalaman materi dan pelaporan pada tiap tahapan, yang ditunjukkan dalam alur pikir

penyusunan RTBL sebagai berikut.

4-5
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 4.1 Alur Pikir Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kecamatan Cerme Koridor
Jalan Cerme Lor – Cerme Kidul

4-6
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
4.3.1 Metode Survei Dan Pengumpulan Data
Dalam perencanaan, diperlukan analisis yang teliti, semakin rumit permasalahan yang

dihadapi maka kompleks pula analisis yang akan dilakukan. Untuk dapat melakukan analisis yang

baik, diperlukan data/informasi, teori konsep dasar dan alat bantu memadai, sehingga kebutuhan

data sangat mutlak diperlukan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1. Metode

literatur, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara

mengumpulkan, mengidentifikasi, mengolah data tertulis dan metode kerja yang digunakan. 2.

Metode observasi, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara

melakukan survei langsung ke lokasi. Hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi lokasi

yang sebenarnya dan lingkungan sekitar lokasi. 3. Metode kepustakaan, yaitu pengumpulan data

atau bahan yang diperoleh dari bukubuku kepustakaan. 4. Metode wirelessnet dan website, yaitu

pengumpulan data-data melalui internet.

Untuk mendukung tercapainya maksud dan tujuan serta manfaat bagi kegiatan

Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kecamatan Cerme Koridor Jalan Cerme Lor

– Cerme Kidul, maka dibutuhkan data perencanaan. Dan berkaitan dengan kebutuhan data yang

harus dikumpulkan tersebut, maka terdapat 2 (dua) jenis data masing-masing :

Data Sekunder, yaitu data yang didapatkan dalam bentuk dokumen (baik berbentuk buku

terbitan maupun peta), jurnal, literatur ataupun peraturan-peraturan yang berasal dari

instansi/lembaga yang terkait dengan pekerjaan ini. Data ini juga bisa didapatkan dari situs

di internet berkenaan dengan kajian yang akan dilakukan.

Data Primer, yaitu data yang didapatkan dari hasil pengukuran/pengamatan langsung di

lapangan atau hasil dari penggalian narasumber melalui interview.

Pelaksanaan survei pengumpulan data untuk mendapatkan kedua jenis data tersebut

dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut :

Survei instansional

Survei ini dilakukan pada instansi terkait. Cara memperoleh data sekunder adalah dengan

menyalin/mencatat dan memfotocopy data.

Survei Lapangan

Survei Lapangan dilakukan dengan cara wawancara dengan informan kunci (Pejabat, Tokoh

Masyarakat, Pelaku Ekonomi), observasi (pengamatan) lapangan, pemotretan, perekaman

serta plotting.

Survei Pengukuran

4-7
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Survei ini dilakukan khususnya untuk mendapatkan peta dasar dan peta kondisi eksisting

kawasan perencanaan, bila dibutuhkan data lebih rinci pada suatu kawasan.

Data yang dikumpulkan adalah segala jenis informasi yang diperlukan untuk melakukan

analisis kawasan dan wilayah sekitarnya. Kelengkapan data yang diakomodasikan dalam

Penyusunan RTBL Kecamatan Cerme Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul :

Data RTRW Kabupaten Gresik 2010 – 2030;

Data Rencana Strategis dan RPJMD;

Data RDTR Kecamatan Cerme;;

Data pola ruang dan struktur ruang wilayah perencanaan;

Citra satelit resolusi tinggi (CSRT);

Peraturan daerah tentang IMB, RTH dan reklame.

Data perizinan yang sudah ada di wilayah perencanaan.

Data persil tanah di wilayah perencanaan

Data masterplan bidang ke-pu-an, dsb.

Data-data lain secara lebih lengkap yang dibutuhkan serta keterkaitannya dengan

analisa dan output yang diharapkan dapat dilihat pada tabel desain survey berikut:

Tabel 4.1 Desain Survey

Metode
Data yang
No Sumber data pengambilan Metode analisis Output
diperlukan
data
1 Peta Regional  Hasil  Observasi  Analisis kebijakan  Struktur
Peta Kota Survei  Survei  Analisis tata guna lahan Peruntukan Lahan
Peta Fisik dasar primer instansi  Analisis arah pengembangan  Sistem Ruang
kawasan  Dinas  Analisa Konfigurasi Ruang Terbuka dan Tata
Peta Guna Lahan Pekerjaan  Analisa Figure Ground Hijau
Peta Status umum  Analisa Muka Bangunan  Intensitas
lahan  Kebijakan  Analisa Luasan Bangunan Pemanfaatan
Peta Jaringan wilayah  Analisa Citra Kawasan Lahan
Peta Status (RTRW,  Analisa Fungsi Bangunan  Tata Bangunan\
lahan RDTR)  Analisa Bangunan  Sistem Sirkulasi
Bersejarah/vital dan Jalur
 Analisa Pergerakan Penghubung
 Analisa Potensi &  Sistem Prasarana
Permasalahan & Utilitas
 Analisa tata kualitas Lingkungan
lingkungan  Tata Kualitas
 Analisa system prasarana & Lingkungan
utilitas
 Analisa daya dukung & daya
tampung
 Analisa Kebencanaan

4-8
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Metode
Data yang
No Sumber data pengambilan Metode analisis Output
diperlukan
data
2 Foto lokasi & Hasil Survei - Observasi  Analisa Tata Guna Lahan  Struktur
bangunan primer - Bangunan  Analisa Arah Pengembangan Peruntukan Lahan
penting/vital focal point  Analisa Citra Kawasan  Tata Bangunan
- Peta tata  Analisa Fungsi Bangunan  Sistem Ruang
guna lahan  Analisa Bangunan Terbuka dan Tata
Bersejarah/vital Hijau
 Analisa tata kualitas  Tata Kualitas
lingkungan Lingkungan
 Sistem Sirkulasi
dan Jalur
Penghubung
3 Demografi & Hasil Survei - Observasi  Analisa Potensi &  Sistem Sirkulasi
social budaya primer kondisi Permasalahan dan Jalur
sosial  Analisa Partisipatif Penghubung
masyarakat  Analisa daya dukung & daya  Sistem Ruang
tampung Terbuka dan Tata
 Hijau
  Sistem Prasarana
& Utilitas
Lingkungan
4 Perekonomian Hasil Survei  Observasi  Analisa Potensi &  Sistem Sirkulasi
primer  LHR Permasalahan dan Jalur
Penghubung
 Sistem Ruang
Terbuka dan Tata
Hijau
 Sistem Prasarana
& Utilitas
Lingkungan
5 Kondisi fisik dan Hasil Survei Observasi  Analisa Tata Guna Lahan  Struktur
lingkungan primer  Analisa Arah Pengembangan Peruntukan Lahan
 Analisa Potensi &  Sistem Sirkulasi
Permasalahan dan Jalur
 Analisa daya dukung & daya Penghubung
tampung  Sistem Ruang
Terbuka dan Tata
Hijau
 Sistem Prasarana
& Utilitas
Lingkungan
6 Prasarana dan Hasil Survei Observasi  Analisa Komparatif dengan  Sistem Sirkulasi
Fasilitas primer standart dan Jalur
 Analisa Potensi & Penghubung
Permasalahan  Sistem Ruang
 Analisa system prasarana & Terbuka dan Tata
utilitas Hijau
7 Fasade Hasil Survei Observasi  Analisa Muka Bangunan  Intensitas
Bangunan primer KDB  Analisa Luasan Bangunan Pemanfaatan
KLB  Analisa Citra Kawasan Lahan
KTB  Analisa Fungsi Bangunan
KDH  Analisa Bangunan
Bersejarah/vital

4-9
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Metode
Data yang
No Sumber data pengambilan Metode analisis Output
diperlukan
data
 Skyline bangunan
 Analisa tata kualitas
lingkungan
8 Intensitas Hasil Survei Observasi  Analisa Luasan Bangunan  Intensitas
bangunan primer Peta guna Pemanfaatan
lahan Lahan
9 Tata hijau Hasil Survei Observasi  Analisa Citra Kawasan  Tata Bangunan
primer RTH  Analisa Komparatif dengan  Sistem Sirkulasi
standart dan Jalur
 Analisa Potensi & Penghubung
Permasalahan  Sistem Ruang
Terbuka dan Tata
Hijau
10 Kebencanaan BPBD Survey  Analisa Kebencanaan  Sistem Prasarana
(rawan bencana Hasil Survei instansi & Utilitas
dan historis primer Observasi Lingkungan
bencana Lokasi rawan
bencana
11 Kapasitas & Hasil Survei Observasi  Analisa Pergerakan  Sistem Sirkulasi
dimensi jalan primer dan Peta jalan dan Jalur
Dinas Penghubung
Perhubungan
12 Perabot jalan Hasil Survei Observasi  Analisa Komparatif dengan  Sistem Sirkulasi
primer standart dan Jalur
Penghubung
 Sistem Ruang
Terbuka dan Tata
Hijau
13 Kebijakan Hasil Survei Dinas Pekerjan  Analisa Kebijakan  Struktur
terkait sekunder umum/  Analisa Tata Guna Lahan Peruntukan Lahan
Perhubungan  Analisa Arah Pengembangan  Intensitas
Permen  Analisa Konfigurasi Ruang Pemanfaatan
 Analisa Figure Ground Lahan
 Analisa Pergerakan  Sistem Sirkulasi
 Analisa system prasarana & dan Jalur
utilitas Penghubung
 Sistem Ruang
Terbuka dan Tata
Hijau
 Sistem Prasarana
& Utilitas
Lingkungan
Titik geotagging Data Metode Analisis Tata Kualitas Bangunan Tata Kualitas
web/melalui wirelessnet Lingkungan
data internet dan website
Sumber: Hasil Pemikiran, 2020

4-10
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
4.3.2 Metode Analisa
4.3.2.1 Analisa Kebijakan
Pengkajian kebijaksanaan pembangunan dimaksudkan untuk mengetahui strategi dan

kebijaksanaan pembangunan yang telah dicanangkan serta memiliki pengaruh bagi kawasan yang

direncanakan. Informasi mengenai kebijaksanaan ini diperoleh dari :

Kebijakan terkait penataan ruang di wilayah perencanaan;

Kebijakan terkait sektoral di wilayah perencanaan; dan

Kebijakan-kebijakan lain yang berhubungan dan terkait Penyusunan Rencana Tata Bangunan

dan Lingkungan Kecamatan Cerme Koridor Jalan Cerme Lor – Cerme Kidul.

4.3.2.2 Analisa Tata Guna Lahan


Tata guna lahan adalah sebuah pemanfaatan lahan dan penataan lahan yang dilakukan

sesuai dengan kondisi eksisting alam. Dalam perencanaan kota, biasanya telah ditetapkan

kawasan dalam kota. Dalam kawasan tersebut telah ditentukan fungsi bangunan yang

diperbolehkan dibangun pada lahan yang dimaksud. Sehingga dalam mencari lahan perlu dicari

informasi tentang tata guna lahan yang telah ditentukan oleh pemerintah setempat. Tata guna

lahan terbagi menjadi beberapa kawasan diantaranya yaitu :

Kawasan permukiman

Kawasan permukiman ini ditandai dengan adanya perumahan yang disertai prasana dan

sarana serta infrastrukutur yang memadai. Kawasan permukiman ini secara sosial

mempunyai norma dalam bermasyarakat. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 0-15%

(datar hingga landai).

Kawasan perumahan

Kawasan perumahan hanya didominasi oleh bangunan-bangunan perumahan dalam suatu

wilayah tanpa didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Kawasan ini sesuai pada

tingkat kelerengan 0-15% (datar hingga landai).

Kawasan perkebunan

Perkebunan ini ditandai dengan dibudidayakannya jenis tanaman yang bisa menghasilkan

materi dalam bentuk uang. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 8-15% (landai).

Kawasan pertanian

Kawasan pertanian ditandai oleh adanya jenis budidaya satu tanaman saja.

Kawasan ruang terbuka hijau

4-11
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Kawasan terbuka hijau ini dapat berupa taman yang hanya ditanami oleh tumbuhan yang

rendah dan jenisnya sedikit. Namun dapat juga berupa hutan yang didominasi oleh berbagai

jenis macam tumbuhan.

Kawasan perdagangan

Kawasan perdagangan ini biasanya ditandai dengan adanya bangunan pertokoan yang menjual

berbagai macam barang.

Kawasan industri

Kawasan industri ditandai dengan adanya proses produksi baik dalam jumlah kecil maupun

dalam jumlah besar.

Kawasan perairan

Kawasan perairan ini ditandai oleh adanya aktifitas perairan, seperti budidaya ikan,

pertambakan, irigasi, dan sumber air bagi wilayah dan sekitarnya.

Faktor determinan yang mempengaruhi Guna lahan yaitu, :

Faktor kependudukan

Tingginya aktifitas perkotaan sangat dipengaruhi oleh perkembangan jumlah

penduduk. Perkembangan jumlah penduduk tidak saja dipengaruhi oleh natural growth, akan

tetapi arus masuk (pergerakan penduduk) migrasi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi

sangat berpengaruh pada spasial perkotaan.

Faktor kegiatan penduduk, kegiatan-kegiatan penduduk seperti ekonomi, industri,

perkantoran yang esensinya menggunakan lahan sangatlah mempengaruhi tata guna lahan.

Pola penggunaan lahan di kawasan perkotaan, umumnya terbentuk polarisasi yaitu

munculnya kutub-kutub pertumbuhan, atau meningkatnya daerah lain akibat dari aktifitas yang

berbeda dalam sebuah kota sehingga pergerakan penduduk didasari kebutuhan akan pekerjaan,

tempat tinggal, fasilitas, dan lain-lain.

Terdapat 2 (dua) masalah dalam meminimalkan pergerakan akibat land use yaitu :

Bangkitan lalu lintas, Bangkitan lalu lintas tergantung dari land use sebuah daerah

(permukiman, perkantoran, industri, perdagangan, dll) mempunyai karakteristik bangkitan

lalu lintas maupun pergerakan yang berbeda-beda. Beberapa tipe antara lain :

Tipe land use yang menghasilkan lalu lintas yang berbeda dengan land use lainnya

Land use yang berbeda menghasilkan tipe lalu lintas yang berbeda (pejalan kaki, truk,

mobil)

Land use yang berbeda menghasilkan lalu lintas pada waktu yang berbeda.

4-12
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Jarak yang terlalu jauh yang mengakibatkan land use yang jauh jaraknya akan ditinggalkan

dan akan beralih fungsi, sehingga alih fungsi ini akan menimbulkan masalah baru.

4.3.2.3 Analisa Arah Pengembangan


Bertujuan untuk mengetahui potensi sumberdaya dan keterbatasan lahan bagi

pengembangan kawasan, metode yang digunakan adalah : “Metode Super Impose yaitu analisa

peta secara tumpang tindih dari beberapa peta variabel untuk mendapatkan hasil akhir yang

terpadu”.

Variabel yang digunakan untuk mengetahui kesesuaian lokasi kegiatan :

Kecenderungan Perkembangan Lokasi

Asumsi : Tingkat perkembangan suatu lokasi (aktivitas dan land use) mengindikasikan fungsi

lokasi dan potensi kegiatan yang sesuai untuk dialokasikan.

Parameter yang digunakan adalah :

Aksesibilitas Lokasi

untuk mengetahui besarnya keterjangkauan suatu lokasi dalam pencapaiannya, dengan

indikator penilaian terdiri dari :

Ketersediaan dan daya jangkau terhadap sarana transportasi (terminal, angkutan

umum, pelabuhan, lapangan udara)

Ketersediaan dan daya jangkau terhadap prasarana transportasi (kelas, kondisi

dan perkerasan jalan)

Sistem pusat pelayanan (pusat kota, BWK, unit lingkungan, kecamatan, kawasan

fungsional dll).

Intensitas Penggunaan Lahan (IPL) wilayah sekitar

semakin tinggi IPL suatu lokasi menunjukan tingginya aktifitas dan produktivitas

kegiatan persatuan lahan dilokasi tersebut, dengan indikator penilaian :

Intensitas kegiatan

Kerapatan bangunan

Arah Trend Pergeseran Lahan kawasan sekitarnya

trend pergeseran lokasi mengikuti pola sebagai berikut :

Menuju lahan kosong (perumahan, sosial dan pemerintahan)

Menuju kemudahan proses produksi dan distribusi (kegiatan industri)

Menuju akses konsumen/pasar (kegiatan jasa, retail, perdagangan)

Daya Dukung Ruang

4-13
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Asumsi : Kemampuan lahan yang menyangkut kelayakan dan limitasi akan menentukan dan

membatasi jenis, volume dan intensitas kegiatan yang sesuai untuk dialokasikan, dengan

tujuan keamanan dan optimalisasi kegiatan diatasnya.

Parameter yang digunakan adalah :

Ketersediaan Ruang

Alokasi jenis dan volume kegiatan bergantung pada ketersediaan ruang yaitu :

Tersedianya lahan kosong

Alih fungsi bangunan pada lahan terbangun

Redevelopment

Status dan Nilai Lahan

Status dan nilai lahan menentukan alokasi kegiatan dan implementasi rencana

dilapangan meliputi, seperti tanah negara relatif menunjang bagi pelaksanaan

pembangunan fasilitas sosial dan umum, karena proses alih fungsi lahan relatif lebih

mudah dilakukan dibandingkan tanah hak milik pribadi.

Kelayakan Lahan

Merupakan gambaran layak tidaknya suatu kegiatan dialokasikan berdasarkan batasan

dan karakter fisik lahannya, dengan indikator :

Sempadan sungai, mata air dan pantai

Daerah tergenang dan daerah resapan air (catchment area)

Kemampuan lahan (topografi, geologi, hidrologi, jenis tanah dll)

Sawah beririgasi teknis

Kawasan lindung (suaka alam, cagar budaya, lindung setempat dll).

Karakter dan Jenis Kegiatan

Asumsi : Suatu kegiatan akan optimal jika dialokasikan pada lokasi yang sesuai dengan

karakter dan jenis kegiatannya serta keterkaitannya dengan alokasi kegiatan lainnya.

Dengan demikian dari hasil analisis kecenderungan perkembangan dan daya dukung ruang

akan didapatkan rekomendasi tentang kegiatan yang memungkinkan dialokasikan pada ruang

kawasan sesuai dengan karakter dan jenis kegiatannya.

4.3.2.4 Analisa Konfigurasi Ruang


Merupakan analisa terhadap sebagian atau bagian tertentu suatu kawasan secara teknis,

yang mencakup analisa terhadap aspek-aspek berikut:

4-14
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Analisa fisik dasar kawasan, yaitu analisa terhadap kondisi fisik dasar di kawasan

perencanaan untuk menghasilkan output yang dibutuhkan dalam perancangan tapak

kawasan. Adapun analisa fisik dasar ini mencakup:

Analisa topografi, berfungsi untuk melihat kemiringan atau kelerengan lahan sehingga

diketahui kemampuan daya dukung lahan untuk pengembangan tapak sesuai dengan

fungsi yang ditetapkan.

Rumus untuk prosentasi kelerengan adalah sebagai berikut:

a Prosentase Kelerengan = a/b X 100 %

0 – 5% = Semua kebutuhan perumahan

5 – 15 % = Lapangan udara dan pelabuhan

15 – 30 % = Fasilitas
30 – 40 % = Lindung terbatas

> 40 % = Lindung mutlak

Untuk mengatasi kondisi topografi di suatu kawasan terutama yang mempunyai

kelerengan tidak datar atau bergelombang, sedangkan kebutuhan pengembangannya

adalah untuk bangunan, maka metode yang digunakan adalah dengan Metode Cut and

Fill.

Analisa klimatologi, merupakan analisa terhadap kondisi klimatologi yang dapat

mempengaruhi orientasi bangunan, meliputi: arah matahari, arah angin dan suhu. Ketiga

faktor ini akan menentukan hadap bangunan yang paling sesuai dan layak.

Analisa hidrologi, merupakan analisa terhadap kondisi hidrologi di kawasan

perencanaan, meliputi: kedalaman air tanah, sumber air, arah lintasan air. Dari sini akan

ditemukan daerah genangan, sungai, daerah puncak atau garis punggung dimana arah

aliran air terpecah dan terbentuklah pola drainase yang akan direncanakan.

Analisa jenis tanah, yaitu untuk menentukan kesesuaian tapak dalam menunjang

bangunan gedung dan jalan, serta dapat memberikan wawasan terhadap komunitas

tanaman yang ada.

Analisa daerah rawan bencana, yaitu analisa terhadap daerah-daerah yang rawan

terjadi bencana seperti: longsor, banjir, dsb.

Analisa kelayakan lahan, yaitu analisa terhadap kondisi fisik dasar di kawasan tapak untuk

menentukan lahan yang layak dikembangkan, lahan dapat dikembangkan bersyarat dan lahan

4-15
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
yang tidak dapat dikembangkan. Dari analisa ini dapat diketahui luasan lahan yang dapat

dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan industri. Dalam analisa ini digunakan Teknik

Superimpose terhadap peta kondisi fisik dasar kawasan dan peta penggunaan tanah.

Analisa kesesuaian pengembangan kegiatan, yaitu analisa mengenai aktivitas yang ada

di kawasan tapak dan aktivitas yang muncul terkait dengan pengembangan kegiatan

pada kawasan tapak sesuai dengan jenis kegiatan yang telah ditentukan.

Analisa kebutuhan lahan, yaitu analisa mengenai kebutuhan ruang beserta luasan

lahannya berdasarkan aktivitas yang diperkirakan dan disesuaikan dengan ketersediaan

lahan pada kawasan tapak.

Analisa zoning kawasan, yaitu analisa mengenai pengelompokan kawasan mikro pada

kawasan tapak sesuai dengan pengelompokan kegiatan. Dalam analisa ini digunakan

teknik hubungan fungsional antar kegiatan, sehingga dalam penzoningan ini masing-

masing kawasan mikro tetap mempunyai keterhubungan.

Analisa sirkulasi pergerakan, yaitu pengembangan dan pengaturan sirkulasi pergerakan di

kawasan tapak yang mencakup sirkulasi kendaraan dan sirkulasi pejalan kaki. Pengaturan ini

diperlukan agar pergerakan pengguna kawasan tapak merasa nyaman dan aman. Analisa ini

mencakup:

Sirkulasi kendaraan,

Sirkulasi pejalan kaki,

Sistem penataan parkir, yaitu penyediaan kebutuhan parkir dan pengaturannya.

Prasarana penunjang.

Sistem sirkulasi tidak begitu saja terjadi secara kebetulan, sistem sirkulasi dapat

diklasifikasikan dalam beberapa kategori, yaitu:

Sistem Grid

Sistem Grid biasanya terjadi karena adanya perpotongan jalan yang sama tegak lurus

satu sama lain dengan lebar jalan yang rata-rata sama. Sistem Grid ini mudah diikuti

4-16
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
karena orientasinya mudah, sehingga dapat digunakan untuk mendistribusikan arus lalu

lintas yang kompleks apabila hirarkhi jalan telah ditetapkan.

Sistem Radial

Suatu sistem radial mengarahkan arus lalu lintas menuju suatu pusat umum yang padat

dengan berbagai aktivitas, namun pusat tersebut dapat tumbuh sedemikian rupa

sehingga sulit diatur. Karena pusat itu bersifat tetap dan kaku sehingga sulit diubah,

maka sistem ini tidak seluwes Sistem Grid.

Sistem Linier

Pada dasarnya Sistem Linier merupakan pola garis lurus yang menghubungkan dua titik

penting, misalnya jalur rel kereta api, kanal atau terusan, jalan raya antar kota, dan

sebagainya. Mengingat sifatnya, sistem ini cenderung mudah mengalami kepadatan atau

kemacetan lalu lintas. Untuk mengatasinya diadakan suatu penyaluran yang dikenal

dengan sistem loop, suatu jalan “melambung” yang keluar dari jalur utama disuatu titik

untuk kemudian kembali lagi masuk ke jalur utama tadi di titik yang lain.

Sistem Kurva linier

Sistem Kurva linier merupakan gabungan dari pola garis lurus dan garis lengkung yang

memanfaatkan topografi, dengan cara mengikuti bentuk lahan sedekat mungkin. Pada

sistem kurva linier jalan-jalan tembusnya lebih sedikit dibanding dengan sistem Grid.

4-17
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Cul - de - sac atau jalan buntu yang mempunyai panjang maksimum 150 meter, yang

sering digunakan. Dengan sistem kurva linier, suasana jalan menjadi lebih menarik

karena bervariasinya pemandangan, jenis serta panjang jalan dan mudahnya

penyesuaian terhadap perubahan topografi.

Modifikasi Grid

Pola ini pada dasarnya dari pola grid yang dimodifikasi dengan sistem loop ditengahnya

atau pada kedua sisi. Pada bagian loop selain memungkinkan untuk kawasan terbangun

dan juga dapat digunakan sebagai ruang terbuka hijau.

Cul De Sac

Pola ini dibuat dengan membuat pengelompokan pada satu pola jaringan jalan secara

tertutup. Pola ini akan efisien bila jaraknya kurang 150 meter.

Loop

Pola ini dibuat dengan membuat sistem melingkar pada satu ruas jalan. Seperti halnya

dengan pola grid yang dimodifikasi, maka sistem loop ini pada bagian tengahnya selain

dapat digunakan sebagai kawasan terbangun juga dapat digunakan untuk ruang terbuka

hijau.

4-18
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN

4.3.2.5 Analisa Figure Ground


Pendekatan figure ground adalah suatu bentuk usaha untuk memanipulasi atau mengolah

pola aksisting figure ground dengan cara penambahan, pengurangan, atau pengubahan pola

geometris dan juga merupakan bentuk analisa hubungan antara massa bangunan dengan ruang

terbuka.

Pola Massa dan Ruang

Terdapat 6 (enam) tipologi pola yang dibentuk oleh hubungan massa dan ruang yaitu

Angular : konfigurasi yang dibentuk oleh massa dan ruang secara menyiku.

Aksial : konfigurasi massa bangunan dan ruang di sekitar poros keseimbangan yang

tegak lurus terhadap suatu bangunan monumentalis.

Grid : konfigurasi massa dan ruang yang dibentuk perpotongan jalan-jalan secara tegak

lurus.

Kurva linier : konfigurasi massa bangunan dan ruang secara linier (lurus menerus).

Radial konsentris : konfigurasi massa dan ruang yang memusat.

Organis : konfigurasi massa dan ruang yang dibentuk secara tidak beraturan.

Sumber: Markus Zahn, 2000


Gambar 4.2 Pola Konfigurasi Massa Bangunan (solid) dan ruang terbuka (void)

Tekstur Perkotaan

Tekstur merupakan derajat keteraturan dan kepadatan massa dan ruang. Menurut variasi

massa dan ruangnya, secara teoritik ada tiga tipologi tekstur perkotaan yaitu

Tekstur homogen : konfigurasi yang dibentuk oleh massa dan ruangnya yang realtif

sama baik dari ukuran, bentuk dan kerapatan,

4-19
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Tekstur heterogen : konfigurasi yang dibentuk oleh massa dan ruangnya yang ukuran,

bentuk dan kerapatannya berbeda,

Tekstur tidak jelas : konfigurasi yang dibentuk oleh massa dan ruangnya yang ukuran,

bentuk dan kerapatannya sangat heterogen sehingga sulit mendefinisikannya.

Sumber: Markus Zahn, 2000


Gambar 4.3 Tekstur konfigurasi masssa bangunan dan lingkungan

Kepadatan massa terhadap ruang merupakan bagian penting dalam tekstur perkotaan maka

biasanya para perancang membagi tekstur menjadi tipologi kepadatan yaitu

Tipologi kepadatan tinggi (BCR > 70 %)

Kepadatan sedang (BCR 50-70 %)

Kepadatan rendah (BCR < 50 %)

Tipologi solid (massa) dan void (ruang)

Sistem hubungan di dalam figure/ground mengenal dua kelompok elemen, yaitu solid (massa

bangunan) dan void (ruang). Secara teoritik ada 3 (tiga) elemen dasar yang bersifat solid

serta 4 (empat) elemen dasar yang bersifat void. Tiga elemen solid (blok) adalah

blok tunggal : terdapat satu massa bangunan dalam sebuah blok yang dibatasi jalan atau

elemen alamiah

blok yang mendefinisi sisi : konfigurasi massa bangunan yang menjadi pembatas sebuah

ruang dan

blok medan : konfigurasi yang terdiri dari kumpulan massa bangunan secara tersebar

secara luas.

Sumber: Markus Zahn, 2000


Gambar 4.4 Tipologi masssa bangunan (blok)

4-20
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Elemen void (ruang) sama pentingnya, karena elemen ini mempunyai kecenderungan untuk

berfungsi sebagai sistem yang memiliki hubungan erat tata letak dan gubahan massa

bangunan. Terdapat 4 (empat) elemen void yaitu :

sistem tertutup yang linear : ruang yang dibatas oleh massa bangunan yang memanjang

dengan kesan terutup, biasanya adalah ruang berada di dalam atau belakang bangunan

dan umumnya bersifat private atau khusus seperti brandgang

sistem tertutup yang memusat : ruang yang dibatas oleh massa bangunan dengan kesan

terutup,

sistem terbuka yang sentral : ruang yang dibatasi oleh massa dimana kesan ruang

bersifat terbuka namun masih tampak terfokus (misalnya alun-alun, taman kota, dan

lain-lain) dan

elemen sistem terbuka yang linear merupakan tipologi ruang yang berkesan terbuka

dan linear (misalnya kawasan sungai dan lain-lain).

Sumber: Markus Zahn, 2000


Gambar 4.5 Tipologi elemen ruang (urban void)

Sumber: Markus Zahn, 2000


Gambar 4.6 Bentuk Pola Dimensi Unit Perkotaan

4-21
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
4.3.2.6 Analisa Fasade/Muka Bangunan

Fasade merupakan elemen estetis dari sebuah bangunan yang sekaligus juga sebagai

identitas karya arsitektur yang dijadikan sebagai point of interest dan dapat

merepresentasikan karakteristik estetika Fasade serta keunikan gaya arsitektur. Sebagai

elemen pertama bangunan yang dapat ditangkap secara visual, Fasade dapat digunakan sebagai

penanda untuk memberi gambaran pada orang tentang letak suatu bangunan tertentu. Misalnya,

menggambarkan bentuk, keunikan atau kondisi Fasade bangunan yang dimaksud atau Fasade

bangunan yang berada dekat bangunan yang dituju/dicari.

Dalam konteks arsitektur kota, Fasade bangunan tidak hanya bersifat 2 (dua) dimensi,

akan tetapi bersifat 3 (tiga) dimensi yang dapat merepresentasikan masing-masing bangunan

tersebut dalam kepentingan publik (kota) atau sebaliknya. Untuk itu komponen Fasade bangunan

yang diamati meliputi:

Gerbang dan pintu masuk (Entrance)

Saat memasuki sebuah bangunan dari arah jalan, seseorang melewati berbagai gradasi dari

sesuatu yang disebut “publik”. Posisi jalan masuk dan makna arsitektonis yang dimilikinya

menunjukan peran dan fungsi bangunan tersebut. Pintu masuk menjadi tanda transisi dari

bagian publik (eksterior) ke bagian privat (interior). Pintu masuk adalah elemen pernyataan

diri dari penghuni bangunan. Terkadang posisi entrance memberi peran dan fungsi

demonstratif terhadap bangunan. Lintasan dari gerbang ke arah bangunan membentuk garis

maya yang menjadi datum dari gubahan. Di sini dapat diamati apakah keseimbangan yang

terjadi merupakan simetri mutlak atau seimbang secara geometri saja

Zona lantai dasar

Zona lantai dasar merupakan elemen urban terpenting dari Fasade. Alas dari sebuah

bangunan, yaitu lantai dasarnya, merupakan elemen perkotaan terpenting dari suatu Fasade.

Karena berkaitan dengan transisi ke tanah, sehingga pemakaian material untuk zona ini

harus lebih tahan lama dibandingkan dengan zona lainnya. Lantai dasar memiliki suatu makna

tertentu dalam kehidupan perkotaan. Karena daerah ini merupakan bagian yang paling

langsung diterima oleh manusia, seringkali lantai dasar menjadi akomodasi pertokoan dan

perusahaan-perusahaan komersil lainnya.

Jendela dan pintu masuk ke bangunan

Jendela dan pintu dilihat sebagai unit spasial yang bebas. Elemen ini memungkinkan

pemandangan kehidupan urban yang lebih baik, yaitu adanya bukaan dari dalam bangunan ke

luar bangunan. Fungsi jendela sebagai sumber cahaya bagi ruang interior, yaitu efek

4-22
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
penetrasi cahaya pada ruang interior. Jendela juga merupakan bukaan bangunan yang

memungkinkan pemandangan dari dan ke luar bangunan. Selain memenuhi kebutuhan

fungsionalnya, jendela juga dapat menjadi elemen dekoratif pada bidang dinding.

Pintu memainkan peran yang menentukan dalam konteks bangunan, karena pintu

mempersiapkan tamu sebelum memasuki ruang, karena itu makna pintu harus

dipertimbangkan dari berbagai sudut pandang . Kegiatan memasuki ruang pada sebuah

bangunan pada dasarnya adalah suatu penembusan dinding vertikal4, dapat dibuat dengan

berbagai desain dari yang paling sederhana seperti membuat sebuah lubang pada bidang

dinding sampai ke bentuk pintu gerbang yang tegas dan rumit. Posisi pintu pada sebuah

bangunan sangat penting untuk lebih mempertegas fungsi pintu sebagai bidang antara ruang

luar dan ruang dalam bangunan. Karena letak atau posisi sebuah pintu sangat erat

hubungannya dengan bentuk ruang yang dimasuki, dimana akan menentukan konfigurasi jalur

dan pola aktivitas di dalam ruang.

Pagar pembatas

Suatu pagar pembatas (railling) dibutuhkan ketika terdapat bahaya dalam penggunaan

ruangan. Pagar pembatas juga merupakan pembatas fisik yang digunakan jika ada

kesepakatan-kesepakatan sosial mengenai penggunaan ruang.

Atap dan akhiran bangunan

Ada 2 (dua) macam tipe atap: yaitu tipe atap mendatar dan atap (face style) yang lebih

sering dijumpai yaitu tipe atap menggunung (alpine style). Atap adalah bagian atas dari

bangunan. Akhiran atap dalam konteks Fasade di sini dilihat sebagai batas bangunan dengan

langit. Garis langit (skyline) yang dibentuk oleh deretan Fasade dan sosok bangunannya,

tidak hanya dapat dilihat sebagai pembatas, tetapi sebagai obyek yang menyimpan rahasia

dan memori kolektif warga penduduknya.

Tanda-tanda (signs) dan ornamen pada fasade

Tanda-tanda (signs) adalah segala sesuatu yang dipasang oleh pemilik toko, perusahaan,

kantor, bank, restoutan dan lain-lain pada tampak muka bangunannya, dapat berupa papan

informasi, iklan dan reklame. Tanda-tanda ini dapat dibuat menyatu dengan bangunan, dapat

juga dibuat terpisah dari bangunan. Tanda pada bangunan berupa papan informasi, iklan atau

reklame merupakan hal yang penting untuk semua jenis bangunan fungsi komersial. Karena

tanda-tanda tersebut merupakan bentuk komunikasi visual perusahaan kepada masyarakat

(publik) yang menginformasikan maksud-maksud yang ingin disampaikan oleh perusahaan

komersial.

4-23
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Sedangkan ornamen merupakan kelengkapan visual sebagai unsur estetika pada Fasade

bangunan. Ornamentasi pada Fasade bangunan fungsi komersial, selain sebagai unsur

dekoratif bangunan juga meruapakan daya tarik atau iklan yang ditujukan untuk menarik

perhatian orang.

Komponen visual yang menjadi objek transformasi dan modifikasi dari Fasade bangunan

dapat diamati dengan membuat klasifikasi melalui prinsip-prinsip gagasan formatif berikut ini.

Geometri : gagasan formatif dalam arsitektur yang mewujudkan prinsip-prinsip geometri

pada bidang maupun benda suatu lingkungan binaan, segi tiga, lingkaran, segi empat beserta

varian-variannya.

Simetri : gagasan formatif yang mengarahkan desain bangunan melalui keseimbangan yang

terjadi pada bentuk-bentuk lingkungan binaan. Dibagi menjadi; simetri dengan

keseimbangan mutlak, simetri dengan keseimbangan geometri, simetri dengan

keseimbangan diagonal.

Kontras : gagasan formatif yang mempertimbangkan warna dan pencahayaan kedalaman

menjadi perbedaan gelap terang yang terjadi pada elemen Fasade. Tingkat perbedaan

dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu sangat gelap, gelap, dan terang.

Ritme : tipologi gambaran yang menunjukan komponen bangunan dalam bentuk repetasi baik

dalam skala besar maupun skala kecil. Komponen yang dimaksud dapat berupa kolom, pintu,

jendela atau ornamen. Semakin sedikit ukuran skala yang berulang, dikategorikan ritme

monoton, semakin banyak dikategorikan dinamis.

Proporsi : perbandingan antara satu bagian dengan bagian lainnya pada salah satu elemen

Fasade. Dalam menentukan proporsi bangunan biasanya mempertimbangkan batasan-

batasan yang diterapkan pada bentuk, sifat alami bahan, fungsi struktur atau oleh proses

produksi.

Skala : menunjukkan perbandingan antara elemen bangunan atau ruang dengan suatu elemen

tertentu dengan ukurannya bagi manusia.

4.3.2.7 Analisa Luasan/Intensitas Bangunan


Merupakan analisa terhadap elemen-elemen fisik kawasan tertentu yang terkait dengan

aspek konfigurasi dan aspek penampilan agar dapat menampilkan bentuk dan massa bangunan,

yang didasarkan pada skala dan massa kawasan tersebut sebagai bagian dari kawasan perkotaan

untuk membentuk dan mengarahkan kegiatan yang ada. Analisa wujud bangunan ini mencakup

elemen-elemen:

4-24
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Sempadan bangunan, yaitu jarak antara as jalan dengan bangunan maupun dengan pagar

halaman dan jarak bangunan dengan batas persil. Variabel-variabel yang diperlukan untuk

menganalisa sempadan bangunan ini adalah:

Ruwasja (jarak dari as jalan ke bangunan),

Jarak dari pagar ke tritisan bangunan,

Jarak dari pagar ke dinding bangunan.

Koefisien Dasar Bangunan (KDB), yaitu merupakan angka perbandingan luas lahan yang

tertutup bangunan dan bangunan-bangunan dalam tiap petak peruntukan dibanding dengan

luas petak peruntukan. Variabel-variabel yang diperlukan dalam menganlisa KDB ini adalah:

Lebar jalan,

GSB,

Envelop bangunan,

Tinggi bangunan.
Luas bangunan
KDB = x100%
Luas lahan

Yang harus diperhatikan dalam pengembangan KDB, adalah:

Pergerakan,

Ruang terbuka hijau (RTH),

Pencahayaan dan arah angin,

Kenyamanan pengguna (masyarakat).

Variabel-variabel yang diperlukan dalam menganlisa KDB ini adalah:

Lebar jalan,

GSB,

Envelop bangunan,

Tinggi bangunan.

Yang dimaksud dengan koefisien dasar bangunan adalah luas lahan tapak yang tertutup

bangunan dibandingkan denga luas keseluruhan lahan.secara sistematis dapat dituliskan

sebagai berikut :

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛


𝐾𝐷𝐵 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛
Perhitungan KDB dimaksudkan untuk menyediakan lahan terbuka yang cukup pada suatu

wilayah kota, disamping itu KDB juga berperan untuk menentukan kepadatan antar bengunan

yang didasarkan pada ketentuan muka bangunan.

4-25
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Sehubungan dengan posisi KDB sebagai penentu kepadatan bangunan maka bagi perumahan

pertimbangan yang dipakai adalah

Kepadatan Rendah

Jarak bangunan > 10 meter

Luas kavling >500 m2

KDB 40% - 60%

Kepadatan Sedang

Jarak bangunan 5-10 meter

Luas kavling 120-500 m2

KDB 40% - 60%

Kepadatan Tinggi

Jarak bangunan < 5 meter

Luas kavling <120 m2

KDB > 60%

Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk penentuan KDB adalah :

Keadaaan pemanfaatan lahan

Untuk memperhatikan ruang terbuka pada setiap kavling

Kepadatan penduduk yang terkait dengan upaya pemenuhan ruang gerak yang layak.

Ijin pelayanan pendirian bangunan yang dikeluarkan oleh instasnsi yang berwenang.

Koefisien Lantai Bangunan (KLB), adalah jumlah luas lantai bangunan dibanding luas kapling

rumah. Variabel-variabel yang perlu dianalisa adalah:

Tinggi bangunan,

Jarak antar bangunan,

Envelop bangunan,

KDB.

Koefisien lantai bangunan merupakan perkalian antara jumlah lantai bangunan dengan luas

kavling atau KDB yang ada. Secara sistematis di formalisasikan sebagai berikut :
𝐾𝐿𝐵 = 𝐿𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑥 𝐾𝐷𝐵

KLB dengan peruntukannya mempunyai nilai atau harga yang dinyatakan sebagai berikut:

KLB Dasar

Menyatakan intensitas dan skala pengembangan yang diijinkan dalam kondisi wajar.

KLB Maksimum

4-26
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Menyatakan intensitas dan skala pembangunan yang diijinkan apabila diterapkan

intensitas.

Peranan KLB dalam Tata Ruang:

Menentukan ada tidaknya keteraruran bangunan yang akan disesuaikan dengan

lingkungan visual yang ada.

Mengendalikan tinggi bangunan yang berpengaruh pada segi estetika bangunan dan

ketersediaan ruang terbuka.

Upaya mempertahankan fungsi kegiatan dengan mencegah konflik tata guna lahan di

kawasan sekitarnya.

Dengan adanya analisa KLB ini, maka dapat ditentukan ketinggian bangunan yang merupakan

penetapan ketinggian bangunan maksimum sesuai dengan kondisi bangunan terhadap jalan,

daya dukung tanah terhadap bangunan serta kondisi lingkungannya. Selain itu, diperoleh pula

garis langit kawasan yang merupakan garis titik tertinggi bangunan yang terbentuk oleh

perbedaan ketinggian masing-masing bangunan di tiap koridor jalan kawasan perencanaan.

Perbedaan ketinggian bangunan ini bertujuan untuk menciptakan suasana ruang yang

menarik dan tidak monoton. Terbentuknya garis langit yang tepat akan membentuk ruang

luar yang dinamis.

Nilai KLB diperoleh dari:

untuk 1 lantai = (luas bangunan x 1) / luas x 100 %

untuk 2 lantai = (luas bangunan x 2) / luas x 100 %

untuk 3 lantai = (luas bangunan x 3) / luas x 100 %

untuk 4 lantai = (luas bangunan x 4) / luas x 100 %

Tinggi Bangunan

Penentuan tinggi bangunan didasarkan pada envelop bangunan (D/H). Berdasarkan standar,

kenyamanan diantara ruang adalah D/H = 1 – 2.

D/H = 1 D/H = 2

4-27
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN

19 M
15 M

Keterangan : Jika 4 lt (19 M) jarak antar bangunan minimal adalah 19 M.

Koefisien daerah hijau, yaitu angka perbandingan antara ruang terbuka hijau dengan dasar

bangunan dalam satu persil. Variabel yang perlu dianalisa adalah:

KDB,

Lansekap: trotoar, jalan, RTH, lahan parkir.

Koefisien tapak basement, yaitu angka perbandingan antara luas basement dengan luas

keseluruhan persil. Variabel yang harus diamati adalah:

KDB,

KLB.

Elevasi/peil bangunan, yaitu tinggi dasar bangunan berdasarkan titik ukur yang ditentukan

dari titik tertinggi as jalan dimana persil berada. Variabel yang harus diamati adalah:

Tinggi persil,

Tinggi jalan,

Topografi,

Bentuk drainase.

Gubahan massa, yaitu tata letak massa bangunan diatas persil yang dipengaruhi oleh kondisi

luas persil dan skala urban space. Ada beberapa aspek yang harus ditinjau dalam

menghasilkan gubahan massa bangunan ini, yakni:

Bentuk dasar bangunan,

Bentuk massa bangunan sekitar,

Variabel estetika (irama, ritme, dsb).

Berdasarkan aspek-aspek diatas, maka kemudian dianalisa gubahan massa bangunan di

kawasan perencanaan.

4-28
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN

GSB (Garis Sempadan Bangunan)

Yang dimaksud adalah jarak bangunan dengan aspal atau jarak terluar bagian bangunan

dengan as jalan, dirumuskan sebagai berikut :


1
𝐺𝑆𝐵 = 𝑥 𝐷𝑎𝑚𝑖𝑗𝑎
2

Damija adalah daerah milik jalan dengan jarak antara as jalan dengan pinggir perkerasan

jalan. GSB bermanfaat untuk mengendalikan tata letak bangunan terhadap jalan. Selain itu

GSB merupakan batas garis untuk menentukan pemunduran massa bangunan dan sekaligus

sebagai salah satu faktor untuk ketentuan tentang envelope bangunan.

Persyaratan mengenai jarak antar bangunan, adalah sebagai berikut :

Besarnya jarak antar bangunan dalam satu persil untuk semua klasifikasi bangunan yang

tingginya maksimum 8 m ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter.

Jarak antara bangunan suatu persil yang sama tingginya untuk semua klasifikasi

bangunan, kecuali klasifikasi menurut kualitas konstruksi bangunan sementara dimana

tinggi bangunan tersebut minimum 8 m ditetapkan sekurang-kurangnya :


1
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 (𝐻) − 1 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
2

Bila bangunan yang berdampingan itu tidak sama tingginya, jarak antar bangunan

tersebut ditetapkan sekurang-kurangnya :

1
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝐴 + 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝐵
2
2

4-29
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Persyaratan jarak antar bangunan bagi bangunan-bangunan baru yang akan

berdampingan dengan bangunan bersejarah, untuk menjaga kelestarian dan keserasian

lingkungannya, jarak antar bangunan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah sesuai

ketentuan yang berlaku.

Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah jarak antara ruas jalan dengan dinding terluar

bangunan. GSB dihitung atau diukur dari batas Damija (Daerah Milik Jalan) ke dinding

terluar bangunan.

Garis sempadan adalah semua garis yang ditetapkan atau akan ditetapkan oleh kepala

daerah berkenaan dengan pembangunan yang teratur yang dalam mendirikan dan

memperbaharui seluruhnya atau sebagian dari suatu bangunan di tepi jalan umum atau

pengairan umum, ke arah jalan atau pengairan itu, tidak boleh dilintasi.

Patokan umum yang bersifat mendasar mengenai jarak bebas antar bangunan yang

dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum adalah sebagai berikut :

Jarak minimal bangunan rumah yang tidak dibangun hingga batas persil adalah 2

meter.

Untuk bangunan rumah tinggal biasa yang terbuat dari bahan mudah terbakar atau

dinding bilik, sampai pada dinding semacam itu dari bangunan lainnya sekurang-

kurangnya berjarak 5 meter.

Kompleks bangunan yang terdiri hingga 6 buah dalam 1 persil, antara kompleks

bangunan-bangunan tersebut terdapat ketentuan jarak minimal 4 meter.

Bangunan yang bukan termasuk rumah tinggal biasa seperti rumah susun, rumah

toko, bangunan kantor, bangunan pertokoan, bangunan gudang, bangunan pabrik

dan bangunan yang diperutukkkan sebagai fasilitas umum lainnya terdapat

ketentuan jarak bebas minimal antar bangunan tidak boleh kurang dari sepenuhnya

tinggi bangunan. Apabila persil bangunan tersebut berbatasan dengan jalur

jaringan transportasi umum kota, maka jarak yang diharuskan di atas dikurangi

dengan 1 meter.

Untuk bangunan yang berada di tepi sungai dan rel KA, garis sempadan/jarak bangunan

dari bibir sungai/rel Kereta Api tersebut minimal adalah 15 m.

Orientasi bangunan, yaitu konsep dasar arah hadap bangunan yang dilakukan berdasarkan

pertimbangan kondisi fisik seperti: unsur aksesibilitas, arah matahari, angin, kondisi iklim,

serta pemandangan yang menyenangkan (viesta). Variabel amatan yang diperlukan selain

kondisi fisik dasar kawasan adalah:

4-30
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Tinggi bangunan,

Envelop.

Orientasi bangunan terhadap arah angin. Orientasi bangunan terhadap arah matahari.

Orientasi bangunan
terhadap jalan.

Orientasi bangunan
terhadap arah viesta.

Bentuk dasar bangunan, yaitu bentuk-bentuk bangunan pada suatu kawasan yang

menciptakan keserasian satu sama lain dengan mempertimbangkan unsur: keterpaduan

(unity), keseimbangan, proporsi, skala, irama, urut-urutan (sequence), karakter, warna, gaya

dan bahan. Selain itu, aspek kebudayaan di kawasan perenanaan dan bentuk bangunan yang

ada di kawasan perencanaan juga sangat mempengaruhi bentuk dasar bangunan yang

dirancang.

Selubung bangunan gedung, yaitu ruang di sekitar bangunan yang dapat dirasakan oleh

manusia yang melihatnya berdasarkan adanya pengaturan wujud bangunan untuk

menciptakan ruang pandang dan garis langit (sky line) yang dinamis pada suatu

kawasan/koridor tanpa mengganggu lingkungan serta untuk menciptakan kesan estetika

visual. Variabel yang diperlukan dalam menganalisa selubung bangunan ini adalah:

Lebar jalan,

Jarak antar bangunan,

Tinggi bangunan.

Berikut ini contoh tinggi bangunan yang tidak sama pada satu kawasan dan jarak antar

bangunan yang akan mempengaruhi selubung bangunan:

4-31
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN

Selubung

Fasade bangunan, yaitu bentuk bidang muka bangunan pada kawasan tertentu yang

memberikan karakter yang khas pada kawasan tersebut,

Arsitektur bangunan dan lingkungan, yaitu pengolahan bentuk bangunan untuk menghasilkan

wujud bangunan dan lingkungan yang selaras dan memberikan kesan visual yang estetis pada

satu kawasan. Dalam hal ini analisa yang dilakukan yakni mencakup:

Analisa bentuk bangunan,

Analisa elemen-elemen bangunan,

Analisa bentuk-bentuk antar bangunan.

Bahan eksterior bangunan, yaitu pemilihan bahan bangunan di suatu kawasan tertentu.

Dalam menganalisa bahan eksterior bangunan ini variable yang perlu dipertimbangkan

adalah:

Tekstur,

Warna.

4.3.2.8 Analisa Citra Kawasan


Estetika adalah pertimbangan penting lainnya pada rancangan sistem sirkulasi. Sebuah

jalan dapat dibuat kurang monoton dan lebih menarik melalui perhatian perancangan terhadap

pengaturan rute, pemandangan dan vista, terhadap apa yang terjadi di sepanjang sisa-sisa dari
4-32
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
rute dari rute di depan rute tersebut. Semua dari teori yang dipergunakan di dalam rancangan

ruang eksterior – warna, keseimbangan, bentuk, garis, tekstur, irama bergabung untuk

menciptakan daya tarik pada sistem sirkulasi. Faktor-faktor estetika yang mempunyai arti

tertentu:

Penampilan bentuk alam serta pola ruang menjadi hal yang sangat penting sehubungan

dengan elemen-elemen perancang.

Kebanyakan sifat-sifat tapak diketahui perbedaannya oleh susunan elemen-elemen

tersebut.

Tapak penampilan bentuk-bentuk tanah, batu air, batu karang, danau, sungai, kedung dan

kolam.

Faktor-faktor Kultur

Terdiri atas tata guna lahan yang ada, hubungan keterkaitan lalu lintas dan transportasi,

kepadatan dan zoning, utilitas bangunan yang sudah ada dan faktor sejarah.

Gangguan-gangguan dari luar tapak.

Gangguan-gangguan dari luar tapak baik yang bersifat visual, pendengaran ataupun yang bau

dan yang menyangkut resiko keamanan serta keselamatan akan dideteksi.

A. Konsep Dasar Estetika Kawasan

Keterpaduan (unity)

Pengertian unity adalah keterpaduan yang berarti tersusunnya beberapa unsur menjadi satu

kesatuan yang utuh dan serasi. Keterpaduan ini dapat tercapaii dengan bentuk geometris,

sub ordinasi, dominasi dan bentuk-bentuk harmonis.

Bentuk Geometris

Jenis keterpaduan yang pertama dan termudah adalah dari bentuk geometris seperti

piramida, kubus, bola, kerucut, silinder.

Sub Ordinasi

Jenis keterpaduan ini dilakukan dengan menimbulkan subordinasi dan membuat

penonjolan untuk unsur yang lebih penting. Untuk mencapai sub ordinasi ini, maka dapat

dicapai dengan membuat; mengorientasikan semua unsur pada unsur utama, dengan

perbedaan ukuran besarnya dan dengan perbedaan tinggi.

4-33
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN

Dominasi

Dominasi merupakan kebalikan dari sub ordinasi, yakni dilakukan dengan memperbesar

atau menonjolkan unsur-unsur yang lebih besar atau lebih penting.

Bentuk Harmonis

Dicapai melalui bentuk-bentuk yang sama untuk mencapai keterpaduan yang serasi.

Keseimbangan

Keseimbangan adalah suatu nilai yang ada pada setiap obyek yang daya tarik visualnya

di kedua sisi pusat keseimbangan atau pusat daya tarik adalah seimbang. Bentuk

keseimbangan ada dua macam yaitu:

Bentuk Keseimbangan Simetris

Merupakan keseimbangan dengan pusat keseimbangan di bagian tengah.

Keseimbangan ini mempunyai kemudahan untuk diatur tetapi bentuknya cenderung

sederhana dan statis.

Bentuk Keseimbangan Asimetris

Bentuk keseimbangan ini tercapai kalau ada daya tarik keindahan pada setiap sisi

pusat keseimbangan, meskipun bentuknya tidak sama.

4-34
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN

Proporsi

Pada dasarnya proporsi ini menunjukkan adanya perbandingan. Proporsi meliputi

proporsi modular, dan berdasarkan fungsi.

Proporsi modular

Proporsi ini dicapai melalui perbandingan yang sama dalam semua bagian.

Pengulangan dari ukuran yang sama atau angka perkalian sederhana seringkali

memudahkan perbandingan proporsi yang harmonis.

Proporsi pola bujursangkar dan empat persegi panjang

Proporsi pola segitiga dalam bujursangkar dengan segi lima dan bintang lima

Proporsi dicapai dengan aturan matematika dan garis-garis tengah

Proporsi berdasarkan fungsi

4-35
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Proporsi dalam bangunan digunakan untuk menentukan ukuran luas dan tinggi ruang.

Proporsi menurut Violet-le-Duc menyatakan bahwa proporsi menunjukkan

hubungan antara keseluruhan dan bagian-bagiannya hubungan yang logis, penting

dan karakteristiknya sedemikian rupa sehingga juga memuaskan akal dan mata.

Skala

Pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu skala heroik, skala natural, dan skala

intim.

Skala Heroik

Skala heroik bertujuan untuk membuat bangunan nampak sebesar-besarnya untuk

membangkitkan semangat dan kekuatan serta kekaguman bagi mereka yang

melihatnya.

Skala Natural

Merupakan upaya penampakan agar bangunan nampak sebagaimana adanya,

menurut ukuran yang sebenarnya. Skala natural dapat diperoleh dengan

pemecahan masalah fungsional secara wajar.

Skala Intim

Merupakan penciptaan skala agar bangunan atau ruang kelihatan kecil dari ukuran

sebenarnya, tetapi bukan berarti memperkecil semua ukuran.

4-36
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Irama

Irama adalah nilai yang dicari manusia yang letaknya diantara menjemukan dan

mengacaukan, antara kesepian dan keributan antara monoton dan rumit.

Irama progesif

Irama progesif merupakan pengulangan tetapi tidak ada bentuk yang sama atau

jarak yang sama yang diulang. Semua berubah tetapi perubahannya yang teratur

sehingga bentuk yang satu mirip dengan bentuk yang lain.

Irama terbuka dan tertutup

Irama terbuka adalah pengulangan bentuk yang sama dengan jarak yang sama

tanpa menentukan suatu permulaan atau pengakhiran.

Irama tertutup adalah pengulangan bentuk dan jarak yang sama dan dengan

pemberian awalan dan akhiran yang lain bentuknya atau ukurannya lain atau

jaraknya lain.

Klimak

Irama yang panjang disamping memerlukan pembukaan dan penutupan, juga

memerlukan klimak.

Urut – Urutan (Sequence)

Urut-urutan adalah suatu peralihan atau perubahan pengalaman. Peralihan atau

perubahan pengalaman dari segi keindahan, fungsi, dan bentuk struktur. Tujuan

merancang urutan-urutan adalah untuk membimbing pengunjung ke tempat yang


4-37
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
dikehendaki dengan mempersiapkan bagi klimaks yang dihadapi. Urutan-urutan

pengalaman menghendaki adanya persiapan, pengalaman utama, dan pengakhiran.

Merancang urut-urutan ada dua cara:

Urut-urutan formal : biasanya terdapat pada bangunan simitris dengan

keseimbangan formal, dengan sumbu-sumbu yang lurus-lurus npada sumbu tetap

yang lurus, jelas dan tertentu serta penuh disiplin tidak ada kejutan atau dramatis.

Klimak harus kuat

KLIMAK HARUS KUAT

Urut-urutan non formal :bersifat romantis lebih pribadi. Sumbu sering berkelok-

kelok atau patah sehingga bentuk lebih bebas, tidak simitris, sesuai dengan

keseimbangan non formal. Terjadi kejutan yang diharapkan (surprise), misalnya

pemunculan tiba-tiba dari gelap ke teran, dari kecil yang sesak ke luas yang bebas.

Klimak tak perlu terlalu kuat.

KEJUTAN I

KLIMAK TIDAK USAH


KEJUTAN II TERLALU KUAT

Karakter

Dalam karakter dapat menceritakan tentang suasana, kesan, ekspresi fungsi, ekspresi

struktur. Faktor-faktor yang mempengaruhi faktor bangunan adalah:

Berdasarkan ingatan.

Berdasarkan reaksi emosi (kesan).

Berdasarkan penyajian fungsional.

Salah satu cara untuk mendapatkan karakter pada suatu bangunan adalah dengan

menggunakan garis lurus, garis lengkung untuk memberikan ekspresi yang diinginkan

seperti santai, tenang, intim, tegang, selamat datang, gembira dan lain-lain:

Garis-garis horisontal mengesankan kesantaian, istirahat, ketenangan dan

kepuasan.

Garis-garis vertikal mengesankan keagungan, dramatis, menimbulkan inspirasi.

4-38
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Ekspresi struktur; pola ini diperoleh dengan menonjolkan struktur bangunan pada

seluruh bangunan.

Warna

Warna sangat berperan untuk memperkuat bentuk, sehingga apabila penggunaannya

kurang berhati-hati justru akan merusak bentuk itu sendiri. Warna akan memberikan

ekspresi kepada jiwa atau pikiran manusia yang melihatnya. Oleh karena itu warna

sedikit banyak menentukan karakter.

Kontras Yang Serempak

Setiap warna mempengaruhi dan dipengaruhi oleh warna lainnya menurut kadar

nada, nilai, dan intensitasnya masing-masing.

Bayangan Warna Sesudahnya

Mata yang lelah karena melihat yang terpusat pada satu warna maka tingkat

kelelahan ini akan proporsional dengan intensitas warna yang bersangkutan.

Gaya

Gaya pada umumnya menunjuk pada : sejarah, bahan iklim, detail dan kepribadian.

Menurut Sejarah

Gaya ini menganut pada masa atau zaman dari suatu karya, sebagai pengarah gaya

berdasarkan sejarah ternyata banyak perubahan pada satu periode sejarah

sehingga sukar diidentifikasi gaya sebelumnya.

Menurut Bahan

Gaya dapat timbul dari memilih dan cara mengolah bahan bangunan melalui disiplin

dan kejujuran yang keras serta daya khayal yang peka dapat dicapai gaya. Gaya

dalam pemakaian bahan meliputi pencarian cara mengolah bahan seekspresif

mungkin sehingga sifat-sifat bahan dapat ditonjolkan.

Menurut Iklim

Gaya ini lebih ditentukan oleh faktor iklim, seperti : angin, cahaya, hujan dan

matahari. Sebagai contoh daerah yang dingin menggunakan tembok tebal dan

hampir tidak ada overstek atap untuk masuknya sinar matahari, sedangkan daerah

4-39
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
tropis menggunakan overstek yang lebar untuk menolak matahari dan beratap

miring untuk aliran air hujan, dinding yang tipis dll.

Menurut Detail

Adanya hubungan konsep antara bangunan dengan rancangan bagian detail

menciptakan gaya menurut detail. Apa yang ada dalam konsep untuk seluruh

bangunan harus terdapat pada setiap bagian bangunan yang terkecil.

Menurut Kepribadian

Pada dasarnya gaya bangunan terutama datang dari kepribadian perencana. Gaya

ini didasarkan pada pemeliharaan dari berbagai cara pemecahan yang akhirnya

menunjukkan kepribadian perancang dalam menampilkan gaya.

Bahan

Pengetahuan tentang bahan ini diperoleh dengan mengetahui sifat, kegunaan dan cara

pemakaiannya sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien.

Pemakaian Menurut Sifat

 Bahan harus dipakai dengan cara sedemikian rupa sehingga sifat-sifatnya

yang asli tetap terjaga, bukan dengan cara meniru bahan lain.

 Bahan harus digunakan dengan cara yang ekonomis.

 Bahan harus digunakan dengan cara sedemikian rupa sehingga menonjolkan

keistimewaannya, baik keistimewaan struktural maupun visual.

 Bahan harus digunakan sedemikian rupa sehingga menjelaskan sejelas mungkin

fungsinya.

Pemakaian Menurut Fungsi

 Bahan yang dipilih harus yang sesuai sifatnya dengan tujuan rancangan.

 Bahan harus dipakai sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tujuan

pemakaiannya.

B. Elemen-elemen Pembentuk Estetika Kawasan

View

Yaitu amatan terhadap pemilihan sudut pandang yang dianggap paling baik dan mempunyai

nilai estetika khusus untuk penempatan suatu bangunan.

Intensitas Bangunan

Aspek yang terkait dengan intensitas bangunan ini adalah Koefisien Dasar Bangunan (KDB),

Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Tinggi Lantai Bangunan (TLB) dan Garis Sempadan

Bangunan (GSB).

4-40
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Perabot Jalan

Yaitu amatan terhadap kebutuhan elemen-elemen penunjang kegiatan tertentu yang

penempatannya pada jalan. Contoh perabot jalan ini adalah : halte, lampu penerangan,

tempat sampah, telpon umum, papan reklame, rambu lalu lintas, tanda-tanda (signage), dsb.

Penunjang Kegiatan

Yaitu amatan terhadap elemen kota yang mendukung dua atau lebih pusat kegiatan umum di

kawasan pusat kota yang mempunyai konsentrasi pelayanan cukup besar. Elemen kota yang

merupakan penunjang kota ini dapat berupa sarana umum seperti taman, PKL, dsb.

Linkage System

Yaitu amatan terhadap adanya suatu hubungan dari pergerakan (aktivitas) yang terjadi

pada beberapa zona makro maupun mikro, dengan atau tanpa keragaman fungsi, yang

berkaitan dengan aspek-aspek fisik, historis, ekonomi, sosial, budaya dan politik.

Aspek-aspek yang terkait dalam terbentuknya linkage system: pedestrian, sistem

transportasi dan parkir.

Preservasi dan Konservasi

Preservasi adalah suatu upaya untuk melindungi bangunan, monumen dan lingkungan dari

kerusakan dan mencegah proses kerusakan yang terjadi.

Konservasi adalah semua kegiatan pemeliharaan suatu tempat sedemikian rupa sehingga

mempertahankan nilai kulturalnya. Konservasi ini mencakup kegiatan preservasi, restorasi,

rekontruksi dan adaptasi.

Ruang Terbuka Hijau

Merupakan penilaian terhadap seluruh bidang tanah yang tidak ditempati bangunan.

Pemilihan jenis tanaman dalam suatu perencanaan adalah suatu seni dan juga ilmu

pengetahuan, seni, karena menyangkut elemen desain seperti warna, bentuk, tekstur dan

kualitas desain yang berubah karena tanaman dipengaruhi iklim, usia dan faktor yang

mempengaruhi pertumbuhannya.

Pemilihan jenis tanaman tergantung pada:

Fungsi tanaman, disesuaikan dengan tujuan perencanaan.

Peletakan tanaman, juga disesuaikan dengan tujuan dan fungsi tanaman.

Fungsi tanaman:

Tanaman tidak hanya mengandung/mempunyai nilai estetis saja, tapi juga berfungsi

untuk menambah kualitas lingkungan. Adapun fungsi dari tanaman adalah Visual Control

/ Kontrol pandangan, Physical Barriers / Pembatas fisik, Climate Control / Pengendali

4-41
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
iklim, Erosion Control / Pencegah erosi, Wildlife Habitats / Habitat binatang dan

Aesthetic Values/ Nilai estetis.

Parkir

Kebutuhan akan lokasi parkir bagi pengguna kendaraan pribadi adalah cenderung sedekat

mungkin dengan tujuannya, sehingga suatu kawasan sangat perlu menyediakan tempat

parkir. Dalam mengatur perparkiran bukan kepentingan teknis semata yang menjadi

perhatian, melainkan juga menyangkut masalah keindahan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan suatu tempat parkir adalah:

Luas tempat parkir serta ukuran-ukurannya.

Sudut parkir, 90, 60 dan 45.

Arah arus lalu lintas ke tapak.

Tipe parkir untuk sendirian atau bersama-sama dengan kendaraan

Lebar tempat parkir : 2,6 meter, 2,85 meter dan 3 meter.

Lebar jalan masuk.

Pengaturan sirkulasi dalam daerah parkir baik untuk kendaraan maupun untuk

pedestrian.

Faktor-faktor estetika.

Drainase daerah parkir.

Jarak capai jalan kaki maksimum dari tempat parkir.

Pemisahan antara tempat parkir khusus dan parkir umum.

Untuk kebutuhan tempat parkir pada kawasan permukiman, pada umumnya tidak

menggunakan lahan parkir khusus atau lahan parkir yang digunakan untuk bersama, namun

hanya diperlukan lahan parkir untuk perorangan yaitu di depan rumah masing-masing.

Sedangkan jenis parkir yang dipergunakan adalah jenis paralel.

Untuk kebutuhan tempat parkir pada kawasan permukiman, pada umumnya tidak

menggunakan lahan parkir khusus atau lahan parkir yang digunakan untuk bersama, namun

hanya diperlukan lahan parkir untuk perorangan yaitu di depan rumah masing-masing.

Sedangkan jenis parkir yang dipergunakan adalah jenis paralel.

4-42
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Pedestrian

Salah satu unsur lagi yang sangat penting dalam merancang pola pergerakan pada kawasan

adalah perancangan untuk pejalan kaki, pentingnya perancangan ini bukan hanya terkait pada

penyediaan dan keindahan saja tetapi terkait dengan semua sistem secara keseluruhan.

Karakter dari pejalan kaki adalah :

Pejalan kaki biasanya berjalan pada sisi kanan.

Proporsi terbesar pejalan kaki adalah masyarakat berjalan secara berkelompok 3 orang

atau lebih.

Kesulitan terbesar untuk mengikuti pejalan kaki yang berkelompok ini adalah mereka

yang berjalan secara tidak tertentu dengan berjalan secara bersebelahan.

Laki-laki umumnya berjalan lebih cepat dari perempuan.

Kelompok usia muda biasanya berjalan lebih cepat dari kelompok usia tua.

Pejalan kaki yang berkelompok akan berjalan lebih pelan dibandingkan bila berjalan

sendirian.

Pejalan kaki yang membawa tas akan berjalan secepat pejalan kaki yang lainnya.

Pejalan kaki yang berjalan tanjakan landai akan berjalan secepat jalan datar.

Pejalan kaki biasanya mengambil jalan pintas terdekat.

Pejalan kaki membentuk kelompok besar akan bergerak dalam kelompoknya untuk satu

blok atau lebih.

Pejalan kaki akan bergerak lebih efisien pada jam puncak.

4.3.2.9 Analisa Fungsi Bangunan


Fungsi adalah suatu prinsip arsitektural bentuk suatu bangunan harus di peroleh dari

fungsi yang harus dipenuhinya; aspek skematis dan teknis dari moderenisasi arsitektural

(rasionalisme), yang pendirian teoritisnya yang lebih luas juga membentuk pertanyaan simbolik,

filsafat, politik, sosial ekonomi.

Fungsi bangunan terbagi menjadi 3 (tiga) fungsi yaitu :

Fungsi primer, merupakan fungsi bangunan yang melingkupi kegiatan utama yang terjadi

dalam objek rancangan.

Fungsi sekunder, merupakan fungsi bangunan yang ditujukan untuk melengkapi kebutuhan

kegiatan yang mengiringi kegiatan primer.

Fungsi penunjang, melingkupi kelengkapan fasilitas sarana pada gedung yang mewadahi

kegiatan utama yang terjadi pada objek rancangan.

4-43
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
4.3.2.10 Analisa Bangunan Vital/Bersejarah
Bangunan vital merupakan bangunan dengan kepentingan orang banyak sehingga pada

kualitas bangunan tersebut perlu dilakukan perawatan dan pengawasan yang ekstra untuk

meningkatkan dan menjaga keandalan bangunan. Selain perlu dilakukan perawatan dan

pengawasan, pada bangunan tersebut harus memiliki jaminan laik fungsi yang merupakan suatu

jaminan bangunan tersebut masih memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis

sesuai dengan fungsi bangunan. Sehingga konservasi bangunan bersejarah sangat dibutuhkan

agar tetap bisa menjaga cagar budaya yang ada. Konservasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

Preservasi, merupakan kegiatan pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya,

tanpa adanya perubahan sedikitpun, termasuk didalamnya upaya pencegahan penghancuran,

jadi bangunan yang masuk kategori preservasi ini tidak mengalami tingkat perubahan dari

bentuk aslinya.

Restorasi/Rehabilitasi, adalah pengembalian suatu tempat ke dalam kondisi seperti sedia

kala, dengan menghilangkan tambahan-tambahan dan memasang komponen semula tanpa

menggunakan bahan / material baru.

Rekonstruksi, merupakan kegiatan mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan

keadaan semula, dengan menggunakan bahan baru.

Adaptasi/Revitalisasi, adalah merubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang

lebih sesuai. Yang dimaksud dengan fungsi yang lebih sesuai adalah kegunaan yang tidak

menuntut perubahan drastis atau yang hanya memerlukan sedikit dampak minimal.

Demolisi, merupakan penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau

membahayakan. Untuk demolisi ini tingkatan perubahannya merupakan keseluruhan

bangunan secara total.

4.3.2.11 Analisa Skyline Bangunan


Proses terbentuknya skyline berkaitan erat dengan perkembangan arsitektur bangunan

tinggi dan atau bangunan pencakar langit, karena skyline merupakan penampilan siluet maupun

pemandangan dari kumpulan bangunan tinggi dan atau pencakar langit. Selain itu, skyline kota

diatur dalam peraturan tata kota yang dapat menghasilkan citra makro secara visual. Keempat

aturan tersebut yaitu:

Aesthetic/Visual Regulation

Elemen visual sangat dibutuhkan dalam perancangan kota karena perancangan perkotaan

yang baik akan membuat kota menjadi lebih berkarakter dan berkualitas sehingga mendapat

penghargaan dari banyak orang

4-44
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Height Regulation

Peraturan tentang ketinggian dibuat dengan maksud agar landmark atau monumen penting

diatur agar tetap menjadi yang tertinggi.

Regulation of view corridors

Terdapat tiga jenis pemandangan skyline, yaitu sepanjang jalan (jika dilihat dari tempat

kita berdiri), pemandangan tepi air (sungai atau tepi laut), dan yang terakhir dilihat dari

ketinggian (dari puncak gunung atau dari bangunan tinggi).

Terdapat sebuah teori mengenai pertimbangan jarak didalam perancangan kota. Teori ini

digunakan untuk menentukan penempatan dan bentuk bangunan-bangunan yang berdekatan

di dalam perancangan ruas jalan. Contohnya untuk mendapatkan suatu jalur yang memiliki

pemandangan lingkungan yang baik, penempatan bangunan tinggi harus dikomposisikan

secara bergantian di kiri dan kanan jalur dengan bangunan berketinggian rencah

diantaranya, sehingga tidak menutupi pemandangan indah pada satu jalur.

Choosing locations for positioning urban landmark

Menempatkan bangunan tinggi atau landmark kota yang menarik dapat berkontribusi

terhadap citra buruk garis langit sebuah kota, Namun yang harus diperhatikan adalah lokasi

landmark tersebut harus dipilih dengan hati-hati sehingga layak. Kumpulan bangunan tinggi

harus diletakkan secara menarik dan seimbang komposisinya.

Skyline dalam skala kota mempunyai makna sebagai berikut.

Sebagai simbol kota

Sebagai indeks sosial

Sebagai alat orientasi

Sebagai perangkat estetis

Sebagai perangkat ritual

Gambar 4.7 Skyline di Vancouver, Kanada

4.3.2.12 Analisa Pergerakan


Sistem transportasi yang ada di darat dalam kelancarannya adalah menggunakan

prasarana yang ada, dimana definisi dari jalan itu sendiri adalah kesatuan sistem jaringan yang

4-45
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pengembangan dengan wilayah yang ada pengaruhnya

dalam suatu hubungan hierarki.

Analisa Pola Jaringan Jalan

Merupakan dasar dalam menganalisa pengembangan jaringan jalan di wilayah perencanaan.

Sebelum menentukan kebutuhan pengembangan jaringan jalan harus ditetapkan pola

jaringan jalan apa yang akan diterapkan di wilayah perencanaan sesuai dengan kondisi dan

permasalahan yang terkait dengan pengembangan jaringan jalan tersebut, misalnya:

jaringan jalan eksisting, kondisi topografi wilayah, dsb. Adapun pola-pola jaringan jalan ini

dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori, yaitu:

Pola Grid

Pola Radial

Pola Linier

Pola Kurva linier

Modifikasi Grid

Cul De Sac

Loop

Aksesbilitas

Aksesibilitas adalah jarak pencapaian dari suatu daerah ke daerah lainnya, dimana semakin

tinggi aksebilitas suatu daerah dengan daerah lainnya maka akan semakin cepat pula proses

perkembangannya begitu pula sebaliknya. Adapun indikator yang menunjukkan tingkat

aksesibilitas pada satu kawasan yaitu kondisi dan jenis perkerasan jalan yang ada,

sedangkan untuk indikator penunjang yaitu arah perkembangan atau pergerakan penduduk.

𝐾𝐹𝑇
𝐴𝑖 =
𝑑

Keterangan :

Ai : Nilai aksebilitas

K : Kondisi jalan aspal (aspal, perkerasan dan tanah)

F : Fungsi jalan (arteri, kolektor dan lokal)

T : Fungsi dari jenis pergerakan (regional, lokal) dan trayek pergerakan yang melayaninya.

d : Jarak

(Nilai F, K dan T diberi bobot)

4-46
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Untuk mengukur indeks aksebilitas menggunakan rumus matematis sebagai berikut :

𝐸𝑗
𝐴𝑖 =
(𝑑𝑖𝑗)𝑏

Keterangan :

Ai : Nilai aksebilitas

Ej : Ukuran aktivitas (dapat menggunakan ukuran antara lain jumlah penduduk usia kerja)

Dij : Jarak tempuh (waktu/uang)

B : Parameter

Perhitungan parameter b menggunakan grafik regresi linier, yang diperoleh berdasarkan

perhitungan :

𝑇
𝐾=
𝑃
Keterangan :

K : Kondisi jalan

T : Total individu trip

P : Jumlah penduduk suatu daerah

(𝑃𝑖𝑝𝑗)
𝑇𝑖𝑗 =
𝑝
Keterangan :

Tij : Hipotheticaltrip volume

Pipj : Jumlah penduduk didaerah i dan j


p : Jumlah penduduk diseluruh daerah

Hirarki Jalan

Hierarkhi jalan adalah tingkat fungsi jalan dalam melayani pergerakan lalu lintas yang ada

pada suatu kawasan dengan pusat kawasan atau dengan daerah lainnya yang ada di sekitar

kawasan.

Penataan Transportasi

Penataan transportasi ini sangat menunjang sistem transportasi yang akan direncanakan,

yakni meliputi: sistem sirkulasi (kendaraan dan pejalan kaki), sistem parkir dan perabot

jalan (tempat sampah, halte, penerangan, telpon umum, dsb).

Analisa Landscape Jalan

4-47
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Analisa landscape jalan memperhatikan kondisi potensi dan permasalahan koridor jalan

sehingga nantinya dalam penentuan dan penataan vegetasi maupun perabot jalan dapat

sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan. Beberapa hal dalam penataan Landscape koridor

jalan menurut lokasinya akan dibedakan :

Penataan Landscape akibat bentukan topografi

Penataan Landscape pada daerah tikungan

Penataan Landscape Pada Persimpangan

Penataan Landscape pada Pusat Aktivitas

Tabel 4.2 Tipe Penampang Jalan

No Foto Keterangan
1. Tipe Penampang Jalan Yang Terbentuk
Karena Potongan Bukit

2. Tipe Persimpangan Pada Jalan Dalam Kota

3. Tipe Vegetasi Pada Persimpangan Jalan

4. Tipe Lansekap Jalan Dengan Jalur Lambat


tanpa Median (Pemisah Jalur tidak
ditanami)

4-48
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
No Foto Keterangan
5. Tipe Lansekap Jalan ber Median dengan
Jalur Lambat, Pemisah Jalur Ditanami.

Analisa Elemen – Elemen Koridor Jalan

Analisa ini akan mencakup berbagai elemen di sepanjang koridor jalan sehingga

keberadaanya perlu ditata baik kebutuhan jumlahnya, jenis elemen yang dibutuhkan,

penataan dan desain elemen yang direncanakan. Elemen-elemen yang dianalisa adalah

meliputi :

Rambu-rambu lalu lintas

Reklame

papan pengumuman

nama jalan

penunjuk arah

pos polisi

lampu jalan

telepon umum

kotak surat

tempat sampah

penyeberangan jalan

halte

vegetasi dan taman

kota

4.3.2.13 Analisa Komparatif dengan Standart


Analisa komparatif adalah membandingkan satu buah fenomena dengan fenomena yang

lain atau membandingkan fenomena yang sama pada kelompok subjek yang berbeda. Dalam hal

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), analisa komparatif digunakan untuk

membandingkan antara kondisi eksisting dengan standart yang diberlakukan oleh pemerintah,

sehingga dapat diketahui bahwa kondisi eksisting sudah sesuai dengan standart atau belum

sesuai dengan standart. Selain itu juga, analisis komparatif dapat digunakan untuk

4-49
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
membandingkan fenomena yang terjadi di kawasan perencanaan dengan kawasan lain yang

memiliki tipologi kawasan yang serupa sehingga dapat dijadikan masukan dalam proses

perencanaan.

4.3.2.14 Analisa Potensi dan Permasalahan


Analisia potensi dan permasalahan bertujuan untuk mendapatkan informasi sebanyak-

banyaknya berkaitan dengan kawasan perencanaan berupa apa yang akan dikembangkan dan

melandasi mengapa perlu dilakukan pengembangan. Analisis potensi dan masalah harus mampu

meyakinkan berbagai pihak, bahwa penelitian pengembangan tersebut mendesak dan perlu

dilakukan.

Sehingga pada perencanaan, analisis potensi dan permasalahan dapat digunakan sebagai

bahan untuk dapat merumuskan perencanaan atau pengembangan dimasa yang akan datang, agar

potensi yang sudah ada dapat dikembangkan dan masalah yang ada dapat diatasi dengan baik.

4.3.2.15 Analisa Tata Kualitas Lingkungan/Identitas


Identitas kawasan ini merupakan kesan lingkungan secara visual yang dapat memberikan

identitas pada kawasan tersebut yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

Pathway (jalur sirkulasi)

Landmark (tanda kota)

Nodes (pusat aktivitas)

Edges (perbatasan wilayah)

Distrik (kawasan yang berbeda bentuk dan besarnya dibandingkan dengan kawasan lain)

Unsur-unsur tersebut di atas akan membuat suatu kota mempunyai karakter tersendiri

yang berpengaruh pada penghuni kota. Karena itu pengendalian dari unsur-unsur kota akan

membentuk identitas, struktur dan karakter kota.

Pathways, yaitu garis yang biasanya dilalui orang (jalur sirkulasi). Pada unsur ini dilakukan

pengaturan dan penyesuaian penggunaan sirkulasi. Pengaturan sirkulasi ini penggunaannya

dibedakan menjadi sirkulasi manusia, sirkulasi barang dan sirkulasi kendaraan/transportasi.

Dengan demikian dapat terbentuk jalur sirkulasi yang sesuai dengan peruntukan

aktivitasnya.

Pathways merupakan penghubung (chanel) dimana sesorang biasanya melalui jalur tersebut.

Pathways ini dapat merupakan; jalan, tempat pejalan kaki, kanal, jalan kereta api dll. Kesan

ini umumnya diperoleh ketika sesorang melakukan suatu perjalanan.

4-50
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Pathways merupakan penghubung (channel) dimana seseorang biasanya melalui jalur

tersebut. Pathways ini dapat merupakan jalan, tempat pejalan kaki, kanal, jalan kereta api,

dll. Kesan ini umumnya diperoleh ketika seseorang melakukan suatu perjalanan.

Landmark,adalah tanda kota, penekanan dilakukan pada vokal point sehingga landmarknya

tidak dinikmati dengan masuk di dalamnya tetapi dapat dilihat dari suatu jarak tertentu

untuk titik orientasinya. Untuk landmark skala kota lebih diarahkan pada kawasan yang

berhubungan dengan kawasan lain atau sirkulasi yang ada merupakan sirkulasi skala kota

yang dapat dilihat melalui fungsi jalan.

Landmarks merupakan titik referensi dimana pengamat meninjau secara eksternal.

Landmarks ini dapat berupa; bangunan, tanda tertentu, gunung dan lain-lain. Skala

landmarks dapat berskala kota ataupun lingkungan. Landmarks ini juga merupakan suatu

petunjuk terhadap kawasan tertentu

Nodes, adalah titik yang mengandung keaktifan (pusat aktivitas), yang letaknya strategis

pada suatu kota sehingga dapat dibuat titik orietasi. Untuk menghindari terjadinya

pemusatan kegiatan hanya pada satu pusat kegiatan maka perlu dibentuk node baru sehingga

terjadi pemerataan pelayanan

Nodes merupakan titik atau lokasi yang strategis dimana pengamat dapat memasuki

kegiatan tersebut. Lokasi ini umumnya mempunyai intensitas kegiatan yang tinggi, ataupun

dapat juga merupakan konsentrasi kegiatan dalam skala tertentu, misalnya sudut jalan.

Node ini umumnya merupakan pusat dari satu district.

4-51
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN

Edges, merupakan batasan antara dua hal (daerah aktivitas) yang berbeda atau pemutusan

dari sutau kontinuitas. Yang perlu ditegaskan adalah adanya batasan yang konkrit antara

kawasan fungsional yang satu dengan kawasan fungsional lainnya.

Edges merupakan suatu pembatas antar kegiatan atau antar jenis penggunaan. Edges ini

dapat berupa pantai, antar bangunan dengan ruang terbuka, atau antar kegiatan yang sangat

terlihat perbedaan jenisnya. Edges ini dapat berupa pembattas, atau kegiatan yang dapat

terpenetrasi.

District, adalah suatu daerah dalam kota, bukan dalam pengamatan administratif tapi dalam

ukuran dua dimensi yang bangunannya membentuk kawasan homogen. Agar terbentuk

keteraturan dan efektifitas dan efisiensi serta hubungan yang baik antar fungsi kawasan

perlu dilakukan pengaturan zona-zona penggunaan lahan.

District merupakan kawasan yang memiliki kesamaan karakter dan pengamat umumnya

meninjau secara kedalam. Distrik ini juga sering digunakan untuk referensi eksterior.

Selain itu pada analisa ini dilakukan analisis tentang RTH. Merupakan penilaian terhadap

seluruh bidang tanah yang tidak ditempati bangunan. Contoh RTH : pedestrian, taman, plaza,
4-52
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
makam, lapangan olah raga, lapangan terbang, muka air, puncak atap dan semua ruang luar

komunal.

Fungsi RTH :

RTH Berdasarkan Fungsi Estetika

RTH Berdasarkan Fungsi Fasilitas

RTH Berdasarkan Fungsi Penyangga

RTH Berdasarkan Fungsi Kawasan Khusus

RTH Berdasarkan Fungsi Konservasi

Pemilihan jenis tanaman untuk ruang terbuka hijau juga menyangkut elemen desain

seperti warna, bentuk, tekstur dan kualitas desain yang berubah karena tanaman dipengaruhi

iklim, usia dan faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya. Pemilihan jenis tanaman tergantung

pada fungsi tanaman, disesuaikan dengan tujuan perencanaan.

Fungsi tanaman untuk menahan sinar lampu kendaraan.

Fungsi tanaman sebagai atap

Fungsi tanaman untuk memberi kesan privacy

Fungsi tanaman untuk menahan aliran angin

4-53
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN

Jenis-jenis ruang terbuka hijau pada kawasan perkotaan, meliputi;

Taman Kota;

Taman Wisata Alam;

Taman Rekreasi;

Taman Lingkungan Perumahan dan Pemukiman;

Taman Lingkungan Perkantoran dan Gedung Komersial;

Taman Hutan Raya;

Hutan Kota;

Hutan Lindung;

Bentang Alam seperti gunung, bukit, lereng, lembah;

Cagar Alam;

Kebun Raya;

Kebun Binatang;

Pemakaman Umum;

Lapangan Olahraga;

Lapangan Upacara;

Parkir Terbuka;

Lahan Pertanian Pekotaan;

Jalur Dibawah Tegangan Tinggi (SUTT dan SUTET);

Sempadan Sungai, Pantai, Bangunan, Situ dan Rawa;

Jalur Pengaman Jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian;

Kawasan dan Jalur Hijau;

Daerah Penyangga (buffer zone) lapangan udara;

Taman Atap (roof garden).

Vegetasi yang digunakan pada pengembangan RTHKP disesuaikan dengan bentuk dan

sifat serta peruntukkannya, yaitu:

Botanis, merupakan campuran jenis pohon ukuran kecil, ukuran sedang, ukuran besar, perdu

setengah pohon, perdu, semak, dan tanaman penutup tanah/permukaan;

4-54
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Arsitektural, merupakan heterogenitas bentuk tajuk membulat, menyebar, segitiga, bentuk

kolom, bentuk tiang, memayung dan menggeliat, serta mempunyai nilai eksotik dari sudut

warna bunga, warna daun, buah, tekstur batang, struktur percabangan;

Tanaman yang dikembangkan tidak membahayakan manusia dan memperhatikan nilai

estetika.

RTH Pada Jalur Jalan

Penempatan RTH pada jalur jalan sesuai manfaatnya disamping sebagai unsur estetika, juga

berfungsi sebagai pembatas jalan, serta pada posisi tertentu seperti pintu masuk/batas

kota penempatannya diatur sedemikian rupa untuk memberikan kesan peralihan kawasan,

dari karakter kawasan luar kota beralih ke karakter wilayah perencaaan.

Pada prinsipnya penempatan dan pemilihan tanaman pada jalur jalan diupayakan tidak

mengganggu pandangan pemakai jalan khususnya pengendara kendaraan. Baik penempatan

disisi jalan (berm jalan), khususnya penempatan ditengah jalan (boulevard), atau taman pada

simpul-simpul persimpangan jalan.

Fungsi dan Pemanfaatan RTH

Aspek Fisik

Pemanfaatan tanaman/penghijauan sebagai pengisi ruang terbuka/open space, akan

mengubah ruang tebuka keras (hard space) menjadi lunak (soft space), ruang terbuka

hijau juga digunakan sebagai pendukung objek landmark, patung, sculpture, sehingga

dapat tampil lebih dominan apabila diberikan ruang sesuai jarak pandang yang

dibutuhkan pengamatnya, ruang terbuka tersebut akan tampil lebih indah dengan

pengisian tanaman; pemanfaatan RTH secara fisik yang lain adalah untuk pengaman lalu

lintas kendaraan,pengaman jalur kereta api, pengaman kemungkinan longsor tepian

sungai. RTH ini dapat dibuat pada lahan yang ada disudut-sudut jalan, berm jalan, tepi

jalur kereta api, dan bantaran sungai.

Aspek Sosial

Pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai tempat berlangsungnya kegiatan masyarakat,

khususnya kegiatan informal, bersifat rekreatif dan edukatif. Interaksi sosial dalam

berbagai skala, mulai skala lingkungan sampai dengan interaksi masyarakat kota.

Manusia yang hidup bermasyarakat membutuhkan kontak sosial satu dengan yang lain,

oleh larena itu, keberadaan ruang terbuka hijau di suatu perkotaan sangat diperlukan

sebagai wadah kontak sosial yang dapat berfungsi pula sebagai ruang terbuka untuk

tempat hiburan, tempat bermain anak-anak, tempat berolahraga, tempat untuk upacara

4-55
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
pada saat tertentu. RTH untuk kepentingan sosial ini dapat dibangun tersebar pada

tiap wilayah kecamatan, kelurahan, unit lingkungan penduduk.

Aspek Ekonomi

Ruang terbuka hijau dapat pula dimanfaatkan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan

ekonomi masyarakat, seperti pasar PKL, sarana wisata, dan parkir kendaraan ditempat

umum.

Kehidupan manusia sehari-hari akan selalu terkait dengan kebutuhan ekonomi.

Kebutuhan ruang terbuka hijau yang ada dalam suatu kawasan perkotaan dapat

memberikan keuntungan ekonomi pada masyarakart kota dari berbagai lapisan ekonomi,

misalnya ruang terbuka dapat dipergunakan untuk pameran dan menjual produk industri

lokal dan regional sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dari sektor

industri menengah dan industri kecil. Selain itu, ruang terbuka dapat digunakan untuk

kegiatan bazar, pasar kaget/krempyeng pada event-event tertentu bagi masyarakat

golongan bawah sehingga memperoleh tambahan penghasilan.

Aspek Lingkungan

Pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai resapan air hujan, penyeimbang ekosistem,

supply udara bersih, secara visual memberikan keteduhan dan kenyamanan, serta

meningkatkan estetika lingkungan.

Pada setiap lingkungan, penggunaan tanah dalam suatu kawasan perkotan seperti

lingkungan perumahan, perdagangan, perkantoran, pendidikan tinggi, industi dan lain-

lain harus disediakan ruang terbuka hijau untuk mencegah atau mengurangi kepadatan

bangunan.

Ditinjau dari kebutuhan lingkungan maka keberadaan ruang terbuka hijau terkait

dengan kepadatan bangunan adalah untuk :

Mencegah terjadinya banjir pada lingkungan yang bersangkutan akibat kurang

tersedianya ruang terbuka hijau yang dapat meresapnya air hujan kedalam tanah;

Memberikan udara bebas yang cukup sehingga menyehatkan lingkungan;

Memberikan ruang terbuka yang cukup agar sinar matahari dapat masuk kedalam

ruangan bangunan sehingga dapat menyhatkan bangunan; aplikasi dari penyediaan

RTH dapat dilaksanakan dengan Perda yang mengatur setiap pembangunan, dengan

mewajibkan penyediaan RTH secara proporsional sesuai luasan kapling/lahannya.

Aspek Landscape

4-56
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Manusia hidup selain harus terpenuhi kebutuhan jasmani juga harus terpenuhi

kebutuha rohaninya. Dalam hubungan ini, keberadaan RTH yang dibuat untuk

memperindah (landscape) kota sehingga menarik, serasi, seimbang dengan rona

lingkungan sekitarnya dapat memberikan suasana yang meyenangkan bagi semua orang

yang menikmatinya. Dengan demikian, adanya keindahan kota tersebut dapat

bermanfaat bagi kebutuhan rohani (jiwa) manusia yang menikmati.

Penerapan Fungsi RTH

Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan

lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binan seperti taman, lapangan

olahraga, pemakaman atau jalur-jalur hijau jalan. Dilihat dari fungsi RTH dapat berfungsi

ekologis, sosial budaya, arsitektural dan ekonomi.

Baik RTH publik maupun privat memiliki beberapa fungsi utama seperti fungsi ekologis serta

fungsi tambahan seperti estetis, ekonomi, arsitektural, dan fungsi sosial budaya. Khusus

untuk RTH dengan fungsi sosial seperti tempat istirahat, sarana olahraga dan atau area

bermain, maka RTH ini harus memiliki aksesbilitas yang baik untuk semua orang, termasuk

aksesbilitas bagi penyandang cacat. Berikut ini tipologi RTH sebagai arahan dalam

penentuan jenis RTH :

Fisik Fungsi Struktur Kepemilikan


RuangTerbuka
Hijau Ekologis
(RTH) RTH Alami PolaEkologis RTH
Sosial Budaya Publik

RTH Arsitektural PolaPlanologis RTH


Non Alami Privat
Ekonomi

Sumber : Pedoman RTHKP, DPU

Gambar 4.8 Bagan Tipologi Ruang Terbuka Hijau

4-57
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN

4-58
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN

Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu

Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, misalnya

melindungi kelestaroan SDA, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan

penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak terganggu.

RTH kategori ini meliputi; RTH jalur jalan, RTH sempadan sungai, RTH jaringan listrik

tegangan tinggi, RTH jalan kereta api, RTH pengaman sumber air, RTH halaman, RTH untuk

membatasi perkembangan seperti area pantai atau daerah yang dimarjinalkan (greenbelt)

dan ruang terbuka hijau di jalan layang.

Penentuan kawasan lindung di kawasan perkotaan, mengacu pada Keputusan Presiden No. 32

Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, yang meliputi kawasan suaka alam,

pelestarian alam, cagar budaya, kawasan resapan air, hutan lindung, kawasan bergambut,

kawasan rawan bencana, kawasan perlindungan setempat.

RTH Pada Pekarangan

Ketentuan yang berlaku pada RTH pekarangan perumahan dibedakan atas pekarangan rumah

besar, rumah kecil dan rumah sedang.

Pekarangan Rumah Besar

Kategori yang termasuk rumah besar adalah rumah dengan luasan lantai diatas 500

m²;

Ruang terbuka hijau minimum yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi

koefisien dasar bangunan (KDB) sesuai peraturan daerah setempat;

Jumlah pohon pelindung yang harus disediakan setidak-tidaknya 3 pohon pelindung

ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau rumput.

Pekarangan Rumah Sedang

4-59
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Kategori yang termasuk rumah sedang adalah rumah dengan luasan lantai antara

120 m2 sampai dengan 500 m²;

Ruang terbuka hijau minimum yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi

koefisien dasar bangunan (KDB) sesuai peraturan daerah setempat;

Jumlah pohon pelindung yang harus disediakan setidak-tidaknya 2 pohon pelindung

ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau rumput.

Pekarangan Rumah Kecil

Kategori yang termasuk rumah sedang adalah rumah dengan luasan lantai antara

dibawah 120 m²;

Ruang terbuka hijau minimum yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi

koefisien dasar bangunan (KDB) sesuai peraturan daerah setempat;

Jumlah pohon pelindung yang harus disediakan setidak-tidaknya 1 pohon pelindung

ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau rumput.

Gambar 4.9 Perhitungan Proporsi RTH

4.3.2.16 Analisa Partisipatif


Dalam upaya untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat, perlu dilakukan

penilaian/analisis aspek sosial budaya di wilayah dan/atau kawasan. Penilaian/analisis aspek

sosial budaya dapat diperoleh melalui hasil pengukuran beberapa indikator sosial (urban social

indicator) misalnya struktur sosial budaya, pelayanan sarana dan prasarana budaya, potensi

sosial budaya masyarakat atau kesiapan masyarakat terhadap suatu pengembangan. Tujuan

4-60
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
analisis aspek sosial budaya adalah mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat yang mendukung

atau menghambat pengembangan wilayah dan/atau kawasan, serta memiliki fungsi antara lain :

Sebagai dasar penyusunan rencana tata ruang wilayah dan/atau kawasan serta pembangunan

sosial budaya masyarakat.

Mengidentifikasi struktur sosial budaya masyarakat .

Menilai pelayanan sarana dan prasarana sosial budaya yang mendukung pengembangan

wilayah dan/atau kawasan.

Menentukan prioritas-prioritas utama dalam formulasi kebijakan pembangunan sosial

budaya masyarakat.

Memberikan gambaran situasi dan kondisi objektif dalam proses perencanaan.

Sebagai acuan pelaksanaan pemantauan, pelaporan dan penilaian program-program

pembangunan sosial budaya secara integratif.

4.3.2.17 Analisa System Prasarana Utilitas


Analisa untuk mengetahui tingkat ketersediaan dan pelayanan fasilitas merupakan

analisa kualitatif, melalui pendekatan jenis dan jumlah fasilitas untuk kemudian dapat diketahui

skala pelayanan dari fasilitas yang tersedia (eksisting).

Jaringan Listrik

Sistem analisa pelayanan listrik ini terdiri dari ; (1) analisa distribusi, (2) analisa

penempatan gardu, (3) analisa penempatan travo dan (4) analisa penempatan tiang (jarak

antar tiang).

Jaringan Air Minum

Sistem analisa pelayanan air minum ini terdiri dari ; (1) analisa sistem pendistribusian

(sistem lop dan sistem los), (2) analisa penempatan hidran dan (3) analisa penempatan kran

umum.

Jaringan Telepon

Untuk jaringan telepon standar yang digunakan didasarkan atas jumlah fasilitas yang

ada, dimana masing-masing fasilitas 1 sambungan. Sistem analisa pelayanan telepon terdiri

dari ; (1) analisa kebutuhan, (2) analisa pendistribusian, (3) analisa STO (stasiun otomatis)

dan (4) analisa jarak antar tiang.

Sistem Drainase

Untuk sistem analisa drainase ini terdiri dari ; (1) analisa daerah tangkapan air, (2) analisa

limpasan air, (3) analisa daya serap air dan (4) analisa kapasitas air hujan.

Sistem Pembuangan Sampah

4-61
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Untuk sistem pembuangan sampah standar yang digunakan sama halnya dengan sistem

pembuangan limbah yaitu didasarkan atas besar buangan yang dihasilkan. Sistem utilitas

sampah manggunakan analisa yang terdiri dari ; (1) analisa kapasitas/jumlah sampah, (2)

cara pembuangan sampah, (3) analisa pendistribusian, dan (4) analisa penempatan TPS/

tranfer depo.

4.3.2.18 Analisa Daya Dukung & Daya Tampung


Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup merupakan kemampuan lingkungan hidup

untuk dapat mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan

antarkeduanya. Dengan demikian, konsep daya dukung secara umum dapat dilihat dari dua sisi

yaitu:

Dari sisi ketersediaan, dengan melihat karakteristik wilayah, potensi sumber daya alam

yang ada di suatu wilayah

Dari sisi kebutuhan, yaitu dengan melihat kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya dan

arahan kebijakan prioritas suatu wilayah

Daya dukung dan daya tampung lingkungan dalam perencanaan tata ruang dimaksudkan

agar pemanfaatan ruang berdasarkan tata ruang nantinya tidak sampai melampaui batas-batas

kemampuan lingkungan hidup dalam mendukung dan menampung aktivitas manusia tanpa

mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kemampuan tersebut mencakup kemampuan dalam

menyediakan ruang, kemampuan dalam menyediakan sumberdaya alam, dan kemampuan untuk

melakukan perbaikan kualitas lingkungan apabila terdapat dampak yang mengganggu

keseimbangan ekosistem. Penataan ruang yang mengabaikan daya dukung lingkungan dipastikan

akan menimbulkan permasalahan dan degradasi kualitas lingkungan hidup seperti banjir, longsor

dan kekeringan, pencemaran dan lain sebagainya.

4.3.2.19 Analisa Kebencanaan


Bencana adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari sistem yang ada di muka bumi, baik

secara alamiah ataupun akibat ulah manusia. Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

(RTBL) berperan penting pada kawasan-kawasan spesifik rawan akan bencana. Pada kawasan

tersebut akan dilakukan penanganan lebih lanjut dari sekedar perencanaan kota. Penanganan-

penanganan tersebut dapat berupa upaya, strategi, dan arahan pengembangan kawasan agar

lebih terkendali, terpadu, dan berkelanjutan serta pengaturan dan pengendalian bangunan pada

bidang tata bangunan dan tata lingkunan.

4-62
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
4.3.3 Penyusunan Konsep
Penyusunan konsep pada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) terdiri dari 4

(empat) empat tahapan, yaitu :

Visi pembangunan, yaitu gambaran spesifik karakter lingkungan di masa mendatang yang

akan dicapai sebagai hasil akhir penataan suatu kawasan yang direncanakan, disesuaikan

dengan seluruh kebijakan dan rencana tata ruang yang berlaku pada daerah tersebut.

Konsep perancangan struktur tata bangunan dan lingkungan, yaitu suatu gagasan

perancangan dasar pada skala makro, dari intervensi desain struktur tata bangunan dan

lingkungan yang hendak dicapai pada kawasan perencanaan, terkait dengan struktur

keruangan yang berintegrasi dengan kawasan sekitarnya secara luas, dan dengan

mengintegrasikan seluruh komponen perancangan kawasan yang ada.

Konsep komponen perancangan kawasan, yaitu suatu gagasan perancangan dasar yang dapat

merumuskan komponenkomponen perancangan kawasan (peruntukan, intensitas, dll)

Blok pengembangan dan program penanganan, yaitu pembagian suatu kawasan perencanaan

menjadi blok-blok pengembangan yang lebih kecil sehingga strategi dan program

pengembangannya dapat lebih terarah dan rinci.

4.3.4 Penyusunan Rencana


Penyusunan rencana pada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) terdiri dari

beberapa tahapan yaitu :

Struktur Peruntukan Lahan, merupakan komponen rancang kawasan yang berperan penting

dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan/tata guna lahan yang telah ditetapkan

dalam suatu kawasan perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan dalam rencana tata

ruang wilayah. Komponen penataan struktur peruntukan lahan terbagi menjadi :

Peruntukan lahan makro

Peruntukan lahan mikro

Intensitas Pemanfaatan Lahan, adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum

bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya. Komponen penataan intensitas pemanfaatan

lahan terbagi menjadi :

KDB

KLB

KDH

KTB

Sistem Insentif – Disinsentif


4-63
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Pengalihan nilai KLB

Tata Bangunan, adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta

lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk

pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-elemen:

blok, kaveling/petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai bangunan, yang

dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif

terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam ruang-ruang

publik. Komponen penataan tata bangunan terbagi menjadi :

Blok lingkungan

Pengaturan kavling

Ketinggian dan elevasi

Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung

Komponen penataan sistem sirkulasi dan jalur penghubung terbagi menjadi :

Jaringan jalan dan pergerakan

Sirkulasi kendaraan umum

Sirkulasi kendaraan pribadi

Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau, merupakan komponen rancang kawasan, yang tidak

sekadar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen sisa setelah proses rancang

arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral dari suatu

lingkungan yang lebih luas. Komponen penataan sistem ruang terbuka dan tata hijau terbagi

menjadi :

Ruang terbuka publik

Ruang terbuka pribadi

Ruang private yang bisa diakses publik

Tata Kualitas Lingkungan, merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen kawasan yang

sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau subarea dengan sistem lingkungan

yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu. Komponen penataan

tata kualitas lingkungan terbagi menjadi :

Identitas lingkungan

Orientasi lingkungan

Wajah jalan

4-64
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan, kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang

pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana

semestinya. Komponen penataan sistem prasarana dan utilitas lingkungan terbagi menjadi :

Jaringan air bersih

Jaringan air limbah

Jaringan drainase

Jaringan listrik

Jaringan telepon

Pengaman kebakaran

Jaringan evakuasi

4-65
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN
BAB 4 Metodologi Pekerjaan ......................................................................................... 4-1
4.1 Pendekatan Umum .............................................................................................. 4-1
4.2 Standar Teknis dan Studi Terdahulu .................................................................. 4-4
4.3 Metode Pelaksanaan Kegiatan ............................................................................ 4-5
4.3.1 Metode Survei Dan Pengumpulan Data ......................................................... 4-7
4.3.2 Metode Analisa ............................................................................................. 4-11
4.3.2.1 Analisa Kebijakan................................................................................. 4-11
4.3.2.2 Analisa Tata Guna Lahan ..................................................................... 4-11
4.3.2.3 Analisa Arah Pengembangan................................................................ 4-13
4.3.2.4 Analisa Konfigurasi Ruang .................................................................. 4-14
4.3.2.5 Analisa Figure Ground ......................................................................... 4-19
4.3.2.6 Analisa Fasade/Muka Bangunan.......................................................... 4-22
4.3.2.7 Analisa Luasan/Intensitas Bangunan .................................................... 4-24
4.3.2.8 Analisa Citra Kawasan ......................................................................... 4-32
4.3.2.9 Analisa Fungsi Bangunan ..................................................................... 4-43
4.3.2.10 Analisa Bangunan Vital/Bersejarah.................................................. 4-44
4.3.2.11 Analisa Skyline Bangunan................................................................ 4-44
4.3.2.12 Analisa Pergerakan ........................................................................... 4-45
4.3.2.13 Analisa Komparatif dengan Standart ................................................ 4-49
4.3.2.14 Analisa Potensi dan Permasalahan ................................................... 4-50
4.3.2.15 Analisa Tata Kualitas Lingkungan/Identitas .................................... 4-50
4.3.2.16 Analisa Partisipatif ........................................................................... 4-60
4.3.2.17 Analisa System Prasarana Utilitas .................................................... 4-61
4.3.2.18 Analisa Daya Dukung & Daya Tampung ......................................... 4-62
4.3.2.19 Analisa Kebencanaan ....................................................................... 4-62
4.3.3 Penyusunan Konsep ...................................................................................... 4-63
4.3.4 Penyusunan Rencana .................................................................................... 4-63

Tidak ditemukan entri tabel gambar.

Gambar 4.1 Alur Pikir Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kecamatan
Cerme Koridor Jalan Cerme Lor – Cerme Kidul ............................................................... 4-6
Gambar 4.2 Pola Konfigurasi Massa Bangunan (solid) dan ruang terbuka (void)........... 4-19
Gambar 4.3 Tekstur konfigurasi masssa bangunan dan lingkungan ................................ 4-20
Gambar 4.4 Tipologi masssa bangunan (blok) ................................................................. 4-20
Gambar 4.5 Tipologi elemen ruang (urban void) ............................................................. 4-21
Gambar 4.6 Bentuk Pola Dimensi Unit Perkotaan ........................................................... 4-21
Gambar 4.7 Skyline di Vancouver, Kanada ..................................................................... 4-45
Gambar 4.8 Bagan Tipologi Ruang Terbuka Hijau .......................................................... 4-57
Gambar 4.9 Perhitungan Proporsi RTH ........................................................................... 4-60
4-66
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul
LAPORAN PENDAHULUAN

Tabel 4.1 Desain Survey..................................................................................................... 4-8


Tabel 4.2 Tipe Penampang Jalan ...................................................................................... 4-48

4-67
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kecamatan Cerme
Koridor Jalan Cerme Lor - Cerme Kidul

Anda mungkin juga menyukai