Anda di halaman 1dari 48

USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

PENDEKATAN
DAN METODODOLOGI

3.1. PENDEKATAN
3.1.1. Pendekatan Inter- Relationship
Pendekatan ini mengutamakan aplikasi dari pengetahuan, keterampilan, penggunaan
alat, dan usaha teknis dalam memberikan solusi terhadap berbagai keterbatasan
teknis yang ditemui dilapangan, mulai dari tahap Kordinasi dengan pemberi Kerja,
survey Lapangan, analisis data sampai pelaksanaan pekerjaan penyempurnaan
master plan drainase selesai.
Dalam implementasinya, sangat diperlukan inter-relationship yang kuat antar berbagai
pihak yang terlibat, seperti koordinasi terhadap solusi pemecahan masalah yang
terjadi dilapangan, dan sebagainya.

Beberapa faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pekerjaan


sebagai berikut :

 Team Leader yang berkompenten/berpengalaman : Konsultan akan menugaskan


Team leader yang memiliki keahlian dan berpengalaman dalam pengkajian,
analisis dan pengolahan data perencanaan dalam bidang drainase perkotaan
atau bidang pengairan lainnya;
 Dukungan Management Perusahaan : Adanya dukungan yang penuh dari
management perusahaan untuk dapat melaksanakan dan menyelesaikan
pekerjaan seperti apa yang disampaikan dalam Kerangka Acuan Kerja;
 Team yang berkompetensi : Konsultan akan menugaskan tenaga professional
dan berpengalaman yang memiliki kemampuan dan pengalaman sesuai dengan
keahlian masing-masing terutama terkait dengan bidang grainase perkotaan;
 Ketersediaan Sumber Daya yang Cukup : Sumber daya dalam bentuk personil –
logistik, dan sebagainya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan
pekerjaan (kuantitas dan kualitas);
 Ketersediaan Informasi : Konsultan akan secara terus menerus memastikan
bahwa tersedianya informasi yang cukup sesuai sasaran pekerjaan, status,
perubahan yang terjadi, kondisi organisasi pelaksana pekerjaan, dan pihak
Pengguna Jasa ;

Halaman. 1
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

 Mekanisme Kontrol : Konsultan akan secara terus menerus memonitor kemajuan


kegiatan dan secepatnya mengidentifikasi apabila terjadi penyimpangan dari
rencana;
 Mekanisme Penanganan Masalah : Konsultan akan secara terus menerus
mengembangkan sistem atau prosedur penanganan masalah yang muncul,
dengan menggali akar permasalahan dan penyebab utama permasalahan
tersebut.

3.1.2. Pendekatan Teknis dan Administrasi


Pendekatan teknis dan administrasi yang dimaksud adalah pendekatan terhadap
semua aspek teknis dan administrasi yang akan dihadapi dalam proses pelaksanaan
pekerjaan Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo ini. Pendekatan ini
akan menunjukkan pemahaman konsultan mengenai aspek teknis dan administrasi
yang terkait dengan pelaksanaan kegaitan tersebut diatas.
a. Pendekatan Teknis
Prinsip-prinsip keteknikan yang akan diaplikasikan dalam pelaksanaan kegiatan
Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo ini adalah pedoman-
pedoman teknik dan Kebijakan yang mendukung. Pedoman yang dimaksud
adalah semua produk kebijakan yang relevan dengan item pekerjaan-pekerjaan
yang akan dilaksanakan di lapangan yang tentunya akan mengacu pada
dokumen kontrak.
Prinsip keteknikan dalam hal penyusunan rencana studi yang akan diaplikasikan,
pada dasarnya merupakan alat bantu agar pelaksanaan evaluasi dapat
menghasilkan output seperti yang diharapkan. Alat bantu tersebut adalah sarana
dan bukan tujuan yang akan dicapai, dan hasil pelaksanaan prinsip-prinsip
tersebut sangat tergantung kepada komitmen pelaksana untuk
melaksanakannya.

b. Pendekatan Administrasi
Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan Penyusunan Masterplan Drainase
Kabupaten Tebo merupakan bagian penting yang tidak boleh diabaikan. Bagian
ini merupakan catatan penting mengenai jalannya pelaksanaan kegiatan, mulai
dari tahap awal penyusunan sampai dengan tersusunnya laporan Penyusunan
Masterplan Drainase Kabupaten Tebo ini. Administrasi pelaksanaan kegiatan
secara umum terdiri dari administrasi teknik, keuangan dan pelaporan.

Dalam pelaksanaan di lapangan konsultan akan menerapkan prinsip-prinsip


administrasi sebagai berikut :
- Menggunakan format-format standar yang sudah ada dan sudah biasa dipakai di
lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tebo.

Halaman. 2
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

- Menggunakan format sederhana namun informatif (semua informasi penting yang


dibutuhkan dapat tercatat), sehingga mudah dipahami oleh para pelaksana di
lapangan maupun oleh penerima laporan.
- Sistem pelaporan yang jelas dan berjenjang serta tidak overlapping.

3.1.3. Pendekatan Profesional


Secara umum tugas konsultan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, antara
lain adalah:
1. Tugas-tugas yang bersifat Assistance Concept
Dalam hal ini konsultan bertindak sebagai pemberi saran dan bantuan teknis,
administrasi dalam konsep ini konsultan tidak berwenang memutuskan suatu
kebijakan atau suatu langkah konkret, karena hal tersebut menjadi tugas dan
tanggung jawab dari instansi terkait.

2. Tugas-tugas yang bersifat Task Concept


Dalam hal ini konsultan bertindak untuk melaksanakan suatu kegiatan, baik
lingkup organisasi konsultan sendiri, maupun dalam lingkup secara keseluruhan.
Dalam konsep ini konsultan berwenang mengambil keputusan dan menentukan
kebijakan dimana keputusan yang diambil oleh konsultan bersifat mengikat
terhadap pihak-pihak yang terikat oleh konsultan dalam menyusun analisa
terhadap kawasan studi. Konsultan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap
semua implikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari keputusan yang
diambil.

Dalam Pendekatan Profesional perlu kiranya ditekankan mengenai prinsip dasar yang
harus dipahami dalam pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Masterplan Drainase
Kabupaten Tebo, yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Pengendalian Pelaksanaan Kegiatan
Konsultan akan melakukan kegiatan pengendalian dalam lingkup kerja secara
cepat, tepat, praktis dan efisien. Kegiatan pengendalian ini meliputi sasaran,
target dan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan.
b. Pengaturan Tata Kerja Personil
Konsultan akan membentuk suatu organisasi intern konsultan maupun
pembentukan organisasi proyek secara keseluruhan agar dapat berjalan secara
efektif dan efisien. Pengaturan tata kerja atau organisasi yang kurang baik akan
menyebabkan kegiatan berjalan tanpa arah dan target.
c. Pemeriksaan Kegiatan Kerja
Pemeriksaan kegiatan kerja akan dilakukan dengan memeriksa :
‐ Penetapan langkah (apa, dimana, dan bagaimana ?)
‐ Pengaturan waktu (kapan ?)
‐ Penugasan (siapa ?)
‐ Tahap lanjutan (atau penyelesaian dengan segera).

Halaman. 3
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

3.1.4. Pendekatan Partisipasi Masyarakat


Pendekatan partisipasi masyarakat merupakan ciri khusus dalam pelaksanaan
Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo, yang menjadi nilai tambah bagi
kegiatan ini. Dalam pelaksanaannya, masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat
setempat sebagai key informan di daerah study, seperti pelibatan masyarakat untuk
mendapatkan informasi tentang sistem drainase eksisting beserta permasalahannya.
Diharapkan melalui pendekatan ini, akan mendorong penguatan peran masyarakarat
dalam tahapan kegiatan penyusunan program, perencanaan, pelaksanaan
pembangunan prasarana dan sarana, pengelolaan dan pemeliharaan, sekaligus
dapat menimbulkan rasa memiliki dan adanya kepentingan bersama (common
interest). Pencapaiannya dilakukan melalui perumusan mekanisme partisipasi yang
tepat, sesuai dengan nilai-nilai dan karakter masyarakat setempat, serta
meminimalkan faktor-faktor penghambat yang ada.

3.2. Metodologi
Metodologi disusun berdasarkan suatu kerangka berpikir logik (logical framework)
yang terdiri dari serangkaian tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan secara
konsisten dan sistematik, serta sejalan dengan Kerangka Acuan Kerja pekerjaan ini.
Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan ini dapat dilihat dalam Gambar 3.1 di dibawah ini.
Identifikasi Masalah dan Study Literatur

Pengumpulan Data dan Tinjauan Lapangan

Hidrologi Data Spasial Data Hidrolika Data Teknis Lainnya


• Data Curah Hujan Harian • Peta Topografi Daerah Studi • Data Keadaan, • Data Prasarana dan Sarana Eksisting dan yang
maksimum (minimal 10 tahun • RTRW/RUTRK Fungsi, Jenis, Direncanakan
terakhir) • Peta Tata Ruang dan Perkembangan Kota Geometri dari • Data Kuantitatif Banjir/Genangan serta
• Data Tinggi Muka Air, Debit • Data Kondisi Daerah dan Kependudukan Dimensi Saluran dan Permasalannya
Sungai, Pengaruh Air Balik, Peil • Tata Guna Lahan Bangunan Pelengkap
Banjir dan Pasang Surut • Peta Jenis Tanah dan Peta Geologi serta Sarana Data Non Teknis Lainnya
Sungai Batanghari • Peta Air Tanah (Hidrogeologi) Drainase Lainnya • Data Pembiayaan, Institusi, Kelembagaan,
• Peta Jaringan Sistem Drainase Eksisting Sosial-Ekonomi-Budaya dan Peran Serta
• Peta Jaringan Ifrastruktur Bawah Tanah Masyarakat
• Peta Demografi • Data Harga Satuan Upah dan Bahan terbaru
• Peta Genangan Banjir
Analisa Frekwuensi Curah Hujan D
berdasarkan Periode Ulang
yang disesuikan dengan
Klasifikasi Saluran (Primer, Pola Aliran Analisa Tata Guna E
Sekunder atau Tersier) Lahan dan Rencana
Pengembangan Kota

Pembagian
Derah Aliran
A dan Chatment
Area C

B
Gambar 3.1. Diagram Alir Pelaksanaan Pekerjaan

Halaman. 4
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

A B C D E

Hitung Tc
• Metode Krpich
• Tc = To + Td

Intensitas Curah Hujan


• Metode Mononobe
Analisa Non Teknis
R.24 24 • Keuangan dan Pembiayaan
I = • Sosial Ekonomi dan Budaya
24 tc • Institusi dan Pengaturan

atau yang sesuai

Perhitungan Debit Aliran


Kawasan
Prioritas

• Analisa Banjir/Genangan
• Analisa Kapasitas

Perhitungan Dimensi
Rencana

Konsep dan Rancangan


Penyelesaian

Rencana Tindak dan Indikasi Program


(Jangka Pendek, Menengah dan Jangka Panjang)

Gambar 3.1. Diagram Alir Pelaksanaan Pekerjaan (Samb. dari Halaman Sebelumnya)

3.2.1 Teknis Pelaksanaan Pekerjaan


3.2.1.1. Pelaksanaan Inventarisasi Kondisi Sistem Drainase Eksisting
a. Mengumpulkan pendukung yang diperlukan
Data-data pendukung yang diperlukan dalam penyusunan Master Plan Perkotaan
ini terdiri dari :
a.1. Data Spasial, meliputi :
- Masterplan perkotaan yang telah dibuat sebelumnya
- Studi-studi terkait.
- Data rencana pengembangan kota.
- Foto udara, atau citra satelit.
- Peta topografi.
- Peta tata guna lahan.
- Peta jenis tanah.
- Peta geologi.

Halaman. 5
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

- Peta air tanah (hidrogeolgi).


- Peta jaringan drainase eksisting dan bangunan-bangunannya.
- Peta arah aliran.
- Lokasi genangan.
- Peta jaringan infrastruktur bawah tanah (air bersih, kabel telekomunikasi,
listrik, dll).
- Data kependudukan dan kepadatan penduduk

a.2. Data Hidrologi, meliputi :


- Daerah pengaliran sungai atau saluran.
- Data stasiun klimatologi dan/atau stasiun penakar hujan.
- Data debit sungai dan saluran.
- Data genangan (tinggi genangan, kedalaman, lama genangan, frekuensi
kejadian).
- Data sumber air.
- Data sedimentasi.
- Data pasang surut sungai batanghari.
- Data fasilitas pemanenan air hujan: kolam, embung, waduk, sumur
resapan, biopori, bioretensi, dll.

a.3. Data sarana dan prasarana kota lainnya, meliputi :


- Gambar jaringan utilitas yang ada, jaringan listrik, jaringan air PDAM,
jaringan telpon, jaringan pipa gas (kalau ada).
- Gambar rencana pengembangan jaringan utilitas tersebut di atas.

a.4. Data-data lainnya, meliputi :


- Harga bahan dan upah.
- Analisis harga satuan setempat.
- Data kerugian akibat genangan.

b. Membuat peta pembagian sistem, sub-sistem drainase berdasarkan peta


topografi dan kondisi aktual di lapangan.
c. Menyusun besaran daerah pengaliran (catchment area dalam Ha) saluran,
sungai, menjadi sub-sub sistem daerah pengaliran.
d. Menghitung panjang saluran (dalam “m”) dan nama badan air penerimanya dari
setiap saluran yang ada.

Halaman. 6
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

e. Menginventarisir semua komponen sistem drainase, baik saluran maupun


bangunan pendukungnya, jika data tidak tersedia, maka dimensi saluran
dan/atau segmen saluran, serta bangunan lainnya harus diukur.
f. Melakukan pengecekkan lapangan untuk memastikan kondisi yang ada sesuai
dengan data.
g. Mencatat permasalahan utama yang terjadi pada masing-masing saluran,
segmen saluran dan bangunan lainya beserta foto kondisinya.

3.2.2 Pelaksanaan Analisis Drainase dan Konservasi Air


3.2.2.1. Analisis Kondisi Sistem Jaringan Drainase Eksisting
Lingkup kegiatan analisis kondisi eksisting dari sistem jaringan drainase yang telah
dibangun meliputi :
a. Menganalisis kapasitas sistem drainase eksisting: kapasitas saluran, segmen
saluran, dan bangunan pendukungnya.
b. Membandingkan analisis pada point a) dengan kapasitas rencana (awal); jika
kapasitas eksisting lebih besar atau sama dengan kapasitas awal, maka
komponen sistem drainase yang bersangkutan masih aman, dan jika terjadi
sebaliknya perlu dilakukan tindakan/penanganan.

3.2.2.2. Analisis Kebutuhan Pengembangan Sistem Jaringan Drainase


Lingkup kegiatan analisis kebutuhan dalam pengembangan sistem jaringan drainase
ke depan sesuai dengan kebutuhan meliputi :
a. Menentukan rencana saluran sesuai topografi dan rencana tata guna lahan
dan/atau tata ruang. Dalam penataan jaringan saluran drainase diusahakan
sebanyak mungkin mengikuti pola eksisting dan alur alam. Mengusahakan
dengan mengembangkan sistem gravitasi, sistem pompa hanya dipakai kalau
tidak ada alternatif lain.
b. Menententukan kala ulang pada masing-masing saluran dan/atau segmen
saluran sesuai dengan klasifikasi kota dan orde saluran.
c. Menganalisis hujan kawasan dan intensitas hujan sesuai dengan kala ulang yang
diperlukan.
d. Menghitung debit rencana masing-masing saluran dan/atau segmen saluran
dengan metode yang sesuai, untuk sistem pompa dan/atau sistem polder perlu
dihitung hidrograf banjir.
e. Menganalisis perbedaan antara kebutuhan dan kondisi yang ada.
f. Apabila kapasitas saluran existing lebih besar atau sama dengan debit rencana,
maka saluran yang ada dapat digunakan. Apabila saluran existing lebih kecil dari
rencana, maka saluran tersebut perlu ada tindakan/penanagan.

Halaman. 7
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

g. Tindakan yang dilakukan diarahkan untuk penurunan debit, dengan


mengimplementasikan fasilitas pemanenan air hujan. Jika dengan tindakan ini
kapasitas saluran masih lebih kecil dari debit yang akan terjadi, baru dilakukan
peningkatan kapasitas.

3.2.2.3. Analisis Solusi Penanganan


Lingkup kegiatan analisis solusi dalam penanganan permasalahan terkait dengan
sistem drainase meliputi :
a. Dari peta genangan, kemudian dibuat beberapa alternatif pemecahan atau solusi
dan dipilih satu alternatif yang paling efisien dan efektif.
b. Alternatif tersebut yang dijadikan dasar untuk perencanaan detail dan
penyusunan program tahunan.

3.2.3 Metode Pelaksanaan Pekerjaan Survey dan Pengukuran Topografi


Pengukuran topografi bertujuan untuk menentukan site plan layout dan menyiapkan
peta situasi, potongan memanjang dan melintang yang berguna untuk perencanaan
sistem jaringan drainase terutama untuk pekerjaan program prioritas mendesak.
Kegiatan survey topografi ini terdiri dari beberapa pekerjaan yaitu: pekerjaan
pengukuran situasi, profil memanjang, profil melintang dan pengikatan kerangka
kontrol horisontal dan vertikal (x,y,z), yang masing masing diuraikan di bawah ini.

3.2.3.1 Peralatan Survey


Peralatan yang dipergunakan dalam survey topografi antara lain meliputi:
1. Theodolit Total Station / Wild T-2 Theodolite, tripod dan prisma target.
2. Wild Nak.1 Waterpass dengan rambu ukur
3. Pita ukur 50 m, Rol meter 3 m

Pembuatan Titik Tetap (Bench Mark)


Sebelum memulai melakukan pengukuran terlebih dahulu membuat titik tetap
(Bench Mark - BM) di lokasi. BM berfungsi untuk mengikat pengukuran apabila di
lokasi tidak ada titik tetap. Titik koordinat BM (X,Y,Z) diasumsikan dan menjadi titik
referensi pada saat pelaksanaan konstruksi nanti.

BM di lapangan di tandai dengan patok, baik patok yang permanen ataupun patok
sementara. Kegunaan dari BM ini adalah sebagai pengikat dari detail yang ada di
lapangan sehingga akhirnya dapat digambarkan dalam sebuah peta. Dalam
pelaksanaan pengukuran untuk tiap BM dalam pengikatan detail lapangan dirangkai

Halaman. 8
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

dalam suatu jaringan pengukuran yang disebut poligon. Poligon dapat diartikan
sebagai suatu rangkaian dari titik-titik secara berurutan sebagai kerangka pemetaan.
Posisi atau koordinat titik-titik poligon tersebut diperoleh dengan mengukur sudut
dan jarak antar titik-titik poligon.

Tiap benchmark dipasang baut diatasnya dan diberi tanda silang sebagai titik x, y, z
nya, sedangkan identifikasi nomor dan elevasinya terbuat dari tegel dipahat dan
dipasang pada salah satu sisinya. BM harus di pasang di tempat yang aman, kuat
dan mudah dicari kembali.

3.2.3.2 Titik Refefensi


Pengukuran topografi harus diikatkan dengan titik referensi yang sudah ada untuk
mendapatkan suatu posisi di permukaan bumi yang bereferensi geografis.

Pada pekerjaan pemetaan ini sebagai referensi vertikal dan horisontal (X,Y,Z)
digunakan titik BM (Bench Mark) tetap, yang terdapat didalam areal rencana
pekerjaan.

3.2.3.3 Penentuan Koordinat


Koordinat suatu titik dapat dihitung/dicari dari suatu titik lainnya jika diketahui sudut
jurusan dan jarak mendatar antara titik yang diketahui ke titik yang dicari telah
ditentukan besarnya. Rumus penentuan koordinat sebagai berikut:

X = X0 + D Sin A
Y = Y0 + D Cos A
Z = Z0 + H
dimana :
X , Y, Z = Koordinat yang akan dicari/dihitung ke arah X,Y,Z.
X0, Y0, Z0 = Koordinat awal suatu titik dengan arah X,Y,Z (diketahui)
D = Jarak mendatar
A = Sudut horisontal (selisih dua sudut jurusan) suatu titik.
H = Beda tinggi suatu titik yang dihitung.

3.2.3.4 Penentuan Kerangka Dasar Horisontal


Pengukuran titik kontrol horisontal (titik poligon) dilaksanakan dengan cara
mengukur jarak dan sudut menurut lintasan tertutup. Pada pengukuran poligon ini,
titik akhir pengukuran berada pada titik awal pengukuran.

Halaman. 9
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

Pengukuran sudut dilakukan dengan pembacaan double seri, dimana besar sudut
yang akan dipakai adalah harga rata-rata dari pembacaan tersebut. Azimut awal
akan ditetapkan dari pengamatan matahari dan dikoreksikan terhadap azimut
magnetis.

3.2.3.5 Pengukuran Jarak


Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 meter. Tingkat
ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung
kepada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah.

Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara
seperti di gambar dibawah.
Jarak AB = d1 + d2 + d3
Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga pengukuran jarak
optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.

d1
d2

A 1

d3

2
B

Gambar 3. 2. Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring

3.2.3.6 Pengukuran Sudut Jurusan


Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur
sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung
berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon.
Penjelasan pengukuran sudut jurusan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Halaman. 10
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan
luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut :

1. Jarak antara titik-titik poligon adalah ≤ 50 m.


2. Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2 Wild.
3. Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.
4. Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
5. Selisih sudut antara dua pembacaan ≤ 1” (lima detik).
6. Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.

f x
2
 fy
2

KI   1 : 5.000
d
7. Bentuk geometris poligon adalah loop.

ABB
 B

AC

A
C

Gambar 3.3. Pengukuran Sudut Antar Dua Patok


Dimana :
 = Sudut mendatar
AB = Bacaan skala horisontal ke target kiri
AC = Bacaan skala horisontal ke target kanan

3.2.3.7 Pengamatan Azimuth Astronomis


Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu :
1. Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada
sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon.

Halaman. 11
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

2. Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat satu


dengan yang lainnya.
3. Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran
yang bersifat lokal/koordinat lokal.

Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan :


(a) alat ukur yang digunakan Theodolite T2,
(b) jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari), dan
(c) tempat pengamatan, titik awal (BM.1).

U (Geografi)
Matahari

M T

Target
A

Gambar 3.4. Pengamatan Azimuth Astronomis

Dengan melihat metode pengamatan azimuth astronomis, Azimuth Target (T)


adalah :
T = M +  atau T = M + ( T - M )
dimana:
T = Azimuth ke target
M = Azimuth pusat matahari
(T) = Bacaan jurusan mendatar ke target
(M) = Bacaan jurusan mendatar ke matahari
 = Sudut mendatar antara jurusan matahari dengan target

3.2.3.8 Penentuan Kerangka Dasar Vertikal


Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada
titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran
dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double

Halaman. 12
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

stand dan pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka
pengukuran) telah diikatkan terhadap BM.

Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan


pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM) seperti pada
gambar berikut.

Slag 2
b2 m2
b1 Slag 1 m1

450

400
Bidang Referensi
350
DEBIT (M3/DT)

300
D2
D1
250

Gambar
200
3.5 Pengukuran Waterpass
150

6 100

Spesifikasi Teknis pengukuran


50 waterpass adalah sebagai berikut :

1. Jalur pengukuran dibagi menjadi


0
0
beberapa5 seksi. 10 15 20

2. Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap. WAKTU (JAM)

3. Setiap pindah slag rambu muka menjadi


5 tahun rambu 10
belakang
tahun dan25rambu
tahun belakang
50 tahun 100

menjadi rambu muka.


4. Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap
Benang Atas, Benang Tengah, dan Benang Bawah.
5. Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 lebih kecil atau sama dengan 2 mm.
6. Jarak rambu ke alat maksimum 75 m.
7. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
8. Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan dengan rumus berikut :


T  8 D mm 
dimana
D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal (km)

Halaman. 13
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

3.2.3.9 Pengukuran Penampang Memanjang


Pengukuran penampang memanjang dilakukan untuk mendapatkan suatu profil
memanjang dari suatu kondisi yang diukur. Pengukuran dilakukan untuk
mendapatkan dimensi memanjang sepanjang trace saluran drainase, sesuai dengan
jalur rangkaian pengukuran poligon.

3.2.3.10 Pengukuran Situasi Detail


Penentuan situasi dilakukan untuk mengambil data rinci lapangan, baik obyek alam
maupun bangunan-bangunan, jembatan, jalan dan sebagainya. Obyek-obyek yang
diukur kemudian dihitung harga koordinatnya (x,y,z).

Untuk selanjutnya garis kontur untuk masing-masing ketinggian dapat ditentukan


dengan cara interpolasi.

Pengukuran rinci/situasi dilaksanakan memakai metode tachymetri dengan cara


mengukur besar sudut dari poligon (titik pengamatan situasi) kearah titik rinci yang
diperlukan terhadap arah titik poligon terdekat lainnya, dan juga mengukur jarak
optis dari titik pengamatan situasi.

Pada metode tachymetri ini didapatkan hasil ukuran jarak dan beda tinggi antara
stasiun alat dan target yang diamati. Dengan cara ini diperoleh data-data sebagai
berikut :
• Azimuth magnetis
• Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
• Sudut zenith atau sudut miring
• Tinggi alat ukur.
Spesifikasi pengukuran situasi adalah sebagai berikut :
• Metode yang digunakan adalah methode tachymetri dengan membuat jalur
ray, dimana setiap ray terikat pada titik-titik poligon sehingga membentuk
jalur poligon dan waterpass terikat sempurna.
• Pembacaan detail dilakukan menyebar ke seluruh areal yang dipetakan
dengan kerapatan disesuaikan dengan skala peta yang akan di buat.
• Gundukan tanah, batu-batu besar yang mencolok akan diukur dengan baik.
Juga bangunan-bangunan yang penting dan berkaitan dengan pekerjaan
desain akan diambil posisinya.

Halaman. 14
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

3.2.4 Metode Analisis Hidrologi


3.2.4.1 Metode Analisa Curah Hujan Rancangan
Data-data curah hujan yang diperoleh pada suatu lokasi studi kadang kala tidak
lengkap, berasal lebih dari satu stasiun pengamat hujan dan bahkan tidak ada sama
sekali. Untuk itu perlu dilakukan analisis agar data yang digunakan mewakili
karakteristik daerah proyek yang bersangkutan.
1) Uji Konsistensi Data Hujan
Pada dasarnya metoda pengujian tersebut merupakan pembandingan data
stasiun yang bersangkutan dengan data stasiun lain di sekitarnya. Hal ini
dilakukan dengan asumsi perubahan meteorologi tidak akan menyebabkan
perubahan kemiringan hubungan antara data stasiun tersebut dengan data
stasiun disekitarnya, karena stasiun-stasiun lainnya pun akan ikut terpengaruh
kondisi yang sama. Konsistensi data-data hujan bagi masing-masing stasiun
dasar (stasiun yang akan digunakan untuk menguji) harus diuji terlebih dahulu
dan yang menunjukkan catatan yang tak konsisten harus dibuang sebelum
dipergunakan. Jika tidak ada stasiun yang bisa dijadikan stasiun dasar, atau tidak
terdapat catatan historis mengenai perubahan data, maka analisa awal terhadap
data adalah menghapus data-data yang dianggap meragukan. Konsistensi data
hujan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.:
a) Cara Regresi / Korelasi
b) Cara Masa Ganda

2) Memperkirakan Data Curah Hujan yang Hilang


Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data
maka perlu ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data tersebut akan dicari
dengan metoda perbandingan normal yang memberi rumus sebagai berikut.
1 n
 Rx 
Px  .   R . ri 
n n 1  i 
dimana:
Px : data hujan yang hilang,
Rx : curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun dimana data yang
hilang dihitung,
ri : curah hujan harian pada stasiun ke-i pada tahun yang hilang,
Ri : curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun ke-i, dan
n : banyaknya stasiun yang datanya tidak hilang pada tahun tersebut.

3) Hujan Wilayah
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan rancangan pemanfaatan air
adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Stasiun-
stasiun pengamat hujan yang tersebar pada suatu daerah aliran dapat dianggap

Halaman. 15
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

sebagai titik (point). Tujuan mencari hujan rata-rata adalah mengubah hujan titik
(point rainfall) menjadi hujan wilayah (regional rainfall) atau mencari suatu nilai
yang dapat mewakili pada suatu daerah aliran, yaitu :
1. Cara rata-rata aljabar
Cara ini merupakan perhitungan rata-rata hujan secara aljabar biasa, dengan
cara menjumlahkan sesuai data yang ada dari sejumlah stasiun hujan untuk
waktu tertentu kemudian dibagi dengan jumlah stasiun hujan tadi. Lebih
jelasnya diformulasikan di bawah ini.
d1  d 2  d n n
di
d 
n i 1 n
di mana :
d  tinggi curah hujan rata  rata
d1, d2, dn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, ….n
n = banyaknya pos penakar

2. Cara Poligon Thiessen


Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka
cara perhitungan curah hujan rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan
daerah pengaruh tiap titik pengamatan (dalam Sosrodarsono dan Takeda,
1993). Setelah luas pengaruh tiap-tiap stasiun didapat, maka koefisien
Thiessen dapat dihitung dengan rumus (dalam Soemarto, 1999) sebagai
berikut :
A1 A1 R1  A2 R2  .....  An Rn
C R
Atotal A1  A2  ... An

di mana :
C = Koefisien Thiessen
Ai = Luas pengaruh dari stasiun pengamatan i
A = Luas total dari DAS
R  curah hujan rata  rata
R1, R2,..,Rn = Curah hujan pada setiap titik pengukuran (stasiun)

R3
A3
R A1
1

A2

R2

Gambar
Gambar4.5 Penentuan
3.10. Penentuancurah
Curahhujan
Hujanrepresentatif
Representatif cara
Poligon Thiessen.
Dengan Cara Poligon Thiessen

Halaman. 16
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

3. Cara Isohyet
Dengan cara ini, kita dapat menggambar dulu kontur tinggi hujan yang sama
(isohyet), seperti terlihat pada Gambar 2.2. Kemudian luas bagian di
antara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan nilai rata-rata
dihitung sebagai nilai rata-rata timbang nilai kontur sebagai berikut (dalam
Soemarto, 1999) :
A 1 R 1  A 2 R 2  A 3 R 4  .......... .......... .........  A N R N
R
A 1  A 2  A 3  .......... ..........  A N

d 0  d1 d  d2 d  1  dn
d A1  1 A2  n A n : A1  A 2  A n
2 2 2
di mana :
R = Curah hujan rata-rata Regional
Ri = Curah hujan rata-rata pada bagian-bagian Ai
Ai = A1+A2+…+An (luas total area)

S1
110 mm
A1
110 mm 100 mm
90 mm

S2
A2
100 mm
S4 A4
S3
95 mm
A3

90 mm
95 mm

Gambar 3.11.
Gambar Curah
Penentuan 5.7 Penentuan curah hujan representatif
Hujan Representatif Dengan Cara cara Isohyet.
Isohyet

4) Curah Hujan Rancangan


 Analisis Frekuensi
Hasil analisis frekuensi ini diperlukan untuk menentukan curah hujan dalam
periode ulang tertentu. Curah hujan ini akan digunakan untuk menghitung debit
banjir untuk data perencanaan pengendalian banjir.
Analisa frekuensi dapat dilakukan terhadap seri data hujan. Jenis distribusi
frekuensi yang digunakan dalam analisis hidrologi ini bisa dipilih dari berbagai
distribusi frekuensi.

Halaman. 17
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

 Pemilihan Sebaran
Curah hujan yang tercatat pada pos-pos stasiun hujan tidak langsung digunakan
untuk menghitung hujan rencana dengan satu metode tertentu, akan tetapi data
seri yang tercatat tersebut harus dianalisa terlebih dahulu. Analisis yang biasa
digunakan yaitu analisa frekuensi dari beberapa jenis sebaran antara lain :
1. Sebaran Normal
2. Sebaran Gumbel
3. Sebaran Log Normal 2 parameter
4. Sebaran Pearson III
5. Sebaran Log Pearson III
Untuk memilih sebaran yang cocok terhadap suatu data seri perlu menyelidikinya
dengan bantuan parameter-parameter statistik sebagai berikut :
1. Rata-rata hitung
1 
X bar   xi
n i 1
2. Simpangan baku
2
n
 

 
i 1 
xi  x 

Sd 
n 1
3. Koefisien Variasi (Cv)
Sd
Cv = 
x
4. Koefisien Kemiringan (Cs)/ Skewness
3
n n
 

Cs =   
Sa  n1  1  n2  2  i 1 
3
xi  x 

5. Koefisien kurtosis
4
1 n  

 
n i 1 
xi  x 

Ck = 4
Sd
Dengan menggunakan parameter-parameter statistik dasar sebagaimana
diuraikan tersebut diatas, baik untuk data seri asli maupun loJe Ne Lata tma
dari data seri asli, pemilihan sebaran yang cocok dapat dilakukan.
(1) Sebaran Normal
Rumus umum :
XT = Xbar + K Sd
Dimana :

Halaman. 18
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

XT = besarnya curah hujan yang disamai atau disimpan dengan periode


. ulang T
Xbar = curah hujan rata-rata
K = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari probabilitas temperatur
Sd = simpangan baku

(2) Sebaran Gumbel


Rumus umum :

X T  X bar 
S
 y  yn 
Sn
Dimana :
XT = curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu
Xbar = curah hujan rata-rata
S = simpangan baku
Sn = simpangan baku dari “reduce variate”
y = reduce variate
yn = reduce mean
(3) Sebaran Log Normal 2 parameter
Rumus umum :
ln XT = (ln x)bar + K Sd (ln x)
Dimana :
ln XT = harga log dari besarnya curah hujan yang disamakan dengan
periode ulang tertentu
(ln x)bar = rata-rata curah hujan setelah dilogkan
K = faktor frekuensi
Sd (ln x) = simpangan baku dari harga log
(4) Sebaran Pearson III
Rumus umum :
XT = Xbar + K Sd
Dimana :
XT = besarnya curah hujan yang dilampau dengan periode ulang tertentu
Xbar = curah hujan rata-rata
1 n
X bar    xi
n i 1
Sd = standar deviasi
2
n
 

  xi  x 
i 1  
Sd 
n 1

Halaman. 19
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo
3
n n
 

Cs   
Sd n  1n  2 i 1 
3
xi  x 

K = faktor frekuensi
(5) Sebaran Log Pearson III
Rumus umum :
ln XT = (ln x)bar + K.S(ln x)
Dimana :
ln XT = harga log dari curah hujan yang dilampaui dengan periode
ulang tertentu
(ln x)bar = rata-rata curah hujan setelah dilogkan
K = faktor frekuensi
S(ln x) = simpangan baku dari harga log

 Pengujian Kecocokan Sebaran


Untuk menguji apakah sebaran yang digunakan dalam pembuatan lengkung
kekerapan cocok dengan sebaran empirisnya, perlu diadakan pengujian. Setelah
diadakan pengujian dan ternyata sebarannya cocok maka besarnya curah hujan
maksimum dengan periode ulang Tr dapat ditentukan gambar sebaran tersebut.
Ada dua cara untuk melakukan pengujian. Cara pertama dengan metode Chi –
Square Test dan yang kedua dengan metode Smirnov – Kolmogorov.
1) Metode Chi Square Test
Prinsip dari metode ini adalah dengan membandingkan nilai x2 terhitung
dengan nilai x2 kritik. Untuk menggunakan metode ini data harus
dikelompokkan menjadi beberapa kelas. Dari data yang sudah dikelompokkan
kemudian x2 dihitung dengan menggunakan rumus :

Ei  Oi 2
x 2 ln  
Ei
Dimana :
Ei = data hasil perhitungan dari sebaran teoritik untuk masing-masing kelas
interval
Oi = data hasil pengamatan dari sebaran empiris
X2ln= t (l, Dk) dibaca dari table distribusi x2
d = derajat kepercayaan
Dk = derajat kebebasan = k – h – l
K = jumlah kelas interval
h = banyaknya parameter.

Jumlah kelas yang diperlukan dalam metode uji ini tidak boleh kurang dari 5
dan frekuensi absolut pada tiap-tiap kelas interval paling sedikit 5. oleh sebab
itu cara uji ini hanya dapat dilakukan pada sample besar (>30)

Halaman. 20
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

2) Metode Uji Smirnov – Kolmogorov


Cara ini lebih sederhana daripada uji Chi – Square. Prinsipnya dengan
membandingkan simpangan maksimum dari data hasil pengamatan terhadap
sebaran teoritiknya yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
maks (P(x), P(xi)) < kritis
 kritis ini sebagai fungsi dari n dan , dengan n = banyaknya data dan  = derajat
kecocokan. Biasanya  ditentukan besarnya 0,05 maksudnya 95% yakin bahwa kita
telah membuat kesimpulan yang benar berarti peluang kesalahan sebesar 5%. Bila
maks < kritis, maka sebaran teoritik cocok dengan sebaran empirisnya. Dengan
demikian apabila sebaran teoritik cocok dengan sebaran empirisnya maka lengkung
kerapatan hujan yang dihasilkan dapat digunakan untuk menentukan curah hujan
maksimum dengan periode ulang yang dikehendaki.

3.2.4.2 Metode Analisa Intensitas Curah Hujan


Intensitas curah hujan didefinisikan sebagai ketinggian curah hujan yang terjadi pada
kurun waktu dimana air hujan berkonsentrasi. Analisa intensitas curah hujan ini dapat
diproses berdasarkan data curah hujan yang telah terjadi pada tahun-tahun
sebelumnya. Perhitungan besarnya intensitas curah hujan dapat dipergunakan
beberapa rumus empiris dalam hidrologi.

Untuk menentukan debit banjir rencana (design flood), perlu didapatkan harga suatu
intensitas curah hujan terutama bila digunakan metoda rasional. Intensitas curah
hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air
tersebut berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data
curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau (dalam Loebis, 1987).

Rumus Mononobe dipakai apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada
hanya data hujan harian.
2
R  td  3
I = 24 . 
td  24 
Dimana :
I = intensitas curah hujan (mm/jam),
td = lamanya curah hujan (jam),
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).

Halaman. 21
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

3.2.4.3 Pemilihan Metode Analisa Debit Banjir Rencana


Pemilihan metode analisis debit banjir mengacu pada Engineering Manual no. 1110-
2-1415 dari US. Army Corps of Engineers dengan deskripsi bagan alir pemilihan
metode analisis sebagaimana disajikan pada Gambar 3.6. dibawah ini.

Survai Lokasi

Catchment Area

Metode Hidrograf
Metode Rasional Y DAS < 20 km2 T
Satuan

Parameter Stasiun Hujan Parameter


Catchment Area Berpengaruh Catchment Area

Koefisien Aliran C Data Hujan


Waktu Konsentrasi tc Maximum Rerata
Hidrograf Satuan
Sintetik
Analisis Curah Hujan
Rancangan

Distribusi Hujan
Intensitas Hujan
Jam2an

Debit Banjir
Rancangan

Gambar 3.6. Diagram Alir Pemilihan Metode Analisis Banjir


Sumber : Engineering Manual no. 1110-2-1415

3.2.4.3 Analisa Debit Banjir Rencana Metode Rasional


Persamaan Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa curah hujan yang
terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh daerah pengaliran
selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi (t) (Suripin,2004).
Rumus yang dipakai (dalam Sosrodarsono dan Takeda, 1984) :

Halaman. 22
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

C.I.A
Q   0.278 .C.I . A
r 3.6
di mana :
Qr = debit maksimum rencana (m 3/det)
I = intensitas curah hujan selama konsentrasi (mm/jam)
A = luas daerah aliran (km 2)
C = koefisien run off

Koefisien Aliran Permukaan


Koefisien aliran permukaan merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi
fisik suatu daerah aliran sungai (Asdak 1995, dan Suripin, 2000). Nilai koefisien ini
dipengaruhi kondisi tata guna lahan (Suripin, 2000), dan berkisar antara 0–1 (Mitra
Simpang Tilu, 2001).
Kartasapoetra dkk (1991) mengemukakan bahwa peranan vegetasi dalam menahan
air lebih besar karena pengaliran lebih kecil. Hal ini menunjukan bahwa angka
koefisien aliran dapat juga dijadikan indikator gangguan fisik dalam suatu daerah
aliran sungai. Nilai C makin besar menunjukkan bahwa semakin banyak air hujan
yang menjadi aliran permukaan. US. Forest Service (1980 dalam Asdak, 1995)
memberikan nilai koefisien lim-pasan dengan faktor pendekatan penggunaan lahan
diuraikan dalam Tabel 3.1. dihalaman berikutnya.
Tabel 3.1. Jenis Penutup Lahan menurut US Forest Service (1980)

No Tipe Daerah Tangkapan C


1 Lapangan Berumput
a. Tanah berpasir 0,10 – 0,15
b. Tanah berat 0,25 – 0,35
2 Daerah Usaha di kampung 0,50 – 0,70
3 Daerah Permukiman 0,30 – 0,50
4 Taman, kuburan 0,10 – 0,25
5 Tempat bermain (playgrounds) 0,20 – 0,40
6 Daerah tidak terbangun 0,10 – 0,30
7 Jalan
a. Jalan aspal 0,70 – 0,95
b. Jalan beton 0,80 – 0,95
c. Jalan bata 0,70 – 0,85
d. Jalan kerikil/paving 0,15 – 0,35
e. Tidak diperkeras 0,10 – 0,30
8 Atap Genteng 0,75 – 0,95
9 Daerah berhutan baik 0,01 – 0,10
10 Tanah Lapang
a. Berpasir, datar 2% 0,05 – 0,10
b. Berpasir, agak datar 2–7% 0,10 – 0,15
c. Berpasir, miring 7% 0,15 – 0,20
d. Tanah berat, datar 2% 0,13 – 0,17
e. Tanah berat, agak datar 2–7% 0,18 – 0,22
f. Tanah berat, miring 7% 0,25 – 0,35

Halaman. 23
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

Lanjutan Tabel 3.2. Jenis Penutup Lahan menurut US Forest Service (1980)
No Tipe Daerah Tangkapan C
11 Tanah Pertanian
a. Tanah kosong
 Rata 0,30 – 0,60
 Kasar 0,20 – 0,50
b. Ladang garapan
 Tanah berat tanpa vegetasi 0,30 0,60
 Tanah berat dengan vegetasi 0,20 0,50
 Berpasir tanpa vegetasi 0,20 – 0,25
 Berpasir dengan vegetasi 0,10 ––– 0,25
c. Padang rumput
 Tanah berat 0,15 – 0,45
 Berpasir 0,05 – 0,25
d. Hutan/bervegetasi 0,05 – 0,25
12 Tanah Kosong
a. Rata, kedap air 0,70 – 0,90
b. Kasar 0,50 – 0,70
b. Multi unit terpisah 0,40 – 0,60
c. Multi unit tergabung 0,60 – 0,75
d. Sub urban 0,25 – 0,40
e. Apartemen 0,50 – 0,70

3.2.4.4 Analisa Debit Banjir Rencana Metode Hidrograf Satuan Sinatetik


(HSS) Nakayasu
Persamaan umum Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu adalah sebagai
berikut (Soemarto, 1999) :
CAxR 0
Qp  T  t g  0,8.t r
3,6 x(03.T p  T0,3 ) p

t g  0,21..L0,7 untuk L  15km

t g  0,4  0,05Luntuk L  15km

t r  0,75t g T0.3   .t g

Dimana:
𝑄p = Debit puncak banjir (m 3/det)
𝑅0 = Hujan satuan (mm) = 1 (tetapan)
𝐶𝐴 = Luas DAS (km
𝑇𝑝 = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
𝑇0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai
menjadi 30% dari debit puncak
tg = Waktu konsentrasi (jam)
tr = Satuan waktu hujan

Halaman. 24
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

 = Parameter hidrograf, bernilai antara 1,5 – 3,0


𝑄t = Debit pada saat t jam (m3/det)
L = Panjang sungai (km)

Persamaan-persamaan yang digunakan dalam Hidrograf Satuan Sintetik (HSS)


Nakayasu adalah :
a. Pada kurva naik, 0  t  T p
Maka : 2, 4
 t 
Qt  Q p  
T 
 p 

b. Pada kurva turun, Tp ≤ t < (Tp + T0,3)


Maka :  t  Tp 
Qt  Q p x0,3 

 T0,3 
c. Pada kurva turun, (Tp + T0,3) ≤ 𝑡 < (Tp + 1,5T0,3)
Maka :  t  T p  0,5T0,3 
Qt  Q p x0,3 

 1,5T0,3 
d. Pada kurva turun,𝑡 > (Tp + T0,3) ≤ 𝑡 < (Tp + 1,5T0,3)
Maka :  t  T p  0,5T0,3 
Qt  Q p x0,3 

 2T0,3 
Dimana: 𝑄𝑡 = Debit pada saat t jam (m3/det)

Gambar 3.7. Model Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu

Gambar 3.7. merupakan contoh gambar Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu
berupa hubungan antara waktu dengan debit puncaknya.

Halaman. 25
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

3.2.4.5 Analisa Debit Banjir Rencana Metode Hidrograf Satuan Sinatetik Snyder
Dalam permulaan tahun 1938, F.F. Snyder dari Amerika Serikat telah
mengembangkan rumus empiris dengan koefisien-koefisien empiris yang
menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik daerah
pengaliran (Triatmodjo B, 2008).
Unsur-unsur hidrograf tersebut dihubungkan dengan:
A = Luas daerah pengaliran (km 2)
L = Panjang aliran utama (km)
LC = Jarak antara titik berat daerah pengaliran dengan pelepasan (outlet) yang
diukur sepanjang aliran utama

Dengan unsur-unsur tersebut Snyder membuat rumus-rumusnya sebagai berikut :


tp = Ct x (L x Lc)03 tp C p xA  t 
te  Q p  0,278x Tb  5,0 x t p  r 
5,5 tp  2
Dimana :
𝑡p = Waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak dalam jam
𝑡e = Lama curah hujan efektif
𝑡r = Lama standar curah hujan efektif
𝑄p = Debit maksimum total
𝑇b = Waktu dasar hidrograf

Koefisien-koefisien Ct dan Cp harus ditentukan secara empiris, karena besarnya


berubah-ubah antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.
Besarnya 𝐶𝑡 = 0,9 - 3 sedangkan 𝐶𝑝 = 0,5 – 1,4.

Lamanya hujan efektif 𝑡e = tp/5,5 dimana nilai 𝑡p diasumsikan. Jika te > tp (asumsi),
dilakukan koreksi terhadap tp.
tp’ = tp + 0,25(te – tp)
.maka :
Tp = tp’ + tr/2
Jika te < tr (asmsi), maka : Tp = tp + tr/2

Menentukan grafik hubungan antara Qp dan t (UH) berdasarkan persamaan


Alexseyep sebagai berikut :
Qt = Y.Qp,
Dimana :
(1 x ) 2 t
a
Y  10 x X 
Tp
Q p xT p
a  1,32  0,154  0,045 
hxA
Dimana :
Qt = Debit dengan periode hidrograf

Halaman. 26
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

Y = Perbandingan debit periode hidrograf dengan debit puncak


X = Perbandingan waktu periode hidrograf dengan waktu puncak mencapai
puncak banjir

Setelah 𝜆 dan a dihitung, maka nilai y untuk masing-masing x dapat dihitung dengan
membuat tabel, dari nilai-nilai tersebut diperoleh t = x.Tp dan Q = y.Qp, selanjutnya
dibuat grafik hidrograf satuan (Triatmodjo B, 2008).

Gambar 3.8. Bentuk Umum Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Snyder

3.2.4.6 Analisa Debit Banjir Rencana Metode Hidrograf Satuan Sinatetik Gamma-I
Rumus-rumus yang digunakan dalam metode Gamma-I adalah sebagai
berikut (Sri Harto, 1993):

B  1,5518N 0,14991 * A 0, 2725 * SIM 0.0259 * S 0, 0733


Dimana :
N = Jumlah stasiun hujan,
A = Luas DAS (km
SIM = Faktor Simetri,
S = Landai sungai rata-rata,
B = Koefisien Reduksi,

Menghitung waktu puncak HSS Gamma-I (TR) dengan rumus berikut :


3
 L 
TR  0.43   1.06665* SIM  1.2775
100 * SF 
Dimana :
TR = Waktu naik (jam)
L = Panjang Sungai Induk (km)

Halaman. 27
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

SF = Faktor Sumber
SIM = Faktor Simetri

Menghitung debit puncak banjir HSS Gamma-I (Qp) dengan rumus berikut :
0.4008
Q p  0.1836 * A 0.5886 * TR * JN 0.2381

Dimana :
Qp = Debit puncak (m 3/det)
JN = Jumlah pertemuan sungai

Menghitung waktu dasar pada metode HSS Gamma-I (TB) dengan rumus beriku :

TB  27.4132 * TR * S 0.0986 * SN 0.7344 * RUA0.2574


0.1457

Dimana :
S = Landai sungai rata-rata
SN = Frekuensi Sumber
RUA = Luas Relatif DAS sebelah hulu (km 2)

Menghitung koefisien tampungan (K) pada metode ini dihitung dengan rumus:
k  0.5617 * A0.1798 * S 0.1446 * SF 1.0897 * D 0.0452
Dimana :
K = Koefisien tampungan (jam)
A = Luas DAS (km2)
S = Landai sungai rata-rata
SF = Faktor Sumber
D = Kerapatan jaringan kuras.

Menghitung aliran dasar sungai dihitung dengan rumus :


QB  0.4751* A 0.6444 * D 0.9430

Dimana :
QB = Aliran dasar (m3/det)
A = Luas DAS (Km2)
D = Kerapatan jaringan kuras.

3.2.5 Metode Analisa Data Spasial


Analisa data spasial merupakan kegiatan dalam menganalisis karakteristik suatu
kawasan termasuk didalamnya karakteristik morfologi daerah aliran sungai beserta
serta anak-anak sungai yang menyertainya. .

Dengan melakukan analisa data spasial akan diperoleh gambaran di daerah atau
kawasan-awasan mana yang rawan banjir, rawan longsor, lahan kritis dan lain

Halaman. 28
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

sebagainya berdasarkan kondisi morfologi yang dimilki masing-masing kawasan


tersebut.

Dalam pembuatan peta-peta daerah rawan atau rentan terhadap bencana diperlukan
data atau peta diantaranya sebagai berikut:
a. Peta ketinggian dan kemiringan lahan,
b. Peta tutupan lahan,
c. Peta jenis tanah,
d. Peta jaringan sungai, dan
e. Peta curah hujan kawasan
Dari masing-masing peta tersebut diberi nilai bobot berdasarkan tingkat kompleksitas
pada masing-masing unsur yang menyertainya, dengan nilai bobot biasanya sudah
dibakukan oleh instansi-instansi terkait sesuai bidangnya. Selanjutnya dari semua
peta tersebut dioverlay dengan mengunakan program aplikasi arcgis, dijadikan dalam
satu peta objek daerah atau kawasan yang rawan terhadap banjir, rawan longsor dan
sebagainya. Isi peta tersebut merupakan penjumlahan nilai bobot masing-masing peta
tersebut diatas yang merupakan peta dasar sebagai pendukung pata daerah rawan
dimaksud.
Gambar berikut adalah salah satu contoh peta hasil analisa data geospasial yang
berupa Peta Daerah Rawan Banjir Kota Jambi.

Gambar 3.9. Peta Derah Rawan Banjir Kota Jambi

Halaman. 29
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

3.2.6 Metode Analisa Hidrolis Saluran Drainase


Pada tahap penentuan dimensi awal secara pendekatan dimensi saluran
menggunakan prinsip dan persamaan steady :
Debit kala ulang tertentu : Q = 0,278 . C . i . A (m3/det)
Kapasitas saluran : Q = V. A (m3/det)
Kecepatan aliran : V = k. R2/3. S0,5 (m/det)
Jari-jari hidraulis saluran : A/P (m)
Luas penampang saluran : A = (b + m.h).h (m2)

3.2.5.1 Rumus Aliran


Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap, dan untuk itu
diterapkan rumus Strickler.
2/3
V = K R I½

R = A
P
A = ( b + m h ) h

P = b + 2 h 1 + m2 )

Q = V x A

b = nxh

Dimana :
Q = debit saluran, m3/dt
v = kecepatan aliran, m/dt
A = potongan melintang aliran, m2
R = jari – jari hidrolis, m
P = keliling basah, m
b = lebar dasar, m
h = tinggi air, m
I = kemiringan energi (kemiringan saluran)
k = koefisien kekasaran Stickler, m1/3/dt
m = kemiringan talut (1 vertikal : m horizontal)

Halaman. 30
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

MAN
w
1 h 1
m m

Gambar 3.9. Parameter Potongan Melintang


Rumus aliran di atas juga dikenal sebagai rumus Manning. Koefisien kekasaran
Manning (“n”) mempunyai harga bilangan 1 dibagi dengan k.
3.2.6.2 Koefisien Kekasaran Strickler
Koefisien Strickler (k) bergantung kepada sejumlah faktor, yakni :
- Kekasaran permukaan saluran
- Ketidakteraturan permukaan saluran
- Trase
- Vegetasi (tetumbuhan), dan
- Sedimen.

Bentuk dan besar/kecilnya partikel di permukaan saluran merupakan ukuran


kekasaran. Akan tetapi, untuk saluran tanah ini hanya merupakan bagian kecil
saja dari kekasaran total.

Pada saluran irigasi, ketidak teraturan permukaan yang menyebabkan per-


ubahan dalam keliling basah dan potongan melintang mempunyai pengaruh
yang lebih penting pada koefisien kekasaran saluran daripada kekasaran
permukaan.
Perubahan-perubahan mendadak pada permukaan saluran akan memperbesar
koefisien kekasaran. Perubahan-perubaban ini dapat disebabkan oleh
penyelesaian konstruksi saluran yang jelek atau karena erosi pada talut saluran.
Terjadinya riak-riak di dasar saluran akibat interaksi aliran di perbatasannya
juga berpengaruh terhadap kekasaran saluran.
Pengaruh vegetasi terhadap resistensi sudah jelas panjang dan kerapatan
vegetasi adalah faktor-faktor yang menentukan. Akan tetapi tinggi air dan

Halaman. 31
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

kecepatan aliran sangat membatasi pertumbuhan vegetasi. Vegetasi diandaikan


minimal untuk harga-harga k yang dipilih dan dipakai dalam perencanaan
saluran.

Pengaruh trase saluran terhadap koefisien kekasaran dapat diabaikan, karena


dalam perencanaan saluran tanpa pasangan akan dipakai tikungan berjari-jari
besar.

Pengaruh faktor-faktor di atas terhadap koefisien kekasaran saluran akan


bervariasi menurut ukuran saluran. Ketidak teraturan pada permukaan akan
menyebabkan perubahan kecil di daerah potongan melintang di saluran yang
besar daripada di saluran kecil.
Koefisien-koefisien kekasaran untuk perencanaan saluran irigasi disajikan pada
Tabel 3.1.

Apakah harga-harga itu akan merupakan harga harga fisik yang sebenarnya
selama kegiatan operasi, hal ini sangat tergantung pada kondisi pemeliharaan
saluran.
Penghalusan permukaan saluran dan menjaga agar saluran bebas dari
vegetasi lewat pemeliharaan rutin akan sangat berpengaruh pada koefisien
kekasaran dan kapasitas debit saluran.
Tabel 3.3. Harga – harga kekasaran koefisien Strickler (k)
untuk saluran – saluran irigasi tanah
Debit rencana k
m3/dt m1/3/dt

Q > 10 45
5 < Q < 10 42,5
1<Q<5 40
Q < 1 dan saluran tersier 35

3.2.6.3 Potongan Melintang Saluran Drainase


Potongan melintang saluran drainase direncana relatif lebih dalam daripada saluran
irigasi dengan alasan sebagai berikut :
- Untuk mengurangi biaya pelaksanaan dan pembebasan tanah
- Variasi tingggi muka air lebih besar, perubahan-perubahan pada debit
pembuangan dapat diterima untuk jaringan pembuang permukaan

Halaman. 32
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

- Saluran drainase yang dalam akan memiliki aliran yang lebih stabil pada debit-
debit rendah, sedangkan saluran drainase yang lebih besar akan menunjukkan
aliran yang berbelok-belok.
Perbandingan kedalam lebar dasar air (n = b/h) untuk saluran drainase sekunder
diambil antara 1 dan 3. Untuk saluran drainase yang lebih besar, nilai banding ini
harus paling tidak 3. Tipe-tipe potongan melintang disajikan pada gambar 3.2.
Untuk saluran drainase skunder dan primer, lebar dasar minimum diambil 0,60 m.

3.2.6.4 Kemiringan Talud Saluran Drainase


Pertimbangan-pertimbangan untuk kemiringan talud sebuah saluran drainase buatan
mirip dengan pertimbangan untuk saluran irigasi.
Harga-harga kemiringan minimum talut untuk saluran drainase pada berbagai bahan
tanah diambildari Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Kemiringan talud minimum untuk saluran drainase
Kedalaman galian,D kemiringan minimum talut
m  1 hor : m vert.
D 1,0 1,0
1,0  D < 2,0 1,5
D > 2,0 2,0

Talut yang lebih landai daripada yang telah disebutkan dalam tabel di atas harus
dipakai apabila diperkirakan akan terjadi rembesan ke dalam saluran.

Untuk tanggul yang tingginya lebih dari 3 m lebar bahu (berm) tanggul harus
dibuat sekurang-kurangnya 1 m (setiap 3 m). Bahu tanggul harus dibuat setinggi
muka air rencana di saluran. Untuk kemirinan luar, bahu tanggul (jika perlu)
harus terletak di tengah-tengah antara bagian atas dan pangkal tanggul.

3.2.6.5 Tinggi jagaan


Tinggi jagaan berguna untuk :
- Menaikkan muka air di atas tinggi muka air maksimum
- Mencegah kerusakan tanggul saluran
Meningginya muka air sampai di atas tinggi yang telah direncana bisa disebabkan
oleh penutupan pintu secara tiba-tiba disebelah hilir, variasi ini akan bertambah
dengan membesarnya debit. Meningginya muka air dapat pula diakibatkan oleh
pengaliran air buangan ke dalam saluran.

Halaman. 33
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

Tinggi jagaan minimum yang diberikan pada saluran primer dan sekunder
dikaitkan dengan debit rencana saluran seperti yang diperlihatkan dalam Tabel
3.5.
Tabel 3.5 Tinggi jagaan minimum untuk saluran tanah
Q (m3 / dt) Tinggi Jagaan (m)

< 0,5 0,40


0,5 – 1,5 0,50
1,5 – 5,0 0,60
5,0 – 10,0 0,75
10,0 – 15,0 0,85
> 15,0 1,00

3.2.7 Metode Analisis Hidrolis Bangunan Drainase


3.2.8.1 Pintu Air
Pintu air atau klep merupakan bangunan penunjang sistem drainase di daerah
dataran. Pintu air difungsikan terutama pada saat terjadi hujan dan pasang naik.
Hal ini dilakukan untuk mencegah aliran balik (backwater) yang dapat terjadi
akibat banjir makro, sehingga tidak mengganggu kelancaran air keluar dari
daerah perencanaan yang dapat menyebabkan banjir mikro. Pintu air biasanya
diletakkan pada lokasi outfall di tepi sungai dan pada tepi dimana akumulasi air
dalam saluran drainase kota menuju muara cukup tinggi.

3.2.8.2 Bangunan Pembuangan


Bangunan pembuangan atau outfall merupakan ujung saluran yang ditempatkan
pada sungai atau badan air penerima lainnya. Struktur outfall ini hampir sama
dengan struktur bangunan terjunan lain karena biasanya titik ujung saluran
terletak pada elevasi yang lebih tinggi dari badan air penerima, sehingga dalam
perencanaan outfall ini merupakan bangunan terjunan. Untuk menghitung
dimensinya digunakan persamaan Manning. Kecepatan aliran direncanakan
antara 6-10 m/detik. Lebar mulut bagian peralihan dapat dihitung dengan
persamaan (Chow, 1992) :

 v2  v2
Q  0.35b1  h  2 g
 29  2g

Halaman. 34
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

3.2.8 Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan/Berkelanjutan


Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah,
baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia. Dalam bahasa
Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau gorong-
gorong di bawah tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur suplai air
demi pencegahan banjir. (wikipedia)
Terdapat 2 jenis sistem drainase yaitu sistem drainase konvensional dan sistem
drainase ramah lingkungan (eko-drainase). Perbedaan kedua sistem drainase ini
adalah sebagai berikut :
1. Sistem Konvensional
Konsep dari sistem konvensional adalah membuang air genangan secepat-
cepatnya ke sungai tanpa sebelumnya diresapkan kedalam tanah. Akibat dari
sistem konvensional ini adalah :
 Sungai akan menerima beban yang melampui kapasitasnya yang bisa
menyebabkan banjir di musim hujan.
 Menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah yang
bisa menyebabkan kekeringan di musim kemarau.
 Fluktuasi kandungan air tanah musim kemarau dan hujan yang sangat
tinggi yang bisa menyebabkan tanah longsor.

Agar air hujan yang turun tidak langsung terbuang ke sungai, maka air hujan
diresapkan ke dalam tanah untuk menambah muka air tanah. Cara yang
digunakan bisa menggunakan Memanen Air Hujan Dengan Biopori atau bisa
menggunakan Memanen Air Hujan Dengan Membangun Embung atau Waduk
Kecil

2. Sistem Drainase Ramah Lingkungan (eko-drainase)


Mengelola air kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam
tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui
kapasitas sungai sebelumnya.
Akibat dari sistem ini adalah :
 Air tidak secepatnya dialirkan ke sungai
 Meresapkan air ke dalam tanah guna meningkatkan kandungan air tanah
untuk cadangan pada musim kemarau

Halaman. 35
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

Drainase didefinisikan sebagai pembuangan air permukaan, baik secara gravitasi


maupun dengan pompa dengan tujuan untuk mencegah terjadinya genangan,
menjaga dan menurunkan permukaan air sehingga genangan air dapat
dihindarkan. Drainase perkotaan berfungsi mengendalikan kelebihan air
permukaan sehingga tidak merugikan masyarakat dan dapat memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia. Kelebihan air tersebut dapat berupa air hujan,
air limbah domestik maupun air limbah industri. Oleh karena itu drainase
perkotaan harus terpadu dengan sanitasi, sampah, pengendali banjir kota dan
lainnya.

Menurut Dr. Ir. Suripin M.Eng dari Universitas Diponegoro, berdasarkan


fungsinya, terdapat dua pola yang dipakai untuk menahan luapan banjir, yaitu :
• Pola detensi (menampung air sementara), yaitu menampung dan menahan air
limpasan permukaan sementara untuk kemudian mengalirkannya ke badan
air misalnya dengan membuat kolam penampungan sementara untuk
menjaga keseimbangan tata air.
• Pola retensi (meresapkan), yaitu menampung dan menahan air limpasan
permukaan sementara sembari memberikan kesempatan air tersebut untuk
dapat meresap ke dalam tanah secara alami antara lain dengan membuat
bidang resapan (lahan resapan) untuk menunjang kegiatan konservasi air.

Pengembangan permukiman di perkotaan yang demikian pesatnya justru makin


mengurangi daerah resapan air hujan karena luas daerah yang ditutupi oleh
perkerasan semakin meningkat dan waktu berkumpulnya air (time of
concentration) pun menjadi jauh lebih pendek sehingga pada akhirnya akumulasi
air hujan yang terkumpul melampaui kapasitas drainase yang ada.

Banyak kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air
(retarding pond) dan bantaran sungai kini menjadi tempat hunian. Kondisi ini
akhirnya akan meningkatkan volume air permukaan yang masuk ke saluran
drainase dan sungai. Hal ini dapat dilihat dari air yang meluap dari saluran
drainase, baik di perkotaan maupun di permukiman, yang menimbulkan
genangan air atau bahkan banjir. Hal itu terjadi karena selama ini drainase
difungsikan untuk mengalirkan air hujan yang berupa limpasan (run-off) secepat-

Halaman. 36
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

cepatnya ke penerima air/badan air terdekat.

Untuk mengatasi permasalahan infrastruktur tersebut diperlukan sistem drainase


yang berwawasan lingkungan dengan prinsip dasar mengendalikan kelebihan air
permukaan sehingga dapat dialirkan secara terkendali dan lebih banyak memiliki
kesempatan untuk meresap ke dalam tanah. Hal ini dimaksudkan agar konservasi
air tanah dapat berlangsung dengan baik dan dimensi struktur bangunan sarana
drainase dapat lebih efisien.

Menurut Dr. Ing. Ir. Agus Maryono dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
pengelolaan drainase secara terpadu berwawasan lingkungan merupakan
rangkaian usaha dari sumber (hulu) sampai muara (hilir) untuk
membuang/mengalirkan hujan kelebihan melalui saluran drainase dan atau
sungai ke badan air (pantai/laut, danau, situ, waduk, dan bozem) dengan waktu
seoptimal mungkin sehingga tidak menyebabkan terjadinya masalah kesehatan
dan banjir di dataran banjir yang dilalui oleh saluran dan atau sungai tersebut
(akibat kenaikan debit puncak dan pemendekan waktu mencapai debit puncak).
Berbeda dengan prinsip lama, yaitu mengalirkan limpasan air hujan ke badan air
penerima secepatnya, drainase berwawasan lingkungan bekerja dengan
berupaya memperlambat aliran limpasan air hujan.

Prinsipnya, air hujan yang jatuh ditahan dulu agar lebih banyak yang meresap ke
dalam tanah melalui bangunan resapan, baik buatan maupun alamiah seperti
kolam tandon, sumur-sumur resapan, biopori, dan lain-lain. Hal ini dilakukan
mengingat semakin minimnya persediaan air tanah dan tingginya tingkat
pengambilan air.

Pengembangan prasarana dan sarana drainase berwawasan lingkungan ditujukan


untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas
untuk menahan air hujan sesuai dengan kaidah konservasi dan keseimbangan
lingkungan. Konsep inilah yang ingin mengubah paradigma lama dalam
pembangunan drainase khususnya di perkotaan.

Pelestarian prasarana dan sarana drainase mandiri berbasis masyarakat sangat


bergantung pada kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengoperasikan,
memanfaatkan, dan memelihara prasarana dan sarana yang ada. Secara umum

Halaman. 37
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

aspek yang perlu diperhatikan dalam pelestarian adalah pengelolaan prasarana


dan sarana serta penyuluhan dan pedoman pemeliharaan yang mengedepankan
partisipasi masyarakat. Masyakarat dapat berperan dan berpartisipasi dalam
setiap tahapan perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan
sistem jaringan drainase melalui beberapa tahap, antara lain:
1. Tahap Survei dan Investigasi : masyarakat dapat memberikan informasi calon
lokasi yang akan dibangun dan kondisi setempat seperti kelayakan dari segi
teknis dan ekonomi.
2. Tahap Perencanaan : masyarakat dapat ikut serta dalam persetujuan,
kesepakatan dan penggunaan dari perencanaan yang telah dibuat.
3. Tahap Pembebasan Lahan : masyarakat memberi kemudahan dan
memperlancar proses pembebasan lahan apabila lahan masyarakat terkena
dampak pembangunan.
4. Tahap Pembangunan : masyarakat dapat ikut serta dalam pengawasan dan
terlibat dalam pelaksanaan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan.
5. Tahap Operasi dan Pemeliharaan : masyarakat ikut serta aktif dalam
pemeliharan dan pengoperasian, melaporkan jika ada kerusakan.
6. Tahap Monitoring dan Evaluasi : masyarakat dapat memberikan data yang
benar dan nyata sesuai dengan kondisi eksisting di lapangan terkait segala
sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan proyek serta dampak yang
ditimbulkannya.

Cara paling efektif agar drainase berwawasan lingkungan ini dapat berkelanjutan
adalah peran serta masyarakat untuk ikut aktif di dalam penerapan pelestarian air
tanah karena jika persediaan air tanah habis, merekalah yang paling merasakan
akibatnya. Masyarakat dapat berperan aktif untuk ikut menabung air melalui
kolam tandon penampung air hujan, berupa reservoir bawah tanah maupun
dengan tangki penampung yang berfungsi menampung dan mengalirkan air
hujan yang jatuh dari permukaan tanah, bangunan, juga atap rumah.

Sumur Resapan, Solusi Termurah


Sumur resapan adalah salah satu solusi murah dan cepat untuk masalah banjir.
Umumnya sumur resapan berbentuk bundar dengan diameter minimal 1 meter.
Lubang galian sebelah atas sampai lapisan tanah relatif keras dan bersemen agar
dilindungi dengan bidang penahanan longsoran dinding sumur (bisa dari bambu,

Halaman. 38
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

pasangan bata, base beton atau drum). Kedalaman sumur resapan relatif
tergantung kondisi formasi batuan dan muka air tanah. Untuk daerah yang muka
air tanahnya dalam, kedalaman sumur resapan dapat dibuat hingga mencapai 5
meter.

Idealnya dalam perencanaan drainase di suatu wilayah perlu direncanakan


adanya sumur resapan sehingga dimensi saluran drainase dapat lebih
diminimalkan. Untuk hasil yang lebih maksimal, penggunaan sumur resapan
dapat divariasikan dengan bangunan drainase lainnya seperti kolam resapan.
Upaya ini akan berdampak besar bila semua masyarakat sadar dan mau
menerapkannya.

Peran sumur resapan tentu tidak akan berarti bila hanya beberapa rumah yang
menerapkannya. Bayangkan, bila setiap rumah memiliki sumur resapan yang
masing-masing mampu meresapkan air hujan sejumlah satu meter kubik dan
satu kawasan terdapat sepuluh ribu rumah maka akan didapatkan sepuluh ribu
meter kubik air yang dapat meresap ke tanah. Kawasan tersebut dapat
mengurangi limpasan permukaan yang akan membebani saluran drainase di hilir
dan mampu mengurangi masalah kekeringan pada musim kemarau karena pada
musim penghujan, mereka telah menabung air.

Gambar-gambar berikut adalah sistem drainase yang berwawasan lingkungan :


Gambar 3.10. Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan yang Terpadu/
Terintegarsi

Halaman. 39
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

Gbr.3.11. Kolam Retensi pada Badan Sungai Gbr.3.12. Kolam Retensi Disamping
Sungai Sungai
Pintu
Inlet
Pintu
Pintu Inlet
Mercu
Outlet Pintu
Outlet

Gbr.3.13. Kolam Retensi Tipe Storage Memanjang Gbr.3.14. Sumur Resapan Tipe Individu

Bendung untuk
memperlambat
aliran air

Gbr.3.15. Sumur Resapan Tipe Individu Gbr.3.16. Sumur Resapan Tipe Individu

3.2.9 Metode Perhitungan Hidrolis Kolam Retensi


Kolam retensi dapat digunakan untuk mereduksi dan memperlambat debit yang akan
masuk badan air penerima dan dapat difungsikan sebagai energi storasi alami yang

Halaman. 40
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

dapat digunakan pemanfaatannya. Langkah-langkah perhitungan volume kolam


retensi adalah sebagai berikut :

Perhitungan fluktuasi debit limpasan


PUH 5 tahun

Perhitungan volume masukan,volume


yang meresap,dan keluaran yang
dapat diterima badan air penerima

Perhitungan fluktuasi debit limpasan


PUH 5 tahun

Perhitungan luas area penyerapan


kolam,tinggi kolam  volume kolam

Perhitungan debit keluaran dari kolam

Pembuatan hidrograf masukan dan


keluaran

3.2.8.1 Pelimpah Samping


Perencanaan untuk masukan kolam retensi salah satunya adalah dengan pelimpah
samping. Metode yang digunakan untuk mendesain pelimpah samping adalah
metode bilangan berdasarkan atas pemecahan masalah oleh De Marchi, dengan
mengandalkan bahwa aliran adalah subkritis, panjang bangunan pelimpah dapat
dihitung sebagai berikut : Di dekat ujung bangunan pelimpah, dengan besarnya
kedalaman air ho dan debit Qo sama dengan kedalaman dan debit potongan saluran
di belakang pelimpah dengan Ho = ho + v 2/2g, tinggi energi di ujung pelimpah dapat
dihitung.
Pada jarak ∆x di ujung hulu dan hilir pelimpah, tinggi energi juga Ho karena sudah diandaikan
bahwa tinggi energi di sepanjang pelimpah adalah konstan.

3.2.8.2 Pelimpah/Mercu Tetap


Perencanaan keluaran kolam resapan salah satunya adalah dengan mercu tetap.
Rumus debit keluaran yang dipergunakan pada mercu tetap ini adalah :

2 2
Q  Cd
1.5
gbH1
3 3

dimana : Q = debit (m3/detik)

Cd = Koefisien debit,

untuk alat ukur ambang lebar, Cd = 1,03

Halaman. 41
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

untuk alat ukur mercu bulat, Cd = 1,48

g = Percepatan gravitasi (m/detik2)

b = Lebar mercu (m)

H1 = Tinggi di atas mercu (m)

3.2.10 Kriteria Teknis Sumur Resapan


Untuk membuat sumur resapan ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan,
diantaranya:
1. Dibuat pada lahan yang lulus air dan tahan longsor
2. Harus bebas dari pencemaran maupun kontaminasi limbah
3. Air yang masuk ke dalam sumur resapan adalah air hujan
4. Untuk daerah bersanitasi lingkungan buruk, yaitu daerah dengan kondisi sarana
air limbah, air hujan dan system pembuangan sampahnya tidak memenuhi
persyaratan sanitasi, sumur resapan hanya menampung air hujan dari atap yang
disalurkan melalui talang
5. Mempertimbangkan aspek hidrogeologi, geologi dan hidrologi

Pemilihan Lokasi :
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan untuk memilih lokasi pembuatan sumur
resapan (menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata Cara Perencanaan
Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan) adalah :
1. Keadaan muka air tanah
Untuk mengetahu keadaan muka air tanah dapat ditentukan dengan cara
mengukur kedalamannya permukaan air tanah terhadap permukaan tanah dari
sumur di sekitarnya pada musim hujan.
2. Permeabilitas tanah
Permeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk dapat dilalui air.
Permeabilitas tanah yang dapat dipergunakan untuk sumur resapan terbagi dalam
tiga kelas,yaitu :
‐ permeabilitas tanah sedang (jenis tanah berupa geluh/lanau, memiliki daya
serap 2,0 – 6,5 cm/jam)
‐ permeabilitas tanah agak cepat (jenis tanah berupa pasir halus, memiliki daya
serap 6,5 – 12,5 cm/jam)
‐ permeabilitas tanah cepat (jenis tanah berupa pasir kasar, memiliki daya serap
12,5 cm/jam)

Halaman. 42
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

Penempatan Sumur Resapan :


Untuk membuat memaksimalkan fungsi sumur resapan air hujan, kita perlu
memperhatikan keadaan lingkungan setempat. Misal jarak sumur resapan dengan
jalan, rumah, septic tank maupun sumur air minum. Jarak minimum sumur resapan
dengan dengan jalan kurang lebih 1,5 meter.

Jenis Sumur Resapan :


Bagi kita yang tinggal di daerah perkotaan, berkurangnya daerah resapan air karena
makin banyak permukaan tanah yang tertutup bangunan dan jalan berdampak pada
berkurangnya daya serap tanah terhadap air. Pembuatan sumur resapan di
lingkungan tempat tinggal menjadi salah satu solusi memperbaiki kualitas air tanah.
Penerapan sumur resapan pada lingkungan tempat tinggal (terutama di wilayah
perkotaan) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Sumur resapan individu
Sesuai dengan namanya, sumur resapan individu merupakan sumur resapan yang
dibuat pada masing-masing rumah tinggal. Dampak sumur resapan akan
maksimal jika masing-masing rumah ikut membuatnya. Peletakkan sumur resapan
dapat memanfaatkan lahan sisa maupun pekarangan yang ada. Langkah-langkah
untuk membuat sumur resapan individu ini yaitu :
‐ Memeriksa tinggi muka air tanah, tinggi muka air tanah yang dipersyaratkan
adalah >3 meter
‐ Memeriksa permeabilitas tanah, permeabilitas tanah yang baik adalah lebih
besar atau sama dengan 2 cm/jam
‐ Memperhatikan persyaratan jarak

Jumlah sumur resapan pada sebuah lahan pekarangan ditentukan berdasarkan


curah hujan maksimum, permeabilitas tanah serta luas bidang tadah dan dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
H = (D x I x A tadah – D x k x A sumur)/(A sumur + D x k x L)
dimana :
H = Kedalaman sumur (m)
D = Durasi hujan (jam)
A sumur = Luas penampang sumur (m2)
L = Keliling penampang sumur (m)
k = Permeabilitas tanah (m/jam)

Halaman. 43
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

A tadah = Luas tadah hujan (m 2), berupa atap rumah dan atau permukaan
tanah yang diperkeras
I = Intensitas hujan (m/jam)
2. Sumur resapan kolektif
Jenis sumur resapan ini dibuat secara kolektif (bersama) dalam sebuah komunitas
warga masyarakat dengan skala besar dan membutuhkan lahan cukup luas.
Sumur resapan kolektif dapat berupa kolam resapan, sumur resapan dalam
maupun resapan parit berorak. Tidak jarang area sumur resapan kolektif bisa
dijadikan tempat rekreasi bersama di dalam sebuah kompleks perumahan.

Spesifikasi Pembuatan Sumur Resapan :


Untuk membuat sumur resapan yang baik ada beberapa hal teknis yang harus
diperhatikan, yaitu :

1. Penutup Sumur
Untuk penutup sumur dapat dipilih beragam bahan diantaranya :
• Pelat beton bertulang tebal 10 cm dicampur dengan satu bagian semen, dua
bagian pasir, dan tiga bagian kerikil (1pc : 2ps : 3kr)
• Pelat beton tidak bertulang tebal 10 cm dengan campuran perbandingan yang
sama, berbentuk cubung dan tidak di beri beban di atasnya atau,
• Ferocement (setebal 10 cm).
2. Dinding sumur bagian atas dan bawah
Pembuatan dinding sumur dapat memanfaatkan buis beton. Dinding sumur bagian
atas dapat menggunakan batu bata merah, batako, campuran satu bagian semen,
empat bagian pasir (1pc : 4ps), diplester dan di aci semen.
3. Pengisi Sumur
Pengisi sumur dapat berupa batu pecah ukuran 10-20 cm, pecahan bata merah
ukuran 5-10 cm, ijuk, serta arang. Pecahan batu tersebut disusun berongga.
4. Saluran air hujan
Dapat menggunakan pipa PVC berdiameter 110 mm, pipa beton berdiameter 200
mm maupun pipa beton setengah lingkaran berdiameter 200 mm.

Perawatan :
Untuk menjaga agar kondisi sumur resapan tetap berfungsi dengan baik maka perlu
diadakan pemeriksaan secara periodik, setidaknya setiap 6 bulan sekali.
Pemeriksaan itu meliputi :

Halaman. 44
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

‐ Aliran masuk
‐ Bak control
‐ Kondisi sumur resapan

Pembuatan sumur resapan air hujan merupakan salah satu solusi untuk menjaga
cadangan dan kualitas air agar terjaga dengan baik. Dalam skala yang lebih luas
dapat pula memperbaiki kualitas lingkungan sekitar. Kita bisa mulai membuatnya di
rumah yang kita tempati. Namun alangkah baiknya jika dilakukan secara bersama-
sama dan menjadi gerakan massal. Sebuah tindakan kecil sebagai wujud kepedulian
terhadap lingkungan yang kita tempati.

3.2.11 Metode Analisa Kelayakan Ekonomi


Dalam suatu perencanaan pembangunan suatu kontruksi yang berkaitan dengan
kepentingan umum, sebelum pembangunan tersebut dilaksanakan perlu dianalisa
terlebih dahulu kelayakan pembangunannya. Analisa kelayakan perlu dilaksanakan
agar kontruksi yang dibangun dapat berfungsi dengan optimal dan biaya yang
dikeluarkan tidak terbuang secara percuma.

3.2.11.1 Arus Manfaat Proyek


Penelaahan secara ekonomis atas usulan proyek dimaksudkan untuk menentukan
sumbangan proyek tersebut untuk kesejahteraan nasional mengenai biaya secara
keseluruhan yang dibebankan kepada Negara. Analisis seperti ini memperhitungkan
semua biaya dan manfaat (cost and benefits), baik yang bersifat langsung maupun
tidak.
Pengurangan antara arus manfaat brutto dengan investasi capital dan seluruh biaya
operasi proyek akan merupakan arus manfaat netto keadaan saat ini (tanpa proyek)
dengan arus manfaat netto tambahan (cash flow) yang berlangsung selama umur
ekonomis proyek.
Perangkat yang digunakan dalam tinjauan ekonomis alternative penanganan adalah
NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), dan B/C (Benefit Cost Ratio).
NPV digunakan untuk melihat selisih manfaat (benefit) dan biaya (cost) yang dihitung
pada saat kini. NPV sangat bermanfaat karena dapat menunjukkan ukuran relative
proyek. NPV dapat bernilai positif maupun negative, namun untuk melihat kelayakan
proyek nilai NPV haruslah positif untuk tingkat bunga yang ditentukan.
IRR, jika diaplikasikan pada aliran manfaat dan biaya, adalah suatu nilai bunga
dimana besarnya NPV adalah sama dengan nol. Untuk kelayakan proyek nilai IRR
harus sama dengan atau lebih besar dari pada biaya kesempatan mendapatkan
modal atau tingkat bunga B/C, diterapkan untuk melihat besarnya perbandingan

Halaman. 45
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

antara manfaat yang diperoleh dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Nilai BCR
lebih besar dari 1,0 merupakan persyaratan untuk kelayakan suatu proyek.
Untuk dapat membandingkan keuntungan dan biaya tersebut diperlukan keseagaman
nilai harga pada tahun yang sama, dapat berupa nilai uang saat ini (Present Value)
ataupun nilai uang yang akan dating (Future Value).
Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai uang sekarang (Present Value)
adalah :
P = F / (1+i)n
Dimana :
P = Nilai uang sekarang
F = Nilai uang tahun yang akan dating
I = Besarnya bunga uang
N = Jangka waktu (tahun)

a. Net Present Value (NPV)


NPV merupakan selisih antara “Present Value Benefit” dan “Present Value” dari
biaya, yang dinyatakan dengan rumus :
n
Bt  Ct 
NPV  
t 1 1  i 
t

Dimana :
t = umur proyek
i = tingkat bunga
Bt = benefit (manfaat proyek) pada tahun t
Ct = cost ratio (biaya) pada tahun t
Bila nilai NPV > 0 dan positif berarti proyek dapat dilaksanakan, karena akan
memberikan manfaat. NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis
sebesar wilayah (cost) yang dilakukan, sedangkan apabila nilai NPV < 0, maka
proyek tidak akan member manfaat sehingga tidak layak untuk dilaksanakan.

b. Internal Rate Return (IRR)


IRR atau metode tingkat pengembalian adalah metode untuk analisis ekonomi
yang paling terkenal. Secara ekivalen, IRR dapat dihitung dengan
mempersamakan cashflow A.W.s (Annual Worth) ataupun cashflow P.W.s sama
dengan nol dan memberikan pemecahan untuk tingkat suku bunga (IRR) yang
memberikan kesamaan.
Nilai IRR adalah nilai discount rate (i) sehingga NPV proyek sama dengan nol.
NPV dinyatakan dengan persamaan :

Halaman. 46
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

NPV  
n
Bt  Ct   0
t 1 1  IRR 

Bila nilai IRR > social discount rate, maka proyek layak untuk dilaksanakan, dan
bila IRR < social discount rate, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
Suatu investasi dikatakan memberikan keuntungan jika tingkat IRR lebih besar dari
tingkat suku bunga yang dijadikan standar. Pada perhitungan tingkat suku bunga
yang digunakan adalah tingkat suku bunga standar Bappenas yaitu sebesar 12 %
per tahun.

c. BCR
BCR atau dalam bahasa Indonesia adalah perbandingan untung-biaya dapat
ditentukan sebagai perbandingan dari nilai keuntungan ekivalen terhadap nilai
biaya ekivalen. Nilai-nilai ekivalen biasanya dinyatakan sebagai A.W.s (Annual
Worth)/Nilai tahunan atau P.W.s (Present Worth)/nilai sekarang, tetapi bias juga
F.W.s (Future Worth)/Nilai mendatang. Pada perhitungan ini digunakan nilai
ekivalen P.W.s. sehingga rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai
berikut :
n
Bt
 1  i 
t 1
t
B/C  n
Ct
 1  i 
t 1
t

Suatu investasi dikatakan bermanfaat/menguntungkan secara financial, jika nilai


 BCR > 1
 NPV > 0
 EIRR > suku bunga bank
Dari sini dapat disimpulakan bahwa besar keuntungan (B) dikurangi biaya (C)
memberikan hasil yang lebih besar dari nol, dan nilai ini dinyatakan sebagai NPV (Net
Present Value).

3.2.11.2 Analisa Penentuan Skala Prioritas


Penentuan skala prioritas bertujuan untuk menentukan jenis bangunan pengendali
banjir dan di titik lokasi mana yang perlu segera dibangun sesuai tingkat
keterdesakannya atau urgensinya. Oleh karena itu pelaksanaan penangan
permasalahan banjir ini disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, apakah sangat
mendesak, mendesak, cukup mendesak atau tidak terlalu mendesak. Dengan
demikian dalam penentuan prioritas penanganan nantinya disesuaikan dengan ke
empat variabel tersebut yang dibuat dalam bobot penilaian kebutuhan.

Halaman. 47
USULAN TEKNIS Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Tebo

Penentuan Nilai Bobot Penanganan (BPx) dapat dibuat sebagai berikut :


a. Untuk variabel yang dianggap sangat mendesak = Nilai Bobot 4
b. Untuk variabel yang dianggap mendesak = Nilai Bobot 3
c. Untuk variabel yang dianggap cukup mendesak = Nilai Bobot 2
d. Untuk variabel yang dianggap tidak terlalu mendesak = Nilai Bobot 1

Dari hasil analisa kebutuhan tersebut diatas, kemudian disusun dalam tabel matrik
skala prioritas dengan urutan kegiatan berdasarkan tingkat urgensinya, mulai dari
tingkat kebutuhan sangat mendesak, mendesak, cukup mendesak atau tidak terlalu
mendesak

Halaman. 48

Anda mungkin juga menyukai