Anda di halaman 1dari 54

Demi mendapat persepsi yang seimbang dan pemahaman yang mendalam mengenai berbagai

aspek dalam substansi penyusunan RP3KP Kabupaten Dharmasraya, berikut ini dijelaskan
pendekatan, teori-teori analisis dan metodologi yang akan dilakukan dalam rangkaian pekerjaan
ini sehingga yang dituangkan pada setiap pembahasan dapat dipahami dan dimengerti maksud
dan tujuannya secara jelas.

Di dalam kerangka perencanaan umum yang berkaitan dengan ruang, terdapat tipe perencanaan
yang sangat beragam dan berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan mengenai perencanaan
regional (wilayah) yang paling hakiki dan merupakan sumber kekaburan dalam perencanaan
regional adalah pendapat antara perencanaan fisik dan perencanaan ekonomi. Perencanaan fisik
merupakan perencanaan struktur fisik suatu daerah (area) yang meliputi tata guna tanah,
komunikasi, utilitas dan sebagainya. Sedangkan Perencanaan Ekonomi yang lebih bertumpu pada
mekanisme pasar dari pada perencanaan fisik mengkaji persoalan dan temuan yang berkaitan
dengan struktur ekonomi suatu daerah (area).

Kedua perbedaan pendapat dan cara pandang tersebut di atas bukan merupakan kesalahan
mutlak dalam konteks perencanaan, karena sesungguhnya perencanaan yang akan diterapkan
dalam penyusunan RP3KP Kabupaten Dharmasraya merupakan penggabungan kedua cara
pandang tersebut di atas. Atau dengan kata lain hasil kajian cara pandang pertama berkorelasi
pada meningkatnya perekonomian suatu daerah sebagai akibat ruang fisik yang tersedia untuk

Hal |4 - 1
kegiatannya berfungsi tepat dan lokasinya menunjang, yang akhirnya perekonomian pada daerah
tersebut meningkat. Demikian pula sebaliknya, pada cara pandang kedua dengan meningkatnya
perekonomian suatu daerah akan memerlukan besaran ruang fisik yang harus diakomodir untuk
meningkatkan struktur perekonomian daerah tersebut.

Untuk mendapatkan persepsi dan pengertian yang sama, maka penyusunan RP3KP Kabupaten
Dharmasraya menyangkut pengertian, terminologi dan substansi materi yang digunakan merujuk
kepada UU tentang Penataan Ruang serta Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan
Dan Pemukiman.

Perkembangan masyarakat ke kehidupan perkotaan secara historis telah ditunjukkan sebagai


suatu kegiatan yang menuju pada kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Peningkatan
jumlah penduduk dapat mengakibatkan peningkatan kebutuhan ruang salah satunya adalah
kebutuhan ruang untuk perumahan atau tempat tinggal. Kebutuhan akan perumahan menjadi
peluang bagi developer untuk mengembangkan usaha bidang perumahan. Akan tetapi sebagian
besar pengembangan perumahan tersebut diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
golongan menengah ke atas. Disisi lain kebutuhan rumah bagi masyarakat golongan menengah ke
bawah terus meningkat tanpa perhatian dari para developer.

Keterbatasan kondisi ekonomi masyarakat golongan menengah kebawah mengindikasi


permasalahan baru tekait dengan kualitas rumah tidak layak huni. Kondisi perumahan yang tidak
layak huni akan berpengaruh terhadap lingkungan yang kurang sehat. Kasus ini dapat dilihat pada
kawasan permukiman kumuh di kota-kota besar.

Perumahan dan kawasan permukiman mempunyai permasalahan yang terus berlanjut


merupakan sebuah permasalahan yang berlanjut dan bahkan akan terus meningkat, seirama
dengan pertumbuhan penduduk, dinamika kependudukan dan tuntutan-tuntutan sosial ekonomi
yang semakin berkembang.

Dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat (1) menyebutkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang
merupakan kebutuhan dasar manusia dan yang mempunyai peran sangat strategis dalam
pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia
Indonesia seutuhnya, berjatidiri dan produktif menjadi tantangan pemerintah untuk
menyelesaikan permasalahan perumahan dan kawasan permukiman.

Mengingat sektor bidang perumahan menjadi salah satu urusan wajib pemerintah daerah
berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007, dan UU No. 1 Tahun 2011 tentang tugas, maka pemerintah

Hal |4 - 2
daerah (provinsi maupun kabupaten/ kota) melaksanakan pembinaan bidang perumahan dan
pengawasan permukiman salah satunya adalah menyusun Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP).

Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan


salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan masalah penyediaan
perumahan layak bagi masyarakat dengan skenario rencana jangka panjang 20 (dua puluh) tahun
yang terkoordinasi baik secara lintas sektoral maupun administratif. Dengan demikian, RP3KP
harus senantiasa selaras dengan rencana pembangunan daerah, baik jangka panjang (RPJP)
maupun jangka menengah (RPJM), rencana tata ruang (RTRW), serta rencana sektoral lainnya
serta bersinergi dengan kebijakan terkait lainnya dari tingkat pusat hingga daerah.

Kabupaten Dharmasraya yang terus berkembang akan mempengaruhi peningkatan dan


perkembangan kebutuhan akan perumahan dan kawasan permukiman layak huni. Pertumbuhan
sektor perumahan akan menjadi sporadis dan tidak tertata apabila tidak ada pedoman atau
aturan khusus yang mengatur dan mengarahkan pembangunan dan pengembangan sektor
perumahan dan kawasan permukiman. Oleh sebab itu, dokumen perencanaan khusus RP3KP
mutlak diperlukan sebagai acuan pembangunan dan pengembangan di sektor perumahan dan
kawasan permukiman di Kabupaten Dharmasraya.

RP3KP Daerah Kabupaten/Kota merupakan arahan kebijakan dan strategi pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman berdasarkan RTRW dan mendukung
program dan kegiatan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

4.1.1 PENDEKATAN

Pada prinsipnya penyusunan RP3KP Kabupaten Dharmasraya dilakukan dengan pendekatan


wilayah dengan didasarkan pada suatu pandangan bahwa keseluruhan unsur-unsur pembentuk
ruang seperti manusia/mahluk hidup dan kegiatan sosial ekonomi di kawasan serta sarana
prasarana pendukungnya serta lingkungannya membentuk satu kesatuan dalam suatu sistem
wilayah. Dalam penyusunan RP3KP Kabupaten Dharmasraya dengan kompleksitas permasalahan

Hal |4 - 3
yang ada perlu pendekatan yang secara garis besar terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang mana
yaitu Pendekatan Perencanaan dan Pendekatan Pelaksanaan.

4.1.2 Penedekatan Perencanaan

Konsep ini pada dasarnya merupakan landasan berpikir perencanaan sebagai upaya untuk
memahami konteks persoalan secara utuh dan menyeluruh guna memberikan landasan berfikir
sebagai masukan pada rancang bangun pendekatan perencanaan. Adapun Konsep perencanaan
tersebut berupa:

1. Pendekatan makro/Komprehensive

2. Pendekatan Mikro/Partial atau per sector

3. Pendekatan penerapan standar-standar perencanaan yang cukup beragam sesuai dengan


keanekaragaman permasalahannya. Pendekatan Konsep Spatial

4. Pendekatan Pelaksanaan

A. Pendekatan Makro / Komprehensive


Khusus untuk perencanaan RP3KP Kabupaten Dharmasraya akan diterapkan 2 (dua) lapis
pendekatan makro, yaitu :

1. Pendekatan Makro pertama adalah Sinkronisasi terhadap konsep Rencana Tata Ruang
Kabupaten dan rencana-rencana lainnya yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari
perencanaan tata ruang Kabupaten Dharmasraya maupun rencana-rencana tata ruang
wilayah regional di sekitar wilayah Kabupaten Dharmasraya yaitu:

a. Rencana Tata Ruang Provinsi Sumatera Barat


b. Rencana Tata Ruang Kabupaten Dharmasraya

Pendekatan sinkronisasi ini akan menonjol untuk melihat sinergisitas antar kebijakan
khususnya yang terkait dengan pengembangan perumahan dan permukiman.

2. Pendekatan makro yang dikembangkan untuk melengkapi pendekatan sinkronisasi


dengan rencana yang lebih tinggi tersebut diatas. Pendekatan makro kedua ini
orientasinya ke arah prediksi-prediksi dan dominasi tata ruang internal Kabupaten
Dharmasraya. Salah satunya adalah pendekatan Holistic dimana secara teoritis adalah
menyusun beberapa skenario pertumbuhan dan perkembangan di masa depan yang
paling mungkin terjadi dengan cara membuat kombinasi-kombinasi interaksi antara
setiap sektor/faktor yang paling berpengaruh terhadap arah pertumbuhan dan

Hal |4 - 4
perkembangan dimasa depan misalnya pertumbuhan penduduk, kemajuan ekonomi,
kemajuan teknologi, dan faktor-faktor lainnya, makin banyak jumlah faktor makin
banyak pula skenario perkembangan yang akan diperoleh. Skenario-skenario tersebut
akan memberikan semacam batasan-batasan maksimum dan minimum perkembangan
dimasa-masa yang akan datang yang dapat dipakai sebagai rambu-rambu dalam
merencanakan RP3KP Kabupaten Dharmasraya. Dalam penerapannya skenario tersebut
harus dapat diterjemahkan ke dalam dimensi ruang/fisik, baik spatial maupun
intensitasnya.

B. Pendekatan Mikro / Lokal Skala Kabupaten


Ada 2 (dua) bagian besar yaitu proyeksi – proyeksi dan penerapan standar perencanaan.
Proyeksi-proyeksi yaitu pendekatan yang ditujukan untuk memperoleh besaran-besaran
sektoral seperti proyeksi penduduk, proyeksi tenaga kerja, proyeksi ekonomi kabupaten dan
regional, proyeksi transportasi dan proyeksi kebutuhan prasarana dan sarana dan lain-lain,
yang nantinya disinkronisasikan dengan standar-standar perencanaan baik spatial maupun
non spatial. Pada tahap ini langkah lebih lanjut adalah aplikasi ruang.

C. Pendekatan Penerapan Standar Perencanaan


Pendekatan penerapan standar perencanaan yang sesuai dengan setiap kondisi misalnya :
Standar perumahan akan berbeda untuk tiap lapisan masyarakat yang berbeda income
maupun jumlah anggota keluarganya. Demikian pula standar kebutuhan air bersih, listrik,
komunikasi, tempat ibadah, olah raga dan lain-lain.

D. Pendekatan Konsep Spatial


Konsep spatial Ini mengenai bentuk perkotaan yang pada dasarnya ada 3 unsur utama yaitu
Consentris, Sector, dan Multiple nuclei. Dari ketiga konsep dasar tersebut akan dapat
dikombinasikan dengan berbagai bentuk sesuai kebutuhan dan fisik dasar pengembangan
Kawasan.

4.1.3 Pendekatan Pelaksanaan


Untuk mengoptimalkan hasil pekerjaan ini dilakukan 5 (lima) pendekatan, yaitu Pendekatan
Kebijakan, Pendekatan Wilayah (keruangan), Pelibatan Pelaku Pembangunan, sosial dan budaya
masyarakat dan Pendekatan Menyeluruh dan Terpadu. Di bawah ini akan dijelaskan masing-
masing pendekatan tersebut:

A. Pendekatan Kebijakan (Sektoral)

Hal |4 - 5
Dilakukan untuk mengkaji peraturan-perundangan (level Nasional, Provinsi,
Kabupaten/Kota), pedoman (NSPM atau NSPK), standar yang telah ditetapkan (SNI ataupun
standar-standar Internasional), dan kebijakan-kebijakan pemerintah (pusat maupun daerah) yang
terkait dengan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang telah dan masih
berlaku saat ini. Pengkajian pada peraturan seperti bidang penataan ruang, perencanaan
pembangunan untuk menguatkan dan menyamakan persepsi terhadap Rencana Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kabupaten Dharmasraya.
Kebijakan tata ruang di Indonesia diatur dalam UU No. 24 tahun 1992 tentang penataan
ruang. Dalam UU ini diatur materi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Pengaturan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan
hidup, pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan meningkatkan keseimbangan
perkembangan antar kawasan melalui pemanfaatan ruang kawasan secara serasi, selaras dan
seimbang serta berkelanjutan dalam rangka peningkatan pertumbuhan perekonomian,
mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan meningkatkan daya dukung lingkungan serta
memperkuat integritas nasional.

B. Pendekatan Wilayah (Keruangan)


Pendekatan kewilayahan digunakan untuk mengetahui karakteristik/ kondisi wilayah yang
terkait dengan penyusunan dokumen RP3KP di Kabupaten Dharmasraya. Karakteristik wilayah
tersebut diantaranya kondisi fisik wilayah seperti kelerengan dan topografi yang digunakan untuk
mengetahui posisi kawasan perumahan yang layak sehingga terhindar dari bahaya bencana alam
seperti erosi, kondisi hidrologi terkait dengan pemenuhan kebutuhan air bagi penduduk dan
sebagainya.
Gambaran kondisi wilayah tersebut lalu dikaitkan dengan kondisi pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang ada di wilayah sasaran, sehingga
dapat mengetahui kondisi dan karakteristik dari perumahan dan kawasan permukiman secara
detil dan spesifik, baik pada hasil pembangunan maupun secara proses perkembangan
penyediaan perumahan bagi masyarakat.Pendekatan ini akan sangat membantu di dalam
mengidentifikasi, mengumpulkan, dan mengorganisasikan informasi-informasi yang dibutuhkan
untuk menyusun data, berdasarkan kondisi pada masing-masing kenagarian yang terdapat dalam
wilayah sasaran. Tujuan dari penerapan metode ini adalah untuk membangun suatu kompilasi
data dan informasi yang terkait, dengan berbasis pada analisis yang objektif dan data/informasi
yang akurat serta up-to-date.

Hal |4 - 6
Mengingat bahwa wilayah adalah suatu sistem tempat manusia bermukim dan
mempertahankan kehidupannya, maka dalam penataan ruang yang paling utama diwujudkan
adalah meningkatkan kinerja atau kualitas ruang wilayah dalam penyediaan ruang untuk produksi
dan jasa yang cukup. Melalui pendekatan ini, unsur-unsur pembentuk ruang akan dipadukan, agar
kinerja senantiasa meningkat dan lingkungan yang ada tetap lestari dan akhirnya mendukung
peningkatan kesejahteraan masyarakat.

C. Pendekatan Pelibatan Pelaku Pembangunan dan Sosial Budaya Masyarakat


Penyusunan RP3KP Kabupaten Dharmasraya idealnya tidak terlepas dari keterlibatan
masyarakat sebagai pemanfaat ruang (pelaksana rencana tata ruang) dan sebagai pihak yang
terkena dampak positif maupun negatif dari pelaksanaan ruang itu sendri. Oleh karena itu
dalam penyusunan rencana ini digunakan pendekatan partisipasi masyarakat (stakeholder
approach/untuk mengikutsertakan masyarakat di dalam proses penyusunan RP3KP
Kabupaten Dharmasraya melalui forum diskusi pelaku pembangunan. Pelibatan pelaku
pembangunan dalam pekerjaan ini dapat digambarkan dengan diagram seperti pada
Gambar 4.1.

Gambar 4.1
Keterlibatan Pelaku Pembangunan Dalam Penyusunan Rencana

Hal |4 - 7
Masyarakat berhak untuk berperan serta dalam penyusunan RP3KP. Masyarakat
berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang dan berkewajiban menaati
rencana tata ruang yang telah ditetapkan.Dengan demikian, produk RP3KP merupakan hasil
kesepakatan seluruh pelaku pembangunan (stakeholders), termasuk masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam penataan ruang menganut asas‐asas demokratis, kesetaraan
gender, dan keterbukaan. Pendekatan ini merupakan dasar bagi pendekatan “community driven
planning” yang menjadikan masyarakat sebagai penentu dan pemerintah sebagai fasilitatornya.
Sejalan dengan proses penataan ruang yang interaktif, maka keterlibatan masyarakat ada pada
setiap proses tersebut dan selalu tanggap dan mengikuti setiap dinamika dan perkembangan di
dalam masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam penataan ruang dapat diwujudkan dalam bentuk pengajuan
usul, memberi saran, atau mengajukan keberatan kepada pemerintah. Dalam mengajukan usul,
memberikan saran, atau mengajukan keberatan kepada pemerintah dalam rangka penataan
ruang bagian Kawasan dapat dilakukan melalui pembentukan forum, asosiasi profesi, media
massa, LSM, lembaga formal kemasyarakatan (sampai tingkat lembaga perwakilan rakyat).
Manfaat pelibatan masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan antara lain
adalah:
1. Memupuk pemahaman dan kesadaran akan hak, kewajiban dan peranannya dalam
porses pembangunan, sehingga tumbuh rasa memiliki, dan tanggung jawab yang kuat
terhadap hasil-hasilnya.
2. Meminimalkan konflik sehingga mempercepat proses kegiatan secara keseluruhan,
serta terbangunnya suatu ikatan di masyarakat.
3. Efisiensi dan efektivitas. Keputusan yang diambil akan bersifat efisien dan efektif,jika
sesuai dengan kondisi yang ada, baik kebutuhan, keinginan maupun sumberdaya di
masyarakat.
4. Memberdayakan masyarakat setempat, terutama dalam hal membentuk
danmembangun kepercayaan diri, kemampuan bermasyarakat dan bekerja sama.

Pendekatan sosial budaya dan masyarakat ini dilakukan dengan memandang wilayah
sebagai suatu kesatuan ruang sosial (sosial space) sebagai suatu perwujudan dan lingkungan
masyarakat. Dalam penataan pemanfaatan ruang dan pengimplementasian ragam budaya dan
tata nilai harus ditempatkan sebagai suatu variable yang penting dalam mendukung
pengembangan wilayah. Pendekatan sosial budaya dan masyarakat ini diharapkan dapat
menghindari kemungkinan terjadinya benturan sosial dan keterasingan dari kegiatan

Hal |4 - 8
pembangunan serta kesenjangan wilayah yang berdampak negatif terhadap kinerja pertumbuhan
wilayah maupun perkembangan sosial budaya masyarakat.
Mengingat hal tersebut, maka dalam rangka kegiatan Penyusunan Rencana Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) Kabupaten Dharmasraya
dilakukan secara terbuka sehingga memungkinkan untuk melaksanakan haknya yakni,
memberikan masukan berupa informasi, data, tanggapan, saran-saran dan lain sebagainya.
Dengan demikian, rencana yang tersusun akan lebih aspiratif dan dapat mewadahi berbagai
kepentingan setiap lapisan masyarakat.

D. Pendekatan Menyeluruh dan Terpadu


Suatu pendekatan perencanaan yang menyeluruh dan terpadu serta didasarkan pada potensi
dan permasalahan yang ada, baik dalam wilayah perencanaan maupun dalam konstelasi
regional. Pendekatan menyeluruh memberi arti bahwa pengkajian permasalahan bukan
hanya didasarkan pada kepentingan wilayah/kawasan dalam arti implisit, tetapi ditinjau dan
dikaji pula kepentingan yang eksplisit, baik antar wilayah dengan daerah hinterlandnya yang
terdekat maupun dengan yang lebih jauh lagi. Secara terpadu mengartikan bahwa dalam
menyelesaikan permasalahan tidak hanya dipecahkan sektor per sektor saja tetapi
didasarkan kepada kerangka perencanaan terpadu antar tiap-tiap sektor, dimana dalam
perwujudannya dapat berbentuk koordinasi dan sinkronisasi antar sektor.

Hal |4 - 9
E. Pendekatan GIS
GIS merupakan suatu program sistem informasi yang dapat mengadakan fasilitas-fasilitas
untuk menangkap data, mengelola data, dan mempresentasikan hasil-hasilnya selain dalam
bentuk garfik juga laporan, dengan penekanan tertentu dalam pemeliharaan dan
pemanfaatan sifat-sifat yang melekat pada data keruangan. Kemampuan menggabungkan
data keruangan, mengelolanya, menganlisanya, dan menjawab pertanyaan keruangan
adalah sifat tersendiri dari sistem informasi geografis. Satu Sistem informasi geografis secara
umum merujuk pada sebuah GIS adalah satu kerja sama rangkaian peralatan perangkat lunak
dan perangkat keras digunakan untuk pengelolaan data digital keruangan berkaitan dengan
atribut.

Beberapa pendekatan utama GIS yang digunakan antara lain :


a). Pendekatan Teknis.
Sebuah GIS adalah sebuah CBIS untuk memetakan dan menganalisa phenomena
geografi yang ada, dan kejadian yang muncul dimuka bumi. Teknologi GIS
mengintegrasikan pengoprasian-pengoprasian Data Base biasa seperti pengurutan dan
analisa statistic dengan kelebihan pengelihatan unik dan analisa geografi dengan peta.
Kehandalan ini membedakan GIS dari CBIS lainnya dan berkemampuan nilai pada satu
rentang yang luas bagi perusahaan pemerintah dan swasta untuk menjelaskan kejadian-
kejadian, meramalkan hasil akhir, merancang strategi-strategi. Pembuatan peta dan
analisa geografi bukan hal baru, tetapi GIS melaksanakan tugas tersebut lebih cepat dan
lebih canggih dari pada melakukannya secara tradisi dengan menggunakan tangan.

GIS memiliki empat subsistem pemfungsian pokok. Yaitu :


 Subsistem input data
 Subsistem penyimpanan dan pengambilan kembali data
 Subsistem manipulasi dan analisa data
 Subsistem output dan menampilkan data

b). Pendekatan Komponen


Pengoperasian sebuah GIS mempunyai sederetan komponen yang digabungkan agar
sistem tersebut dapat bekerja. Komponen-komponen tersebut adalah sangat
menentukan dalam mensukseskan sebuah GIS. Kerja sebuah GIS mengintegrasikan lima
komponen kunci : perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data, orang-
orang (people), dan cara (methode).

Hal |4 - 10
c). Pendekatan Model Data
Jenis data dasar dalam GIS mencerminkan data traditional yang ditemukan dalam
peta. Karena itu, teknologi GIS memanfaatkan dua jenis data. Yaitu :
 Data spatial ; Menggambarkan lokasi mutlak dan relatif dari feature geografi
 Attribute data ; Menggambarkan sifat-sifat dari keruangan feature.
d). Pendekatan Manajemen Data
Komponen penting kedua untuk sebuah GIS adalah subsistem storage dan retrieval.
Subsistem ini mengorganisir data, baik spatial dan atribut, dalam satu bentuk yang
memungkinkan di retrieve dengan cepat untuk updating, querying, and analyzing.

4.1.4 METODOLOGI

Berdasarkan pendekatan yang telah ditentukan sebelumnya maka berdasarkan prosedur


dan proses penyusunan rencana, tahap selanjutnya adalah proses analisis. Proses analisis
merupakan tahapan penting dalam perencanaan karena berpengaruh dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Metodologi penyusunan RP3KP Kabupaten Dharmasraya ini dibagi dalam
tiga penjelasan, yaitu Persiapan pelaksanaan pekerjaan, Metode Pengumpulan Data (input) dan
Kompilasi Data, dan Metode Analisis dan Rencana RP3KP.

4.2.1 Persipan Pelaksanaan Pekerjaan

Persiapan Penyusunan RP3KP Kabupaten Dharmasraya merupakan kegiatan yang bersifat


administratif dengan tujuan mempersiapkan pihak penyelenggaraan kegiatan Penyusunan RP3KP
Kabupaten Dharmasraya ini melakukan koordinasi awal pekerjaan antara tim kerja dan pemberi
kerja serta pokjanis, dan juga dengan para pelaku dalam penyusunan RP3KP Kabupaten

Hal |4 - 11
Dharmasraya. Selain itu, dilakukan pula penajaman dan penyepakatan rencana kerja bersama
yang didasari oleh kajian atas sumber daya yang dibutuhkan, serta sosialisasi atas pekerjaan dan
workshop identifikasi permasalahan perumahan dan kawasan permukiman kenagarian bersama
dengan stakeholder Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten
Dharmasraya, yang kesemuanya ditujukan untuk memberikan landasan bagi tahap inventarisasi
data dan analisa sumberdaya dan kebutuhan.
Langkah awal dari seluruh kegiatan ini adalah tahapan persiapan yang mencakup antara
lain:
1. Mobilisasi personil baik Tenaga Ahli maupun Tenaga Pendukung
2. Penyiapan materi yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan ;
3. Pemantapan materi terkait dengan lingkup substansi yang dibutuhkan.
4. Penyiapan Surat Izin Survey
5. Penyiapan peta dasar
6. Persiapan sarana prasarana pendukung kegiatan;
Untuk sistematika penyusunan RP3KP Kabupaten Dharmasraya untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 4.2.

Hal |4 - 12
Gambar 4.2
Metodologi Penyusunan RP3KP Kabupaten Dharmasray

Hal |4 - 13
4.2.2 Tahap Pengumpulan Data

Data merupakan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan yang dikaitkan dengan
tempat dan waktu, yang merupakan dasar suatu perencanaan dan merupakan alat bantu dalam
pengambilan keputusan. Masalah, tujuan, dan hipotesa penelitian, untuk sampai pada suatu
kesimpulan harus didukung oleh data-data yang relevan. Relevansi data dengan variabel-variabel
penelitian didasari oleh metode pendekatan masalah yang relevan (Riduwan,2005: 112). Metode
pengumpulan data bertujuan untuk mengetahui kondisi dan karakteristik wilayah pekejaan yang
digunakan dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Kawasan Permukiman di Kabupaten Dharmasraya. Langkah awal yang dilakukan dalam
melaksanakan kegiatan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Dharmasraya ini adalah melakukan pengumpulan data, yang terdiri dari:
A. Pengumpulan Data Primer

Survey primer dilakukan untuk mendapatkan data melalui pengamatan langsung ke lokasi
wilayah pekerjaan. Metode ini ditujukan untuk mendapatkan data faktual di lapangan
berdasarkan hasil observasi langsung pada wilayah pekerjaan, pengecekan ulang, dan
validasi dari hasil kajian sekunder. Pengumpulan data primer meliputi:

1. Observasi lapangan, dilakukan dengan pengamatan maupun pencatatan langsung ke


lokasi. Observasi ditujukan untuk memperoleh gambaran konkrit kondisi kawasan serta
wilayah di sekitarnya. Pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah secara
langsung melalui kunjungan lapangan ke semua bagian wilayah perencanaan

2. Penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui penyebaran angket,


temu wicara, wawancara orang per-orang, dan lain sebagainya; dan

3. Data primer sekurang-kurangnya meliputi :


a. sebaran rumah, perumahan dan permukiman;
b. sebaran perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
c. ketersediaan dan kondisi prasarana, sarana dan utilitas umum;
d. tipologi perumahan dan permukiman;
e. budaya bermukim masyarakat;
f. sebaran perumahan tradisional; dan
g. kualitas lingkungan pada perumahan dan permukiman.

Hal |4 - 14
B. Pengumpulan Data Sekunder
Kegiatan koordinasi dan konsultasi dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi relefan
yang akan digunakan dalam proses penyusunan RP3KP. Koordinasi dan konsultasi dengan
para stakeholder perumahan dan kawasan permukiman baik secara kelambagaan maupun
individu, antara lain instansi pemerintah, pelaku dunia usaha dan masyarakat melalui;

1. Future Mapping oleh Stakeholder di Daerah, merupakan upaya memetakan gambaran


yang dimiliki setiap stake-holder tentang masa depan kondisi perumahan dan kawasan
permukiman di kota/kabupaten nya. Future Mapping yang telah disepakati bersama ini
selanjutnya dapat dijadikan dasar dan memberikan orientasi yang kuat bagi penyusunan
rencana-rencana aksi bersama (collective action) di bidang perumahan dan kawasan
permukiman. Future Mapping ini akan dilaksanakan sebagai satu rangkaian kegiatan
dengan FGD.

2. FGD (Focus Group Discussion)/ Diskusi Kelompok Terarah, dilakukan untuk koordinasi
dan konsultasi dengan para stakeholder perumahan dan kawasan permukiman baik
secara kelambagaan maupun individu, antara lain instansi pemerintah, pelaku dunia
usaha dan masyarakat.

Metode Diskusi Kelompok Terarah (FGD) merupakan salah satu teknik yang digunakan
untuk menggali data dan informasi mengenai kendala dan permasalahan penerapan
RP3KP. Data yang dihasilkan akurat dan mempunyai validitas tinggi, artinya, informasi
yang diberikan peserta diskusi bisa dipercaya, sebab semua informasi tersebut
merupakan hasil kesepakatan seluruh peserta diskusi kelompok, setelah
mempertimbangkan berbagai perbedaan yang ada meninjaunya secara mendalam
dalam diskusi.

3. Wawancara semi-terstruktur, dilakukan untuk memperoleh informasi terkait dengan


kondisi dan perkembangan yang terjadi

Selain itu dalam pengambilan data sekunder juga dilakukan studi literatur dan review. Proses
ini mengawali pekerjaan penyusunan dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan
Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) di Kabupaten Dharmasraya. Studi literatur
dilakukan dengan mencari data atau informasi dari berbagai sember seperti buku, dokumen-
dokumen yang ada yang berkaitan dengan penyusunan Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) Kabupaten Dharmasraya,
internet yang terkait dengan perumahan dan kawasan permukiman digunakan untuk

Hal |4 - 15
mengkaji program perencanaan yang pernah dilakukan, sedangkan kegiatan review lebih
digunakan untuk mengkaji peraturan-peraturan, Undang-Undang, kebijakan dan strategi
yang berkaitan perumahan dan kawasan permukiman.

Data sekunder yang harus dikumpulkan meliputi:

a. Data mengenai perundangan-undangan dan peraturan terkait, kebijakan, studi yang


terkait dengan perumahan dan permukiman, antara lain :
1. RTRW Nasional
2. RTRW Provinsi Sumatera Barat
3. RTRW Kabupaten Dharmasraya
4. RPJP Kabupaten Dharmasraya
5. RPJM Kabupaten Dharmasraya
6. Master Plan Drainase Kabupaten Dharmasraya
7. Outline Plan Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Dharmasraya
8. RIPDA Kabupaten Dharmasraya
9. Penyusunan RDTR Kabupaten Dharmasraya, beserta dokumen lainnya yang
berkaitan dengan kebijakan perumhan dan kawasan permukiman di Kabupaten
Dharmasraya.
b. Data mengenai kondisi wilayah Kabupaten Dharmasraya secara keseluruhan meliputi
aspek fisik dasar, data daya dukung wilayah, kependudukan, perekonomian, sistem
transportasi, perumahan dan permukiman serta aspek sarana dan prasarana. Data
tentang pertumbuhan ekonomi wilayah; Data tentang kemampuan keuangan
pembangunan daerah; data tentang pendanaan dan pembiayaan perumahan dan
kawasan permukiman, Data dan informasi tentang kelembagaan terkait perumahan dan
kawasan permukiman;
c. Data dan informasi tentang kebijakan pembangunan dan pengembangan perumahan
dan kawasan permukiman;
d. Data dan informasi tentang rencana pembangunan terkait pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman.
e. Data perizinan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang telah
diterbitkan
f. Data Mengenai Kondisi kecamatan dan nagari yang menjadi wilayah perencanaan RP3KP
Kabupaten Dharmasraya ;
g. Peta-peta, meliputi:

Hal |4 - 16
 Peta dalam dokumen RTRW Provinsi Sumatera Barat
 Peta dalam dokumen RTRW Kabupaten Dharmasraya
 Citra satelit untuk memperbaharui (update) peta dasar dan membuat peta tutupan
lahan. Citra satelit yang digunakan harus berumur tidak lebih dan satu tahun pada
saat penyusunan rencana dengan menggunakan citra satelit resolusi 10 m-15 m
 Peta batas wilayah administrasi;
 Peta-peta masukan untuk analisis kebencanaan;
 Peta arahan perkembangan fisik kawasan perkotaan.
 Peta sebaran kawasan bermasalah.
 Peta sebaran kawasan perumahan formal, swadaya dan perumahan kawasan khusus
dalam wilayah kabupaten Dharmasraya
 Peta Tata Guna Lahan
Tingkat akurasi data, sumber penyedia data, kewenangan sumber atau instansi penyedia
data, tingkat kesalahan, variabel ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin
ada, perlu diperhatikan dalam pengumpulan data. Data dalam bentuk data statistik dan peta,
serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan (time series) minimal 5 (lima) tahun
terakhir dengan kedalaman data setingkat kelurahan/desa. Dengan data berdasarkan kurun
waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan apa yang terjadi pada
wilayah perencanaan.

Data dan informasi tersebut disusun menjadi data-data dan informasi dalam format digital
baik berbentuk tabular, tekstual, gambar, maupun bersifat diagramatis sehingga tersusun
kompilasi data yang lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan untuk kebutuhan analisa.

4.2.3 Tahap Analisis

Analisis data perumahan dan kawasan permukiman dilakukan setelah tahap


inventarisasi data, dan ditujukan untuk mengkaji potensi, isu permasalahan dan
kebutuhan dalam pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman. Keluaran/ output tahap analisis data akan dijadikan input bagi tahap
penyusunan konsepsi, rencana dan indikasi program dalam dokumen RP3KP. Adapun
analisis yang termuat dalam penyusunan RP3KP Kabupaten Dharmasraya antara lain :

1. Analisis implikasi kebijakan pembangunan dan kebijakan tata ruang nasional dan daerah
provinsi terhadap pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman;

Hal |4 - 17
2. Analisis implikasi kebijakan pembangunan dan kebijakan tata ruang daerah
kabupaten/kota terhadap pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman;
3. Analisis sistem pusat-pusat pelayanan yang didasarkan pada sebaran daerah fungsional
perkotaan dan perdesaan;
4. Analisis karakteristik sosial kependudukan di daerah kabupaten/kota sekurang-kurangnya
meliputi:
a. pola migrasi, pola pergerakan;
b. proporsi penduduk perkotaan dan/atau perdesaan pada awal tahun perencanaan
dan proyeksi 20 (dua puluh) tahun ke depan;
c. struktur penduduk berdasarkan mata pencaharian, usia produktif, tingkat
pendidikan, sex ratio; dan
d. sebaran kepadatan penduduk pada awal tahun perencanaan dan proyeksi 20 (dua
puluh) tahun ke depan;
5. Analisis karakteristik perumahan dan kawasan permukiman, sekurangkurangnya meliputi:
a. identifikasi permasalahan perumahan dan kawasan permukiman di daerah;
b. ketersediaan rumah dan kondisinya;
c. jumlah kekurangan rumah (backlog) pada awal tahun perencanaan dan proyeksi
20 (dua puluh) tahun ke depan;
d. lokasi perumahan pada kawasan fungsi lain yang perlu penanganan khusus;
e. lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang perlu dilakukan
pemugaran, peremajaan atau pemukiman kembali; dan
f. lokasi dan jumlah rumah yang memerlukan peningkatan kualitas.
6. Analisis arah pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di perkotaan
dan/atau perdesaan yang berbatasan dalam wilayah kabupaten terhadap rencana
pengembangan wilayah kabupaten secara keseluruhan;
7. Analisis kebutuhan prasarana, sarana dan utilitas umum termasuk sarana pemakaman
umum pada daerah kabupaten;

8. Analisis arah pengembangan perumahan dan kawasan permukiman dan dukungan


potensi wilayah, kemampuan penyediaan rumah dan jaringan prasarana dan sarana serta
utilitas umum;

9. Analisis besarnya permintaan masyarakat terhadap rumah;

Hal |4 - 18
10. Analisis kebutuhan tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan permukiman
dengan memperhatikan kebijakan hunian berimbang;
11. Analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta optimasi pemanfaatan
ruang;
12. Analisis kemampuan keuangan daerah, sekurang-kurangnya meliputi: sumber
penerimaan daerah dan alokasi pendanaan dan pembiayaan pembangunan, dan prediksi
peningkatan kemampuan keuangan daerah; dan
13. Analisis kebutuhan kelembagaan perumahan dan kawasan permukiman di daerah
kabupaten

4.2.4 Konsep Dasar Perencanaan dan Rencana

Konsep dan materi rencana RP3KP Kabupaten Dharmasraya berisi sebagai berikut:
a. visi, misi, tujuan, kebijakan, dan strategi pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman di daerah kabupaten;
b. jabaran kebijakan dan pengaturan yang lebih operasional dari arahan kebijakan dalam
RP3KP daerah provinsi yang harus diakomodasikan dan dilaksanakan di daerah
kabupaten;
c. jabaran kebijakan pembangunan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan;
d. penerapan kebijakan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman dengan
pola hunian berimbang;
e. perencanaan lingkungan hunian perkotaan dan/atau lingkungan hunian perdesaan
melalui pembangunan, pengembangan, dan pembangunan kembali;
f. RP3KP di perkotaan dan/atau perdesaan dalam wilayah kabupaten yang mempunyai
kedudukan strategis dalam skala prioritas pembangunan daerah provinsi dan daerah
kabupaten kota, antara lain seperti kawasan perbatasan, kawasan wisata, agro
industri, dan perdagangan/jasa;
g. rencana kawasan permukiman yang terdiri atas perencanaan lingkungan hunian serta
perencanaan tempat kegiatan pendukung yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan;
h. rencana pembangunan lingkungan hunian baru meliputi perencanaan lingkungan
hunian baru skala besar dengan Kasiba dan perencanaan lingkungan hunian baru
bukan skala besar dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
i. rencana penyediaan perumahan dan kawasan permukiman untuk mendukung
pembangunan kawasan fungsi lain;

Hal |4 - 19
j. rencana penyediaan tanah untuk pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman;
k. rencana pencegahan tumbuhnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
l. rencana penyediaan dan rencana investasi prasarana, sarana, dan utilitas umum
termasuk pemakaman umum, dalam rangka integrasi dan sinergi antara kawasan
permukiman dengan sektor terkait;
m. rencana lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi;
n. penetapan lokasi pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman, termasuk
penyediaan kawasan siap bangun yang terletak dalam 1 (satu) wilayah kabupaten,
sesuai dengan RTRW;
o. penetapan lokasi dan RP3KP yang akan dilaksanakan pada:
1. lingkungan hunian baru perkotaan dan/atau perdesaan;
2. perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
3. pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang akan direvitalisasi
fungsinya;
4. bagian perkotaaan atau perdesaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan wilayah
(PKW), dan pusat kegiatan lokasi (PKL), atau
5. kantung-kantung kegiatan fungsi lain (kawasan industri, kawasan perdagangan,
dan lain-lain);
6. kawasan nelayan/perikanan, kawasan pariwisata, kawasan industri, dan di
kawasan lainnya yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi sebagai pusat
kegiatan baru; dan
7. perumahan dan kawasan permukiman strategis di perkotaan dan/atau perdesaan
yang mempunyai potensi sektor unggulan.
p. indikasi program pelaksanaan RP3KP perkotaan dan/atau perdesaan dalam jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, yang ditetapkan berdasarkan skala
prioritas daerah kabupaten dengan telah menyebutkan:
1. nama lokasi;
2. rincian nama, jenis program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada setiap
lokasi;
3. pelaku/dinas terkait, kelembagaan mulai dari tingkat kelurahan/desa dan
kecamatan dengan memanfaatkan kelembagaan yang ada;
4. jangka waktu;
5. target dan sasaran yang akan dicapai oleh masing-masing sektor terkait; dan

Hal |4 - 20
6. sumber, besaran, dan alokasi sumber dana dan/atau pembiayaan serta dukungan
akses dan pendanaan dan/atau pembiayaan pembangunan kawasan permukiman
yang berasal dari dan atau dikelola oleh pemerintah, termasuk sumber
pendanaan dan/atau pembiayaan lain.
q. pengaturan pemanfaatan dan pengendalian pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman;
r. pengaturan keterpaduan pemanfaatan dan pengendalian pembangunan perumahan
dan kawasan permukiman pada kawasan fungsi lain;
s. daftar daerah terlarang (negative list) untuk pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman baru;
t. pengaturan mitigasi bencana
u. sistem informasi pemantauan pemanfaatan kawasan permukiman yang terintegrasi
dengan sistem informasi pembangunan daerah provinsi, dan daerah kabupaten;
v. mekanisme pemantauan, pengawasan, dan pengendalian pelaksanaan program dan
kegiatan oleh seluruh pelaku pembangunan, berupa arahan perizinan;
w. mekanisme pemberian insentif dan disinsentif oleh:
1. pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya;
2. pemerintah daerah kabupaten/kota kepada badan hukum; atau
3. pemerintah daerah kabupaten/kota kepada masyarakat.
x. mekanisme pemberian insentif berupa:
1. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan;
2. pemberian kompensasi berupa penghargaan, fasilitasi, dan prioritas bantuan
program dan kegiatan bidang perumahan dan kawasan permukiman;
3. subsidi silang; dan/atau
4. kemudahan prosedur perizinan.
y. mekanisme pengenaan disinsentif berupa:
1. pengenaan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
2. pengenaan retribusi daerah;
3. pembatasan fasilitasi program dan kegiatan bidang perumahan dan kawasan
permukiman; dan/atau
4. pengenaan kompensasi.
z. Peta rencana yang terdiri dari :
1. peta RP3KP di perkotaan dan/atau perdesaan;

Hal |4 - 21
2. peta RP3KP pada kawasan strategis kabupaten;
3. peta rencana prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan dan kawasan
permukiman; dan
4. peta rencana peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh di
perkotaan dan perdesaan

4.1.5 KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RP3KP

Rumah merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana Pembina keluarga. Perumahan merupakan usaha untuk merumahkan atau menjamin
terpenuhinya kebutuhan perumahan. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman menyebutkan bahwa Perumahan adalah kumpulan rumah
sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana, dan prasarana umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan,
penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan
perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.
Rumah atau papan merupakan kebutuhan pokok manusia selain sandang, dan pangan.
Seiring dengan perkembangan wilayah, maka kebutuhan akan rumah juga mengalami
perkembangan. Faktor yang mempengaruhi peningkatan kebutuhan rumah antara lain
peningkatan jumlah penduduk, keterbatasan daya beli masyarakata karena kondisi ekonomi yang
lemah, dan adanya kejadian tak diduga seperti bencana. Dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pemerintah terus berupaya memenuhi kebutuhan rumah layak huni.
Usaha pemenuhan kebutuhan perumahan ini diusahakan dalam rangka peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan serta mewujudkan hunian yang layak dalam suatu lingkungan
perumahan yang sehat, aman, selaras, serasi dan teratur.
Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:
1. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat
dan aman yang didukung prasarana, sarana dan prasarana umum secara berkelanjutan
serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia;

Hal |4 - 22
2. Ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan
rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan;
3. Mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang serta tata
guna tanah yang berdaya guna dan hasil guna;
4. Memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan Negara;
5. Mendorong iklim investasi asing.
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman tidak hanya melakukan
pembangunan baru, tetapi juga melakukan pencegahan serta pembenahan Perumahan dan
Kawasan Permukiman yang telah ada dengan melakukan pengembangan, penataan, atau
peremajaan lingkungan hunian perkotaan atau perdesaan serta pembangunan kembali terhadap
permukiman kumuh.
Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang
berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan sesuai dengan rencana
tata ruang. Penyelenggaraan kawasan permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi hak
warga Negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan
teratur serta menjamin kepastian bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai arahan
pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan.

A. Pemahaman Terhadap Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan

Berdasarkan Permenpera No. 22 Tahun 2008 tentang SPM bidang Perumahan Rakyat dan
daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/ Kota menjelaskan bahwa Standar Pelayanan Minimal
yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Standar
Pelayanan Minimal daerah provinsi dan kabupaten/ kota bidang perumahan rakyat bertujuan
untuk memberikan pelayanan dalam bidang perumahan rakyat agar masyarakat mampu
menghuni rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat dan aman yang
didukung dengan prasarana, sarana dan utilitas (PSU).
Penyelenggaraan SPM pemerintah daerah provinsi dan Pemerintah daerah kabupaten/
kota bidang perumahan rakyat terdiri dari 2 (dua) jenis, antara lain :
 Pelayanan dasar

Jenis pelayanan dasar antara lain rumah layak huni dan terjangkau, serta lingkungan
yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas (PSU).

Hal |4 - 23
 Indikator

Indikator rumah layak huni yaitu cakupan ketersediaan rumah layak huni dan cakupan
layanan rumah layak huni yang terjangkau.
Jenis pelayanan dasar, indikator, nilai dan waktu pencapaian Standar Pelayanan Minimal
bidang Perumahan Rakyat daerah kabupaten/kota berdasarkan Permenpera No. 22
Tahun 2008 antara lain :
Tabel 4.1
Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota

Jenis Pelayanan SPM Satuan Kerja/


Batas Waktu
No. Dasar Skala Lembaga Keterangan
Indikator Nilai (%) Pencapaian
Kab./ Kota Penanggung Jawab
1 Rumah layak 1. Cakupan 100 2009-2025 DINAS Perumahan Sesuai tata ruang
huni dan Ketersediaan atau dinas yang dan perizinan
terjangkau rumah layak menangani bidang
huni perumahan
2. Cakupan 70 2009-2025 Dinas perumahan Tercapainya fasilitas
Layanan atau dinas yang keterjangkauan
rumah layak menangani bidang menghuni rumah
huni yang perumahan layak huni oleh
terjangkau pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota
2 Lingkungan yang 3. Cakupan 100 2009-2025 Dinas perumahan Sesuai tata ruang
sehat dan aman Lingkungan atau dinas yang dan perizinan
yang didukung yang sehat menangani bidang
dengan PSU dan aman perumahan
yang didukung
dengan PSU
Sumber : Permenpera No. 22 Tahun 2008

Petunjuk teknis rumah layak huni dan rumah layak huni terjangkau SPM bidang perumahan
rakyat Daerah Kabupaten/ Kota, sebagai berikut:
1. Cakupan Ketersediaan Rumah Layak Huni

Pengertian rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian
dan sarana pembinaan keluarga. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan, yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi
dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat digunakan
secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-
bersama, bendabersama dan tanah-bersama. Rumah layak huni adalah rumah yang
memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan
serta kesehatan penghuninya. Cakupan ketersediaan rumah layak huni adalah cakupan
pemenuhan kebutuhan rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan
kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya.

Hal |4 - 24
Adapun kriteria rumah layak huni meliputi :
a. Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan meliputi :

1) Ketentuan struktur bawah/pondasi

2) Ketentuan struktur tengah/kolom dan balok (Beam);


3) Ketentuan struktur atas

b. Menjamin kesehatan meliputi pencahayaan, penghawaan dan sanitasi


c. Memenuhi kecukupan luas minimum 7,2 m2/orang sampai dengan 12
m2/orang
Kriteria rumah layak huni sebagaimana tersebut tidak menghilangkan penggunaan
teknologi dan bahan bangunan daerah setempat sesuai kearifan lokal daerah untuk
menggunakan teknologi dan bahan bangunan dalam membangun rumah layak huni.
Penghitungan cakupan rumah layak huni adalah sebagai berikut:

Jumlahrumah layak huni di suatu wilayahkerja pada kurun waktu tertentu


Cakupan rumahlayak huni= x1
Jumlah rumah di suatu wilayahkerja pada kurun waktu tertentu

2. Cakupan Layanan Rumah Layak Huni yang Terjangkau

Rumah terjangkau adalah rumah dengan harga jual atau harga sewa yang mampu
dimiliki atau disewa oleh seluruh lapisan masyakarat. Median multiple adalah
perbandingan antara median harga rumah dengan median penghasilan rumah tangga
dalam setahun. Indeks keterjangkauan adalah gambaran pemerintah daerah tentang
kemampuan masyarakat diwilayahnya secara umum untuk memenuhi kebutuhan
rumah yang layak huni dan terjangkau. Layanan adalah segala bentuk kegiatan yang
diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/BUMD dalam rangka pemenuhan
kebutuhan masyarakat dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kriteria rumah layak huni yang terjangkau, antara lain :


a. Harga rumah dikatagorikan terjangkau apabila mempunyai median multiple
sebesar 3 atau kurang;
Ranting Median Multiple
Sama sekali tidak Lebih besar atau sama dengan
terjangkau 5.1
Tidak terjangkau 4.1 s/d 5.0
Kurang terjangkau 3.1 s/d 4.0

Hal |4 - 25
Terjangkau Lebih kecil atau sama dengan 3

b. Median harga rumah berdasarkan harga rumah layak huni sesuai peraturan
perundang-undangan;
c. Median penghasilan rumah tangga berdasarkan penghasilan rumah tangga yang
masuk dalam katagori masyarakat berpenghasilan rendah.

Penghitungan cakupan rumah layak huni yang terjangkau adalah sebagai berikut:
Median hargatanah
indeks keterjangkauan=
Median penghasilanrumah tangga

Jumlah rumahtangga MBR yang menempati rumah lay


pada kurun waktu tertentu
Cakupan rumahlayak huni yang terjangkau=
Jumlah rumahtangga MBR pada kurun wa

3. Cakupan Lingkungan yang Sehat dan Aman yang Didukung dengan Prasarana, Sarana
dan Utilitas Umum (PSU)

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan. Lingkungan perumahan adalah lingkungan hunian
dengan batas-batas fisik tertentu baik merupakan bagian dari kawasan permukiman
maupun kawasan dengan fungsi khusus yang keberadaannya didominasi oleh rumah-
rumah dan dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas untuk menyelenggarakan
kegiatan penduduk yang tinggal di dalamnya dalam lingkup terbatas. Prasarana
lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan
permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sarana lingkungan adalah fasilitas
penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan
ekonomi, sosial dan budaya. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan
lingkungan.Lingkungan perumahan yang sehat dan aman adalah kumpulan rumah
dalam berbagai bentuk dan ukuran yang dilengkapi prasarana, sarana dan utilitas umum
dengan penataan lingkungan yang menjamin kesehatan masyarakatnya.

Hal |4 - 26
Kriteria Lingkungan yang Sehat dan Aman yang Didukung dengan Prasarana, Sarana dan
Utilitas Umum (PSU) sebagai berikut:
a. Jalan
1) Jalan akses dan jalan poros, ketentuan :
a) Kelas jalan :
 Jalan lokal sekunder I (satu jalur)
 Jalan lokal sekunder I (dua jalur)
 Jalan lokal sekunder II
 Jalan lokal sekunder III
b) Dapat diakses mobil pemadam kebakaran
c) Kontruksi trotoar tidak berbahaya pejalan kaki dan penyandang cacat
d) Jembatan harus memiliki pagar pengamanan
b. Jalan lingkungan, ketentuan :
1) Kelas jalan :
 Jalan lingkungan I
 Jalan lingkungan II
2) Akses kesemua lingkungan permukiman;
 Kecepatan rata-rata 5-10 km/jam;
 Dapat diakses mobil pemadam kebakaran;
 Kontruksi trotoar tidak berbahaya bagi pejalan kaki dan
penyandang cacat;
 Jembatan harus memiliki pagar pengaman
c. Jalan setapak, ketentuan:
1) Akses ke semua persil rumah sesuai perencanaan
2) Lebar 0,8-2 m

4. Sanitasi, ketentuan :
a. Limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah
b. Pengosongan lumpur tinja 2 tahun sekali
c. Apabila kemungkinan membuat tankseptik tidak ada, maka lingkungan
perumahan yang baru harus dilengkapi dengan sistem pembuangan sanitasi

Hal |4 - 27
lingkungan atau harus dapat disambung dengan sistem pembuangan sanitasi atau
dengan cara pengolahan lain.

5. Drainase dan pengendalian banjir, ketentuan:


a. Tinggi genangan rata-rata kurang dari 30 cm
b. Lama genangan kurang dari 1 jam
c. Setiap lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan sistem drainase yang
mempunyai kapasitas tampung yang cukup sehingga lingkungan perumahan
bebas dari genangan air.
d. Sistem drainase harus dihubungkan dengan badan penerima (saluran, sungai,
danau, laut atau kolam yang mempunyai daya tampung cukup) yang dapat
menyalurkan atau menampung air buangan sedemikian rupa sehingga maksud
pengeringan daerah dapat terpenuhi.
e. Prasarana drainase tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit

6. Persampahan, ketentuan :
a. 100 % produk sampah tertangani (berdasarkan jumlah timbunan sampah 0,02
m3/orang/hari)
b. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat
kesehatan.
c. Pengelolaan persampahan mandiri termasuk pembuatan komposer komunal
untuk kebutuhan kawasan perumahan.
7. Air Minum, ketentuan:
a. 100% penduduk terlayani
b. 60-220 lt/orang/hari untuk permukiman di kawasan perkotaan
c. 30-50 lt/orang/hari untuk lingkungan perumahan
d. Apabila disediakan melalui kran umum :
 1 kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 220 jiwa
 Radius pelayanan maksimum 100 meter
 Kapasitas minum 30/lt/hari
e. Memenuhi standar air minum

8. Listrik, ketentuan

Hal |4 - 28
a. Setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN atau dari
sumber lain (dengan perhitungan setiap unit hunian mendapat daya listrik
minimum 450 VA atau 900 VA)
b. Tersedia jaringan listrik lingkungan
c. Pengaturan tiang listrik dan gardu listrik harus menjamin keamanan penghuni
d. Tersedia penerangan jalan umum

Penghitungan lingkungan yang sehat dan aman yang didukung PSU sebagai berikut :
Jumlahlingkungan yang didukung PSU p
Cakupanlingkungan yang sehat dan aman yang didukung PSU =
Jumlahlingkungan perumahan pada

B. Kriteria Permukiman Kumuh


Permukiman kumuh merupakan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas
secara fisik, ekonomi, dan budaya, dan peruntukkannya dalam RTRW adalah sebagai lokasi
perumahan dan kawasan permukiman.

Metoda dalam penentuan kawasan perumahan dan permukiman kumuh yakni dengan
menggunakan metoda pembobotan sesuai dengan kriteria kawasan kumuh yang telah
ditetapkan dalam permen PUPR no 14 tahun 2018. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini.

Hal |4 - 29
Tabel 4.2
Indokator Kekumuhan

Hal |4 - 30
.

Sumber : Permen PUPR No. 14 Tahun 2018

Hal |4 - 31
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, berdasarkan kondisi kekumuhan, suatu lokasi merupakan:
 kumuh berat bila memiliki nilai 76-100;
 kumuh sedang bila memiliki nilai 51-75;
 kumuh ringan bila memiliki nilai 25-50;

C. Tipologi Perumahan dan Permukiman Kumuh

Untuk menetukan tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan


pengelompokan perumahan kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan tata letak
berdasarkan letak lokasi geografis. Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh
terdiri dari perumahan kumuh dan permukiman kumuh:

a. di atas air;

b. di tepi air;

c. di dataran rendah;

d. di perbukitan; dan/atau

e. di daerah rawan bencana.

Secara umum, pembagian tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dapat
dijelaskan sebagai berikut.

Tabel 4.3
Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh

No. Tipologi Lokasi


1. perumahan kumuh dan perumahan kumuh dan permukiman kumuh
permukiman kumuh di atas air yang berada di atas air, baik daerah pasang
surut, rawa, sungai ataupun laut.
2. perumahan kumuh dan perumahan kumuh dan permukiman kumuh
permukiman kumuh di tepi air yang berada tepi badan air (sungai, pantai,
danau, waduk dan sebagainya), namun berada
di luar Garis Sempadan Badan Air.
3. perumahan kumuh dan perumahan kumuh dan permukiman kumuh
permukiman kumuh di dataran yang berada di daerah dataran rendah dengan
rendah kemiringan lereng < 10%.

4. perumahan kumuh dan perumahan kumuh dan permukiman kumuh


permukiman kumuh di perbukitan yang berada di daerah dataran tinggi dengan
kemiringan lereng > 10 % dan < 40%

5. perumahan kumuh dan perumahan kumuh dan permukiman kumuh


permukiman kumuh di daerah yang terletak di daerah rawan bencana alam,
rawan bencana khususnya bencana alam tanah longsor, gempa
bumi dan banjir.

Sumber : Permen PUPR No. 14 Tahun 2018

Hal |4 - 32
D. Kriteria Rawan Bencana
Kriteria rawan bencana alam, meliputi:
1. Rawan tanah longsor;
2. Rawan gelombang pasang dan/atau tsunami;
3. Rawan banjir;
4. Rawan gempa bumi, dan
5. Rawan letusan gunung api.

E. Perhitungan Backlog atau Kebutuhan Rumah


Backlog adalah kekurangan rumah, yaitu selisih antara Jumlah Kepala keluarga dengan
Jumlah Rumah yang ada, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Backlog = Jumlah KK tahun ke-X — Jumlah Rumah tahun ke X

1. Penyebab backlog, dikarenakan adanya:


a. Pertumbuhan secara alami;
b. Pertumbuhan karena daya tarik ekonomi (migrasi); dan
c. Kebutuhan akibat adanya program penanganan kawasan iIegal/squatter berupa
pemukiman kembali/ resettlement.
2. Proyeksi kebutuhan rumah terdiri dan beberapa perhitungan proyeksi sebagai berikut:

Hal |4 - 33
a. Proyeksi kebutuhan rumah berdasarkan pertumbuhan KK. Pertumbuhan KK
dihitung dan pertumbuhan penduduk. 1 KK diasumsikan terdiri dan 5 jiwa.
b. Proyeksi kebutuhan rumah berdasarkan segmentasi pendapatan.
c. Proyeksi kebutuhan penyediaan rumah baru berdasarkan daya tarik ekonomi
(kebutuhan kota inti yang didistribusikan ke daerah hinterlandnya).
3. Proyeksi kebutuhan penyediaan rumah menggunakan proporsi hunian berimbang.
4. Asumsi proporsi jumlah rumah baru yang akan dibangun secara swadaya dengan yang
akan dibangun oleh pengembang adalah 80% : 20%
5. Pemenuhan backlog atau kebutuhan rumah untuk kota Inti yang memiliki fungsi PKN
Metropolitan didistribusikan ke kota-kota hinterland-nya, dengan asumsi 20% berupa
Rumah Susun di kota Inti dan 80% didistribusikan ke kabupaten/ kota sekitarnya.
Dengan demikian, kota atau kabupaten yang berbatasan dengan kota Inti atau PKN
Metropolitan harus memperhitungkan juga “limpahan” kebutuhan rumah dan kota
intinya.

F. Satuan Unit Perumahan Dan Kawasan Permukiman


Jumlah satuan unit terkait perumahan dan kawasan permukiman, sebagal berikut:
1. Rumah; terdiri dan 1 unit rumah;
2. Cluster; terdiri dan 50 unit sampai dengan 300 unit (asumsi mengacu pada satu satuan
perumahan terkecil);
3. Perumahan; mampu menampung sekurang-kurangnya 300 unit rumah sampai dengan
1.000 unit (asumsi mengacu pada kawasan bukan skala besar);
4. Permukiman; terdiri atas lebih dan satu satuan perumahan; diasumsikan mampu
menampung sekurang-kurangnya 1.000 unit sampai dengan 3.000 unit
5. Lingkungan hunian; terdiri atas lebih dan satu satuan permukiman; diasumsikan
mampu menampung sekurang-kurangnya 3.000 unit sampai dengan 10.000 unit
(asumsi mengacu pada jumlah unit Kasiba);
6. Kawasan Permukiman; diasumsikan mampu menampung sekurang-kurangnya 10.000
unit (asumsi mengacu pada jumlah unit Kawasan Skala Besar).
Skema satuan unit perumahan dan kawasan permukiman sesuai UU Nomor 1 Tahun 2011,
Permukiman sebagai berikut:

Hal |4 - 34
4.1.6 ALAT ANALISIS

Adapun metode atau alat analisis yang digunakan dalam RP3KP adalah sebagai berikut :

4.4.1 Analisis Kebijakan Pembangunan

Analisis ini bertujuan :


 Memahami arahan kebijaksanaan pembangunan wilayah kota dan kedudukannya
dalam perspektif kebijaksanaan pembangunan nasional dan provinsi.
 Mengantisipasi dan mengakomodasi program-program pembangunan sektoral yang
akan dilaksanakan.
 Teknik yang digunakan dalam analisis kebijakan, antara lain :
 Analisis kandungan (Content Analysis): kebijakan diurai untuk memahami ciri-ciri dan
coraknya.
 Analisis Institusional: memeriksa konstruksi dan implikasi suatu kebijakan

4.4.2 Analisis Regional


Tujuan analisis ini adalah untuk memahami kedudukan dan keterkaitan kota dalam
sistem regional dalam aspek-aspek: sosial, ekonomi, lingkungan dan budaya. Termasuk
dalam lingkup kajian ini adalah pola-pola migrasi penduduk.

4.4.3 Model Analisis Migrasi Penduduk


Ada dua jenis migrasi menurut CSIS (Centre of Strategic and International Studies)
yaitu migrasi selama hidup (Live Time Migration) dan migrasi sementara waktu. Tujuan
dari analisis ini adalah untuk mengetahui sejauh mana migrasi penduduk di kawasan, baik
yang masuk atau keluar kawasan. Model analisis ini adalah menggunakan Model Analisis
Ravenstein, secara matematis adalah:

Mij = Pij. f (Zj)


Dij daerah i ke daerah j
Mij = Migrasi
Pij = Penduduk daerah i ke daerah j
F (Zj) = Beberapa fungsi Zj, dan Zj ukuran daya tarik daerah

4.4.4 Analisis Internal

Hal |4 - 35
A. Teknik Analisis Kependudukan
Tujuan yang ingin dituju dari bagian ini adalah untuk mengetahui kependudukan yang ada di
wilayah perencanaan. Hal yang ditinjau dari aspek kependudukan adalah :
1. Jumlah penduduk
2. Tingkat pertumbuhan penduduk
3. Tingkat pendapatan penduduk
4. Nilai-nilai/budaya penduduk
Metoda analisis yang akan digunakan adalah metoda proyeksi yang dapat didekati dengan
berbagai teknik. Teknik-teknik proyeksi jumlah penduduk itu antara lain adalah:
1. Proyeksi Linier
Asumsi dari teknis proyeksi ini adalah bahwa untuk satuan waktu tertentu jumlah
penduduk akan bertumbuh secara tetap sehingga model proyeksinya secara matematis
adalah:

Pt = n.p + Po

Dimana :

Pt = Proyeksi jumlah penduduk tahun ke t

n = Jumlah tahun proyeksi

p = Jumlah pertambahan penduduk untuk satu selang waktu (tahun)

Po = Jumlah penduduk tahun awal perhitungan

2. Proyeksi Bunga Berganda

Asumsi dari teknis proyeksi ini adalah bahwa terdapat suatu tingkat pertumbuhan
tertentu dari penduduk untuk tiap selang waktu. Model matematisnya adalah:

Pt = Po (1 + r)n

Dimana :

Pt = Proyeksi jumlah penduduk tahun ke t

n = Jumlah tahun proyeksi

r = Tingkat pertumbuhan penduduk untuk satu selang waktu (tahun)

Po = Jumlah penduduk tahun awal perhitungan

Hal |4 - 36
3. Proyeksi Cohort

Proyeksi Cohort ini digunakan untuk melakukan proyeksi penduduk berdasarkan


golongan usia (struktur umur). Asumsinya bahwa tiap struktur umur mempunyai tingkat
pertumbuhan tertentu yang berbeda dengan tingkat pertumbuhan total penduduk
ataupun tingkat pertumbuhan penduduk pada golongan usia lainnya.Teknis analisa yang
digunakan dalam metoda ini adalah:

P(n+1) = Pn (1 + r)

Dimana:

P(n+1) = Proyeksi jumlah penduduk usia n+1 pada tahun berikutnya

Pn = Jumlah penduduk usia n

r = Tingkat pertumbuhan penduduk usia n

4. Metode Regresi
Model ini diunakan ketika populasi di daerah perencanaan menunjukkan tingkat
pertumbuhan penduduk yang hampir sama dan dengan asumsi bahwa polanya akan
tetap sama untuk masa yang akan datang. Model ini ditunjukkan dengan persamaan:

d
 (Pt  Pt  1)
P1  n  P1  bn b  i2
m
Dimana :

P : Populasi

t : Indeks waktu (tahun)

Pt+n : Populasi pada tahun ke t

n : Jumlah satuan waktu

b : Rata-rata tingkat pertumbuhan

m : Jumlah satuan waktu yang dihitung

5. Metode Eksponensial
Model ini muncul dari anggapan bahwa pertumbuhan penduduk adalah fungsi
geometrik, seperti tingkat suku bunga model ini digunakan dengan asumsi bahwa
tingkat dan persentase pertumbuhan penduduk adalah konstan, yang berarti bahwa

Hal |4 - 37
tiap satuan waktu pertambahan mutlak penduduk akan menjadi besar dan lebih besar
lagi. Model proyeksi eksponensial ini ditunjukkan dengan persamaan:

1 d Pt  Pt  1
Pt  1  Pt (1  r)n r 
m i2 Pt  1

Dimana :

t : indeks waktu (tahun)

Pt+n : populasi pada tahun ke t

n : jumlah satuan waktu

r : rata-rata tingkat pertumbuhan

m : jumlah satuan waktu yan dihitung

B. Teknik Analisis Kebutuhan Rumah


Berdasarkan teori Ander (1979) mengidentifikasi 5 (lima) komponen rumah yang dapat
digunakan dalam menganalisis kebutuhan rumah, yaitu:
1. Perhitungan dengan melakukan pengurangan jumlah proyeksi penduduk pada tahun x
dengan jumlah penduduk saat ini. Selanjutnya hasil perhitungan tersebut dibagi dengan
jumlah KK rata-rata.

Kebutuhan rumah = Pn - P0
∑KK

Keterangan:
P0 : jumlah penduduk pada tahun awal
Pn : jumlah penduduk pada tahun ke-n
KK : rata-rata jumlah jiwa per KK

Kebutuhan rumah = kebutuhan rumah tahun n


Rencana waktu pemenuhan

Hal |4 - 38
2. Merupakan kebutuhan rumah untuk menutupi kekurangan rumah saat ini. (termasuk
kebutuhan rumah bagi rumah tangga yang selama ini tinggal bersama rumah tangga lain
dalam satu unit bangunan rumah). Dihitung dengan cara membagi kebutuhan rumah
dengan rencana waktu pemenuhan kebutuhan rumah

C. Teknik Analisis Aksesibilitas


Faktor kemudahan pencapaian baik dalam hubungan keterkaitan antar bagian wilayah dalam
wilayah perencanaan, ataupun antar komponen dalam bagian wilayah, sangat menentukan
intensitas interaksi antar bagian wilayah maupun antar komponen pembentuk wilayah, serta
struktur tata ruang yang direncanakan.Metoda ini merupakan upaya untuk mengukur tingkat
kemudahan pencapaian antar kegiatan, atau untuk mengetahui seberapa mudah suatu
tempat dapat dicapai dari lokasi lainnya. Pada dasarnya model ini merupakan fungsi dari
kualitas prasarana penghubung unit kegiatan yang satu dengan lainnya per satuan jarak yang
harus ditempuh. Model persamaannya adalah sebagai berikut :

FKT
A=
d

Dimana :
A = Nilai aksesibilitas

F = Fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal)

T = Kondisi jalan (baik, sedang, buruk)

D = Jarak antara kedua unit kegiatan

Metoda lainnya, yaitu Indeks Aksesibilitas, yang memiliki persamaan :

Ej
A ij = b
( d ij )
Dimana :
Aij = Indeks aksesibilitas

Ej = Ukuran aktifitas

dij = Jarak tempuh (jarak geografi atau waktu tempuh)

b = Parameter

Hal |4 - 39
Langkah selanjutnya adalah menghitung potensi pengembangan, yaitu dengan cara
mengkalikan indeks aksesibilitas dengan luas kawasan yang mungkin untuk dikembangkan,
yaitu :

Di = Ai * Hi

Dimana :
Di = Potensi pengembangan di kawasan i

Ai = Indeks aksesibilitas dari kawasan i

Hi = Luas kawasan yang mungkin dikembangkan di kawasan i

Potensi masing-masing kawasan dihitung dan dijumlahkan untuk memperoleh potensi


seluruh kawasan. Dari potensi keseluruhan ini, maka potensi relatif masing-masing kawasan
terhadap keseluruhan kawasan (wilayah) dapat diketahui, atau secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut :

Di
Dr =
iDi

Dimana :

Dr = Potensi pengembangan (relatif)

Di = Potensi pengembangan di kawasan i

iDi = Jumlah seluruh potensi pengembangan

Selanjutnya untuk menentukan jumlah penduduk yang akan dialokasikan pada masing-
masing kawasan yang potensial adalah dengan cara mengkalikan hasil proyeksi total
penduduk untuk masa mendatang dengan Di, yang secara matematis dapat dirumuskan :

Di
Pi=P total x
iDi

Dimana :

Pi = Jumlah penduduk yang dapat dialokasikan di kawasan I

Ptotal = Jumlah penduduk seluruhnya

Di/iDi = Potensi relatif kawasan i

Hal |4 - 40
Metoda lain yang cukup mudah penggunaannya yang hingga kini masih dipergunakan adalah
Metoda Perkiraan Kebutuhan. Pada model ini,digunakan standar-standar yang dapat
digunakan untuk memperkirakan kebutuhan sarana dan prasarana yang memiliki implikasi
terhadap kebutuhan ruang. Beberapa standar yang digunakan antara lain mengacu pada
pedoman standar lingkungan permukiman kota, pedoman standar pembangunan
perumahan sederhana, peraturan geometris jalan raya dan jembatan dan lain-lain.

D. Teknik Analisis Kebutuhan Sarana dan Prasarana


Perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana wilayah perencanaan dilakukan dengan melihat
skala pelayanan faslilitas dengan kebutuhan wilayah perencanaan. Selisih antara perkiraan
kebutuhan prasarana dan sarana dengan kondisi eksisting merupakan rencana penambahan
prasarana dan sarana perkotaan.

1. Analisis Penyediaan Air Minum


Penilaian cakupan pelayanan (CP) dan kebutuhan pengembangan sistem

(jumlah SR x jiwa/rumah) + (jumlah HU x jiwa/HU)


CP = x 100%
Jumlah penduduk

Perhitungan kebutuhan air didasarkan kepada :

 Jumlah penduduk dan proyeksi di daerah bersangkutan;

 Jenis kawasan dan luasnya;

 Rencana cakupan pelayanan dan jenis sambungan berdasarkan minat dan


kemampuan penduduk daerah pelayanan;

 Kebutuhan per orang per hari;

 Jumlah jiwa/rumah;

 Target cakupan yang akan dipenuhi;

 Kebutuhan khusus kawasan potensi

Hal |4 - 41
Tabel 4.4
Proses Perhitungan Kebutuhan Air Bersih

No. Uraian Satuan Notasi


1. JumlahPenduduk jiwa A
2. Standar Kebutuhan Air Bersih
a. Sambungan Rumah (SR) l/jiwa/hari 160
b. Jumlah jiwa/SR jiwa B
c. Kebutuhan untuk Industri l/Ha/hari 40,000
d. Kebutuhan untuk Pariwisata l/Ha/hari 4,800
e. Kebutuhan untuk Perdagangan & Jasa l/Ha/hari 5,210
f. Hidran Umum (HU) l/jiwa/hari 30
g. Jumlah jiwa/HU jiwa 100
3. Targert Tingkat pelayanan air bersih Sistem perpipaan %
a. Sambungan Rumah % 75
b. Sambungan Industri % 100
c. Sambungan Pariwisata % 100
d. Sambungan Perdagangan & Jasa % 100
e. Hidran Umum % 5
4. Jumlah pelanggan
a. Sambungan Rumah (Jlh Pddk X Target samb Rmh / Jlh Jiwa unit C
per Rmh)
b. Luas Industri (Luas Industri X standar industri) Ha D
c. Luas Pariwisata (Luas pariwisata X standar pariwisata) Ha E
d. Luas Perdagangan dan Jasa (Luas Perdagangan dan Jasa X Ha F
standarPerdagangan dan Jasa)
e. Hidran Umum per 100 penduduk (Jlh Pddk X target pelay unit G
hidran / 100 jiwa)
5. Kebutuhan Air Domestik per hari
a. Sambungan Rumah (C / 3600*24 det) liter/det H

Hal |4 - 42
No. Uraian Satuan Notasi
b. Sambungan Industri (D / 3600*24 det) liter/det I
c. Sambungan Pariwisata (E / 3600*24 det) liter/det J
d. Sambungan Perdagangan & Jasa (F / 3600*24 det) liter/det K
e. Hidran Umum per 100 penduduk (G / 3600*34 det) liter/det L
f. Total Debit Kebutuhan Air Domestik (H+I+J+K+L) liter/det M
6. Kebutuhan Air Non-Domestik per hari
a. Persentase dari kebutuhan Domestik % 20
b. Total Debit Kebutuhan Air Non-Domestik (M X 20%) liter/det N
7. Sub Total Kebutuhan Air (M+N) liter/det O
8. Tingkat Kebocoran Air Bersih
a. Persentase kebocoran % 20
b. Total Debit kebocoran (M x 20%) liter/det P
9. Total Kebutuhan Air Rata-rata (O + P) liter/det Q
10. Faktor Kebutuhan Maksimum Harian 1.1
11. Kebutuhan Air Maksimum Harian (Q X 1.1) liter/det R
12. Faktor Kebutuhan Puncak Harian 1.2
13. Kebutuhan Air Puncak Harian (Q X 1.2) liter/det S

2. Analisis Pengelolaan Air Minum


Penilaian Cakupan Pelayanan (CP)

Jumlah Prasarana (i) Jumlah Pemakai /Prasarana


CP = x 100%
Jumlah Penduduk

Tabel 4.5
Proses Perhitungan Timbunan Air Kotor / Limbah

No. Uraian Satuan NOTASI


1. Jumlah Penduduk jiwa A
2. Persentase Utilitas
a. Proyeksi Persentase Keluarga yang menggunakan Septicktank % 85
b. Proyeksi Persentase Keluarga yang tidak menggunakan % 15
Septicktank tetapi MCK
3. Jumlah Penduduk yang Terlayani untuk Septicktank (A x 85%) jiwa B
Jumlah Penduduk Terlayani untuk MCK (A X 15%) jiwa C
4. Standar Pelayanan per unit sarana
a. Standar Pelayanan Septictank untuk Keluarga (1 KK = 5 jiwa) Jiwa 5
b. Standar Pelayanan untuk MCK (1 MCK = 100 jiwa) Jiwa 100
5. Jumlah sarana
a. Proyeksi Jumlah Kebutuhan Septicktank untuk Keluarga (1 KK = Unit B/5
5 jiwa)
b. Proyeksi Jumlah Kebutuhan MCK (1 MCK = 100 jiwa) Unit C / 100

Hal |4 - 43
No. Uraian Satuan NOTASI
6. Lumpur Tinja Domestik yang dihasilkan untuk tiap orang (30 lt X jlh lt/hari D E
pddk)/365 hari
7. Lumpur Tinja Non Domestik (20% tinja domestik) lt/hari D X 20% F
8. Total Lumpur Tinja Domestik dan Non-Domestik lt/hari E+F G
9. Kebutuhan Truk Tinja Kapasitas 2 m3 (jlh lumpur tinja/kapasitas buah G / 2000
truk)
Keterangan :
 Timbulan lumpur tinja domestik diperkirakan 30 lt/orang/tahun
 Timbulan lumpur tinja non domestik sebesar 20 % dari lumpur domestik
3. Analisis Sistem Drainase
Penilaian kondisi eksisting, mencakup inventarisasi sistem drainase yang telah ada,
kondisi topografi, pengumpulan data hidrologi, peta, kependudukan, pelayanan-
pelayanan yang ada (untuk drainase mikro maupun makro), keadaan fisik alami untuk
pemilihan teknologi (tipe tanah dan topografi), kasilitas-fasilitas lain, data banjir, data
pasang surut, genangan dan banjir yang terjadi.

4. Analisis Pengelolaan Persampahan


Penilaian Cakupan Pelayanan

Volume sampah terangkut (m3)


CP = x 100%
Volume timbulan sampah (m3)

Tabel 4.6
Proses Perhitungan Timbulan Sampah & Kebutuhan Alat Pengangkutan

No. Uraian Satuan Perhitungan


1. Jumlah Total Penduduk (P) jiwa A
2. Proyeksi Skala pelayanan Pemda thd pddk (%) % 80
3. Jumlah Penduduk yang Terlayani Sampahnya (P X %) jiwa B
4. Standar Sampah Domestik (SD) lt/or/hari 2.28
5. Standar Sampah Non Domestik

a. Sampah Komersial (SK) lt/or/hari 0.30

b. Sampah Fasilitas Umum (SF) lt/or/hari 0.13

6. Volume Sampah Domestik (B X SD) m3/hari C


7. Volume Sampah Non Domestik

a. Sampah Komersial (B X SK / 1000) m3/hari D

b. Sampah Fasilitas Umum (B X SF / 1000) m3/hari E

8. Volume Sampah Total (C + D+ E) m3/hari F


9. Sistem Pelayanan (SP)

Hal |4 - 44
No. Uraian Satuan Perhitungan
a. Pel. Komunal % 85

b. Pel. Individual % 15

10. Kebutuhan Peralatan

a. Gerobak Sampah 1 m3 (F X 15%) buah G

b. TPS kontainer besi 10 m3 (F X 85%) buah H

c. Truk terbuka 7 m3 (50%) buah F X 50% / 7

d. Dump-truck 8 m3 (40%) buah F X 40% / 8

e. Arm-roll truck 10 m3 (10%) buah F X 10% / 10

5. Analisis Kebutuhan Listrik dan Telepon


Analisis kebutuhan listrik didasarkan pada standar dan target pelayanan yang telah
ditetapkan.

Tabel 4.7
Proses Perhitungan Kebutuhan Listrik

No. Uraian Satuan Perhitungan


1. Jumlah Penduduk jiwa A
2. Jumlah KK (1KK = 5 jiwa) KK B
3. Proyeksi Target Pelayanan (%)
a. Rumah Tangga % 85%
b. Non Rumah Tangga % 150%
c. Penerangan Jalan % 15%
4. Daya Pasang Listrik (W) Watt/KK 900
5. Kebutuhan Listrik
a. Rumah Tangga (B X 85% X W) KW C
b. Non Rumah Tangga (150% X C) KW D
c. Penerangan Jalan (15% X C) KW E
Total Kebutuhan KW C+D+E

Analisis kebutuhan telpon didasarkan pada standar dan target pelayanan yang telah
ditetapkan.

Tabel 4.8
Proses Perhitungan Kebutuhan Telepon

No. Uraian Satuan Perhitungan


1 Jumlah Total Penduduk jiwa A
2 Jumlah KK KK B
3 Standart Kebutuhan Telepon
a. Rumah Tangga 1 unit utk 5 KK
b. Fasum - Fasos 3 % dari RT

Hal |4 - 45
c. Telepon Umum 1 unit utk 2500 jiwa
4 Target Pelayanan Telepon
a. Rumah Tangga (1 unit utk 5 KK) sst B/5 C
b. Fasum - Fasos (3% dari telp. Rumah) sst 3% X C D
c. Telepon Umum (per 2500 penduduk) sst B / 2500 E
5 Rumah Kabel (RK) (unit telp. per 750 penduduk) buah F / 750
Total Kebutuhan sst C+D+E F

6. Analisis Kebutuhan Fasilitas Pelayanan


Perkiraan kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi kawasan dilakukan dengan melihat
skala pelayanan faslilitas dengan proyeksi jumlah penduduk kawasan. Selisih antara
perkiraan kebutuhan fasilitas dengan kondisi eksisting merupakan rencana penambahan
fasilitas sosial dan ekonomi kawasan. Standar-standar yang dipergunakan untuk
memperkirakan kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi adalah:

Tabel 4.9
Standar Kebutuhan Fasilitas Sosial Dan Ekonomi

Penduduk Luas Penduduk Luas


Jenis Fasilitas Jenis Fasilitas
Pendukung Pendukung Pendukung Pendukung
Fasilitas Fasilitas Perekonomian
Pendidikan
TK 1.000 1.200 Pusat Perbelanjaan 30.000 13.500
Lingkungan
SD 1.600 3.600 Pasar Umum 30.000 13.500
SLTP 4.800 4.000 Pusat Perdagangan 120.000 200.000
Modern
SLTA 4.800 4.000 Bank 2.400
Balai Latihan 480.000 10.000
Kerja
Akademi/PT 480.000 100.000 Fasilitas Pemerintahan
Balai Kota - 250.000
Fasilitas Kantor Kelurahan - 1.000
Kesehatan
Balai 1.000 300 Kantor Kecamatan - 1.300
Pengobatan
BKIA/Rumah 10.000 1.600 Kantor Polisi 30.000 1.300
Bersalin
Puskesmas 30.000 1.200 Kantor Pos 30.000 5.000
Apotik 10.000 350 Kantor Pemadam 30.000 10.000
Kebakaran
Rumah Sakit 420.000 20.000 GSG - 5.000
Gedung Kesenian - 5.000
Fasilitas Parkir 30.000 1.000
Peribadatan
Langgar 5.000 1.750
Mesjid 30.000 25.000 Terminal
Gereja 30.000 10.000 Terminal Kota - 20.000
Terminal Transit - 2.000

Hal |4 - 46
Penduduk Luas Penduduk Luas
Jenis Fasilitas Jenis Fasilitas
Pendukung Pendukung Pendukung Pendukung
Fasilitas
Rekreasi &
Olahraga
Stadion 250.000 50.000 Pemakaman 50.000
Lapangan 60.000 18.000
Olahraga
Taman dan 30.000 18.000 TPA - 200.000
Lapangan
Olahraga
Lingkungan

Tingkat pelayanan fasilitas umum diukur dengan cara mengkaji kemampuan suatu jenis
fasilitas dalam melayani kebutuhan penduduknya. Dalam hal ini, fasilitas umum yang
memiliki tingkat pelayanan 100% mengandung arti bahwa fasilitas tersebut memiliki
kemampuan pelayanan yang sama dengan kebutuhan penduduknya. Untuk mengetahui
kelengkapan fasilitas umum suatu bagian wilayah, dihitung tingkat pelayanannya
dengan menggunakan rumus :

d ij / b j
TP= X 100 %
C is

Dimana :

TP = Tingkat pelayanan fasilitas i di kawasan j

dij = Jumlah fasilitas i di kawasan j

bij = Jumlah penduduk di kawasan j

Cis = Jumlah fasilitas i persatuan penduduk menurut standar penentuan fasilitas


untuk kawasan

Dengan perhitungan ini, dapat diketahui tingkat pelayanan setiap fasilitas, kecuali untuk
fasilitas peribadatan, dimana perbedaan terletak pada jumlah penduduk pada kawasan
yang diamati, yaitu bj diganti oleh jumlah penduduk menurut agama.

7. Analisis Kapasitas Sumberdaya Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan


Kawasan Permukiman
Hasil analisis ini digunakan sebagai dasar pembuatan arahan pengelolaan dan
pengaturan pembangunan dan pengembangan PKP Kabupaten Dharmasraya. Hasil
kompilasi data atau informasi tentang sumberdaya perumahan, yang meliputi:

Hal |4 - 47
stakeholder, bantuan teknis, pembiayaan, tanah, dan bahan bangunan untuk digunakan
sebagai dasar pembuatan arahan tersebut.
Teknik untuk analisis ini adalah kualitatif-deskriptif, dimana kegiatan analisis dilakukan
dengan banyak mengeksplorasi materi yang dikaji secara menyeluruh.

8. Analisis Kelembagaan dan Peran Serta Masyarakat


Analisis ini terkait dengan kelembagaan dan sistem pengelolaan/ pengendalian
lingkungan. Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek kelembagaan,
peran serta struktur pembangunan dalam pembangunan kawasan (pemerintah, swasta
dan masyarakat) dan sistem pengelolaan/ pengendalian pembangunan. Analisis disini
cendrung kepada analisis evaluasi dari setiap pengelolaan fasilitas dan utilitas yang ada.
Melihat manajemen pengelolaan selama ini, dan menganalisis apakah perlu
pembenahan, perbaikan atau mempertahankan sistem pengelolaan terhadap fasilitas
dan utilitas yang ada.
Kelembagaan merupakan seperangkat aturan yang dijalankan oleh organisasi yang
merupakan panduan perilaku anggota masyarakat. Kelembagaan memberikan batasan
tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Kelembagaan yang kuat adalah
kelembagaan yang aturannya dikembangkan dan disusun berdasarkan social capital
masyarakat dimana kelembagaan itu dioperasikan. Secara skematis, kelembagaan
tersebut disarikan dalam Gambar dibawah ini

Gambar 4.3
Norma Sosial, Aturan dan Organisasi untuk Mengkoordinasikan Perilaku Masyarakat

Hal |4 - 48
Sumber: The World Bank, 2003

Aturan yang menjadi acuan tersebut dapat berupa aturan formal maupun aturan
informal. Aturan informal sebagian besar adalah tradisi dan kebiasaan yang tumbuh dan
berkembang di tengah masyarakat. Tradisi dan kebiasaan tersebut menjadi pedoman
dalam bertingkah laku masyarakat. Aturan formal biasanya adalah aturan yang dibuat
atas nama negara dalam bentuk tertulis. Baik aturan formal maupun aturan informal
tersebut dijalankan oleh organisasi.
Kelembagaan di tengah masyarakat memainkan peran yang sangat sentral untuk
meningkatkan kepastian tingkah laku. Kelembagaan yang kuat akan mengurangi biaya
transaksi dalam kegiatan sosial maupun ekonomi, sehingga masyarakat dapat
melakukan kegiatan sosial dan ekonomi dengan efisiensi dan kepastian yang tinggi.
Dengan demikian, kelembagaan menyediakan insentif bagi tindakan tertentu oleh
anggota masyarakat

9. Analisis SWOT
SWOT (Strengthening, Weakness, Opportunity, Treatment atau Kekuatan, Kelemahan,
Peluang, Ancaman) adalah metodologi yang populer untuk digunakan dalam banyak
aspek dan sektor penganalisaan. SWOT mempunyai keunggulan antara lain :

 Dapat diaplikasikan di banyak bidang penelitian dan pekerjaan

Hal |4 - 49
 Mudah dimengerti dan sederhana aplikasinya

 Merupakan pendekatan kualitatif

Hasil analisis SWOT sangat tergantung pada tingkat pengetahuan dan pemahaman
penggunanya. Semakin detail pemahaman pengguna maka semakin tajam pula hasil
analisisnya. SWOT akan menghasilkan rumusan masalah dan bahan untuk menentukan
langkah-langkah penanganan selanjutnya.

Prosedur SWOT
 Tentukan variabel-variabel yang mempengaruhi, misalnya aspek kebijaksanaan dan
arahan pada penyelanggaraan prasarana dan sarana

 Pilah-pilah varibel tersebut ke dalam empat kelompok, yaitu kelompok Kekuatan,


Kelemahan, Peluang dan Ancaman. Pada proses ini sangat dibutuhkan kejelian
pengguna dalam mengklasifikasikan variabel tersebut untuk disesuaikan dengan goals
karena sebuah variabel dapat menjadi ancaman sekaligus sebagai peluang,
tergantung dari cara pandang dan tujuannya.

 Setiap variabel yang dimasukkan sebagai Kekuatan diberikan label S1, S2, S3, … dan
seterusnya. Demikian juga dengan Kelemahan (label W), Peluang (label O) dan
Ancaman (label T)

 Kemudian pengguna mencoba mengkombinasikan setiap label, misalnya S1 dengan


T1 (kekuatan 1 dengan ancaman 1) dan kemudian secara kualitatif dianalisis apa
dampak dan pengaruhnya terhadap pencapaian. Demikian juga untuk kombinasi
variabel lainnya. Disinilah dibutuhkan kejelian pengguna untuk mengkombinasikan
setiap variabel, mengembangkannya sesuai tujuan dan merumuskan hasilnya.

Kumpulan kesimpulan tersebut, kemudian dipilah sesuai prioritas dan besarnya


pengaruh, sehingga diperoleh rumusan kesimpulan sebagai masukan pegambilan
keputusan dan kebijakan.

Tabel 4.10 Matrik Swot

POTENSI PERMASALAHAN

S W

PELUANG PENGEMBANGAN

O OS OW

Hal |4 - 50
TANTANGAN PENGEMBANGAN

T TS TW

10. Analisis GIS/SIG


Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem berbasis komputer yang berguna
dalam melakukan pemetaan (mapping) dan analisis berbagai hal dan peristiwa yang
terjadi diatas permukaan bumi Metode, SIG yang baik memiliki keserasian antara
rencana desain yang baik dan aturan dunia nyata, dimana metode, model dan
implementasi akan berbeda-beda untuk setiap permasalahan.

SIG melakukan enam proses pekerjaan meliputi :


a. Input Data
Sebelum data geografi
digunakan dalam SIG, data
tersebut harus dikonversi
kedalam format digital. Proses
tersebut dinamakan digitasi.
Proses digitasi memerlukan
sebuah hardware tambahan
yaitu sebuah digitizer lengkap
dengan mejanya. Untuk
mendigitasi peta harus dilekatkan pada peta digitasi titik dan garis ditelusuri
dengan kursor digitasi atau keypad. Digitasi ini memerlukan software tertentu
seperti ARC/INFO Autocad, MapInfo atau software lain yang dapat mensupport
proses digitasi tersebut. Untuk SIG dengan teknologi yang lebih modern, proses
konversi data dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi scanning.

b. Transformasi Data
Tipe data yang digunakan dalam SIG mungkin perlu ditransformasi atau
dimanipulasi dengan beberapa cara agar sesuai dengan sistem. Misalnya terdapat
perbedaan dalam skala, sehingga sebelum dimasukkan dan diintegrasikan harus
ditransformasikan dahulu kedalam skala yang sama. Transformasi ini bisa bersifat

Hal |4 - 51
sementara untuk ditampilkan saja atau secara permanen untuk proses analisis.
Transformasi juga berlaku untuk sistem koordinat yang digunakan.

c. Editing
Tahap editing merupakan tahap
koreksi atas hasil digitasi. Koreksi
tersebut dapat berupa penambahan
atau pengurangan arc atau feature
yaitu dengan mengedit arc yang
berlebih (overshoot) atau
menambahkan arc yang kurang
(undershoot). Editing juga dilakukan
untuk menambahkan arc secara manual seperti membuat polygon, line maupun
point.

d. Manajemen Data
Setelah data keruangan dimasukkan maka proses selanjutnya beralih ke
pengelolaan data-data deskriptif, dalam hal ini meliputi annotasi (pemberian
tulisan pada coverage), labelling (pemberian informasi pada peta bersangkutan),
dan attributing yaitu tahap dimana setiap Label ID hasil proses labelling diberi
tambahan atribut yang dapat memberikan sejumlah informasi tentang poligon atau
arc yang diwakilinya. Dalam proyek SIG yang kecil informasi geografi cukup
disimpan sebagai file – file komputer. Akan tetapi, jika volume data dan jumlah
pemakai data besar, langkah terbaik yang harus digunakan adalah dengan DBMS.

e. Query dan Analisis


Query pada SIG pada dasarnya merupakan proses analisis tetapi dilakukan secara
proses tabular. Secara fundamental Analisis pada SIG menggunakan analisis spasial.
SIG memiliki banyak kelebihan dalam analisis spasial , tetapi dua hal yang paling
penting yaitu :
1. Analisis Proximity, Analisis proximity merupakan analisis geografis yang
berbasis pada jarak antar layer. Dalam analisis proximity SIG
menggunakan proses yang disebut buffering (membangun lapisan

Hal |4 - 52
pendukung disekitar layer dalam jarak tertentu) untuk menentukan
dekatnya hubungan antar sifat bagian yang ada.

2. Analisis overlay, Proses integrasi data dari lapisan layer-layer yang


berbeda disebut overlay. Secara sederhana, hal ini dapat disebut operasi
visual, tetapi operasi ini secara analisa membutuhkan lebih dari satu
layer untuk dijoin secara fisik. Sebagai contoh overlay atau spasial join
yaitu integrasi antara data tanah, lereng dan vegetasi, atau kepemilikan
lahan dengan nilai taksiran pajak bumi.

f. Visualisasi
Untuk beberapa tipe operasi geografi, hasil akhir terbaik diwujudkan dalam peta
atau grafik. Peta sangatlah efektif untuk menyimpan dan memberikan informasi
geografis.

4.1 PENDEKATAN.......................................................................................................................3
4.1.1 Penedekatan Perencanaan.......................................................................................................4
4.1.2 Pendekatan Pelaksanaan..........................................................................................................5
4.2 METODOLOGI.....................................................................................................................11
4.2.1 Persipan Pelaksanaan Pekerjaan............................................................................................11
4.1.3 Tahap Pengumpulan Data.......................................................................................................14

Hal |4 - 53
4.1.4 Tahap Analisis.........................................................................................................................17
4.1.5 Konsep Dasar Perencanaan dan Rencana...............................................................................19
4.3 KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RP3KP.........................................................................22
4.4 ALAT ANALISIS....................................................................................................................35
4.4.1 Analisis Kebijakan Pembangunan...........................................................................................35
4.4.2 Analisis Regional.....................................................................................................................35
4.4.3 Model Analisis Migrasi Penduduk...........................................................................................35
4.4.4 Analisis Internal......................................................................................................................36

Tabel 4.1 Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
24
Tabel 4.2 Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh................................................32
Tabel 4.3 Proses Perhitungan Kebutuhan Air Bersih...................................................................42
Tabel 4.4 Proses Perhitungan Timbunan Air Kotor / Limbah.......................................................43
Tabel 4.5 Proses Perhitungan Timbulan Sampah & Kebutuhan Alat Pengangkutan....................44
Tabel 4.6 Proses Perhitungan Kebutuhan Listrik.........................................................................45
Tabel 4.7 Proses Perhitungan Kebutuhan Telepon......................................................................45
Tabel 4.8 Standar Kebutuhan Fasilitas Sosial Dan Ekonomi........................................................46
Tabel 4.9 Matrik Swot.................................................................................................................50

Gambar 4.1 Keterlibatan Pelaku Pembangunan Dalam Penyusunan Rencana..............................7


Gambar 4.2 Metodologi Penyusunan RP3KP Kabupaten Dharmasray........................................13
Gambar 4.3 Norma Sosial, Aturan dan Organisasi untuk Mengkoordinasikan Perilaku
Masyarakat 48

Hal |4 - 54

Anda mungkin juga menyukai