BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
KAJIAN AKADEMIK
BAB 3
MATERI DAN RUANG LINGKUP
a. Kejelasan Tujuan
Yang dimaksud dengan kejelasan tujuan adalah bahwa setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan wajib memiliki
tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Disamping itu pada
hakekatnya suatu peraturan dimakudkan untuk mengatur dan
oleh karenanya penting diperhatikan mengenai aspek-aspek yang
menjadi wilayah pengaturan baik dari aspek pelaksana
pengaturan, pihak yang diatur, jenis dan sifat perbuatan yang
akan ditertibkan, pengawasan dan pendanaan, serta sanksi baik
sanksi pidana maupun administrative.
Asas kejelasan tujuan ini juga menuntut adanya upaya antisipatif
dari pembentuk peraturan perundang-undangan terhadap adanya
perbuatan, keadaan atau perisitwa yang tidak diinginkan yang
berpotensi timbul dikemudian hari. Selain itu juga berfungsi
membentuk suatu masyarakat agar sesuai dengan tujuan yang
diinginkan pembentuk peraturan perundang-undangan sehingga
peraturan semacam ini akan bertahan dalam waktu yang lama.
Peraturan tidak seharusnya bersifat reaktif sebab selain
34
pokok atau prinsip dan akan menduduki hieraki yang lebih tinggi
daripada peraturan yang dipayunginya. Jenis peraturan dengan
materi muatan tertentu akan mengatur hal-hal yang dibatasi oleh
daerah, Waktu, Masyarakat.
Masing-masing jenis peraturan memiliki fungsinya sendiri-sendiri,
seperti undang-undang yang fungsinya antara lain mengatur lebih
lanjut mengatur hal-hal yang tegas-tegas diminta oleh ketentuan
UUD. juga yang tidak secara tegas diminta namun mengatur
lebih lanjut hukum dasar tersebut. Suatu jenis peraturan dapat
memuat meteri yang sifatnya terbatas dan berlaku hanya untuk
segolongan masyarakat tertentu saja, misalnya peraturan berjenis
undang-undang kepegawaian hanya berlaku pada komunitas bagi
pegawai saja, tidak bagi tenaga kerja keseluruhan. Demikian juga
misalnya dengan jenis peraturan berupa surat edaran yang hanya
mengikat kedalam institusi pembuatnya tanpa ada kewenangan
mengatur pihak-pihak diluar institusi yang bersangkutan.
d. Dapat Dilaksanakan
Yang dimaksud dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan harus
memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan
tersebut didalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis,
maupun sosiologis. Tidak diharapkan sama sekali adanya
peraturan perundang-undangan yang setelah diberlakukan tidak
dapat dilaksanakan. Hal ini dapat terjadi karena pembuat
peraturan perundang-undangan tersebut hanya duduk
dibelakang meja dan tidak mencermati masalah yang
sebenarnya terjadi dimasyarakat dan apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Faktor lain adalah tidak adanya pihak yang
melaksanakan dan mengawasi berlakunya peraturan, tidak
adanya sosialisasi atau pun dana untuk membiayainya.
36
f. Kejelasan Rumusan
Yang dimaksud dengan Kejelasan Rumusan adalah bahwa
setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan,
sistematika, dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya. Interprestasi yang beragam timbul dari
pemahaman atas peraturan yang sama sedapat mungkin
dihindari karena akan berakibat kekacauan sehingga tujuan
dibuatnya peraturan tersebut tidak akan tercapai sehingga
dibutuhkan rumusan yang tidak ambigu dan sedapat mungkin
monointerpretasi.
Kejelasan rumusan juga menuntut adanya kejelasan norma
hukum baik berupa kewajiban. larangan, ijin dan dispensasi.
Rumusan yang terlalu sempit akan sangat kaku dan biasanya
tidak akan bertahan lama, sedangkan rumusan yang terlalu umum
akan menimbulkan bias dalam pelaksanaannya meskipun akan
bertahap relative lebih lama.
g. Keterbukaan
Yang dimaksud keterbukaan adalah bahwa dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari
perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembentukan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan
perundang-undangan.
Hal ini akan mempermudah pemahaman masyarakat terhadap
suatu peraturan meskipun sosialisasi peraturan belum dilakukan
dan akan memperkecil potensi penolakan masyarakat terhadap
keberlakuan suatu peraturan. Penting bahwa peraturan yang
38
c. Kebangsaan
Yang dimaksud dengan Kebangsaan adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang puralistik
(kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara kesatuan
Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan setiap bangsa tidak dapat
disamakan. Sesuatu yang dianggap baik oleh suatu bangsa
belum tentu demikian oleh bangsa yang lain. Kedaulatan suatu
bangsa juga tercermin dalam suatu peraturan yang dibuatnya dan
karenanya intervensi bangsa asing yang memasukkan
kepentingannya dalam materi muatan peraturan bangsa lain
merupakan bentuk lain dari penjajahan.
d. Kekeluargaan
Yang dimaksud Kekeluargaan adalah bahwa setiap materi
muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan
keputusan. Sedapat mungkin dihindari proses penangambilan
keputusan berdasarkan kuantitas suara (voting) karena hal itu
akan memperuncing dan memperlebar jumlah perbedaan yang
telah ada. Tidak tampak didalam proses voting suatu bentuk
penghargaan terhadap harkat dan martabat pihak lain namun
hanyalah dominasi berdasarkan prinsip siapa yang mayoritas
dialah yang menang sehingga terkesan mirip hukum rimba.
Padahal keputusan pihak mayoritas belum tentu benar bila
dibandingkan dengan keputusan pihak minoritas. Selain itu asas
kekeluargaan merupakan nilai-nilai luhur bangsa yang nyata-
nyata sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia. Dalam
suatu perkara di dunia peradilan pun hakim akan lebih dulu
mengutamakan dan mengupayakan proses perdamaian
berdasarkan kekeluargaan.
40
e. Kenusantaraan
Yang dimaksud dengan Kenusantaraan adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan harus senantiasa
memperhatikan kapentingan seluruh wilayah Indonesia dan
materi muatan perundang-undangan yang dibuat di daerah
merupakan bagian dari system hukum Nasional yang
berdasarkan Pancasila. Nilai-nilai pancasila terwujud dalam UUD
1945 sebagai konstitusi dasar Republik Indonesia sehingga setiap
hukum yang diterbitkan dan berlaku dalam suatu daerah tidak
boleh bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak boleh merugikan
kepentingan daerah lain dalam lingkungan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
f. Bhineka Tunggal Ika
Yang dimaksud dengan Bhineka Tunggal Ika adalah bahwa
setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan
golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang
menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan
Yang dimaksud keadilan adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi setiap warga Negara tanpa kecuali.
Rasa keadilan bagi masyarakat lebih diutamakan daripada
kepastian hukum itu sendiri.
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Yang dimaksud dengan Kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat
membedakan berdasarkan latar belakang antara lain : agama,
suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
41
BAB 4
PENUTUP
1. Simpulan
Penyusunan Materi Peraturan daerah, sebagaimana dalam Raperda
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota
Mojokerto Tahun 2005-2025 ini memang sangat strategis dan penting
bagi keberlangsungan pembangunan di Kota Mojokerto. Proses
penyusunan yang partisipatif, memilki keuntungan dalam hal dukungan
legitimasi masyarakat, sehingga produk-produk hukum akan lebih
ditaati dan dipatuhi dalam jangka panjangnya.
.
2. Saran
Agar pelaksanaan penyusunan Peraturan Daerah tentang unan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto Tahun 2005-2025 ini
dapat dilaksanakan secara baik, maka diperlukan mekanisme dan
prosedur yang transparan serta dukungan pembiayaan yang cukup.
Untuk itu harus dilakukan berdasarkan jadwal yang jelas dengan
kegiatan yang rinci untuk setiap tahapannya.
43
REFERENSI PUSTAKA
Bryant, Carolie & White, L.G. 1982. Managing Development in The Third
World, Westview Press. Boulder, Colorado.
Bhatnagar, Deepti & Ankita Dewan and Magui Moreno Torres & Prameeta
Kanungo. 2000. Water Supply and Sanitation for Low Income
Communities : Indonesia, The World Bank. 1-9.