Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

POLITIK DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH


OTONOMI DAERAH DAN OTONOMI KHUSUS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada hakekatnya desentralisasi adalah otonomisasi suatu
masyarakat yang berada dalam teritoir tertentu. Sebagai pancaran
paham kedaulatan rakyat, tentu otonomi diberikan oleh Pemerintah
kepada masyarakat dan sama sekali bukan kepada daerah ataupun
Pemerintah Daerah. Ketegasan pernyataan otonomi milik masyarakat
dan masyarakat sebagai subjek dan bukan objek otonomi perlu
dicanangkan dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Perwujudan desentralisasi adalah otonomi daerah dan daerah
otonom. Secara yuridis, dalam konsep daerah otonom dan otonomi
daerah mengandung elemen wewenang mengatur dan mengurus.
Wewenang mengatur dan mengurus merupakan substansi otonomi
daerah. Aspek spasial dan masyarakat yang memiliki dan terliput
dalam otonomi daerah telah jelas sejak pembentukan daerah
otonom. Yang perlu kejelasan lebih lanjut adalah materi wewenang
yang tercakup dalam otonomi daerah. Oleh karena itu, di samping
pembentukan daerah otonom tercakup dalam konsep desentralisasi
adalah penyerahan materi wewenang urusan pemerintahan.Dengan
penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah
otonom berarti terjadi distribusi urusan pemerintahan yang secara
implisit distribusi wewenang antara Pemerintah dan daerah otonom.
Secara teoritis-empiris, urusan pemerintahan yang menjadi
kompetensi daerah otonom dimanifestasikan dalam pelayanan publik
bagi masyarakat setempat dalam semangat kesejahteraan (welfare
state) sesuai arahan dan amanat UUD 1945. Suara dan pilihan
masyarakat setempat akan dijadikan orientasi daerah otonom.
Otonomi berasal dari kata Yunani yaitu outos dan nomos, outos
berarti “sendiri” dan nomos berarti “perintah”. Sehingga otonomi
bermakna “memerintah sendiri”, yang dalam wacana administrasi
publik otonomi sering disebut sebagai local self government. Otonomi
merupakan manifestasi dari proses pemberdayaan rakyat dalam
kerangka demokrasi dimana daerah kabupaten/kota yang merupakan
unit pemerintahan terdekat dengan rakyat diberikan keleluasaan
untuk berekspresi. Pemberian otonomi yang luas kepada daerah juga
untuk memperlancar, mengembangkan dan memacu pembangunan
di daerah, memperluas peran serta masyarakat serta lebih
meningkatkan pemerataan pembangunan dengan mengembangkan
dan memanfaatkan potensi daerah. Sehingga kesenjangan antar
daerah dapat dikurangi karena masing-masing daerah akan membuka
wawasan untuk membangun dan bekerja sama dengan pihak lain,
baik swasta maupun luar negeri.
Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan
berbagai daerah terhadap berbagai kewenangan yang selama 20
tahun pemerintahan Orde Baru (OB) menjalankan mesin
sentralistiknya. UU No. 5 tahun 1974 tentang pemerintahan daerah
yang kemudian disusul dengan UU No. 5 tahun 1979 tentang
pemerintahan desa menjadi tiang utama tegaknya sentralisasi
kekuasaan OB. Otonomi daerah muncul sebagai bentuk veta comply
terhadap sentralisasi yang sangat kuat di masa orde baru. Berpuluh
tahun sentralisasi pada era orde baru tidak membawa perubahan
dalam pengembangan kreativitas daerah, baik pemerintah maupun
masyarakat daerah.
Ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat
sangat tinggi sehingga sama sekali tidak ada kemandirian
perencanaan pemerintah daerah saat itu. Selanjutnya, Pembentukan
daerah merupakan pemberian status pada wilayah tertentu sebagai
daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Sedangkan pemekaran daerah
merupakan pemecahan daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota
menjadi lebih dari satu daerah. Sesuai Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan suatu
daerah otonom baru dimungkinkan dengan memekarkan daerah
setelah memenuhi syarat-syarat kemampuan ekonomi, potensi
daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah,
dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya
otonomi daerah. Dengan demikian, luas daerah adalah salah satu
syarat pembentukan dan pemekaran daerah.
Dalam pelaksanaannya, Otonomi daerah merupakan hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan
Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan
diberikan kepada daerah khusus, untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat. Adapun daerah-
daerah yang diberikan otonomi khusus ini adalah :
1. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Provinsi Aceh.
3. Provinsi Papua
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Perbandingan antara UU no.5 tahun 1974,UU no.22 tahun
1999,dan UU no.32 tahun 2004 ?
2. Apa yang dimaksud Desentralisasi ?
3. Apa yang dimaksud Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus ?
4. Apa perbedaan Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERBEDAAN UU 5 TH 1974,22 TH 1999,32 TH 2004 DAN 23 TH2014


A. UU No. 5 Tahun 1974
Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas
administrasi, UU No.5 tahun 1974 yang mengatur tentang pokok-pokok
Pemerintahan Daerah dibentuk. UU ini telah meletakkan dasar-dasar
sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip, yaitu:
a.Desentralisasi, yaitu penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah
atau daerah tingkat atasnya kepada daerah
b.Dekonsentrasi, yaitu, pelimpahan wewenang dari pemerintah atau
kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada
pejabat-pejabat di daerah
c. Tugas perbantuan (medebewind), yaitu pengkoordinasian prinsip
desentralisasi dan dekonsentrasi oleh kepala daerah, yang memiliki fungsi
ganda sebagai penguasa tunggal di daerah dan wakil pemerintah pusat di
daerah.
Akibat dari prinsip-prinsip tersebut, maka dikenal dengan adanya daerah
otonom dan wilayah administratif.
Meskipun harus diakui bahwa UU No.5/1974 adalah suatu komitmen
politik, namun dalam praktek yang terjadi adalah sentralisasi yang
dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan
Indonesia. Salah satu fenomena yang paling menonjol dari hubungan
antara sistem Pemda dengan pembangunan adalah ketergantungan
Pemda yang tinggi terhadap pemerintah pusat.
Ada beberapa karakteristik yang sangat menonjol dari prinsip
penyelenggaraan Pemda menurut UU ini:
Wilayah negara dibagi ke dalam Daerah besar dan kecil yang
bersifat otonom atau administratif saja. Sekalipun tidak ada perbedaan
yang tegas di antara keduanya, tetapi kenyataannya sebuah wilayah
pemerintahan mempunyai dua kedudukan sekaligus, yaitu sebagai
Daerah Otonom yang berpemerintahan sendiri dan sebagai Wilayah
Administratif yang merupakan representasi dari kepentingan Pemerintah
Pusat yang ada di Daerah.
Pemda diselenggarakan secara bertingkat, yaitu Dati I, Dati II
sebagai Daerah Otonom, dan kenudian Wilayah Administatif berupa
Propinsi, Kabupaten/Kotamadya, dan Kecamatan.
DPRD baik Tingkat I maupun II dan Kotamadya merupakan bagian
dari Pemda. Prisip ini baru pertama kali dalam sejarah perjalanan Pemda
di Indonesia karena pada umumnya DPRD terpisah dari Pemda.
Peranan Mendagri dalam penyelenggaraan Pemda dapat dikatakan
bersifat sangat eksesif atau berlebihan yang diwujudkan dengan
melakukan pembinaan langsung terhadap Daerah.
UU ini memberikan tempat yang sangat terhormat dan sangat
kuat kepada Kepala Wilayah ketimbang kepada Kepala Daerah.
Keuangan Daerah, sebagaimana umumnya dengan UU terdahulu, diatur
secara umum saja. `UU No.5/1974 meninggalkan prinsip “otonomi yang
riil dan seluas-luasnya” dan diganti dengan prinsip ”otonomi yang nyata
dan bertanggung jawab ”

B. UU No. 22 Tahun 1999


UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ditetapkan
pada 7 Mei 1999 dan berlaku efektif sejak tahun 2000. Undang-undang ini
dibuat untuk memenuhi tuntutan reformasi, yaitu mewujudkan suatu
Indonesia baru, Indonesia yang lebih demokratis, lebih adil, dan lebih
sejahtera.
UU No.22 tahun 1999 membawa perubahan yang sangat
fundamental mengenai mekanisme hubungan antara Pemerintah Daerah
dengan Pemerintah Pusat. Perubahan yang jelas adalah mengenai
pengawasan terhadap Daerah. Pada masa lampau , semua Perda dan
keputusan kepala daerah harus disahkan oleh pemerintah yang lebih
tingkatannya, seperti Mendagri untuk pembuatan Perda Provinsi/ Daerah
Tingkat I, Gubernur Kepala Daerah mengesahkan Perda Kabupaten/
Daerah Tingkat II.
Dengan berlakunya UU No.22 tahun 1999, Daerah hanya
diwajibkan melaporkan saja kepada pemerintah di Jakarta. Namun,
pemerintah dapat membatalkan semua Perda yang bertentangan dengan
kepentingan umum atau dengna peraturan puerundangan yang lebih
tinggi tingkatannya atau peraturan perundangan yang lain. (Pasal 114
ayat 1).
Ada beberapa ciri khas yang menonjol dari UU ini:
1. Demokrasi dan Demikratisasi, diperlihatkan dalam dua hal,
yaitu mengenai rekrutmen pejabat Pemda dan yang menyangkut proses
legislasi di daerah.
2. Mendekatkan pemerintah dengan rakyat, titik berat otonomi
daerah diletakkan kepada Daerah Kabupaten dan Kota, bukan kepada
Daerah Propinsi.
3. Sistem otonomi luas dan nyata, Pemda berwenang melakukan
apa saja yang menyangkut penyelenggaraan pemerintah, kecuali 5 hal
yaitu yang berhubungan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan politik luar
negeri, pertahanan dan keamanan negara, moneter, sistem peradilan,
dan agama.
4. Tidak menggunakan sistem otonomi bertingkat, Daerah-daerah
pada tingkat yang lebih rendah menyelenggarakan urusan yang bersifat
residual, yaitu yang tidak diselenggarakan oleh Pemda yang lebih tinggi
tingkatannya.
5. No mandate without founding, penyelenggaraan tugas
pemerintah di Daerh harus dibiayai dari dana Anggaran Belanja dan
Pendapatan Negara.
6.Penguatan rakyat melalui DPRD, penguatan tersebut baik dalam
proses rekrutmen politik lokal, ataupun dalam pembuatan kebijakan
publik di Daerah.

C. UU No. 32 Tahun 2004


Dengan diundangkannya UU No.32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, pada tanggal 15 Oktober 2004, UU No.22 tahun 1999
dinyatakan tidak berlaku lagi. Sebenarnya antara kedua undang-undang
tersebut tidak ada perbedaan prinsipal karena keduanya sama-sama
menganut asas desentralisasi. Pemerintah Daerah berhak mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonnomi dan
tugas pembantuan. Otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.
UU No.32 tahun 2004 mengatur hal-hal tentang; pembentukan
daerah dan kawasan khusus, pembagian urusan pemerintahan,
penyelenggaraan pemerintahan, kepegawaian daerah, perda dan
peraturan kepala daerah, perencanaan pembangunan daerah, keuangan
daerah, kerja sama dan penyelesaian perselisihan, kawasan perkotaan,
desa, pembinaan dan pengawasan, pertimbangan dalamkebijakan
otonomi daerah.
Menurut UU No.32 tahun 2004 ini, negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus dan
istimewa. Sehubungan dengan daerah yang bersifat khusus dan istimewa
ini, kita mengenal adanya beberapa bentuk pemerintahan yang lain,
seperti DKI Jakarta, DI Aceh, DI Yogyakarta, dan provinsi-provinsi di
Papua.
Bagi daerah-daerah ini secara prinsip tetap diberlakukan sama
dengan daerah-daerah lain. Hanya saja dengan pertimbangan tertentu,
kepada daerah-daerah tersebut, dapat diberikan wewenang khusus yang
diatur dengan undang-undang. Jadi, bagi daerah yang bersifat khusus
dan istimewa, secara umum berlaku UU No.32 tahun 2004 dan dapat juga
diatur dengan UU tersendiri.
Ada perubahan yang cukup signifikan untuk mewujudkan
kedudukan sebagai mitra sejajar antara kepala derah dan DPRD yaitu
kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dan
DPRD hanya berwenang meminta laporan keterangan pertanggung
jawaban dari kepala daerah.
Di daerah perkotaan, bentuk pemerintahan terendah disebut
“kelurahan”. Desa yang ada di Kabupaten/Kota secara bertahap dapat
diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan
prakarsa pemerintah desa, bersama Badan Permusyawaratan Desa yang
ditetapkan dengan perda. Desa menjadi kelurahan tidak seketika berubah
dengan adanya pembentukan kota, begitu pula desa yang berada di
perkotaan dalam pemerintahan kabupaten.
UU No.32/2004 mengakui otonomi yang dimiliki desa ataupun
dengan sebutan lain. Otonomi desa dijalankan bersama-sama oleh
pemerintah desa dan badan pernusyawaratan desa sebagai perwujudan
demokrasi.
Istilah UU No.5/1974 UU No.22/1999 UU No.32/2004
Pemerintah Perangkat NKRI yang Perangkat NKRI yang Presiden Republik
Pusat terdiri dari presiden terdiri dari presiden Indonesia yang
beserta pembantu- beserta para menteri memegang
pembantunya menurut asas kekuasaan
desentralisasi pemerintahan
negara Republik
Indonesia
sebagaimana
dimaksud dalam
UUD 1945
Desentralisasi Penyerahan urusan Penyerahan wewenang Penyerahan
pemerintahan dari pemerintahan oleh wewenang
pemerintah atau daerah pemerintah kepada daerah pemerintahan oleh
tingkat atasnya kepada otonom dalam kerangka pemerintah
daerah menjadi urusan NKRI kepada daerah
rumah tangganya otonom untuk
mengatur dan
mengurus urusan
pemerintahan
dalam sistem
NKRI
Dekonsentrasi Pelimpahan wewenang Pelimpahan wewenang Pelimpahan
dari pemerintah atau dari pemerintah pusat wewenang
kepala wilayah atau kepala kepada gubernur sebagai pemerintahan oleh
instansi vertikal tingkat wakil pemerintah dan/atau pemerintah
atasnya kepada pejabat- perangkat pusat di daerah kepada Gubernur
pejabat daerah sebagai wakil
pemerintah
dan/atau kepada
instansi vertikal
wilayah tertentu
Tugas Tugas untuk turut serta Penugasan dari Penugasan dari
pembantuan dalam melakukan urusan pemerintah kepada daerah pemerintah
pemerintahan yang dan desa, dari daerah ke kepada daerah
ditugaskan kepada desa untuk melaksanakan dan/atau desa dari
pemerintah daerah oleh tugas tertentu yang disertai pemerintah
pemerintah atau Pemda pembiayaan, sarana, dan provinsi kepada
tingkat atasnya dengan prasarana serta SDM kabupatean/kota
kewajiban dengan kewajiban dan/atau desa
mempertanggungjawabkan melaporkan serta dari
kepda yang menugaskan pelaksanaannya dan pemerintah
mempertanggungjawabkan kabupatean/kota
kepada yang menugaskan kepada desa
untuk
melaksanakan
tugas tertentu
Otonomi Hak, wewenag, dan Kewenangan daerah Hak, wewenang,
daerah kewajiban untuk mengatur otonom untuk mengatur dan kewajiban
dan mengururs rumah dan mengurus daerah otonom
tangganya sendiri dengan kepentingan masyarakat untuk mengatur
peraturan perundang- setempat menurut dan mengurus
undangan yang berlaku prakarsa sendiri berdasar sendiri urusan
aspirasi masyarakat sesuai pemerintahan dan
dengan peraturan kepentingan
perundang-undangan masyarakat
setempat sesuai
dengan peraturan
perundang-
undangan
Daerah Keaatuan masyarakat Keaatuan masyarakat Keaatuan
otonom hukum yang mempunyai hukum yang mempunyai masyarakat
batas wilayah tertentu batas wilayah tertentu, hukum yang
yang berwenang mengatur dan mempunyai batas
berhak, berwenang, dan mengurus kepentingan wilayah yang
berkewajiban mengatur masyarakat setempat berwenang
serta mengurus rumah menurut prakarsa sendiri mengatur dan
tangganya sendiri dalam berdasarkan aspirasi mengurus urusan
ikatan NKRI, sesuai masyarakat dalam NKRI pemerintaha
dengan perundang- dan kepentingan
undangan yang berlaku masyarakat
setempat menurut
prakarsa sendiri
berdasarkan
aspirasi
masyarakat dalam
NKRI
Wilayah Lingkungan kerja Wilayah kerja Gubernur
admininstrasi perangkat pemerintah selaku wakil pemerintah
yang menyelenggarakan
pelaksanaan tugas
pemerintahan umum di
daerah. Wilayah kerja
Gubernur selaku wakil
pemerintah
Kelurahan Suatu wilayah yang Wilayah kerja lurah
ditempati oleh sejmlah sebagai perangkat daerah
penduduk yang kabupaten dan/atau
mempunyai organisasi daerah kota di bawah
pemerintahan terendah kecamatan
langsung dibawah camat,
yang tidak berhak
menyelenggarakan rumah
tangga sendiri.
Pemerintah Kepala daerah dan dewan Kepala daerah beserta Gubernur, Bupati,
daerah perwakilan rakyat daerah perangkat daerah otonom atau Walikota, dan
yang lain sebagai badan perangkat daerah
eksekutif daerah sebagai unsur
penyelenggara
Pemda
Pemerintahan Penyelenggaraan Pemda Penyelenggaraan
daerah otonom oleh Pemda dan urusan
DPRD dan/ atau daerah pemerintahan oleh
kota di bawah kecamatan pemerintah
daerah dan DPRD
menurut asas
otonomi dan tugas
pembantuan
dengan prinsip
otonomi dan tugas
pembantuan
dengan prinsip
otonomi seluas-
luasnya dalam
sistem prinsip
NKRI
Desa Suatu wilayah yang Kesatuan wilayah Kesatuan
ditempati oleh sejumlah masyarakat hukum yang masyarakat
penduduk sebagai memiliki kewenangan hukum yang
kesatuan masyarakat untuk mengatur menurut memiliki batas-
asas desentralisasi batas wilayah
yang berwenang
untuk mengatur
dan mengurus
kepentingan
masyarakat
setempat,
berdasarkan asal-
usul dan adat
istiadat setempat
yang diakui dan
dihormati dalam
sistem
Pemerintahan
Negara Kesatuan
Republik
Indonesia.

Sedangkan perbandingan antara UU no.32 Th 2004 dengan UU no.32


Th 2014 adalah :
UU No. 32 tahun 2004 :
1. Masih terdapat pasal yang mengatur tentang penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah.

2. Pembagian urusan pemerintahan : urusan pemerintah pusat dan


urusan pemerintah daerah (wajib dan pilihan)

3. Hubungan kepala daerah dengan DPRD (terkait penyusunan


Renstra Pemda)

•UU No. 23 tahun 2014

1. UU tentang Pilkada dipisah dengan UU pemda (UU no 22 tahun


2014) adapun alasan utamanya agar UU baik tentang pemda
maupun Pilkada dapat berjalan maksimal sesuai dengan isu
sentralnya masing-masing.
2. Pembagian urusan pemerintahan (Bab IV pasal 9) : Urusan
Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan
pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.

3. Hubungan kepala daerah dengan DPRD (terkait penyusunan


RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD
untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan
RKPD)

2.2 APA YANG DIMAKSUD DESENTRALISASI


Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian
yang berarti penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri
berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka
negara kesatuan Republik Indonesia . Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali
dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya
desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma
pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung
jawab,kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah.Menurut UU Nomor 5 Tahun
1974, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat
kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan
Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang
efisien.
Tujuan dari desentralisasi adalah :
Ø mencegah pemusatan keuangan
Ø sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk
mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pemerintahan.
Ø Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi
pada tingkat local sehingga dapat lebih realistis.

2.3 Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus


Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Secara bahasa, otonom adalah berdiri sendiri atau dengan
pemerintahan sendiri. Sedangkan daerah adalah suatu wilayah atau
lingkungan pemerintah. Dengan demikian pengertian secara istilah
otonomi daerah adalah wewenang/kekuasaan pada suatu
wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan
wilayah/daerah masyarakat itu sendiri. Pengertian yang lebih luas lagi
adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang
mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah
masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan
perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan
ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah
lingkungannya.
Pengertian lain tentang otonomi daerah yaitu adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang meliputi kemampuan si pelaksana, kemampuan dalam
keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam
berorganisasi. selain berlandaskan pada acuan hukum, pelaksanaan
otonomi daerah juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang
harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan
yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam
mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang
ada di daerah masing-masing.
Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu,
seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter,
fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan
pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip
demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.

Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan


yang kuat, yaitu sebagai berikut :

1.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan


Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber
Daya Nasional yg Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat
dan Daerah dalam Kerangka NKRI.

3.Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi


Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

4. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

5. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara


Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pengertian Otonomi Khusus

Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan


diberikan kepada daerah khusus, untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat. Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang. Yang dimaksud satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah daerah yang
diberikan otonomi khusus.

Daerah-daerah yang diberikan otonomi khusus ini adalah :


a. Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta.
b. Daerah Istimewa Yogyakarta
c. Provinsi Aceh.
d. Provinsi Papua dan Papua Barat.

a. Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta


Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang
bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Selain itu, negara mengakui dan menghormati hak-hak khusus dan
istimewa sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Provinsi DKI Jakarta)
sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam
kedudukannya sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran
yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh
karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan
tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Untuk itulah Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia (LN 2007 No. 93; TLN 4744). UU ini mengatur
kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara. Aturan
sebagai daerah otonom tingkat provinsi dan lain sebagainya tetap
terikat pada peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan
daerah.
Beberapa hal yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI
Jakarta antara lain:
1. Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibu kota
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi
sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
3. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibu kota Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas,
hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan
perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga
internasional.
4. Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi
dan kabupaten administrasi.
5. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling
banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari jumlah
maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
6. Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang
menyangkut kepentingan Ibu kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk
mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan.
7. Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI
Jakarta sebagai Ibu kota Negara ditetapkan bersama antara
Pemerintah dan DPR dalam APBN berdasarkan usulan Pemprov
DKI Jakarta.

b. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta


Pemberian otonomi khusus kepada Daerah Yogyakarta sebagai
Daerah Istimewa Yogyakarta di karenakan dedikasi masyrakat dan
raja yogyakarta yang turut memperjuangkan kemerdekaan negara
indonesia dari penjajah pada masa klonial belanda dan
sebagainya. Pemberian gelar istimewa kepada daerah Yogjakarta
di berikan oleh presiden pertama indonesia yaitu Ir. Suekarno
kepada raja yogyakarta karena telah membantu kemerdekaan
indonesia dan karena yogyakarta masuk dalam negara kesatuan
republik indonesia. Jadi alasan inilah Yogyakarta di berikan
otonomi Khusus
c. Provinsi Aceh
Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan
masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan
khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
dipimpin oleh seorang Gubernur.
Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah
Aceh terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633).
Undang-Undang Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota
Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara
Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada
tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi
secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta
politik di Aceh secara berkelanjutan. Hal-hal mendasar yang
menjadi isi Undang-Undang Pemerintahan Aceh ini antara lain:
1. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi
dalam sistem NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
2. Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh
berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh ini merupakan
subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional.
3. Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota
yang banyak diamanatkan dalam Undang-undang Pemerintahan
Aceh merupakan wujud konkret bagi terselenggaranya kewajiban
konstitusional dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut.
4. Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah
tercermin melalui pemberian kewenangan untuk pemanfaatan
sumber pendanaan yang ada.
5. Implementasi formal penegakan syari’at Islam dengan asas
personalitas ke-Islaman terhadap setiap orang yang berada di
Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan, kedudukan, dan
status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Provinsi
Aceh.

d. Provinsi Papua dan Papua Barat


Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi
Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi Khusus sendiri adalah kewenangan khusus yang diakui
dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk provinsi-provinsi
hasil pemekaran dari Provinsi Papua, untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat
Papua. Otonomi ini diberikan oleh Negara Republik Indonesia
melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (LN 2001 No. 135
TLN No 4151). Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang-undang
ini adalah:
1. Pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan
Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan kewenangan tersebut
di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan.
2. Pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli
Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar.
3. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik
yang berciri:
Ø Partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan
pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui
keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan.
Ø Pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya
untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada
khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan
berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan,
pembangunan berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat
langsung bagi masyarakat; dan
Ø Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan yang transparan dan bertanggungjawab kepada
masyarakat.

2.4 perbedaan Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus


Perbedaan antara Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus dapat
dilihat dari dua segi, yaitu :
1.Dari segi berlakunya otonomi,
Secara umum otonomi daerah dalam penerapannya berlaku
pada semua daerah disuatu negara, sedangkan otonomi khusus
kewenangannya tidak semua daerah yang memperolehnya melainkan
karena adanya faktor-faktor tertentu yang menyebabkan daerah
tersebut memperoleh otonomi khusus.

2.Dari segi dasar hukum,


Otonomi daerah dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, diatur apa saja kewenangan, hak dan
kewajiban daerah. Sedangkan otonomi khusus dilaksanakan
berdasarkan Undang-undang otonomi khusus yang sesuai dengan
daerah tersebut.
BAB III
PENUTUP
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga sekarang system
pemerintahan daerah yang berlaku di Negara RI mengalami beberapa
kali perubahan karena Undang-Undang yang mengaturnya itu
berbeda-beda dan bersumber pada Undang-Undang Dasar tidak
menganut azas yang sama. Selain itu juga system pemerintahan
daerah sebelum proklamasi kemerdekaan sudah dikenal orang pada
zaman penjajahan Hindia-Belanda dan Jepang.
Arti penting Otonomi Daerah-Desentralisasi:
1. Untuk terciptanya efisiensi-efektifitas penyelenggraan pemerintahan;
2. Sebagai sarana pendidikan politik;
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan;
- Stabilitas politik;
- Kesetaraan politik
- Akuntabilitas publik.

Perbedaan antara Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus dapat


dilihat dari dua segi, yaitu :
1.Dari segi berlakunya otonomi,
Secara umum otonomi daerah dalam penerapannya berlaku pada
semua daerah disuatu negara, sedangkan otonomi khusus
kewenangannya tidak semua daerah yang memperolehnya melainkan
karena adanya faktor-faktor tertentu yang menyebabkan daerah
tersebut memperoleh otonomi khusus.
2. Dari segi dasar hukum,
Otonomi daerah dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, diatur apa saja kewenangan, hak dan
kewajiban daerah. Sedangkan otonomi khusus dilaksanakan
berdasarkan Undang-undang otonomi khusus yang sesuai dengan
daerah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

 http://jamalftikom.blogspot.co.id/
 http://zamrilzd.blogspot.co.id/
 http://arisnada.blogspot.co.id

Anda mungkin juga menyukai