Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah akan sangat bergantung pada kesiapan Pemerintah
Daerah dalam menata sistem pemerintahannya agar tercipta pembangunan yang efektif, efesien,
transparansi, dan akuntabel serta mendapat partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahannya.
Sesuai dengan amanat Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa
dalam penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk menekankan pada prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik (Good Governance) dan pemerintahan yang bersih (Clean Governance)
dalam mewujudkan pembangunan daerah yang desentralistik dan demokratis.
Maka dalam penyelenggaraan pembangunan desa diperlukan pengorganisasian yang mampu
menggerakkan masyarakat untuk mampu berpatisipasi dalam melaksanakan pembangunan desa
serta melaksanakan administrasi pembangunan desa. Dengan demikian diharapkan pembangunan
dan pelaksanaan administrasi desa akan berjalan lebih rasional, tidak hanya didasarkan pada
tuntutan emosional yang sukar dipertanggungjawabkan kebenarannya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian desa?
2. Seperti apa sistem pemerintahan desa?
3. Bagaimana membangun desa yang baik dan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku?
4. Bagaimana tata cara memilih kepala desa di desa?

1.3Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk dapat menguraikan dan menjelaskan:

1. Untuk mengetahui apa itu desa


2. Dan bagaimana system pemerintahannya
3. Mengetahui alur dari tata cara pemilihan kepala desa ;serta
4. Bagaimana cara membangun desa yang baik dan sesuai dengan undang-undang

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sistem Pemerintahan Desa


2.1.1. Pengertian Desa
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memerhatikan asal usul desa dan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau
bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau
pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya
menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa pemerintah desa bersama BPD dengan memerhatikan
saran dan pendapat masyarakat setempat.
Desa yang berubah menjadi kelurahan, lurah dan perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil dan
kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk
kepentingan masyarakat setempat. Dalam wilayah desa dapat dibagi atas dusun yang merupakan
bagian wilayah kerja pemerintahan desa dan ditetapkan dengan peraturan desa.
Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah
kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Pemerintahan desa
terdiri atas pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Pemerintah desa terdiri atas
kepala desa dan perangkat desa.
Kewenangan desa menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah pada Pasal 7 di antaranya adalah urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak
asal usul desa, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten yang diserahkan
pengaturannya kepada desa dan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten serta urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangan –
undangan yang diserahkan kepada desa.
Khusus berhubungan dengan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul
desa antara lain menetapkan peraturan desa, memilih pimpinan pemerintahan desa, memiliki
kekayaan sendiri, menggali dan menetapkan sumbersumber pendapatan desa, menyelenggarakan
gotong royong, dan lainlain. Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi
kewenangan desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), bantuan

2
pemerintah, dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang
diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).
Sumber pendapatan desa antara lain:
1. Pendapatan asli desa, antara lain hasil usaha desa, hasil kekayaan desa (seperti tanah kas desa,
pasar desa, bangunan desa), hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong.
2. Bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
3. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan.
4. Hibah dan sumbangan dari pihak ke tiga yang tidak mengikat. APB Desa terdiri atas bagian
pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan. Rancangan APB Desa dibahas dalam
musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala desa bersama BPD menetapkan APB Desa
setiap tahun dengan peraturan desa
Kewenangan desa adalah:
• Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
• Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat
meningkatkan pelayanan masyarakat.
• Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
2.1.2. Pemerintahan Desa
Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang
meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Sebagaimana telah di jelaskan dalam peraturan pemerintah thn 2005 ayat 6 yang berbunyi bahwa
pemerintahan desa adalah penyelenggaran desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.
Dan selanjutnya dinyatakan dalam ayat7 yang berbunyi: Badan Permusyawaratan Desa atau
nama lain disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintah Desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah.
Pemerintah desa atau yang disebut namalain adalah kepala desa dan perangkat desa sebagai
unsur penyelenggaran pemerintahan desa (ayat 7).

3
2.1.3. Kepala Desa
Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan
/yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala Desa
adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga
memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa
setempat. Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun
2005 sbb:
• Bertakwa kepada Tuhan YME
• Setia kepada Pacasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta Pemerintah
• Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat
• Berusia paling rendah 25 tahun
• Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa
• Penduduk desa setempat
• Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling
singkat 5 tahun
• Tidak dicabut hak pilihnya
• Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan
• Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota
Kepala Desa, adalah pemimpin dari desa di Indonesia. Kepala Desa merupakan pimpinan dari
pemerintah desa. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk
satu kali masa jabatan. Kepala Desa tidak bertanggung jawab kepada Camat, namun hanya
dikoordinasikan saja oleh Camat. Jabatan Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain.
2.1.4. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat dianggap sebagai “parlemen”-nya desa. BPD
merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia.
Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah
yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun
Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat
lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk

4
1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap
jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Peresmian anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota, dimana sebelum
memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat
dan dipandu oleh Bupati/ Walikota. Ketua BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara
langsung dalam Rapat BPD yang diadakan secara khusus. BPD berfungsi menetapkan Peraturan
Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Wewenang BPD antara lain:
• Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa
• Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa
• Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa
• Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
• Menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan
• Penggunaan nama/istilah BPD tidak harus seragam pada seluruh desa di Indonesia, dan dapat
disebut dengan nama lain.
2.1.5. Perangkat Desa
Perangkat desa bertugas membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
yang dibantu beberapa staf seperti kepala urusan (kaur), pelaksana teknis lapangan, dan unsur
kewilayahan. Perangkat desa tersebut terdiri atas sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.
Sekretaris desa diangkat oleh sekretaris daerah kabupaten/kota atas nama bupati/walikota.
Sekretaris desa bertugas membantu kepala desa di bidang pembinaan administrasi dan
memberikan pelayanan teknis administrasi kepala seluruh perangkat desa.
Perangkat desa lainnya yaitu sekretariat desa, pelaksana teknis lapangan, dan unsur kewilayahan
diangkat oleh kepala desa dari penduduk desa, yang ditetapkan dengan keputusan kepala desa.
Dalam melaksanakan tugasnya, perangkat desa bertanggung jawab kepada kepala desa. Kepala
desa dan perangkat desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya
sesuai dengan kemampuan keuangan desa.
2.1.6. Lembaga Kemasyarakatan
Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan, yaitu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat
sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan
masyarakat. Lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan peraturan desa. Salah satu fungsi

5
lembaga kemasyarakatan adalah sebagai penampungan dan penyalur aspirasi masyarakat dalam
pembangunan.
2.2. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa
Susunan organisasi pemerintahan di setiap desa tidak tentu sama. Hal ini karena tergantung dari
kebutuhan dan keadaan desa masing – masing. Desa memiliki pemerintahan sendiri. Seperti yang
sudah dijelaskan di depan bahwa pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa (yang meliputi
kepala desa dan perangkat desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Lebih lanjut bisa
dirinci sebagai berikut.
1. Kepala desa
2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
3. Sekretaris desa
4. Kepala urusan pemerintahan
5. Kepala urusan pembangunan
6. Kepala urusan kesejahteraan rakyat
7. Kepala urusan keuangan
8. Kepala urusan umum
Untuk lebih jelasnya lagi perhatikan contoh bagan struktur organisasi pemerintahan desa di
bawah ini!
2.3. Pembagian Desa Berdasarkan Kemampuan Fisik Dan Non Fisik
2.3.1. Desa Terbelakang atau Desa Swadaya
Desa terbelakang adalah desa yang kekurangan sumber daya manusia atau tenaga kerja dan juga
kekurangan dana sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi yang ada di desanya. Biasanya
desa terbelakang berada di wilayah yang terpencil jauh dari kota, taraf berkehidupan miskin dan
tradisional serta tidak memiliki sarana dan prasaranan penunjang yang mencukupi.
2.3.2. Desa Sedang Berkembang atau Desa Swakarsa
Desa sedang berkembang adalah desa yang mulai menggunakan dan memanfaatkan potensi fisik
dan nonfisik yang dimilikinya tetapi masih kekurangan sumber keuangan atau dana. Desa
swakarsa belum banyak memiliki sarana dan prasarana desa yang biasanya terletak di daerah
peralihan desa terpencil dan kota. Masyarakat pedesaan swakarsa masih sedikit yang
berpendidikan tinggi dan tidak bermata pencaharian utama sebagai petani di pertanian saja serta
banyak mengerjakan sesuatu secara gotong royong.

6
2.3.3. Desa Maju atau Desa Swasembada
Desa maju adalah desa yang berkecukupan dalam hal sdm / sumber daya manusia dan juga
dalam hal dana modal sehingga sudah dapat memanfaatkan dan menggunakan segala potensi
fisik dan non fisik desa secara maksimal. Kehidupan desa swasembada sudah mirip kota yang
modern dengan pekerjaan mata pencarian yang beraneka ragam serta sarana dan prasarana yang
cukup lengkap untuk menunjang kehidupan masyarakat pedesaan maju.
2.4. Permasalah Masyarakat Desa
2.4.1. Penyebab Kemiskinan di Perdesaan
Margono, mengemukakan bahwa masalah perdesaan, ditinjau dari segi pembangunan, adalah
adanya kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang diinginkan. Adanya suatu situasi
baru yang diinginkan tetapi tidak tercapai juga menimbulkan ada masalah
2.4.2. Permasalahan ekonomi desa
Hayami dan Collier Cs. telah melakukan penelitian bahwa adanya polarisasi ekonomi perdesaan
atau terjadinya proses kemiskinan disebabkan adanya pergeseran desa ke kota (proses
modernisasi) dan alih teknologi.
2.4.3. Lokalitas Kelembagaan Desa
Konsep “komunitas” mengandung makna adanya “keterkaitan” yang tidak hanya secara ekologis
dan ekonomis, tetapi juga secara sosiologis. Terutama pada tingkat pengambilan keputusan,
upaya pengembangan masyarakat akan menciptakan beragam “keterkaitan” tersebut (level
organisasi) tersebut berhubungan secara fungsional karena dipandang sebagai suatu sistem
kelembagaan lokal yang berpengaruh terhadap kehidupan komunitas. Tingkat institusi lokalitas
dengan ciri-ciri oleh kesatuan komunitas yang memiliki relasi sosial dan ekonomi, dengan pusat
interaksi sebagai pusat pertumbuhan
2.4.4. Permasalahan Penguatan Kelembagaan Perdesaan
Berbgai permasalahan pengembangan penguatan komunitas atau kelembagaan itu sendiri.
Seperti kita ketahui bahwa, bahwa prinsip-prinsip yang dipakai untuk mengembangkan
pendekatan dan strategi yang partisipatif sesuai dengan kondisi lokalitas dan komunitas dengan
mempergunakan belum dilandasi pada landasan berfikir untuk mengembangkan kreativitas
semua stakeholders dalam upaya mengembangkan partisipasi dan aspirasi masyarakat perdesaan

7
2.5. Strategi Pengembangan dan Pembangunan Perdesaan
• Dalam proses pembangunan, partisipasi masyarakat berfungsi sebagai masukan dan keluaran.
Proses partisipasi dapat diklasifikasikan menjadi enam tahapan, yaitu mulai dari penerimaan
informasi, pemberian tanggapan terhadap informasi, perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan
akhirmya penerimaan kembali hasil pembangunan.
• Conyers, mengajukan tiga komponen pendekatan pengembangan masyarakat yaitu:
a) adanya penekanan yang diarahkan pada fungsi kemandirian, termasuk sumber-sumber dan
tenaga setempat serta kemampuan manajemen lokal;
b) penekanan pada penyatuan masyarakat sebagai suatu kesatuan; terlihat dari adanya
pembentukan organisasi-organsasi lokal termasuk di dalamnya lembaga-lembaga yang
bertanggungjawab atas masalah administrasi atau suatu bentuk lembaga masyarakat dan;
c) keyakinan umum mengenai situasi dan arah perubahan sosial serta masalah-masalah yang
ditimbulkannya. Aspek khusus dalam perubahan sosial yang menjadi pemikiran pokok berbagai
program pembangunan masyarakat, yaitu adanya ketimpangan baik di dalam maupun di antara
komunitas-komunitas tersebut.
• Pendekatan pertama adalah menolong diri sendiri, di mana masyarakat di kawasan perdesaan
menjadi partisipan yang berarti dalam proses pembangunan dan melakukan kontrol dalam
kegiatan pengembangan. Pendamping menjadi fasilitator. Sedangkan komunitas (petani)
memegang tanggungjawab utama dalam:
a) memutuskan apa yang menjadi kebutuhannya;
b) bagaimana memenuhi kebutuhan itu dan;
c) mengerjakannya sendiri.
• Kebutuhan tersebut menghendaki perlunya pemetaan sebaran desa-desa tertinggal di kawasan
perdesaan menurut unit-unit komunitas sosial ekonomi yang terikat dalam suatu culture area,
sehingga suatu komunitas sosial ekonomi merupakan:
a) sejumlah desa yang tergolong miskin;
b) secara umum penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian, dan yang lainnya tetapi
masih berkaitan erat dan;
c) terdapat dalam wilayah budaya dan wilayah geografis yang sama.
• Pola pengembangan kelembagaan terpadu dalam model komunitas dan bergerak dengan
kekuatan partisipasi profesional bagi semua strata sosial ekonomi akan lebih mendorong

8
pertumbuhan dan pemerataan secara bersama-sama. Apabila digunakan model pertumbuhan
Smelser yang mengacu pada diferensiasi struktural, maka kelembagaan ini dapat berperan dalam
mempersiapkan kerangka landasan untuk tahap-tahap pertumbuhan, mulai dari modernisasi
teknologi, komersialisasi pertanian, industrialisasi dan urbanisasi
• Masyarakat harus dilihat sebagai Subjek dari proses secara keseluruhan. Sehingga proses dari
pelaksanaan kegiatan pelayanan dapat pengembangan masyarakat selalu meletakkan community
development dan community organizers sebagai landasan. Dalam kerangka inilah pelayanan
dapat pengembangan masyarakat yang berbasis masyarakat mampu mendorong dari metode
“doing for the community”, menjadi “doing with the community”. Dikemukakan oleh
Topatimasang et.al (2000: ix) bahwa seorang fasilitator hanya berfungsi dan bertindak mengolah
proses belajar masyarakat berdasarkan kebutuhan dan pengalaman mereka sendiri atau
pengalaman orang lain.
• Kelompok atau komunitas yang sekedar “doing for” (masyarakat pasif, kurang kreatif dan tidak
berdaya, bahkan mendidik masyarakat untuk bergantung) menjadi “doing with”, (merangsang
masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi) mana kebutuhan yang
sifatnya real needs (melalui penggalian gagasan langsung di tingkat kelompok masyarakat, felt
needs (memprioritaskan) kebutuhan ketika terjadi persaingan usulan di antarkelompok
masyarakat) dan expected need (pilihan usulan yang bisa dengan mudah dikerjakan, kesediaan
swadaya dan pelestariannya).
• Diharapkan program pelayanan masyarakat ini telah mengantarkan masyarakat menjadi
komunitas belajar (learned cummunity), masyarakat menjadi komunitas yang semakin aktif
(active society) dalam menolong dirinya sendiri (helping themselves). Dalam proses inilah,
usaha strategi pengembangan berbasis masyarakat dalam rangka untuk mengorganisir
masyarakat miskin di dalam akar rumput menjadi bagian penting dari menciptakan program yang
berkelanjutan. Berbagai unsur kelompok masyarakat (Community Based Organization/ CBOs)
didorong dan difasilitasi terus menerus yang akirnya munculnya adanya pengurangan angka
kemiskinan, peningkatan sumber daya manusia, peluang dan pilihan kerja serta adanya
peningkatan kualitas kelembagaan pelayanan itu sendiri.

9
2.6 Tata cara memilih Kepala Desa
2.6.1 Menurut undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan
pemilihan kepala desa menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan
bagaimana tata cara pelaksanaan pemilihan kepala berdasarkan pelaksanaan Undang-Undang
No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif,
disimpulkan: 1. Pemilihan kepala desa diatur dalam Pasal 31 sampai Pasal 39 UU No. 6 Tahun
2014 yang dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota dengan
mempertimbangkan jumlah desa serta kemampuan biaya pemilihan yang dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota. Serta dapat dimungkinkan
pelaksanaannya secara bergelombang sepanjang diatur dalam peraturan daerah
kabupaten/kota. Pada saat melaksanakan pemilihan kepala desa dibentuk panitia pemilihan
yang bertugas mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon berdasarkan persyaratan
yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, menetapkan calon kepala desa terpilih, dan
melaporkan pelaksanaan pemilihan kepala desa. 2. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014
tentang desa dan peraturan Menteri dalam Negeri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Kepala Desa telah mengatur tahapan pemilihan kepala desa. Pengaturan pemilihan kepala desa
dibagi menjadi 4 (empat) tahapan mulai dari persiapan, pencalonan, pemungutan dan
perhitungan suara serta penetapan. Calon kepala desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota
atau pejabat yang ditunjuk paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah penerbitan keputusan
Bupati/Walikota dan sebelum memangku jabatannya, kepala desa terpilih bersumpah/berjanji
untuk memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
2.6.2 Tata cara pelaksanaan pemilihan kepala desa

2.6.2.1 Penetapan pemilih

 Pemilih yang menggunakan hak pilih, harus terdafta agai pemilih.


 Pemilih harus memenuhi syarat:
o penduduk Desa yang pada hari pemungutan suara pemilihan Kades sudah
berumur 17 tahun atau sudah/pernah menikah ditetapkan sebagai pemilih.
o nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;
o tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap; dan
o berdomisili di desa sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum disahkannya DPS yang
dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan penduduk.
 Daftar pemilih dimutakhirkan dan divalidasi sesuai d nduduk di desa. mutakhiran
dilakukan karena:
o memenuhi syarat usia pemilih, yang sampai dengan hari dan tanggal pemungutan
suara pemilihan sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun;
o belum berumur 17 tahun, tetapi sudah/pernah menikah;
10
o telah meninggal dunia;
o pindah domisili ke desa lain; atau
o belum terdaftar.
 Berdasarkan daftar pemilih, Panitia pemilihan menyusun dan menetapkan DPS dan
diumumkan oleh panitia pemilihan pada tempat yang mudah dijangkau masyarakat
selama 3 hari.
 Selama jangka waktu pengumuman DPS , pemilih atau anggota keluarga dapat
mengajukan usul perbaikan mengenai penulisan nama dan/atau identitas lainnya.
 Selain dapat diinformasi juga:
o Pemilih yang terdaftar sudah meninggal dunia;
o Pemilih sudah tidak berdomisili di desa tersebut;
o Pemilih yang sudah nikah di bawah umur 17 tahun; atau
o Pemilih yang sudah terdaftar tetapi sudah tidak memenuhi syarat sebagai pemilih.
 Berdasarkan usul perbaikan, panitia mengadakan perbaikan DPS.
 Pemilih yang belum terdaftar, melaporkan kepada Panitia Pemilihan melalui pengurus
Rukun Tetangga/Rukun Warga.
 Usulan pemilih baru didaftar sebagai pemilih tambahan dalam jangka waktu paling
lambat 3 hari.
 Daftar pemilih tambahan diumumkan pada tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh
masyarakat selama 3 ha terhitung sejak berakhirnya jangka waktu penyusunan tambahan.
 Panitia menetapkan dan mengumumkan DPS yang sudah diperbaiki dan daftar pemilih
tambahan sebagai DPT.
 DPT diumumkan di tempat yang strategis di desa untuk diketahui oleh masyarakat
selama 3 hari terhitung sejak berakhirnya jangka waktu penyusunan DPT.
 Untuk keperluan pemungutan suara di TPS, Panitia menyusun salinan DPT untuk TPS,
sekaligus digunakan untuk kebutuhan surat suara dan alat perlengkapan pemilihan.
 DPT yang sudah disahkan oleh panitia pemilihan tidak dapat diubah, kecuali ada pemilih
yang meninggal dunia, panitia pemilihan membubuhkan catatan dalam DPT pada kolom
keterangan "meninggal dunia".
2.6.2.2 PENCALONAN KEPALA DESA

 Pendaftaran

11
 Penelitian Calon, Penetapan dan Pengumuman Calon
 Kampanye
2.6.2.3 PENDAFTARAN KEPALA DESA
Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan:

 WNI;
 bertakwa kepada TYME;
 memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan UUD 1945, serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI dan bhinneka tunggal ika;
 pendidikan paling rendah tamat SMTP atau sederajat;
 usia paling rendah 25 tahun pada saat mendaftar;
 bersedia dicalonkan menjadi kepala desa;
 terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling kurang 1 (satu)
tahun sebelum pendaftaran;
 tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;
 tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah
selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada
publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan
berulang-ulang;
 tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
 berbadan sehat;
 tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 kali masa jabatan; dan
 syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah.
 Panitia pemilihan melakukan penelitian terhad rsyaratan bakal calon meliputi penelitian
kelengkapan dan keabsahan administrasi pencalonan, disertai klarifikasi pada instansi
yang berwenang yang dilengkapi dengan surat keterangan dari yang berwenang.
 Panitia pemilihan mengumumkan hasil penelitian, kepada masyarakat untuk memperoleh
masukan.

12
 Dalam hal bakal calon kepala desa yang memenuhi persyaratan berjumlah paling sedikit
2 orang dan paling banyak 5 orang, Panitia pemilihan kepala desa menetapkan bakal
calon kepala desa menjadi calon kepala desa dan diumumkan kepada masyarakat.
 Penetapan calon kepala desa disertai dengan penentuan nomor urut melalui undian secara
terbuka oleh Panitia pemilihan, dihadiri oleh para calon.
 Nomor urut dan nama calon yang telah ditetapkan disusun dalam daftar calon dan
dituangkan dalam berita acara penetapan calon Kepala Desa.
 Panitia pemilihan mengumumkan melalui media masa dan/atau papan pengumuman
tentang nama calon yang telah ditetapkan, paling lambat 7 hari sejak tanggal ditetapkan.
 Pengumuman bersifat final dan mengikat.
2.6.2.4 KAMPANYE

 Calon Kades dapat melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat Desa.
 Pelaksanaan kampanye berdasaarkan prinsip jujur, terbuka, dialogis serta bertanggung
jawab dalam jangka waktu 3 Hari sebelum dimulainya masa tenang.
 Kampanye memuat visi dan misi bila terpilih sebagai kepala desa.
 Visi merupakan keinginan yang ingin diwujudkan dalam jangka waktu masa jabatan
kepala desa.
 Misi berisi program yang akan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan visi.
2.6.2.5 PEMUNGUTAN SUARA
Bakal calon yang memenuhi persyaratan kurang 2 (dua) orang, panitia pemilihan
memperpanjang waktu pendaftaran selama 20 hari.

 Bila bakal calon tetap kurang dari 2 setelah perpanjangan waktu, Bupati/Walikota
menunda pelaksanaan pemilihan Kepala Desa sampai dengan waktu yang ditetapkan
kemudian.
 Bila masa jabatan Kepala Desa berakhir pada masa perepanjangan waktu,
Bupati/Walikota mengangkat penjabat Kepala Desa dari PNS Kabupaten/Kota.
 Bila bakal calon lebih dari 5 orang, panitia melakukan seleksi tambahan dengan
menggunakan kriteria pengalaman bekerja di lembaga pemerintahan, tingkat pendidikan,
usia dan persyaratan lain yang ditetapkan Bupati/Walikota.
 Kampanye dapat dilaksanakan melalui:
1. pertemuan terbatas;

13
2. tatap muka
3. dialog;
4. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
5. pemasangan alat peraga di tempat Kampanye dan di tempat lain yang ditentukan
oleh panitia pemilihan; dan
6. kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
 Pelaksana Kampanye dilarang:
o Mempersoalkan Pancasila, Pembukaan UUD1945, dan bentuk NKRI;
o Membahayakan keutuhan NKRI;
o Menghina seseorang, SARA, golongan, calon dan/atau Calon yang lain;
o Menghasut dan mengadu-domba perseorangan atau masyarakat;
o Mengganggu ketertiban umum;
o Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan
kekerasan;
o Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye Calon;
o Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
o Membawa atau menggunakan gambar dan/atau atribut Calon lain selain dari
gambar dan/atau atribut Calon yang bersangkutan; dan
o Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta
Kampanye.
 Pelaksana Kampanye Kampanye dilarang mengikutsertakan:
o kepala desa;
o perangkat desa;
o anggota badan permusyaratan desa.
 Pelaksana Kampanye yang melanggar larangan mpanye dikenai sanksi:
o peringatan tertulis apabila pelaksana Kampanye melanggar larangan walaupun
belum terjadi gangguan; dan
o penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di suatu
wilayah yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap keamanan yang berpotensi
menyebar ke wilayah lain.

14
 Masa tenang selama 3 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara.
 Hari dan tanggal pemungutan suara ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
2.6.2.6 PEMUNGUTAN SUARA

 Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan suara melalui surat suara yang berisi
nomor, foto, dan nama calon atau berdasarkan kebiasaan masyarakat desa setempat.
 Pemberian suara untuk pemilihan dilakukan dengan mencoblos salah satu calon dalam
surat suara. ngadaan bahan, jumlah, bentuk, ukuran, dan w at suara, kotak suara,
kelengkapan peralatan serta pendistribusiannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Bupati/Walikota.
 Jumlah pemilih serta Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh panitia
pemilihan.
 Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain serta yang sedang
menjalani hukuman penjara, pemilih yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap, yang
tinggal di perahu atau pekerja lepas pantai, dan tempat-tempat lain memberikan suara di
TPS khusus pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh panitia atau orang
lain atas permintaan pemilih.
Sebelum melaksanakan pemungutan suara, panitia ihan melakukan kegiatan:
 pembukaan kotak suara;
 pengeluaran seluruh isi kotak suara;
 pengidentifikasian jenis dokumen dan peralatan; dan
 penghitungan jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan.
 Kegiatan panitia dapat dihadiri oleh saksi dari calon, BPD, pengawas, dan warga
masyarakat.
 Kegiatan panitia, dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua panitia, dan
sekurang- kurangnya 2 anggota panitia serta dapat ditandatangani oleh saksi dari calon.
 panitia memberikan penjelasan mengenai tatacara pemungutan suara.
 pemilih diberi kesempatan oleh panitia berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih.
 Bila surat suara rusak, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada panitia,
kemudian panitia memberikan surat suara pengganti hanya satu kali.
 bila terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara, pemilih dapat meminta surat suara
pengganti kepada panitia, panitia memberikan surat suara pengganti hanya satu kali.
 Suara untuk pemilihan Kepala Desa dinyatakan sah apabila:

15
o surat suara ditandatangani oleh ketua panitia; dan
o tanda coblos hanya terdapat pada 1 kotak segi empat yang memuat satu calon;
atau
o tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor,
foto dan nama calon yang telah ditentukan; atau
o tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi empat
yang memuat nomor, foto, dan nama calon; atau
o tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor,
foto, dan nama calon.
 Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh panitia setelah pemungutan suara berakhir.
 Sebelum penghitungan suara dimulai, panitia pemilihan menghitung:
o jumlah pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan DPT untuk TPS;
o jumlah pemilih dari TPS lain;
o jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan
o jumlah surat suara yang dikembalikan oleh pemilih karena rusak atau keliru
dicoblos.
 Penghitungan suara, dilakukan dan selesai di TPS oleh panitia pemilihan dan dapat
dihadiri dan disaksikan oleh saksi calon, BPD, pengawas, dan warga masyarakat.
 Saksi calon dalam penghitungan suara, harus membawa surat mandat dari calon yang
bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua panitia.
 Panitia membuat berita acara hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua
dan sekurang-kurangnya 2 orang anggota panitia serta dapat ditandatangani oleh saksi
calon.
 Panitia memberikan salinan Berita Acara hasil penghitungan suara kepada masing-
masing saksi calon yang hadir sebanyak 1 eksemplar dan menempelkan 1 eksemplar
sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.
 Berita acara beserta kelengkapannya, dimasukkan dalam sampul khusus yang disediakan
dan dimasukkan ke dalam kotak suara yang pada bagian luar ditempel label atau segel.
 Panitia menyerahkan berita acara hasil penghitungan suara, surat suara, dan alat
kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada BPD segera
setelah selesai penghitungan suara.

16
 Calon Kepala Desa yang memperoleh suara terbanyak dari jumlah suara sah ditetapkan
sebagai calon Ke sa terpilih.
 Bila jumlah calon Kepala Desa terpilih yang memperoleh suara terbanyak yang sama
lebih dari 1 calon pada desa dengan TPS lebih dari 1, calon terpilih ditetapkan
berdasarkan suara terbanyak pada TPS dengan jumlah pemilih terbanyak.
 Dalam hal jumlah calon terpilih yang memperoleh suara terbanyak yang sama lebih dari
1 calon pada desa dengan TPS hanya 1, calon terpilih ditetapkan berdasarkan wilayah
tempat tinggal dengan jumlah pemilih terbesar.
 Perlengkapan pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS, disimpan di kantor desa
atau di tempat lain yang terjamin keamanannya.
PENETAPAN

 Panitia pemilihan kepala desa menyampaikan laporan hasil pemilihan kepala desa kepada
BPD.
 BPD berdasarkan laporan hasil pemilihan kepala desa menyampaikan calon kepala desa
terpilih berdasarkan suara terbanyak kepada Bupati/Walikota melalui camat dengan
tembusan kepada kepala desa.
 Bupati/Walikota menetapkan pengesahan dan pengangkatan kepala desa dengan
keputusan Bupati/Walikota.
2.6.2.7 CALON KEPALA DESA DARI KEPALA DESA ATAU PERANGKAT

 Kepala Desa yang akan mencalonkan diri kembali diberi cuti sejak ditetapkan sebagai
calon sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih.
 Selama masa cuti, Kepala Desa dilarang menggunakan fasilitas pemerintah desa untuk
kepentingan sebagai calon Kepala Desa.
 Dalam hal Kepala Desa cuti, sekretaris Desa melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala
Desa.
 Perangkat Desa yang mencalonkan diri dalam pemilihan Kepala Desa diberi cuti
terhitung sejak yang bersangkutan terdaftar sebagai bakal calon Kepala Desa sampai
dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih.
 Tugas perangkat Desa dirangkap oleh perangkat Desa lainnya yang ditetapkan dengan
keputusan Kepala Desa.
2.6.2.8 CALON KEPALA DESA DARI PNS

 PNS yang mencalonkan diri dalam pemilihan Kepala Desa harus mendapatkan izin
tertulis dari pejabat pembina kepegawaian.

17
 Dalam hal PNS terpilih dan diangkat menjadi Kepala Desa, yang bersangkutan
dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi Kepala Desa tanpa kehilangan hak
sebagai PNS.
 PNS yang terpilih dan diangkat menjadi Kepala Desa berhak mendapatkan tunjangan
Kepala Desa dan penghasilan lainnya yang sah. Biaya pemilihan Kepala Desa
dibebankan pada APBD Kabupaten/Kota.
 Dana bantuan dari APBDesa untuk kebutuhan pada pelaksanaan pemungutan suara.

18
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau
bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau
pembentukan desa di luar desa yang telah ada.
Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa
Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat.
Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil.
Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan
dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.Desa
mempunyai ciri budaya khas atau adat istiadat lokal.
Kebijakan perencanaan pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan ketentuan-
ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan (memanage) pembangunan
di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga dapat
mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
Pembangunan Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan
pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan lebih bersifat
kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang dapat mempengaruhi
perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga), intelegensia (kecerdasan) dan kesadaran
bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian objektif dan target pembangunan desa
pada dasarnya banyak ditentukan oleh mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai sistem
pembangunan desa.
3.2 saran
makalah ini masih memiliki berbagai kekurangan olehnya itu kritik yang sifatnya membangun
sangat kami harapkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Basri, Amaluddin. 1982. Administrasi Pembangunan Untuk Pembangunan


Desa. Bekasi: Akademi Pembangunan Desa.
Hikmat, Harry.2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora
Utama Press.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Miles, Matthew dan Huberman, A. Michae.1992. Analisis Data Kuantitatif :
Buku Sumber tentang Metode- Metode Baru. Jakarta : UI Press.
Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada
University Press.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT: Raja Grafindo
Persada.
Usman, Husaini dan Akbar Setiady, Purnomo. 1995. Metode Penelitian Sosial.
Jakarta Sianar Grafika Offset.

20

Anda mungkin juga menyukai