Anda di halaman 1dari 9

Struktur birokrasi pada masa kolonial

Perkembangan Struktur Birokrasi, Sistem Pemerintahan dan Sistem Hukum pada masa Kolonial

A. Sistem Pemerintahan

Sebelum tahun 1900 (sebelum sistem politik Etis) sistem pemerintahan untuk daerah jajahan
(Hindia Belanda) masih bersifat sentralistis. Dimana:

v Tidak ada partisipasi dari perangkat lokal segala sesuatu diatur oleh pemerintah pusat.

v Tidak ada sama sekali otonomi untuk mengatur sendiri rumah tangga daerah sesuai dengan
kepentingan daerah.

Mengapa menerapkan sentralisasi?

Sentralisasi dipandang sebagai cara terbaik oleh pemerintah Belanda untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu, dengan sentralisasi Belanda dapat
mempertahankan tanah jajahannya.

Sentralisasi sebagai bentuk ketakutan Belanda untuk kehilangan tanah jajahannya sebagai
daerah keuntungan.

Bagi Belanda kehilangan Indonesia berarti sebuah malapetaka.

Pada perkembangannya muncul tuntutan adanya desentralisasi sejak tahun 1854 dimana
parlemen Belanda berhak mengawasi pelaksanaan pemerintahan di Hindia Belanda. Tuntutan
tersebut secara perlahan terwujud diawali dengan adanya desentralisasi keuangan (1903),
kemudian baru adanya pemerintahan daerah baru (1922). Berdasarkan Undang-undang
Perubahan tahun 1922 Hindia Belanda dibagi dalam provinsi dan wilayah (gewest)

1. Provinsi

Provinsi memiliki otonomi.Tiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur.

Ada 3 provinsi yaitu Jawa Barat (1926),Jawa Timur (1929), dan Jawa Tengah(1930).

2. Gewest (wilayah)

Gewest tidak memiliki otonomi.

Sampai tahun 1938 Hindia Belanda terbagi menjadi 8 gewest yang terdiri dari:

3 Provinsi : Jawa Barat,Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

5 Gewesten : Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Gewest Sumatera, Gewest
Kalimantan (Borneo), Gewest Timur Besar (Grote Oost) yang terdiri dari Sulawesi, Kepulauan
Sunda Kecil, Maluku, dan Irian Barat.

Untuk Surakarta dan Yogyakarta termasuk Gubernemen yaitu wilayah yang langsung diperintah
oleh pejabat-pejabat gubernemen.

Desentralisasi adalah pembagian wewenang atau urusan penyelenggaraan pemerintahan. Dengan
adanya keinginan desentralisasi maka Belanda membutuhkan orang-orang pribumi bukan hanya
sebagai penguasaan daerah tetapi juga untuk mengerjakan keperluan administrasi pemerintah.
Belanda juga membutuhkan tenaga terlatih (tenaga kesehatan, kehutanan, kemiliteran,
kepolisian). Orang-orang pribumi tersebut akan dijadikan pelaksana, pelayan pemerintah, serta
perantara antara Belanda dan penguasa daerah. Tetapi untuk dapat bekerja di pemerintah maka
mereka harus sekolah.

Keinginan desentralisasi menyebabkan adanya desentralisasi antara negara induk (Belanda)
dengan Hindia Belanda, antara pemerintah Batavia dengan daerah, dan antara Belanda dengan
pribumi.Dengan adanya keinginan desentralisasi tersebut maka memerlukan adanya daerah
otonom.

Akibat adanya desentralisasi:

Munculnya kebebasan yang semakin besar dari penguasa kolonial.

Memunculkan proses Indonesianisasi (sistem kepengurusan Indonesia, sejauh mungkin
dilakusanakan oleh orang Indonesia. Hingga lahirlah Volksraad (Dewan Rakyat).



1. Struktur Birokrasi Pemerintah Kolonial

Pemerintah VOC:

1. Gubernur Jenderal

Merupakan penguasa tertinggi di Hindia. Kekuasaannya menjadi sangat tak terbatas karena ada
undang-undang yang khusus mengatur hak-hak dan kewajibannya.

2. Raad van Indie (Dewan Hindia)

Merupakan pendampingan gubernur jenderal dalam melaksanakan pemerintahannya. (terdiri dari
6 orang anggota dan 2 orang anggota luar biasa dimana gubernur jenderal merangkap sebagai
ketua).

Setiap laporan dikirim pada Heeren XVII sebagai pimpinan pusat VOC yang berkedudukan di
Amsterdam.

VOC lebih banyak melakukan pemerintahan tidak langsung, dimana kaum bumiputera tidak
terlibat dalam struktur kepegawaian VOC. Meskipun terkadang mereka terlibat dalam
pemerintahan tetapi stasus mereka bukan pegawai VOC dan tidak digaji secara tetap. Mereka
hanya mitra dalam bekerja demi kepentingan VOC.

Setelah VOC bubar maka pemerintahan Indonesia di pegang oleh pemerintah Belanda.

Belanda lebih cenderung melakukan kolonialisme (negara menguasai rakyat dan sumber daya
negara lainnya/pendudukan suatu wilayah oleh suatu negara lain dimana daerah koloni masih
berhubungan dengan negara induk dan memberi upekti kepadanya.



Pemerintahan Kolonial :

1. Gubernur Jenderal didampingi oleh Raad van Indie (beranggota 4 orang) yang disebut sebagai
Pemerintah Agung di Hindia Belanda.

2. Dibantu oleh :

Sekretaris Umum (Generale Secretarie) untuk membantu Commisaris General

Sekretaris Pemerintah (Gouvernement Secretarie) untuk membantu Gubernur Jenderal.

Pada tahun 1819 keduanya diganti oleh Algemene Secretarie yang bertugas membantu Gubernur
Jenderal (terutama memberikan pertimbangan keputusan).



Pemerintahan kolonial pada dasarnya sama dengan masa VOC perbedaanya terletak pada:

a. Kewenangan gubernur jenderal.

oVOC :tidak ada aturan khusus yang mengatur kewenangan gubernur jenderal

oHindia Belanda :terdapat peraturan yang mengatur kewenangan gubernur jenderal yang
tertuang dalam Regeering Reglement (RR)

b. Laporan Peranggungjawaban.

VOC :Gubernur Jenderal memberikan laporan pada Heeren XVII

Hindia Belanda:bertanggungjawab langsung pada raja melalui menteri jajahan. Laporan
diberikan pada parlemen Belanda (Staten Generaal).



Menurut Undang-undang Hindia Belanda sebagai bagian kerajaan Belanda, maka:

1. Pemerintahan tertinggi berada di tangan Raja yang dilaksanakan oleh menteri jajahan atas
nama raja. Bertanggung jawab pada Parlemen Belanda (staten general).

2. Pemerintahan Umum diselenggarakan oleh Gubernur Jenderal atas nama Raja yang dalam
prakteknya atas nama menteri jajahan.

Raja bertugas :

Mengawasi pelaksanaan/ penyelenggaraan pemerintahan Gubernur Jenderal

Pengangkatan pejabat penting, memberikan petunjuk kepada Gubernur Jenderal dalam
mengambil keputusan apabila terjadi perselisihan antara Gubernur jenderal dengan Dewan
Hindia Belanda.

Urusan dalam negeri Hindia Belanda diserahkan pada Gubernur Jenderal dan Dewan Rakyat.
Hindia Belanda disubordinasikan kepada kerajaan Belanda di Eropa tetapi diberi otonomi yang
cukup luas. Pemerintah Belanda yang mengurus Indonesia adalah kementrian Jajahan yang
kemudian pada perkembangannya diubah namanya menjadi kementrian urusan seberang lautan.
Pemegang pemerintahan atas wilayah Indonesia adalah Gubernur Jenderal. Dia adalah pemegang
kekuasan tertinggi. Dia menguasai kerajaan-kerajaan dan meminta mereka bekerja sama,
sehingga peran raja tidak dapat lagi memerintah secara turun temurun tetapi dikendalikan
Belanda. Kerajaan harus menyesuaikan dengan sistem pemerintahan Belanda.



Struktur Birokrasi Kolonial masa sentralisasi



Raja Belanda (pemerintahan tertinggi) dilaksanakan oleh Menteri Jajahan



Gubernur Jenderal (penyelenggara pemerintahan umum) didampingi raad van indie

(dewan hindia)



Kerajaan

Gubernur Jenderal pada perkembangan di dampingi oleh departemen (direksi) yang masing-
masing berdiri sendiri. Pada tahun 1933, terdapat 6 departemen, sebagai berikut:

a. Departemen van Justitie (kehakiman)

b. Departemen van Financiean (keuangan)

c. Departemen van Binenland Bestuur (dalam negeri)

d. Departemen van Onerwijs en Eredeinst (pendidikan dan kebudayaan)

e. Departemen Economische Zaken (ekonomi)

f. Departemen Verkeer en waterstaat (pekerjaan umum)

Selain 6 departemen sipil, terdapat 2 departemen militer :

a. Departemen angkatan perang (Oorlog)

b. Departemen angkatan laut (Marine)



Direktur dari departemen-departemen sipil diangkat oleh gubernur jenderal sedang panglima
angkatan darat dan laut diangkat oleh raja (Kroon).

Tahun 1903 diberlakukan Undang-undang Desentralisasi dimana dengan Undang-undang
tersebut dibentuklah Dewan Lokal yang memiliki otonomi. Dengan adanya dewan lokal maka
pemerintah lokal perlu dibentuk dan disesuaikan. Maka terbentuklah: Provinsi, kabupaten,
kotamadya, dan kecamatan serta desa.

Meskipun ada upaya untuk modernisasi struktur birokrasi tetapi tetap saja masih
mempertahankan beberapa bagian struktur politik sebelumnya. Hal ini dilakukan demi
kepentingan praktis dan untuk mempertahankan loyalitas, khususnya loyalitas elit bumi putra.

Untuk jabatan teritorial diatas tingkat kabupaten dipegang oleh orang-orang Belanda/ Eropa.

Pada perkembangannya, karena semakin luas Hindia Belanda maka dibutuhkan tenaga kerja
untuk mengelola administrasi negara semakin meningkat. Sehingga ada pendamping pejabat
teritorial yang disebut pejabat non teritorial yang setingkat kabupaten (asisten residen),
kawedanan (asisten wedono).



Struktur Birokrasi Kolonial setelah desentralisasi





Raja Belanda (pemerintahan tertinggi) dilaksanakan oleh Menteri Jajahan



Gubernur Jenderal (penyelenggara pemerintahan umum) Dewan Rakyat (volsraad)

Badan Perwakilan



Dewan Hindia Badan Penasehat

Departemen-Departemen



Provinsi (Gubernur)



Karisidenan/afdeling (Residen) dibantu asisten residen + controleur (pengawas)



Kabupaten (bupati/regent) jabatan tertinggi, dibantu oleh seorang patih



Kawedanan (wedana)/Distrik asisten wedana



Kecamatan (camat)



Desa (kepala desa) jabatan ini tidak termasuk dalam struktur birokrasi pemerintah kolonial/
bukan anggota korp pegawai dalam negeri Hindia Belanda (Departemen Dalam Negeri).Kepala
desa dibantu pejabat desa (pamong desa)



Pejabat pribumi (inland bestuur) yang termasuk dalam binenland bestuur (departemen dalam
negeri) disebut Pangreh Praja (pemangku Kerajaan) yang dikenal dengan sebutan Priyayi.

Kepala desa tidak diangkat maupun digaji oleh pemerintah. Mereka dipilih langsung oleh rakyat
dan digaji oleh rakyat pula melalui tanah desa (tanah bengkok) yang diserahkan kepadanya
selama menjadi kepala desa.



1. Sistem Hukum pada Masa Kolonial

Di Hindia Belanda diterapkan 2 jenis hukum, yaitu:

1. Hukum Pidana dan acara pidana

2. Hukum Perdata dan acara perdata

Hukum Pidana (Strafrecht)

Seluruh penduduk Hindia Belanda mesti tunduk pada hukum pidana seperti termuat dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht).

Kitab Undang-undang Hukum Pidana memuat semua fakta yang dapat dikenakan pidana.

Tindak Pidana mencakup kejahatan dan pelanggaran.

Hukum Acara Pidana (Strafprocesrecht)

Mengatur :

a. Bagaimana atau apa yang harus diperbuat polisi yang bertugas menyidik dan menerangkan
kejahatan.

b. Kepala hakim mana terdakwa dihadapkan

c. Bagaimana berlangsungnya acara pidana

d. Bagaimana keputusan pengadilan harus dilaksanakan



Hukum Perdata

Kitab Undang-undang Hukum Perdata memuat hukum kekayaan, harta benda dan perjanjian.
Pada masa kolonial dibuat disebabkan karena kegiatan perdagangan sebagian besar dilakukan
dengan perantaraan orang-orang Cina.

Tujuan dibuat Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada masa kolonial adalah untuk:

1. Mempermudah pembuatan kontrak

2. Menjamin kepastian hukum bagi perdagangan orang-orang Belanda

3. Menundudukkan orang Cina terhadap hukum Eropa.



Selain KUH Perdata terdapat pula Kitab Undang-undang Hukum Dagang (yang dibuat khusus
untuk orang-orang Cina)

Untuk orang Indonesia awalnya berlaku Hukum Adat setempat tetapi setelah terjadi kontak
dengan Belanda melalui perkebunan-perkebunan Belanda maka dibuat Kitab Undang-undang
Hukum untuk orang pribumi tanpa memperhatikan hukum adat yang berlaku di masyarakat.

Tujuan di buat Undang-undang tersebut adalah:

a. Menundukkan orang-orang Indonesia kepada hukum Eropa.

b. Membuat kitab Undang-undang tersendiri untuk orang Indonesia.



Untuk selanjutnya ketika pemerintah kolonial Belanda membentuk kitab undang-undang untuk
orang Indonesia maka hukum adat selalu menjadi bahan pertibangan dalam mengambil sebuah
keputusan.

Pada perkembangannya berdiri sekolah-sekolah sebagai berikut:

Sekolah Hakim (Rechtsschool) tahun 1908 di Jakarta

Sekolah Tinggi Hukum (Rechtsshoge School) tahun 1924 di Jakarta.



D. Sistem Peradilan pada masa Kolonial

Peradilan dibedakan antara:

1. Pengadilan Gubernemen :

a. Pengadilan Eropa, dilaksanakan oleh Pengadilan Karisidenan, Dewan Yustisi, Hakim Polisi
dan Pengadilan Tinggi.

b. Pengadilan Pribumi, dilaksanakan oleh Landraad (pengadilan negeri)

c. Pengadilan untuk segala bangsa dilaksanakan oleh landgerecht

2. Pengadilan Eropa :

a. Pengadilan Karisidenan, terdapat di kota yang ada Pengadilan Negeri (Landraad)

b. Raad van Justitie hanya ada 6 buah (Jakarta, Semarang, Surabaya, Makasar, Medan dan
Padang).

c. Hakim Polisi (Politierecht) dibentuk dibeberapa tempat dan merupakan pengganti Raad van
Justitie.

d. Pengadilan Tinggi (Hoogsgerechtshof ) hanya ada di Jakarta.

3. Pengadilan Pribumi

Pengadilan pribumi (landraad) terdapat di kota atau kota yang agak besar, misalnya di ibu kota
kabupaten.

4. Pengadilan untuk semua bangsa (Landgerecht)

Pengadilan ini dimaksudkan untuk menangani perkara bangsa Eropa, pribumi maupun orang
Timur Asing.

Anda mungkin juga menyukai