Anda di halaman 1dari 11

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENATAAN RUANG PASCA

LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA


LAPANGAN KERJA

1. PENDAHULUAN/ LATAR BELAKANG

Setelah lahirnya UU Ciptaker, maka terjadi banyak perubahan dalam arah pengaturan

tata ruang. Utamanya yang berkaitan dengan kewenangan pemerinth daerah. Dalam pasal

yang tertuang didalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang alias UU Tata

Ruang. Total ada 38 pasal aturan Tata Ruang yang diubah, dihapus, maupun ditambahkan.

Khusus tata ruang, UU Cipta Kerja menghapus 6 pasal terkait rencana penataan ruang

kawasan perdesaan yang tertuang dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

yakni, Pasal 49 hingga 54. Pada Pasal 49-51 UU Nomor 26 Tahun 2007 menjelaskan tentang

perencanaan tata ruang di kawasan perdesaan dan kawasan agropolitan. Lalu, Pasal 52 dan

53 memuat tentang ketentuan pemanfaatan dan pengendalian ruang kawasan perdesaan di

wilayah kabupaten. Sementara, Pasal 54 berisi mekanisme kerja sama penataan ruang di

kawasan perdesaan antar daerah.

Terlihat jelas bahwa pemerintah pusat banyak mengambil alih kewenangan

pemerintah daerah dalam penataan ruang.

Atas dasar tersebut dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang perubahan

kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam penataan ruang.

2. KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENATAAN RUANG BERDASAR


UU NO. 26 TAHUN 2007

DPR telah mengesahkan RUU Cipta Kerja. Khusus tata ruang, UU ini menghapus

sejumlah kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota

dalam Pasal 10 dan 11 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.


Hal ini sebagaimana dapat diketahui pada Pasal 17 UU Cipta Kerja yang menyebutkan

bahwa Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota bertindak sebatas pengaturan, pembinaan, dan

pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah.

Sementara dalam Pasal 10 ayat 2 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

Pemda Provinsi memiliki beberapa kewenangan yakni, perencanaan, pemanfaatan, dan

pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.

Dalam melaksanakan kewenangannya, Pemda Provinsi menyebarluaskan informasi

yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka

pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi.

Kemudian, arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun dalam rangka

pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi, dan petunjuk pelaksanaan bidang

penataan ruang.

Ketentuan tersebut juga berlaku untuk Pemda Kabupaten/Kota dalam menjalankan

kewenangannya, namun seluruh ketentuan tersebut dihapus.

Adapun kewenangan Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota Pasal 10 dan 11 UU Nomor

26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dihapus dalam UU Cipta Kerja sebagai berikut:

Pasal 10

1) Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang

wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang

kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota;

b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;

c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan


d. kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama penataan

ruang antarkabupaten/kota.

2) Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah

provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :

a. perencanaan tata ruang wilayah provinsi;

b. pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan

c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.

3) Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c, pemerintah daerah provinsi melaksanakan :

a. penetapan kawasan strategis provinsi;

b. perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi;

c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan

d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.

4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis

provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d dapat dilaksanakan

pemerintah daerah kabupaten/kota melalui tugas pembantuan.

5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi, pemerintah daerah

provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang pada tingkat

provinsi dan kabupaten/kota.

6) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),

ayat (4), dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi :

a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan :

1. rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan

ruang wilayah provinsi;


2. arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun dalam rangka

pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan

3. petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;

b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

7) Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal

bidang penataan ruang, Pemerintah mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

1) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang

meliputi :

a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang

wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota;

b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;

c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.

2) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang

wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :

a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;

b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota

3) Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan :

a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;


b. perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;

c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

4) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu pada pedoman bidang penataan ruang dan

petunjuk pelaksanaannya.

5) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),

dan ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota :

a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci

tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

6) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standar pelayanan

minimal bidang penataan ruang, pemerintah daerah provinsi dapat mengambil langkah

penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENATAAN RUANG BERDASAR


UU NO.11 TAHUN 2020

Omnibus law Undang-undang Cipta Kerja memangkas habis kewenangan pemerintah

daerah dalam penataan ruang. Dalam UU Cipta Kerja, kewenangan penataan ruang berada

di tangan pemerintah pusat.

"Penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh pemerintah pusat," demikian

tertulis dalam Pasal 9 ayat 1 UU Cipta Kerja.

Dalam Pasal 9 ayat 2, tertulis bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan

tanggung jawab penyelenggaraan penataan ruang diatur dengan peraturan pemerintah.


Ketentuan ini mengubah dua ayat dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang. Dalam UU lama, disebutkan bahwa penyelenggaraan

penataan ruang dilaksanakan oleh seorang menteri.

Adapun tugas dan tanggung jawab menteri dalam penataan ruang mencakup tiga

hal. Yaitu pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang; pelaksanaan penataan

ruang nasional; dan koordinasi penyelenggaraan penataan ruang lintas sektor, lintas

wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.

Dalam UU Cipta Kerja, pemerintah pusat berwenang menetapkan norma, standar,

prosedur, dan kriteria (NSPK) untuk penyelenggaraan penataan ruang. Penataan ruang oleh

pemerintah daerah harus mengacu pada NSPK yang telah dibuat pemerintah pusat.

Pasal 10 dan 11 UU Penataan Ruang yang menjelaskan wewenang pemerintah

daerah provinsi dan kabupaten/kota pun berubah drastis dari yang sebelumnya meliputi

tujuh pasal. UU lama mengatur pemda berwenang terhadap penataan ruang wilayah,

penataan ruang kawasan strategis dan penataan ruang antarkabupaten/kota atau

antarprovinsi.

Pemerintah daerah juga berwenang dalam penetapan kawasan strategis,

perencanaan tata ruang kawasan strategis, pemanfaatan ruang kawasan strategis hingga

pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis.

Namun UU Cipta Kerja menyebutkan wewenang pemerintah daerah sesuai NSPK

pemerintah pusat hanya meliputi tiga hal. Pertama, pengaturan, pembinaan, dan

pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, kabupaten/kota.

Kedua, pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi. Ketiga, kerja sama penataan

ruang antarprovinsi dan fasilitasi kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.


4. IMPLIKASI ATAS PERUBAHAN KEWENANGAN

UU Cipta Kerja merupakan langkah strategis pemerintah dalam mengatasi berbagai

permasalahan investasi dan penciptaan lapangan kerja, yang salah satunya diakibatkan oleh

tumpang tindih dan kompleksnya pengaturan penataan ruang dalam UU Cipta Kerja, terdapat

berbagai terobosan kebijakan penataan ruang yang ditargetkan untuk mendorong

kemudahan berinvestasi dan pemanfaatan ruang yang berkelanjutan.

 Ubahan UU No. 11/2020 terhadap UU No. 27/2007 jo. UU No. 1/2014

Pasal 7A

1) RZWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a diintegrasikan

kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.

2) RZ KSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b diintegrasikan kedalam

Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional.

3) RZ KSNT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c diserasikan,

diselaraskan, dan diseimbangkan dengan rencana tata ruang, rencana zonasi kawasan

antar wilayah, dan rencana tata ruang laut.

4) Dalam hal RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah ditetapkan,

pengintegrasian dilakukan pada saat peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi.

5) Dalam hal RZ KSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah ditetapkan,

pengintegrasian dilakukan pada saat peninjauan kembali Rencana Tata Ruang

Kawasan Strategis Nasional.

 Ubahan UU No. 11/2020 terhadap UU No. 32/2014

Pasal43

1) Perencanaan ruang laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal42 ayat (2) meliputi:

a. Perencanaan tata ruang laut nasional;

b. Perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan


c. Perencanaan zonasi kawasan Laut.

2) Perencanaan tata ruang Laut nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

merupakan perencanaan untuk menghasilkan rencana tata ruang Laut nasional yang

diintegrasikan kedalam perencanaan tata ruang wilayah nasional.

3) Perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b menghasilkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

yang diintegrasikan kedalam perencanaan tata ruang wilayah provinsi.

4) Rencana zonasi kawasan strategis nasional diintegrasikan ke dalam rencana tata ruang

kawasan strategis nasional.

5) Dalam hal perencanaan tata ruang Laut nasional sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a sudah ditetapkan, pengintegrasian dilakukan pada saat peninjauan kembali

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

 Konsistensi Pengaturan Dalam RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang

Pasal 6

1) Perencanaan tata ruang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udaratermasuk

ruang di dalam bumi secara terpadudilaksanakan melalui penyusunan RTR yangmemuat

arah anspasial pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara termasuk ruang dalambumi

secara terintegrasi dalam satu dokumen rencana.

2) Muatan RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mencakup ruang laut, disusun

secara sinergis dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

kelautan.

3) Muatan RTR yang mencakup ruang udara disusun secara sinergis dengan instansi pemerintah

yang menyelenggarakan urusan pengelolaan ruang udara.

 Ruang Lingkup Peraturan Pemerintahan ini meliputi:

Pasal 7

a. Perencanaan Tata Ruang;


b. Pemanfaatan Ruang;

c. Pengendalian Pemanfaatan Ruang;

d. Pengawasan Penataan Ruang;

e. Perencanaan Ruang Laut;

f. Pemanfaatan Ruang Laut;

g. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut;

h. Pengawasan Pemanfaatan Ruang Laut;

i. Pembinaan Penataan Ruang; dan

j. Kelembagaan Penataan Ruang.

Pasal 6

1) Rencana tata ruang wilayah provinsi paling sedikit memuat:

a. tujuan, kebijakan, dan strategi Penataan Ruang wilayah provinsi;

b. rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan

dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam

wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;

c. rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan

kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;

d. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program

utama jangka menengah lima tahunan;

e. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi

indikasi arahan zonasi sistem provinsi, arahan Kesesuaian Kegiatan

Pemanfaatan Ruang, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi;

f. kebijakan pengembangan kawasan strategis provinsi;

g. arahan kebijakan pengembangan wilayah kabupaten/kota;


h. arahan kebijakan peruntukan ruang pada sempadan pantai, sungai, situ,

danau, embung, waduk, dan mata air; dan

i. RZWP-3-K

 Empat kategori jenis usaha:

- Risiko rendah;

- menengah rendah;

- menengah tinggi; dan

- tinggi.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), persyaratan tersebut lebih diprioritaskan bagi

kategori usaharisiko tinggi seperti sektor sumber daya alam dan lingkungan.

1. Kategori Rendah : hanya memerlukan Nomor Izin Berusaha (NIB) saja sebagai

legalitas pelaksanaan izin berusaha.

2. Kategori menengah-rendah : NIB dan Sertifikat Standar (pernyataan pelaku

usaha)

3. Kategori Menengah Tinggi : NIB dan Sertifikat Standar (pemerintah pusat,

pemerintah daerah)

4. Kategori Tinggi : NIB dan izin (pusat, daerah). Izin tersebut merupakan persetujuan

Pemerintah Pusat untukmelaksanakan kegiatanusaha yang wajib dipenuhi oleh pelaku

usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa diatas terhadap masalah dan potensi masalah lebih banyak

dibandingkan temuan positif. Karenanya, kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa

permasalahan utamanya yaitu dilemahkannya posisi tata ruang sebagai salah satu instrument

pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Dalam UU Cipta Kerja,

berbagai ketentuan dalam penataan ruang “dilonggarkan” dengan tujuan untuk

mengakomodasi kebijakan nasional yang bersifat strategis, yang mana lingkup kebijakan
nasional yang bersifat strategis ini juga tidak dijelaskan. Hal ini menandakan bahwa UU Cipta

Kerja dalam implementasinya berpotensi melemahkan instrument perlindungan lingkungan

hidup, hak-hak masyarakat dan juga berpotensi meberikan dampak negatif terhadap kualitas

lingkungan hidup.

Anda mungkin juga menyukai