Anda di halaman 1dari 12

PAPARAN

PENDAHULUAN
• ARTI ANAK MENURUT KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA
Anak
Kata Nomina (kata benda)
1) keturunan yang kedua
contoh: 'ini bukan anaknya, melainkan cucunya’
2) manusia yang masih kecil
contoh: 'anak itu baru berumur enam tahun'
• ARTI ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.
• ARTI ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG KESEJAHTERAAN ANAK
Anak adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.

• ARTI ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBURUHAN


Anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah
dan mempunyai tempat tinggal.
• ARTI ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG PERNIKAHAN
Anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan
dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki.
ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM
• Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan
hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. yang berkonflik dengan
hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
• Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12
(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
• Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi
yang disebabkan oleh tindak pidana.
• Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat,
dan/atau dialaminya sendiri.
• Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban,
keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil
dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
• Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar
peradilan pidana
• Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas:
a) Perlindungan;
b) Keadilan;
c) Nondiskriminasi;
d) Kepentingan Terbaik Bagi Anak;
e) Penghargaan Terhadap Pendapat Anak;
f) Kelangsungan Hidup Dan Tumbuh Kembang Anak;
g) Pembinaan Dan Pembimbingan Anak;
h) Proporsional;
i) Perampasan Kemerdekaan Dan Pemidanaan Sebagai Upaya Terakhir; Dan
j) Penghindaran Pembalasan.
• Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Anak sebelum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah
Anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, Anak
tetap diajukan ke sidang Anak.
• Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk:
a. Menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau
b. Mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi
yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
• Penangkapan terhadap Anak dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam
• Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus Anak
• Dalam hal ruang pelayanan khusus Anak belum ada di wilayah yang bersangkutan, Anak dititipkan di LPKS
• Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya
• Biaya bagi setiap Anak yang ditempatkan di LPKS dibebankan pada anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang social
• Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan/atau lembaga bahwa
Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana
• Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
a. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan
b. diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih
• Syarat penahanan sebagaimana harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan
• Selama Anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial Anak harus tetap dipenuhi
• Untuk melindungi keamanan Anak, dapat dilakukan penempatan Anak di LPKSAnak yang ditangkap wajib ditempatkan
dalam ruang pelayanan khusus Anak
• Penahanan sebagaimana dimaksud untuk kepentingan penyidikan dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
• Jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan Penyidik dapat diperpanjang oleh
Penuntut Umum paling lama 8 (delapan) hari
• Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum
• Penahanan terhadap Anak dilaksanakan di LPAS
• Dalam hal tidak terdapat LPAS, penahanan dapat dilakukan di LPKS setempat

CONTOH KASUS PERADILAN ANAK :


Anak P K (17 tahun) diduga keras melakukan tindak pidana eksploitasi anak dibawah umur secara ekonomi dan atau seksual
sebaimana dimaksud dalam Pasal 76 I Jo Pasal 88 No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 17 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, kemudian dilakukan penangkapan terhadap anak P K (17 tahun) dan dilakukan penahanan di LPAS selama
7 (tujuh) hari lalu diperpanjang oleh penuntut umum selama 8 (delapan) hari dikarenakan anak P K (17 tahun) diancam
dengan pidana 10 (sepuluh) tahun penjara dan anak P K (17 tahun) yang sudah berumur di atas 14 (empat belas) tahun.
HAK – HAK ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM
• HAK – HAK ANAK SEBAGAI ANAK KORBAN
1. Berhak atas bantuan hukum (Pasal 23 ayat (1) dan (2) SPPA), yaitu:
a. Dalam setiap tingkat pemeriksaan, anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh pembimbing kemasyarakatan
atau pendamping lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Dalam setiap tingkat pemeriksaan, anak yang menjadi korban atau anak yang menjadi saksi wajib didampingi oleh orang tua
dan/atau orang yang dipercaya oleh anak korban dan/atau anak saksi, atau pekerja sosial.
2. Berhak mendapatkan rehabilitasi dan jaminan keselamatan lainnya (Pasal 90 ayat (1) huruf a, b, dan c UU SPPA),
yaitu:
a. Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga;
b. Jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
c. Kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
3. Berhak atas dirujuk ke instansi-instansi terkait guna penanganan lebih khusus dalam rangka pemulihan bila
dianggap perlu (Pasal 91 UU SPPA), yaitu:
a. Berdasarkan pertimbangan atau saran pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan
sosial atau penyidik dapat merujuk anak korban, ke instansi atau lembaga yang menangani perlindungan anak atau lembaga
kesejahteraan sosial anak.
b. Dalam hal anak korban memerlukan tindakan pertolongan segera, penyidik, tanpa laporan sosial dari pekerja sosial
profesional, dapat langsung merujuk anak korban ke rumah sakit atau lembaga yang menangani perlindungan anak sesuai
dengan kondisi anak korban.
c. Berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan dan laporan sosial dari pekerja sosial
profesional atau tenaga kesejahteraan sosial, anak korban berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan
reintegrasi sosial dari lembaga atau instansi yang menangani perlindungan anak.
d. Anak korban dan/atau anak saksi yang memerlukan perlindungan dapat memperoleh perlindungan dari lembaga yang
menangani perlindungan saksi dan korban atau rumah perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Berhak mendapat perlindungan khusus (Pasal 59 ayat (2) huruf b dan i jo Pasal 59A Undang-
Undang Perlindungan Anak):
Selain itu, di dalam UU Perlindungan Anak juga diatur bahwa anak yang menjadi korban tindak pidana
berhak mendapat perlindungan khusus melalui upaya:
a. Penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial,
serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;
b. Pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;
c. Pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu; dan
d. Pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.
5. Berhak mengajukan restitusi (Pasal 71D UU Perlindungan Anak), yaitu:
Setiap anak yang menjadi korban kekerasan berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi
yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang
dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian
materiil dan/atau imateriil yang diderita korban atau ahli warisnya. Khusus untuk anak yang berhadapan
dengan hukum yang berhak mendapatkan restitusi adalah anak korban. Adapun restitusi tersebut berupa:
a. Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan;
b. Ganti kerugian atas penderitaan sebagai akibat tindak pidana; dan/atau
c. Penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis.
• HAK – HAK ANAK SEBAGAI ANAK SAKSI
a. Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media
cetak ataupun elektronik.
b. Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak
Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak
Korban, dan/atau Anak Saksi.
Pasal 23:
c. Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh Pembimbing
Kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak Korban atau Anak Saksi wajib didampingi oleh orang tua dan/atau
orang yang dipercaya oleh Anak Korban dan/atau Anak Saksi, atau Pekerja Sosial.
e. Dalam hal orang tua sebagai tersangka atau terdakwa perkara yang sedang diperiksa, ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi orang tua.
Pasal 27:
f. Dalam melakukan penyidikan terhadap perkara Anak, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran
dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.
g. Dalam hal dianggap perlu, Penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan,
psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan
tenaga ahli lainnya.
h. Dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap
i. Anak Korban dan Anak Saksi, Penyidik wajib meminta laporan sosial dari Pekerja Sosial Profesional atau
Tenaga Kesejahteraan Sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.
Pasal 58

a. Pada saat memeriksa Anak Korban dan/atau Anak Saksi, Hakim dapat memerintahkan agar
Anak dibawa keluar ruang sidang.

b. Pada saat pemeriksaan Anak Korban dan/atau Anak Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), orang tua/Wali, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing
Kemasyarakatan tetap hadir.

c. Dalam hal Anak Korban dan/atau Anak Saksi tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan di
depan sidang pengadilan, Hakim dapat memerintahkan Anak Korban dan/atau Anak Saksi didengar
keterangannya:

• di luar sidang pengadilan melalui perekaman elektronik yang dilakukan oleh


Pembimbing Kemasyarakatan di daerah hukum setempat dengan dihadiri oleh Penyidik atau
Penuntut Umum dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya; atau

• melalui pemeriksaan langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audiovisual dengan
didampingi oleh orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lainnya.

a. Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua/Wali dan/atau
pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi Anak.

b. Dalam hal tertentu Anak Korban diberi kesempatan oleh Hakim untuk menyampaikan pendapat
tentang perkara yang bersangkutan.

c. Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara.

d. Dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dipertimbangkan dalam putusan Hakim, putusan batal demi hukum.
Pasal 61

e. Pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh Anak.

f. Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tetap harus dirahasiakan oleh media massa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
• HAK – HAK ANAK SEBAGAI ANAK PELAKU

a.Sidang Tertutup
b.Dipimpin Oleh Hakim Tunggal
c. Didampingi Penasehat Hukum
d.Hakim Harus Memberitahukan Adanya Hak-Hal Anak
e.Selama Proses Persidangan Pelaku Tindak Pidana Anak Dapat Didampingi
f. Orang Tua/Wali
g.Adanya Litmas Dari Petugas pembimbing Kemasyarakatan (Bapas)
h.Selama Proses Persidangan Pelaku Didampingi Oleh Petugas
Pembimbing Kemasyarakatan (Bapas)
i. Hakim Memberikan Kesempatan kepada Orang Tua/Wali Untuk Mengemukakan
Segala Hal Yang Berkaitan Dan Bermanfaat Bagi Anak.
CONTOH MODUS OPERANDI TINDAK PIDANA
EKSPLOITASI YANG MELIBATKAN ANAK
• Pelaku dengan anak korban berkenalan melalui media sosial yaitu Facebook, Instagram, MiChat, Twitter dan WhatsApp.
• Selanjutnya korban dan pelaku bertemu di tempat tongkrongan atau tempat makan.
• Kemudian pelaku menjadikan pacar dan mengajak anak korban untuk menginap di hotel selama beberapa hari.
• Selama pelaku dan korban menginap / tinggal di hotel pelaku melakukan hubungan layaknya suami istri atau hubungan badan.
• Kemudian pelaku membuat akun aplikasi MiChat dan mengoperasikan aplikasi MiChat tersebut melalui handphone pelaku
sebagai joki (pencari tamu) menawarkan korban kepada laki-laki melalui aplikasi MiChat sebagai wanita b.o (Booking Online).
• Anak korban diberikan tarif Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) s.d Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) di aplikasi MiChat.
• Di dalam kamar hotel, satu orang anak korban bisa memiliki 2 s.d 3 joki atau pencari tamu.
• Anak korban ditawarkan dari sekitar jam 12.00 WIB s.d jam 02.00 WIB oleh pelaku melalui aplikasi MiChat.
• Anak korban dalam satu hari bisa mendapatkan 2 s.d 3 tamu laki-laki.
• Uang dari hasil prostitusi online yang ditawarkan pelaku melalui aplikasi Michat, digunakan untuk membayar sewa kamar hotel
dan juga untuk kebutuhan sehari-hari yang di tanggung oleh anak korban.
• Para pelaku atau joki mendapat fee sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) s.d Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) per
tamu.
• Pada malam hari pelaku atau joki bisa melakukan hubungan badan terhadap anak korban setelah selesai memberikan tamu.
PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA YANG
DILAKUKAN ANAK SELAMA 2020-2021
Memasuki masa Pandemi Covid-19, terjadi peningkatan
tindak pidana yang melibatkan anak dibawah umur di
wilayah hukum Polda Metro Jaya secara signifikan.
Beberapa kasus yang telah diungkap oleh Unit 4
Subdit 5 Renakta Ditreskrimum PMJ pada tahun 2020
sampai dengan bulan Maret 2021 adalah Eksploitasi
terhadap anak dibawah umur secara ekonomi dan
seksual dan juga prostitusi online dengan melibatkan 438
(empat ratus tiga puluh delapan) Anak dibawah umur.

Anda mungkin juga menyukai