Anda di halaman 1dari 20

Indonesia Battery Holding Usulkan Sejumlah Insentif

Menteri BUMN Erick Thohir telah menyampaikan surat kepada kementerian/lembaga


terkait mengenai usulan kebijakan pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik.
Muhammad Ridwan - Bisnis.com 01 Februari 2021 | 21:23 WIB Petugas mengisi daya mobil
listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di kawasan Fatmawati, Jakarta,
Sabtu (12/12 - 2020). Fast charging 50 kW ini didukung berbagai tipe gun mobil listrik.
ANTARA FOTO\\r\\n Bisnis.com, JAKARTA — Dalam pengembangan baterai, Indonesia
Battery Holding mengusulkan sejumlah usulan insentif yang diperlukan dalam proyek
tersebut dengan berbagai kementerian dan lembaga. Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai
Kendaraan Listrik Agus Tjahajana mengungkapkan bahwa Menteri BUMN Erick Thohir telah
menyampaikan surat kepada kementerian/lembaga terkait mengenai usulan kebijakan
pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik. “Kementerian BUMN di bawah
koordinasi Kemenko Marves sedang koordinasi dengan berbagai kementerian di antaranya
BUMN, ESDM, Perindustrian dan lain-lain,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan
Komisi VII DPR, Senin (1/2/2021). Baca Juga : Optimistis Jadi Pemain Global, Indonesia
Battery Holding Punya Apa? Adapun, bersama dengan Kementerian Keuangan usulan
kebijakan yang diperlukan adalah pembebasan bea masuk impor dan mengusulkan PPN
impor bahan baku prekursor, katoda, battery cell/pack, battery recycling. Sementara itu,
kepada Kementerian ESDM pihaknya mengusulkan antara lain insentif bijih limonit, BUMN
dtetap dapat mengalihkan sebagian wilayah IUP/IUPK kepada anak usaha yang mayoritas
sahamnya milik BUMN, dan tarif tenaga listrik untuk stasiun pengisian kendaraan listrik
umum (SPKLU) sesuai dengan tarif untuk penjualan curah. Kepada Kementerian
Perindustrian, kata Agus, formulasi tingkat komponen dalam negeri untuk baterai
kendaraan listrik dan komponen pembentuknya dan pembuatan pos tarif khusus. Baca
Juga : Industri Baterai Kendaraan Listrik Butuh Investasi hingga Rp252 Triliun “Terakhir
kepada KLHK [Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan], kemudahan perizinan sisa
hasil pengolahan nikel untuk bahan baku EV [electric vehicle] battery,” jelasnya.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Indonesia Battery Holding Usulkan
Sejumlah Insentif", Klik selengkapnya di sini:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20210201/44/1350903/indonesia-battery-holding-
usulkan-sejumlah-insentif.
Author: Muhammad Ridwan
Editor : Zufrizal

Download aplikasi Bisnis.com terbaru untuk akses lebih cepat dan nyaman di sini:
Android: http://bit.ly/AppsBisniscomPS
iOS: http://bit.ly/AppsBisniscomIOS

Mantap! Insentif Potongan Pajak Super Meluncur untuk Genjot Industri Baterai Nasional
Ekonomi pajak Insentif Pajak Baterai Litium Holding Baterai Indonesia Eko Nordiansyah •
06 Februari 2021 11:42
Jakarta: Pemerintah mendorong pengembangan industri baterai nasional melalui pemberian
insentif potongan pajak super atau super tax deduction. Insentif ini diberikan guna menarik
minat swasta agar ikut mengembangkan industri baterai lithium dalam negeri.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang
Brodjonegoro mengatakan insentif pajak ini ada dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas
Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu Di Indonesia.

"PMK 153 bertujuan untuk memberikan insentif bagi pihak swasta agar terus melakukan
riset. Hal ini diharapkan dapat terus memperkuat ekosistem riset dan inovasi khususnya
untuk pengembangan kendaraan listrik," kata dia, dalam sebuah webinar di Jakarta, Sabtu, 6
Februari 2021.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?Happy Inspire Confuse Sad


Ia menambahkan pengembangan industri baterai lithium juga masuk dalam program
prioritas riset nasional 2020-2024. Menurutnya baterai lithium perlu didorong untuk bisa
diaplikasikan melalui kendaraan listrik serta sistem penyimpanan energi untuk pembangkit
listrik energi baru terbarukan.

Potensi Indonesia untuk menjadi produsen baterai lithium didukung oleh produksi nikel
dalam negeri yang cukup banyak. Pada 2019, Indonesia menjadi produsen bijih nikel
terbesar di dunia dengan menghasilkan 800 ribu ton per tahun sehingga berpeluang
menciptakan pabrik baterai lithium di dalam negeri.

"Bijih nikel merupakan komponen utama dalam pembuatan baterai lithium. Hal tersebut
diharapkan mampu mengurangi ketergantungan atas impor dan menciptakan kemandirian
dalam negeri sehingga dapat bersaing dengan bangsa lain," jelas dia.

Bambang menyebut saat ini Kemenristek/BRIN sudah mengembangkan beberapa inovasi


sebagai bentuk pengaplikasian baterai lithium. Misalnya fast charger, baterai fast charging,
daur ulang baterai, materil baterai, hingga pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik
Berbasis Baterai (KBLBB).

"Pemerintah mendorong pengembangan inovasi tersebut melalui berbagai kebijakan antara


lain melalui peningkatan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) serta insentif
pajak berupa super tax deduction yang ada dalam PMK 153," pungkasnya.

Berambisi kembangkan industri baterai EV, ini permintaan insentif dari BUMN

Senin, 01 Februari 2021 / 18:14 WIB

INDEKS BERITA
Berambisi kembangkan industri baterai EV, ini permintaan insentif dari BUMN
ILUSTRASI. Nikel yang menjadi bahan baterai
Jangan lupa, segera ganti kartu ATM Mandiri lama sebelum diblokir 1 April
Rekomendasi
Jangan lupa, segera ganti kartu ATM Mandiri lama sebelum diblokir 1 April

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal membentuk Indonesia
Battery Holding (IBH). Konsorsium yang terdiri dari empat BUMN tersebut rencananya akan
mengembangkan industri baterai untuk Electric Vehicle (EV) secara terintegrasi dari hulu
hingga hilir.
Ketua Tim Percepatan Proyek EV Battery Nasional Agus Tjahajana Wirakusumah
membeberkan bahwa nilai investasi untuk mengembangkan industri baterai EV dari hulu
sampai hilir membutuhkan dana sekitar US$ 13,4 miliar hingga US$ 17,4 miliar.

Agus mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan penjajakan dengan calon mitra atau
investor. Pararel dengan itu, Kementerian BUMN bersama Kementerian Koordinator
Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) pun sedang berkomunikasi dengan kementerian
lainnya untuk bisa mendorong iklim investasi yang menarik.
"Agar pemain-pemain dunia di sektor EV dan baterai EV mau datang dan nyaman
berinvestasi di Indonesia," terang Agus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi
VII DPR RI yang digelar Senin (1/2).
Baca Juga: Butuh investasi US$ 17,4 miliar, ini ambisi BUMN untuk ekosistem industri
baterai EV
Dalam paparan Agus, permohonan tersebut disampaikan kepada empat kementerian.
Pertama, Kementerian Keuangan. Dalam hal ini Menteri BUMN mengusulkan adanya
pembebasan bea masuk impor bahan baku precursor, katoda, battery pack/cell serta
battery recycling.
Selain itu, ada juga usulan fasilitas tax holiday, dan pembebasan PPN untuk komponen yang
masih diimpor. Lalu, ada usulan pembuatan pos tarif khusus untuk precursor, katoda, dan
battery pack/cell dan agar dikenakan tarif MFN tinggi serta bea masuk preferensi.
Kedua, untuk Kementerian ESDM dari sisi hulu diusulkan insentif untuk bijih limonit, dan
BUMN tetap dapat mengalihkan sebagian wilayah IUP/IUPK kepada anak usaha yang
mayoritas sahamnya milik BUMN.
Lalu dari sisi hilir ada usulan badan usaha SPKLU selaku pemegang IUPTL dapat bekerjasama
dengan pemegang IUJPTL. Selain itu, Menteri BUMN juga mengusulkan tarif tenaga listrik
untuk SPKLU sesuai tarif penjualan curah. Diusulkan juga penetapan batas atas tarif tenaga
listrik agar lebih meningkatkan lagi kelayakan ekonomi bagi pemegang IUPTL/IUJPTL.

Ketiga, untuk Kementerian Perindustrian. Menteri BUMN mengusulkan formulasi TKDN


untuk EV Battery dan komponen pembentuknya, serta pembuatan pos tarif khusus untuk
precursor, katoda dan battery pack/cell dan agar dikenakan atrif MFN tinggi serta bea
masuk preferensi.
Keempat, kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Menteri BUMN
mengusulkan kemudahan perizinan sisa hasil pengolahan nikel untuk bahan baku EV
Battery.
"Pak Menteri (BUMN) sudah menyampaikan harapan kepada Menteri lain di bawah payung
Pak Luhut (Kemenko Marves) dari segi supply dan demand. Surat sudah kami sampaikan,
jadi ini dalam proses," ungkap Agus yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama Holding
Tambang BUMN, MIND ID.
Kepada Komisi VII DPR RI, Agus mengatakan bahwa pihaknya berharap agar parlemen bisa
mendorong regulasi dan kebijakan yag mampu mendorong perkembangan industri baterai
dan kendaraan listrik di Indonesia.
Termasuk dalam riset dan pengembangan baterai, penguasaan teknologi, serta
pengembangan teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing industri.
Selain itu, Agus juga meminta Komisi VII untuk mendorong perbaikan sistem pengenaan
perpajakan untuk kendaraan listrik berbasis baterai agar bisa bersaing dengan kendaraan
berbasis BBM.
Baca Juga: Gandakan volume penjualan jadi 2 juta ton nikel, ini rencana Ifishdeco di tahun
2021
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Mega Proyek PLN Ikhsan Assad juga menyampaikan
bahwa salah satu kendala pengembangan EV ialah harga kendaraan listrik yang masih
mahal. Untuk mobil listrik, misalnya, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) sekitar 30%.
"Kami mohon dukungan dari anggota DPR bagaimana mendukung kendaraan listrik, dengan
misalnya memberikan insentif lebih banyak lagi. Sehingga harganya minimal sama dengan
harga mobil yang menggunakan BBM," ujar Ikhsan.
Investasi dilakukan Bertahap
Lebih lanjut, mengenai investasi industri baterai EV dari hulu hingga hilir, Direktur Utama
MIND ID Orias Petrus Moedak menyampaikan bahwa realisasi investasi akan dilakukan
secara bertahap.
Dia menyampaikan bahwa modal awal untuk mendirikan Indonesian Battery Holding (IBH)
mencapai US$ 50 juta. Adapun pendanaan hingga US$ 17 miliar dilakukan untuk investasi
proyek sampai tahap akhir dari hulu hingga hilir.
Namun untuk tahap awal, dana yang dibutuhkan untuk proyek berkisar di angka US$ 5
miliar-US$ 10 miliar. Di hulu, investasi terbesar dialokasikan untuk membangun smelter
dengan teknologi HPAL dan RKEF. "Kemudian masuk ke level precursor sampai ke baterai
dimana PLN dan Pertamina akan ikut," ungkap Orias.
Dalam perhitungan sementara, rencananya 30% pendanaan akan ditutupi dengan equity
sedangkan 70% berasal dari pinjaman. "Dari 30% equity ini di masing-masing proses,
misalnya di hulu sampai smelter kita (MIND ID-Antam) bisa mayoritas. Di bawah (hilir) porsi
30% itu kita dengan mitra tergantung negosiasi dan offtaker-nya seperti apa, itu masih
dalam proses," jelas Orias.
Saat ini, dua calon mitra utama yang telah dijajaki adalah CATL dan LG Chem. Untuk CATL,
negosiasi dipimpin oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Sedangkan negosiasi kerjsama
dengan LG Chem dipimpin oleh Pertamina.
"Jadi ini yang sedang berjalan seperti itu, untuk pendanaan sudah dihitung supaya bertahap.
Ketika menghasilkan, baru kita lanjut," kata Orias.
Baca Juga: Dapat izin ekspor bijih bauksit, ini dampaknya ke fundamental Aneka Tambang
(ANTM)
Dia pun menegaskan bahwa investasi secara bertahap juga ditujukan untuk menyesuaikan
pertumbuhan demand kendaraan listrik. "Kita tidak bisa jor-joran juga membuat baterai,
sementara demand di dalam negeri dan global belum sampai ke level itu," tegas Orias.
Sebagai informasi, IBH sendiri terdiri dari Mining Industry Indonesia (MIND ID), Antam, PT
PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero). Dalam paparan Agus Tjahajana Wirakusumah,
disebutkan bahwa masing-masing BUMN tersebut memiliki porsi kepemilikan saham
sebesar 25%.
Konsorsium dapat membentuk Joint Venture (JV) Company yang bisa mengundang mitra
untuk proses bisnis dari hulu hingga hilir. Masing-masing BUMN memiliki keleluasaan untuk
dapat berpartisipasi dalam JV yang dibentuk bersama calon mitra. Adapun IBH akan segera
dibentuk setelah negosiasi dengan calon mitra difinalisasi.
"Sekarang prosesnya belum selesai. Menurut harapan kami bahwa dalam tahun ini kita bisa
menyelesaikan seluruh JV agreement sampai dengan keputusan investasi," pungkas Agus.

Kembangkan Industri Baterai Listrik, Pemerintah Diminta Berikan Insentif untuk Nikel Kadar
Rendah Kompas.com - 11/02/2021, 17:37 WIB BAGIKAN: Komentar Lihat Foto Ilustrasi
Nikel(Dok. Antam) Penulis Rully R. Ramli | Editor Erlangga Djumena JAKARTA, KOMPAS.com
- Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak menyarankan adanya pemberian insentif
bagi nikel kadar rendah, yang merupakan komoditas utama industri baterai kendaraan listrik
atau electric vehicle battery (EV battery). Menurut dia, pemerintah perlu
mempertimbangkan opsi pembebasan royalti, seperti diberlakukan kepada penambang batu
bara yang melakukan hilirisasi, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. "Mengenai adanya EV battery mobil listrik dan sebagainya,
ini kan pemanfaatan nikel kadar rendah. Kalau untuk batu bara kan kita sudah ada batu bara
dia untuk iuran produksinya 0 (persen)," ujarnya dalam sebuah diskusi virtual, Kamis
(11/2/2021). Baca juga: Kronologi Larangan Ekspor Bijih Nikel yang Berujung Gugatan Uni
Eropa Ia pun mempertanyakan, apakah pemerintah berkemungkinan melakukan hal serupa,
sebab pengembangan EV battery merupakan salah satu bentuk hilirisasi komoditas mineral
yang tengah fokus dijalankan. "Apakah (pembebasan royalti) ini akan berlaku untuk nikel
kadar rendah," katanya. Selain itu, nikel kadar rendah disebut Orias belum mendapatkan
perhatian lebih dari para pelaku usaha, sebab selama ini penambang lebih tergiur untuk
mengambil nikel kadar tinggi. Oleh sebab itu, Ia berharap opsi pembebesan royalti yang
merupakan bentuk dari insentif pengembangan nikel kadar rendah dapat dipertimbangkan
oleh pemerintah. Merespons pernyataan tersebut, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang
Percepatan dan Tata Kelola Minerba Irwandy Arif mengatakan, sejauh ini pihaknya belum
memiliki aturan maupun insentif terkait komoditas nikel kadar rendah. Namun,
Kementerian ESDM disebut akan menerima dan mempertimbangkan masukan tersebut.
"Memang belum ada soal prioritas nikel kadar rendah untuk hilirirsasi. Ini masukan yang
bagus sebenarnya," ucapnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kembangkan Industri Baterai Listrik,
Pemerintah Diminta Berikan Insentif untuk Nikel Kadar Rendah", Klik untuk baca:
https://money.kompas.com/read/2021/02/11/173700126/kembangkan-industri-baterai-
listrik-pemerintah-diminta-berikan-insentif-untuk.
Penulis : Rully R. Ramli
Editor : Erlangga Djumena
Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Berderet! Daftar Perusahaan RI yang Nyemplung ke Industri Mobil Listrik

Kamis, 10 Desember 2020, 15:45 WIB


Berderet! Daftar Perusahaan RI yang Nyemplung ke Industri Mobil Listrik
Kredit Foto: Reuters/Jason Lee
WE Online, Jakarta -

Mobil listrik menjadi inovasi terbaru dalam dunia transportasi yang populer sejak akhir abad
ke-19 hingga awal abad ke-20. Memanfaatkan energi listrik sebagai penggeraknya, mobil
listrik diklaim jauh lebih ramah lingkungan daripada kendaraan berbahan bakar fosil seperti
bensin dan solar.

Perusahaan-perusahaan otomotif dunia pun berlomba-lomba untuk terjun dan menciptakan


mobil listrik, sebut saja Hyundai, Tesla, dan Toyota. Euforia untuk ikut terlibat dalam industri
mobil listrik pun dirasakan oleh Indonesia.

Buktinya, sejumlah perusahaan mendeklarasikan diri akan membangun pabrik mobil listrik
di Tanah Air. Bahkan, Indonesia sendiri pun mendirikan pabrik baterai listrik untuk
menunjukkan eksistensinya di industri ini.

Lantas, siapa sajakah perusahaan Indonesia yang ikut terjun dan terlibat dalam industri
mobil listrik? Berikut adalah daftarnya.

1. Toyota - Astra International

PT Astra Internasional Tbk (ASII) melalui perusahaan ventura miliknya, yakni PT Toyota Astra
Motor (TAM) berkomitmen untuk turut mengembangkan dan meningkatkan pentrasi mobil
listrik di Indonesia. Hal itu sempat disinggung oleh Marketing Director TAM, Anton Jimmy
Suwandi, pada pertengahan tahun 2020 lalu.

"Kami tetap komitmen untuk mengembangkan mobil listrik di Indonesia karena memang itu
untung jangka panjang. Bukan hanya untuk tahun ini, tetapi juga tahun depan dan
seterusnya," pungkas Anton pada Mei 2020.

Seakan kembali mempertegas komitmen tersebut, Yoichi Miyazaki selaku Asia Region CEO
Toyota Motor Corporation dua hari lalu menyatakan bahwa Toyota akan segera
memproduksi mobil listri di Indonesia. Dalam agenda pertemuan secara virtual yang juga
diikuti oleh Menko Bidang Perekonomian, Airlangga, Yoichi menyebut bahwa pihaknya
menggelontorkan dana investasi hingga US$2 miliar atau setara dengan Rp28,29 triliun
untuk rencana tersebut.
"Setidaknya dalam lima tahun ke depan, Toyota sudah menyiapkan sepuluh jenis kendaraan
listrik bagi konsumen Indonesia. Teknologi kendaraan Toyota juga sudah siap untuk
mendukung penerapan B30 di Indonesia," pungkas Yoichi dilansir pada Kamis, 10 Desember
2020.

Dengan nilai investasi sebesar itu, Yoichi memperkirakan konsumsi bahan bakar akan dapat
ditekan hingga 126 liter pada tahun 2025 mendatang. Bali dipilih menjadi lokasi proyek
pengembangan mobil listri Toyota karena dianggap dapat mendukung ekosistem eco-
tourism di Pulau Dewata itu.

2. Inalum - Antam

Komitmen menciptakan kendaraan berteknologi ramah lingkungan juga ditunjukkan oleh


pemerintah dalam mendukung pengembangan mobil listrik di Tanah Air. Melalui holding
BUMN pertambangan Inalum atau MIND ID, pemerintah menyatakan siap membangun
pabrik baterai mobil listrik dengan nilai investasi US$20 miliar atau setara dengan Rp290
triliun.

Menteri BUMN, Erick Thohir, menyampaikan bahwa proyek pabrik baterai yang diklaim akan
menjadi yang terbesar kedua di dunia ini akan menyasar dari hulu sampai ke hilir, yakni dari
bahan mentah hingga ke produk jadinya. Oleh karena itu, proyek tersebut akan digarap
bersama dengan perusahaan BUMN lainnya, yakni PLN, Pertamina, dan PT Aneka Tambang
Tbk (Antam). Nantinya, ketiga BUMN tersebut akan membentuk unit usaha baru bernama
PT Indonesia Battery.

Dalam kesempatan yang berbeda, Direktur Utama Inalum, yakni Orias Petrus Moedak
menjelaskan bahwa ada tiga lokasi yang dipertimbangkan sebagai lokasi pembangunan
pabrik, yaitu Sulawesi Tenggara, Halmahera, dan Papua. Proyek ini pun ditargetkan dapat
berjalan dua hingga tiga tahun ke depan.

"Pendanaan sebelumnya ada yang tanya nilai proyek kan sekitar US$12 miliar, lalu Pak
Menteri (BUMN) katakan USD20 miliar karena turunannya lebih jauh, tidak berhenti pada
nilai yang saya sampaikan, sehingga bisa sampai USD20 miliar. Kita terbuka untuk mitra kita,
nikel kita banyak, mitra ketiga masuk bisa capai USD20 miliar, sekarang hitungan masih
USD12 miliar," pungkasnya seperti dilansir dari Sindonews.

3. Inalum - Vale Indonesia

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) juga disebut akan turut dilibatkan dalam pengembangan
industri kendaraan listrik di Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Menteri Erick Thohir,
mengingat posisi Vale Indonesia saat ini sebagai pemilik aset nikel terbesar di dunia.

Ambisi Erick Thohir untuk menegaskan eksistensi Indonesia sebagai salah satu produsen
nikel terbesar di dunia semakin tinggi ketika Inalum menuntaskan akuisisi 20% saham Vale
Indonesia dari dua pemegang saham mayoritas sebelumnya, yakni Vale Canada Limited dan
Sumitomo Metal Mining Co.Ltd.

Erick meyakini, akusisi tersebut menjadi momen penting dalam hilirisasi industri
pertambangan nasional yang berperan strategis dalam industri nikel secara global.
Bagaimanapun, dengan akuisisi ini pula Inalum mendapat akses untuk mengamankan
pasokan bahan baku industri hilir nikel Indonesia, entah itu untuk diolah menjadi stainless
steel maupun baterai mobil listrik

"Ini langkah bagus untuk memperkuat value chain di Indonesia serta pengembangan
industri baterai untuk mobil listrik sebagai bagian dari proses transformasi sistem energi,"
pungkas Erick dalam keterangan pers pada awal Oktober 2020 lalu.

4. Nissan - Indomobil

PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) secara tidak langsung juga ikut terlibat dalam
industri mobil listrik setelah entitas anak usahanya, yakni PT IMG Sejahtera Langgeng
mengakuisisi 75% saham PT Nissan Motor Distributor Indonesia (NMDI). Pengambilalihan
saham tersebut efektif berlaku pada 3 November 2020 lalu.

Perlu diketahui, setelah berada di bawah naungan Indomobil, Nissan memulai strategi
penjualan produk baru berupa mobil listrik bernama Nissan Kicks e-Power pada November
2020. Mobil tersebut seluruhnya digerakkan menggunakan energi listrik dengan baterai
lithium-ion yang membantu dalam optimalisasi tenaga penggerak kendaraan sehingga
menjadi lebih hemat energi.

Manajemen NMDI meyakini, tren mobil listrik di Indonesia akan terus mengalami kenaikan.
Pasalnya, mobil listrik menawarkan sensasi berkendara yang nyaman tanpa khawatir
kehabisan energi karena menggunakan daya listrik.

"Saya yakin tren mobil listrik di Indonesia akan terus naik karena konsumen akan tetap bisa
merasakan sensasi berkendara ala mobil listrik," pungkas Marketing Director NMDI, Bagus
Susanto, beberapa waktu lalu.

Jokowi: Industri Mobil Listrik Skala Besar Segera Beroperasi


SHARE
A truck loaded with Tesla cars departs the Tesla plant Tuesday, May 12, 2020, in Fremont,
Calif. Tesla CEO Elon Musk has emerged as a champion of defying stay-home orders
intended to stop the coronavirus from spreading, picking up support as well as critics on
social media. Among supporters was President Donald Trump, who on Tuesday tweeted
that Tesla's San Francisco Bay Area factory should be allowed to open despite health
department orders to stay closed except for basic operations. (AP Photo/Ben Margot)
Advertisement
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan saat ini Indonesia
sudah masuk dalam rantai pasokan global (global supply chain) dalam ekonomi hijau atau
green economy. Jokowi yakin, industri mobil listrik skala besar akan segera beroperasi di
Indonesia.
Jokowi mengatakan bahwa industri baterai lithium atau baterai untuk kendaraan listrik di
Indonesia bisa segera beroperasi. Seperti diketahui, beberapa produsen baterai global
tengah didekati pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri baterai listrik di
Indonesia, seperti produsen asal China, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL)
dan LG Chem Ltd asal Korea Selatan (Korsel).

"Industri baterai lithium yang diolah dari kekayaan alam kita sendiri, serta sekaligus industri
mobil listrik skala besar kita upayakan agar segera beroperasi di negara kita, Indonesia," ujar
Jokowi dalam MGN Summit 2021, Rabu (27/1/2021).

Industri kendaraan listrik ke depannya akan membuat Indonesia menjadi motor bagi
perkembangan industri di masa depan. Bahkan, Jokowi meyakini bahwa Indonesia akan
menjadi negara yang berpengaruh dan disegani.

"Ini akan menjadi sebuah sinyal bahwa Indonesia akan menjadi motor bagi pengembangan
industri masa depan yang berpengaruh dan disegani," kata Jokowi melanjutkan.

Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia


mengatakan produsen kendaraan listrik raksasa dunia, Tesla akan berinvestasi di Indonesia.

Selain Tesla yang merupakan perusahaan milik Elon Musk, BASF asal Jerman, kata Bahlil,
juga akan segera menandatangani rencana investasi di Indonesia.

Bahlil yakin, Tesla dan BASF akan menyusul dua kompetitor lainnya, yakni Contemporary
Amperex Technology Co. Ltd (CATL) asal China dan LG Chem Ltd asal Korea Selatan, untuk
juga menandatangani kesepakatan kerja sama dan investasi di Indonesia.

"CATL sudah tanda tangan US$ 5,2 miliar, LG US$ 9,8 miliar. Sebentar lagi yang akan kita
teken ini adalah BASF sama Tesla," jelas Bahlil dalam konferensi pers virtual, Senin
(25/1/2021).

Mengapa tren kendaraan listrik adalah momentum transformasi industri otomotif Indonesia
Januari 15, 2021 8.25am WIB
Penulis

Krisna Gupta
PhD Student at The Australian National University, Australian National University

Wishnu Mahraddika
PhD Scholar, Australian National University

Pengungkapan

Krisna Gupta menerima dana dari Beasiswa Australia Awards. Ia terafiliasi dengan
Kementerian Perindustrian.
Wishnu Mahraddika menerima beasiswa dari Bank Indonesia dan terafiliasi dengan institusi
tersebut.
Mitra

Australian National University

Australian National University memberikan dana sebagai anggota The Conversation AU.

Lihat semua mitra

CC BY ND
The Conversation mendukung arus bebas informasi
Artikel kami dapat ditayangkan ulang secara gratis dengan lisensi Creative Commons

Republikasi artikel ini

Komisari PT PLN (Persero) Dudy Purwagandhi mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian
Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Jalan Dr Soetomo, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu
(26/12/2020). PT PLN (Persero) menguji coba kendaraan listrik berbasis baterai dengan rute
perjalanan jarak jauh dari Jakarta menuju Bali dengan tujuan untuk melihat infrastruktur
SPKLU yang sudah disiapkan oleh PLN agar para pengguna kendaraan listrik dalam
menempuh perjalanan jarak jauh bisa aman dan nyaman. ANTARA FOTO/Didik
Suhartono/aww. Antara Foto
Surel
Twitter5
Facebook7
LinkedIn
Cetak
Tren mobil listrik mulai datang dan Indonesia berada di waktu serta tempat yang tepat.

Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, yang merupakan salah satu bahan
baku pembuatan baterai untuk mobil listrik. Jumlahnya kurang lebih 21 juta ton atau 25%
cadangan nikel dunia.

Investasi pun mulai berdatangan. Desember lalu pemerintah Indonesia telah


menandatangani kesepakatan kerja sama dengan perusahaan asal Korea Selatan, LG Energy
Solution untuk investasi senilai Rp 130 triliun untuk penambangan bahan baku dan
pembuatan sel baterai.

Untuk itu pemerintah harus bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan
transformasi industri manufaktur. Momen ini juga perlu dijaga dan ditindaklanjuti dengan
kebijakan yang memudahkan bisnis dan membuat Indonesia menjadi bagian dari Global
Value Chain atau rantai pasok global, saat komponen produksi Indonesia digunakan di
negara lain.

Mau tahu perkembangan terbaru tentang lanskap bisnis dan ekonomi Indonesia?
Daftar sekarang

antarafoto spklu komersial pertama pertamina jakarta rn. Antara Foto


Dampak positif industri mobil listrik

Investasi sel baterai merupakan bagian dari keinginan pemerintah membangun pusat
industri mobil listrik di Indonesia.

Pemerintah berencana membuat Indonesia menjadi negara pertama dengan industri hulu
sampai hilir untuk baterai mobil listrik. Jadi mulai dari penambangan bahan baku untuk
baterai sampai ke pembuatan baterai mobil listrik itu terjadi di Indonesia.

Sebuah laporan menyatakan LG Energy Solution tengah menggarap kerja sama dengan
Hyundai untuk menjadi pemasok utama baterai listrik untuk mobil buatan Hyundai.

Saat ini, Hyundai Motor sedang membangun pabrik mobil senilai Rp 21 triliun di kawasan
Deltamas, Bekasi, Jawa Barat dengan kapasitas produksi hingga 250.000 mobil per tahun,
termasuk kendaraan listrik.

Pabrik ini akan mulai beroperasi secara komersial pada akhir 2021 dan menjadi pabrik
Hyundai terbesar di kawasan ASEAN.

Investasi dari hulu ke hilir ini akan memiliki dampak yang sangat positif bagi perekonomian
Indonesia. Pabrik Hyundai Motor saja akan mempekerjakan 23.000 orang untuk pabrik
barunya.

Indonesia memiliki peluang yang sangat tinggi untuk meningkatkan nilai tambah barang
tambangnya. Seiring dengan kebutuhan industri sel baterai untuk mengurangi kandungan
kobalt yang telah menjadi terlalu mahal, peran nikel akan semakin penting di dalam industri
mobil listrik.

Dengan cadangan nikel yang besar, Indonesia memiliki daya tarik yang tinggi bagi produsen
sel baterai dan mobil listrik global.

Kedatangan investor-investor ini seolah menjawab keinginan Indonesia untuk melakukan


transformasi ekonomi melalui investasi asing dan peningkatan nilai ekspor.

Indonesia tidak hanya memerlukan investasi asing untuk mendapatkan kapital atau modal
untuk pembangunan di dalam negeri, namun juga menggunakan teknologi mereka.

Dorongan untuk meningkatkan nilai ekspor dari nikel ke sel baterai dan bahkan mobil listrik,
akan membantu mengamankan nilai tukar rupiah dan neraca pembayaran atau transaksi
antar negara.

Memanfaatkan pasar dunia


Untuk menaikkan posisi Indonesia di dalam rantai pasok global, pemerintah harus
memastikan bahan baku lain untuk industri mobil listrik dapat dipasok dengan cepat, mudah
dan murah. Ini penting untuk menjaga produk Indonesia tetap kompetitif di pasar global.

Belajar dari permasalahan di otomotif konvensional, kebutuhan bahan baku adalah salah
satu permasalahan yang mengakibatkan Indonesia kalah bersaing dibandingkan Thailand.

Industri sel baterai dan mobil listrik memiliki rantai pasok yang lebih kompleks dibandingkan
otomotif konvensional. Ini karena beberapa kebutuhan penting seperti semikonduktor atau
bahan penghantar listrik yang tidak dapat dipasok dari dalam negeri saat ini.

Pada saat yang sama, Indonesia harus bisa menangkap permintaan global untuk mobil listrik
karena permintaannya akan lebih besar jika dibandingkan dengan pasar domestik.

Saat ini harga mobil listrik masih relatif mahal dan menjadi pangsa pasar segmen premium
atau menengah atas di Indonesia.

Sebagai contoh PT Hyundai Motors Indonesia (HMI) resmi menjual dua mobil listriknya,
yakni Hyundai Ioniq EV dan Hyundai Kona EV, yang dibanderol dalam rentang harga Rp 600
jutaan, sementara mayoritas daya beli masyarakat masih untuk mobil di bawah Rp 250 juta.

Selain itu meningkatkan ketersediaan listrik dan stasiun pengisi daya bukan perkara mudah.
Program konversi Bahan Bakar Gas (BBG) dapat menjadi pengingat betapa sulitnya
membangun infrastruktur kendaraan secara menyeluruh.

Memanfaatkan bahan baku dan permintaan global artinya terlibat lebih jauh ke dalam
rantai pasok global.

Untuk itu kuncinya adalah pemanfaatan perjanjian dagang.

Indonesia saat ini terlibat dalam berbagai perjanjian dagang penting, salah satunya adalah
Regional Comprehensive Economic Cooperation (RCEP) atau Kemitraan Ekonomi
Komprehensif Regional.

RCEP memiliki konsep Rule of Origin aturan asal barang untuk impor yang sangat fleksibel
dan memungkinkan Indonesia memanfaatkan pasar RCEP secara efektif.

Untuk menangkap peluang ini, pemerintah harus memastikan seluruh kementerian terkait
untuk terlibat melihat kembali peraturan seperti harmonisasi atau penyamaan standar
teknis dan tingkat kandungan lokal.

Pabrik Baterai Kendaraan Listrik Bikin Indonesia Naik Kelas Kompas.com - 02/01/2021, 10:02
WIB BAGIKAN: Komentar 5 Lihat Foto Baterai Mobil Listrik Nissan Leaf (Foto:
Wikipedia/H.Kashioka) Penulis Stanly Ravel | Editor Agung Kurniawan JAKARTA,
KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia resmi menandatangani nota kesepahaman atau
Momerandum of Understanding (MoU) dengan LG Energy Solution guna pembangunan
proyek baterai kendaraan listrik. Langkah ini merupakan kelanjutan dari tindak lanjut
kesepatakan investasi industri beterai kendaraan listrik bersama konsorsium BUMN yang
sudah dibentuk. Penandatanan MoU dilakukan pada 18 Desember 2020 lalu, dengan total
nilai investasi yang dikucurkan LG sebesar 9,8 miliar Dollar Amerika Serikat, atau sekitar Rp
142 triliun. Kepala Badan Koordinasi Badan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia
mengatakan, adanya MoU tersebut menjadi sinyal keseriusan tinggi dari LG dengan
pemerintah Indonesia untuk mengembangkan baterai terintegrasi. Baca juga: Industri
Kendaraan Listrik Nasional Tengah Bergerak Positif Lihat Foto Ilustrasi baterai pada mobil
listrik yang dikemas dalam komponen yang aman(electrec.co) "Indonesia akan naik kelas
dari produsen dan eksportir bahan mentah menjadi pemain penting pada rantai pasok dunia
untuk industri baterai kendaraan listrik, dimana baterai memegang peranan kunci, bisa
mencapai 40 persen dari total biaya untuk membuat sebuah kendaraan listrik," ucap Bahlil
dalam keterangan resminya, Kamis (31/12/2020). Bahlil mengatakan proyek pabrik baterai
kendaraan listrik bersama empat BUMN, yakni PT Aneka Tambang, PT Pertamina, PT PLN,
dan Inalum akan berlokasi di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah dengan
luas 4.300 hektar. Rencananya, sebagian baterai yang dihasilkan dari proyek ini akan
disuplai ke pabrik mobil listrik pertama di Indonesia yang sudah lebih dahulu ada dan dalam
waktu dekat akan segera memulai tahap produksi. Baca juga: 4 BUMN Gotong Royong
Siapkan Pabrik Baterai Kendaraan Listrik Lihat Foto Ilustrasi baterai mobil listrik LG
Chem(https://www.caixinglobal.com/) Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir
memastikan investasi ini berjalan dari sisi produksi dan juga memiliki pasar di dalam dan
luar negeri. "Investasi LG akan bermitra dengan konsorsium baterai BUMN di seluruh rantai
pasok produksi. Pada pelaksanaannya akan ditindaklanjuti dengan studi bersama (joint
study) untuk mengukur secara detail kerja sama yang akan dilakukan kedua pihak dari
sektor hulu sampai hilirnya," ujar Erick.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pabrik Baterai Kendaraan Listrik Bikin
Indonesia Naik Kelas", Klik untuk baca:
https://otomotif.kompas.com/read/2021/01/02/100200315/pabrik-baterai-kendaraan-
listrik-bikin-indonesia-naik-kelas.
Penulis : Stanly Ravel
Editor : Agung Kurniawan

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Kemenperin Dorong Industri Otomotif Nasional Kembangkan Mobil Listrik


5 tahun ago3,809 Views
photo: rri.co.id
photo: rri.co.id
JAKARTA— Kementerian Perindustrian mendorong industri otomotif nasional agar
mengembangkan mobil listrik. Pasalnya, tren kendaraan masa depan menuju konsep yang
hemat energi dan ramah lingkungan. Pengembangan mobil listrik sebagai salah satu
komitmen Pemerintah Indonesia dalam upaya menurunkan emisi sebesar 29% pada 2030.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I
Gusti Putu Suryawirawan mengatakan itu meembuka Focus Group Discussion (FGD)
Pengembangan Mobil Listrik di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (24/2).

“Masih terbuka peluang untuk pengembangan mobil listrik secara mandiri oleh industri
dalam negeri karena teknologinya masih berkembang dan belum ada pemain yang dominan
di industri ini,” kata Dirjen.

Hingga saat ini, populasi mobil listrik di dunia sekitar 4 juta unit dan diperkirakan pada 2020
mencapai 10 juta unit. Menurut Dirjen, agar industri otomotif dalam negeri punya kekuatan
daya saing, pengembangannya harus sinergi dengan tuntutan pasar. “Mobil listrik menjadi
target market untuk pengembangan industri otomotif kita ke depan. Jika tak mengantisipasi
perkembangan teknologi ini, kita nanti hanya jadi pengguna,” katanya.

Di masa datang, kendaraan hemat energi dan ramah lingkungan mengarah pada beberapa
pilihan teknologi. Itu antara lain advanced diesel/petrol engine, bahan bakar alternatif
(biofuel), bahan bakar gas (CNG atau LGV), kendaraan listrik, hybrid, dual fuel (gasoline-gas),
dan fuelcell (hidrogen).

Perlu sinergi dukungan berbagai instansi terkait untuk melakukan penelitian dan
pengembangan serta penetapan regulasi terkait perkembangan teknologi tersebut. “Untuk
mobil listrik, perlu pengembangan teknologi charging station, battery, dan motor listrik,”
katanya.

Pada saat ini, Kemenperin telah membuat langkah strategis— triplex helix. Ini kolaborasi
antara pemerintah dengan asosiasi industri dan akademisi. “Kerjasama terus diperkuat
dalam pelaksanaan development bersama,” katanya.

Putu juga memastikan, pihaknya siap memfasilitasi pembetukan engineering center. “Kita
harus berbagi peran agar bisa saling mengisi. Misalnya ada institusi yang fokus pada
pengembangan battery, fokus pada pengembangan motor atau fokus pada charging station,
dan lain-lain,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Subdirektorat Bina Keselamatan Angkutan Umum
Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Karlo Manik mengatakan, pihaknya
tengah menyusun ketentuan persyaratan untuk mobil listrik. Untuk detil persyaratan,
sebenarnya tak jauh berbeda dengan yang konvensional. Hanya ada beberapa butir
persyaratan khusus yang akan diterapkan ke mobil listrik untuk tetap menjaga aspek
keselamatan yang diutamakan.

“Jadi mungkin ada yang kita kurangi, misalnya uji emisi untuk mobil listrik tak ada. Tapi
mungkin suaranya harus ada. Apakah kita akan tambah persyaratan noise-nya harus ada,
supaya orang tahu kalau ada mobil listrik yang melintas,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Tim Mobil Listrik Nasional (Molina) dari Institut Teknologi Sepuluh
November (ITS) Muhammad Nur Yuniarto mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai
riset yang dibutuhkan untuk pengembangan mobil listrik di Indonesia. Beberapa komponen
yang dihasilkan bisa dimanfaatkan oleh para pelaku industri.

“Ini tugas riset perguruan tinggi, tinggal bagaimana hasil ini bisa dimanfaatkan oleh pihak
industri. Semua hasil penelitian perguruan tinggi itu milik negara, tinggal dimanfaatkan
saja,” katanya.

Ia menjelaskan, biaya proyek pembuatan komponen mobil listrik ini dari Kementrian Riset
dan Teknologi. “Tahun lalu kami dapatkan dana dari LPDP,” katanya.

Nur menyampaikan, pada saat ini mobil listrik tersebut sudah diuji-coba dengan perjalanan
dari Surabaya ke Jakarta. Sekali charge selama empat jam, mobil listrik bisa melaju
sepanjang 100 kilometer. Jika teknologinya sudah sempurna, biaya operasional mobil listrik
ini bisa efisien. “Sebagai perbandingan, mobil listrik menghabiskan biaya operasional USD
5.200, hybrid USD 9.000, dan konvensional USD 9.000,” katanya.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Kendaraan Listik Bermerek Nasional (APKLIBERNAS)


Sukotjo Herupramono mengatakan, peran pemerintah sangat besar dalam mendorong para
pelaku industri otomotif nasional untuk memproduksi mobil listrik “Ada beberapa hal yang
perlu dipersiapkan supaya proyek mobil listrik bermerek nasional bisa berjalan di Indonesia.
Misalnya, harus dibuat roadmap yang jelas, dalam hal ini peran Kementerian Perindustrian.
Di dalamnya, terdapat ketentuan seperti arah pengembangan dan waktu yang ditargetkan,”
katanya.

Pemerintah juga harus mengatur pasar mobil listrik di Indonesia. “Tuntutan kami sebagai
prinsipal nasional, adalah meminta pasar dengan tenaga motor listrik 75 KWh ke bawah
supaya tak disentuh pihak asing,” katanya. (*)

Jokowi Upayakan Industri Mobil Listrik Skala Besar Beroperasi di RI

Tim detikcom - detikOto


Kamis, 28 Jan 2021 08:06 WIB
1 komentar
SHARE

URL telah disalin


BMW Indonesia memperkenalkan sport car masa depan mereka BMW i8 roadster di GIIAS
2018. Mobil ini pun dibanderol 3.969.000.000 di luar pajak.
Indonesia disebut akan menjadi pemain besar dalam industri mobil listrik. Foto: Ari Saputra
Advertisement
Jakarta - Indonesia disebut akan menjadi pemain besar dalam industri kendaraan listrik.
Terlebih, Indonesia punya kekayaan alam yang bisa menjadi bahan baku baterai lithium
untuk kendaraan listrik.
Dilansir CNBC Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, Indonesia masuk dalam
rantai pasokan global (global supply chain) dalam ekonomi hijau atau green economy.
Industri mobil listrik skala besar diupayakan untuk segera beroperasi di Indonesia.
"Industri baterai lithium yang diolah dari kekayaan alam kita sendiri, serta sekaligus industri
mobil listrik skala besar kita upayakan agar segera beroperasi di negara kita, Indonesia," ujar
Jokowi dalam MGN Summit 2021, Rabu (27/1/2021).

Baca juga:
Mobil Hybrid Masuk Indonesia, Ini yang Paling Laris
Jokowi mengatakan, industri baterai lithium atau baterai untuk kendaraan listrik di
Indonesia bisa segera beroperasi. Beberapa produsen baterai global tengah didekati
pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri baterai listrik di Indonesia, seperti
produsen asal China, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) dan LG Chem Ltd
asal Korea Selatan (Korsel).

"Ini akan menjadi sebuah sinyal bahwa Indonesia akan menjadi motor bagi pengembangan
industri masa depan yang berpengaruh dan disegani," kata Jokowi melanjutkan.

Industri kendaraan listrik sendiri mendapat berbagai dukungan dari pemerintah. Mulai dari
keringanan pajak hingga penyediaan fasilitas pengisian daya baterai disiapkan pemerintah
untuk menyambut kendaraan listrik.

Baca juga:
Bawa Mobil Listrik ke Sumatera Lebih Tenang, Sudah Ada SPKLU
Potensi kendaraan listrik di Indonesia pun cukup besar. Dalam data Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dijelaskan Menteri ESDM Arifin Tasrif saat rapat kerja
dengan Komisi VII DPR RI beberapa waktu lalu, potensi mobil listrik di tahun 2021 ini
sebanyak 125 ribu unit. Sementara sepeda motor listrik tahun ini berpotensi sebanyak 1,344
juta unit.

Hingga 2030, penggunaan mobil dan motor listrik berpotensi naik. Pada tahun 2030,
diperkirakan akan ada 2,2 juta mobil listrik dan 13 juta sepeda motor listrik.

"Beberapa instansi baik pemerintah pusat, daerah, BUMN maupun swasta telah
berkomitmen untuk mulai menggunakan KBLBB (kendaraan bermotor listrik berbasis
baterai) ini," kata Arifin.

Untuk mendukung penggunaan kendaraan listrik, dibutuhkan stasiun pengisian kendaraan


listrik umum atau SPKLU. Arifin mengatakan, pihaknya berkomitmen terus menambah
SPKLU di Indonesia. Sampai 2020 saja, sudah ada sebanyak 180 unit SPKLU.

Soal Insentif Pajak Mobil Listrik, Indonesia Bisa Meniru Cina


Reporter: Tempo.co
Editor: Wawan Priyanto
Minggu, 19 Januari 2020 14:58 WIB
KOMENTAR
TEMPO.CO, Jakarta - Harus diakui, Pemerintah Cina sangat responsif terhadap masa depan
mobil ramah lingkungan. Termasuk di dalamnya adalah mobil energi terbarukan seperti
mobil hybrid, plug-in hybrid, hingga mobil listrik murni. Ketika penjualan mobil listrik seret,
pemerintah langsung bereaksi dengan mengutak-atik insentif pajak mobil listrik.

Pada akhir Desember 2019, Cina mengumumkan akan memperpanjang potongan pajak atas
pembelian kendaraan energi terbarukan, termasuk di dalamnya kendaraan listrik, hingga
akhir 2020. Hal ini memicu gairah pembelian mobil listrik yang sempat meredup dalam
beberapa bulan terakhir karena khawatir insentif pajak dihentikan pada akhir Desember
2019.

Momentum ini kebetulan menjadi berkah bagi Tesla, produsen mobil listrik Amerika Serikat,
yang meluncurkan Tesla Model 3 buatan pabrik Tesla di Shanghai, Cina. Terkait dengan
keringan pajak itu, dealer Tesla di Shanghai, Cina, diserbu pembeli. Sebagian besar
memesan Tesla Model 3, model dengan harga paling terjangkau, yang diproduksi di pabrik
Tesla di Shanghai.

Menurut laporan Xinhua yang dikutip dari China Daily, Minggu, 19 Januari 2020, pesanan
Model 3 melonjak di tengah pasar kendaraan listrik yang melambat sepanjang tahun lalu.
Pemerintah disebut memberikan potongan pajak baru untuk kendaraan listrik yang
berdampak pada harga mobil Tesla Model 3 kurang dari 300.000 yuan (setara Rp 596,87
juta).

"Kami memiliki lebih banyak pelanggan hari ini yang ingin test drive dan informasi lebih
lanjut," kata seorang tenaga penjual di toko Tesla di Shanghai.

Pabrik Tesla di Shanghai telah memproduksi hampir 1.000 kendaraan yang tersedia untuk
dijual dan mencapai kapasitas produksi lebih dari 3.000 kendaraan per minggu sejak
meluncurkan 10 sedan Model 3 pertamanya kepada pelanggan Cina pada 7 Januari,
menurut laporan keuangan terbaru Tesla.

“Harga itu membuat Tesla disebut kompetitif di pasar kendaraan energi baru Cina (NEV),”
kata Cui Dongshu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penumpang Mobil Cina.

Ia menambahkan bahwa produksi Tesla di Cina akan memiliki positif pada industri otomotif
negara itu.

“Penjualan Tesla di Cina akan membantu mendorong produsen mobil dalam negeri untuk
mempercepat peningkatan teknologi,” ujar dia.

Sebagai tolok ukur untuk NEV, Model 3 akan membantu mendorong inovasi dan
peningkatan pemasok domestik, menurut laporan oleh Minsheng Securities.

Penjualan NEV Cina naik pada akhir 2019 setelah hampir setahun melambat, mencapai
pertumbuhan 71,4 persen pada bulan Desember, menurut Asosiasi Produsen Otomotif Cina.
Kebijakan subsidi pada NEV akan tetap stabil pada tahun 2020, menurut Kementerian
Perindustrian dan Teknologi Informasi awal bulan ini.

“Tesla telah memulai dorongan besar bagi para pemain Tiongkok dan mereka akan
mendapat manfaat dari meningkatnya antusiasme pelanggan untuk mobil yang pintar dan
tanpa pengemudi,” kata Cui.

Regulasi soal kendaraan listrik di Cina ini menarik, dengan misi utama adalah
mempopulerkan kendaraan ramah lingkungan kepada masyarakat. Penjualannya terus
meningkat, hingga lebih dari 1 juta unit pada 2019. Angka ini lebih tinggi dari penjualan
seluruh model yang dipasarkan di Indonesia sepanjang 2019.

Rasanya Indonesia dapat mencotoh penerapan regulasi kendaraan listrik di Cina jika ingin
menggaet lebih banyak investor untuk berinvestasi di Indonesia. Seperti halnya Tesla, yang
seperti mendapatkan karpet merah saat ingin membangun pabrik di Shanghai, dan
dilanjutkan dengan pendirian pusat penelitian dan pengembangan di negeri Tirai Bambu itu.

Kemenkeu Sebut Mobil Listrik di Luar Negeri Lebih Murah karena Insentif Pajak Kompas.com
- 15/03/2021, 19:18 WIB BAGIKAN: Komentar Lihat Foto Ilustrasi mobil listrik Hyundai Kona
EV tengah diisi ulang dayanya.(UNPLASH.com) Penulis Mutia Fauzia | Editor Ambaranie
Nadia Kemala Movanita JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan mengungkapkan
harga mobil listrik yang bisa lebih murah di beberapa negara akibat pemberlakuan kebijakan
insentif perpajakan. Hal serupa bakal diberlakukan pemerintah Indonesia pada tahun ini
dengan menggratiskan Pajak Pembelian (PPnBM) untuk mobil listrik (Battery Electric
Vehicle/BEV). Kepala BKF Febrio Kacaribu mencontohkan, untuk di China misalnya, dengan
memberlakukan kebijakan serupa, harga mobil listrik yang sebelumnya mencapai 3,4 kali
dari harga mobil konvensional bisa turun menjadi 1,9 kali dari mobil konvensional. Baca
juga: Sri Mulyani Usul Revisi Aturan PPnBM Mobil Listrik "Jadi memang kebijakan ini
mendorong masyarakat untuk mulai melihat kemampuannya untuk membeli mobil listrik
dengan emisi yang lebih baik," jelas Febrio ketika melakukan rapat kerja dengan Komisi XI
DPR RI, Senin (15/3/2021). Selain China, Jepang juga memberlakukan insentif untuk
meningkatkan minat pasar terhadap pembelian mobil listrik. Di Jepang, harga mobil listrik
turun dari 2 kali menjadi 1,7 kali dari harga konvensional. Namun demikian, Febrio
mengatakan, agar efektif, pemberian insentif pajak ini juga harus dibarengi dengan
kemampuan atau daya beli masyarakat. "Di Inggris dan Jerman juga, ini untuk meningkatkan
market share mobil listrik, walau masyarakat juga harus merspon dengan daya beli yang
akan berpengaruh terhadap peningkatan (market share) ini akan tajam atau tidak," ujar
Febrio. Baca juga: Abu Batu Bara PLTU Bukan Lagi Limbah Berbahaya, Tarif Listrik Bisa
Turun? Ia menjelaskan, pemberian insentif pajak juga diberikan oleh Thailand. Bahkan,
insentif pajak untuk mobil listrik di negara tersebut cukup agresif, yakni dalam bentuk
pengurangan pajak kendaraan bermotor sekaligus cukai untuk kendaraan bermotor. "Untuk
di Thailand ini BEV diturunkan (tarif pajaknya) dari 25 persen menjadi 2 persen, jadi kita
cukup kompetitif di BEV 0 persen," jelas Febrio.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kemenkeu Sebut Mobil Listrik di Luar
Negeri Lebih Murah karena Insentif Pajak", Klik untuk baca:
https://money.kompas.com/read/2021/03/15/191822726/kemenkeu-sebut-mobil-listrik-di-
luar-negeri-lebih-murah-karena-insentif-pajak.
Penulis : Mutia Fauzia
Editor : Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Bocoran Sri Mulyani Soal Insentif Pajak Kendaraan Listrik


CNN Indonesia | Senin, 01/03/2021 19:01 WIB
Bagikan :
Menkeu Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan memberikan insentif terhadap
pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri. Sri Mulyani menyatakan akan mendukung
pengembangan kendaraan listrik. (CNN Indonesia/ Andry Novelino).
Advertisement
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan bocoran mengenai
insentif bagi kendaraan listrik. Meskipun tidak secara gamblang, namun bendahara negara
mengungkapkan pemerintah akan memberikan keberpihakan bagi kendaraan listrik.
Saat ini, pemerintah masih mematangkan regulasi mengenai insentif kendaraan listrik. Saat
ini, pemerintah baru mengeluarkan payung hukum kendaraan listrik dalam bentuk
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan
Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

"Ada yang menanyakan mengenai kenapa pemerintah tidak memacu mengenai kendaraan
listrik? Kendaraan listrik itu ada satu sendiri lagi nanti policy-nya (kebijakan), yang sudah ada
di dalam PP-nya dan produksinya juga akan mendapatkan pemihakan," ujarnya dalam
konferensi pers, Senin (1/3).

Lihat juga:Sri Mulyani Gratiskan PPN Rumah di Bawah Rp2 M Sampai Agustus
Sementara itu, bendahara negara baru saja mengeluarkan regulasi mengenai pembebasan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor yang berlaku mulai hari
ini.

Pelonggaran ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor


20/PMK.010/2021 tentang PPnBM atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong
Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Anggaran 2021.

Ani, sapaan akrabnya menuturkan keringanan tersebut diberikan untuk mendorong


permintaan terhadap industri otomotif. Terlebih, industri ini memiliki dampak ganda
(multiplier effect) perekonomian sangat besar.

Rinciannya, pemerintah membebaskan pembayaran PPnBM 100 persen pada Maret sampai
Mei 2021.
Lalu, relaksasi PPnBM yang diberikan pada Juni sampai Agustus 2021 dikurangi menjadi 50
persen. Kemudian, insentif untuk periode September sampai Desember 2021 berkurang
menjadi hanya 25 persen.

"Ini adalah tulus untuk kita memulihkan ekonomi kita terutama dari demand side terutama
kelompok menengah dan menengah atas, tidak terlalu atas banget karena yang atas mereka
memiliki daya beli," tuturnya.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Septian Hario Seto
mengatakan rencananya pemerintah akan membebaskan PPnBM atas kendaraan listrik.
Targetnya, keringan pajak itu bisa berlaku pada akhir tahun.

Lihat juga:Stok Rumah di Bawah Rp5 M yang Pajaknya Didiskon Sri Mulyani
"Yang akan kami berikan adalah insentif dari sisi fiskal. PPnBM-nya akan 0 persen by
Oktober atau November ini, Jadi, kalau mau beli mobil listrik tunggu saja sampai akhir
tahun," ujarnya dalam konferensi pers virtual awal bulan lalu.

Seperti diketahui, pemerintah tengah mendorong produksi kendaraan listrik. Pemerintah


menargetkan dapat memproduksi sebanyak 19 ribu mobil listrik dan 750 ribu sepeda motor
listrik di Indonesia pada 2025. Target ini tertuang dalam komitmen dari peserta dan pelaku
usaha dalam kegiatan public launching Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).

Anda mungkin juga menyukai