Anda di halaman 1dari 5

INDONESIA ZERO EMISSION 2060 : MENDORONG TRANSISI KENDARAAN

LISTRIK MELALUI  INSENTIF PAJAK

Oleh :
Ni Putu Eva Mariastini (04)
Ni Kadek Melianjani Dewi (12)
Ni Wayan Ayu Heni Suarningsih (15)

Perhelatan KTT G20 di Bali pada November 2020 cukup menyita perhatian publik
khususnya penggunaan kendaraan listrik sebagai moda transportasi utama bagi para delegasi dan
peserta penyelenggaraan forum. Penggunaan kendaraan listrik di KTT G20 tersebut sekaligus
menjadi ajang pembuktian komitmen Indonesia terhadap upaya transisi energi dalam
mewujudkan Net Zero Emission. Net Zero Emission merupakan kondisi dimana jumlah emisi
karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh
bumi. Untuk itu dibutuhkan transisi ke energi yang lebih bersih guna mencapai keseimbangan
antara aktivitas manusia dengan alam. Dalam rangka mencapai target Net Zero Emission
tahun 2060, Pemerintah Indonesia telah menempuh lima kebijakan utama, yakni peningkatan
pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, pemanfaatan Carbon
Capture and Storage (CCS), pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, serta
penggunaan kendaraan listrik di sektor transportasi (Kementerian ESDM RI, 2022).

Mengurangi emisi di sektor transportasi merupakan langkah urgent dan vital. Data
Institute for Essential Service Reform (IESR) menyebutkan sektor transportasi berkontribusi
terhadap 25% total emisi gas rumah kaca global. Emisi tersebut diperkirakan akan terus
meningkat seiring dengan peningkatan mobilitas masyarakat. Di Indonesia sendiri sektor
transportasi mengkonsumsi 45% dari total energi, dimana 94%-nya berasal dari bahan bakar
kendaraan. Hal tersebut berbanding lurus dengan jumlah emisi di sektor transportasi, yakni
sepertiga dari total emisi sektor energi Indonesia dan menjadi penyumbang emisi terbesar ke-
6 dunia. Untuk itu, dibutuhkan aksi nyata penurunan emisi karbon di sektor transportasi tersebut.

Transisi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik menjadi salah satu alternatif solusi
untuk menurunkan tingkat emisi dari sektor transportasi. Hal ini dikarenakan kendaraan listrik
memiliki efisiensi yang lebih tinggi, sehingga dapat meminimalisir konsumsi energi dan
menghasilkan emisi yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kendaraan konvensional.
Dalam pidato Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo di acara Kompas 100 CEO Forum
Tahun 2022 menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang dibutuhkan untuk
membangun ekosistem tersebut sekaligus membuat negara lain bergantung pada Indonesia.
Sebagai contohnya, Indonesia memiliki kandungan nikel nomor satu di dunia, timah nomor dua
di dunia, bauksit nomor enam di dunia, dan tembaga nomor tujuh di dunia. Dengan modal
berbagai komponen utama tersebut, maka dirasa Indonesia hanya membutuhkan lithium untuk
membangun ekosistem kendaraan listrik.

Dalam beberapa tahun terakhir, kendaraan listrik semakin populer dan banyak dipilih
oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan kendaraan listrik memberikan beberapa keuntungan,
terutama dari segi ramah lingkungan dan biaya operasional yang lebih rendah. Meningkatnya
tren kendaraan listrik di tanah air saat ini, semakin mendorong munculnya peraturan pajak
penggunaan kendaraan listrik. Pajak pengguna kendaraan listrik di Indonesia untuk mobil listrik
diatur dalam pasal 36 dan 36A Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 yang merupakan
perubahan atas aturan sebelumnya, Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2021. Pada Pasal 36
menjelaskan hanya kendaraan bermotor dengan teknologi battery electric vehicles dan fuel cell
electric vehicles yang akan dikenakan PPnBM dengan tarif sebesar 15% dengan DPP sebesar 0%
dari total harga jual. Sedangkan pada pasal 36A menjelaskan kendaraan bermotor dengan
teknologi plug-in hybrid electric vehicles dikenakan PPnBM dengan tarif sebesar 15% dengan
DPP sebesar 33,33% dari total harga jual. Sedangkan, pajak untuk motor listrik diatur dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah (UU HKPD). Dalam UU tersebut dikatakan jika motor listrik menjadi salah satu
kendaraan berbasis energi terbarukan, sehingga motor listrik mendapatkan pengecualian. Hal
inilah yang membuat motor listrik dibebaskan dari pajak tahunan.

Sementara itu, untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) kendaraan listrik, telah diatur
melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 pada Tahun 2021. Peraturan ini memuat
Perhitungan Dasar terhadap Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama pada
Kendaraan Bermotor tepatnya pasal 10 dan pasal 11. Aturan dari kedua pasal tersebut
menjelaskan bahwa pajak kendaraan listrik hanya akan dikenakan sebesar 10% dari tarif normal
yang ada. Hal ini berlaku untuk PKB kendaraan listrik, baik bagi orang ataupun barang dan juga
untuk angkutan umum pada orang maupun barang.

Untuk mendorong pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik, pemerintah telah


menetapkan Undang-undang Cipta Kerja sebagai regulasi yang nantinya memberikan
kemudahan perizinan bagi perusahaan yang berminat menanamkan modalnya ke Indonesia.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia
menyatakan bahwa dengan adanya Undang-undang Cipta Kerja menjadi solusi dari aturan yang
tumpang tindih dari segi perizinan, khususnya untuk hilirisasi nikel mengingat Indonesia adalah
penghasil nikel nomor satu terbesar di dunia. Dengan adanya, payung hukum Undang-undang
Cipta Kerja membuat sejumlah investasi jumbo dapat masuk ke sektor tersebut sehingga semakin
banyak investasi yang masuk, ekonomi dan lapangan pekerjaan diklaim akan bertumbuh positif.

Tidak hanya payung hukum UU Ciptaker, pemerintah juga memberikan stimulus guna
mendukung pertumbuhan ekonomi kendaraan listrik dalam bentuk pemberian insentif pajak
untuk kendaraan listrik baik bagi produsen maupun konsumen dan subsidi harga untuk motor
lisrik. Menurut Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Pedoman Umum Bantuan
Pemerintah dalam Program Konversi Sepeda Motor dengan Penggerak Motor Bakar menjadi
Sepeda Motor Listrik Berbasis Baterai, pemerintah akan memberikan bantuan konversi dan
pembelian baru dengan subsidi pembelian motor listrik sebesar Rp 7 juta per unit dan bantuan
konversi Rp 1 juta per unit. Anggaran ini akan diberikan pada 2023-2024 dengan total nilai
hingga Rp 7 triliun. Pemberian insentif pajak dan subsidi harga ini sebagai salah satu upaya
pemerintah untuk mengakselerasi transformasi ekonomi untuk meningkatkan daya tarik investasi
dalam ekosistem kendaraan listrik, perluasan kesempatan kerja, percepatan peralihan dari
penggunaan energi fosil ke energi listrik. Adapun insentif yang diberikan pemerintah dari sisi
fiskal antara lain:

Pertama, pemberian Tax Holiday hingga 20 Tahun sesuai nilai investasinya. Insentif ini
dapat berupa pembebasan pembayaran pajak penghasilan atau dapat berupa pengurangan tarif
pajak penghasilan badan bagi perusahaan yang menanamkan modal baru ke dalam negeri pada
jangka waktu tertentu. Insentif tax holiday ini diberikan untuk industri kendaraan mobil dan bus
listrik, besi baja dan turunannya, termasuk berlaku untuk smelter nikel dan produksi baterai.
Kedua, Super Tax Deduction Hingga 300% untuk biaya dari kegiatan penelitian dan
pengembangan (litbang) di bidang pembangkit tenaga listrik, baterai dan alat listrik . Hal ini
sejalan dengan ketentuan yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153 2020
tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penelitian dan Pengembangan Tertentu
di Indonesia. Dalam Pasal 2 ayat (1) peraturan tersebut, dijelaskan bahwa Wajib Pajak yang
melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia diberikan pengurangan
penghasilan bruto paling tinggi 300%. Pengurangan tersebut meliputi pengurangan penghasilan
bruto sebesar 100% dan tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200%.

Ketiga, PPN Dibebaskan untuk Barang Tambang. Sejak diundangkannya UU


Harmonisasi Peraturan Perpajakan, barang hasil pertambangan, termasuk biji nikel, merupakan
objek PPN. Namun, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 (PP 49/2022),
dalam Pasal 6 ayat (1), biji nikel termasuk barang strategis yang mendapat fasilitas pembebasan
PPN. Nikel menjadi barang strategis karena merupakan bahan baku dalam pembuatan baterai,
sehingga insentif ini diharapkan dapat mendukung produksi baterai.

Keempat, PPN Dibebaskan atas Impor dan Perolehan Barang Modal hal ini disebutkan dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf a PP 49/2022, mesin dan peralatan pabrik merupakan salah satu BKP
strategis yang impornya dibebaskan dari pengenaan PPN. Meskipun tidak secara khusus, insentif
ini dapat dimanfaatkan oleh pabrik kendaraan listrik maupun pabrik lainnya dalam industri ini.

Kelima, PPnBM 0% untuk Mobil Listrik termasuk program Kemenperin. Berbeda dengan
pembelian kendaraan lainnya yang dikenakan PPnBM dengan tarif 5%-15%, pembelian mobil
listrik dalam negeri mendapatkan insentif dengan tarif PPnBM sebesar 0%. Secara mendetail,
insentif pajak barang mewah untuk mobil listrik diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74
Tahun 2021.

Keenam, Bea Masuk ditetapkan sebesar 0% untuk impor mobil listrik Incompletely Knock
Down (IKD) dan Completely Knock Down (CKD). Sri Mulyani mengatakan fasilitas tersebut
diberikan melalui beberapa kerjasama perjanjian perdagangan seperti FTA dan CEPA, termasuk
dengan Korea Selatan dan China. Melalui Indonesia-Korea Comprehensive Economic
Partnership Agreement (IK-CEPA), yang diundangkan pada PMK Nomor 228/PMK.010/2022,
impor bahan baku asal Republik Korea melalui USDFS IKCEPA diberikan tarif sebesar 0%.
USDFS IK-CEPA dapat dimanfaatkan oleh user untuk industri investasi Korea Selatan atau
Indonesia pada sektor otomotif termasuk kendaraan listrik.

Ketujuh, selain terkait dengan pajak pusat, terdapat pula insentif pajak daerah berupa
pengurangan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dan pajak kendaraan bermotor
(PKB), untuk motor maupun mobil listrik, hingga 90%. Regulasi yang mendasari pernyataan
tersebut adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021
tentang Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor Tahun 2021. Pada Pasal 10 ayat (1) dan (20) aturan tersebut,disebutkan
bahwa dasar pengenaan PKB serta BBNKB KBL Berbasis Baterai ditetapkan paling tinggi
sebesar 10% dari dasar pengenaan PKB/BBNKB.

Kedelapan, insentif yang baru-baru ini diterbitkan adalah PPN Ditanggung Pemerintah
(DTP) atas pembelian mobil atau bus listrik. Insentif ini diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 38 Tahun 2023. Untuk mobil dan bus dengan TKDN minimal 40%, besaran
PPN DTP yang diterima oleh pembeli adalah sebesar 10%, sehingga pembeli hanya menanggung
PPN sebesar 1%. Untuk bus dengan nilai TKDN minimum sebesar 20% sampai dengan kurang
dari 40%, PPN DTP yang diterima adalah PPN atas 5% dari harga jual. Insentif ini mulai berlaku
masa pajak April 2023 sampai dengan masa pajak Desember 2023.

Walaupun kendaraan listrik memberikan banyak kemudahan, nyatanya terdapat pro dan
kontra dari masyarakat. Dilihat dari infrastruktur, kesiapan Indonesia dalam pengembangan dan
penggunaan kendaraan listrik saat ini belum sepenuhnya siap. Terdapat beberapa aspek yang
harus diperhatikan dalam penggunaan kendaraan listrik ini, seperti pemodelan baterai, port
pengisian baterai, hingga persyaratan pengisian baterai agar sesuai dengan profil mengemudi
masyarakat. Sebagai negara yang berada pada tahap awal pengembangan ekosistem
kendaraan listrik, Indonesia perlu mengadopsi strategi dan kebijakan yang tepat untuk
mencapai target yang telah pemerintah tetapkan salah satunya dengan peningkatan
infrastruktur. Oleh sebab itu, keberhasilan program pengembangan ekosistem kendaraan
listrik nasional memerlukan keseriusan dan dukungan nyata dari Pemerintah Indonesia dan
sinergi dari seluruh pihak terkait. Hal ini mutlak diperlukan untuk mendorong terwujudnya
ekosistem dan kemandirian industri kendaraan listrik dalam negeri.

Anda mungkin juga menyukai