Penulis:
Julius Christian Adiatma (Penulis Utama)
Idoan Marciano
Pengulas:
Erina Mursanti, Marlistya Citraningrum, Pamela Simamora (urutan abjad)
Penyunting:
Fabby Tumiwa
PENGANTAR PENERBIT
Naskah ini merupakan bagian dari riset yang dilakukan oleh Climate Transparency, sebuah
kemitraan internasional yang terdiri dari IESR dan 13 organisasi riset lain dan NGO yang
membandingkan aksi iklim G20 – www.climate-transparency.org. Penelitian untuk penerbitan
ini didanai oleh International Climate Initiative (IKI). Kementerian Federal untuk Lingkungan,
Konservasi Alam, dan Keamanan Nuklir (BMU) Jerman mendukung inisiatif ini berdasarkan
keputusan yang diadopsi oleh German Bundestag.
Para penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada nama-nama berikut atas komentar yang
konstruktif pada naskah awal: Agus Tampubolon (IESR), Damantoro (Masyarakat Transportasi
Indonesia), Mohammad Mustafa Sarinanto (BPPT), Sebastian Wegner and Catrina Godinho
(Humboldt-Viadrina Governance Platform), dan Fadiel Ahjum (University of Cape Town). Semua
opini yang tertuang, serta kelalaian, dan kesalahan yang mungkin terjadi adalah tanggung
jawab dari penulis sendiri.
DITERBITKAN OLEH
Institute for Essential Services Reform (IESR)
Jakarta, Indonesia
Edisi Pertama, Maret 2020
KONTAK
Institute for Essential Services Reform (IESR)
Jalan Tebet Barat Dalam VIII No. 20 B, Jakarta Selatan, 12810, Indonesia
T: +62 21 2232 3069, F: +62 21 8317 073, E: iesr@iesr.or.id
P
ara pembaca, IESR dengan bangga mempersembahkan laporan terbaru kami: Peran Kendaraan
Listrik dalam Dekarbonisasi Sektor Transportasi Darat Indonesia. Laporan ini memiliki dua
tujuan. Pertama, untuk mengevaluasi peraturan dan kebijakan mengenai pengembangan
kendaraan listrik di Indonesia; kedua, untuk melihat dampak dari penetrasi kendaraan listrik
terhadap penurunan emisi GRK sebagai upaya peningkatan ambisi iklim Indonesia dalam memenuhi
target Kesepakatan Paris.
Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan emisi GRK demi mencapai tujuan Kesepakatan
Paris dalam membatasi kenaikan suhu di bawah 2oC atau mencapai 1,5oC. Pada tahun 2019, sektor
transportasi menyumbang sepertiga dari total emisi GRK di Indonesia. Dengan situasi yang ada saat
ini, jumlah emisi ini diproyeksikan akan terus meningkat secara drastis. Komitmen Indonesia yang
tertuang dalam NDC saat ini belum memasukkan aksi mitigasi dari sektor transportasi. Pendekatan
yang digunakan sejauh ini adalah peningkatan penggunaan BBN (biofuel) dan gas alam untuk
substitusi BBM. Padahal banyak riset yang merekomendasikan penggunaan kendaraan listrik
seharusnya menjadi strategi utama untuk menurunkan emisi GRK dari sektor ini.
Beberapa negara telah menunjukkan pertumbuhan pasar kendaraan listrik yang luar biasa,
seperti Norwegia, Swedia, Amerika Serikat, China, dll. Beberapa negara pun telah mengumumkan
bahwa mereka akan segera menerapkan elektrifikasi pada sistem transportasi, dan juga melarang
penggunaan kendaraan konvensional dalam 10-20 tahun ke depan. Indonesia baru mulai
mengembangkan kendaraan listrik. Tahun lalu, pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan
Presiden yang bertujuan untuk mengakselerasi pengembangan kendaraan listrik. Namun, peraturan
ini saja tidak akan cukup. Tanpa kebijakan yang tepat dan konsisten, target dan perencanaan yang
transparan, koordinasi antar sektor dan juga insentif, akan sulit bagi pasar kendaraan listrik di
Indonesia untuk lepas landas.
Dengan latar belakang ini, kami membuat suatu model untuk memproyeksikan pasar kendaraan
listrik di Indonesia dengan mempertimbangkan berbagai instrumen kebijakan. Model ini hanya
fokus pada kendaraan penumpang privat, seperti motor dan mobil. Dua tipe kendaraan ini yang
saat ini mendominasi pasar kendaraan bermotor. Berdasarkan hasil proyeksi, kemudian, kami
mengkaji dampak elektrifikasi sistem transport terhadap penurunan emisi GRK Indonesia dan
potensi kendaraan listrik untuk dimasukkan ke dalam NDC.
IESR ingin mengucapkan terimakasih kepada Humboldt Viadrina Governance Platform untuk
upaya mereka yang sangat andal dalam mengkoordinasikan dan membantu pelaksanaan proyek
ini, seluruh mitra yang tergabung di dalam Climate Transparency untuk ide dan diskusi yang sangat
konstruktif dalam proses pembuatan studi ini, dan juga seluruh pengulas yang memberikan
komentar yang dapat mempertajam analisa dalam studi ini.
Kami berharap laporan ini dapat memberikan arahan bagi para pembuat kebijakan dalam
mengidentifikasi instrumen kebijakan yang cocok untuk memfasilitasi penyebaran teknologi
kendaraan listrik dan membangun pasar kendaraan listrik di Indonesia, serta memaksimalkan
potensinya dalam berkontribusi pada ambisi mitigasi perubahan iklim.
Fabby Tumiwa
Direktur Eksekutif
3
Singkatan
BNEF : BloombergNEF
MtCO2e : Million Tonnes of Carbon Dioxide Equivalent (Setara Juta Ton Karbon
dioksida)
NDC : Nationally Determined Contribution
Kata Pengantar 3
Singkatan 4
Daftar Isi 5
Ringkasan Eksekutif 6
Pendahuluan 9
Temuan Utama 11
Kesimpulan dan Rekomendasi 22
Referensi 24
5
Ringkasan
Eksekutif
Photo by Said Alamri on Unsplash
Pemanfaatan kendaraan listrik sebagai usaha sendiri dan dapat ditingkatkan menjadi
aksi mitigasi GRK 41% dengan bantuan internasional pada 2030,
Sektor transportasi menyumbang 28% dari sebagaimana yang dituangkan dalam Nationally
total emisi GRK di sektor energi pada 2018, Determined Contribution (NDC). Walaupun
yang sumber utamanya berasal dari trans- dirasakan target ini cukup ambisius, menurut
portasi jalan (Climate Transparency, 2019). kajian Climate Action Tracker (CAT), komitmen
Walaupun sektor transportasi menempati Indonesia dalam NDC tersebut masih dianggap
peringkat ke-dua sumber emisi dari sektor belum selaras dengan target tujuan Paris
energi, sejauh ini strategi mitigasi GRK dari Agreement (Climate Action Tracker, 2019a).
sektor transportasi masih terbatas pada CAT menyarankan untuk mencapai target
pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) yang penurunan emisi GRK yang sesuai dengan Paris
dicampur dengan bahan bakar minyak dalam Agreement maka Indonesia harus meningkat-
bentuk biodiesel. Efektivitas pemanfaatan BBN kan ambisi aksi perubahan iklim di sektor
dalam menurun-kan emisi GRK Indonesia juga kelistrikan dan transportasi. Di sektor
masih perlu dikaji lebih lanjut, dengan transportasi, peningkatan penggunaan ken-
mempertimbangkan nilai emisi netto (net- daraan listrik untuk kendaraan dan kereta
emission) dari seluruh rantai produksi biodiesel dapat menurunkan emisi GRK sebesar 69
yang berasal dari crude palm oil (CPO). MtCO2e (Climate Action Tracker, 2019b).
Indonesia telah memberikan komitmen Laporan ini ditulis dengan tujuan untuk
penurunan emisi GRK sebesar 29% dengan mengkaji potensi penurunan emisi pada sektor
7
• Penggunaan kendaraan listrik dapat • Dibutuhkan perencanaan yang matang
mendukung upaya penurunan emisi GRK untuk mengantisipasi dampak dari
Indonesia dari sektor transportasi. penetrasi kendaraan listrik yang lebih
Dengan memperhitungkan hanya emisi dari dalam dan akuisisi yang lebih cepat oleh
pembakaran bahan bakar untuk operasional konsumen. Penetrasi kendaraan listrik yang
kendaraan, penetrasi kendaraan listrik tinggi (sesuai skenario ambisius) akan
dalam skenario ambisius dapat menekan berdampak pada sistem ketenagalistrikan,
emisi sebesar 8,4 juta ton CO2 pada 2030 konsumsi BBM, industri otomotif, dan
dan 49,5 juta ton CO2 pada 2050. Penurunan pemasukan negara. Konsumsi listrik akan
emisi ini berkontribusi sekitar 10% dan 34% meningkat, bahkan berpotensi terjadi
dari target penurunan emisi sektor lonjakan beban puncak bila tidak ada
transportasi di 2030 dan 2050 pada skenario manajemen waktu pengisian baterai.
1,5oC menurut CAT. Untuk memaksimalkan Konsumsi BBM akan berkurang, sehingga
penurunan emisi GRK pada 2050, perlu akan berpengaruh pada penurunan impor
dilakukan pelarangan penjualan kendaraan minyak, kebutuhan kapasitas kilang
konvensional setidaknya sejak 2035. tambahan, dan perbaikan kualitas udara
• Potensi penurunan emisi dari penggunaan lokal. Industri otomotif akan beralih pada
kendaraan listrik dapat dicapai dengan kendaraan listrik karena besarnya
menurunkan faktor emisi dari jaringan permintaan. Pendapatan negara dari pajak
listrik. Penurunan emisi jaringan listrik kendaraan akan berkurang pada beberapa
dapat dilakukan dilakukan dengan mening- tahun awal akibat insentif untuk kendaraan
katkan porsi energi terbarukan dan listrik, meskipun dalam jangka panjang akan
mengurangi porsi pembangkit berbahan memperoleh tambahan pendapatan dari
bakar fosil, khususnya PLTU batubara dalam pajak tambahan atas kendaraan
bauran pembangkitan listrik. Untuk bisa konvensional.
mencapai pengurangan net-emisi, faktor • Penggunaan kendaraan listrik dapat
emisi dari pembangkitan listrik harus lebih mengurangi konsumsi bahan bakar
kecil dari 0,734 KgCO2/kWh, sedangkan minyak (BBM) secara signifikan. Simulasi
menurut RUPTL 2019-2028, faktor emisi dengan skenario ambisius memproyeksikan
pembangkitan di 2020 diproyeksikan sebe- akan terjadi penurunan permintaan BBM
sar 0,828 KgCO2/kWh dan data beberapa sebesar 36 juta setara barel minyak (SBM)
tahun terakhir menunjukkan bahwa emisi pada 2030 dan 166 juta SBM pada 2050.
rata-rata dari pembangkitan cenderung Dibandingkan dengan proyeksi impor
meningkat. minyak dalam RUEN, penghematan ini dapat
mengurangi impor minyak sebanyak 5%
pada 2030 dan 11% pada 2050. Bahkan
penghematan BBM dari penggunaan mobil
dan sepeda motor listrik dapat mengimbangi
penambahan konsumsi BBM dari kendaraan
barang dan bus dalam proyeksi RUEN. Selain
itu penurunan konsumsi BBM dapat
memperbaiki tingkat kualitas udara.
I
ndonesia telah berkomitmen untuk Di dalam sektor transportasi, kontribusi
menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) emisi terbesar bersumber dari transportasi
setidaknya sebesar 29% dari skenario darat, yang mencakup 91% dari emisi
business as usual (BAU) pada 2030. Climate transportasi pada tahun 2017. Di transportasi
Action Tracker menilai komitmen ini tidak darat, sepeda motor dan mobil penumpang
cukup untuk menjaga kenaikan temperatur merupakan moda transportasi utama,
global di bawah 1,5 C (Climate Action Tracker,
o
terutama di daerah perkotaan. Di Jakarta
2019b). Pada tahun 2017, sektor energi misalnya, 53% dari total perjalanan penumpang
merupakan sektor penyumbang emisi GRK ditempuh menggunakan motor, sedangkan
terbesar, yakni sebesar 562 juta ton setara CO2, mobil dan angkutan umum masing-masing
atau 49% dari total emisi pada tahun itu. berkontribusi 20% dan 23%. Pertumbuhan
Kontribusi emisi dari sektor energi jumlah kepemilikan sepeda motor dan mobil
diproyeksikan akan terus meningkat menjadi penumpang juga lebih pesat dibanding
58% pada 2030 (Government of Republic of kendaraan darat lainnya, yaitu mobil barang
Indonesia, 2016). Dari jumlah emisi sektor dan bus. Hingga 2018, jumlah sepeda motor
energi pada tahun 2018, 28% berasal dari mencapai 120 juta unit, mobil penumpang 16,4
sektor transportasi (Climate Transparency, juta unit, kendaraan barang 7,8 juta unit, dan
2019). Hal ini mengindikasikan besarnya porsi bus 2,5 juta unit.
sektor transportasi dalam produksi emisi gas Setiawan et al. (2019) memperkirakan
rumah kaca nasional. bahwa untuk mencapai target penurunan emisi
9
GRK sesuai NDC, penurunan emisi GRK oleh Kajian ini bertujuan untuk memproyeksikan
kendaraan roda dua dan empat yang diperlukan potensi penurunan emisi GRK dari sektor
adalah sebesar 34 dan 31 juta ton CO2 pada transportasi melalui peningkatan penggunaan
2030. Hingga saat ini, rencana mitigasi di sektor kendaraan listrik. Untuk itu, dilakukan proyeksi
transportasi masih terbatas pada pencampuran penetrasi kendaraan listrik dalam beberapa
bahan bakar nabati (BBN) dalam bentuk skenario kombinasi kebijakan menggunakan
biodiesel. Padahal, berbagai studi melaporkan model nested multinomial logit (NMNL). Model
bahwa pengalihan dari kendaraan dengan ini mensimulasikan preferensi konsumen
motor pembakaran dalam (internal combustion dalam pemilihan teknologi kendaraan sehingga
engine) menjadi kendaraan bermotor listrik kajian ini hanya akan menggambarkan
merupakan strategi kunci dalam mitigasi perubahan penetrasi pasar dari sisi permintaan.
perubahan iklim. Climate Action Tracker Beberapa faktor yang menentukan preferensi
(2019b) menyajikan skenario aksi mitigasi konsumen dalam model ini mencakup harga
Indonesia yang sesuai dengan target 1,5oC yang beli kendaraan, ekonomi bahan bakar (fuel
mencakup 100% kendaraan listrik pada 2050. economy), kapasitas jarak tempuh, performa
Kendaraan bermotor listrik ini mencakup kendaraan, biaya perawatan, dan ketersediaan
kendaraan listrik hibrida (HEV), kendaraan stasiun isi ulang bahan bakar.
listrik hibrida plug-in (PHEV), dan kendaraan
listrik berbasis baterai (BEV).
1
lebih tinggi dan mempercepat adopsi teknologi
kendaraan listrik oleh konsumen, dibutuhkan
kombinasi kebijakan fiskal dan instrumen kebijakan
non-fiskal yang mendukung dari pemerintah.
B
eberapa negara di dunia telah mengalami untuk meningkatkan daya tarik konsumen
peningkatan penjualan kendaraan listrik terhadap kendaraan listrik. Tanpa adanya
secara pesat selama satu dekade dukungan kebijakan yang mumpuni dan
terakhir, terutama di Amerika Utara, Eropa, dan konsisten dari pemerintah, produsen dan
Asia. Salah satu faktor yang menentukan bagi konsumen mobil listrik tidak akan cukup
keberhasilan kendaraan listrik melakukan tertarik untuk beralih ke kendaraan listrik.
penetrasi pasar adalah keberadaan dukungan Secara umum, terdapat dua macam
kebijakan dari pemerintah (Yang et al., 2016). kebijakan untuk mengembangkan kendaraan
Sebagai salah satu contoh dari teknologi listrik: instrumen dari sisi penawaran dan sisi
disruptif, kendaraan listrik akan sulit bersaing permintaan. Dari sisi penawaran, instrumen
melawan kendaraan konvensional yang sudah kebijakan dapat berupa dukungan riset dan
matang secara teknologi dan kemapanan pengembangan serta komersialisasi/produksi,
industri. Salah satu penghalang utamanya penetapan regulasi, dan penyediaan
adalah harga kendaraan listrik itu sendiri yang infrastruktur industri. Dari sisi permintaan,
jauh lebih mahal dibandingkan kendaraan pasar dapat diciptakan melalui pemberian
konvensional. Untuk mengatasinya, diperlukan insentif finansial dan nonfinansial. Kebijakan
insentif fiskal yang dapat menurunkan harga dari sisi penawaran lebih sesuai diterapkan
kendaraan listrik serta biaya kepemilikan total. pada negara dengan industri otomotif yang
Instrumen kebijakan non-fiskal juga diperlukan kuat seperti Jepang, Jerman, Perancis, dan
11
Amerika Serikat (Wesseling, 2015). Negara penetrasi kendaraan listrik. Penelitian di
tanpa industri otomotif yang kuat lebih Singapura (Chua & Nakano, 2013), Swedia
berfokus pada dukungan penetrasi pasar (sisi (Andersson, 2017), dan Jepang dan Eropa
permintaan). Indonesia termasuk dalam (Sterner, 2007) mengindikasikan pengaruh
golongan kedua karena industri otomotifnya pajak karbon terhadap perilaku konsumen
lebih berfokus pada produksi untuk pemenuhan terhadap teknologi. Selain itu, penerapan
permintaan pasar domestik, bukan pada kebijakan tarif listrik Time-of-Use (TOU) juga
penguasaan dan pengembangan teknologinya. dapat menurunkan biaya operasional dan
Karena itu perlu fokus pada instrumen meningkatkan preferensi konsumen terhadap
kebijakan untuk membuka pasar bagi kendaraan listrik. Kebijakan TOU membuat
kendaraan listrik terlebih dahulu sehingga tarif listrik di luar waktu beban puncak lebih
menciptakan skala keekonomian untuk murah daripada waktu beban puncak dan
produksi domestik. Insentif di sisi penawaran dapat menurunkan biaya bahan bakar untuk
yang fokus pada komersialisasi perlu pemilik kendaraan listrik sebesar 52%-59%
dipersiapkan untuk mendukung kemampuan (Zethmayr & Kolata, 2019).
bersaing industri kendaraan listrik domestik Insentif non-finansial dapat memberikan
ketika pasarnya sudah terbentuk. manfaat tambahan dari penggunaan kendaraan
Dari berbagai bentuk insentif dari sisi listrik. Beberapa instrumen yang umum
permintaan, insentif fiskal di muka merupakan digunakan antara lain; izin pemanfaatan jalur
instrumen yang penting karena berperan khusus (seperti jalur bus di Tiongkok dan
menurunkan selisih harga pembelian antara Norwegia, atau jalur busway), pembebasan
kendaraan listrik dan konvensional. aturan pembatasan kendaraan (aturan ganjil-
Pembebasan pajak dan potongan harga genap pada konteks DKI Jakarta, Indonesia),
kendaraan (rebate) berdasarkan emisi CO2 parkir gratis (di Amerika Serikat, Tiongkok,
merupakan contoh yang jamak diterapkan. Di Eropa), dan akses ke daerah rendah emisi (atau
Norwegia, pemerintah membebaskan jalur bebas kendaraan untuk konteks
kendaraan listrik dari pajak impor dan pajak Indonesia). Selain itu, pengembangan
pertambahan nilai (PPN) sejak 1990. Besarnya infrastruktur pengisian daya merupakan
PPN di Norwegia (25%) membuat pembebasan instrumen non-fiskal yang diperlukan untuk
pajak berpengaruh signifikan terhadap daya mengatasi masalah kekhawatiran konsumen
saing kendaraan listrik terhadap kendaraan akan jarak tempuh kendaraan listrik (range
konvensional (Bjerkan et al., 2016). Negara- anxiety).
negara lain dengan tingkat pajak yang lebih Penetapan kebijakan standar wajib ekonomi
rendah bahkan menerapkan skema subsidi bahan bakar dan standar emisi gas buang
langsung untuk pembelian kendaraan listrik kendaraan bermotor merupakan instrumen
(IEA, 2013). Selain itu, skema feebate di Perancis lain yang dapat mendorong difusi pasar
menetapkan bahwa kendaraan dengan emisi kendaraan listrik. Kebijakan ekonomi bahan
kurang dari 130 gCO2/km berhak mendapat bakar bahkan merupakan salah satu instrumen
potongan harga, sedangkan kendaraan dengan penting yang juga memberikan dampak dari
emisi lebih dari 160 gCO2/km akan dikenakan sisi penawaran, dengan mendorong produsen
biaya tambahan (Monschauer & Kotin-Förster, untuk menjual produk kendaraan yang lebih
2018). hemat bahan bakar dan rendah emisi, yang
Insentif fiskal berulang merupakan metode merupakan keunggulan dari kendaraan listrik.
lain untuk meningkatkan penetrasi kendaraan Sebagai contoh di Amerika Serikat, standar
listrik. Salah satu metode yang dipakai adalah CAFE (Corporate Average Fuel Economy) berperan
penerapan pajak tahunan yang berdasarkan meningkatkan penetrasi kendaraan listrik dan
pada emisi CO2. Selain itu, pengenaan pajak menurunkan pangsa pasar kendaraan
karbon pada bahan bakar minyak (BBM) dinilai konvensional (Sen et al., 2017).
berhasil mengurangi emisi dan meningkatkan
H
asil simulasi dengan model menun- • Pemberian potongan tarif listrik sebesar 30%
jukkan bahwa dengan skenario BAU, untuk pengisian daya kendaraan listrik pada
mobil listrik sukar berkembang di pasar malam hari.
Indonesia. Hal ini disebabkan karena selisih • Pembangunan SPLU dan SPKLU sebanyak
harga jual yang sangat jauh dengan mobil 167 titik pada 2020 hingga 7,146 titik pada
konvensional. Tingginya harga jual ini 2030.
disebabkan karena skema perpajakan yang • Penerapan pajak karbon pada BBM sebesar
berkontribusi pada sekitar 50% dari harga mobil 10 USD per ton CO2 pada 2025 dan meningkat
listrik. Penurunan harga baterai yang agresif secara bertahap ke 25 dan 100 USD per ton
sebagaimana diproyeksikan oleh BNEF (Goldie- CO2 pada 2030 dan 2050.
Scot, 2019) tidak mampu membuat harga mobil • Selain itu, skenario ini mengasumsikan
listrik bersaing dengan mobil konvensional bahwa kendaraan listrik akan dibebaskan
karena masih membuat harga mobil listrik tetap dari bea impor dan pajak penghasilan impor.
lebih tinggi dan diluar jangkauan konsumen. Di
sisi lain, sepeda motor listrik akan mampu Dengan skenario kebijakan moderat
mencapai 67% pangsa pasar pada 2050 tanpa tersebut, pangsa pasar mobil listrik akan
adanya kebijakan baru. Keberadaan produksi meningkat menjadi 14% pada 2050. Kenaikan
domestik menjadi salah satu faktor kunci yang penetrasi pada mobil listrik didukung terutama
membuat perbedaan harga antara motor listrik oleh penghapusan pajak terkait impor yang
dan konvensional tidak terlalu jauh berbeda dapat menurunkan harga beli sebesar 39% dari
sehingga memudahkan penetrasi motor listrik. harga penjualan saat ini. Simulasi ini
Pada skenario moderat, beberapa kebijakan menunjukkan bahwa insentif yang telah
yang telah dicanangkan atau baru diterapkan disiapkan oleh pemerintah ternyata belum
oleh pemerintah (pusat maupun daerah) cukup untuk mencapai target dari Kementerian
diasumsikan akan diimplementasikan secara Perindustrian yang mencanangkan penetrasi
konsisten dan cakupannya diperluas secara mobil listrik sebesar 20% pada 2025.
nasional. Kebijakan-kebijakan tersebut adalah: Untuk sepeda motor listrik, keberadaan
• Pembebasan bea balik nama kendaraan insentif-insentif tersebut tidak terlalu mampu
bermotor (BBNKB) sebesar 12,5% oleh meningkatkan pangsa pasarnya secara
pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk signifikan, hanya peningkatan sebesar 8% dari
kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) skenario BAU pada 2050.
hingga 2024. Pada skenario ambisius, insentif-insentif
• Pembebasan pajak pertambahan nilai untuk yang sama diberikan dengan lebih agresif,
barang mewah (PPNBM) sebesar 15% oleh mencakup:
pemerintah pusat untuk BEV dan kendaraan • Pembebasan kendaraan listrik dari seluruh
hibrida plug-in (PHEV). pajak hingga 2025 (meliputi bea impor, PPH
• Penerapan standar minimum kualitas bahan impor, BBNKB, PPNBM, PPN, dan Pajak
bakar setara Euro 4 sejak 2025. Kendaraan Bermotor (PKB)). Setelah 2025,
13
Gambar 1. Penetrasi pasar mobil listrik dalam berbagai
skenario kebijakan
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
BAU Moderate Ambitious
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
pajak-pajak tersebut dikenakan kembali 245 USD per ton CO2 pada 2021, 2030, dan
secara bertahap, kecuali bea impor dan PPH 2050.
impor, mengasumsikan sudah adanya • Pengurangan biaya pengisian daya
industri domestik. kendaraan listrik diasumsikan mencapai
• Pengenaan pajak tambahan pada kendaraan 50% dengan adanya skema TOU.
konvensional secara bertahap mulai 2025 • Ketersediaan infrastruktur pengisian daya
hingga mencapai 2,5 kali lipat pajak saat ini diasumsikan sebanyak 16 ribu pada 2020
(untuk mobil) dan 3 kali lipat untuk motor hingga 600 ribu pada 2050.
pada 2035.
• Standar kualitas minimum bahan bakar Dengan penerapan instrumen-instrumen
setara Euro 4 diterapkan mulai 2025. kebijakan tersebut, penetrasi mobil listrik dapat
• Pajak karbon pada BBM diterapkan dengan meningkat drastis menjadi 85% dan motor
peningkatan bertahap sebesar 10, 50, dan listrik menjadi 92% pada 2050.
A
nalisis lebih dalam terhadap hasil Pada pasar mobil penumpang, insentif
simulasi memperlihatkan bahwa dua pajak merupakan prasyarat terjadinya
instrumen kebijakan berdampak lebih penetrasi pasar oleh mobil listrik. Tanpa adanya
signifikan terhadap penetrasi kendaraan listrik insentif pajak, walaupun instrumen-instrumen
dibanding instrumen lain, yakni pemberian yang lain diterapkan sesuai dengan skenario
insentif pajak dan penyediaan infrastruktur ambisius, penetrasi mobil listrik hanya akan
pengisian listrik umum. Insentif pajak meliputi mencapai 2,2% hingga tahun 2050,
pemberian potongan pajak bagi kendaraan sebagaimana ditampilkan dalam gambar 3. Hal
listrik dan pengenaan pajak tambahan bagi ini sangat berbeda dengan hasil simulasi
kendaraan konvensional. Insentif pajak skenario ambisius yang bahkan pada 2025
berpengaruh besar karena instrumen ini sudah melewati 41%. Fenomena ini
berperan mengurangi selisih harga beli antara mengindikasikan pentingnya daya saing dari
kendaraan listrik dan kendaraan konvensional, segi harga beli untuk calon konsumen
terutama dalam pasar mobil penumpang. mempertimbangkan membeli mobil listrik.
Ketika masalah selisih harga sudah teratasi, Dengan selisih harga beli yang sangat jauh
maka ketersediaan unit pengisian daya umum seperti saat ini, berbagai insentif lain, baik
menjadi penghambat utama. Hal ini terlihat insentif fiskal berulang maupun non-fiskal,
lebih jelas pada pasar sepeda motor. tidak akan memberikan dampak yang berarti.
2,5%
2,0%
HEV
1,5%
PHEV
1,0%
0,5%
BEV
0%
2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
15
Gambar 4 menampilkan dampak dari didorong oleh penurunan harga baterai. Kedua
beberapa instrumen kebijakan dikombinasikan hal ini berpengaruh pada harga motor listrik
dengan insentif pajak. Terlihat dari gambar yang mampu bersaing lebih cepat terhadap
tersebut bahwa kombinasi antara insentif pajak motor konvensional. Hal ini membuat kebijakan
dengan pengembangan stasiun pengisian daya insentif pajak menjadi kurang efektif diban-
mampu meningkatkan penetrasi kendaraan dingkan penyediaan infrastruktur pengisian
listrik paling tinggi dan cepat dibanding listrik secara luas.
kombinasi yang lain. Hal ini mengindikasikan Gambar 5 memperlihatkan pengaruh dari
munculnya faktor penghambat berikutnya insentif pajak dan ketersediaan infrastruktur
ketika harga beli sudah lebih kompetitif, yakni pengisian listrik umum terhadap penetrasi
range anxiety. Rasio antara jumlah kendaraan motor listrik. Dari simulasi tersebut, terlihat
listrik (dalam ribu unit) dengan stasiun bahwa penyediaan infrastruktur mampu
pengisian listrik (VRI ratio) yang dinilai optimal mempercepat penetrasi kendaraan listrik pada
adalah antara 10-16 (Spöttle et al., 2018). tahun awal hingga 2030. Di sisi lain, kebijakan
Apabila jumlah stasiun pengisian kurang dari insentif pajak tidak terlalu berpengaruh besar
itu, maka akan menghambat penetrasi pada tahun-tahun awal namun mampu
kendaraan listrik. meningkatkan penetrasi lebih tinggi daripada
Di pasar sepeda motor, kondisi yang terjadi infrastruktur pengisian listrik setelah 2040.
cukup berbeda karena selisih harga antara Selain itu, kombinasi kedua instrumen tersebut
motor konvensional dan motor listrik tidak memberikan laju penetrasi motor listrik yang
terlalu jauh. Dalam model ini diasumsikan sangat menyerupai skenario ambisius. Hal ini
harga motor listrik pada 2018 adalah 34% lebih mengindikasikan bahwa di pasar sepeda
tinggi dari motor konvensional. Selain itu, harga motor, instrumen insentif berulang yang
jual motor konvensional cenderung selalu mencakup kenaikan harga BBM dan penurunan
meningkat setiap tahunnya. Di sisi lain, harga harga listrik sangat rendah pengaruhnya
motor listrik akan mengalami penurunan yang terhadap preferensi konsumen.
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
Insentif pajak dan tarif listrik Insentif pajak dan pengisi daya
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
S
ejumlah penelitian menunjukkan bahwa diasumsikan faktor emisi dari pembangkitan
penggunaan kendaraan listrik mampu listrik akan menurun secara perlahan dari 828
menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). gram CO2/kWh di 2020 menjadi 420 gram CO2/
Proyeksi IEA, misalnya, memperkirakan bahwa kWh di 2050, mengadaptasi proyeksi RUPTL
kendaraan listrik dapat menurunkan emisi dan RUEN.
global sebesar 220 juta ton CO2 pada 2030 (IEA, Penurunan emisi sebesar 8,4 juta tonCO2
2019). Hasil pemodelan dari studi ini, pada 2030 setara dengan 13% dari penurunan
sebagaimana terlihat pada Gambar 6, emisi dari mobil dan sepeda motor yang
memperkirakan bahwa dalam skenario diproyeksikan oleh Setiawan et al. (2019).
ambisius, emisi CO2 dari mobil penumpang dan Penurunan emisi ini dapat berkontribusi sekitar
sepeda motor dapat diturunkan sebesar 8,4 10% dari target penurunan emisi sektor
juta ton CO2 pada tahun 2030, 31,1 juta ton CO2 transportasi di 2030 pada skenario 1,5oC sesuai
pada 2040, dan 49,5 juta ton pada 2050. perhitungan dari CAT (Climate Action Tracker,
Pengurangan emisi tersebut mengasumsikan 2019b). Walaupun demikian jumlah ini lebih
masa pakai selama 10 tahun dengan jarak rendah dibanding dengan penurunan emisi
tempuh mobil 15.000 km per tahun dan sepeda yang dihasilkan oleh kebijakan pengalihan
motor 5.000 km per tahun. Selain itu, bahan bakar, misalnya pencampuran biodiesel,
17
sebagaimana klaim pemerintah. Sesuai RUPTL 2019-2028, faktor emisi dari
perkiraan Kementerian ESDM, penerapan pembangkitan listrik akan turun dari 0,828
kebijakan B30 pada 2020 saja diperkirakan KgCO2/kWh pada 2020 menjadi 0,700 KgCO2/
akan menurunkan emisi GRK sebesar 14 juta kWh pada 2028. Faktor emisi ini masih jauh
ton CO2. Meski demikian, pada jangka panjang, lebih tinggi dari rata-rata faktor emisi di negara-
seiring penetrasi kendaraan listrik potensi negara G20 lainnya (Climate Transparency,
penurunan emisi oleh penetrasi kendaraan 2019).
listrik akan meningkat secara signifikan. Di Meski demikian, mengingat potensi
2050, penurunan emisi dari penetrasi penurunan emisi secara jangka panjang,
kendaraan listrik dapat berkontribusi pada 34% kendaraan listrik masih perlu dimanfaatkan
dari penurunan emisi sektor transportasi sebagai salah satu strategi penurunan emisi
dalam skenario 1,5oC oleh CAT. Lambatnya efek jangka panjang. Terlebih, kebijakan saat ini,
penurunan emisi oleh kendaraan listrik ini yakni pencampuran biodiesel pada minyak
disebabkan karena kendaraan listrik diesel konvensional, belum mampu mengatasi
membutuhkan waktu untuk menggantikan masalah emisi dari kendaraan mobil
kendaraan konvensional yang beroperasi di penumpang dan sepeda motor yang sebagian
jalan. Misalnya, seandainya sejak 2020 seluruh besar menggunakan bahan bakar bensin.
kendaraan yang dibeli merupakan kendaraan Bahkan, dari seluruh penggunaan energi di
listrik, masih dibutuhkan waktu hingga 2040 sektor transportasi, bensin berkontribusi pada
sampai seluruh kendaraan bermesin 51%, sedangkan diesel hanya menyumbang
konvensional hilang dari peredaran. 35%. Selain itu, pemanfaatan BBN tidak akan
Selain itu, rendahnya kontribusi penetrasi dapat menggantikan seluruh konsumsi BBM di
kendaraan listrik terhadap penurunan emisi di masa depan tanpa adanya pengalihan ke
periode sepuluh tahun awal juga dipengaruhi kendaraan listrik mengingat potensi emisi yang
oleh faktor emisi dari pembangkitan listrik di akan ditimbulkan di sektor hulu (alih fungsi
Indonesia yang masih tinggi. Berdasarkan lahan).
120
100
80
MtCO2
60
40
20
-
2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
S
ektor ketenagalistrikan saat ini emisi dari produksi mobil dan baterai tidak
merupakan penyumbang emisi terbesar berkurang.
yang bersumber dari pembakaran bahan Kaitan yang erat antara potensi penurunan
bakar fosil oleh pembangkit listrik. Proporsi emisi dari penggunaan kendaraan listrik
batubara dalam bauran energi listrik nasional, dengan faktor emisi pembangkitan membuat
yakni mencapai 60% dari total listrik yang kebijakan dekarbonisasi di sektor
dibangkitkan pada tahun 2019 menjadi ketenagalistrikan menjadi penting. Simulasi
kontributor utama tingginya faktor emisi di skenario kebijakan phase-out pembangkit listrik
sistem ketenagalistrikan. Tingginya emisi GRK tenaga batubara dan menggantikannya dengan
di sektor ketenagalistrikan membuat potensi energi terbarukan akan memperbesar
penurunan emisi oleh penetrasi kendaraan penurunan emisi GRK oleh penetrasi kendaraan
listrik menjadi terbatas, terlebih ketika emisi listrik pada skenario ambisius menjadi 10 juta,
GRK dari seluruh rantai produksi produksi 43 juta, dan 72 juta ton CO2 pada 2030, 2040,
kendaraan dan baterai juga diperhitungkan. dan 2050 (Gambar 7). Berdasarkan skenario
IESR memperkirakan bahwa dengan phase-out ini, Indonesia tidak bisa menambah
proyeksi faktor emisi tahun 2020 yang lagi pembangkit listrik batubara di luar PLTU
tercantum di RUPTL 2019-2028 sebesar 0,828 yang sudah direncanakan dalam RUPTL 2019-
KgCO2/kWh, alih-alih menurunkan emisi, 2028. Selain itu, seluruh pembangkit batubara
penggunaan mobil listrik akan menghasilkan dibatasi usia pakainya selama 20 tahun
emisi GRK lebih tinggi daripada mobil (Arinaldo et al., 2019). Kebijakan ini akan
konvensional. Hal ini disebabkan karena total menurunkan faktor emisi pembangkit menjadi
emisi dari produksi kendaraan listrik dan 0,564 KgCO2/kWh pada 2030 dan 0,090 KgCO2/
baterai yang lebih besar daripada kendaraan kWh pada 2050, mengasumsikan bahwa masih
konvensional. Namun, untuk sepeda motor ada 22% dari listrik yang dibangkitkan
listrik, hal yang sama tidak berlaku karena menggunakan bahan bakar gas alam sedangkan
tingkat efisiensi sepeda motor listrik 4,5 kali 78% berasal dari energi terbarukan.
lebih efisien dibandingkan motor konvensional Sayangnya, data dari beberapa tahun
(IESR, 2019). Tabel 1 menunjukkan faktor emisi terakhir tidak menunjukkan adanya penurunan
pembangkitan yang harus dicapai untuk faktor emisi pembangkitan yang signifikan.
memperoleh penurunan emisi mengasumsikan Laporan Brown to Green dalam tiga tahun
Tabel 1. Hubungan antara faktor emisi dari pembangkitan listrik dengan potensi penurunan
emisi dari penggunaan mobil listrik dibanding mobil konvensional
19
terakhir menunjukkan adanya peningkatan 2016 (IESR, 2019), serta meningkatnya
faktor emisi pembangkitan di Indonesia dari kontribusi batubara hingga melampaui 60% di
0,734 KgCO2/kWh pada 2014 menjadi 0,761 2019 (Ministry of Energy and Mineral Resources,
KgCO2/kWh pada 2018 (Climate Transparency, 2020). Apabila kecenderungan ini terus
2017, 2018, 2019). Hal ini sejalan dengan berlanjut, maka penetrasi kendaraan listrik
kontribusi energi terbarukan dalam tidak dapat memberikan dampak penurunan
pembangkitan listrik yang proporsinya relatif emisi GRK secara signifikan.
stagnan sejak 2011, bahkan menurun sejak
80 80,0%
70 70,0%
60 60,0%
MtCO2
50 50,0%
40 40,0%
30 30,0%
20 20,0%
10 10,0%
- 0,0%
Moderate (%) Ambitious (%) Moderate coal phase-out (%) Ambitious coal phase-out (%)
D
alam skenario kebijakan ambisius, pada tahun 2018 adalah sebesar 232 TWh.
penetrasi kendaraan listrik akan terjadi Selain itu, apabila tidak dilakukan usaha untuk
dengan cepat dan berpotensi mengendalikan perilaku pemilik kendaraan
menimbulkan gangguan. Di sektor listrik dalam melakukan pengisian baterai,
ketenagalistrikan, penetrasi kendaraan listrik dapat terjadi lonjakan beban puncak di malam
dapat meningkatkan permintaan listrik sebesar hari. Dari simulasi yang dilakujan pada skenario
15 TWh pada 2030 dan 68 TWh pada 2050. ambisius, beban puncak pada tahun 2028
Sebagai pembanding, konsumsi listrik total misalnya, diperkirakan dapat terjadi
21
Photo by Noah Negishi on Unsplash
Kesimpulan dan
Rekomendasi
H
asil pemodelan dari studi ini menunjukkan bahwa penetrasi
kendaraan listrik pada pasar mobil penumpang dan sepeda motor
memiliki potensi menurunkan emisi GRK dari sektor transportasi
darat, terutama dari penggunaan kendaraan pribadi. Untuk mewujudkan
potensi tersebut, dibutuhkan sejumlah kebijakan dan instrumen fiskal
dan non-fiskal yang diimplementasikan secara bersamaan:
23
Referensi
Andersson, J. (2017). Cars, carbon taxes and CO2 emissions (GRI Working Papers No. 212).
Grantham Research Institute on Climate Change and the Environment. http://www.lse.ac.uk/
GranthamInstitute/wp-content/uploads/2017/03/Working-paper-212-Andersson_update_
March2017.pdf
Arinaldo, D., Mursanti, E., & Tumiwa, F. (2019). Implikasi Paris Agreement terhadap Masa Depan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara di Indonesia. Institute for Essential Services Reform.
https://iesr.or.id/wp-content/uploads/2019/07/PLTU-dan-Paris-Agreement.pdf
Bjerkan, K. Y., Nørbech, T. E., & Nordtømme, M. E. (2016). Incentives for promoting Battery
Electric Vehicle (BEV) adoption in Norway. Transportation Research Part D: Transport and
Environment, 43, 169–180. https://doi.org/10.1016/j.trd.2015.12.002
Chua, S. T., & Nakano, M. (2013). Design of a Taxation System to Promote Electric Vehicles
in Singapore. In C. Emmanouilidis, M. Taisch, & D. Kiritsis (Eds.), Advances in Production
Management Systems. Competitive Manufacturing for Innovative Products and Services (pp. 359–367).
Springer. https://doi.org/10.1007/978-3-642-40352-1_45
Climate Action Tracker. (2019b). Scaling up climate action—Key opportunities for transitioning to a zero
emissions society—Indonesia Full Report. Climate Action Tracker. https://climateactiontracker.org/
publications/scalingupindonesia/
Climate Transparency. (2017). Brown to Green 2017: Indonesia Country Facts. Climate Transparency.
https://www.climate-transparency.org/wp-content/uploads/2017/07/B2G2017-Indonesia.pdf
Climate Transparency. (2018). Brown to Green 2018: Indonesia Country Facts (pp. 1–15). Climate
Transparency. https://www.climate-transparency.org/wp-content/uploads/2019/01/BROWN-TO-
GREEN_2018_Indonesia_FINAL.pdf
Climate Transparency. (2019). Brown to Green 2019: Indonesia Country Profile (pp. 1–20). Climate
Transparency. https://www.climate-transparency.org/wp-content/uploads/2019/11/B2G_2019_
Indonesia.pdf
Goldie-Scot, L. (2019, March 5). A Behind the Scenes Take on Lithium-ion Battery Prices. BloombergNEF.
https://about.bnef.com/blog/behind-scenes-take-lithium-ion-battery-prices/
IESR. (2019). Indonesia Clean Energy Outlook: Tracking Progress and Review of Clean Energy Development
in Indonesia. Institute for Essential Services Reform. http://iesr.or.id/pustaka/iceo2020/
Ministry of Energy and Mineral Resources. (2020). Capaian Kinerja 2019 dan Program 2020. Ministry
of Energy and Mineral Resources Republic of Indonesia. https://www.esdm.go.id/id/booklet/
capaian-kinerja-2019-dan-program-2020
Monschauer, Y., & Kotin-Förster, S. (2018). Bonus-Malus Vehicle Incentives System in France: Fact Sheet.
Ecofys and adelphi. chrome-extension://oemmndcbldboiebfnladdacbdfmadadm/https://www.euki.
de/wp-content/uploads/2018/09/fact-sheet-bonus-malus-vehicle-incentive-system-fr.pdf
Sen, B., Noori, M., & Tatari, O. (2017). Will Corporate Average Fuel Economy (CAFE) Standard
help? Modeling CAFE’s impact on market share of electric vehicles. Energy Policy, 109,
279–287. https://doi.org/10.1016/j.enpol.2017.07.008
Setiawan, I., Indarto, I., & Aan, D. (2019). Reducing CO 2 Emissions from Land Transport
Sector in Indonesia: Case Study Automobiles Sector. Journal of Physics: Conference Series, 1167,
012008. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1167/1/012008
Spöttle, M., Jörling, K., Schimmel, M., Staats, M., Grizzel, L., Jerram, L., Drier, W., & Gartner,
J. (2018). Research for TRAN Committee-Charging infrastructure for electric road vehicles. European
Parliament. https://www.europarl.europa.eu/thinktank/en/document.html?reference=IPOL_
STU(2018)617470
Sterner, T. (2007). Fuel taxes: An important instrument for climate policy. Energy Policy, 35(6),
3194–3202. https://doi.org/10.1016/j.enpol.2006.10.025
Wesseling, J. H. (2015). Explaining differences in electric vehicle policies across countries: Innovation vs.
Environmental policy rationale across countries: Innovation vs. Environmental. http://wp.circle.lu.se/
upload/CIRCLE/workingpapers/201542_Wesseling.pdf
Yang, Z., Slowik, P., Lutsey, N., & Searle, S. (2016). ICCT : Principles for Effective Electric Vehicle
Incentive Design (June). The International Council on Clean Transportation. https://theicct.org/sites/
default/files/publications/ICCT_IZEV-incentives-comp_201606.pdf
Zethmayr, J., & Kolata, D. (2019). Charge for less: An analysis of hourly electricity pricing for
electric vehicles. World Electric Vehicle Journal, 10(1). https://doi.org/10.3390/wevj10010006
25
Climate Transparency
Transparency isadalah kemitraan
a global global
partnership dengan
with a shared misi Institute for Essential
The Institute Services
for Essential Reform
Services adalahislembaga
Reform a researchpenelitian dan advokasi
and advocacy kebijakan
institution energiand
on energy danenvironment
lingkungan.
untuk memacu
mission ‘perlombaan
to stimulate a ‘race menuju puncak‘
to the top’ in G20pada aksi terhadap
climate action Sebuah
policy. Itwadah pemikir
is a unique unik
think yang
tank menyatukan
because studi in-depth
it combines dan analisis mendalam
studies dari kebijakan,
and analyses regulasi,
of policies, dan aspek
regulations and
iklim
and todari
shiftnegara G20 untuk
investments mengalihkan
towards zero carbon investasi ke arah
technologies tekno-ekonomi
the techno-economic sektor aspects
energi dan
of thelingkungan,
energy and dengan kegiatansector,
environment advokasi
withuntuk
strongkepentingan publik
public interest dalam
advocacy
teknologi nol karbontransparency.
through enhanced lewat peningkatan
Climatetransparansi.
Transparency Climate
is mempengaruhi perubahan
activities to influence policykebijakan
change atdithe tingkat nasional,
national, sub-nasional,
sub-national dan global.
and global levels.Kami menghasilkan
We produce analisis
science-based
Transparency
made possibleterwujud
through dengan
supportdukungan Kementerian
from the Federal Federal
Ministry for dan studiand
analyses berbasis sains,
studies, and juga menyediakan
provide bantuan teknis
technical assistance dan pengembangan
and capacity-building kapasitas bagibusinesses,
for policy-makers, pembuat
untuk Lingkungan,
Environment, NatureKonservasi
ConservationAlam,
anddan Keselamatan
Nuclear Nuklir
Safety (BMU), kebijakan, bisnis,
civil societies masyarakat
and other sipil, dan
stakeholders pemangku
in need, and workkepentingan lain, with
in partnership sertaother
bekerja dalam
state kemitraanactors
and non-state denganon
(BMU),
throughmelalui International
the International Climate
Climate Initiative,
Initiative, ClimateWorks
ClimateWorks aktor negara
specific danand
projects non-negara
campaigns.lainIESR
pada proyek dan kampanye
is independent secara spesifik.
from any government IESR tidak
or business terikat kepentingan
interests.
Foundation,
Foundation anddanthe
World Bank
World Group.
Bank Group. pemerintah atau bisnis.
https://www.climate-transparency.org/ http://www.iesr.or.id/
http://iesr.or.id/
Partners:
Supported by:
based on a decision of the German Bundestag
Funders: