Oleh:
SUHARDI
Nim : 219210017
Analisis regional adalah anaisis atas penggunaan ruang saat ini, analisis atas aktivitas
yang akan mengubah penggunaan ruang dan perkiraan atas bentuk peggunaan ruang di
masa yang akan datang. Pendekatan regional adalah pendekatan yang memandang wilayah
sebagai kumpulan dari bagian-bagian wilayah yang lebih kecil dengan potensi dan daya
tariknya masing-masing. Pendekatan regional adalah pendekatan ekonomi dan pendekatan
ruang. Pendekatan ekonomi terutama untuk cabang ekonomi regional dan dapat dipakai
berbagai peralatan analisis baik dari ekonomi umum, ekonomi pembangunan, atau lebih
khusus ekonomi regional untuk melihat arah perkembangan suatu daerah di masa yang
akan datang. Pendekatan ruang adalah pendekatan yang memperhatikan struktur ruang
saat ini, penggunaan lahan saat ini, kaitan struktur wilayah terhadap wilayah tetangga.
Selain dari itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah unsur-unsur desa,
unsur-unsur tersebut yaitu:
a. Daerah, dalam artian tanah ~ tanah yang produktif dan yang tidak, beserta
penggunaannya, termasuk juga unsur lokasi, luas dan batas yang merupakan
lingkungan geografis tempat.
b. Penduduk, adalah hal yang memiliki jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran,
dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
c. Tata kehidupan, dalam hal ini tata pergaulan dan ikatan – ikatan warga desa.
Unsur lain yang termasuk unsur desa yaitu, unsur letak. Letak suatu desa umumnya
selalu jauh dari kota atau pusat kota. Peninjauan ke desa -desa atau perjalanan ke desa
sama artinya dengan menjauhi kehidupan di kota dan lebih mendekati daerah-daerah yang ,
omotom dan sunyi. Desa-desa yang letaknya pada perbatasan kota mempunyai
kemungkinan yang lebih banyak daripada desa yang ada di pedalaman.
Dalam melakukan Pengelompokan Tipologi Desa sekurang-kurangnya didasarkan atas
hal-hal sebagai berikut:
Berdasarkan kekerabatan, dikenal desa geneologis, desa teritorial dan desa
campuran.
Berdasarkan hamparan, dapat dibedakan desa pesisir/desa pantai, desa dataran
rendah/lembah, desa dataran tinggi, dan desa perbukitan/pegunungan.
Berdasarkan pola permukiman, dikenal desa dengan permukiman menyebar,
melingkar, mengumpul, memanjang (seperti pada bantaran sungai/jalan);
Berdasarkan pola mata pencaharian atau kegiatan utama masyarakat dapat
dibedakan desa pertanian, desa nelayan, desa industri (skala kerajinan dan atau
manufaktur dengan teknologi sederhana dan madya), serta desa perdagangan (jasa-
jasa); dan
Berdasarkan tingkat perkembangan kemajuan desa dapat dikategorikan desa
tertinggal atau sangat tertinggal, desa berkembang, serta desa maju atau mandiri.
Kategorisasi ini dilakukan dengan pendekatan ilmiah yang didukung data statistik
sehingga didapatkan peringkat kategoris kemandirian atau kemajuan desa.
Tipologi Desa harus berdasarkan perkembangan desa dengan data Indeks Desa
Membangun (IDM). Melalui musyawarah desa akan didapatkan perencanaan program atau
kegiatan prioritas desa baik yang berskala desa maupun berskala kabupaten.
Tipologi dari masyarakat desa dilihat dari kegiatan pokok yang ditekuni masyarakatnya
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, selain itu tipologi desa bisa dilihat dari segi
pemukiman maupun dari tingkat perkembangan masyarakat desa itu sendiri, dilihat dari
segi mata pencaharian pokok yang dikerjakan. Tipologi masyarakat Desa terbagi dua yaitu
desa pertanian dan desa industri.
1. Desa pertanian
Desa pertanian terdiri atas:
Desa pertanian dalam artian sempit yang meliputi: desa pertanian lahan
basah dan lahan kering.
Desa dalam artian luas yang meliputi: desa perkebunan milik rakyat, desa
perkebunan milik swasta, desa nelayan tambak, desa nelayan laut, dan desa
peternakan.
2. Desa Industri
Selain dilihat dari aspek mata pencaharian, tipologi desa juga dapat dilihat dari
perkembangan masyarakatnya.
Desa industri yang memproduksi alat pertanian secara tradisional maupun modern.
Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja
sama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berfikir tentang dirinya dalam
satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.Sedangkan yang dimaksud dengan desa
menurut Sutardjo Kartohadi Kusumah mengemukakan bahwa desa adalah suatu kesatuan
hukum dimana bertempat tinggal masyarakat pemerintah sendiri. Menurut Bintaro, desa
merupakan perwujudan atau kesatuan geologi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang
terdapat disitu (suatu daerah) dalam hubunganna dan pengaruhnya secara timbal balik
dengan daerah lain. Pendapat lainnya yaitu menurut Paul H. Landis, desa adalah masyarakat
yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan karakteristiknya sebagai berikut:
a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa
b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
c. Cara berusaha (perekonomian) adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan
yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
DEFINISI DESA
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah
kabupaten. Desa juga dapat dikatakan sebagai suatu hasil perpaduan antara kegiatan
sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau
kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, social, ekonomi,
politik, dan cultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dlam
hubungannya dengan daerah-daerah lain.
Definisi universal desa adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan.
Sementara di Indonesia, istilah desa yaitu pembagian wilayah administratif di bawah
kecamatan yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan
dari beberapa unit permukiman kecil yang disebut juga kampung/dusun/banjar/jorong.
Beberapa Ahli Kependudukan memberikan pengertian tentang desa sebagai berikut:
1. Menurut R. Bintarto, desa yaitu perwujudan atau kesatuan sosial, ekonomi, geografi,
politik, serta kultural yang ada di suatu daerah dalam hubungan dan pengaruhnya
secara timbal balik dengan daerah lain.
2. Menurut Rifhi Siddiq, desa adalah suatu wilayah yang memiliki tingkat kepadatan
rendah yang dihuni oleh penduduk dengan interaksi sosial yang bersifat homogen,
bermata pencaharian di bidang agraris dan juga mampu berinteraksi dengan wilayah
lain di sekitarnya.
3. Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum yang di
dalamnya bertempat tinggal sekelompok masyarakat yang berkuasa mengadakan
pemerintahan sendiri.
4. Menurut Paul H. Landis, desa adalah daerah dimana hubungan pergaulannya
ditandai dengan intensitas tinggi dengan jumlah penduduk yang kurang dari 2500
orang.
Berdasarkan penjabaran para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa desa adalah suatu
wilayah yang merupakan perwujudan atau kesatuan sosial, ekonomi, geografis, politik, dan
kultural, dihuni oleh penduduk dengan interaksi sosial bersifat homogen dan sebagian besar
bermata pencaharian di bidang agraris serta berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
Sedangkan menurut Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014, desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apabila dibandingkan dengan kelurahan maka dapat dijelaskan bahwa desa bukan
bawahan dari kecamatan karena kecamatan adalah bagian dari perangkat daerah
kabupaten/kota dan desa bukan bagian dari perangkat daerah, sedangkan kelurahan secara
struktural merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota. Berbeda dengan
kelurahan, desa mempunyai hak mengatur wilayahnya dengan lebih luas dan leluasa.
Adapun fungsi dari desa yaitu:
1. Dalam hubungannya dengan kota, maka desa yang merupakan hinterland atau daerah
dukung berfungsi sebagai suatu daerah pemberi bahan makan pokok seperti padi, jagung,
ketela, di samping bahan makan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan, dan bahan
makan lain yang berasal dari hewan.
2. Desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah dan
tenaga kerja.
3. Dari segi kegiatan kerja, desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri,
desa nelayan dan sebagainya.
1. Tanah, dalam arti sumber tambang dan mineral, sumber tanaman yang merupakan sumber
mata pencaharian dan penghidupan.
2. Air, dalam arti sumber air, keadaan atau kualitas air dan tata airnya untuk kepentingan
irigasi, pertanian dan keperluan sehari-hari.
3. Iklim, yang merupakan peranan penting bagi desa agraris.
4. Ternak, dalam artian fungsi ternak di desa sebagai sumber tenaga, sumber bahan makan dan
sumber keuangan.
5. Manusia, dalam arti tenaga kerja sebagai pengolah tanah dan sebagai produsen.
1. Masyarakat desa yang hidup berdasarkan gotong royong dan dapat merupakan suatu
kekuatan berproduksi dan kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling
pengertian.
2. Lembaga-lembaga sosial, pendidikan dan organisasi-organisasi social desa yang dapat
memberikan bantuan social serta bimbingan dalam arti positif.
3. Aparatur atau pamong desa yang menjadi sumber kelancaran dan tertibnya pemerintahan
desa.
Sehubungan dengan itu, untuk melaksanakan maksud dan tujuan dari otonomi daerah maka
dilakukan pembagian terhadap daerah yang ada, yaitu terdiri dari wilayah Kecamatan, Kelurahan
dan Desa. Hal ini dimaksudkan agar dapat memberikan pelayanan dan menampung aspirasi
masyarakat secara maksimal. Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang seimbang secara
proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota, maka disusunlah
kriteria yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan
keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.
Dalam memahami otonomi daerah, maka posisi pemerintah adalah pemegang kewenangan
subsidiaritas, yang hanya membantu memfasilitasi, memberi subsidi dan menciptakan iklim yang
kondusif bagi berperannya masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan daerah.
Sedangkan masyarakat yang berotonomi itu memegang kewenangan totalitaritas, sebagai subyek
dalam otonomi daerah. Dengan demikian, ukuran-ukuran yang digunakan dalam mengukur
keberhasilan implementasi kebijakan otonomi daerah adalah perimbangan peranan masyarakat dan
pemerintah atas dasar dua jenis kewenangan tersebut. Walau sebegitu luasnya kewenangan
diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tetapi jika tidak diikuti dengan penyerahan
kewenangan itu kepada masyarakat, maka esensi otonomi akan tidak tercapai.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, juga telah terjadi pergeseran yang
sangat fundamental dalam proses pemerintahan daerah, yakni bergesernya posisi dan peran serta
kewenangan antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah yang dulu berada jauh dari masyarakat
yang dilayani, kini menjadi begitu dekat, kekuasaan yang dulu begitu jauh di pusat, kini menjadi
begitu dekat bahkan berada di tengah dan bersama masyarakat yang membutuhkannya. Dengan
demikian, mendekatkan kekuasaan kepada masyarakat dan mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat merupakan esensi utama perubahan yang akan dicapai melalui implementasi kebijakan
otonomi daerah.
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa otonomi daerah pada hakikatnya adalah:
1. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber
dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintah (pusat) yang diserahkan kepada
daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti
keotonomian suatu daerah, penetapan kebijaksanaan sendiri, pelaksanaan sendiri, serta
pembiayaan dan pertanggungjawaban daerah sendiri.
2. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah
tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayah
daerahnya.
3. Daerah tindak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain
sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya.
EKONOMI DESA
2. Keterbukaan
Daya keterbukaan merupakan hal yang wajib ada dalam unsur pemerintahan
karena hal ini sangat penting. Adanya keterbukaan ini membuat masyarakat
dalam sebuah daerah mengerti akan sebuah program. Dalam pengelolaan
ekonomi desa, tentunya harus ada keterbukaan atau transparansi agar program
perekonomian berjalan lancar.
Keterbukaan ini meliputi pengelolaan pembangunan, pemilihan kader,
pelaksanaan program, pendanaan, dan lain sebagainya. Dalam hal pendanaan,
tentunya harus ada rasa keterbukaan tujuannya agar tidak ada dugaan korupsi di
desa. Budaya korupsi seperti ini justru membuat desa menjadi tidak maju dan
semakin tertinggal.
3. Bisa Dipertanggungjawabkan
Proses perencanaan program perekonomian desa harus bisa
dipertanggungjawabkan dalam artian tidak terjadi penyimpangan. Di samping
proses perencanaan, proses yang lain yaitu pelaksaan dan evaluasi harus bisa
dipertanggungjawabkan. Maka dari itu, kedua prinsip di atas harus dilaksanakan
terlebih dahulu agar prinsip ini bisa berjalan dengan baik.
Dalam memilih pelaksanaan program, warga desa harus memilih yang benar-
benar bertanggung jawab serta berkompeten untuk mengurus program desa. Hal
ini tentu harus didukung pula dengan partisipasi seluruh unsur masyarakat desa
demi terlaksananya program peningkatan ekonomi desa. Nantinya dengan
memilih pelaksanaan yang sesuai, hasil akhirnya akan terlihat.
4. Berkelanjutan
Sebuah program peningkatan ekonomi desa yang sudah dirancang harus dapat
berlangsung secara terus menerus atau berkelanjutan. Hal ini dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara permanen dan tidak hanya
pada waktu tertentu saja. Maka dari itu, unsur desa harus membuat program
peningkatan ekonomi desa yang memiliki jangka waktu panjang.
Dengan merancang program yang memiliki jangka waktu panjang, kegiatan
masyarakat desa di bidang ekonomi akan terus berlanjut kapan saja. Program
peningkatan ekonomi tersebut bisa berupa pengolahan komoditi lokal,
pengolahan desa wisata, dan lain-lain.