Anda di halaman 1dari 8

Tugas Individu

Mata Kuliah: Tata Ruang dan Perencanaan Lingkungan

Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Warsilan, ST., MT

JONI ALLA’ PADANG

NIM : 2112018005

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
Kebijakan, dan Rencana Pembangunan baik Makro maupun Mikro di Indonesia dlm dekade ini
telah dikeluarkan beberapa peraturan dan isntrumen lingkungan dalam bentuk Produk
Perencanaan Lingkungan yang dimplementasikan pada berbagai kegiatan pembangunan (Kajian
Lingkungan, Analisis Dampak Lingk dan turunannya, KLHS dsb). Dalam pemanfaatan ruang,
secara khusus produk perencanaannya adalah rencana tata ruang wilayah dan rencana
turunannya.

Diskusi:
1. Mengapa Perencanaan Tata Ruang, memerlukan kajian lingkungan (KLHS) secara
khusus, sedangkan dalam proses perencananan ruang telah mempertimbangkan aspek
lingkungan (Penetapan kawasan Lindung dan turunannya)?
2. Mengapa KLHS perlu diintegrasikan kedalam perencanaan Tata Ruang (RTRW)?
3. Apa yang Saudara ketahui tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan
Hidup (RPPLH), apa keterkaitan, manfaat dan kepentingan Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan lingkungan Hidup (RPPLH), bagi Perencananan Tata Ruang Wilayah?

Jawab:

1. Perencanaan Tata Ruang, memerlukan kajian lingkungan (KLHS) secara khusus, sedangkan
dalam proses perencananan ruang telah mempertimbangkan aspek lingkungan karena Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), merupakan instrumen pencegahan yang diletakkan di
urutan pertama, karena dokumen ini akan menjadi dasar kebijakan, rencana dan/atau program
pelaksanaan pembangunan dalam suatu wilayah, dan menjadi pertimbangan utama berkaitan
dengan pemberian perizinan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, termasuk izin usaha
pemanfaatan hutan dan pertambangan. Pentingnya KLHS sehingga undang-undang
mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah untuk menyusun dokumen KLHS. Karena
melalui kajian yang komprehensip dalam dokumen ini, akan dapat dipastikan apakah prinsip
pembangunan berkelanjutan menjadi dasar pertimbangan dan terintegrasi dalam pelaksanaan
pembangunan yang berke- lanjutan di suatu wilayah. Dokumen KLHS berkaitan erat dengan
rencana tata ruang wilayah (RTRW), dimana setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib
didasarkan pada KLHS karena perencanaan tata ruang wilayah ditetapkan dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, yang pengkajian
ilmiahnya dilakukan di dalam dokumen KLHS.

Rencana Tata Ruang Wilayah adalah wujud formal kebijakan, rencana, dan program
(KRP) acuan yang mengatur penataan ruang sebuah wilayah tertentu. Dalam pelaksanaannya,
perbedaan cara penanganan dan karakteristik khusus sebuah satuan wilayah membedakan
jenis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut. KLHS adalah sebuah bentuk tindakan
stratejik dalam menuntun, mengarahkan, dan menjamin efek negatif terhadap lingkungan dan
keberlanjutan dipertimbangkan dalam KRP tata ruang. Posisinya berada pada relung
pengambilan keputusan. Oleh karena siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam
perencanaan tata ruang tidak selalu gamblang, maka manfaat KLHS bersifat khusus bagi
masing-masing RTRW.

KLHS bisa menentukan substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan dan
evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap
(komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW, atau kombinasi dari
beberapa atau semua fungsi-fungsi diatas. Keberadaannya yang kontekstual menyebabkan
pokok-pokok pikiran dalam Dokumen KLHS tidak bisa dipahami sebagai sebuah aturan yang
baku, melainkan sebagai sebuah arahan untuk memilih alternatif-alternatif pemanfaatan yang
sesuai dengan kebutuhan.

2. Alasan KLHS perlu diintegrasikan kedalam perencanaan Tata Ruang (RTRW) dijabarkan
sebagai berikut:
Di Eropa, semenjak diterbitkannya EU Directive (atau yang umum disebut sebagai SEA
Directive) pada tahun 2001 yang lalu, setiap negara anggota Uni Eropa diwajibkan
melakukan KLHS (di Eropa dikenal dengan istilah Strategic Environmental
Assessment/SEA) terhadap rencana dan program. Di Asia, dari Workshop AMDAL se-Asia
yang diselenggarakan pada tanggal 28 Mei – 2 Juni 2007 di Hanoi, diketahui bahwa hanya
sebagian kecil negara di Asia yang tidak mengaplikasikan atau belum memiliki pilot project
KLHS. Bahkan di Vietnam dan China KLHS berstatus wajib dan telah dilembagakan dalam
peraturan perundang-undangan. Membanding aplikasi KLHS di banyak negara Eropa, Asia,
berbagai negara lain maka tiba waktunya bagi pemerintah untuk mulai mengembangkan
aplikasi KLHS di Indonesia dengan mempertimbangkan kewenangan pemerintah pusat,
provinsi, dan kabupaten/ kota, serta mempertimbangkan karakter kebijakan, rencana dan
program pembangunan di Indonesia. Rencana Tata Ruang Wilayah adalah wujud formal
kebijakan, rencana, dan program (KRP) acuan yang mengatur penataan ruang sebuah
wilayah tertentu.  Dalam pelaksanaannya, perbedaan cara penanganan dan karakteristik
khusus sebuah satuan wilayah membedakan jenis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
tersebut.  Sebuah RTRW yang mengatur satuan wilayah yang luas memuat arahan dan
acuan yang lebih strategis dan umum daripada RTRW yang mengatur satuan wilayah yang
lebih kecil. Akibatnya, semakin luas wilayah yang diatur, semakin panjang dimensi
kerangka waktu (time-frame) yang bisa dicakup aturan tersebut. Oleh sebab itu, hirarki
RTRW yang disusun berdasarkan luasan wilayah sebenarnya juga mencerminkan hirarki
operasionalitas arahan yang dimuat. Sebuah RTRW skala nasional sebenarnya memuat
kebijakan-kebijakan, sementara RTRW skala kawasan lebih banyak memuat kumpulan
program. Perbedaan-perbedaan ini mempengaruhi pola pemahaman mengenai bagaimana
aspek-aspek lingkungan hidup diterapkan dalam muatan RTRW yang berbeda jenjangnya.

Secara landasan formal, di Indonesia pun amanat agar KLHS terintegrasi atau menjadi
dasar penyusunan tata ruang sudah tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa salah satu asas penataan ruang diselenggarakan
dengan prinsip keberlanjutan. Lebih lanjut pada Pasal 13 dalam UU yang sama,
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional dengan: a). terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan; b). terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c). terwujudnya
pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat
pemanfaatan ruang, maka diperlukan suatu kajian yang memuat arahan prinsip
keberlanjutan dalam KRP sekaligus mampu menjadi pondasi kebijakan penataan ruanbg
sebagaimana yang termemuat dalam ketiga poin di atas (a,b,c). Pada relung inilah, KLHS
dihadirkan dan dibutuhkan untuk sebagai kajian berperspektif lingkungan memuat prinsip
keberlanjutan, dan semestinya diintegrasikan dalam penyusunan rencana tata ruang.

Penegasan integrasi KLHS dalam perencanaan tata ruang lainnya juga dapat dilihat pada
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada
pasal 15 UU ini dikatakan, (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ke dalam penyusunan atau evaluasi: a. rencana tata ruang wilayah
(RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan
rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
dan b. kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
risiko lingkungan hidup.

Agar KLHS dapat terintegrasi secara baik dalam penyusunan tata ruang, tentunya
memperhatikan kaidah penyusunan KLHS itu sendiri. Kaidah terpenting KLHS dalam
perencanaan tata ruang adalah pelaksanaan yang bersifat partisipatif, dan sedapat mungkin
didasarkan pada keinginan sendiri untuk memperbaiki mutu KRP tata ruang (self-
assessment) agar keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan efektif.  Asas-asas hasil
penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi penataan ruang adalah:
a. Keterkaitan (interdependency). Keterkaitan menekankan pertimbangan keterkaitan antara
satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara
satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global,
keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya.
b. Keseimbangan (equilibrium). Keseimbangan menekankan aplikasi keseimbangan antar
aspek, kepentingan, maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya,
seperti diantaranya adalah keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan
pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang
dengan pengelolaan dampaknya, dan lain sebagainya.
c. Keadilan (justice). Keadilan untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana
dan program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap
sumber-sumber alam, modal dan infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi kepada
sekelompok orang tertentu.

atas dasar kaidah-kaidah diatas, maka penerapan KLHS dalam penataan ruang bertujuan
untuk mendorong pembuat dan pengambil keputusan atas KRP tata ruang. Hadirnya dan
integrasinya KLHS dalam penyusunan tata ruang, diharapkan dapat menjawab beberapa
pertanyan di atas, dan pula memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dalam membuat kebijakan, rencana atau program terkait dengan penyusunan
tata ruang kita.

3. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) adalah perencanaan


tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan
pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
a. RPPLH disusun guna memberikan arahan melestarikan jasa LH dalam rangka
mendukung terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
b. RPPLH mengarahkan terselenggaranya pembangunan rendah karbon, yaitu
membangun kota-kota rendah karbon dan hemat energi, dan menciptakan keserasian
atau keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan LH.
c. PPLH dilaksanakan melalui proses partisipasi publik, yaitu melibatkan publik dalam
seluruh proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi
PPLH
d. PPLH mengatur adanya kerjasama antar daerah dalam satu ekoregion dan/atau antar
ekoregion, yaitu bahwa keterkaitan dan keterikatan jasa LH tidak bisa dibatasi oleh
batas administrasi daerah, sehingga kerjasama antar daerah dalam PPLH adalah
merupakan keniscayaan yang tidak bisa dihindari.

Penyusunan arahan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH)


dilakukan oleh tim penyusun RPPLH yang selanjutnya dibahas dan disepakati dalam forum
diskusi kelompok terarah (forum Focus Group Discussion/FGD). Pelaksanaan FGD tersebut
wajib didokumentasikan. Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (RPPLH). Penyusunan RPPLH terdiri atas:
a. RPPLH nasional, yang disusun berdasarkan inventarisasi nasional.
b. RPPLH provinsi, yang disusun berdasarkan RPPLH nasional, inventarisasi tingkat
pulau/kepulauan, dan inventarisasi tingkat ekoregion.
c. RPPLH kabupaten/kota, disusun berdasarkan RPPLH provinsi, inventarisasi tingkat
pulau/kepulauan, dan inventarisasi tingkat ekoregion.
d. RPPLH kabupaten/kota.

RPPLH disusun oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan


kewenangannya dengan mempertimbangkan:
a. keragaman karakter dan fungsi ekologis.
b. sebaran penduduk.
c. sebaran potensi potensi sumber daya alam.
d. kearifan lokal.
e. aspirasi masyarakat.
f. perubahan iklim.

Yang diatur dalam RPPLH.  Pengaturan RPPLH diatur dengan:


a. peraturan pemerintah untuk RPPLH nasional.
b. peraturan daerah propinsi untuk RPPLH propinsi.
c. peraturan daerah kabupaten/kota untuk RPPLH kabupaten/kota.

RPPLH memuat rencana tentang:


a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam.
b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup.
c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam.
d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH. Apabila RPPLH belum
tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup.
b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup.
c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.

Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ditetapkan oleh:


a. Menteri untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup nasional dan pulau atau
kepulauan.
b. Gubernur untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup propinsi dan
ekoregion lintas kabupaten/kota. 
c. Bupati/walikota untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup kabupaten/kota
dan ekoregion wilayah kabupaten/kota.

RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka
panjang dan rencana pembangunan jangka menengah.

Anda mungkin juga menyukai