APDIYANI TOALU
EKOREGION PERLINDUNGAN &
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Memahami konsep ekoregion merupakan hal yang penting sebelum melakukan
analisis hingga pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan hidup,
seperti rencana tata ruang, rencana pembangunan, dan kajian lingkungan
hidup strategis (KLHS). Artikel ini akan memaparkan hal-hal dasar/konseptual
mengenai ekoregion.
EKOREGION
Latar Belakang Penetapan Ekoregion
Ekoregion menjadi salah satu asas dalam upaya perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH). Maksud dari “asas
ekoregion” adalah harus diperhatikannya karakteristik sumber
daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat
setempat, dan kearifan lokal, dalam setiap upaya PPLH [1].
Referensi:
[1] Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
[2] Dariah, A. Pembangunan Pertanian Berbasi Ekoregion dari Perspektif Lingkungan Hidup,
(online, http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/ekoregion/Bab-II-1.pdf).
[3] Riqqi, A., Hendaryanto, Safitri, S., Mashita, N., Sulistyawati, E., Norvyani, D.A., Afriyanie,
D. (2018). Pemetaan Jasa Ekosistem, Prosiding Seminar Nasional Geomatika 2018, (online,
http://semnas.big.go.id/index.php/SN/article/view/962/275).
[4] Kementerian Lingkungan Hidup. (2013). Deskripsi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan (Vol
1). Jakarta, Indonesia: Deputi Tata Lingkungan.
[5] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018 tentang Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia.
THANK YOU
KLHS
Latar Belakang Pelaksanaan KLHS
Konsep Pembangunan Berkelanjutan saat ini menjadi perhatian utama dalam
berbagai proses perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan.
Setidaknya, terdapat tiga pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan,
yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Dalam kerangka pembangunan, ketiga
pilar ini dilengkapi pula oleh pilar hukum dan tata kelola kelembagaan.
Terkait lingkungan, pemanfaatan lingkungan yang berkelanjutan
Sejalan dengan amanat konstitusi yang tertera pada Pasal 28 H Undang-Undang Dasar
Negara RI Tahun 1945, bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak asasi atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat [1]. Pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan menuntut adanya upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang sungguh-sungguh oleh semua pemangku kepentingan. Oleh
karena itu, melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), pemerintah dan pemerintah daerah
diwajibkan membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk menjamin telah
dijadikannya prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai dasar dalam
perencanaan dan penyusunan kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP) [2].
Definisi KLHS dan Perbedaannya dengan AMDAL
Validasi KLHS
Dalam rangkaian penyusunan KLHS, baik untuk (namun tida k terbatas
pada) RTRW maupun RPJMD, terdapat kegiatan Konsultasi Publik/Uji Publik
yang dilakukan khususnya pada tahap perumusan isu strategis dan
perumusan skenario dan rekomendasi. Konsultasi/Uji publik ini dilakukan
untuk memastikan bahwa dalam penyusunan KLHS sudah melibatkan
pemangku kepentingan dalam pembangunan daerah (asas partisipatif).
Dalam rangkaian penyusunan KLHS, konsultasi public dilakukan khususnya pada
tahap perumusan isu sstrategis dan perumusan scenario dan/atau rekomendasi