PENDEKATAN
dalam PERENCANAAN KOTA
KULIAH 3
PL 3111 PERENCANAAN KOTA
Perkembangan Pendekatan
dalam Perencanaan Kota
1. Perencanaan Kota sebagai bentuk
intervensi terhadap perkembangan kota
2. Evolusi Pendekatan Perencanaan Kota
3. Pendekatan Perencanaan Kota
berdasarkan Comprehensiveness-nya
4. Paradigma Baru dlm Perencanaan Kota
5. Perubahan Peran Perencana Kota
Perencanaan Kota
sebagai Intervensi th Perkembangan Kota
Perencanaan kota pada dasarnya merupakan
intervensi (campur tangan) terhadap
perkembangan kota/kawasan perkotaan yang
berlangsung pesat seiring dengan pertumbuhan
penduduk dan kegiatan sosial-ekonomi yang
menyertainya.
Semakin pesatnya pertumbuhan penduduk
perkotaan menjadi implikasi pembangunan dan
industrialisasi, sementara di sisi lain semakin
terbatasnya ruang perkotaan serta masih belum
terpenuhinya secara memadai pelayanan
prasarana dan sarana perkotaan, menjadi
tantangan dalam perencanaan kota.
Perencanaan kota sebagai suatu disiplin,
merupakan aktivitas merencanakan suatu ruang
tertentu, dalam hal ini kawasan perkotaan, dengan
mempertimbangkan semua faktor fisik-tata ruang,
ekonomi, sosial-kependudukan, sosial-budaya,
yang mempengaruhi kota/kawasan perkotaan.
Keterkaitan
Ilustrasi keterkaitan: pertumbuhan penduduk - penggunaan lahan
perkotaan – kebutuhan transportasi – masalah lingkungan
perkotaan
Kompleksitas
Masalah kota: sistem masalah; dinamis
Kepentingan privat – kepentingan publik
Regulasi
Fiskal
Penyediaan
langsung oleh
pemerintah
Evolusi Pendekatan
dalam Perencanaan Kota
Pada mulanya perencanaan kota berasal dari
architecture dan public health engineering
Secara historis perencanaan kota menyangkut
peletakan dan estetika dari bangunan dan
penggunaan lahan
Town planning :
“the art and science of ordering the use of land and the
character and siting of buildings and communication
routes so as to secure and maximise the practicable
degree of economy, convenience and beauty” (Keeble,
1964)
1960 -1970
Perencanaan kota mulai mengadopsi
pendekatan yang lebih rasional,
sistematik dan komprehensif
Planning :
a process for determining appropriate future
actions thought a sequence of choices
(Davidoff, 1962)
the application of scientific method to
policy-making (Faludi, 1973)
1970-1980
Perencanaan kota menjadi lebih luas
sehingga menyangkut pula faktor-faktor
ekonomi, sosial dan politik yang
mempengaruhi pembangunan kota.
Physical planning is concerned with the
design, growth and management of the
physical environment, in accordance with
predetermined and agreed policies, whereby
balanced social and economic objectives
may be achieved (Franklin, 1979)
Planning :
Mechanism to provide an environment
for living which all may desire but
which would not be attained throught
the fragmented decisions of individual. It
is a means to organise the public
goods of society
(Taylor & William, 1982)
Perencanaan Kota:
Definisi dan Ruang Lingkup
Perencanaan kota (dan wilayah ) dapat didefinisikan sebagai proses
pengambilan keputusan untuk mewujudkan tujuan-tujuan
ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, melalui pengembangan
visi tata ruang, strategi dan rencana, dan penerapan seperangkat
prinsip kebijakan, alat-alat, mekanisme partisipatif kelembagaan, dan
prosedur pengaturan.
Keunggulan Kelemahan
• Menyeluruh dan sistemik, menyentuh • Terlalu statis, rumit, dan rinci.
seluruh aspek perencanaan. • Lebih berorientasi pada penyiapan
rencana, karena proses yang Panjang
• Menjadi metode dasar keprofesian dan sistemik.
perencana dan ideologi perencanaan. • Kurang akomodatif terhadap
Diajarkan pada banyak pelatihan. ketidakpastian perkembangan kota.
• Dapat mengakomodasi kepentingan- • Proyeksi-proyeksi terkadang tidak
realistis dengan sumber daya yang ada.
kepentingan stakeholder seperti
investor dan politisi. • Mekanisme pengendalian tidak efektif.
• Isu spasial lenih dominan dari non-
spasial.
COMPREHENSIVE PLANNING AREA TERBAGI HABIS OLEH ZONA
Rencana Tata
Ruang Modern
dimulai Pasca
Revolusi Industri
Structure planning
Munculnya pendekatan perencanaan struktur
yang dianggap memberi kerangka kerja yg
lebih luas dan strategis untuk rencana-rencana
yang bersifat lebih lokal.
Memberikan pandangan baru dalam sistem
perencanaan.
Pendekatan Perencanaan Kota (2)
Perencanaan Struktural
Merupakan respon atas terlalu kakunya perencanaan komprehensif. Perencanaan
struktural memberi ruang pengembangan kota yang lebih fleksibel dengan berorientasi
pada pembentukan struktur kota melalui penentuan capaian utama pada skala tertentu.
Keunggulan Kelemahan
• Melihat masalah pembangunan • Perlu perincian lebih lanjut melalui
ekonomi, sosial, dan fisik lebih luas. zonasi.
• Fleksibilitas dalam penyusunan • Besaran dalam perencanaan tidak
rencana. terlihat jelas.
• Mengutamakan ketentuan prinsipil
dalam pembentukan struktur kota.
RENCANA STRUKTUR
RENCANA STRUKTUR
Pendekatan Perencanaan Kota (3)
Perencanaan Tindak
Keunggulan Kelemahan
• Memungkinkan mengakomodasi sektor • Hanya fokus pada prioritas
formal dan informal. perencanaan yang telah disepakati.
• Mekanisme pilihan, pemantauan, dan
evaluasi realistis.
• Koordinasi antar sektor dan kealayakan
pembiayaan dipertimbangkan dengan
baik.
• Berbasis strategi-strategi tertentu dalam
menangani persoalan perencanaan.
PENDEKATAN PERENCANAAN
(menurut Metoda/Comprehensiveness-nya)
Contoh produk:
Rencana kawasan khusus
Rancangan bangunan dan sekitarnya
Rencana infrastruktur
Disjointed Incremental Approach (3)
KRITIK
Kurang berwawasan menyeluruh, sehingga
terjadi dampak/masalah ikutan yang tidak
terduga.
Usaha penyelesaian jangka pendek.
Tidak efisien.
Jangka Pendek + terpilah Tambal Sulam!
Contoh:
Kemacetan di pusat kota, yang dipecahkan
masalahnya hanya yang di pusat kota saja, sedang
dampaknya terhadap jalan yang lain tidak
diperhitungkan.
Pendekatan Mixscanning
1. Mengacu garis kebijakan umum pada tingkat yang
lebih tinggi.
2. Dilatarbelakangi oleh wawasan yang menyeluruh
serta memfokuskan pada unsur/sub sistem yang
diprioritaskan.
3. Ramalan mendalam tetang unsur-unsur yang
diprioritaskan dengan dilandasi oleh ramalan sekilas
tentang lingkup menyeluruh dan wawasan sistem.
4. Efisiensi dana dan waktu.
5. Proses komunikasi dan konsultasi yang menerus
baik dengan masyarakat atau dengan pihak yang
berkepentingan dalam setiap tahapan perencanaan.
Kritik:
Kemungkinan terjadinya kemelesetan
ramalan khususnya yang menyangkut
tujuan jangka panjang sebab hanya
didukung oleh hasil scanning.
Contoh produk:
Rencana struktur
Rencana tindak (action plan)
Development plan
Rencana strategic (Strategic plan)
Paradigma Baru
dalam Perencanaan Kota
Pergeseran pembangunan perkotaan:
1. Perkembangan kota sukar dikendalikan sehingga
harus direncanakan dan diakomodasikan.
2. Pengambilan keputusan dalam pembangunan kota
lebih banyak dilakukan oleh perorangan atau
organisasi, bukan semata-mata oleh pemerintah.
3. Keterbatasan pemerintah dalam mempengaruhi
sistem kota secara efektif sehingga aspek tersebut
diserahkan kepada mekanisme pasar.
4. Adanya kendala keterbatasan sumberdaya yang
dihadapi pemerintah, baik secara nasional maupun
lokal (terutama keterbatasan finansial).
6. Kenyataan bahwa standar pelayanan sulit diterapkan pada
masyarakat (isu affordability), menerapkan harga (price) pada
pelayanan tersebut (isu cost recovery), serta bagaimana
penyediaan pelayanan tersebut dapat dialokasikan pada yang
membutuhkan (isu equity dan replicability), sehingga pelayanan
tersebut dapat dinikmati oleh kelompok tertentu.
7. Proses perencanaan (planning process) bukan merupakan
proses linier yang terdiri atas tahapan Survey – Plan – Action;
melainkan suatu proses yang menerus dan berulang (iteratif).
Rencana harus bersifat fleksibel dan seringkali inkremental
sehingga diperlukan sistem monitoring dan umpan balik yang baik.
7. Adanya keterbatasan kapasitas institusi dalam perencanaan
dan pelaksanaan program rencana, terutama dalam
kemampuan teknis tenaga ahli dan kapasitas manajemen.
8. Adanya keterbatasan kemampuan institusi yang berwenang
dalam perencanaan untuk menerapkan law enforcement
dalam pengawasan pembangunan karena adanya keterbatasan
kapasitas administrasi dan kemauan politik, kelemahan dalam
sistem perundang-undangan.
9. Kesadaran bahwa pendekatan inkremental seringkali lebih
penting, yaitu dengan cara memberdayakan masyarakat untuk
membangun secara menerus sejauh tersedianya sumberdaya.
Paradigma baru
dalam Perencanaan Kota
International Conference on Re-Apppraising the Urban
Planning Process as an Instrument of Sustainable Urban
Development and management di Nairobe (1994).
1. Partisipasi masyarakat
2. Keterlibatan seluruh kelompok yang berkepentingan
3. Koordinasi horisontal dan vertikal
4. Keberlanjutan
5. Kelayakan finansial
6. Subsidiaritas: pengambilan keputusan pada tingkat
terendah akan memaksimalkan partisipasi dan
efektivitas proses perencanaan
7. Interaksi perencanaan fisik dan perencanaan ekonomi
Banyak manfaat dari perencanaan yang
inovatif pada komunitas atau wilayah yang
lebih luas.
Untuk mencapainya perlu melibatkan banyak
Kebijakan publik seharusnya bertujuan untuk membatasi ukuran Kebijakan publik seharusnya bertujuan membuat kota berfungsi
kota lebih baik
Pelaku migrasi kota adalah “sampah masyarakat” – orang-yang Pelaku migrasi kota adalah “hasil panen” – orang dengan keahlian
tidak mempunyai kemampuan di daerah pinggiran dan motivasi lebih tinggi daripada yang tertinggal
Penghuni liar adalah benalu terhadap ekonomi perkotaan dan Penghuni liar berkontribusi lebih terhadap ekonomi dibandingkan
pelayanan perkotaan dengan yang mereka terima
Permukiman liar adalah sumber konflik politik, kriminalitas, dan Kebanyakan keluarga di permukiman liar mempunyai “jiwa
perdagangan narkoba patriotisme dan pelopor yang tekun”
Kota berkontribusi tidak secara proporsional terhadap ledakan Angka tingkat kelahiran turun drastis karena urbanisasi
penduduk
Kota dan warga miskin perkotaan adalah musuh dalam melawan degradasi Perubahan praktik perencanaan penting untuk menuju keberlanjutan ekologi
lingkungan global
Limbah padat dan limbah manusia adalah sampah yang harus dibuang di Bila sistem siklus digunakan, limbah dapat menjadi sumber daya berharga
“suatu tempat”
Pemerintah, perencana, dan para ahli akan memberikan solusi untuk Solusi paling kreatif justru muncul dari pendekatan bottom up daripada top
masalah perkotaan down
Program pemerintah menyediakan paling banyak perumahan dan pekerjaan Sektor informal adalah generator utama dari perumahan dan pendapatan
untuk orang miskin
Wewenang pemerintah kota yang lebih kuat dibutuhkan untuk mengatasi Manajemen desentralisasi mengarah pada keefektifan antara sumberdaya
masalah manajemen perkotaan dan kebutuhan, mengatasi halangan kegiatan ini adalah kuncinya
Deklarasi Urban 21 (Berlin, 2000)
1. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, sebagian besar dari 6 miliar
penduduk kota tinggal di perkotaan.
2. Dunia dihadapkan pada ledakan pertumbuhan perkotaan, terutama di
negara berkembang.
3. Kemiskinan di perkotaan mempengaruhi wanita dan anak-anak, dengan
seperempat penduduk dunia berada di bawah garis kemiskinan.
4. Di banyak negara, kondisi sosial menunjukkan penurunan derajat
kesehatan dan kesejahteraan. Banyak kota yang dihadapkan pada
pertumbuhan pesat mengalami kegagalan untuk memenuhi tantangan
dalam penciptaan kesempatan kerja, penyediaan perumahan yang layak
dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi warganya.
5. Banyak kota-kota yang mempunyai dinamika tinggi mencapai
perkembangan dengan pemerataan, pengurangan penduduk miskin,
penurunan angka buta huruf, peningkatan pendidikan dan pemberdayaan
wanita, dan penurunan angka kelahiran.
6. Kota-kota lain dihadapkan pada pertumbuhan penduduk tua,
penurunan kualitas perkotaan, pemanfaatan sumberdaya yang tidak
berkelanjutan, dan membutuhkan penyesuaian serta perubahan.
7. Tidak ada kota pada bagian dunia manapun yang bebas dari persoalan.
Perubahan Global:
Ekonomi, sosial, politik, teknologi
1. Globalisasi dan revolusi teknologi informasi akan
menciptakan dunia tanpa batas dengan peran baru terhadap
kota-kota. Ekonomi dan sosial masyarakat akan menjadi
berbasis pengetahuan (knowledge based).
2. Dunia menjadi tidak hanya komunitas dari negara-negara,
tetapi juga galaksi dari kota-kota yang terkoneksi satu sama
lain (galaxy of interconnected cities).
3. Kekuasaan menjadi terbagi antara pemerintah nasional,
regional, dan kota-kota.
4. Kepemerintahan kota-kota akan menjadi lebih demokratis.
5. Adanya peningkatan kepedulian terhadap hak-hak wanita,
kesamaan hak-hak asasi manusia, dan kebutuhan
peranserta.
6. Kemitraan baru antara sektor publik, swasta, dan
masyarakat sipil yang berkembang.
Prinsip
dalam Pembangunan Perkotaan
Dihadapkan pada berbagai perubahan di atas,
pengembangan perkotaan perlu disandarkan pada
beberapa prinsip yang mencakup:
1. Pembangunan berkelanjutan
2. Nondiskriminasi dan kesetaraan gender
3. Toleransi budaya dan agama
4. Kepemerintahan yang baik (good governance)
5. Subsidiarity
6. Interdependensi
7. Solidaritas manusia.
Arahan umum
dalam Pembangunan Perkotaan
1. Bebas dari kemiskinan
2. Kepuasan bekerja dengan pendapatan yang memadai
3. Hidup secara harmonis dengan alam
4. Akses terhadap air bersih, air yang sehat, dan sanitasi
yang memadai
5. Perumahan yang terjangkau
6. Kemudahan mobilitas dari rumah ke tempat kerja,
berbelanja, ke sekolah, dan tujuan lain
7. Hidup dalam komunitas yang mantap dan terintegrasi
8. Menikmati hak-hak politik kewarganegaraan, termasuk
hak untuk berperanserta dalam pengambilan keputusan,
dan hak untuk memperoleh akses informasi dan keadilan
9. Merasakan keselamatan dan keamanan secara
persoalan dan kepemilikan.
Rekomendasi Urban-21
1. Kota-kota dan semua tingkat pemerintahan harus mengadopsi kebijakan
perkotaan dan proses perencanaan secara efektif, yang mengintegrasikan
berbagai aspek dalam pembangunan: sosial, ekonomi, lingkungan dan
spasial; pengakuan thd interdependensi antara kota dan wilayah, dan antara
perkotaan, perdesaan, dan kawasan hutan belantara.
2. Kota-kota harus tegas dalam mengentaskan kemiskinan dan memenuhi
kebutuhan dasar bagi warganya dengan meningkatkan kesempatan ekonomi
dan memberdayakan masyarakat.
3. Kota-kota harus mengadopsi kebijakan-kebijakan sosial dan pengukurannya
yang akan dijadikan dasar untuk mengurangi tingkat kejahatan dan kriminalitas.
4. Kota-kota harus mencakup teknologi informasi dan komunikasi, serta
meningkatkan pendidikan sepanjang hayat dari warga kota; untuk menjadi
learning cities dan mencapai persaingan global.
5. Kota-kota harus meningkatkan penggunaan teknologi dan bahan yang
ramah lingkungan, termasuk sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dan
efisiensi yang lebuh tinggi dalam penggunaan sumberdaya alam.
6. Kota-kota perlu meningkatkan pengembangan ekonomi lokal, termasuk
mengakui peranan sektor informal dan mengintegrasikannya dengan ekonomi
formal.
7. Kota-kota, dalam kerjasamanya dengan semua tingkat
pemerintahan, harus memberikan insentif dan regulasi yang
mendorong sektor swasta untuk berpikir global, bertindak lokal,
serta menjangkau penduduk miskin dengan cara non-diskriminatif.
8. Kota-kota harus secara tetap mempertimbangkan dan
mengintegrasikan permukiman informal ke dalam struktur dan
kehidupan kota eksisting.
9. Kota-kota harus melestarikan warisan bersejarah dan
mewujudkannya sbg tempat yg indah dengan seni, budaya, serta
arsitektur dan lansekap memberikan inspirasi bagi warga kota.
10. Kota-kota harus mengadopsi perencanaan tata guna lahan
yang tepat dan mengimplementasikannya dengan wawasan
perkembangan ekonomi, pasar lahan secara fungsional,
perumahan yang terjangkau, dan prasarana yang sesuai.
11. Kota-kota harus meningkatkan pengembangan sistem
transportasi umum yang terintegrasi, cepat, aman, mudah dan
terjangkau; mengelola penggunaan kendaraan pribadi dengan
lebih baik; dan mendorong penggunaan moda transportasi yang
ramah lingkungan.
12. Kota-kota harus berupaya untuk mencapai keseimbangan
antara lingkungan alam dan lingkungan binaan, serta harus
melakukan tindakan untuk mengurangi pencemaran udara, air,
tanah, dan suara, demi meningkatkan kualitas hidup warga kota,
tanpa diskriminasi, dengan tidak mengabaikan wanita, remaja dan
kelompok minoritas.
13. Kota-kota harus menyelenggarakan forum, baik bilateral
maupun multilateral, untuk memfasilitasi jejaring, saling
membantu dan diseminasi best practices secara lebih cepat.
14. Organisasi non-pemerintah dan organisasi berbasis
masyarakat harus diberdayakan untuk berperanserta secara
penuh dalam pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan.
15. Sektor swasta, lokal, nasional dan internasional, harus
menggunakan instrumen-instrumen finansial dan investasi
yang meningkatkan pembangunan perkotaan secara
berkelanjutan.
16. Pemerintah nasional harus memberikan prioritas tinggi
terhadap kebijakan-pembangunan perkotaan dalam kerangka
kebijakan nasional dan regional.
17. Pemerintah nasional dan pemerintah daerah harus menjamin
bahwa kota-kota mempunyai kewenangan yang memadai.
Perubahan Peran Perencana
1. Perencana harus terlibat secara pro-aktif
dalam pengembangan dan manajemen
lahan yang menguntungkan semua pihak.
2. Perlunya melibatkan sektor informal dalam
proses perencanaan
3. Perencana harus menggunakan
infrastructure-led growth sebagai alternatif
terhadap zoning dan sistem pengendalian
penggunaan lahan lain yang bersifat ‘negatif’
4. Perencana harus menggunakan bentuk-
bentuk baru dalam public-private sector
partnership dalam proyek pembangunan.
5. Karena perencanaan kota menjadi
terintegrasi dengan manajemen kota,
maka menjadi kebutuhan perencana untuk
terlibat dalam pengambilan keputusan
investasi, al. penggunaan teknik multi-
sectoral investment planning
6. Harus ditafsirkan kembali bahwa peranan
perencana adalah lebih sbg fasilisator
proses (melalui keterampilannya dalam
berkomunikasi dan bernegosiasi) daripada
spesialis teknis dalam penyusunan rencana
7. Perencana harus mempromosikan dan
memanfaatkan secara penuh sistem
informasi, al. GIS, untuk memaksimalkan
produktivitas dan partisipasi publik
8. Tanggungjawab untuk memberikan dan
memelihara pelayanan terhadap pemda,
sektor swasta, dan masyarakat
9. Proses perencanaan harus terkait dengan
pusat-pusat pengambilan keputusan
finansial pada tingkat lokal, regional, dan
nasional
10. Fungsi perencanaan harus mempunyai
tempat yang tepat pada pengambilan
keputusan, sehingga manajer kota yang
mempunyai otoritas dapat melakukan
koordinasi dalam perencanaan spasial,
finansial, investasi sektoral, dan strategi
pembangunan lainnya.
Bacaan Lanjut
Devas, Nick and Rakodi, Carole (eds.), 1993. Managing Fast
Growing Cities : New Approach to Urban Planning and Management
in Developing World. Longman Scientific & Technical, New York,
Chapter 2 : Planning and Managing Urban Development
Chapter 3 : Evolving Approach
Chapter 10 : Conclusions : Assesing the New Approach
Hamdi, Nabeel & Goethert, Reinhard, 1997. Action Planning for
Cities. John Wiley & Sons, New York
Chapter 1 Challenging the Orthodoxy of Development Practice
Chapter 2 Action Planning in Theory
Rodwin, Lloyd, 1981. Cities and City Planning. Plenum Press, New
York
Chapter 11 : Four Approaches to Urban Studies