Anda di halaman 1dari 60

PERKEMBANGAN

PENDEKATAN
dalam PERENCANAAN KOTA

KULIAH 3
PL 3111 PERENCANAAN KOTA
Perkembangan Pendekatan
dalam Perencanaan Kota
1. Perencanaan Kota sebagai bentuk
intervensi terhadap perkembangan kota
2. Evolusi Pendekatan Perencanaan Kota
3. Pendekatan Perencanaan Kota
berdasarkan Comprehensiveness-nya
4. Paradigma Baru dlm Perencanaan Kota
5. Perubahan Peran Perencana Kota
Perencanaan Kota
sebagai Intervensi th Perkembangan Kota
 Perencanaan kota pada dasarnya merupakan
intervensi (campur tangan) terhadap
perkembangan kota/kawasan perkotaan yang
berlangsung pesat seiring dengan pertumbuhan
penduduk dan kegiatan sosial-ekonomi yang
menyertainya.
 Semakin pesatnya pertumbuhan penduduk
perkotaan menjadi implikasi pembangunan dan
industrialisasi, sementara di sisi lain semakin
terbatasnya ruang perkotaan serta masih belum
terpenuhinya secara memadai pelayanan
prasarana dan sarana perkotaan, menjadi
tantangan dalam perencanaan kota.
 Perencanaan kota sebagai suatu disiplin,
merupakan aktivitas merencanakan suatu ruang
tertentu, dalam hal ini kawasan perkotaan, dengan
mempertimbangkan semua faktor fisik-tata ruang,
ekonomi, sosial-kependudukan, sosial-budaya,
yang mempengaruhi kota/kawasan perkotaan.

 Perencanaan kota: Intervensi di dalam proses


alokasi sumberdaya, khususnya terhadap
lahan dan kegiatan-kegiatan di atasnya, dalam
sistem aktivitas kota dan regional oleh otoritas
publik yang sah untuk mencapai hasil yang
diinginkan, dengan menggunakan sarana yang
sesuai (Minnery, 1986)
Kebutuhan Perencanaan Kota
 Keterbatasan sumberdaya perkotaan, menjadi
dasar diperlukannya suatu upaya yang terencana
untuk mengintervensi perkembangan kota yang
terjadi secara alamiah agar kota berkembang tetap
sesuai dengan daya dukungnya.
 Dinamika perkembangan kota: pertumbuhan
penduduk, ekonomi perkotaan, fisik-spasial; yang
berimplikasi terhadap berbagai masalah lingkungan,
yang apabila tidak segera diantisipasi dapat
memperburuk kondisi kesehatan & kenyamanan kota.
 Peningkatan livabilitas (kelayakhunian,
kenyamanan) kehidupan kota, baik untuk masa
sekarang maupun masa yang akan datang, secara
berkelanjutan
Kebutuhan Perencanaan Kota (2)
 Dalam konteks wilayah yang lebih luas, kota
berperan sebagai pusat pertumbuhan; kota harus
dapat berfungsi secara efisien.
 Untuk itulah dibutuhkan perencanaan kota yang
efektif, guna menghindari:
 Perkembangan kota secara acak yang pada
gilirannya menimbulkan kesemrawutan;
 Penyediaan fasilitas pelayanan dan infrastruktur yang
mahal dan tidak efisien;
 Penggunaan lahan yang tidak bertanggung jawab,
yang dapat mengancam kelestarian lingkungan
 Spekulasi lahan yang dapat mengakibatkan
pelipatgandaan biaya pembangunan.
Mengapa kota
membutuhkan Perencanaan?
 Kebutuhan akan perencanaan mengarah pada dua konsep:
interconnectedness dan complexity (Levy, 2012)

 Keterkaitan
Ilustrasi keterkaitan: pertumbuhan penduduk - penggunaan lahan
perkotaan – kebutuhan transportasi – masalah lingkungan
perkotaan
 Kompleksitas
Masalah kota: sistem masalah; dinamis
Kepentingan privat – kepentingan publik

 Dibutuhkan perencanaan kota sebagai aktivitas yang terpisah


dari urusan operasional pelayanan publik dalam pengelolaan /
pemerintahan kota sehari-hari.
Kepentingan umum (Public Interest)
 Kepentingan adalah suatu pernyataan yang dianggap penting
oleh suatu pihak, biasanya berkenaan dengan manfaat yang
ingin diperoleh, atau kerugian yang ingin dihindari.

 Dalam perencanaan kota, kepentingan publik menjadi


perhatian utama di atas kepentingan perorangan:
 kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan
 kualitas lingkungan
 pemerataan
 keindahan
 kepentingan lainnya
(perlindungan moral masyarakat; peningkatan pendapatan
pemerintah kota; dampak perubahan struktur ekonomi kota
terhadap pemanfaatan lahan; pelestarian warisan budaya dan
lingkungan; penyediaan angkutan umum; penyediaan,
pemeliharaan, dan perbaikan prasarana fisik; dan penyediaan
perumahan murah).
SEPULUH Kota yang berkembang Mensenergikan
ALASAN harus mempunyai perencanaan pembangunan
PERLUNYA kerangka pertumbuhan secara kolektif
PERENCANAAN
KOTA Mengantisipasi manfaat Perspektif wilayah yang
dari perkembangan lebih luas membantu kota
yang telah ada mencapai penghematan
skala ekonomi
Perencanaan membantu
pengelola kota membuat Keberlanjutan
perubahan, secara meningkatkan kredibilitas
bertahap
Antisipatif terhadap
Bentuk perkotaan persoalan lebih efektif
UN Habitat, 2012. dikembangkan berbeda dari pada reaktif
Urban Planning
for City Leaders Mengarahkan dampak Kerangka perencanaan
positif terhadap yang jelas menunjukkan
ekonomi perkotaan konsistensi kebijakan
PERENCANAAN KOTA
• Perencanaan: proses yang
kontinyu, yang menyangkut
pengambilan keputusan atau Tujuan
pilihan mengenai bagaimana Perencanaan Kota
memanfaatkan sumberdaya yang •Mewujudkan kota lebih
ada semaksimal mungkin guna teratur, indah dan efisien
mencapai tujuan‐tujuan tertentu di untuk kepentingan seluruh
masyarakat.
masa depan
•Menyediakan berbagai
• Perencanaan Kota: Kegiatan kebutuhan penduduknya
penyusunan rencana kota, yang •Melalui proses untuk
dimaksudkan untuk mewujudkan menentukan tindakan masa
peningkatan kualitas lingkungan depan yg tepat, melalui
kehidupan dan penghidupan urutan pilihan dengan
masyarakat kota dalam mencapai memperhitungkan
kesejahteraan sumberdaya yang tersedia
Lingkup intervensi pemerintah
dalam pembangunan perkotaan (1)
(Devas & Rakodi, 1992)
 Memberikan perlindungan terhadap masyarakat/
publik (peraturan perundangan, perlindungan thd hak
azasi, hak milik)
 Mengatur aktivitas yang dilakukan oleh sektor swasta
dalam hal yang menyangkut kepentingan umum
(insentif, disinsentif, perpajakan dan sistem harga)
 Menyediakan pelayanan publik bilamana sektor swasta
tidak dapat menyediakannya (jalan, drainase, air bersih,
sanitasi, transportsai umum, pembuangan limbah,
pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas rekreasi)
Lingkup intervensi pemerintah
dalam sistem perkotaan (2)
 Menjalankan fungsi pembangunan (koordinasi kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan
swasta, penggunaan regulatory powers untuk
merangsang perkembangan dunia usaha, dan
penggunaan secara selektif pengeluaran publik untuk
menarik sumberdaya dari sektor swasta)

 Redistribusi pendapatan dan kesejahteraan (hal ini


dilakukan oleh pemerintah pusat melalui mekanisme
pajak progresif, kebijaksanaan subsidi)
 Tiap jenis intervensi pada dasarnya
menyangkut pilihan tentang:
 Apa yang harus dilakukan?
 Bagaimana hal tersebut dilakukan?
 Siapa yang melakukannya?
Apa perbedaan perencanaan kota
dengan manajemen perkotaan ?
 Tidak ada definisi yang memuaskan; banyak
sekali definisi yang dapat dikemukakan
berdasarkan latar belakang akademik atau
profesional
 Tiga tradisi yang dapat dipergunakan dalam
pendekatan perencanaan dan manajemen
perkotaan di negara berkembang:
 Perencanaan kota
 Perencanaan pembangunan ekonomi kota
 Manajemen perkotaan (Municipal management)
 Interpretasi terhadap terminologi perencanaan dan
manajemen perkotaan secara umum mencakup
rentang intervensi pemerintah dalam
pembangunan dan operasi kota dari hari ke hari.
 Perbedaan antara aktivitas perencanaan perkotaan
dengan manajemen perkotaan tidak cukup jelas,
keduanya seringkali digunakan secara bersama-
sama:
 Perencanaan perkotaan: menyangkut antisipasi dan
penyiapan ke masa depan, terutama dimensi
spasial dan penggunaan lahan dari pembangunan
perkotaan;
 Manajemen perkotaan: lebih menyangkut aspek
operasi pelayanan publik dengan berbagai jenis
intervensi pemerintah yang akan memengaruhi
kondisi perkotaan secara luas.
Instrumen Intervensi dalam Perencanaan
dan Manajemen Perkotaan
Mekanisme/ Land use Public Infrastruktur
Instrumen services

Regulasi

Fiskal
Penyediaan
langsung oleh
pemerintah
Evolusi Pendekatan
dalam Perencanaan Kota
 Pada mulanya perencanaan kota berasal dari
architecture dan public health engineering
 Secara historis perencanaan kota menyangkut
peletakan dan estetika dari bangunan dan
penggunaan lahan

 Town planning :
“the art and science of ordering the use of land and the
character and siting of buildings and communication
routes so as to secure and maximise the practicable
degree of economy, convenience and beauty” (Keeble,
1964)
 1960 -1970
Perencanaan kota mulai mengadopsi
pendekatan yang lebih rasional,
sistematik dan komprehensif

Planning :
a process for determining appropriate future
actions thought a sequence of choices
(Davidoff, 1962)
 the application of scientific method to
policy-making (Faludi, 1973)
1970-1980
 Perencanaan kota menjadi lebih luas
sehingga menyangkut pula faktor-faktor
ekonomi, sosial dan politik yang
mempengaruhi pembangunan kota.
 Physical planning is concerned with the
design, growth and management of the
physical environment, in accordance with
predetermined and agreed policies, whereby
balanced social and economic objectives
may be achieved (Franklin, 1979)
Planning :
 Mechanism to provide an environment
for living which all may desire but
which would not be attained throught
the fragmented decisions of individual. It
is a means to organise the public
goods of society
(Taylor & William, 1982)
Perencanaan Kota:
Definisi dan Ruang Lingkup
 Perencanaan kota (dan wilayah ) dapat didefinisikan sebagai proses
pengambilan keputusan untuk mewujudkan tujuan-tujuan
ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, melalui pengembangan
visi tata ruang, strategi dan rencana, dan penerapan seperangkat
prinsip kebijakan, alat-alat, mekanisme partisipatif kelembagaan, dan
prosedur pengaturan.

 Perencanaan kota tak terpisahkan dari fungsi ekonomi yang


mendasar; sebagai mekanisme yang ampuh untuk menyusun kembali
bentuk dan fungsi kota-kota dan wilayah untuk menghasilkan
pertumbuhan ekonomi secara endogen, membuka lapangan kerja
dan membangun kemakmuran, sekaligus memenuhi kebutuhan
kelompok yang paling rentan, terpinggirkan atau yang kurang terlayani.

(IGUTP, Habitat 2015)


Pendekatan Perencanaan Kota
berdasarkan karakteristiknya

1. Rencana Komprehensif (Masterplan)


2. Rencana Struktur (Structure Plan)
3. Rencana Tindak (Action Plan)
4. Rencana Strategik (Strategic Plan)
Pendekatan Perencanaan Kota (1)
Perencanaan Komprehensif
Merupakan pendekatan perencanaan secara menyeluruh, baik lingkup wilayahnya maupun
subtansinya. Biasanya dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Bersifat lebih general dan
sistemik.
Contoh: RTRW, RDTR, RPJMD, dll

Keunggulan Kelemahan
• Menyeluruh dan sistemik, menyentuh • Terlalu statis, rumit, dan rinci.
seluruh aspek perencanaan. • Lebih berorientasi pada penyiapan
rencana, karena proses yang Panjang
• Menjadi metode dasar keprofesian dan sistemik.
perencana dan ideologi perencanaan. • Kurang akomodatif terhadap
Diajarkan pada banyak pelatihan. ketidakpastian perkembangan kota.
• Dapat mengakomodasi kepentingan- • Proyeksi-proyeksi terkadang tidak
realistis dengan sumber daya yang ada.
kepentingan stakeholder seperti
investor dan politisi. • Mekanisme pengendalian tidak efektif.
• Isu spasial lenih dominan dari non-
spasial.
COMPREHENSIVE PLANNING  AREA TERBAGI HABIS OLEH ZONA

Rencana Tata
Ruang Modern
dimulai Pasca
Revolusi Industri

Sir Patrick Abercrombie


and Ebenezer Howard in
the opening of Letchworth
New Town
Kelemahan
 Kurang perhatian terhadap implikasi pembiayaan
 Kurang koordinasi dengan strategi sektoral, sosial
ekonomi, dan pembiayaan
 Pendekatan 2 dimensi
 Ketidakpastian hubungan perencanaan tata ruang
dengan ekonomi
 Terlalu statis
 Rumit, rinci
 Kurang partisipasi masyarakat
 Fokus pada peraturan guna lahan dan kendali
pembangunan
 Kelemahan kelembagaan di sektor pemerintah.
Kelemahan Pendekatan Master planning
(Devas, 1993 : 72) (1)
1. Lebih berorientasi pada penyiapan rencana
2. Berusaha untuk menjadi sangat komprehensif, padahal
perencanaan mengandung ketidakpastian
3. Terlalu dominannya isu spasial dan land use
dibandingkan dengan isu sosial, ekonomi atau
lingkungan
4. Memandang negatif terhadap pertumbuhan kota
sehingga harus dibatasi
5. Hasilnya memberikan proyeksi yang seringkali tidak
realistis, terutama dalam pertumbuhan penduduk
6. Proyeksi investasi publik yang dibutuhkan cenderung
tidak realistis apabila dikaitkan dengan terbatasnya
sumberdaya yang tersedia.
Kelemahan Pendekatan Master planning
(Devas, 1993 : 72) (2)
7. Terdapat batas yang tegas antara penyusunan
rencana (plan making) dengan proses decision
making, padahal sesungguhnya keduanya saling
terkait
8. Tidak ada mekanisme yang efektif sehingga sulit
dilakukan pengendalian; terlalu detail, kegagalan
birokrasi perizinan
9. Pada hakekatnya produk rencana adalah rencana
zoning yang kaku, rinci dan tidak terkait dengan
kekuatan real, yaitu para pemangku kepentingan
dengan pembangunan (ekonomi, sosial, dan politik)
dan sangat tidak fleksibel untuk disesuaikan dengan
situasi nyata.
Mengapa Master Planning
masih menjadi pendekatan dominan?
 Adanya pelatihan profesional dan ideologi perencana
 Ada kepentingan profesional para perencana
profesional, firma konsultan perencana, administrator
 Penyusunan dokumen rencana ditujukan untuk
melayani kepentingan para politisi dan lembaga
donor, ‘tanpa keharusan’ rencana dilaksanakan
 Basis legislatif perencanaan boleh jadi tidak tepat,
baik dari segi jenis rencana yang harus disiapkan, dan
mekanisme untuk pelaksanaannya.
Respon terhadap kelemahan
Master planning

 Structure planning
 Munculnya pendekatan perencanaan struktur
yang dianggap memberi kerangka kerja yg
lebih luas dan strategis untuk rencana-rencana
yang bersifat lebih lokal.
 Memberikan pandangan baru dalam sistem
perencanaan.
Pendekatan Perencanaan Kota (2)
Perencanaan Struktural
Merupakan respon atas terlalu kakunya perencanaan komprehensif. Perencanaan
struktural memberi ruang pengembangan kota yang lebih fleksibel dengan berorientasi
pada pembentukan struktur kota melalui penentuan capaian utama pada skala tertentu.

Keunggulan Kelemahan
• Melihat masalah pembangunan • Perlu perincian lebih lanjut melalui
ekonomi, sosial, dan fisik lebih luas. zonasi.
• Fleksibilitas dalam penyusunan • Besaran dalam perencanaan tidak
rencana. terlihat jelas.
• Mengutamakan ketentuan prinsipil
dalam pembentukan struktur kota.
RENCANA STRUKTUR
RENCANA STRUKTUR
Pendekatan Perencanaan Kota (3)

Perencanaan Tindak

 Pendekatan perencanaan yang berorientasi pada pemecahan


masalah tingkat lokal dengan memenfaatkan partisipasi
publik.
 Sektoral.
 Memanfaatkan adaptasi pengalaman dari konteks lainnya.
 Lebih fokus pada proses daripada produk.

Contoh: Rencana Aksi Daerah Pencapaian SDGs


Pendekatan Perencanaan Kota (4)
Perencanaan Strategik
Proses perencanaan secara sistemik dan memungkinkan partisipasi publik dan
stakeholder, dengan fokus pada prioritas-prioritas perencanaan sesuai
kebutuhan.

Keunggulan Kelemahan
• Memungkinkan mengakomodasi sektor • Hanya fokus pada prioritas
formal dan informal. perencanaan yang telah disepakati.
• Mekanisme pilihan, pemantauan, dan
evaluasi realistis.
• Koordinasi antar sektor dan kealayakan
pembiayaan dipertimbangkan dengan
baik.
• Berbasis strategi-strategi tertentu dalam
menangani persoalan perencanaan.
PENDEKATAN PERENCANAAN
(menurut Metoda/Comprehensiveness-nya)

1. Rasional menyeluruh (Rational


Comprehensive)
2. Terpilah (Disjointed incremental
Planning)
3. Mixscanning: Perencanaan terpilah
berdasarkan pertimbangan
menyeluruh.
Rational Comprehensive Planning
Dasar : Ciri:
 Dalam pertimbangan-  Dilandasi oleh satu kebijakan
pertimbangan analisanya umum dalam merumuskan tujuan
mencakup unsur/sub- sebagai satu kesatuan
sistem  Spesifikasi tujuan, lengkap,
 Masalah dilihat secara
menyeluruh, dan terpadu
komprehensif, tidak
 Peramalan yang tepat dengan data
yang lengkap, andal dan terperinci
terpilah
 Peramalan diarahkan pada tujuan
jangka panjang.
Contoh Produk:
 Rencana Induk/Master Plan
 Rencana Umum/General Plan
 Rencana Pembangunan/Development Plan.
Rational Comprehensive Planning
KRITIK (1) :
 Di Inggris, tahun 1860-an, tentang keefektifan
master plan kota London.
 Di Indonesia, tahun 1970-1980-an (era
Rencana Induk Kota), tidak cocok diterapkan.
 Kurang memberikan arahan informasi yang
relevan sebab :
 Di dalam master plan tidak terdapat identifikasi
masalah yang lebih dulu butuh penanganan.
 Karena dalam jangka panjang, maka masalah
yang timbul sulit diperkirakan.
Rational Comprehensive Planning
KRITIK (2) :
 Sukar direalisasikan, sebab dalam jangka
panjang butuh dana yang besar.
 Perlu sistem informasi yang lengkap, rinci, dan
akurat, sedangkan di Indonesia ini sulit karena
seringkali terdapat distorsi.
 Sistem koordinasi kelembagaan yang belum
mapan.
 Hasil masterplan seringkali tidak
dioperasionalkan.
Disjointed Incremental Approach
 Lebih mengutamakan pada unsur/sub sistem
tertentu yang perlu di prioritaskan tanpa
memperhatikan wawasan yang lebih luas.
 Tidak perlu penelaahan dan evaluasi alternatif rencana
secara menyeluruh.
 Jika memperhatikan kaitan-kaitan umum, yang
diperhatikan adalah kebijakan yang langsung
berkaitan dan diprioritaskan.
 Pelaksanaan lebih realistik.

Contoh produk:
 Rencana kawasan khusus
 Rancangan bangunan dan sekitarnya
 Rencana infrastruktur
Disjointed Incremental Approach (3)
KRITIK
 Kurang berwawasan menyeluruh, sehingga
terjadi dampak/masalah ikutan yang tidak
terduga.
 Usaha penyelesaian jangka pendek.
 Tidak efisien.
 Jangka Pendek + terpilah Tambal Sulam!
Contoh:
Kemacetan di pusat kota, yang dipecahkan
masalahnya hanya yang di pusat kota saja, sedang
dampaknya terhadap jalan yang lain tidak
diperhitungkan.
Pendekatan Mixscanning
1. Mengacu garis kebijakan umum pada tingkat yang
lebih tinggi.
2. Dilatarbelakangi oleh wawasan yang menyeluruh
serta memfokuskan pada unsur/sub sistem yang
diprioritaskan.
3. Ramalan mendalam tetang unsur-unsur yang
diprioritaskan dengan dilandasi oleh ramalan sekilas
tentang lingkup menyeluruh dan wawasan sistem.
4. Efisiensi dana dan waktu.
5. Proses komunikasi dan konsultasi yang menerus
baik dengan masyarakat atau dengan pihak yang
berkepentingan dalam setiap tahapan perencanaan.
Kritik:
 Kemungkinan terjadinya kemelesetan
ramalan khususnya yang menyangkut
tujuan jangka panjang sebab hanya
didukung oleh hasil scanning.

 Contoh produk:
 Rencana struktur
 Rencana tindak (action plan)
 Development plan
 Rencana strategic (Strategic plan)
Paradigma Baru
dalam Perencanaan Kota
Pergeseran pembangunan perkotaan:
1. Perkembangan kota sukar dikendalikan sehingga
harus direncanakan dan diakomodasikan.
2. Pengambilan keputusan dalam pembangunan kota
lebih banyak dilakukan oleh perorangan atau
organisasi, bukan semata-mata oleh pemerintah.
3. Keterbatasan pemerintah dalam mempengaruhi
sistem kota secara efektif sehingga aspek tersebut
diserahkan kepada mekanisme pasar.
4. Adanya kendala keterbatasan sumberdaya yang
dihadapi pemerintah, baik secara nasional maupun
lokal (terutama keterbatasan finansial).
6. Kenyataan bahwa standar pelayanan sulit diterapkan pada
masyarakat (isu affordability), menerapkan harga (price) pada
pelayanan tersebut (isu cost recovery), serta bagaimana
penyediaan pelayanan tersebut dapat dialokasikan pada yang
membutuhkan (isu equity dan replicability), sehingga pelayanan
tersebut dapat dinikmati oleh kelompok tertentu.
7. Proses perencanaan (planning process) bukan merupakan
proses linier yang terdiri atas tahapan Survey – Plan – Action;
melainkan suatu proses yang menerus dan berulang (iteratif).
 Rencana harus bersifat fleksibel dan seringkali inkremental
sehingga diperlukan sistem monitoring dan umpan balik yang baik.
7. Adanya keterbatasan kapasitas institusi dalam perencanaan
dan pelaksanaan program rencana, terutama dalam
kemampuan teknis tenaga ahli dan kapasitas manajemen.
8. Adanya keterbatasan kemampuan institusi yang berwenang
dalam perencanaan untuk menerapkan law enforcement
dalam pengawasan pembangunan karena adanya keterbatasan
kapasitas administrasi dan kemauan politik, kelemahan dalam
sistem perundang-undangan.
9. Kesadaran bahwa pendekatan inkremental seringkali lebih
penting, yaitu dengan cara memberdayakan masyarakat untuk
membangun secara menerus sejauh tersedianya sumberdaya.
Paradigma baru
dalam Perencanaan Kota
International Conference on Re-Apppraising the Urban
Planning Process as an Instrument of Sustainable Urban
Development and management di Nairobe (1994).

Isu dalam perencanaan kota:


1. Kritik terhadap perencanaan perencanaan kota
‘tradisional’;
2. Pentingnya perencanaan kota dalam
pembangunan berkelanjutan;
3. Peningkatan penyusunan rencana secara
‘tradisional’ dan implementasinya;
4. Perlunya membuat perencanaan kota lebih
efektif.
Tantangan dalam Perencanaan Kota
pasca 1990-an
 Perluasan peran/tugas perencanaan kota
dalam konteks pembangunan kota secara
berkelanjutan
 Pembagian tugas antara sistem
perencanaan kota dengan sistem
perencanaan yang lain (SD air, energi,
transportasi, pertanian)
Paradigma baru
dalam Perencanaan Kota (UNCHS, 1994)

1. Partisipasi masyarakat
2. Keterlibatan seluruh kelompok yang berkepentingan
3. Koordinasi horisontal dan vertikal
4. Keberlanjutan
5. Kelayakan finansial
6. Subsidiaritas: pengambilan keputusan pada tingkat
terendah akan memaksimalkan partisipasi dan
efektivitas proses perencanaan
7. Interaksi perencanaan fisik dan perencanaan ekonomi
Banyak manfaat dari perencanaan yang
inovatif pada komunitas atau wilayah yang
lebih luas.
 Untuk mencapainya perlu melibatkan banyak

pihak (publik dan privat) :


 Kepentingannya dipengaruhi oleh proses
perencanaan kota
 Pihak yang mempunyai kepentingan terhadap
pengendalian
 Pihak yang memberikan informasi dan
keahlian yang relevan.
Perubahan Asumsi dalam Urban Policy-Making
Asumsi lama Visi baru
Kota adalah masalah Kota adalah sumber inovasi dan pertumbuhan ekonomi

Kawasan pinggiran mensubsidi kota Kota mensubsidi kawasan pinggiran


Kota-kota menjadi semakin besar Semakin besar kota, semakin tersedia banyak kesempatan

Kebijakan publik seharusnya bertujuan untuk membatasi ukuran Kebijakan publik seharusnya bertujuan membuat kota berfungsi
kota lebih baik
Pelaku migrasi kota adalah “sampah masyarakat” – orang-yang Pelaku migrasi kota adalah “hasil panen” – orang dengan keahlian
tidak mempunyai kemampuan di daerah pinggiran dan motivasi lebih tinggi daripada yang tertinggal
Penghuni liar adalah benalu terhadap ekonomi perkotaan dan Penghuni liar berkontribusi lebih terhadap ekonomi dibandingkan
pelayanan perkotaan dengan yang mereka terima
Permukiman liar adalah sumber konflik politik, kriminalitas, dan Kebanyakan keluarga di permukiman liar mempunyai “jiwa
perdagangan narkoba patriotisme dan pelopor yang tekun”
Kota berkontribusi tidak secara proporsional terhadap ledakan Angka tingkat kelahiran turun drastis karena urbanisasi
penduduk
Kota dan warga miskin perkotaan adalah musuh dalam melawan degradasi Perubahan praktik perencanaan penting untuk menuju keberlanjutan ekologi
lingkungan global
Limbah padat dan limbah manusia adalah sampah yang harus dibuang di Bila sistem siklus digunakan, limbah dapat menjadi sumber daya berharga
“suatu tempat”
Pemerintah, perencana, dan para ahli akan memberikan solusi untuk Solusi paling kreatif justru muncul dari pendekatan bottom up daripada top
masalah perkotaan down
Program pemerintah menyediakan paling banyak perumahan dan pekerjaan Sektor informal adalah generator utama dari perumahan dan pendapatan
untuk orang miskin
Wewenang pemerintah kota yang lebih kuat dibutuhkan untuk mengatasi Manajemen desentralisasi mengarah pada keefektifan antara sumberdaya
masalah manajemen perkotaan dan kebutuhan, mengatasi halangan kegiatan ini adalah kuncinya
Deklarasi Urban 21 (Berlin, 2000)
1. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, sebagian besar dari 6 miliar
penduduk kota tinggal di perkotaan.
2. Dunia dihadapkan pada ledakan pertumbuhan perkotaan, terutama di
negara berkembang.
3. Kemiskinan di perkotaan mempengaruhi wanita dan anak-anak, dengan
seperempat penduduk dunia berada di bawah garis kemiskinan.
4. Di banyak negara, kondisi sosial menunjukkan penurunan derajat
kesehatan dan kesejahteraan. Banyak kota yang dihadapkan pada
pertumbuhan pesat mengalami kegagalan untuk memenuhi tantangan
dalam penciptaan kesempatan kerja, penyediaan perumahan yang layak
dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi warganya.
5. Banyak kota-kota yang mempunyai dinamika tinggi mencapai
perkembangan dengan pemerataan, pengurangan penduduk miskin,
penurunan angka buta huruf, peningkatan pendidikan dan pemberdayaan
wanita, dan penurunan angka kelahiran.
6. Kota-kota lain dihadapkan pada pertumbuhan penduduk tua,
penurunan kualitas perkotaan, pemanfaatan sumberdaya yang tidak
berkelanjutan, dan membutuhkan penyesuaian serta perubahan.
7. Tidak ada kota pada bagian dunia manapun yang bebas dari persoalan.
Perubahan Global:
Ekonomi, sosial, politik, teknologi
1. Globalisasi dan revolusi teknologi informasi akan
menciptakan dunia tanpa batas dengan peran baru terhadap
kota-kota. Ekonomi dan sosial masyarakat akan menjadi
berbasis pengetahuan (knowledge based).
2. Dunia menjadi tidak hanya komunitas dari negara-negara,
tetapi juga galaksi dari kota-kota yang terkoneksi satu sama
lain (galaxy of interconnected cities).
3. Kekuasaan menjadi terbagi antara pemerintah nasional,
regional, dan kota-kota.
4. Kepemerintahan kota-kota akan menjadi lebih demokratis.
5. Adanya peningkatan kepedulian terhadap hak-hak wanita,
kesamaan hak-hak asasi manusia, dan kebutuhan
peranserta.
6. Kemitraan baru antara sektor publik, swasta, dan
masyarakat sipil yang berkembang.
Prinsip
dalam Pembangunan Perkotaan
Dihadapkan pada berbagai perubahan di atas,
pengembangan perkotaan perlu disandarkan pada
beberapa prinsip yang mencakup:
1. Pembangunan berkelanjutan
2. Nondiskriminasi dan kesetaraan gender
3. Toleransi budaya dan agama
4. Kepemerintahan yang baik (good governance)
5. Subsidiarity
6. Interdependensi
7. Solidaritas manusia.
Arahan umum
dalam Pembangunan Perkotaan
1. Bebas dari kemiskinan
2. Kepuasan bekerja dengan pendapatan yang memadai
3. Hidup secara harmonis dengan alam
4. Akses terhadap air bersih, air yang sehat, dan sanitasi
yang memadai
5. Perumahan yang terjangkau
6. Kemudahan mobilitas dari rumah ke tempat kerja,
berbelanja, ke sekolah, dan tujuan lain
7. Hidup dalam komunitas yang mantap dan terintegrasi
8. Menikmati hak-hak politik kewarganegaraan, termasuk
hak untuk berperanserta dalam pengambilan keputusan,
dan hak untuk memperoleh akses informasi dan keadilan
9. Merasakan keselamatan dan keamanan secara
persoalan dan kepemilikan.
Rekomendasi Urban-21
1. Kota-kota dan semua tingkat pemerintahan harus mengadopsi kebijakan
perkotaan dan proses perencanaan secara efektif, yang mengintegrasikan
berbagai aspek dalam pembangunan: sosial, ekonomi, lingkungan dan
spasial; pengakuan thd interdependensi antara kota dan wilayah, dan antara
perkotaan, perdesaan, dan kawasan hutan belantara.
2. Kota-kota harus tegas dalam mengentaskan kemiskinan dan memenuhi
kebutuhan dasar bagi warganya dengan meningkatkan kesempatan ekonomi
dan memberdayakan masyarakat.
3. Kota-kota harus mengadopsi kebijakan-kebijakan sosial dan pengukurannya
yang akan dijadikan dasar untuk mengurangi tingkat kejahatan dan kriminalitas.
4. Kota-kota harus mencakup teknologi informasi dan komunikasi, serta
meningkatkan pendidikan sepanjang hayat dari warga kota; untuk menjadi
learning cities dan mencapai persaingan global.
5. Kota-kota harus meningkatkan penggunaan teknologi dan bahan yang
ramah lingkungan, termasuk sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dan
efisiensi yang lebuh tinggi dalam penggunaan sumberdaya alam.
6. Kota-kota perlu meningkatkan pengembangan ekonomi lokal, termasuk
mengakui peranan sektor informal dan mengintegrasikannya dengan ekonomi
formal.
7. Kota-kota, dalam kerjasamanya dengan semua tingkat
pemerintahan, harus memberikan insentif dan regulasi yang
mendorong sektor swasta untuk berpikir global, bertindak lokal,
serta menjangkau penduduk miskin dengan cara non-diskriminatif.
8. Kota-kota harus secara tetap mempertimbangkan dan
mengintegrasikan permukiman informal ke dalam struktur dan
kehidupan kota eksisting.
9. Kota-kota harus melestarikan warisan bersejarah dan
mewujudkannya sbg tempat yg indah dengan seni, budaya, serta
arsitektur dan lansekap memberikan inspirasi bagi warga kota.
10. Kota-kota harus mengadopsi perencanaan tata guna lahan
yang tepat dan mengimplementasikannya dengan wawasan
perkembangan ekonomi, pasar lahan secara fungsional,
perumahan yang terjangkau, dan prasarana yang sesuai.
11. Kota-kota harus meningkatkan pengembangan sistem
transportasi umum yang terintegrasi, cepat, aman, mudah dan
terjangkau; mengelola penggunaan kendaraan pribadi dengan
lebih baik; dan mendorong penggunaan moda transportasi yang
ramah lingkungan.
12. Kota-kota harus berupaya untuk mencapai keseimbangan
antara lingkungan alam dan lingkungan binaan, serta harus
melakukan tindakan untuk mengurangi pencemaran udara, air,
tanah, dan suara, demi meningkatkan kualitas hidup warga kota,
tanpa diskriminasi, dengan tidak mengabaikan wanita, remaja dan
kelompok minoritas.
13. Kota-kota harus menyelenggarakan forum, baik bilateral
maupun multilateral, untuk memfasilitasi jejaring, saling
membantu dan diseminasi best practices secara lebih cepat.
14. Organisasi non-pemerintah dan organisasi berbasis
masyarakat harus diberdayakan untuk berperanserta secara
penuh dalam pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan.
15. Sektor swasta, lokal, nasional dan internasional, harus
menggunakan instrumen-instrumen finansial dan investasi
yang meningkatkan pembangunan perkotaan secara
berkelanjutan.
16. Pemerintah nasional harus memberikan prioritas tinggi
terhadap kebijakan-pembangunan perkotaan dalam kerangka
kebijakan nasional dan regional.
17. Pemerintah nasional dan pemerintah daerah harus menjamin
bahwa kota-kota mempunyai kewenangan yang memadai.
Perubahan Peran Perencana
1. Perencana harus terlibat secara pro-aktif
dalam pengembangan dan manajemen
lahan yang menguntungkan semua pihak.
2. Perlunya melibatkan sektor informal dalam
proses perencanaan
3. Perencana harus menggunakan
infrastructure-led growth sebagai alternatif
terhadap zoning dan sistem pengendalian
penggunaan lahan lain yang bersifat ‘negatif’
4. Perencana harus menggunakan bentuk-
bentuk baru dalam public-private sector
partnership dalam proyek pembangunan.
5. Karena perencanaan kota menjadi
terintegrasi dengan manajemen kota,
maka menjadi kebutuhan perencana untuk
terlibat dalam pengambilan keputusan
investasi, al. penggunaan teknik multi-
sectoral investment planning
6. Harus ditafsirkan kembali bahwa peranan
perencana adalah lebih sbg fasilisator
proses (melalui keterampilannya dalam
berkomunikasi dan bernegosiasi) daripada
spesialis teknis dalam penyusunan rencana
7. Perencana harus mempromosikan dan
memanfaatkan secara penuh sistem
informasi, al. GIS, untuk memaksimalkan
produktivitas dan partisipasi publik
8. Tanggungjawab untuk memberikan dan
memelihara pelayanan terhadap pemda,
sektor swasta, dan masyarakat
9. Proses perencanaan harus terkait dengan
pusat-pusat pengambilan keputusan
finansial pada tingkat lokal, regional, dan
nasional
10. Fungsi perencanaan harus mempunyai
tempat yang tepat pada pengambilan
keputusan, sehingga manajer kota yang
mempunyai otoritas dapat melakukan
koordinasi dalam perencanaan spasial,
finansial, investasi sektoral, dan strategi
pembangunan lainnya.
Bacaan Lanjut
 Devas, Nick and Rakodi, Carole (eds.), 1993. Managing Fast
Growing Cities : New Approach to Urban Planning and Management
in Developing World. Longman Scientific & Technical, New York,
Chapter 2 : Planning and Managing Urban Development
Chapter 3 : Evolving Approach
Chapter 10 : Conclusions : Assesing the New Approach
 Hamdi, Nabeel & Goethert, Reinhard, 1997. Action Planning for
Cities. John Wiley & Sons, New York
Chapter 1 Challenging the Orthodoxy of Development Practice
Chapter 2 Action Planning in Theory
 Rodwin, Lloyd, 1981. Cities and City Planning. Plenum Press, New
York
Chapter 11 : Four Approaches to Urban Studies

Anda mungkin juga menyukai