KELOMPOK 4
JURUSAN S1 ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Kota-kota saat ini tumbuh secara liar, sehingga menjadi kota anonim yang terjadi akibat
tidak adanya rencana. Pergantian fungsi kota menjadi kota industri, membuat masyarakat
berbondong-bondong datang ke kota. Hal ini disebut dengan proses urbanisaasi yang terjadi
dari desa ke kota, akibat adanya daya tarik kota terkait penyediaan lapangan kerja maupun
kehidupan yang lebih baik.
Urbanisasi merupakan sebuah bentuk peralihan kondisi sosial-spasial masyarakat menuju
kehidupan yang lebih baik. Di satu sisi urbanisasi dibutuhkan untuk mentransformasi kondisi
sosial masyarakat, namun urbanisasi semu mulai timbul dengan menurunnya kualitas SDA
masyarakat yang berpindah.
Proses migrasi dari desa ke kota tidak diimbangi dengan proses masuknya individu-
individu yang berkualitas untuk mewujudkan pembangunan kota menggunakan
sistem Bottom Up. Soetomo (2009) mengatakan bahwa Proses urbanisasi melalui proses
migrasi tersebut menempatkan kota-kota besar dalam proses selektif sosio spasial yang
menciptakan kemiskinan kota, kesenjangan yang rawan terhadap kelompok yang
dikategorikan sebagai sektor informal danPsedeu Urbanisasi (Urbanisasi semu). Dan salah
satu upaya yang harus dipertimbangkan adalah pentingnya perencanaan kota yang baik yang
diharapkan mampu memberikan kunci atas masalah yang sering terjadi di perkotaan.
2.1. PENGE
RTIAN DAN UNSUR-UNSUR PERENCANAAN
Selama ini terdapat banyak definisi tentang perencanaan yang dapat menjadi rujukan,
antara lain:
1. Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan
yang akan dilaksanakan untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu.
2. Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik- baiknya dengan
menggunakan sumber-sumber daya yang ada secara lebih efektif dan efisien.
3. Perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai, bagaimana, bilamana dan oleh
siapa.
4. Perencanaan adalah proses mengarahkan kegiatan manusia dalam pemanfaatan
sumberdaya yang mengacu pada masa yang akan datang.
5. Perencanaan adalah usaha sadar, terorganisasi dan terus menerus yang dilakukan guna
memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu
(Waterston, 1965).
6. Perencanaan adalah suatu cara berpikir mengenai masalah sosial dan ekonomi.
Perencanaan berorientasi ke masa depan, sangat memikirkan hubungan antara tujuan
dengan keputusan bersama dan mengusahakan kekomprehensifan di dalam kebijakan
dan program (Friedman, 1965).
7. Perencanaan adalah seni untuk melakukan sesuatu yang dapat terlaksanakan di masa
datang (Beenhakker, 1980).
8. Perencanaan adalah proses aktivitas yang berkelanjutan dan merumuskan apa yang
dapat dilakukan dan diinginkan untuk masa depan, serta bagaimana mencapainya (M.J.
Branch, 1980).
1. Visi (vision): Suatu kondisi ideal (cita-cita) normatif yang ingin di capai di masa
datang.
2. Misi (mission): Cara normatif untuk mencapai visi.
3. Tujuan-tujuan (goals): Hal-hal yang ingin dicapai secara umum. Setiap bentuk tujuan
(goal) bersifat dapat dimaksimumkan atau diminimumkan.
4. Sasaran (objective): Bentuk operasional dari tujuan, biasanya lebih terukur, disertai
target pencapaiannya. Kondisi minimum yang harus dicapai dalam mencapai tujuan
dalam waktu tertentu.
5. Strategi (strategy): Sekumpulan sasaran dengan metode-metode untuk mencapainya.
6. Kebijakan (policy): Sekumpulan aktivitas (actions), untuk pelaksanaan- pelaksanaan
pencapaian jangka pendek.
7. Aktivitas (actions): Kegiatan pelaksanaan, khususnya menyangkut fisik dan biaya.
8. Program (program): Sekumpulan aktivitas (actions) untuk mencapai suatu tujuan
tertentu yang dilakukan oleh suatu institusi tertentu.
9. Proyek (project): Sekumpulan aktivitas (actions) untuk mencapai suatu
tujuan/target/sasaran tertentu yang dilakukan oleh suatu institusi tertentu dalam waktu
tertentu dengan sumberdaya (biaya) tertentu.
Mengacu pada 2 unsur utama dalam perencanaan, visi, tujuan, dan sasaran adalah
istilah yang menjelaskan mengenai unsur perencanaan yang pertama (hal yang ingin
dicapai); sedangkan misi dan aktivitas adalah istilah- istilah mengenai unsur perencanaan
yang kedua (cara untuk mencapai). Kemudian strategi, program dan proyek merupakan
suatu set kumpulan komponen perencanaan hingga pelaksanaannya (mencakup dua unsur
perencanaan) dalam suatu struktur tertentu (Rustiadi, E. et al. 2009).
Berdasarkan berbagai definisi perencanaan, setidaknya ada 4 unsur dasar dalam
perencanaan, yakni (Conyer & Hill, 1984):
1. merencana berarti memilih
2. perencanaan sebagai alat untuk mengalokasikan sumberdaya
3. perencanaan sebagai alat untuk mencapai tujuan
4. perencanaan adalah untuk masa datang.
Perencanaan dipandang sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan dengan lebih baik,
karena (Tjokroamidjojo, 1994):
1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapat suatu pengarahan kegiatan, adanya
pedoman bagi pelaksanaan kegiatan yang ditujukan pada pencapaian tujuan terentu;
2. Dengan perencanaan maka dilakukan suatu perkiraan (forecasting)
terhadap hal-hal yang dalam masa pelaksanaan akan dilalui.
3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara
yang terbaik (the best alternative) atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang
terbaik (the best combination).
4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas, yakni memilih urut-urutan
dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun tindakan yang akan dilaksanakan.
5. Dengan adanya rencana maka akan ada suatu alat pengukur atau standar untuk
melakukan penilaian atau evaluasi.
Dalam konteks keterbatasan sumber daya yang ada pada suatu wilayah atau kota,
perencanaan dibutuhkan karena kebutuhan pembangunan lebih besar daripada sumber
daya yang tersedia. Oleh sebab itu, melalui perencanaan ingin dirumuskan kegiatan
pembangunan yang secara efisien dan efektif (menunjukan rasio dapat memberi hasil
yang optimal dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan
potensi yang ada. Sebagai contoh, misalnya dalam konteks perkembangan wilayah dan
kota, terjadi kecenderungan perkembangan/pertumbuhan yang menimbulkan berbagai
persoalan yang dipicu oleh semakin meningkatnya kebutuhan ruang sejalan dengan
pertumbuhan penduduk dan aktivitas sosial-ekonomi yang menyertainya. Sementara itu,
di sisi lain ruang untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan tersebut relatif terbatas
sehingga dapat menimbulkan konflik pemanfaatan sumberdaya. Dalam hal ini maka
diperlukan adaanya suatu intervensi baik untuk memengaruhi permintaan/kebutuhan
maupun untuk memengaruhi alokasi ketersediaan ruang untuk memenuhi kebutuhan.
2.4. PENGE
RTIAN KOTA DAN KAWASAN PERKOTAAN
Kota atau city adalah tempat dengan konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah
sekitarnya karena terjadi pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan kegiatan
atau aktivitas penduduknya. Definisi kota yang lain adalah permukiman yang
berpenduduk relatif besar, luas areal terbatas, pada umumnya bersifat nonagraris,
kepadatan penduduk relatif, tempat sekelompok orang dalam jumlah tertentu dan
bertempat tinggal dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan
rasional, ekonomis, serta individualistis (Ditjen Cipta Karya, 1997).
Pengertian atau definisi kota secara klasik dari beberapa sumber sebagai berikut
(Pontoh dan Kustiwan, 2009).
1. Dwight Sanderson (1942: 664): kota adalah tempat yang berpenduduk
10.000 orang atau lebih.
2. P.J.M. Nas (1979: 32—34): kota dapat dilihat dari berbagai segi berikut.
a. Morfologi: adanya cara membangun dan bentuk fisik yang berjejal- jejal.
b. Kriteria jumlah penduduk: sesuai dengan kondisi negara yang bersangkutan. Misalnya,
Jepang (>30.000 jiwa), Belanda (>20.000 jiwa), India, Belgia, dan Yunani (>5.000 jiwa).
c. Hukum: dikaitkan dengan adanya hak-hak hukum tersendiri bagi penghuni kota.
d. Ekonomi: ciri kota adalah cara hidup yang bukan agraris. Fungsi- fungsi kota yang
khas adalah kegiatan budaya, industri, perdagangan, dan niaga serta kegiatan pemerintah.
e. Sosial: bersifat kosmopolitan, hubungan-hubungan sosial yang impersonal, hubungan
sepintas, berkotak-kotak, dan sebagainya.
3. Prof. Bintarto (1983): kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia
yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial
ekonomi yang heterogen dan coraknya yang matrelialistis.
Perkotaan atau kawasan perkotaan adalah permukiman yang meliputi kota induk dan
daerah pengaruh di luar batas administratifnya yang berupa daerah pinggiran
sekitarnya/kawasan suburban. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009).
Kawasan perkotaan dapat berbentuk kota sebagai daerah otonom, bagian daerah
kabupaten yang memiliki ciri perkotaan, serta bagian dari dua atau lebih daerah yang
berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan. Kawasan perkotaan dapat berupa
aglomerasi kota otonom dengan kota-kota fungsional di wilayah yang memiliki sifat
kekotaan. Sebagai contoh, kawasan perkotaan metropolitan Jabotabek mencakup Kota
Jakarta, Kota Bogor, Kota Tangerang, dan Kota Bekasi.
Menurut Pontoh dan Kustiwan (2009), kawasan perkotaan adalah permukiman yang
meliputi kota induk dan daerah pengaruh luar batas administratifnya yang berupa daerah
pinggiran atau suburban. Kawasan perkotaan dapat diartikan sebagai kawasan yang
mempunyai kegiatan utama, bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perkotaan, pemusatan, dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (UU Nomor 26/2007).
e. keterpaduan antara lingkungan buatan dan daya dukung lingkungan alami; dan
f. pemenuhan kebutuhan penduduk kawasan perkotaan.
Ditinjau dari pemahaman perencanaan secara umum, perencanaan kota (city
planning) atau perencanaan perkotaan (urban planning) merupakan salah satu jenis aktivitas
perencanaan yang mempunyai hierarki atau skala spasial kota/perkotaan. Urban planning
mengacu pada proses perwujudan alternatif masa depan pada suatu kawasan perkotaan,
pernyataan tujuan dan sasaran, serta formulasi strategi-strategi implementasi untuk mencapai
masa depan alternatif tersebut (Caves, 2005). Perencanaan kota (perkotaan) dimaksudkan
agar pembangunan kota dilakukan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sekaligus
memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang timbul sejalan dengan dinamika
perkembangan perkotaanya yang pesat.
Perencanaan kota (city/urban planning), pada masa lalu lebih diarahkan pada perencanaan
fisik dan estetika, tetapi pada masa kini lebih kompleks yang mengarah pada tujuan
pembangunan perkotaan secara sosial-ekonomi. Sering disebutkan bahwa perencanaan kota
pada dasarnya adalah kegiatan penyusunan rencana kota, yang dimaksudkan untuk
mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan kehidupan dan penghidupan masyarakat kota
dalam mencapai kesejahteraan. Secara lebih rinci tujuan perencanaan kota antara lain
adalah:
1. Penyediaan fasilitas umum yang memadai;
2. Penyediaan utilitas;
3. Penyediaan perumahan (lokasi, distribusi, estetika); serta
4. Pengembangan sistem transportasi kota.
Penekanan perencanaan kota/perkotaan pada wawasan fisik ini masih berlangsung
sampai saat ini di negara-negara berkembang, seperti halnya di Indonesia. Meskipun
demikian, sesungguhnya sejak tahun 1970-an sudah berkembang berbagai pemikiran
dengan wawasan yang lebih luas. Misalnya saja, pemahaman tentang perencanaan
kota/perkotaan sebagai (Devas & Rakodi, 1993 ):
1. Proses menentukan tindakan yang tepat guna di masa depan melalui serangkaian
pilihan-pilihan (Davidoff dan Reiner);
2. Aplikasi metoda ilmiah pada penentuan kebijakan perkotaan (Faludi);
3. Perancangan, pertumbuhan dan pengelolaan lingkungan fisik, sejalan dengan kebijakan
yang telah ditentukan dan disepakati, untuk mencapai sasaran sosial ekonomi yang
seimbang (Franklin);
4. Mekanisme untuk menciptakan lingkungan kehidupan yang didambakan semua orang,
dan mengatur agar public goods dapat dinikmati semua orang (Taylor & Williams).
Secara esensial, faktor yang berpengaruh dalam perencanaan kota: landasan falsafah
dan ideologi, motivasi dan tujuan yang merupakan dasar kebijaksanaan, sumber daya
alam, manusia, modal, dan informasi; teknologi dan ilmu pengetahuan, personil terampil,
ruang dan waktu. Selain itu, dalam proses perencanaan perlu dipertimbangkan bahwa
suatu rencana haruslah logis, masuk akal, dapat dimengerti; luwes (fleksibel) dan mampu
mengikuti arus/perkembangan; objektif dalam arti menyangkut kepentingan umum
maupun tertentu; memperhatikan kendala dan limitasi baik fisik maupun sosial;
merupakan proses yang terus menerus.
Produk dari proses perencanaan adalah rencana. Dengan pengertian ini maka suatu
jenis produk rencana dipandang sebagai kumpulan substansi/materi/isi rencana. Dalam
konteks perencanaan wilayah dan kota di Indonesia, berbagai jenis/macam rencana ini
pada dasarnya mengacu pada prosedur yang berlaku. Hal ini akan diuraikan lebih lanjut
pada Modul tersendiri mengenai Proses Perencanaan Wilayah dan Kota.
c) Kawasan perkotaan besar, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk yang
dilayani sebesar 500.000 hingga 1.000.000 jiwa.
d) Kawasan perkotaan metropolitan, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah
penduduk yang dilayani lebih besar dari 1.000.000 jiwa.
3) Kota ditinjau dari aspek ekonomi berkaitan dengan kemampuan kota dalam
menyediakan berbagai kebutuhan untuk keperluan pertumbuhan perkotaan, terutama untuk
menerima perkembangan baru yang disebabkan oleh kemajuan teknologi dan perubahan
keadaan.
b. Pendefinisian persoalan merupakan titik mula siklus dalam proses perencanaan secara
keseluruhan. Persoalan adalah sebuah fenomena (suatu yang dapat dilihat atau dirasakan)
dan terdapat kesenjangan (gap) antara apa yang ada dan apa yang diinginkan. Terdapat
empat hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan persoalan, yaitu latar belakang,
identifikasi persoalan, pembatasan persoalan, dan perumusan persoalan. Perumusan
persoalan ini dapat mengidentifikasi isu strategis yang terdapat pada kawasan perkotaan
yang akan direncanakan.
c. Perumusan tujuan dan sasaran sering dibedakan antara tujuan (goals), sasaran
(objektif), dan target. Perumusan tujuan dalam perencanaan kota diarahkan untuk
menghasilkan suatu pernyataan yang bersifat kualitatif berkenaan dengan pencapaian yang
diinginkan dari hasil perencanaan/kebijaksanaan atau keputusan yang dapat menjadi
pedoman nyata dalam menentukan tindakan yang sesuai untuk mencapainya. Kegiatan
perumusan sasaran dalam perencanaan wilayah dan kota diharapkan akan menghasilkan
suatu pernyataan spesifik yang menyangkut pencapaian tujuan yang bersifat terukur dan
mempunyai kerangka waktu dalam pencapaiannya. Dalam studio perencanaan kota, tahap
perumusan tujuan dan sasaran dipaparkan pada proposal teknis.
d. Pengumpulan data memiliki tiga tujuan utama, yaitu
1) identifikasi permasalahan dan perkembangan eksisting sebagai dasar bagi perumusan
kebijaksanaan/rencana;
2) identifikasi dan evaluasi alternatif kebijaksanaan/rencana;
3) sebagai umpan balik untuk siklus proses perencanaan berikutnya.
a) Kawasan perkotaan besar, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk yang
dilayani sebesar 500.000 hingga 1.000.000 jiwa.
b) Kawasan perkotaan metropolitan, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah
penduduk yang dilayani lebih besar dari 1.000.000 jiwa.
4) Kota ditinjau dari aspek ekonomi berkaitan dengan kemampuan kota dalam
menyediakan berbagai kebutuhan untuk keperluan pertumbuhan perkotaan, terutama
untuk menerima perkembangan baru yang disebabkan oleh kemajuan teknologi dan
perubahan keadaan.
e. Pendefinisian persoalan merupakan titik mula siklus dalam proses perencanaan
secara keseluruhan. Persoalan adalah sebuah fenomena (suatu yang dapat dilihat atau
dirasakan) dan terdapat kesenjangan (gap) antara apa yang ada dan apa yang
diinginkan. Terdapat empat hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan persoalan,
yaitu latar belakang, identifikasi persoalan, pembatasan persoalan, dan perumusan
persoalan. Perumusan persoalan ini dapat mengidentifikasi isu strategis yang terdapat
pada kawasan perkotaan yang akan direncanakan.
f. Perumusan tujuan dan sasaran sering dibedakan antara tujuan (goals), sasaran
(objektif), dan target. Perumusan tujuan dalam perencanaan kota diarahkan untuk
menghasilkan suatu pernyataan yang bersifat kualitatif berkenaan dengan pencapaian
yang diinginkan dari hasil perencanaan/kebijaksanaan atau keputusan yang dapat
menjadi pedoman nyata dalam menentukan tindakan yang sesuai untuk mencapainya.
Kegiatan perumusan sasaran dalam perencanaan wilayah dan kota diharapkan akan
menghasilkan suatu pernyataan spesifik yang menyangkut pencapaian tujuan yang
bersifat terukur dan mempunyai kerangka waktu dalam pencapaiannya. Dalam studio
perencanaan kota, tahap perumusan tujuan dan sasaran dipaparkan pada proposal
teknis.
g. Pengumpulan data memiliki tiga tujuan utama, yaitu
1) identifikasi permasalahan dan perkembangan eksisting sebagai dasar bagi perumusan
kebijaksanaan/rencana;
2) identifikasi dan evaluasi alternatif kebijaksanaan/rencana;
3) sebagai umpan balik untuk siklus proses perencanaan berikutnya.
Dalam memenuhi kebutuhan dalam perencanaan, tipe informasi yang perlu dikumpulkan
dan dianalisis dapat dibagi tiga sebagai berikut.
1) Data yang memberikan informasi tentang distribusi (dibedakan antara spatial
distribution dan aspatial distribution). Data ini memberikan informasi yang bersifat
deskriptif dan yang dapat digunakan untuk membandingkan antarkelompok, kegiatan,
atau wilayah geografis yang berbeda, terutama dalam rangka mengidentifikasi potensi
dan permasalahan pembangunan.
2) Data yang memberikan informasi tentang keterkaitan (relationship), baik dalam
bentuk spatial maupun aspatial.
3) Data indikator perkembangan memberikan informasi yang menunjukkan tingkat atau
derajat perkembangan yang telah dicapai oleh suatu wilayah atau kelompok penduduk.
Biasanya disajikan dalam bentuk time series sehingga dapat menunjukkan
peningkatan/penurunan atau laju pertumbuhan.
h. Analisis data mencakup hal berikut.
1) Analisis data dasar bertujuan mendeskripsikan dan menilai keadaan atau kondisi masa
lalu secara historis dan masa sekarang (existing condition) sehingga persoalan yang
telah atau akan dirumuskan didukung oleh data dan informasi yang relevan. Dari
analisis terhadap data historis, dapat dikenali perilaku dinamis dari objek/sistem yang
diamati. Analisis data dasar secara keseluruhan dilakukan dengan tujuan deskriptif
atau explanatory.
2) Analisis prakiraan dilakukan berdasarkan kecenderungan historis jika dianggap tidak
ada intervensi (no action forecast). Untuk itu, adanya data yang bersifat time series
menjadi mutlak karena tanpa itu analisis tidak dapat dilakukan. Dalam hal ini, lazim
dipergunakan data historis dalam waktu yang cukup panjang (misalnya 20, 10, atau
paling sedikti lima tahun) sehingga dapat dilakukan proyeksi atau ekstrapolasi ke masa
yang akan datang. Analisis ini lebih dimaksudkan pada tujuan prediktif, yaitu
memperkirakan perubahan yang akan terjadi.
3) Analisis penyusunan skenario di masa datang biasanya sudah memasukkan adanya
alternatif yang akan terjadi atau yang diinginkan terjadi, selain kecenderungan yang
ada. Tujuannya bersifat prediktif, yaitu untuk menilai alternatif yang dapat dilakukan
atau prediksi terhadap hasil yang mungkin diperoleh di masa yang akan datang.
Jenis analisis ini terkait dengan tahapan proses perencanaan berikutnya, yaitu
identifikasi alternatif dan evaluasi atau penilaiannya.
Pembagian jenis analisis menurut substansi dilakukan secara spasial, sektoralk dan
temporal. Analisis spasial biasanya mengacu pada kategori ruang yang bisa dimulai dari
skala mikro sampai makro atau sebaliknya sesuai dengan unit data yang dipergunakan
(lingkungan, kawasan, kota, wilayah, nasional, dan internasional). Analisis sektoral
biasanya menggunakan kategori sektor sebagai basis untuk melakukan analisis (misalnya
dalam analisis ekonomi sering dilakukan analisis sesuai sektor PDRB: pertanian,
pertambangan dan galian, industri pengolahan, dan sebagainya). Analisis temporal
mengacu pada kerangka waktu sehingga dapat menjadi indikasi perkembangan di masa
lalu, sekarang, atau masa yang akan datang.
i. Identifikasi dan evaluasi alternatif: identifikasi alternatif mengemukakan rencana,
kebijakan, atau pemecahan persoalan yang mungkin beserta variasi dan kombinasi antara
alternatif utamanya. Terdapat tiga jenis alternatif utama yang dapat diidentifikasi sebagai
berikut.
1) No action alternative, yakni alternatif untuk tidak melakukan tindakan apa pun atau
mempertahankan status quo. Alternatif ini merupakan hasil analisis data dasar atau no
action forecast.
2) Alternatif yang didasarkan pada kebijakan yang ada disebut alternatif tindakan
terbatas (limited action) yang dapat dikembangkan dengan memberikan kemungkinan
adanya perubahan incremental dari alternatif tanpa tindakan.
3) Alternatif baru merupakan hasil kreativitas baru yang ditawarkan sebagai cara
penyelesaian persoalan. Pengembangan berbagai alternatif baru dapat dilakukan dengan
teknik brainstorming.
Evaluasi alternatif atau appraisal adalah proses menganalisis sejumlah alternatif dengan
maksud untuk menunjukkan keuntungan (advantages) dan kerugian (disadvantages)
secara komparatif serta meletakkannya dalam kerangka logis. Dalam tahap ini, perlu
dilakukan penentuan kriteria evaluasi. Kriteria pada dasarnya adalah pernyataan spesifik,
aturan, atau standar tentang dimensi-dimensi sasaran yang akan dipergunakan untuk
mengevaluasi sejumlah alternatif dan mengambil keputusan. Kriteria ini menyangkut
biaya (cost) dan manfaat (benefit), efektivitas, efisiensi, pemerataan, kemudahan
administratif, serta legalitas atau akseptabilitas secara politis.
j. Implementasi: tahapan pelaksanaan merupakan proses penerjemahan atau
perwujudan tujuan dan sasaran kebijakan ke dalam bentuk program atau proyek spesifik.
Faktor yang memengaruhi proses pelaksanaan rencana antara lain
1) sifat dari proses perencanaan,
2) organisasi perencanaan dan pelaksanaannya,
3) isi atau content rencana,
4) manajemen proses pelaksanaan.
k. Pemantauan dan evaluasi: pemantauan mengacu pada aktivitas untuk mengukur
pencapaian (progress) dalam pelaksanaan suatu rencana yang mempertautkan penyiapan
rencana dengan pelaksanaannya. Pemantauan merupakan cara untuk memperoleh
informasi sampai sejauh mana rencana benar-benar dilaksanakan. Berdasarkan hasil
pemantauan, dilakukan evaluasi sebagai penilaian terhadap kinerja pelaksanaan rencana
yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu, dapat berupa on- going evaluation, dan
evaluasi pascapelaksanaan (expost evaluation). Kegiatan evaluasi dilakukan untuk
mengidentifikasi lebih jauh sasaran yang sudah dicapai, dampak yang timbul, atau
konsekuensi lainnya dari pelaksanaan rencana. Dengan evaluasi, dapat juga diidentifikasi
persoalan baru yang dapat menjadi fokus bagi siklus proses perencanaan selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
3. KESIMPULAN
Perencanaan kota/perkotaan merupakan proses perwujudan alternatif masa depan
pada suatu kawasan perkotaan, pernyataan tujuan dan sasaran, serta formulasi strategi-
strategi implementasi untuk mencapai masa depan alternatif tersebut. Meskipun
seringkali digunakan secara terbatas pada perencanaan tata guna lahan, sesungguhnya
perencanaan perkotaan menyangkut perencanaan lingkungan binaan (built
environment), sehingga mencakup perencanaan tata guna lahan, transportasi, sarana-
prasarana, pengembangan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Adapun proses perencanaan
kota terdiri atas tahapan tahapan antara lain : delineasi kawasan perkotaan,
pendefinisian persoalan, perumusan tujuan dan sasaran, pengumpulan data, analisis
data, identifikasi dan evaluasi alternatif, implementasi, pemantauan dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Sari, Fauziah B.2021.Modul Mata Kuliah Perencanaan Wilayah dan Kota. Jakarta:
Universitas Krisnadwipayana
Pontoh, Nia K.2011. Modul Studio Perencanaan Kota. Bandung: Institut Teknologi
Bandung