Anda di halaman 1dari 56

TUGAS PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PENERAPAN KONSEP SMART DAN GREEN CITY


PADA PROSES PENGEMBANGAN KOTA
COPENHAGEN DI DENMARK

DI SUSUN OLEH :

NAMA : YAYANG NISFULAWATI


NPM : 2204204010010

DOSEN PENGAMPU :
DR.,IR., MIRZA IRWANSYAH, MBA., MLA.

JURUSAN MAGISTER ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNI VERSITAS SYIAH KUALA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Smart city adalah sebuah kota yang dapat memonitoring dan mengintegrasikan
kondisi semua infrastruktur, baik fisik, sosial dan bisnis. Tujuan dibuatkan konsep smart
city adalah membuat kota lebih efisien, berkelanjutan, adil dan layak huni. Konsep ini
pun dapat diterapkan pada perencanaan tata ruang, wilayah atau kota.
Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah
lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan
ekonomi, kehidupan sosial dan perlindungan lingkungan sehingga kota menjadi tempat
yang layak huni tidak hanya bagi generasi sekarang, namun juga generasi berikutnya
Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Dunia (UNESCO) resmi
menetapkan kota Kopenhagen, Denmark, sebagai Ibu Kota Arsitektur Dunia untuk
tahun 2023. Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengeluarkan keputusan
tersebut setelah mendapat rekomendasi dari Majelis Umum Persatuan Arsitek
Internasional (UIA). Lengkapnya, keputusan tersebut dibuat sesuai perjanjian
kemitraan antara kedua belah pihak pada 2018, sebagaimana yang diberitakan
dalam situs resmi UNESCO. Kopenhagen menargetkan untuk jadi ibukota pertama di
dunia yang bebas emisi karbon pada tahun 2025. Kini, hasil upayanya mulai terlihat.
Kota Kopenhagen telah berusaha dan bekerja secara intensif untuk memenuhi
tantangan lingkungan, berfokus pada karya arsitektur inovatif dan solusi kota yang
berkelanjutan. Kota hijau adalah salah satu prasyarat nya untuk mendapatkan kualitas
hidup yang tinggi bagi masyarakatnya. Kota Kopenhagen juga menerima Penghargaan
European Green Capital Award pada tahun 2014 yang mana ini menjadi acuan dan batu
loncatan bagi kota Kopenhagen untuk mengembangkan kotanya menjadi kota hijau yang
lebih baik lagi. Kopenhagen memiliki ambisi untuk menjadi kota yang memiliki karbon
netral pertama pada tahun 2025 dengan menggabungkan pertumbuhan dan peningkatan
kualitas hidup sekaligus mengurangi emisi karbon dan memenuhi tantangan lingkungan
sehingga kota Kopenhagen layak untuk disebut seabagai salah satu kota berkelanjutan
(sustainable city).
1.2 Permasalahan
Bagaimana kota Copenhagen dapat menerapkan konsep Smart City dan Green
City untuk mencapai sebuah kota yang berkelanjutan?

1.3 Tujuan

Mengidentifikasi dan mengetahui penerapan konsep kota berkelanjutan kota


Copenhagen ditinjau dari konsep Smart City dan Green City.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pembangunan Berkelanjutan


• Pembangunan berkelanjutan adalah proses perubahan yang dalam pemanfaatan
sumberdaya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, perubahan
kelembagaan dibuat sejalan dengan kepentingan masa depan sekaligus
kebutuhan saat ini (Our Common Future/Brundtland Report)
• The World Commision on Environment and Development (1987) menyatakan,
pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membahayakan
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.

2.2 Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan


• Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan (i) prinsip kesetaraan antargenerasi
atau prinsip masa depan. Dampak terhadap kemampuan generasi masa depan
untuk memenuhi kebutuhannya dan aspirasinya harus dipertimbangkan; (ii)
prinsip keadilan sosial atau kesetaraan intra-generasi. Keberlanjutan
mensyaratkan bahwa kendali terhadap distribusi sumberdaya harus lebih merata
mempertimbangkan kebutuhan dasar dan aspirasi bersama; (iii) prinsip
tanggungjawab antarbatas. Polusi antarbatas perlu dikenali dan dikendalikan
(Haughton, 1996).

2.3 Definisi Kota Berkelanjutan


• Kota Berkelanjutan adalah kota yang kepentingan sosial ekonomi
diharmonisasikan dengan kepentingan lingkungan dalam rangka memastikan
keberlanjutan perubahan. Pada dasarnya berarti berkesinambungan dalam
situasi yang berubah (Nijkamp dkk, 1994).
• Kota berkelanjutan harus layak secara ekonomi, nyaman secara sosial, ramah
lingkungan. Lebih khusus, merupakan tempat manusia hidup dengan
pendapatan memadai, keamanan dan kualitas hidup terjamin. Kota
berkelanjutan bergantung pada hubungan masyarakat dengan lingkungannya
(Turner, 2008)
• Kota yang mampu melindungi dan memelihara sumberdaya alam di kota dan
wilayah sekitarnya agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (WRI,1996)
• Kota berkelanjutan disebut sebagai kota yang diatur sehingga memungkinkan
masyarakatnya memenuhi kebutuhannya dan untuk memperbaiki
kesejahteraannya tanpa merusak lingkungan alam atau membahayakan kondisi
kehidupan mahluk lainnya, sekarang dan di masa depan (Girardet, 1999)
• Kota dengan program perumahan dan pelayanan kota yang didasarkan pada
konsensus (kesepakatan bersama) (Badshah, 1996)
• Kota yang berfungsi bagi rakyat: melindungi kesehatannya, menyediakan
perlindungan (shelter), dan menawarkan kesempatan untuk bekerja dan
mengekspresikan budayanya (Seregaldin, 1996).

2.4 Pendekatan Pembangunan Kota Berkelanjutan


• Tujuan perencanaan kota masa awal (i) melindungi penduduk dan properti dari
gangguan alami dan buatan manusia; (ii) melindungi dan memelihara nilai
sumberdaya alam dan buatan manusia yang penting (So, 1988).
• Dibutuhkan pendekatan yang lebih terpadu, lebih sensitif terhadap ekologi dan
komunitas, lebih menghargai ketidakpastian, dan lebih terbuka pada keterlibatan
masyarakat (Gibson, 1997).
• Pendekatan ekosistem menegaskan ekologi dan komunitas sebagai dasar dari
sasaran dan proses perencanaan. Sehingga pertumbuhan ekonomi hanya dapat
diterima ketika sesuai dengan kepentingan masyarakat yang bergantung pada
ekologi dan kebersamaan komunitas.
• Prinsip perencanaan/pembangunan kota sesuai pendekatan ekosistem adalah (i)
unit perencanaan berdasar pada batasan alam; (ii) desain mengikuti alam.
Aktivitas manusia bagian dari lingkungan dan keterbatasan sumberdaya dan
ketahanan ekosistem harus dihargai; (iii) mempertimbangkan dampak kumulatif
dan global. Perspektif perencanaan lebih luas dan lebih lama yang memasukkan
lintas batas, antargenerasi, dan dampak berkesinambungan.; (iv) mendorong
pengambilan keputusan antarbatas wilayah; (v) memastikan konsultasi dan
fasilitasi kerjasama dan kemitraan. Melibatkan pemangku kepentingan yang
lebih luas dan terbuka dalam proses perencanaan (Gibson, 1997).
2.5 Konsep Smart City
Konsep smart city pertama kali ditemukan oleh IBM perusahaan komputer ternama
di Amerika. . Perusahaan tersebut memperkenalkan konsep smart city untuk
memperkenalkan konsep smart city untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat
perkotaan . Konsep yang disebut sebagai kota pintar “smart city” adalah konsep yang
mengetengahkan sebuah tatanan kota cerdas yang bisa berperan dalam memudahkan
masyarakat untuk mendapatkan informasi secara cepat dan tepat (paseban.com, 2014).
Chourban et.al (2012) mendefinisikan smart city adalah sebuah kota yang dapat
memonitoring dan mengintegrasikan kondisi semua infrastruktur, baik infrastruktur fisik,
sosial dan bisnis. Konsep smart city bertujuan membuat kota lebih efisien,
berkelanjutan, adil dan layak huni. Indikator terwujudnya smart city menurut IBM ada 6
indikator yang harus dicapai dalam mewujudkan kota pintar, keenam indiktor tersebut
adalah 1) masyarakat perkotaan; 2) lingkungan; 3) prasarana; 4) ekonomi; 5) mobilitas;
dan 6) smart living. Jika keenam indikator tersebut dioptimalkan, konsep smart city bukan
lagi sebuah wacaana belaka. Keenam indikator tersebut bisa lebih dioptimalkan atau
dimaksimalkan salah satunya. Misal di Kota Copenhagen di Denmark memfokuskan diri
untuk mengoptimalkan bidang lingkungan karena hal tersebut, Copenhagen dianggap
sebagai salah satu Kota pintar “ smart city” di dunia.

Menurut Supangkat (2014), enam indikator yang dibuat oleh IBM memperkuat
kesuksesan smart city, maka hal tersebut perlu dilengkapi dengan elemen pendukung.
Selanjutnya Supangkat menjelaaskan bahwa Smart city akan terbangun dengan 5
dukungan teknologi pintar seperti sensor pintar, komunikasi dari satu mesin ke mesin
lain, komputasi media sosial dan teknologi geographic information system atau GIS.
Konsep smart city bertumpu pada pemanfaatan TIK dalam pengelolaan kota yang
sebenarnya berdasar pada konsep sensing (mendeteksi), understanding (memahami), dan
acting (melakukaan aksi), (ICISS, 2014). Pemanfaat teknologi IT dapat disesuaikan
dengan kebutuhan kota atau perencanaan wilayah dan kota masing-masing. Chourabi,
et.al (2012), menjelaskan bahwa smart city seperti organisme yang mengembangkan
sistem “saraf” perkotaan. Kombinasi antar jaringan telekomunikasi digital (saraf),
Intelejensi (otak), control/monitoring (organ sensorik dan perangkat lunak). Chourabi
et.al, membuat indikoator keberhasilan inisiatif smart city, yaitu 1) manajemen dan
organisasi; 2) teknologi; 3) governance; 4) konteks kebijakan; 5) masyarakat; 6)
ekonomi; 7) pertumbuhan infrastruktur dan 8) lingkungan hidup. Berdasarkan definisi dan
pemahan yang dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa konsep smart city dapat
dijadikan solusi dalam mengatasi permasalahan tata ruang perkotaan, misalnya
kemacetan, penanggulangan sampaah perkotaan, atau pun pemantau kondsi lingkungan.
Selain sebagai penanggulangan masalah tata ruang, konsep smart city dapat dijadikan
konsep dalam perencanaan tata ruang perkotaan atau perencanaan wilayah. Dukungan
aplikasi teknologi yang terus berkembang pada saat ini dapat dijadikan sebagai langkah
awal menuju konsep smart city.

2.6 Green City


Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah
lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan
ekonomi, kehidupan sosial dan perlindungan lingkungan sehingga kota menjadi tempat
yang layak huni tidak hanya bagi generasi sekarang, namun juga generasi berikutnya.
Green city bertujuan untuk menghasilkan sebuah pembangunan kota yang berkelanjutan
dengan mengurangi dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan dengan
kombinasi strategi tata ruang, strategi infrastruktur dan strategi pembangunan sosial.
Konsep kota yang ramah lingkungan merupakan pengefektifan dan pengefisiensian
sumber daya alam dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi
terpadu, menjamin adanya kesehatan lingkungan, dan mampu mensinergikan lingkungan
alami dan buatan. Kota-kota ramah lingkungan (eco-cities/green city) baik yang sudah
dibangun maupun yang masih dalam tahap perencanaan memiliki ciri-ciri yang sama,
yaitu: kota-kota yang ingin mengurangi atau menghapuskan penggunaan bahan bakar
fosil, membangun gedung yang ramah lingkungan serta memromosikan ruang hijau dan
udara bersih. Tujuan dari kota-kota hijau ini juga ingin menciptakan sistem transportasi
publik yang hemat energi dan mudah diakses, menciptakan lingkungan kota yang ramah
bagi pejalan kaki serta membangun prasarana yang terstruktur yang memadukan fungsi
tempat tinggal, tempat kerja dan tempat belanja.semua kualitas ini dikenal sebagai
konsep pembangunan perkotaan yang berkelanjutan (sustainable urbanism). Dalam skala
kota, tentunya konsep tersebut haruslah diwujudkan secara lebih luas lagi. Keberadaan
suatu kota sangat tergantung pada infrastrukturnya. Masih menurut Nirwono Joga, pola
jaringan RTH dengan berbagai jenis dan fungsinya merupakan rangkaian hubungan dan
kesatuan terpadu yang membentuk infrastruktur hijau (green infrastructure) atau
infrastruktur ekologis (ecological infrastructure). Infrastruktur hijau dengan berbagai
jenis dan fungsinya berperan dalam menciptakan keseimbangan ekosistem kota dan alat
pengendali pembangunan fisik kota. Green city terdiri dari delapan elemen, yaitu : 1.
Green planning and design (Perencanaan dan rancangan hijau) Perencanaan dan
rancangan hijau adalah perencanaan tata ruang yang berprinsip pada konsep
pembangunan kota berkelanjutan. Green city menuntut perencanaan tata guna lahan dan
tata bangunan yang ramah lingkungan serta penciptaan tata ruang yang atraktif dan
estetik. 2. Green open space (Ruang terbuka hijau). Setiap perencanaan yang
menggunakan konsep smart city dan green city bertujuan untuk sustainable city (kota
berkelanjutan).

2.7 Konsep Green City

• Konsep awal diperkenalkan oleh Ebenezer Howard dalam tulisannya “Garden


City of Tomorrow” pada tahun 1902
• Ide teknologi, lingkungan dan manusia sebagai satu kesatuan diperkenalkan oleh
Reyner Banham pada 1969
• Teori ‘Green Urbanism’ muncul dan dimaksudkan untuk mengubah kota yang
ada dari terfragmentasi menjadi kompak sementara terfokus pada penyesuaian
hubungan antara kota dan alam melalui teori ‘eco-city’ (Lehman, 2010)
• Green urbanism meminimalkan penggunaan materi, air dan energi pada semua
tingkatan dari siklus sebuah kota.
• Lehman (2010) menggambarkan pilar kota hijau (lihat Gambar) dalam 3 (tiga)
kategori yaitu energi dan materi, air dan keragaman hayati, perencanaan kota
dan transportasi
• Lehman menambahkan prinsip ‘triple-zero frameworks (triple-bottom line)
yaitu (i) zero penggunaan bahan bakar fosil; (ii) zero sampah; (iii) zero emisi
(tidak ada emisi karbon)
• Lehman (2010) mengembangkan 15 Prinsip Green Urbanism, yaitu (i) iklim;
(ii) energi terbarukan; (iii) bebas sampah; (iv) air; (v) lansekap, taman, dan
keberagaman hayati perkotaan; (vi) transportasi berkelanjutan dan ruang publik:
kompak dan banyak pusat; (vii) material berkelanjutan dan asal setempat; (viii)
kepadatan; (ix) bangunan dan kawasan hijau menggunakan prinsip desain pasif;
(x) komunitas sejahtera; (xi) makanan setempat dan rantai makanan pendek;
(xii) peninggalan budaya, identitas; (xiii) kepemerintahan, kepemimpinan dan
praktek unggulan; (xiv) pendidikan, riset dan pengetahuan; (xv) strategi kota di
negara berkembang

2.8 Kota Copenhagen Sebagai Kota yang Berkelanjutan


Kopenhagen adalah ibu kota Denmark, sebuah negara kecil di Eropa utara
dengan hanya 5,5 juta penduduk. Selain itu, kota ini memiliki semua fungsi terpusat
Denmark, seperti pemerintah nasional, parlemen, administrasi pusat, dan organisasi
nasional utama. Wilayah Metropolitan Kopenhagen memiliki sekitar dua juta
penduduk (Komisi, 2013). Pada tahun 2014, Kopenhagen adalah pemenang
European Green Capital Award; salah satu kota yang paling ramah lingkungan,
dengan kebijakan perencanaan lingkungan jangka panjang dan holistik. Hampir
lima puluh tahun yang lalu, kota Kopenhagen mengalami migrasi keluar penduduk,
memiliki tingkat pengangguran 17,5 persen, menderita kerugian manufaktur,
penurunan kapasitas perpajakan, dan defisit anggaran tahunan sebesar $750 juta
USD (proyek seluruh kota, 2014). Kopenhagen telah mengalami pertumbuhan
pinggiran kota yang cukup besar sejak tahun 1960-an. Tingkat urbanisasi melambat
pada 1980-an karena pertumbuhan ekonomi dan populasi yang lebih lambat.
Namun, sejak 1990-an, Kota metropolitan Kopenhagen telah mengalami
pertumbuhan populasi dan ekonomi yang signifikan, karena migrasi banyak rumah
tangga ke pinggiran kota dan pedesaan pedesaan (Fertner, 2012), terjadi satu dekade
restrukturisasi pada 1980-an. Ini digantikan oleh fokus baru pada ekonomi
pembangunan di tahun 1990-an (Erik Swyngedouw, 2002), yang berupa investasi
besar dalam infrastruktur dan proyek pembaruan perkotaan, serta pengembalian
investasi swasta.
Gambar 1. Kota Kopenhagen tahun 2007
Sumber: (Fertner, Wilayah Metropolitain Kopenhagen, 2011)

Gambar 2. Morfologi perkotaan Kopenhagen, 1900-2006


Sumber: (Fertner, Urbanisasi, pertumbuhan dan perencanaan kota di Wilayah
Metropolitan Kopenhagen dengan referensi studi dari Eropa dan Amerika Serikat,
2012)

2.8.1 Kebijakan Kota Kopenhagen


Kebijakan perkotaan mulai mengatasi masalah perkotaan, lingkungan dan
ekonomi melalui berbagai strategi. Pada 1960-an, kebijakan berfokus pada
pejalan kaki, di mana mobil disingkirkan dengan menaikkan pajak pada mobil
dan bensin, dan dengan membatasi tempat parkir di pusat kota. Trek dan jalur
sepeda adalah diperkenalkan, jalan pintas hijau memudahkan dan mempercepat
penggunaan sepeda untuk bepergian. Lanskap yang relatif datar Kopenhagen
berkontribusi pada medan bersepeda yang mudah bagi pengendara sepeda motor
yang bervariasi berdasarkan usia, latar belakang, dan pendapatan.
Akibatnya, pada tahun 1995 Kopenhagen meluncurkan salah satu program
berbagi sepeda gratis pertama di dunia, dan bersepeda telah menjadi bagian
integral dari kehidupan sehari-hari. Faktanya, saat ini ada lebih banyak sepeda
daripada penduduk di
Kopenhagen. Setiap hari, 1,2 juta km bersepeda di kota, setara dengan 30 kali
keliling dunia. Pada tahun 2007, dewan kota mengadopsi gagasan eko-
metropolis, sebagai visi untuk Kopenhagen 2015. Visi ini berfungsi sebagai
fondasi utama untuk rencana kota yang paling penting, seperti Rencana Aksi
Iklim, the Strategi Sepeda dan Strategi Kehidupan Perkotaan. Rencana ini
menempatkan Kopenhagen di jalur yang tepat untuk menjadi negara dunia kota
netral karbon pertama pada tahun 2025, bahkan lebih, sejak meluncurkan
Rencana Iklim pertamanya pada tahun 2009, kota ini telah sudah berhasil
mencapai pengurangan emisi karbon yang signifikan; semua perubahan itu
membuat Kopenhagen Ibukota Hijau Eropa pada tahun 2014. Tiga dimensi
tantangan Kopenhagen: ekonomi, sosial dan lingkungan, tidak dapat dilihat
secara terpisah. Tantangan lingkungan tidak dapat dipecahkan tanpa refleksi
pada tantangan ekonomi dan sosial dunia.

2.8.2 Visi Kopenhagen Menjadi Kota yang Regeneratif


Selama lima dekade terakhir, Kopenhagen telah menjadi salah satu kota yang
paling ramah sepeda, dan salah satu dari tujuan utama kota saat ini, adalah
menjadi kota netral karbon pada tahun 2025. Sementara itu, tekanan pada
Kopenhagen terus berkembang, karena sejumlah besar penduduk baru akan
menuju kota. Dengan demikian, persaingan untuk menciptakan dan menarik
pertumbuhan hijau sangat berat dan tantangan untuk menjadi berkelanjutan
metropolis sangat banyak. Untuk mencapai tujuan ambisius seperti itu, kota
harus mengadopsi pendekatan strategis kehidupan sehari-hari yang
komprehensif tergantung pada banyak aspek dan berfokus pada strategi
perencanaan kota yang berkelanjutan, mobilitas dan transportasi, serta konsumsi
energi dan sumber daya yang efisien (Gambar 3).

Gambar 3. Strategi Ramah Lingkungan harian.

2.8.2 Rencana Strategis Kopenhagen Menjadi Kota yang Regeneratif


Kopenhagen mengatasi tantangan pembangunan perkotaannya dengan visi
menjadi kota regeneratif, di pengakuan atas manfaat tambahan dari strategi dan
inisiatif ramah lingkungan yang diterapkan. Kota dari Kopenhagen telah
menetapkan sendiri tujuan ambisius ini untuk pembangunan sosial, ekonomi dan
lingkungan dan harus mencapai tujuan ini melalui transisi mobilitas kota,
pasokan energi, retrofit bangunan dan infrastruktur publik, serta inisiatif utama
lainnya untuk mendukung transisi baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang (PROYEK SELURUH KOTA, 2014). Secara bersamaan, kota perlu
bersiap menghadapi perubahan iklim global, seperti lebih berat dan lebih sering
curah hujan dan gelombang panas. Tujuan ambisius ini harus dilaksanakan
dengan cara yang menjamin kualitas kehidupan di Kopenhagen. Pencapaian
tujuan ini tergantung pada empat faktor: yang pertama adalah kuat, jangka
panjang komitmen dari otoritas publik, yang kedua menangani kombinasi sosial
dan langkah fisik, ketiga membahas tentang pelibatan dan pemberdayaan
masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut, dan yang terakhir membuat
hubungan antara banyak aktor dengan keahlian yang berbeda. Visi ini hanya
dapat dicapai melalui kebijakan, strategi dan inisiatif perkotaan yang
mengutamakan relasi antara kota dan ekosistemnya sebagai prioritas
perencanaan, karena aspek ini memberikan kontribusi besar bagi perkotaan
kualitas hidup, dan penyediaan ekosistem, seperti perencanaan kota yang
berkelanjutan, mobilitas dan transportasi, energi dan sumber daya, gaya hidup
hijau, dan inisiatif kota (Gambar 4).

Gambar 4. Aspek visi regeneratif Kopenhagen

2.9 Tahapan Rencana Strategi Kota Kopenhagen


2.9.1 Strategi Pertama: Perencanaan Kota Berkelanjutan
Kopenhagen berhasil meningkatkan kualitas hidup melalui perencanaan kota
cerdas berbasis strategis perencanaan kota dan sejarah ambisi lingkungan.
Pertumbuhan perkotaan Kopenhagen diatur bersama kelima jari ini mengikuti
jalur kereta api dan jalan raya utama, dengan ruang terbuka di antaranya, masih
membentuk dasar perencanaan kota. Rencana ini menunjukkan jari-jari ini
sebagai koridor pembangunan perkotaan, di sepanjang jalur kereta api yang ada
atau yang direncanakan untuk menyediakan transit kereta cepat ke Pusat Bisnis
Kopenhagen. Dengan demikian, menciptakan bentuk perkotaan yang padat dan
padat (Knowles, 2012), (Gambar 5). Perencanaan ini merupakan Transit
Oriented Development (TOD), dimana pengembangan perumahan, kegiatan
situs dan layanan publik difokuskan di sekitar pusat transportasi, yang dilayani
oleh intra-perkotaan yang efisien layanan kereta api dengan retensi ruang
rekreasi terbuka yang disebut "irisan hijau" (Gambar 6). Kopenhagen
perencanaan kota memastikan pembangunan berkelanjutan dengan
menyediakan fasilitas untuk kawasan hijau dan menghubungkan kota ke
lingkungan air, karena kota ini dikelilingi oleh banyak taman dan air, selain itu
menerapkan jaringan transportasi umum yang terintegrasi, yang menawarkan
cara ramah lingkungan bagi penduduk untuk berkeliling (Komisi, 2013).

Gambar 5. Denah Jari, terinspirasi oleh Rencana London Raya


Sumber: (Pusat Arsitektur Denmark DAC, 2012)

Gambar 6. Struktur hijau regional Kopenhagen Raya


Sumber: (Ole Hjorth Caspersen, 2010)
2.9.2 Strategi Kedua: Mobilitas dan Transportasi
Selama lima dekade terakhir, Kopenhagen telah menjadi salah satu kota
yang paling ramah sepeda. Strategi desain mobilitas dan transportasi dipusatkan
untuk membuat kota lebih mudah diakses oleh pengendara sepeda dan pejalan
kaki, dan membuat penggunaan mobil pribadi menjadi lebih sedikit.
Kopenhagen telah memprioritaskan mobilitas, karena kota ini memiliki
serangkaian target ambisius untuk warganya sebagai bentuk pergerakan
perkembangan kota berkelanjutan pada tahun 2025. Jika kota berusaha untuk
memenuhi target ini, semua pertumbuhan lalu lintas harus terdiri dari jalur
pejalan kaki, penggunaan transportasi publik dan jalur pengendara sepeda.
Untuk memfasilitasi ini, Kopenhagen berupaya keras untuk menyediakan
jaringan transportasi yang terintegrasi, efisien dan ramah lingkungan, guna
mencapai target mobilitas pada tahun 2025. 75% dari semua perjalanan di
Kopenhagen dilakukan dengan berjalan kaki, dengan sepeda atau angkutan
umum; 50% dari semua perjalanan ke tempat kerja atau sekolah di Kopenhagen
adalah dengan sepeda; 20% lebih banyak penumpang menggunakan angkutan
umum dibandingkan tahun 2009; angkutan umum di kota Copenhagen telah
menggunakan karbon netral. Pertumbuhan ekonomi di Kopenhagen telah
membawa peningkatan kemacetan lalu lintas. Namun, melalui investasi dalam
jaringan transportasi umum yang andal, efisien, dan terintegrasi sepenuhnya,
telah dimungkinkan untuk menjangkau beberapa tingkat mobilitas tertinggi di
ibu kota. Solusinya didasarkan pada pembangunan fisik dan integrasi antara
layanan bus, kereta api, dan metro untuk memungkinkan penumpang berpindah
antar mode yang berbeda, di mana halte bus, stasiun kereta api dan metro
memiliki banyak tempat parkir sepeda. Ini mendorong orang untuk naik sepeda
ke stasiun, lalu naik ke kota (Gambar 7). Kota ini memiliki 359 km bersepeda
trek dan sekitar 52% penduduk kota mengklaim sepeda sebagai alat transportasi
utama mereka, dengan rasio kepemilikan sepeda terhadap mobil 5:1.
Bersepeda telah menjadi tradisi Denmark, tetapi Kopenhagen melangkah lebih
jauh dengan mengintegrasikan bersepeda di perkotaan kebijakan perencanaan
dan desain: ditargetkan untuk meningkatkan jumlah komuter bersepeda ke
tempat kerja dan institusi pendidikan mereka setiap hari dari 35% pada tahun
2011 menjadi 50% pada tahun 2015. Di Kopenhagen, perencana kota merangkul
budaya sepeda yang tersebar luas dengan solusi ambisius. Sejauh ini,
Kopenhagen sudah membanggakan salah satu populasi bersepeda terbesar di
dunia, dengan 41% komuter dan 55% penduduk Kopenhagen membawa sepeda
mereka ke tempat kerja atau ke lembaga pendidikan (Gambar 8).

Gambar 7. Sistem transportasi terintegrasi


Sumber: (Hubungkan sepeda dan kereta meningkat, 2018)

Gambar 8. Sepeda warga sebagai moda transportasi utama


Sumber: (Cycle Republic, 2018)

2.9.3 Strategi Ketiga: Energi dan Sumber Daya

Adapun sumber energi terbarukan, 2% dari total konsumsi listrik Denmark


didasarkan pada turbin angin, dengan tujuan mencapai 50% pada tahun 2020,
sementara Kopenhagen bertujuan untuk membuat konsumsi listriknya sepenuhnya
berbasis turbin angin pada tahun 2025 (Kota Kopenhagen, 2014). Kopenhagen
menghadapi beberapa tantangan mengenai
tenaga angin, seperti keterbatasan ruang untuk menerapkan energi angin dalam skala
besar di dalam kota yang ada lingkungan. Turbin angin mahal untuk dibangun, dan
juga, ada penolakan publik karena dihasilkan kebisingan; Namun, hal ini diatasi
dengan membuat fasilitas milik masyarakat setempat. Berdasarkan rencana iklim
Kopenhagen, perusahaan utilitas milik kota berencana untuk membangun lebih dari
100 baru turbin angin pada tahun 2025. Dengan tujuan utama untuk mengurangi
konsumsi energi sebesar 50% di Kopenhagen pada tahun 2025 (Kota Kopenhagen,
2016). Ini termasuk pengurangan 20% dalam konsumsi panas, 20% dalam listrik
konsumsi di perusahaan komersial dan jasa dan 10% dalam konsumsi listrik di
rumah tangga.
Adapun pemborosan sumber daya, di Kopenhagen, tantangan dianggap sebagai
peluang, di mana pemborosan adalah tidak lagi dilihat sebagai masalah, tetapi
sumber daya yang tidak sepenuhnya digunakan. Tingkat sampah kota terus
meningkat karena populasi meningkat, sementara itu, laju pengomposan lambat
untuk mengejar ketinggalan. Pengumpulan sampah memiliki ditangani secara
efisien dan memadai. Pembakaran sampah sangat penting di Kopenhagen sistem
pengelolaan sampah. Insinerasi akan terus menjadi bagian dari sistem pengelolaan
limbah yang efisien dan pasokan energi kota; namun, membakar bahan akan menjadi
solusi terakhir, jika tidak ada pilihan untuk pemanfaatan sumber daya. Hirarki
sampah yang dibuat telah membantu transformasi Kopenhagen menjadi kota
regeneratif, dengan gagasan umum bahwa yang terbaik adalah mencegah limbah
dihasilkan sejak awal dan ke TPA sesedikit mungkin limbah mungkin (Gambar 9).
Kota memanfaatkan sampah dengan lebih baik, sehingga sebanyak mungkin sumber
daya didaur ulang dan sesedikit mungkin dibakar. Adapun pemanasan yang efisien,
pemanasan distrik di Kopenhagen memasok 98% kota, serta 500.000 penduduk,
dengan energi yang andal dan terjangkau; itu salah satu yang paling metode yang
efisien karbon dan fleksibel untuk memproduksi dan memasok energi secara lokal,
yang memotong sebagian besar limbah yang terkait dengan pembangkit listrik
terpusat. Sistem pemanas distrik Kopenhagen adalah sistem pasokan pemanas yang
menggunakan panas limbah dari pabrik insinerasi, dan gabungan panas dan
pembangkit listrik (CHP). Solusinya adalah mengurangi ketergantungan pada bahan
bakar fosil hingga 15%, dengan memaksimalkan ketergantungan pada energi yang
dihasilkan dari biomassa, limbah dan sumber bahan bakar lainnya mencapai 85%
dari sumber energi yang dikonsumsi (Kota Kopenhagen, 2014). Selain itu, strategi
mengintegrasikan sumber energi terbarukan, seperti: biomassa, kelebihan energi
angin dan energi panas bumi dan mengganti bahan bakar fosil dalam sistem
pemanas, menyebabkan bahkan lebih banyak pengurangan emisi dan pengurangan
tagihan rumah tangga sebesar 1.400 EUR per tahun.

Untuk tetap tenang di bawah tekanan CO2, kota menggunakan pendinginan


distrik. Pendinginan distrik adalah terpusat
produksi dan distribusi air dingin melalui penyediaan pendinginan rendah karbon,
didistribusikan melalui pipa bawah tanah berinsulasi ke bangunan komersial dan
industri untuk mendinginkan udara dalam ruangan. Kopenhagen, di sisi lain,
berhasil menyediakan pendinginan rendah karbon, dengan memiliki dua
pendinginan distrik pertama jaringan, berdasarkan pendinginan gratis dari abstraksi
air laut, selain menjalankan kelebihan panas dari jaringan pemanas distrik melalui
pendinginan penyerapan dan pendingin kompresi tradisional. Hari ini, suhu puncak
musim panas di Kopenhagen meningkat hingga mencapai 35°C dan diperkirakan
akan meningkat sebesar 2-3% pada tahun 2050. Akibatnya, permintaan AC
tradisional terus meningkat, dan ketergantungan pada peralatan pendingin berbasis
listrik dapat menyebabkan permintaan listrik yang tidak berkelanjutan dan
ketergantungan penuh pada bahan bakar fosil. Karena sistem pendingin udara
tradisional mahal, berisik dan memakan banyak ruang, solusinya adalah sistem
pendingin distrik yang cocok dengan sistem pemanas distrik yang sangat sukses.

Gambar 9. Berbagai pilihan daur ulang sampah


2.9.4 Strategi Keempat: Ruang Hijau dan Biru untuk Gaya Hidup yang Lebih
Hijau
Saat ini, hampir 96% warga Kopenhagen tinggal dalam jarak 15 menit berjalan
kaki dari area hijau atau biru yang lebih besar. Sebelumnya, bagian depan pelabuhan
Kopenhagen terus didominasi oleh distrik komersial yang membagi kota antara
"daratan" dan pulau. Saat ini, daerah ini telah diubah dan direvitalisasi dengan
kawasan pejalan kaki hijau, kolam renang pelabuhan, dan kafe yang membuat warga
Kopenhagen hidup di kedua sisi air bersama-sama, dengan demikian, meningkatkan
akses ke tempat rekreasi: sebuah proses yang masih dalam proses. Pelabuhan di
Kopenhagen tidak selalu bersih, sampai-sampai, pada titik tertentu, dianggap bahaya
kesehatan yang berbahaya untuk berenang di dalamnya. Aspek kunci dari
revitalisasi pelabuhan adalah menutup saluran luapan, sambil membangun kolam
tunda bawah tanah yang mampu mengurangi tekanan pada
sistem pembuangan limbah saat hujan lebat. Pelabuhan diubah menjadi ruang publik
biru dengan modernisasi sistem pembuangan limbah kota, mengadopsi program
pembersihan untuk air pelabuhan, mengalihkan air hujan lokal, dan menugaskan
desain perkotaan yang kuat untuk menciptakan ruang rekreasi biru di pusat kota.
Area hijau di Kopenhagen [13] Minimal 80% warga Kopenhagen tinggal dalam
jarak 300 meter ke area hijau. Di dalam perbatasan kota, sekitar 2260 hektar area
hijau dengan akses publik, 200 hektar di antaranya adalah danau dan perairan,
terdaftar. Kota Kopenhagen juga memiliki garis pantai sepanjang 92 km

Perumahan berkelanjutan di bekas lahan industri di sepanjang depan pelabuhan


Nordhavn (Pelabuhan Utara) Kopenhagen. Foto oleh Rex Clark

Fitur rekreasi baru di sekitar pelabuhan memungkinkan warga Kopenhagen


menikmati tepi laut mereka yang bersih. Gambar milik Pusat Arsitektur Denmark
Stasiun Metro baru dan perbaikan tepi laut di Nordavn (Pelabuhan Utara).
Foto oleh Sujata Srivastava.

2.9.5 Strategi Kelima: Inisiatif Kota


Tren global peningkatan urbanisasi menuntut solusi inovatif untuk desain dan
konstruksi bangunan baru yang berkelanjutan. Ada juga kebutuhan besar untuk
memperbaiki bangunan yang ada sehingga menjadi lebih hemat energi dan
menyenangkan untuk hidup dan bekerja. Untuk konstruksi baru, efisiensi energi
sepanjang masa pakai siklus bangunan adalah tujuan terpenting dari arsitektur
berkelanjutan baru dan perkuatan lama bangunan. Merencanakan seluruh siklus
hidup bangunan berarti mempertimbangkan sejumlah pertimbangan: mulai dari
tahap desain dan konstruksi, hingga operasi dan pemeliharaan gedung, hingga
kekhawatiran tentang bagaimana menghancurkan bangunan dan menggunakan
kembali bahan-bahannya (Gambar 10). Retrofitting adalah teknik memodernisasi
bangunan tua dengan tujuan agar lebih hemat energi. Ini memiliki dampak signifikan
pada konsumsi energi dan iklim dalam ruangan bangunan. Di Kopenhagen,
perkuatan bangunan saja diperkirakan akan menyebabkan penurunan 10% listrik
dan 20% in konsumsi panas pada tahun 2025 dibandingkan dengan tahun 2010. Pada
tahun 2025, Kopenhagen bertujuan untuk menjadi ibu kota netral karbon pertama di
dunia; untuk mencapai ini, kota telah menetapkan tujuan ambisius untuk
pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan. Kopenhagen bertujuan untuk
bertemu tantangan iklim melalui berbagai inisiatif. Area fokus rencana iklim CPH
2025 adalah konsumsi energi, produksi energi, mobilitas hijau dan administrasi kota,
serta partisipasi pemangku kepentingan, seperti pemerintah, akademisi, bisnis, dan
warga negara (City of Copenhagen, 2014). Sejak 2009, aksi iklim telah beroperasi
di Kopenhagen dan inisiatif, yang diluncurkan sejak itu telah berkontribusi pada
pengurangan CO2 yang substansial (Gambar 11). Tujuan dari rencana iklim 2015
untuk mencapai pengurangan 20% dicapai pada tahun 2011, ketika emisi CO2
berkurang sebesar 21% dibandingkan tahun 2005 (Gambar 12); sejak itu, kota ini
telah mengurangi emisi CO2 sebesar 38%. Hari ini, Kopenhagen memancarkan 1,9
juta ton CO2 per tahun. Pada tahun 2025, ini akan turun menjadi 1,2 juta ton karena
sejumlah inisiatif yang direncanakan.

Alun-alun umum serbaguna di atas stasiun metro Norreport ini juga terbuka bagi
siswa untuk rekreasi selama jam istirahat sekolah. Foto oleh Rex Clark

Pusat Kota Copenhagen


Gambar 10. Solusi teknis yang digunakan baik dalam bangunan berkelanjutan baru
& perkuatan.
Sumber: (Kota Kopenhagen, 2014)

Gambar 11. Distribusi pengurangan CO2 dari rencana CPH


Sumber: (Kota Kopenhagen, 2014)
Gambar 12. Emisi CO2 sejak 2005 & proyeksi masa depan
Sumber: (Administrasi Teknis dan Lingkungan, 2016)

2.10 Infrastruktur Dan Strategi Iklim Hijau


Perubahan iklim di Denmark diprediksi akan meningkatkan curah hujan
sedemikian rupa sehingga arus infrastruktur tidak akan mampu mengatasinya. Banjir
bisa menjadi tempat yang biasa, dan bisa ditebak sangat mahal. Pada tahun 2011,
curah hujan “100 tahun” telah terjadi dua kali dalam lima tahun terakhir. Oleh karena
itu, adaptasi iklim merupakan hal yang penting pilar strategi iklim Kopenhagen. Itu
kota percontohan proyek pembangunan kembali terjadi di kota, dan karena itu
memiliki kapasitas untuk menerapkan infrastruktur hijau dan berwawasan ke depan.
Salah satu contoh yang paling mencolok dari ini adalah integrasi di lingkungan
ruang terbuka hijau yang dapat menahan air saat hujan menyebabkan risiko banjir.
Di lingkungan Osterbro, sebuah taman dibuka pada tahun 2015 yang melawan anti
air tanah dan pulau panas. Saat curah hujan terlalu deras, air dipertahankan di bagian
taman dan kemudian perlahan diarahkan ke sistem air kota dan
juga digunakan di musim panas untuk menyirami tanaman
Kebun.

Energi adalah salah satu area kerja utama yang harus dibuat kota netral karbon dan
khususnya listrik pembangkit dan sistem pemanas. Tiga perempat dari upaya yang
direncanakan untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2025 akan menargetkan
dua domain ini. Tentang pembangkit energi, tujuannya adalah untuk bergerak dari
batubara ke turbin angin dan biomassa. Turbin angin memasok sepertiga dari listrik
negara dan kota berencana untuk menambah di atas 100 turbin. Untuk pemanas, 98%
rumah tangga terhubung ke sistem pemanas distrik yang menggunakan panas
buangan dari pembangkit listrik untuk menghangatkan rumah. Pada tahun 2025,
75% dari semua perjalanan harus dilakukan oleh sepeda, berjalan kaki atau angkutan
umum dan semua bus akan digantikan oleh bus listrik. Terakhir, mobil pribadi
ditargetkan 85% menggunakan mobil listrik dan hidrogen.

Bangunan Hijau Copenhagen

Pemandian renang di pelabuhan Copenhagen


Landmark penting: Copenhill memasok energi ke puluhan ribu rumah dan bisnis

Kopenhagen adalah kota Eropa pertama yang memasukkan undang-undang


dalam Rencana Iklimnya yang menetapkan bahwa bangunan yang baru dibangun
harus memasang area hijau di atapnya. Atap ini telah diwajibkan sejak 2010 di
sebagian besar bangunan besar, dengan luas permukaan yang dihitung berdasarkan
serangkaian kriteria. Diperkirakan ada total 200.000 meter persegi taman atap yang
dipasang di seluruh kota. Secara umum, atap hijau dapat diklasifikasikan dalam dua
jenis yang berbeda:
1. Luas
Atap yang luas adalah yang hampir tidak membutuhkan ketebalan 5-10 sentimeter
untuk dipasang. Oleh karena itu, jenis tanaman dan semak yang digunakan akan
tergantung pada kedalaman yang tersedia. Yang paling umum adalah kasus ini
adalah rumput atau lumut, yang hampir tidak memerlukan perawatan karena
memakan air hujan. Biayanya jauh lebih rendah daripada atap hijau intensif, itulah
sebabnya mereka lebih umum di kota.

2. Tebal
Atap yang tebal membutuhkan lapisan yang lebih tebal (30 sentimeter) dan
bangunan yang menampungnya harus memiliki struktur yang kuat mengingat berat
yang terlibat. Mereka umumnya digunakan sebagai kebun dan taman, sehingga
pengguna dapat berjalan-jalan dan duduk di bangku mereka untuk mengagumi
berbagai spesies tanaman. Pemeliharaan ini lebih tinggi dari pada kasus sebelumnya
dan lebih mahal, oleh karena itu mereka kurang umum. Contoh yang baik dari atap
hijau intensif adalah taman Novo Nordisk yang terletak di utara kota.
Atap hijau memiliki sistem resapan air hujan yang kemudian digunakan untuk
menyiram dan memelihara tanaman. Ini berarti bahwa terkadang sistem irigasi tidak
perlu digunakan. Ini juga mengurangi beban pada sistem air kota. Secara khusus,
diperkirakan atap hijau dapat menangkap hingga 80% curah hujan, mengurangi risiko
banjir selama periode basah tahun.Pada gilirannya, tanah di atap hijau bertindak
sebagai sistem untuk menangkap partikel debu, membantu menjaga udara bersih.
0}Manfaat lain dari atap hijau adalah pengurangan suhu perkotaan dan efek pulau
panas perkotaan, perlindungan bangunan terhadap radiasi ultraviolet dan perubahan
suhu yang tiba-tiba, dan pembangkitan makanan melalui jatah perkotaan.
Bertentangan dengan apa yang mungkin dipikirkan orang, atap hijau tidak eksklusif
untuk bangunan besar. Ada juga alternatif untuk bangunan yang lebih kecil, seperti
pemasangan peruntukan perkotaan di balkon. Ruang-ruang ini meningkatkan
sentimen masyarakat antara tetangga dan berkontribusi untuk menjaga
keanekaragaman hayati, menyediakan makanan dan perlindungan bagi berbagai
spesies tumbuhan dan hewan yang mengungsi dari kota. Pengalaman Kopenhagen
menawarkan begitu banyak manfaat sehingga kota-kota lain berencana untuk
membuat kebijakan serupa. Negara-negara seperti Kanada, Swiss atau Prancis juga
berencana untuk memasang atap hijau sebagai elemen penting yang berkontribusi
pada keberlanjutan di kota mereka dan, meskipun di tempat lain iklim tidak
memungkinkan untuk membuat area taman yang rimbun, penggunaan semak yang
cocok untuk tanah kering bisa menjadi elemen ekologi dan arsitektur yang harus
diperhitungkan.

2.11 Bangunan Paling Berkelanjutan di Kopenhagen

Arsitektur Skandinavia dikenal karena banyak hal: desain minimalis,


fungsionalitas, fasad warna-warni, lorong-lorong yang menawan. Dalam istilah
modern, inovasi dan keberlanjutan adalah kunci bagi sejumlah besar firma arsitektur
Skandinavia yang secara mengejutkan telah mengukuhkan diri sebagai superstar baik
di dalam negeri maupun internasional. Akibatnya, Kopenhagen memiliki banyak
“bangunan hijau;” arsitektur dengan keberlanjutan sebagai komponen integral. Dari
Bjarke Ingels Group hingga COBE.

2.11.1 UN City
UN City dirancang oleh 3XN dan selesai pada 2013. Bangunan ini terletak di
Dermaga Marmer di Nordhavn, dan telah menjadi pameran untuk bangunan
berkelanjutan di Kopenhagen dan di seluruh dunia.
Bersertifikat LEED Platinum, gedung ini memiliki sistem pengumpulan air hujan yang
digunakan untuk menyiram toilet, pendingin air laut, pemanas ruangan, fasad cerdas
untuk mengontrol suhu lingkungan dalam ruangan, dan dikendalikan secara terpusat
oleh sistem manajemen gedung.
Bangunan ini memiliki lebih dari 1400 panel surya di atap yang menghemat hingga
30% listrik, dan desain keseluruhannya menggunakan energi yang jauh lebih sedikit
daripada gedung perkantoran berukuran serupa. Dek dan area hijau secara sadar
direncanakan di luar untuk memberikan kesenangan bagi pekerja.

UN City terus menjalankan fitur dan inisiatif berkelanjutan baru secara paralel dengan
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan UN dan pemerintah Denmark. UN City
menawarkan tur berpemandu gratis setiap hari Jumat pukul 14:00 bagi mereka yang
tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang gedung dan pekerjaan UN.
2.11.2 Amager Bakke/Copenhill
Copenhill adalah proyek oleh Bjarke Ingels Group (BIG) dan diharapkan selesai pada
2019. Ini adalah insinerator sampah dan aula olahraga perkotaan yang terletak di
selatan Kopenhagen. Idenya adalah untuk menggunakan ruang yang belum
dikembangkan untuk menciptakan kegiatan perkotaan bagi masyarakat. Arsitek
menggunakan atap pembangkit listrik yang diaktifkan untuk merancang lereng ski
buatan. Snowboarding, pelatihan, hiking, dan panjat tebing adalah kegiatan yang
mungkin dilakukan di atap atau dinding tinggi gedung. Copenhill akan menawarkan
ruang untuk bersantai tempat makan juga.

Inovatif tetapi kontroversial, Copenhill telah dikritik selama proses


pengembangannya. Meskipun proyek membawa atribut kehidupan kota dan
insinerator akan melepaskan cincin asap setiap 250 kg karbon dioksida yang
dipancarkan ke lingkungan untuk memberi tahu warga, itu masih bukan cara yang
paling berkelanjutan untuk menangani listrik. Kopenhagen telah terbukti memiliki
solusi lain untuk mengurangi emisi CO2 dan produksi energi, dan banyak yang
bingung mengapa konstruksi Amager Bakke berlanjut tanpa penyesuaian.

BAB III
2.11.3 Nordea’s Danish Headquarters
Bangunan institusional ini dirancang oleh Henning Larsen Architects pada tahun
2017 dan terletak di Ørested. Sorotan bangunan adalah fasad transparan yang
mendorong hubungan antara interior dan eksterior, serta cahaya luar biasa di seluruh
bangunan.
Henning Larsen Architects bermain dengan dimensi dengan panel fasad untuk
mencapai penggunaan cahaya, energi, dan ventilasi yang paling efisien. Panel
ditempatkan pada sudut dan ada sistem intelijen tertanam yang mengontrol
penyaringan matahari, kebisingan, dan ventilasi alami. Dengan panel ini, konsumsi
energi kantor berkurang secara signifikan dan gedung menerima sertifikasi LEED
Platinum. Atrium internal juga dirancang secara terpusat untuk mendorong pertemuan,
pertemuan bisnis, dan sosialisasi antara pengguna dan klien. Nordea HQ adalah contoh
bisnis berpenghasilan tinggi yang telah memilih untuk memasukkan keberlanjutan
dalam rencana aksinya.
2.11.4 Green Light House
Green Light House dirancang oleh Christensen & Co Arkitekter dan selesai pada
tahun 2009. Ini adalah bangunan publik netral CO2 pertama di Denmark. Bangunan
ini terletak di tengah lingkungan utara Nørrebro; itu berorientasi untuk menerima
radiasi matahari yang paling efisien. Bangunan ini dirancang untuk mengakomodasi
siswa dan staf dengan iklim dalam ruangan yang sehat dan arus orang yang mudah.
Atrium terbuka dan skylight dirancang secara strategis untuk mendorong ventilasi
alami dan mendukung sistem hybrid. Build-up termasuk insulasi kepadatan tinggi,
kelebihan panas dan penyimpanan dingin, dan naungan matahari di jendela
mendinginkan ruangan. Pendinginan malam hari, panel surya, dan pencahayaan LED
digabungkan untuk memaksimalkan efisiensi energi juga.
Green Light House menunjukkan bahwa keberlanjutan dapat dimasukkan dalam
berbagai sektor dan skala. Bangunan ini sering digunakan sebagai etalase untuk
berbagai proyek, tetapi dapat dipromosikan lebih lanjut karena merupakan kombinasi
dari desain yang baik, konstruksi hijau, dan efisiensi energi.
2.11.5 Copenhagen Islands
CPH-Ø1 adalah pulau terapung (“ø” adalah “pulau” dalam bahasa Denmark)
yang dirancang oleh Marshall Blecher dan Magnus Maarbjerg sebagai eksperimen
antara Juli – Agustus 2018 di Kronløbsbassinet di Nordhavn dan September – Oktober
2018 di Enghave Brygge. Pulau ini dibangun dengan kayu lokal dan berkelanjutan
melalui teknik pembuatan perahu tradisional. Tujuan dari proyek ini adalah untuk
membawa ruang publik yang fleksibel ke Kopenhagen, dan untuk menciptakan
beberapa dari mereka di seluruh kota. Pulau-pulau akan menawarkan ruang seperti
sauna terapung dan taman terapung, antara lain.
Paviliun seperti ini telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir
untuk meningkatkan kohesi sosial dan kualitas ruang kota. Perencana kota sering kali
mendorong konsep dan/atau kompetisi serupa untuk membawa ide-ide baru ke
lanskap kota. Khususnya selama musim panas, ruang-ruang seperti ini penting untuk
arus tidak hanya penduduk lokal tetapi juga wisatawan. CPH-Ø1, pulau terapung
pertama, memiliki satu pohon di tengah dan sangat populer. Kami berharap dapat
melihat pulau-pulau yang akan datang.
2.11.6 Nordhavn (Neighborhood)

Ini bukan sebuah bangunan semata; sebaliknya, idenya adalah untuk


menciptakan lingkungan yang berkelanjutan. Nordhavn adalah kawasan pelabuhan
industri tua di pusat kota Kopenhagen. Hingga saat ini, pelabuhan tersebut berfungsi
sebagai titik bongkar muat untuk kegiatan industri di Kopenhagen. Wilayah ini
sebagian besar tertinggal dalam pembangunan perkotaan. Sebuah kompetisi
diselenggarakan pada tahun 2008 untuk ide-ide untuk menghidupkan kembali dan
mengintegrasikan daerah ini ke dalam kota, dan pada tahun 2009 COBE diumumkan
sebagai pemenang (tahap pertama), bekerja sama dengan Sleth, Polyform, dan
Rambøll. Konstruksi dimulai pada 2011 dan diharapkan selesai pada 2050. Kantor
arsitektur lainnya kemudian dimasukkan dalam program untuk membangun dan
mengembangkan seluruh area. Kopenhagen mengharapkan peningkatan penduduk
yang signifikan pada tahun 2025 dan oleh karena itu ada kebutuhan untuk
menciptakan ruang perumahan dan komersial untuk mengakomodasi pertumbuhan
penduduk. Pengembang dan komite kota melihat peluang untuk mengkonfigurasi
ulang kawasan dengan mengusulkan strategi pembangunan yang inovatif dan
berkelanjutan. Nordhavn sedang dibangun dengan pengurangan CO2, efisiensi energi,
dan identitas sosial sebagai prioritas utama. Orang-orang dan bisnis sudah mulai
masuk, tetapi area tersebut masih dalam pembangunan dan akan berlangsung untuk
beberapa waktu.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Hasil Pembahasan
Dari ulasan singkat di atas, Kopenhagen berhasil meningkatkan kualitas
hidup dam mengurangi penggunaan mobil dan emisi CO2 pada saat yang
bersamaan. Proses ini terjadi melalui sistem perencanaan kota yang cerdas
berdasarkan tindakan strategis untuk menciptakan kawanan pengendara sepeda,
rekreasi besar kawasan, jalan pejalan kaki dan angkutan umum terintegrasi kelas
dunia. Hasil menunjukkan bahwa strategi bersepeda Kopenhagen menyediakan
bentuk transportasi berbiaya rendah dan infrastruktur, yang mengurangi waktu
perjalanan dan kemacetan lalu lintas serta meningkatkan produktivitas ekonomi;
88% warga bersepeda karena ini adalah cara tercepat atau ternyaman untuk
bepergian. Tentu hal ini juga dapat mengurangi kebisingan, polusi udara dan emisi
CO2 sebesar 80.000 ton per tahun di lalu lintas Kopenhagen. Hasil yang unggul
terlihat dalam fokus pada sistem transportasi yang terintegrasi secara berkelanjutan.
Dari hasil tersebut, jelas bahwa sistem perencanaan di kota memungkinkan
pengurangan kemacetan lalu lintas, meningkatkan efisiensi durasi perjalanan,
menguntungkan lingkungan dan masyarakat. Juga, beralih ke sumber energi yang
terbarukan, seperti angin dan biomassa, menghasilkan pengurangan tahunan emisi
CO2 dari energi produksi (listrik dan pemanas) setara dengan 16% dari total emisi,
dan menghasilkan total 3,3 ton CO2 per kapita di Kopenhagen.

Hasil lainnya secara umum sejalan dengan tujuan keberlanjutan dan


kebijakan hemat energi: pemanasan dengan suhu tinggi efisiensi bahan bakar hingga
94%, dengan menghasilkan panas dan tenaga secara bersamaan. Sebagai
perbandingan, konvensional pembangkit listrik memiliki efisiensi serendah 30-40%.
Selain itu, biaya pemanasan distrik hampir 45% lebih murah dari pemanasan minyak
dan sekitar 56% lebih sedikit dari gas alam. Demikian pula pelestarian lingkungan,
revitalisasi kawasan pelabuhan kota telah mendorong regenerasi bisnis dan pasar.
Seperti ini pembangunan telah memungkinkan regenerasi yang lebih luas dari
daerah yang rusak parah dan telah mengubahnya menjadi yang paling tempat musim
panas yang populer di kota dan tengara ikonik. sehingga meningkatkan daya tarik
wisata kota. Kota ini telah membuat keseimbangan antara keuangan dan ekonomi,
sebagai landasan dalam strategi politiknya. Tanpa pendekatan yang berkelanjutan
secara finansial, independensi politik tidak mungkin. Namun demikian, dalam
jangka panjang rencana, skema perbaikan lingkungan ini mengarah pada
peningkatan sosial penduduk.

3.2 Kesimpulan
Makalah ini menyimpulkan dengan menyatakan bahwa kebijakan perkotaan
yang mengusung konsep smart city dan green city yang bertujuan mencapai
sustainable city selalu menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan sosial. Kebijakan Kopenhagen memprioritaskan solusi yang
berkelanjutan secara ekonomi, tetapi di sisi lain, memperkenalkan serangkaian
inisiatif kesejahteraan perkotaan, mencoba untuk membawa manfaat bagi kelompok
yang paling tidak beruntung. Hasil menunjukkan bahwa model Kopenhagen bekerja
karena partisipasi sektor publik dalam waktu jangka panjang, menuai manfaat yang
sangat besar, karena nilai secara alami diapresiasi dari investasi publik yang cerdas.
Ini menggabungkan efisiensi disiplin dan mekanisme pasar, dengan manfaat arahan
publik dan biaya rendah keuangan. Atas dasar ini, kami menyimpulkan bahwa
perencanaan kota berkelanjutan strategis harus melibatkan kedua aspek: komitmen
pemangku kepentingan dan kolaborasi antara berbagai sektor. Strategi perkotaan
seperti itu dapat memungkinkan regenerasi skala besar dilakukan dengan cara yang
jauh lebih efisien daripada yang dilakukan oleh publik otoritas saja. Ini mengarah
pada kesimpulan bahwa berkomunikasi dengan warga dan memberdayakan mereka
untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan adalah kunci keberhasilan
pembuatan kebijakan lingkungan.

Temuan saat ini menegaskan bahwa penggunaan sepeda hanyalah salah satu aspek
yang membuat Kopenhagen salah satu kota paling layak huni di dunia. Temuan juga
menunjukkan bahwa upaya telah difokuskan pada manfaat kualitas hidup
masyarakat, memanfaatkan sumber daya lokal dan menemukan nilai dalam segala
hal. Pendekatan ini berfokus pada apa yang secara tradisional dianggap 'sampah',
dan memerlukan penciptaan pasar makanan perkotaan dari perkotaan dan pinggiran
kota produsen, memaksimalkan potensi energi terbarukan lokal, serta penanaman
pohon, pengisian daerah aliran sungai dengan air yang diolah dan mengembangkan
infrastruktur layanan ekosistem untuk mendorong keanekaragaman hayati
perkotaan.
Secara keseluruhan, hasil menunjukkan upaya tanpa henti dari kota-kota untuk
mendapatkan kembali beberapa kekuatan dalam memastikan pentingnya penyediaan
layanan. Dalam hal ini, warga dapat mempertahankan kualitas hidup mereka dengan
efisien menggunakan sumber daya di dekat rumah dan menerapkan pendekatan
praktik regeneratif. Namun demikian, kekayaan perkotaan dihasilkan dari modal
alam di wilayah tersebut, yang memungkinkan nilai tetap di wilayah tersebut dengan
penduduk lokal. Implikasi luas dari penelitian ini terletak pada kenyataan bahwa
kota tidak hanya mandiri oleh berfokus pada aset lokal, tetapi juga meningkatkan
kemampuan ekosistem untuk meregenerasi sumber daya. Kesimpulan berikut dari
fakta bahwa membangun hubungan simbiosis antara daerah perkotaan dan
lingkungan adalah inti dari visi regeneratif. Tidak seperti kota-kota yang
mengkonsumsi dari daerah pedalaman tanpa mengembalikan apa pun kecuali
sampah, kota regeneratif memiliki hubungan yang saling menguntungkan dengan
lingkungan periurbannya. Secara kolektif, hasil tampak konsisten dengan hasil lain
yang dikutip di sini mengenai warga negara dan masyarakat dan pengaruh signifikan
mereka terhadap konsumsi sumber daya, terutama ketika berfokus pada stok lokal
dan regional, termasuk suara yang lebih kuat dalam proses produksi dan yang terkait
penerima manfaat.
DAFTAR PUSTAKA

City of Copenhagen. (2014). Copenhagen: Solutions For Sustainable Cities.


Copenhagen: City of Copenhagen.
City of Copenhagen. (2014). Resource and waste management plan 2018.
Copenhagen,: The Technical and Environmental Administration City
Development, Sustainability.
City of Copenhagen. (2014). Resource and waste management plan 2018.
Copenhagen,: The Technical and Environmental Administration City
Development, Sustainability.
City of Copenhagen. (2016). Copenhagen: Solutions For Sustainable Cities.
Copenhagen: City of Copenhagen.
CITY WIDE PROJECT. (2014). Annual report 2014: Copenhagen Climatic
Report. Copenhagen: City of Copenhagen.
CLIMATE CAPITAL Copenhagen. (2009). Copenhagen Climate Plan.
Copenhagen: City of Copenhagen
https://www.spur.org/news/2022-08-31/sustainable-city-learning-copenhagens-
plan-zero-carbon
https://www.researchgate.net/publication/344037361_Kota_Berkelanjutan_Konsep
_dan_Penerapan/link/5f4eeef0458515e96d22a506/downloadN
https://tomorrow.city/a/copenhagens-green-roofts
PENERAPAN KONSEP SMART DAN GREEN CITY PADA
PROSES PENGEMBANGAN KOTA COPENHAGEN DI
DENMARK

NAMA : YAYANG NISFULAWATI


NPM : 2204204010010

DOSEN PENGAMPU : DR.,IR., MIRZA IRWANSYAH, MBA., MLA.

JURUSAN MAGISTER ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNI VERSITAS SYIAH KUALA
LATAR BELAKANG

 Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan


Dunia (UNESCO) resmi menetapkan kota Copenhagen,
Denmark, sebagai Ibu Kota Arsitektur Dunia untuk tahun
2023. Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay
mengeluarkan keputusan tersebut setelah mendapat
rekomendasi dari Majelis Umum Persatuan Arsitek
Internasional (UIA). Lengkapnya, keputusan tersebut
dibuat sesuai perjanjian kemitraan antara kedua belah
pihak pada 2018, sebagaimana yang diberitakan
dalam situs resmi UNESCO. Kopenhagen menargetkan
untuk jadi ibukota pertama di dunia yang bebas emisi
karbon pada tahun 2025. Kini, hasil upayanya mulai
terlihat.

 Kota Kopenhagen telah berusaha dan bekerja secara intensif untuk


memenuhi tantangan lingkungan, berfokus pada karya arsitektur
inovatif dan solusi kota yang berkelanjutan. Kota hijau adalah salah
satu prasyarat nya untuk mendapatkan kualitas hidup yang tinggi bagi
masyarakatnya. Kota Kopenhagen juga menerima Penghargaan
European Green Capital Award pada tahun 2014 yang mana ini
menjadi acuan dan batu loncatan bagi kota Kopenhagen untuk
mengembangkan kotanya menjadi kota hijau yang lebih baik lagi.
Kopenhagen memiliki ambisi untuk menjadi kota yang memiliki karbon
netral pertama pada tahun 2025 dengan menggabungkan
pertumbuhan dan peningkatan kualitas hidup sekaligus mengurangi
emisi karbon dan memenuhi tantangan lingkungan sehingga kota
Kopenhagen layak untuk disebut seabagai salah satu kota
berkelanjutan (sustainable city).
Definisi Kota Berkelanjutan

• Kota Berkelanjutan adalah kota yang


kepentingan sosial ekonomi
diharmonisasikan dengan kepentingan
lingkungan dalam rangka memastikan
keberlanjutan perubahan. Pada dasarnya
berarti berkesinambungan dalam situasi
yang berubah (Nijkamp dkk, 1994).

• Kota berkelanjutan harus layak secara


ekonomi, nyaman secara sosial, ramah
lingkungan. Lebih khusus, merupakan
tempat manusia hidup dengan
pendapatan memadai, keamanan dan
kualitas hidup terjamin. Kota berkelanjutan
bergantung pada hubungan masyarakat
dengan lingkungannya (Turner, 2008)

• Kota yang mampu melindungi dan


memelihara sumberdaya alam di kota dan
wilayah sekitarnya agar dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan
(WRI,1996)
Pendekatan Kota Berkelanjutan

• Tujuan perencanaan kota masa awal (i) melindungi penduduk dan properti dari gangguan alami
dan buatan manusia; (ii) melindungi dan memelihara nilai sumberdaya alam dan buatan manusia
yang penting (So, 1988).

• Dibutuhkan pendekatan yang lebih terpadu, lebih sensitif terhadap ekologi dan komunitas, lebih
menghargai ketidakpastian, dan lebih terbuka pada keterlibatan masyarakat (Gibson, 1997).

• Pendekatan ekosistem menegaskan ekologi dan komunitas sebagai dasar dari sasaran dan
proses perencanaan. Sehingga pertumbuhan ekonomi hanya dapat diterima ketika sesuai dengan
kepentingan masyarakat yang bergantung pada ekologi dan kebersamaan komunitas.

• Prinsip perencanaan/pembangunan kota sesuai pendekatan ekosistem adalah (i) unit


perencanaan berdasar pada batasan alam; (ii) desain mengikuti alam. Aktivitas manusia bagian
dari lingkungan dan keterbatasan sumberdaya dan ketahanan ekosistem harus dihargai; (iii)
mempertimbangkan dampak kumulatif dan global. Perspektif perencanaan lebih luas dan lebih
lama yang memasukkan lintas batas, antargenerasi, dan dampak berkesinambungan.; (iv)
mendorong pengambilan keputusan antarbatas wilayah; (v) memastikan konsultasi dan fasilitasi
kerjasama dan kemitraan. Melibatkan pemangku kepentingan yang lebih luas dan terbuka dalam
proses perencanaan (Gibson, 1997).
Pilar Utama Kota Berkelanjutan
 Menurut BBC, berikut pilar
utama kota berkelanjutan:
A. Semua penduduk kota dapat
layanan dan akses yang setara.
B. Transportasi publik dinilai aman
dan merupakan alternatif yang
baik dari kendaraan pribadi.
C. Aman bersepeda dan berjalan
kaki.
D. Warga dapat mengakses dan
menikmati RTH..
E. Penggunaan energi baru dan
terbarukan lebih masif.
F. Sampah dinilai sebagai sumber
daya dan didaur ulang sedapat
mungkin.
G. Akses perumahan lebih
terjangkau.
H. Hubungan antarkomunitas lebih
kuat dan warga saling bantu untuk
mengentaskan kriminalitas.
I. Fasilitas publik dapat diakses tiap
kalangan.
J. Penerapan produksi dan konsumsi
berkelanjutan.
Kota Copenhagen Sebagai Kota yang Berkelanjutan

Kota Copenhagen sebagai


kota berkelanjutan dapat dilihat
dari strategi alternatif ramah
lingkungan, hanya 29% rumah
tangga yang memiliki mobil,
lebih banyak orang menikmati
bersepeda, sebagian besar
hotel di seluruh kota
menyediakan sepeda bagi
para tamu, 24% dari total
penjualan makanan di kota
adalah produk organik, 88%
makanan yang disajikan di
organisasi publik juga produk
Kopenhagen berhasil meningkatkan kualitas hidup melalui perencanaan kota organik.
cerdas berbasis strategis perencanaan kota dan sejarah ambisi lingkungan.
Pertumbuhan perkotaan Kopenhagen diatur bersama kelima jari ini mengikuti
jalur kereta api dan jalan raya utama, dengan ruang terbuka di antaranya, Pengembangan perumahan, kegiatan situs dan
masih membentuk dasar perencanaan kota. Rencana ini menunjukkan jari- layanan publik difokuskan di sekitar pusat
jari ini sebagai koridor pembangunan perkotaan, di sepanjang jalur kereta api transportasi, yang dilayani oleh intra-perkotaan
yang ada atau yang direncanakan untuk menyediakan transit kereta cepat ke yang efisien layanan kereta api dengan retensi
Pusat Bisnis Kopenhagen. ruang rekreasi terbuka yang disebut "irisan hijau"
APA SAJA SIH YANG MEMBUAT KOTA COPENHAGEN
DISEBUT KOTA YANG BERKELANJUTAN ?

 Kurang dari 2% sampah di kota berakhir di TPA.


Sebagian besar sisanya didaur ulang atau
dikonversi menjadi energi di Copenhill (Amager
Resource Center – Pusat Sumber Daya
Amager). Copenhill ialah pembangkit listrik
tenaga sampah yang sekaligus berperan
sebagai fasilitas olah raga warga Kopenhagen.
 Bus sebagai transportasi publik seluruhnya
sudah beralih ke tenaga listrik dari bahan bakar
diesel.
 Jalanan didominasi oleh sepeda, bahkan
anggota parlemen juga bersepeda ke kantor.
Kalau kamu memilih jalur air, kamu bisa
menyewa perahu listrik untuk menyusuri kanal.
 Kalau tertarik berenang di kanal, air di
Kopenhagen bersih sekali untuk berenang.
 Meski memiliki sistem tata kelola sampah yang
sangat baik, gerakan minim sampah juga
berkembang
 Amass, restoran di Kopenhagen dinilai sebagai
restoran paling ramah lingkungan di dunia.
Bahan yang disajikan di Amass berasal dari
kebun sendiri, bahkan membuat bir sendiri.
Sisa dapur diolah menjadi makanan lagi atau
dikompos.
Semua Penduduk Kota Dapat Layanan
dan Akses Yang Setara.

75% dari semua perjalanan di


Kopenhagen dilakukan dengan
berjalan kaki, dengan sepeda
atau angkutan umum; 50% dari
semua perjalanan ke tempat
kerja atau sekolah di
Kopenhagen adalah dengan
sepeda; 20% lebih banyak
penumpang menggunakan
angkutan umum dibandingkan
tahun 2009; angkutan umum di
kota Copenhagen telah
menggunakan karbon netral.

Selama lima dekade terakhir,


Kopenhagen telah menjadi salah
satu kota yang paling ramah sepeda.
Strategi desain mobilitas dan
transportasi dipusatkan untuk
membuat kota lebih mudah diakses
oleh pengendara sepeda dan
pejalan kaki, dan membuat
penggunaan mobil pribadi menjadi
lebih sedikit.
Kota Yang Aman Untuk Bersepeda dan
Berjalan Kaki.
Integrasi antara layanan bus,
kereta api, dan metro untuk
memungkinkan penumpang
berpindah antar mode yang
berbeda, di mana halte bus,
stasiun kereta api dan metro
memiliki banyak tempat parkir
sepeda. Ini mendorong orang
untuk naik sepeda ke stasiun,
lalu naik ke kota.

Kota ini memiliki 359 km


bersepeda trek dan sekitar 52%
penduduk kota mengklaim
sepeda sebagai alat transportasi
utama mereka, dengan rasio
kepemilikan sepeda terhadap
mobil 5:1.
Bersepeda telah menjadi tradisi Denmark dari masa ke masa, tetapi
Copenhagen melangkah lebih jauh dengan mengintegrasikan
bersepeda di perkotaan sesuai kebijakan perencanaan dan desain:
ditargetkan untuk meningkatkan jumlah komuter bersepeda ke tempat
kerja dan institusi pendidikan mereka setiap hari; dari 35% pada
tahun 2011 menjadi 50% pada tahun 2015 dan terus meningkat
hingga tahun hingga 2022 dan ditargetkan hingga 2025 juga untuk
masa mendatang kemudian.
PETA AREA HIJAU DI COPENHAGEN
Sampah dinilai sebagai sumber daya
dan didaur ulang sedapat mungkin. COPENHILL

Bangunan bernama CopenHill bukan hanya CopenHill dimulai sebagai


digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga proyek arsitektur yang berani
limbah jadi energi terbesar di dunia. Bangunan ini dari sebuah studio bernama
juga merupakan mahakarya desain arsitektur, PLOT, pada 2002. Mereka
mengusulkan untuk
yang menggabungkan lereng ski raksasa dan
memasukkan ruang kota
jalur pendakian di atapnya yang berkelok-kelok,
publik di daerah terpadat
serta dinding panjat besar di salah satu sisinya. Copenhagen dengan
menempatkan lereng ski di
Pencapaian terbaru Copenhagen dalam
atas department store
upayanya menjadi kota bebas karbon pertama di terbesar di kota.
dunia
Selama musim panas, atap CopenHill yang berkelok-kelok
berfungsi ganda sebagai jalur pendakian hijau. Sedangkan di
COPENHILL
musim dingin tempat ini menjadi lereng langit buatan, sebab
mereka memiliki ‘dinding panjat buatan tertinggi di dunia’.
• Meskipun memenangkan kompetisi desain, proyek
CopenHill tidak hanya mampu mengubah 440.000 ton limbah tersebut tidak pernah benar-benar terwujud, tetapi
menjadi energi bersih setiap tahun, tetapi juga merupakan hiburan menginspirasi konsep di balik CopenHill. Satu dekade
yang menarik bagi orang-orang yang ingin melakukan aktivitas luar setelah ide atap fungsional pertama kali diusulkan,
ruangan di dekat pusat Ibu Kota Denmark. Bjarke Ingels Group (BIG) memenangkan kompetisi
desain internasional untuk pabrik limbah menjadi sumber
Sebagai pembangkit listrik, CopenHill sangat bersih sehingga kami energi Copenhagen.
dapat mengubah massa bangunannya menjadi landasan • Ingels adalah arsitek di balik PLOT, dan dia memutuskan
kehidupan sosial kota. Fasadnya dapat dipanjat, atapnya dapat untuk membuat proyek lamanya menjadi kenyataan
didaki, dan lerengnya dapat digunakan untuk ski. Contoh yang dengan cara yang bahkan lebih mengesankan.
sangat jelas tentang keberlanjutan hedonistik bahwa kota yang Membangun kemiringan langit buatan di atas pusat
berkelanjutan tidak hanya lebih baik bagi lingkungan tetapi juga perbelanjaan adalah satu hal yang biasa. Tapi ia
lebih menyenangkan bagi kehidupan warganya melakukannya di pembangkit listrik pemrosesan limbah.
Akses ke perumahan lebih terjangkau;
Brondby Haveby, Pemukiman hijau
Pemukiman Lingkaran
Unik di Denmark

 Brondby Haveby atau Brondby


Garden City yang dikenal sebagai
garden city (kota taman) memiliki
sejumlah kompleks pemukiman
dengan desain lingkaran yang unik.
 Dilansir Bored Panda, rumah-rumah
di Brondby Haveby dilengkapi
halaman luas untuk menghindarkan
penghuni dari kebisingan. Halaman
luas ini tentunya juga cocok untuk
bercocok tanam atau berkebun.
 Selain menambah ruang hijau di
pemukiman, tujuan dibuatnya
rancangan hunian melingkar adalah
meningkatkan interaksi sosial di
antara para penghuni.
 Konsep garden city dicetuskan pada
tahun 1964 ketika kotamadya
Haveby sepakat untuk
memanfaatkan sejumlah ruang
terbuka sebagai taman. Saat itulah
pemukiman berbentuk lingkaran di
sana lahir.

Anda mungkin juga menyukai