Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ARSITEKTUR KOTA

8 ELEMEN PERANCANGAN KOTA


Laporan ini disusun untuk memenuhi Tugas
Mata Kuliah Arsitektur Kota

Dosen Pengampu :
Dr. Yose Rizal, S.T., M.T

Disusun Oleh :
Ummi Fadhilah Ramadani
2123201022

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
2024

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah – Nya sehingga kita
dapat menyelesaikan tugas Makalah “ELEMEN PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA
OLEH HAMID SHIRVANI” ini dengan tepat waktu.

Adapun tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas bapak Dr.
YOSE RIZAL, S.T, M.T., selaku dosen pembimbing pada mata kuliah ARSITEKTUR
KOTA. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“ELEMEN PERANCANGAN KOTA OLEH HAMID SHIRVANI” bagi para pembaca
juga penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. YOSE RIZAL, S.T, M.T.,
selaku dosen ARSITEKTUR KOTA yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kami. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
keritikan yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 01 Januari 2024

Ummi Fadhilah Ramadani

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya jumlah penduduk dalam suatu kota diikuti dengan


berkembangnya pada pusat kota yang tidak terlepas dari aktivitas yang ada. Pendapat
(Gruen) dalam Susiyanti (2003) bahwa kawasan pusat kota tidak hanya menjadi
pusat kegiatan produktif kota, tetapi juga menjadi tempat kegiatan keagamaan,
rekreasi, sosial, budaya dan administrasi. Pusat kota yang berkembang menjadi pusat
kegiatan sehingga akan memberikan kontribusi peningkatan perekonomian. Pusat
kota yang semakin berkembang akan memiliki hubungan dengan arsitektur dan
perancangan kota yang pada akhirnya memberikan pengaruh pada wajah kota.

Perancangan kota merupakan bagian dari perencanaan kota (urban planning)


yang menangani aspek estetika dan yang menetapkan tatanan (order) dan bentuk
(form) kota. Shirvani 1985 urban design adalah bagian dari proses perencanaan yang
berhubungan dengan kualitas lingkungan fisik kota sebagai kelanjutan urban
planning.1

1.2 Rumus Masalah

Penulis sudah menyusun sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam


makalah ini. Ada pula sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam karya tulis
antara lain :

a. Batas Pengertian Perancangan Kota, Ruang Kota (Urban Space), Ruang


Terbuka ( Open Space);

b. Apa Saja 8 Elemen Arsitektur Perancangan Kota Oleh Hamid Shirvani


dan contohnya;

1
Happy Risdian, Suzanna Ratih Sari, and Raden Siti Rukayah, ‘Elemen Perancangan Kota Yang Berpengaruh
Terhadap Kualitas Ruang Kota Pada Jalan Jendral Sudirman Kota Salatiga’, Modul, 20.01 (2020), 10–17
<https://doi.org/10.14710/mdl.20.01.2020.10-17>.

3
1.3 Tujuan Masalah

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui apa saja 8 Elemen Arsitektur Perancangan Kota Oleh


Hamid Shirvani;

b. Apa saja contoh – contoh 8 Elemen Arsitektur Perancangan Kota;

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Batas Pengertian Perancangan Kota


Perancangan Kota (Urban Design) merupakan suatu perpaduan kegiatan antara
profesi perencana kota, arsitektur, lansekap, rekayasa sipil, dan transportasi dalam
wujud fisik. Perancangan kota dapat mewujudkan dirinya dalam betuk tampak depan
bangunan, desain sebuah jalan, atau sebuah rencana kota tau dapat dikatakan pula
bahwa perancangan kota berkaitan dengan bentuk wilayah perkotaan. Ruang- ruang
terbuka berbentuk jalan, taman, dan akhirnya ruang yang lebih besar, dirancang
bersamaan dengan perancangan fisik bangunannya, sehingga kota tersebur merupakan
proses dan produk dari perancangan kota. Produk perancangan kota tersebut dapat
dikategorikan dalam dua bentuk umum yang disebut Ruang Kota (Urban Space) dan
Ruang Terbuka (Open Space).

2.2 Ruang Kota


Sebuah ruang kota secara ideal dilingkupi oleh dinding, lantai dan mempunyai
maksud yang tegas utnuk melayani. Sekelompok bangunan, baik perkantoran maupun
komersial dapat membentuk sebuah ruang di sekelilinginya baik berupa plaza, jalan
maupun ruang terbuka lainnya. Sebuah ruang kota dapat diolah dengan lansekap yang
indah sebagai taman kota yang tenang. Dalam hal ini sebuah tempat tertentu dalam
kota berfungsi sebagai lokasi suatu aktivitas penting, tetapi tidak mempunyai
pelingkup fisik dan lantai yang semestinya.

2.3 Ruang Terbuka


Skala ruang terbuka ini lebih banyak ditentukan oleh pohon, semak, batu-
batuan dan permukaan tanah daripada ditentukan oleh lebar dan panjangnya.
Penampilannya dicirikan oleh pemandangan tumbuh- tumbuhan alam segar daripada
bangunan sekitar. Ruang terbuka di dalam kota mempunyai beberapa maksud sebagai
pelengkap dan pengontras bentuk urban, menyediakan tanah untuk penggunaan di
masa depan. Pada saat melakukan survei untuk perancangan kota, kita harus
mempelajari ruang-ruang kota sebagai struktur keseluruhan. 2

2
Cut Azmah Fithri, ‘Perancangan Kota’, Perancangan Kota, 66 (2012), 37–39.

5
2.4 8 Elemen Perancangan Kota Oleh Hamid Shirvani
Kota akan terus mengalami perkembangan baik dari jumlah penduduk hingga
tempat pusat kota dengan segala aktivitasnya yang ada. Terbentuknya wajah kota
dipengaruhi oleh hubungan arsitektur dan perancangan kota akan tercipta karena
perkembangan suatu kota. Perancangan kota sendiri adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari suatu perencanaan kota yang berkaitan dengan aspek estetika, tatanan
kota dan bentuk dari kota tersebut, yang dimana proses perencanaan tersebut
berkaitan dengan kualitas lingkungan fisik kota.3

Menurut Hamid Shirvani (1985) seorang pakar arsitektur kota yang telah
mencetuskan teori Elemen Perancangan Kota yang terdiri dari pola penggunaan lahan
(land use), bentuk dan massa bangunan (building form and massing), sirkulasi dan
parkir (circulation and parking), ruang terbuka kota (open space), jalur pejalan kaki
(pedestrian ways), pendukung aktivitas (activity support), elemen penanda (signage),
dan preservasi (preservation).
A. Tata Guna Lahan

Gambar A.1 Contoh Gambar Peta Tata Guna Lahan (Land Use)
Sumber : https://geohepi.wordpress.com/2020/10/20/tata-guna-lahan/

3
Unsani Lutfiana, ‘Kualitas Elemen Perancangan Kota Pada Kawasan Alun-Alun Pancasila Salatiga’,
Vitruvian : Jurnal Arsitektur, Bangunan Dan Lingkungan, 12.3 (2023), 275
<https://doi.org/10.22441/10.22441/vitruvian.2023.v12i3.006>.

6
Tata guna lahan (Land Use) merupakan salah satu elemen kunci dalam
perancangan kota, untuk menentukan perancangan dua dimensional, yang
kemudian akan menentukan ruang tiga dimensional.

Pengelompokan tata guna lahan bertujuan untuk memberikan


gambaran keseluruhan dari fungsi kawasan yang dilakukan dengan cara
pemisahan letak fungsi lahan dengan pertimbangan optimalisasi lahan.
Sebagai contoh : dalam kawasan pendidikan akan memiliki bangunan dengan
fungsi pendidikan atau di dalam kawasan perekonomian akan terdapat
berbagai macam bangunan pertokoan/komersial. Kebijaksanaan tata guna
lahan membentuk hubungan antara sirkulasi/parkir dan kepadatan
aktivitas/pengguna individual. Terdapat perbedaan kapasitas dalam penataan
ruang kota, apakah dalam aspek pencapaian, parkir, sistem transportasi yang
ada dan kebutuhan penggunaanlahan secara individual. Pada prinsipnya,
pengertian tata guna lahan (land use) adalah pengaturan penggunaan lahan
untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu,
sehingga secara umum dapat memberikan gambaran keseluruhan
bagaimanakah daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya
berfungsi.

Kebijakan yang terdapat dalam tata guna lahan mempertimbangkan


hal-hal sebagai berikut :
 Tipe penggunaan lahan yang diijinkan.
 Hubungan fungsional yang terjadi antara area yang berbeda.
 Skala pembangunan baru.
 Tipe intensif pembangunan yang sesuai untuk dikembangkan
pada area dengan karakteristik tertentu.
 Jumlah maksimum floor area yang dapat ditampung dalam
suatu area tata guna lahan.

Dalam perencanaannya, tata guna lahan memperhatikan aspek-aspek


sebagai berikut :
 Fungsi yang diijinkan.
 Ketertarikan antar fungsi.

7
 Daya tampung.
 Pengembangan kawasan.

Dalam hal ini yang termasuk dalam penggunaan lahan pada elemen
perancangan kawasan antara lain :
 Tipe penggunaan dalam suatu area.
 Spesifikasi fungsi dan keterkaitan antar fungsi dalam pusat
kawasan.
 Ketinggian bangunan.
 Skala fungsi. 4

Penataan ruang dalam tata guna lahan menurut peraturan daerah


kabupaten Banyumas No. 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Banyumas Tahun 2011 – 2031, yaitu untuk mengarahkan
pembangunan di wilayah Kabupaten Banyumas, pemanfaatan ruang wilayah
yang meliputi darat, laut, dan udara serta sumber daya alam yang terkandung
di dalamnya merupakan satu kesatuan perlu dikelola secara terpadu antar
sektor, daerah, dan masyarakat, untuk mewujudkan ruang wilayah yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan secara serasi, selaras, seimbang,
berdaya guna, dan berhasil guna dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan maka perlu disusun rencana tata ruang
wilayah. dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor,
daerah, dan masyarakat, maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan
lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat
dan/atau dunia usaha.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas yang selanjutnya


disebut RTRW Kabupaten adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan
ruang wilayah Kabupaten Banyumas yang menjadi pedoman bagi penataan
ruang wilayah Kabupaten Banyumas yang merupakan dasar dalam
penyusunan program pembangunan. Hal itu berarti akan dapat meningkatkan
kualitas ruang yang ada. Karena pengelolaan subsistem yang satu

4
Elemen Perancangan Kota, ‘Studio Perancangan Kota’, 2018.

8
berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya dapat
mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan, termasuk
provinsi dan kabupaten. Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan
pembangunan yang dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
maupun masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah,
harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.5

Gambar 2.4.1 Peta Rencana Tata Ruang Pola Ruang wilayah Kabupaten
Banyumas
Sumber : PERDA Kab.Banyumas

5
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, ‘No Titlep’, Phys. Rev. E, 2011, 24.

9
B. Bentuk Dan Massa Bangunan (Building Form And Massing)

Gambar B.1 Contoh Gambar Bentuk Massa Bangunan (Building Form And
Massing)
Sumber : https://fariable.blogspot.com/2011/01/elemen-perancangan-kota-
hamid-shirvani.html

Bentuk dan massa bangunan (building form and massing) membahas


mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang berada ada
suatu kawasan dapat membentuk sebuah kota serta bagaimana hubungan antar-
massa (banyak bangunan) yang terdapat dalam kawasan tersebut.

Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti


ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan,
dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi
teratur, mempunyai garis langit-horizon (skyline) yang dinamis serta
menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai).

Bentuk dan massa bangunan (building form and massing) dapat


meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu :

 Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan berkaitan dengan jarak pandang manusia,
baik yang berada dalam bangunan maupun yang berada pada jalur pejalan
kaki (luar bangunan). Ketinggian bangunan pada suatu kawasan
membentuk sebuah garis horizon (skyline). Skyline dalam skala kawasan
mempunyai makna; sebagai simbol kawasan, sebagai indeks sosial, sebagai
10
alat orientasi, sebagai perangkat estetis, sebagai perangkat ritual.
Ketinggian bangunan di tiap fungsi ruang perkotaan akan berbeda,
tergantung dari tata guna lahan. Sebagai contoh, bangunan di sekitar
bandara akan memiliki ketinggian lebih rendah dibanding bangunan di
kawasan perkantoran dan perekonomian.

 Kepejalan Bangunan
Pengertian dari kepejalan adalah penampilan gedung dalam konteks
kota. Kepejalan suatu gedung ditentukan oleh perbandingan tinggi-luas-
lebar-panjang, olahan massa (desain bentuk), dan variasi penggunaan
material.

 Koefisien Lantai Bangunan (KLB)


Koefisien lantai bangunan adalah angka prosentase perbandingan
antara luas seluruh lantai bangunan gedung dengan luas tanah (tapak) atau
daerah perencanaan yang sesuai rencana tata ruang bangunan dan tata
lingkungan.
Dalam koefisien lantai bangunan, jika KLB=200%, maka di tapak
seluas 100m2, dapat dibangun bangunan dengan luas lantai 200m2 - lantai
banyak). Koefisien Lantai Bangunan dipengaruhi oleh daya dukung tanah,
daya dukung lingkungan, nilai harga tanah, dan faktor- faktor khusus tertentu
sesuai dengan peraturan atau kepercayaan daerah setempat.

 Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage)


Koefisien dasar bangunan (building coverage) adalah prosentase antara
jumlah luas seluruh lantai dasar bangunan gedung (luas tapak yang tertutup)
dengan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang akan dirancang,
sesuai dengan rencana tata ruang bangunan dan lingkungan.
Koefisien dasar bangunan dimaksudkan untuk menyediakan area
terbuka yang cukup di kawasan perkotaan agar tidak keseluruhan tapak diisi
dengan bangunan. Hal ini dimaksudkan agar daur lingkungan tidak terhambat,
terutama penyerapan air ke dalam tanah.

11
 Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap as
jalan. Garis ini sangat penting dalam mengatur keteraturan bangunan di tepi
jalan kota. Selain itu juga berfungsi sebagai jarak keselamatan pengguna jalan,
terutama jika terjadi kecelakaan.

 Langgam
Langgam atau gaya dapat diartikan sebagai suatu kumpulan
karakteristik bangunan dimana struktur, kesatuan dan ekspresi digabungkan di
dalam satu periode atau wilayah tertentu. Peran dari langgam ini dalam skala
urban jika direncanakan dengan baik dapat menjadi guide line yang dapat
menyatukan fragmen-fragmen dan bentuk bangunan di kota.

Gambar 2.4.2.b Contoh Langgam Arsitektur Bangunan pada Jl.


Ajibarang – Banyumas

 Skala
Skala adalah proporsi tertentu yang digunakan untuk menetapkan
pengukuran bangunan dan dimensi-dimensi dengan memandang besaran dari
unsur bangunan atau ruang terhadap bentuk-bentuk lain. Rasa akan skala dan
perubahan-perubahan dalam ketinggian ruang atau bangunan dapat
memainkan peranan dalam menciptakan kontras visual yang dapat
membangkitkan daya hidup dan kedinamisan.
Skala terbagi menjadi dua bagian antara lain:
 Skala umum : merupakan unsur-unsur bangunan terhadap bentuk lain di
dalam lingkupnya.
 Skala manusia : digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam
menyeimbangkan kawasan perancangan.

12
 Material
Peran material berkenaan dengan komposisi visual dalam perancangan.
Komposisi yang dimaksud diwujudkan oleh hubungan antar elemen visual.

 Warna
Warna merupakan suatu fenomena yang diakibatkan dari pencahayaan
dan persepsi visual yang berguna untuk menjelaskan persepsi individu dalam
corak intesitas dan nada. Dengan adanya warna (kepadatan warna, kejernihan
warna), dapat memperluas kemungkinan ragam komposisi yang dihasilkan.

 Tekstur
Tekstur adalah kualitas yang dapat dilihat dan dirabah yang ada pada
permukaan dalam ukuran, proporsi, bentuk pada bagian benda. Tekstur juga
berfungsi untuk menentukkan sampai dimana permukaan melakukan
pemantulan atau penyerapan cahaya yang datang. Dalam sebuah komposisi
yang lebih besar (skala urban) sesuatu yang dilihat dari jarak tertentu maka
elemen yang lebih besar dapat menimbulkan efek-efek tekstur.6

6
Bima, ‘Kajian Pengaruh Pengembangan Activity Support (Kegiatan Pendukung) Fasilitas Pendidikan Terhadap
Elemen Perancangan Kawasan Pada Koridor’, Hilos Tensados, 1 (2005), 1–476.

13
C. Sirkulasi Dan Parkir (Circulation And Parking)
Menurut Shirvani (1985) sistem sirkulasi kota sebagai perangkat
fisik kota terdiri dari berbagai aspek yang mencakup pola, struktur, dan
perlengkapan jalan, aspek lalu lintas dan tempat parkir.

Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat


membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan
keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian ways dan tempat-
tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu
kegiatan).

Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat
untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk,
mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas/kegiatan dalam suatu kota.
Selain itu sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat
aktivitas/kegiatan dan lain sebagainya. Salah satu elemen perancangan kota
yang paling berkaitan dengan elemen sirkulasi adalah elemen ruang/area
parkir. 7

Gambar C.1 Contoh Gambar Sirkulasi dan Parkir (Circulation And


Parking)
Sumber : https://prolegal.id/izin-usaha-parkiran-peluang-bisnis-di-
tengah-larangan/

7
Bima.

14
Parkir adalah suatu tempat yang dipergunakan untuk menempatkan dan
menghentikan kendaraan pada jangka waktu yang lama atau hanya untuk
transit dan/ atau tergantung kebutuhannya (Wicaksono dalam Ginting &
Sejahtera, 2019). Terdapat dua cara penempatan parkir yaitu1) parkir on street,
jenis parkir yang menggunakan sebagian badan jalan sehingga mengurangi
lebar efektif jalan dan berpotensi kemacetan jalan; 2) parkir off street, jenis
parkir yang menggunakan tempat diluar area badan jalan atau tidak
menggunakan bagian jalan dan biasanya parkir jenis ini ada di area
perkantoran, area perbelanjaan, area fasilitas umumdan sosial lainnya. Parkir
off street terdiri dari parkir sejajar, parkir menyudut dan parkir tegak lurus
(Ginting & Sejahtera, 2019) 8

Gambar 2.1.3.c : Contoh Sirkulasi dan Parkir pada Alun Alun Banyumas

Elemen ruang parkir mempunyai pengaruh langsung pada kualitas


lingkungan yaitu sebagai elemen yang memperkuat kelangsungan kegiatan
komersial dan elemen yang memberikan pengaruh visual pada bentuk fisik dan
susunan kota. Penyediaan ruang parkir yang paling sedikit memberi efek
visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam perancangan kota.

Dalam merencanakan tempat parkir yang benar, hendaknya memenuhi


persyaratan :
a. Keberadaan strukturnya tidak mengganggu kegiatan di sekitar
kawasan.
b. Pendekatan program penggunaan berganda.

8
Lutfiana.

15
c. Penyediaan tempat parkir khusus.
d. Penyediaan tempat parkir di pinggiran kota.

Dalam perencanaan untuk jaringan sirkulasi dan parkir harus selalu


memperhatikan :
a. Jaringan jalan harus merupakan ruang terbuka yang mendukung
citra kawasan dan aktivitas/kegiatan pada kawasan.
b. Jaringan jalan harus memberi orientasi pada penggunan dan
membuat lingkungan yang legible.
c. Kerjasama dari sektor kepemilikan dan privat dan publik dalam
mewujudkan tujuan dari kawasan. 9

Di sebagian besar negara maju sudah dicanangkan atau digencarkan


penggunaan moda transportasi umum (mass transport) dan mengurangi
penggunaan kendaraan pribadi. Selain penghematan BBM, langkah ini akan
24 membantu pengurangan pencemaran udara kota berupa partikel beracun
(CO2 misalnya) maupun kebisingan dan bahaya lalu lintas lainnya.
Kebijakan ini mengarah terciptanya suatu lingkungan kota menuju kondisi
minimalisir transportasi (zero transportation). modal transport juga
membutuhkan tempat untuk berhenti (parkir). Kebutuhan parkir semakin
meingkat terutama di pusat-pusat kegiatan kota atau Central Bussiness
District (CBD). 10

9
Risdian, Sari, and Rukayah.
10
B A B Ii, ‘Bab Ii Perancangan Kota 2.1.’, 1985, 22–30.

16
D. Ruang Terbuka (Open Space)
Elemen ruang terbuka menurut Shirvani (1985) terdiri dari taman-
taman dan lapangan hijau, air, penerangan, paving, kios-kios, pancuran
minum, patung, jam, jalur pejalan kaki, dan penanda.

Kebutuhan akan ruang terbuka merupakan satu hal signifikan yang


harus diutamakan keberadaannya dalam sebuah perencanaan kota apalagi
dalam penataannya. Idealnya, ruang terbuka yang harus dimiliki oleh sebuah
wilayah perkotaan adalah sebesar sepertiga dari total luas wilayahnya.
Dalam suatu penataan kota, tentunya kebutuhan akan ruang terbuka (open
space) perlu diperhitungkan keberadaannya, hal ini telah terjadi sekitar abad
ke-15 Masehi seiring dengan lahirnya zaman Renaissance, penggunaan
ruang terbuka kota telah diterapkan pada kota-kota di Barat.

Paul Zucker ahli perkotaan, memberikan gambaran yang cukup


gamblang tentang sejarah dan estetika ruang kosong yang terbentuk secara
artistik, yang menemukan bentuknya dalam ruang terbuka kota atau dikenal
dengan town square. Menurutnya ruang terbuka yang asli baru
dikembangkan di kota-kota Yunani setelah abad 500 Sebelum Masehi.
Selang berabad-abad lamanya perkembangan ruang terbuka mengalami
pasang surut. Pada abad ke-15 Masehi seiring dengan lahirnya jaman
Renaissance, arsitek dan seniman kenamaan dunia seperti Michaelangelo,
Mansart, Christopher Wren dan banyak lagi arsitek kenamaan dunia menjadi
pendorong berkembangnya konsep-konsep ruang terbuka pada perkotaan.

Konsep ruang terbuka tersebut diterapkan pada perencanaan dan


perancangan kota-kota di Barat, dan mencapai puncaknya pada jaman
Baroque sekitar abad ke-17 dan ke-18 Masehi. Konsep ruang terbuka terus
berkembang dan mengalami perubahan seiring dengan perkembangan jaman
hingga saat ini.

17
Hamid Shirvani dalam bukunya the Urban Design (1985:7)
memasukkan open space sebagai salah satu dari delapan elemen arsitektur
kota. p, hardscape (jalan, trotoar dan sejenisnya), taman dan area rekreasi
didaerah perkotaan. Dari pernyataan Shirvani ini, sudah sangat jelas bahwa
ruang terbuka memang mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pembentukan arsitektur kota. Kota memerlukan ruang-ruang publik tempat
warga kota berinteraksi, mencari hiburan atau melakukan kegiatan yang
bersifat rekreatif. 11

Gambar 2.1.4.d Peta Open Space di Kecamatan Banyumas Kecamatan


Pringsewu 12

Ruang terbuka selalu menjadi inti dari elemen urban design.


Berdasarkan letak dan macam kegiatan, ada dua macam ruang terbuka, yaitu :
 Publik Domain : Ruang terbuka yang letaknya diluar lingkup banguna
(external void), sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk
berinteraksi sosial.
 Private Domain : Ruang terbuka yang letaknya di dalam lingkup bangunan
(internal void) yang dibatasi oleh kepemilikan.

11
Ari Widyati Purwantiasning, ‘Konsep Ruang Terbuka Sebagai Elemen Arsitektur Kota’, Jurnal
Arsitektur NALARs, 9 Nomor 1.Januari (2010), 1–15.
12
Fitria Handayati, ‘Analisis Sebaran Ruang Terbuka Hijau Di Kecamatan Banyumas Kabupaten
Pringsewu Tahun 2018’, Jurnal Geografi, 126.1 (2019), 1–7.

18
Fungsi ruang terbuka dapat dijabarkan sebagai berikut:
 Fungsi umum:
 Tempat bersantai.
 Tempat komunikasi sosial.
 Tempat peralihan, tempat menunggu.
 Sebagai ruang terbuka untuk mendapatkan udara segar.
 Sebagai pembatas atau jarak diantara massa bangunan.
 Fungsi ekologis:
 Penyegaran udara.
 Penyerapan air hujan.
 Pengendalian banjir.
 Memelihara ekosistem tertentu.
 Pelembut arsitektur bangunan.

Harvey S. Perloff menyebutkan bahwa ruang terbuka (open space)


pada pembentukannya mempunyai fungsi:
 Menyediakan cahaya dan sirkulasi udara ke dalam bangunan terutama
bangunan tinggi di pusat kota.
 Menghadirkan kesan perspektif dan vista pada pemandangan kota (urban
scene), terutama pada kawasan padat di pusat kota.
 Menyediakan area rekreasi dengan bentuk aktivitas/kegiatan yang spesifik.
 Melindungi fungsi ekologis kawasan.
 Memberikan bentuk sold-void kawasan kota.
 Sebagai area cadangan bagi pengguna dimasa mendatang (cadangan area
pengembangan).

Dilihat dari fungsi ruang terbuka tersebut, manfaat ruang terbuka baik
secara fisik perkotaan yang berkaitan dengan fungsi ekologi maupun secara
sosial, mempunyai arti penting terhadap keberlangsungan kota itu sendiri.
Perencanan ruang terbuka (open space) akan senantiasa terkait dengan perabot
jalan/taman (street furniture). Street furniture ini bisa berupa lampu, tempat
sampah, papan nama, bangku taman dan sebagainya. Dalam perencanaan ruang
terbuka, langkah- langkahnya adalah :

19
a. Survey pada daerah yang direncanakan untuk menentukan kemampuan
daerah tersebut untuk berkembang.
b. Rencana jangka panjang untuk mengoptimalkan potensi alami (natural)
kawasan sebagai ruang publik.
c. Pemanfaatan potensi alam kawasan dengan menyediakan sarana yang
sesuai.
d. Studi mengenai ruang terbuka untuk sirkulasi (open space circulation)
mengarah pada kebutuhan akan penataan yang manusiawi.

Gambar 2.1.5.d Open Space alun alun Banyumas

20
E. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian)
Menurut Shirvani, 1985 , Ketersedian elemen jalur pejalan kaki
seperi: bangku, pecahayaan, dan taman-taman menambah nilai unsur
keindahan sehingga terlihat perbedaan sirkulasi bagi pejalan kaki dan
sirkluasi kendaraan.

Menurut Hobbs (1995), pejalan kaki adalah bagian dari sistem


transportasi walaupun di dalam sistem trasportasi sering dilupakan, pejalan
kaki tidak boleh disingkirkan melainkan moda pejalan kaki harus
diperhitungkan. Jadi tujuan utama trotoar untuk memberikan hak atas ruang
bagi pejalan kaki dan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan psikologis
pemakainya. Fruin (1979:190), menyatakan bahwa pengembangan jalur
pejalan kaki adalah perbaikan gambaran fisik untuk meningkatkan
kenyamanan, kemudahan, keselamatan, dan kesenangan. Maka dari itu
perancagan Kota harus menyediakan Jalur Pejalan Kaki ( Pedestrian). 13

Jalur pejalan kaki (pedestrian way) dipertimbangkan sebagai elemen


perancangan kota yang mempunyai nilai bagi terciptanya kenyamanan. Oleh
karena itu jalur pejalan kaki banyak dijumpai pada jalur perdagangan. Jalur
perdagangan juga mempunyai nilai untuk menghidupkan ruang kota. Sistem
pedestrian yang baik akan mengurangi ketergantungan pada kendaraan
bermotor di pusat kota, meningkatkan kualitas lingkungan dan mengenalkan
sistem skala manusia, membuat lebih banyak kegiatan perdagangan eceran
dan yang terakhir dapat memperbaiki kualitas udara.

Perubahan-perubahan rasio penggunaan jalan raya yang dapat


mengimbangi dan meningkatkan arus pejalan kaki dapat dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Activity support (kegiatan pendukung) di sepanjang jalan, adanya sarana
komersial seperti toko, restoran, café.
b. Street furniture berupa pohon-pohon, rambu-rambu, lampu, tempat duduk,

13
Andi Imelda Candra Sari, ‘JALUR PEDESTRIAN ADALAH HAK RUANG BAGI PEJALAN KAKI(Studi Kasus :Pada
Ruang Publik; Lapangan Taruna Dan Taman Kota, Kota Gorontalo)’, Jurnal Peradaban Sains, Rekayasa Dan
Teknologi, 2.1 (2014), 47–56.

21
dan sebagainya.

Dalam perancangannya, jalur pejalan kaki harus mempunyai syarat-


syarat untuk dapat digunakan dengan optimal dan memberi kenyamanan pada
penggunanya. Syarat-syarat tersebut adalah :
 Keseimbangan interaksi antara pejalan kaki dan kendaraan, aman dan
leluasa dari kendaraan bermotor dan ruang yang cukup nyaman bagi pejalan
kaki yang memakainya.
 Menyenangkan, dengan rute yang mudah dan jelas yang disesuaikan
dengan hambatan kepadatan pejalan kaki serta Fasilitas yang menawarkan
kesenangan disepanjang jalur pedestrian.
 Mudah, menuju segala arah tanpa hambatan yang disebabkan gangguan
naik-turun, ruang yang sempit dan penyerobotan fungsi lain.
 Faktor kenyamanan sebagai syarat yang penting dalam perancangan
pedestrian serta tersedianya fasilitas kenyamanan publik yang menyatu dan
menjadi elemen jalur pedestrian serta memiliki nilai estetika dan daya tarik,
dengan penyediaan sarana dan prasarana jalan (contoh : bangku, tempat
sampah, penerangan jalan, dll).14

Gambar 2.1.6.e Jalur Pejalan Kaki (Pendestrian) alun alun Banyumas

14
Bima.

22
F. Pendukung Aktivitas (Activity Support)
Pendukung (support) atau penyokong adalah yang mendukung atau
menyokong sesuatu.Kegiatan (activity) atau aktifitas secara mendasar
mengarah kepada sesuatu pergerakan. Pendukung Kegiatan ( Activity Support)
berarti potensi/elemen yang mendukung kegiatan sesuatu.

Dalam hubungannya dengan perancangan kota, pendukung kegiatan


berarti suatu elemen kota yang mendukung dua atau lebih pusat kegiatan
umum yang berada dikawasan pusat kota yang mempunyai konsentrasi
pelayanan yang cukup besar ( Hamid Shirvani, 1985:37) Antara pusat kegiatan
umum yang satu dengan pusat kegiatan yang lain mempunyai keterkaitan
penting, sehingga timbul elemen kota yang disebut : “ Pendukung Kegiatan “
atau “ Activity Support”.

Pendukung kegiatan (Activity Support) adalah meliputi seluruh


pengguanaan dan aktifitas yang membantu memperkuat ruang-ruang umum
kota, karena aktifitas dan fisik ruang selalu saling melengkapi satu sama lain.
Bentuk, lokasi, dan karakteristik suatu areal tertentu akan menarik fungsi,
penggunaan dan aktifitas spesifik (Hamid Shirvani, 1985) Pendukung kegiatan
tidak hanya meliputi penyediaan plasa dan jalan pejalan kaki saja, namun huga
mempertimbangkan elemen penggunaan ruang dan fungsional dari kota yang
membangkitakan aktifitas. 15

Hal – hal yang harus diperhatikan dalam penerapan desain activity


support adalah :

 Adanya koordinasi antara kegiatand engan lingkungan binaan yang


dirancang
 Adanya keragaman intensitas kegiatan yang dihadirkan dalam suatu
ruang tertentu
 Bentuk kegiatan memperhatikan aspek kontekstual
 Pengadaan fasilitas lingkungan
 Sesuatu yang terukur, menyangkut ukuran, bentuk dan lokasi dan

15
Adi Sasmito, ‘PENDUKUNG KEGIATAN ( ACTIVITY SUPPORT ) Adi Sasmito *)’, 1992, 1–7.

23
fasilitas yang menampung activity support yang bertitiktolak dari skala
manusia.

Gambar 2.1.7.f Pendukung Aktivitas (Activity Support) Alun Alun


Banyumas

24
G. Elemen Penanda (Signage)
Menurut Shirvani (1985), penanda yang dimaksudkan adalah
petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, media iklan, dan berbagai bentuk
penanda lain. Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi
kota jika jumlah cukup dan memilik karakter yang berbeda.

Penandaan (signage) adalah segala sesuatu yang secara fisik dapat


menginformasikan sesuatu pesan tertentu kepada masyarakat kota. Bentuk dari
penandaan (signage) secara fisik merupakan sesuatu yang mudah untuk dibaca
(legibility). Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu
lintas, media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain.

Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi kota,


baik secara makro maupun mikro, jika jumlahnya cukup banyak dan memiliki
karakter yang berbeda. Sebagai contoh, jika banyak terdapat penandaan dan
tidak diatur perletakannya, maka akan dapat menutupi fasad bangunan di
belakangnya. Dengan begitu, visual bangunan tersebut akan terganggu.
Namun, jika dilakukan penataan dengan baik, ada kemungkinan penandaan
tersebut dapat menambah keindahan visual bangunan di belakangnya. Dalam
perancangan penandaan (signage) yang perlu diatur adalah ukuran dan kualitas
desain. Selain itu penandaan (signage) juga dapat dijadikan sebagai landmark
yang berfungsi sebagai orientasi di dalam sebuah kawasan. Pemasangan
penandaan haruslah dapat menjaga keindahan visual bangunan pada
area/kawasan.

Dalam pemasangan penandaan (signage) harus memperhatikan


pedoman teknis sebagai berikut:
 Penggunaannya harus dapat mencerminkan/merefleksikan karakter dari
suatu area/kawasan.
 Penggunaan dan keberadaannya harus harmonis dengan bangunan arsitektur
di sekitar lokasi.
 Pembatasan besar ukuran penandaan agar tidak mendominasi pemandangan
yang ada si sebuah area/kawasan.

25
 Ruang (jarak dan ukuran) yang memadai dan diatur sedemikian rupa, untuk
menjamin jarak penglihatan dan menghindari ketidakteraturan dengan
elemen atau signage yang lain.
 Tidak mencolok atau menyilaukan, pembatasan penggunaan lampu hias
kecuali penggunaan khusus untuk empat hiburan,theatre, tempat
pertunjukkan dan sebagainya (tingkat terangnya harus diatur agar tidak
mengganggu).

Penandaan mempunyai pengaruh penting pada desain tata kota


sehingga pengaturan bentuk dan perletakan papan-papan petunjuk sebaiknya
tidak menimbulkan pengaruh visual negatif dan tidak mengganggu rambu-
rambu lalu lintas.

Gambar 2.1.8.g Elemen Penanda (Signage) Pada Alun Alun Banyumas

26
H. Preservasi (Preservation)
Preservasi dan konservasi (Preservation), yang meliputi perlindungan
terhadap tempat tempat atau aset kota yang sudah ada, disamping bangunan-
bangunan bersejarah.

Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap


lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa,
area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya
perlindungan terhadap bangunan bersejarah. Manfaat dari adanya preservasi
antara lain:

a. Peningkatan nilai lahan

b. Peningkatan nilai lingkungan

c. Menghindarkan dari pengalihan bentuk dan fungsi karena aspek komersial

d. Menjaga identitas kawasan perkotaan

e. Peningkatan pendapatan dari pajak dan retribusi

Gambar 2.1.9.h Preservasi di kawasan Alun Alun Banyumas

27
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perancangan Kota (Urban Design) merupakan suatu perpaduan kegiatan antara
profesi perencana kota, arsitektur, lansekap, rekayasa sipil, dan transportasi dalam
wujud fisik.
Sebuah ruang kota secara ideal dilingkupi oleh dinding, lantai dan mempunyai
maksud yang tegas utnuk melayani.
Skala ruang terbuka ini lebih banyak ditentukan oleh pohon, semak, batu-
batuan dan permukaan tanah daripada ditentukan oleh lebar dan panjangnya.
Menurut Hamid Shirvani dalam bukunya “The Urban Design Process”
terdapat delapan elemen perancangan kawasan yaitu :
o Tata guna lahan (land use),
o Bentuk dan massa bangunan (building form and massing),
o Sirkulasi dan ruang parkir (circulation and parking),
o Ruang terbuka (open space),
o Jalur pejalan kaki (pedestrian)
o Aktivitas pendukung (activity support)
o Penandaan (signage) dan
o Preservasi (preservation)

28
DAFTAR PUSTAKA
Azmah Fithri, Cut, ‘Perancangan Kota’, Perancangan Kota, 66 (2012), 37–39
Bima, ‘Kajian Pengaruh Pengembangan Activity Support (Kegiatan Pendukung) Fasilitas
Pendidikan Terhadap Elemen Perancangan Kawasan Pada Koridor’, Hilos Tensados, 1
(2005), 1–476

Handayati, Fitria, ‘Analisis Sebaran Ruang Terbuka Hijau Di Kecamatan Banyumas


Kabupaten Pringsewu Tahun 2018’, Jurnal Geografi, 126.1 (2019), 1–7
Ii, B A B, ‘Bab Ii Perancangan Kota 2.1.’, 1985, 22–30

Keimigrasian, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang, ‘No Titlep’, Phys. Rev. E,
2011, 24

Kota, Elemen Perancangan, ‘Studio Perancangan Kota’, 2018

Lutfiana, Unsani, ‘Kualitas Elemen Perancangan Kota Pada Kawasan Alun-Alun Pancasila
Salatiga’, Vitruvian : Jurnal Arsitektur, Bangunan Dan Lingkungan, 12.3 (2023), 275
<https://doi.org/10.22441/10.22441/vitruvian.2023.v12i3.006>

Purwantiasning, Ari Widyati, ‘Konsep Ruang Terbuka Sebagai Elemen Arsitektur Kota’,
Jurnal Arsitektur NALARs, 9 Nomor 1.Januari (2010), 1–15

Risdian, Happy, Suzanna Ratih Sari, and Raden Siti Rukayah, ‘Elemen Perancangan Kota
Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Ruang Kota Pada Jalan Jendral Sudirman Kota
Salatiga’, Modul, 20.01 (2020), 10–17 <https://doi.org/10.14710/mdl.20.01.2020.10-17>

Sari, Andi Imelda Candra, ‘JALUR PEDESTRIAN ADALAH HAK RUANG BAGI
PEJALAN KAKI(Studi Kasus :Pada Ruang Publik; Lapangan Taruna Dan Taman Kota,
Kota Gorontalo)’, Jurnal Peradaban Sains, Rekayasa Dan Teknologi, 2.1 (2014), 47–56

Sasmito, Adi, ‘PENDUKUNG KEGIATAN ( ACTIVITY SUPPORT ) Adi Sasmito *)’,


1992, 1–7

29

Anda mungkin juga menyukai