KAJIAN LITERATUR
Kajian literatur adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendukung dan
memperkaya landasan pola berfikir seseorang dalam melakukan sebuah
penelitian. Semakin banyak referensi semakin berkembang pula pengetahuan
seseorang, sehingga kekayaan dalam kajian literatur ini akan mempermudah
seseorang dalam memecahkan masalah dan sebagai dasar penentu varibel yang
akan dibahas pada penelitian yang akan dilakukan.
2.1
Perancangan Kota
Menurut Beckley yang melihat pengertian perancangan kota dari segi profesi
menjelaskan bahwa urban design merupakan suatu jembatan antara profesi
perencana kota dengan arsitektur dengan perhatian utama pada bentuk fisik kota
(Catanese,1986:45). Sedangkan menurut disiplin keilmuan, urban design
merupakan bagian dari proses perencanaan yang berhubungan dengan kualitas
lingkungan fisik kota (Shirvani,1985:6). Dalam pengertian lain, perancangan Kota
(Urban Design) merupakan suatu perpaduan kegiatan antara profesi perencana
kota, arsitektur, lansekap, rekayasa sipil, dan transportasi dalam wujud fisik.
Perancangan kota lazimnya lebih memperhatikan bentuk fisik perkotaan. Bentukbentuk perancangan kota dapat direfleksikan sebagai facade bangunan, bentuk
jaringan jalan, dan elemen lain yang mempengaruhi bentuk wilayah perkotaan.
Produk perancangan kota dapat dikategorikan dalam dua bentuk umum (Eko
Budiharjo; Kota Berkelanjutan,1999,59), yaitu:
1. Ruang Kota (Urban Space)
Pada dasarnya ruang kota harus dibedakan oleh suatu karakteristik yang
menonjol, seperti kualitas pengolahan detail dan aktivitas yang berlangsung
di dalamnya. Sebuah ruang kota dapat diolah dengan lansekap yang indah
sebagai taman kota yang tenang. Dalam hal ini sebuah tempat tertentu dalam
kota berfungsi sebagai lokasi suatu aktivitas penting, tetapi tidak mempunyai
II - 1
II - 2
kota tidak cukup hanya direncanakan tanpa dirancang. Karena walau bagaimana
juga perancangan kota merupakan jembatan antara perencanaan kota yang bersifat
2 dimensi dengan perancanagan arsitektural.
Perancangan kota merupakan suatu proses dan produk hasil rancangan yang
berfungsi sebagai alat untuk mewujudkan suatu lingkungan binaan yang
berkualitas. Adapun perancangan digunakan juga untuk mengelola perkembangan
dan pertumbuhan suatu kota serta perubahan sikap, trend, maupun gaya hidup
masyarakat yang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Perancangan kota
biasanya dilakukan untuk meminimalkan ataupun mencegah permasalahan yang
biasanya timbul di suatu kota.
Dalam perancangan kota, terdapat beberapa unsur yang harus tetap diperhatikan
dan jangan sampai dilupakan, apalagi diabaikan. Unsur-unsur tersebut antara lain :
Unsur-unsur penunjang
2.2
Citra Kota
Dalam memahami citra kota perlu diketahui beberapa pengertian citra kota,
elemen-elemen pembentuk citra kota, faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan citra kota dan metode identifikasi citra kota.
2.2.1
Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia (1987), kata citra itu sendiri
mengandung arti: rupa, gambar, gambaran, gambaran yang dimiliki orang banyak
mengenai pribadi, perusahaan/organisasi/produk. Dapat juga diartikan sebagai
kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kota. Dengan
II - 3
demikian secara harfiah citra kota dapat diartikan sebagai kumpulan dari interaksi
sensorik langsung seperti diimplementasikan melalui sistem nilai pengamat dan
diakomodasikan kedalam penyimpanan memori dimana input dari sumber tak
langsung sama pentingnya (Pocock & Hudson, 1978).
Citra secara luas terkait dengan ruang, dan dapat pula dikaitkan dengan rasa atau
persepsi seseorang. Berikut ini merupakan beberapa karakteristik dari sebuah citra
(Pocock & Hudson, 1978).
Citra umumnya skematis atau dibentuk secara fisik atau sosial. Objek yang
menimbulkan citra tersebut tidak perlu memiliki bentuk yang sama
terhadap lingkungannya.
Citra merupakan Idiosyncratic atau dengan kata lain setiap orang akan
memiliki respon atau citra yang berbeda terhadap sesuatu hal yang sama.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa citra sangat tergantung
pada persepsi atau cara pandang orang masing-masing. Citra juga berkaitan
dengan hal-hal fisik. Citra kota sendiri dapat diartikan sebagai gambaran mental
dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya (Zahnd, 1999).
Citra kota mengambarkan suatu persamaan dari sejumlah gabungan atau satuan
informasi yang dihubungkan dengan tempatnya (Kotler, 1993). Diterjemahkan
melalui gambaran mental dari sebuah kata sesuai dengan rata-rata pandangan
masyarakatnya (Lynch, 1982).
Sebuah citra lingkungan (kota) menurut (Lynch, 1982) dalam bukunya Image of
the city dapat dianalisis kedalam komponen yang meliputi:
Struktur, citra harus meliputi hubungan spasial atau hubungan pola citra
objek dengan pengamat dan dengan objek-objek lainnya.
Makna, yaitu suatu objek harus mempunyai arti tertentu bagi pengamat
baik secara kegunaan maupun emosi yang ditimbulkan.
2.2.2
II - 4
Citra kota menurut Lynch (1982) terbentuk dari elemen-elemen pembentuk citra
kotanya yang terdiri dari:
1. Tetenger (Landmark), yang merupakan titik referensi seperti elemen
simpul tetapi tidak masuk kedalamnya karena bisa dilihat dari luar
letaknya. Tetenger adalah elemen eksternal yang merupakan bentuk visual
yang menonjol dari kota misalnya gunung, bukit, gedung tinggi, menara,
tanah tinggi, tempat ibadah, pohon tinggi dan lain-lain. Beberapa tetenger
letaknya dekat sedangkan yang lain jauh sampai diluar kota. Tetenger
adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang untuk
mengenali suatu daerah.
2.
II - 5
taman, square dan lain sebagainya. Simpul adalah suatu tempat dimana
orang mempunyai perasaan masuk dan keluar dalam tempat yang sama.
5. Batas atau tepian (Edge), yang merupakan elemen linier yang tidak
dipakai atau dilihat sebagai jalur. Batas berada diantara dua kawasan
tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linier misalnya pantai, tembok,
batasan antara lintasan kereta api, topografi dan lain-lain. Batas lebih
bersifat sebagai referensi daripada misalnya elemen sumbu yang bersifat
koordinasi (linkage). Batas merupakan penghalang walaupun kadangkadang ada tempat untuk masuk. Batas merupakan pengakhiran dari
sebuah kawasan atau batasan sebuah kawasan dengan yang lainnya.
Demikian pula fungsi batasnya harus jelas membagi atau menyatukan.
2.2.3
Dalam bukunya Lynch (1982), pembentukan citra kota tergantung pada rasa
(sence), pengalaman (experience), persepsi dan imajinasi pengamat atau dalam
hal ini adalah masyarakat terhadap sesuatu tempat atau lingkungannya.
Keterkaitan
antara
manusia
dengan
tempat
atau
lingkungannya
akan
Fungsi (function)
Sejarah (history)
II - 6
Kotler (1993), menyebutkan beberapa faktor yang dapat menentukan citra suatu
kota antara lain:
Persepsi personal terhadap suatu tempat dapat beragam antara orang yang
satu dengan yang lainnya (penduduk asli, pengunjung, pengusaha, investor
dan pelancong)
Suara
Bau-bauan
b. Perbedaan sosial
Karakteristik masyarakat
II - 7
Simbol dan hirarki atau tanda sebagai makna ciri dan status sosial
2.3
Identitas Kota
II - 8
objektif tentang seperti apa sebenarnya rupa atau bentuk suatu tempat
(Montgomery, 1998). Identitas merupakan ciri khas suatu tempat, yang
menyebabkan adanya perasaan terhadap suatu tempat. Identitas kawasan bisa
terlihat dari bahan apakah yang dipakai, pola yang terdapat, warna serta apa yang
dilakukan masyarakat ditempat tersebut (Zahnd, 1999). Upaya membentuk
identitas tempat pada kawasan koridor komersial menurut Bohl (2002) antara lain:
1.
Mengembangkan penggunaan
fungsi campuran
2.
II - 9
2.4
2.4.1
Pengertian
Kawasan komersial adalah area yang mempunyai fungsi dominan untuk kegiatan
komersial atau disebut sebagai kawasan pusat perniagaan/usaha kota, letaknya
tidak selalu di tengah-tengah kota dan mempunyai pengaruh besar terhadap
kegiatan ekonomi kota.
Koridor jalan komersial merupakan koridor jalan yang pemanfaatan ruang di
sepanjang jalannya untuk kegiatan komersial, perkantoran yang kompleks dan
pusat pekerjaan di dalam kota (Bishop,1989).
Ketika jalan raya diperluas dari pusat kota ke pinggiran kota yang kemudian
diikuti dengan tumbuhnya pertokoan, restoran dan area parkir maka lahirlah
koridor komersial ditandai dengan deretan bangunan komersial, parker halaman
depan, jalan berorientasi pejalan kaki dan barisan elemen penanda sepanjang jalan
utama dari pusat kota ke pinggiran kota. Dari beberapa pengertian ini dapat
disimpulkan bahwa koridor komersial merupakan konsentrasi toko retail, yang
melayani area perdagangan umum yang terletak di sepanjang jalan.
2.4.1
sehingga menjadi kawasan koridor yang berorientasi pejalan kaki. Dalam buku
An
Introduction
to
Sustainable
Transportation:
Policy,
Planning
and
II - 10
hunian.
Jalan
berskala
manusia
menciptakan
perasaan
II - 11
b. Manata kanopi pohon yang tinggi, sejajar, dari spesies jenis pohon
yang sama menjorok ke jalan dan trotoar.
9. Trotoar yang lebar. Indikatornya adalah:
a. Lebar trotoar: 1,6 meter sampai 6 meter.
b. Lebar trotoar disesuaikan dengan fungsi jalan.
c. Menyeimbangkan kenyamanan dan kebutuhan pejalan kaki.
10. Tampak depan bangunan yang aktif.
11. Menata median dan lansekap jalan ..
12. Jarak dari tempat tinggal ke tempat kerja, sekolah, taman dan tempat
belanja harus dalam jarak dekat maksimal seperempat mil.
13. Kawasan koridor yang walkable adalah menyediakan ruang tempat
berkumpul dan berinteraksi berupa: tempat hiburan, toko bahan makanan,
kantor pos dan lain-lain.P anjang blok jalan singkat, untuk mengurangi
jarak berjalan yakni tidak lebih dari 150 meter, lebih disukai berkisar 60
sampai 90 meter.
14. Pemusatan vista ke bangunan umum.
15. Bisnis yang tepat/ sesuai.
16. Menekan aktivitas pejalan kaki., tidak menghendaki retail berukuran besar,
drive-through, pompa bensin, penjualan dan service mobil dengan .
Enam kriteria desain jaringan pejalan kaki yang sukses (Southworth, 2005):
a. Konektivitas
b. Keterkaitan dengan moda lainnya
c. Pola penggunaan lahan
d. Keamanan
e. Kualitas jalan
f. Lingkungan jalan
2.5
II - 12
di atas akan dirangkum dan disajikan kembali dalam matriks teori berupa
rangkuman kajian literatur. Rangkuman kajian literatur juga bertujuan untuk
mengelompokan teori ataupun literatur yang ada agar lebih sistematis dan mudah.
Berikut adalah tabel sintesis kajian literatur:
Tabel II.1
Matriks Sintesis Kajian Literatur
No
Sumber Literatur
Kevin Lynch
(1982)
Substansi
Variabel Substansi
Markus Zahnd
(1999)
Kotler (1993)
Citra Kota
Elemen Rancang
Kota
Citra Kota
Komponen Analisis
Citra Kota
Elemen-elemen
Pembentuk Citra
Kota
Kevin Lynch
(1982)
Kevin Lynch
(1982)
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Terbentuknya Citra
Kota
II - 13
No
Sumber Literatur
Kevin Lynch
(1982)
Sujarto (1988)
Substansi
Variabel Substansi
Komponen Analisis
Citra Kota
II - 14
No
Sumber Literatur
Substansi
Variabel Substansi
Elemen-elemen
8
Kotler (1993)
Citra Kota
Pembentuk Citra
Kota
Beberapa
faktor
yang
dapat
menentukan citra suatu kota antara
lain:
Persepsi personal terhadap suatu
tempat dapat beragam antara
orang yang satu dengan yang
lainnya
(penduduk
asli,
pengunjung, pengusaha, investor
dan pelancong)
Posisi dari tempat tersebut akan
mendukung citra yang tercipta
Tergantung pada waktu dan dapat
berlaku sepanjang waktu.
II - 15