Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum

Perencanaan Wilayah dan Tata Ruang

PENENTUAN WILAYAH INTI DAN WILAYAH SANGGAH

NAMA : ANDI NADIFAH ZATA DINI


NIM : G011211238
KELAS : PWTR C
KELOMPOK : 1 (SATU)
ASISTEN : EVA NOVAYANTI

DEPARTEMEN ILMU TANAH


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Undang-Undang penataan ruang dijelaskan bahwa pelaksanaan
pembangunan di tingkat pusat maupun di tingkat daerah harus sesuai dengan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian pemanfaatan ruang
yang didalamnya termasuk struktur ruang, pola ruang dan kawasan strategis
harusnya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. Oleh
sebab itu diperlukan evaluasi terhadap rencana tata ruang wilayah yang ada untuk
melihat apakah rencana tata ruang wilayah tersebut berjalan sesuai dengan
pemanfaatannya ataukah telah terjadi penyimpangan (Mokodongan, 2019).
Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya. Pemanfaatan ruang dilakukan melalui
pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. Program
pemanfaatan ruang tersebut dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik
pemanfaatan ruang secara horisontal di permukaan bumi maupun pemanfaatan
ruang secara vertikal ke dalam bumi. Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi
ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan
mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan
penatagunaan sumber daya alam lain (Sutaryono, 2020).
Pemanfaatan ruang adalah rangkaian program pembangunan yang
memanfaatkan ruang berdasarkan jangka waktu yang telah ditetapkan di dalam
rencana tata ruang wilayah. Pemanfaatan ruang dapat berfungsi untuk mendukung
proses pembangunan berkelanjutan dengan penggunaan lahan yang bijaksana,
yaitu penggunaan lahan untuk fungsi lindung dan budidaya. Perspektif
berkelanjutan harus diperhatikan penggunaan lahannya. Perspektif berkelanjutan
yang dimaksud, yaitu menekankan koordinasi penggunaan lahan (keberlanjutan
ekologis), profitabilitas penggunaan lahan (keberlanjutan ekonomi), dan
kewajaran penggunaan lahan (keberlanjutan sosial) (Wiryananda, 2018).
Berdasarkan uaraian diatas maka dilaksanakan praktikum ini untuk
mengetahui struktur ruang wilayah sesuai dengan hierarki serta dapat
merencanakan pola pemanfaatan ruang sesuai dengan mekanisme penyusunan
rencana tata ruang berdasarkan kemampuan lahan.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu merencanakan
struktur ruang wilayah sesuai dengan hierarki serta mampu merencanakan pola
pemanfaatan ruang sesuai dengan mekanisme penyusunan rencana tata ruang
berdasarkan kemampuan lahan.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu merencanakan
struktur ruang wilayah sesuai dengan hierarki serta mampu merencanakan pola
pemanfaatan ruang sesuai dengan mekanisme penyusunan rencana tata ruang
berdasarkan kemampuan lahan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Ruang Wilayah
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan serta meliharan kelangsungan hidupnya.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta
sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang
merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan
ataupun tidak direncankan. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan
unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan
buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya
membentuk tata ruang (Adisasmita, 2012).
Struktur ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan
kegiatan internal kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa
perencanaan, yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan
melayani fungsi kegiatan yang ada atau direncanakan dalam wilayah kota pada
skala kota, yang merupakan satu kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional
bahkan internasional. Rencana sturktur ruang kota mencakup: rencana
pengembangan pusat pelayanan kegiatan kota, dan rencana sistem prasarana kota.
Rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan kegiatan kota menggambarkan
lokasi pusat-pusat pelayanan kegiatan kota, hirarkinya, cakupan atau skala
layanannya, serta dominasi dari fungsi kegiatan yang diarahkan pada pusat
pelayanan kegiatan tersebut (Adisasmita, 2012).
Unsur pembentuk struktur tata ruang kota terdiri dari pusat kegiatan,
kawasan fungsional, dan jaringan jalan. Kota atau kawasan perkotaan pada
dasarnya dapat dipandang sebagai suatu sistem spasial, yang secara internal
mempunyai unsur-unsur yang menjadi pembentuknya serta keterkaitannya satu
sama lain. Kota sebagai suatu sistem/tata ruang merupakan wujud struktural dan
pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak, yang mencirikan
kawasan dengan kegiatan utama bukan pertanian. Wujud struktural pemanfaatan
ruang kota adalah unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan
struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang kota.
Wujud struktural pemanfaatan ruang kota di antaranya meliputi hierarki pusat
pelayanan kegiatan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota, dan
pusat lingkungan; yang ditunjang dengan sistem prasarana jalan seperti jalan
arteri, kolektor, dan lokal (Nia, 2018).
2.2 Pola Perencanaan Ruang
Pola perencanaan ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budidaya. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk hidup lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya sedangkan tata ruang adalah wujud struktur ruang dan
pola ruang (UU Nomor 26 Tahun 2007) (Fujiastuti, 2014).
Ruang perlu ditata agar dapat memelihara keseimbangan lingkungan yang
dapat memberikan dukungan yang nyaman terhadap manusia serta makhluk hidup
lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara
optimal. Setiap kabupaten/kota perlu mempunyai pedoman dalam pemanfaatan
ruang yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. RTRW pada Kabupaten
merupakan rencana pemanfaatan ruang kawasan yang disusun untuk menjaga
keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka penyusunan program-program
pembangunan kabupaten dalam jangka panjang (Fujiastuti, 2014).
Pola ruang adalah pola yang disusun secara nasional, regional, dan lokal.
Ruang didefinisikan yaitu sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut,
dan juga ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi yaitu sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya (Dewi, 2020).
2.3 Kegiatan Budidaya
Kawasan yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan yaitu kawasan budidaya.
Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya yang ditetapkan dalam
RTRW Kabupaten/Kota harus dikelola dalam rangka optimalisasi, implementasi
rencana. Kawasan budidaya dengan target hasil yang optimal membutuhkan
perencanaan pengunaan lahan, hal ini di sebabkan setiap jenis tanaman mempuyai
persyaratan tumbuh yang berbeda-beda dan spesifik dengan demikian agar
pertumbuhan dan produksinya optimal, maka perlu pertimbangan aspek
kesesuaian lahan dan persyaratan tumbuh jenis tanaman tersebut (Sihendra, 2018).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, fungsi utama kawasan dalam penataan ruang dibedakan menjadi kawasan
lindung dan budidaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang dimanfaatkan
untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup mencakup sumberdaya alam
dan sumberdaya buatan, sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang
dimanfaatkan untuk budidaya atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam.
Praktek lapangan kawasan lindung dan kawasan budidaya sulit ditentukan karena
melihat pengertiannya bahwa lindung ditujukan pada kelestarian sementara
kawasan budidaya ditujukan pada pemanfaatan (Yanti, 2018).
Menurut Yanti (2018), kawasan budidaya diklasifikasikan berdasarkan
peruntukannya yaitu:
1. Kawasan hutan produksi merupakan kawasan hutan guna produksi hasil
hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya, khususnya
untuk pembangunan, industri dan ekspor.
2. Kawasan hutan rakyat merupakan kawasan hutan-hutan yang dibangun dan
dikelola oleh rakyat, kebanyakan berada di atas tanah milik atau tanah adat;
meskipun ada pula yang berada di atas tanah negara atau kawasan hutan
negara.
3. Kawasan peruntukan pertanian merupakan kawasan yang berdasarkan
penataan ruang diperuntukkan untuk lahan pertanian seperti pertanian padi,
jagung, palawija dan pertanian lainnya.
4. Kawasan peruntukan perkebunan merupakan kawasan yang berdasarkan
penataan ruang diperuntukkan untuk lahan perkebunan seperti perkebunan
karet dan sawit.
5. Kawasan peruntukan perikanan merupakan kawasan yang berdasarkan
penataan ruang diperuntukkan untuk kawasan perikanan darat berupa
kolam.
6. Kawasan peruntukan pertambangan merupakan kawasan yang berdasarkan
penataan ruang diperuntukkan untuk lahan yang potensial untuk menjadi
lokasi pertambangan.
7. Kawasan peruntukan industri merupakan kawasan yang berdasarkan
penataan ruang diperuntukkan untuk industri.
8. Kawasan peruntukan pariwisata merupakan kawasan yang berdasarkan
penataan ruang diperuntukkan untuk pariwisata.
9. Kawasan peruntukan permukiman merupakan kawasan suatu lingkungan
perumahan penduduk. Kodisi dan kebutuhan akan permukiman erat
kaitannya dengan karakteristik sosial ekonomi masyarakat. Akibat dari
adanya keterkaitan antara penduduk, permukiman dan karakteristik sosial
ekonomi, maka perencanaan lingkungan permukiman pada masa yang akan
datang perlu dikaitkan dengan permasalahan yang ada serta beberapa
kecenderungan perkembangan wilayah.
2.4 Kawasan Lindung
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber
daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan. Pada keputusan Presiden No.32 Tahun 1990
Kawasan Lindung menjadi sistem penyangga dalam keseimbangan suatu
lingkungan. Keberadaan sumber daya alam dan lingkungan, jika tidak di kelola
sesuai dengan daya dukungnya maka dapat menimbulkan krisis pangan, air energi
dan lingkungan. Namun kenyataan di lapangan menunjukan kawasan yang
seharusnya di lestarikan keberadaanya justru banyak berlaih fungsi atau tidak
sesuai dengan peruntukanya (Dewi ,2020).
Menurut Dewi (2020) berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 1990, kriteria kawasan lindung adalah :
a. Kawasan Hutan dengan factor faktor lereng lapangann, jenis tanah, dan
curah hujan yang melebihi nilai skor 175, dan/atau
b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih, dan atau
c. Kawasan hutan yag mempunyai ketinggian diatas permukaan laut 2.000 m
atau lebih
Pada dasarnya penetapan kawasan lindung ini untuk menjaga kelestarian
hutan lindung agar fungsi lindungnya tetap terjaga. Penyalahgunaan pada fungsi
kawasan lindung ini akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan atau
bencana alam Agar fungsinya dapat berjalan optimal dan tetap lestari UU No 41
tahun 1999 menyebutkan bahwa dilakukan upaya perlindungan terhadap hutan
produksi, hutan lindung, kawasan kawasan suaka alam,kawasan pelestarian alam,
taman buru, hasil hutan tumbuhan dan satwa. Pemanfaatan kawasan lindung dapat
berupa penangkaran, budidaya tanaman obat, perlebahan dan atau jasa lingkungan
seperti memanfaatkan potensi hutan lindung tanpa merusak lingkungan sekitar
seperti ekowisata, wisata, perdagangan (Latif, 2014).
Kawasan lindung merupakan sistem penyangga kehidupan yang sangat
berperan dalam keseimbangan lingkungan. Pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang tidak sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan
krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Namun pada kenyataan
kawasan-kawasan lindung yang seharusnya dipertahankan kelestariannya justru
banyak yang rusak dan berubah fungsi (Latif, 2014).
Menurut Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung mengungkapkan bahwa kawasan lindung adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya
bangsaa guna kepentingan Pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung
memberikan perlindungan kawasan yang terdiri dari : Kawasan hutan lindung,
kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai,
kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air (Rachmanto, 2018).
Kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mecakup sumber alam, sumber
daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
Pembangunan berkelanjutan, pengelolaan kawasan lindung adalah upaya
penetapan, pelestarian, dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung (Kepres
No. 32 Tahun 1990, Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). Kawasan lindung
sendiri bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakaan fungsi lingkungan hidup
dengan sasaran menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 pasal 2 adalah : (a)
Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta
nilai sejarah dan budaya bangsa, (b) Mempertahankan keanekaragam tumbuhan
satwa, ekosistem, dan keunikan alam disekitar (Rachmanto, 2018).
III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Penentuan Wilayah Inti dan Wilayah Sanggah dilaksanakan di
Laboratorium Geographic Information System, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin Makassar. Pada hari Selasa, 23 Mei April 2023, pukul 09.00 WITA-
Selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah spidol dan pensil warna.
Bahan yang digunakan adalah kertas kalkir A3 hasil deliniasi penggunaan
lahan.
3.3 Prosedur Praktikum
Adapun prosedur dalam praktikum ini, yaitu:
1. Menyiapkan hasil analisis deliniasi unit lahan.
2. Menentukan struktur ruang dengan melihat sistem pusat-pusat perkotaan
dan pedesaan.
3. Menentukan rencana pola pemanfaatan ruang dengan menggambarkan letak,
fungsi dari kegiatan budidaya dan lindung.
4. Melakukan deliniasi sesuai struktur dan pola pemanfaatan ruang yang telah
ditentukan
5. Melakukan layout dengan menambahkan judul peta, legenda dan nama
kelompok
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Raharja. 2012. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta:


Graha Ilmu.
Arifia, D., Soewiwahjono., Utomo, R, P. 2017. Pengaruh Perkembangan Kagiatan
Perdagangan Dan Jasa Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Di
Kawasan Solo Baru. Arsitektura. 15(1): 1-9
Dewi, C. K. (2020). Analisis Kesesuaian Lahan Kawasan Lindung Di Kecamatan
Lembang Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geografi. 9(2),
144-151.
Eraku, S, S., dan Permana, A, P. 2020. Analisis Kemampuan Dan Kesesuaian
Lahan Di Daerah Aliran Sungai Alo, Provinsi Gorontalo. Jukung Jurnal
Teknik Lingkungan. 6(1): 86-99.
Fujiastuti, A., & Pigawati, B. (2014). Evaluasi Penyusunan Norma, Standart Dan
Kriteria Pemanfaatan Ruang Kabupaten Kudus Tahun 2010. Jurnal
Geografi: Media Informasi Pengembangan dan Profesi Kegeografian.
11(1), 14-31.
Kadriandasri, R., Subiyanto, S., Susarsono, B. 2017. Pemetaan Kesesuaian Lahan
Pusat Perbelanjaan Baru Berbasis Informasi Geografis. Jurnal Geodesi
Undip. 7(1): 142-151
Latif, A. (2014). Desain sistem informasi geografis pemetaan dan letak kawasan
hutan lindung Kabupaten Merauke. Mustek Anim Ha. 3(3), 248-266.
Mokodongan, R, P., Rondonuwu, D, M., & Moniaga, I, L. 2019. Evaluasi
Rencana Ruang Wilayah Kotamobagu Tahun 2014-2034. Jurnal Spasial.
6(1): 68-77.
Nia K. Pontoh, Iwan Setiawan.2018. Kampung Kota dan Kota Kampung(an)
Potret Tujuh Kampung di Kota Yogyakarta. Yogyakarta : Pusat Studi
Lingkungan Hidup Universitas Gajah Mada.
Osok, R, M., Talakua, S, M., dan Supriadi, D. 2018. Penetapan Kelas
Kemampuan Lahan dan Arahan Rehabilitasi Lahan Das Wai Batu Merah
Kota Ambon Provinsi Maluku. Agrologia. 7(1): 32-41
Rachmanto, E. A. W., & Aliyah, I. (2018). Pariwisata Di Daerah Pegunungan:
Pengembangan Ekowisata Pada Kawasan Lindung Berdasarkan
Kemampuan Lahan. Cakra Wisata. 19(1).
Ryan, I. 2019. Teknik Budidaya Tanaman Sayuran Berdasarkan Kearifan Lokal
Masyakat Suku Damal Di Kabupaten Puncak. Jurnal Fapertanak. 4(1): 1-
9
Sihendra, H. 2018. Identifikasi Kawasan Buiaya Di Desa Pulau Baru Kopah
Kceatan Kuanta Tengah. Jurnal Perencanaan, Sains, Teknologi, dan
Komputer. 1(2): 85-96.
Sutaryono., Riyadi, R., & Widiyantoro, S. 2020. Tata Ruang Dan Perencanaan
Wilayah Implementasi Dalam Kebijakan Pertahanan. Yogyakarta: STPN
Press
Wiryananda, N, G, A, K., Hasibuan, H, S., & Madiasworo, T. 2018. Kajian
Pemanfaatan Ruang Kota Berkelanjutan (Studi Kasus Di Denpasar. Jurnal
Teknik Sipil. 15(1): 31-41
Yanti, D. 2018. Identifikasi Kawasan Lindung Dan Kawasan Budidaya Di Desa
Kasang Keceatan Kuantan Mudik. Jurnal Perencanaan, Sains, Teknologi,
dan Komputer. 1(1): 99-118.

Anda mungkin juga menyukai