Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM TATA RUANG DAN PERENCANAN WILAYAH

DIPLOMA IV PERTANAHAN

KESESUAIAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RENCANA TATA


RUANG (RTRW)
KABUPATEN PADANG PARIAMAN

SEMESTER IV
KELAS A
KELOMPOK 4:

AFRIZAL MAULANA (19283135)


ALDI PRATAMA SAPUTRA (19283137)
DADO HUDA DIWANGGARA (19283145)
I WAYAN TABAH ANANTHA SUARA (19283155)
SATRIYA PARAMA PUTRA WIBAWA (19283177)

SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL


KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BPN
2021
BAB I

PENDAHLUAN

A. Latar Belakang
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk hidup lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya (Iskandar et al, 2016). Sebagai tempat untuk hidup, ketersediaan ruang
merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan mengingat pertumbuhan
penduduk yang semakin tinggi akan memacu pembangunan lebih tinggi lagi, sehingga
pembangunan yang dilaksanakan menyebabkan perubahan penggunaan tanah yang
akan berpengaruh juga pada perubahan struktur dan pola ruang. Untuk memastikan
adanya ketersediaan ruang, serta untuk mengendalikan perubahan struktur dan pola
ruang yang pesat akibat pembangunan diperlukan suatu penataan ruang melalui
perencanaan tata ruang yang komplementer dan berjenjang, artinya rencana tata ruang
mulai dari tingkat pusat hingga rencana tata ruang kabupaten/kota harus saling
melengkapi satu dengan lainnya, tidak boleh saling bertentangan, dan tidak terjadi
tumpang tindih kewenangan dalam penyelenggaraannya. Perencanaan tata ruang yang
komplementer dan berjenjang sesuai dengan salah satu asas penataan ruang menurut
UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, yaitu asas keterpaduan. Dengan asas
keterpaduan berarti setiap penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan
berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku
kepentingan, sehingga unutk mewujudkan hal tersebut perlu adanya keterpaduan
kebijakan antara pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Sebagai wujud struktur ruang dan pola ruang, tata ruang haruslah diatur,
dimanfaatkan, dan dikendalikan penggunaannya agar sesuai rencana tata ruang yang
ditetapkan. Ketidaksesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang akan
menimbulkan permasalahan yang tidak hanya menyangkut satu sektor, tapi juga
bersifat multi sektoral sehingga dapat menghambat suatu pengembangan wilayah.
Oleh karena itu, diperlukan monitoring rencana tata ruang secara berkala untuk
melihat kesesuaian rencana tata ruang dengan eksisting penggunaan tanah di
lapangan. Hasil monitoring rencana tata ruang berupa analisis kesesuaian penggunaan
tanah dengan rencana tata ruang yang kemudian berdasarkan hasil analisis tersebut
dijadikan dasar untuk melakukan penyelarasan penggunaan tanah dan rencana tata
ruang agar sesuai dengan peruntukkan penggunaan tanah awalnya.
Padang Pariaman adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi
Sumatera Barat. Kabupaten Padang Pariaman memiliki luas wilayah 1.328,79 m 2
dengan panjang garis pantai 42,1 km yang membentang hingga wilayah gugusan
Bukit Barisan. Luas daratan daerah ini setara dengan 3,15% luas daratan Provinsi
Sumatera Barat. Secara Administrasi Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari 17
kecamatan dan 103 nagari. Batas wilayah Kabupaten Padang Pariaman adalah
Kabupaten Agam di Utara, Kota Padang di selatan, Kabupaten Solok dan Kabupaten
Tanah Datar di sebelah timur, dan di bagian barat berbatasan dengan Kota Padang dan
Samudera Hindia. Penggunaan tanah di Kabupaten Padang Pariaman sebagian besar
berupa lahan pertanian bukan sawah seluas 78.000 hektar dengan 17.681 hektar
diantaranya berupa perkebunan dan 16.590 hektar merupakan hutan rakyat.
Sementara itu lahan pertanian berupa sawah seluas 22.856 hektar dan lahan bukan
pertanian seluas 32.023 hektar.
Pemilihan Kabupaten Padang Pariaman sebagai daerah yang akan dilakukan
analisis kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang didasarkan pada
struktur penggunaan tanah yang beragam serta sebagian besar wilayahnya merupakan
daerah pertanian baik berupa sawah maupun bukan sawah. Hal ini karena pada
umumnya lahan pertanian merupakan jenis penggunaan lahan yang sering dialih
fungsikan atau berubah penggunaan tanahnya ke penggunaan lain, sehingga akan
memudahkan dalam mengambil sampel dan analisis terhadap kesesuaian rencana tata
ruang. Pemilhan Area of Interest (AOI) seluas 3 hektar sebagai sampel berada di
antara perbatasan wilayah administrasi Kecamatan Sintuk Toboh Gadang dan
Kecamatan Enam Lingkung.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud praktikum acara 2 ini adalah pemanfaatan Sistem Informasi Geografis
dalam menganalisis eksisting penggunaan tanah di lapangan terhadap kesesuaian
rencana tata ruang.
Adapun tujuan praktikum acara 2 adalah untuk mengetahui kesesuaian
penggunaan tanah dengan rencana tata ruang Kabupaten Padang Pariaman dengan
menganalisis kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang AOI seluas 3
hektar. Meskipun hasil analisis AOI tidak mampu menggambarkan kesesuaian
penggunaan tanah dengan rencana tata ruang Kabupaten Padang Pariaman secara
menyeluruh, namun dengan praktikum ini taruna diharapkan mampu memahami
secara substansi dan teknis pelaksanaan analisis kesesuaian penggunaan tanah dengan
rencana tata ruang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyelenggaraan Penataan Ruang
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa
penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan tuang. Tujuan utama dari
diselenggarakannya penataan ruang adalah mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan dengan berlandaskan Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional dengan:
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Untuk mencapai tujuan yang telah disebutkan di atas, penyelenggaraaan


penataan ruang perlu memperhatikan hal sebagai berikut:

a. Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap
bencana;
b. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusian, dan sumber daya buatan;
kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan,
lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan;
dan
c. Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan
komplementer (Sutaryono at al, 2020). Komplementer dan berjenjang artinya rencana
tata ruang mulai dari tingkat pusat hingga rencana tata ruang kabupaten/kota harus
saling melengkapi satu denga lainnya, tidak boleh saling bertentangan, dan tidak
terjadi tumpang tindih kewenangan dalam penyelenggaraannya. Perencanaan tata
ruang yang komplementer dan berjenjang sesuai dengan salah satu asas penataan
ruang menurut UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, yaitu asas keterpaduan.
Dengan asas keterpaduan berarti setiap penataan ruang diselenggarakan dengan
mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan
lintas pemangku kepentingan, sehingga unutk mewujudkan hal tersebut perlu adanya
keterpaduan kebijakan antara pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Dalam penyelenggaraan penataan ruang, Negara memberikan kewenangan
kepada Pemerintah dan pemerintah daerah guna penyelenggaraan penataan ruang
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Sutaryono et al, 2020). Dalam
penyelenggaraan penataan ruang, dilakukan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, termasuk di dalamnya adalah hak atas tanah. Kewenangan Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang didasarkan pada lingkup
wilayah yang menjadi otoritasnya.
B. Produk – Produk Penataan Ruang
Secara umum produk penataan ruang ada 2 jenis, yaitu rencana tata ruang dan
rencana rinci tata ruang. Produk penataan ruang ini disusun melalui perencanaan tata
ruang merupakan suatu usaha penyusunan dan penetapan rencana tata ruang untuk
menentukan struktur ruang dan pola ruang. Produk rencana tata ruang memiliki
tingkatan dari pusat hingga ke daerah yang ditetapkan untuk jangka waktu 20 tahun,
serta dapat dilakukan peninjauan kembali tiap tahunnya. Tingkatan produk rencana
umum tata ruang meliputi:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sekurang-
kurangnya memuat: (1) tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah
nasional; (2) rencana struktur ruang wilayah nasional; (3) rencana pola ruang
wilayah nasional: (4) penetapan kawasan strategis nasional: (5) arahan
pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan (6) arahan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah nasional. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional berfungsi sebagai
pedoman dalam: (1) penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
(2) penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; (3)
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional; (4)
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar
wilayah provinsi; serta keserasian anatr sektor; (5) penetapan lokasi dan fungsi
ruang untuk investasi; (6) penataan ruang kawasan strategis nasional; dan (7)
penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi adalah salah satu produk tata
ruang pada level provinsi dan merupakan kewenangan pemerintah provinsi. Sama
halnya dengan RTRW Nasional, RTRW Provinsi juga berlaku selama 20 tahun
dan dapat dilakukan peninjauan kembali tiap tahunnya. Penyusunan RTRW
Provinsi harus mengacu pada: (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; (2)
Pedoman bidang penataan ruang, yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2018 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten dan
Kota; dan (3) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
Kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan
penataan ruang meliputi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap
pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota, serta kerja sama penataan
ruang antar kabupaten/kota. Sementara itu, dalam pelaksanaan penataan ruang
wilayah, pemerintah kabupaten/kota mempunyai wewenang untuk melakukan
perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota, pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten/kota, dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
d. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Pengaturan mengenai RDTR dimuat dalam Peraturan Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2018 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kabupaten/Kota, yang di dalamnya berisi muatan RDTR, muatan Peraturan
Zonasi (PZ), dan tata cara penyusunan RDTR-PZ. RDTR dapat dikatakan sebagai
salah satu instrumen perencanaan/pengarah tata ruang tetapi Peraturan Zonasi
(PZ) merupakan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang (Sutaryono et al,
2020).
C. Pemanfaatan Ruang
Menurut Sutaryono et al (2020), pemanfaatan ruang adalah upaya untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Program pemanfaatan
ruang dapat dilaksanakan baik berupa pemanfaatan ruang secara horisontal di
permukaan bumi maupun pemanfaatan ruang secara vertikal ke dalam bumi
(Sutaryono et al, 2020). Penyelenggaraan pemanfaatan ruang dilakukan bertahap
sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang berpedoman pada fungsi
ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dengan mengembangkan
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber
daya alam lain.
D. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Dalam pelaksanaan penataan ruang terkadang terdapat ketidaksesuaian antara
pemanfaatan ruang dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Untuk mengatasi hal
tersebut diperlukan adanya suatu pengendalian pemanfaatan ruang untuk menciptakan
ketertiban dan kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang
ditetapkan. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah suatu proses berkesinambungan
yang mengikuti, mengamati, dan menempatkan pelaksanaan rencana pemanfaatan
ruang yang telah disusun secara terpadu. Persoalan penataan ruang pada dasarnya
berakar pada bagaimana pembangunan dilakukan (Sutaryono et al, 2020). Dalam
pelaksanaan pembangunan suatu kawasan terkadang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang yang telah disusun, sehingga terjadi pertentangan antara pembangunan dan
penataan ruang. Dalam mengatasi hal tersebut, pengendalian pemanfaatan ruang
memiliki 2 fungsi pokok yaitu, memperbaiki pemanfaatan ruang yang telah
berlangsung namun tidak sesuai dengan rencana tata ruang, serta mencegah terjadinya
pembangunan yang tidak sesuai dengan acuan yang telah disusun.
E. Sistem Informasi Geografis
Untuk mengetahui perubahan pada permukaan bumi, dibutuhkan suatu metode
yang dapat mengidentifikasi perubahan-perubahan maupun fenomena melalui
pengamatan dari berbagai waktu berbeda. Sistem Informasi Geografis sebagaimana
yang dinyatakan Light (1993) yang dikutip oleh Haurissa et al (2019) adalah sebuah
sistem informasi yang didesain untuk mengolah data yang berkenaan dengan
koordinat geografis atau keruangan. Menurut Chrisman (1997 dalam Haurissa et al,
2019), Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem perangkat lunak maupun
keras, data, orang, organisasi dan institusi yang melakukan pengumpulan, penyediaan,
analisis penyimpulan informasi yang meliputi area di bagian bumi. Data yang
digunakan untuk pengolahan dan analisis dalam SIG dapat berupa data spasial
ataupun data atribut. Kaitannya dengan penataan ruang adalah, SIG digunakan untuk
mengidentifikasi kesesuaian pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang untuk
kemudian dilakukan peninjauan kembali dan penyelarasan pemanfaatan ruang dan
rencana tata ruang. Selain itu, dalam pembuatan kebijakan dan pembangunan akan
lebih mudah dengan memanfaatkan SIG untuk mengetahui kesesuaiannya dengan
rencana tata ruang.
BAB III
METODE
A. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam Praktikum Kesesuaian Penggunaan
Tanah Dengan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai berikut:
1. Laptop
2. Arcgis
3. Global Mapper
4. Universal Maps Downloader (UMD)
5. Citra Satelit
6. Data SHP RTRW Kabupaten Padang Pariaman
B. Waktu Pelaksanaan
Praktikum Kesesuaian Penggunaan Tanah Dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah dilaksanakan selama 2 minggu terhitung dari tangal 22 Juni – 6 juli 2021
dengan 2 kali pertemuan kelas pada tanggal 22 Juni 2021 dan 29 Juni 2021.
C. Prosedur
Prosedur kerja dari Praktikum Kesesuaian Penggunaan Tanah Dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah meliputi tahap penyiapan data, tahap pengolahan
data, tahap analisis data, dan tahap penyusunan laporan yang dapat dilihat dalam
bagan alir di bawah ini.

Pembuatan
Penyiapan Pengolahan Analisis Data Laporan
Data Data

Peta Penggunaan Laporan Praktikum


Data SHP Tanah Matrik Kesesuaian Kesesuaian Penggunaan
RTRW Penggunaan Tanah Tanah Dengan RTRW
dengan RTRW

Peta Pola Ruang


Citra Satelit RTRW
Terbaru

Peta Kesesuaian
Penggunaan Tanah
Dengan RTRW

Data Atribut Penggunaan


Tanah dan Pola Ruang
RTRW
Gambar 3.1 Bagan Alir Prosedur Kerja

Adapun langkah kerja dalam praktikum kesesuaian penggunaan tanah dengan


rencana tata ruang wilayah adalah sebagai berikut:
1. Buka Arcgis kemudian memilih menu add data untuk memasukkan data SHP
RTRW Kabupaten Padang Pariaman.
2. Selanjutnya membuat shp baru dengan cara mengeklik arc catalog > membuat
folder dengan nama Praktikum Acara 2 > klik kanan pada folder tersebut >
new > shapefile.
3. Kemudian mengubah nama shapefile menjadi AOI.shp dan tipe shapefile
menjadi polygon, serta proyeksi koordinat diubah menjadi UTM_WGS
84_Southern Hemisphere_Zona 47S lalu diklik ok.
4. Setelah itu akan muncul layer baru dengan nama AOI, selanjutnya memiilih
editing tools > start editing > AOI.
5. Setelah itu akan masuk ke menu editing, selanjutnya memilih create features
> AOI > rectangle untuk membuat area seluas 3 hektar sebagai AOI.
6. Kemudian save edit > stop editing, lalu masuk ke menu projection dengan
cara membuka arc toolbox > data management tools > projection and
transformations > project untuk mengubah proyeksi koordinat AOI dari UTM
ke geographic coordinate system_world_WGS84. SHP hasil proyeksi diberi
nama AOI_Project.
7. Selanjutnya membuka menu properties > source untuk melihat koordinat
geographic dari layer AOI_Project.
8. Buka UMD lalu membuat task file baru dengan memberi nama AOI.umd,
mengganti maps type menjadi google satellite map dan mengubah zoom level
menjadi 21.
9. Selanjutnya meng-copy koordinat geoprahic pada Arcgis ke dalam UMD lalu
pilih start download.
10. Setelah semua file terunduh pilih tools > map combiner untuk
menggabungkan potongan – potongan citra menjadi 1. File hasil
penggabungan diberi nama AOI.tif
11. Membuka Global Mapper > open data file dan file citra AOI.tif.
12. Selanjutnya masuk ke configuration file > projection lalu mengubah proyeksi
koordinat menjadi Transverse Mercator, datum WGS84.
13. Selanjutnya meng-export file citra AOI.tif melalui menu file > export > export
raster/image format. Citra yang terproyeksi diberi nama AOI_Projected.tif
14. Selanjutnya kembali ke Arcgis membuka arc toolbox > analysis tools >
extract > clip untuk memotong file shp RTRW sesuai dengan AOI. Hasil clip
diberi nama RTRW_Clip.shp
15. Memasukkan citra AOI_Projected.tif ke Arcgis dan ditumpang susunkan
dengan layer AOI dan layer RTRW_Clip.
16. Mengubah tampilan layer AOI menjadi hollow dengan mengeklik layer >
properties > symbology > categories.
17. Kembali masuk ke menu editing untuk mengedit layer AOI dengan cara editor
> start editing > AOI_Clip > cut polygon, layer AOI dipotong berdasarkan
penggunaan tanah yang terlihat melalui citra satelit.
18. Hasil pemotongan layer AOI kemudian disimpan, selanjutnya membuka tabel
atribut dari layer tersebut dengan cara mengklik layer AOI > open attribute
table > add field. Field baru bertipe teks dan diberi nama Penggunaan. Masuk
kembali ke menu editor untuk memberi keterangan penggunaan tanah pada
field Penggunaan, setelah selesai lalu disimpan.
19. Langkah selanjutnya adalah masuk ke arc toolbox > analysis tools > overlay >
union untuk menggabungkan layer AOI dan layer RTRW_Clip. Hasil Union
diberi nama AOI_Union.
20. Selanjutnya membuka tabel atribut dari layer AOI_Union dan menambahkan
field baru berjenis teks dengan nama Kesesuaian.
21. Melakukan analisis kesesuaian tata ruang dengan mencocokkan data yang
terdapat pada field Pengugunaan dan field RTRW, beri keterangan ‘Sesuai’
apabila penggunaan tanah sesuai peruntukkan RTRW-nya dan keterangan
‘Tidak Sesuai’ apabila terjadi sebaliknya.
22. Menambahkan field dengan tipe double, lalu diberi nama ‘Luas’ selanjutnya
menghitung luas area tiap polygon dengan cara mengeklik pada field ‘Luas’ >
calculate geometry.
23. Selanjutnya meng-export attribute table-nya dalam format dbf dengan cara
mengklik layer AOI_Union > open attribute table > table option > export.
24. Langkah selanjutnya adalah masuk ke menu layout untuk membuat Peta
Kesesuaian Penggunaan Tanah Dengan Tata Ruang, Peta Penggunaan Tanah,
Dan Peta Pola Ruang RTRW.
25. Data atribut yang telah di-export kemudian dimasukkan dalam matriks analisis
kesesuaian untuk dilakukan analisis kesesuaian penggunaan tanah dengan
rencana tata ruang wilayah.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Adapun hasil Praktikum Kesesuaian Penggunaan Tanah Dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah adalah sebagai berikut:
1. Peta Penggunaan Tanah. (Terlampir)
2. Peta Pola Ruang RTRW. (Terlampir)
3. Peta Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
(Terlampir)
4. Data atribut hasil export layer overlay penggunaan tanah dan pola ruang sebagai
berikut.

OBJECTI NAME_ Penggunaa Kesesuaia Area


NAME_4 RTRPKK
D 3 n n (m2)
Enam
Pakandanga Kawasan 1371.0
1 Lingkun Kampung Sesuai
n Permukiman 3
g
Enam Pertanian
Pakandanga Tidak 659.73
2 Lingkun Kampung Pangan
n Sesuai 4
g Lahan Kering
Enam
Pakandanga Hutan Kawasan
3 Lingkun Sesuai 309.41
n Lebat Permukiman
g
Enam Pertanian
Pakandanga Hutan 1860.2
4 Lingkun Sesuai Pangan
n Lebat 7
g Lahan Kering
Sintuk
Kawasan 8649.4
5 Toboh Sintuk Kampung Sesuai
Permukiman 5
Gadang
Sintuk Pertanian
Tidak 10222.
6 Toboh Sintuk Kampung Pangan
Sesuai 7
Gadang Lahan Kering
Sintuk
Hutan Kawasan 507.20
7 Toboh Sintuk Sesuai
Lebat Permukiman 4
Gadang
Sintuk Pertanian
Hutan 6843.4
8 Toboh Sintuk Sesuai Pangan
Lebat 9
Gadang Lahan Kering
Tabel 4.1 Data Atribut Overlay Penggunaan Tanah dan Pola Ruang
5. Matrik hasil overlay kesesuaian penggunaan tanah dengan RTRW Kabupaten
Padang Pariaman sebagai berikut.
Tabel 4.2 Matrik Overlay Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan RTRW Kabupaten
Padang Pariaman

Arahan Fungsi Kawasan dalam Rencana Tata Ruang


Wilayah
No Penggunaan Tanah
Pertanian Pangan
Permukiman
Lahan Kering
1 Kampung S T
2 Hutan Lebat S S

6. Matrik global kesesuaian penggunaan tanah dengan RTRW Kabupaten Padang


Pariaman sebagai berikut.
Tabel 4.3 Matrik Global Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan RTRW Kabupaten Padang
Pariaman

Kesesuaian Penggunaan Tanah


Total Luas
Pola Ruang Dengan RTRW (m2)
No (m2)
RTRW Sesuai Tidak Sesuai
2
Luas (m ) % Luas (m2) %
10837.0886 10837.0886
1 Permukiman 100% 0 0%
6 6
Pertanian Pangan 19586.2321
2 8703.756 44% 10882.5 56%
Lahan Kering 8

7. Matrik rinci kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah
sebagai berikut.
Tabel 4.4 Matrik Rinci Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan RTRW Kabupaten Padang
Pariaman

Kesesuaian Penggunaan Tanah Terhadap Fungsi Kawasan


(m2)
Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Total
Kecamata Penggunaan
No Tidak Luas
n Tanah Sesuai Sesuai Tidak Sesuai
Sesuai (m2)
Luas Luas Luas Luas
% % % %
(m2) (m2) (m2) (m2)
Kampung 1371.03 68% 0 0% 0 0% 659.734 32% 2030.7627
Enam
1 Hutan 86
Lingkung 309.41 1860.27
Lebat 14% 0 0% % 0 0% 2169.6776
Sintuk Kampung 8649.45 46% 0 0% 0 0% 10222.7 54% 18872.191
2 Toboh Hutan 93
507.204 6843.49
Gadang Lebat 7% 0 0% % 0 0% 7350.6926
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil tabel yang telah di-export, diketahui bahwa pengambilan
area of interest (AOI) terletak pada 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Enam Lingkung
dan Kecamatan Sintuk Toboh Gadang. Terdapat 2 jenis penggunaan tanah, yaitu
kampung dan hutan lebat, serta 2 jenis pola ruang, yaitu kawasan permukiman dan
kawasan pertanian pangan lahan kering. Total luas tanah yang digunakan sebagai
kampung adalah 20902.953 m2, seluas 2030.762 m2 terletak di Kecamatan Enam
Lingkung dan seluas 18872.190 m2 terletak di Kecamatan Sintuk Toboh Gadang.
Sementara itu, penggunaan tanah sebagai hutan lebat memiliki total luas mencapai
9520.370 m2 yang terbagi menjadi 2169.677 m2 di Kecamatan Enam Lingkung dan
7350.692 m2 di Kecamatan Sintuk Toboh Gadang.

Luas Penggunaan Tanah (m2)

Gambar 4.1 Luas Penggunaan Tanah

Berdasarkan pola ruang, lahan seluas 10837.088 m2 merupakan kawasan


permukiman yang terbagi menjadi 1680.439 m2 di Kecamatan Enam Lingkung dan
9156.649 m2 di Kecamatan Sintuk Toboh Gadang. Kemudian, kawasan yang
diperuntukkan sebagai pertanian pangan lahan kering memiliki luas 19586.234 m 2, di
Kecamatan Enam Lingkung seluas 2520.001 m2 dan di Kecamatan Sintuk Toboh
Gadang seluas 17066.233 m2.
Luas Pola Ruang (m2)
Luas

19586.23

10837.09

1 2
Kawasan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering

Gambar 4.2 Luas Pola Ruang

Menurut kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah


(RTRW), penggunaan tanah sebagai kampung yang terletak di kawasan permukiman
sudah sesuai RTRW Kabupaten Padang Pariaman, sedangkan kampung yang terletak
di kawasan pertanian pangan lahan kering tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten
Padang Pariaman, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kesesuaian penggunaan
tanah dengan rencana tata ruang mencapai 50%.

Kesesuaian Kampung dengan RTRW

Tidak
Sesuai
Sesuai
50%
50%

Gambar 4.3 Kesesuaian Kampung dengan RTRW

Sementara itu, penggunaan tanah sebagai hutan lebat yang terletak di kawasan
permukiman sudah sesuai dengan RTRW Kabupaten Padang Pariaman, begitu juga
dengan hutan lebat yang terletak di kawasan pertanian pangan lahan kering juga
sesuai dengan RTRW Kabupaten Padang Pariaman. Penggunaan tanah tersebut
dikatakan sesuai karena eksisting tanah berupa hutan lebat dapat menunjang kawasan
permukiman dan pertanian pangan lahan kering. Hutan lebat yang terletak
diperuntukkan wilayah sebagai kawasan permukiman ataupun pertanian pangan lahan
kering lebih mudah untuk dialih fungsikan daripada hutan yang memang
diperuntukkan untuk kawasan lindung, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat
kesesuaian penggunaan tanah dengann rencana tata ruang mencapai 100%.

Kesesuaian Hutan Lebat dengan RTRW

0
Sesuai Tidak Sesuai

Gambar 4.4 Kesesuaian Hutan Lebat dengan RTRW

Total luas kawasan permukiman dalam AOI RTRW Kabupaten Padang


Pariaman adalah 10837.08866 m2 dengan tingkat kesesuaian penggunaan tanah 100%.
Sementara itu total luas kawasan pertanian pangan lahan kering dalam AOI RTRW
Kabupaten Padang Pariaman adalah 19586.23218 m2 dimana 44% atau setara
8703.756 m2 telah sesuai RTRW Kabupaten Padang Pariaman dan sebesar 56% atau
setara 10882.5 m2 tidak sesuai RTRW Kabupaten Padang Pariaman.

Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan RTRW


Berdasarkan Luas (m2)

Pertanian Pangan Lahan Kering

Permukiman

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

Gambar 4.5 Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan RTRW Berdasarkan Luas

Lebih rinci lagi, di Kecamatan Enam Lingkung AOI-nya memiliki total luas
4200.44032 m2, penggunaan tanah sebagai kampung seluas 2030.7627 m2 telah sesuai
RTRW Kabupaten Padang Pariaman. Sebesar 68% dari total luas kampung atau
seluas 1371.03 m2 terletak di kawasan permukiman dan 32% atau 659.734 m2 dari
total luas kampung berada di kawasan pertanian pangan lahan kering sehingga tidak
sesuai RTRW Kabupaten Padang Pariaman. Kemudian penggunaan tanah sebagai
hutan lebat seluas 2169.6776 m2. Dari total luas tersebut, seluas 309.41 m 2 atau 14%
total luasan telah sesuai dengan RTRW Kabupaten Padang Pariaman untuk kawasan
permukiman, dan seluas 1860.27 m2 atau 86% total luasan juga telah sesuai dengan
RTRW Kabupaten Padang Pariaman untuk pertanian pangan lahan kering.

Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan RTRW di


Kecamatan Enam Lingkung
2500
2169.68
2000

1500 1371.03

1000
659.73
500
0
0
Kampung Hutan Lebat

Sesuai Tidak Sesuai

Gambar 4.6 Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan RTRW di Kecamatan Enam


Lingkung

Sementara itu, di Kecamatan Sintuk Toboh Gadang memiliki luas AOI


mencapai 26222.8831 m2, penggunaan tanah sebagai kampung seluas 18872.191 m2
sudah sesuai dengan RTRW Kabupaten Padang Pariaman untuk kawasan
permukiman, yaitu seluas 8649.45 m2 atau 46% dari total luas kampung yang ada,
sedangkan seluas 10222.7 atau 54% sisanya tidak sesuai karena berada pada kawasan
pertanian pangan lahan kering. Untuk hutan lebat memiliki luas mencapai 7350.6926
m2 dengan tingkat kesesuaian terhadap RTRW Kabupaten Padang Pariaman di
kawasan permukiman mencapai 7% atau seluas 507.204 m2 dari total luas hutan yang
ada, dan 93% atau seluas 6843.49 m2 juga sesuai dengan kawasan pertanian pangan
lahan kering.
Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan RTRW di Kecamatan Sintuk
Toboh Gadang
20000
18000
16000
14000
12000
Luas (m2)

10000
8000
6000
4000
2000
0
Kampung Hutan Lebat

Gambar 4.7 Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan RTRW di Kecamatan Sintuk Toboh
Gadang
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktikum Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah dapat diambil kesimpulan bahwa pada AOI yang digunakan
terdapat perbedaan eksisting penggunaan tanah di lapangan dengan peruntukkan
RTRW Kabupaten Padang Pariaman. Meskipun terdapat perbedaan namun dari sisi
kesesuaian tidak terdapat masalah yang besar, hanya terdapat seluas 10882.2 m2 yang
berupa kampung berada di kawasan pertanian pangan lahan kering sehingga
penggunaan tanahnya dinyatakan tidak sesuai RTRW. Sementara itu, hutan lebat yang
berada di kawasan permukiman dan pertanian pangan lahan kering masih dapat
dikatakan sesuai dengan RTRW karena keberadaanya mendukung RTRW yang
ditetapkan. Kesesuaian penggunaan tanah dengan RTRW pada AOI di Kabupaten
Padang Pariaman adalah 68% sesuai dengan RTRW dan 32% tidak sesuai dengan
RTRW.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, et al 2010, ‘Sinergisitas Penataan Ruang (Suatu Penelitian Terhadap Kebijakan Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Aceh)’, Kanun, no. 52, Desember 2010.
Haurissa, et al 2019, ‘Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Lahan Terhadap Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Perkotaan Merauke’, Jurnal Spasial, vol. 6, no. 3, 2019.
Iskandar, et al 2026 ‘Analisis Kesesuaian Penggunaan Lahan Terhadap Rencana Tata Ruang
Wilayah di Kecamatan Kutoarjo Menggunakan Sistem Informasi Geografis’, Jurnal Geodesi
Undip, vol. 5, no. 5, Januari 2016.
Missah, et al 2019, ‘Analisis Kesesuaian Lahan Permukiman Berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) di Kabupaten Minahasa Tenggara (Studi Kasus: Kecamatan Ratahan)’,
Jurnal Spasial, vol. 6, no. 2, 2019.
Panjaitan, et al 2019, ‘Analisis Kesesuaian Penggunaan Lahan Terhadap Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) di Kabupaten Cianjur Menggunakan Sistem Informasi Geofrafis’, Jurnal
Geodesi Undip, vol. 8, no. 1, Januari 2019.
Sutaryono, et al 2020, ‘Buku Ajar Tata Ruang dan Perencanaan Wilayah (Implementasi Dalam
Kebijakan Pertanahan)’, STPN Press bekerja sama dengan Program Studi DIV STPN,
November 2020.
Tejaningrum, et al 2017, ‘Evaluasi Terhadap Penggunaan Lahan dan Pola Ruang Dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah di Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat’, J. Il. Tan. Lingk.,
April 2017, hlm. 1-5
Lampira 1 Peta Penggunaan Tanah
Lampiran 2 Peta Pola Ruang RTRW
Lampiran 3 Peta Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

Anda mungkin juga menyukai