Keywords: Artificial Neural Networks, inconsistency, land use change, land use
changes modeling
DETEKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini. Penelitian ini berjudul “Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan di
Kabupaten Lampung Barat”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dr Ir Muhammad Ardiansyah selaku pembimbing I yang telah memberikan
arahan dan bimbingan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi.
2. Dr Khursatul Munibah, MSc selaku pembimbing II yang telah memberikan
motivasi dan masukan bagi penulis selama kegiatan penelitian dan penulisan
skripsi.
3. Dr Ir Widiatmaka, DDA selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi.
4. Orang tua tercinta (Bapak Sudarmo dan Ibu Suwarti) dan adik tersayang
(Dina, Fathan dan Robbani), atas doa, perhatian dan dukungan kepada
penulis.
5. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang
telah memberikan ilmu, bantuan dan dukungan kepada penulis selama
menyelesaikan studi.
6. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat yang telah
memberikan informasi dan bantuan kepada penulis.
7. Teman-teman Tanah 48 terutama teman seperjuangan di Lab PPJ (Yuli, Novi,
Huzaimah, Indah, Fitri, Zahra, Noviana, Anis, Dien, Royan, Roki) atas saran
dan motivasi kepada penulis.
8. Kakak-kakak di CCROM, kak Farid dan mba Nina atas bantuan dan saran
kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat kontrakan, Fany dan Riana yang telah memberikan keceriaan
dan semangat serta kekeluargaan selama kuliah.
10. Rahmat yang telah memberikan kasih sayang serta dukungan kepada penulis.
11. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
DAFTAR LAMPIRAN
1 Matriks transisi penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000-
2010 31
2 Hasil pemodelan dan peta peluang perubahan 32
3 Nilai Cramer’s V masing-masing variabel 39
4 Peta penggunaan lahan tahun 2014 dan peta prediksi penggunaan lahan
tahun 2014 Kabupaten Lampung Barat 40
5 Validasi silang metode Crosstab antara luas proyeksi ANN tahun 2014
dengan luas peta penggunaan lahan tahun 2014 41
6 Peta RTRW Kabupaten Lampung Barat periode 2010-2030 42
7 Luasan hasil overlay penggunaan lahan tahun 2010 dengan RTRWK 43
8 Luasan hasil overlay penggunaan lahan prediksi tahun 2030 dengan
RTRWK 44
9 Tutorial Land Change Modeler 45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan lahan merupakan suatu proses yang bersifat dinamis.
Kegiatan pembangunan tidak terlepas dari kebutuhan akan sumberdaya alam,
salah satunya yaitu lahan. Lahan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai
sifat terbatas baik ketersediaan maupun kemampuannya. Seiring dengan
meningkatnya populasi manusia, kebutuhan akan lahan juga semakin tinggi untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Usaha peningkatan daya guna lahan tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan.
Aktivitas masyarakat dalam menjalankan kegiatan sosial, ekonomi, dan
budaya di suatu wilayah dapat berdampak pada bentuk penggunaan lahan di
wilayah tersebut. Perubahan penggunaan lahan dapat berdampak positif maupun
negatif. Perubahan penggunaan lahan kearah positif yaitu pembangunan yang
sesuai dengan perencanaan dan daya dukung lahan, sedangkan perubahan kearah
negatif seperti degradasi lahan, polusi udara, pencemaran air, perubahan iklim
lokal dan hilangnya biodiversitas. Faktor-faktor pendorong perubahan sangat
beragam, antara lain faktor ekonomi, faktor kebijakan dan faktor alamiah seperti
iklim, bencana, dan lain-lain.
Kabupaten Lampung Barat merupakan kabupaten paling barat di Provinsi
Lampung dengan luas 4.951 km2 yang meliputi dataran tinggi dan dataran pesisir.
Sebesar 76% wilayah merupakan kawasan hutan dengan berbagai fungsi, salah
satunya yaitu kawasan lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Pada tahun 2012 terjadi pemekaran wilayah Lampung Barat dengan membentuk
Kabupaten Pesisir Barat. Adanya pemekaran wilayah mengindikasikan cepatnya
pembangunan daerah yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemungkinan
juga dapat menimbulkan dampak negatif pada daya dukung wilayah.
Kabupaten Lampung Barat dikenal sebagai kabupaten konservasi, namun
juga merupakan kawasan rawan bencana sebesar 87,81% dari luas total wilayah.
Fungsi konservasi tetap dijaga dengan cara mengalokasikan sebesar 69,12 % dari
total luasan wilayah ini dijadikan sebagai kawasan lindung sekaligus untuk
mengantisipasi (mitigasi) potensi bencana alam yang mungkin terjadi, sehingga
peruntukan lahan sebagai kawasan budidaya sangat terbatas hanya sebesar
29,38% dari luas total wilayah (Dokumen RTRWK Lampung Barat, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian World Agroforestry Center-Asia Tenggara
tahun 2006 dalam Dokumen RTRWK Lampung Barat (2012) menyatakan bahwa
70% TNBBS diduga mengalami alih fungsi lahan dan rusak. Alih guna lahan
hutan merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan akan lahan,
sehingga pembukaan lahan-lahan baru marak terjadi di daerah ini yang dilakukan
masyarakat untuk meningkatkan pendapatan. Soeharto et al., (2011), menyatakan
bahwa pendapatan total masyarakat tertinggi terjadi bila 61% areal ditanami kopi
dengan pola agroforestri, namun penghasilan terendah terjadi apabila 84% areal
didominasi oleh hutan.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dimiliki setiap daerah
kabupaten dan kota pada dasarnya berfungsi sebagai alat pengendali perubahan
tata guna lahan. Pemanfaatannya sumberdaya lahan sering kali tidak sesuai
dengan peruntukannya sehingga terjadi inkonsistensi pemanfaatan lahan. RTRW
2
Gambar 2 Simple Perceptron (A) dan Multi-layer Perceptron (B) ilustrasi input
layer, hidden nodes and output layer
Aplikasi ANN untuk memodelkan suatu perubahan penggunaan lahan
terdiri dalam empat tahap, yaitu (1) menentukan input dan arsitektur jaringan, (2)
melatih jaringan menggunakan sebagian piksel dari input, (3) menguji jaringan
menggunakan semua piksel dari input dan (4) menggunakan informasi yang telah
dihasilkan oleh jaringan untuk memprediksi perubahan pengunaan lahan
(Pijanowski et al., 2002).
Penggunaan metode ANN untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan
sudah banyak digunakan oleh peneliti, yaitu untuk memodelkan perubahan
pemukiman di Michigan, baik pada skala lokal maupun regional (Pijanowski et
al., 2002). Tasya (2012) yang melakukan pemodelan perubahan penggunaan lahan
dengan pendekatan ANN untuk memprediksi perubahan penggunaan lahan dan
prediksi penggunaan lahan tahun 2018 di Kabupaten Bengkalis. Selain sebagai
metode pengolahan spasial perubahan penggunaan lahan, metode ANN juga
7
Peta Kepadatan
Overlay
Penduduk
Peta Ketidakselarasan Penggunaan
Lahan Kabupaten Lampung Barat Peta RTRW Kabupaten Lampung
Tahun 2010 dan 2030 Barat Tahun 2010-2030
Overlay
Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi penentuan metode, studi literatur, dan
pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Data yang dipersiapkan
dalam penelitian ini antara lain citra landsat, peta RBI, data kepadatan penduduk,
DEM-SRTM dan peta RTRW Kabupaten Lampung Barat.
Tahap Pengolahan Data
Tahap pengolahan data mencakup interpretasi citra Landsat untuk
pemetaan penggunaan lahan dan pengolahan data atribut dan spasial.
Interpretasi Citra untuk Pemetaan Penggunaan Lahan
Interpretasi citra Landsat tahun 2000, 2010 dan 2014 dilakukan secara
visual. Citra satelit Kabupaten Lampung Barat terdiri dari 2 scene: path/row
124/63 dan 124/64 sehingga perlu dilakukan penggabungan (mosaic) citra. Citra
landsat tahun 2010 mengalami kerusakan (LSC off) (Gambar 4) dan diperbaiki
dengan cara menampal gap dengan citra tahun sebelum dan sesudah 2010.
Selanjutnya, semua citra diinterpretasi dengan mengacu pada peta penutup lahan
dari Kementerian Kehutanan dengan cara menyesuaikan atau menambahkan
poligon pada peta penutupan lahan Kementerian Kehutanan. Interpretasi
menghasilkan peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000,
2010 dan 2014. Perubahan penggunaan lahan dari tahun 2000 ke tahun 2010
dijadikan sebagai peubah dependen dalam model, sedangkan hasil interpretasi
tahun 2014 digunakan sebagai validasi peta proyeksi pemodelan.
Gambar 4 Citra landsat tahun 2010 yang mengalami kerusakan (LSC off)
Peta penggunaan lahan hasi reinterpretasi diDissolve ke kelas penggunaan
lahan. Format data yang dipakai dalam Idrisi Selva berupa raster dan memilih
piksel dengan ukuran 50 x 50 m. Ukuran ini dipilih atas dasar pertimbangan yang
paling mendekati ukuran resolusi spasial citra Landsat dan berdasarkan penelitian
sebelumnya yaitu Tasya, 2010 dan Ridwan, 2014, ukuran ini merupakan ukuran
piksel terbaik untuk pemodelan menggunakan citra landsat. Tipe data yang
digunakan adalah dalam bentuk byte, yang menyatakan bilangan dengan nilai
range 8 bit biner (0-255) dan hanya berisi bilangan non-negatif.
11
Tabel 3 Luas wilayah Kabupaten Lampung Barat dan kepadatan penduduk tahun
2010 menurut kecamatan
Jumlah Kepadatan per
Kecamatan Luas (km2)
penduduk (jiwa) km2
Pesisir Selatan 409 21.346 52
Bengkunat 215 7.443 35
Bengkunat Belimbing 944 23.528 25
Ngambur 327 17.580 54
Pesisir Tengah 198 34.437 174
Karya Penggawa 211 13.986 66
Pesisir Utara 128 9.332 73
Lemong 455 14.089 31
Balik Bukit 176 35.177 200
Sukau 246 26.800 109
Belalau 322 25.848 80
Sekincau 228 36.734 161
Suoh 342 42.590 125
Batu Brak 262 12.690 49
Sumber Jaya 210 41.216 196
Way Tenong 193 42.117 218
Gedung Surian 87 14.124 162
Total 4.951 419.037 106
Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Lampung Barat (2011)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor:
256/Kpts-II/2000, total luas hutan di Kabupaten Lampung Barat (tidak termasuk
Cagar Alam Laut seluas 77.281 ha) adalah 362.811 ha atau 73,0% dari luas
kabupaten. Berdasarkan fungsi hutannya, Kabupaten Lampung Barat memiliki 3
fungsi kawasan hutan, yaitu Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS),
Taman Suaka berupa Cagar Alam Laut (CAL), Hutan Lindung (HL) dan Hutan
Produksi Terbatas (HPT).
Jaringan transportasi di wilayah Kabupaten Lampung Barat sangat
strategis terletak pada perlintasan dari beberapa Provinsi yaitu Bengkulu,
Sumatera Selatan dan Lampung. Secara geografis wilayah ini diuntungkan karena
dilalui oleh jalan Lintas Barat Sumatera, akibatnya mobilitas penduduk, barang
dan jasa dari dan ke wilayah Kabupaten Lampung Barat ini cukup tinggi. Selain
itu, daerah ini juga dilalui oleh jaringan Jalan Nasional yang menghubungkan dari
arah Utara ke Selatan yaitu Propinsi Bengkulu – Provinsi Lampung – Pulau Jawa,
sehingga aksesibilitas transportasi di wilayah ini cukup padat.
Topografi
Topografi Kabupaten Lampung Barat dibagi menjadi 3 (tiga) unit topografi
yakni:
- Daerah dataran rendah: ketinggian 0 sampai 600 meter dari permukaan laut
- Daerah berbukit: ketinggian 600 sampai 1.000 meter dari permukaan laut
- Daerah pegunungan: daerah ketinggian 1.000 sampai dengan 2.000 meter dari
permukaan laut
Bentuk bentang alam sepanjang Pantai Pesisir Barat umumnya datar
sampai berombak dengan kemiringan berkisar antara 3 – 5 persen. Kecamatan
Balik Bukit, Belalau dan Sumberjaya sebagian besar wilayahnya mempunyai
16
ketinggian antara 500 – 1000 meter dari permukaan laut (dpl), sedangkan
Kecamatan Pesisir Utara, Pesisir Tengah dan Pesisir Selatan pada umumnya
mempunyai ketinggian berkisar antara 0 – 500 meter dpl.
Klimatologi
Karakteristik iklim di Kabupaten Lampung Barat diklasifikasikan
berdasarkan klasifikasi Oldemen dan Las Davies. Wilayah ini memiliki dua tipe
iklim akibat pengaruh dari rantai pegunungan Bukit Barisan, yaitu:
1. Zone A (jumlah bulan basah > 9 Bulan) terdapat di bagian barat Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan termasuk Krui dan Bintuhan.
2. Zone B (jumlah bulan basah 7 - 9 bulan) terdapat di bagian timur Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan.
Curah hujan di Kabupaten Lampung Barat berkisar antara 2.500 – 3.000
mm per tahun. Regim kelembaban tergolong basah (udic), dengan kelembaban
berkisar antara 50 – 80%. Regim suhu berkisar dari panas (isohypothermic) pada
dataran pantai (di bagian barat) sampai dingin (isomesic) di daerah perbukitan,
dengan persentase penyinaran matahari berkisar 37,9 – 50,0%.
Geomorfologi dan Kemiringan Lereng
Kabupaten Lampung Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 grup landform
utama, yaitu: (1) Marin (M), (2) Fluvial (F), (3) Denudasional (D) , (4) Struktural
(S), (5) Vulkanik (V), (6) Kars (K). Sebagian besar wilayah Kabupaten Lampung
Barat merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dengan kelerengan curam
hingga terjal. Morfometrik kabupaten ini dibagi menjadi 3 (tiga) satuan
geomorfologi yaitu:
a. Satuan geomorfologi dataran aluvial
b. Satuan geomorfologi perbukitan
c. Satuan geomorfologi pegunungan
Kemiringan lereng bervariasi dari datar sampai sangat terjal. Sebagian
besar wilayah Lampung Barat berlereng miring (5-15%) sampai sangat terjal
(>40%) yang memanjang dari utara ke selatan di sepanjang Patahan Semangka
(Tabel 4).
Tabel 4 Kemiringan lereng di Kabupaten Lampung Barat dan luasannya
No. Kelas Lereng (%) Keterangan Luas (Ha) Luas (%)
1. 0–3 Datar 16.267 3,25
2. 3–5 Landai 70.358 14,05
3. 5 – 15 Miring 100.938 20,16
4. 15 – 25 Curam 131.259 26,22
5. 25 – 40 Terjal 109.489 21,87
6. > 40 Sangat Terjal 72.315 14,44
HASIL DAN PEMBAHASAN
oleh perubahan belukar ke pertanian lahan kering campur semak yang ditunjukkan
oleh poligon berwarna biru.
Hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2030 disajikan pada Gambar 12,
sedangkan luasan masing-masing penggunaan lahannya ditabulasi pada Tabel 7.
Berdasarkan prediksi penggunaan lahan ke tahun 2030, terjadi penambahan dan
pengurangan luasan masing-masing penggunaan lahan. Penurunan luas terjadi
pada penggunaan lahan hutan lahan kering primer (26.118 ha), belukar (17.624
ha), hutan lahan kering sekunder (798 ha), belukar rawa (294 ha), rumput (87 ha)
dan tanah kosong (85 ha), sedangkan penggunaan lahan yang mengalami
penambahan luas yaitu pertanian lahan kering campur semak (42.966 ha),
pertanian lahan kering (1.296 ha), pemukiman (582 ha) dan sawah (162 ha).
Tabel 7 Luas penggunaan lahan tahun 2010 dan prediksi tahun 2030
2010 2030
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (Ha)
Belukar 74.526 56.902
Belukar Rawa 376 81
Hutan Lahan Kering Primer 123.025 96.907
Hutan Lahan Kering Sekunder 59.644 58.847
Pemukiman 2.886 3.467
Pertanian Lahan Kering 16.004 17.300
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 204.172 247.138
Rumput 607 520
Sawah 18.841 19.004
Tanah Kosong 153 68
Tubuh Air 1.278 1.278
Total 501.511 501.511
Ketidakselarasan Pemanfaatan Lahan RTRW Kabupaten Lampung Barat
Analisis ketidakselarasan pemanfaatan lahan dilakukan pada penggunaan
lahan tahun 2010 dan peta prediksi tahun 2030 dengan peta RTRWK Lampung
Barat periode tahun 2010-2030 (Lampiran 6). Berdasarkan hasil analisis
overlaping peta penggunaan lahan tahun 2010 dengan peta RTRWK diperoleh
hasil bahwa 171.489 ha (34,19%) penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat
tidak selaras (inkonsisten) terhadap arahan RTRWK. Ketidakselarasan terbesar
terjadi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) sebesar 72.657 ha
(14,49%). Proporsi luas ketidakselarasan pemanfaatan lahan (Gambar 13) paling
besar terjadi pada penggunaan lahan pertanian sebesar 23,34% dari luas total
wilayah. Selanjutnya disusul dengan penggunaan lahan rumput/belukar sebesar
10,05%, lahan hutan 0,42%, pemukiman 0,35% dan lahan lainnya 0,01%.
16
Lahan Lainnya
14
Rumput/Semak
Luas Penggunaan Lahan (%)
12 4,42 Pemukiman
Lahan Pertanian
10 0,01 Lahan Hutan
0,83
8 0,03
6
10,05
4 8,10 0,01
1,56 2,67
0,06
2
2,66 0,57 2,37 0,15
0,15 0,42 0,08 0,01
0
Hutan Taman Kawasan Hutan Hutan Rencana Rencana Rencana Rencana Rencana
Lindung Nasional Lindung Produksi Tanaman Hortikultura Pemukiman Perkebunan Tanaman Tanaman
Bukit Barisan Lainnya Terbatas Rakyat Pangan Lahan Pangan Lahan
Selatan Basah Kering
Peruntukan RTRW
Gambar 13 Grafik ketidakselarasan pemanfaatan lahan tahun 2010
24
20,00
Lahan Lainnya
18,00
4,40 Rumput/Semak
16,00
Luas Penggunaan Lahan (%)
Pemukiman
14,00 0,01
Lahan Pertanian
12,00 Lahan Hutan
10,00
0,74
0,04
8,00
14,49
6,00
Peruntukan RTRW
Simpulan
1. Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat pada periode
2000-2010 didominasi oleh bertambahnya luasan pertanian lahan kering
campur semak dan hutan lahan kering sekunder. Pertambahan ini diikuti
dengan berkurangnya luasan hutan lahan kering primer dan belukar.
2. Prediksi penggunaan lahan ke tahun 2030 menunjukkan bahwa pertanian
lahan kering campur semak akan bertambah 42.966 ha atau akan mendominasi
49% penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat, sedangkan hutan lahan
kering primer akan berkurang 26.118 ha atau hanya 19% dari luas total
wilayah.
3. Ketidakselarasan penggunaan lahan pada tahun 2010 adalah 171.489 ha
(34,19%) dan pada akhir periode peruntukan RTRWK tahun 2030 meningkat
menjadi 197.709 ha (39,42%) dengan ketidakselarasan penggunaan lahan
terbesar terjadi di TNBBS sebesar 94.796 ha (18,90%).
Saran
Deteksi perubahan penggunaan lahan menggunakan pemodelan perubahan
penggunaan lahan dengan metode ANN dapat memproyeksikan penggunaan lahan
pada masa yang akan datang dengan cukup baik. Namun, perlu dilakukan
pendetilan interpretasi menggunakan citra satelit resolusi yang lebih tinggi dan
perlu ditambahkan variabel pendorong seperti pendapatan asli daerah. Perlu
dilakukan revisi RTRWK Lampung Barat untuk penambahan kawasan budidaya.
DAFTAR PUSTAKA
2 Belukar –
Pertanian
Lahan Kering
3 Belukar –
Pertanian
Lahan Kering
Campur
Semak
33
4 Belukar-
Tanah
Kosong
5 Belukar
Rawa-Sawah
6 Hutan Lahan
Kering
Primer -
Belukar
34
7 Hutan Lahan
Kering
Primer -
Hutan Lahan
Kering
Sekunder
8 Hutan Lahan
Kering
Primer -
Pertanian
Lahan Kering
Campur
Semak
9 Hutan Lahan
Kering
Primer-Tanah
Kosong
35
10 Hutan Lahan
Kering
Sekunder-
Belukar
11 Hutan Lahan
Kering
Sekunder-
Pertanian
Lahan Kering
Campur
Semak
12 Pertanian
Lahan Kering
-Pemukiman
36
13 Pertanian
Lahan Kering
Campur
Semak-
Belukar
14 Pertanian
Lahan Kering
Campur
Semak-
Pemukiman
15 Pertanian
Lahan Kering
Campur
Semak-
Pertanian
Lahan Kering
37
16 Rumput-
Sawah
17 Sawah-
Pemukiman
18 Tanah
Kosong-
Belukar
38
19 Tanah
Kosong-
Pertanian
Lahan Kering
Campur
Semak
Lampiran 4 Peta penggunaan lahan tahun 2014 dan peta prediksi penggunaan
lahan tahun 2014 Kabupaten Lampung Barat
Lampiran 5 Validasi silang metode Crosstab antara luas proyeksi ANN tahun 2014 dengan luas peta penggunaan lahan tahun 2014
Luas Penggunaan lahan proyeksi 2014 (ha)
Penggunaan lahan 2014 (ha) Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Lampiran 8 Luasan hasil overlay penggunaan lahan prediksi tahun 2030 dengan RTRWK
Pertanian
Hutan Hutan
Pertanian Lahan
Belukar Lahan Lahan Tanah Tubuh
Penggunaan Lahan Belukar Pemukiman Lahan Kering Rumput Sawah
Rawa Kering Kering Kosong Air
Kering Campur
Primer Sekunder
Semak
c) Pada Input Shapefile pilih peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat
tahun 2000.shp dan ketik nama Output: LU_2000_edit. Reference system
yang digunakan UTM 48 S, dengan unit distance dalam satuan meter.
d) Selanjutnya pilih Data Entry-Initial
f) Pilih output reference information dan masukkan jumlah kolom, baris, X min,
X maks, Y min dan Y max.
g) Nilai X min maks dan Y min maks dapat diketahui dengan memilih Layer
Properties pada window Composer di sebelah kanan layar. Sementara jumlah
kolom dan baris disesuaikan dengan ukuran piksel yang diinginkan. Dalam
penelitian ini dipakai ukuran piksel 50 m x 50 m. Rumus untuk menghitung
jumlah kolom dan baris adalah sebagai berikut:
Jumlah kolom =
Jumlah baris =
1.
Untuk mengkonvert peta-peta berikutnya, pilih copy spatial parameters from another image,
dan masukkan Initial_LU_2000_edit sebagai peta acuan.
2.
Byte : menyatakan bilangan dengan nilai range 8 bit biner (0-255) dan hanya berisi bilangan
positif
47
i) Atribut peta penggunaan lahan harus diisi dengan cara mengaktifkan Idrisi
Explorer4 terlebih dahulu, dan pilih LU_2000_edit dan pada bagian
Categories diisi 10 kelas penggunaan lahan. Lakukan hal yang sama untuk
peta penggunaan lahan tahun 2010.
2. Lakukan tahap a) sampai h) untuk peta jalan dan sungai dan beri nama
“jalan” dan “sungai”. Pada tahap i) masukkan hanya satu atribut saja yaitu
jalan dan sungai. Hitung jarak ke jalan dan sungai menggunakan modul
Distance, yaitu pilih GIS Analysis-Distance Operators-DISTANCE.
Masukkan feature image: jalan dan output image: dist_jalan. Satuan yang
digunakan adalah meter. Lakukan tahap yang sama untuk menghitung jarak
ke sungai.
3.
Sesuaikan dengan bentuk peta yang akan diconvert. Peta jalan dan sungai memilih Line to
raster.
4.
Cara mengaktifkan: File-Idrisi Explorer
48
5.
Peta kepadatan penduduk per piksel dibuat dengan asumsi bahwa populasi penduduk
menyebar secara sirkular dengan jari-jari 2 km dan populasi akan bertambah besar ketika
mendekati pusatnya (Muin, 2009).
49
c) Untuk menampilkan perubahan tersebut secara spasial, pilih Map changes dan
isi nama output: perubahan_2000_2010. Klik masing-masing atribut untuk
melihat daerah mana yang mengalami perubahan. Luas dapat dihitung dengan
cara klik kanan atribut pada peta, pilih Calculate area dan pilih satuannya.
Terlihat bahwa banyak perubahan yang sangat kecil, bahkan dibawah 5 ha
dan total perubahan ada 21 kelas perubahan. Hal ini berdampak pada semakin
banyaknya kelas perubahan sehingga semakin banyak pula tahap merunning
modelnya. Oleh karena itu, kita dapat membuat batas minimum luas yang kita
anggap berubah, dalam penelitian ini dianggap minimum perubahan luas
adalah 10 hektar. Klik Ignore transition less than dan isi 10 hektar. Tampilkan
lagi secara spasial perubahan luasnya, dan dapat dilihat bahwa kelas
perubahannya berkurang sehingga menjadi 19 kelas perubahan.
d) Untuk memodelkan ke 19 transisi tersebut, kita lanjutkan tahap Transition
Potentials. Pada tabel terlihat bahwa terdapat 19 transisi yang akan
dimodelkan. Terdapat 2 cara yang dapat digunakan untuk memodelkan, yaitu
regresi logit dan multi-layer perceptron (MLP) neural network8. Apabila
menggunakan MLP dapat mengelompokkan beberapa perubahan menjadi
satu, dengan menganggap masing-masing perubahan tersebut memiliki faktor
pendorong yang sama. Karena kita menganggap masing-masing variabel
pendorong memiliki pengaruh yang berbeda terhadap setiap perubahan maka
kita akan memodelkan satu-persatu kelas perubahan tersebut.
g) Pilih Run Transition Sub-Model, dan pastikan MLP Neural Network yang
terpilih. Klik Run Sub-Model dan perhatikan proses yang berjalan. MLP akan
memilih piksel secara acak dan terbagi menjadi 2 kelas, yaitu piksel dari kelas
yang aktual berubah, dan piksel dari kelas yang berpotensi berubah. Proses
akan selesai apabila mencapai iterasi ke 5000. Tingkat akurasi yang harus
dicapai adalah sekitar 100%. Apabila telah tercapai, klik Create Transition
Potensial dan akan tampil peta potensi perubahan. Peta ini menunjukkan
daerah atau lokasi mana saja yang memiliki potensi untuk berubah,
berdasarkan keenam variabel yang digunakan. Terlihat di sebelah kanan peta
adalah nilai peluang dengan rentang 0-1, semakin mendekati 1 berarti
peluangnya untuk berubah semakin besar.
h) Lakukan hal yang sama untuk semua kelas perubahan, dalam penelitian ini
berarti ada 19 kelas perubahan. Nilai-nilai peluang yang dihasilkan digunakan
untuk tahap selanjutnya, yaitu tahap Change Prediction, dimana metode yang
digunakan adalah Markov Chain. Buka Tab Change Prediction, dan pilih
Change Demand Modeling. Isi tahun yang akan diprediksi dengan 2030.