Anda di halaman 1dari 28

1

ANALISIS PERMODELAN 3D KAWASAN GAMBUT


MENGGUNAKAN TEKNOLOGI LiDAR (LIGHT DETECTION
AND RANGING) UNTUK MENDUKUNG RENCANA DETIL
TATARUANG DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR
PROVINSI SUMATERA SELATAN

INDRA JAYA KUSUMA


A156160071

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
i

Judul Tesis : Analisis Permodelan 3d Kawasan Gambut Menggunakan Teknologi


Lidar (Light Detection And Ranging) Untuk Mendukung Rencana
Detil Tataruang Di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi
Sumatera Selatan.

Nama : Indra Jaya Kusuma


NIM : A156160071

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi a.n. Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Perencanaan Wilayah Sekertaris Program Magister

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Nahrowi

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:


(.................................................) (....................................................)
i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................................................... ii


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1

Perumusan Masalah ............................................................................................. 2

Tujuan Penelitian ................................................................................................. 3

Manfaat Penelitian ............................................................................................... 3

Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 3

2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 6
Lahan Gambut ..................................................................................................... 6

Light Detection and Ranging (LiDAR) ............................................................... 6

Digital Elevation Model (DEM) .......................................................................... 8

Klasifikasi Segmentasi Citra ............................................................................. 10

Kesatuan Hidrologis Gambut ............................. Error! Bookmark not defined.

Arahan Rencana Indikatif Prioritas Kawasan Gambut ...................................... 15

3 METODE ........................................................................................................... 15
Lokasi Penelitian ............................................................................................... 15

Data dan Alat ..................................................................................................... 16

Diagram Alir Penelitian ..................................................................................... 17

Jadwal Kegiatan Penelitian................................................................................ 21

Rencana Biaya Penelitian .................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23


ii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis, Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Output yang diharapkan 16
Tabel 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ............................................................... 21
Tabel 3 Rencana Biaya Penelitian......................................................................... 22
iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran ........................................................ 5


Gambar 2 Prinsip kerja sensor LiDAR (Nawangsidi, 2009).................................. 6
Gambar 3 Komponen Sensor LiDAR (Nawangsidi, 2009) .................................... 7
Gambar 4 Sensor LiDAR yang dapat memantulkan lebih dari 1 pantulan
(Sonsang, 2014) ...................................................................................................... 7
Gambar 5 Prinsip scanning sensor laser. (1) Transmitter menembakkan laser (2)
Sudut scan yang diinginkan (3) Cermin yang memantulkan sinar laser ke bawah.
(Hvidegaard, 2006 dalam Nawangsidi, 2009)......................................................... 8
Gambar 6 Contoh Data DEM LiDAR ..................................................................... 8
Gambar 7 Gradient (vertical dan horizontal)...........................................................9
Gambar 8 Laplacian...............................................................................................10
Gambar 9 Konsep Split dan Merge........................................................................10
Gambar 10 Split dan Merge...................................................................................11
Gambar 11 Referensi ketinggian Mean Sea Level.................................................12
Gambar 12 Matriks Indikatif Prioritas Kawasan Gambut (BRG, 2016)................12
Gambar 13 Lokasi Penelitian.................................................................................13
Gambar 14 Diagram Alir Penelitian secara umum................................................14
Gambar 15 Diagram Alir Penelitian (A). .............................................................. 19
Gambar 16 Diagram Alir Penelitian (B). .............................................................. 20
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah


pulau 13.466 dan garis pantai terpanjang nomor empat di dunia, yaitu
sepanjang 99.093 km (Badan Informasi Geospasial, 2013). Secara global,
lahan gambut Indonesia menempati posisi keempat sebagai lahan gambut
terluas di dunia setelah Kanada, Rusia, dan Amerika Serikat. Indonesia
memiliki lahan gambut seluas 20 juta ha, Kanada 170 juta ha, Rusia 150 juta
ha, dan Amerika Serikat 40 juta ha (Agus dan Subiksa, 2008).
Gambut adalah bahan organik mati yang telah terbentuk di tempat yang
tetap. Gambut terdiri dari 90% air dan 10% bahan organik. Gambut terbentuk
di bawah kondisi bahan tanaman yang mati kekal selama ribuan tahun karena
kombinasi saturasi air permanen, kadar oksigen rendah dan tingkat keasaman
yang tinggi. Lahan gambut ditemukan di hampir setiap negara di dunia dan
mencakup lebih dari 4 juta km2 di seluruh dunia atau 3% dari total luas lahan
di dunia (Anonim, 2010).
Kerusakan ekologi lahan hutan rawa di Indonesia secara umum telah
disebabkan dua kegiatan utama yaitu drainase terbuka dan kebakaran lahan.
Perubahan terhadap sifat alamiah lahan hutan rawa menciptakan kerugian
ekologis yang besar. Pemanfaatan yang mengabaikan sifat amiah lahan gambut
akan membuat gambut kering dan sangat mudah terbakar. Dalam mengatasi
dampak tersebut dibutuhkan suatu pemetaan detail spasial karakteristik
ekosistem gambut dalam merencanakan wilayah gambut.
Di Indonesia, saat ini ada lebih dari 10 peta lahan gambut yang
dihasilkan oleh berbagai lembaga dan peneliti individual. Sayangnya, peta-peta
tersebut menunjukkan hasil yang berbeda dan tidak konsisten satu dengan
lainnya. Hal ini disebabkan karena penggunaan dan sumber data dari definisi
gambut yang digunakan berbeda, kemudian metode dan tingkat presisi dalam
proses menganalisa sebaran lahan gambut dan kelas kedalaman yang digunakan
oleh pembuat peta lahan gambut tidak sama. Permasalahan ini telah
menghambat pelaksanaan dan penegakan dari kebijakan, peraturan, dan
perencanaan tata ruang dan zonasi di tingkat kabupaten, provinsi sampai tingkat
nasional.
Pada tahun 2015 terjadi bencana kebakaran kawasan gambut di provinsi
sumatera selatan salah satu kabupaten yang mengalami kebakaran yang cukup
besar adalah kabupaten Ogan Komering Ilir, yang mengakibatkan kerusakan
ekologi wilayah gambut menjadi rusak. Untuk mengatasi kerusakan yang
diakibatkan oleh kebakaran maka dibutuhkan perencanaan detail dalam
pembangunan berkelanjutan pada lahan gambut. Perencanaan detail tersebut
terdiri dari analisis pemetaan mengenai klasifikasi tutupan lahan gambut,
pembuatan peta Hidrotopografi, analisa permodelan vegetasi (canopy height
model (CHM)) dan arahan pengembangan wilayah gambut.
2

Untuk membuat perencanaan tersebut digunakan teknologi


penginderaan jauh resolusi tinggi dalam permodelan spasial secara tiga dimensi
yaitu (LiDAR) Light Detection and Ranging yang digunakan dalam hal ini
adalah data foto udara dan Digital Elevation Model (DEM)/Digital Surface
Model (DSM). Salah satu fungsi yang dilakukan untuk menganalisis
permodelan topografi adalah untuk mengetahui bentuk permukaan eksisting
lahan gambut, sehingga akan mendapatkan informasi untuk mengidentifikasi
kanal ataupun aliran sungai yang terdapat di lahan hutan rawa. Selain itu juga
fungsi permodelan vegetasi lahan gambut yaitu memodelkan atribut
inventarisasi hutan rawa serta menganalisis fase vegetasi pasca kebakaran
dengan menggunakan analisis Canopy High Model (CHM) dengan metode
Individual Tree Segmentation dan Gap Detection. Peta DEM dapat memberikan
geometri penampang lahan gambut serta aliran drainase di sekitar lahan gambut.
Beberapa cara dapat digunakan untuk membuat peta DEM, diantaranya
pengukuran manual di lapangan, penggunaan citra satelit seperti SRTM (Shuttle
Radar Topography Mission), teknologi IFSAR (Interferometric Synthetic
Apperture Radar), dan LIDAR (Light Detection and Ranging). Namun pada
saat ini, teknologi LIDAR (Light Detection and Ranging) dianggap yang terbaik
dalam menghasilkan peta DEM yang akurat dengan resolusi yang sangat tinggi,
yaitu dapat mencapai 1 m x 1 m dan bahkan kurang dari 1 m.
Hasil DEM dan DSM resolusi tinggi dari teknologi LiDAR dapat
memudahkan permodelan topografi dan vegetasi secara akurat dengan foto
udara yang mempunyai resolusi spasial 0.24 m x 0.24 m dan secara real time.
Dengan pengolahan Sistem Informasi Geografis (SIG), penentuan karakteristik
kawasan gambut akan mempermudah dan mempercepat proses analisis data.
SIG memiliki kemampuan dalam input, editing dan analisis data baik data grafis
maupun data atribut secara tepat dan akurat. Selain itu, pemanfaatan SIG sangat
penting terutama dalam hal efisiensi tenaga dan waktu.
Kabupaten Ogan Komering Ilir sendiri merupakan ibukota Provinsi
Sumatera Selatan. Kabupaten tersebut memiliki kawasan gambut yang sangat
potensial untuk dikembangkan. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian di
kawasan gambut Kabupaten Ogan Ilir untuk memetakan tutupan lahan gambut,
pembuatan peta Hidrotopografi, analisa permodelan vegetasi (canopy height
model (CHM)) dan arahan pengembangan wilayah gambut. Semua informasi
ini dapat memberikan masukan untuk kebijakan lingkungan, dan
pengembangan wilayah di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan gambaran kondisi fisik
lingkungan di wilayah gambut berdasarkan data penginderaan jauh resolusi
tinggi yaitu data LiDAR tahun 2016 di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Perumusan Masalah
Sebagai kabupaten dengan memiliki kawasan gambut di provinsi
Sumatera Selatan, kebutuhan dalam kebijakan konservasi air di daerah tersebut
sangat penting dilaksanakan. Dengan luas mencapai 19.023,47 Km² kawasan
ini mempunyai potensi perubahan penggunaan lahan di wilayah gambut,
sehingga dibutuhkan pengendalian khusus konservasi lahan basah di wilayah
ini. Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, dapat diperoleh perumusan
masalahnya sebagai berikut:
3

1. Bagaimana Karakteristik tutupan Lahan Gambut Kawasan


Kabupaten Ogan Komering Ilir.
2. Bagaimana kondisi fisik topografi yang terdapat di lahan gambut di
Kabupaten Ogan Komering Ilir tahun 2016.
3. Bagaimana kondisi vegetasi yang terdapat di lahan gambut pasca
kebakaran di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
4. Bagaimana rekomendasi arahan pengembangan spasial kawasan
Gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir provinsi Sumatera
Selatan.

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Indetifikasi tutpan lahan gambut berdasarkan tutupan lahan area pada
daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir .
2. Permodelan peta 3D kawasan lahan gambut untuk pembuatan Peta
Hidrotopografi di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
3. Analisis permodelan vegetasi Canopy High Model (CHM) metode
Individual Tree Segmentation dan Gap Detection..
4. Arahan Perencanaan Wilayah Kawasan Hutan Rawa.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan
rekomendasi bagi Pemerintah Daerah dalam evaluasi Rencana Detil Tata
Ruang dan Tata kelola Hutan Kabupaten dalam penyusunan serta pengambilan
kebijakan lingkungan, dan pengembangan wilayah di Kabupaten Ogan
Komering Ilir.

Kerangka Pemikiran
Dalam perencanaan suatu kawasan hutan rawa diperlukan data spasial
yang akurat dalam perencanaan berkelanjutan baik secara konstruksi maupun
pemeliharaan dari pemerintah. Menurut lembaga Badan Informasi Geospasial
peta foto udara Lidar adalah suatu metode pemetaan secara pemotretan
udara dan/atau Lidar yang dapat memenuhi keseluruhan spesifikasi teknis,
maka pemenuhan kebutuhan peta dasar skala besar secara real time dilakukan
dengan teknologi Lidar, mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas untuk
percepatan pemetaan skala besar digunakan metode ini sebagai alternatifnya.
Kabupaten Ogan Komering Ilir adalah salah satu kawasan gambut di
Indonesia. Wilayah ini perlu mempunyai perencanaan pembangunan
berkelanjutan yang baik, yang pada giliran perlu memperhatikan kondisi
karakteristik lahan dan landform yang ada, sehingga kebijakan dan program
pengembangan wilayah lebih terarah dan tepat sasaran. Pemetaan Lidar dapat
menyajikan peta dengan skala 1000 dengan menghasilkan peta otho foto dan
DEM/DSM resolusi 25 cm dan point density 5 point/sqm. Dengan dukungan
data survei lapangan akan didapatkan data groundtruth, data tersebut akan di
integrasikan dengan data lidar yang menginterpretasikan kondisi diatas
permukaan. Setelah semuanya disajikan maka peta dasar yang disajikan baik
4

dalam 3 dimensi secara real time ini dapat mengevaluasi karakteristik lahan
gambut berdasarkan topografi dan vegetasi yang ada diatas permukaan.
Sehingga data tersebut dapat dijadikan referensi dalam perencanaan
berkelanjutan baik secara rekayasa konstruksi maupun referensi zonasi rencana
detil tata ruang dan tata kelola hutan rawa pada wilayah Kabupaten Ogan
Komering Ilir .
5

Gambar 1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran


6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Gambut
Lahan gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk
oleh adanya penimbunan/akumulasi bahan organik di lantai hutan yang berasal
dari reruntuhan vegetasi di atasnya dalam kurun waktu lama. Akumulasi ini
terjadi karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju
penimbunan bahan organic di lantai hutan yang basah/tergenang tersebut
(Najiyati et al, 2005).
Di Asia Tenggara, lahan gambut terdapat di daerah pantai rendah
Kalimantan, Sumatera dan Papua Barat di Indonesia, Penisular Malaysia,
Serawak dan Sabah di Malaysia, Brunei, dan sebelah Tenggara Thailand.
Sebagain kecil juga terdapat di Delta Mekong Vietnam dan kepulauan sebelah
Utara Philipina. Sebagian besar berada pada daerah rendah dan tempat yang
masih terpengaruh dengan kondisinya, berada di daratan sampai jarak 100 km
sepanjang aliran sungai dan daerah tergenang. Lahan gambut menutupi lebih
dari 26 juta hektar (69% dari seluruh lahan gambut tropis) pada ketinggian
sekitar 50 m dpl. (Rieley, 2007).

Light Detection and Ranging (LiDAR)


LiDAR (Light Detection and Ranging) merupakan sistem pengindraan
jauh dengan memanfaatkan gelombang aktif sinar laser. Prinsip kerja LiDAR
adalah mendapatkan informasi koordinat objek, dengan menghitung jarak
berdasarkan informasi selang waktu yang dibutuhkan sinar laser menempuh
perjalanan dari pemancar, memantul dari objek, hingga kembali diterima oleh
receiver. Diterangkan dalam gambar II.7. di bawah ini.

Gambar 2 Prinsip kerja sensor LiDAR (Nawangsidi, 2009)


Sistem LiDAR terdiri dari beberapa komponen, seperti :
1. Sinar laser, umumnya digunakan spektrum ultraviolet, near-
infrared, serta cahaya tampak (visible light).
2. Scanner, merupakan alat penembak sinar laser serta alat optik
untuk membagi arah tembak sinar laser.
3. Receiver, merupakan alat untuk menerima sinar laser pantulan
dari objek.

Penggunaan LiDAR sendiri ada dua metode, antara lain Ground LiDAR
dan Airborne LiDAR. Ground LiDAR adalah metode pemetaan dengan
menggunakan sensor LiDAR yang diletakkan di permukaan bumi. Sementara
Airborne LiDAR adalah metode pemetaan dengan menggunakan sensor LiDAR
pada wahana pesawat terbang, pada umumnya menggunakan pesawat Cessna
7

atau helikopter. Dalam Airborne LiDAR, posisi pesawat diketahui dengan


integrasi GPS yang terdapat di permukaan bumi dan INS yang terdapat dalam
pesawat, kemudian jarak wahana pesawat dengan permukaan bumi didapatkan
dari sensor LiDAR yang ditembakkan, yang pada akhirnya didapatkan
koordinat (x,y,z) titik-titik objek yang berada di permukaan bumi. Analoginya
diterangkan pada gambar II.8 di bawah ini.

Gambar 3 Komponen Sensor LiDAR (Nawangsidi, 2009)


Keunggulan sensor LiDAR adalah mampu melakukan pengukuran
multiple return (multi pantulan) dari setiap pulsa yang dipancarkan, sehingga
sistem ini dapat memetakan tutupan lahan hingga permukaan bumi. Banyaknya
pantulan yang dapat dideteksi oleh sensor adalah dua hingga lima pantulan.
Dalam pembuatan DTM, data yang dimanfaatkan adalah data terbawah, data
tersebut dianggap sebagai data permukaan tanah, seperti yang diterangkan pada
gambar II.9.

(a) (b)

Gambar 4 Sensor LiDAR yang dapat memantulkan lebih dari 1 pantulan


(Sonsang, 2014)
Kemampuan sinar laser pada sistem LiDAR bergantung pada medium
yang dilewatinya, apakah udara, tutupan lahan, atau dasar perairan. Sistem
airborne LiDAR menggunakan pancaran sinar laser dengan kecepatan rambat
299,792.458 km/s atau 300,000 km/s. Jarak maksimal antara pesawat dengan
8

permukaan tanah adalah 6 km, karena sinar laser akan menempuh jarak
maksimal hanya 12 km sejak dipancarkan hingga diterima receiver. Jarak 12
km tersebut ditempuh dalam waktu 4 x 10-5 detik. Kemampuan sinar laser yaitu
memancarkan 5000-50,000 pancaran/detik, atau memerlukan 2 x 10-4 hingga 2
x 10-5 detik untuk 1 pancaran sinar. Berkas sinar tersebut ditembakkan secara
beruntun dan diarahkan sesuai pola scan melalui cermin yang berputar menyapu
berkisar 20° - 75°. Seperti yang diilustrasikan pada gambar II.10 di bawah ini.

Gambar 5 Prinsip scanning sensor laser. (1) Transmitter menembakkan laser (2)
Sudut scan yang diinginkan (3) Cermin yang memantulkan sinar laser ke bawah.
(Hvidegaard, 2006 dalam Nawangsidi, 2009)

Digital Elevation Model (DEM) dan Digital Surface Model (DSM)


Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian
ketinggian permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik yang
mewakili bentuk permukaan bumi dapat dibedakan dalam bentuk teratur, semi
teratur, dan acak. Sedangkan dilihat dari teknik pengumpulan datanya dapat
dibedakan dalam pengukuran secara langsung pada objek (terestis), pengukuran
pada model objhek (fotogrametris), dan dari sumber data peta analog (digitasi).
Teknik pembentukan DEM selain dari Terestis, Fotogrametris, dan Digitasi
adalah dengan pengukuran pada model objek, dapat dilakukan seandainya dari
citra yang dimiliki bisa direkonstruksikan dalam bentuk model stereo. Ini dapat
diwujudkan jika tersedia sepasang citra yang mencakup wilayah yang sama.
Salah satu definisi DEM yaitu suatu basis data dengan koordinat X, Y, Z
digunakan untuk merepresentasikan permukaan tanah secara digital.

(a) (b)
Gambar 6 Contoh Data DEM LiDAR
DEM terbentuk dari titik-titik yang memiliki nilai koordinat 3D (X, Y,
Z). Permukaan tanah dimodelkan dengan memecah area menjadi bidang-bidang
9

yang terhubung satu sama lain dimana bidang-bidang tersebut terbentuk oleh
titik-titik pembentuk DEM. Titik-titik tersebut dapat berupa titik sample
permukaan tanah atau titik hasil interpolasi atau ekstrapolasi titik-titik sample.
Titik-titik sample merupakan titik-titik yang didapat dari hasil sampling
permukaan bumi, yaitu pekerjaan pengukuran atau pengambilan data ketinggian
titik-titik yang dianggap dapat mewakili relief permukaan tanah. Data sampling
titik-titik tersebut kemudian diolah hingga didapat koordinat titik-titik sample.
Kualitas suatu DEM dapat dilihat pada akurasi dan presisi dari DEM
tersebut. Yang dimaksud dengan akurasi adalah nilai ketinggian titik (Z) yang
diberikan oleh model DEM, berbanding dengan nilai sebenarnya yang dianggap
benar. Sedangkan presisi adalah banyaknya informasi yang dapat diberikan
oleh DEM. Presisi bergantung pada jumlah dan sebaran titik-titik sample dan
ketelitian titik sample sebagai masukan/input bagi pembentukan DEM dan juga
metode interpolasi untuk mendapatkan ketinggian titik-titik pembentuk DEM.
Titik-titik sample yang dipilih untuk digunakan harus dapat mewakili bentuk
terrain secara keseluruhan sesuai dengan kebutuhan aplikasi penggunaannya
(Shamsi 2005).
Model permukaan atau DSM merupakan representasi bentuk
permukaan yang diperoleh dari fitur-fitur diatas permukaan tanah seperti
vegetasi dan bangunan yang diperoleh dari data LiDAR. Nilai ketinggian dari
model ini masih dihitung dari muka laut rata-rata. Ilustrasi perbedaan DTM dan
DSM disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Perbedaan DEM dan DSM

Canopy High Model (CHM)


Tinggi pohon yang didefinisikan sebagai jarak antara puncak batang
pohon yang berbatang tunggal terhadap titik proyeksinya di permukaan tanah.
CHM merupakan model tiga dimensi ketinggian kanopi pohon yang diekstrak
dari hasil pengurangan raster ketinggian DSM dan DEM. Tinggi pohon pada
penelitian ini merupakan jarak antara pantulan yang berasal dari permukaan
tanah (ground points) dan pantulan pertama (first return) pada kanopi pohon
dalam data lidar (Dubayahm et al., 2000).
10

Gambar 8. Canopy High Model

Klasifikasi DEM/DSM Algoritma Macro Terrasolid


Klasifikasi pada software Terrasolid terdiri dari dua macam metode, yaitu klasifikasi
otomatis dan klasifikasi manual. Klasifikasi otomatis bertujuan untuk membagi jutaan data
point cloud secara otomatis ke dalam layer ground dan non ground. Untuk melakukan
klasifikasi otomatis diperlukan algoritma yang tepat sehingga point clouds dapat
terklasifikasi ke dalam layer yang tepat. Pada metode ini juga dilakukan klasifikasi ke kelas
low points yaitu kelas untuk titik-titik yang dianggap sebagai noise (berada di bawah nilai
rata-rata). Algoritma yang disusun dijalankan pada perintah running macro pada modul
TerraScan pada software Terrasolid. Sedangkan, klasifikasi manual dilakukan oleh
operator untuk mengklasifikasikan titik-titik yang belum terklasifikasikan dengan benar.
TerraScan merupakan salah satu modul yang terdapat pada perangkat lunak Terrasolid
yang dikhususkan sebagai solusi untuk pemrosesan point clouds dari perekaman data laser.
Software ini membaca data titik dari laser berdasarkan teks atau kode biner dan
memungkinkan operator untuk melihat point clouds secara tiga dimensi,
mengklasifikasikan data, dan membuat vektor data berdasarkan titik-titik tersebut
(TerraScan, 2015).

Klasifikasi Segmentasi Citra Berbasis Objek


Segmentasi citra merupakan teknik untuk membagi suatu citra menjadi
beberapa daerah (region) dimana setiap daerah memiliki kemiripan atribut. Ada 2
jenis segmentasi citra :
a. Diskontinuitas
Pembagian citra berdasarkan dalam intensitasnya, contohnya titik,garis,
dan edge (tepi).
b. Similaritas
Pembagian Citra berdaasarkan kesamaan-kesamaan kriteria yang
dimilikinya.Contohnya thresholding, region growing,region spliting,
dan region merging.
Segmentasi pada citra dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu
(Flanders 2003) :
a. Berbasis Tepi (edge-based)
Metode segmentasi berbasis tepi adalah suatu metode yang
mengidentifikasikan perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang
mendadak (besar) dalam suatu jarak yang singkat. Dua langkah dalam
mengaplikasikan metode ini yaitu mendeteksi batas segmen dari suatu
citra dan men-generate region pada citra tersebut. Operator yang umum
11

digunakan pada metode segmentasi adalah Diffrential Gradien,


Laplacian, dan Canny Operator, tetapi tidak dapat digunakan untuk
citra objek geografis karena segmentasi berbasis tepi hanya membuat
citra yang ada menjadi citra bertepi (edge images) dan bukan
mengklasifikasikan objek tersebut.

Gambar 9 Gradient (vertical dan horizontal)

Gambar 10 Laplacian

b. Berbasis Wilayah (Region Growing)


Metode segmentasi berbasis wilayah adalah suatu metode segmentasi
citra sederhana. Metode berbasis objek ini adalah metode dengan
paradigma baru yang dikembangkan sebagai alternatif untuk proses
klasifikasi. Sebagai alternatif, metode ini diharapkan menjadi solusi
yang dapat mengakomodasi kelemahan metode berbasis piksel. Pada
konsep dasarnya himpunan R adalah seluruh daerah citra. Kita akan
mempartisi R menjadi daerah-daerah R1, R2,…Rn, sedemikian hingga

P(Ri) merupakan logical predicate yang mendefinisikan semua titik


pada kumpulan Ri dan merupakan himpunan kosong
 Mengindikasikan segmentasi harus lengkap, semua pixel harus
pada region.
 Titik-titik pada sebuah region harus terhubung.
 Region-region harus disjoint.
 Kesepakatan antara property harus dipenuhi oleh pixel-pixel pada
region segmentasi. Contoh, P(Ri) = TRUE jika Ri memiliki level
gray yang sama.
 Region Ri dan Rj berbeda.
c. Split dan Merge
Teknik ini mempunyai representasi tepat dalam bentuk yang disebut
quadtree.
12

Gambar 11 Konsep Split dan Merge.

Selain itu grow region dari sekumpulan benih titik, alternative lainnya
dengan membagi sebuah gambar ke dalam bagian-bagian secara acak,
region yang tidak berhubungan satu sama lain dengan merge dan split
region sehingga memenuhi kondisi yang ditentukan.
Prosedurnya yaitu :
1. Split menjadi empat disjoint quadrants pada
region Ri dimana P(Ri) = FALSE
2. Merge region yang
bersebelahan Rj dan Rk dimana P(Ri U Rk) = TRUE
3. Stop ketika tidak mungkin ada lagi merge dan split Properti yang
berdasarkan mean dan standard deviasi dari pixel pada sebuah
bidang untuk menentukan texture dari sebuah region. Konsep
texture segmentation berdasarkan kegunaan ukuran textur untuk
predikat P(Ri ).

Gambar 12 Split dan Merge

Ada beberapa parameter yang perlu diterapkan untuk proses segmentasi yaitu
kesamaan dan daerah (similarity and area). Kesamaan (similarity) adalah nilai
batas yang digunakan untuk menunjukkan keanggotaan piksel untuk
dikelompokkan dalam kelas tertentu, sementara daerah (area) adalah nilai batas
yang digunakan sebagai jumlah minimal kelompok piksel. Karena tidak ada nilai
standar, nilai kesamaan dan daerah dilakukan secara berubah – ubah dengan
melakukan beberapa percobaan dan kesalahan sampai hasil segmentasi yang baik
diperoleh. Struktur fisik yang berbeda yang akan dikenali pada citra secara umum
memiliki ukuran yang sangat berbeda-beda. Metode berbasis objek adalah metode
baru yang banyak digunakan baru-baru ini di sejumlah penelitian besar untuk
memperkirakan hasil yang lebih akurat. Metode berbasis objek ini memakai analisis
berbasis pendekatan objek, tidak hanya informasi spektral yang akan digunakan
sebagai informasi klasifikasi, tetapi juga tektur dan informasi konteks dalam citra
akan digabung dalam klasifikasi juga (Flanders 2003).
13

AMS3D Based Point Clustering Untuk Individual Tree Segmentation


AMS3D menguraikan point cloud lidar ke dalam kelompok 3D yang sesuai
untuk ITC. Ini adalah pendekatan dua langkah yang mengasumsikan point cloud
untuk menjadi distribusi multi-modal di mana setiap mode yang didefinisikan
sebagai maksimum lokal dalam kepadatan dan tinggi, sesuai dengan satu lokasi di
dalam mahkota individu suatu pohon. Langkah pertama terdiri dari perhitungan
Beberapa mode point cloud menggunakan kernel 3D dengan perpindahan secara
iterative ke daerah yang lebih padat sampai konvergensi.
AMS3D memiliki dua keunggulan utama yang membawa kita untuk
menyelidikinya kemampuan untuk karakterisasi struktur hutan tropis yang
kompleks. Pertama, ia dapat menangani kepala kanopi dengan berbagai bentuk
(misalnya atipikal, ellipsoidal, kerucut) karena merupakan pendekatan non-
parametrik pada objek yang diminati. Kedua, itu hanya tergantung pada satu
parameter, yaitu ukuran kernel 3D yang kita beri nama bandwidth. Lalu yang
terakhir adalah menentukan besarnya dekomposisi point cloud lidar dengan
menentukan jumlah 3D secara cluster dan kepadatan pohon untuk area tertentu.
Bandwidth kecil akan mencari maxima lokal di lingkungan yang sempit untuk
overestimasi kepadatan pohon karena pohon yang lebih besar akan terbelah ke
beberapa mahkota yang lebih kecil. Sebaliknya, bandwidth yang besar akan terlihat
untuk lokal maxima di lingkungan yang luas, clustering bersama banyak pohon
kecil menyebabkan keremangan pohon meremehkan. Akibatnya, single Bandwidth
tidak disesuaikan untuk menganalisa tegakan hutan yang terlihat heterogen ukuran
mahkota Berikut ini kami sampaikan sebuah bandwidth Model didefinisikan
sebagai fungsi monoton secara terus menerus meningkat dimana bandwidth
meningkat asalkan berlaku untuk lidar yang lebih tinggi titik (w (Xi) disajikan pada
Gambar 11).

Gambar 13. Individual Tree Segmentation


Untuk menentukan klasifikasi gap antara vegetasi di hutan rawa gambut dilakukan
analisis Gap Detection pada point clouds lidar dari hasil model CHM, berikut
adalah ilustrasi pendugaan gap vegetasi.
14

Gambar 14. Gap Detection (J.C. White et al., 2018)


Dari hasil gap vegetasi ini dapat menentukan kelas fase vegetasi pasca kebakaran
hutan yang terdapat di kabupaten Ogan Komering Ilir provinsi sumatera selatan.

Hidrotopografi
Pada pembuatan peta Hidrotopografi di wilayah hutan rawa gambut menggunakan
data Digital Elevation Model (DEM) Lidar resolusi tinggi yang menginformasikan
data ketinggian diatas permukaan gambut, dari data tersebut menggunakan
referensi ketinggian Mean sea level. Mean sea level (MSL) adalah referensi muka
air rata-rata laut bila laut yang menjadi acuan. Referensi ketinggian ini
menunjukkan kemiringan muka air yang harus dipertahankan di saluran agar hujan
dapat didrainase dari lahan. Dari pemetaan hidrotopo akan dianalisis tata kelola air
disekitar hutan rawa. Untuk itu terdapat beberapa kelas saluran yang nanti akan
diamati, dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 kelas saluran air
Kode Nama Kelas/Kategori
SAL100 Saluran irigasi
SAL200 Saluran drainase
Sungai Besar bertanggul di
SNG111
dalam kawasan perkotaan;
Sungai besar tidak bertanggul
SNG112
di dalam kawasan perkotaan
Sungai besar bertanggul di
SNG113
luar kawasan perkotaan
Sungai besar bertanggul di
SNG114
luar kawasan perkotaan
Sungai sedang tidak
SNG121 bertanggul di dalam kawasan
perkotaan
Sungai sedang tidak
SNG122 bertanggul di luar kawasan
perkotaan
Sungai sedang bertanggul di
SNG123
dalam kawasan perkotaan
Sungai sedang bertanggul di
SNG124
luar kawasan perkotaan
15

Hidrotopografi mencerminkan kaitan antara topografi gambut dengan permukaan


air tanah. Pada kawasan gambut yang mempunyai kubah, semakin ke pusat kubah
permukaan air tanah semakin dalam. Dengan demikian apabila dibuat saluran
drainase, air cenderung akan keluar dari kawasan tersebut. Pada kawasan gambut
yang tidak mempunyai kubah, air tanah selalu menggenang pada saat musim hujan
atau saat fluktuasi air naik. Pengetahuan mengenai karakteristik hidrotopografi
sangat penting untuk pengaturan tata air pada ekosistem gambut. Pembuatan
saluran lepas dari kubah langsung menuju sungai atau laut akan menyebabkan
keluarnya air dalam jumlah yang besar dari kawasan bersangkutan dan akan
menyebabkan turunnya muka air tanah. Dampa lanjutan adalah terjadinya amblesan
dalam waktu yang singkat.

Arahan Rencana Indikatif Prioritas Kawasan Gambut


Pada arahan pengembangan kawasan gambut di Kabupaten Banyuasin dan Ogan
Komering Ilir dilakukan dengan membuat rencana indikatif prioritas pengelolaan
vegetasi kawasan hutan rawa pada skala besar tahun 2016. Pada penyusunannya
tersebut digunakan matriks arahan dari data spasial LiDAR secara aktual. Data
tersebut dapat mengiterpretasikan kondisi fisik permukaan kawasan gambut dan
mengevaluasi fase vegetasi pasca kebakaran dengan baik, sehingga dapat
memberikan arahan lokasi lahan yang sesuai terhadap pengkelompokan prioritas
kebakaran di wilayah hutan rawa gambut.

3 METODE
Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kabupaten Ogan Komering ilir terletak


di bagian Timur Provinsi Sumatera Selatan yaitu tepatnya antara 104°20’ dan
106°00’ Bujur Timur dan 2°30’ sampai 4°15’ Lintang Selatan, luasnya mencapai
19.023,47 Km². Secara administrasi berbatasan dengan :
 Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir dan Kota Palembang di sebelah
Utara;
 Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dan Provinsi Lampung di sebelah
Selatan;
 Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten OKU Timur di sebelah Barat, dan;
 Selat Bangka dan Laut Jawa di sebelah Timur.
Sekitar 75 persen dari luas wilayah Kabupaten OKI merupakan bentan rawa
dan 25 persennya merupakan daratan. Daerah ini dialiri oleh banyak sungai dan
memiliki wilayah pantai dan laut. Lokasi Penelitian disajikan pada Gambar 9.
16

Gambar 15 Lokasi Penelitian

Data dan Alat


1. Data
a. Foto Udara akusisi bulan September tahun 2016 wilayah
Kabupaten Ogan Ilir.
b. Peta garis skala 1:1000 wilayah Kabupaten Ogan Ilir .
c. Rencana SNI Panduan Klasifikasi Lahan Gambut 2016, Badan
Informsi Geospasial
d. Point Cloud Laser Scanner Survey LiDAR

2. Alat
Peralatan dalam penelitian ini meliputi:
a. ArcGIS 10
b. AutoCad 2013
c. Surfer 10
d. Global Mapper
e. LiForest
f. Microstation Survey 2004
Tabel 2 Jenis, Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Output yang
diharapkan.

No. Tujuan Jenis dan Sumber Teknik Output yang


Data Analisis Data Diharapkan
1 Mengklasifikasi lahan 1. RSNI BIG Teknik Klasifikasi Peta
gambut berdasarkan Klasifikasi Lahan Segmentasi Karakteristik
tutupan lahan area pada Gambut (BIG) Lahan Gambut
daerah Kabupaten Ogan 2. Ortho Foto skala berdasarkan
Komering Ilir . 1:1000 ( PT. ASI kelas tutupan
Pudjiastuti lahan.
Geosurvey)
17

No. Tujuan Jenis dan Sumber Teknik Output yang


Data Analisis Data Diharapkan
2 Permodelan peta 3D 1. Hasil Proses Prosesing Peta
DEM/DSM kawasan Digital Elevation Macro Hidrotopografi
lahan gambut. Model (Point interpolasi di Kabupaten
Cloud LiDAR PT. DEM/DSM Ogan Komering
ASI Pudjiastuti dan digitasi. Ilir skala
Geosurvey) 1:5000.
2. Jaring kerangka
kontrol Horizontal
( PT. ASI
Pudjiastuti
Geosurvey)

3 Analisis permodelan 1. Hasil interpolasi Individual Peta Rencana


vegetasi Canopy High Kontur Tree Indikatif
Model (CHM) metode (DEM/DSM) Segmentation Prioritas
di Kabupaten Ogan 2. Hasil Peta dan Gap Vegetasi
Komering Ilir . Tutupan Lahan Detection Kawasan
Gambut

4 Arahan Pengembangan - RDTR Kab. Ogan -Deskriptif - Rekomendasi


Kawasan Lahan Komering Ilir . - Ovarlay arahan
Gambut ( Bappeda). pengembangan
- Masterplan peta lahan gambut
Lahan Gambut
(BRG).
-Output Tujuan 1,2,3

Diagram Alir Penelitian


Diagram alir pada penelitian ini terdiri dari empat tahap utama seperti
disajikan pada Gambar 10.
18

Gambar 16 Diagram Alir Penelitian secara umum.


Diagram alir tahap pengolahan, analisis dan sintesis disajikan pada
Gambar 14, dan 15:
19

Gambar 77 Diagram Alir Penelitian (A).


20

Gambar 88 Diagram Alir Penelitian (B).


21

Jadwal Kegiatan Penelitian

Pada jadwal kegiatan penelitian dilakukan kegiatan yang di mulai dari penyusunan
draft proposal pada awal bulan September 2017 hingga jadwal ujian tesis yang
direncanakan pada Juni 2018. Pelaksanaan penelitian di lapangan diperkiranakan
akan berlangsung selama tiga bulan yaitu bulan Januari – Maret 2018. Adapun
jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 3 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Waktu Penelitian
Tahap
Penelitian Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli
2017 2018
Penyusunan draft

proposal tesis
Perbaikan Draft

Proposal

Sidang Komisi I √
Penyusunan
makalah √
kolokium

Kolokium
Finalisasi dan
pengesahan √ √
proposal
Pengumpulan
√ √ √
data
Analisis data √
Penyusunan draft
√ √
tesis
Siding Komisi II √
Seminar hasil

Penyusunan
√ √ √
makalah jurnal
Siding komisi III

Ujian tesis

Perbaikan dan
penggandaan √
tesis
22

Rencana Biaya Penelitian


Rencana biaya yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah sebesar Rp.
17.500.000,-. Rencana biaya penelitian menurut jenis kegiatan dapat dilihat pada
tabel .
Tabel 1 Rencana Biaya Penelitian
No Jenis Kegiatan Jumlah (Rp)
1 Penyusunan Proposal 500.000

2 Transportasi 5.000.000

3 Pengumpulan Data (Primer dan Sekunder) 5.000.000

4 Pengolahan/analisis Data 2.000.000

5 Kolokium, Seminar dan Ujian 1.000.000

6 Publikasi Jurnal 1.500.000

7 Penyusunan Draft Tesis 1.000.000

8 Penggandaan Tesis 500.000

Jumlah Keseluruhan Biaya 16.500.000


23

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. dan Subiksa, I.G.M. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan
Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
(ICRAF). Bogor.
Flanders, D., H. Mryka adan P. Joan, 2003. Preliminary Evaluation of eCognition
Object Based Software for Cut Block Delineation and Feature Extraction.
Canadian Journal of Remote Sensing, 20: 441-452.
Nawangsidi, D. 2009 : Airborne Altimetric Lidar : Aplikasi dan Permasalahan,
Tugas Akhir, Jurusan Teknik Geodesi. Bandung (ID): Institut Teknologi
Bandung.
Najiyati, S., Muslihat L dan Suryadiputra I. N N. 2005 Panduan Pengelolaan Lahan
Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan. Bogor (ID): Wetlands International
- IPB.
Pfilipsen, B, 2006, Volume Computation – A Comparison of Total Station Versus
Laser Scanner and Different Software, Thesis. England (UK): University of
Galve.
Rieley, J. O. 2007. Environmental and economic Importance of Lowland Tropical
Peatlands of Southeast Asia: Focus on Indonesia. In: Wosten, H.,
Radjagukguk, B. 2007. Open Science Meeting 2005, Session on The Role
of Tropical Peatlands in Global Change Processes, Science and Society:
New Challenges and Opportunities 27-29 September 2005, Yogyakarta,
Indonesia. Yogyakarta (ID): Andi Offset.
Shamsi, U.M., 2005, GIS Applications for Water, Wastewater, and Stormwater
System. Florida (US): CRC Press.
Seyhan, E. 1977. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University.
Sinnakaudan, S.K., 2009, Integrated Triangular Irregular Network (ITIN) Model
for Flood Plain Analysis, International Journal of Geoinformatic, 5 (2): 47
– 55.
Sonsang, R. (2014) : Detail Mapping with Topographic LiDAR, Artikel P.E.P
Topographic detail with LiDAR survey (Laser+Foto) di Aceh Barat. Jakarta
(ID): PT Karvak Nusa Geomatika.

Anda mungkin juga menyukai