Anda di halaman 1dari 51

PETUNJUK TEKNIS PERHITUNGAN REFERENCE

EMISSION LEVEL UNTUK SEKTOR BERBASIS


LAHAN

Indrawan Suryadi | UN-REDD Program Indonesia | 2012


Daftar Isi
Bab 1. Pendahuluan ................................................................................................ 2
Bab 2. Berbagai Metode REL yang Tersedia ....................................................... 4
2.1. Historical Based ............................................................................................ 5
2.2. Adjusted Historical Based .......................................................................... 6
2.3. Forward Looking ......................................................................................... 7
Bab 3. Inventarisasi Kebutuhan dan Sumberdaya ............................................. 9
3.1. Perangkat....................................................................................................... 9
3.2. Data .............................................................................................................. 10
Bab 4. Identifikasi Penutupan Lahan ................................................................. 12
4.1. Teknik interpretasi citra satelit................................................................. 12
4.2. Pengolahan awal citra ............................................................................... 15
4.2.1. Pembuatan data set citra .................................................................... 15
4.2.2. Koreksi Geometrik .............................................................................. 18
4.2.3. Koreksi Radiometrik ........................................................................... 19
4.3. Klasifikasi Citra .......................................................................................... 20
4.3.1. Segmentasi ........................................................................................... 21
4.3.2. Identifikasi Training Area .................................................................. 25
4.3.3. Klasifikasi ............................................................................................. 27
4.3.2. Perhitungan Akurasi .......................................................................... 28
Bab 5. Analisis Perubahan Penutupan Lahan, Deforestasi, dan Degradasi . 30
5.1. Analisis perubahan penutup lahan ......................................................... 30
5.2. Identifikasi deforestasi dan degradasi hutan ......................................... 34
Bab 6. Estimasi Sejarah Emisi .............................................................................. 41
Bab 7. Proyeksi Emisi Masa Depan .................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 49

1
Bab 1. Pendahuluan

Reference Emission Level merupakan tingkat emisi acuan yang


diukur pada suatu wilayah yang disebabkan dari kegiatan
deforestasi dan degradasi hutan. REL merupakan acuan dalam
menghitung penurunan atau kenaikan emisi masa depan pada suatu
wilayah. Dalam skema REDD, angka ini akan menentukan, dengan
membandingkan emisi aktual yang terjadi dalam suatu kurun waktu
tertentu, apakah suatu wilayah berhasil ataukah tidak dalam upaya
mitigasi perubahan iklim yang telah diupayakan.

Berbagai metode telah tersedia dalam perhitungan tingkat emisi


acuan ini. Masing-masing memiliki kekuatan, kelemahan, dan
prakondisi yang berbeda. Pada modul ini penulis akan
menyampaikan proses perhitungan tingkat emisi acuan dengan
menggunakan bahasa yang disederhanakan agar dapat difahami
oleh berbagai fihak.

Tujuan dari disusunnya modul ini adalah memberikan pemahaman


teknis berbagai fihak, terutama pemerintah di daerah terkait
cara/teknis perhitungan tingkat acuan emisi di daerahnya masing-
masing. Modul ini terdiri dari beberapa bab, dimana setiap chapter
mewakili setiap proses yang diperlukan terkait dengan perhitungan
REL, yang meliputi:

Bab metode, memaparkan perbandingan setiap metode yang


tersedia dalam perhitungan REL, keterkaitannya dengan data yang
diperlukan, dan tahapan relatif dari proses proses identifikasi secara
keseluruhan.

Bab identifikasi kebutuhan dan sumberdaya, memapaparkan


kebutuhan data, dan perangkat yang diperlukan dalam perhitungan
REL. Kebutuhan spesifik jenis data dari setiap metode termasuk
software maupun hardware yang diperlukan.

2
Bab identifikasi penutupan lahan memaparkan teknis identifikasi
penutupan lahan menggunakan metode terpilih.

Bab analisis perubahan penutupan lahan, deforestasi dan


degradasi hutan, memaparkan teknik analisis perubahan penutupan
lahan, identifikasi deforestasi dan degradasi hutan dengan
menggunakan software Arc GIS dan MS Excel. Definisi deforestasi
dan degradasi hutan mengacu pada definisi dan kelas penutupan
lahan yang digunakan pada kementerian kehutanan.

Bab identifikasi sejarah emisi, memaparkan teknik estimasi emisi


di masa lampau berdasarkan data perubahan penutupan lahan dan
data cadangan karbon atau faktor emisi yang telah tersedia.

Bab proyeksi emisi masa depan BAU, memaparkan teknik proyeksi


emisi dimasa depan BAU berdasarkan sejarah emisi masa lampau
dengan menggunakan beberapa metode yang tersedia.

Proses perhitungan REL secara umum disajikan pada bagan alur


dibawah ini.

3
Gambar 1. Tahapan proses perhitungan REL

Bab 2. Berbagai Metode REL yang Tersedia

Merujuk pada informasi yang disajikan diawal, bahwa perhitungan


proyeksi emisi dapat dilakukan dengan beberapa cara: [a]
berdasarkan sejarah emisi dalam suatu kurun waktu tertentu, [b]
berdasarkan sejarah emisi yang disesuaikan dengan suatu faktor
penyesuai, [c] berdasarkan prediksi yang didasarkan pada rencana
tata ruang wilayah dan rencana pembangunan/ekonomi, dan [d]
berdasarkan model eksplisit spasial yang diinput oleh beberapa data
proxy.

Beberapa pilihan metode tersebut disajikan dalam bagan berikut ini:

4
Gambar 2. Bagan alur analisis teknis identifikasi REL (Sumber: UN-
REDD Indonesia, 2012)

2.1. Historical Based

Metode ini secara sederhana menggunakan emisi yang telah


terjadi untuk memprediksi sejarah emisi di masa lalu. Sejarah
emisi disintesis dari data perubahan penutupan lahan dan
faktor emisi atau carbon density. Sehingga dalam hal ini,
proyeksi merupakan fungsi lanjutan dari sejarah emisi.

Karakteristik metode ini adalah:


 Dibandingkan dengan metode lain, sejarah berbasis
metode yang paling sederhana.
 Hanya membutuhkan data sejarah tutupan lahan dalam
kurun waktu tetentu.

5
 Secara umum, memiliki tingkat kebutuhan biaya biaya
yang lebih rendah dibandingkan dengan metode lain.
 Hanya memerlukanalat (tool) Sistem Informasi Geografis
yang sederhana dalam melakukan analisis /
perhitungannya.
 Karena merupakan metode yang paling sederhana,
metode mudah untuk dipahami oleh pemerintah daerah.
 Metode ini menguntungkan bagi daerah yang memiliki
angka sejarah emisi yang tinggi.
 Metode ini tidak mempertimbangkan kebijakan
pemerintah terkait dengan alokasi penggunaan lahan di
masa depan.
 Metode ini tidak mempertimbangkan hubungan dan
dampak dari berbagai faktor yang mempengaruhi atau
memicu perubahan tutupan lahan dimasa depan.
 Metode ini tidak menguntungkan bagi daerah yang
memiliki sejarah emisi yang rendah.

2.2. Adjusted Historical Based

Metode ini melakukan penyesuaian dari proyeksi yang


didasarkan pada suatu faktor penyesuai. Faktor penyesuai
tersebut dapat berupa kepadatan penduduk, laju
pertambahan ekonomi, dll.

Karakteristik metode ini adalah:


 Mengakomodasi keadaan saat yang diwakili oleh
beberapa faktor penyesuaian (kepadatan penduduk,
pertumbuhan ekonomi, dll) untuk menyesuaikan emisi
masa depan yang diproyeksikan.
 Membutuhkan hanya dua set data: [1] sejarah tutupan
lahan, dan [2] Faktor penyesuaian.

6
 Hanya memerlukan standar Geographics syatem
Informasi dan alat Penginderaan Jauh dalam melakukan
analisisnya.

 Terdapat beragam elemen faktor penyesuai yang bersifat


kontekstual yang dapat beragam tergantung pada
kondisi daerah yang bersangkutan, sehingga elemen /
parameter faktor penyesuai yang digunakan oleh setiap
daerah dapat berbeda satu sama lain.

2.3. Forward Looking

Metode forward looking merupakan metode yang


memproyeksi emisi masa depan berdasarkan beberapa data
proksi yang dimiliki. Berdasarkan teknis dan data yang
digunakan, metode ini selanjutnya dapat dibedakan menjadi
forward looking parametrik dan forward looking non
parametrik.

Metode forward looking parametrik menggunakan


pemodelan eksplisit spasial dalam memproyeksikan emisi
masa depan. Data yang digunakan meliputi data yang dinilai
berpotensi menjadi trigger dari deforestasi dab degradasi
hutan, seperti jaringan jalan, jaringan sungai, kelerengan,
ketinggian, dll. Contoh model yang tersedia adalah geomod
dan land change modeller. Sementara itu, metode forward
looking non parametrik melakukan proyeksi emisi masa
depan dengan mendasarkan berbagai skenario yang merujuk
pada rencana pengembangan wilayah atau tataruang serta
dokumen rencana pembangunan dan ekonomi setempat.

Karakteristik metode ini adalah:


 Skenario yang didasarkan pada rencana tata ruang lokal
untuk membuat metode ini minggu relatif mudah untuk

7
mendiskusikan dengan pemerintah daerah, terutama
dalam hal strategi pengurangan emisi.
 Metode ini mudah dipahami oleh pemerintah daerah
untuk proyeksi emisi didasarkan pada data spasial dan
rencana pembangunan yang relevan daerah.
 Karena mempertimbangkan rencana pengembagan
wilayah dan pembangunan daerah setempat, maka
metode ini oleh beberapa pihak dianggap mewakili
kepentingan ekonomi dan pertumbuhan daerah yang
bersangkutan.
 Metode ini dianggap oleh beberapa pihak adalah cukup
komprehensif untuk menggunakan berbagai proxy data
dalam memproyeksikan emisi masa depan.

 Metode ini memerlukan analisis yang lebih kompleks


diandingkan dengan metode lainnya, sehingga
memerlukan keterampilan teknis yang relatif tinggi.
 Metode ini membutuhkan tingkat keragaman data yang
lebih tinggi dibandingkan dengan metode lainnya.
 Memerlukan tool SIG dengan ekstensi pemodelan
spasial.
 Merujuk kepada kebutuhan tools atau model yang
disyaratkan, kompleksitas, serta tingkat keragaman data
yang tinggi, menjadi kan metode ini memerlukan biaya
yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan metode
lainnnya.

Secara umum kekuatan dan kelemahan masing-masing konsideran


tersebut disajikan pada tabel dibawah ini.

Konsideran Metode Metode Metode Metode


Historical Adjusted Forward Forward
Based Historical Looking Looking
Based Non- Parametric
parametric

8
Kompleksitas Sederhana Sederhana Moderate Kompleks

Tingkat kebutuhan Sederhana Moderate Tinggi Tinggi


data
Perangkat analisis Moderate Moderate Moderate Relatif tinggi

Kemudahan difahami Mudah Moderate Mudah Relatif sulit


pemerintah daerah
Mempertimbangkan Rendah Rendah Tinggi Moderate
rencana pembangunan
dan pengembangan
wilayah daerah
Kemudahan dalam Moderate Moderate Relatif mudah Moderate
menyusun strategi
penurunan emisi
berbasis lahan

Bab 3. Inventarisasi Kebutuhan dan Sumberdaya

Inventarisasi kebutuhan dan sumberdaya meliputi data, perangkat lunak,


dan perangkat keras. Inventarisasi kebutuhan dan sumberdaya ini
selanjutnya akan dijadikan sebagai dasar dalam mengidentifikasi gaps
terkait data dan perangkat perlu dipersiapkan wilayah yang bersangkutan
dalam melakukan perhitungan REL.

3.1. Perangkat

9
Perangkat atau alat yang diperlukan dalam perhitungan REL
akan sangat bergantung dengan metode yang digunakan.
Berikut tabel kebutuhan alat atau perangkat yang diperlukan
dalam perhitungan REL pada berbagai metode.

Perangkat Historical Based Adjusted Forward Looking Forward Looking


/ Peralatan Historical Based Non Parametrik Parametrik
Software Software SIG (Arc Software SIG (Arc Software SIG (Arc Software SIG (Arc
GIS, Q GIS, dll) GIS, Q GIS, dll) GIS, Q GIS, dll) GIS, Q GIS, dll)

Software Software Software Software


Penginderaan Penginderaan Penginderaan Penginderaan Jauh
Jauh (ENVI, ER Jauh (ENVI, ER Jauh (ENVI, ER (ENVI, ER
Mapper, dll) Mapper, dll) Mapper, dll) Mapper, dll)

Software Software Software Explicit spatial


Microsoft Office Microsoft Office Microsoft Office model
(MS Excel dan MS (MS Excel dan MS (MS Excel dan MS
Word) Word) Word) Software Microsoft
Office (MS Excel
dan MS Word)
Personal Personal Personal Personal
Hardware Computer, Computer, Computer, Computer,
spesifkasi spesifkasi spesifkasi spesifkasi minimal
minimal yang minimal yang minimal yang yang dianjurkan
dianjurkan adalah dianjurkan adalah dianjurkan adalah adalah RAM 2 GB
RAM 2 GB dan RAM 2 GB dan RAM 2 GB dan dan kartu grafis 1
kartu grafis 1 GB kartu grafis 1 GB kartu grafis 1 GB GB

3.2. Data

Seperti hal nya perlengkapan dan peralatan, kebutuhan data


akan juga sangat bergantung pada metode yang digunakan.
Berikut tabel kebutuhan data dari berbagai metode yang
diperlukan.

Historical Adjusted Forward Forward


Based Historical Looking Looking
Based Non Parametrik
Parametrik
Peta Sejarah √ √ √ √
penutup
lahan

10
Peta Tata √
Ruang
Wilayah
Peta √
Penunjukan
Kawasan dan
Perairan
Peta √
Perkebunan
Peta √
Pertambangan
Peta Jalan √
Peta Sungai √
Peta Batas √ √ √ √
Administrasi
Peta √
Ketinggian
Demografi √
Rencana √
Pembangunan
Jangka
Menegah
Daerah

Pengumpulan data dilakukan kepada setiap wali data yang


bersangkutan. Berikut daftar wali data untuk beberapa data
terkait.

Wali/Sumber Data Daftar data


BPHK Peta Penutup Lahan, Peta
KPK, Peta Penunjukan
kawasan dan perairan
Bakosurtanal Peta Administrasi
USGS Peta Ketinggian yang
disintesis dari SRTM
Dinas Pekerjaan Umum Peta Rencana Tata Ruang
Wilayah, Peta Jalan
Bappeda Dokumen Rencana

11
Pembangunan Jangka
Menengah, Peta Administrasi
Biro Pusat Statistik Data Demografi
BPDAS Peta Jaringan Sungai
Dinas Perkebunan Peta Perkebunan
Dinas Pertambangan Peta Pertambangan

Bab 4. Identifikasi Penutupan Lahan

4.1. Teknik interpretasi citra satelit

Analisis perubahan penutupan lahan dan identifikasi perubahannya


merupakan bagian dari data aktivitas yang harus disiapkan dalam
perhitungan emisi. Identifikasi penutupan lahan dilakukan dengan
melakukan interpretasi citra satelit. Melalui sensor yang dimilikinya,
menggunakan gelombang elektromagnetik, citra satelit merekam fenomena
permukaan bumi secara berkala. Perekaman ini memanfatkan perbedaan
selang spektral yang dipantulkan. Beragam citra satelit yang tersedia saat
ini; optik maupun radar, dengan berbagai tingkatan resolusi spasial.

12
Citra satelit dapat diinterpretasi melalui beberapa cara: [a] interpretasi
manual (manual interpretation), dan [b] interpretasi digital (digital
interpretation). Interpretasi manual dilakukan secara visual menggunakan
meja digitasi (digitation tablet) ataupun digitasi on screen (on screen
digitation), sementara interpretasi digital dilakukan menggunakan sistem
yang terkomputerisasi berdasarkan dengan atau tanpa menggunakan
sample atau alghorithma yang telah pengguna tetapkan.

Terkait dengan interpretasi digital, ada dua kelompok ektraksi data: [a]
berbasis piksel, dan [b] berbasis objek (object oriented classification).
Interpretasi berbasis piksel meliputi klasifikasi terbimbing (supervised
classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (un-supervised classification).
Klasifikasi terbimbing adalah metode klasifikasi berdasarkan sample yang
telah ditentukan olah pengguna, sementara klasifikasi tidak terbimbing
akan memberikan keleluasaan kepada komputer untuk mengklasifikasikan
kelas yang junlahnya telah pengguna tentukan untuk kemudian hasilnya
didefinisikan selanjutnya berdasarkan atribut kelas yang telah ditentukan.

Dalam klasifikasi terbimbing terdapat beberapa metode yang dapat


digunakan:

- Maximum likelihood; mengasumsikan bahwa statistik kelas pada setiap


band terdistribusi secara normal. Kelas piksel ditentukan berdasarkan
tingkat probabilitas tertinggi.

- Minimum distance; menggunakan nilai tengah untuk setiap kelas dan


menghitung jarak Euclidean dari piksel yang tidak diketahui ke nilai
tengah tengah masing-masing kelas. Piksel diklasifkasikan berdasarkan
kelas yang terdekat.

- Mahalanobis distance; memiliki kemiripan dengan maximum


likelihood, namun mengasumsikan bahwa semua kovarian kelas adalah
setara. Semua piksel diklasifikasikan kepada data training yang
terdekat.

- Spectral Angle Mapper (SAM); adalah klasifikasi fisik berbasis spektral


yang menggunakan sudut nD untuk mencocokkan piksel data sample.
Teknik ini relatif tidak sensitif terhadap efek pencahayaan dan Albedo.

13
SAM membandingkan sudut antara setiap piksel dengan rerata
samplenya dalam ruang nD. Sudut yang lebih kecil merupakan
pertanda jarak yang lebih dekat dengan spektrum sample. Piksel dalam
hal ini diklasifikasikan ke dalam kelas yang memiliki sudut terkecil.

Klasifikasi berbasis piksel merupakan metode klasifikasi klasik yang


mengolah spektral menjadi informasi pada setiap piksel. Secara normal
perbedaan fisik pada permukaan bumi akan memiliki informasi spektral
yang khusus. Namun, pendekatan ini memiliki keterbatasan ketika objek
memiliki informasi spektral yang sama (Gao Yan, 2003).

Klasifikasi berbasis objek (object oriented classifictaion) adalah interpretasi


citra yang menggabungkan informasi spektral dan informasi spasial.
Pendekatan ini membuat segmentasi piksel menjadi objek sesuai dengan
rona dan mengklasifikasikannya sebagai gambar secara keseluruhan.
Klasifikasi berbasis pixel menggunakan nilai spektral, sementara klaisfikasi
berbasis objekjuga menggunakan informasi tekstur dan konteks dalam
menentukan segmen kelas objeknya. Atas pertimbangan hal tersebut diatas,
pada panduan teknis ini, akan coba disampaikan teknik metode klasifikasi
citra dengan metode digital berbasis objek. Perangkat yang digunakan
adalah perangkat lunak ENVI dan ArcGIS.

Tahapan yang dilakukan dalam interpretasi ini digambarkan pada diagram


dibawah ini:

14
Pengolahan
awal citra

Segmentasi

Identifikasi
training area

Klasifkasi

Penghitungan
Tidak
akurasi

Ya

Vektorisasi

Gambar 3. Klasifikasi citra berbasis objek

4.2. Pengolahan awal citra

4.2.1. Pembuatan data set citra

15
Dalam format aslinya, sebagian data mentah citra disiapkan terpisah dalam
masing-masing band. Sehingga dipelukan satu langkah untuk
mengkonversi sekaligus menggabungkan band yang diperlukan kedalam
satu dataset citra. Dibawah ini adalah urutan langkah yang dilakukan
dalam membuat dataset dengan menggunakan contoh citra satelit landsat.

- Aktifkan software Arc Map (start>program>Arc GIS>Arc Map)

- Aktifkan “Arc Toolbox” melalui menu tool: Window.

- Tool “Composite Bands” dapat diakses dengan membuka Arc Toolbox>


Data Management Tools> Raster> Raster Processing>Composite Bands

- Dalam jendela komposit band, pilihlah input raster yang memiliki


angka band yang sesuai dengan kebutuhan untuk dimasukan dalam
kanal RGB lalu klik OK.

16
Setiap tipe band memiliki karakter merekam tipe objek tertentu. Dibawah
ini adalah contoh fungsi setiap band dari citra Landsat.
Band Contoh aplikasi

1 Pemetaan wilayah pantai dan perairan, pembuatan batimetri,


pemetaan sedimentasi

2 Pemetaan vegetasi, identifikasi reflektansi klorofil

3 Identifikasi absorbsi klorofil, pembedaan spesies tumbuhan,


dan biomasa

4 Spesiaes vegetasi, biomasa, kelembaban tanah

5 Pembatasan fenomena tanah dan tumbuhan, pemetaan


wilayah pemukiman

6 Pemetaan evapotranspirasi, pemetaan suhu permukaan,


kelembaban tanah

7 Geologi, pemetaan tipe batuan dan mineral, pembatasan


badan air, pemetaan tingkat kelembaban tumbuhan

- Pada panduan teknis ini, band 543 akan digunakan sebagai contoh.
Selain band yang berkesesuaian dengan kebutuhan identifikasi
penutupan lahan, kombinasi ini memberikan informasi dan kombinasi
warna yang kontras, vegetasi hijau dan tanah berwarna merah.
Kombinasi band ini umum digunakan untuk kebutuhan kegiatan
monitoring hutan.

- Apabila dataset telah terbentuk maka, maka band dapat dilihat


keberadaannya dengan meng klik kanan diatas image, lalu pilih
properties. Pada jendela simbology, pilihlah RGB composite.

17
- Langkah selanjutnya adalah melakukan penggabungan citra, atau
mosaicking. Mosaic tool dapat di akses melalui Arc Toolbox>Data
Management Tool>Raster>Raster Dataset>Mosaic To New Raster

- Pada jendela “Mosaic to New Raster”, input rasteryang akan di mosaic.


Tentukan lokasi, nama field, sistem koordinat, lalu klik OK.

4.2.2. Koreksi Geometrik

Data Landsat sebagian kini sebagian besar didistribusikan dalam format


citra yang telah di orto-rectifikasi. Namun, jika dalam situasi citra belum
ter-rektifikasi, maka rektifikasi citra dalam hal ini dapat dilakukan dalam

18
ArcGIS dalam tool geo-referncing, melalui menu
Tools>Customize>toolbar>Georeferencing.

4.2.3. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik merupakan proses yang dilakukan untuk


meningkatkan tingkat visibilitas citra sebelum diinterpretasi. Dalam ENVI
EX, koreksi radiomatrik dapat dilakukan dengan cara:

- Melalui software ENVI EX buka jendela “Data Manager” melalui menu


“File”

- Buka file citra lalu pilihlah komposisi band yang akan digunakan
sebagai visualisasi.

19
- Koreksi Radiometrik selanjutnya dapat dilakukan melalui tool
histogram scrath dan filter yang ada pada tool, atau dapat juga
menggunakan teknik yang sangat sederhana dengan menyesuaikan tool
bright, contrast, atau sharpen.

4.3. Klasifikasi Citra

Tahapan teknik klasifikasi citra dilakukan dengan cara:

- Buka menu File >Open untuk membuka citra.

20
- Bukalah “Data Manager” dari menu File, kemudian pilihlah band
komposit RGB, lalu buka “Load Data”

4.3.1. Segmentasi

Tahapan selanjutnya dari proses klasifikasi citra berbasis objek adalah


segmentasi. Segmentasi merupakan tahapan yang mengkelompokkan
piksel berdasarkan tingkt homogenitas dan heterogenitas warna dan
bentuknya.

Segmentasi dilakukan dengan cara:

- Pada menu Toolbox ENVI, bukalah Workflows>Feature Extraction

- Segmentasi dapat berjalan dalam berbagai skala paramaeter. Pada


tahapan ini pengujian pada berbagai tingkat diperlukan untuk melihat
hasil yang terbaik.

21
Berikut adalah contoh segmentasi yang dilakukan pada empat skala
segmentasi yang berbeda (25, 40, 50, dan 75):

Semakin kecil skala paramater semakin tinggi dimensi dan pembagian


objek yang dilakukan. Dengan menguji parameter segmentasi yang
berbeda, mengacu pada pembandingan visual, atau pengecekan lapangan,
atau pengetahuan lapangan, maka salah satu parameter segmentasi
selanjutnya dapat ditentukan (Matinfar, 2007).

22
- Mengacu pada hasil diatas skala paramater 40 misalnya memberikan
hasil yang terbaik, maka skala ini selanjutnya dipilih untuk dan dibawa
pada proses selanjutnya.

- Tentukan band yang akan dipilih, misalnya 543, kemudian pilik OK.

- Contoh hasil segmentasi adalah seperti gambar dibawah ini.

- Langkah selanjutnya dari segmentasi adalah majorisasi. Proses ini


merupakan tahapan yang optional yang akan menggabungkan
segment-segment kecil yang homogen menjadi segment yang lebih
besar. Majorisasi dalam hal ini diwakili oleh proses merge. Dalam
contoh ini contoh proses merge tidak akan dilakukan, sehingga merge
level diset pada angka 0, lalu klik next.

23
- Pada tahap “refine”, threshold parameter dapat digunakan berdasarkan
interval nomer digital yang kita tentukan.

- Pada tahap “compute attributes”, pilihlah parameter yang akan


digunakan dalam mendefinisikan atribut dari objek yang akan
dilakukan. Pada klasifikasi berbasis piksel yang digunakan hanya
paramater spektral, sementara pada klasifikasi berbasis objek paramater
tekstur, spasial, spektral digunakan secara komprehensif. Kemudian
pilihlah next untuk melanjutkan pada proses segmentasi final.

24
4.3.2. Identifikasi Training Area

- Langkah selanjutnya adalah ekstraksi feature. Pada tahapan ini


penentuan beberapa segment sebagai sample kelas jenis penutupan
lahan dilakukan.

- Pada tahapan ini tentukan jumlah dan nama kelas yang digunakan.

25
- Penambahan kelas dan perubahan nama dilakukan melalui tool berikut
(contoh: hutan mangrove, hutan rawa sekunder, perkebunan, lahan
terbuka, dll.)

- Pada tahap ini penentuan sample tipe penutupan lahan pada beberapa
segment dilakukan.

26
4.3.3. Klasifikasi

Selanjutnya klasifikasi citra akan memproses dan menentukan segment


yang ada untuk masuk kedalam kelas berdasarkan sample yang telah
ditentukan.

- Dibawah ini adalah contoh sample kelas yang dijadikan dasar dalam
klasifikasi.

- Hasil kemudian diekspor kedalam vektor.

27
4.3.2. Perhitungan Akurasi

Perhitungan akurasi merupakan tahap yang menentukan apakah hasil


klasifikasi yang dilakukan dapat sesuai dengan kondisi dilapangan dan
dapat diterima kebenarannya berdasarkan treshold tertentu ataukah tidak.

Secara teknis perhitungan akurasi dilakukan dengan memprbandingkan


data hasil klasifikasi dengan kondisi lapangan. Pengguna dalam hal ini
melakukan pengecekan dan pengambilan beberapa sampel dilapangan
sebagai pembanding. Perhitungan akurasi dapat dilakukan dengan
berbagai metode, salah satu metodenya adalah confusion matrix. Pada
prinsipnya, confusion matrix menyusun data hasil klasifikasi dan hasil
pengamatan dilapangan dalam sebuah tabel perbandingan persentase.
Contoh berikut adalah ilustrasi penghitungan akurasi yang dilakukan
berdasarkan 100 titik sampel dilapangan yang diambil.

Ground check Total


kolom

Landcover Hutan Lahan Perkebunan


Primer terbuka
Lahan
Kering

Hutan Primer 28 3 4 35
Lahan Kering

Lahan 1 21 5 32
Terbuka

Perkebunan 1 1 31 33

Total baris 30 30 40 100

28
Maka perhitungan akurasinya adalah sebagai berikut

Akurasi keseluruhan (Overall Accuracy):

= jumlah diagonal utama (warna kuning)/jumlah titik

= 80/100

= 80%

29
Bab 5. Analisis Perubahan Penutupan Lahan, Deforestasi,
dan Degradasi

5.1. Analisis perubahan penutup lahan

Terdapat beberapa metoda dalam menganalisis perubahan penutup lahan,


metode tersebut antara lain: perbandingan peta hasil klasifikasi, identifikasi
perubahan spektral, dan klasifikasi multiwaktu. Karena data yang
digunakan pada studi kasus ini menggunakan data hasil klasifikasi yang
telah dilakukan Ditjen Baplan, maka modul ini akan menggunakan metode
yang pertama dalam melakukan analisis perubahan penutup lahannya.

Metode klasifikasi ini membandingkan dua peta hasil klasifikasi dari dua
waktu yang berbeda. Metode ini setidaknya memiliki beberapa persyaratan
berupa:
a. Peta hasil klasifikasi yang diperbandingkan berasal dari citra dengan
resolusi spasial yang sama.
b. Peta hasil klasifikasi yang diperbandingkan harus memiliki sistem
pengkelasan yang sama.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam identifikasi perubahan lahan


dengan menggunakan metode ini adalah:

 Aktifkan software SIG (modul ini menggunakan ArcGIS sebagai tool


nya)

 Aktifkan menu Arc Toolbox pada menu Window

30
 Munculkan kedua peta hasil klasifikasi dari dua waktu yang berbeda.
Dalam studi kasus kali ini yang diperbandingkan adalah peta penutup
lahan Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2000 dan tahun 2009.

 Pada Arc Toolbox > Analysis Tools > intersect

 Lakukan proses overlay intersect terhadap kedua peta penutup lahan


ini

31
 Setelah proses ini, maka kedua peta yang berbeda telah tergabung
kedalam satu file. Untuk melakukan pengecekan maka bukalah atribut
dari data hasil overlay diatas.

 Jika proses overlay berhasil maka atribut dari data yang bersangkutan
dapat dilihat pada tabel ini.

32
 Pada tabel atribut data hasil overlay kedua penutup lahan diatas,
buatlah field baru untuk mengidentifikasikan deforestasi dan degradasi
lahan yang terjadi. Deforestasi ditandai dengan perubahan dari tutupan
hutan menjadi tutupan non hutan, sementara degradasi hutan ditandai
dengan penurunan kualitas kerapatan tutupan hutan (dari primer
menjadi sekunder).

 Tabel yang dihasilkan dapat berupa matriks perubahan lahan maupun


grafik perubahan dari tahun ke tahun seperti pada gambar di bawah
ini.

33
5.2. Identifikasi deforestasi dan degradasi hutan

Proses identifikasi deforestasi dan degradasi hutan dilakukan dengan


menggunakan fasilitas SQL query yang ada pada ArcGIS. Dalam
tahapan ini, perubahan penutup lahan antara dua selang tahun yang
dikaji dikelompokkan dan diidentifikasi kelompok mana yang masuk
sebagai deforestasi maupun degradasi hutan.

 Pada tabel atribut > Option, buka “Select By Attributes”

34
 Tentukan perubahan lahan yang masuk kedalam kelompok deforestasi
dan degradasi hutan.

 Hasil pengelompokan area yang terdeforestasi dan terdegradasi


selanjutnya dapat ditampilkan secara spasial seperti dibawah ini.

35
 Perhitungan luas area yang terdeforestasi dan terdegradasi merupakan
tahap selanjutnya. Perhitungan luas dilakukan dengan membuat field
luas terlebih dahulu, melalui “Add Fied” yang dapat dibuka melalui
menu Option yang berada pada tabel atribut.

 Dalam menu add field, pilihlah type Double.

36
 Pada field “luas_ha” yang telah dibuat aktifkan Calculate Geometry,
dengan cara meng-klik kanan diatas nama field luas_ha.

 Pada property –nya, pilih Area. Pada Coordinate System, pilih sistem
coordinat UTM. Dan pada unitnya, pilih satuan luas Hectares (ha).
Setelahnya, ArcGIS akan menghitung luas tersebut dan menyimpannya
dalam field luas_ha yang telah kita siapkan sebelumnya.

37
 Lakukan proses export tabel atribut yang telah dikerjakan hingga
perhitungan luas diatas. Melalui menu Option yang ada pada tabel
atribut > pilih Export, tentukan nama file dbf yang akan dihasilkan
beserta posisinya.

 Bukalah hasil file yang di export dengan menggunakan Microsoft Excel.


Dengan menggunakan fasiltas pivot table, lakukan pembuatan tabel
luas deforestasi dan degradasi hutan.

38
 Contoh matrik deforestasi dan degradasi hutan disajikan dalam tabel
berikut

Tanda merah diatas menandai perubahan penutup lahan yang masuk


kedalam kelompok deforestasi, sementara warna kuning menandakan
proses degradasi hutan yang masuk kedalam kelompok degradasi
hutan. Langkah ini dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan (dan
luas) yang menjadi penyebab deforestasi dan degradasi hutan di
wilayah ini.

Contoh hasil analisis dapat berupa peta maupun grafik seperti


Gambar dibawah ini.

39
 Salah satu keluaran dalam tahap ini adalah grafik transisi penutupan
hutan (forest transition) dari waktu ke waktu dalam selang yang telah
ditentukan. Forest transition ini sangat bermanfaat sebagai konsideran
dalam menentukan proyeksi emisi dimasa depan yang disebabkan oleh
kegiatan deforestasi. Gambar dibawah ini merupakan contoh dari forest
transition graph dari data studi kasus yang digunakan.

40
Bab 6. Estimasi Sejarah Emisi

Sejarah emisi diperlukan sebagai dasar dalam memprediksikakn emisi


masa depan. Perhitungan emisi masa lalu dihitung berdasarkan perubahan
penutup lahan dan data faktor emisi untuk setiap tipe penutup lahan.
Dalam kasus dimana tersedia, data kerapatan karbon (carbon density) dapat
digunakan. Sebagai contoh kasus, dalam modul ini digunakan data
kerapatan karbon (tonC/ha) untuk setiap tipe penutup lahan yang
bersumber dari Ditjen Planologi Kementerian Kehutanan, seperti pada
gambar dibawah ini.

Penutupan Lahan Kerapatan karbon Sumber


(tonC/ha)
Hutan Lahan Kering Primer 195.4 NFI
Hutan Lahan Kering 169.7 NFI
Sekunder
Hutan Mangrove Primer 170 NFI
Hutan Rawa Primer 196 NFI
Hutan Mangrove Sekunder 120 NFI
Hutan Rawa Sekunder 155 NFI
Hutan Tanaman 100 NFI
Belukar 15 Wasrin,
2000
Belukar Rawa 15
Perkebunan 63
Pemukiman 1
Rumput 4.5
Pertanian Lahan Kering 8
Pertanian Lahan Kering 10
Campur
Sawah 5
Transmigrasi 10
Sumber: Dijten Planologi, Kementerian Kehutanan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menghitung sejarah emisi adalah:

41
 Buat empat field baru dalam tabel atribut data shapefile perubahan
penutupan lahan yang telah dibuat sebelumnya. Caranya sama dengan
cara yang sebelumnya. Field selanjutnya diberi nama misalnya sebagai
C_ha_2000, C_ha_2011, Cstok_2000 dan Cstok_2011.

 C_ha_2000 dan C_ha_2011 diisikan dengan angka kerapatan karbon


untuk setiap tipe penutupan lahan.

 Aktifkan Field Calculator pada menu Option yang berada tabel atribut.

 Dengan menggunakan Field Calculator luas dapat dihitung dengan


mengalikan nilai yang berada pada kolom C_ha_2000 dengan nilai
pada kolom luas_ha untuk mengisi kolom Cstok_2000.

 Setelah selesai dengan pengisian kedua field, tabel selanjutnya di


export.

42
 Tabel hasil export tersebut kemudian dibuka dengan menggunakan
Microsoft Excel.

 Aktifkan menu Pivot Tabel pada MS Excel.

 Pemilihan field kemudian dilakukan dengan memilih luas_ha pada


menu field, dan totC_ha_2000 pada kolom pertama, sehingga akan
muncul tabel seperti dibawah ini.

 Matrik emisi yang terjadi sejak tahun 2000hingga 2011 (sebagai contoh
kasus) disajikan dibawah ini.

43
 Grafik emisi masa lalu dalam setiap selang monitoring penutupan
lahan disajikan pada gambar berikut.

44
Bab 7. Proyeksi Emisi Masa Depan

Berikut langkah-langkah dalam memproyeksi emisi dimasa depan:


 Tentukan selang waktu / tahun sejarah emisi yang akan digunakan
sebagai dasar. Tentunya semakin panjang selang data sejarah
penutupan lahan yang tersedia, maka semakin baik data dapat
menggambarkan pola perubahan lahan yang terjadi. Namun atas
pertimbangan ketersediaan data, dalam contoh kasus kali ini data
menggunakan selang waktu tahun 2000 hingga 2011.

 Tentukan tahun proyeksi emisi yang akan dituju. Tahun proyeksi dapat
ditentukan berdasarkan pada komitmen pemerintah dalam
menurunkan emisi nasionalnya (tahun 2020).

 Dengan menggunakan fungsi linear, logaritmik, ataupun rata-rata


pertambahan emisi per tahun, proyeksi emisi selanjutnya dapat
diprediksi untuk tahun 2020.

 Berdasarkan sejarah emisi, emisi pada tahun 2020 selanjutnya


diprediksikan dan dideskripsikan seperti pada tabel dibawah ini.

45
 Angka prediksi emisi masa depan tersebut selanjutya disajikan dengan
menggunakan grafik garis untuk menghasilkan grafik tingkat acuan
emisi seperti contoh dibawah ini.

Berbeda dengan metode sebelumnya, metode adjusted historical


melakukan penyesuaian terhadap proyeksi emisi masa depan dengan
menggunakan berbagai faktor penyesuai. Faktor penyesuai merupakan
faktor yang secara nyata memiliki korelasi terhadapt deforestasi dan
degradasi hutan yang terjadi di suatu wilayah.

Kondisi disetiap daerah memliki kekhasan tersendiri dilihat dari sejarah


emisi, tingkat kepadatan penduduk, proporsi hutan, dll. Beberapa faktor
tersebut sedikit banyak memiliki korelasi terkait dengan pelepasan emisi
yang terjadi akibat kegiatan deforestasi dan degradasi hutan. Mengingat
hal tersebut diatas, faktor penyesuai yang digunakan akan sangat
tergantung pada national / sub-national circumstances dari wilayah
bersangkutan. Sehingga sebagi contoh misalnya, dalam hal ini
penyesuaian deforestasi/degradasi lahan dapat dilakukan dengan

46
membandingkan proporsi hutan dengan luasan lahan secara keseluruhan
serta tingkat kepadatan penduduk.

Grafik diatas merupakan contoh dari hubungan antara proporsi


penutupan hutan dan kepadatan penduduk. Dari hasil diatas, dengan
berbekal prediksi kepadatan penduduk dari suatu wilayah, maka proporsi
penutupan hutan akan teridentifikasi. Dengan membandingkan proyeksi
proporsi penutupan lahan pada suatu tahun proyeksi dengan tahun
sebelumnya selanjutnya dapat dikonversi menjadi jumlah emisi yang
terjadi.

47
Berikut adalah contoh hasil REL setelah proses adjustment.

-0-

48
DAFTAR PUSTAKA

Akiko Harayama and Jean Michel Jaquet. Multi Source Object-oriented


Classification of Landover Using Very High Resolution Imagery and Digital
elevation Model.

Boer, Rizaldi. “Appropriate REL for Indonesia?”, Presentation. Centre for


Climate Risk and Opportunity Management in South East Asia and Pacific
(CCROM SEAP), Bogor Agriculture University.

Dewi, S., Griscom, B., Hovani, L., and Boer, R. 2011. Presentation material;
“REL at Subnational Level: Lessens Learned from Berau” World
Agroforestry Centre.

Dewi, Sonya and Ekadinata, Andree. 2011. “Methodological Approaches on


Developing REL”, presentation FGD REL, UN-REDD, 30 September 2011,
Jakarta.

Dewi, Sonya and Ekadinata, Andree, 2011. “Proposed Method for Setting
REL at Subnational Level”, presentation FGD REL, UN-REDD, 30
September 2011, Jakarta.

Ekadinata A, Widayati A, Dewi S, Rahman S, van Noordwijk M. 2011.


Indonesia’s land-use and land-cover changes and their trajectories (1990,
2000 and 2005). ALLREDDI Brief 01. Bogor, Indonesia: World Agroforestry
Centre (ICRAF) South East Asia Regional Program.

Herold, Martin, et al, 2011. “Options for Monitoring and Estimating


Historical Carbon Emissions from Forest Degradation in the Context of
REDD+”, Carbon Balance and Management Journal. Available at:
www.cbmjournal.com/content/6/1/13

Matinfar, H.R. et al. 2007. Comparisons of Object-Oriented and Pixel-Based


Classification of Land Use/Land Cover Types Basd on Landsat 7, ETM
Spectral Bands (Case Study: Arid Region of Iran). American-Eurasian J.
Agric. & Environ. Sci. Journal.

Meridian Institute.2011. “Modalities for REDD+ Reference Levels: Technical


and Procedural Issues.” Prepared for the Government of Norway, by Arild

49
Angelsen, Dough Boucher, Sandra Brown, Valerie Merckx, Charlotte Streck,
and Daniel Zarin. Available at: http://www.REDD-OAR.org.

Meridian Institute.2011. “Guidelines for REDD+ Reference Levels:


Principles and Recommendations.” Preparesd for the Government of
Norway, by Arild Angelsen, Dough Boucher, Sandra Brown, Valerie
Merckx, Charlotte Streck, and Daniel Zarin. Available at:
http://www.REDD-OAR.org.

Oruc, M. et al. 2000. Comparison of Pixel-Based and Object-Oriented


Classification Approaches using Landsat 7 ETM Spectral Bands.
Engineering Faculty, ZKU. Turkey.

Seemann, Torsten. 2002. Digital Image Processing using Local


Segmentation. Monash University. Australia.

Strassburg, Bernardo, et al, 2009. “Estimating Tropical Forest Carbon at Risk


of Emission from Deforestation Globally: Applying Terrestrial Carbon
Group Reference Emission Level Approach.” Policy Briefs 3. The Terrestrial
Carbon Group Project. Available at: hhtp://
http://www.terrestrialcarbon.org/Terrestrial_Carbon_Group__soil_%26_v
egetation_in_climate_solution/Policy_Briefs_files/TCG%20Policy%20Brief
%203%20TCG%20REL%20Tool%20090608.pdf

Yan, Gao. 2003. Tesis report: Pixel Based and Object Oriented Image
Analysis for Coal Fire Research. International Institute for Geo-Information
Science and Earth Observation. Enschede.

50

Anda mungkin juga menyukai