Anda di halaman 1dari 95

0|P age

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam UU No 29 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-
Undang No 15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian dan RPP,
mengamanatkan bahwa Pembangunan transmigrasi berbasis kawasan
yang memiliki keterkaitan dengan kawasan disekitarnya, membentuk satu-
kesatuan dalam sistem pengembangan ekonomi wilayah. Pembangunan
kawasan transmigrasi dirancang secara holistik dan komprehensif sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW).Pembangunan Kawasan
Transmigrasi dapat berbentuk Wilayah Pengembangan Transmigrasi
(WPT) atau Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT).Pembangunan
Wilayah Pengembangan Transmigrasi diarahkan untuk mewujudkan pusat
pertumbuhan baru atau sebagai kawasan perkotaan baru. Sedangkan
Lokasi Permukiman Transmigrasi diarahkan untuk mendukung pusat
pertumbuhan yang telah ada atau yang sedang berkembang sebagai
kawasan perkotaan baru.
Penyusunan Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) adalah sebagai
dasar untuk mewujudkan pembangunan kawasan transmigrasi,
pengembangan masyarakat dan kawasan transmigrasi. Dalam RPP
pelaksanaan UU 15/1997 yang telah diubah dengan UU 29/2009,
Penyusunan RKT dilaksanakan secara bertahap mulai dari perencanaan
WPT dan LPT, kemudian dilanjutkan dengan Penyusunan Rencana Satuan
Kawasan Pengembangan (RSKP) dan secara lebih rinci dibuat Rencana
Teknis Satuan Permukiman.
Rencana Teknis Satuan Permukiman (RTSP)menghasilkan dokumen
perencanaan sebagai pedoman dan arahan untuk pembukaan lahan dan
pembangunan permukiman transmigrasi. Disamping itu agar kawasasn
transmigrasi tidak terisolir diperlukan Perencanaan jalan untuk
menghubungkan pemukiman /kawasan transmigrasi dengan pusat
pertumbuhan terdekat.
Kedepan untuk lebih memeratakan hasil pembangunan dan
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam di permukiman yang
sudah ada di luar Jawa,Sumatera dan Bali,pembangunan transmigrasi
tidak hanya merencanakan pembangunan pemukiman-pemukiman baru

1|P age
saja (SP baru), namun sudah saatnya direncanakan pula pembangunan SP
pugar. Konsep dan pendekatannya adalah, satuan pemukiman baru yang
direncanakan akan diintegrasikan dengan permukiman penduduk
lokal/setempat yang akan dipugar menjadi satu kesatuan pemukiman (SP
Pugar). Disamping itu dalam rangka mewujudkan satu kesatuan
pengembangan ekonomi wilayah, pemukiman - pemukiman transmigrasi
akan di integrasikan dengan desa setempat (SP tempatan) masuk dalam
satu kesatuan SKP.
Penyusunan RTSP dan Rencana Teknis Jalandiperlukan untuk
mendukung program pembangunan pemukiman transmigrasi pada tahun
berikutnya.

1.2. Maksud ,Tujuan Dan Sasaran Penyusunan RTSP dan RTJ


Maksud dari penyusunan RTSP dan RTJ adalah mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya alam oleh sumberdaya manusia yang
berkualitas, mengacu kepada keterbatasan lingkungan yang sekaligus
mendukung terciptanya lingkungan permukiman transmigrasi yang
terintegrasi dengan penduduk lokal secara aman, produktif dan
berkelanjutan.

Tujuannya adalah menyusun :

1. Rencana detail pemanfaatan ruang SP.


2. Rencana Teknis Jalan (struktur dan geometrik jalan) penghubung/poros.
3. Rencana detail pola usaha pokok dan pengembangan usaha yang dapat
dikembangkan.
4. Rencana jenis transmigrasi yang akan dilaksanakan.
5. Rencana Kebutuhan Pembangunan SP dan Pembangunan Jalan Poros.

Sasaran dari perencanaan ini adalah untuk :

1. Terarahnya pemerataan pembangunan di permukiman transmigrasi.


2. Terbangunnya jalan penghubung (kolektor primer)/poros (lokal primer)
sesuai dokumen perencanaan teknis jalan yang disyaratkan secara
efektif dan efisien.

2|P age
3. Tersedianya informasi mengenai jumlah penduduk lokal dan Jumlah
Transmigran yang bisa ditempatkan.
4. Berkembangnya komoditas unggulan/potensial di calon permukiman
transmigrasi untuk mendukung pengembangan ekonomi kawasan.
5. Terciptanya keselarasan, keserasian, keseimbangan antar lingkungan
permukiman transmigrasi dan desa-desa setempat dalam kawasan.

Adapun fungsi /manfaatRTSP ini adalah ;

1. Mengetahui jumlah transmigran yang dapat ditempatkan di calon


pemukiman transmigrasi
2. Mengetahui jumlah rumah untuk transmigran yang perlu dibangun,
rumah penduduk lokal yang harus dipugar dan dibangun untuk pecahan
KK.
3. Sebagai arahan pembukaan lahan , pembangunan jalan dan
pembangunan rumah untuk calon permukiman transmigrasi
4. Mengetahui jenis dan volume saprotan yang diperlukan untuk
pengembangan usaha pertanian sesuai dengan kondisi lahan calon
permukiman transmigrasi
5. Mengetahui perkiraan kualifikasi SDM yang dibutuhkan untuk
pembangunan dan pengembangan permukiman transmigrasi

1.3. Ruang Lingkup Wilayah


Lokasi yang akan direncanakan adalah sebagai berikut :

1. Lokasi Sungai Tekam SP.1, Kab. Sanggau, Prov. Kalimantan Barat.


2. Lokasi Batubi Jaya SP.2, Kab. Natuna, Prov. Kepulauan Riau.
3. Lokasi Lito SP.2, Kab. Boalemo, Prov. Gorontalo.
4. Lokasi Raut Muara SP.1, Kab. Sanggau, Prov. Kalimantan Barat.
5. Lokasi Desa Kabera, Kab. Morowali, Prov. Sulawesi Tengah.
6. Lokasi Rantekarua SP.3, Kab.Toraja Utara, Prov.Sulawesi Selatan.
7. Lokasi Desa Meok, Kab.Bengkulu Utara, Prov.Bengkulu.
8. Lokasi Sepa, Kab.Maluku Tengah, Prov.Maluku.
9. Lokasi Desa Manyoe Peramba, Kab.Morowali Utara, Prov.Sulawesi Tengah.
10. Lokasi Patlean SP.6, Kab.Halmahera Timur, Prov.Maluku Utara

3|P age
1.4. Luaran
Hasil penyusunan RTSP dan RTJ ada 2 (dua) produk yaitu :
1. RTSP, terdiri atas :
a. Dokumen Laporan,
b. Album Peta dan,
c. Pilok
d. RAB
e. CD

2. RTJ, terdiri atas :


a. Dokumen Laporan akhir,
b. Gambar kerja,
c. RKS dan Spesifikasi Teknis,
d. RAB

1.5. Landasan Hukum


Landasan hukum untuk penyusunan RTSP ini adalah:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-
Undang No.15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 131);
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3682,
Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 37);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3472);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999

4|P age
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3800).

II. KRITERIA PEMILIHAN TIPE SP


Untuk mengetahui type SP yang akan direncanakan terlebih dahulu perlu
diketahui kriteris untuk setiap type SP.

2.1. Kriteria Pemilihan SP Baru


1. Lahan Potensial
Lahan potensial seluas antara 1.000 Ha – 1.600 Ha, yang bisa
dikembangkan untuk 300 – 500 KK.
2. Aspek Legalitas
1. Desa yang diusulkan SP masuk ke dalam SK Pencadangan Areal
yang berada diluar kawasan hutan atau ijin lokasi/HGU
perusahaan;
2. Diterbitkan SK-HPL;
3. Lokasi yang dipilih sesuai urutan prioritas dari Rencana Rinci SKP.

2.2. Kriteria pemilihan SP Pugar


1. Jumlah Penduduk
Desa yang dipilih untuk SP Pugar, berpenduduk minimal 100 KK dan
maksimal 200 KK.
2. Lahan Potensial
a. Ada lahan potensial seluas antara 250 Ha – 500 Ha, yang bisa
dikembangkan untuk 100 – 200 KK;
b. Jarak lahan potensial maksimal 1,5 km dari permukiman penduduk
setempat (dusun/desa yang di pugar);
c. Areal survai mencakup desa yang dipugar dan areal lahan
potensial calon permukiman baru, yang mencakup sebagian atau
seluruh dari wilayah administrasi desa dengan luasan antara 1.000 –
1.600 Ha.

5|P age
3. Aspek Legalitas
a. Desa yang diusulkan SP Pugar masuk ke dalam SK Pencadangan
Areal yang berada diluar kawasan hutan atau ijin lokasi/HGU
perusahaan;
b. Penduduk setempat menginginkan dan mengusulkan adanya
transmigran di desanya dan telah menyerahkan lahan nya
(berdasarkan Surat Keterangan Tanah) yang ditanda tangani
minimal oleh 85 % pemilik tanah dan mencakup luas 85 % dari luas
yang akan diserahkan yang dituangkan dalam BA;
c. Telah ada hasil konsolidasi lahan yang diterbitkan oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten dan telah diterbitkan SK HPL untuk
pembangunan pemukiman transmigrasi.

2.3. Kriteria Pemilihan SP Tempatan


1. Lokasi terisolir;
2. Tidak memiliki lahan untuk pemukiman transmigrasi;
3. Dapat digabung dengan pemukiman transmigrasi dalam satu satuan
SKP dengan jarak antara pemukiman /desa penduduk setempat
dengan pemukiman transmigrasi terdekat < 7 km;
4. Penyusunan Rencana SP Tempatan berdasarkan hasil kesepakatan
musyawarah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dengan Kepala
Desa dan masyarakat setempat.

III. RUANG LINGKUP KEGIATAN

Secara singkat penyusunan RTSP dan RTJ mengikuti tahapan sebagai berikut:
 Persiapandata sekunder dan peta-peta pendukung
 Koordinasi
 Musyawarah I
 Orientasi Lapangan
 Survai lapangan :
 Untuk penyusunan RTSP
o Survai pendahuluan
- Survai dan pemetaan seluruh areal survai;

6|P age
- Survai dan pemetaan penduduk peserta pugar (untuk survai
pugar);
- Survai tanah dan evaluasi kesesuaian lahan ;
- Survai penggunaan lahan dan sumber daya hutan;
- Survai iklim dan hidrologi ;
- Survai kependudukan dan sosial budaya;
- Survei dan pemetaan rumah penduduk,sarana dan
prasaranayang harus dipugar (untuk SP Pugar);
- Survai agro ekonomi:
o Musyawarah II;
o Survai detail di calon areal permukiman :
- Survai topografi
- Survai tanah
- Survai penggunaan lahan dan sumber daya hutan
- Pembuatan sumur uji
o Pengolahan data dan analisa lapang;
o Penyusunan RTSP Tentative;
o Rencana pembukaan lahan ;
o Musyawarah III.
 Untuk penyusunan RTJ
o Reconaissance Survei;
o PemasanganBench Mark dan patok-patok sementara;
o Pengukuran Polygon/Traverse;
o Pengamatan matahari/azimuth geografis;
o Pengukuranbedatinggi;
o Pengukuran Cross Section;
o Pengukuran situasi sungai/jembatan;
o Pembuatan peta tentatif Alinemen Horizontal Jalan
o Staking Out;
o Penelitian mekanika tanah dan sumber material;
o Survei hidrologi dan lingkungan ;
o Survei sosial dan ekonomi;
o Foto lapangan.
 Pengolahan data, analisa dan penyusunan RTSP di Lapangan

7|P age
 Penilaian Aksesibilitas;
 Penilaian fisik lahan;
 Penilaian status lahan;
 Penilaian ketersediaan air dan resiko banjir;
 Penilaian Kesesuian permukiman;
 Penilaian kependudukan dan sosial budaya.
 Penyusunan Rencana Teknis SP Tentative
 Penataan desa pugar;
 Penyusunan rencana tata ruang pemukiman .
 Musyawarah III
 Penajaman Analisa dan penyusunan Rencana
 Untuk pekerjaan RTSP
o Penajaman pengolahan Data dan Analisa
- Telaahan Kebijakan;
- Identifikasi kedudukan SP dalam hirarki pusat;
- Penilaian Aksesibilitas;
- Penilaian fisik lahan;
- Penilaian status lahan ;
- Penilaian ketersediaan air dan resiko banjir;
- Penilaian Kesesuian permukiman ;
- Penilaian kependudukan dan sosial budaya.
o Penyusunan RTSP Definitive
- Luasan SP ;
- Rencana Detail Pemanfaatan ruang SP;
- Rencana Pembukaan lahan SP ;
- Rencana Penyiapan bangunan SP :
o Rencana detail pola usaha pokok dan pengembangan usaha yang
dapat dikembangkan;
o Perhitungan Kelayakan usaha transmigran;
o Telaahan Lingkungan ;
o Rencana Daya Tampung Penduduk SP ;
o Rencana jenis transmigrasi yang akan dilaksanakan;
o Rencana Kebutuhan Pembangunan SP .
 Untuk pekerjaan RTJ

8|P age
o Perhitungan Volume Pekerjaan Pelaksanaan Fisik Pembuatan
Jalan;
o Penyempurnaan Desain Jalan sesuai Standar Geometrik Jalan;
o Analisis Data;
o Estimasi Volume Pekerjaan dan Biaya.

IV. RINCIAN KEGIATAN


4.1. Persiapan
Persiapan meliputi:
1. Literatur
Studi literatur dimaksudkan untuk mengetahui informasi awal
mengenai kawasan yang akan di studi.
2. Peta-peta yang harus dikumpulkan oleh konsultan pada pekerjaan ini
adalah:
 Peta orientasi lokasi skala 1 : 500.000/1.1.000.000;
 Peta alinemen horisontal jalan berikut struktur WPT/LPT dengan
batasan administrasi dan SKP/SP yang dilalui skala 1 : 250.000;
 Peta alinemen harisontal jalan berikut striktiur dan SKP yang dilalui
atau yang berdekatan pada skala 1 : 50.000;
 Hasil studi rencana terdahulu yang berhubungan dengan
penyusunan RTSP dan RTJ seperti : identifikasi wilayah potensi,
rencana kerangka jaringan transportasi pemukiman, rencana
jaringan jalan, Peta RKT, peta RSKP, dll;
 Peta-peta lainnya.
3. Pembuatan Peta Dasar
Pembuatan Peta dasar diperlukan agar Peta Tematik yang disajikan
mempunyai koordinat yang sama dan memiliki unsur dasar yang sama
seperti garis pantai/pulau, permukiman,sungai, jalan dan batas
desa / batas administrasi. Pembuatan Peta Dasar menggunakan citra
penginderaan jauhyang mempunyai ketelitian skala 1: 5.000 namun
ditampilkan dalam peta 1:10.000.
4. Interpretasi Citra Satelit

9|P age
Untuk mengetahui kondisi penutupan lahan awal areal studi, pola
drainase dan informasi awal mengenai landform secara perlu
dilakuakn interpretasi citra satelit.
5. Pembuatan Peta Rencana Kerja
Berdasarkan hasil studi literatur, interpretasi citra satelit dan hasil
pembuatan peta dasar , maka dibuat peta rencana kerja survei di
lapangan.
a. Untuk RTSP skala 1 : 10.000 yang meliputi rencana survai:
 Rencana survai topografi;
 Rencana survei posisi rumah-rumah serta lahan penduduk yang
akan dipugar, serta jalan dan Fasum desa eksisting (bila SP pugar);
 Rencana survai tanah;
 Rencana survai hidrologi;
 Rencana survai penggunaan lahan;
 Rencana survei potensi hutan (bila ada);
 Rencana Chek posisi areal yang telah dllakukankonsolidasi tanah
untuk pemukiman transmigran.
b. Untuk RTJ skala 1 : 5.000 mencakup informasi-informasi antara lain :
 Data kemiringan/slope (land unit slope) dan punggung bukit;
 Pola drainase;
 Alinemen horisontal rencana jalan;
 Pusat-pusat pemukiman yang dilalui, nama kampung/kotanya bila
diketahui;
6. Persiapan peralatan survai lapangan baik alat, chek list dan persiapan
administrasi.
Konsultan harus menyiapkan peralatan survei dan bahan yang memadai
baik dari segi kualitas maupun kuantitas serta telah mendapat persetujuan
dari pihak Pemberi Tugas. Konsultan juga harus menyiapkan tenaga
personil sesuai dengan bidang tugas dan keahliannya.

4.2. Koordinasi
Koordinasi dimaksudkan sebagai upaya agar pekerjaan lapang berjalan
dengan lancar sesuai dengan rencana. Untuk itu perlu disiapkan
kelengkapan administrasi koordinasi dengan instansi terkait baik intern

10 | P a g e
maupun ekstern di tingkat pusat, diantaranya Dinas Transmigrasi Provinsi
dan Kabupaten, Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi/Kab, Dinas
Perhubungan Prov/Kab, ASDP setempat sehubungan dengan prasarana
dan pemukiman transmigrasi yang akan direncanakan. Kegiatan ini dapat
dibantu oleh pengawas lapangan atau asisten pengawas lapangan.
Hal-hal yang perlu dikoordinasikan:
1) Pemantapan lokasi kegiatan;
2) Pencapaian lokasi;
3) Program Dinas yang menangani Transmigrasi terhadap pembangunan
fisik yang direncanakan dan UPT-UPT di sekitar lokasi proyek;
4) Program Pemda dan lintas sektor terkait;
5) Informasi kemampuan kontraktor di daerah tersebut;
6) Personil Dinas yang akan mengantar ke lokasi proyek.

4.3. Musyawarah I
Musyawarah dilakukan tiga kali bersama dengan kepala desa, tokoh
masyarakat dan masyarakat, aparat desa dan kecamatan, dinas yang
membidangi ketransmigrasian kabupaten/kota, pelaksana pekerjaan dan
wakil dari pusat. Musyawarah dilakukan sebanyak 3 kali:
Musyawarah tahap I dilaksanakan pada waktu tiba di lapangan :Pada
tahap ini merupakan pemantapan hasil sosialisasi sebelumnya yang
dilakukan oleh dinas kabupaten/kota.

Untuk SP baru, hasil musyawarah ini dituangkan dalam bentuk berita


acara yang antara lain berisi :
 Persetujuan untuk dilakukan penyusunan tata ruang permukiman;
 Kesepakatan terhadap data atau dokumen legalitas serta pernyataan
masyarakat;
 Kesediaan menerima warga transmigran dari luar daerah tersebut
beserta dengan informasi lain yang diperlukan;
 Penentuan waktu survai pendahuluan (inventarisasi calon peserta TPS,
identifikasi FU, identifikasi prasarana jalan dan identifikasi areal calon
permukiman baru) beserta pendamping baik dari tingkat kecamatan,
desa, dan warga desa yang berkepentingan;
 Penentuan waktu musyawarah II.

11 | P a g e
Untuk SP Pugar :
 Sosialisasi konsep pemugaran;
 untuk mengkonfirmasi kesepakatam yang telah dilakukan
sebelummnya, atas kesediaannya masyarakat untuk menerima
transmigran dalam satu kesatuan pemukiman dan ;
 Kesepakatan terhadap data atau dokumen legalitas serta surat
penyerahan tanah yang telah mereka tandangani dan telah diterbitkan
surat persetujuannya dari BPN;
 Menginventariir data rumah yang perlu dipugar;
 Inventarisasi calon TPS ;
 Usulan calon TPA;
 persetujuan dilakukan penyusunan tata ruang permukiman yang
terintegrasi dengan desa tersebut;
 Pembuatan Berita Acara.

4.4. OrientasiLapangan
Orientasi lapang meliputi Batas areal studi , Batas areal survai sesuai peta
rencana kerja dan disempurnakan di lapangan, Orientasi calon
permukiman, penentuan untuk patok awal.

4.5. SurvaiLapangan
4.5.1. Untuk Kegiatan Penyusunan RTSP
Survai Pendahuluan di Seluruh Areal Survai (untuk SP pugar batas
administrasi desa)
1. Survai topografi meliputi :
o Penentuan BM 0 dan baseline;
o Survai kelerengan pada jalur rintisan per 500 m;
Untuk SP baru survei kelerengan diseluruh areal survai
sedangkan untuk SP pugar terbatas pada areal hasil konsolidasi
lahan untuk SP Pugar, survai dan Pemetaan topografi ada
tambahan yaitu:
 Pemetaan posisi rumah penduduk, sarana dan prasarana
yang harus dipugar;

12 | P a g e
 Pemetaan posisi FU dan jalan yang akan diperbaiki
(fungsional).
2. Survai Tanah pada jalur rintisan per-500 m di seluruh areal survai;
3. Survai Penggunaan Lahan Dan Sumber Daya Hutan pada jalur
rintisan per-500 m di seluruh areal survai;
4. Survai Iklim dan Hidrologi ;
5. Survai dan pemetaan penduduk peserta pugar :
o Inventarisasi nama-nama penduduk yang akan dipugar rumahnya;
o Inventarisasi pecahan KK dan lahan miliknya untuk dibangunkan
rumah;
o Identifikasi FU dan jalan yang akan diperbaiki (fungsional).
6. Survai Agro Ekonomi di desa calon pugar.

4.5.1.1. Survai Pendahuluan Topografi

A. Survai Kerangka dan Kelerengan ( SP baru di seluruh areal


survai , SP Pugar di Areal hasil konsolidasi lahan)

Survai pendahuluan topografi mengacu pada peta dasar sementara


dibuat Peta Kerja 1: 10.000 yang memuat:

o Jalur-jalur pengamatan guna penetuan titik-titik sampling lapangan;


o Patok-patok RSKP (BM dan Patok Areal Terekomendasi);
o Sejumlah GCP (Ground Control Point) titik control lapangan yang
menyebar di area survai;
o Kerangka pemetaan;
o Letak desa eksisting, jalur rintisan per 500 m dan kelas kemiringan
lahan sementara.

B. Pengukuran Pengikatan

Kerangka pemetaan /Base line harus diikatkan kepada titik referensi


berupa Titik Kontrol Nasional yang berada didekat lokasi. Apabila
tidak ditemukan titik kontrol nasional, maka dapat dipilih suatu titik
pada peta dasar yang dapat dikenali pada peta dan mudah dicari di
lapangan.

13 | P a g e
o Berdasarkan Peta Rencana Kerja Topografi, pengukuran harus
diikatkan terhadap patok hasil RSKP titik tetap (BM) dan Patok
areal terekomendasi.
o Pengukuran Pengikatan menggunakan theodolite ketelitian 30”,
pengukuran sudut horizontal dilakukan bersamaan pengukuran
vertical (tachimetry).
o Datum vertikal dapat menggunakan ketinggian permukaan air laut
rata-rata atau ketinggian Baromatrik atau ketinggian patok BM
RSKP.
o Pada setiap BM, GCP dan titik penting lainnya di cek koordinatnya
dengan GPS.
o Ketelitian Pengukuran Pengikatan disyaratkan sebagai berikut:
 Ketelitian sudut: 4’√n (n= jumlah titik polygon)
 Ketelitian linier jarak: 1/2000
 Ketelitian beda tinggi: 60 mm√DKm (D= jumlah jarak dalam
Km).

C. Pengukuran Kerangka Pemetaan/ Base Line

o Kerangka Pemetaan/Base line direncanakan sedemikian rupa


diatas Peta Kerja sehingga membagi areal survai menjadi dua
bagian yang sama besar.
o Jarak base line ke batas areal survai tidak boleh lebih dari 3 Km,
bila lebih harus dibuat base line yang sejajar dengan base line
pertama.
o Pemasangan Patok Beton (BM) setiap jarak 3 Km atau sekitar 60
titik polygon, sebagai titik control pengukuran. Sebagai titik control
bantu dibuat dari Bahan PVC di cor beton (BL), dipasang setiap
jarak 1 Km.
o Patok BM dibuat dengan ukuran 15 cm x 15 cmx 80 cm, ditanam
dengan bagian didalam tanah 60 cm. Patok BL menggunakan pipa
PVC diameter 4 inchi, panjang 80 cm, ditanam dengan bagian
didalam tanah 50 cm
o Pengukuran Base line menggunakan alat ukur theodolite dengan
kelengkapannya. Ketelitian pembacaan theodolite untuk sudut

14 | P a g e
horizontal minimal 30". Untuk pengecekan koordinat BM, BL dan
titik penting lainnya di cek dengan GPS.
o Pengukuran base line dilakukan pulang pergi atau merupakan loop
tertutup.
o Sudut horizontal diamati dengan pembacaan ke target belakang
bacaan biasa, lalu ke target depan bacaan biasa, lalu dengan
posisi teropong luar biasa target depan dibaca luar biasa, kemudian
diarahkan ke target belakang bacaan luar biasa (B B,LB LB)..
o Bersamaan dengan pengukuran horizontal dilakukan pengukuan
beda tinggi dengan metoda tachymetry. Selisih beda tinggi
pembacaan Biasa dan Luar Biasa ke target belakang tidak boleh
lebih dari 2 mm, demikian juga untuk target depan.
o Pengukuran jarak dilakukan dengan pita ukur pulang pergi.
o Jarak antara dua titik polygon yang berurutan 50 m maksimum
100m.
o Tingkat ketelitian pengukuran base line disyaratkan sebagai
berikut:
 Ketelitian sudut: 4’√n (n= jumlah titik polygon)
 Ketelitian linier jarak: 1/2000
 Ketelitian beda tinggi: 60 mm√DKm (D= jumlah jarak dalam
Km).

D. Pengecekan data Kemiringan Lahan

o Hasil digitasi citra satelit stereo yang telah melalui proses


pengolahan citra diperoleh data dalam bentuk DEM selanjutnya
dikonversi menjadi data kemiringan lahan.
o Selanjutnya dibuat kelas-kelas kemiringan lahan sementara pada
seluruh areal survai RTSP pada peta kerja.
o Berdasarkan peta kerja dilakukan pengecekan kelas kemiringan
lahan sementara di lapangan, pengamatan merata pada setiap
kelas kemiringan lahan dan menyebar di seluruh areal survai.
Setiap kelas kemiringan minimal diamati sebanyak 5 titik.

15 | P a g e
o Pengecekan kemiringan lahan dilakukan pada titik-titik tertentu
dalam jalur rintisan per 250m sesuai dengan peta kerja dengan
memperhatikan kelas kemiringan yang akan dicek.
o Pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat ukur
clinometer, kompas , pita ukur dan GPS.
o Pengamatan kemiringan dilakukan dengan jarak 50 m ke depan,
ke kanan dan kiri. Dari data prosentase kemiringan (%) yang
didapat baik positif/tanjakan maupun negatip/lereng, akan diambil
nilai yang maksimum.
o Tempat berdiri pengamatan dan titik target diamati koordinatnya
dengan menggunakan GPS, koordinat dalam UTM .
o Berdasarkan hasil pengamatan kemiringan lahan tadi di lakukan
perbaikan terhadap peta kemiringan lahan.
o Pengelompokan kemiringan lahan berdasarkan bentuk
topografinya terbagi atas beberapa kelas kemiringan lahan :
- Datar 0–3%
- Landai/ berombak 3–8%
- Bergelombang 8 – 15 %
- Agak Berbukit 15 – 25 %
- Berbukit 25 – 40 %
- Bergunung > 40 %.
o Keberadaan detail alam pada jalur rintisan dan sekitarnya seperti
sungai, alur, rawa jalan dan sebagainya harus diukur koordinatnya
menggunakan GPS dan dimensinya di catat. Selanjutnya,
keberadaan detail-detail tersebut harus dicatat dan dibuat sketsa
lapangannya dalam buku ukur.

E. Pemetaan Posisi Rumah Penduduk , Sarana dan Prasarana Yang


Harus Dipugar

Dengan menggunakan hasil interpretasi citra satelit resolusi tinggi


skala 1: 10.000 namun dengan ketajaman skala 1 : 5.000, sangat
membantu dalam pemetaan tata letak permukiman dan fasilitas
umum, sebab permukiman akan terlihat jelas namun masih diperlukan
pengecekan di lapangan yaitu:

16 | P a g e
1. Pengecekan tata letak/posisi obyek yang ada di peta dengan skala
dilakukan:
 Melakukan pengukuran on screen koordinat obyek-obyek yang
mudah diidentifikasi dengan mencatat dan membuat daftar
koordinat obyek tersebut.
 Dengan menggunakan peta rencana kerja, posisi obyek-obyek
tersebut di cek koordinatnya di lapangan dengan menggunakan
GPS.
 Berdasarkan hasil pengecekan bila terjadi perbedaan, maka
koordinat di peta disesuaikan dengan koordinat lapangan.

2. Pengukuran obyek di lapangan menyangkut:


 Luas bangunan dan luas tanah/ lahan pekarangan dengan
menggunakan GPS melakukan pengukuran pada setiap pojok
bangunan dan setiap pojok tanah/ lahan pekarangan.
Pengukuran ini harus melibatkan pemilik rumah dan tetangga
yang bersebelahan (sebelah Kanan, kiri dan belakang). Hal ini
dikaitkan nantinya dengan pemberian sertifikat hak milik atas
tanah melalui program Transmigrasi dengan luas maksimum 2
Ha.
 Dengan GPS perlu di ukur letak/posisi, luas dan batas sawah,
empang, ladang, kebun di permukiman
 Dengan menggunakan alat ukur theodolit dan waterpass
dilakukan pengukuran panjang dan lebar jalan di permukiman,
panjang dan lebar sungai/ saluran di permukiman.

3. Hasil pengukuran lapangan setelah melalui proses pengolahan


data akan disajikan peta tata letak permukiman desa eksisting
dengan menggunakan GIS.

4.5.1.2. Survai Pendahuluan Tanah

Survai Pendahuluan Tanah seperti halnya survai topografi untuk


perencanaan SP baru dilakukan di seluruh areal survai , Sedangkan
untuk perencanaan SP Pugar terbatas di areal hasil kesepakatan
konsolidasi lahan ditambah mengambil beberapa sampel mewakili di

17 | P a g e
Lahan yang diusahakan penduduk setempat.

Survei tanah merupakan kegiatan pengumpulan data kimia, fisik, dan


biologi dilapangan maupun dilaboratorium, dengan tujuan pendugaan
penggunaan lahan umum maupun khusus.

Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan, menganalisis dan


memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah, yang
mempunyai kesamaan sifatkedalam satuan peta tanah tertentu. Sifat
dari satuan peta secara singkat dicantumkan dalam legenda,
Sedangkan uraian lebih detail dicantumkan dalam laporan survei
tanah yang selalu menyertai peta tanah tersebut (Hardjowigeno,
1995). Hasil survei tanah ini selanjutnya akan digunakan dalam
proses penilaian kesesuaian lahan.

Survei tanah akan memiliki kegunaan yang tinggi jika teliti dalam
memetakannya, hal itu berarti :

 Tepat mencari site yang representatif, tepat meletakkan site


pada peta yang harus didukung oleh peta dasar yang baik;
 Tepat dan benar dalam mendeskripsi profil serta menetapkan
sifat-sifat morfologinya;
 Tepat dalam mengambil contoh tanah yang representatif;
 Benar dalam melakukan analisis laboratorium.

Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam survei tanah:

1. Metoda Grid Kaku (Rigid Grid)


a. Diterapkan pada survei tanah semi detil sampai dengan
detil, dimana tidak tersedia foto udara.
b. Kalaupun foto udaranya tersedia, mungkin skalanya terlalu
kecil dan mutunya sangat rendah
c. Daerah yg disurvei tertutup awan/kabut
d. Kenampakan permukaan tidak jelas atau daerahnya sangat
homogen dan datar
e. Daerah yang disurvei tertutup vegetasi yg rapat dan lebat

18 | P a g e
f. Daerah survei berrawa, padang rumput atau savana yang
tidak menampakkan gejala permukaan.
Dalam metoda ini, pengamatan dilakukan dalam pola teratur pada
interval titik pengamatan yang berjarak sama dalam kedua arah.
Sangat cocok diterapkan pada daerah-daerah di mana posisi
pemeta, sukar ditentukan dengan pasti.

Keuntungan Metoda Grid-Kaku: Tidak memerlukan tenaga


surveyor yang berpengalaman, karena lokasi titik-titik pengamatan
sudah di plot pada peta rintisan (peta rencana-pengamatan).

Kerugian Metoda Grid-Kaku: · Perlu waktu sangat lama, terutama


untuk kondisi lokasi / medan yang berat. · Penggunaan titik
pengamatan tidak efektif. · Sebagian dari lokasi pengamatan,
tidak mewakili satuan peta yang dikehendaki (misal pada tempat
pemukiman, daerah peralihan satuan lahan dll).

2. Metoda Fisiografik (dengan bantuan foto udara)

a. Sangat efektif pada survei tanah berskala < 1 : 25.000, dan


tersedia foto udara berkualitas cukup tinggi.
b. Hampir semua batas satuan peta diperoleh dari IFU,
sedangkan kegiatan lapangan hanya untuk mengecek batas
satuan peta dan mengidentifikasi sifat dan ciri tanah masing
masing satuan peta.
c. Pengamatan dilakukan pada tempat-tempat tertentu pada
masing-masing satuan peta.

Gambar Lokasi titik observasi pada metode fisiografik : jumlah


pengamatan pada tiap-tiap satuan peta tergantung Ketelitian IFU (
intepretasi foto udara) dan keahlian serta kemampuan surveyor
dalam memahami hubungan fisiografi dan keadaan
tanah.Kerumitan (kompleks tidaknya) satuan peta tersebut. Makin
rumit dan makin banyak luasan satuan peta sehingga jumlah
pengamatannya pun semakin banyak.

19 | P a g e
3. Metoda Grid Bebas
a. Perpaduan metoda grid-kaku dengan metoda fisiografi.
b. Digunakan pada survei detil sampai dengan semi-detil, yang
kemampuan foto udara dianggap terbatas dan di tempat-
tempat yang orientasi lapangan cukup sulit.
c. Pengamatan lapangan dilakukan pada titik-titik seperti pada
grid-kaku, tapi jarak titik-titik pengamatan tidak perlu sama
dalam dua arah, tetapi tergantung keadaan fisiografi.
d. Jika terjadi perubahan fisiografi yang menyolok dalam jarak
dekat pengamatan akan lebih rapat.
e. Jika bentuk-lahan relatif seragam maka pengamatan akan
renggang.
f. Sangat baik diterapkan oleh surveyor yang belum
berpengalaman dalam IFU.

Variasi Penentuan Titik Observasi Dalam Survei Tanah

1. Penentuan titik observasi dalam Daerah Kunci (Key Area). Fungsi


Key Area adalah :
a. Untuk mempelajari tanah secara lebih detil daripada skala
peta final.
b. Untuk membuat definisi satuan peta dengan menyusun
legenda peta sementara.
c. Untuk membuat korelasi antara SPT dg citra foto.
d. Untuk mengumpulkan data SDL (pola tanam, LU, produksi,
dosis pupuk dll) secara lebih lengkap. Beberapa syarat
daerah kunci adalah :
- Dapat mewakili sebanyak mungkin satuan yg ada dibuat
pada daerah yang hubungan tanah-landskap dapat
dipelajari dengan mudah.
- Tidak boleh sejajar dengan batas landform.
- Usahakan mencakup semua satuan peta yang ada.
- Jumlahnya harus memadai.
- Aksesibilitasnya tinggi

20 | P a g e
2. Penentuan Titik Observasi Dalam Transek juga merupakan
daerah pewakil sederhana dalam bentuk jalur/rintisan yang
mencakup satuan landform, sebanyak mungkin.

Key Area Metode survei tanah menggunakan dua pendekatan


utama, yaitu pendekatan sintetik dan analitik:

o Pendekatan Sintetik Untuk membagi permukaan tanah


sebagai suatu satuan peta tanah adalah dengan cara
mengamati, mendeskripsikan dan mengklasifikasikan profil-
profil tanah sesuai dengan taksonomi yang digunakan
sebagai acuan untuk memberi batas pada peta tanah yang
ada, batas tersebut dapat digunakan untuk menggabungkan
daerah sekitar pengamatan yang memiliki profil serupa atau
yang berbeda dengan yang lain seusai denga klasifikasi
taksonomi yang digunakan.
o Pendekatan analitik dilakukan di daerah survei tersebut
dengan cara: · Hal yang dilakukan pertama adalah interpretasi
foto udara yang ada atau didapat dari citra satelit, gunakan
acuan sifat-sifat tanah yang dapat dilihat dengan
menggunakan foto udara seperti jenis topografi, vegetasi dan
bahan induk ( warna ) sehingga dapat menentukan jenis
landformnya. · Kemudian memberi batas-batas permukaan
tanah yang memiliki sifat-sifat tanah yang dianggap berbeda-
beda. Melaksanakan karakterisasi satuan-satuan yang
dihasilkan melaluipengamatan dan pengambilan contoh tanah
di lapangan.

Pemetaan tanah yang akan dilakukan adalah untuk menghasilkan


peta tanah di wilayah perencanaan pada skala 1: 10.000 dengan
menggunakan klasifikasi tanah sistem taksonomi tanah USDA/FAO
pada kategori famili atau seri dengan fasenya. Satuan peta yang
diperoleh adalahKonsosiasi, beberapa kompleks dan asosiasi, satuan
tanah yang ditampilkan adalah Famili atau Seri. Pola penyebaran
tanah berdasarkan homogenitas karakteristiknya sehingga terbentuk

21 | P a g e
soil mapping unit atau satuan peta tanah (SPT).

Survei Pemetaan dan pengamatan tanah ini dilakukan dengan


menggunakan unsur-unsur satuan-unsur satuan peta tanah yang
terdiri dari satuan tanah, landform, relief dan bahan induk. Untuk
mempermudah dalam pemetaan dan pengamatan tanah serta
mempercepat waktu pelaksanaan survei , digunakan citra satelit yang
jenisnya sama dengan digunakan untuk survei topografi yaitu data
SPOT 5 atau Allos, untuk melakukan identifikasi satuan-satuan peta
tanah.Sebelum dilakukan survei pengamatan tanah terlebih dahulu
dibuatkan peta kerja pengamatan tanah/Peta Satuan Lahan Homogen
sementara yang selanjutnya akan dipergunakan sebagai dasar
evaluasi lahan setelah dilakukan revisi delineasi berdasarkan kondisi
lapangan. Unsur-unsur pembentuk satuan lahan homogen adalah
suatu lokasi wilayah yang mempunya satuan tanah yang homogen
terdiri dari relief, landform, bahan induk (peta geologi), penggunaan
tanah. Peta satuan Lahan Homogen ini selanjutnya akan dilakukan
proses evaluasi kesesuaian lahan.Peta satuan lahan homogen
disusun terdiri dari landform, relief, bahan induk dan penggunaan
tanah.

Tatacara survei tanah :


1. Tujuan survei tanah ini dilakukan untuk mengklasifikasikan jenis-
jenis tanah diwilayah perencanaan pada skala 1:10.000 dan
mengumpulkan karekteristik dan kualitas tanah untuk tujuan
evaluasi lahan. Karakteristik lahan yang merupakan gabungan
dari sifat-sifat lahan danlingkungannya diperoleh dari data yang
tertera pada legenda peta tanah danuraiannya, peta/data iklim
dan peta topografi/elevasi.
2. Karakteristik lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi
lahan dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama, yaitu
topografi, tanah dan iklim. Karakteristik lahan tersebut (terutama
topografi dan tanah) merupakan unsur pembentuk satuan peta
tanah.

22 | P a g e
3. Penentuan titik Pengamatan dilakukan dengan berdasarkan
satuan peta lahan homogen dengan jumlah titik pengamatan
dilakukan proporsional dengan luasan dan tingkat homogenitas
karakteristik tanah pada masing-masing satuan peta tanah.
4. Pengamatan tanah dilakukan dengan cara pengamatan
penampang profil dan pengeboran pada masing-masing titik
pengamatan yang mewakili masing-masing satuan peta tanah
homogeny
5. Pengamatan tanah dilapangan dilakukan berdasarkan petunjuk
survei soil survey staff/Dokumen Petunjuk Pengamatan tanah
dari Balai Besar Sumberdaya Lahan/Puslittanak tahun 1993.
Contoh Tabel deskripsi profil dan pengeboran lihat lampiran.
Sedangkan pengamatan pengujian kesuburan dilapangan
dilakukan dengan mengunakan soil test kit kesuburan tanah.
6. Jumlah profil pewakil masing-masing SPT minimal 2 profil dan
jumlah titik pengeboran mengikuti jalur transek (sedikitnya
dilakukan pada beberapa lokasi yaitu pada bagian lereng bawah,
lereng tengah, lereng atas/puncak, sehingga akan diperoleh 3-5
titik setiap satuan lahan), atau minimal 1 titik pengamatan untuk
luasan 12,5 ha di seluruh areal survai ..
7. Jika extrapolasi berdasarkan kesamaan karakteristik landform,
bahan induk dan relief.
8. Setiap SPT akan diambil sampel tanah komposit minimal 2
sampel komposit, pada kedalaman 0-30 dan 30-60 cm yang
selanjutnya akan dilakukan analisa laboratorium untuk penilaian
kesuburan tanah dan penilaian kesesuaian lahan.
9. Laboratorium analisis disarankan dilakukan dilaboratorium yang
sudah terakreditasi, misalnyaLaboratorium BBSDL, Laboratorium
Riset Perkebunan atau Laboratorium Tanah Perguruan Tinggi.
10. Sebelum dilakukan analisis laboratorium, sampel tanah dan air
perlu dilakukan pengecekan ulang misalnya, data deskripsi,
penomoran/label, kondisi contoh tanah utuh.
11. Untuk tanah gambut hendaknya dilakukan pemboran dengan
menggunakan bor gambut terhadap kedalamannya sampai

23 | P a g e
dijumpai batuan /lapisan tanah mineral denganserta diamati
ketebalandan tingkat kematangan bahan organik(Fibrist, Hemist,
Saprist) serta potensi gambut dengan melakukan analisa Kadar
Abu di laboratorium.Untuk Gambut di daerah pasang surut dan
rawa lebak perlu itu diukur kedalaman pirit ( FeS2) serta sifat
drainasenya.

 Pengamatan pemboran dan diskripsi profil mengikuti


pedoman “Soil survai manual” (Soil Survai staff, 1951, 1961)
atau “Pedoman Pengamatan tanah di lapang” (Dok LPT,
1969).
 Pemetaan tanah/satuan lahan dilakukan pada tingkat
semidetail untuk seluruh areal survai dan tingkat detail untuk
calon lahan pekarangan/pangan fasilitas umum dengan
klasifikasi menurut terminologi dari Pusat Penelitian Tanah
(PPT, 1983) dan disebutkan padanannya menurut sistem Soil
Taxonomy (USDA, Eighth Edition 1999). Pada setiap macam
tanah sekurang-kurangnya dibuat 2 profil, salah satu profil
pewakil diambil contoh tanah setiap lapisan/horizon untuk
dianalisa di laboratorium.
 Peta Satuan Tanah/satuan lahan disajikan pada skala 1:
10.000 untuk seluruh areal survai berdasarkan pengamatan di
lapangan dan jika ada dilengkapi hasil interpretasi foto udara.
 Peta tanah (Peta tanah dan kesesuaian lahan) Skala 1:10.000
dilengkapi dengan klasifikasi menurut 3 sistem tersebut di
atas dan penilaian kesesuaian lahan untuk setiap Satuan Peta
Lahan (SPL) tersebut. Peta Satuan Lahan skala 1 : 10.000
dan 1 : 5000 dilengkapi dengan legenda satuan tanah/lahan
dengan menunjukkan deskripsi (skema) yang meliputi :
kedalaman efektif, tekstur lapisan atas dan bawah, drainase
tanah, struktur, konsistensi, reaksi tanah (pH), kapasitas tukar
kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB).P2O5, K2O serta C
organik. Setiap titik observasi tanah baik pemboran, profil,

24 | P a g e
komposit dan contoh fisik/undistrub-sample (jika ada) di
plotkan pada peta yang disajikan.
 Contoh tanah komposit untuk penilaian kesuburan diambil
pada lokasi yang dicalonkan untuk pekarangan (LP) dan
Lahan Usaha I (LU.I), dengan kerapatan satu contoh untuk
setiap blok/kelompok lahan pekarangan atau minimal per 25
ha (50 KK) diambil dari kedalaman 0-30 cm. Sedangkan untuk
Lahan Usaha II dengan kerapatan satu contoh per 50 Ha
pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm.

 Jenis analisa yang perlu dilakukan untuk contoh profil dan


kesuburan adalah :

Tabel
Analisa Tanah di Lokasi Transmigrasi
CONTOH CONTOH
JENIS ANALISA KETERANGAN
PROFIL KESUBURAN

Tekstur dalam 3 fraksi V V Contoh kesuburan


secara kwalitatif dapat
pH (H2O dan Kel 1 : 1) V V dilakukan di lapangan
Total P V V (Soil Test Kit)
Total K V V
Kapasitas Tukar Kation V V
(KTK)
Kejenuhan Basa (KB) V V
Ca, Mg, K, Na dapat ditukar V V
Total N
C Organik V V
P Tersedia V V
Toksisitas & kekahatan * - V
Al, H dapat ditukar V V
Ket : V = Dilakukan
-= Tidak dilakukan
*=: Dilakukan terutama untuk tanah-tanah bermasalah

 Penyajian Satuan Peta Lahan (SPL)

 Disajikan pada skala 1 : 10 .000 untuk seluruh areal


survai
 Dilengkapi dengan Legenda Satuan Lahan yang
menunjukkan deskripsi yang meliputi : macam tanah,

25 | P a g e
kedalaman efektif, tekstur lapisan atas dan bawah,
struktur, konsistensi, reaksi tanah (pH), Kapasitas Tukar
Kation (KTK), Kejenuhan Basa (KB), drainase tanah,
P2O5, K2O, C organik,status kesuburan dan kondisi
factor pembatas yang menonjol seperti : kejenuhan
alumunium, gambut, banjir, erosi, sulfat masam dan
sebagainya.
 Setiap titik pengamatan tanah dan pemboran profil di
plotkan pada peta SPL yang dilengkapi dengan macam
tanah, kedalaman efektif, tekstur lapisan atas dan bawah
serta kedalaman drainase.

 Evaluasi Kesesuaian Lahan

Penilaian kesesuaian lahan harus dilakukan berdasarkan


prinsip sesuai seperti yang diterapkan dalam A Frame Work
Land Evaluation (FAO.1976).

Kesesuaian lahan dinilai pada tingkat Sub Kelas dan tingkat


Unit. Tingkat Sub kelas untuk 3 tipe penggunaan lahan yaitu
padi sawah, tanaman pangan lahan kering dan tanaman
tahunan terhadap seluruh areal survai (Skala 1 : 10.000).
Penilaian ini dimaksudkan untuk :

 Penentuan lahan-lahan yang memiliki potensi Tanaman


Pangan dan Tanaman Tahunan.
 Evaluasi kesesuaian lahan tanaman Pangan dan
Tahunan (jika berdasarkan perhitungan analisa ekonomi
terhadap alternatif tanaman pangan dan tahunan memiliki
kelayakan yang lebih tinggi, Konsultan dapat menyusun
evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman lain sesuai
yang direkomendasikan).

Penilaian kesesuaian lahan pada tingakt unit, khusus dinilai


tipe penggunaan komoditi tanaman pangan pokok dan
tanaman pangan yang diusulkan dinilai secara aktual dengan

26 | P a g e
masukan input teknologi, tingkat rendah yang diperlukan
sehingga didapat kesesuaian lahan potensial. Begitu pula
untuk tipe penggunaan lain, juga untuk tanaman tahunan
yang diusulkan. Kesesuaian lahan tingkat unit disajikan pada
peta skala 1 : 10.000.

Jika dari hasil evaluasi kesesuaian lahan seperti tersebut


diatas (standar rata-rata) lokasi studi tidak dapat
dikembangkan untuk usaha tani tanaman pangan konsultan
diharuskan membuat penilaian kesesuaian lahan secara
standar tidak di rata-rta (STR) atau dengan
mempertimbangkan input teknologi pada tingkat sedang. Hasil
evaluasi kesesuaian lahan disajikan pada peta skala 1 :
10.000 untuk seluruh daerah survai

Penilaian kesesuaian lahan secara spesifik untuk setiap


komoditi tanaman pangan pokok dan tanaman lainnya pangan
pokok dan tanaman lainnya yang direkomendasikan oleh
konsultan berpedoman menurut sistem Atlas Format
Procedures (CSR/FAO-Staff, 1983).

 Penilaian Kesesuaian Lahan


 Penilaian kesesuaian lahan dilakukan pada masing-
masing SPL di seluruh areal survai.
 Konsultan diharuskan untuk memilih Pedoman
Pengelompokkan Kelas Kesesuaian Lahan tersebut untuk
berbagai komoditas yang direkomendasikan dengan
disesuaikan kondisi fisik lokasi. Jika masih diperlukan
Pedoman Pengelompokkan lainnya, harap
dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Direktorat
Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan
Kawasan Transmigrasi.
 Penilaian kesesuaian lahan tersebut minimal diarahkan
untuk penggunaan Padi Sawah (PS), Tanaman Pangan
Lahan Kering (TPLK) dan Tanaman Tahunan (TT) dan

27 | P a g e
Tanaman Perkebunan. Selanjutnya dilakukan penilaian
kesesuaian lahan untuk beberapa komoditi, sehingga
dapat ditentukan jenis komoditi yang paling sesuai.

 Penilaian kesesuaian lahan dinilai terhadap :


a. Kesesuaian Lahan Aktual
Yaitu dinilai berdasarkan kondisi saat ini dengan
berdasarkan kriteria standar dari Pedoman
Pengelompokkan Kelas Kesesuaian Lahan.
b. Kesesuaian Lahan Potensial
Yaitu dinilai setelah mempertimbangkan masukan
(input) baik Rendah, Sedang atau Tinggi (Low Input,
Medium Input, High Input). Dalam hal ini (pembatas
utama) yang perlu diperhatikan adalah faktor kunci
penentuan kelas kesesuaian lahan yang secara
potensial dapat ditingkatkan menjadi kelas yang
lebih tinggi.

 Lahan yang dapat direkomendasikan untuk perencanaan


tata ruang adalah yang memiliki kelas sesuai secara
aktual. Dalam hal tertentu jika Konsultan akan
merekomendasikan lahan kelas sesuai secara potensial,
terlebih dahulu perlu mendapat persetujuan dari Direktorat
Perencanaan Pembangunandan Pengembangan
Kawasan Transmigrasi, Ditjen PKP2Trans.
 Penyajian Peta Kesesuaian Lahan pada skala 1 : 10.000
untuk seluruh areal survai dengan kesesuaian lahan
actual dan potensial.

4.5.1.3. Survai Penggunaan Lahan Dan Sumber Daya Hutan


A. Penggunaan Lahan
 Survai penggunaan lahan mengikuti survai Topografi dan Tanah
 Peta penggunaan lahan harus disajikan pada skala 1:10.000 yang
menunjukkan jenis penggunaan lahan. Peta harus berdasarkan

28 | P a g e
pengamatan yang terbaru di lapangan dan data-data penunjang lain
yang ada.
 Pengamatan di lapangan harus dibuat dan dicatat pada semua
katagori yang diidentifikasikan dengan satu pengamatan setiap 50
meter sepanjang semua rintisan dan poligon yang dipakai untuk
survai tanah.
 Peta penggunaan lahan harus menunjukkan juga batas-batas HPH,
“Long Yard” dan “Camp” serta jalan angkutan kayu utama (main
logging road) dengan cabang-cabangnya, dan jembatan yang ada;
kesemuanya meliputi yang sedang direncanakan maupun yang
sudah ada.
 Untuk kelengkapan data, harus menghubungi Instansi
Perhubungan, Pertanian, BPN, Kehutanan, Pekerjaan Umum serta
Camat setempat mengenai keadaan lahan pada saat diadakan studi
serta rencana dari instansi-instansi tersebut yang berkaitan dengan
masalah penggunaan lahan daerah studi. Wawancara dengan lurah
dan petani-petani setempat diperlukan antara lain untuk mengetahui
status pemilikan lahan di aerah studi. Wawancara dengan lurah dan
petani-petani setempat diperlukan antara lain untuk mengetahui
status pemilikan lahan di daerah tersebut.

B. Sumber Daya Hutan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tegakan kayu, kelas


hutan dan status hutan, serta penelitian jenis flora dan fauna. Hasil
penelitian potensi/tegakan kayu dimaksudkan untuk menjadi masukan
dalam penentuan kelas hutan yang berguna dalam pengurusan Ijin
Pemanfaatan Kayu. Penelitian kelas hutan dimaksudkan untuk
mengetahui kelas hutan dikaitkan dengan biaya pembukaan lahan
(menurut standar pembukaan lahan pemukiman transmigrasi) serta
dalam penentuan kelas hutan yang akan dibuka. Penelitian status hutan
dimaksudkan sebagai masukan bagi penyelesaian status calon lokasi
(pelepasan hutan).

29 | P a g e
Penelitian flora dan fauna dimaksudkan sebagai masukan dalam
telaahan lingkungan.

 Hasil penelitian hutan harus dipetakan yang dapat menunjukkan


potensi tegakan;
 Status dan fungsi kawasan hutan menunjukkan sebagai hutan
produksi, hutan produksi konservasi dan hutan lindung serta izin-izin
kehutanan. Data tersebut harus dikonsultasikan dengan Dinas
Kehutanan dan atau Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)
Setempat;
 Inventarisasi hutan primer harus memberikan data jumlah volume
kayu yang biasa digunakan, untuk semua spesies yang mempunyai
DBH sama dengan atau lebih dari 35 cm, dengan kesalahan
penarikan contoh 10% atau kurang pada tingkat kenyataan 95%;
 Bila klasifikasi ini cukup baik, maka persentase penarikan contoh
tersebut bisa dicapai dengan contoh kurang dari 1% luasnya, tetapi
harus ada lebih dari 0,5% luasnya;
 Dalam setiap satuan contoh, semua pohon yang hidup, dengan
DBH 35 cm atau lebih harus dicatat bersama dengan pohon yang
lebih jelas sudah rusak. Pohon-pohon harus dicatat menggunakan
nama jenis (spesies), atau kelompok jenisnya dan 6 (enam) kelas
garis tengah 35-50 cm, 51-60 cm, 60-70-80, 81-90 cm dan lebih
besar dari 91 cm ditambah 20% dari hasil satuan pencatatan
inventarisasi kecuali yang mempunyai DBH 10-34 cm, untuk
perhitungan ongkos pembukaan lahan;
 Inventarisasi terperinci tidak perlu untuk hutan sekunder, kecuali
survai pendahuluan menunjukkan bahwa ada 20 M3 per ha atau
lebih kayu yang bisa dipakai dengan DBH lebih dari 60 cm. Untuk
perhitungan ongkos pembukaan lahan, data yang diperlukan pada
hutan sekunder adalah jumlah batang, dalam 9 (sembilan) kelas
garis tengah: 10-20, 21-30, 31-40, 41-50, 51-60 cm, 61-70 cm, 71-
80 cm, 81-90 cm dan > 91. Data ini adalah data garis tengah saja
dan klasifikasi dalam jenis tidak diperlukan.

30 | P a g e
 Penelitian potensi tegakan kayu dilakukan dengan cara sampling,
yaitu dengan membuat plot sample 0,1 Ha (50 x 20 meter),
mengikuti jalur rintisan Topografi dilakukan secara random (acak).
Penelitian ini dilakukan hanya meliputi 1% dari areal yang akan
digunakan bagi peruntukan transmigrasi. Penentuan pembuatan
plot sample dengan cara lain diperbolehkan setelah dikonsultasikan
dengan Direktorat Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan
Kawasan Transmigrasi.
 Garis tengah pohon yang diukur adalah 1,3 meter di atas
permukaan tanah (DBH)/10 Cm di atas banjir, untuk semua jenis
pohon yang tidak rusak dan dikelompokkan dengan garis tengah :
7-30 Cm, 31-60 Cm, 61-90 Cm, 91-120 Cm dan di atas 120 Cm.
Kesalahan penarikan contoh 10% atau kurang pada tingkat
kenyataan 95%. Kelas hutan 1 s.d 10 dikelompokkan menjadi kelas
hutan primer, sekunder.
 Inventarisasi terinci tidak perlu untuk hutan sekunder, kecuali survai
pendahuluan menunjukkan bahwaada 20 M3/Ha atau lebih kayu
yang bisa dipakai dengan DBH lebih dari 60 Cm. Untuk keadaan itu
cukup dihitung jumlah pohon beserta diameternya.
 Buku Hijau Departemen Kehutanan sangat diperlukan konsultan
untuk masukan identifikasi jenis pohon dan sebagai panduan untuk
mentransfer nama pohon lokal ke mana botanisnya.
 Dalam penentuan klasifikasi hutan tersebut perlu diinformasikan
kondisi lahan (basah, kering, rawa) sebagai masukan cara apa yang
terbaik dalam rangkaian pembukaan lahan (cara mekanis, manual
dan sebagainya).
 Status hutan perlu diinformasikan menurut Peta Kawasan Hutan
dan Perairan , Kategori hutan (basah,kering,rawa) dan pemegang
konsesi hutan (HPH).
 Penelitian flora dilakukan berdasarkan pengamatan jenis flora yang
terdapat selama penelitian potensi tegakan kayu, sedangkan
penelitian fauna dilakukan berdasarkan wawancara dengan dinas
kehutanan setempat dan penduduk/tokoh masyarakat setempat.

31 | P a g e
Konsultan hatus mencatat jenis-jenisnya yang dominant, spesifik
dan yang dilindungi sebagai masukan dalam telaahan lingkungan.
 Pengamatan flora dan fauna.
Flora dan faunan (perlu diamati apakah ada flora dan faunan
langka yang dilindungi, yang merupaka makanan satwa liar dan
yang potensial untuk pengembangan ekonomi masyarakat)
perekonomian.

4.5.1.4. Survai Iklim danHidrologi


A. Iklim
 Data dan analisa iklim yang dibuat pada tahap RSKPharus dilihat
lagi dan dipertimbangkan kembali hubungannya dengan model
usaha tani (Farm Model) yang diusulkan pada daerah tersebut;
 Tipe iklim lokasi studi dianalisa berdasarkan Koppen, Schmidth dan
Fergusson dan Oldeman;
 Analisa curah hjan bulanan dan variasi mengenai awal dan akhir
musim kering;
 Analisa data-data curah hujan harian untuk mendapatkan frekuensi
hari hujan (> 1 mm) tiap bulan dan terjadinya periode kering selama
5, 10, 15 dan 20 hari (< 5 mm hujan/hari);
 Suatu perkiraan evaporasi potensial dalam batas-batas data-data
yang ada dan di plot terhadap curah hujan bulan rata-rata. Suatu
perkiraan harus dibuat mengenai kegawatan masa keringd alam 1
dan 5 tahun kering.

B. Hidrologi
 Penyelidikan sumber daya air perlu melihat semua Sub Wilayah
Aliran Sungai yang akan mempengaruhi daerah studi tersebut,
berdasarkan pada Laporan tahap RSKP, Interpretasi Foto Udara
dan peta WAS.
 Penyelidikan hidrologi harus dilakukan untuk semua daerah aliran
sungai yang akan mempengaruhi daerah tersebut, berdasarkan
pada Laporan tahap RSKP, Interpretasi Foto Udara, dan peta yang
ada.

32 | P a g e
 Peta harus disajikan pada skala 1: 10.000 dimana pada peta
tersebut digambarkan pola drainase, batas daerah sungai utama,
daerah genangan dan daerah bahaya banjir. Semua sungai harus
diteliti mengenai lebar, kedalaman, dan debitnya yang kemudian
diplot pada peta.
 Daerah bahaya banjir harus diperkirakan berdasarkan data luas
daerah sungai, perkiraan penyaluran, bentuk sungai, dan informasi
dari survai topografi, tanah, dan tata guna lahan;
 Pada survai pendahuluan ketersediaan bersih dilakukan dengan
mengecek sumur air dangkal dari pemukiman penduduk setempat,
 Daerah bahaya banjir harus diperkirakan berdasarkan data luas
daerah sungai, perkiraan pengaliran, bentuk sungai dan informasi
dari survai topografi, tanah dan tata guna lahan serta informasi
penduduk-penduduk daerah sekitar.

4.5.1.5. Survai prasarana dan sarana


 Berdasarkan hasil pencermatan terhadap perencanaan SKP, di
lapangan dilihat kembali interaksi SP yang direncanakan dengan SP
– SP lainnya dan melakukan pengecekan dilapangan sehingga
dapat dipastikan arah orientasi dari SP yang direncanakan
 Juga diiidentifikasi prasarana dan sarana sosial – budaya dan sosial
ekonomi yang ada di desa pugar.
 Mengidentifikasi rumah-rumah yang perlu dipugar
 Mengidentifiksi kelengkapan rumah nya. apakah pemukiman
penduduk setempat sudah meiliki jamban keluarga pada setiap
rumahnya

4.5.1.6. Survai Agro Ekonomi


Survei agro ekonomi meliputi:
a. Cara pengalokasian sumberdaya alam dan membuat kebijakan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
b. Potensi penguatan modal ekonomi dengan memfokuskan upaya
membuat sesuatu kelebihan dari kekurangan sumberdaya alam dan

33 | P a g e
sumberdaya manusia eksisting, sehingga nilai guna di SP Pugar
menjadi maksimal.
c. Identifikasi potensi limbah menjadi barang yang mempunyai nilai
tambah. Penggunaan limbah sebagai sumber ekonomi antara lain;
kompos, biogas, biomass, dan pupuk organik.

Data yang dikumpulkan antara lain:


 Luas dan jenis pemilikan lahan usaha dan;
 Cara mengusahakannya (pola tanam termasuk rotasi tanam dan
intensitas tanam bercocok tanam yang umum dsb);
 Cara memperoleh bibit dan saprotan lainnya;
 Jenis-jenis tanaman serta tingkat produktifitas/Ha yang memberi
indikasi dapat dikembangkan dan alasannya;
 Kendala-kendala yang pernah dialami dan berapa besar kerugian
tanaman karena hama penyakit disertai habitat hama dsb;
 Teknik budidaya pertanian yang sudah diterapkan oleh penduduk
setempat. Ketersediaan sarana produksi pertanian;
 Kegiatan pasca pertanian yang telah dikembangkan;
 Pemasaran hasil pertanian yang ada, Bagaimana jalur pemasaran
hasil-hasil usaha tani dan bagaimana keadaan prasarana dan
sarana angkutan;
 Peranan KUD;
 penyuluhan pertanian yang ada;
 Hasil-hasil uji coba pertanian lapangan yang telah ada/demplot;
 Keadaan swasembada pangan daerah studi;
 Data sekunder yang mendukung/melengkapi data-data tersebut
dalam butir-butir dapat diperoleh dari :
o Desa/kampung yang bersangkutan;
o Kecamatan-kecamatan yang bersangkutan;
o Tingkat kabupaten.

Survai Agro Ekonomi di desa calon pugar


Survei agro-ekonomi meliputi :
a. cara pengalokasian sumberdaya alam dan membuat kebijakan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat.

34 | P a g e
b. Potensi penguatan modal ekonomi dengan memfokuskan upaya
membuat sesuatu kelebihan dari kekurangan sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia eksisting, sehingga nilai guna di SP Pugar
menjadi maksimal.
c. Identifikasi potensi limbah menjadi barang yang mempunyai nilai
tambah. Penggunaan limbah sebagai sumber ekonomi antara lain;
kompos, biogas, biomass, dan pupuk organic.

4.5.1.7. Survai dan Pemetaan penduduk peserta TPS/Pugar

Survai dan pemetaan penduduk dimaksudkan untuk mengetahui jumlah


penduduk yang akan akan menjadi peserta TPS atau yang masuk dalam
SP pugar dan mengetahui kualitas SDM yang ada, survai ini dilakukan
dengan caramelakukan:

a. Inventarisasi nama-nama penduduk yang rumahnya (SP Pugar), atau


inventarisasi penduduk setempat yang akan masuk sebagai TPS ke
pemukiman transmigrasi ( SP Baru);
b. Inventarisasi pecahan KK dan lahan miliknya untuk dibangunkan
rumah (SPPugar);
c. Inventarisasi penduduk yang memiliki lahan dan tidak memiliki lahan;
d. Jumlah penduduk dan kepadatan per Km2;
e. Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur, dengan tekanan
pada kelompok usiakerja;
f. Tingkat perkembangan jumlah penduduk;
g. Komposisi penduduk berdasarkan agama/kepercayaan;
h. Komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan/mata pencaharian;
i. Kemungkinan pemanfaatan tenaga kerja penduduk lokal untuk
pembangunan lokasi transmigrasi.

4.5.1.8. Survei Sosial Budaya

Maksud dan tujuan survei aspek sosial budaya adalah untuk mengetahui
adat istiadat penduduk setempat serta transmigran yang sudah ada, baik
di dalam maupun sekitar daerah penelitian sebagai masukan di dalam
memprediksi akan terjadi gesekan sosial atau konflik sosial dengan akan

35 | P a g e
disatukannya penduduk pendatang dengan penduduk setempat dan juga
sebagai masukan di dalam penyusunan rekomendasi penyiapan
pemukiman, penempatan, pengembangan pertanian transmigran dan
telaahan lingkungan.

Penelitian ini dilakukan dengan cara kuesioner terhadap penduduk


setempat ditambah wawancara serta survai instansional di desa dan
Kecamatan. Data yang diambil berupa:

 Suku bangsa yang ada di desa studi saat ini


 Adat istiadat dan hukum adat atas pemilikan/penggunaan lahan;
 Tanggapan penduduk terhadap rencana transmigrasi.
 Fasilitas pelayanan sosial yang ada (seperti fasilitas Pendidikan,
Kesehatan, Peribadatan, KUD dsb),
 Identifikasi FU dan jalan yang akan diperbaiki (fungsional

Penelitian kegiatan sosial-ekonomi dimaksudkan untuk mengetahui antara


lain :
 Jenis pekerjaan utama dan sampingan penduduk
 Rata-rata tingkat pengeluaran keluarga,
 Harga sembilan bahan pokok
 Harga produksi pertanian di pasar terdekat
 Analisa usaha tani saat ini

4.5.1.9. Musyawarah tahap II

Musyawarah tahap II merupakan penyampaian hasil inventarisasi dan


identifikasi yang telah dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan pada
musyawarah I dan hasil penyusunan RTSP tentative.

a. Untuk Perencanaan SP baru ditujukan untuk:


 Membuat kesepakatan nama-nama calon peserta TPS yang tidak
pindah dan yang pindah ke permukiman baru;
 Kesepakatan letak lahan yang diserahkan untuk permukiman
baru;

36 | P a g e
 Penentuan waktu survai lapang (topografi, kemiringan, tanah,
jalan, penggunaan lahan, sumber daya air, kehutanan, sosial
ekonomi dan budaya) beserta pendamping dari desa dan warga
yang berkepentingan;
 Penentuan waktu musyawarah III.
Hasil musyawarah II dituangkan dalam bentuk berita acara.

b. Untuk Perencanaan SP pugar, ditujukan untuk :


 Mensosialisasikan hasil survai lapangan
 Menyepakati peserta pugar baik yang berasal desa pugar sendiri
maupun dari luar desa.
 Persetujuan objek pemugaran ( Rumah penduduk setempat,
SaranaFU dan SAB Desa, Prasarana (Jalan dan Jembatan,serta
pendukung lainnya) Desa dan Lahan penduduk setempat
(sertifikasi)
 Persetujuan pengelompokan tingkat pemugaran (Perlakuan yang
akan diberikan pada penduduk setempat)
 Persetujuan volume pemugaran (Jumlah rumah yang akan
dipugar beserta nama pemikiknya dan Jumlah transmigran yang
akan ditempatkan)
 Kesesuaian lahan yang diberikan untuk transmigran
 Hasil musyawarah II dituangkan dalam bentuk berita acara

4.5.1.10. Survai Detail Di Calon Permukiman Transmigran Dan LU - I


Survei detail di calon permukiman transmigran dan LU I dilakukan baik
untuk SP maupun SP Pugar, meliputi:
 Survai Topografi
 Survai Tanah
 Survai penggunaan Lahan
 Survei Hidrologi

A. Survai Detail Topografi


Survai detail topografi terdiri survei kelerengan di rintisan per 250 M dan
pengukuran situasi. Survaiini dilakukan baik untuk perencanaan SP bar u
maupun perencanaan SP pugar.Untuk SP Pugar ditambah survai

37 | P a g e
pengukuran jalan desa yang menghubungkan desa induk dengan calon
permukiman baru transmigran.

1. Survai Detail Topografi Terdiri Survei Kelerengan Di Rintisan Per 250 M


Dan Pengukuran Situasi

Berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah II maka selanjutnya


dilakukan Survai topografi detail dilakukan pada lokasi calon LP, LU I,
PD pemukiman transmigrasi baru dengan skala perencanaan 1:
5.000, untuk mendapatkan data lebih akurat,sehingga peletakan calon
Lahan Pekarangan dan Pusat Desa sesuai kriteria perencanaan
permukiman transmigrasi.. Survai topografi detail dilakukan ebagai
berikut:
a. Membuat Peta Rencana Kerja skala 1: 5.000 yang
menggambarkan letak calon LP, LU I, PD dan desa eksisting,
arah dan panjang rintisan 250 m;
b. Rintisan direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat
mengcover calon LP, LU I, PD dan Desa Eksisting. Rintisan 250
m mengcover calon LP,dan PD di areal permukiman baru;
c. Berdasarkan base line yang ada, dibuat rintisan tegak lurus base
line dan saling sejajar satu sama lain berupa loop tertutup agar
memudahkan interpolasi data di atas peta. Bila letak calon LP, LU
I dan PD jauh dari base line, maka harus dibuat kerangka
pengukuran tersendiri berupa polygon tertutup/loop, yang terikat
kepada base line;
d. Survai topografi detail menggunakan alat ukur theodolite untuk
pengukuran situasi sehingga dapat diketahui leatak/posisi detail-
detail topografinya dan bentuk kontur, agar peletakkan LP dan
Pusat desa benar-benar pada daerah datar, bukan pada areal
yang curam/terjal;
e. Jarak antara dua titik pengamatan yang berurutan maksimum 50
meter Pada awal jalur rintisan, di tengah jalur rintisan dan tepi
batas LP dilakukan pengukuran koordinat dengan GPS;
f. Tingkat ketelitian pengukuran rintisan disyaratkan sebagai berikut:
 Ketelitian sudut: 4’√n (n= jumlah titik polygon)

38 | P a g e
 Ketelitian linier jarak: 1/2000
 Ketelitian beda tinggi: 60 mm√DKm (D= jumlah jarak dalam
Km).

2. Identifikasi DanPemetaan Alinemen Jalan Desa Yang


Menghubungkan Desa Induk Dengan Permukiman Baru

Oleh karena pada pekerjaan RTSP hanya menyajikan trace jalan


poros tidak sampai kepada pengukuran profil memanjang, profil
melintang, situasi jalan dan daya dukung tanah, maka untuk
memperoleh trace jalan poros yang menghubungkan desa induk
dengan permukiman baru dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Pada Peta rencana kerja diidentifikasi letak pusat desa induk,


letak pusat desa permukiman baru dan trace jalan poros yang
menghubungkan desa induk dengan permukiman baru;
b. Melakukan pengukuran on screen koordinat titik pusat desa induk,
koordinat pusat desa permukiman baru dan melakukan identifikasi
trace jalan desa dengan mempertimbangkan tingkat kelandaian
jalan, daerah yang sedikit dilalui sungai, mencari jarak terpendek,
menghindari bangunan-bangunan dan menghindari areal enclave;
c. Melakukan pengukuran dengan menggunakan GPS di lapangan
terhadap titik pusat desa induk, titik pusat permukiman baru dan
perpotongan dengan sungai pada kedua tepi sungai;
d. Bila terjadi perbedaan antara peta rencana kerja hasil identifikasi
peta citra dengan keadaan lapangan, maka peta tersebut
diperbaiki sesuai keadaan lapangan.

3. Penghitungan Dan Penggambaran

a. Penghitungan titik-titik pada kerangka pemetaan, titik –titik tetap


serta titik-titik dalam jalur rintisan 500 m dan rintisan 250 m
dalam system koordinat UTM harus diselesaikan di lapangan;
b. Penggambaran detail topografi (sungai, jalan, permukiman dan
sebagainya),pengeplotan titik tinggi (dalam jalur base line, jalur

39 | P a g e
rintisan 500 m, jalur rintisan 250 m) dan penarikan kontur harus
dilakukan di lapangan;

c. Hasil survai detail rintisan 500 m dan rintisan 250 m harus


menghasilkan:

► Peta Topografi skala 1: 5.000 dengan interval kontur 2,5m


sebagai dasar untuk Peta Detail Tata Ruang yang
menggambarkan peletakkan LP,LU I, PD
► Peta topografi 1: 2.500 dengan interval 1m, sebagai dasar
untuk Peta Pusat Desa yang menggambarkan tata letak
bangunan di Pusat Desa.

B. Survai Detail Tanah

1. Survai detail tanah dilakukan di lahan calon LP dan LU I, :dengan titik


pengamatan1/6,25 Ha.

2. Contoh tanah komposit untuk penilaian kesuburan diambil pada lokasi


yang dicalonkan untuk pekarangan (LP) dan Lahan Usaha I (LU.I),
dengan kerapatan satu contoh untuk setiap blok/kelompok lahan
pekarangan atau minimal per 25 ha (50 kk) diambil dari kedalaman 0-
30 cm. Sedangkan untuk Lahan Usaha II dengan kerapatan satu
contoh per 50 Ha pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm.Jenis
analisa yang perlu dilakukan untuk contoh profil dan kesuburan
adalah:

Tabel
Analisa Tanah di Lokasi Transmigrasi
CONTOH CONTOH
JENIS ANALISA KETERANGAN
PROFIL KESUBURAN
Tekstur dalam 3 fraksi V V Contoh kesuburan
secara kwalitatif dapat
pH (H2O dan Kel 1 : 1) V V dilakukan di lapangan
Total P V V (Soil Test Kit)
Total K V V
Kapasitas Tukar Kation V V
(KTK)
Kejenuhan Basa (KB) V V
Ca, Mg, K, Na dapat V V
ditukar

40 | P a g e
Total N V V
C Organik V V
P Tersedia - V
Toksisitas & kekahatan * V V
A1, H dapat ditukar - V

Ket : V = Dilakukan
-= Tidak dilakukan
*=: Dilakukan terutama untuk tanah-tanah bermasalah

Laboratorium analisis disarankan dilakukan dilaboratorium yang sudah


terakreditasi, misalnya, Laboratorium BBSDL, Laboratorium Riset
Perkebunan, atau Laboratorium Tanah Perguruan Tinggi.Sebelum
dilakukan analisis laboratorium, sampel tanah dan air perlu dilakukan
pengecekan ulang misalnya, data deskripsi, penomoran/label, kondisi
contoh tanah utuh.

3. Peta Satuan Tanah/satuan lahan untuk LP dan LU I disajikan pada skala


1: 5.000dilengkapi dengan legenda satuan tanah/lahan dengan
menunjukkan deskripsi (skema) yang meliputi kedalaman efektif, tekstur
lapisan atas dan bawah, struktur, konsistensi, reaksi tanah (pH), kapasitas
tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB). Drainase tanah, P2O5, K2O
serta C Organik. Setiap titik observasi tanah baik pemboran, profil,
komposit dan contoh fisik/undistrub-sample (jika ada) di plotkan pada peta
yang disajikan.

C. Survai Detail Penggunaan Lahan


Survei detail penggunaan lahan dilakukan bersama sama dengan survei
topografi.

D. Survei Hidrologi

Survei detail hidrologi dimaksudkan untuk mengetahui kepastian


Ketersediaan Air Bersih di Lahan Pekarangan /pemukiman. Ketersediaan
air bersih dapat berupa air permukaan , air tanah atau air hujan

1. Air tanah yang dapat diperoleh dari air sumur yang dangkal harus
diuji, yaitu dengan membuat sumur uji pada lahan pekarangan dan
pusat SP, sekurang-kurangnya 2 buah pada tempat yang mewakili
daerah yang diteliti. Sumur uji dibuat sampai kedalaman ± 10 meter

41 | P a g e
dengan menggunakan Portable Hand bor/borhydral/peralatan lain
yang memungkinkan untuk mengetahui kedalaman aquifer.
Sedangkan untuk menghitung debit sumur uji digunakan metode
Recovery Test, kondisi setempat pada waktu pembuatan sumur
dicatat (misal: keadaan hujan, dekat sungai, dsb).
2. Posisi/letak sumur uji ditandai dengan patok pralon/PVC dicat merah
dan diberi nomor urut, dan diikatkan kerintisan T0 terdekat. Air sumur
uji harus di ukur DHL-nya untuk membedakan air jebakan atau air
tanah dangkal.
3. Variasi kedalaman air tanah harus ditentukan dengan alat portable
hand bor/borhydral/peralatan lain yang memungkinkan dan dengan
mengamati permukaan air selama studi untuk dapat mengetahui
fluktuasi air tanah.

 Jika sumur air tanah dangkal tidak tersedia, maka sumur air lain
yang biasanya digunakan untuk pemukiman transmigrasi harus
diteliti , seperti:
o Kolam tandon air atau yang berasal dari mata air. Jika
Konsultan merekomendasikan pemanfaatan sumber-sumber
ini, maka harus digambarkan letak air permukaan yang akan
digunakan sebagai sumber (dalam text map), ditentukan cara
pengambilan sumbernya, manual atau pompanisasi dan
pipanisasi. Jika bersifat pipanisasi dan pompanisasi maka
harus jelas letak Bendalinya, perkiraan panjang pipa yang
dibutuhkan, jenis pompa dan perkiraan biaya dan sumber
untuk operasional dan harus diteliti kualitas, kuantitas dan
kontinuitasnya.
o Sumber air yang berasal dari air hujan pada dasarnya tidak
dihendaki sebagai sumber utama, karena sifatnya (yang tidak
mengandung mineral) yang dalam penggunaan jangka
panjang dapat merusak kesehatan transmigrasi. Sumber air
atap ini sifatnya hanya merupakan pelengkap dari sumber air
lain yang direkomendasikan.

42 | P a g e
Analisis terperinci data hujan harus dibuat untuk menentukan
volume air yang harus dikumpulkan dari atap rumah
transmigran yang standar (+36 m2) Kebutuhan penerimaan
air harus dihitung, bentuk dan spsesifikasi standar harus
disiapkan untuk suatu sistem pengumpulan dan penyimpanan
air atap;
 Jika sumber-sumber tersebut di atas tidak tersedia, atau tersedia
tapi tidak mencukupi, maka Konsultan harus merekomendasikan
perlunya penelitian sumber air tanah dalam, dan
direkomendasikan penelitian lebih lanjut. Dalam kaitan ini perlu
ditekankan bahwa rencana tata ruang yang disusun tidak dapat
diprogramkan pembangunannya sebelum penelitian air tanah
dalam (pada tahap yang telah lanjut) menjamin ketersediaan
sumber air untuk transmigran.
 Hasil Analisa Laboratorium kualitas air minum yang
direkomendasikan dibandingkan terhadap: Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor: 907/Menkes/SK/VII/2002. Dalam hal
kualitas air minum kurang memenuhi syarat konsultan harus
merekomendasikan penanganan pengelolaan air minum yang
dapat diterapkan di lokasi Transmigrasi.
 Sedangkan untuk air pertanian dibandingkan terhadap standar
kriteria FAO dan US Salinity Staf. Laboratorium air diarahkan ke
Balai POM dan Pusat POM (Pengawasan Obat dan Makanan).
Hasil lab yang asli dikirim ke Direktorat Perencanaan
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi
Ditjen PKP2Trans.
 Untuk daerah studi yang terpengaruh oleh adanya intrusi air laut
konsultan harus meneliti batas intrusinya. Penelitian EC harus
dilakukan secara lebih mendalam. Pengukuran kualitas air (EC
dan pH) harus dilakukan di lapangan dan di laboratorium untuk
sumber-sumber air tanah dan air permukaan.
 Dalam hal lokasi survai terpengaruh pasang surut konsultan
harus mencatat fluktuasi pasang surut selama survai.

43 | P a g e
 Perlu penelitian lokasi-lokasi sumber air yang dapat
dilaksanakan untuk mikro hidro.
 Perkiraan terinci biaya harus disiapkan untuk sistem pengadaan
air yang direncanakan
 Penyimpanan air hujan dari atap harus diteliti. Analisis terperinci
data hujan harus dibuat untuk menentukan volume air yang
harus dikumpulkan dari atap rumah transmigran yang standar (+
36 m2) Kebutuhan penerimaan air harus dihitung, bentuk dan
spsesifikasi standar harus disiapkan untuk suatu sistem
pengumpulan dan penyimpanan air atap;
 Jika ada kemungkinan sistem pengadaan air bersih yang lebih
baik harus dikemukakan untuk pemakaian yang akan datang;
 Perkiraan terinci biaya harus disiapkan untuk sistem pengadaan
air yang direncanakan.

4.5.1.11. Pengolahan Data dan Analisa Sementara di Lapangan

Kegiatan pengolahan data dan analisa di lapangan sebagai masukan


untuk penyusunan Rencana Tata Ruang SP Pendahuluan / tentative.

A. Penilaian Fisik Lahan


Untuk perencanaan calon pemukiman baru baik untuk SP baru
maupun SP pugar salah satu penilaian fisik lahan utama adalah Kelas
kesesuaian lahan untuk pengembangan pertanian. Yang
direkomendasikan untuk penggunaan lahan pangan dan tanaman
keras diperbolehkan sampai kelas kesesuaian lahan S3. Kesesuiaian
lahan untuk mengetahui areal mana saja yang dapat dibangun untuk
pemukiman transmigrasi, berdasarkan hasil kesesuaian lahan di
deliniasi :
 SPL yang sesuai untuk segala jenis penggunaan (Lahan
Pekarangan, Lahan Usaha I / lahan pangan dan Lahan Usaha II/
bisa lahan pangan lagi atau lahan perkebunan)
 SPL yang sesuai Lahan Pekarangan dan Lahan Usaha I/lahan
pangan
 SPL yang hanya sesuai Lahan Perkebunan

44 | P a g e
 SPL yang tidak sesuai untuk pengguna apapun saat ini, dan dapat
sesuai bila terlebih dahulu diperbaiki kondisi lahannya (misalnya
perlu dibuat saluran drainase terlebih dahulu, lahan harus dibuat
teras bangku, dll)
 SPL yang selamanya tidak dapat digunakan apapun, harus
dikonservasi
Kesesuaian lahan yang direkomendasikan untuk pemukiman
transmigrasi adalah Kesesuaian lahan actual, namun kesesuaian
lahan potensial dapat direkomendasikan sepanjang perbaikan yang
diusulkan dapat dikerjakan oleh sektor terkait.

Untuk perencanaan SP Pugar , kondisi fisik yang menjadi perhatian


utama adalah kondisi rumah penduduk di desa yang di studi.
berdasarkan hasil survei kondisi rumah penduduk , dinilai dan di
hitung berapa jumlah rumah yang harus dipugar .

B. Penilaian Status Lahan


Tahap kedua adalah melakukan penilaian areal calon pemukiman
ditinjau dari status lahannya. Menurut kriteria perencanaan,areal yang
direncanakan untuk areal pemukiman baru transmigran adalah areal
yang terbebas dari penggunaan lain, seperti penggunaan HPH, ladang
penduduk dan sebagainya. Secara status Hutan harus merupakan
Araeal Penggunaan lain (APL). Dalam hal menggunakan Hutan
Produksi yang dapat di Konversi (HPK) harus ada persetujuan dari
Kementerian Kehutan (IPPKH);
Namun bila SP merupakan SP Pugar Ladang penduduk tidak
dikeluarkan, karena akan bersama-sama dengan pemukiman
transmigrasi untuk dikembangkan sebagai satu kesatuan
pegembangan pertanian, namun tetap harus di deliniasi lahan yang
diberikan untuk pemukiman transmigrasi baru dan lahan yang tetap
merupakan lahan milik penduduk setempat. Berdasarkan kriteria
tersebut dikaji ldan didelineasi ; lahan mana yang dapat dikembangkan
dan dapat disusun RTSP Pugar.

C. Penilaian Ketersediaan Air dan Resiko Banjir.

45 | P a g e
Berdasarkan hasil pembuatan sumur uji yang telah dilakukan pada
saat penyusunan RK-SKP apakah potensi air yang terdapat di areal
studi dapat memenuhi kebutuhan air penduduk secara terus menenrus
yaitu sebesar 300 liter/hari/KK dan apakah di areal calon LP
merupakan daerah yang aman , bukan daerah rawan banjir.

D. Penilaian Kesesuian Permukiman / Analisa Tata Ruang


Penilaian kesesuaian pemukiman dilakukan dengan mensuper impose
hasil penilaian fisik lahan, penialain status lahan dan penilaian
ketersediaan air . Berdasarkan hasil super impose akan dihasilkan
Lahan sesuai dikembangkan untuk pemukiman transmigrasi:
 Lahan yang akan direncanakan untuk PD, LP dan LU I baik
untuk transmigran maupun untuk penduduk desa setempat
yang ada, berada pada Lahan kemiringan < 8 %, lahan diatas 8
– 15 % dapat direkomendasikan namun harus ada perlakuan
teknis.
 Kesesuaian lahan dapat dikembangkan tanaman pangan
termasuk klas kesesuaian S1 – S3,
 bukan daerah rawan banjir dan tersedia air bersih untuk
keperluan Rumah tangga secara terus menerus minimal 300
liter/hari/KK.
 Lahan yang akan direncanakan untuk LU II . baik untuk
transmigran maupun untuk penduduk desa setempat yang ada,
berada pada Lahan kemiringan < 15 %, lahan antara 16 – 25
dapat direkomendasikan untuk pengembangan areal
perkebunan namun lahan yang kemiringan diatas 15 % harus
dilakukan terasering dan kelas Kesesuaian lahan S1 – S3,

Hasil penilaian sudah harus memprediksi daya tampung SP antara


300 – 500 KK minimal yang dapat diterima adalah 200 KK, dengan
pertimbangan jumlah tersebut dinilai cukup memenuhi syarat untuk
pembangunan 1 unit Sekolah Dasar.

E. Penilaian Kependudukan dan Sosial Budaya.


Berdasarkan hasil survai kependudukan dan sosbud disimpulkan
apakah ada kemungkinan konflik antara penduduk setempat dengan

46 | P a g e
transmigran. Bila ada disusun rekomendasi untuk mengantisipasi
terjadinya konflik tersebut.

4.5.1.12. Penyusunan RTSPPendahuluan /Tentative

Berdasarkan hasil survai lapangan dan analisa kesesuaian pemukiman


disusun Rencana pemanfaatan ruang SP Pugar tentative mengacu pada
prinsip dan kriteria perencanaan.

A. Prinsip Perencanaan
Prinsip Perencanaan dalam menyusun Rencana Detail pemanfaatan
ruang SP , adalah sebagai berikut:
 Penggunaan lahan direncanakan untuk Lahan pekarangan, Lahan
Usaha untuk lahan tanaman Pangan dan Tanaman Tahunan) harus
berdasarkan kesesuaian lahan;
 Pemukiman harus menyediakan suatu lingkungan sosial yang serasi
dan sesuai dengan kebutuhan pemukiman;
 RTSP disusun dengan mempertimbangkan aksesibilitas
(kemudahan hubungan), baik hubungan di dalam SP maupun
hubungan SP dengan daerah luar;
 Prasarana harus efisien dan mengutamakan kemudahan fungsi
pelayanan;
 Harus mempertimbangkan kelestarian alam antara lain dengan
merencanakan penggunaan lahan untuk konservasi alam pada
lokasi yang kritis;
 Areal yang direncanakan hurus memiliki ketersediaan air bersih yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan air transmigran dengan kapasitas
60 liter/orang/hari;
 Pola pemukiman harus mempertimbangkan:
o Kemudahan transmigran dalam mencapai pusat fasilitas umum;
o Kemudahan transmigran dalam mencapai lahan usaha
o Kemudahan transmigran untuk melakukan mobilitas baik
didalam maupun ke luar permukiman.
 Alokasi lahan
Lahan pada SP Pugar terdiri dari lahan yang diberikan kepada
transmigran (kapling) dan lahan yang dialokasikan kepada fasiliats

47 | P a g e
umum atau penggunaan masyarakat (tabel 1) dan Lahan penduduk
setempat.
Lahan yang diserahkan menjadi milik tansmigran terdiri dari :
o Lahan Pekarangan 0,1 - 0,25 Ha/KK;
o Lahan Usaha I 0,75 – 0,9 Ha/KK;
o Lahan Usaha II 1,00 Ha /KKuntuk transmigran.
 Sedangkan alokasi lahan penduduk setempat tidak ditentukan
mengikuti kepemilikan yang ada, kecuali mereka bersedia dilakukan
konsolidasi lahan sehingga alokasi lahan penduduk setempat akan
sama dengan alokasi lahan untuk transmigran.
 Lahan yang tidak diserahkan menjadi milik transmigran terdiri dari:
o Lahan Fasilitas Umum di Pusat desa, 8-12 Ha/SP;
o Lahan Kas Desa, 10 Ha/SP;
o Lahan Kuburan, 2 Ha/SP;
o Test Farm, 4 Ha/SP;
o Seed Farm, 4 – 6 Ha/SP (pusat SKP);
o Lahan Penggembalaan, 10 Ha/SP

B. Kriteria Perencanaan RTSP

Dalam penyusunan RTSP tentative ini yang perlu diperhatikan :


 KemiringanLahan
Batas kemiringan maksimum untuk setiap penggunaan yang
diperkenankan adalah sebagai berikut:
Standar tidak Rata-
Peruntukan Standar Rata-Rata
Rata Keterangan
LP 0–8% 0 – 15 % Diatas 8 %
LU I 0 –8% 0 – 15 % memerlukan
0 – 25 % perlakuan
LU II 0 – 15 % Diatas 8 % perlu
dibuat teras bangku
Lahan  25 % Diatas 15 % perlu
Konservasi dibuat teras bangku

Di pemukiman penduduk setempat bila ditemukan berada pada lahan


>8 % dan kondisinya membahayakan perlu di relokasi ke daerah aman.
 Kesesuaian lahan

48 | P a g e
Kesesuaian lahan yang dapat direkomendasikan untuk pengembangan
usaha transmigran masuk kedalam klas S1 – S3. Lahan yang
dikategorikan N1 dapat direkomendasikan, namun perlu harus ada
perbaikan terlebih dahulu menjadi klas S, sebelum dilakukan
penyiapan lahan dan pembangunan rumah (Lihat lampiran ).
 Ukuran Kapling
Bentuk kapling harus persegi empat,denganukuran kapling yang efektif
dan efisien dari segi pengadaan prasarana disarankan:
 LP
25 m X 40 m = 1.000 m2
25 m x 100 m = 2.500 m2
 LU
I 75 m x 100 m = 7.500 m2
90 m X 100 m = 9.000 m2
 LU II
100 m X 100 m = 10.000 m2
 Jarak Tempuh
Jarak sasaran maksimum dari lahan pekarangan kebeberapa
penggunaan sebagai berikut, dari lahan pekarangan ke:
 Fasilitas Umum / Pusat Desa, 0,5 - 1,5 km
 Lahan Usaha I, 1,5 – 2,5 Km
 Lahan Usaha II, 2,5 – 3,5 Km

 Daya Tampung
Jumlah kepala keluarga pada setiap Satuan Permukiman (SP) 300 -
500 Kepala Keluarga. Jumlah tersebut dipertimbangkan sebagai
jumlah yang ideal, karena jumlah ini membenarkan adanya 1 unit
Sekolah Dasar. Jumlah lebih kecil bisa diterima dengan permukiman
baru sebanyak 200 KK dan yang terintegrasi 100 KK, sehingga daya
tampung menjadi 300 KK
Bedasarkan hasil super impose direkomendasikan :
 Blok areal untuk Pusat SP;
 Areal untuk permukiman transmigran;

49 | P a g e
 Areal untuk pemukiman transmigran yang menunjukkan areal
LU I dan LU II;
 Arah jalan poros untuk menghubungkan SP/desa pugar dengan
desa utama dan desa sekitranya;
 Areal pemukiman yang harus dipugar (untuk perencanaan SP
Pugar);
 Areal penggunaan lahan milik penduduk desa pugar (untuk
perencanaan SP Pugar ).
Dalam pengaturan tata ruang :
 Usahakan Pusat Desa berada di tengah-tengah antara blok LP
transmigran dan Pemukiman Penduduk yang akan dipugar ,
agar pelayanan ditinjau dari segi jarak dapat diberikan secara
berkeadilan;
 Blok-blok ditunjukkan pada RTSP ; blok I, blok II, dst untuk
masing LP, LU I dan LU II;
 Rencana Jalan Poros dan Jalan Desa;
 Perkiraan Jumlah Kapling tiap blok disebutkan;
 Lahan-lahan yang harus dikonservasi sudah ditandai.

4.5.1.13. Rencana Pembukaan Lahan SP


Setelah mendapat persetujuan Peta penataan ruang SP pugar pada
Musayawarah III, batas Blok-blok yang direkomendasikan untuk dibuka (
batas LU I, batas lahan pekarangan, pusat desa dan jalan
poros/penghubung) perlu dibuat dan di[asang beberapa patok permanen
yang dapat mewakili batas lahan di Pilar/patok permanen tersebut harus
diikatkan pada patok jalur rintisan dan posisinya dapat mudah
diidentifikasikan di lapangan (misalnya pada ujung-ujung blok, di dekat
sungai dan lain sebagainya). Pengukuran pilar-pilar permanen tersebut
dilakukan dengan spesifikasi sebagai berikut :
Spesifikasi pengukuran poligon dan sebagai berikut :
 Sudut horizontal/poligon diukur dengan theodolite To atau yang
sederajat sebanyak 1 seri ganda (B-B-LB-LB).
 Jarak titik-titik poligon diukur dengan pita untuk seraha dan di cek
dengan jarak optis ke muka dan ke belakang.

50 | P a g e
 Salah penutup sudut tidak lebih dari 4”  n; (n = jumlah titik
polygon).
 Ketelitian linier tidak lebih dari 1/2.500.
 Salah penutup beda tinggi tachimetri 60 mm  D Km (D = Jumlah
jarak jalur pengukuran beda tinggi).

Syarat Pemasangan Patok Batas Pembukaan Lahan (BPL) :


 Tentukan koordinat sementara patok-patok BPL di atas Peta BPL;
 Hitung Azimuth dan Jarak dari Patok BM terdekat terhadap patok-
patok BPL di peta BPL;
 Dengan menggunakan alat ukur T0 dan Pita Ukur dilakukan
pengukuran staking out dari BM terdekat ke patok-patok BPL sesuai
azimuth dan jarak. Harus diperhatikan besar deklinasi magnetis di
daerah tersebut.
Peta BPL disajikan pada peta berskala 1 : 5.000 yang menyjikan:
 Batas lahan yang akan dibuka yaitu LP, LU I, PD dan jalan poros;
 Patok-patok BM, BPL beserta garis batas pembukaan lahan sesuai
dengan arah azimuth dan jaraknya;
 Besar volume pembukaan lahan sesuai dengan tutupan lahan untuk
masing-masing LP,LU I dan PD;
 Sebagai pengikat titik poligon BPL, diambil titik Bench Mark (BM)
pada baseline terdekat.

C. Pemasangan Patok Batas Pembukaan Lahan (BPL)


Berdasarkan Peta Detail Tata Ruang yang menggambarkan letak LP, LU I
dan PD, maka pada peta BPL digambarkan posisi patok BPL harus terikat
pada titik tetap(BM). Untuk pemasangan Patok-patok BPL perlu dilakukan
hal-hal berikut:
1. Tentukan koordinat sementara patok-patok BPL di atas Peta BPL;
2. Hitung Azimuth dan Jarak dari Patok BM terdekat terhadap patok-
patok BPL di peta BPL;
3. Dengan menggunakan alat ukur T0 dan Pita Ukur dilakukan
pengukuran staking out dari BM terdekat ke patok-patok BPL sesuai

51 | P a g e
azimuth dan jarak. Harus diperhatikan besar deklinasi magnetis di
daerah tersebut;
4. Peta BPL disajikan pada peta berskala 1 : 5000 yang menyajikan:
 Batas lahan yang akan dibuka yaitu LP, LU I PD dan jalan poros;
 Patok-patok BM, BPL beserta garis batas pembukaan lahan
sesuai dengan arah azimuth dan jaraknya;
 Besar volume pembukaan lahan sesuai dengan tutupan lahan
untuk masing-masing LP,LU I dan PD.

4.5.1.14. Musyawarah Tahap III

Musyawarah tahap III dillaksanakan setelah survei detail selesai dilakukan


untuk menginformasikan dan menyepakati hasil akhir dari kondisi calon
SP yang dituangkan dalam bentuk Berita Acara:
a. Untuk Sp baru, Berita Acara berisi antara lain:
 Kesepakatan hasil pemantapan nama-nama TPS yang pindah ke
permukiman baru;
 Kesepakatan perlakuan yang diberikan kepada TPS.
b. Untuk SP Pugar, Berita Acara berisi antara lain:
 Persetujuan penataan ruang di pemukiman desa pugar;
 Persetujuan tata ruang di Pemukiman baru;
 Persetujuan jenis pemugaran;
 Persetujuan objek pemugaran;
 Persetujuan volume pemugaran;
 Persetujuan peserta Pugar.
Hasil pertemuan musyawarah tahap I, II dan III yang telah disepakati oleh
masyarakat selanjutnya akan menjadi acuan pembangunan permukiman
dan penempatan transmigrasi.

4.5.2. Survai Lapangan untuk RTJ


4.5.2.1. Survai Pendahuluan RTJ

Survai pendahuluan RTJ dilakukan setelah RTSP tentative di lapangan


selesai dibuat.
Dengan bantuan data peta rencana kerja yang ada dilaksanakan
pengenalan lapangan di sekitar rencana jalan untuk mendapatkan

52 | P a g e
gambaran kondisi medan secara menyeluruh. Kegiatan yang dilakukan
dari tahapan pekerjaan ini meliputi :
1. Menentukan titik awal dan titik akhir dari rencana jalan tersebut di
lapangan, sejauh yang telah ditentukan di atas peta dasar/peta kerja;
2. Mencatat keterangan penting di sepanjang jalan seperti
rawa/kebun/ladang dengan batas-batasnya, sungai atau saluran
dengan ukuran karakteristiknya, jembatan atau gorong-gorong
dengan dimensinya, dll;
3. Mengadakan pencatatan lokasi sumber material yang dapat
digunakan untuk pekerjaan penimbunan dan pavement/struktur
perkerasan yang lokasi-lokasinya digambarkan di atas peta dasar dan
dilampirkan pada gambar rencana;
4. Merintis dan menetapkan trase jalan yang akan digunakan sebagai
pedoman bagi tim pengukuran;
5. Bila melalui desain RTSP/RSKP yang belum dibuka harus mengikuti
koridor jalan yang ditentukan dalam peta RTSP/RSKP tersebut.

4.5.2.2. PemasanganBench Mark dan Patok-Patok Sementara.


1. Bench Mark (BM)
Patok Benchmark (BM) adalah patok yang dibuat sebagai tanda tetap
dan berfungsi sebagai titik kontrol baik kontrol horisontal maupun
kontrol vertikal.
Patok ini dipasang dengan ketentuan sebagai berikut:
 Diletakkan di tempat yang tidak mudah terganggu, mudah dicari
dan pada tanah yang cukup stabil. Apabila tidak terdapat tanah
keras maka dibagian bawah dipasang cerucuk. Untuk daerah rawa,
konsultan harus membuat tanda pembantu sebagai penunjuk lokasi
BM diletakkan;
 Patok terbuat dari beton bertulang dengan campuran beton adalah
1 pc : 2 psr : 3 kr, dengan tulangan Ø 8 mm -15 mm serta dibuat di
lapangan;
 Ukuran patok adalah 20 x 20 x 75 cm dicat warna kuning serta
ditanam sedalam 50 cm atau muncul 25 cm dari permukaan tanah;

53 | P a g e
 Dibagian atas patok BM dipasang baut dengan ukuran diameter
3/8" atau 4 mm;
 Patok BM diberi nomor urut pada sisi depan da n sisi samping diberi
label JL TRANS dan pada sisi atas diberi label BM TRANS;
 Patok BM dipasang pada awal dan akhir Jalan dan setiap 5 km
jalan.

2. Patok Sementara
Patok sementara dipakai sebagai patok pengukuran atau tempat
berdirinya alat, dengan ketentuan sebagai berikut :
 Patok dibuat dari kayu dengan ukuran diameter 5 cm – 7 cm
dengan panjang 60 cm;
 Patok dipasang pada setiap jarak maksimum 100 m;
 Patok diberi nomor urut dan dicat warna kuning serta ditanam
sedalam 40 cm (atau muncul 20 cm di atas permukaan tanah);
 Di bagian atas patok dipasang paku seng.

4.5.2.3. Pengukuran Polygon/Traverse

Pengukuran topografi dilakukan pada jalur lintas jalan yang telah dirintis
dan dipatok.
1. Polygon
a. Polygon diukur dengan menggunakan alat Theodolite (T0) atau
sejenisnya dan perhitungannya menggunakan metode Bowdith.
b. Pengukuran polygon harus diikatkan pada titik tetap yang
diketahui koordinatnya dan titik ikat hasil pengukuran tata ruang.
Bilamana kedua titik ikat tersebut di atas tidak ada di sekitar lokasi
maka pengukuran dan perhitungan polygon menggunkan
koordinat lokal (0,0) yang dimulai di awal proyek.
2. Jarak ukur dengan meteran baja, dalam satu arah dan dikontrol
dengan azimuth jarak optis, dibaca ke muka dan ke belakang.
3. Kontrol azimuth dilakukan pada setiap titik pengikat tetap (BM)
dengan menggunakan azimuth hasil pengamatan matahari atau
dengan polygon tertutup.
4. Ketelitian yang disyaratkan :

54 | P a g e
a. Ketelitian pengukuran sudut maksimum adalah 10” (detik) untuk
setiap titik polygon;
b. Kesalahan penutup jarak linier < 1/2000.L (L = Jarak).

4.5.2.4. Pengamatan Matahari/Azimuth Geografls

Azimuth geografis disini sebagai kontrol dari kesalahan sudut


horisontal.Untuk mendapatkan azimuth matahari dipergunakan metode
pengamatan data tinggi matahari dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Lintang tempat pengamatan diinterpolasikan dari peta topografi
minimum skala 1 : 250.000 atau peta skala yang lebih besar.
2. Tinggi matahari atau sudut zenith yang dipergunakan dalam
perhitungan harus sudah dikoreksi terhadap refleksi dan paralaks.
3. Pengamatan matahari bila memungkinkan diamati setiap hari, pada
pagi dan sore hari.
4. Di setiap titik pengamatan dilakukan 4 (empat) kali pengamatan, yaitu
kedudukan B (biasa) – LB (luar biasa) – LB – B menggunakan
Theodolite (T0).
5. Pada laporan akhir harus dilampirkan hasil hitungan azimuth matahari
4 (empat) pengamatan di titik yang berbeda.

4.5.2.5. Pengukuran Beda Tinggi

1. Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan cara Double Stand (2 x


tempat berdiri alat).
2. Alat pengukur beda tinggi menggunakan alat-alat sipat datar
automatic yang sejenis Wild Nak2 dan Zeis Ni2.
3. Patok beda tinggi dan tititk ikatnya diambil sama dengan yang
digunakan pada pengukuran polygon (BM).
4. Kesalahan penutup 25√D mm.
5. D = Jarak dalam Km.

4.5.2.6. Pengukuran Cross Section


1. Alat ukur yang dipergunakan alat T0 atau sejenisnya;
2. Pengukuran dilakukan untuk setiap jarak 50 m pada jalur trase;
3. Pengukuran harus lebih rapat pada daerah-daerah yang rolling. Lebar
pengukuran meliputi daerah koridor sejauh 25 m sebelah kanan dan

55 | P a g e
kiri sumbu jalan pada sebagai jalan yang lurus 25 m ke sisi luar dan 50
m ke sisi dalam pada jalan menikung;
4. Untuk daerah pegunungan yang pada saat pengukuran masih belum
dapat ditentukan rencana center line jalannya, koridor perlu diperlebar
sehingga diperoleh jangkauan medan yang lebih luas.

4.5.2.7. Pengukuran Situasi Sungai/Jembatan


1. Pengukuran situasi sungai meliputi daerah sejauh 50 m ke hilir dan 50
m ke hulu dengan profil 25 m dari masing-masing tepi sungai;
2. Pada setiap tepi sungai/saluran, 7,5 m sebelah kiri dari rencana as
jalan dipasang patok pralon/beton dengan ukuran panjang 75 cm dan
diameter 10 cm;
3. Gambar detail sungai harus meliputi keadaan topografi, dasar, tebing
dan tepi sungai serta daerah sekitarnya;
4. Ketinggian muka air banjir, muka air normal dan muka air terendah
harus dicatat;
5. Jembatan/gorong-gorong yang direncanakan harus dibuat skets dan
dicantumkan material yang dipakai beserta ukuran-ukurannya.

4.5.2.8. Pembuatan Peta TentativeAlinemen Horizontal Jalan

Pekerjaan ini masih termasuk pekerjaan lapangan dan harus dikerjakan di


lapangan dimana peta tersebut berisikan informasi sebagai berikut :
1. Peta situasi jalan skala 1 : 2000 dibuat di atas kertas millimeter blok
dengan interval garis tinggi 1 (satu) meter dan mencakup :
a. Semua patok dan titik dibuat detail dengan dilengkapi tanda/nomor,
ketinggian dan koordinatnya.
b. Dibuat catatan situasi yang ada, seperti batas rawa/kebun/ladang
di sekitar trase jalan, lebar sungai/saluran, ukuran jembatan atau
gorong-gorong dan lain-lainnya yang penting
2. Diatas peta situasi ini, dibuat alinemen horizontal dan bentuk tikungan
Full Circle

56 | P a g e
4.5.2.9. Staking Out

Pekerjaan staking out atau uitzet dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Theodolite T0 atau alat ukur yang sederajat dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Dilakukan pada titik awal, titik akhir dan titik simpul pada sumbu
berdasarkan perhitungan rencana as jalan dan PI (Point Intersection);
2. Patok terbuat dari paralon dengan ukuran diameter 3 inch dan panjang
75 cm;
3. Ditanam sedalam 55 cm atau muncul setinggi 20 cm di atas
permukaan tanah;
4. Diisi dengan beton tumbuk;
5. Dicat warna merah;
6. Diberi tanda yang jelas dan nomor urut;
7. Jarak maksimum antar patok ± 250 m.

4.5.2.10. Penelitian Mekanika Tanah dan Sumber Material

Kegiatan penelitian mekanika tanah dan sumber material bertujuan untuk


mengetahui daya dukung tanah beserta karakteristiknya. Kegiatan yang
dilakukan yaitu:
1. Penyelidikan tanah menggunakan DCP dilakukan setiap 200 m;
2. Penyelidikan menggunakan hand boring;
Analisa yang digunakan adalah Analisa AASHTO dengan hasil
sebagai berikut :
a. CBR Lapangan;
b. CBR Laboratoruim;
c. Indek Propertis;
d. Pemadatan;
e. Konsolidasi;
f. Gradasi.

4.5.2.11. Survei Hidrologi dan Lingkungan

Survei hidrologi dan lingkungan ini bertujuan untuk mengetahui ketinggian


permukaan air yang mempengaruhi terhadap perencanaan teknis jalan.
Kegiatan yang dilakukan yaitu :
1. Mengumpulkan data curah hujan;

57 | P a g e
2. Mengamati data air banjir secara visual dilapangan.
Hasil yang diharapkan adalah menentukan daerah banjir dan
tinggi banjir/genangan pada areal survei.

4.5.2.12. Survei Sosial Dan Ekonomi


Survei sosial dan ekonomi bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial
ekonomi masyarakat sekitar yang dipergunakan dalam memprediksi
perkembangan jalan yang direncanakan.

4.5.2.13. Foto Lapangan

Foto lapangan diperlukan untuk memberikan gambaran kondisi medan di


sekitar rencana jalan, seperti rawa, kebun, ladang, alang-alang, hutan,
pedesaan, bukit, batu-batuan, sungai, dsb antara lain :
1. Titik awal dan titik akhir jalan penghubung (kolektor primer)/poros
(lokal primer)beserta tanda-tandanya;
2. Titik pusat SP, SKP, WPP;
3. Patok BM (setiap 5 Km);
4. Patok paralon/beton (250 m);
5. Tikungan beserta patok stake out-nya;
6. Titik lokasi jembatan atau gorong-gorong beserta papan tandanya
diambil dari arah survei/kembali dan hulu/hilir;
7. Spot-spot yang memerlukan perhatian khusus.

4.6. Penajaman Analisa dan Penyusunan Rencana


4.6.1. Untuk penyusunan RTSP
A. AnalisaTata Ruang Lanjutan.
Hasil analisa dan perencanaan tata ruang di lapangan perlu
disempurnakan, antara lain untuk penilaian kesesuaian pemukiman
dilengkapi dengan :
a. Telaahan Kebijakan
Telaahan kebijakan dimaksudkan untuk mereview kebijakan yang
digariskan untuk pengembangan daerah studi sesuai dengan kondisi
lapang. Kebijakan yang perlu direview antara lain;

58 | P a g e
 Fungsi dan peran calon SP yang distudi apakah sudah sesuai
dengan kondisi lapangan; lapangan memang secara posisi
geografis dibandingkan dengan SP-SP atau desa-desa dalam
SKP dan pola jaringan jalan yang menghubungkan calon SP ada
, memang sesuai dijadikan pusat kawasan;
 Kondisi lahan calon SP sesuai dikembangkan kan untuk
komoditas unggulan yang disarankan dalam Rencana rinci SKP.

b. Penilaian Aksesibilitas
Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemudahan
pencapaian dari calon SP ke desa/pusat pertumbuhan yang ada.
Pada penilaian ini dilakukan :
 Analisis keterkaitan SP dengan pusat SKP;
 Analisis keterkaitan SP dengan pusat WPT/LPT;
 Analisis keterkaitan SP dengan pusat pusat pemerintahan
(kecamatan dan kabupaten).
Idealnya calon SP dapat dicapai dengan waktu tempuh 1 – 2 jam
perjalanan dari pusat pertumbuhan terdekat. Namun bila lebih dari 2
jam perlu dievaluasi apakah karena kondisi jalannya jelek atau
memang jaraknya yang terlalu jauh. Tingkat kemudahan ini perlu
dipertimbangkan, agar para transmigran dan penduduk setempat tidak
terkendala dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

B. Rencana Detail Tata Ruang


Rencana detil tata ruang disempurnakan dengan melengkapi:
a. Alokasi lahan penduduk setempat
Alokasi lahan penduduk setempat tidak ditentukan mengikuti
kepemilikan yang ada, kecuali mereka bersedia dilakukan konsolidasi
lahan sehingga alokasi lahan penduduk setempat akan sama dengan
alokasi lahan untuk transmigran.
b. Rencana posisi lahan yang tidak diserahkan menjadi milik
transmigran terdiri dari:
 Lahan Fasilitas Umum di Pusat desa, 8-12 Ha/SP;
 Lahan Kas Desa, 10 Ha/SP;
 Lahan Kuburan, 2 Ha/SP;

59 | P a g e
 Test Farm, 4 Ha/SP;
 Seed Farm, 4 – 6 Ha/SP (pusat SKP);
 Lahan Penggembalaan, 10 Ha/SP.

c. Rencana Blok-blok
RTSP menunjukkan blok-blok. PenggunaanBlok-blok antara 25 –
50KK berdasarkan faktor-faktor yang sebagai berikut:
 Faktor Sosial
Penting sekali rencana dibuat dengan memperhatikan kebutuhan
untuk mengembangkan prasarana sedemikian rupa sehingga
menimbulkan keadaan yang dapat memungkinkan kehidupan
masyarakat bermasyarakat yang baik. Jadi sebagian besar lahan
pekarangan harus diusahakan menghadap ke jalan desa, bukan ke
jalan penghubung atau ke jalan poros.
 Batas Blok
Batas-batas blok untuk setiap penggunaan yang diusulkan harus
sesederhana yaitu garis lurus, jalan atau ciri-ciri alam, misalnya
sungai. Untuk lebih mengenali batas-batas dilengkapi dengan
batas-batas kapling. Blok LP disajikan dalam peta 1:2.500 dan LU
disajikan dalam peta 1:5.000.

d. Rencana Fasilitas Umum

Rencana terinci untuk pusat desa disajikan dalam peta 1 2.500. Peta
tersebut menuju batas kapling masing-masing bangunan FU,
Konsultan harus tahu fasilitas umum yang akan diberikan sebagai
standard.

Fasilitas Umum tersebut harus dibuat daftarnya seperti pada tabel 1


(Rincian Penggunaan Lahan Pemukiman Transmigrasi) beserta luas
tiap blok. Fasilitas yang akan ditambah didaftar juga. Fasilitas
diberikan dalam dua tahap, yaitu fasilitas yang diberikan sebelum
kedatangan transmigran dan fasilitas yang diberikan selama tiga
tahun pertama. Luas yang cukup untuk semua fasilitas yang harus
diberikan dalam rencana.

60 | P a g e
Desain dan spesifikasi yang standar untuk semua fasilitas tersebut
adalah yang disiapkan oleh Dit. Perencanaan Pembangunan dan
Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Ditjen. PKP2Trans
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi. Konsultan tidak harus mendesain lagi rumah
transmigran atau sekolah.

Lahan untuk fasilitas umum diletakkan di Pusat Desa atau diletakkan


di Pusat Satuan Permukiman (SP) berasarkan pertimbangan
perencanaan dan kriteria jarak capai, luasnya disesuaikan dengan
daya tampung atau KK yaitu 8 – 12 Ha. di pusat Satuan Permukiman
(SP).
Tabel
Rincian Penggunaan Lahan di Permukiman Transmigrasi
LC /
NO JENIS FASILITAS Pusat SKP SP Biasa SLOPE
NON LC KETERANGAN
1. LP 0,1-0,25 Ha 0,1-0,25Ha/KK LC 0 – 15% Diatas 8 % harus ada
/KK perlakuan teknis
2. Lahan Usaha I 0,75-0,9 Ha/KK 0,75-0,9 Ha/KK LC 0 –15% Diatas 8 % BHarus
Dibuat Teras Bangu
3. Lahan Usaha II 1,0 Ha/KK 1,0 Ha/KK Non LC 0 –25% Diatas 15 % BHarus
Dibuat Teras Bangu
4. Fasilitas Umum Pusat Desa 8 - 12 Ha/KK 8,0 Ha/KK LC 0 – 8%
2 2
1 Balai Desa 650 m 150 m LC 0 – 8%
2
1 Pustu 200 m LC 0 – 8%
2 2
2 Gudang Pupuk 400 m 400 m LC 0 – 8%
2 2
2 Gudang Beras 400 m 400 m LC 0 – 8%
2 2
2 Sekolah Dasar 10.000 m 10000 m LC 0 – 8%
2 2
2 Rumah Ibadah 5.000 m 5000 m LC 0 – 8%
2 2
1 Rumah Kep Unit / Desa 250 m 250 m LC 0 – 8%
2 2
1 Rumah Petugas (kopel) 1.250 m 1250 m LC 0 – 8%
2 2
2/1 Rumah Perawat (kopel) 500 m 250 m LC 0 – 8%
2 2
2/1 Rumah Kepala Sekolah 500 m 250 m LC 0 – 8%
2 2
7/4 Rumah Guru (kopel) 1.750 m 1000 m LC 0 – 8%
2 2
2/1 Rumah Penjaga Sek. 200 m 100 m LC 0 – 8%
2 2
1 Lapangan 4.000 m 4000 m LC 0 – 8%
2 2
1 Kantor / gedung KUD 250 m 250 m LC 0 – 8%
2 2
1 Pasar dan Toko-toko 4.000 m 750 m LC 0 – 8%
2 2
1 Lantai Pengeringan 600 m 600 m LC 0 – 8%
2
1 Stasion Bis 20.000 m LC 0 – 8%
2 2
1 Taman Kanak-kanak 1.000 m 1000 m LC 0 – 8%
2
1 Asrama 200 m - LC 0 – 8%
2
1 Puskesmas 450 m - LC 0 – 8%
2
1 Rumah Dokter 250 m - LC 0 – 8%
2
1 Sekolah Lanjutan 10.000 m - LC 0 – 8%
2
1 Bank Rakyat Indonesia 400 m - LC 0 – 8%
2
1 Kantor Pos 400 m - LC 0-8 %
5. Fasilitas Umum Lainnya :

61 | P a g e
Kuburan 2,00 Ha 2,00 Ha LC 0 – 15%
Pangonan / Penggembalaan 10 Ha 10 Ha Non LC 0 – 15%
Test Farm 4 Ha 4 Ha LC 0 – 3%
Seed Farm (lokasi menyatu 4, 0 – 6 Ha - LC 0 – 3%
dengan test farm)
Tanah Bengkok
- Kepala Desa 10 Ha 10 Ha LC 0 – 8%
- Staf Desa 10 Ha 10 Ha Non LC 0 – 8%
- Bondo Desa 10 Ha 10 Ha Non LC 0 – 8%
Jalan Penghubung
- Jalan Poros ( 20 m )
- Jalan Desa ( 10 m ) 6 Ha 6 Ha LC 0 – 15%
- Jalan Lahan ( 5m) 0 – 15%

a. Lahan dengan kemiringan 0-8% diperbolehkan jika masih sesuai untuk tanaman Lahan
Pekarangan. * LC = Land Clearing

e. Lahan Konservasi
Untuk menjaga kelestarian lingkungan lokasi-lokasi dibawah ini harus
diperuntukan sebagai lahan konservasi yang tidak boleh dibuka,
sebagai berikut:
 50 meter dari kiri dan kanan sungai besar atau 2 kali dalam
lereng yang curam dari pinggir lereng;
 25 meter dari kiri dan kanan sungai kecil;
 Lahan dengan kemiringan di atas 25%;
 Lahan yang merupakan daerah genangan atau rawa yang tidak
sesuai untuk daerah pertanian.
Pekerjaan konservasi tanah yang sederhana misalnya penanaman
rumput sepanjang kontur, dibuat oleh petani sendiri yang tidak
mempengaruhi alokasi lahan.

f. Kualitas Air Minum Dan Air Bersih


Air yang direkomendasikan untuk air bersih memenuhi persyaratan
Permenkes RI No. 907/ Menkes/ SK/ VII/2002.

Tabel
Penentuan Kualitas Air
Kadar Maksimum yang
No Parameter Satuan Diperbolehkan
Air Minum Air Bersih
I Fisika
Bau - Tidak Berbau Tidak Berbau
Rasa - Tidak Berasa Tidak Berasa

62 | P a g e
Tidak
Warna - Tidak berwarna
berwarna
Kekeruhan Skala NTU 5 25
TDS Mg/L 1.000 1.000
II Kimia
Besi Mg/L 0,3 0,02
Kesadahan (CaCO3) Mg/L 500 75,00
Klorida Mg/L 250 2,25
Mangan Mg/L 0,1 0,00
Nitrat + sbg N Mg/L 10 0,64
Nitrit + sbg N Mg/L 1,0 0,20
pH Mg/L 6,5 – 8,5 7,80
Sulfat Mg/L 250 2,05
Raksa Mg/L 1,0 <0,004
Sumber: Permenkes RI No. 907/ Menkes/ SK/ VII/2002

C. Rencana Penyiapan Bangunan SP PUGAR


Penyiapan bangunan merupakan kegiatan lanjutan setelah penyiapan
lahan. Dalam RTSP perlu diinformasikan jenis dan jumlah bangunan yang
harus disiapkan untuk pembangunan transmigrasi.
Jenis bangunan yang diusulkan sebagai rumah transmigran harus
mempertimbangkan kondisi lahan apakah lahan kering atau lahan basah.
 Bila lahan kering adalah usulan jenis bangunan yang sesuai adalah
bangunan rumah non panggung;
 Bila lahan basah adalah usulan jenis bangunan yang sesuai adalah
bangunan rumahpanggung;
 Sedangkan bangunan fasilitas umum di Pusat Desa untuk setiap
Satuan PemukimanTransmigrasipada umumnya sudah bertipe
standar, baik daiam bentuk, ukuran maupunbahan bangunannya.
 Perbedaan fasilitas umum antar pusat SP ditentukan dari besarnya
daya tampung SP yang bersangkutan. Untuk SP yang berdaya
tampung lebih besar dari 400 termasuk SP besar,sehingga jenis
fasilitas yang disediakan harus mampu menunjang pelayanan SP itu
sendiri maupun pemukiman lain di sekitarnya.

Tabel: Indikasi Progran Pembangunan Fasilitas Umum


Waktu
No Jenis Fasilitas Umum
Pelaksanaan
1. Lapangan Olah Raga II
2. Balai Desa I

63 | P a g e
3. Kantor KUPT/Desa I
4. Rumah KUPT/Kades I
5. Rumah Petugas I
6. Gudang Pupuk I
7. Gudang Beras I
8. Rumah Perawat I
9. Pustu I
10. Rumah Kepala Sekolah II
11. Rumah Guru I
12. Rumah Penjga Sekolah II
13. Sekolah Dasar / Sekolah Menengah Pertama I
14. Taman Kanak-kanan II
15. Masjid I
16. Lantai Pengeringan II
17. KUD II
18. Pasar/Toko III
Sumber : Hasil Analisa dan Standar Perencanaan
Keterangan :
- Prioritas pembangunan I / dibangun tahun pertama
- Prioritas pembangunan II/ dibangun tahun ke-2 atau ke-3 penempatan
- Prioritas pembangunan III/ dibangunan tahun ke->3 penempatan

Type Bangunan

Bangunan rumah transmigrasi adalah salah satu fasilitas yang diberikan


oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi, kepada setiap transmigran. Bangunan rumah akan
dibangun di kapling lahan pekarangan berukuran R 36 .

Setiap rumah transmigran diusahakan menghadap jalan desa. Bangunan


rumah transmigran umumnya terdiri dari atas 4 ruang dengan fungsi
ruang tamu, kamar tidur, ruang makan dan dapur. Dinding rumah dibuat
dari papan dan atapnya dari seng atau asbes. Jamban keluarga
diletakkan di belakang bangunan rumah, dinding lubang pembuangan
bagian atas dilapis asbes. Lantai rumah di floor, serta di samping itu juga
perlu disediakan gentong plastik berkapasitas 300 liter per KK untuk
menampung air hujan.

Sedangkan bangunan fasilitas umum di Pusat Desa untuk setiap Satuan


Pemukiman Transmigrasi pada umumnya sudah bertipe standar, baik
daiam bentuk, ukuran maupun bahan bangunannya. Perbedaan fasilitas

64 | P a g e
umum antar pusat SP ditentukan dari besarnya daya tampung SP yang
bersangkutan. Untuk SP yang berdaya tampung lebih besar dari 400
termasuk SP besar, sehingga jenis fasilitas yang disediakan harus mampu
menunjang pelayanan SP itu sendiri maupun pemukiman lain di
sekitarnya.

D. Rencana Detail Pola Usaha Pokok Dan Pengembangan Usaha Yang


Dapat Dikembangkan

Dalam penyusunan RTSP diperlukan rencana pengembangan usaha


pemukiman sebagai arahan pola usaha pokok masyarakat di pemukiman.
Secara bertahap dan berkelanjutan diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan jangka pendek berupa pemenuhan penganekaragaman
pangan dan kebutuhan jangka menengah berupa pemenuhan sandang
dan pendidikan serta kebutuhan jangka berupa pemenuhan papan/rumah
tinggal yang lebih layak. Untuk mewujudkan pola usaha pokok
berkelanjutan harus mempertimbangkan 9 aspek teknis :

1. Pemilihan komoditas, pengembangan komoditas di pemukiman


mengacu pada hasil studi RSKP (khususnya mengenai rencana
pengembangan usaha pokok) , yang telah mempertimbangkan arahan
pengembangan komoditas unggulan di kawasan / wilayah yang lebih
luas, dengan maksud lebih memperkuat sentra pengembangan
agribisnis komoditas unggulan di kawasan. Arahan pengembangan
komoditas unggulan di pemukiman sesuai yang diuraikan pada bab II
merupakan mixed farming dapat berupa :
a. Komoditi primer pangan- peternakan;
b. Perkebunan – peternakan;
c. Perikanan;
d. Komoditi olahan/turunannya yang memiliki prospek ekonomi baik
dan sesuai kebijakan pemerintah.

2. Bentuk Usaha Tani


Bentuk usaha tani di LP, LU I dan LU II memegang peranan penting
dalam penjadualan produksi, perencanaan tenaga kerja, input,
pembiayaan, proses produksi, penanganan pasca panen, serta sistem

65 | P a g e
distribusi dan pemasaran hasil, terutama untuk tanaman pangan dan
hortikultura yang memerlukan penanganan cepat. Pemilihan bentuk
usaha tani di pemukiman harus berdasarkan kesesuaian agroekologi
wilayah, nilai strategis, potensi komersial/pasar, keunggulan spesifik
dan memperhatikan kearifan lokal, agar pendapatan usaha tani dapat
mencapai target.

3. Pola dan Jadwal Tanam


Pola dan jadual tanam di LP, LU I dan LU II didasarkan pada
lingkungan bio-fisik dan ketersediaan air pertanian (irigasi dan
drainase) lingkup pemukiman dengan variasi pola tanam sebagai
berikut :
 Lingkup pemukiman yang tidak ada jaringan air irigasi, pada
musim hujan di LP dan LU I ditanam padi, jagung dan atau ubi
kayu. Pada musim kemarau di LU I diusahakan tanaman yang
lebih tahan kering seperti kacang tanah, kedele, ubi kayu, ubi dan
talas, sedangkan di LP sayur-sayuran dan tanaman obat dapat
diusahakan sepanjang waktu dengan memberikan penyiraman
secukupnya pada musim kemarau. Pada wilayah dataran rendah
(0 – 300) mdpl, sepanjang tahun LU II dengan drainase yang baik
dapat diusahakan komoditi kelapa sawit dan atau karet,
sedangkan pada wilayah dataran lebih tinggi (300 – 1.000) mdpl,
LU II sebaiknya diusahakan komoditi coklat dan atau kopi untuk
investasi jangka panjang.
 Lingkup pemukiman yang mempunyai jaringan air irigasi,
sepanjang waktu di LP dan LU I diatur penanaman tanaman
pangan seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran secara bergilir
untuk meningkatkan produktivitas lahan dan memutus siklus
biologis hama dan penyakit tanaman. Luas tanam padi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga petani diperhitungkan dengan
kebutuhan konsumsi/kapita/ tahun.
 Pola tanamannya dapat secara tunggal (monokultur), komoditas
ganda (tumpangsari), dan multi komoditas (integrated farming)

66 | P a g e
atau sistem produksi, yaitu: pergiliran tanaman dan produksi
massal (serentak).

4. Penyerapan tenaga kerja (HOK)


Sesuai bentuk usaha tani dan pola jadwal tanam yang diusulkan, jiuga
tergantung nilai IP. usaha tani yang direncanakan. Kebutuhan tenaga
kerja per ha untuk pengembangan setiap tanaman dapat mengacu
pada kebuthan HOK yang dikeluarjan oleh Kementeria Pertanian.
Sehingga penyerapan tenaga kerja untuk usaha tani yang diusulkan
dapat diketahui, kemudian dibandingkan dengan ketersediaan tenaga
yang dimiliki oleh tiap KK transmigran. Kebutuhan tenaga kerja untuk
waktu-waktu puncak perlu dihitung, bila terjadi kekurangan tenaga
kerja perlu diibuat rekomendasi agar seluruh lahan tarnsmigran dapat
dikembangkan secara optimal.

5. Masukan sarana produksi pertanian


Masukan sarana produksi pertanian (saprotan) usaha tani di LP, LU I
dan LU II bertujuan meningkatkan produktivitas lahan yang akan
berpengaruh terhadap produksi pertanian. Penggunaan masukan
saprotan harus memperhatikan 4 tepat, yaitu :
 Jenis saprotan yang digunakan sesuai rekomendasi
setempat/lokal dan petunjuk teknis budidaya jenis tanaman;
 Waktu penggunaan saprotan sesuai dengan masa umur
pertumbuhan tanaman;
 Jumlah dan dosis penggunaan saprotan sesuai rekomendasi
setempat/lokal dan masa umur pertumbuhan tanaman;
 Cara pemberian saprotan sesuai dengan petunjuk teknis budidaya
jenis tanaman.
Pengadaan Masukan Sarana Produksi Pertanian atau istilah yang
lebih dikenal adalah input saprodi/saprotan untuk pengembangan
lahan usaha para transmigran sangat diperlukan. Untuk bibit
tanaman, disarankan menggunakan bibit unggul, dengan
menggunakan varietas bibit unggul akan diperoleh hasil panen
yang optimal dan tahan terhadap hama dan penyakit tanaman.

67 | P a g e
6. Prakiraan produksi pertanian
Prakiraan produksi pertanian diperlukan sebagai arahan dan target
produksi sekaligus evaluasi dan pengendalian kegiatan produksi
pertanian. Dalam menyusun prakiraan produksi pertanian yang
optimal sebaiknya berdasarkan upaya peningkatan mutu
intensifikasi lahan pertanian.

7. Prasarana pasca panen dan pengolahan hasil


Penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian
memerlukan prasarana yang beraneka ragam baik bentuk,
konstruksi maupun kapasitas operasional peralatan karena setiap
jenis komoditi pertanian yang dihasilkan memerlukan proses pasca
panen dan pengolahan hasil yang berbeda-beda. Oleh karena itu
prasarana pasca panen dan pengolahan hasil panen yang
direkomendasikan harus memperhatikan potensi lahan lokasi
yang direncanakan.

8. Pemasaran hasil
Dalam penyusunan Rencana Pengembangan Usaha perlu
merekomendasikan mengenai pemasaran hasil.

9. Biaya Pengembangan Usaha


Perhitungan biaya pengembangan dimaksudkan untuk
memperkirakan besarnya biaya yang akan dikeluarkan dalam
pengembangan satuan pemukiman, sesuai dengan volume kegiatan
terkait dari RTSP yang disusun semakin besar daya tampung SP,
semakin besar pula biaya pengembangannya, demikian pula
sebaliknya.Biaya pengembangan pertanian meliputi biaya untuk
pengadaan seperti pupuk, bibit / benih, pestisida dan hand
sprayer. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Berdasarkan kebutuhan sarana produksi pertanian yang dibutuhkan,
dengan menggunakan harga input pertanian di daerah, dihitung
kebutuhan biaya pengembangan pertanian untuk setiap KK
tranmigran. Dengan mengalikan jumlah daya tampung akan diketahui
perkiraan kebutuhan biaya untuk pengembangan usaha.

68 | P a g e
E. Perhitungan Kelayakan usaha transmigran
Kelayakan usaha transmigran merupakan tingkat keberhasilan usahatani
Transmigran, dalam hal ini pendapatan dari usaha tani setelah dikurangi
dengan biaya produksi, setara dengan kebutuhan minimum yang telah
ditentukan melalui Peraturan Menteri Transmigrasi Per.25/Men/IX/2009
tentang Tingkat Perkembangan Permukiman Transmigrasi dan
Kesejahteraan Transmigran. Apabila berdasarkan hasil perhitungan
pendapatan transmigran tersebut tidak layak untuk kehidupan
transmigran, konsultan perlu membuat usulan pemecahan/alternatif
pengembangan pertanian di daerah studi tersebut.

F. Telaahan Lingkungan
Pelaksanaan pembangunan kawasan transmigrasi sebagai suatu sistem
terdiri dari subsistem perencanaan kawasan transmigrasi, subsistem
pembangunan kawasan transmigrasi dan subsistem pengembangan
msyarakat dan kawasan transmigrasi. Dokumen RTSP sebagai bagian
dari subsistem perencanaan kawasan transmigrasi harus memuat
telaahan lingkungan yang holistik dan komprehensif, mencakup aspek
biofisik, sosial budaya dan ekonomi, supaya pelaksanaan pembangunan
kawasan transmigrasi berkelanjutan. Karena pada hakekatnya
pembangunan kawasan transmigrasi merupakan turunan dari
pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Dokumen RTSP, merupakan produk akhir yang sangat teknis dari


subsistem perencanaan kawasan transmigrasi, yang memuat berbagai
gambar atau rencana teknis seperti; rencana teknis jalan, jembatan,
sarana air bersih, metode pembukaan lahan, bangunan rumah dan
fasilitas umum, kegiatan usaha, dan faktor-faktor kehidupan lainnya.
Dokumen RTSP yang sifatnya sangat teknis tersebut merupakan upaya
untuk mengelola sumber daya alam, dan membangun sumber daya
buatan oleh sumber daya manusia, agar dapat menekan dampak negatif
terhadap lingkungan.

Dalam upaya menekan dampak negatif terhadap lingkungan tersebut,


maka dibutuhkan Telaahan Lingkungan di setiap Satuan Permukiman
Transmigrasi. Adapun telaahan lingkungan tersebut mencakup:

69 | P a g e
 Aspek Lingkungan Biofisik.
Dalam melaksanakan metode pembukaan lahan, terutama
pembukaan lahan usaha transmigran harus merekomendasikan
pembukaan lahan yang relatif dapat menekan atau tidak
menyebabkan dampak terjadinya erosi. Dan harus memakai metode
pembukaan lahan yang tetap menjaga kesuburan tanah dengan
mempertahankan ketebalan humus yang ada pada permukaan tanah,
misalnya pembukaan lahan tanpa tanpa bakar. Pada lahan-lahan
marginal yang ketebalan humusnya tipis pembukaan lahan secara
manual sangat dianjurkan.
Dalam mengelola sumber daya air, baik air permukaan maupun air
tanah untuk kebutuhan air minum dan kebutuhan sehari-hari serta air
pertanian, dibutuhkan rekomendasi tentang water manajemen.
Pengelolaan air tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi banjir dan
timbulnya penyakit akibat dari pencemaran air.Dalam
mengembangkan potensi energi terbarukan, telaahan mencakup
kemungkinan mengembangkan potensi Pembangkit Listrik Tenaga
Surya (PLTS), dan sumber energi terbarukan lainnya dari pengolahan
limbah dan biomas.
Dalam mengembangkan infrastruktur jalan dan jembatan, aligment
jalan harus memenuhi kriteria cut and fill serta kemiringan dan
tikungan yang tidak membahayakan.
Pada kiri kanan jalan desa harus direkomendasikan penanaman
pohon pelindung yang bermanfaat untuk warga masyarakat baik
berupa lindungan maupun hasil tanamannya.
Pada kiri kanan sungai harus disisakan area untuk mencegah
terjadinya banjir, pembukaan lahan permukiman hendaknya dimulai
dari paling tidak 25 sd 50 m dari kiri kanan sungai, tergantung dari
lebar sungai.

 Aspek Lingkungan Sosial Budaya.


Dalam menyeleksi calon transmigran harus mempertimbangkan latar
belakang adat istiadat, budaya, dan agama dengan adat istiadat,
budaya dan agama penduduk lokal.

70 | P a g e
Persebaran dan penataan ruang antara transmigran dan penduduk
lokal harus mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi terjadinya
proses pembauran agar dapat berlangsung secara harmonis dan
alamiah, serta menjunjung tinggi keragaman budaya.
Sosialisasi hasil konsolidasi lahan, sebagai dasar adanya potensi
penambahan transmigran harus benar-benar intensif dan betul-betul
dipahami baik oleh penduduk lokal maupun transmigran, agar tidak
menimbulkan konflik masalah tanah dikemudian hari. Terutama
apabila ada kehadiran investor yang akan mendapat lahan berupa
hak guna usaha di sekitar permukiman Satuan Permukiman tersebut.
Harus menjunjung tinggi tentang keberadaan atas tanah hak
masyarakat adat. Kondisi konflik tanah masyarakat adat yang terjadi
di beberapa kawasan permukiman transmigrasi harus dijadikan
pengalaman yang kurang baik, dan dilakukan penyempurnaan di
waktu yang akan datang.
Rekomendasi dokumen RTSP Pugar harus memuat dan
mengarahkan masyarakat untuk betul-betul memahami bahwa
pembangunan permukiman transmigrasi yang berwawasan
lingkungan adalah pada dasarnya harus benar-benar
mempertimbangkan, menganalisis, dan mengkalkulasi secara cermat
dan cerdas setiap potensi sumber daya alam dan sumber daya
buatan yang dikelola oleh sumber daya manusia.
Dokumen RTSP juga harus memuat rekomendasi tentang cara atau
metode meningkatkan pelatihan dan pendidikan yang difokuskan
kepada; pendidikan, kesehatan, nutrisi, meelek huruf, kebersamaan,
untuk meningkatkan pendapatan dan menciptakan lapangan kerja.

 Aspek Lingkungan Ekonomi.


Dokumen RTSP harus merekomendasikan bagaimana cara
pengalokasian sumber daya alam dengan membuat kebijakan yang
aplikableuntuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Harus merekomendasikan bagaimana caranya menarik investasi
dengan menyajikan formula-formula perhitungan ekonomi agar
investasi di kawasan transmigrasi dapat berlangsung secara

71 | P a g e
konsisten
Harus merekomendasikan cara-cara penguatan modal ekonomi
terutama memfokuskan kepada upaya membuat sesuatu kelebihan
dari kekurangan, memaksimumkan nilai guna dari sumber daya
eksisting. Upaya-upaya tersebut antara lain; penggunaan limbah
sebagai sumber ekonomi seperti kompos, biogas, biomass, pupuk
organik, memperlancar pergerakan uang dimasyarakat, memproduksi
barang dan jasa untuk ekspor dan kebutuhan sendiri, pengembangan
kelembagaan keuangan.
Dokumen RTSP harus menyajikan akan terjadinya transformasi
ekonomi dari yang semula kegiatan usaha primer berupa hasil
pertanian di hulu secara berangsur-angsur ke barang dan jasa berupa
kegiatan uasaha sekunder dan tersier yang membutuhkan fasilitas
pasar dan kelembagaan ekonomi yang berbeda.
Pembangunan pertanian di setiap satuan permukiman transmigrasi
secara bertahap diarahkan untuk mengurangi penggunaan pupuk
buatan dan meningkatkan penggunaan pupuk organik. Rekomendasi
untuk pembinaan masyarakat transmigrasi diarahkan untuk
mengembangkan pertanian organik, dalam upaya untuk menekan
terjadinya kerusakan tanah.
Untuk mencegah terjadinya konflik antara penduduk lokal dan
transmigran, karena disebabkan oleh adanya ketidak seimbangan
pendapatan antara warga masyarakat, maka dalam mengembangkan
pola usaha pokok dan kegiatan usaha, harus benar-benar
berdasarkan keahlian dan kesesuaian potensi sumber daya alam di
setiap kawasan transmigrasi yang beragam.
Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang
tidak terbarukan harus betul dianalisis dampak langsung maupun
dampak yang tidak langsung.
Kedepan yang sangat penting juga adalah rekomendasi mengenai
green business, bagaimana membangun masyarakat untuk diarahkan
menjadi ecopreneuer.

72 | P a g e
G. Rencana Daya Tampung Penduduk SP
Daya Tampung Penduduk SP menurut hasil penyusunan RTSP,
merupakan pejumlahan dari:
1. Jumlah KK di blok pemukiman penduduk setempat saat ini;
2. Jumlah KK yang dihasilkan penyusunan Rencana blok pemukiman
untuk transmigran.

H. Rencana jenis transmigrasi yang akan dilaksanakan


Jenis transmigran yang akan dillaksanakan tergantung pola pemukiman
yang direncanakan, bila mengacu pada UU 29 /2009 menyebutkan ada 3
(tiga) jenis transmigrasi, yaitu :
 Transmigrasi Umum adalah jenis transmigrasi yang dilaksanakan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bagi penduduk yang
mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang kerja dan usaha.
 Transmigrasi Swakarsa Berbantuan adalah jenis transmigrasi yang
dirancang oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan
mengikutsertakan badan usaha sebagai mitra usaha transmigran bagi
penduduk yang berpotensi berkembang untuk maju.
 Transmigrasi Swakarsa Mandiri adalah jenis transmigrasi yang
merupakan prakarsa transmigran yang bersangkutan atas arahan,
layanan, dan bantuan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bagi
penduduk yang telah memiliki kemampuan.

I. Rencana Kebutuhan Pembangunan SP


Kebutuhan pembangunan SPakan mengikuti tahapan sebagai berikut:
 Pembukaan lahan untuk rumah transmigran dan pecahan KK;
 Pembangunan jalan penghubung-poros , jalan desa , jembatan dan
gorong-gorong;
 Pembangunan rumah dan jamban keluarga;
 Pemugaran rumah penduduk setempat (untuk SP Pugar);
 Penyediaan air bersih;
 Penyediaan sarana produksi pertanian;
 Seleksi transmigran;
 Mobilisasi/pemindahan transmigran dari daerah asal ke pemukiman
SP .

73 | P a g e
4.6.2. Analisa dan Rencana untuk RTJ.
A. Analisa data lapangan
Analisa data lapangan bertujuan untuk mendukung proses perhitungan
konstruksi yang akan direncanakan. Kegaiatan yang dilakukan yaitu :
 Mengolah dan menggambar data topografi (kontur dan trace);
 Mengolah dan menggambarkan hasil pekerjaan DCP;
 Mengolah data borlog.

B. Perhitungan Tebal Perkerasan


Perhitungan ini dimaksud untuk mengetahui tebal perkerasan yang akan
digunakan. Kegiatan yang dilaksanakan adalah :
 Mengolah data CBR lapangan;
 Mengolah data lalu lintas harian rata–rata.
Analisa yang dipergunakan adalah Metode Fleksibilitas Perkerasan.

C. Desain Jalan
Desain jalan bertujuan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan
pengendara dan menghindari batasan–batasan kritis alinemen horizontal
dan vertikal. Kegiatan yang dilakukan adalah :
 Penggambaran alinemen horizontal
 Perhitungan dan penggambaran alinemen vertical
Dalam merencanakan jalan, sejauh mungkin berpegang pada buku
standar spesifikasi perencanaan geometrik jalan raya No.13/1970
dalam hal perencanaan konstruksi jalan Penghubung (kolektor
primer)/ Poros (lokal primer) ini diadakan penyesuaian dan modifikasi
sebagai berikut :
Golongan Daerah
No Uraian Satuan
Dataran Perbukitan Pegunungan
1. Kecepatan Rencana Km/jam 60 40 30
2. Jari-jari lengkung M 115 50 30
3. Landai Max % 6 8 10
4. Miring Tikungan Max % 10
Lebar Daerah Milik Jalan M 20
(ROW) minimum
Lebar M 4,5
Konstruksi - Sub base material tebal 30 cm
Perkerasan
Lereng 4
%
Melintang
Bahu Jalan Lebar M 1,5 m

74 | P a g e
Konstruksi -
Lereng 6
%
Melintang

1. Standar Desain Jembatan


Material : Beton/besi/composite
Bentang :5 m, 10m, 15m, 20 m, dan 25 m
>25 m menggunakan konstruksi jembatan non standar.

2. Standar Desain Gorong–goronG


Material :Beton
Jenis :Box Culvert
Bentang :0.8 x 1 m dan 1.5 x 1.5 m
Dari hasil kegiatan ini adalah desain final rencana teknis jalan.

D. Perhitungan Volume Pekerjaan Pelaksanaan Fisik Pembuatan Jalan


1. Daftar volume pekerjaan disusun menurut item pekerjaan didalam
dokumen tender.
2. Kesalahan yang diizinkan maximal 20% dan volume yang
sebenarnya.
Perhitungan volume harus sudah dimulai selama kegiatan di
lapangan. Perhitungan dari bersifat pengecekan kembali dan
penyempurnaan.

E. Estimasi Volume Pekerjaan dan Biaya


Estimasi volume pekerjaan dan biaya konstruksi dibuat dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Perkiraan volume pekerjaan dari bagian-bagian pekerjaan fisik
dihitung berdasarkangambar-gambar perencanaan yang telah
mendapat persetujuan dari Pihak Pemberi Tugas.
2. Estimasi biaya konstruksi dilakukan berdasarkan hasil analisa harga
satuan setiap pokok pekerjaan yang meninjau harga satuan bahan,
peralatan dan upah dilokasi proyek.
3. Harga bahan dan upah harus diambil langsung dari lokasi proyek
melalui wawancara maupun survei ke toko-toko bahan bangunan
terdekat. Sebagai pembanding harga satuan bahan dan upah dilokasi
proyek, maka konsultan harus mendapatkan Daftar Harga satuan

75 | P a g e
Bahan dan Upah (Basic Price) yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan
Umum setempat.
4. Bila pencapaian lokasi sulit, untuk keperluan pelaksanaan fisik
konsultan harus memberikan rekomendasi pencapaian lokasi untuk
mobilisasi personil dan alat lengkap dengan cara, jadwal dan biaya
transportasinya.

V. TENAGA AHLI

1. Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan

Koordinasi pelaksanaan kegiatan dapat digambarkan seperti berikut:

DIREKTORAT P3KTrans

PEJABAT
DIREKSI KONSULTAN PEMBUAT KOMITMEN

KETUA TIM
AHLI PERENCANAAN
PENGAWAS LAPANG DINAS/INSTANSI
WILAYAH
TERKAIT DI DAERAH

TENAGA AHLI

Ahli Tanah
Ahli Geodesi
Ahli Hidrologi
Ahli Teknik Sipil Jalan
Ahli Teknik Sipil Estimator
Ahli Kehutanan
Ahli Sosek Pertanian
Ahli Sosiologi

TENAGA PENDUKUNG

Operator Komputer
Juru Gambar/Draftman
Surveyor Tanah
Surveyor Topografi

Keterangan:
Garis Koordinasi
Garis Komando

76 | P a g e
2. Kebutuhan Tenaga Ahli
Tabel
Kebutuhan Tenaga Ahli
Pengalaman
Jabatan Dalam
No Profesi/Keahlian Latar Belakang Pendidikan Kerja
Proyek
(Tahun)
TENAGA AHLI
1 Ahli Perencanaan Wilayah S1 Planologi 4 Ketua Tim
2 Ahli Geodesi S1 Geodesi 3 Anggota
3 Ahli Tanah S1 Ilmu Tanah 3 Anggota
4 Ahli Teknik Sipil (jalan) S1 Teknik Sipil + SKA 3 Anggota
5 Ahli Teknik Sipil (estimator) S1 Teknik Sipil + SKA 3 Anggota
S1 Geologi/ Agrometerologi/
6 Ahli Hidrologi 3 Anggota
Geografi
7 Ahli Kehutanan S1 Kehutanan 2 Anggota
8 Ahli Sosial Ekonomi S1 Sosial Ekonomi 3,5 Anggota
9 Ahli Sosiologi S1 Sosiologi 2,5 Anggota
SURVEYOR
- Topografi
- Mekanika Tanah
- Sosial
PENDUKUNG
- Juru gambar
- Operator Komputer

3. Tugas tenaga ahli antara lain:

a. Ahli Perencanaan Wilayah (ketua tim)


 Mengkoordinasikan penyusunan laporan dari berbagai disiplin
ilmu;
 Menganalisis keterkaitan pengembangan SP dengan pusat
pertumbuhan kawasan;
 Melakukan analisis tata ruang satuan permukiman;
 Melakukan analisis jaringan transportasi dan analisis kebutuhan
sarana dan prasarana untuk menunjang rencana
pengembangan kawasan transmigrasi;
 Bertanggungjawab terhadap peta RSWPT, peta analisis tata
ruang dan peta RSSKP.

77 | P a g e
b. Ahli geodesi
 Melakukan analisis kelerengan untuk mendapatkan informasi
klasifikasi kelerengan beserta posisi dan luasannya;
 Melakukan koordinasi di bidang kegiatan topografi;
 Bertanggungjawab terhadap pemasangan patok BM, BPL, BM
Jalan dan patok lainnya;
 Mengkoordinasikan penggambaran semua peta;
 Bertanggungjawab terhadap peta orientasi, peta topografi, peta
BPL dan peta kemiringan lereng.

c. Ahli tanah
 Mengarahkan, mengevaluasi dan memberi petunjuk kepada
surveyor tanah;
 Bekerjasama dengan tenaga ahli lainnya dalam melakukan
pekerjaan penilaian kondisi fisik dan kimia tanah;
 Bertanggungjawab terhadap analisa tanah dan kesesuaian lahan
serta penyusunan peta kesesuaian lahan dan peta satuan lahan.

d. Ahli teknik sipil jalan


 Membantu mengarahkan rencana alinemen jalan,
 Menyusun perkiraan kebutuhan pembukaan lahan dan
pembangunan permukiman;
 Bertanggungjawab terhadap peta-peta alinemen jalan, jaringan
jalan.

e. Ahli teknik sipil estimator


 Melakukan estimasi volume kebutuhan pembukaan lahan, sarana air
bersih, rumah transmigran, fasilitas umum dan prasarana jalan.
 Melakukan estimasi biaya kebutuhan pembukaan lahan, sarana air
bersih, rumah transmigran, fasilitas umum dan prasarana jalan.
 Menyusun RAB

f. Ahli hidrologi
 Mengidentifikasi daerah-daerah bahaya banjir, pengamatan
pasang surut dan intrusi air laut serta genangan-genangan yang
ada di daerah survai;

78 | P a g e
 Mengevaluasi ketersediaan sumber daya air untuk keperluan air
minum transmigran dan keperluan lainnya;
 Menganalisa data iklim, minimal 10 tahun terakhir;
 Bertanggungjawab terhadap perhitungan dan peta sumber daya
air.

g. Ahli kehutanan
 Melakukan survai tentang flora dan fauna;
 Menghitung perkiraan potensi kayu;
 Melakukan deliniasi status dan fungsi kawasan, serta kelas
hutan;
 Bertanggungjawab terhadap analisa penggunaan lahan dan
status hutan serta penyusunan peta-peta penggunaan lahan dan
sumber daya hutan.

h. Ahli sosial ekonomi pertanian


 Melakukan survai ekonomi masyarakat setempat;
 Melakukan analisa pasar terhadap komoditas yang akan
dikembangkan;
 Menyusun usulan pengembangan usahatani transmigran;
 Bertanggungjawab terhadap evaluasi kelayakan pengembangan
satuan permukiman.

i. Ahli Sosiologi
 Melakukan survei sosial budaya masyarakat setempat
 Melakukan analisa gejala-gejala kemasyarakatan, permasalahan-
permasalahan kemasyarakatan;
 Menyusun alternatif pemenuhan kebutuhan masyarakat dan aspirasi
masyarakat terhadap program transmigrasi;
 Bertanggung jawab terhadap rekomendasi alokasi daya tampung
TPA, asal TPA, dan penyelesaian permasalahan sosial
kemasyarakatan penduduk setempat.

79 | P a g e
VI. JADWAL PELAKSANAAN

1. Jadwal Pelaksanaan Penugasan Tenaga Ahli


Tabel
Jadwal Pelaksanaan Penugasan Tenaga Ahli
JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN
No. Profesi/Keahlian
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV OB
Ahli Perencanaan
1 4
Wilayah
2 Ahli Geodesi 3

3 Ahli Tanah 3
4 Ahli Teknik Sipil Jalan 3

5 Ahli Teknik Sipil 3


Estimator
6 Ahli Hidrologi 3

7 Ahli Kehutanan 2
Ahli Sosial Ekonomi
8 3,5
Pertanian
9 Ahli Sosiologi 2,5

2. Jadwal Waktu Pelaksanaan Kegiatan


Jadwal pelaksanaan kegiatan penyusunan RTSP dan RTJ adalah selama
120 hari kalender atau 4 bulan

JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN


No. JENIS KEGIATAN
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV
1 Tahap Persiapan
Presentasi Laporan
2
Pendahuluan
3 Tahap Survai Lapang
Presentasi Laporan
4
Lapang
Penyusunan Draft
5
Laporan Akhir
6 Presentase Draft
Laporan Akhir
7 Penyempurnaan Lap.
8 Penyerahan Laporan

80 | P a g e
VII. PERALATAN

Peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan meliputi :


1. Bahan-bahan alat tulis kantor;
2. Theodolite, Waterpass;
3. Compass/Clinometer;
4. Munsell Soil Chart;
5. Soil Test Kit;
6. pH Meter;
7. GPS;
8. Hagameter;
9. Current Meter.
10. Bor Tangan
11. Tabung Tanah
12. Roll Meter (pita ukur)

VIII. KELUARAN

7.1. Keluaran Hasil Penyusunan RTSP

RTSP memuat Dokumen laporan dan peta-peta : Produk Rencana


detal -SP mempunyai skala perencanaan 1: 10.000 dan 1 : 5.000

A. Gambaran umum lokasi studi;


B. Analisa lokasi Studi;
C. Muatan Dokumen Rencana RTSP ;
a. Luas SP Pugar (mencakup luasan administratif desa);
b. Rencana Detail Pemanfaatan Ruang SP Pugar (
pemukiman penduduk setempat dan pemukiman baru);
c. Rencana Detail pola usaha pokok dan pengembangan
usaha yang dapat dikembangkan;
d. Rencana jenis transmigrasi yang akan dilaksanakan;
e. Rencana daya tampung penduduk;
f. Rencana Kebutuhan Biaya Pembangunan SP.

D. Muatan Peta RTSP;

81 | P a g e
a. Peta dasar dapat menggunakan sumber hasil foto udara,
citra satelit, dan RBI;
b. Format peta dalam disajikan dalam album berukuran A1 –
A0 (full color), terkecuali pada laporan akhir dilengkapi peta-
peta dalam format A-3;
c. Peta-peta yang disajikan dalam album meliputi:
Tabel
Daftar Peta
No. Jenis Peta Skala
1 Daftar Isi
2 Peta Orientasi 1 : 1.000.000 / 1 : 500.000
3 Peta RWPT 1 : 50.000
4 Peta RSKP 1 : 25.000
Peta Situasi Desa
5 (Pugar dan baru) 1 : 10.000
sebaran FU
6 Peta Kemiringan Lahan 1 : 10.000
Peta Penggunaan dan
7 1 : 10.000
Penguasaan Lahan
Peta Satuan Tanah /
8 1 : 10.000
Lahan
Peta Kesesuaian
9 1 : 10.000
Lahan
Peta Potensi Sumber
10 1 : 10.000
Daya Air
11 Peta Topografi 1 : 10. 000 dan 1: 5.000
Peta Satuan Tanah /
12 1 : 5.000
Lahan (LP dan LU I)
Peta Kesesuaian
13 1 : 5.000
Lahan (LP dan LU I)
Peta Analisa Tata
14 1 : 5.000
Ruang
Peta Rencana Tata
15 1 : 10.000
Ruang
16 Peta Detil Tata Ruang 1 : 5.000
17 Peta Pusat Desa 1 : 1.000
18 Peta BPL 1 : 10.000
19 Peta Alinemen Jalan 1 : 10.000
20 Peta Jaringan Jalan 1 : 25.000 s/d 50.000

7.2. Keluaran Hasil RTJ


Keluaran hasil RTJ berupa dokumen laporan dan gambar rencana.
A. Laporan Akhir/Final ( 10 eks )

82 | P a g e
Laporan akhir merupakan draft final yang telah dipaparkan dan
diperbaiki terdiri dari:
a. Jilid A : Laporan Akhir
b. Jilid B : Perhitungan Konstruksi
c. Jilid C: Rencana Anggaran Biaya.
d. Laporan Ringkasan Eksekutif (executive summary)

B. Gambar Rencana
Peta dan gambar yang harus disajikan dalam album gambar
rencana meliputi:
a. Peta Orientasi Proyek, skala 1 : 250.000
b. Peta Lokasi Sumber Material, skala 1 : 250.000 atau 1 :
100.000
c. Peta Lokasi Proyek, skala 1 : 250.000 atau 1 : 100.000
d. Peta Lay Out Jaringan Jalan, skala 1 : 10.000
e. Peta situasi trase jalan dan alinemen horisontal, skala 1 :
2.000 dan 1 : 200
 Data Tikungan;
 Kontur Topografi;
 Interval kontur 0,25 m untuk daerah datar dan 0,50 m
sampai 1,0 m untuk daerah bukit/pegunungan;
 Stationing Jalan;
 Arah/Azimuth Jalan;
 Patok BM;
 Situasi existing.
f. Alinemen vertikal, skala 1 : 2.000 dan 1 : 200
 Data lengkung vertikal;
 Diagram superelevasi;
 Kemiringan memanjang;
 Elevasi tanah asli dan permukaan jalan rencana;
 Posisi gorong-gorong dan jembatan.
g. Gambar potongan memanjang trase jalan dengan
skalahorisontal 1 : 500 s.d. 1 : 1.000 dan skalavertikal 1 :
100 s.d. 1 : 200.

83 | P a g e
h. Gambar potongan melintang trase jalan dengan skala 1 : 50
s.d.1 : 100
i. Gambar konstruksi jalan, skala 1 : 50 s.d. 1 :100
 Dokumen Lelang;
 Soft Copy;
 Buku Data Ukur:
a. Album Peta
b. Gambar Rencana Teknis
c. Softcopy (CD)

Gambar kerja disajikan dengan ukuran A1 sejumlah 3 eksemplar


dan ukuran A3 sejumlah 7 eksemplar, buku-buku produk
ditempatkan dalam kotak kardus khusus untuk menyimpan diberi
label pada bagian badan dan tutupnya, dengan format tertentu.

IX. Tahap Pelaporan


1. Laporan Pendahuluan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar.
Memuat antara lain tentang pemahaman / persepsi terhadap pekerjaan
yang akan dilaksanakan, lingkup pekerjaan, rencana kerja dan jadwal
pelaksanaan pekerjaan yang disusun berdasarkan hasil studi literatur
dan hasil interpretasi citra satelit. Laporan ini di presentasikan , untuk
mendapat masukan penyempurnaan.

2. Laporan Sementara / Interim Report sebanyak 10 (sepuluh) eks


Merupakan hasil analisis awal / analisis sementara dari hasil
Penyusunan RTSP hasil lapang sebagai materi yang harus
dipresentasikan di kabupaten.

3. Draft Laporan Akhir sebanyak 10 eksemplar


Memuat keseluruhan hasil kegiatan penyusunan RTSP termasuk
didalamnya Rencana Penyiapan Lahan dan Rencana pembangunan
pemukiman, Rencana Pengembangan Usaha dan telaahan
Lingkungan.

84 | P a g e
4. Laporan Akhir sebanyak 10 eksemplar
Merupakan laporan final sebagai penyempurnaan dari draft laporan
akhir yang telah diperbaiki dan disempurnakan berdasarkan hasil
diskusi. Laporan akhir ini sebanyak 20 eksemplar yang dilengkapi
dengandokumentasi lainnya, Ringkasan Eksekutif (Executive
Summary) merupakan ringkasan yang menjadi titik perhatian (high
light) dokumen RTSP.

X. Biaya Yang Diperlukan


Biaya yang diperlukan dalam melaksanakan Kegiatan Penyusunan RTSP
dan RTJ dibebankan pada DIPA Satuan Kerja Direktorat Perencanaan
Pembangunan dan PengembanganKawasan Transmigrasi Tahun
Anggaran 2015 dengan rincian sebagai berikut :

No. Uraian Biaya (Rp)


1 Lokasi Desa Bambakaenu SP.1 Kecamatan Rp. 698,152,400
Penimbani Kabupaten Donggala Provinsi
Sulawesi Tengah
2 Lokasi Desa Larea, Desa Dampala Rp. 694,879,900
Kecamatan Wawotobi Kabupaten Morowali
Provinsi Sulawesi Tengah
3 Lokasi Lito SP. 2 Kabupaten Boalemo Rp. 693,594,000
Provinsi Gorontalo
4 Lokasi Desa Bambakaenu SP. 2 Rp. 695,649,900
Kecamatan Penimbani Kabupaten
Donggala Provinsi Sulawesi Tengah
5 Lokasi Desa Kabera Kabupaten Morowali Rp. 692,762,400
Provinsi Sulawesi Tengah
6 Lokasi Rantekarua SP 3 Kabupaten Toraja Rp. 683,976,700
Utara Provinsi Sulawesi Selatan
7 Lokasi Desa Bungi Kecamatan Waloa Rp. 674.775.200
Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi
Tenggara
8 Lokasi Desa Tirawonua Kecamatan Routa Rp. 677,855,200
Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi
Tenggara
9 Lokasi Desa Manyoe Peramba Kabupaten Rp. 672,632,400
Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah
10 Lokasi Patlean SP 6 Kabupaten Halmahera Rp. 737,014,300
Timur Provinsi Maluku Utara

85 | P a g e
XI. Penutup
Demikian kerangka acuan kerja kegiatan Penyusunan RTSP untuk
dipedomani, sehingga menghasilkan manfaat yang maksimal, efektif sesuai
dengan yang diharapkan.

Direktur
Perencanaan Pembangunan
Dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi

ttd

Jajang Abdullah, SPd, M.Si


NIP. 19620704 198503 1 002

86 | P a g e
LAMPIRAN I
OUTLINE LAPORAN RTSP
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR PETA
DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Dan Sasaran
1.3. Metode Pelaksanaan
1.4. Lingkup Wilayah Dan Type SP
1.5. Susunan Tim

BAB II LINGKUNGAN FISIK DAN SOSIAL


2.1. Daerah Studi
2.1.1. Letak Administrasi
2.1.2. Letak Geografis
2.1.3. Aksesibilitas (Termasuk Informasi Kondisi Jalan Yang
Ada Dan Usulan Penanganan, Letak Trase Terhadap
Jaringan Jalan Dan Lain-Lain).

2.2. Topografi
2.2.1. Kerangka Dasar Pengukuran
2.2.2. Kemiringan Lahan

2.3. Hidrologi
2.3.1. Iklim
2.3.1.1. Keadaan Umum Dan Klasifikasi Iklim
2.3.1.2. Curah Hujan
2.3.2. Sub Wilayah Aliran Sungai (Debit, Tinggi Muka Air,
Kualitas)
2.3.3. Sumberdaya Air (Debit Dan Kualitas)

87 | P a g e
2.3.4. Air Tanah
2.3.4.1. Air Tanah Dangkal
2.3.4.2. Air Tanah Dalam
2.3.4.3. Detail Topografi

2.3.5. Sumber Air Minum

2.3.6. Kemungkinan Pengairan/Irigasi


Resiko Banjir

2.4. Vegetasi
2.4.1. Jumlah Dan Potensi Tegakan
2.4.2. Status Hutan
2.4.3. Penggunaan Lahan
2.4.4. Flora Dan Fauna

2.5. Kondisi Kependudukan Dan Sosial Budaya


2.5.1. Jumlah Penduduk, Kepadatan Dan Tingkat
Perkembangan Penduduk Desa
2.5.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Struktur
Umur , Tingkat Pendidikan , Jenis Pekerjaan Dan
Agama,
2.5.3. Mata Pencaharian Penduduk
2.5.4. Harga Sembilan Bahan Pokok
2.5.5. Pendapatan Dan Pengeluaran Penduduk
2.5.6. Suku Bangsa , Adat Istiadat , Hukum Adat
2.5.7. Kesehatan Lingkungan Masyarakat
2.5.8. Tanggapan Masyarakat Terhadap Transmigrasi
2.5.9. Perkiraan Jumlah Penduduk Yang Terkena Proyek Dan
Jumlah Calon Tps Yang Ingin Bermukim Di Lahan
Masing-Masing/ Desa/Dusun.
2.5.10. Potensi Tps Dan Komposisi Tps : Tpa Serta Daerah
Asal Tpa Yang Diinginkan.

2.6. Sumberdaya Lahan


2.6.1. Diskripsi Dan Klarifikasi Tanah
2.6.2. Bahan Induk, Geomorfologi, Geologi, Macam Tanah

88 | P a g e
2.6.3. Satuan Peta Lahan
2.6.4. Kesuburan Tanah
2.6.5. Penilaian Kesesuaian Lahan

2.7. Kegiatan Pertanian,


2.7.1. Kondisi Pertanian (Termasuk Periode Tanam)
2.7.2. Ketersediaan Dan Penggunaan Tenaga Kerja
2.7.3. Perkiraan Produksi Dan Swasembada Pangan
2.7.4. Harga Produksi Pertanian Di Pasar Terdekat
2.7.5. Analisa Usaha Tani Saat Ini

2.8. Kondisi pemukiman dan sarana prasarana


2.8.1. Kondisi kelayakan pemukiman yang akan dipugar
2.8.2. Sarana dan prasarana yang ada di desa (ada (seperti
fasilitas Pendidikan, Kesehatan, Peribadatan, KUD
dsb),
2.8.3. FU dan jalan yang akan diperbaiki

BAB III RENCANA TEKNIS SATUAN PEMUKIMAN (RTSP)


3.1. Arahan Pengembangan Kawasan
3.2. Hirarki Pusat-Pusat Pertumbuhan
3.3. Penilaian Kesesuaian Pemukiman
3.3.1. Penilaian Aksesibilitas Lokasi
3.3.2. Penilaian Fisik Lahan
3.3.3. Penilaian Status Lahan
3.3.4. Penilaian Ketersediaan Air Dan Resiko Banjir
3.3.5. Kesesuian Permukiman
3.4. Rencana Tata Ruang
3.4.1. Dasar-Dasar Perencanaan
3.4.2. Peruntukan Lahan
3.4.3. Penilaian Terhadap Tata Ruang Yang Terjadi
3.4.4. Usulan Pengembangan Kawasan
3.4.5. Fungsi Sp Dalam Hirarki Pusat Kawasan
3.4.6. Usulan Pembentukan Upt
3.4.7. Alinemen Jalan Dan Jaringan Jalan

89 | P a g e
3.5. Pembukaan Lahan
3.5.1. Batas Pembukaan Lahan (Termasuk Panjang Jalan)
3.5.2. Metode Pembukaan Lahan (Termasuk Perkiraan
Waktu Yang Dibutuhkan, Peralatan Dan Tenaga Kerja
Yang Dibutuhkan Dimana Peralatan Harus Mengacu
Kepada Perlatan Jalan)
3.5.3. Potensi Erosi Tanah
3.5.4. Persyaratan Teknis Penyiapan Lahan
3.5.5. Biaya Pembukaan Lahan (Mengikuti Standar Harga
Satuan Setempat)

3.6. Penyiapan Bangunan


3.6.1. Jenis, Jumlah Dan Tipe Bangunan
3.6.2. Sumber Material Dan Ketersediaan Kayu
3.6.3. Sumber Air Bersih (Termasuk Penyediaan
Kta/Bendali/Gentong Plastik)
3.6.4. Biaya Penyiapan Bangunan (Analisa RAB Mengacu
Standar Harga Satuan Setempat)

3.7. Usulan Pengembangan Pertanian


3.7.1. Bentuk Usaha Tani
3.7.2. Pola dan Jadwal Tanam
3.7.3. Alokasi Tenaga Kerja
3.7.4. Masukan Sarana Produksi Pertanian (Bukan berupa
Paket Standar, tetapi harus mengacu pada kondisi
tanah dan jenis usaha tani)
3.7.5. Perkiraan Produksi
3.7.6. Prasarana Pengolahan dan Pemasaran
3.7.7. Biaya Pengembangan Pertanian

3.8. Perkiraan Biaya Pengembangan


3.8.1. Biaya Penyiapan Lahan
3.8.2. Biaya Penyiapan Bangunan
3.8.3. Biaya Pembangunan Jalan
3.8.4. Biaya Pengerahan Transmigrasi
3.8.5. Biaya Pengadaan Paket Suplai

90 | P a g e
3.8.6. Biaya Pembangunan Test Farm
3.8.7. Biaya Pengembangan Pertanian
3.8.8. Biaya Pengadaan Dukungan Pelayanan Pemerintah
3.8.9. Rekapitulasi Biaya Pengembangan

3.9. Kelayakan Usaha Transmigran


3.9.1. Pendapatan Kotor Transmigran
3.9.2. Pengeluaran Transmigrasi
3.9.3. Pendapatan Bersih Transmigrasi
3.9.4. Kelayakan Usaha Transmigran

3.10.Telaahan Lingkungan
3.10.1. Dampak Lingkungan Fisik Dan Biologi
3.10.2. Dampak Lingkungan Sosial Dan Ekonomi
3.10.3. Alternatif Tindakan

3.11.Rencana Daya Tampung Penduduk SP

3.12.Rencana Jenis Transmigrasi Yang Akan Dilaksanakan

3.13.Rencana Kebutuhan Pembangunan SP

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


4.1 Kesimpulan
4.1.1 Umum
4.1.2 Pola usaha pokok
4.1.3 Kelayakan calon lokasi
4.1.4 Kendala khusus

4.2 Rekomendasi

DAFTAR RUJUKAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

91 | P a g e
LAMPIRAN II
LAPORAN RTJ
LAPORAN AKHIR ( JILID A)

PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud Dan Tujuan
1.3 Sasaran
1.4 Metoda Pendekatan
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PEKERJAAN
2.1 Status Administrasi Dan Pencapaian Lokasi
2.2 Kondisi Tata Guna Lahan(Land Use)
2.3 Kondisi Sosial Ekonomi (Jumlah SP-Daya Tampung)
2.4 Kondisi Topografi
2.5 Kondisi Tanah Dasar
2.6 Lokasi Sumber Material
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Organisasi Kerja
3.2 Komposisi Tim
3.3 Jadwal Waktu Pelaksanaan
BAB IV HASIL PEKERJAAN
4.1 Konstruksi Yang Diusulkan
4.2 Perkiraan Rencana Anggara Biaya (RAB)
4.3 Jadwal Waktu Pelaksanaan Fisik
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
- Lampiran Gambar/Peta
- Lampiran Gambar Konstruksi

92 | P a g e
LAMPRAN III
LAPORAN AKHIR ( JILID B)

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Letak Administrasi
1.3 Pencapaian Lokasi

BAB II ANALISA DATA


2.1 Penentuan Lokasi Perencanaan
2.2 Data Topografi
2.3 Data Hidrologi dan Lingkungan
2.4 Data Tanah dan Sumber Material

BAB III PERHITUNGAN KONSTRUKSI


3.1 Standar yang digunakan
3.2 Perhitungan Kostruksi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN
- Lampiran Gambar/Peta
- Lampiran Hasil Laboratorium

93 | P a g e
.LAPORAN AKHIR
JILID C

BAB I REKAPITULASI ANGGARAN BIAYA


BAB II PERHITUNGAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RAB)
BAB III ANALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN
BAB IV ANALISA ALAT BERAT
BAB V DAFTAR KUANTITAS DAN HARGA SATUAN
A. DAFTAR KUANTITAS DAN HARGA SATUAN BAHAN
B. DAFTAR KUANTITAS DAN HARGA SATUAN UPAH
C. DAFTAR KUANTITAS DAN HARGA SEWA ALAT

94 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai