Anda di halaman 1dari 212

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS


RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

i
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

RINGKASAN EKSEKUTIF
1. Pendahuluan.

Mencermati dan memahami isi dari Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), maka setiap Pemerintah
Provinsi, Kabupaten, dan Kota “WAJIB” menyusun dokumen-dokumen lingkungan
hidup. Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 dijelaskan bahwa tahapan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi Perencanaan,
Pemanfaatan, Pengendalian, Pemeliharaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum.
Pada tahap PERENCANAAN, setiap daerah harus melakukan kegiatan Inventarisasi
Lingkungan (Profil Lingkungan Hidup), penyusunan Ekoregion dan penyusunan
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). Selanjutnya
pada tahap PENGENDALIAN lingkungan hidup, dinyatakan bahwa untuk dapat
mengendalikan lingkungan hidup dengan baik, maka setiap daerah harus menyusun
dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Maksud dan tujuan dari kegiatan penyusunan KLHS RPJM Provinsi Sulawesi Barat
adalah: a. Memastikan adanya integrasi aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi
dalam proses penyusunan kebijakan, rencana, dan/atau program RPJMD Provinsi
Sulawesi Barat; b. Menfasilitasi dan menjadi media proses belajar bersama antar
pelaku pembangunan, agar memahami pentingnya menerapkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program; c. Menemukan segala peluang dan resiko, dikaji dan
dibandingkan untuk menentukan opsi-opsi alternatif pembangunan yang masih
terbuka untuk didiskusikan; d. Memberikan kontribusi bagi pemantapan konteks
kepentingan pembangunan yang lebih tepat untuk merumuskan sejumlah proposal
pembangunan masa depan.
Sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan KLHS RPJMD Provinsi Sulawesi
Barat adalah dapat memberikan pengkajian/penilaian terhadap Kebijakan, Rencana
dan Program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan
hidup, dan dapat digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan program pengelolaan
kawasan perkotaan yang direncanakan.
Keluaran dari kegiatan adalah sebuah dokumen KLHS yang akan memuat
seperangkat kegiatan kunci perencanaan, yang dititikberatkan pada RPJMD Provinsi
Sulawesi Barat, seperti: a. Pemantapan visi untuk masa depan yang diinginkan; b.
Identifikasi isu-isu strategis dan prioritas pembangunan berkelanjutan yang
mempengaruhi dampak/risiko lingkungan hidup; c. Kaji opsi-opsi untuk menciptakan
masa depan yang diinginkan, dengan memasukkan segala peluang dan resiko ke
dalam penemukenalan seluruh opsi alternatif pembangunan; d. Fokus analisis pada
evaluasi yaitu pada implikasi lingkungan dari program pembangunan berkelanjutan;
e. Identifikasi dan kajian aksi-aksi untuk merealisasi strategi pembangunan terbaik.

ii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Hasil kajian ini merupakan payung bagi seluruh kegiatan pembangunan lintas
sektoral, lintas wilayah, lintas pemangku kepentingan dan lintas waktu, yang tentunya
dapat dijadikan sebagai kerangka dasar dalam implementasi dari visi, misi, sasaran
dan program yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Barat. Pada saat ini, dokumen RPJMD Provinsi
Sulawesi Barat telah mendapat persetujuan dan dalam proses evaluasi akhir
sebelum ditetapkan sebagai Peraturan Daerah. Sehingga, hasil dari KLHS ini
diharapkan sebagai pemberi rekomendasi dan alternatif dalam implementasi agar
program pembangunan yang telah menjadi visi dan misi dalam RPJMD dapat
berkelanjutan khususnya dalam menentukan wilayah-wilayah yang dapat
dikembangkan dan tidak dapat dikembangkan secara spasial (keruangan).

2. Gambaran Umum Wilayah

Kondisi Geografis. Pada 5 Oktober 2005 terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat


berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2004. Secara geografis, Provinsi
Sulawesi Barat terletak antara antara 0°46'13,03''- 03°46'13,4'' Lintang Selatan (LS)
dan 116°47'22,6'' - 119°52'17,07'' Bujur Timur (BT). Luas wilayah Sulawesi Barat
berupa daratan seluas 16.787,18 km2 sedangkan luas wilayah lautan sebesar
20.851,00 km2 dengan panjang garis pantai sebesar 677 km serta jumlah pulau-pulau
kecil sebanyak 40 pulau. Berdasarkan posisi geografisnya, Provinsi Sulawesi Barat
memiliki batas sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi
Tengah, Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan, Sebelah
selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan, dan Sebelah barat
berbatasan dengan Selat Makassar.
Sejak awal terbentuk pada tahun 2005, Provinsi Sulawesi Barat telah mengalami
perkembangan yang cukup signifikan. Salah satunya ditandai di bidang
pemerintahan, pada awal terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat yang terdiri dari lima
kabupaten. Pada tahun 2013 terjadi pemekaran yaitu Kabupaten Mamuju Tengah
dari Induk Kabupaten Mamuju, sehingga Provinsi Sulawesi Barat sampai saat ini
terdiri dari enam wilayah kabupaten yaitu Majene, Polewali Mandar, Mamasa,
Mamuju, Pasangkayu dan Mamuju Tengah dengan Kabupaten Mamuju sebagai
ibukota Provinsi Sulawesi Barat. Tahun 2017 berdasarkan Pasal 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 61, Kabupaten Mamuju Utara berubah nama menjadi Kabupaten
Pasangkayu.
Berdasarkan data luas setiap kabupaten tersebut, Kabupaten Mamuju sebagai
Ibukota Provinsi Sulawesi Barat memiliki wilayah administrasi terluas diantara lima
kabupaten lainnya dengan luasan 4.999,69 km2 dan persentase 29,79 persen dari
luas Provinsi Sulawesi Barat. Adapun kabupaten yang memiliki luasan terkecil di
Provinsi Sulawesi Barat adalah kabupaten Majene dengan luasan kurang dari 1.000
km2 dan persentase 5,65 % dari luas Provinsi Sulawesi Barat. Sedangkan Kabupaten
yang memiliki jarak terjauh ke Ibukota Provinsi Sulawesi Barat adalah kabupaten
Mamasa yang hampir mencapai jarak 300 km.
iii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kondisi Topografi. Provinsi Sulawesi Barat memiliki kondisi topografi yang sangat
bervariasi mulai dari kondisi pesisir, dataran rendah, perbukitan, daerah dataran
tinggi sampai pada daerah pegunungan. Daerah pesisir dapat ditemukan disemua
kabupaten yang ada di provinsi Sulawesi Barat kecuali Kabupaten Mamasa yang
tidak berbatasan langsung dengan laut. Sementara itu, Kabupaten Pasangkayu
memiliki topografi dari daerah pesisir hanya sampai pada daerah yang agak berbukit.
Sedangkan untuk Kabupaten Mamuju, Polewali Mandar, Majene dan Mamuju
Tengah memiliki kondisi topografi yang lengkap dari wilayah pesisir hingga daerah
pegunungan. Wilayah dengan kondisi topografi yang datar dapat dijumpai di
sebagian besar Kabupaten Polewali Mandar dan Pasangkayu sedangkan Mamuju,
Majene dan Mamasa adalah berbukit sampai bergunung. Sulawesi Barat juga
merupakan daerah pegunungan sehingga memiliki banyak aliran sungai yang cukup
besar dan berpotensi untuk dikembangkan. Satuan pegunungan menempati wilayah
paling luas yaitu sekitar 70 persen dari total luas wilayah dan umumnya menempati
bagian tengah ke timur dengan bentuk memanjang utara-selatan, lembah-lembah
yang terbentuk merupakan wilayah yang curam.
Kondisi Geologi. Pada bagian timur wilayah Sulawesi barat disusun oleh batuan
terobosan batolit granit (Tmpi) dengan penyebaran yang cukup luas menerobos
semua satuan yang lebih tua (mendominasi bagian utara timur laut atau daerah
Mamasa). Batuan ini terdiri dari granitik, diorit, riolit dan setempat gabro. Batuan
terobosan berbentuk batolit ini diduga berumur Pliosen. Kearah tenggara wilayah
Mamasa, batuannya didominasi oleh batuan epiklastik gunungapi Formasi Loka
(Tml). Formasi ini terdiri atas batupasir andesitan, konglomerat, breksi dan batu
lanau. Batuan ini mempunyai umur Miosen Tengah – Miosen Akhir. Pada bagian
tengah ditempati oleh batuan gunung api Walimbong (Tmpv) yang terdiri atas lava
dan breksi. Penyebaran batuan ini cukup luas dan menyebar hingga ke arah
tenggara. Batuan ini diduga berumur Mio-Pliosen. Diwilayah Mamuju jumpai batuan
Tufa Barupu (Qbt) yang terdiri dari tufa dan lava, yang diduga berumur Pliosen.
Bagian barat wilayah Sulawesi barat pada umumnya di susun oleh endapan
sedimenter dimana di wilayah mamuju tersingkap Formasi Budongbudong (Qb) yang
terdiri dari konglomerat, batupasir, batulempung dan batugamping koral (Ql).
Endapan termuda di Lembar ini adalah endapan kipas aluvium (Qt) dan aluvium (Qa)
terdiri dari endapan- endapan sungai, pantai dan antar gunung. Sedangkan wilayah
Majene dan Polewali Mandar tersusun dari batuan sedimen dari Formasi Mandar.
Batuan tersebut terdiri atas batupasir, batu lanau dan serpih serta lensis batubara.
Hasil penanggalan menunjukkan bahwa umur formasi ini Miosen Akhir. Selain
Formasi Mandar (Mamuju), pada bagian barat juga ditemukan batuan sedimen
klastik lainnya (Formasi Mapi/Tmpm) yang tersusun oleh batu pasir, batu lempung,
batu gamping pasiran dan konglomerat.
Proses tertonik yang pernah terjadi wilayah Sulawesi Barat menyebabkan pemalihan
pada kelompok batuan Kompleks Wana (TRw) dan Formasi Latimojong. Perlipatan
dan pensesaran pada batuan berumur Eosen Formasi Toraja dan batuan Berumur

iv
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Miosen Formasi Lariang (Tmpl), pembentukan batuan sedimen molase Formasi


Pasangkayu (TQp). Dalam fase tetonik yang berbeda juga menyebabkan perlipatan
dan pensesaran pada kelompok batuan volkanik seperti Formasi Lamasi (Toml),
Formasi Talaya (Tmtv), Formasi Sekala (Tmps).
Kodisi Hidrologi. Ada delapan DAS yang cukup besar di Provinsi Sulawesi antara lain
daerah aliran sungai Budong-Budong, Karama, Karossa, Lariang, Malunda, Mamuju,
Mandar, Mapili dan Saddang. Tiga DAS di provinsi Sulawesi Barat yang melintasi
Provinsi lain. Pertama, DAS Saddang yang memotong Provinsi Sulawesi Selatan
meliputi Kabupaten Toraja Utara, Tana Toraja, Enrekang dan Pinrang serta
Kabupaten Mamasa pada Provinsi Sulawesi Barat. Begitu pun dengan DAS Karama
yang memotong Provinsi Sulawesi Selatan meliputi Kabupaten Luwu Utara, Toraja
Utara dan pada Provinsi Sulawesi Barat meliputi Kabupaten Mamasa serta
Kabupaten mamuju sebagai muara dari sungai Karama. Sementara itu DAS Lariang
memotong dua Provinsi lainnya yaitu Provinsi Sulawesi Selatan meliputi Kabupaten
Luwu Utara dan Provinsi Sulawesi Tengah yang meliputi Kabupaten Poso, Sigi dan
Doggala yang akan bermuara di Provinsi Sulawesi Barat tepatnya di Kabupaten
Pasangkayu.
Iklim. Iklim di wilayah Sulawesi Barat umumnya tropis karena berada dibawah garis
khatulistiwa dan mempunyai kelembaban udara yang relatif tinggi. Sebagai daerah
dengan pinggiran pantai yang berhadapan langsung dengan Selat Makassar, maka
Sulawesi Barat memiliki pola suhu udara yang bergantung kepada angin laut.
Berdasarkan laporan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun
Majene pada tahun 2016, suhu udara di Sulawesi Barat berkisar antara 23,50 °C
hingga 36,70 °C dengan rata-rata suhu udara sekitar 28,20 °C. Kelembapan udara
dalam satu tahun berkisar antara 71 persen sampai dengan 87 persen. Pada tahun
tersebut pula, Sulawesi Barat memiliki jumlah hari hujan tertinggi terjadi di bulan Juni
dan Desember yaitu 22 hari hujan dan terendah pada bulan Agustus yaitu 7 hari
hujan.
Bencana Alam. Pada tahun 2015 di Provinsi Sulawesi Barat terjadi beberap kejadian
bencana alam yaitu banjir, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, tanah longsor
dan gempa bumi. Kejadian bencana alam tidak adanya korban jiwa, namun kerugian
secara materi yang sangat besar. Kejadian bencana alam banjir menimbulkan harus
adanya masyarakat yang mengungsi.
Rawan Gempa di Kabupaten Mamuju (Kecamatan Tappalang, Kecamatan Mamuju,
Kecamatan Kalukku, kecamatan Singkep, Kecamatan Bonehau, Kecamatan Belang-
Belang, Kecamatan Papalang, dan Kecamatan Sampaga);di Kabupaten Mamuju
Tengah (Kecamatan Pangale, dan Budong-Budong); Kabupaten Polewali Mandar
(Kecamatan-Kecamatan Tutallu, Wonomulyo); Kabupaten Pasangkayu
(Bambalamotu, Bambaira, Pasangkayu, Baras, Sarudu), Kabupaten Mamuju
(Mamuju, Simboro Kepulauan, Tapalang Barat, Sampaga, dan Papalang);
Kabupaten Mamuju Tengah (Budong-Budong, Topoyo dan Karossa), Majene

v
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

(Malunda, Sendana, Pamboang, Banggae) dan Polewali Mandar(Tinambung,


Campalagian, Limboro,Balanipa, Luyo, Mapilli, Wonomulyo, Anreapi dan Polewali).
Tsunami di Kabupaten Pasangkayu (Bambaira, Bambaloka, Pasangkayu, Sarudu,
Lariang, Tikke), Mamuju Tengah (Karossa, Topoyo, Budong-Budong); Mamuju
(Sampaga, Papalang, Kalukku, Mamuju, Balabalakang, Simkep, Tapalang Barat dan
Tapalang), Majene (Malunda, Sendana, Banggae, Pamboang) dan Polewali Mandar
(Tinambung, Balanipa, Campalagian, Mapilli, Wonomulyo, Matakali, Polewali dan
Binuang). Rawan Longsor di Kabupaten Mamuju (Kalumpang, Bonehau, Kalukku,
Simkep, Tapalang Barat), Majene (Ulumanda, Malunda, Tubo, Tammerodo,
Pamboang, Banggae), Mamasa (seluruh kecamatan) dan Polewali Mandar(Tutar,
Matangnga, Limboro, Allu, Luyo, Anreapi dan Bulo).
Rawan Banjir di Kabupaten Pasangkayu (Sarjo, Bambalamotu, Pasangkayu,
Lariang, Tikke dan Sarudu), Kabupaten Mamuju (Mamuju, Kalukku, Sampaga,
Papalang); Mamuju Tengah (Topoyo dan Budong- Budong, dan Karossa), Majene
(Banggae, Banggae Timur, Pamboang, Sendana dan Malunda) dan Polewali Mandar
(Allu, Limboro, Tinambung, Balanipa, Campalagian, Mapilli, Wonomulyo, Matakali,
Binuang dan Polewali). Rawan Abrasi di Kabupaten Pasangkayu (Bambaira,
Bambaloka, Pasangkayu, Sarudu, Lariang, Tikke), Mamuju Tengah (Karossa,
Topoyo, Budongbudong); Mamuju (Sampaga,Papalang, Kalukku, Mamuju, Bala-
Balakang, Simkep, Tapalang Barat dan Tapalang), Majene (Malunda, Sendana,
Banggae, Pamboang) dan Polewali Mandar (Tinambung, Balanipa, Campalagian,
Mapilli, Wonomulyo, Matakali, Polewali dan Binuang). Kawasan rawan tenggelamnya
pantai dan pulau-pulau kecil akibat penurunan permukaan tanah aluvial pantai dan
kenaikan permukaan air laut di seluruh pantai Provinsi Sulawesi Barat, di kepulauan
Bala-Balakang Kabupaten Mamuju dan pulau Lere-Lerekang di Kabupaten Majene.
Kehutanan. Wilayah Sulawesi Barat sebagian besar masih berupa kawasan hutan.
Kondisi ini memberi gambaran bahwa, Provinsi Sulawesi Barat memiliki potensi
hutan yang cukup melimpah. Pada tahun 2015, luas kawasan hutan di Sulawesi
Barat sekitar 1.092.431 ha. Kawasan hutan di Provinsi Sulawesi Barat 61 persennya
merupakan kawasan hutan lindung dan hutan konservasi, sementara sisanya
merupakan kawasan hutan produksi dengan jenis produksi kayu hutan yang dibagi
kedalam dua jenis yaitu kayu bulat dengan kayu gergajian. Pembagian luas kawasan
hutan serta produksinya pada tahun 2015 dapat dilihat pada grafik berikut Sulawesi
Barat memiliki kawasan hutan dan perairan seluas 1.092.376 hektar. Diantara area
tersebut, Kabupaten Mamuju memiliki hutan lindung terluas 132.176 hektar.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan tahun 2011 sampai tahun 2016, produksi kayu
hutan menurut jenis produksinya sangat fluktuasi. Dalam kurun waktu tersebut, tidak
ada produksi kayu hutan dalam bentuk kayu lapis. Produksi terbesar pada tahun
2013 dengan produksi kayu bulat 17.880,39 m3 dan produksi kayu gergajian
18.360,96 m3. Sedangkan, produksi kayu hutan terendah pada tahun 2016 yang
hanya 1.011,06 m3 kayu bulat.

vi
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

3. Isu Prioritas Pembangunan Berkelanjutan

Pengumpulan dan pemusatan isu Pembangunan Berkelanjutan dan perumusan


berdasarkan prioritas dilakukan dengan menghimpun masukan dari pemangku
kepentingan melalui konsultasi publik yang kemudian dinilai oleh kelompok kerja
KLHS untuk ditentukan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang prioritas.
Pertimbangan unsur-unsur kriteria isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas
sebagaimana diatas dilakukan dengan mempertimbangkan paling sedikit
karakteristik wilayah yang ditelaah dalam bentuk spasial, tingkat pentingnya potensi
dampak berdasarkan indikasi cakupan wilayah dan frekuensi/intensitas dampak,
keterkaitan antar isu strategis pembangunan berkelanjutan hasil telaah sebab
akibatnya. Pemberian skoring didasarkan dengan kisaran nilai skala likert 1 s/d 5.
Berdasarkan hasil pembobotan dan pelingkupan isu prioritas, kemudian dilakukam
urutan dari nilai tertinggi ke nilai terendah, dan diperoleh urutan prioritas isu
pembangunan berkelanjutan. Hasil pertemuan Kelompok Kerja pada pertemuan
untuk menentukan Isu Prioritas, Kelompok Kerja memutuskan 15 (lima belas) isu
pada urutan prioritas menjadi Isu Prioritas berdasarkan rangking isu. Adapun Isu
Prioritasnya adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan Laju Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan; 2. Tingginya angka kemiskinan; 3. Rendahnya penegakan
hukum lingkungan; 4. Meningkatnya luas dan intensitas banjir; 5. Stagnasi
pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi; 6. Rendahnya pelibatan masyarakat
dalam pengelolaan kawasan hutan; 7. Rendahnya tata kelola kawasan hutan; 8.
Masih rendahnya akses ke pelayanan kesehatan; 9. Meningkatnya Emisi GRK; 10.
Kerusakan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil; 11. Ancaman keselamatan
pelayaran; 12. Rawannya ketahanan pangan; 13. Masih rendahnya rasio elektrifikasi;
14. Rendahnya usia lama sekolah; 15. Konflik Tenurial Kawasan Hutan.

4. Identifikasi Kebijakan dan Program

Identifikasi muatan Kebijakan dan Program (KP) dilakukan untuk mengetahui


Kebijakan dan Program yang berdampak terhadap kriteria dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Identifikasi muatan Kebijakan
dan Program dilakukan dengan menelaah dasar-dasar penyusunannya. Muatan-
muatan yang ada disusun dalam komponen-komponen materi Kebijakan dan
Program yang kemudian dikaitkan dengan 9 (Sembilan) pertimbangan
dampak/resiko lingkungan hidup.
Hasil identifikasi muatan Kebijakan dan Program yang telah ditapis dengan
pertimbangan dampak/resiko lingkungan hidup sebagaimana diatas, dari semua
muatan Kebijakan dan Program yang diidentifikasi diperoleh muatan Kebijakan dan
Program yang memberikan resiko terhadap lingkungan hidup. Keterkaitan Kebijakan
dan Program terhadap isu prioritas yang telah diperoleh ditapis untuk menghasilkan
Kebijakan dan Program yang terdampak atau berisiko terhadap lingkungan hidup
yang akan dikaji dengan 15 (lima belas) isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas.

vii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Hasil tapisan identifikasi muatan Kebijakan dan Program dengan Isu Pembangunan
Berkelanjutan Prioritas sebagaimana tabel diatas diperoleh 1 Kebijakan dan 14
Program yang beresiko terhadap lingkungan hidup yang akan dikaji lebih dalam
dengan muatan kajian analisis. Adapun muatan Kebijakan dan Program yang
dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan;
2. Kebijakan Meningkatnya kapasitas Infrastruktur dalam menunjang perekonomian
daerah, mobilitas penduduk, serta pemukiman dan perumahan; 3. Program
Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan; 4. Program Pengembangan,
Pengelolaan dan Promosi Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral; 5. Program
pengusahaan, pembinaan dan pengawasan bidang mineral dan batubara; 6.
Program Pengembangan Perumahan; 7. Program Pengembangan Wilayah Strategis
dan Cepat Tumbuh; 8. Program Pengembangan Pelabuhan Perikanan; 9. Program
Pembangunan permukiman dan penempatan Transmigrasi; 10. Program
Pengembangan Kawasan Transmigrasi; 11. Program Pengembangan sentra-sentra
industri potensial; 12. Program Pengembangan Industri Pariwisata; 13. Program
Pengembangan Perikanan Budidaya; 14. Program Pengembangan Perikanan
Tangkap; 15 Program Pengembangan Kawasan Budidaya laut, air payau dan Air
Tawar.

5. Kajian Pengaruh Kebijakan dan Program

Dalam kajian pengaruh Kebijakan dan Program terhadap Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Daerah ini dikaji 1 Kebijakan dan 14 Program yang telah tersaring
pada pembahasan sebelumnya, yang akan ditelaah berdasarkan 6 (enam) kriteria.
Enam kriteria tersebut adalah ditinjau dari Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan
Hidup, Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup, Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem,
Efisiensi Pemanfaatan Sumberdaya Alam, Tingkat Kerentanan dan Kapasitas
Terhadap Perubahan Iklim, serta Tingkat Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman
Hayati.
Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup. Kebijakan Meningkatnya kapasitas
Infrastruktur dalam menunjang perekonomian daerah, mobilitas penduduk, serta
pemukiman dan perumahan - Implementasi pada kebijakan ini akan menimbulkan
gangguan pada wilayah-wilayah yang memiliki pelayanan ekosistem tinggi
khususnya untuk pelayanan pangan dan air sehingga akan berpengaruh terhadap
daya dukung wilayahnya karena akan mempengaruhi ketersediaan layanan
ekosistem - Berpengaruh terhadap kawasan hulu suatu aliran sungai dan kawasan
pesisir yang merupakan kawasan perlindungan dan penyangga suatu wilayah.
Program Pengembangan Wilayah Perbatasan - Pengembangan wilayah perbatasan
berupa penyelesaian sengketa batas wilayah. Penyelesaian permasalahan ini
entunya tidak berdampak signifikan terhadap daya dukung wilayah.
Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan - Implementasi pada
program ini akan menimbulkan gangguan pada wilayah-wilayah yang memiliki
pelayanan ekosistem tinggi khususnya untuk pelayanan pangan dan air sehingga
viii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

akan berpengaruh terhadap daya dukung wilayahnya karena akan mempengaruhi


ketersediaan layanan ekosistem - Berpengaruh terhadap kawasan hulu suatu aliran
sungai dan kawasan pesisir yang merupakan kawasan perlindungan dan penyangga
suatu wilayah. Program Pengembangan, Pengelolaan dan Promosi Potensi Energi
dan Sumber Daya Mineral - Pengembangan program ini dapat mempengaruhi daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup khususnya pada wilayah yang memiliki
layanan ekosistem tinggi seperti pangan dan air - Implementasi dari kegiatan ini jika
dikembangkan pada lokasi-lokasi dengan layanan ekosistem tinggi dapat
menyebabkan terlampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di
beberapa kecamatan.
Program pengusahaan, pembinaan dan pengawasan bidang mineral dan batubara -
Implementasi pada program ini akan berdampak negatif terhadap daya dukung
wilayah bila implementasi teknis pertambangan tidak dilakukan secara konservatif.
Program Pengembangan Perumahan - Implementasi pada program ini akan
menimbulkan gangguan pada wilayah-wilayah yang memiliki pelayanan ekosistem
tinggi khususnya untuk pelayanan pangan dan air sehingga akan berpengaruh
terhadap daya dukung wilayahnya karena akan mempengaruhi ketersediaan layanan
ekosistem - Pengembangan kawasan perumahan perlu memperhatikan lokasi-lokasi
permukiman yang telah ada saat ini dan berada di dalam kawasan hutan lindung.
Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh - Implementasi pada
program ini akan menimbulkan gangguan pada wilayah-wilayah yang memiliki
pelayanan ekosistem tinggi khususnya untuk pelayanan pangan dan air sehingga
akan berpengaruh terhadap daya dukung wilayahnya karena akan mempengaruhi
ketersediaan layanan ekosistem. Program Pengembangan Pelabuhan Perikanan -
Implementasi program-program pengembangan pelabuhan perikanan memiliki
dampak yang relatif kecil terhadap daya dukung dan daya tampung jika lokasi
pengembangan nya tidak secara langsung berbatasan dengan ekosistem-ekosistem
pesisir seperti terumbu karang dan mangrove.
Program Pembangunan permukiman dan penempatan Transmigrasi - Implementasi
pada program ini akan menimbulkan gangguan pada wilayah-wilayah yang memiliki
pelayanan ekosistem tinggi khususnya untuk pelayanan pangan dan air sehingga
akan berpengaruh terhadap daya dukung wilayahnya karena akan mempengaruhi
ketersediaan layanan ekosistem - Pengembangan kawasan permukiman dan
transmigrasi perlu memperhatikan lokasi-lokasi permukiman yang telah ada saat ini
dan berada di dalam kawasan hutan lindung. Program Pengembangan Kawasan
Transmigrasi - Implementasi pada program ini akan menimbulkan gangguan pada
wilayah-wilayah yang memiliki pelayanan ekosistem tinggi khususnya untuk
pelayanan pangan dan air sehingga akan berpengaruh terhadap daya dukung
wilayahnya karena akan mempengaruhi ketersediaan layanan ekosistem -
Pengembangan kawasan permukiman dan transmigrasi perlu memperhatikan lokasi-
lokasi permukiman yang telah ada saat ini dan berada di dalam kawasan hutan
lindung.

ix
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Program Pengembangan sentra-sentra industri potensial - Pengembangan sarana


prasarana sentra industri seperti akomodasi, pelayanan dan jenis industri yang akan
dikembangkan akan menimbulkan gangguan pada wilayah-wilayah yang memiliki
pelayanan ekosistem tinggi khususnya untuk pelayanan pangan dan air, jika
dikembangkan pada kawasan-kawasan yang pelayanan ekosistemnya tinggi -
Implementasi program-program kawasan industri skala besar agroindustri dan
industri pengolahan hasil perikanan dapat mempengaruhi daya dukung wilayah
khususnya di kecamatan-kecamatan pesisir yang memiliki layanan ekosistem tinggi.
Program Pengembangan Industri Pariwisata - Daya dukung dan daya tampung
terkait akomodasi, pelayanan, jenis ekowisata yang akan dikembangkan serta
sarana prasarana perlu dikaji dengan baik melalui kajian daya dukung kawasan
wisata seperti menggunakan metode PCC (Physical Carrying Capasity) -
Pengembangan industri pariwisata jika tidak diperhitungkan dengan baik tentunya
akan berdampak pada terlampauinya daya dukung dan daya tampung kawasan
wisata seperti meningkatnya jumlah pengunjung. Sehingga jumlah pengunjung
maksimal yang harus lebih dahulu ditetapkan.
Program Pengembangan Perikanan Budidaya - Dampak terhadap daya dukung dan
daya tampung adalah berasal dari pengembangan skala budidaya, bahan cemar dari
lokasi budidaya (terutama skala pengembangan intensif). Program Pengembangan
Perikanan Tangkap - Untuk pengembangan perikanan tangkap sangat perlu
diperhatikan terkait daya dukung dan daya tampung kawasan perairan baik untuk
perikanan tangkap demersal dan pelagis. Peningkatan perikanan tangkap demersal
akan sangat berpotensi merusak ekosistem benthos sedangkan perikanan tangkap
pelagis perlu memperhatikan pola penangkapan terkait dengan ukuran mata jaring
(mesh size) sehingga ukuran tangkapan dapat diatur.
Program Pengembangan Kawasan Budidaya laut, air payau dan Air Tawar - Potensi
dampak program-program ini adalah pada pembukaan lahan (land clearing), dampak
limbah (sisa pakan dan kotoran organisme budidaya). Ancaman pada terganggunya
daya dukung dan daya tampung terutama apabila skala pembudidayaan sangat
besar (intensif atau super intensif).
Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup. Kebijakan Meningkatnya kapasitas
Infrastruktur dalam menunjang perekonomian daerah, mobilitas penduduk, serta
pemukiman dan perumahan - Peningkatan kuantitas infrastruktur wilayah perlu
memperhatikan kawasan-kawasan yang rentan terhadap bencana alam sehingga
pembangunan yang dilakukan tidak berdampak dan berisiko - Peningkatan kualitas
infrastruktur yang telah ada, khususnya pada infrastruktur yang melintasi kawasan
rawan bencana perlu memperkirakan dampak dan risiko terhadap bencana yang
terjadi - Peningkatan kuantitas dan kualitas infrstruktur dapat mempengaruhi dan
berisiko terhadap habitat eksositem sekitarnya khsusunya infrastruktur yang
melintasi kawasan hutan lindung. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan -
Program pengembangan wilayah perbatasan berpotensi untuk menimbulkan dampak

x
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

pada ekosistem hutan dan/atau wilayah- wilayah rentan longsor akibat pembukaan
lahan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan (jalan,
jembatan, dsb).
Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan - Pembangunan
sarana transportasi laut berpotensi untuk menimbulkan dampak kebisingan,
masuknya bahan cemar yang dibuang oleh fasilitas pelabuhan dan kapal-kapal yang
pergi dan datang. Program Pengembangan, Pengelolaan dan Promosi Potensi
Energi dan Sumber Daya Mineral - Tercemarnya limbah B3 pada sumber pangan
perikanan darat dan laut jika dilakukan pada beberapa kabupaten wilayah pesisir
pantai prov. Sulbar - Pembangunaan ekploitasi sumber daya tambang dan PLTA
sekala besar akan membutuhkan daerah galian dan daerah genangan/ pool sebelum
air dialirkan ke dalam turbin. Clearing area harus diperhatikan dengan baik. Risiko
lain adalah apabila tailings tidak dikelola dengan baik.
Program pengusahaan, pembinaan dan pengawasan bidang mineral dan batubara -
Meluasnya Jangkauan Penetapan Kawasan Tambang apabila tidak ada sistem
pengaturan yang ketat. Program Pengembangan Perumahan - Pengembangan
kawasan perumahan perlu memperhatikan kawasan-kawasan yang rentan terhadap
bencana alam sehingga pembangunan yang dilakukan tidak berdampak dan
berisiko. Program Pengembangan Pelabuhan Perikanan - Dampak risiko pada
Lingkungan hidup hanya akan signifikan apabila lokasi pengembangannya
berdekatan dengan ekosistem pesisir sensitive seperti terumbu karang dan
mangrove. Sumber-sumber tekanan pada ekosistem adalah berasal dari aktifitas
kapal-kapal penangkap ikan yang hilir-mudik pada pelabuhan perikanan.
Program Pembangunan permukiman dan penempatan Transmigrasi -
Pengembangan kawasan permukiman dan transmigrasi perlu memperhatikan
kawasan-kawasan yang rentan terhadap bencana alam sehingga pembangunan
yang dilakukan tidak berdampak dan berisiko. Program Pengembangan Kawasan
Transmigrasi - Pengembangan kawasan permukiman dan transmigrasi perlu
memperhatikan kawasan-kawasan yang rentan terhadap bencana alam sehingga
pembangunan yang dilakukan tidak berdampak dan berisiko. Program
Pengembangan sentra-sentra industri potensial - Menghindari kawasan banjir dan
longsor dan perlu memiliki pembuangan limbah khusus - Potensi dampak kawasan
agroindustri skala besar dan industri pengolahan hasil perikanan terutama pada
limbah cair yang dibuang ke sungai atau wilayah pesisir dan tekanan terhadap
sumberdaya yang dimanfaatkan untuk kebutuhan industri yang dikembangkan.
Program Pengembangan Industri Pariwisata - Menghindari kawasan banjir dan
longsor dan perlu memiliki pembungan limbah khusus - Risiko dampak yang dapat
ditimbulkan adalah yang berasal dari sampah pengunjung dan aktifitas pengunjung
lokasi wisata. Program Pengembangan Perikanan Budidaya - Risiko dampak yang
dapat terjadi adalah clearing hutan/ daerah bervegetasi dan limbah yang dihasilkan
dari aktifitas budidaya. Program Pengembangan Perikanan Tangkap - Alat tangkap

xi
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

demersal harus sedapat mungkin diatur tidak menggunakan trawl (menggerus


seluruh bagian dasar perairan). Demikian juga dengan ukuran mata jaring alat
tangkap pelagis harus mampu menyeleksi ukuran ikan yang tertangkap agar ikan
memiliki kesempatan tumbuh hingga ukuran reproduktif. Program Pengembangan
Kawasan Budidaya laut, air payau dan Air Tawar - Potensi dampak atau risiko pada
lingkungan hidup adalah pencemaran bahan organik sisa pakan kotoran organisme
budidaya pada wilayah perairan di sekitarnya. Dampak dapat berupa penurunan
kandungan oksigen terlarut dalam air yang dapat menyebabkan kematian hewan
dalam perairan. Rendahnya kadar oksigen terlarut akibat digunakan oleh bakteri
perombak bahan organic.
Jasa Ekosistem. Kebijakan Meningkatnya kapasitas Infrastruktur dalam menunjang
perekonomian daerah, mobilitas penduduk, serta pemukiman dan perumahan - Jasa
ekosistem biodiversitas masih tergolong rendah namun jasa ekosistem pangan,
pengaturan iklim serta air bersih sangat tinggi - Pengembangan ekonomi berbasis
budaya lokal dan interaksi pasar antar wilayah. Program Pengembangan Wilayah
Perbatasan - Pemerataan aksesibiltas daerah tertinggal, untuk penguatan
Pendidikan - Pembukaan lahan (land clearing) pada wilayah perbatasan dengan
tingkat penutupan hutan yang masih tinggi jelas akan berdampak negatif pada jasa-
jasa yang dapat disediakan oleh ekosistem hutan.
Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan - Menghindari wilayah
dengan potensi jasa ekosistem pangan tinggi dan sangat tinggi di semua Kecamatan
pesisir seperti wilayah-wilayah sebaran terumbu karang, padang lamun dan hutan
mangrove - Peningakatan pendukung factor produksi dan pengembangan
interkoneksitas. Program Pengembangan, Pengelolaan dan Promosi Potensi Energi
dan Sumber Daya Mineral - Sebagian wilayah pada kecamatan memiliki Jasa
Ekosistem sangat tinggi diantaranya: pangan, air bersih, Habitat & Kehati serta jasa
Pengaturan air dan Banjir Sangat Tinggi - Daerah clearing harus sedapat mungkin
menghindari daerah dengan potensi layanan/ jasa ekosistem tinggi (pangan,
pengendali banjir dan erosi, sumber daya air) - Peningkatan akses terhadap pasar &
eksploirasi industry sumber daya mineral.Program pengusahaan, pembinaan dan
pengawasan bidang mineral dan batubara - Menjaga ketersediaan sumber mineral
dan batubara. Program Pengembangan Perumahan - Peningkatan penyediaan
akses infrastruktur perumahan.
Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh - Penyediaan
program pembangunan kawasan strategis. Program Pengembangan Pelabuhan
Perikanan - Ketersediaan infrastruktur pendukung pelabuhan - Jasa ekosistem dalam
menyediakan sumber daya ikan dan bahan pangan lainnya dapat terganggu apabila
lokasi pembangunan pelabuhan perikanan berada pada wilayah-wilayah produktif.
Ekosistem terumbu karang dan mangrove merupakan ekosistem produktif di wilayah
pesisir selain padang lamun. Terumbu karang dan lamun sangat sensitive pada
limbah minyak yang mungkin terbuang/ keluar dari kapal penangkap ikan. Program
Pembangunan permukiman dan penempatan Transmigrasi - Ketersediaan

xii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

pemukiman layak dan redistribusi tenaga kerja. Program Pengembangan Kawasan


Transmigrasi - Ketersediaan supply tenaga kerja yang lebih distributif.
Program Pengembangan sentra-sentra industri potensial - Memperhatikan jasa
ekosistem pangan, air bersih dan kualitas udara mulai tinggi hingga sangat tinggi -
Limbah cair yang tidak diolah akan menurunkan kualitas air dan memengaruhi
produktivitas perairan (limbah industry kelapa sawit sudah memperburuk kualitas air
di beberapa kecamatan di Mateng dan Matra). Dengan kombinasi aktifitas tangkap
lebih jelas akan yang secara langsung menurunkan jasa ekosistem dalam
penyediaan bahan pangan dari laut. Program Pengembangan Industri Pariwisata -
Memperhatikan jasa ekosistem pangan, air bersih dan kualitas udara mulai tinggi
hingga sangat tinggi - Potensi dampak pada aktifitassa ekosistem dari pariwisata
bawah laut adalah pengendalian jumlah wisatawan dan pengelolaan sampah yang
memiliki risiko mencemari terumbu karang yang umumnya menjadi objek utama.
Program Pengembangan Perikanan Budidaya - Potensi risiko pada jasa ekosistem
kawasan budidaya adalah dari air buangan yang tidak terolah (bakteri pathogen dan
bahan organik sisa makanan dan/atau faeces hewan budidaya). Program
Pengembangan Perikanan Tangkap - Gangguan terhadap jasa ekosistem dari
aktifitas perikanan tangkap adalah peralatan tangkap yang bisa menggerus bagian
dasar (trawl) yang kaya benthos, serta ukuran mata jarring yang sangat kecil, dan
penggunaan bahan bius dan peledak.Program Pengembangan Kawasan Budidaya
laut, air payau dan Air Tawar - Potensi risiko pada jasa ekosistem kawasan budidaya
adalah dari air buangan yang tidak terolah (bakteri pathogen dan bahan organik sisa
makanan dan/atau faeces hewan budidaya).
Pemanfaatan Sumberdaya Alam. Kebijakan Meningkatnya kapasitas Infrastruktur
dalam menunjang perekonomian daerah, mobilitas penduduk, serta pemukiman dan
perumahan - Pemberdayaan per sektor sangat diperlukan guna memenuhi rantai
pemasok, seperti pengembangan desa-desa berbasis perkebunan dan pertanian -
Peningkatan mobilitas tenaga kerja kedalam pasar tenaga kerja. Dukungan
infrstruktur untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja. Program Pengembangan
Wilayah Perbatasan - Efisiensi pemanfaatan SDA pada wilayah perbatasan harus
memperhatikan fungsi ekosistem yang dapat mempengaruhi kerentanan wilayah di
sekitarnya. Hal ini harus diperhatikan oleh aparatur pada kedua wilayah yang saling
berbatasan.
Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan - Meminimalisir
pemanfaatan lokasi di wilayah pesisir yang memiliki kondisi-kondisi ekosistem pesisir
yang tinggi - Peningakatan mobilitas barang dan jasa.Program Pengembangan,
Pengelolaan dan Promosi Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral - Peningkatan
pemanfaatan Perikanan Darat dan laut serta pertanian harus diprioritaskan - Daerah
galian dan genangan sedapat mungkin ditekan agar tidak mengorbankan potensi
jasa ekosistem - Peningkatan investasi dan kinerja industri berbasis potensi sumber
daya local.Program pengusahaan, pembinaan dan pengawasan bidang mineral dan
batubara - Efisiensi pengelolaan SDA Mineral untuk sustainability. Program

xiii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Pengembangan Perumahan - Redistribusi infrastruktur dasar untuk penyediaan


kebutuhan papan penduduk.
Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh - Pengembangan
kawasan potensi unggulan. Program Pengembangan Pelabuhan Perikanan -
Mendukung akselerasi transaksi komoditi perikanan - Zona alur dalam perairan di
sekitar wilayah pengembangan pelabuhan perikanan tangkap (terutama Pelabuhan
Perikanan Nusantara Type A) harus disiapkan dalam satuan luas yang memadai.
Zona alur ini harus cukup jauh dari ekosisem terumbu karang, padang lamun dan
mangrove. Hal ini terutama agar produktivitas wilayah pesisir tidak mengalami
tekanan yang terlalu berat sehingga dapat menyebabkan perubahah dalam kapasitas
produksinya. Program Pembangunan permukiman dan penempatan Transmigrasi -
Pengatasan ketimpangan ekonomi antarwilayah. Program Pengembangan Kawasan
Transmigrasi - Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Program Pengembangan sentra-sentra industri potensial - Hasil pengolahan komoditi
pangan agroindustri berasal dari kawasan perikanan, pertanian dan perkebunan -
Limbah cair dari kawasan agroindustri harus diolah dengan baik dan harus ada
regulasi ketat terhadap ukuran ikan yang dapat ditangkap (untuk mencapai tingkat
kematangan gonad agar dapat bereproduksi) dan intensitas penangkapan agar stok
ikan dapat memulihkan diri - Pengembangan sentrum penyerapan tenaga kerja baru
serta pengelolaan SDA dari hulu hingga hilirisasi komoditi potensial.
Program Pengembangan Industri Pariwisata - Bukan merupakan kawasan hutan baik
hutan lindung, HP, HPT dan kawasan lindung - Kawasan industri bawah laut adalah
daerah no take zone. Pemantauan regular harus diterapkan untuk keberlanjutan
Kawasan - Pengembangan pariwisata berbasis sektor unggulan/ agrowisata.
Program Pengembangan Perikanan Budidaya - Mutlak dipertimbangkan dalam
pengembangan kawasan budidaya adalah lokasi pembuangan atau aliran limbah
dari kolam/empang budidaya. Selain itu upayakan tidak mengintroduksi spesies baru
(exotic species) - Peningkatan produktifitas produksi perikanan budidaya baik dalam
aspek keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Program
Pengembangan Perikanan Tangkap - Dengan tidak digunakannya trawl, ukuran mata
jaring yang terlalu kecil serta bahan bius dan peledak maka keberlanjutan sumber
daya ikan dapat terjaga - Memaksimalkan potensi unggulan daerah. Program
Pengembangan Kawasan Budidaya laut, air payau dan Air Tawar - Memaksimalkan
sumber pertumbuhan ekonomi potensial - Dalam program pengembangan kawasan
budidaya (laut, payau ataupun tawar) yang penting diperhatikan adalah potensi
sirkulasi air yang akan berdampak pada transport oksigen dan penumpukan limbah
organik di dasar perairan penerima limbah buangan kawasan budidaya.
Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim. Kebijakan Meningkatnya kapasitas Infrastruktur
dalam menunjang perekonomian daerah, mobilitas penduduk, serta pemukiman dan
perumahan - Pengembangan infrastruktur dalam menunjang kawasan ekonomi yang
diperuntukan pada kawasan yang memiliki jasa pengaturan iklim sangat tinggi maka

xiv
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

perlu diperhatikan khususnya pada kawasan perkebunan sawit terutama pada


Kecamatan Tobadak, Budong-Budong, Tikke Raya, Karossa, Bulu Taba, Baras,
Dapurang.
Program Pengembangan Wilayah Perbatasan - Dampak memperburuk perubahan
iklim dapat terjadi apabila pembangunan wilayah perbatasan mengganggu eksistensi
ekosistem perairan dan hutan yang berfungsi sebagai penyedia oksigen sekaligus
sebagai area penyerapan karbon. Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas
Perhubungan - Potensi bahan cemar yang dihasilkan dari kativitas pelabuhan dapat
secera langsung memperburuk dampak perubahan iklim. Program Pengembangan,
Pengelolaan dan Promosi Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral - Masyarakat
yang bertempat tinggal memiliki resiko rentang terhadap perubahan iklim khususnya
peningkatan suhu dan curah hujan yang tinggi mengakibatkan besaran dampak
terhadap produksi pangan dan perikan darat dan laut - Limbah cair dari
penambangan logam (emas, besi) berpotensi untuk meningkatkan keasaman
perairan laut dan estuaria. Hal ini akan semakin memperburuk kenaikan suhu air
muka laut.
Program Pengembangan Perumahan - Program pengembangan perumahan perlu
memperhatikan kawasan-kawasan yang memiliki jasa ekosistem pengaturan iklim
tinggi dan seminimal mungkin pengembangannya tidak dilakukan pada kawasan
tersebut agar pengembangan kawasan perumahan tidak menimbulkan peningkatan
suhu pada suatu wilayah. Program Pengembangan Pelabuhan Perikanan - Potensi
dampak pada perubahan iklim dari aktifitas pengembangan pelabuhan perikanan
relatif rendah. Peluang dampak dapat timbul dari air ballast kapal yang dapat
menigkatkan suhu muka air laut serta kandungan hidrokarbon dalam minyak yang
terdapat dalam air ballast kapal penangkap ikan.
Program Pengembangan sentra-sentra industri potensial - Sebagian besar
kabupaten dan kota berada pada wilayah yang kurang rentan dan iklim tinggi -
Limbah cair tidak teroleh akan menyebabkan menurunnya kualitas perairan (sungai
dan wilayah pesisir) yang pada akhirnya akan semakin memperburuk dampak
perubahan iklim. Program Pengembangan Industri Pariwisata - Sebagian besar
kabupaten dan kota berada pada wilayah yang kurang rentan - Dampak perubahan
iklim yang paling terasa adalah akibat peningkatan suhu muka air laut yang menjadi
penyebab utama coral bleaching. Program Pengembangan Perikanan Budidaya -
Risiko yang mungkin memperparah dampak prubahan iklim adalah penurunan pH air
laut yang disertai rendahnya oksigen terlarut (DO) akibat limbah organic yang
dihasilkan dari aktifitas budidaya intensif. Program Pengembangan Perikanan
Tangkap - Dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh nelayan saat ini adalah dari
peningkatan suhu muka air laut yang menyebabkan ikan-ikan pelagis besar
menyelam ke bagian laut yang lebih dalam. Hal ini menyebabkan semakin
berkurangnya ikan-ikan pelagis besar yang dapat ditangkap. Perlu disediakan
peralatan tangkap yang mampu menjangkau kedalaman di bawah 300 m. Program
Pengembangan Kawasan Budidaya laut, air payau dan Air Tawar - Potensi dampak

xv
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

pada perubahan iklim dapat dikatakan kecil. Potensi dampak terutama pada proses
land clearing yang mengorbankan hutan bakau atau vegetasi daratan lainnya, yang
mengakibatkan menurunnya daya serap karbon.
Keanekaragaman Hayati. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan - Dampak
terhadap keanekaragaman hayati harus menjadi pertimbangan utama dalam
pembukaan wilayah-wilayah perbatasan untuk kepentingan pengembangan
permukiman dan aktivitas-aktvitas pembangunan ekonomi lainnya. Program
Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan - Menghindari kawasan
dengan jasa ekosistem tinggi dan sangat tinggi, serta kawasan hutan lindung di
semua Kecamatan pesisir. Program Pengembangan, Pengelolaan dan Promosi
Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral - Mempengaruhi SDA genetic - Limbah
penambangan logam dan air buangan pembangkit listrik (PLTU). Program
Pengembangan Pelabuhan Perikanan - Dampak terhadap keragaman hayati hanya
akan timbul apabila lokasi pengembangan secara langsung berada atau sangat
dekat dengan ekosistem atribut wilayah pesisir (terumbu karang, padang lamun dan
mangrove). Program Pengembangan sentra-sentra industri potensial - Implementasi
program ini perlu menghindari indikasi jasa ekosistem habitat tinggi - Bila kondisi
cemar tidak dikendalikan demikian juga dengan aktifitas penangkapan yang tidak
dikendalikan dengan baik, maka dampak buruk seperti menghilangnya spesies-
spesies local akan terjadi (species shifting).
Program Pengembangan Industri Pariwisata - Khusus pengembangan wisata bahari
dengan memperhatikan ekosistem pesisir, kawasan konservasi pesisir dan pulau-
pulau kecil. Wisata darat memperhatikan kawasan suaka marga satwa dan lindung -
Apabila ekosistem terumbu karang rusak, maka dampaknya adalah pada hewan-
hewan symbiont atau yang menjadikan ekosistem terumbu karang sebagai niche.
Program Pengembangan Perikanan Budidaya - Potensi penyebab utama
menurunnya kehati adalah pembukaan lahan budidaya baru yang umumnya
berasosiasi dengan hutan bakau (mangrove). Penggunaan pestisida juga akan
menyebabkan dampak tersendiri bagi organisme renik di sekitar lokasi buangan air
limbah (out let). Program Pengembangan Perikanan Tangkap - Keanekaragaman
hayati mulai terganggu akibat alat tangkap tidak ramah lingkungan (trawl dan
sejenisnya) dan penggunaan bahan bius dan peledak yang membunuh seluruh
organisme, termasuk nontarget penangkapan demikian juga dengan masalah ukuran
mata jarring. Program Pengembangan Kawasan Budidaya laut, air payau dan Air
Tawar - Keanekaragaman hayati dapat terpengaruh (terkena dampak) dalam konteks
penumpukan limbah berkepanjangan yang menyebabkan kondisi hipoksia atau
bahkan anoksia (tanpa oksigen). Daerah hipoksia umumnya sdh sangat rendah
kehati-nya, lebih-lebih pada kondisi anoksia.

6. Perumusan Alternatif

Kajian Alternatif dari Kebijakan dan Program yang Berdampak/Risiko Terhadap


Lingkungan Hidup adalah sebagai berikut.
xvi
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kebijakan Meningkatnya kapasitas Infrastruktur dalam menunjang perekonomian


daerah, mobilitas penduduk, serta pemukiman dan perumahan - Luas kawasan
perkebunan sawit perlu di revisi ulang, terdapat beberapa penggunaan lahan yang
berkontribusi tinggi sebagai jasa pangan dan jasa pengaturan iklim dan air, maka
terlebih dahulu perlu memperhatikan dan mengurangi Peningkatan luasan kawasan
perkebunan sawit pada wilayah yang di rencanakan. Adapun wilyah tersebut
diantaranya: Kec. Baras (2.768,14 ha), Kec. Budong-budong (9.124,85 ha), Kec.
Bulu Taba (1.105,19 ha), Kec. Dapurang (6.820,42 ha), Kec. Duripoku (1.959,31 ha),
Kec. Karossa (7.906,84 ha), Kec. Lariang (976,55 ha), Kec. Pangale (506,68 ha),
Kec. Sarudu (3.126,16 ha), Kec. Tikke raya (1.700,26 ha), Kec. Tobadak (8.002,32
ha), Kec. Tommo (900,19 ha), Kec. Topoyo (111,83 ha) Total Keseluruhan 45.008,75
ha - Penyerasian kelembagaan pengelolaan ekosistem dan tataruang perlu diperkuat
pada jenjang yang lebih tinggi karena jasa ekosistem dan sumber daya yang ada
dalam ekosistem yang bersifat lintas batas, untuk itu perlu merumuskan kebijakan
dan aturan tentang Pencadangan Kawasan perkebunan sawit yang
mempertimbangkan jasa ekosistem khususnya pangan dan pengaturan iklim dan air.
Program Pengembangan Wilayah Perbatasan - Terdapat 3 wilayah yang perlu
memperoleh pengembangan wilayah perbatasan di Sulbar yakni Kab. Mamasa (Kec.
Tabang) dan Tana Toraja (Kec. Pana)–Sulsel (Kab. Lutra), Kab. Polman (Kec.
Binuang) dan Sulsel (Kab. Pinrang) dan Kab. Pasangkayu (Kec. Sarjo)-Sulteng (Kab.
Donggala) - Dalam usaha-usaha pengembangan wilayah perbatasan, alternatif
lokasi dengan tingkat keragaman hayati dengan ekosistem utuh sebaiknya dihindari.
Apabila program pengembangan wilayah memiliki ketregantungan pada sumber
daya air, maka hal ini bukan menjadi alasan untuk mengorbankan wilayah dengan
tingkat keutuhan ekosistem dan keragaman hayati yang tinggi.
Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan - Tidak
mengembangkan infrastruktur pelabuhan dalam kawasan konservasi laut dan/atau
hutan lindung di Kecamatan pesisir (disesuaikan dengan RZWP Sulbar) - Kab.
Mamasa dan Kab. Mamuju Tengah merupakan daerah yang potensial menopang
percepatan perekonomian Sulbar. Namun, kedua peran kedua daerah tersebut
masih tergolong minim dalam menyumbang besaran kue ekonomi di Sulbar,
khususnya sumbangsih kedua daerah tersebut terhadap PDRB Sulbar dalam 5 tahun
terakhir (2010-2014) yang begitu rendah yakni masing-masing (6,52%) & (6,98 %).
Dengan kata lain, kedua wilayah ini memerlukan pembangunan infrastruktur fasilitas
dan prasarana untuk mencapai perecepatan pembangunan tersebut. Daerah yang
dimaksud adalah Kab. Mamasa (Kec. Tawalian: 4.240 Ha, Kec. Balla Kec.
Rantebulahan Timur: 2.999 Ha). Sedangkan Kab.Mamuju Tengah (Kec.Pangale: 254
Ha, Kec.Budong-budong: 10.486 Ha).
Program Pengembangan, Pengelolaan dan Promosi Potensi Energi dan Sumber
Daya Mineral - Perumusan blok migas perlu mempertimbangkan kawasan mangrove
dan jasa ekosistem, utamanya pangan dan jasa penyediaan air bersih, adapun
wilayah yang dimaksud berdasarkan Fungsi Kawasan sebagai berikut: 1). Kawasan

xvii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Hutan Lindung Kec. Kalukku (34,88 ha), Kec. Papalang (88,92 ha), Kec. Sapanga
(35,5 ha), Kec. Karossa (61,1 ha), Kec. Pangale (122 ha), Kec. Baras (48,1 ha), Kec.
Lariang (34,5 ha), Kec. Pasangkayu (54,6 ha), Kec. Pedonga (14,8 ha), Kec. Tikke
Raya (152,75 ha). 2). Kawasan Hutan Produksi Konversi Kec. Tikke Raya (52,7 ha),
Kec. Pedonga (19,9 ha). 3). Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kec. Karossa (9,13
ha), Kec. Topoyo (18,6 ha). 4). Kawasan Perikanan Kec. Bambalomotu (1,38 ha),
Kec. Dapurang (38 ha), Kec. Lariang (34,7 ha), Kec. Pasangkayu (45,58 ha). 5).
Wilayah Perairan Kec. Sapanga (26,7 ha), Kec. Pangale (33,25 ha), Kec. Baras (4,8
ha), Mewujudkan pendefinisian batas-batas Blok Migas dengan ketentuan batasan
akses wilyah daratan yang dipersyaratkan sesuai dengan pertimbangan jasa
ekosistem dan D3TLH - Karena penambangan logam dan pembangunan pembangkit
listrik akan membutuhkan lahan, maka harus benar-benar diperhatikan lokasi dengan
potensi Kehati dan Jasa ekosistem tinggi.
Program pengusahaan, pembinaan dan pengawasan bidang mineral dan batubara -
Berdasarkan data progres implementasi 5 sasaran rencana aksi koordinasi dan
supervisi mineral dan batubara terdapat permasalahan yaitu 1). Sebagian besar
perizinan komoditas batuan langsung IUP Operasi Produksi, tidak melalui WIUP &
IUP Eksplorasi sehingga tidak ada Biaya Pencadangan Wilayah dan Jaminan
Kesungguhan. 2). Masih ada pemegang IUP komoditas Mineral dan Batubara belum
melaksanakan kewajiban -kewajibannya. 3) Kurangnya pemahaman Teknis Aparat
Kabupaten terhadap rencana aksi Kordinasi dan supervisi akibat perubahan UU
terkait kewenangan. Dari permasalahan tersebut maka pemerintah provinsi ataupun
kabupaten perlu mengutamakan peningkatan kapasitas pengawas agar terciptanya
pemantauan yang berkeadilan dan bertanggung jawab - Sebagian besar pemegang
IUP kurang mengetahui metode pelaporan produksi sesuai dengan format laporan
yang baku maka dari itu Pemerintah provinsi perlu melakukan pembinaan dan
bimbingan teknis kepada pemegang IUP kiranya pemantauan/pemeriksaan dapat
berjalan dengan baik dan berkelanjutan.
Program Pengembangan Perumahan - Ada beberapa wilayah yang belum begitu
padat untuk pemukiman yakni Kab. Pasangkayu: Kec. Dapurang (86,66 Ha), Kec.
Bambaira (139), Kec. Sarjo (149), Kec. Tikke Raya (155), Kab. Mamuju: Tengah
yakni Kec. Pangale, (36,23 Ha), Kec. Budong-Budong 94,88 Ha. Kab. Majene:
Kec.Tuno Sendana 62, 54 Ha, Kec. 89, 52 Ha dan Kec. Malunda 86, 39 Ha. Daerah
tersebut cukup baik untuk dijadikan sebagai wilayah pengembangan pemukiman,
sehingga dapat menjadi tempat alternatif transmigrasi. KRP Program
Pengembangan Pelabuhan Perikanan - Keberadaan ekosistem atribut wilayah
pesisir jelas menjadikan bukan lokasi untuk pembangunan Pelabuhan Perikanan.
Program Pembangunan permukiman dan penempatan Transmigrasi - Terdapat
daerah potensial yang dapat menjadi objek pembangunan pemukiman, yakni wilayah
yang belum begitu padat pemukiman antara lain Kab. Pasangkayu: Kec. Dapurang
(86,66 Ha), Kec. Bambaira (139), Kec. Sarjo (149), Kec. Tikke Raya (155), Kab.
Mamuju: Tengah yakni Kec. Pangale, (36,23 Ha), Kec. Budong-Budong 94,88 Ha.

xviii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kab. Majene: Kec. Tuno Sendana 62, 54 Ha, Kec. 89, 52 Ha dan Kec. Malunda
86,39 Ha. Daerah tersebut dapat menjadi prioritas pengembangan pemukiman,
sehingga dapat menjadi tempat alternative daerah transmigrasi. KRP Program
Pengembangan Kawasan Transmigrasi - Ada beberapa wilayah yang belum begitu
padat untuk pemukiman yakni Kab. Pasangkayu: Kec. Dapurang (86,66 Ha), Kec.
Bambaira (139), Kec. Sarjo (149), Kec. Tikke Raya (155), Kab.Mamuju: Tengah yakni
Kec.Pangale, (36,23 Ha), Kec. Budong-Budong 94,88 Ha. Kab. Majene: Kec.Tuno
Sendana 62, 54 Ha, Kec. 89, 52 Ha & Kec. Malunda 86, 39 Ha. Daerah tersebut
cukup baik untuk dijadikan sebagai wilayah pengembangan pemukiman, sehingga
dapat menjadi tempat alternatif transmigrasi. Program Pengembangan sentra-sentra
industri potensial - Limbah kawasan agroindustry sekala besar dan industry
pengolahan hasil perikanan harus diolah dengan melengkapi industry-industri
dengan instalasi pengolahan limbah yang baik.
Program Pengembangan Industri Pariwisata - Daya Tarik sebagai destinasi
pariwisata laut adalah tingginya keanekaragaman hayati ekosistem pesisir (lamun,
terumbu karang dan mangrove). Harus ada aturan tegas tentang jumlah wisatawan
maksimum dan harus ada musim tutup kawasan untuk dapat memulihkan diri
(recovery time). Program Pengembangan Perikanan Budidaya - Ada 2 teknologi
budidaya yang dapat diterapkan: semi intensif atau supra intensif dengan system
pengolahan air limbah yang baik. Program Pengembangan Perikanan Tangkap -
Zona tangkap sebaiknya pada wilayah laut dengan kedalaman di atas 150 m.
Program Pengembangan Kawasan Budidaya laut, air payau dan Air Tawar -
Pengembangan kawasan budidaya (site selection) harus mempertimbangkan kondisi
awal lokasi pengembangan. Tidak mengorbankan eksisting ekosistem pada tingkat
parah.

7. Rekomendasi Perbaikan

Kajian Rekomendasi dari Kebijakan dan Program yang Berdampak/Risiko Terhadap


Lingkungan Hidup sebagaimana berikut di bawah ini memperlihatkan perkiraan
mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup terkait dengan kebijakan dan program
yang berdampak terhadap lingkungan hidup. Hasil dari alternative dan rekomendasi
ini kemudian dilakukan konsultasi publik kedua.
Kebijakan Meningkatnya kapasitas Infrastruktur dalam menunjang perekonomian
daerah, mobilitas penduduk, serta pemukiman dan perumahan - Otoritas kawasan
perkebunan sawit perlu diperhatikan oleh dinas instansi terkait dengan mengurangi
luas kawasan yang di peruntukkan, berdasarkan hasil analisis spasial Penutupan
lahan yang masuk sebagai kawasan perkebunan sawit diantaranya: Belukar, Belukar
Rawa, Pertanian Lahan Kering, Hutan Sekunder, Hutan mangrove, Hutan Rawa
Sekunder, sawah, tambak, savana dan sebagian dibantaran sungai, penutupan
lahan ini memiliki jasa ekosistem pangan, pengaturan iklim dan air bersih Sangat
Tinggi. Adapun wilayah yang menjadi kawasan peruntukan perkebunan sawit dengan
luas masing-masing yaitu: Kec. Baras (2.768,14 ha), Kec. Budong-budong (9.124,85
xix
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

ha), Kec. Bulu Taba (1.105,19 ha), Kec. Dapurang (6.820,42 ha), Kec. Duripoku
(1.959,31 ha), Kec. Karossa (7.906,84 ha), Kec. Lariang (976,55 ha), Kec. Pangale
(506,68 ha), Kec. Sarudu (3.126,16 ha), Kec. Tikke raya (1.700,26 ha), Kec. Tobadak
(8.002,32 ha), Kec. Tommo (900,19 ha), Kec. Topoyo (111,83 ha) Total Keseluruhan
45.008,75 ha - Pembangunan infrastruktur sebaiknya diarahkan ke wilayah-wilayah
yang minim infrstruktur. Sebagai tambahan, Kab. Polman dan Pasangkayu
merupakan daerah yang telah memiliki infrastruktur yang cukup memadai
dibandingkan dengan daerah lainnya. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur
perlu diprioritaskan di kabupaten lainnya, Pengembangan infrastruktur juga perlu
memperhatikan wilayah-wilayah yang memiliki daya dukung pangan dan air tinggi,
dimana kecamatan-kecamatan yang memiliki luasan cukup tinggi seperti yang
disajikan pada kajian daya dukung dan daya tampung perlu dipertimbangkan ketika
akan dimanfaatkan karena akan menurunkan daya dukung wilayah. Rencana-
rencana jalan yang melintasi kawasan dengan tingkat bencana tinggi dan berada
pada status kawasan hutan lindung perlu dipindahkan lokasinya, pemindahan lokasi
rencana perlu ditindaklanjuti pada kajian spasial perencanaan tata ruang.
Program Pengembangan Wilayah Perbatasan - Ada 3 wilayah yang dapat menjadi
rekomendasi pengembangan wilayah perbatasan di Sulbar yakni Kab.Mamasa dan
Kab. Pasangkayu serta Kab. Polman. Ketiga wilayah tersebut menjadi pintu gerbang
penguatan daerah tertinggal dan aksesibilitas Sulbar dengan provinsi tetangga.
Utamanya, dalam memperbaiki akses pendidikan di kawasan pinggiran -
Mempersiapkan paket-paket teknologi yang sesuai dan ramah lingkungan dalam
program-program pengembangan wilayah perbatasan yang wajib diawasi secara
ketat oleh para pemangki kepentingan di wilayah-wilayah yang saling berbatasan.
Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan - Perwujudan
pembangunan infrastruktur transportasi laut harus memperhatikan kondisi ekosistem
pesisir pada wilayah-wilayah yang dapat dikembangkan. Dimana untuk
pembangunan infrastruktur transportasi laut berdasarkan RZWP3K secara spasial
diakomodir di Kecamatan Binuang, Balanipa, Tinambung (Kabupaten Polewali
Mandar); Kecamatan Banggae, Pamboang, Sendana, Malunda (Kabupaten Majene);
Kecamatan Mamuju, Kecamatan Kalukku, Kecamatan Sampaga (Kabupaten
Mamuju); Kecamatan Pangale, Budong-Budong (Kabupaten Mamuju Tengah);
Kecamatan Sarudu, Pasangkayu (Kabupaten Pasangkayu), sehingga jika
pengembangan tidak berdasarkan arahan dalam RZWP3K akan mempengaruhi
zona peruntukan lainnya dimana hampir seluru wilayah perairan di Provinsi Sulawesi
Barat diperuntukann untuk zona penangkapan ikan pelagis dan terdapat beberapa
wilayah yang merupakan zona inti kawasan konservasi pesisir dan perairan (KKP)
seperti di pesisir Kecamatan Binuang, Campalagian (Kabupaten Polewali Mandar);
Kecamatan Sendana (Kabupaten Majene); Kecamatan Daapurang (Kabupaten
Pasangkayu) - Untuk mendorong pembangunan infrastruktur yang lebih efektif dan
tepat sasaran, sebaiknya arah pengembanganya diarahkan ke daerah yang
ketersediaan infrastrkturnya lebih rendah, tentunya daerah tersebut sebaiknya
dikembangkan diluar Kab. Polman dan Pasangkayu, sebab wilayah tersebut
dianggap telah memiliki infrastruktur yang relatif memadai dibandingkan dengan
daerah lainnya.

xx
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Program Pengembangan, Pengelolaan dan Promosi Potensi Energi dan Sumber


Daya Mineral - Kegiatan eksplorasi dan pengelolaan potensi Energi pada wilayah
yang dilakukan perlu melakukan kajian rona awal untuk mengetahui besarnya resiko
yang akan di timbulkan. Wilayah yang termasuk ialah: Kecamatan Malunda,
Pamboang, Banggae, Balanipa, Campalagian, Kalukku, Papalang, Pangale,
Budong-Budong, Sapanga, Pangale, Baras, Lariang, Pasangkayu, Pedongga,
Karossa, Tikke Raya, Bambalamotu - Pendayagunaan sumber daya alam dan
teknologi tinggi khususnya Blok Migas dapat mempengaruhi daya dukung hasil
pangan, jasa ekosistem penyediaan air bersih dan Sumber Daya Genetik,
merupakan landasan hayati yang langsung atau tidak langsung menopang
kesejahteraan manusia di wilayah pesisir Pantai Provinsi Sulawesi Barat. Adapun
Wilayah blok Migas pada pesisir pantai Provinsi Sulawesi barat yaitu: Kec. Kalukku,
Kec. Papalang, Kec. Sapanga, Kec. Karossa, Kec. Pangale, Kec. Baras Kec. Lariang,
Kec. Pasangkayu, Kec. Pedonga, Kec. Tikke Raya, Kec. Topoyo, Kec.
Bambalomotu, Kec. Dapurang - Implementasi kegiatan ini harus didahului dengan
Kajian Lingkungan dan/atau AMDAL yang baik. Program pengusahaan, pembinaan
dan pengawasan bidang mineral dan batubara - Melakukan Pengawasan secara
massif meliputi administarasi/tata laksana; operasional; kompetensi aparatur; dan
pelaksanaan program pengelolaan usaha pertambangan.
Program Pengembangan Perumahan - Daerah yang justru tidak dianjurkan untuk
pengembangan wilayah pemukiman baru adalah mayoritas berada di Kab. Polewali
Mandar dan Kab. Mamuju sebab wilayah tersebut sudah cukup padat pemukiman.
Sedangkan Kab. Mamasa, meskipun masih banyak wilayah yang minim pemukim,
namun infrastruktur daerah tersebut masih belum memadai sehingga kurang baik
untuk pemukiman. Program Pengembangan Pelabuhan Perikanan - Mencari lokasi
pengembangan lain dengan tingkat keragaman ekosistem atribut wilayah pesisir
yang relative rendah dan mengikuti arahan pengembangan pelabuhan perikanan
yang telah ditetapkan didalam RZWP3K yakni di Kecamatan Polewali, Banggae,
Mamuju, Kalukku dan Pasangkayu.
Program Pembangunan permukiman dan penempatan Transmigrasi - Untuk
mencapai misi pemerataan pembangunan dan mempersempit ketimpangan antar
wilayah, sebaiknya arah pengembangan pemukiman diarahkan ke daerah yang tidak
padat pemukim, dan menghindari daerah padat pemukim yakni Kab. Polewali
Mandar dan Kab. Mamuju. Pengembangan infrastruktur juga perlu memperhatikan
wilayah-wilayah yang memiliki daya dukung pangan dan air tinggi, dimana
kecamatan-kecamatan yang memiliki luasan cukup tinggi seperti yang disajikan pada
kajian daya dukung dan daya tampung perlu dipertimbangkan ketika akan
dimanfaatkan karena akan menurunkan daya dukung wilayah.
Program Pengembangan Kawasan Transmigrasi - Untuk menghindari mis-alokasi
pengembangan kawasan transmigrasi dan inefektifitas pembangunan transmigrasi,
sebaiknya program tersebut dialokasikan ke daerah yang tidak padat pemukim
seperti Kab. Polewali Mandar dan Kabupaten Mamuju. Pengembangan infrastruktur
juga perlu memperhatikan wilayah-wilayah yang memiliki daya dukung pangan dan

xxi
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

air tinggi, dimana kecamatan-kecamatan yang memiliki luasan cukup tinggi seperti
yang disajikan pada kajian daya dukung dan daya tampung perlu dipertimbangkan
ketika akan dimanfaatkan karena akan menurunkan daya dukung wilayah.
Program Pengembangan sentra-sentra industri potensial - Pengembangan komoditi
pangan khusus perikanan, pertanian, perkebunan misalnya industri skala menengah,
skala rumah tangga - Pengembangan Kawasan agroidustri sekala besar dan industry
pengolahan hasil perikanan harus memprhatikan ekosistem-ekosistem periaran yang
akan menjadi lokasi pembuangan air limbah yang dihasilkan.
Program Pengembangan Industri Pariwisata - Pengembangan industri pariwisata
dengan pelibatan masyarakat sekitar kawasan secara berkelanjutan. Implementasi
dapat difokuskan pada Kec. Sarudu, dan Tinambung - Harus mengikuti arahan
RZWP dan Good Management Practice kawsan wisata bahari, dimana untuk
pengembangan wisata bahari dapat diarahakan pada zona wisata bentang alam laut
dan zona wisata alam bawah laut. Alokasi ruang untuk wisata alam bawah laut
terdapat di perairan kecamatan Binuang, Kepulauan Bala-Balakang, Mamuju (Pulau
Karampuang); Alokasi ruang untuk wisata alam bentang laut terdapat di perairan
Kecamatan Tammeroddo, Tubu, Banggae Timur, Banggae, Simboro, Kalukku,
Lariang, Tikke Raya, dan Mamuju; dan alokasi ruang untuk wisata alam pantai
terdapat di perairan Kecamatan Binuang Campalagian, Matakali, Mapilli, Balanipa,
Banggae Timur, Pamboang, Sendana, Tapalang Barat, Kepulauan Bala-Balakang,
Pangale, Budong-Budong, Topoyo, Sarudu, Baras, Pedongga, Pasangkayu, dan
Bambaira. Alokasi ruang untuk wisata kuliner terdapat di Kecamatan Sendana.
Program Pengembangan Perikanan Budidaya - Menghindari pembukaan lahan baru
(ekstensifikasi) di kawasan mangrove sebagai upaya preventif terhadap
kemungkinan terganggunya keanekaragaman hayati yang dikandung oleh
mangrove. Sebaiknya pengembangan perikanan budidaya mengikuti arahan zonasi
budidaya perikanan yang telah ditetapkan didalam RTRW dan RZWP3K. Dimana
didalam pola ruang RTRW diatur kawasan perikanan dan tambak yang meliputi
Kecamatan Bambaira, Bambalamotu, Baras, Dapurang, Karossa, Lariang,
Pasangkayu, Sarjo, Sarudu, Banggae Timur, Binuang, Campalagian, Kalukku,
Mamuju, Mapilli, Pamboang, Pangale, Papalang, Pedongga, Polewali, Sampaga,
Tikke Raya, Tinambung dan Wonomulyo. Dan untuk perikanan budidaya laut yang
diatur dalam RZWP3K meliputi Bambalamotu, Binuang, Budong-Budong, Kaluku,
Karossa, Mamuju, Pamboang, Pulau Karampuang, Polewali, Sarjo, Bambaira,
Sarudu, Baras, Ulumanda, Malunda dan Tapalang.
Program Pengembangan Perikanan Tangkap - Trawl dapat diberikan izin untuk
kapal-kapal bertonase di atas 15 GT pada kedalaman di atas 300 m. Ukuran mata
jarring sebaiknya diberlakukan untuk penangkapan ikan di laut dangkal (littoral zone),
dengan ukuran minimal 9 cm.
Program Pengembangan Kawasan Budidaya laut, air payau dan Air Tawar -
Pemilihan kawasan budidaya (laut, payau atau tawar) harus memperhatikan faktor-

xxii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

faktor: kecepatan arus, gelombang, jenis substrat sedimen, kelandaian lahan dan
sumber air bersih sebagai bahan baku kegiatan budadaya. Sebaiknya
pengembangan perikanan budidaya mengikuti arahan zonasi budidaya perikanan
yang telah ditetapkan didalam RTRW dan RZWP3K. Dimana didalam pola ruang
RTRW diatur kawasan perikanan dan tambak yang meliputi Kecamatan Bambaira,
Bambalamotu, Baras, Dapurang, Karossa, Lariang, Pasangkayu, Sarjo, Sarudu,
Banggae Timur, Binuang, Campalagian, Kalukku, Mamuju, Mapilli, Pamboang,
Pangale, Papalang, Pedongga, Polewali, Sampaga, Tikke Raya, Tinambung dan
Wonomulyo. Dan untuk perikanan budidaya laut yang diatur dalam RZWP3K meliputi
Bambalamotu, Binuang, Budong-Budong, Kaluku, Karossa, Mamuju, Pamboang,
Pulau Karampuang, Polewali, Sarjo, Bambaira, Sarudu, Baras, Ulumanda, Malunda
dan Tapalang.

8. Integrasi Rekomendasi

Integrasi muatan rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis dilakukan untuk


menyatukan atau mengharmonisasikan proses pembangunan suatu wilayah
dan/atau Kebijakan dan Program. Paparan berikut memperlihatkan integrasi muatan
rekomendasi dalam Kebijakan dan Program.
Rekomendasi Pengembangan pendidikan, mestinya diarahkan ke sentrum wilayah
pendidikan itu sendiri yakni Kab. Majene. Meskipun, hal ini tidak menjustifikasi
kemungkinan pengembangan pendidikan di daerah lain yang membutuhkan di
Sulbar.Untuk pelayanan kesehatan, sebaiknya diarahkan ke Kab.Polman - Sudah
termuat di dalam Kebijakan dan Program namun dalam penentuan lokasinya akan
ditindaklanjuti ke dalam Renstra OPD terkait. Demikian halnya Regionalisasi
pelayanan kesehatan telah direncanakan ke dalam 2 (dua) Region yaitu Bagian
Selatan berpusat di Kab. Polman dan Bagian Utara berpusat di Kab. Mamuju.
Rekomendasi Kab. Polman dan Pasangkayu sudah memiliki infrastruktur yang relatif
memadai dibandingkan dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, pembangunan
infrastruktur perlu diprioritaskan di kabupaten lainnya. Pembangunan infrastruktur
penghubung antar kabupaten perlu lebih ditingkatkan - Pembangunan infrastruktur
penghubung antar kabupaten merupakan salah satu Indikator Kinerja Utama di
dalam KRP. Prioritas pembangunan infrastruktur akan ditindaklanjuti ke dalam
Renstra OPD dengan memperhatikan kewenangan Pemerintah Provinsi
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Rekomendasi Otoritas kawasan perkebunan sawit perlu diperhatikan oleh dinas
instansi terkait dengan mengurangi luas kawasan yang di peruntukkan - Akan dikaji
lebih lanjut oleh OPD terkait serta akan dimasukkan pada saat Revisi RPJMD.
Rekomendasi Pembangunan infrastruktur sebaiknya diarahkan ke wilayah-wilayah
yang minim infrstruktur. Sebagai tambahan, Kab. Polman dan Pasangkayu
merupakan daerah yang telah memiliki infrastruktur yang cukup memadai
dibandingkan dengan daerah lainnya. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur
perlu diprioritaskan di kabupaten lainnya - Sudah termuat di dalam Kebijakan dan

xxiii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Program, prioritas pembangunan infrastruktur akan ditindaklanjuti ke dalam Renstra


OPD dengan memperhatikan kewenangan Pemerintah Provinsi berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Rekomendasi Ada 3 wilayah yang dapat menjadi rekomendasi pengembangan
wilayah perbatasan di Sulbar yakni Kab.Mamasa dan Kab.Pasangkayu serta Kab.
Polman. Ketiga wilayah tersebut menjadi pintu gerbang penguatan daerah tertinggal
dan aksesibilitas Sulbar dengan provinsi tetangga. Utamanya, dalam memperbaiki
akses pendidikan di kawasan pinggiran - Sudah termuat di dalam Kebijakan dan
Program, pembangunan mendukung akses pendidikan akan ditindaklanjuti ke dalam
Renstra OPD terkait dengan memperhatikan kewenangan Pemerintah Provinsi
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Rekomendasi Mempersiapkan paket-paket teknologi yang sesuai dan ramah
lingkungan dalam program-program pengembangan wilayah perbatasan yang wajib
diawasi secara ketat oleh para pemangki kepentingan di wilayah-wilayah yang saling
berbatasan - Akan ditambahkan kedalam Kebijakan dan Program saat revisi RPJMD.
Rekomendasi Perwujudan pembangunan infrastruktur transportasi laut harus
memperhatikan kondisi ekosistem pesisir pada wilayah-wilayah yang dapat
dikembangkan - Akan ditindaklanjuti berupa penyusunan Dokumen Lingkungan
sebelum pelaksanaan pembangunan transportasi laut.
Rekomendasi Untuk mendorong pembangunan infrastruktur yang lebih efektif dan
tepat sasaran, sebaiknya arah pengembanganya diarahkan ke daerah yang
ketersediaan infrastrkturnya lebih rendah, tentunya daerah tersebut sebaiknya
dikembangkan diluar Kab. Polman dan Pasangkayu, sebab wilayah tersebut
dianggap telah memiliki infrastruktur yang relatif memadai dibandingkan dengan
daerah lainnya - Sudah termuat di dalam Kebijakan dan Program, prioritas
pembangunan infrastruktur akan ditindaklanjuti ke dalam Renstra OPD terkait
dengan memperhatikan kewenangan Pemerintah Provinsi berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan memperhatikan kualitas dan kuantitas infrastruktur di
masing-masing kabupaten.
Rekomendasi Kegiatan eksplorasi dan pengelolaan potensi Energi pada wilayah
yang dilakukan perlu melakukan kajian rona awal untuk mengetahui besarnya resiko
yang akan di timbulkan. Wilayah yang termasuk ialah: Kecamatan Malunda,
Pamboang, Banggae, Balanipa, Campalagian, Kalukku, Papalang, Pangale,
Budong-Budong, Sapanga, Pangale, Baras, Lariang, Pasangkayu, Pedongga,
Karossa, Tikke Raya, Bambalamotu - Akan ditindaklanjuti berupa penyusunan
Dokumen Lingkungan sebelum melakukan explorasi dan pengelolaan potensi energi
utamanya pada kecamatan yang dimaksud.
Rekomendasi Implementasi kegiatan ini harus didahului dengan Kajian Lingkungan
dan/atau AMDAL yang baik - Akan ditindaklanjuti berupa penyusunan Dokumen
Lingkungan sebelum melakukan explorasi dan pengelolaan potensi energi utamanya
pada kecamatan yang dimaksud.
xxiv
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Rekomendasi Melakukan Pengawasan secara massif meliputi administarasi/tata


laksana; operasional; kompetensi aparatur; dan pelaksanaan program pengelolaan
usaha pertambangan - Akan ditindaklanjuti melalui Renstra OPD terkait.
Rekomendasi Daerah yang justru tidak dianjurkan untuk pengembangan wilayah
pemukiman baru adalah mayoritas berada di Kab. Polewali Mandar dan Kab. Mamuju
sebab wilayah tersebut sudah cukup padat pemukiman. Sedangkan Kab. Mamasa,
meskipun masih banyak wilayah yang minim pemukim, namun infrastruktur daerah
tersebut masih belum memadai sehingga kurang baik untuk pemukiman - Akan
ditindaklanjuti melalui Renstra OPD terkait dengan memprioritaskan pengembangan
pemukiman pada kabupaten lain diluar kabupaten yang dimaksud.
Rekomendasi Mencari lokasi pengembangan lain dengan tingkat keragaman
ekosistem atribut wilayah pesisir yang relative rendah - Akan dikaji dalam Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP)
Provinsi Sulawesi Barat yang dalam tahap penyusunan.
Rekomendasi Untuk mencapai misi pemerataan pembangunan dan mempersempit
ketimpangan antar wilayah, sebaiknya arah pengembangan pemukiman diarahkan
ke daerah yang tidak padat pemukim, dan menghindari daerah padat pemukim yakni
Kab.Polewali Mandar dan Kab. Mamuju - Akan ditindaklanjuti melalui Renstra OPD
terkait dengan memperhatikan Angka Backlog dan Kondisi Perumahan di masing-
masing Kabupaten.
Rekomendasi Untuk menghindari mis-alokasi pengembangan kawasan transmigrasi
dan inefektifitas pembangunan transmigrasi, sebaiknya program tersebut
dialokasikan ke daerah yang tidak padat pemukim seperti Kab.Polewali Mandardan
Kabupaten Mamuju - Akan ditindaklanjuti melalui Renstra OPD terkait dengan
memperhatikan ketersediaan dan kesesuaian lahan.
Rekomendasi Pengembangan komoditi pangan khusus perikanan, pertanian,
perkebunan misalnya industri skala menengah, skala rumah tangga - Sudah termuat
di dalam Kebijakan dan Program dan akan lebih dijabarkan di dalam Renstra OPD.
Rekomendasi Pengembangan Kawasan agroidustri sekala besar dan industry
pengolahan hasil perikanan harus memprhatikan ekosistem-ekosistem periaran yang
akan menjadi lokasi pembuangan air limbah yang dihasilkan - Akan ditindaklanjuti
berupa penyusunan Dokumen Lingkungan sebelum pengembangan kawasan
industri tersebut.
Rekomendasi Pengembangan industri pariwisata dengan pelibatan masyarakat
sekitar kawasan secara berkelanjutan. Implementasi dapat difokuskan pada Kec.
Sarudu, dan Tinambung - Sudah termuat di dalam Kebijakan dan Program dan akan
lebih dijabarkan di dalam Renstra OPD.
Rekomendasi Harus mengikuti arahan RZWP dan Good Management Practice
kawsan wisata bahari - Sudah termuat di dalam Kebijakan dan Program dan akan
lebih dijabarkan di dalam Renstra OPD.

xxv
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Rekomendasi Menghindari pembukaan lahan baru (ekstensifikasi) di kawasan


mangrove sebagai upaya preventif terhadap kemungkinan terganggunya
keanekaragaman hayati yang dikandung oleh mangrove - Sudah termuat di dalam
Kebijakan dan Program dan akan lebih dijabarkan di dalam Renstra OPD.
Rekomendasi Trawl dapat diberikan izin untuk kapal-kapal bertonase di atas 15 GT
pada kedalaman di atas 300 m. Ukuran mata jarring sebaiknya diberlakukan untuk
penangkapan ikan di laut dangkal (littoral zone), dengan ukuran minimal 9 cm - Akan
ditindaklanjuti oleh OPD terkait.
Rekomendasi Pemilihan kawasan budidaya (laut, payau atau tawar) harus
memperhatikan faktor-faktor: kecepatan arus, gelombang, jenis substrat sedimen,
kelandaian lahan dan sumber air bersih sebagai bahan baku kegiatan budidaya -
Akan Ditindaklanjuti oleh OPD terkait dengan memperhatikan RZWP3K Provinsi
Sulawesi Barat.

xxvi
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan perkenan-Nya,
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat telah selesai menyusun dokumen Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD). KLHS disusun dalam rangka melaksanakan Undang-
Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang mengamanatkan pemerintah daerah membuat Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) dengan tujuan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP) yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.
Proses penyusunan KLHS ini, menggunakan tahapan pelaksanaan yang telah
diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Pelaksanaan KLHS melalui
beberapa tahapan yang meliputi identifikasi isu pembangunan berkelanjutan,
pengkajian muatan KRP yang berdampak risiko lingkungan hidup, penyusunan
alternatif dan rekomendasi serta tahap penjaminan kualitas. Disamping itu
penyusunan KLHS yang bersifat partisipatif juga mendukung pengembangan
kapasitas para perencana pembangunan di Provinsi Sulawesi Barat dan para pihak
yang terkait.
Kajian lingkungan hidup strategis adalah untuk mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan, rencana dan program. Posisi KLHS
berada pada relung pengambilan keputusan dan manfaatnya bersifat khusus bagi
rencana tata ruang. KLHS dapat memperkaya proses penyusunan dan evaluasi
keputusan, serta dapat pula sebagai alternatif dan rekomendasi kebijakan sehingga
menjamin terwujudnya pembangunan berkelanjutan daerah yang berdasarkan pada
prinsip keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat dalam kesempatan ini
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh tim yang terlibat
khususnya kepada tim Kelompok Kerja (POKJA) dan tim narasumber dari Center of
Excellences-Smart Land Use Management (CoE-SALUT) Universitas Hasanuddin
atas fasilitasi dan kerjasamanya dalam proses penyusunan dokumen KLHS RPJMD
ini. Akhirnya, Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat menyadari bahwa
dokumen KLHS yang ada saat ini masih membuka ruang masukan dan saran yang
positif bagi berbagai pihak untuk implementasi kebijakan, rencana dan/atau program
yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi
Sulawesi Barat dengan mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan.
Mamuju, Januari 2018

Ketua Tim Pokja KLHS

xxvii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF ii
KATA PENGANTAR xxvii
DAFTAR ISI xxviii
DAFTAR TABEL xxxvii
DAFTAR GAMBAR xxvii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Dasar Hukum dan Kebijakan ................................................................ 5
1.3. Maksud, Tujuan dan Sasaran ............................................................... 6
1.4. Keluaran ............................................................................................... 7
1.5. Manfaat ................................................................................................ 8
1.6. Ruang Lingkup ..................................................................................... 9
1.6.1. Lingkup Wilayah Kajian .................................................................. 9
1.6.2. Lingkup Materi Kajian ..................................................................... 9
1.7. Pendekatan dan Metodologi ................................................................. 9
1.7.1. Identifikasi dan Perumusan Isu Pembangunan Berkelanjutan ...... 10
1.7.2. Muatan Kebijakan, Rencana dan/atau Program yang Berpotensi
Menimbulkan Pengaruh terhadap Kondisi Lingkungan Hidup
dan Pembangunan Berkelanjutan ................................................ 14
1.7.3. Pengaruh Muatan Kebijakan, Rencana dan/atau Program yang
Berpotensi Menimbulkan Pengaruh terhadap Kondisi
Lingkungan Hidup ........................................................................ 15
1.7.4. Perumusan Alternatif Penyempurnaan Kebijakan, Rencana
dan/atau Program ........................................................................ 18
1.7.5. Penyusunan Rekomendasi Perbaikan untuk Pengambilan
Keputusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program yang
Mengintegrasikan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan .............. 19
1.7.6. Integrasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis ke dalam Kebijakan,
Rencana dan/atau Program (Penjaminan Kualitas) ...................... 20
1.8. Tahap Penyelenggaraan KLHS .......................................................... 22
1.9. Sistematika Pembahasan ................................................................... 23

BAB 2. GAMBARAN UMUM WILAYAH 25


2.1. Kondisi Geografis ............................................................................... 25
2.2. Kondisi Topografi ............................................................................... 28
2.3. Kondisi Geologi .................................................................................. 30
2.4. Kondisi Hidrologi ................................................................................ 34

xxviii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

2.5. Kondisi Iklim ....................................................................................... 36


2.6. Daerah Rawan Bencana .................................................................... 38
2.7. Data Kependudukan ........................................................................... 42
2.8. Kondisi Sosial ..................................................................................... 45
2.9. Kondisi Ekonomi ................................................................................. 53
2.10. Sektor Kehutanan ............................................................................... 59

BAB 3. ISU PRIORITAS PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 61


3.1. Pengumpulan Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan ........................... 62
3.2. Pemusatan Isu Pembangunan Berkelanjutan ..................................... 65
3.3. Isu Pembangunan Berkelanjutan Strategis ......................................... 70
3.4. Isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas .......................................... 71

BAB 4. IDENTIFIKASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM 76


4.1. Kebijakan dan Program Berdampak/Berisiko terhadap Lingkungan
Hidup .................................................................................................. 76
4.2. Keterkaitan Kebijakan dan Program terhadap Isu Prioritas ............... 101

BAB 5. KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN DAN PROGRAM 108


5.1. Kapasitas Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
untuk Pembangunan ........................................................................ 108
5.2. Perkiraan Mengenai Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup ............ 112
5.3. Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem ...................................................... 121
5.4. Efisiensi Pemanfaatan Sumberdaya Alam ........................................ 128
5.5. Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Terhadap Perubahan
Iklim .................................................................................................. 131
5.6. Tingkat Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman Hayati ................ 138

BAB 6. PERUMUSAN ALTERNATIF 152

BAB 7. REKOMENDASI PERBAIKAN 157

BAB 8. INTEGRASI REKOMENDASI KLHS 175

xxix
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Pengaruh KLHS pada Berbagai Tipe Rencana Tata Ruang 2
Tabel 1.2. Contoh Matriks Teknik Scoring dan Pembobotan untuk Membantu
Pelingkupan Isu Prioritas 13
Tabel 1.3. Matriks Sintesa Hasil Identifikasi Isu Prioritas dengan Identifikasi
Muatan Materi KRP yang diperkirakan Menimbulkan
Dampak/Resiko Lingkungan Hidup 15
Tabel 1.4. Penjelasan Muatan Kajian KLHS 16
Tabel 1.5. Perumusan Alternatif Penyempurnaan Kebijakan, Rencana
dan/atau Program 19
Tabel 2.1 Luas dan Jarak ke Ibukota Menurut Kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat 26
Tabel 2.2 Jumlah Kecamatan, Desa, Kelurahan dan Unit Pemukiman
transmigrasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Barat 22
Tabel 2.3 Jumlah Gunung dan nama Gunung tertinggi Menurut Kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat 28
Tabel 2.4 Rata-Rata Suhu dan Kelembapan Udara Menurut Bulan Provinsi
Sulawesi Barat 36
Tabel 2.5 Rata-Rata Tekanan Udara, Kecepatan Angin dan Penyinaran
Menurut Bulan Provinsi Sulawesi Barat 37
Tabel 2.6 Jumlah Curah Hujan Bulanan dan Hari Hujan Menurut Bulan
Provinsi Sulawesi Barat 37
Tabel 2.7 Rata Uraian Kondisi Iklim Provinsi Sulawesi Barat 38
Tabel 2.8 Kejadian Bencana Tahun 2015 di Provinsi Sulawesi Barat 39
Tabel 2.9 Jumlah Penduduk dari Tahun 2013 Sampai Tahun 2016 Menurut
Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat 42
Tabel 2.10 Kepadatan Penduduk dan Distribusi Penduduk Menurut kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat 43
Tabel 2.11 Jumlah penduduk dan Rasio Menurut Jenis kelamin
Provinsi Sulawesi barat 43
Tabel 2.12 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Provinsi Sulawesi Barat 44
Tabel 2.13 Jumlah Rumah Tangga Menurut Kabupaten
provinsi Sulawesi Barat 45
Tabel 2.1. Garis kemiskinan dan Angka Kemiskinan Tahun 2010-2016
Provinsi Sulawesi Barat 46
Tabel 2.14 Jumlah Sekolah, Murid, guru, dan Rasio Murid-Guru Madrasah
Ibtidaiyah (MI) Menurut Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat 63
Tabel 2.15 Angka Kemiskinan (Ribuan) Tahun 2011-2016 Menurut Kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat 47
Tabel 2.16 Jumlah Sekolah, Murid, guru, dan Rasio Murid-Guru Madrasah
Stanawiyah (MTs) Menurut Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat 47
Tabel 2.17 Partisipasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
Sekolah Provinsi Sulawesi Barat 48

xxx
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 2.18 Partisipasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
Sekolah Provinsi Sulawesi Barat 49
Tabel 2.19 Jumlah Bayi Lahir dan Gizi Buruk Menurut Kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat 50
Tabel 2.20 Jumlah Penyakit menurut Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat 50
Tabel 2.21 Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2011-2016 Menurut
Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat 51
Tabel 2.22 Angka Harapan Hidup Tahun 2011-2016 Menurut
Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat 52
Tabel 2.23 Jumlah Angka Partisipasi Kerja dan Pengangguran Menurut
Jenis Kelamin Provinsi Sulawesi Barat 53
Tabel 2.24 Nilai PDRB Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011-2016 54
Tabel 2.25 Persentase Kontribusi PDRB Kabupaten Terhadap Total
PDRB Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012-2015 54
Tabel 2.26 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten Tahun 2015 dan 2016
Provinsi Sulawesi Barat 55
Tabel 2.27 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Menurut Lapangan usaha
Provinsi Sulawesi Barat 56
Tabel 2.28 Pendapatan Perkapita Menurut Kabupaten tahun 2015
Provinsi Sulawesi Barat 57
Tabel 2.29 Luas Kawasan Hutan dan Perairan (hektar) Menurut Kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat 60
Tabel 2.30 Luas Lahan Kritis Pada Kawasan Hutan Menurut Kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat 60
Tabel 3.1 Identifikasi Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Provinsi Sulawesi Barat 63
Tabel 3.2 Pemusatan Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat 67
Tabel 3.3 Skoring dan Pembobotan Pelingkupan Isu Prioritas Kajian
Lingkungan Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat 73
Tabel 3.4 Rangking Isu Pembangunan Berkelanjutan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Provinsi Sulawesi Barat 75
Tabel 4.1 Identifikasi Muatan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program
dengan Resiko Pertimbangan Dampak Kajian Lingkungan Hidup
Strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Provinsi Sulawesi Barat 77
Tabel 4.2 Hasil Identifikasi Muatan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program
dengan Resiko Pertimbangan Dampak Kajian Lingkungan Hidup
Strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Provinsi Sulawesi Barat 99

xxxi
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 4.3 Identifikasi Muatan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program


dengan Isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas Kajian
Lingkungan Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat 101
Tabel 4.4 Hasil Tapisan Identifikasi Muatan Kebijakan, Rencana, dan/atau
Program dengan Isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas Kajian
Lingkungan Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat 105
Tabel 5.1 Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
terhadap Kebijakan dan Program yang Terdampak 109
Tabel 5.2 Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa
Ekosistem Penyediaan Pangan Tinggi 113
Tabel 5.3 Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa
Ekosistem Penyediaan Air Tinggi 116
Tabel 5.4 Kajian Perkiraan Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup terhadap
Kebijakan dan Program yang Terdampak 119
Tabel 5.5 Jaringan Jalan Eksisting yang Melintasi Kawasan Rawan Banjir 123
Tabel 5.6 Jaringan Jalan Eksisting yang Melintasi Kawasan Rawan Tanah
Longsor 124
Tabel 5.7 Kajian Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem terhadap Kebijakan dan
Program yang
Terdampak 125
Tabel 5.8 Kajian Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Alam terhadap
Kebijakan dan Program yang Terdampak 128
Tabel 5.9 Zonasi kawasan yang perlu di hindari dalam pengembangan
wilayah perairan Provinsi Sulawesi Barat 133
Tabel 5.10 Kajian Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Terhadap
Perubahan Iklim terhadap Kebijakan dan Program yang
Terdampak 136
Tabel 5.11 Wilayah dengan Tingkat Kerentanan Perubahan Iklim Tinggi di
Provinsi Sulawesi Barat 138
Tabel 5.12 Wilayah dengan Tingkat Pengaturan Kualitas Udara Tinggi dan
Sangat Tinggi 140
Tabel 5.13 Kajian Tingkat Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman hayati
terhadap KRP yang Terdampak 143
Tabel 5.14 Indikatif Jasa Ekosistem Pendukung Habitat (Keanekaragaman
Hayati) Sangat Tinggi dan Tinggi 146
Tabel 5.15 Rencana Jalan dan Rel Kereta Api Melintasi Kawasan Lindung 149
Tabel 5.16 Jalan Eksisting Melintasi Kawasan Lindung 149
Tabel 6.1 Kajian Perumusan Alternatif terhadap KRP yang Terdampak 152
Tabel 7.1 Kajian Rekomendasi Perbaikan terhadap KRP yang Terdampak 157
Tabel 7.2 Pemanfaatan Lahan Pertanian di Dalam Kawasan Lindung 166
Tabel 7.3 Pemanfaatan Lahan Pertanian di Dalam Kawasan Budidaya
Kehutanan 168
Tabel 7.4 Lahan Permukiman di Dalam Kawasan Lindung 169

xxxii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 7.5 Lahan Permukiman di Dalam Kawasan Budidaya Kehutanan 169


Tabel 7.6 Lokasi Indikatif Areal Perhutanan Sosial pada Kawasan
Pengusahaan Hutan Skala Besar 172
Tabel 7.7 Lokasi Indikatif Areal Perhutanan Sosial pada Kawasan
Pengusahaan Hutan Skala Kecil 172
Tabel 7.8 Rencana Kawasan untuk Pengusahaan Skala Kecil 173
Tabel 8.1 Integrasi Muatan Rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis 175

xxxiii
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kedudukan KLHS dalam Kebijakan, Perencanaan dan/atau
Program (KRP) 4
Gambar 1.2 Kerangka Umum Integrasi Proses KLHS ke dalam Proses KRP 21
Gambar 2.1 Peta Adminstrasi Provinsi Sulawesi Barat 27
Gambar 2.2 Peta Topografi Provinsi Sulawesi Barat 29
Gambar 2.3 Peta Geologi Provinsi Sulawesi Barat 33
Gambar 2.4 Peta Daerah Aliran Sungai Provinsi Sulawesi Barat 35
Gambar 2.5 Peta Rawan Bencana Provinsi Sulawesi Barat 41
Gambar 2.6 Inflasi Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2008-2016 58
Gambar 5.1 Wilayah dengan Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan Tinggi 115
Gambar 5.2 Wilayah dengan Jasa Ekosistem Penyediaan Air Tinggi 118
Gambar 5.3 Peta Rawan Bencana Provinsi Sulawesi Barat 122
Gambar 5.4 Rencana Pola Ruang RTRW Provinsi Sulawesi Barat 132
Gambar 5.5 Peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Sulawesi Barat 135
Gambar 5.6 Peta Indeks Kerentanan Perubahan Iklim Provinsi Sulawesi Barat
(Warna Merah adalah wilayah-wilayah yang memiliki tingkat
kerentanan sangat tinggi) 139
Gambar 5.7 Peta Jasa Ekosistem Pengaturan Kualitas Udara Sangat Tinggi
dan Tinggi (Warna Merah) 142
Gambar 5.8 Peta Indikatif Jasa Ekosistem Pendukung Habitat
(Keanekaragaman Hayati) Sangat Tinggi dan Tinggi 148
Gambar 7.1 Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial Provinsi Sulawesi Barat 171
Gambar 7.2 Peta Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP)
Provinsi Sulawesi Barat 174

xxxiv
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan mengandung


maksud bahwa pembangunan tidak hanya mengejar kepentingan saat ini tetapi
harus pula memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang, dan tetap
menjaga aspek-aspek keserasian, keseimbangan dan kelestarian fungsi lingkungan.
Hasil-hasil yang telah dicapai pada saat ini dapat dilanjutkan oleh generasi yang akan
datang untuk dapat lebih mendekatkan pada tercapainya tujuan pembangunan
seutuhnya. Untuk menjaga keberlangsungan dan kelestarian sumberdaya alam
sebagai tujuan pembangunan berwawasan lingkungan tersebut, maka perlu
mempertimbangkan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pemeliharaan
keanekaragaman sumberdaya alam dan ekosistem yang ada dan pemanfaatan
secara lestari sumberdaya alam dan ekosistemnya. Oleh karena itu konsep
“pembangunan berkelanjutan” merupakan alternatif pembangunan yang
berwawasan lingkungan, yang secara konseptual dianggap mampu untuk
menjembatani tercapainya keseimbangan pengelolaan sumberdaya alam yang
menghasilkan nilai ekonomis dan nilai ekologis yang seimbang (economic and
ecologic balance).
Mencermati dan memahami isi dari Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), maka setiap
Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota “WAJIB” menyusun dokumen-dokumen
lingkungan hidup. Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 dijelaskan bahwa
tahapan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi Perencanaan,
Pemanfaatan, Pengendalian, Pemeliharaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum.
Pada tahap PERENCANAAN, setiap daerah harus melakukan kegiatan Inventarisasi
Lingkungan (Profil Lingkungan Hidup), penyusunan Ekoregion dan penyusunan
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). Selanjutnya
pada tahap PENGENDALIAN lingkungan hidup, dinyatakan bahwa untuk dapat
mengendalikan lingkungan hidup dengan baik, maka setiap daerah harus menyusun
dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang disingkat KLHS (strategic environmental
analysis/SEA) merupakan suatu rangkaian analisis secara sistematis, menyeluruh,

1
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah


menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program (UUPPLH No 32 Tahun 2009, BAB 1
Ketentuan Umum, Pasal 1 Point 10). KLHS menjadi suatu hal yang sangat diperlukan
dalam mendukung pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Beberapa pertimbangan yang mendasari pentingnya KLHS dibutuhkan dalam
pembangunan berkelanjutan antara lain krisis dan bencana lingkungan hidup yang
tiada henti, dan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
terintegrasi dalam kebijakan, rencana dan/atau program (KRP) pada setiap rencana
tata ruang wilayah.
KLHS untuk rencana tata ruang suatu wilayah memiliki pengaruh yang
berbeda, sesuai dengan tipe rencana tata ruang yang menjadi objek KLHS. Terdapat
perbedaan substansi pengaruh KLHS pada beberapa tipe rencana tata ruang,
khususnya terkait dengan tujuan KLHS dalam penataan ruang. Pada tipe rencana
tata ruang berskala luas akan memberikan pengaruh KLHS yang bersifat strategis,
sedangkan pengaruh pada rencana tata ruang dengan skala yang lebih kecil bersifat
dampak. Pandangan pengaruh KLHS pada berbagai tipe rencana tata ruang dapat
dilihat pada tahapan-tahapan pengkajiannya yang dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Pengaruh KLHS pada Berbagai Tipe Rencana Tata Ruang
Tahapan Kajian Dampak Kajian Strategis
Identifikasi dan Ditujukan untuk Ditujukan untuk
Perumusan Isu menemukan akar masalah menemukan akar
dan tipologi isu-isu yang masalah dan tipologi isu-
diangkat isu yang diangkat
Identifikasi muatan Difokuskan pada Difokuskan pada konteks
KRP yang berpotensi rincian/penjabaran muatan KRP
mempengaruhi KRP
lingkungan hidup dan
pembangunan (biasanya muatan KRP (biasanya muatan KRP
berkelanjutan sudah detil) masih ditatanan ide atau
konsep)
Analisis Pengaruh Menganalisis bagaimana Menganalisis scenario
KRP menimbulkan KRP mana yang paling
dampak/risiko LH dan berkelanjutan dan tidak
pengaruhnya terhadap menyebabkan daya
daya dukung daya tamping dukung dan daya tamping
LH LH terlampaui

2
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tahapan Kajian Dampak Kajian Strategis


Perumusan Alternatif Menguji masing-masing Menguji masing-masing
alternative dalam alternative dalam
kapasitasnya sebagai memenuhi pertimbangan-
solusi mitigasi dampak pertimbangan
yang paling tepat krtitis/penting yang
mempengaruhi pengambil
keputusan
Rekomendasi Mengusulkan rincian Mengusulkan muatan
Perbaikan perbaikan muatan KRP KRP yang terbaik bagi
yang dapat memitigasi pengambil keputusan
dampak

Penerapan KLHS dalam pembangunan berkelanjutan diharapkan dapat


bermanfaat dalam meningkatkan manfaat pembangunan, rencana dan implementasi
pembangunan lebih terjamin keberlanjutannya, mengurangi kemungkinan kekeliruan
dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal proses perencanaan kebijakan,
rencana, atau program pembangunan dan dampak negatif lingkungan di tingkat
proyek pembangunan semakin efektif diatasi atau dicegah karena pertimbangan
lingkungan telah dikaji sejak tahap formulasi kebijakan, rencana, atau program
pembangunan. Dalam konteks penyusunan rencana tata ruang hampir semua
kegiatan kehidupan dan pembangunan perlu atau berkaitan dengan
tempat/lokasi/ruang. Oleh karena itu, penetapan arah kebijakan dan tujuan serta
penyusunan strategi pencapaian penyusunannya sangat ditentukan oleh keberadaan
KLHS (Gambar 1.1).

3
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Gambar 1.1 Kedudukan KLHS dalam Kebijakan, Perencanaan dan/atau Program


(KRP)

Dasar bagi upaya pengelolaan sumberdaya alam dan perlindungan


lingkungan perlu disusun suatu konsepsi perencanaan yang berbasis pendekatan
ekologi dan ekonomi secara berimbang (ecology and economic balance), sehingga
pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dapat dicapai. Undang-
Undang PPLH No. 32 tahun 2009 memberikan arahan bagi pembangunan nasional
yang berbasis ekoregion, dengan memperhatikan aspek bentang lahan, iklim, DAS,
keanekaragaman hayati, dan kondisi sosial ekonomi. Namun demikian dalam
pelaksanaannya, khususnya pada era otonomi daerah, satuan ekoregion yang
berbasis bentang lahan, DAS atau lainnya, mempunyai batas yang tidak sama
dengan batas administrasi wilayah pengembangan, sehingga seringkali menjadi
kendala utama dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan, karena tidak adanya misi dan visi yang sama antar wilayah administrasi
dalam satu satuan ekoregion.
Oleh karena itu perlu disusun suatu rencana perlindungan dan pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup berbasis ekoregion yang didalamnya terjadi
hubungan saling keterkaitan antar wilayah administrasi yang ada. Untuk lebih
menekankan pada upaya pemecahan isu-isu lingkungan hidup berdasarkan skala

4
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

prioritas yang sedapat mungkin dapat menjawab tujuan dari konsep Sustainable
Development Goals (SDGs) yang tertuang dalam Perpres No. 59 tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, maka dirumuskan
suatu kegiatan “Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)”, yang di dalamnya
memuat aspek antara lain (Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016):
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan,
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup,
c. kinerja layanan/jasa ekosistem,
d. efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam,
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim,
f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Hasil kajian ini merupakan payung bagi seluruh kegiatan pembangunan lintas
sektoral, lintas wilayah, lintas pemangku kepentingan dan lintas waktu, yang tentunya
dapat dijadikan sebagai kerangka dasar dalam implementasi dari visi, misi, sasaran
dan program yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Barat. Pada saat ini, dokumen RPJMD Provinsi
Sulawesi Barat telah mendapat persetujuan dan dalam proses evaluasi akhir
sebelum ditetapkan sebagai Peraturan Daerah. Sehingga, hasil dari KLHS ini
diharapkan sebagai pemberi rekomendasi dan alternatif dalam implementasi agar
program pembangunan yang telah menjadi visi dan misi dalam RPJMD dapat
berkelanjutan khususnya dalam menentukan wilayah-wilayah yang dapat
dikembangkan dan tidak dapat dikembangkan secara spasial (keruangan).

1.2. Dasar Hukum dan Kebijakan

Penyusunan KLHS RPJMD Provinsi Sulawesi Barat memiliki keterkaitan yang


kuat dengan berbagai peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Kesahihan
suatu rencana tata ruang didukung oleh aturan hukum terkait, sehingga dalam
implementasinya memperoleh legitimasi yang kuat dan tidak bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan yang berlaku. Dasar hukum dan kebijakan yang
mendasari penyusunan KLHS antara lain adalah sebagai berikut:

5
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

a. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup (PPLH).
b. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
c. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan.
d. UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.
e. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
f. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
g. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
h. Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan.
i. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang
j. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan
Kawasan Perkotaan.
k. Peraturan Pemerintah N0. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis.

1.3. Maksud, Tujuan dan Sasaran

Maksud dan tujuan dari kegiatan penyusunan KLHS RPJM Provinsi Sulawesi
Barat adalah:
1. Memastikan adanya integrasi aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi
dalam proses penyusunan kebijakan, rencana, dan/atau program RPJMD
Provinsi Sulawesi Barat.
2. Menfasilitasi dan menjadi media proses belajar bersama antar pelaku
pembangunan, agar memahami pentingnya menerapkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program.
3. Menemukan segala peluang dan resiko, dikaji dan dibandingkan untuk
menentukan opsi-opsi alternatif pembangunan yang masih terbuka untuk
didiskusikan.

6
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

4. Memberikan kontribusi bagi pemantapan konteks kepentingan pembangunan


yang lebih tepat untuk merumuskan sejumlah proposal pembangunan masa
depan.
Sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan KLHS RPJMD Provinsi Sulawesi
Barat adalah dapat memberikan pengkajian/penilaian terhadap Kebijakan, Rencana
dan Program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan
hidup, dan dapat digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan program pengelolaan
kawasan perkotaan yang direncanakan. Secara lebih spesifik, sasaran pelaksanaan
KLHS adalah sebagai berikut:
1. Terdapatnya basis penyusunan KRP (dalam hal ini RPJMD) sejalan dengan
mainstreaming pembangunan berkelanjutan.
2. Tersedianya basis penyusunan rencana pembangunan dan pengembangan
wilayah yang sejalan dengan pembangunan lingkungan hidup.
3. Tersedianya pedoman yang akan bermuara pada hasil pembangunan yang
membuahkan peningkatan kesejahteraan (pro-poor, pro-growth and
sustainability).

1.4. Keluaran

Keluaran dari kegiatan adalah sebuah dokumen KLHS yang akan memuat
seperangkat kegiatan kunci perencanaan, yang dititikberatkan pada RPJMD Provinsi
Sulawesi Barat, seperti:
1. Pemantapan visi untuk masa depan yang diinginkan.
2. Identifikasi isu-isu strategis dan prioritas pembangunan berkelanjutan yang
mempengaruhi dampak/risiko lingkungan hidup.
3. Kaji opsi-opsi untuk menciptakan masa depan yang diinginkan, dengan
memasukkan segala peluang dan resiko ke dalam penemukenalan seluruh opsi
alternatif pembangunan.
4. Fokus analisis pada evaluasi yaitu pada implikasi lingkungan dari program
pembangunan berkelanjutan.
5. Identifikasi dan kajian aksi-aksi untuk merealisasi strategi pembangunan terbaik.

7
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

1.5. Manfaat

Berdasarkan peraturan pemerintah No 46 Tahun 2016, dijelaskan bahwa


KLHS dilaksanakan untuk mengevaluasi kebijakan, rencana dan/atau program
rencana tata ruang dan rencana zonasi, kebijakan, rencana dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup serta permintaan
masyarakat. KLHS terkait kebijakan, rencana dan/atau program rencana tata ruang
meliputi rencana tata ruang wilayah dan rinciannya, RPJPN, RPJPD
Provinsi/Kabupaten/Kota, RPJMN, RPJMD Provinsi/Kabupaten/Kota sedangkan
rencana zonasi kebijakan, rencana dan/atau program rencana tata ruang meliputi
rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil beserta rencana rincinya,
rencana zonasi kawasan strategis nasional tertentu untuk pulau-pulau kecil terluar,
serta rancana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan.
Dari hal tersebut, manfaat yang diharapkan dari hasil kegiatan ini, dapat
diuraikan seperti berikut:
1. Sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam rangka penyusunan strategi
perlindungan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, serta
perumusan kebijakan program Pembangunan Daerah berbasis wilayah, dengan
mempertimbangkan potensi dan permasalahan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup secara menyeluruh dan berkelanjutan (keseimbangan fungsi
ekologi dan peningkatan nilai ekonomi ‘kesejahteraan’.
2. Sebagai sumber informasi tentang potensi dan permasalahan umum
sumberdaya alam dan lingkungan hidup bagi masyarakat pada umumnya, dan
pihak-pihak swasta yang terkait dengan upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara menyeluruh di wilayah kajian, maupun kemungkinan-
kemungkinan penanaman modal bagi pengembangan wilayah dan investasi
yang lebih sehat, prospektif, berkesinambungan, dan tentunya tetap berwawasan
lingkungan.
3. Sesuai yang diamanatkan dalam UUPPLH Nomor 32 Tahun 2009, bahwa data
potensi dan daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan, serta berbagai
permasalahan dan strategi pengelolaannya yang disajikan dalam Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), merupakan instrumen pengendalian
lingkungan hidup yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan instrument
lainnya, seperti: tata ruang, baku mutu lingkungan, AMDAL, dan sebagainya.

8
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

1.6. Ruang Lingkup

1.6.1. Lingkup Wilayah Kajian

Lingkup wilayah kajian meliputi seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Barat yang
meliputi 6 wilayah administrasi Kabupaten yakni Kabupaten Mamuju, Kabupaten
Pasangkayu, Kabupaten Majene, Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Mamasa
dan Kabupaten Mamuju Tengah.

1.6.2. Lingkup Materi Kajian


Lingkup materi kajian mencakup jenis KRP yang menimbulkan pengaruh
terhadap lingkungan hidup, yang dalam hal ini adalah KRP RPJMD Provinsi Sulawesi
Barat. Adapun KRP yang telah diidentifikasi dari indikasi program akan diperlihatkan
pada Bab IV dalam Laporan ini.
Materi muatan KRP diatas dianalisis pengaruhnya dengan cara menentukan
lingkup, metode, teknik, dan kedalaman analisis berdasarkan:
a. Jenis dan tema Kebijakan, Rencana, dan/ atau Program.
b. Tingkat kemajuan penyusunan atau evaluasi Kebijakan, Rencana, dan/ atau
Program.
c. Relevansi dan kedetilan informasi yang dibutuhkan.
d. Input informasi KLHS dan kajian Lingkungan Hidup lainnya yang terkait dan
relevan untuk diacu.
e. Ketersediaan data.

1.7. Pendekatan dan Metodologi

Penyusunan dokumen KLHS dilakukan dengan fokus kegiatan pada 3 pilar


pokok pembangunan berkelanjutan (Sosial, Ekonomi dan Lingkungan) yang
diintegrasikan ke dalam Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang meliputi
perencanaan regional, perencanaan spasial dan sektoral, program-program
pembangunan dan investasi, serta kebijakan dalam proyek-proyek pembangunan
(yang bisa saja melibatkan AMDAL). Pengintegrasian KLHS pada KRP, secara
konsisten akan diterapkan berdasarkan pada prinsip dasar KLHS, yaitu: Keterkaitan
(interdependency); Keberlanjutan (sustainable); Keadilan sosial dan ekonomi (socio-
economic justice)

9
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016 dinyatakan bahwa,


KLHS dilaksanakan melalui beberapa tahapan pengkajian. Pengkajian dalam KLHS
dilakukan untuk mengetahui pengaruh KRP terhadap dampak dan risiko lingkungan
hidup yang dapat ditimbulkan. Dalam pengkajian KLHS dari KRP yang disusun atau
dievaluasi dapat menggunakan beberapa pendekatan. Pengkajian pengaruh KRP
yang bersifat umum, konseptual dan/atau makro dapat menggunakan pendekatan
Strategis sedangkan pengkajian yang bersifat focus, detail, terikat, terbatas dan/atau
teknis dapat menggunakan pendekatan Dampak. Dalam peraturan pemerintah No.
46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis,
tahapan dalam pelaksanaan kajian lingkungan hidup strategis dari KRP yang disusun
atau dievaluasi, terdiri atas:

1.7.1. Identifikasi dan Perumusan Isu Pembangunan Berkelanjutan

Identifikasi isu pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan cara


mengumpulkan dan melakukan pemusatan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang
dirasakan dan diketahui dari curahan pendapat masyarakat, pemangku kepentingan
dan kelompok kerja melalui kegiatan konsultasi publik. Untuk menyelenggarakan
kegiatan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan perlu dilakukan tahapan
identifikasi pemangku kepentingan yang representatif mempunyai kepentingan yang
tinggi terhadap KRP yang disusun dan dievaluasi serta peduli terhadap lingkungan
hidup dan pembangunan berkelanjutan.
Isu pembangunan berkelanjutan yang dijaring perlu memperhatikan tiga pilar
pembangunan berkelanjutan yakni lingkungan, ekonomi dan sosial serta
mempertimbangkan tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan yang tertuang dalam
Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan, yakni:
a. Mengakhiri kemiskinan
b. Menghilangkan kelaparan
c. Hidup sehat dan sejahtera
d. Pendidikan berkualitas
e. Kesetaraan gender
f. Air bersih dan sanitasi
g. Energi terjangkau dan terbarukan

10
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

h. Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi


i. Industri, inovasi dan infrastruktur
j. Mengurangi kesenjangan
k. Kota dan permukiman berkelanjutan
l. Pola konsumsi dan produksi berkelanjutan
m. Mengatasi perubahan iklim
n. Sumber daya maritim berkelanjutan
o. Pengelolaan ekosistem terestrial berkelanjutan
p. Perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang kukuh
q. Kemitraan pembangunan yang berkelanjutan

Hasil identifikasi isu-isu pembangunan berkelanjutan yang terjaring dari hasil


konsultasi publik kemudian dikelompokan atau dipusatkan. Pengelompokkan atau
pemusatan isu pembangunan berkelanjutan dilakukan berdasarkan kesamaan
substansi dan/atau telaahan sebab-akibat dengan memperhatikan isu lintas sektor,
lintas wilayah, lintas pemangku kepentingan dan lintas waktu. Proses
pengelompokan isu pembangunan berkelanjutan ini dilakukan untuk menentukan
isu-isu pembangunan berkelanjutan yang strategis, yang paling sedikit memuat
daftar terkait:
a. Kapasitas daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup untuk
pembangunan;
b. Perkiraan dampak dan/atau risiko Lingkungan Hidup;
c. Kinerja layanan atau jasa ekosistem;
d. Intensitas dan cakupan wilayah bencana alam;
e. Status mutu dan ketersediaan sumber daya alam;
f. Ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati;
g. Kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;
h. Tingkat dan status jumlah penduduk miskin atau penghidupan sekelompok
masyarakat serta terancamnya keberlanjutan penghidupan masyarakat;
i. Risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat; dan/atau
j. Ancaman terhadap perlindungan kawasan tertentu yang secara tradisional
dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat hukum adat.

11
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Setelah perumusan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang strategis,


tahapan selanjutnya adalah melakukan telaah cepat terhadap isu-isu strategis yang
terlingkup untuk menentukan isu yang paling prioritas yang mempertimbangkan
unsur-unsur seperti:

a. Karakteristik wilayah, yang ditelaah dalam bentuk spasial menggunakan peta


Rupa Bumi Indonesia, peta rencana tata ruang, peta tutupan lahan dan peta-peta
terkait landscape maupun seascape dari wilayah yang dikaji;
b. Tingkat pentingnya potensi dampak, yang terkait dengan cakupan wilayah dan
frekuensi/intensitas dampak;
c. Keterkaitan antar isu strategis pembangunan berkelanjutan;
d. Keterkaitan dengan materi muatan KRP;
e. Muatan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan/atau
f. Hasil KLHS dari KRP pada hirarki diatasnya yang harus diacu, serupa dan
berada pada wilayah yang berdekatan, dan/atau memiliki keterkaitan dan/atau
relevansi langsung.
Penentuan isu pembangunan berkelanjutan yang prioritas dilakukan dengan
menyusun matriks antara isu strategis deng pertimbangan unsur dalam penentuan
isu prioritas. Dimana setiap isu strategis diberi skor dengan skala likert 1 s/d 5
terhadap unsur-unsur yang dipertimbangkan tersebut. Adapun matriks penentuan isu
prioritas seperti disajikan pada Tabel 1.2 berikut.

12
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 1.2. Contoh Matriks Teknik Scoring dan Pembobotan untuk Membantu Pelingkupan Isu Prioritas
Kriteria Isu PB Prioritas
Hasil
Tingkat Keterkaitan
Telaah Keterkaitan KLHS dari Total
Isu PB Pentingnya antar Isu Muatan
Karakteristik dengan KRP pada Scoring
Paling Potensi PB RPPLH Keterangan
Wilayah Muatan KRP Hierarki dan
Strategis Dampak Strategis
diatasnya Bobot
20% 40% 10% 10% 10% 10%
Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
ISU 1 5 0.9 3 1.2 5 0.5 1 0.1 5 0.5 4 0.4 3.6 Isu Prioritas
ISU 2 5 0.9 4 1.5 4 0.4 4 0.4 4 0.4 4 0.4 4.1 Prioritas dipilih
berdasarkan
ISU 3 5 0.9 4 1.7 4 0.4 4 0.4 5 0.5 4 0.4 4.2 Prioritas
total scoring
ISU 4 3 0.7 3 1.4 3 0.3 4 0.4 4 0.4 4 0.4 3.6 dan bobot yang
ISU 5 4 0.8 4 1.7 4 0.4 4 0.4 4 0.4 3 0.3 4.0 Prioritas tertinggi (misal
ISU 6 4 0.8 4 1.5 3 0.3 3 0.3 4 0.4 3 0.3 3.6 kesepakatan
ISU 7 3 0.7 3 1.1 3 0.3 3 0.3 4 0.4 3 0.3 3.1 kelompok kerja
ISU 8 4 0.9 4 1.7 3 0.3 3 0.3 4 0.4 3 0.3 3.9 mengambil tiga
3 isu dengan nilai
ISU 9 0.7 3 1.3 2 0.2 2 0.2 4 0.4 4 0.4 3.2 tertinggi)
ISU 10 4 0.8 4 1.5 3 0.3 3 0.3 4 0.4 3 0.3 3.6

Skala Likert:
Nilai 5 : Sangat Terkait
Nilai 4 : Terkait
Nilai 3 : Cukup Terkait
Nilai 2 : Kurang Terkait
Nilai 1 : Tidak Terkait

13
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

1.7.2. Muatan Kebijakan, Rencana dan/atau Program yang Berpotensi


Menimbulkan Pengaruh terhadap Kondisi Lingkungan Hidup dan
Pembangunan Berkelanjutan
Tahapan identifikasi muatan KRP dilakukan dengan menelaah dasar-dasar
penyusunannya (visi, misi, tujuan, sasaran dan latar belakang), konsepnya (konsep
makro, desain besar, peta jalan), dan/atau muatan arahannya (strategi, scenario,
desain, rencana aksi, kriteria, struktur kegiatan, teknis pelaksanaan) sesuai dengan
tingkat kemajuan penyusunan Kebijakan, Rencana dan Program pada saat mulai
dilakukan KLHS. Muatan-muatan yang ada disusun dalam komponen-komponen
materi KRP yang tertuang dalam matriks indikasi program dan kemudian dikaitkan
dengan pertimbangan-pertimbangan seperti:
a. Penurunan atau terlampauinya kapasitas daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup untuk pembangunan
b. Penurunan kinerja layanan jasa ekosistem
c. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan kebakaran hutan dan lahan
d. Penurunan mutu dan ketersediaan sumber daya alam
e. Penurunan ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati
f. Peningkatan kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim
g. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau penurunan penghidupan
sekelompok masyarakat serta terancamnya keberlanjutan penghidupan
masyarakat
h. Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat, dan/atau
i. Ancaman terhadap perlindungan kawasan tertentu yang secara tradisional
yang dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat hukum adat
KRP yang terjaring berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
lingkungan hidup kemudian disentesakan dengan hasil identifikasi isu
pembangunan berkelanjutan prioritas untuk mengetahui dampak dari KRP yang
disusun atau dievaluasi terhadap isu pembangunan berkelanjutan yang terdapat di
wilayah kajian. KRP yang berdampak kemudian nantinya dianalisis lebih lanjut.
Adapun tahapan yang dilakukan untuk mensintesakan hasil identifikasi isu tersebut
dengan identifikasi muatan materi KRP yang diperkirakan menimbulkan

14
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

dampak/resiko lingkungan hidup dilakukan dengan cara seperti yang disajikan pada
Tabel 1.3 berikut.

Tabel 1.3. Matriks Sintesa Hasil Identifikasi Isu Prioritas dengan Identifikasi
Muatan Materi KRP yang diperkirakan Menimbulkan Dampak/Resiko
Lingkungan Hidup
Isu PB Prioritas Jumlah
Materi KRP Pengaruh Ringkasan
ISU 2 ISU 3 ISU 5 Negatif
2 pengaruh Perlu kajian
KRP 1 - - +
negatif muatan
1 pengaruh Tidak perlu kajian
KRP 2 0 0 -
negatif muatan

Catatan:
+ : materi muatan KRP berpengaruh positif terhadap Isu PB prioritas
0 : materi muatan KRP tidak berpengaruh terhadap Isu PB prioritas
- : materi muatan KRP berpengaruh negatif terhadap Isu PB prioritas

Hasil analisis pengaruh sebagaimana matriks diatas dengan jumlah


pengaruh negatif paling sedikit 2, akan dilakukan telaahan lebih lanjut melalui kajian
pengaruh muatan KRP.

1.7.3. Pengaruh Muatan Kebijakan, Rencana dan/atau Program yang


Berpotensi Menimbulkan Pengaruh terhadap Kondisi Lingkungan
Hidup

Kajian pengaruh dari muatan kebijakan, rencana, dan program bertujuan


untuk mengetahui pengaruh KRP yang berpengaruh negatif terhadap Isu PB
prioritas di wilayah perencanaan. Kajian pengaruh ini dapat bersifat restrospektif
dan prospektif. Kajian pengaruh retrospektif ditujukan untuk mengetahui pengaruh
KRP yang telah berjalan sedangkan kajian pengaruh prospektif, digunakan untuk
memperoleh atau mengetahui pengaruh KRP di masa mendatang, sesuai periode
kajian KLHS. Kajian pengaruh dapat dilakukan secara lebih detail dengan
menggunakan salah satu atau kombinasi dari kajian berikut ini:
a. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan;
b. Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
c. Kinerja layanan/jasa ekosistem;

15
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

d. Efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam;


e. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
f. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Keenam aspek muatan KLHS sebagaimana dikemukakan di atas


dimandatkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dimana keenam aspek tersebut dijelaskan secara
ringkas pada Tabel 1.4 berikut.

Tabel 1.4. Penjelasan Muatan Kajian KLHS


No. Muatan Penjelasan
1. Kapasitas daya Kajian ini mengukur kemampuan suatu ekosistem
dukung dan daya untuk mendukung satu/rangkaian aktivitas dan
tampung ambang batas kemampuannya berdasarkan kondisi
lingkungan hidup yang ada. Kepentingan kajian ini terutama adalah
untuk untuk menentukan apakah intensitas pembangunan
pembangunan masih dapat dikembangkan dan ditambahkan.

Bisa diukur dalam bermacam variabel yang


mencerminkan jasa dan produk dari ekosistem,
misalnya daya dukung tanah/kemampuan lahan, air,
habitat spesies, dan lain sebagainya. Beberapa
teknik yang dapat digunakan antara lain adalah
mengukur kinerja jasa lingkungan, mengukur
populasi optimal yang dapat didukung, maupun
mengukut ringkat kerentanan, kerawanan dan
kerusakan. Teknik-teknik perhitungan dan penentuan
daya dukung lingkungan hidup dapat mengikuti
ketentuan yang ada atau metodologi yang telah diakui
secara ilmiah.

Daya tampung lingkungan hidup dapat diukur dari


tingkat asimilasi media (air, tanah, udara) ketika
menerima gangguan dari luar. Indikator yang
digunakan dapat berupa kombinasi antara beban
pencemaran dengan kemampuan media
mempertahankan fungsinya sejalan dengan
masuknya pencemaran tersebut.

16
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

No. Muatan Penjelasan


2. Perkiraan Kajian ini mengukur besar dan pentingnya dampak
mengenai dan/atau risiko suatu kebijakan, rencana dan/atau
dampak dan program terhadap perubahan-perubahan lingkungan
risiko lingkungan hidup dan kelompok masyarakat yang terkena
hidup dampak dan/atau risiko. Teknik analisis mengikuti
ketentuan yang telah tersedia (misalnya Pedoman
Dampak Penting) dan metodologi yang diakui secara
ilmiah (misalnya metologi Environmental Risk
Assessment)
3. Kinerja Kajian ini terutama dirujukan untuk memperkirakan
layanan/jasa kinerja layanan atau fungsi ekosistem yang terutama
ekosistem didalamnya adalah, yaitu:
a. Layanan/fungsi penyedia (provisioning services),
ekosistem memberikan jasa/produk darinya,
seperti misalnya sumberdaya alam, sumberdaya
genetika, air dll.
b. Layanan/fungsi pengatur (regulating services),
ekosistem memberikan manfaat melalui
pengaturan proses alam, seperti misalnya
pengendalian banjir, pengendalian erosi, pengatur
iklim, dll.
c. Layanan/fungsi budaya (cultural services),
ekosistem memberikan manfaat non material
yang memperkaya kehidupan manusia, seperti
misalnya pengkayaan perasaan dan nilai spritual,
pengembangan tradisi dan adat istiadat,
pengalaman batin, nilai-nilai estetika dan
pengetahuan.
d. Layanan/fungsi pendukung kehidupan (supporting
services), ekosistem menyediakan dan/atau
mendukung pembentukan faktor produksi primer
yang diperlukan makhluk hidup, seperti misalnya
produksi biomassa produksi oksigen, nutrisi, air,
dll.

Kajian yang dilakukan terutama ditujukan untuk


mengidentifikasikan jenis-jenis layanan/fungsi suatu
ekosistem serta gambaran kemampuan dan
keberfungsinya.

17
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

No. Muatan Penjelasan


4. Efisiensi Kajian ini mengukur tingkat optimal pemanfaatan
pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat dijamin
sumber daya keberlanjutannya.
alam
Dilakukan dengan cara:
a. Mengukur kesesuaian antar tingkat kebutuhan
dan ketersediaanya;
b. Mengukur cadangan yang tersedia, tingkat
pemanfaatannya yang tidak menggerus
cadangan, serta perkiraan proyeksi penyediaan
untuk kebutuhan dimasa mendatang; dan
5. Tingkat c. Mengukur
Analisis dengan
dilakukan nilai
dengan dan distribusi manfaat
cara:
kerentanan dan dari sumberdaya alam tersebut secara ekonomi.
a. Mengkaji kerentanan dan risiko perubahan iklim
kapasitas
sesuai ketentuan yang berlaku
Adaptasi b. Menyusun pilihan adaptasi perubahan iklim
terhadap c. Menentukan prioritas pilihan adaptasi perubahan
perubahan iklim iklim.
6. Tingkat Analsiis dilakukan dengan cara:
ketahanan dan
potensi a. Mengkaji pemanfaatan dan pengawetan
spesies/jenis tumbuhan dan satwa, yang meliputi:
keanekaragaman  Penetapan dan penggolongan yang dilindungi
hayati atau tidak dilindungi
 Pengelolaan tumbuhan dan satwa serta
habitatnya
 Pemeliharaan dan pengembangbiakan
 Pendayagunaan jenis atau bagian-bagian dari
tumbuhan dan satwa liarnya
 Tingkat keragaman hayati dan
keseimbangannya
b. Mengkaji ekosistem, yang meliputi:
 Interaksi jenis tumbuhan dan satwa
 Potensi jasa yang diberikan dalam konteks
daya dukung dan daya tampung
c. Mengkaji genetik, yang meliputi:
 KeberlanjutanKebijakan,
sumberdaya genetik dan/atau
1.7.4. Perumusan Alternatif Penyempurnaan Rencana
 Keberlanjutan populasi jenis tumbuhan dan
Program satwa
Setelah permasalahan KRP teridentifikasi dari kajian muatan, selanjutnya
dibuat rumusan alternatif penyempurnaan KRP. Tujuan perumusan alternatif
dilakukan untuk mengembangkan berbagai alternatif muatan KRP yang menjamin

18
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

pembangunan berkelanjutan. Pengembangan alternatif (opsi alternatif) dapat


dilakukan melalui metode diskusi kelompok dan/atau memanfaatkan pandangan
para ahli. Dari beberapa opsi alternatif dapat dipilih alternatif perbaikan dengan
manfaat yang paling baik. Pemilihan opsi dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan manfaat dan risiko. Perumusan alternatif penyempurnaan
KRP, didasarkan pada hasil kajian telaahan pengaruh muatan KRP seperti yang
disajikan pada Tabel 1.5 berikut.

Tabel 1.5. Perumusan Alternatif Penyempurnaan Kebijakan, Rencana dan/atau


Program
Muatan KRP Hasil Kajian Muatan KHLS Alternatif
Komponen Kebijakan Ada/tidak adanya permasalahan Ada/Tidak Ada
1. Tujuan lingkungan hidup terkait: Alternatif
2. Kebijakan a. Kapasitas daya dukung dan Penyempurnaan
3. Strategi daya tampung lingkungan Komponen
hidup untuk pembangunan Kebijakan
Komponen Rencana b. Perkiraan mengenai dampak
Ada/Tidak Ada
1. Rencana Struktur dan risiko lingkungan hidup
Alternatif
Ruang c. Kinerja layanan/jasa
Penyempurnaan
2. Rencana Pola Ruang ekosistem
Komponen
3. Rencana Kawasan d. Efisiensi pemanfaatan
Rencana
Strategis sumber daya alam
Komponen Program e. Tingkat kerentanan dan
Ada/Tidak Ada
1. Arahan Pemanfaatan kapasitas adaptasi terhadap
Alternatif
Ruang perubahan iklim
Penyempurnaan
2. Pengendalian f. Tingkat ketahanan dan
Komponen
Pemanfaatan ruang potensi keanekaragaman
Program
hayati

1.7.5. Penyusunan Rekomendasi Perbaikan untuk Pengambilan Keputusan


Kebijakan, Rencana dan/atau Program yang Mengintegrasikan Prinsip
Pembangunan Berkelanjutan
Penyusunan rekomendasi merupakan kegiatan menyepakati perbaikan
muatan KRP berdasarkan hasil perumusan alternatif, serta memformulasikan
tindak lanjut pendukung sebagai konsekuensi dilaksanakannya KRP. Muatan
rekomendasi dapat berupa:
a. Pernyataan kesepakatan atas perbaikan muatan KRP.
b. Pernyataan tindak lanjut yang harus dipertimbangkan dan/atau dilaksanakan
pengambil keputusan sebagai konsekuensi dilaksanakannya KLHS bagi KRP,
diantaranya:

19
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

 Rekomendasi studi lebih lanjut bagi aspek-aspek tertentu untuk


mendukung operasionalisasi implementasi KRP lebih lanjut, seperti
perlunya AMDAL.
 Rekomendasi penggunaan muatan KLHS untuk KRP lainnya yang
berkaitan.
 Rekomendasi penggunaan muatan KLHS untuk penyusunan KLHS lainnya
yang berkaitan
 Rekomendasi aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam AMDAL
atau dokumen lingkungan untuk usaha dan/atau kegiatan yang akan
dibangun/dilaksanakan sebagai tindak lanjut implementasi KRP
 Rekomendasi persyaratan lingkungan hidup bagi usaha dan/atau kegiatan
yang akan dibangun dan/atau dilaksanakan
 Rekomendasi modifikasi atau pengehentian usaha dan/atau kegiatan yang
menyebabkan terlampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup
 Rekomendasi tindakan-tindakan mitigasi dampak yang dianggap perlu
 Rekomendasi-rekomendasi lain yang dianggap perlu untuk menjamin
keberlanjutan dan mendorong upaya perbaikan terus menerus dalam
pelaksanaan KRP.

1.7.6. Integrasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis ke dalam Kebijakan,


Rencana dan/atau Program (Penjaminan Kualitas)
Tahapan KLHS mulai dari pengkajian, perumusan alternatif dan
rekomendasi perbaikan KRP dilakukan dengan dialog, konsultasi serta proses
ilmiah. Hasil akhir yang diperoleh dari rekomendasi diintegrasikan ke dalam
rumusan KRP. Integrasi substansi muatan KLHS kedalam muatan KRP adalah
hasil langsung dari integrasi proses penyusunannya.
Pada prinsipnya, terdapat dua tipe integrasi pelaksanaan KLHS dalam
perencanaan tata ruang. Integrasi pertama adalah pendekatan integrasi yang
pararel dimana proses penyusunan KLHS dan rencana tata ruang dilakukan secara
bersamaan sehingga tim penyusun rencana tata ruang dan tim penyusun KLHS
saling berkoordinasi dalam mengkaji dan menentukan KRP, agar KRP yang
dihasilkan telah memperhatikan aspek pembangunan berkelanjutan. Sedangkan
integrasi kedua adalah KLHS dilakukan setelah selesainya penyusunan rencana

20
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

tata ruang, baik sebelum atau sesudah tahap persetujuan subtansi dengan syarat
KRP belum ditetapkan sebagai peraturan daerah.
Bentuk dari integrasi muatan KLHS ke dalam muatan KRP
didokumentasikan secara tertulis dengan memuat informasi tentang kelayakan
KLHS; dan/atau rekomendasi perbaikan KLHS yang telah diikuti dengan perbaikan
KRP dari produk perencanaan yang disusun. Adapun kerangka umum integrasi
proses KLHS ke dalam proses KRP disajikan pada Gambar 1.1 berikut.

Gambar 1.2 Kerangka Umum Integrasi Proses KLHS ke dalam Proses KRP

21
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

1.8. Tahap Penyelenggaraan KLHS

Penyelengaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dilakukan


dengan tahapan sebagai berikut:

I. Pembuatan dan Pelaksanaan KLHS


Pembuatan dan pelaksanaan KLHS dilakukan melalui mekanisme:
1. Pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup
2. Perumusan alternative penyempurnaan KRP
3. Penyusunan rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan KRP yang
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan
II. Penjaminan Kualitas dan Pendokumentasian KLHS
1. Penjaminan kualitas KLHS dilaksanakan melalui penilaian mandiri oleh KRP
untuk memastikan bahwa kualitas dan proses pembuatan dan pelaksanaan
KLHS dilaksanakan sesuai ketentuan: Penilaian mandiri harus
mempertimbangkan a. Dokumen RPPLH yang relevan, b. Laporan KLHS
yang terkait dan relevan. Dalam hal dokumen RPPLH belum tersusun maka
penilaian mandiri mempertimbangkan DDDT LH. Penilaian mandiri
dilaksanakan dengan cara a. Penilaian bertahap yang sejalan dan/atau
mengikuti tahapan perkembangan pelaksanaan KLHS, dan/atau b. Penilaian
sekaligus yang dilaksanakan di tahapan akhir pelaksanaan KLHS.
2. Hasil pembuatan dan pelaksanaan KLHS didokumentasikan ke dalam laporan
KLHS yang memuat informasi tentang a. Dasar pertimbangan Kebijakan,
rencana, dan/atau Program sehingga perlu dilengkapi KLHS; b. metoda,
teknik, rangkaian langkah-langkah dan hasil pengkajian pengaruh Kebijakan,
Rencana, dan/atau Program terhadap kondisi Lingkungan Hidup; c. Metoda,
teknik, rangkaian langkah-langkah dan hasil perumusan alternatif muatan
Kebijakan, Rencana, dan/atau Program; d. Pertimbangan, muatan, dan
konsekuensi rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan
Kebijakan, Rencana, dan/atau Program yang mengintegrasikan prinsip
Pembangunan Berkelanjutan; e. Gambaran pengintegrasian hasil KLHS
dalam Kebijakan, Rencana, dan/atau Program; f. Pelaksanaan partisipasi
masyarakat dan keterbukaan informasi KLHS; dan g. Hasil penjaminan
kualitas KLHS.

22
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

III. Validasi KLHS


1. Terhadap KLHS yang telah dilakukan penjaminan kualitas, dilakukan validasi
oleh a. Menteri, untuk Kebijakan, Rencana, dan/atau Program tingkat nasional
dan provinsi; atau b. gubernur, untuk Kebijakan, Rencana, dan/atau Program
tingkat kabupaten/kota.
2. Validasi dilakukan untuk memastikan penjaminan kualitas telah dilaksanakan
secara akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik
3. Validasi KLHS dilaksanakan a. Secara bertahap pada setiap proses
pembuatan dan pelaksanaan KLHS; atau b. Pada tahap akhir pembuatan dan
pelaksanaan KLHS.

1.9. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam laporan ini adalah sebagai berikut:

Bab 1 : Pendahuluan
Bab ini memuat Latar Belakang; Dasar Hukum dan Kebijakan; Maksud, Tujuan dan
Sasaran; Keluaran; Manfaat; Ruang Lingkup; Pendekatan dan Metodologi; Tahap
Penyelenggaraan KLHS; dan Sistematika Pembahasan.

Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah


Bab ini memuat Kondisi Fisik Wilayah; Kondisi Sosial dan Budaya; dan Kondisi
Perekonomian Daerah.

Bab 3 : Isu Prioritas Pembangunan Berkelanjutan


Bab ini memuat Pengumpulan isu-isu pembangunan berkelanjutan; Pemusatan Isu
Pembangunan Berkelanjutan; Isu Pembangunan Berkelanjutan Strategis; dan Isu
Pembangunan Berkelanjutan Prioritas.

Bab 4 : Identifikasi Kebijakan dan Program

Bab ini memuat Kebijakan dan Program Berdampak/Risiko Terhadap Lingkungan


Hidup; dan Keterkaitan Kebijakan dan Program Terhadap Isu Prioritas.

Bab 5 : Kajian Pengaruh Kebijakan dan Program

Bab ini memuat Kapasitas Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
untuk Pembangunan Berkelanjutan; Perkiraan Mengenai Dampak dan Risiko
Lingkungan Hidup; Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem; Efisiensi Pemanfaatan
23
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Sumber Daya Alam; Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Terhadap


Perubahan Iklim; dan Tingkat Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman Hayati.

Bab 6 : Perumusan Alternatif

Bab ini memuat Kajian Alternatif dari Kebijakan dan Program yang
Berdampak/Risiko Terhadap Lingkungan Hidup.

Bab 7 : Rekomendasi Perbaikan

Bab ini memuat Kajian Rekomendasi dari Kebijakan dan Program yang
Berdampak/Risiko Terhadap Lingkungan Hidup.

Bab 8 : Integrasi Rekomendasi

Bab ini memuat Integrasi Hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis ke dalam
Kebijakan dan Program.

24
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

BAB 2. GAMBARAN UMUM WILAYAH

2.1. Kondisi Geografis

Pada 5 Oktober 2005 terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat berdasarkan


Undang-undang Nomor 26 Tahun 2004. Secara geografis, Provinsi Sulawesi Barat
terletak antara antara 0°46'13,03''- 03°46'13,4'' Lintang Selatan (LS) dan
116°47'22,6'' - 119°52'17,07'' Bujur Timur (BT). Luas wilayah Sulawesi Barat berupa
daratan seluas 16.787,18 km2 sedangkan luas wilayah lautan sebesar 20.851,00
km2 dengan panjang garis pantai sebesar 677 km serta jumlah pulau-pulau kecil
sebanyak 40 pulau. Berdasarkan posisi geografisnya, Provinsi Sulawesi Barat
memiliki batas sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah


2. Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan
4. Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar

Sejak awal terbentuk pada tahun 2005, Provinsi Sulawesi Barat telah
mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Salah satunya ditandai di bidang
pemerintahan, pada awal terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat yang terdiri dari
lima kabupaten. Pada tahun 2013 terjadi pemekaran yaitu Kabupaten Mamuju
Tengah dari Induk Kabupaten Mamuju, sehingga Provinsi Sulawesi Barat terdiri dari
enam wilayah kabupaten yaitu Majene, Polewali Mandar, Mamasa, Mamuju,
Mamuju Utara dan Mamuju Tengah dengan Kabupaten Mamuju sebagai ibukota
Provinsi Sulawesi Barat. Tahun 2017 berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 61, Kabupaten Mamuju Utara berubah nama menjadi Kabupaten
Pasangkayu. Adapun rincian luasan masing-masing Kabupaten di Provinsi
Sulawesi Barat disajikan pada Tabel 2.1. dan Gambar 2.1.

25
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 2.2. Luas dan Jarak ke Ibukota Menurut Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat
Jarak
Ibukota Luas Presentase ke
No. Kabupaten
Kabupaten (km2) (%) Ibukota
(km2)
1 Majene Majene 947,84 5,56 143
2 Polemali Mandar Polewali 1.775,65 10,58 199
3 Mamasa Mamasa 3.005,88 17,91 292
4 Mamuju Mamuju 4.999,69 29,78 -
5 Pasangkayu Pasangkayu 3.043,75 18,13 279
6 Mamuju Tengah Tobadak 3.014,37 17,96 115
Sulawesi Barat 16.787,18 100,00 -
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

Berdasarkan data luas setiap kabupaten tersebut, Kabupaten Mamuju


sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Barat memiliki wilayah administrasi terluas
diantara lima kabupaten lainnya dengan luasan 4.999,69 km2 dan persentase 29,79
persen dari luas Provinsi Sulawesi Barat. Adapun kabupaten yang memiliki luasan
terkecil di Provinsi Sulawesi Barat adalah kabupaten Majene dengan luasan kurang
dari 1.000 km2 dan persentase 5,65 persen dari luas Provinsi Sulawesi Barat.
Sedangkan Kabupaten yang memiliki jarak terjauh ke Ibukota Provinsi Sulawesi
Barat adalah kabupaten Mamasa yang hampir mencapai jarak 300 km.
Berdasarkan data pemerintahan Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten
Mamasa terdiri atas 17 kecamatan. Kabupaten Polewali Mandar terdiri menjadi 23
kelurahan dan 244 desa. Sedangkan Kabupaten Mamuju Tengah hanya memilki 5
kecamatan, 59 desa dan tidak memiliki kelurahan. Kabupaten Mamuju Tengah
merupakan satu-satunya kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat yang memilki
wilayah Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) dengan 2 UPT. Adapun rincian jumlah
kecamatan, desa, kelurahan dan unit pemukiman transmigrasi setiap kabupaten di
Provinsi Sulawesi Barat disajikan pada Tabel 2.3.

26
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Gambar 2.1. Peta Adminstrasi Provinsi Sulawesi Barat

Tabel 2.3. Jumlah Kecamatan, Desa, Kelurahan dan Unit Pemukiman


Transmigrasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Barat
Unit Pemukiman
No. Kabupaten Kecamatan Desa Kelurahan
transmigrasi (UPT)
1 Majene 8 62 20 -
2 Polemali Mandar 16 244 23 -
3 Mamasa 17 168 13 -
4 Mamuju 11 88 13 -
5 Pasangkayu 12 59 4 -
6 Mamuju Tengah 5 56 - 2
Sulawesi Barat 69 577 73 2
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

27
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

2.2. Kondisi Topografi


Provinsi Sulawesi Barat memiliki kondisi topografi yang sangat bervariasi mulai
dari kondisi pesisir, dataran rendah, perbukitan, daerah dataran tinggi sampai pada
daerah pegunungan. Daerah pesisir dapat ditemukan disemua kabupaten yang
ada di provinsi Sulawesi Barat kecuali Kabupaten Mamasa yang tidak berbatasan
langsung dengan laut. Sementara itu, Kabupaten Pasangkayu memiliki topografi
dari daerah pesisir hanya sampai pada daerah yang agak berbukit. Sedangkan
untuk Kabupaten Mamuju, Polewali Mandar, Majene dan Mamuju Tengah memiliki
kondisi topografi yang lengkap dari wilayah pesisir hingga daerah pegunungan.

Wilayah dengan kondisi topografi yang datar dapat dijumpai di sebagian besar
Kabupaten Polewali Mandar dan Pasangkayu sedangkan Mamuju, Majene dan
Mamasa adalah berbukit sampai bergunung. Sulawesi Barat juga merupakan
daerah pegunungan sehingga memiliki banyak aliran sungai yang cukup besar dan
berpotensi untuk dikembangkan. Satuan pegunungan menempati wilayah paling
luas yaitu sekitar 70 persen dari total luas wilayah dan umumnya menempati bagian
tengah ke timur dengan bentuk memanjang utara-selatan, lembah-lembah yang
terbentuk merupakan wilayah yang curam. Adapun rincian kondisi topografi
disajikan pada Gambar 2.2.

Tabel 2.4. Jumlah Gunung dan nama Gunung Tertinggi Menurut Kabupaten di
Provinsi Sulawesi Barat
Nama Gunung Ketinggian Gunung
Kabupaten Jumlah Gunung
Tertinggi (mdpl)
Majene 11 Seteng 1.001
Polewali Mandar 28 tetuho 1.448
Mamasa 31 Mambuliling 2.873
Mamuju 109 Ganda Deawata 3.037
Mamuju Tengah 14 Pandabatu 2.840
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

Jumlah gunung di Sulawesi Barat sekitar 193 gunung yang tersebar di


beberapa kabupaten. Kabupaten Mamuju memiliki jumlah gunung terbanyak
diantara kabupaten lain di Provinsi Sulawesi barat dengan 109 gunung. Salah satu
gunung di Kabupaten Mamuju merupakan gunung tertinggi di Provinsi Sulawesi
Barat yaitu gunung Ganda Dewata yang memiliki tinggi sekitar 3.037 meter diatas
permukaan laut. Kabupaten Mamasa memiliki jumlah gunung 31 gunung dengan
nama gunung tertinggi Mambuliling yang memiliki tinggi sekitar 2.873 meter diatas

28
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

permukaan laut. Sementara itu, Kabupaten Polewali Mandar memiliki jumlah


gunung sebanyak 28 gunung, Kabupaten Pasangkayu dan Mamuju Tengah 14
gunung dan Kabupaten Majene 11 gunung. Adapun rincian jumlah gunung dan
naman gunung tertinggi menurut kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat disajikan
pada Tabel 2.3 diatas.

Gambar 2.2. Peta Topografi Provinsi Sulawesi Barat

29
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

2.3. Kondisi Geologi


Geologi di Sulawesi Barat disusun dari beberapa jenis batuan, yaitu batuan
sedimen, malihan, gunung api dan terobosan. Umurnya berkisar antara
Mesozoikum sampai Kuarter. Urutan stratigrafi batuan tersebut dimulai dari yang
tertua ke yang muda adalah batuan Malihan Kompleks Wana (TRw) yang terdiri
sekis, genes, filit dan batusabak. Satuan ini dijumpai pada lembar Mamuju dan
Lembar Pasangkayu yang diduga berumur lebih tua dari Kapur dan tertindih tak
selaras oleh Formasi Latimojong (Kls) di bagian timur memanjang utara-selatan
wilayah Sulawesi barat. Formasi ini terdiri dari filit, kuarsit, batu lempung malih, dan
pualam. Satuan batuan ini berumur Kapur. Formasi Latimojong ditindih tak selaras
Formasi Toraja pada bagian timur wilayah Mamuju dan Mamasa yang terdiri dari
batu pasir kuarsa, konglomerat kuarsa, kuarsit, serpih dan batu lempung yang
umumnya berwarna merah atau ungu, setempat dijumpai batubara. Formasi ini
mempunyai mempunyai Anggota Rantepao (Tetr) yang terdiri dari batu gamping
numulit berumur Eosen Tengah – Eosen Akhir. Sedangkan pada wilayah pasang
kayu formasi Latimojong di tindih tidah selaras batuan gunung api Formasi Lamasi
(Toml) dan Formasi Talaya.
Miosen Awal merupakan batuan gunung api beranggotakan batu gamping
(Tomc), tertindih selaras oleh Formasi Riu (Tmr) yang terdiri dari batu gamping
napal. Formasi Riu berumur Miosen Awal – Miosen Tengah dan tertindih tak selaras
oleh Formasi Sekala (Tmps) dan Batuan Gunung api Talaya (Tmtv). Formasi Sekala
terdiri dari grewake, batu pasir hijau, napal dan batu gamping, bersisipan tufa dan
lava yang tersusun oleh andesit – basal. Formasi ini berumur Miosen Tengah –
Pliosen dan berhubungan menjemari dengan Batuan Gunungapi Talaya. Batuan
Gunungapi Talaya terdiri dari breksi, lava dan tufa yang tersusun oleh andesit –
basal. Batuan ini mempunyai Anggota Tuf Beropa (Tmb) dan menjemari dengan
Batuan Gunung api Adang (Tma), terutama yang disusun oleh leusit - basal.
Bagian barat wilayah Pasangkayu didominasi oleh batuan sedimen Formasi
Lariang (Tmpl) dan Formasi Pasang kayu (TQp). Formasi ini merupakan endapan
molase terdiri dari konglomerat, batupasir dan batulempung. Batuan berumur
Miosen Tengah – Miosen Akhir dan mempunyai hubungan ketidakselarasan
dengan batuan yang lebih tua di bawahnya dan juga batuan yang lebih muda di
atasnya termasuk Formasi Pasangkayu. Formasi Pasangkayu terdiri dari batu pasir

30
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

dan batu lempung, setempat ditemukan batu gamping dan konglomerat. Umur
formasi ini adalah Pliosene dan ditindih secara tidak selaras oleh satuan aluvial (Qa)
yang berumur holosen dan mendominasi bagian barat.
Batuan Gunung api Adang berhubungan menjemari dengan Formasi
Mamuju (Tmm) yang berumur Miosen Akhir. Formasi Mamuju terdiri atas napal,
batupasir gampingan, napal tufaan dan batugamping pasiran bersisipan tufa.
Formasi ini mempunyai Anggota Tapalang (Tmmt) yang terdiri dari batugamping
koral, batugamping bioklastik dan napal yang banyak mengandung moluska.
Formasi Lariang terdiri dari batupasir gampingan dan mikaan, batulempung,
bersisipan kalkarenit, konglomerat dan tufa. Formasi ini berumur Miosen Akhir –
Pliosen Awal.
Pada bagian timur wilayah Sulawesi Barat disusun oleh batuan terobosan
batolit granit (Tmpi) dengan penyebaran yang cukup luas menerobos semua satuan
yang lebih tua (mendominasi bagian utara timur laut atau daerah Mamasa). Batuan
ini terdiri dari granitik, diorit, riolit dan setempat gabro. Batuan terobosan berbentuk
batolit ini diduga berumur Pliosen. Kearah tenggara wilayah Mamasa, batuannya
didominasi oleh batuan epiklastik gunungapi Formasi Loka (Tml). Formasi ini terdiri
atas batupasir andesitan, konglomerat, breksi dan batu lanau. Batuan ini
mempunyai umur Miosen Tengah – Miosen Akhir. Pada bagian tengah ditempati
oleh batuan gunung api Walimbong (Tmpv) yang terdiri atas lava dan breksi.
Penyebaran batuan ini cukup luas dan menyebar hingga ke arah tenggara. Batuan
ini diduga berumur Mio-Pliosen. Di wilayah Mamuju terdapat batuan Tufa Barupu
(Qbt) yang terdiri dari tufa dan lava yang diduga berumur Pliosen.
Bagian barat wilayah Sulawesi Barat pada umumnya disusun oleh endapan
sedimenter dimana di wilayah Mamuju tersingkap Formasi Budongbudong (Qb)
yang terdiri dari konglomerat, batupasir, batulempung dan batugamping koral (Ql).
Endapan termuda di lembar ini adalah endapan kipas aluvium (Qt) dan aluvium (Qa)
terdiri dari endapan- endapan sungai, pantai dan antar gunung. Sedangkan wilayah
Majene dan Polewali Mandar tersusun dari batuan sedimen dari Formasi Mandar.
Batuan tersebut terdiri atas batupasir, batu lanau dan serpih serta lensis batubara.
Hasil penanggalan menunjukkan bahwa umur formasi ini Miosen Akhir. Selain
Formasi Mandar (Mamuju), pada bagian barat juga ditemukan batuan sedimen

31
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

klastik lainnya (Formasi Mapi/Tmpm) yang tersusun oleh batu pasir, batu lempung,
batu gamping pasiran dan konglomerat.
Proses tertonik yang pernah terjadi wilayah Sulawesi Barat menyebabkan
pemalihan pada kelompok batuan Kompleks Wana (TRw) dan Formasi Latimojong.
Perlipatan dan pensesaran pada batuan berumur Eosen Formasi Toraja dan batuan
Berumur Miosen Formasi Lariang (Tmpl), pembentukan batuan sedimen molase
Formasi Pasangkayu (TQp). Dalam fase tetonik yang berbeda juga menyebabkan
perlipatan dan pensesaran pada kelompok batuan volkanik seperti Formasi Lamasi
(Toml), Formasi Talaya (Tmtv), Formasi Sekala (Tmps).
Kelompok Toraja terdiri atas Formasi Bonehau yang terendapkan pada
lingkungan laut terbuka. Formasi Kalumpang yang terdiri dari batulempung,
batubara, batupasir kaya kuarsa dan sedikit batuan vulkanik menindih tak selaras
Formasi Bonehau. Formasi Kalumpang terendapkan pada lingkungan transisi
hingga fluvial. Diatas Formasi tersebut terendapkan Formasi Rantepao yang
didominasi oleh batugamping berumur Eosen. Pada bagian atas dari kelompok
Toraja ini adalah Formasi Batio yang berumur Oligosen dan tersusun oleh napal.
Kelompok batuan ini dominan terendapkan pada lingkungn laut dan pada saat
bagian barat Sulawesi memisah (rifting) dari Kalimantan.
Kelompok Lariang terletak tidak selaras dengan kelompok Toraja di
bawahnya. Kelompok Lariang ini terdiri atas Formasi Tabiora yang juga didominasi
oleh napal. Diatas Formasi ini terendapkan secara selaras Formasi Lisu yang
berumur Miosen Atas. Pada Formasi ini terlihat adanya peningkatan kandungan
klastik kasar kearah selatan. Kelompok batuan ini umumnya tersusun oleh
endapan-endapan laut dimana materialnya sebagian berasal dari batuan yang lebih
tua. Kelompok batuan tersebut mengalami deformasi sebelum terbentuknya
kelompok Pasangkayu. Batuan Kelompok Formasi Pasangkayu berumur Plio-
Pleistesen dan didominasi oleh konglomerat yang kaya akan kuarsa. Batuan ini
terendapkan pada daerah cekungan foreland pada saat orogenesa ke arah timur.

32
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Gambar.2.3. Peta Geologi Provinsi Sulawesi Barat

33
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

2.4. Kondisi hidrologi


Wilayah hidrologi ditampilkan pada suatu daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan yang biasa
disebut dengan daerah aliran sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai di Sulawesi Barat
merupakan ekosistem dengan tingkat kepentingan sangat tinggi dan menjadi isu
sentral. Hal tersebut terjadi karena Sulawesi Barat dominan dibangun oleh wilayah
dengan topografi bergunung dengan curah hujan tinggi, dijejali begitu banyak
sungai besar. Sementara, wilayah-wilayah dengan topografi datar yang menjadi
andalan perekonomian masyarakat Sulawesi Barat merupakan kawasan/dataran
pengaruh banjir dan sedimentasi sungai-sungai besar. Karena itu,
Ekosistem dan daya dukung wilayah datar ditentukan oleh kualitas ekosistem
DAS besar yang mempengaruhinya. Berdasarkan itu, mudah dipahami bahwa
arahan pengembangan ekologi DAS perlu dirancang dengan baik. DAS harus
dilihat sebagai ekosistem yang perlu dijaga kualitas dan keberlanjutan fungsinya
(misalnya untuk menjaga daya dukung sumberdaya daerah aliran sungai dan
kehidupan manusia), sekaligus sebagai kawasan pengembangan ekonomi. Aspek
ini juga dibahas pada Rencana Pengembangan Kawasan Lindung dan Penentuan
Kawasan Strategis Kepentingan SDA. Pengembangan ekologi pada DAS harus
terintegrasi dengan pengembangan fungsi ekonominya, seperti PLTA, air irigasi
dan fungsi-fungsi lain, tidak bisa jalan sendiri-sendiri.
Ada delapan DAS yang cukup besar di Provinsi Sulawesi antara lain daerah
aliran sungai Budong-Budong, Karama, Karossa, Lariang, Malunda, Mamuju,
Mandar, Mapili dan Saddang . Tiga DAS di provinsi Sulawesi Barat yang melintasi
Provinsi lain. Pertama, DAS Saddang yang memotong Provinsi Sulawesi Selatan
meliputi Kabupaten Toraja Utara, Tana Toraja, Enrekang dan Pinrang serta
Kabupaten Mamasa pada Provinsi Sulawesi Barat. Begitu pun dengan DAS
Karama yang memotong Provinsi Sulawesi Selatan meliputi Kabupaten Luwu
Utara, Toraja Utara dan pada Provinsi Sulawesi Barat meliputi Kabupaten Mamasa
serta Kabupaten mamuju sebagai muara dari sungai Karama. Sementara itu DAS
Lariang memotong dua provinsi lainnya yaitu Provinsi Sulawesi Selatan meliputi

34
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kabupaten Luwu Utara dan Provinsi Sulawesi Tengah yang meliputi Kabupaten
Poso, Sigi dan Doggala yang akan bermuara di Provinsi Sulawesi Barat tepatnya
di Kabupaten Pasangkayu. Adapun rincian daerah aliran sungai di Provinsi
Sulawesi Barat disajikan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Peta Daerah Aliran Sungai Provinsi Sulawesi Barat

35
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

2.5. Kondisi Iklim


Iklim sangat berpengaruh terhadap keadaan lingkungan, khususnya
terhadap siklus hidrologi, sumberdaya tanah, air dan tanaman. Ketersediaan air
bagi kepentingan makhluk hidup di atas permukaan tanah sangat ditentukan oleh
keadaan iklim dan ekosistemnya. Berada di bawah pengaruh iklim tropis dengan
curah hujan tinggi, seringkali mengakibatkan terjadinya pencucian hara dan
translokasi partikel-partikel tanah, baik secara lateral yang membawanya ke daerah
aliran, maupun vertikal pada tubuh tanah dari horison atas ke horison tanah di
bawahnya.
Data iklim Provinsi Sulawesi Barat diperoleh dari Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Majene. Data iklim tersebut meliputi
suhu, kelembapan udara, tekanan udara, kecepatan angin, curah hujan dan
penyinaran matahari. Kondisi iklim Provinsi Sulawesi Barat diperoleh pada tahun
2016. Iklim di wilayah Sulawesi Barat umumnya tropis karena berada dibawah garis
khatulistiwa dan mempunyai kelembaban udara yang relatif tinggi. Sebagai daerah
dengan pinggiran pantai yang berhadapan langsung dengan Selat Makassar, maka
Sulawesi Barat memiliki pola suhu udara yang bergantung kepada angin laut.
Adapun kondisi iklim Provinsi Sulawesi Barat disajikan pada Tabel 2.5, 2.6, dan 2.7.
Tabel 2.5. Rata-Rata Suhu dan Kelembapan Udara Menurut Bulan Provinsi
Sulawesi Barat
Suhu (oC) Kelembapaan udara (%)
Bulan
Maks Min Rata-rata Maks Min Rata-rata
Januari 34,0 23,8 28,5 88 76 81
Februari 33,6 24,2 28,2 86 77 82
Maret 34,6 24,6 28,7 87 72 79
April 34,2 23,6 28,3 96 71 82
Mei 33,4 24,6 28,3 87 77 83
Juni 32,4 23,3 27,5 88 79 83
Juli 34,0 23,2 27,9 89 61 80
Agustus 34,2 22,4 28,1 84 71 78
September 33,8 23,2 28,4 83 68 76
Oktober 33,8 23,4 28,1 88 69 79
November 34,0 23,6 28,2 87 73 81
Desember 34,5 22,6 28,2 86 60 73
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

36
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 2.6. Rata-Rata Tekanan Udara, Kecepatan Angin dan Penyinaran Menurut
Bulan Provinsi Sulawesi Barat
Tekanan Udara Kecepatan Angin Penyinaran Matahari
Bulan
(mb) (knot) (%)
Januari 1.013,0 7 76
Februari 1.012,4 6 63
Maret 1.012,5 7 75
April 1.011,7 5 75
Mei 1.011,1 6 79
Juni 1.012,2 5 73
Juli 1.011,6 8 78
Agustus 1.011,7 7 93
September 1.011,7 5 77
Oktober 1.011,2 4 75
November 1.011,0 4 73
Desember 1.010,2 9 62
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

Tabel 2.7. Jumlah Curah Hujan Bulanan dan Hari Hujan Menurut Bulan Provinsi
Sulawesi Barat
Bulan Curah hujan (mm3) Hari hujan
Januari 167 20
Februari 94 20
Maret 70 14
April 307 20
Mei 166 20
Juni 238 22
Juli 120 11
Agustus 3 7
September 44 12
Oktober 225 16
November 120 19
Desember 129 22
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

Berdasarkan laporan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika


Stasiun Majene pada tahun 2016, suhu udara di Sulawesi Barat berkisar antara
23,50 °C hingga 36,70 °C dengan rata-rata suhu udara sekitar 28,20 °C.
Kelembapan udara dalam satu tahun berkisar antara 71 persen sampai dengan 87
persen. Pada tahun tersebut pula, Sulawesi Barat memiliki jumlah hari hujan
tertinggi terjadi di bulan Juni dan Desember yaitu 22 hari hujan dan terendah pada

37
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

bulan Agustus yaitu 7 hari hujan. Adapaun uraian kondisi iklim Provinsi Sulawesi
Barat disajikan pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Rata Uraian Kondisi Iklim Provinsi Sulawesi Barat


Kondisi Cuaca Deskripsi
o
Suhu/Temperature ( C) -
Maksimum/Maximum 36,70
Minimum/Minimum 23,50
Rata-rata/Average 28,20
Kelembaban Udara (persen) -
Maksimum 87,00
Minimum 71,00
Rata-rata 80,00
Tekanan Udara (mb) 1.001,70
Kecepatan Angin (knot) 6,00
3
Curah Hujan (mm ) 140,25
Penyinaran Matahari (persen) 75,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

2.6. Daerah rawan bencana


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Provinsi Sulawesi Barat merupakan wilayah
dengan kondisi alam yang kompleks dari wilayah laut, pesisir, daerah dataran
rendah, dataran tinggi sampai pada wilayah pegunungan. sehingga menjadikan
Sulawesi Barat sebagai salah satu daerah yang berpotensi tinggi terhadap
ancaman bencana seperti bencana alam. Bencana yang terjadi di Provinsi Sulawesi
Barat dalam kurun tahun 2015 relatif sedikit jika dibandingkan dengan daerah-
daerah lain yang ada di Indonesia. Adapun rincian kejadian bencana alam tahun
2015 disajikan pada Tabel 2.9 dan daerah yang rawan bencana disajikan pada
Gambar 2.5.

38
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 2.9. Kejadian Bencana Tahun 2015 di Provinsi Sulawesi Barat


Kejadian Terdampak Kerugian
Meninggal Mengungsi Lokasi Bencana
bencana (ha) (Rp .000)
Mamuju,
Banjir 892 N/A 137 3.135.000 Pasangkayu,
Mamuju Tengah
Majene, Polman,
Kebakaran
Mamuju,
hutan dan 5.956 N/A N/A 445.600.000
Pasangkayu, dan
lahan
Mamuju Tengah
Majene, Polman,
Kekeringan 1.962 N/A N/A 101.905.200
Pasangkayu
Tanah
N/A N/A N/A 2.410.000 Majene, Mamasa
Longsor
Gempa N/A N/A N/A 3.950.000 Mamuju
Sumber: Badan Perencanaan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, 2016

Pada tahun 2015 di Provinsi Sulawesi Barat terjadi beberap kejadian


bencana alam yaitu banjir, kebakaran hutandan lahan, kekeringan, tanah longsor
dan gempa bumi. Kejadian bencana alam tidak adanya korban jwa, namun
kerugian secara materi yang sangat besar. Kejadian bencana alam banjir
menimbulkan harus adanya masyarakat yang mengungsi. Adapun uraian wilayah
rawan bencana sebagaimana yang telah diidentifikasi dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Sulawesi Barat 2014 - 2034 sebagai berikut:

a. Rawan Gempa di Kabupaten Mamuju (Kecamatan Tappalang, Kecamatan


Mamuju, Kecamatan Kalukku, kecamatan Singkep, Kecamatan Bonehau,
Kecamatan Belang-Belang, Kecamatan Papalang, dan Kecamatan
Sampaga);di Kabupaten Mamuju Tengah (Kecamatan Pangale, dan Budong-
Budong); Kabupaten Polewali Mandar (Kecamatan-Kecamatan Tutallu,
Wonomulyo); Kabupaten Pasangkayu (Bambalamotu, Bambaira, Pasangkayu,
Baras, Sarudu), Kabupaten Mamuju (Mamuju, Simboro Kepulauan, Tapalang
Barat, Sampaga, dan Papalang); Kabupaten Mamuju Tengah (Budong-
Budong, Topoyo dan Karossa), Majene (Malunda, Sendana, Pamboang,
Banggae) dan Polewali Mandar(Tinambung, Campalagian, Limboro,Balanipa,
Luyo, Mapilli, Wonomulyo, Anreapi dan Polewali).
b. Tsunami di Kabupaten Pasangkayu (Bambaira, Bambaloka, Pasangkayu,
Sarudu, Lariang, Tikke), Mamuju Tengah (Karossa, Topoyo, Budong-Budong);
Mamuju (Sampaga, Papalang, Kalukku, Mamuju, Balabalakang, Simkep,

39
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tapalang Barat dan Tapalang), Majene (Malunda, Sendana, Banggae,


Pamboang) dan Polewali Mandar (Tinambung, Balanipa, Campalagian, Mapilli,
Wonomulyo, Matakali, Polewali dan Binuang).
c. Rawan Longsor di Kabupaten Mamuju (Kalumpang, Bonehau, Kalukku,
Simkep, Tapalang Barat), Majene (Ulumanda, Malunda, Tubo, Tammerodo,
Pamboang, Banggae), Mamasa (seluruh kecamatan) dan Polewali
Mandar(Tutar, Matangnga, Limboro, Allu, Luyo, Anreapi dan Bulo).
d. Rawan Banjir di Kabupaten Pasangkayu (Sarjo, Bambalamotu, Pasangkayu,
Lariang, Tikke dan Sarudu), Kabupaten Mamuju (Mamuju, Kalukku, Sampaga,
Papalang); Mamuju Tengah (Topoyo dan Budong- Budong, dan Karossa),
Majene (Banggae, Banggae Timur, Pamboang, Sendana dan Malunda) dan
Polewali Mandar (Allu, Limboro, Tinambung, Balanipa, Campalagian, Mapilli,
Wonomulyo, Matakali, Binuang dan Polewali).
e. Rawan Abrasi di Kabupaten Pasangkayu (Bambaira, Bambaloka, Pasangkayu,
Sarudu, Lariang, Tikke), Mamuju Tengah (Karossa, Topoyo, Budongbudong);
Mamuju (Sampaga,Papalang, Kalukku, Mamuju, Bala-Balakang, Simkep,
Tapalang Barat dan Tapalang), Majene (Malunda, Sendana, Banggae,
Pamboang) dan Polewali Mandar (Tinambung, Balanipa, Campalagian, Mapilli,
Wonomulyo, Matakali, Polewali dan Binuang).
f. Kawasan rawan tenggelamnya pantai dan pulau-pulau kecil akibat penurunan
permukaan tanah aluvial pantai dan kenaikan permukaan air laut di seluruh
pantai Provinsi Sulawesi Barat, di kepulauan Bala-Balakang Kabupaten
Mamuju dan pulau Lere-Lerekang di Kabupaten Majene

40
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Gambar.2.5. Peta Rawan Bencana Provinsi Sulawesi Barat

41
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

2.7. Data Kependudukan


Provinsi Sulawesi Barat memiliki luas wilayah 16.787,18 km2 dengan jumlah
penduduk sekitar 1.531.930 jiwa berdasarkan data kependudukan dari Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Sulawesi Barat tahun 2016. Sehingga
kepadatan penduduk Provinsi Sulawesi Barat sebesar 91,25 jiwa/km2. Adapun
rincian penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 779.175 jiwa,
sedangkan penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 752.755 jiwa.
Berdasarkan hal tersebut, rasio jenis kelamin sebesar 103,51 dengan penduduk
perempuan lebih banyak yakni kurang lebih sekitar 3 (tiga) persen dari penduduk
laki-laki. Adapun data jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Barat dari tahun 2013
sampai tahun 2016 menurut kabupaten disajikan pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10. Jumlah Penduduk dari Tahun 2013 Sampai Tahun 2016 Menurut
Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat
Kabupaten
Sulawesi
Tahun Pasang Polewali Mamuju
Mamuju Mamasa Majene Barat
kayu Mandar Tengah
2013 204.837 431.568 200.038 510.569 163.507 0 1.510.519
2014 205.875 293.704 201.086 513.194 164.148 140.858 1.518.865
2015 206.428 294.451 201.769 514.060 164.673 141.245 1.522.626
2016 207.701 296.207 203.994 516.537 166.006 142.485 1.531.930
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Sulawesi Barat, 2016

Berdasarkan data kependuduk dari tahun 2013 sampai tahun 2016 terus
mengalami pertambahan jumlah penduduk di setiap kabupaten yang ada di Provinsi
Sulawesi Barat. Hal tersebut juga akan berdampak pada jumlah penduduk pada
Provinsi Sulawesi Barat yang terus bertambah dengan rata-rata pertambahan
jumlah penduduk setiap tahun sekitar 10.000 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk
terbesar berada pada kabupaten Polewali Mandar dengan pertambahan jumlah
penduduk diatas 10.000 penduduk setiap tahunnya. Sedangkan Kabupaten
Mamuju Tengah hanya memiliki pertambahan penduduk tidak lebih dari 1.000 jiwa
setiap tahunnya. Adapun kepadatan penduduk dan ditribusi penduduk menurut
kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat disajikan pada Tabel 2.11.

42
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 2.11. Kepadatan Penduduk dan Distribusi Penduduk Menurut kabupaten


Provinsi Sulawesi Barat
Kepadatan Penduduk Distribusi Penduduk
No. Kabupaten
(jiwa/km2) (%)
1 Pasangkayu 68,24 13,56
2 Mamuju 67,53 19,34
3 Mamasa 67,53 13,25
Polewali
4 mandar 290,90 33,72
5 majene 175,14 10,84
6 Mamuju tengah 47,27 9,30
Sulawesi barat 91,26 100,00
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Sulawesi Barat, 2016

Seperti halnya jumlah penduduk dan pertambahan jumlah penduduk mulai


tahun 2013 sampai tahun 2016, kepadatan jumlah penduduk terbesar juga berada
di Kabupaten Polewali Mandar dengan kepadatan penduduk 290,90 jiwa/km2
dengan distribusi sebesar 33,72 persen dari penduduk Provinsi Sulawesi Barat.
Kepadatan penduduk terkecil adalah Kabupaten Mamuju Tengah dengan
kepadatan penduduk 47,27 jiwa/km2 dan distribusi penduduk dibawah 10 persen
dari penduduk provinsi Sulawesi Barat. Kabupaten Majene memilki kepadatan
terbesar kedua setelah Kabupaten Polewali Mandar dengan kepadatan penduduk
175,14 jiwa/km2 , namun nilai ditribusi penduduknya kecil di Sulawesi Barat yang
hanya memiliki distribusi 10,84 persen.

Tabel 2.12. Jumlah penduduk dan Rasio Menurut Jenis kelamin Provinsi Sulawesi
barat
Kabupaten
Jenis Sulawesi
Kelamin Pasang Polewali Mamuju Barat
Mamuju Mamasa Majene
Kayu Mandar Tengah
99.595 144.157 98.703 258.303 83.388 68.609 752.755
Laki-laki
108.106 152.050 104.291 258.234 82.618 73.876 779.175
perempuan
207.701 296.207 202.994 516.537 166.006 142.485 1.531.930
Jumlah
108,55 105,48 105,66 99,97 99,08 107,68 103,51
rasio
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Sulawesi Barat, 2016

43
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Rasio jenis kelamin di Provinsi Sulawesi barat sebesar 103,51 dengan


penduduk perempuan lebih banyak sekitar tiga persen dari penduduk laki-laki. Jika
dilihat berdasarkan Kabupaten, ada empat kabupaten yaitu Kabupaten
Pasangkayu, Mamuju, Mamasa dan Mamuju Tengah yang memiliki jumlah
penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada jenis kelamin laki-
laki. Empat kabupaten tersebut memiliki rasio penduduk jenis perempuan lebih
banyak diatas lima persen. Adapun Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten
Majene memiliki jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingan penduduk berjenis kelamin perempuan.
Struktur Usia penduduk Provinsi Sulawesi Barat dibagi kedalam 16
kelompok umur dengan interval umur lima tahun. Kelompok umur usia muda
memiliki jumlah penduduk yang besar yaitu umur 0-40 tahun. Kelompok umur usia
muda tersebut disetiap kelompok umur penduduknya lebih dari 100.000 penduduk.
Sedangkan kelompok umur diatas 40 tahun disetiap kelompok umur tidak mencapai
100.000 penduduk. Kelompok umur dengan jumlah penduduk terbesar pada
kelompok umur 10-15 tahun yang mencapai 170.000 penduduk. Jumlah penduduk
terkecil pada kelompok umur 70-74 tahun dibawah 20.000 penduduk. Adapun
rincian jumlah penduduk menurut kelompok umur di Provinsi Sulawesi Barat
disajikan pada Tabel 2.13.
Tabel 2.13. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Provinsi Sulawesi Barat
No. Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
1 <4 52.040 48.357 100.397
2 5-9 76.750 72.157 148.907
3 10-15 87.414 82.352 169.766
4 15-19 82.016 77.402 159.418
5 20-24 73.535 72.848 146.383
6 25-29 68.853 68.259 137.112
7 30-34 69.046 67.572 136.618
8 35-39 61.640 59.950 121.590
9 40-44 54.932 53.337 108.269
10 45-49 47.147 44.175 91.322
11 50-54 32.204 31.341 63.545
12 55-59 24.217 24.519 48.736
13 60-64 17.433 16.964 34.397
14 65-69 12.171 13.179 25.350
15 70-74 9.215 9.338 18.553
16 >75 10.562 11.005 21.567
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Sulawesi Barat, 2016

44
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Pada Provinsi Sulawesi Barat terdapat 292.792 rumah tangga. Rata-rata


banyaknya anggota rumah tangga pada Provinsi Sulawesi Barat sebesar 4,5 jiwa
setiap rumah tangga. Sehingga dapat dipahami di Provinsi Sulawesi Barat dalam
satu rumah tangga, ada empat sampai lima anggota rumah tangga. Rumah tangga
terbesar terdapat di Kabupaten Polewali Mandar sebesar 95.884 rumah tangga.
Namun rata-rata banyaknya anggota rumah tangga pada Kabupaten Polewali
Mandar sebesar 4,5 jiwa setiap rumah tangga. Rumah tangga terkecil terdapat
pada Kabupaten Majene yang hanya memiliki 34.342 rumah tangga. Adapun
rincian jumlah rumah tangga menurut kaupaten di Provinsi Sulawesi Barat disajikan
pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14. Jumlah Rumah Tangga Menurut Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat
Rata-rata Banyaknya
No. Kabupaten Rumah Tangga Anggota Rumah
Tangga
1 Majene 34.342 4,8
2 Polemali Mandar 95.884 4,5
3 Mamasa 35.999 4,3
4 Mamuju 60.713 4,5
5 Pasangkayu 37.798 4,3
6 Mamuju Tengah 28.056 4,4
Sulawesi Barat 292.792 4,5
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

2.8. Kondisi Sosial


Kondisi sosial suatu daerah dilihat dari kondisi kehidupan masyarakatnya.
Kondisi kehidupan masyarakt tersebut dapat dilihat dari agama, budaya,
pendidikan, kesehatan, mata pencaharian, tingkat kesejahteraan, nilai norma dan
lain sebagainya. Kemiskinan merupakan salah satu penilaian untuk
mendeskripsikan kondisi masyarakat di suatu daerah. Kemiskinan salah satu
permasalahan sosial, bahwa kemiskinan merupakan permasalahan atau persoalan
yang kompleks dan harus dilihat darisegala aspek kehidupan.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan berada di bawah garis kemiskinan. Pada umumnya pendekatan
yang digunakan dalam menentukan garis kemiskinan adalah berdasarkan konsep
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan yang setara dengan 2100 kilo kalori serta kebutuhan bukan

45
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

makanan, yakni kebutuhan minimum perumahan, sandang, pendidikan, dan


kesehatan. Sedangkan untuk tingkat kemiskinan dihitung berdasarkan proporsi
jumlah penduduk yang pengeluaran perkapitanya dibawah garis kemiskinan
terhadap total populasi di suatu wilayah. Hal yang perlu dilakukan sebagai upaya
pengentasan kemiskinan harus dilakukan yang mencakup berbagai aspek
kehidupan masyarakat, memerlukan keterpaduan dan terintegras. Namun isu
permsalahan dalam penanggulangannya belum terintegrasi dibeberapa aspek.
Sehingga angka kemiskinan cenderung lambat penurunannya. Adapun rincian data
garis kemiskinan dan angka kemiskinan tahun 2010-2016 disajikan pada Tabel
2.15.

Tabel 2.15. Garis kemiskinan dan Angka Kemiskinan Tahun 2010-2016 Provinsi
Sulawesi Barat
Garis Jumlah Penduduk Presentase
Tahun
Kemiskinan Miskin Penduduk Miskin
2010 171.356 141,33 13,58
Maret 2011 186.041 164,14 13,64
September 2011 192.971 162,75 13,64
Maret 2012 198.792 159,51 13,24
September 2012 207.072 158,22 13,01
Maret 2013 213.403 151,11 12,30
September 2013 228.944 151,69 12,23
Maret 2014 233.838 153,89 12,27
September 2014 246.524 154,69 12,05
Maret 2015 261.881 160,48 12,40
September 2015 277.479 153,21 11,90
Maret 2016 286.840 152,73 11,74
September 2016 292.519 146,90 11,19
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

Berdasarkan data garis kemiskinan dan angka kemiskinan Tahun 2010-2016


tersebut, garis kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat terus mengalami peningkat
disetiap tahunnya. Pada tahun 2010, garis kemiskinan mencapai angka 171.356.
Pada Akhir tahun 2016 garis kemiskinan meningkat 12.000 lebih, sehingga garis
kemiskinan mencapai angka 292.519. Sementara itu angka kemiskinan Provinsi
Sulawesi Barat mengalami fluktuasi dalam kurun waktu tersebut, namun
berdasarkan persentase jumlah penduduk terus mengalami penurunan kemiskinan.

46
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Adapun angka kemiskinan tahun 2011-2016 menurut kabupaten disajikan pada


Tabel 2.16.

Tabel 2.16. Angka Kemiskinan (Ribuan) Tahun 2011-2016 Menurut Kabupaten


Provinsi Sulawesi Barat
No. Kabupaten 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Majene 26,61 25,92 24,33 24,74 25,79 24,69
2 Polemali Mandar 80,40 78,02 74,50 75,68 77,90 73,04
3 Mamasa 21,74 20,98 20,63 21,11 22,58 21,43
4 Mamuju 26,42 25,63 25,20 25,92 17,96 17,47
5 Pasangkayu 8,01 7,67 7,03 7,25 7,86 7,67
6 Mamuju Tengah 0 0 0 0 8,39 8,43
Sulawesi Barat 163,18 158,22 151,69 154,69 160,48 152,70
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

Angka kemiskinan disetiap kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat mengalami


penurunan jika dilihat dari angka kemiskinan dalam kurun dari tahun 2011 sampai
tahun 2016. Pada tahun 2014, semua kabupaten mengalami peningkatan angka
kemiskinan kecuali Kabupaten Mamuju Tengah karena baru terbentuk menjadi
kabupaten. Pada satu tahun berikutnya yaitu tahun 2015, semua kabupaten
kembali mengalami peningkatan angka kemiskinan kecuali Kabupaten Mamuju.
Angka Kemiskinan di Kabupaten Mamuju tengah mulai tercatat sejak tahun 2015
dan pada tahun 2016 mengalami penurunan angka kemiskinan.
Pendidikan merupakan urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar,
dan ini merupakan salah satu kewenangan pemerintah yang wajib dilaksanakan
oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Indonesia.
Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Pendidikan mempengaruhi pula secara penuh pertumbuhan
ekonomi suatu daerah. Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan bidang
pendidikan secara garis besar adalah tercapainya struktur jumlah sekolah SD, SMP,
dan SMA yang ideal, tercapainya rasio siswa antar tingkat pendidikan yang ideal,
meningkatnya pemerataan dan perluasan akses pendidikan, meningkatnya kualitas
pendidikan, meningkatan relevansi pendidikan dengan dunia kerja, dan
meningkatnya pengawasan dan manajemen sekolah, yang pada gilirannya
berujung pada peningkatan sumberdaya manusia.

47
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Angka partisipasi sekolah di Provinsi Sulawesi Barat dilihat dari persentase


tidak atau belum sekolah, masih sekolah dan tidak sekolah lagi. Pada jenis kelamin
laki-laki pada penduduk berumur 7-22 tahun memilki partisipasi sekolah terrendah
dengan 2,22 persen yang belum atau tidak sekolah. Pada penduduk umur yang
sama yang berjenis kelamin perempuan memiliki partisipasi sekolah 0,79 persen
yang tidak atau belum bersekolah. Pada Provinsi Barat dapat dideskripsikan bahwa
semakin meningkat kelompok umur, maka akan semakin rendah angka partisipasi
sekolah. Hal tersebut dilihat dari turunnya angka penduduk sementara sekolah dan
semakin meningkatnya angka penduduk yang tidak sekolah lagi. Pada kelompok
umur 19-24 tahun yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan yang tidak
bersekolah lagi berada pada angka sekitar 75 persen. Penduduk yang tidak atau
belum sekolah pada jenis kelamin dan kelompok umur relatif tidak berbeda yang
berada pada kisaran 0,3 persen sampai 2 persen. Adapun partisipasi sekolah
menurut jenis kelamin dan kelompok umur sekolah disajikan pada Tabel 2.17.
Tabel 2.17. Partisipasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
Sekolah Provinsi Sulawesi Barat
Partisipasi Sekolah
Jenis Kelompok
Tidak/Belum Sementara Tidak Sekolah
Kelamin Umur
pernah Sekolah Sekolah Lagi
7‒12 2,22 97,34 0,44
13‒15 0,61 86,71 12,68
Laki-laki 16‒18 0,33 65,24 34,43
19‒24 0,53 22,05 77,42
7‒24 1,20 71,05 27,75
7‒12 0,79 98,90 0,31
13‒15 1,22 93,23 5,55
Perempuan 16‒18 0,39 69,71 29,90
19‒24 1,41 22,66 75,94
7‒24 0,99 71,99 27,02
7‒12 1,55 98,08 0,38
Laki-laki 13‒15 0,91 89,93 9,16
dan 16‒18 0,36 67,34 32,31
Perempuan 19‒24 0,97 22,36 76,67
7‒24 1,10 71,50 27,40
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

Dalam melihat kembali partisipasi sekolah perlu dilihat dari angka partisipasi
sekolah secara murni maupun angka partisipasi secara kasar berdasarkan tingkat

48
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

atau jenjang pendidikan. Pada Provinsi Sulawesi Barat memiliki angka pasrtisipasi
secara murni yang semakin menurun, jika semakin meningkat jenjang pendidikan.
Namun tidak terjadi pada angka partisipasi secara kasar yang cenderung stabil
pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajatnya
dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajatnya. Pada jenjang
pendidikan Sekolah Dasar (SD) angka partisipasi murni sebesar 95, 34 persen
sedangka angka partisipasi kasar sebesar 106,23 persen. Adapun rincian Angka
partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang
Pendidikan disajikan pada Tabel 2.18.

Tabel 2.18. Angka partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK)
Menurut Jenjang Pendidikan Provinsi Sulawesi Barat
No. Angka Partisipasi
Jenjang Pendidikan Murni Angka Partisipasi Kasar
1 SD/MI 95,34 106,23
2 SMP/MTs 69,10 81,00
3 SMA/SMK/MA 57,08 83,49
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

Isu kesehatan menjadi permasalahan di Provinsi Sulawesi Barat bahwa masih


rendahnya akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan yang berkualitas dan
masih terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan serta belum optimalnya Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat. Kondisi kesehatan secara menyeluruh dapat dilihat dari
suatu kondisi fisik, mental sampai pada kondisi sosial masyarakat tersebut. Hal
tersebut terlihat dari permasalahan saat ini adalah masih tingginya Angka Kematian
ibu dan bayi. Jumlah kasus kematian ibu pada tahun 2012 sebesar 59 kasus dan
pada tahun 2016 sebesar 47 kasus, sedangkan kasus kematian bayi pada tahun
2012 sebanyak 353 kasus dan mengalami kenaikan pada tahun 2016 sebanyak 379
kasus. Adapun rincian jumlah bayi lahir dan gizi buruk disajikan pada Tabel 2.19.
dan Jumlah penyakit disajikan pada Tabel 2.20.

49
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 2.19. Jumlah Bayi Lahir dan Gizi Buruk Menurut Kabupaten Provinsi
Sulawesi Barat
Berat Badan
Bayi
No. Kabupaten Lahir Dirujuk Gizi Buruk
Lahir
Rendah
1 Majene 3.546 354 - 13
Polemali
2
Mandar 8.150 446 - 29
3 Mamasa 2.855 82 - 14
4 Mamuju 5.323 129 - 35
5 Pasangkayu 3.161 155 - 14
6 Mamuju Tengah 2.347 119 - 21
Sulawesi Barat 25.382 1.285 - 126
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

Jumlah bayi yang lahir sepanjang tahun 2016 di Provinsi Sulawesi Barat
mencapai angka 25.382 bayi. Kabupaten Polewali yang mempunyai jumlah
penduduk terbesar juga mempunyai kelahiran bayi terbesar dengan 8.150 kelahiran
bayi. Namun Kabupaten Polewali Mandar mempunyai angka kelahiran bayi yang
berat badannya yang rendah mencapai 446 bayi. Walaupun Kabupaten Mamuju
tidak banyak mempunyai kelahiran bayi dengan berat badan yang rendah tapi
mempunyai gizi buruk terbesar diantara kabupaten yang lain di Provinsi Sulawesi
Barat.

Tabel 2.20. Jumlah Penyakit menurut Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat


Demam
No. Kabupaten HIV/AIDS Diare Tuberkulosis Malaria
berdarah
1 Majene 5 126 4.850 252 22
Polemali
2
Mandar - 199 17.121 420 11
3 Mamasa - 249 3.211 97 21
4 Mamuju 23 75 5.154 162 31
5 pasangkayu 2 200 5.873 116 26
Mamuju
6
Tengah 1 107 2.497 33 10
Sulawesi Barat 31 956 38.706 1.090 121
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

Tingkat kesehatan suatu masyrakat di daerah juga dapat dilihat dari


kerentanan terhadap penyakit yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan. Ada
beberapa penyakit yang tercatat di Provinsi Sulawesi Barat meliputi penyakit

50
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

HIV/AIDS, demam berdarah, diare, tuberkulosis dan malaria. Masyrakat Kabupaten


Mamuju yang terjangkit penyakit HIV/AIDS 23 orang dan penyakit malaria 31 orang,
sedangkan Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa tidak ada yang
terjangkit penyakit HIV/AIDS. Namun Kabupaten Polewali mandar banyak yang
terjangkit penyakit diare yang mencapai 17.121 kasus, sangat berbeda jauh dengan
Kabupaten Mamuju yang terjangkit penyakit diare hanya 5.154 kasus. Sedangkan
masyarakat Kabupaten Mamasa banyak yang terjangkit demam berdarah yang
mencapai 249 kasus.
Kualitas kesejahteraan manusia Provinsi Sulawesi Barat sudah cukup baik.
Hal ini diindikasikan dengan selalu meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Pada tahun 2010, capaian IPM Sulawesi Barat sebesar 60,63, kondisi ini
meningkat menjadi 63,60 pada tahun 2016. Indeks Pembangunan Manusia
Sulawesi Barat berada pada level Menengah berada pada peringkat ke 31 dari
seluruh provinsi tahun 2016. Dari segi pertumbuhan IPM Sulawesi Barat berada
pada peringkat ke 11 Nasional, dengan pertumbuhan sebesar 1,02 % sementara
IPM Indonesia tumbuh 0,91%. Adapun rincian indeks pembangunan manusia (IPM)
menurut kabupaten mulai tahun 2011 sampai tahun 2016 Provinsi Sulawesi Barat
disajikan pada Tabel 2. 21.

Tabel 2.21. Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2011-2016 Menurut Kabupaten


Provinsi Sulawesi Barat
Indeks Pembangunan Manusia
No Kabupaten
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Majene 62,56 63,06 63,32 63,74 64,40 64,80
2 Polewali Mandar 58,26 58,62 59,27 60,09 60,87 65,51
3 Mamasa 61,45 61,95 62,57 62,85 63,17 63,51
4 Mamuju 62,28 63,24 64,17 64,71 65,09 65,65
5 Pasangkayu 62,23 63,00 63,76 64,04 64,69 65,17
6 Mamuju Tengah - - 61,05 61,48 62,22 62,89
Sulawesi Barat 60,63 61,01 61,53 62,24 62,96 63,60
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

Salah satu komponen pembentukan IPM dari dimensi kesehatan dapat


dilihat dari angka harapan hidup. Angka Harapan Hidup Sulawesi Barat tumbuh

51
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

0,31 per tahunnya, bahwa angka harapan hidup pada tahun 2011 sebesar 62,78
tahun dan pada tahun 2016 sebesar 64,31 tahun. Pada tahun 2016, angka harapan
hidup tertinggi berada di Kabupaten Mamasa dengan angka harapan hidup 70,43
tahun, sedangkan yang terendah berada di Kabupaten Majene dengan angka
harapan hidup 60,64 tahun. Adapun rincian angka harapan hidup tahun 2011-2016
menurut kabupaten disajikan pada Tabel 2.22.
Tabel 2.22. Angka Harapan Hidup Tahun 2011-2016 Menurut Kabupaten Provinsi
Sulawesi Barat
No. Kabupaten 2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Majene 59,93 60,03 60,15 60,21 60,51 60,64

2 Polemali Mandar 61,04 61,09 61,12 61,12 61,54 61,65

3 Mamasa 70,17 70,20 70,25 70,28 70,38 70,43

4 Mamuju 65,90 66,10 66,28 66,37 66,38 66,51

5 Pasangkayu 64,20 64,44 64,70 64,83 64,93 65,13

6 Mamuju Tengah - - 66,93 67,00 67,20 67,36

Sulawesi Barat 62,78 63,04 63,32 64,04 64,22 64,31


Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2012-2017

Angka partisipasi kerja dan penggangguran adalah suatu indikator yang


sering digunakan dalam melihat kondisi suatu komunitas masyarakat atau suatu
daerah sampai pada tingkat nasional. Tingkat partisipasi kerja dapat dilihat dari
selisih kegiatan utama masyarakat yang meliputi jumlah angkatan kerja, yang
bekerja, pengangguran terbuka, bukan angkatan kerja, yang bersekolah, mengurus
rumah tangga dan ada beberapa kegiatan tambahan lainnya. Pada tahun 2016,
Provinsi Sulawesi Barat memiliki penduduk 645.671 jiwa yang termasuk angkatan
kerja dengan yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yang termasuk angkatan
kerja sebesar 395.797 jiwa dibandingkan dengan perempuan. Sedangkan
banyaknya penduduk yang bekerja adalah 624.184 jiwa, sehingga banyaknya
penggangguran terbuka sebesar 21.489 jiwa. Penggangguran terbuka tersebut
terdiri dari berjenis kelamin laki-laki sebanyak 11.140 jiwa dan perempuan 10.349
jiwa. Berdasarkan selisih kegiatan utama tersebut, maka didapatkan tingkat
partisipasi angkatan kerja pada Provinsi Sulawesi Barat sebesar 71,90 persen. Jika

52
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

dilihat menurut jenis kelamin, bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki
sebesar 88,66 persen sedangkan perempuan sebesar 71,90 persen. Adapun
rincian jumlah angka partisipasi kerja dan pengangguran menurt jenis kelamin
disajikan pada Tabel 2.23.
Tabel 2.23. Jumlah Angka Partisipasi Kerja dan Pengangguran Menurut Jenis
Kelamin Provinsi Sulawesi Barat
Jenis Kelamain
Kegiatan utama
Laki-laki Perempuan Jumlah
Angkatan Kerja 395.797 249.874 645.671
Bekerja 384.657 239.525 624.182
Pengangguran Terbuka 11.140 10.349 21.489
Bukan angkatan Kerja 50.632 201.661 252.293
Sekolah 31.138 31040 62.178
mengurus Rumah tangga 4.968 160.232 165200
lainnya 14.526 10.389 24.915
Jumlah 446.429 451.535 897.964
Tingkat pertisipasi Angkatan Kerja 88,66 55,34 71,90
Tingkat Pengangguran 2,81 4,14 3,33
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

2.9. Kondisi Ekonomi


Sektor ekonomi merupakan salah satu Indikator dalam penilaian kemajuan dan
keberhasilan pembangunan suatu daerah. Dalam melihat keberhasilan suatu
daerah dalam pembangunan ekonominya dapat dilihat dari Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian,
pendapatan per kapita dan inflasi. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, nilai
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menunjukkan peningkatan yang signifikan dari
tahun ke tahun. Perekonomian Sulawesi Barat 2016 yang diukur berdasarkan
PDRB atas dasar harga berlaku mencapai 35.974,48 milyar Rupiah atau terjadi
peningkatan sekitar 8,96 persen dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya,
dan atas dasar harga konstan sebesar 27.550,25 milyar rupiah. Adapun nilai PDRB
Provinsi Sulawesi Barat disajikan pada Tabel 2.24.

53
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 2.24. Nilai PDRB Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011-2016


Rupiah (Milyar)
Tahun
PDRB Berlaku PDRB Konstan
2011 20.189,39 19.027,50
2012 22.626,21 20.786,89
2013 25.249,25 22.229,24
2014 29.463,35 24.200,11
2015 33.016,03 25.983,38
2016 35.974,48 27.550,25
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2012-2017

Nilai PDRB Provinsi Sulawesi Barat tentunya dipengaruhi oleh PDRB


disetiap Kabupaten. Pada tahun 2012 sampai tahun 2015, PDRB Kabupaten
Pasangkayu terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sementara itu
Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Mamuju dan Mamuju Tengah PDRBnya
mengalami fluktuasi. Sedangkan Kabupaten Majene, dan Kabupaten Mamasa
terus mengalami penurunan PDRB. Adapun presentase kontribusi setiap
kabupaten terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2012-2015
disajikan pada Tabel 2.25.
Tabel 2.25. Persentase Kontribusi PDRB Kabupaten Terhadap Total PDRB
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012-2015
Tahun
No. Kabupaten
2012 2013 2014 2015
1 Majene 11,44 11,29 10,81 10,57
2 Polewali Mandar 28,51 28,4 27,85 27,96
3 Mamasa 7,18 6,97 6,53 6,43
4 Mamuju 24,78 25,07 24,89 24,99
5 Pasangkayu 20,95 21,14 22,97 23,12
6 Mamuju Tengah 7,14 7,14 6,96 6,93
Sumber: Indikator Strategis Provinsi Sulawesi Barat, 2012-2015

Pertumbuhan ekonomi mencerminkan perkembangan aktivitas


perekonomian suatu daerah pada waktu tertentu. Semakin tinggi pertumbuhan
ekonomi menunjukkan semakin berkembangnya aktivitas perekonomian. Capaian
pertumbuhan ekonomi yang tinggi hendaknya bukan sebatas pada capaian saja,
akan tetapi dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini dapat mencerminkan
pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat, seperti ketersediaan lapangan
kerja, perkembangan indeks harga yang relatif terkontrol dan sebagainya. Sejak
terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat, pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun
terus mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan, namun masih selalu

54
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

berfluktuasi setiap tahunnya hingga pada tahun 2016 sebesar 6,03 persen. Adapun
pertumbuhan ekonomi menurut kabupaten tahun 2015 dan tahun 2006 disajikan
pada Tabel 2.26.
Tabel 2.26. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten Tahun 2015 dan 2016
Provinsi Sulawesi Barat
Tahun
No Kabupaten
2015 2016
1 Majene 5,73 6,01
2 Polewali Mandar 7,13 7,47
3 Mamasa 6,76 6,80
4 Mamuju 7,71 7,91
5 Pasangkayu 8,88 4,03
6 Mamuju Tengah 6,01 4,97
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2016-2017

Pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Barat masih terjadi fluktuasi, namun


masih tumbuh dengan positif. Kabupaten Pasangkayu dengan tingkat pertumbuhan
yang tertinggi dari seluruh kabupaten yang ada di Sulawesi Barat sebesar 8.88
persen tahun 2015 namun mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2016
sebesar 4,03 persen. Kabupaten Mamuju menjadi kebupaten dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2016 sebesar 7,91 persen.
Struktur perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 2016 didominasi oleh
lapangan usaha utama yaitu pertanian, kehutanan dan perikanan yang sebesar
41,30 persen. meskipun jenis lapangan usaha ini masih mendominasi namun
semakin mengalami trend penurunan dari tahun 2013 sebesar 47,44 persen yang
diakibatkan adanya peralihan jenis usaha di masyarkat yang beralih ke sektor
lainnya seperti industri pengolahan, perdagangan, dan berbagai banyak sektor
lainnya. Adapun rincian struktur ekonomi sektoral berdasarkan lapangan usaha
dapat dilihat pada tabel 2.27.

55
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 2.27. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Menurut Lapangan usaha Provinsi


Sulawesi Barat
Tahun
No Lapangan Usaha
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Pertanian, Kehutanan,
8,40 7,32 5,71 5,93 5,74 3,69
dan Perikanan
2 Pertambangan dan
12,13 11,77 10,60 8,04 8,06 10,05
Penggalian
3 Industri Pengolahan 14,90 6,79 7,09 35,68 11,15 -3,34
4 Pengadaan Listrik,
12,85 17,28 13,15 13,21 8,29 19,66
Gas
5 Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah 29,97 12,40 12,77 6,46 9,23 8,51
dan Daur Ulang
6 Konstruksi 9,96 7,74 10,09 8,11 8,84 10,85
7 Perdagangan Besar
dan Eceran, dan
9,08 7,71 8,15 7,10 5,22 4,58
Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
8 Transportasi dan
8,10 5,39 6,37 7,39 7,20 5,01
Pergudangan
9 Penyedia Akomodasi
15,84 7,48 7,61 6,53 4,69 8,13
dan Makan Minum
10 Informasi dan
9,09 9,89 11,11 7,20 10,87 9,21
Komunikasi
11 Jasa Keuangan 20,75 15,53 5,40 3,77 6,26 14,56
12 Real Estate 5,03 2,79 4,38 4,14 5,01 4,99
13 Jasa Perusahaan 14,76 6,86 7,16 3,01 7,63 4,62
14 Administrasi
Pemerintahan,
19,05 20,37 7,15 6,16 12,02 16,42
Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib
15 Jasa Pendidikan 18,01 16,77 6,94 4,02 6,29 12,66
16 Jasa Kesehatan dan
16,68 16,59 5,63 6,05 6,01 12,49
Kegiatan Sosial
17 Jasa Lainnya 5,12 9,27 6,72 8,92 7,14 7,86
Pertumbuhan PDRB 10,73 9,25 6,93 8,86 7,39 6,03
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2012-2017

Sektor pertanian, merupakan sektor mata pencaharian utama penduduk


sulawesi barat. Sektor ini hanya berkontribusi sebesar 3,69 persen pada tahun
2016, mengalami penurunan dari tahun 2015. Pertumbuhan sektor industri
pengolahan mengalami kontraksi pada tahun 2016 sebesar 3,69 persen dari tahun
2015 sebesar 11,15 persen. Berdasarkan kabupaten, Polewali Mandar merupakan

56
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

daerah dengan kontribusi tertinggi yaitu sebesar 27,96 persen dan Mamasa dengan
kontribusi terndah sebesar 6,43 persen pada tahun 2015.
Mengukur tingkat kesejahteraan suatu daerah salah satunya menggunakan
angka pendapatan per kapita yang merupakan ukuran yang paling dapat
diandalkan untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu daerah. Ini disebabkan
karena pendapatan per kapita telah mencakup faktor jumlah penduduk sehingga
secara langsung menunjukkan tingkat kemakmuran, sementara komponen
pendapatan lainnya seperti GNP, GDP, dan lain sebagainya belum menunjukkan
tingkat kemakmuran masyarakat secara langsung karena tidak memperhitungkan
faktor jumlah penduduk. Adapun pendapatan perkapita tahun 2015 menurut
kabupaten dapat dilihat pada tabel 2.28.
Tabel 2.28. Pendapatan Perkapita Menurut Kabupaten Tahun 2015 Provinsi
Sulawesi Barat
No Kabupaten Pendapatan (Perkapita)
1 Majene 21,22
2 Polewali Mandar 21,76
3 Mamasa 13,93
4 Mamuju 30,98
5 pasangkayu 48,61
6 Mamuju Tengah 18,78
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2016

Pada tahun 2010 pendapatan perkapita Sulawesi Sulawesi Barat sebesar


14,75 juta meningkat sebesar 27,54 juta pada tahun 2016. Pendapatan perkapita
wilayah kabupaten, terjadi Ketimpangan yang tinggi antar Kabupaten dimana
Pasangkayu sebesar 48,61 juta dan Mamasa hanya sebesar 13,93 juta rupiah.
Tingginya pendapatan perkapita masyarakat namun tidak secara rill menunjukkan
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa secara umum
yang berlangsung secara terus menerus. Jika inflasi meningkat, maka harga barang
di dalam negeri mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut
menyebabkan turunnya nilai mata uang. Dengan demikian inflasi bisa juga diartikan
sebagai penurunan nilai mata uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum
(BPS).

57
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas ditandai dengan penurunan tingkat


kemiskinan, penurunan tingkat pengangguran, dan stabilitas harga (inflasi rendah).
Inflasi di Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat mencapai 2,23 persen pada tahun
2016, kenaikan harga tertinggi terjadi pada bulan juli sebesar 0,64 persen yang
didorong oleh adanya momen lebaran yang memicu kenaikan harga hampir pada
seluruh jenis komoditi pakaian (sandang).
Berbeda dengan kondisi bulan Agustus, justru terjadi deflasi hingga 0,79
persen. Deflasi pada bulan Agustus disebabkan oleh adanya penurunan indeks
harga pada tiga komponen pengeluaran. Deflasi yang dialami ketiga komponen
tersebut adalah bahan makanan -3,05 persen, sandang -0,47 persen dan kategori
transpor, komunikasi dan jasa keuangan hingga -1,42 persen. Memasuki tahun
2017 infalasi tertinggi pada bulan februari dan januari masing-masing sebesar 1,07
persen dan 0,59 persen, namun pada bulan maret kembali terjadi devlasi sebesar
0,29 persen. Penyumbang inflasi pada bulan februari tahun 2017 berasal dari
Volatile Food yang dipengaruhi oleh karena panen, gangguan alam, perkembangan
harga komoditas domestik yang terjadi, disusul core inflasi/inflasi inti sebesar 0,79
persen dan Administered price/kebijakan harga yang sebesar 0,64 persen. Adapun
inflasi yang terjadi adri tahun 2008 sampai 2016 di Provinsi Sulawesi Barat dapat
dilihat pada Gambar 2.6.

Inflasi Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2008-2016


14
11,66
12

10
8,38 8,36
8 6,96

6
4,36
3,79
4 3,35 3,02
2,78

0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 2.6. Inflasi Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2008-2016

58
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Perkembangan inflasi tahunan di Sulawesi Barat sangat berfluktuatif dan


terkadang lebih tinggi dari inflasi rata-rata nasional, pada tahun 2011 inflasi
Sulawesi Barat sebesar 4,91 persen berada di atas rata-rata nasional sebesar 3,79
persen. Inflasi mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2014 yang
sebesar 7,88 persen namun pada saat itu inflasi nasional juga mengalami kenaikan
yang signifikan sebesar 8,36 persen. Selanjutnya pada tahun 2016 inflasi tahunan
di Sulawesi Barat sebesar 2,23 persen berada di bawah angka nasional sebesar
3,02 persen dan merupakan inflasi terendah dari tahun 2010.

2.10. Sektor Kehutanan


Wilayah Sulawesi Barat sebagian besar masih berupa kawasan hutan. Kondisi
ini memberi gambaran bahwa, Provinsi Sulawesi Barat memiliki potensi hutan yang
cukup melimpah. Pada tahun 2015, luas kawasan hutan di Sulawesi Barat sekitar
1.092.431 ha. Kawasan hutan di Provinsi Sulawesi Barat 61 persennya merupakan
kawasan hutan lindung dan hutan konservasi, sementara sisanya merupakan
kawasan hutan produksi dengan jenis produksi kayu hutan yang dibagi kedalam
dua jenis yaitu kayu bulat dengan kayu gergajian. Pembagian luas kawasan hutan
serta produksinya pada tahun 2015 dapat dilihat pada grafik berikut Sulawesi Barat
memiliki kawasan hutan dan perairan seluas 1.092.376 hektar. Diantara area
tersebut, Kabupaten Mamuju memiliki hutan lindung terluas 132.176 hektar.
Salah satu isu permasalahan di sektor kehutanan adalah kerusakan hutan itu
sendiri. Kerusakan disebebkan beberapa hal mulai dari penebangan secara liar,
kebakaran hutan, perlandangan berpindah, pertambangan dalam kawasan hutan
dan sampai pada perubahan iklim. Salah satu dampak dari kerusakan hutan adalah
lahan kritis, bahwa lahan yang dimaksud telah mengalami kerusakan sehingga
berkurang fungsinya sampai pada batas yang diharapkan. Fungsi lahan yang
dimksud yaitu fungsi produksi yang menurun dan fungsi tata lingkungan yang turut
juga ikut menurun.
Provinsi Sulawesi Barat saat ini luas lahan kritis sebesar 38 persen dari luas
daratan Provinsi Sulawesi Barat. Pada kawasan hutan, luas lahan kritis 165.014,73
hektar dan sangat kritis 1.386,23 hektar. Sehingga persentase lahan kritis di
kawasan hutan 15,26 persen dati total luas kawasan hutan. Kabupaten Mamuju
merupakan kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat yang memiliki lahan kritis terluas

59
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

di dalam kawasan hutan yang mencapai angka 51.439,81 hektar. Sedangkan


Kabupaten Mamuju Tengah, kabupaten yang memiliki lahan kritis terkecil yang
hanya mencapai angka 6.868,10 hektar didalam kawasan hutan.
Tabel 2.29. Luas Kawasan Hutan dan Perairan (hektar) Menurut Kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat
Hutan produksi Jumlah
Suaka Luas
Hutan
No. Kabupaten alam dan Dapat kawasan
Lindung Terbatas Tetap
Pelestarian Dikonversi hutan dan
peraiaran
1 Majene 45.091 0 7.518 0 0 53.609
Polemali
2 65.464 989 22.830 0 0 89.283
Mandar
3 Mamasa 89.386 63.329 49.499 0 400 202.614
4 Mamuju 132.765 95.504 85.352 41.057 12510 367.188
5 Pasangkayu 103.049 0 54.855 2.186 8.457 168.547
Mamuju
6 16.275 55.368 110.650 28.616 1.230 212.135
Tengah
Sulawesi Barat 452.030 215.190 330.700 71.859 22.597 1.092.376
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

Tabel 2.30. Luas Lahan Kritis Pada Kawasan Hutan Menurut Kabupaten Provinsi
Sulawesi Barat
Lahan Kritis Kawasan hutan (ha)
No. Kabupaten Tidak Potensial Sangat
Kritis Kritis Agak Kritis Kritis Kritis
1 Majene 0 29.272,48 2.807,22 20.488,73 0
Polemali
2
Mandar 0 32.530,77 13.608,43 42.886,24 283,56
3 Mamasa 2,51 88.317,28 83.169,87 30.419,12 648,76
4 Mamuju 1.088,12 280.750,10 32.635,51 51.439,81 231,06
5 Pasangkayu 49.464,54 92.110,67 13.754,27 12.912,73 0
6 Mamuju Tengah 883,33 193.222,10 10.421,27 6.868,10 222,85
Sulawesi Barat 51.438,50 716.203,40 156.396,57 165.014,73 1.386,23
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2017

60
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

BAB 3. ISU PRIORITAS PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Bab ini menjabarkan tahapan pelaksanaan untuk mendapatkan isu prioritas


pembangunan berkelanjutan. Adapun tahapannya dimulai dengan Pengumpulan
Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan. Setelah isu-isu pada tahapan pengumpulan
diperoleh, dilanjutkan dengan melakukan Pemusatan Isu Pembangunan. Tahapan
pemusatan isu dilakukan untuk memperoleh Isu Pembangunan Berkelanjutan
Strategis. Isu pembangunan berkelanjutan yang strategis ini kemudian dikaji lagi
untuk memperoleh Isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas.
Tahapan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (KLHS RPJMD) Provinsi Sulawesi Barat ini dilakukan
oleh Tim Kelompok Kerja (POKJA) yang dibentuk oleh gubernur dan didampingi
Tim Narasumber. POKJA melakukan Konsultasi Publik dengan Pemangku
Kepentingan terkait. Berikut adalah daftar peserta dalam konsultasi publik tersebut.
- Tim ahli/narasumber terdiri atas 8 orang
- Tim Kelompok Kerja (Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan; dr. Hj.
Fatimah, M.M Kepala Dinas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi
Barat; Dr. Junda Maulana, M.Si Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Barat; Drs.
Amram, M.Si Kabid Penataan dan Penataan PPLH, DLHD Provinsi Sulawesi
Barat; Ir. Muhammad Aksan, M.T Kabid FispraBappeda Provinsi Sulawesi
Barat; Ir. Sumiarti, M.Si Kabid Tata Ruang dan Dinas PUPR Provinsi Sulawesi
Barat; Ir. Basrullah Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi
Barat; Facmi, S.Hut Kasi Pengendalian Kebakaran Hutan Dinas Kehutanan
Provinsi Sulawesi Barat; Wisnu Hasta Praja, ST Kasi Produksi dan Penjualan
Minerba Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Barat; Irwan Latif, S.Pi., MAP
Kasubag Program dan Pelaporan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Sulawesi Barat; Makbul, S.Pt., MMA Kasi Manajer Teknis UPTD Balai
Sertifikasi Benih PSTA Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sulawesi Barat;
Wahyuddin, SE., M.Kes Kasubag Program dan Keuangan Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat; Mirwan, Sip., M.Si Kasubag Program dan Pelaporan
BPBD Provinsi Sulawesi Barat; Hilmy, SE., M.Ec.Dev Staf K2KS dan KAT
Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Barat).

61
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

- Pemerintah Provinsi (Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Barat; Badan
Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Barat; Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Barat; Dinas ESDM
Provinsi Sulawesi Barat; Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat; Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Barat; Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang Provinsi Sulawesi Barat; Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa Provinsi Sulawesi Barat; Dinas Pertanian Provinsi
Sulawesi Barat; Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Barat; Dinas Sosial
Provinsi Sulawesi Barat; Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sulawesi Barat;
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat; Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat; Dinas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi
Barat; Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat; Biro
Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi
Sulawesi Barat; Biro Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi
Barat).
- Pemerintah Kabupaten (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pasangkayu;
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mamuju Tengah; Dinas Lingkungan
Hidup dan Kebersihan Kabupaten Mamuju; Dinas Lingkungan Hidup dan
Pertamanan Kabupaten Majene; Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kabupaten Polewali Mandar; Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mamasa).
- Umum (Universitas Tomakaka Mamuju; STIE Muhammadiyah Mamuju; LSM
Yayasan Karampuang; LSM Bumi Hijau; dan 3 orang perwakilan tokoh
masyarakat).

3.1. Pengumpulan Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan

Tahap pengumpulan isu dilakukan dengan mengidentifikasi isu-isu yang ada


di wilayah perencanaan baik dari data sekunder berupa dokumen-dokumen
perencanaan maupun data primer dari hasil pertemuan dengan Tim Kelompok
Kerja dan Konsultasi Publik. Hasil dari identifikasi ini menghasilkan 58 (lima puluh
delapan) isu-isu pembangunan berkelanjutan. Isu pembangunan berkelanjutan
yang teridentifikasi tersebut diperlihatkan pada tabel 3.1 berikut.

62
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 3.1. Identifikasi Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan Kajian Lingkungan


Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Provinsi Sulawesi Barat
No Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan
1 Masuknya sampah plastik ke wilayah perairan laut (menjadi masalah
penting pencemaran di Indonesia dan Dunia)
2 Tingginya aspek pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian
3 Tingginya tingkat pencemaran air yang dilihat dari semakin menurunnya
nilai indeks pencemaran air (IPA) tiap kabupaten dari tahun ke tahun dan
saat ini berada dalam posisi waspada
4 Pencemaran bahan organik (terutama dari pengolahan kelapa sawit) di
perairan laut
5 Terancamnya biota laut langka dan habitatnya (penyu)
6 Kawasan hutan pada wilayah KPH sebagian besar telah terdegradasi,
akibatnya masyarakat di sekitar hutan telah melakukan aktivitas
pemanfaatan hutan yang tidak mendukung fungsi kawasan hutan
7 Klaim lahan kawasan hutan oleh masyarakat, masyarakat belum memiliki
dasar legalitas hak mengelola dan/atau memanfaatkan kawasan hutan,
masyarakat belum memahami kebijakan skema pemberdayaan masyarakat
dalam pengelolaan hutan
8 Terdapat potensi konflik pemanfaatan kawasan hutan produksi antara
manajemen KPH dengan masyarakat di sekitar hutan
9 Terdapat potensi terjadinya illegal logging dan perambahan pada kawasan
hutan
10 Adanya penebangan liar, perambahan hutan seperti masyarakat yang
berkebun secara berpindah-pindah di Kawasan Hutan Lindung
11 Belum efektifnya sosialisasi kebijakan skema pemberdayaan masyarakat
dalam pengelolaan hutan
12 Kapasitas SDM pada level masyarakat dan level pemerintah daerah untuk
membangun skema pemberdayaan masyarakat belum memadai
13 Kearifan lokal masyarakat mengelola hutan belum diintegrasikan di dalam
pengelolaan lestari KPH
14 Masyarakat di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap
kawasan hutan
15 Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
16 Banjir bandang
17 Banjir genangan akibat drainase buruk
18 Permasalahan pengelolaan wilayah hulu
19 Permasalahan masyarakat yang sudah bermukim di daerah rawan bencana
20 Masih adanya ancaman penyakit menular maupun penyakit yang tidak
menular, serta meningkatnya penyakit degenerative (Kanker, Jantung, etc).

63
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

No Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan


21 Masih rendahnya Kesadaran masyarakat untuk melaksanakan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
22 Pelayanan kesehatan yang masih kurang
23 Rendahnya tingkat pelayanan air bersih
24 Rendahnya SDM, Aksesibilitas dan pelayanan kesehatan dan keluarga
berencana
25 Abrasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
26 Rusaknya ekosistem terumbu karang, terutama dari aktivitas-aktivitas
illegal fishing
27 Kerusakan ekosistem laut akibat aktivitas pelayaran, pertambangan dan
energi, serta pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir
28 Keselamatan pelayaran (terutama dari marine debris dan rumpon yang
dapat merusak baling-baling kapal)
29 Pembuangan sampah di laut oleh kapal-kapal niaga dan ferri
30 Diversifikasi dan proses hilirisasi industri yang tidak berkembang (5 tahun
terakhir yang berkembang hanya disektor makanan)
31 Perubahan struktur ekonomi berjalan lamban karena tidak berkembangnya
industri pengolahan
32 Pendapatan perkapita masih sangat rendah, sedikit diatas setengah nilai
perkapita nasional
33 Pertumbuhan ekonomi cenderung melambat dan pada tahun 2016 hanya
6,03% (paling rendah dalam 1 dekade terakhir)
34 Kapasitas fiskal masih sangat terbatas ditengah berbagai masalah yang
masih membutuhkan dukungan fiskal
35 Belum optimalnya pengelolaan pariwisata baik destinasi, atraksi budaya
dan managemen kelembagaannya
36 Tingkat kemiskinan masih cukup tinggi dan berada jauh diatas angka
nasional
37 Masih tingginya tingkat pencemaran udara ambien akibat emisi gas buang
kendaraan bermotor
38 Rendahnya nilai indeks tutupan lahan
39 Luasnya lahan kritis di dalam kawasan maupun diluar kawasan hutan
40 Belum adanya kelembagaan dan pelayanan kehutanan sampai di tingkat
desa
41 Belum adanya sinergitas program, kegiatan, peran dan kewenangan antara
institusi KPH dengan institusi yang terkait di tingkat kabupaten, provinsi dan
pusat
42 Belum jelasnya penetapan lokasi pencadangan areal perhutanan sosial
yang dialokasikan minimal 50 ribu hektar lahan kawasan hutan
43 Belum terbangun mekanisme kompensasi atas produk jasa lingkungan dari
hutan lindung

64
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

No Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan


44 Data potensi hutan pada setiap KPH belum tersedia. Sebagian besar
kawasan hutan produksi telah dimanfaatkan oleh masyarakat dan telah
terdegradasi
45 Keterlibatan lembaga donor dan swasta di dalam mendukung pengelolaan
KPH belum jelas
46 Potensi usaha jasa lingkungan belum terkelola
47 Rendahnya komitmen dan dukungan dari PEMDA untuk melakukan
pengelolaan hutan lindung
48 Sinkronisasi pendanaan dan tanggung jawab dari berbagai sumber dalam
kegiatan pengelolaan hutan belum terbangun
49 Stakeholder yang terkait dengan pembangunan KPH belum paham konsep
KPH
50 Keberadaan desa dalam kawasan hutan lindung
51 Tingginya penambangan komoditas bahan batuan yang memiliki izin
lingkungan maupun yang tidak memiliki izin lingkungan
52 Pengawasan dan penegakan hukum lingkungan yang belum efektif
53 Tingginya tekanan dan gangguan keamanan hutan dan illegal logging
54 Rendahnya kualitas produk pertanian
55 Rendahnya pengetahuan sumberdaya manusia pada sektor pertanian
56 Rendahnya penguatan kelembagaan pada sektor pertanian
57 Permasalahan pelayanan elektrifikasi
58 Permasalahan pendidikan

3.2. Pemusatan Isu Pembangunan Berkelanjutan

Identifikasi isu yang telah diperoleh kemudian dikaji kembali dengan


melakukan pengelompokkan berdasarkan kelompok tema isu. Isu yang
dikelompokkan pada kelompok tema isu didasarkan dengan mempertimbangan 10
(sepuluh) pertimbangan dalam pemusatan isu dan memperhatikan 17 (tujuh belas)
tujuan dalam Sustainable Development Goals. Adapun 10 (sepuluh) pertimbangan
dalam pemusatan isu adalah sebagai berikut:
1. Kapasitas daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup untuk
pembangunan;
2. Perkiraan dampak dan/atau risiko Lingkungan Hidup;
3. Kinerja layanan atau jasa ekosistem;
4. Intensitas dan cakupan wilayah bencana alam;
5. Status mutu dan ketersediaan sumber daya alam;

65
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

6. Ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati;


7. Kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;
8. Tingkat dan status jumlah penduduk miskin atau penghidupan sekelompok
masyarakat serta terancamnya keberlanjutan penghidupan masyarakat;
9. Risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat; dan/atau
10. Ancaman terhadap perlindungan kawasan tertentu yang secara tradisional
dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat hukum adat.

Berikut adalah 17 (tujuh belas) tujuan Sustainable Development Goals yang


menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan kelompok tema isu.
1. Pengentasan Kemiskinan
2. Tanpa Kelaparan
3. Sehat dan Sejahtera
4. Pendidikan Berkualitas
5. Persamaan Gender
6. Air Bersih dan Sanitasi
7. Energi Bersih dan Terjangkau
8. Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
9. Industri, Inovasi dan Infrastruktur
10. Berkurangnya Ketimpangan
11. Kota dan Komunitas Berkelanjutan
12. Konsumsi dan Produksi yang dapat Dipertanggungjawabkan
13. Perubahan Iklim Ditangani
14. Sumberdaya Laut Dipelihara
15. Ekosistem Darat Dipelihara
16. Perdamaian, Keadilan, dan Lembaga yang Efektif
17. Kerjasama Global untuk Mencapai Tujuan

Tabel 3.2 berikut memperlihatkan hasil pengelompokkan tema isu


berdasarkan kajian pertimbangan isu dan pertimbangan tujuan Sustainable
Development Goals.

66
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 3.2. Pemusatan Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan Kajian Lingkungan


Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Provinsi Sulawesi Barat
Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan Kelompok Isu
1. Masuknya sampah plastik ke wilayah A. Peningkatan Laju
perairan laut (menjadi masalah penting Pencemaran dan Kerusakan
pencemaran di Indonesia dan Dunia) Lingkungan
2. Tingginya aspek pencemaran dan
kerusakan lingkungan pertanian
3. Tingginya tingkat pencemaran air yang
dilihat dari semakin menurunnya nilai
indeks pencemaran air (IPA) tiap
kabupaten dari tahun ke tahun dan saat
ini berada dalam posisi waspada
4. Pencemaran bahan organik (terutama
dari pengolahan kelapa sawit) di perairan
laut
5. Terancamnya biota laut langka dan
habitatnya (penyu)
6. Kawasan hutan pada wilayah KPH B. Rendahnya pelibatan
sebagian besar telah terdegradasi, masyarakat dalam
akibatnya masyarakat di sekitar hutan pengelolaan kawasan hutan
telah melakukan aktivitas pemanfaatan
hutan yang tidak mendukung fungsi
kawasan hutan
7. Klaim lahan kawasan hutan oleh
masyarakat, masyarakat belum memiliki
dasar legalitas hak mengelola dan/atau
memanfaatkan kawasan hutan,
masyarakat belum memahami kebijakan
skema pemberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan hutan
8. Terdapat potensi konflik pemanfaatan
kawasan hutan produksi antara
manajemen KPH dengan masyarakat di
sekitar hutan
9. Terdapat potensi terjadinya illegal logging
dan perambahan pada kawasan hutan
10. Adanya penebangan liar, perambahan
hutan seperti masyarakat yang berkebun
secara berpindah-pindah di Kawasan
Hutan Lindung
11. Belum efektifnya sosialisasi kebijakan
skema pemberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan hutan
12. Kapasitas SDM pada level masyarakat
dan level pemerintah daerah untuk

67
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan Kelompok Isu


membangun skema pemberdayaan
masyarakat belum memadai
13. Kearifan lokal masyarakat mengelola
hutan belum diintegrasikan di dalam
pengelolaan lestari KPH
14. Masyarakat di sekitar hutan memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap
kawasan hutan
15. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan
16. Banjir bandang C. Meningkatnya luas dan
17. Banjir genangan akibat drainase buruk intensitas banjir
18. Permasalahan pengelolaan wilayah hulu
19. Permasalahan masyarakat yang sudah
bermukim didaerah rawan bencana
20. Masih adanya ancaman penyakit D. Masih rendahnya akses ke
menular maupun penyakit yang tidak pelayanan kesehatan
menular, serta meningkatnya penyakit
degenerative (Kanker, Jantung, etc).
21. Masih rendahnya Kesadaran masyarakat
untuk melaksanakan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS).
22. Pelayanan kesehatan yang masih kurang
23. Rendahnya tingkat pelayanan air bersih
24. Rendahnya SDM, Aksesibilitas dan
pelayanan kesehatan dan keluarga
berencana
25. Abrasi wilayah pesisir dan pulau-pulau E. Kerusakan ekosistem pesisir
kecil dan pulau-pulau kecil
26. Rusaknya ekosistem terumbu karang,
terutama dari aktivitas-aktivitas illegal
fishing
27. Kerusakan ekosistem laut akibat aktivitas
pelayaran, pertambangan dan energi,
serta pembangunan infrastruktur di
wilayah pesisir
28. Keselamatan pelayaran (terutama dari F. Ancaman keselamatan
marine debris dan rumpon yang dapat pelayaran
merusak baling-baling kapal)
29. Pembuangan sampah di laut oleh kapal-
kapal niaga dan ferri
30. Diversifikasi dan proses hilirisasi industri G. Stagnasi pertumbuhan dan
yang tidak berkembang (5 tahun terakhir perubahan struktur ekonomi
yang berkembang hanya disektor
makanan)

68
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan Kelompok Isu


31. Perubahan struktur ekonomi berjalan
lamban karena tidak berkembangnya
industri pengolahan
32. Pendapatan perkapita masih sangat
rendah, sedikit diatas setengah nilai
perkapita nasional
33. Pertumbuhan ekonomi cenderung
melambat dan pada tahun 2016 hanya
6,03% (paling rendah dalam 1 dekade
terakhir)
34. Kapasitas fiskal masih sangat terbatas
ditengah berbagai masalah yang masih
membutuhkan dukungan fiskal
35. Belum optimalnya pengelolaan pariwisata
baik destinasi, atraksi budaya dan
managemen kelembagaannya
36. Tingkat kemiskinan masih cukup tinggi H. Tingginya angka kemiskinan
dan berada jauh diatas angka nasional
37. Masih tingginya tingkat pencemaran I. Meningkatnya Emisi GRK
udara ambien akibat emisi gas buang
kendaraan bermotor
38. Rendahnya nilai indeks tutupan lahan
39. Luasnya lahan kritis di dalam kawasan
maupun diluar kawasan hutan
40. Belum adanya kelembagaan dan J. Rendahnya tata kelola
pelayanan kehutanan sampai di tingkat kawasan hutan
desa
41. Belum adanya sinergitas program,
kegiatan, peran dan kewenangan antara
institusi KPH dengan institusi yang terkait
di tingkat kabupaten, provinsi dan pusat
42. Belum jelasnya penetapan lokasi
pencadangan areal perhutanan sosial
yang dialokasikan minimal 50 ribu hektar
lahan kawasan hutan
43. Belum terbangun mekanisme
kompensasi atas produk jasa lingkungan
dari hutan lindung
44. Data potensi hutan pada setiap KPH
belum tersedia. Sebagian besar kawasan
hutan produksi telah dimanfaatkan oleh
masyarakat dan telah terdegradasi
45. Keterlibatan lembaga donor dan swasta
di dalam mendukung pengelolaan KPH
belum jelas
46. Potensi usaha jasa lingkungan belum
terkelola

69
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan Kelompok Isu


47. Rendahnya komitmen dan dukungan dari
PEMDA untuk melakukan pengelolaan
hutan lindung
48. Sinkronisasi pendanaan dan tanggung
jawab dari berbagai sumber dalam
kegiatan pengelolaan hutan belum
terbangun
49. Stakeholder yang terkait dengan
pembangunan KPH belum paham
konsep KPH
50. Keberadaan desa dalam kawasan hutan K. Konflik Tenurial Kawasan
lindung Hutan
51. Tingginya penambangan komoditas L. Rendahnya penegakan
bahan batuan yang memiliki izin hukum lingkungan
lingkungan maupun yang tidak memiliki
izin lingkungan
52. Pengawasan dan penegakan hukum
lingkungan yang belum efektif
53. Tingginya tekanan dan gangguan
keamanan hutan dan illegal logging
54. Rendahnya kualitas produk pertanian M. Rawannya ketahanan
55. Rendahnya pengetahuan sumberdaya pangan
manusia pada sektor pertanian
56. Rendahnya penguatan kelembagaan
pada sektor pertanian
57. Permasalahan pelayanan elektrifikasi N. Masih rendahnya rasio
elektrifikasi
58. Permasalahan pendidikan O. Rendahnya usia lama
sekolah

3.3. Isu Pembangunan Berkelanjutan Strategis

Hasil pemusatan isu pada kelompok tema isu menghasilkan 15 (lima belas)
isu yang selanjutnya disebut sebagai Isu Pembangunan Berkelanjutan Strategis.
Adapun 15 (lima belas) isu tersebut adalah sebagai berikut:
A. Peningkatan Laju Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
B. Rendahnya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan
C. Meningkatnya luas dan intensitas banjir
D. Masih rendahnya akses ke pelayanan kesehatan
E. Kerusakan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil
F. Ancaman keselamatan pelayaran
G. Stagnasi pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi

70
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

H. Tingginya angka kemiskinan


I. Meningkatnya Emisi GRK
J. Rendahnya tata kelola kawasan hutan
K. Konflik Tenurial Kawasan Hutan
L. Rendahnya penegakan hukum lingkungan
M. Rawannya ketahanan pangan
N. Masih rendahnya rasio elektrifikasi
O. Rendahnya usia lama sekolah

3.4. Isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas

Pengumpulan dan pemusatan isu Pembangunan Berkelanjutan dan


perumusan berdasarkan prioritas dilakukan dengan menghimpun masukan dari
pemangku kepentingan melalui konsultasi publik yang kemudian dinilai oleh
kelompok kerja KLHS untuk ditentukan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang
prioritas. Isu strategis yang diperoleh dari pemusatan isu kemudian dikaji dengan
mempertimbangkan unsur-unsur berikut:
1. Karakteristik wilayah
2. Tingkat pentingnya potensi dampak
3. Keterkaitan antar isu strategis pembangunan berkelanjutan
4. Muatan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)
dan/atau
5. Hasil KLHS dari Kebijakan, Rencana, dan/atau Program pada hierarki
diatasnya yang harus diacu, serupa dan berada pada wilayah yang berdekatan,
dan/atau memiliki keterkaitan dan/atau relevansi langsung.

Pertimbangan unsur-unsur kriteria isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas


sebagaimana diatas dilakukan dengan mempertimbangkan paling sedikit
karakteristik wilayah yang ditelaah dalam bentuk spasial, tingkat pentingnya potensi
dampak berdasarkan indikasi cakupan wilayah dan frekuensi/intensitas dampak,
keterkaitan antar isu strategis pembangunan berkelanjutan hasil telaah sebab
akibatnya. Pemberian skoring didasarkan dengan kisaran nilai skala likert 1 s/d 5.
Adapun kisaran nilainya mengikuti urutan sebagai berikut: 5 = Sangat terkait; 4 =
Terkait; 3 = Cukup terkait; 2 = Kurang terkait; 1 = Tidak terkait

71
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Berdasarkan hasil pembobotan dan pelingkupan isu prioritas yang disajikan


pada Tabel 3.3 dibawah ini, kemudian dilakukam urutan dari nilai tertinggi ke nilai
terendah, dan diperoleh urutan prioritas isu pembangunan berkelanjutan. Hasil
pertemuan Kelompok Kerja pada pertemuan untuk menentukan Isu Prioritas,
Kelompok Kerja memutuskan 15 (lima belas) isu pada urutan prioritas menjadi Isu
Prioritas berdasarkan rangking isu. Urutan prioritas pada Tabel 3.4
menggambarkan Isu Pembangunan Berkelanjutan yang paling terdampak. Sistem
pemberian skor pada Tabel 3.3 dilakukan dengan menjumlahkan semua penilaian
yang dilakukan oleh Tim Kelompok Kerja yang dalam pengisiannya didampingi oleh
Tim Ahli/narasumber. Hasil yang diperoleh kemudian dirata-ratakan. Hasil rata-rata
yang diperoleh tersebut yang ditampilkan pada Tabel 3.3 dibawah ini.

Skor 4,42 (Tabel 3.3) pada Isu Peningkatan Laju Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan dikaitkan dengan Tingkat Pentingnya Potensi Dampak mengartikan
bahwa isu ini sangat terkait atau erat kaitannya dengan luasan dampak yang
ditimbulkan. Sanitasi yang buruk, pengelolaan sungai yang tidak optimal, dan
masalah pengelolaan sampah. Masalah sampah erat kaitannya dengan masalah
kependudukan dan masalah sosial ekonomi masyarakat. Sampah yang dihasilkan
dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhan, tingkat
pendapatan dan pola konsumsi masyarakat, pola penyediaan kebutuhan hidup
penduduknya, iklim dan musim. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah, menjadi salah faktor peningkatan laju pencemaran yang
menambah besarnya luasan dampak. Berdasarkan masukan dari konsultasi publik
kedua yang dilakukan, diperoleh bahwa beberapa kabupaten di Provinsi Sulawesi
Barat memiliki masalah pengelolaan sampah yang belum optimal. Kabupaten
Pasangkayu, Mamasa dan Kabupaten Majene adalah tiga kabupaten yang sangat
rentan akan isu sampah. Penurunan mutu lingkungan yang disebabkan oleh
sampah dapat berimbas pada rendahnya tingkat kesehatan. Pencemaran air tanah
dan polusi udara adalah dua diantara dampak yang dapat ditimbulkan jika
penanganan masalah sampah tidak dilakukan optimal.

72
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 3.3. Skoring dan Pembobotan Pelingkupan Isu Prioritas Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat
Kriteria Isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas
Hasil KLHS
Tingkat Keterkaitan Keterkaitan
Telaah dari KRP Total
Pentingnya antar Isu dengan Muatan
Isu Pembangunan Berkelanjutan Paling Karakteristik pada Skoring
Potensi PB Muatan RPPLH
Strategis Wilayah Hierarki dan
Dampak Strategis KRP
diatasnya Bobot
20% 40% 10% 10% 10% 10%
Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
A. Peningkatan Laju Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan 4.5 0.9 4.42 1.77 4.42 0.44 4.33 0.43 4.73 0.47 4.33 0.43 4.44
B. Rendahnya pelibatan masyarakat
dalam pengelolaan kawasan hutan 4.25 0.85 4.17 1.67 4.08 0.41 4.08 0.41 4.58 0.46 4.08 0.41 4.21
C. Meningkatnya luas dan intensitas
banjir 4.42 0.88 4.25 1.7 4.25 0.43 4.25 0.43 4.67 0.47 4.33 0.43 4.34
D. Masih rendahnya akses ke
pelayanan kesehatan 4.08 0.82 4.17 1.67 3.58 0.36 4.08 0.41 4.33 0.43 4.25 0.43 4.12
E. Kerusakan ekosistem pesisir dan
pulau-pulau kecil 4 0.8 4.08 1.63 4.08 0.41 3.75 0.38 4.5 0.45 4 0.4 4.07

F. Ancaman keselamatan pelayaran 3.89 0.78 4 1.6 4 0.4 3.56 0.36 4.56 0.46 3.89 0.39 3.99
G. Stagnasi pertumbuhan dan
perubahan struktur ekonomi
4.17 0.83 4.42 1.77 4 0.4 4.25 0.43 4.5 0.45 4.25 0.43 4.31
H. Tingginya angka kemiskinan
4.5 0.9 4.5 1.8 4.17 0.42 4.17 0.42 4.42 0.44 4.17 0.42 4.40
I. Meningkatnya Emisi GRK
3.67 0.73 4.08 1.63 4.42 0.44 4.17 0.42 4.5 0.45 4.08 0.41 4.08

73
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas


Hasil KLHS
Tingkat Keterkaitan Keterkaitan
Telaah dari KRP Total
Pentingnya antar Isu dengan Muatan
Isu Pembangunan Berkelanjutan Paling Karakteristik pada Skoring
Potensi PB Muatan RPPLH
Strategis Wilayah Hierarki dan
Dampak Strategis KRP
diatasnya Bobot
20% 40% 10% 10% 10% 10%
Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
J. Rendahnya tata kelola kawasan
hutan 4.17 0.83 4.08 1.63 4.08 0.41 4.25 0.43 4.5 0.45 4.33 0.43 4.18

K. Konflik Tenurial Kawasan Hutan 3.67 0.73 3.92 1.57 3.75 0.38 3.75 0.38 4.25 0.43 3.75 0.38 3.87
L. Rendahnya penegakan hukum
lingkungan 4.25 0.85 4.42 1.77 4.25 0.43 4.25 0.43 4.67 0.47 4.33 0.43 4.38

M. Rawannya ketahanan pangan 3.75 0.75 3.92 1.57 4 0.4 4.25 0.43 4.25 0.43 4.08 0.41 3.99

N. Masih rendahnya rasio elektrifikasi 3.83 0.77 3.83 1.53 3.75 0.38 3.83 0.38 4.08 0.41 3.92 0.39 3.86

O. Rendahnya usia lama sekolah 4 0.8 3.75 1.5 3.75 0.38 3.83 0.38 4 0.4 4 0.4 3.86

74
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 3.4. Rangking Isu Pembangunan Berkelanjutan Kajian Lingkungan Hidup


Strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi
Sulawesi Barat
Isu Pembangunan Berkelanjutan Paling Total Skoring dan
Ranking
Strategis Bobot
A. Peningkatan Laju Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan 4.44 1
H. Tingginya angka kemiskinan 4.40 2
L. Rendahnya penegakan hukum
lingkungan 4.38 3
C. Meningkatnya luas dan intensitas banjir 4.34 4
G. Stagnasi pertumbuhan dan perubahan
struktur ekonomi 4.31 5
B. Rendahnya pelibatan masyarakat dalam
pengelolaan kawasan hutan 4.21 6
J. Rendahnya tata kelola kawasan hutan 4.18 7
D. Masih rendahnya akses ke pelayanan
kesehatan 4.12 8
I. Meningkatnya Emisi GRK 4.08 9
E. Kerusakan ekosistem pesisir dan pulau-
pulau kecil 4.07 10
F. Ancaman keselamatan pelayaran 3.99 11
M. Rawannya ketahanan pangan 3.99 12
K. Konflik Tenurial Kawasan Hutan 3.87 13
N. Masih rendahnya rasio elektrifikasi 3.86 14
O. Rendahnya usia lama sekolah 3.86 15

Berdasarkan hasil kesepakatan POKJA, semua isu pada tabel diatas


disepakati sebagai Isu Prioritas yang akan dikaji lebih dalam dengan Kebijakan dan
Program pada Bab IV berikutnya.

75
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

BAB 4. IDENTIFIKASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM

Identifikasi muatan Kebijakan dan Program dilakukan untuk mengetahui


Kebijakan dan Program yang berdampak terhadap kriteria dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Identifikasi muatan Kebijakan
dan Program dilakukan dengan menelaah dasar-dasar penyusunannya. Muatan-
muatan yang ada disusun dalam komponen-komponen materi Kebijakan dan
Program yang kemudian dikaitkan dengan pertimbangan-pertimbangan berikut:

1. Penurunan atau terlampauinya kapasitas daya dukung dan daya tampung


lingkungan hidup untuk pembangunan;
2. Penurunan kinerja layanan jasa ekosistem;
3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, atau kebakaran hutan dan lahan;
4. Penurunan mutu dan ketersediaan sumber daya alam;
5. Penurunan ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati;
6. Peningkatan kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;
7. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau penurunan penghidupan
sekelompok masyarakat serta terancamnya keberlanjutan penghidupan
masyarakat;
8. Peningkatan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat;
dan/atau
9. Ancaman terhadap perlindungan kawasan tertentu secara tradisional yang
dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat hukum adat.

4.1. Kebijakan dan Program Berdampak/Berisiko terhadap Lingkungan


Hidup

Identifikasi muatan Kebijakan dan Program yang ditapis dengan pertimbangan


9 (Sembilan) resiko dampak lingkungan hidup sebagaimana Tabel 4.1 berikut, dikaji
dengan memberikan penilaian sebagai berikut:

1 = Berdampak positif terhadap lingkungan hidup


-1 = Berdampak negative terhadap lingkungan hidup
0 = Tidak berdampak terhadap lingkungan hidup

76
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 4.1Identifikasi Muatan Kebijakan dan Program dengan Resiko Pertimbangan Dampak Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat
Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup
No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
MISI 1 Membangun Sumber daya Manusia
Berkualitas, Berkepribadian dan
Berbudaya
TUJUAN Meningkatkan Kualitas SDM Yang
MISI 1 terdidik, Sehat dan Berbudaya
SASARAN 1 Meningkatnya derajat pendidikan dalam
MISI 1 mewujudkan kualitas manusia yang tinggi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Manajemen Pelayanan
Pendidikan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan Sekolah Menengah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan Pendidikan Khusus,
Tugas Pembantuan PAUD dan
Pendidikan Dasar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Teknologi
Informasi dan Komunikasi Pendidikan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Nilai Budaya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengelolaan Kekayaan Budaya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengelolaan Keragaman
Budaya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
SASARAN 2 Meningkatnya derajat kesehatan dalam
MISI 1 mewujudkan kualitas manusia yang tinggi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

77
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program Pengadaan, peningkatan sarana
dan Prasarana rumah sakit/Rumah sakit
Jiwa/Rumah Sakit paru-paru/Rumah sakit
mata -1 0 0 0 0 0 0 -1 0 -2
Program Standarisasi Pelayanan
Kesehatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan keselamatan Ibu
Melahirkan dan Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program perbaikan gizi Masyarakat -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1
Program Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program obat dan perbekalan kesehatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengawasan Obat dan
Makanan -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1
Program Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Upaya Kesehatan Masyarakat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program pengembangan Lingkungan
Sehat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Jaminan kesehatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1
Program Kebijakan dan manajemen
Pembangunan Kesehatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program pengembangan Sistem
Informasi kesehatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

78
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program pelayanan Kesehatan
perorangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pemeliharaan Sarana dan
Prasarana Rumah Sakit/Rumah Sakit
Jiwa/Rumah Sakit Paru-Paru 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Kemitraan peningkatan
pelayanan kesehatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
SASARAN 3 Berkembangnya kehidupan masyarakat
MISI 1 yang berbudaya, tertib dan tenteram 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pemberdayaan Fakir Miskin,
Komunitas Adat Terpencil dan PMKS
Lainnya 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program Pelestarian nilai kepahlawanan,
Keperintisan dan Kesetiakawanan Sosial 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan Anak Terlantar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program pembinaan eks penyandang
penyakit sosial (narapidana, PSK,
narkoba dan penyakit sosial lainnya) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan Panti Asuhan/Panti
Jompo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan Penyandang
Disabilitas dan Eks. Trauma/Kejiwaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pelayanan dan Rehabilitasi
Kesejahteraan Sosial 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program penyelamatan dan pelestarian
dokumen/arsip daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Perbaikan Sistem Administrasi
Kearsipan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

79
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program peningkatan kualitas pelayanan
informasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan Kearsipan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program pemeliharaan rutin/berkala
sarana dan prasarana kearsipan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Minat dan Budaya
Baca 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Budaya Baca
dan Pembinaan Perpustakaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pendidikan Politik Masyarakat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Fungsi dan
Keberadaan Ormas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Bina Ideologi, Karakter dan
Wawasan Kebangsaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan Karakter Bangsa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pemberdayaan Masyarakat
Untuk Menjaga Keamanan dan
Ketertiban 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Ketahanan Seni, Budaya,
Agama, dan Kemasyarakatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Fasilitasi Politik Dalam Negeri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Perencanaan Pembangunan
Sosial Budaya 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1
Program Peningkatan Peran serta
kepemudaan 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 -1
Program Peningkatan Sarana dan
Prasarana Olahraga 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

80
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program Pengembangan Kebijakan dan
Manajemen Olahraga 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Keamanan dan
Kenyamanan Lingkungan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Kesiagaan dan
Pencegahan Bahaya Kebakaran 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Bahan
Informasi Tentang Pengasuhan dan
Pembinaan Tumbuh Kembang Anak 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program penguatan kelembagaan
pengarusutamaan gender dan anak 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program keserasian kebijakan
peningkatan kualitas Anak dan
Perempuan 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program Peningkatan peran serta dan
kesetaraan gender dalam pembangunan 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1
Program peningkatan kualitas hidup dan
perlindungan perempuan dan anak 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 -1
Program data gender dan anak 0 0 0 0 0 0 -1 -1 0 -2
Program Keluarga Berencana 0 0 0 0 0 0 -1 -1 0 -2
Program Keluarga Sejahtera 0 0 0 0 0 0 -1 -1 0 -2
Program Pengendalian Pendudukl 0 0 0 0 0 0 -1 -1 0 -2
MISI 2 Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih,
Modern dan Terpercaya
TUJUAN Meningkatkan kapasitas kelembagaan
MISI 2 dan kualitas ASN untuk penerapan
kepemerintahan yang baik

81
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
SASARAN 1 Meningkatnya kapasitas kelembagaan
MISI 2 untuk perwujudan pemerintahan yang
akuntabel dan efektif 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Sistem
Pengawasan Internal dan Pengendalian
Pelaksanaan Kebijakan KDH 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Sistem
Pengawasan Internal dan Pengendalian
Pelaksanaan Kebijakan KDH 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Reformasi Birokrasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Penguatan akuntabilitas kinerja 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Mengintensifkan penanganan
pengaduan masyarakat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Penguatan Organisasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program penataan tatalaksana 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Optimalisasi pemanfaatan teknologi
informasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Fasilitasi Peningkatan SDM
Bidang Komunikasi dan Informasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan dan
Pemeliharaan Infrastruktur TIK -1 0 -1 0 0 0 0 0 0 -2
Program Pengembangan Aplikasi
Informatika 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengkajian dan Penelitian
Bidang Komunikasi dan Informasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

82
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program Optimalisasi penyelenggaraan
persandian untuk pengamanan informasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Komunikasi,
Informasi, Media Massa dan
Pemanfaatan Teknologi Informasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Optimalisasi Pemanfaatan
Teknologi Informasi (TI) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan
Data/Informasi/Statistik Daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Infrastruktur
Komunikasi dan Informatika -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 -2
Program Pengembangan Desiminasi
Informasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Komunikasi,
Informasi dan Media Massa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan dan
Pengembangan Pengelolaan Keuangan
Daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan dan Fasilitasi
Pengelolaan Keuangan Kabupaten/Kota 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan dan
Pengembangan Pelayanan Pengadaan
Barang/Jasa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Kapasitas
Kelembagaan Pembangunan Daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan data/informasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Kerjasama Pembangunan -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1

83
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program perencanaan pembangunan
daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengendalian Pembangunan
Daerah dan Pelaporan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Penataan Administrasi
Kependudukan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Penataan Peraturan Perundang-
Undangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Optimalisasi Pemanfaatan
Teknologi Informasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program peningkatan pelayanan
kehumasan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program peningkatan komunikasi dan
informasi serta penggunaan media
massa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Kapasitas
Kelembangaan Pembangunan Daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Penataan Daerah Otonomi Baru 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan Wilayah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Pelayanan
Kedinasan Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintah daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Penyiapan Potensi Sumber
Daya, Sarana dan Prasarana Daerah -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1
Program Peningkatan Kerjasama antar
Pemerintah Daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

84
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program Pengembangan Wilayah
Perbatasan -1 -1 0 0 -1 -1 0 0 -1 -5
Program Fasilitasi Pemilihan,
Pengesahan, Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peresmian, Pengangkatan dan
Pemberhentian Anggota DPRD
Provinsi/Kab/Kota 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Layanan Penataan Wilayah
Administrasi, Penegasan Batas Daerah
dan Toponimi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Kapasitas
Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Mengintensifkan Penanganan
Pengaduan Masyarakat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Penataan Peraturan Perundang-
undangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program peningkatan pelayanan
Kehumasan -1 0 0 0 0 0 0 0 -1 -2
Program Peningkatan Pelayanan
Kedinasan Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah -1 0 0 0 0 0 0 0 -1 -2
Program Peningkatan Pelayanan Publik -1 0 0 0 0 0 0 0 -1 -2
Program Peningkatan Kinerja Perangkat
Daerah dan Ketatalaksanaan Pemerintah
Daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

85
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program Pengembangan Komunikasi,
Informasi Media Massa dan Pemanfaatan
Teknologi Informasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Kesiagaan dan
Pencegahan Bahaya Kebakaran 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pelaporan dan evaluasi
perkembangan desa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Pelayanan
Kedinasan Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Tata Kelola Pemerintah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Sistem Inovasi daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Sumber Daya
Manusia Jasa Konstruksi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
SASARAN 2 Meningkatnya kualitas Kompetensi ASN
MISI 2 untuk perwujudan pemerintahan yang
terpercaya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan dan Pengembangan
Aparatur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program peningkatan kapasitas
sumberdaya aparatur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program manajemen sumber daya
manusia 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program peningkatan kapasitas
kelembagaan perencanaan
pembangunan daerah -1 -1 -1 0 0 -1 0 0 0 -4
Program peningkatan kapasitas aparatur
pemerintahan desa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

86
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
MISI 3 Membangun dan Menguatkan
Konektivitas antar Wilayah Berbasis
Unggulan Strategis
TUJUAN Meningkatkan kuantitas dan kualitas
MISI 3 infrastruktur untuk mendorong
produktivitas wilayah dan koneksivitas
antar wilayah
SASARAN 1 Meningkatnya kapasitas Infrastruktur
MISI 3 dalam menunjang perekonomian daerah,
mobilitas penduduk, serta pemukiman
dan perumahan -1 -1 0 -1 -1 -1 0 0 0 -5
Program Pembangunan Jalan dan
Jembatan -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 -1 -8
Program Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan
dan Jembatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembangunan Sistem
Informasi/ Data base Jalan dan Jembatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Tanggap Darurat Jalan dan
Jembatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Sarana dan
Prasarana Kebinamargaan -1 -1 0 0 0 -1 0 0 0 -3
Program Peningkatan Infrastruktur
Kawasan Perkantoran -1 -1 0 -1 -1 -1 0 0 0 -5
Program Pengembangan Data dan
Informasi Jasa Konstruksi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan, Pengembangan,
dan Kerjasama Pengawasan Uji Mutu
dan Standarisasi Konstruksi Bangunan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

87
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program Pengembangan dan
Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan
Jaringan Pengairan Lainnya 0 0 0 0 -1 -1 0 0 0 -2
Program Pengendalian Banjir -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1
Program Pengembangan Kinerja
Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah -1 0 0 0 0 0 0 -1 0 -2
Program Pembanguan Saluran
Drainase/gorong-gorong -1 0 0 0 0 0 0 0 -1 -2
Program Perencanaan Tata Ruang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pemanfaatan Ruang -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1
Program Pengendalian Pemanfaatan
Ruang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembangunan Prasarana dan
Fasilitas Perhubungan 0 -1 0 0 0 0 -1 -1 0 -3
Program Pembangunan Sarana dan
Prasarana Perhubungan 0 -1 0 0 0 0 -1 -1 0 -3
Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan
Fasilitas Transportasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program peningkatan dan pengamanan
lalu lintas 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 -1
Program peningkatan pelayanan
angkutan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program peningkatan kelaikan
pengoperasian kendaraan bermotor 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program peningkatan keselamatan
transportasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengendalian Lalu Lintas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

88
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program Pengembangan, Pengelolaan
dan Promosi Potensi Energi dan Sumber
Daya Mineral -1 -1 -1 -1 0 -1 0 -1 0 -6
Program pengembangan pengusahaan
dan pemanfaatan energi baru terbarukan
dan konservasi energi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program pengusahaan, pembinaan dan
pengembangan bidang ketenagalistrikan 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program pengelolaan air, tanah, survey
dan pemetaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program pengusahaan, pembinaan dan
pengawasan bidang mineral dan
batubara 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 0 -3
Program peningkatan pelayanan jasa
laboratorium dan pembuatan peta dan
SIG 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Perumahan -1 -1 -1 -1 0 -1 -1 0 -1 -7
Program Lingkungan Sehat Perumahan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pemberdayaan Komunitas
Perumahan -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1
Program perbaikan perumahan akibat
bencana alam/sosial 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program perencanaan prasarana wilayah
dan sumber daya alam -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1
Program Penataan Penguasaan,
Pemilikan, Penggunaan dan
Pemanfaatan Tanah 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 -1

89
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
SASARAN 2 Meningkatnya koneksivitas antara
MISI 3 wilayah pulau kecil dengan daratan
utama dan antara desa dengan kota
dalam mengurangi disparitas wilayah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Wilayah
Strategis dan Cepat Tumbuh -1 -1 -1 0 0 -1 0 0 0 -4
Program Partisipasi Masyarakat dalam
Membangun Desa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pelayanan sosial dasar Masyarakat
Perdesaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pembinaan dan pengembangan adat
Istiadat, nilai sosial budaya masyarakat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Keberdayaan
Masyarakat Pedesaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program peningkatan kapasitas aparatur
pemerintahan desa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pelaporan dan evaluasi
perkembangan desa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembangunan Kawasan
Perdesaan -1 0 -1 0 0 0 0 0 0 -2
Program Inovasi dan Promosi Teknologi
Tepat Guna 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program pengembangan lembaga
ekonomi perdesaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Pelabuhan
Perikanan -1 -1 0 0 0 -1 0 0 0 -3
Program Pengelolaan Ruang Laut,
Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1

90
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program Fasilitasi Pertanahan dan
pelatihan Transmigrasi -1 0 0 0 0 -1 0 0 0 -2
Program Perencanaan Teknis Kawasan
Transmigrasi -1 -1 0 0 0 -1 0 0 0 -3
Program Pembangunan permukiman dan
penempatan Transmigrasi -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -6
Program Pengembangan Kawasan
Transmigrasi -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -6
Program Pengembangan Infrastruktur
Komunikasi dan Informatika 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Perencanaan Tata Ruang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
MISI 4 Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
yang Inovatif dan Berdaya Saing Tinggi
TUJUAN Mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang
MISI 4 berkualitas dan peningkatan daya saing
berbasis ekonomi lokal
SASARAN 1 Terwujudnya pertumbuhan ekonomi
MISI 4 berkualitas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Promosi dan
Kerjasama Investasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Iklim Investasi dan
Realisasi Investasi -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 -2
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan
Terpadu Satu Pintu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Daya Saing
Penanaman Modal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

91
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program Peningkatan Dukungan
Manajemen dalam Pelaksanaan Tugas
Teknis BKPMD&P2T 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan sentra-sentra
industri potensial -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 0 -5
Program Penataan Struktur Industri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Kualitas
Kelembagaan Koperasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Kemampuan
Teknologi Industri 0 -1 0 0 0 -1 0 0 0 -2
Program Revitaslisasi dan Penataan
Struktur Industri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Kapasitas Iptek
Sistem Produksi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan dan
Pengembangan Espor -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1
Program Peningkatan Efisiensi
Perdagangan Dalam Negeri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Standarisasi
Nasional 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan dan
Pengembangan Perdagangan Luar
Negeri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Perlindungan Konsumen dan
Pengamanan Perdagangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan dan
Pengembangan Ekspor 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

92
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program Peningkatan Kualitas
Kelembagaan Koperasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan dan pembinaan
Koperasi UKM 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Pemasaran
Pariwisata 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Destinasi
Pariwisata -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1
Program Pengembangan Kemitraan -1 0 0 0 0 0 0 -1 0 -2
Program Kelembagaan dan Kemitraan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Industri
Pariwisata -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -6
Program Pengembangan Ekonomi Kreatif 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 -1
Program Pengawasan Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Perikanan
Budidaya -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -6
Program Pengembangan Perikanan
Tangkap -1 -1 0 0 -1 -1 -1 0 0 -5
Program Pengembangan Balai Benih
Ikan/Udang Pantai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Balai Benih
Budidaya Air Tawar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Kawasan
Budidaya laut, air payau dan Air Tawar -1 0 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 -7
Program perencanaan pembangunan
ekonomi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

93
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Peningkatan Upaya Penumbuhan
Kewirausahaan dan Kecakapan hidup
pemuda 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pemberdayaan Fakir Miskin,
Komunitas Adat Terpencil dan PMKS
Lainnya. 0 0 0 0 0 0 -7 0 0 -7
Program Pemberdayaan Kelembagaan
Kesejahteraan Sosial 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Kesempatan Kerja 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Kualitas dan
Produktivitas Tenaga Kerja 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 -1
Program Perlindungan Pengembangan
Lembaga Ketenagakerjaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Distribusi Harga
dan Cadangan Pangan 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 -1
Program Peningkatan Ketahanan Pangan 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 -1
Program Penguatan Ekonomi Daerah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Ekonomi dan
Prasarana Wilayah -1 -1 0 0 0 0 -1 0 0 -3
SASARAN 2 Meningkatnya daya saing ekonomi lokal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
MISI 4 Program Peningkatan Kesejahteraan
Petani 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program peningkatan penerapan
teknologi pertanian/ perkebunan -1 -1 0 0 0 -1 0 0 0 -3
Program Peningkatan Produksi
Pertanian/ Perkebunan -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 -2

94
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program Peningkatan Produksi Hasil
Peternakan -1 -1 0 0 0 -1 0 0 0 -3
Program Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Ternak 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 -1
Program peningkatan penerapan
teknologi peternakan 0 -1 0 0 0 -1 0 0 0 -2
Program Pemberdayaan Penyuluh
Pertanian/Perkebunan Lapangan 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
program peningkatan kapasitas dan
pemberdayaan petani 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program Peningkatan Nilai Tambah,
Daya Saing dan Pemasaran Hasil
Pertanian 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program Penguatan Daya Saing Produk
Kelautan dan Perikanan 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program Pengembangan Industri Kecil
dan Menengah -1 -1 0 0 0 0 -1 0 0 -3
Program Pengembangan Kewirausahaan
dan Keunggulan Kompetitif Usaha Kecil
Menengah 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program Pengembangan Sistem
Pendukung Usaha Bagi Usaha Mikro
Kecil Menengah 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program Penciptaan Iklim Usaha Mikro
Kecil Menengah yang Kondusif 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program Inovasi dan Promosi Teknologi
Tepat Guna 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Keberdayaan
Masyarakat Pedesaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

95
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Program pengembangan lembaga
ekonomi perdesaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Penelitian dan Penngembangan
IPTEK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
MISI 5 Mendorong Pengarusutamaan
Lingkungan Hidup untuk Pembangunan
Berkelanjutan
TUJUAN Memelihara daya dukung dan daya
MISI 5 tampung lingkungan hidup dan
sumberdaya alam
SASARAN 1 Terpeliharanya daya dukung dan kualitas
MISI 5 lingkungan hidup 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengendalian Pencemaran dan
Perusakan Lingkungan Hidup 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Peningkatan Kualitas dan Akses
Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengelolaan ruang terbuka hijau
(RTH) -1 0 -1 0 0 0 0 -1 0 -3
Program Perlindungan dan Konservasi
Sumber Daya Alam 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program Pengembangan Kapasitas
Pengelolaan Sumber Daya Alam &
Lingkungan Hidup 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengelolaan dan Rehabilitas
ekosistem pesisir dan laut 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengembangan Kinerja
Pengelolaan Persampahan -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 -2
Terwujudnya pelestarian fungsi hutan 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1

96
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan Hidup


No Muatan Kebijakan dan Program Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
SASARAN 2 Program Pengendalian Daerah Aliran
MISI 5 Sungai dan Hutan Lindung Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program pengolaan hutan -1 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -4
Program Perhutanan Sosial dan
Kemitraan Lingkungan -1 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -4
Program Peningkatan Penyuluhan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
SASARAN 3 Terwujudnya Pemantapan Kawasan
MISI 5 Hutan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Planologi Kehutanan dan Tata
Lingkungan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Konservasi Sumber Daya Alam
dan Ekosistem 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Pengendalian Perubahan Iklim 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Program Penegakan Hukum Kehutanan -1 0 0 0 0 0 0 0 -1 -2
Program Pengelolaan Hutan Lestari dan
Usaha Kehutanan -1 0 0 0 0 0 0 0 -1 -2
Program Perhutanan Sosial dan
Kemitraan Lingkungan 0 0 0 0 0 -1 -1 0 0 -2
Program Pengendalian Daerah Aliran
Sungai dan Hutan Lindung Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat 0 0 0 0 0 0 -1 0 -1 -2
Program Pengelolaan Hutan 0 0 0 0 0 0 -1 0 -1 -2
Program Peningkatan Penyuluhan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1
Program Perencanaan Pengendalian
Evaluasi dan Pelaporan 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -1

97
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Keterangan:
1. Penurunan atau terlampauinya kapasitas daya dukung dan daya tamping
lingkungan hidup untuk pembangunan;
2. Penurunan kinerja layanan jasa ekosistem;
3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, atau kebakaran hutan dan lahan;
4. Penurunan mutu dan ketersediaan sumber daya alam;
5. Penurunan ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati;
6. Peningkatan kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;
7. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau penurunan penghidupan
sekelompok masyarakat serta terancamnya keberlanjutan penghidupan
masyarakat;
8. Peningkatan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat;
dan/atau
9. Ancaman terhadap perlindungan kawasan tertentu secara tradisional yang
dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat hukum adat.

Hasil identifikasi muatan Kebijakan dan Program yang telah ditapis dengan
pertimbangan dampak/resiko lingkungan hidup sebagaimana Tabel 4.1 diatas, dari
semua muatan Kebijakan dan Program yang diidentifikasi diperoleh muatan
Kebijakan dan Program yang memberikan resiko terhadap lingkungan hidup,
sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 4.2 berikut.

98
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 4.2 Hasil Identifikasi Muatan Kebijakan dan Program dengan Resiko Pertimbangan Dampak Kajian Lingkungan Hidup
Strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat
Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan
No Muatan Kebijakan dan Program Hidup Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
TUJUAN MISI 1 Meningkatkan Kualitas SDM Yang terdidik, Sehat dan
Berbudaya
SASARAN 1 Meningkatnya kapasitas kelembagaan untuk perwujudan
MISI 2 pemerintahan yang akuntabel dan efektif
Program Pengembangan Wilayah Perbatasan -1 -1 0 0 -1 -1 0 0 -1 -5
SASARAN 2 Meningkatnya kualitas Kompetensi ASN untuk perwujudan
MISI 2 pemerintahan yang terpercaya
Program peningkatan kapasitas kelembagaan perencanaan -1 -1 -1 0 0 -1 0 0 0 -4
pembangunan daerah
TUJUAN MISI 3 Meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur untuk
mendorong produktivitas wilayah dan koneksivitas antar
wilayah
SASARAN 1 Meningkatnya kapasitas Infrastruktur dalam menunjang -1 -1 0 -1 -1 -1 0 0 0 -5
MISI 3 perekonomian daerah, mobilitas penduduk, serta pemukiman
dan perumahan
Program Pembangunan Jalan dan Jembatan -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 -1 -8
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Kebinamargaan -1 -1 0 0 0 -1 0 0 0 -3
Program Peningkatan Infrastruktur Kawasan Perkantoran -1 -1 0 -1 -1 -1 0 0 0 -5
Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan 0 -1 0 0 0 0 -1 -1 0 -3
Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Perhubungan 0 -1 0 0 0 0 -1 -1 0 -3
Program Pengembangan, Pengelolaan dan Promosi Potensi -1 -1 -1 -1 0 -1 0 -1 0 -6
Energi dan Sumber Daya Mineral
Program pengusahaan, pembinaan dan pengawasan bidang 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 0 -3
mineral dan batubara
Program Pengembangan Perumahan -1 -1 -1 -1 0 -1 -1 0 -1 -7

99
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kriteria Dampak/Risiko Lingkungan


No Muatan Kebijakan dan Program Hidup Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
SASARAN 2 Meningkatnya koneksivitas antara wilayah pulau kecil dengan
MISI 3 daratan utama dan antara desa dengan kota dalam
mengurangi disparitas wilayah
Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh -1 -1 -1 0 0 -1 0 0 0 -4
Program Pengembangan Pelabuhan Perikanan -1 -1 0 0 0 -1 0 0 0 -3
Program Pembangunan permukiman dan penempatan -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -6
Transmigrasi
Program Pengembangan Kawasan Transmigrasi -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -6
SASARAN 1 Terwujudnya pertumbuhan ekonomi berkualitas
MISI 4 Program Pengembangan sentra-sentra industri potensial -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 0 -5
Program Pengembangan Industri Pariwisata -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -6
Program Pengembangan Perikanan Budidaya -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -6
Program Pengembangan Perikanan Tangkap -1 -1 0 0 -1 -1 -1 0 0 -5
Program Pengembangan Kawasan Budidaya laut, air payau -1 0 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 -7
dan Air Tawar
Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat 0 0 0 0 0 0 -7 0 0 -7
Terpencil dan PMKS Lainnya.
Program Pengembangan Ekonomi dan Prasarana Wilayah -1 -1 0 0 0 0 -1 0 0 -3
SASARAN 2 Meningkatnya daya saing ekonomi lokal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
MISI 4 Program peningkatan penerapan teknologi -1 -1 0 0 0 -1 0 0 0 -3
pertanian/perkebunan
Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan -1 -1 0 0 0 -1 0 0 0 -3
Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah -1 -1 0 0 0 0 -1 0 0 -3
SASARAN 1 Terpeliharanya daya dukung dan kualitas lingkungan hidup 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
MISI 5 Program Pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH) -1 0 -1 0 0 0 0 -1 0 -3
SASARAN 2 Terwujudnya pelestarian fungsi hutan
MISI 5 Program pengolaan hutan -1 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -4
Program Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan -1 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -4

100
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

4.2. Keterkaitan Kebijakan dan Program terhadap Isu Prioritas

Keterkaitan Kebijakan dan Program terhadap isu prioritas yang telah diperoleh
ditapis untuk menghasilkan Kebijakan dan Program yang terdampak atau berisiko
terhadap lingkungan hidup yang akan dikaji dalam analisis pengaruh terhadap
muatan KLHS. Tabel berikut memperlihatkan tapisan Kebijakan dan Program
berdampak dengan isu Pembangunan Berkelanjutan.

Tabel 4.3 Identifikasi Muatan Kebijakan dan Program dengan Isu Pembangunan
Berkelanjutan Prioritas Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat

Muatan Kebijakan dan Isu PB Prioritas Total


No
Program
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
VISI Sulawesi Barat Maju
dan Malaqbiq
TUJUAN Meningkatkan
MISI 1 Kualitas SDM Yang
terdidik, Sehat dan
Berbudaya
SASARAN Meningkatnya
1 MISI 2 kapasitas
kelembagaan untuk
perwujudan
pemerintahan yang
akuntabel dan efektif
Program -1 -1 0 0 -1 0 -1 0 -1 -1 -1 -1 0 -1 0 -9
Pengembangan
Wilayah Perbatasan
SASARAN Meningkatnya kualitas
2 MISI 2 Kompetensi ASN
untuk perwujudan
pemerintahan yang
terpercaya
Program peningkatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
kapasitas
kelembagaan
perencanaan
pembangunan daerah
TUJUAN Meningkatkan
MISI 3 kuantitas dan kualitas
infrastruktur untuk
mendorong
produktivitas wilayah
dan koneksivitas antar
wilayah
SASARAN Meningkatnya -1 0 -1 0 0 0 0 0 -1 -1 0 -1 0 0 0 -5
1 MISI 3 kapasitas Infrastruktur
dalam menunjang

101
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan Isu PB Prioritas Total


No
Program
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
perekonomian
daerah, mobilitas
penduduk, serta
pemukiman dan
perumahan
Program -1 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 -2
Pembangunan Jalan
dan Jembatan
Program Peningkatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sarana dan
Prasarana
Kebinamargaan
Program Peningkatan -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1
Infrastruktur Kawasan
Perkantoran
Program -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1 -1 0 0 0 0 0 -4
Pembangunan
Prasarana dan
Fasilitas Perhubungan
Program 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 -1
Pembangunan
Sarana dan
Prasarana
Perhubungan
Program -1 -1 -1 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -7
Pengembangan,
Pengelolaan dan
Promosi Potensi
Energi dan Sumber
Daya Mineral
Program -1 -1 -1 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -4
pengusahaan,
pembinaan dan
pengawasan bidang
mineral dan batubara
Program -1 -1 -1 0 0 0 0 0 -1 -1 0 0 0 0 0 -5
Pengembangan
Perumahan
SASARAN Meningkatnya
2 MISI 3 koneksivitas antara
wilayah pulau kecil
dengan daratan
utama dan antara
desa dengan kota
dalam mengurangi
disparitas wilayah
Program -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -6
Pengembangan
Wilayah Strategis dan
Cepat Tumbuh

102
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan Isu PB Prioritas Total


No
Program
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Program -1 0 0 0 -1 0 0 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -4
Pengembangan
Pelabuhan Perikanan
Program -1 -1 -1 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 0 0 0 0 -6
Pembangunan
permukiman dan
penempatan
Transmigrasi
Program -1 -1 -1 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 0 0 0 0 -6
Pengembangan
Kawasan
Transmigrasi
SASARAN Terwujudnya
1 MISI 4 pertumbuhan ekonomi
berkualitas
Program -1 0 0 0 0 0 0 -1 -1 0 0 -1 0 0 0 -4
Pengembangan
sentra-sentra industri
potensial
Program -1 -1 0 0 -1 0 0 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -5
Pengembangan
Industri Pariwisata
Program -1 -1 0 0 -1 0 0 0 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -7
Pengembangan
Perikanan Budidaya
Program 0 0 0 0 -1 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -3
Pengembangan
Perikanan Tangkap
Program -1 -1 0 0 -1 0 0 0 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -7
Pengembangan
Kawasan Budidaya
laut, air payau dan Air
Tawar
Program 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1
Pemberdayaan Fakir
Miskin, Komunitas
Adat Terpencil dan
PMKS Lainnya.
Program 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pengembangan
Ekonomi dan
Prasarana Wilayah
SASARAN Meningkatnya daya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1
2 MISI 4 saing ekonomi lokal
Program peningkatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 -1 -2
penerapan teknologi
pertanian/
perkebunan

103
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan Isu PB Prioritas Total


No
Program
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Program Peningkatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1
Produksi Hasil
Peternakan
Program 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 -1 0 0 -2
Pengembangan
Industri Kecil dan
Menengah
SASARAN Terpeliharanya daya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 MISI 5 dukung dan kualitas
lingkungan hidup
Program Pengelolaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ruang terbuka hijau
(RTH)
SASARAN Terwujudnya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 MISI 5 pelestarian fungsi
hutan
Program pengolaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
hutan
Program Perhutanan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sosial dan Kemitraan
Lingkungan
Keterangan:
1. Peningkatan Laju Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
2. Rendahnya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan
3. Meningkatnya luas dan intensitas banjir
4. Masih rendahnya akses ke pelayanan kesehatan
5. Kerusakan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil
6. Ancaman keselamatan pelayaran
7. Stagnasi pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
8. Tingginya angka kemiskinan
9. Meningkatnya Emisi GRK
10. Rendahnya tata kelola kawasan hutan
11. Konflik Tenurial Kawasan Hutan
12. Rendahnya penegakan hukum lingkungan
13. Rawannya ketahanan pangan
14. Masih rendahnya rasio elektrifikasi
15. Rendahnya usia lama sekolah

104
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 4.4 Hasil Tapisan Identifikasi Muatan Kebijakan dan Program dengan Isu
Pembangunan Berkelanjutan Prioritas Kajian Lingkungan Hidup
Strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi
Sulawesi Barat
Muatan Kebijakan dan Isu PB Prioritas
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total
Program
Sulawesi Barat Maju
VISI dan Malaqbiq
TUJUAN Meningkatkan Kualitas
MISI 1 SDM Yang terdidik,
Sehat dan Berbudaya
SASARAN Meningkatnya
1 MISI 2 kapasitas kelembagaan
untuk perwujudan
pemerintahan yang
akuntabel dan efektif
Program -1 -1 0 0 -1 0 -1 0 -1 -1 -1 -1 0 -1 0 -9
Pengembangan
Wilayah Perbatasan
SASARAN Meningkatnya kualitas
2 MISI 2 Kompetensi ASN untuk
perwujudan
pemerintahan yang
terpercaya
TUJUAN Meningkatkan kuantitas -1 0 -1 0 0 0 0 0 -1 -1 0 -1 0 0 0 -5
MISI 3 dan kualitas
infrastruktur untuk
mendorong
produktivitas wilayah
dan koneksivitas antar
wilayah
SASARAN Meningkatnya -1 0 -1 0 0 0 0 0 -1 -1 0 -1 0 0 0 -5
1 MISI 3 kapasitas Infrastruktur
dalam menunjang
perekonomian daerah,
mobilitas penduduk,
serta pemukiman dan
perumahan
Program -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1 -1 0 0 0 0 0 -4
Pembangunan
Prasarana dan Fasilitas
Perhubungan
Program -1 -1 -1 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -7
Pengembangan,
Pengelolaan dan
Promosi Potensi Energi
dan Sumber Daya
Mineral
Program pengusahaan, -1 -1 -1 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -4
pembinaan dan
pengawasan bidang
mineral dan batubara

105
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan Isu PB Prioritas


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total
Program
Program -1 -1 -1 0 0 0 0 0 -1 -1 0 0 0 0 0 -5
Pengembangan
Perumahan
SASARAN Meningkatnya
2 MISI 3 koneksivitas antara
wilayah pulau kecil
dengan daratan utama
dan antara desa
dengan kota dalam
mengurangi disparitas
wilayah
Program -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -6
Pengembangan
Wilayah Strategis dan
Cepat Tumbuh
Program -1 0 0 0 -1 0 0 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -4
Pengembangan
Pelabuhan Perikanan
Program -1 -1 -1 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 0 0 0 0 -6
Pembangunan
permukiman dan
penempatan
Transmigrasi
Program -1 -1 -1 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 0 0 0 0 -6
Pengembangan
Kawasan Transmigrasi
SASARAN Terwujudnya
1 MISI 4 pertumbuhan ekonomi
berkualitas
Program -1 0 0 0 0 0 0 -1 -1 0 0 -1 0 0 0 -4
Pengembangan sentra-
sentra industri potensial
Program -1 -1 0 0 -1 0 0 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -5
Pengembangan
Industri Pariwisata
Program -1 -1 0 0 -1 0 0 0 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -7
Pengembangan
Perikanan Budidaya
Program 0 0 0 0 -1 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -3
Pengembangan
Perikanan Tangkap
Program -1 -1 0 0 -1 0 0 0 -1 -1 -1 -1 0 0 0 -7
Pengembangan
Kawasan Budidaya
laut, air payau dan Air
Tawar

106
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Hasil tapisan identifikasi muatan Kebijakan dan Program dengan Isu


Pembangunan Berkelanjutan Prioritas sebagaimana tabel diatas diperoleh 17
Kebijakan dan Program yang beresiko terhadap lingkungan hidup yang akan dikaji
lebih dalam dengan muatan kajian analisis. Adapun muatan Kebijakan dan Program
yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Muatan Kebijakan:
1. Meningkatnya kapasitas Infrastruktur dalam menunjang perekonomian
daerah, mobilitas penduduk, serta pemukiman dan perumahan
Muatan Program:
1. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan
2. Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan
3. Program Pengembangan, Pengelolaan dan Promosi Potensi Energi dan
Sumber Daya Mineral
4. Program pengusahaan, pembinaan dan pengawasan bidang mineral dan
batubara
5. Program Pengembangan Perumahan
6. Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh
7. Program Pengembangan Pelabuhan Perikanan
8. Program Pembangunan permukiman dan penempatan Transmigrasi
9. Program Pengembangan Kawasan Transmigrasi
10. Program Pengembangan sentra-sentra industri potensial
11. Program Pengembangan Industri Pariwisata
12. Program Pengembangan Perikanan Budidaya
13. Program Pengembangan Perikanan Tangkap
14. Program Pengembangan Kawasan Budidaya laut, air payau dan Air
Tawar

107
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

BAB 5. KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN DAN PROGRAM


Dalam kajian pengaruh Kebijakan dan Program terhadap Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah ini dikaji 15 KRP yang telah tersaring
pada pembahasan sebelumnya, yang akan ditelaah berdasarkan 6 (enam) kriteria.
Enam kriteria tersebut adalah ditinjau dari Daya Dukung Daya Tampung
Lingkungan Hidup, Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup, Kinerja Layanan/Jasa
Ekosistem, Efisiensi Pemanfaatan Sumberdaya Alam, Tingkat Kerentanan dan
Kapasitas Terhadap Perubahan Iklim, serta Tingkat Ketahanan dan Potensi
Keanekaragaman Hayati.

5.1. Kapasitas Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup untuk
Pembangunan

Kajian ini mengukur kemampuan suatu ekosistem untuk mendukung


satu/rangkaian aktivitas dan ambang batas kemampuannya berdasarkan kondisi
yang ada. Kepentingan kajian ini terutama adalah untuk menentukan apakah
intensitas pembangunan masih dapat dikembangkan dan ditambahkan. Bisa diukur
dalam bermacam variabel yang mencerminkan jasa dan produk dari ekosistem,
misalnya daya dukung tanah/kemampuan lahan, air, habitat spesies, dan lain
sebagainya. Beberapa teknik yang dapat digunakan antara lain adalah mengukur
kinerja jasa lingkungan, mengukur populasi optimal yang dapat didukung, maupun
mengukut ringkat kerentanan, kerawanan dan kerusakan. Teknik-teknik
perhitungan dan penentuan daya dukung lingkungan hidup dapat mengikuti
ketentuan yang ada atau metodologi yang telah diakui secara ilmiah. Daya tampung
lingkungan hidup dapat diukur dari tingkat asimilasi media (air, tanah, udara) ketika
menerima gangguan dari luar. Indikator yang digunakan dapat berupa kombinasi
antara beban pencemaran dengan kemampuan media mempertahankan fungsinya
sejalan dengan masuknya pencemaran tersebut. Tabel 5.1 berikut memperlihatkan
kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup terkait dengan Kebijakan
dan Program yang berdampak terhadap lingkungan hidup di Provinsi Sulawesi
Barat.

108
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 5.1 Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup terhadap
Kebijakan dan Program yang Terdampak

Muatan Kebijakan Daya Tampung dan Daya Dukung Lingkungan


No
dan Program Hidup

Sasaran 1. Meningkatnya 1. Implementasi pada Kebijakan ini akan


1 Misi 3 kapasitas menimbulkan gangguan pada wilayah-
Infrastruktur wilayah yang memiliki pelayanan
dalam ekosistem tinggi khususnya untuk
menunjang pelayanan pangan dan air sehingga akan
perekonomian berpengaruh terhadap daya dukung
daerah, wilayahnya karena akan mempengaruhi
mobilitas ketersediaan layanan ekosistem.
penduduk, serta 2. Berpengaruh terhadap kawasan hulu
pemukiman dan suatu aliran sungai dan kawasan pesisir
perumahan yang merupakan kawasan perlindungan
dan penyangga suatu wilayah
Program 2. Program Pengembangan wilayah perbatasan berupa
di Pengembangan penyelesaian sengketa batas wilayah.
Sasaran Wilayah Penyelesaian permasalahan ini entunya tidak
1 Misi 2 Perbatasan berdampak signifikan terhadap daya dukung
wilayah.
Program 3. Program 1. Implementasi pada program ini akan
di Pembangunan menimbulkan gangguan pada wilayah-
Sasaran Prasarana dan wilayah yang memiliki pelayanan
1 Misi 3 Fasilitas ekosistem tinggi khususnya untuk
Perhubungan pelayanan pangan dan air sehingga akan
berpengaruh terhadap daya dukung
wilayahnya karena akan mempengaruhi
ketersediaan layanan ekosistem.
2. Berpengaruh terhadap kawasan hulu
suatu aliran sungai dan kawasan pesisir
yang merupakan kawasan perlindungan
dan penyangga suatu wilayah
4. Program Pengembangan program ini dapat
Pengembangan, mempengaruhi daya dukung dan daya
Pengelolaan tampung lingkungan hidup khususnya pada
dan Promosi wilayah yang memiliki layanan ekosistem
Potensi Energi tinggi seperti pangan dan air
dan Sumber
Daya Mineral Implementasi dari kegiatan ini jika
dikembangkan pada lokasi-lokasi dengan
layanan ekosistem tinggi dapat menyebabkan
terlampauinya daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup di beberapa
kecamatan.

109
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan Daya Tampung dan Daya Dukung Lingkungan


No
dan Program Hidup

5. Program Implementasi pada program ini akan


pengusahaan, berdampak negatif terhadap daya dukung
pembinaan dan wilayah bila implementasi teknis
pengawasan pertambangan tidak dilakukan secara
bidang mineral konservatif
dan batubara
6. Program 1. Implementasi pada program ini akan
Pengembangan menimbulkan gangguan pada wilayah-
Perumahan wilayah yang memiliki pelayanan
ekosistem tinggi khususnya untuk
pelayanan pangan dan air sehingga akan
berpengaruh terhadap daya dukung
wilayahnya karena akan mempengaruhi
ketersediaan layanan ekosistem.
2. Pengembangan kawasan perumahan
perlu memperhatikan lokasi-lokasi
permukiman yang telah ada saat ini dan
berada di dalam kawasan hutan lindung.
Program 7. Program Implementasi pada program ini akan
di Pengembangan menimbulkan gangguan pada wilayah-wilayah
Sasaran Wilayah yang memiliki pelayanan ekosistem tinggi
2 Misi 3 Strategis dan khususnya untuk pelayanan pangan dan air
Cepat Tumbuh sehingga akan berpengaruh terhadap daya
dukung wilayahnya karena akan
mempengaruhi ketersediaan layanan
ekosistem.
8. Program Implementasi program-program
Pengembangan pengembangan pelabuhan perikanan memiliki
Pelabuhan dampak yang relatif kecil terhadap daya
Perikanan dukung dan daya tampung jika lokasi
pengembangan nya tidak secara langsung
berbatasan dengan ekosistem-ekosistem
pesisir seperti terumbu karang dan mangrove.
9. Program 1. Implementasi pada program ini akan
Pembangunan menimbulkan gangguan pada wilayah-
permukiman wilayah yang memiliki pelayanan
dan ekosistem tinggi khususnya untuk
penempatan pelayanan pangan dan air sehingga akan
Transmigrasi berpengaruh terhadap daya dukung
wilayahnya karena akan mempengaruhi
ketersediaan layanan ekosistem.
2. Pengembangan kawasan permukiman
dan transmigrasi perlu memperhatikan
lokasi-lokasi permukiman yang telah ada

110
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan Daya Tampung dan Daya Dukung Lingkungan


No
dan Program Hidup

saat ini dan berada di dalam kawasan


hutan lindung.
10. Program 1. Implementasi pada program ini akan
Pengembangan menimbulkan gangguan pada wilayah-
Kawasan wilayah yang memiliki pelayanan
Transmigrasi ekosistem tinggi khususnya untuk
pelayanan pangan dan air sehingga akan
berpengaruh terhadap daya dukung
wilayahnya karena akan mempengaruhi
ketersediaan layanan ekosistem.
2. Pengembangan kawasan permukiman
dan transmigrasi perlu memperhatikan
lokasi-lokasi permukiman yang telah ada
saat ini dan berada di dalam kawasan
hutan lindung.
Program 11. Program Pengembangan sarana prasarana sentra
di Pengembangan industri seperti akomodasi, pelayanan dan
Sasaran sentra-sentra jenis industri yang akan dikembangkan akan
1 Misi 4 industri menimbulkan gangguan pada wilayah-wilayah
potensial yang memiliki pelayanan ekosistem tinggi
khususnya untuk pelayanan pangan dan air,
jika dikembangkan pada kawasan-kawasan
yang pelayanan ekosistemnya tinggi
Implementasi program-program kawasan
industri skala besar agroindustri dan industri
pengolahan hasil perikanan dapat
mempengaruhi daya dukung wilayah
khususnya di kecamatan-kecamatan pesisir
yang memiliki layanan ekosistem tinggi
12. Program Daya dukung dan daya tampung terkait
Pengembangan akomodasi, pelayanan, jenis ekowisata yang
Industri akan dikembangkan serta sarana prasarana
Pariwisata perlu dikaji dengan baik melalui kajian daya
dukung kawasan wisata seperti menggunakan
metode PCC (Physical Carrying Capasity)
Pengembangan industri pariwisata jika tidak
diperhitungkan dengan baik tentunya akan
berdampak pada terlampauinya daya dukung
dan daya tampung kawasan wisata seperti
meningkatnya jumlah pengunjung. Sehingga
jumlah pengunjung maksimal yang harus lebih
dahulu ditetapkan
13. Program Dampak terhadap daya dukung dan daya
Pengembangan tampung adalah berasal dari pengembangan

111
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan Daya Tampung dan Daya Dukung Lingkungan


No
dan Program Hidup

Perikanan skala budidaya, bahan cemar dari lokasi


Budidaya budidaya (terutama skala pengembangan
intensif).
14. Program Untuk pengembangan perikanan tangkap
Pengembangan sangat perlu diperhatikan terkait daya dukung
Perikanan dan daya tampung kawasan perairan baik
Tangkap untuk perikanan tangkap demersal dan
pelagis. Peningkatan perikanan tangkap
demersal akan sangat berpotensi merusak
ekosistem benthos sedangkan perikanan
tangkap pelagis perlu memperhatikan pola
penangkapan terkait dengan ukuran mata
jaring (mesh size) sehingga ukuran tangkapan
dapat diatur.
15. Program Potensi dampak program-program ini adalah
Pengembangan pada pembukaan lahan (land clearing),
Kawasan dampak limbah (sisa pakan dan kotoran
Budidaya laut, organisme budidaya). Ancaman pada
air payau dan terganggunya daya dukung dan daya
Air Tawar tampung terutama apabila skala
pembudidayaan sangat besar (intensif atau
super intensif)

Program-program yang berdampak negatif terhadap lingkungan pada


RPJMD Provinsi Sulawesi Barat dapat mempengaruhi daya dukung dan daya
tampung suatu wilayah yang memiliki layanan ekosistem tinggi khususnya terkait
sektor yang sangat vital terhadap pembangunan seperti pangan dan air.
Pengembangan infrastruktur, permukiman dan kawasan budidaya lainnya tentunya
akan mempengaruhi ketersediaan sektor tersebut jika dikembangkan pada
kawasan yang memiliki layanan ekosistem tinggi. Sehingga, pengembangan
pembangunan di Provinsi Sulawesi Barat perlu memperhatikan daya dukung dan
daya tampung kawasan yang memiliki layanan ekosistem tinggi seperti pangan dan
air. Berdasarkan data daya dukung dan daya tampung berbasis jasa ekosistem
pangan dan air di Provinsi Sulawesi Barat, terdapat kecamatan-kecamatan yang
memiliki layanan jasa ekosistem tinggi sehingga kawasan-kawasan tersebut perlu
dihindari untuk dikembangkan. Adapun gambaran wilayah yang memiliki daya
dukung tinggi disajikan pada Tabel 5.2 dan 5.3 serta Gambar 5.1 dan 5.2 berikut.

112
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 5.2 Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa
Ekosistem Penyediaan Pangan Tinggi
Wilayah dengan Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan Tinggi dan Sangat Tinggi
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Majene Banggae 811,53
Banggae Timur 1.854,03
Malunda 5.643,40
Pamboang 1.420,01
Sendana 2.469,98
Tammerodo 2.281,69
Tubo Sendana 870,03
Ulumanda 7.813,52
Mamasa Aralle 4.303,18
Balla 5.770,62
Bambang 6.982,00
Buntu Malangka 5.995,93
Mamasa 8.284,64
Mambi 5.350,82
Mehalaan 6.048,35
Messawa 8.020,69
Nosu 6.473,03
Pana 4.435,45
Rantebulahan Timur 2.999,06
Sesenapadang 8.007,01
Sumarorong 13.632,76
Tabang 8.145,75
Tabulahan 11.424,82
Tanduk Kalua 10.533,94
Tawalian 4.446,50
Mamuju Bonehau 13.340,84
Kalukku 25.582,20
Kalumpang 7.488,61
Mamuju 5.003,39
Papalang 13.537,04
Sampaga 9.796,58
Simboro 8.196,95
Tapalang 6.980,51
Tapalang Barat 8.472,05
Tommo 26.994,10
Mamuju Tengah Budong-Budong 18.648,82
Karossa 14.650,71
Pangale 11.205,60
Tobadak 23.696,07

113
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Wilayah dengan Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan Tinggi dan Sangat Tinggi
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Topoyo 17.587,29
Pasangkayu Bambaira 3.462,10
Bambalamotu 8.842,95
Baras 13.087,66
Bulu Taba 10.978,16
Dapurang 14.589,40
Duripoku 4.867,64
Lariang 7.660,07
Pasangkayu 16.053,41
Pedongga 11.000,94
Sarjo 2.941,99
Sarudu 5.412,61
Tikke Raya 22.520,30
Polewali Mandar Alu 7.628,18
Anreapi 3.731,85
Balanipa 391,59
Binuang 9.213,68
Bulo 12.821,50
Campalagian 10.223,47
Limboro 3.215,36
Luyo 11.894,70
Mapilli 8.769,54
Matakali 6.771,29
Matangnga 13.554,02
Polewali 1.988,45
Tapango 11.549,74
Tinambung 667,66
Tubbi Taramanu 28.022,36
Wonomulyo 6.797,51
Total 613.857,64

114
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Gambar 5.1 Wilayah dengan Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan Tinggi

115
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 5.3 Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa
Ekosistem Penyediaan Air Tinggi
Wilayah dengan Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih Tinggi dan Sangat
Tinggi
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Majene Banggae Timur 3,13
Malunda 12.176,60
Sendana 452,81
Tammerodo 298,10
Tubo Sendana 38,21
Ulumanda 17.746,59
Mamasa Aralle 19.946,70
Balla 335,93
Bambang 7.414,72
Buntu Malangka 4.553,39
Mamasa 15.446,81
Mambi 6.942,99
Mehalaan 4.423,38
Messawa 1.792,85
Nosu 3.984,44
Pana 5.932,91
Rantebulahan Timur 76,32
Sesenapadang 7.194,20
Sumarorong 8.976,53
Tabang 16.805,08
Tabulahan 38.988,40
Tanduk Kalua 1.551,79
Tawalian 446,09
Mamuju Bonehau 76.405,12
Kalukku 25.139,53
Kalumpang 96.605,47
Mamuju 10.245,92
Papalang 11.275,93
Sampaga 9.086,98
Simboro 791,08
Tapalang 19.014,68
Tapalang Barat 2.274,08
Tommo 67.920,15
Mamuju Tengah Budong-Budong 11.212,79

116
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Wilayah dengan Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih Tinggi dan Sangat
Tinggi
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Karossa 98.460,56
Pangale 11.212,82
Tobadak 38.778,54
Topoyo 75.222,76
Pasangkayu Bambaira 3.709,35
Bambalamotu 13.501,79
Baras 11.036,52
Bulu Taba 56.354,43
Dapurang 70.904,61
Duripoku 11.802,13
Lariang 8.292,86
Pasangkayu 17.688,74
Pedongga 11.076,50
Sarjo 1.827,38
Sarudu 5.065,90
Tikke Raya 22.673,95
Polewali Mandar Alu 2.773,50
Anreapi 3.035,34
Binuang 3.249,70
Bulo 7.593,71
Campalagian 6.153,89
Limboro 60,54
Luyo 2.560,35
Mapilli 5.362,64
Matakali 4.645,02
Matangnga 7.473,00
Polewali 2.296,43
Tapango 3.206,55
Tinambung 35,29
Tubbi Taramanu 13.546,12
Wonomulyo 7.591,21
Total 1.032.691,81

117
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Gambar 5.2 Wilayah dengan Jasa Ekosistem Penyediaan Air Tinggi

118
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

5.2. Perkiraan Mengenai Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup

Kajian ini mengukur besar dan pentingnya dampak dan/atau risiko suatu
kebijakan, rencana dan/atau program terhadap perubahan-perubahan lingkungan
hidup dan kelompok masyarakat yang terkena dampak dan/atau risiko. Teknik
analisis mengikuti ketentuan yang telah tersedia (misalnya Pedoman Dampak
Penting) dan metodologi yang diakui secara ilmiah (misalnya metologi
Environmental Risk Assessment). Tabel 5.4 di bawah ini memperlihatkan perkiraan
mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup terkait dengan Kebijakan dan
Program yang berdampak terhadap lingkungan hidup di Provinsi Sulawesi Barat.

Tabel 5.4 Kajian Perkiraan Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup terhadap
Kebijakan dan Program yang Terdampak
Muatan Kebijakan
No Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup
dan Program
Sasaran 1. Meningkatnya - Peningkatan kuantitas infrastruktur wilayah
1 Misi 3 kapasitas perlu memperhatikan kawasan-kawasan
Infrastruktur yang rentan terhadap bencana alam
dalam sehingga pembangunan yang dilakukan
menunjang tidak berdampak dan berisiko.
perekonomian - Peningkatan kualitas infrastruktur yang
daerah,
telah ada, khususnya pada infrastruktur
mobilitas
penduduk, serta yang melintasi kawasan rawan bencana
pemukiman dan perlu memperkirakan dampak dan risiko
perumahan terhadap bencana yang terjadi.
- Peningkatan kuantitas dan kualitas
infrstruktur dapat mempengaruhi dan
berisiko terhadap habitat eksositem
sekitarnya khsusunya infrastruktur yang
melintasi kawasan hutan lindung
Program 2. Program Program pengembangan wilayah perbatasan
di Pengembangan berpotensi untuk menimbulkan dampak pada
Sasaran Wilayah ekosistem hutan dan/atau wilayah- wilayah
1 Misi 2 Perbatasan rentan longsor akibat pembukaan lahan untuk
kepentingan pembangunan infrastruktur di
wilayah perbatasan (jalan, jembatan, dsb)
Program 3. Program Pembangunan sarana transportasi laut
di Pembangunan berpotensi untuk menimbulkan dampak
Sasaran Prasarana dan kebisingan, masuknya bahan cemar yang
1 Misi 3 Fasilitas dibuang oleh fasilitas pelabuhan dan kapal-
Perhubungan kapal yang pergi dan datang.
4. Program Tercemarnya limbah B3 pada sumber pangan
Pengembangan, perikanan darat dan laut jika dilakukan pada

119
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan
No Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup
dan Program
Pengelolaan dan beberapa kabupaten wilayah pesisir pantai
Promosi Potensi prov. Sulbar
Energi dan Pembangunaan ekploitasi sumber daya
Sumber Daya tambang dan PLTA sekala besar akan
Mineral membutuhkan daerah galian dan daerah
genangan/ pool sebelum air dialirkan ke dalam
turbin. Clearing area harus diperhatikan
dengan baik. Risiko lain adalah apabila tailings
tidak dikelola dengan baik.
5. Program Meluasnya Jangkauan Penetapan Kawasan
pengusahaan, Tambang apabila tidak ada sistem pengaturan
pembinaan dan yang ketat
pengawasan
bidang mineral
dan batubara
6. Program Pengembangan kawasan perumahan perlu
Pengembangan memperhatikan kawasan-kawasan yang
Perumahan rentan terhadap bencana alam sehingga
pembangunan yang dilakukan tidak
berdampak dan berisiko.
Program 7. Program Pengembangan wilayah strategis perlu
di Pengembangan memperhatikan kawasan-kawasan yang
Sasaran Wilayah rentan terhadap bencana alam
2 Misi 3 Strategis dan
Cepat Tumbuh
8. Program Dampak risiko pada Lingkungan hidup hanya
Pengembangan akan signifikan apabila lokasi
Pelabuhan pengembangannya berdekatan dengan
Perikanan ekosistem pesisir sensitive seperti terumbu
karang dan mangrove. Sumber-sumber
tekanan pada ekosistem adalah berasal dari
aktifitas kapal-kapal penangkap ikan yang hilir-
mudik pada pelabuhan perikanan.
9. Program Pengembangan kawasan permukiman dan
Pembangunan transmigrasi perlu memperhatikan kawasan-
permukiman dan kawasan yang rentan terhadap bencana alam
penempatan sehingga pembangunan yang dilakukan tidak
Transmigrasi berdampak dan berisiko.
10. Program Pengembangan kawasan permukiman dan
Pengembangan transmigrasi perlu memperhatikan kawasan-
Kawasan kawasan yang rentan terhadap bencana alam
Transmigrasi sehingga pembangunan yang dilakukan tidak
berdampak dan berisiko.
Program 11. Program Menghindari kawasan banjir dan longsor dan
di Pengembangan perlu memiliki pembuangan limbah khusus

120
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan
No Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup
dan Program
Sasaran sentra-sentra Potensi dampak kawasan agroindustri skala
1 Misi 4 industri potensial besar dan industri pengolahan hasil perikanan
terutama pada limbah cair yang dibuang ke
sungai atau wilayah pesisir dan tekanan
terhadap sumberdaya yang dimanfaatkan
untuk kebutuhan industri yang dikembangkan
12. Program Menghindari kawasan banjir dan longsor dan
Pengembangan perlu memiliki pembungan limbah khusus
Industri Risiko dampak yang dapat ditimbulkan adalah
Pariwisata yang berasal dari sampah pengunjung dan
aktifitas pengunjung lokasi wisata.
13. Program Risiko dampak yang dapat terjadi adalah
Pengembangan clearing hutan/ daerah bervegetasi dan limbah
Perikanan yang dihasilkan dari aktifitas budidaya.
Budidaya
14. Program Alat tangkap demersal harus sedapat mungkin
Pengembangan diatur tidak menggunakan trawl (menggerus
Perikanan seluruh bagian dasar perairan). Demikian juga
Tangkap dengan ukuran mata jaring alat tangkap
pelagis harus mampu menyeleksi ukuran ikan
yang tertangkap agar ikan memiliki
kesempatan tumbuh hingga ukuran
reproduktif.
15. Program Potensi dampak atau risiko pada lingkungan
Pengembangan hidup adalah pencemaran bahan organik sisa
Kawasan pakan kotoran organisme budidaya pada
Budidaya laut, wilayah perairan di sekitarnya. Dampak dapat
air payau dan berupa penurunan kandungan oksigen terlarut
Air Tawar dalam air yang dapat menyebabkan kematian
hewan dalam perairan. Rendahnya kadar
oksigen terlarut akibat digunakan oleh bakteri
perombak bahan organik.

Karakter wilayah Provinsi Sulawesi Barat yang berupa perbukitan dan


pegunungan serta wilayah pengembangan yang dominan berada di morfologi
tersebut menyebabkan wilayah provinsi ini sangat rentan terhadap bencana dan
sangat berisiko terhadap kondisi lingkungan kedepannya. Berdasarkan data
kerawanan bencana di Provinsi Sulawesi Barat diketahui bahwa wilayah ini rentan
terhadap bahaya banjir, tsunami, tanah longsor dan gempa bumi (Gambar 5.3).
Program pengembangan wilayah di Provinsi Sulawesi Barat, perlu
memperhatikan kawasan-kawasan yang rentan bencana. Sedapat mungkin

121
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

pembangunan yang direncanakan menghindari kawasan tersebut. Hasil analisis


data infrastruktur Provinsi Sulawesi Barat yang diperoleh dari Rencana Tata Ruang
Provinsi Sulawesi Barat diketahui bahwa terdapat jalan eksisting saat ini yang
berada pada kawasan yang rawan bencana banjir dengan panjang 210,14 km
dengan rincian sebagai berikut disajikan pada Tabel 5.5

Gambar 5.3 Peta Rawan Bencana Provinsi Sulawesi Barat

122
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 5.5 Jaringan Jalan Eksisting yang Melintasi Kawasan Rawan Banjir
Panjang
Fungsi Jalan Kabupaten Kecamatan
(Km)
Jalan Arteri Primer Polewali Mandar Mapilli 1,47
Luyo 1,00
Polewali 0,49
Matakali 0,05
Jalan Kolektor Primer Mamuju Kalukku 2,72
Sampaga 2,02
Mamuju Tengah Pangale 5,58
Budong-Budong 1,34
Pasangkayu Sarudu 6,00
Dapurang 5,67
Bambaira 2,82
Bambalamotu 0,46
Polewali Mandar Luyo 2,70
Mapilli 0,64
Jalan Lokal Mamuju Sampaga 27,03
Kalukku 25,98
Tommo 8,58
Mamuju Tengah Karossa 14,20
Pangale 3,25
Pasangkayu Dapurang 17,17
Sarudu 10,94
Tikke Raya 8,61
Bambaira 4,49
Lariang 0,13
Polewali Mandar Campalagian 26,45
Mapilli 16,66
Wonomulyo 6,54
Matakali 3,56
Luyo 3,37
Polewali 0,24
Total 210,14

Selain melintasi kawasan rawan banjir, terdapat jaringan jalan yang melintasi
daerah rawan longsor. Infrastruktur wilayah yang melintasi daerah-daerah yang
rawan bencana ini sangat berisiko jika dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya
jaringan jalan yang melintasi kawasan rawan longsor. Berdasarkan data jaringan
jalan eksisting yang dibandingkan dengan peta rawan bencana, diketahui bahwa

123
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

104,32 km jalan eksisting sekarang berada pada kawasan rawan longsor yang
dirincikan pada Tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6 Jaringan Jalan Eksisting yang Melintasi Kawasan Rawan Tanah Longsor
Panjang
Fungsi Jalan Kabupaten Kecamatan
(Km)
Jalan Arteri Primer Mamuju Mamuju 0,078
Jalan Kolektor Primer Mamasa Mehalaan 2,731
Mambi 2,243
Tabulahan 1,588
Rantebulahan
0,633
Timur
Aralle 0,608
Tanduk Kalua 0,323
Mamuju Kalukku 4,793
Kalumpang 3,899
Bonehau 0,813
Polewali Mandar Matangnga 5,575
Jalan Lokal Mamasa Bambang 40,2
Mambi 3,364
Rantebulahan
3,296
Timur
Tanduk Kalua 2,792
Aralle 2,639
Mehalaan 1,065
Buntu Malangka 0,966
Mamuju Mamuju 11,586
Kalumpang 8,916
Kalukku 5,56
Tommo 0,764
Total 104,432

Pertimbangan karateristik wilayah sangat perlu diperhatikan dalam


mengimplementasikan program-program pembangunan yang terdapat didalam
RPJMD Provinsi Sulawesi Barat, khususnya terkait Kebijakan dan Program yang
berdampak lingkungan. Pada umumnya Kebijakan dan Program yang sangat perlu
diperhatikan adalah terkait dengan pengembangan infrastruktur wilayah yang
meliputi sarana dan prasarana serta bangunan penunjangnya baik perumahan dan
sebagainya. Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur tanpa memperhatikan
kondisi lingkungan khususnya terkait penempatan lokasi pembangunan akan
berdampak negatif kedepannya. Misalnya pengembangan berupa rencana rel

124
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

kereta api di Provinsi Sulawesi Barat, jika dianalisis menggunakan peta rawan
bencana diketahui bahwa terdapat jalur rencana rel yang melintasi kawasan banjir
(25,84 km) dan tanah longsor (8,65 km). Hal ini yang sangat perlu diperhatikan
dalam merealisasikan program-program RPJMD kedepannya agar tidak
berdampak dan berisiko terhadap lingkungan hidup.

5.3. Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem


Kajian ini terutama dirujukan untuk memperkirakan kinerja layanan atau fungsi
ekosistem yang terutama didalamnya adalah, yaitu: Layanan/fungsi penyedia
(provisioning services), ekosistem memberikan jasa/produk darinya, seperti
misalnya sumberdaya alam, sumberdaya genetika, air dll. Layanan/fungsi pengatur
(regulating services), ekosistem memberikan manfaat melalui pengaturan proses
alam, seperti misalnya pengendalian banjir, pengendalian erosi, pengatur iklim, dll.
Layanan/fungsi budaya (cultural services), ekosistem memberikan manfaat non
material yang memperkaya kehidupan manusia, seperti misalnya pengkayaan
perasaan dan nilai spritual, pengembangan tradisi dan adat istiadat, pengalaman
batin, nilai-nilai estetika dan pengetahuan. Layanan/fungsi pendukung kehidupan
(supporting services), ekosistem menyediakan dan/atau mendukung pembentukan
faktor produksi primer yang diperlukan makhluk hidup, seperti misalnya produksi
biomassa produksi oksigen, nutrisi, air, dll. Kajian yang dilakukan terutama
ditujukan untuk mengidentifikasikan jenis-jenis layanan/fungsi suatu ekosistem
serta gambaran kemampuan dan keberfungsinya. Tabel 5.7 di bawah ini
memperlihatkan perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup terkait
dengan Kebijakan dan Program yang berdampak terhadap lingkungan hidup.
Tabel 5.7 Kajian Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem terhadap Kebijakan dan
Program yang Terdampak
Muatan Kebijakan dan
No Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem
Program
Sasaran 1. Meningkatnya kapasitas Jasa ekosistem biodiversitas masih
1 Misi 3 Infrastruktur dalam tergolong rendah namun jasa
menunjang ekosistem pangan, pengaturan iklim
perekonomian daerah, serta air bersih sangat tinggi
mobilitas penduduk, Pengembangan ekonomi berbasis
serta pemukiman dan budaya lokal dan interaksi pasar antar
perumahan wilayah

125
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem
Program
Program 2. Program Pemerataan aksesibiltas daerah
di Pengembangan tertinggal, untuk penguatan
Sasaran Wilayah Perbatasan pendidikan.
1 Misi 2 Pembukaan lahan (land clearing) pada
wilayah perbatasan dengan tingkat
penutupan hutan yang masih tinggi
jelas akan berdampak negatif pada
jasa-jasa yang dapat disediakan oleh
ekosistem hutan.
Program 3. Program Pembangunan Menghindari wilayah dengan potensi
di Prasarana dan Fasilitas jasa ekosistem pangan tinggi dan
Sasaran Perhubungan sangat tinggi di semua Kecamatan
1 Misi 3 pesisir seperti wilayah-wilayah sebaran
terumbu karang, padang lamun dan
hutan mangrove.
Peningakatan pendukung factor
produksi dan pengembangan
interkoneksitas
4. Program Sebagian wilayah pada kecamatan
Pengembangan, memiliki Jasa Ekosistem sangat tinggi
Pengelolaan dan diantaranya: pangan, air bersih,
Promosi Potensi Energi Habitat & Kehati serta jasa Pengaturan
dan Sumber Daya air dan Banjir Sangat Tinggi
Mineral
Daerah clearing harus sedapat
mungkin menghindari daerah dengan
potensi layanan/ jasa ekosistem tinggi
(pangan, pengendali banjir dan erosi,
sumber daya air).
Peningkatan akses terhadap pasar &
eksploirasi industry sumber daya
mineral.
5. Program pengusahaan, Menjaga ketersediaan sumber mineral
pembinaan dan dan batubara
pengawasan bidang
mineral dan batubara
6. Program Peningkatan penyediaan akses
Pengembangan infrastruktur perumahan
Perumahan
Program 7. Program Penyediaan program pembangunan
di Pengembangan kawasan strategis
Sasaran Wilayah Strategis dan
2 Misi 3 Cepat Tumbuh
8. Program Ketersediaan infrastruktur pendukung
Pengembangan pelabuhan
Pelabuhan Perikanan Jasa ekosistem dalam menyediakan
sumber daya ikan dan bahan pangan

126
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem
Program
lainnya dapat terganggu apabila lokasi
pembangunan pelabuhan perikanan
berada pada wilayah-wilayah produktif.
Ekosistem terumbu karang dan
mangrove merupakan ekosistem
produktif di wilayah pesisir selain
padang lamun. Terumbu karang dan
lamun sangat sensitive pada limbah
minyak yang mungkin terbuang/ keluar
dari kapal penangkap ikan.
9. Program Ketersediaan pemukiman layak dan
Pembangunan redistribusi tenaga kerja
permukiman dan
penempatan
Transmigrasi
10. Program Ketersediaan supply tenaga kerja yang
Pengembangan lebih distributif
Kawasan Transmigrasi
Program 11. Program Memperhatikan jasa ekosistem
di Pengembangan pangan, air bersih dan kualitas udara
Sasaran sentra-sentra industri mulai tinggi hingga sangat tinggi
1 Misi 4 potensial Limbah cair yang tidak diolah akan
menurunkan kualitas air dan
memengaruhi produktivitas perairan
(limbah industry kelapa sawit sudah
memperburuk kualitas air di beberapa
kecamatan di Mateng dan Matra).
Dengan kombinasi aktifitas tangkap
lebih jelas akan yang secara langsung
menurunkan jasa ekosistem dalam
penyediaan bahan pangan dari laut.
Penyediaan
12. Program Memperhatikan jasa ekosistem
Pengembangan pangan, air bersih dan kualitas udara
Industri Pariwisata mulai tinggi hingga sangat tinggi
Potensi dampak pada aktifitassa
ekosistem dari pariwisata bawah laut
adalah pengendalian jumlah
wisatawan dan pengelolaan sampah
yang memiliki risiko mencemari
terumbu karang yang umumnya
menjadi objek utama
13. Program Potensi risiko pada jasa ekosistem
Pengembangan kawasan budidaya adalah dari air
Perikanan Budidaya buangan yang tidak terolah (bakteri
pathogen dan bahan organik sisa

127
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem
Program
makanan dan/atau faeces hewan
budidaya)
14. Program Gangguan terhadap jasa ekosistem
Pengembangan dari aktifitas perikanan tangkap adalah
Perikanan Tangkap peralatan tangkap yang bisa
menggerus bagian dasar (trawl) yang
kaya benthos, serta ukuran mata
jarring yang sangat kecil, dan
penggunaan bahan bius dan peledak.
15. Program Potensi risiko pada jasa ekosistem
Pengembangan kawasan budidaya adalah dari air
Kawasan Budidaya buangan yang tidak terolah (bakteri
laut, air payau dan Air pathogen dan bahan organik sisa
Tawar makanan dan/atau faeces hewan
budidaya)

5.4. Efisiensi Pemanfaatan Sumberdaya Alam

Kajian ini mengukur tingkat optimal pemanfaatan sumberdaya alam yang


dapat dijamin keberlanjutannya yang dilakukan dengan cara: Mengukur
kesesuaian antar tingkat kebutuhan dan ketersediaanya; Mengukur cadangan
yang tersedia, tingkat pemanfaatannya yang tidak menggerus cadangan, serta
perkiraan proyeksi penyediaan untuk kebutuhan dimasa mendatang; dan
Mengukur dengan nilai dan distribusi manfaat dari sumberdaya alam tersebut
secara ekonomi. Tabel 5.8 di bawah ini memperlihatkan Efisiensi Pemanfaatan
Sumber Daya Alam terkait dengan Kebijakan dan Program yang berdampak
terhadap lingkungan hidup.
Tabel 5.8 Kajian Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Alam terhadap Kebijakan
dan Program yang Terdampak
Muatan Kebijakan dan
No Efisiensi Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Program
Tujuan 1. Meningkatkan Pemanfaatan SDM terhadap SDA yang
Misi 1 Kualitas SDM Yang ada secara efisien, dapat ditempuh
terdidik, Sehat dan melalui peningkatan skill penduduk. Hal
Berbudaya ini dapat ditempuh dengan cara
meningkatkan kualitas SDM yang ada,
terutama pada kawasan/sentra produksi
komoditas unggulan daerah.
Tujuan 2. Meningkatkan Mengakselerasi pertumbuhan ekonomi,
Misi 3 kuantitas dan interkoenksitas wilayah dan produktivitas
kualitas infrastruktur wilayah.

128
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Efisiensi Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Program
untuk mendorong
produktivitas
wilayah dan
koneksivitas antar
wilayah
Sasaran 3. Meningkatnya Pemberdayaan per sektor sangat
1 Misi 3 kapasitas diperlukan guna memenuhi rantai
Infrastruktur dalam pemasok, seperti pengembangan desa-
menunjang desa berbasis perkebunan dan pertanian.
perekonomian Peningkatan mobilitas tenaga kerja
daerah, mobilitas kedalam pasar tenaga kerja. Dukungan
penduduk, serta infrstruktur untuk meningkatkan
pemukiman dan produktifitas tenaga kerja
perumahan
Program 4. Program Efisiensi pemanfaatan SDA pada wilayah
di Pengembangan perbatasan harus memperhatikan fungsi
Sasaran Wilayah Perbatasan ekosistem yang dapat mempengaruhi
1 Misi 2 kerentanan wilayah di sekitarnya. Hal ini
harus diperhatikan oleh aparatur pada
kedua wilayah yang saling berbatasan.
Program 5. Program Meminimalisir pemanfaatan lokasi di
di Pembangunan wilayah pesisir yang memiliki kondisi-
Sasaran Prasarana dan kondisi ekosistem pesisir yang tinggi.
1 Misi 3 Fasilitas Peningakatan mobilitas barang dan jasa
Perhubungan
6. Program Peningkatan pemanfaatan Perikanan
Pengembangan, Darat dan laut serta pertanian harus
Pengelolaan dan diprioritaskan
Promosi Potensi Daerah galian dan genangan sedapat
Energi dan Sumber mungkin ditekan agar tidak
Daya Mineral mengorbankan potensi jasa ekosistem.
Peningkatan investasi dan kinerja industri
berbasis potensi sumber daya local
7. Program Efisiensi pengelolaan SDA Mineral untuk
pengusahaan, sustainability
pembinaan dan
pengawasan bidang
mineral dan
batubara
8. Program Redistribusi infrastruktur dasar untuk
Pengembangan penyediaan kebutuhan papan penduduk
Perumahan
Program 9. Program Pengembangan kawasan potensi
di Pengembangan unggulan
Sasaran Wilayah Strategis
2 Misi 3 dan Cepat Tumbuh

129
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Efisiensi Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Program
10. Program Mendukung akselerasi transaksi komoditi
Pengembangan perikanan
Pelabuhan Zona alur dalam perairan di sekitar
Perikanan wilayah pengembangan pelabuhan
perikanan tangkap (terutama Pelabuhan
Perikanan Nusantara Type A) harus
disiapkan dalam satuan luas yang
memadai. Zona alur ini harus cukup jauh
dari ekosisem terumbu karang, padang
lamun dan mangrove. Hal ini terutama
agar produktivitas wilayah pesisir tidak
mengalami tekanan yang terlalu berat
sehingga dapat menyebabkan perubahah
dalam kapasitas produksinya.
11. Program Pengatasan ketimpangan ekonomi
Pembangunan antarwilayah
permukiman dan
penempatan
Transmigrasi
12. Program Pengembangan pusat pertumbuhan
Pengembangan ekonomi baru
Kawasan
Transmigrasi
Program 13. Program Hasil pengolahan komoditi pangan
di Pengembangan agroindustri berasal dari kawasan
Sasaran sentra-sentra perikanan, pertanian dan perkebunan
1 Misi 4 industri potensial Limbah cair dari kawasan agroindustri
harus diolah dengan baik dan harus ada
regulasi ketat terhadap ukuran ikan yang
dapat ditangkap (untuk mencapai tingkat
kematangan gonad agar dapat
bereproduksi) dan intensitas
penangkapan agar stok ikan dapat
memulihkan diri.
Pengembangan sentrum penyerapan
tenaga kerja baru serta pengelolaan SDA
dari hulu hingga hilirisasi komoditi
potensial.
14. Program Bukan merupakan kawasan hutan baik
Pengembangan hutan lindung, HP, HPT dan kawasan
Industri Pariwisata lindung
Kawasan industri bawah laut adalah
daerah no take zone. Pemantauan
regular harus diterapkan untuk
keberlanjutan kawasan.

130
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Efisiensi Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Program
Pengembangan pariwisata berbasis
sektor unggulan/ agrowisata
15. Program Mutlak dipertimbangkan dalam
Pengembangan pengembangan kawasan budidaya
Perikanan Budidaya adalah lokasi pembuangan atau aliran
limbah dari kolam/empang budidaya.
Selain itu upayakan tidak mengintroduksi
spesies baru (exotic species).
Peningkatan produktifitas produksi
perikanan budidaya baik dalam aspek
keunggulan komparatif maupun
keunggulan kompetitif.
16. Program Dengan tidak digunakannya trawl, ukuran
Pengembangan mata jaring yang terlalu kecil serta bahan
Perikanan Tangkap bius dan peledak maka keberlanjutan
sumber daya ikan dapat terjaga.
Memaksimalkan potensi unggulan
daerah.
17. Program Memaksimalkan sumber pertumbuhan
Pengembangan ekonomi potensial.
Kawasan Budidaya Dalam program pengembangan kawasan
laut, air payau dan budidaya (laut, payau ataupun tawar)
Air Tawar yang penting diperhatikan adalah potensi
sirkulasi air yang akan berdampak pada
transport oksigen dan penumpukan
limbah organik di dasar perairan
penerima limbah buangan kawasan
budidaya.

Pemanfaatan sumberdaya alam di Provinsi Sulawesi Barat, perlu


memperhatikan dampak-dampak yang ditimbulkan kedepannya. Sehingga
pengembangan program-program dari RPJMD Provinsi Sulawesi Barat perlu
mempertimbngkan ketentuan yang telah tertuang didalam RTRW Provinsi yang
mengatur pemanfaatan lahan di daratan dan RZWP3K Provinsi yang mengatur
pemanfaatan ruang di wilayah perairan. Berdasarkan data pemanfaatan ruang
yang diatur dalam Rencana Pola Ruang RTRW Provinsi Sulawesi Barat, Kawasan
lindung yang meliputi hutan lindung, Kawasan konservasi dan Kawasan lindung
Provinsi sebesar 38,1% dari luas Provinsi Sulawesi Barat, 27,2% untuk sektor
budidaya kehutanan dan sisanya sekitar 34% yang dapat dikembangkan untuk
budidaya lainnya seperti permukiman, pertanian, perkebunan dan perikanan.

131
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Sehingga pengembangan wilayah di Provinsi Sulawesi Barat perlu


mempertimbangkan status dari fungsi Kawasan tersebut.

Gambar 5.4 Rencana Pola Ruang RTRW Provinsi Sulawesi Barat

132
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Untuk pengembangan wilayah perairan seperti peningkatan infrastruktur laut, juga


perlu memperhatikan kawasan-kawasan perlindungan pesisir dan perairan yang
telah diatur dalam RZWP3K Provinsi Sulawesi Barat. Adapun rincian kawasan-
kawasan yang sebaiknya dihindari dalam pengembangan kawasan perairan
Provinsi Sulawesi Barat disajikan pada Tabel 5.9 dan Gambar 5.5 berikut.

Tabel 5.9 Zonasi kawasan yang perlu di hindari dalam pengembangan wilayah
perairan Provinsi Sulawesi Barat
Arahan Zonasi RZWP3K Lokasi
Wisata alam bawah laut Balabalakang
Binuang
Mamuju
Tapalang Barat
Wisata alam bentang laut Banggae
Banggae Timur
Binuang
Kaluku
Lariang
Mamuju
Perairan Sulawesi Barat
Simboro
Tammerodo
Tikke Raya
Tubo
Wisata Alam pantai/Pesisir dan pulau-pulau Balabalakang
kecil Balanipa
Bambaira
Banggae Timur
Baras
Binuang
Budong-Budong
Campalagian
Karossa
Mapilli
Matakali
Pamboang
Pangale
Pasangkayu
Pedongga
Perairan Sulawesi Barat
Sarjo dan Bambaira
Sarudu

133
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Arahan Zonasi RZWP3K Lokasi


Sendana
Tapalang Barat
Topoyo
Zona Inti Kawasan Konservasi Pesisir dan Balanipa
Pulau-Pulau Kecil dan Perairan Binuang
Campalagian
Dappurang
Sendana
Balabalakang
Zona Perikanan Berkelanjutan Bambaira
Binuang
Dappurang
Lariang
Mamuju
Mapilli dan Campalagian
Sendana
Simboro
Penangkapan Ikan Demersal Balabalakang
Budong-Budong
Matakali, Polewali dan
Binuang
Pangale
Papalang
Pedongga dan Pasangkayu
Sarjo
Sarudu
Sendana
Simboro
Tapalang Barat
Topoyo
Wonomulyo
Penangkapan Ikan Pelagis Perairan Sulawesi Barat
Pulau Lerelerekang
Pulau Lumulumu
Balabalakang
Papalang

134
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Gambar 5.5 Peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Sulawesi Barat

5.5. Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim


Analisis dilakukan dengan cara a. Mengkaji kerentanan dan risiko perubahan
iklim sesuai ketentuan yang berlaku; b. Menyusun pilihan adaptasi perubahan
iklim; c. Menentukan prioritas pilihan adaptasi perubahan iklim. Tabel 5.10 di
bawah ini memperlihatkan perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan
hidup terkait dengan Kebijakan dan Program yang berdampak terhadap
lingkungan hidup.

135
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 5.10 Kajian Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Terhadap


Perubahan Iklim terhadap Kebijakan dan Program yang Terdampak
Muatan Kebijakan Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Terhadap
No
dan Program Perubahan Iklim
Sasaran 1. Meningkatnya Pengembangan infrastruktur dalam
1 Misi 3 kapasitas menunjang kawasan ekonomi yang
Infrastruktur dalam diperuntukan pada kawasan yang memiliki
menunjang jasa pengaturan iklim sangat tinggi maka
perekonomian perlu diperhatikan khususnya pada kawasan
daerah, mobilitas perkebunan sawit terutama pada Kecamatan
penduduk, serta
Tobadak, Budong-Budong, Tikke Raya,
pemukiman dan
Karossa, Bulu Taba, Baras, Dapurang.
perumahan
Program 2. Program Dampak memperburuk perubahan iklim dapat
di Pengembangan terjadi apabila pembangunan wilayah
Sasaran Wilayah perbatasan mengganggu eksistensi
1 Misi 2 Perbatasan ekosistem perairan dan hutan yang berfungsi
sebagai penyedia oksigen sekaligus sebagai
area penyerapan karbon.
Program 3. Program Potensi bahan cemar yang dihasilkan dari
di Pembangunan kativitas pelabuhan dapat secera langsung
Sasaran Prasarana dan memperburuk dampak perubahan iklim.
1 Misi 3 Fasilitas
Perhubungan
4. Program Masyarakat yang bertempat tinggal memiliki
Pengembangan, resiko rentang terhadap perubahan iklim
Pengelolaan dan khususnya peningkatan suhu dan curah
Promosi Potensi hujan yang tinggi mengakibatkan besaran
Energi dan Sumber dampak terhadap produksi pangan dan
Daya Mineral perikan darat dan laut
Limbah cair dari penambangan logam (emas,
besi) berpotensi untuk meningkatkan
keasaman perairan laut dan estuaria. Hal ini
akan semakin memperburuk kenaikan suhu
air muka laut.
5. Program
pengusahaan,
pembinaan dan
pengawasan
bidang mineral dan
batubara
6. Program Program pengembangan perumahan perlu
Pengembangan memperhatikan kawasan-kawasan yang
Perumahan memiliki jasa ekosistem pengaturan iklim
tinggi dan seminimal mungkin
pengembangannya tidak dilakukan pada
kawasan tersebut agar pengembangan

136
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Terhadap


No
dan Program Perubahan Iklim
kawasan perumahan tidak menimbulkan
peningkatan suhu pada suatu wilayah
Program 7. Program
di Pengembangan
Sasaran Wilayah Strategis
2 Misi 3 dan Cepat Tumbuh
8. Program Potensi dampak pada perubahan iklim dari
Pengembangan aktifitas pengembangan pelabuhan perikanan
Pelabuhan relatif rendah. Peluang dampak dapat timbul
Perikanan dari air ballast kapal yang dapat menigkatkan
suhu muka air laut serta kandungan
hidrokarbon dalam minyak yang terdapat
dalam air ballast kapal penangkap ikan.
9. Program Program pembangunan permukiman dan
Pembangunan transmigrasi perlu memperhatikan kawasan-
permukiman dan kawasan yang memiliki jasa ekosistem
penempatan pengaturan iklim tinggi dan seminimal
Transmigrasi mungkin pengembangannya tidak dilakukan
pada kawasan tersebut.
10. Program Program pembangunan permukiman dan
Pengembangan transmigrasi perlu memperhatikan kawasan-
Kawasan kawasan yang memiliki jasa ekosistem
Transmigrasi pengaturan iklim tinggi dan seminimal
mungkin pengembangannya tidak dilakukan
pada kawasan tersebut.
Program 11. Program Sebagian besar kabupaten dan kota berada
di Pengembangan pada wilayah yang kurang rentan dan iklim
Sasaran sentra-sentra tinggi
1 Misi 4 industri potensial Limbah cair tidak teroleh akan menyebabkan
menurunnya kualitas perairan (sungai dan
wilayah pesisir) yang pada akhirnya akan
semakin memperburuk dampak perubahan
iklim.
12. Program Sebagian besar kabupaten dan kota berada
Pengembangan pada wilayah yang kurang rentan
Industri Dampak perubahan iklim yang paling terasa
Pariwisata adalah akibat peningkatan suhu muka air laut
yang menjadi penyebab utama coral
bleaching.
13. Program Risiko yang mungkin memperparah dampak
Pengembangan prubahan iklim adalah penurunan pH air laut
Perikanan yang disertai rendahnya oksigen terlarut (DO)
Budidaya akibat limbah organic yang dihasilkan dari
aktifitas budidaya intensif.

137
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Terhadap


No
dan Program Perubahan Iklim
14. Program Dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh
Pengembangan nelayan saat ini adalah dari peningkatan suhu
Perikanan muka air laut yang menyebabkan ikan-ikan
Tangkap pelagis besar menyelam ke bagian laut yang
lebih dalam. Hal ini menyebabkan semakin
berkurangnya ikan-ikan pelagis besar yang
dapat ditangkap. Perlu disediakan peralatan
tangkap yang mampu menjangkau
kedalaman di bawah 300 m.
15. Program Potensi dampak pada perubahan iklim dapat
Pengembangan dikatakan kecil. Potensi dampak terutama
Kawasan pada proses land clearing yang
Budidaya laut, air mengorbankan hutan bakau atau vegetasi
payau dan Air daratan lainnya, yang mengakibatkan
Tawar menurunnya daya serap karbon.

Implementasi program pembangunan yang tertuang dalam RPJMD, sangat


perlu memperhatikan kondisi-kondisi lingkungan saat ini, seperti kondisi terkait
perubahan iklim. Tingkat kerentanan suatu wilayah terhadap perubahan iklim
sangat dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi masyarakat setempat dan dukungan
sarana dan prasana wilayah jika terjadi fenomena turunan dari perubahan iklim
seperti meningkatnya intensitas dan cakupan wilayah bencana terkait iklim.
Berdasarkan data indeks kerentanan perubahan iklim di Provinsi Sulawesi Barat,
terdapat sekitar 14 wilayah administrasi desa yang memiliki tingkat kerentanan
sangat rentan. Tingginya kerentanan wilayah tersebut sangat dipengaruhi oleh
rendahnya kemampuan adaptasi dan layanan sarana dan prasana wilayah
pendukung. Sehingga program pembangunan yang dapat menurunkan tingkat
kerentanan tersebut dapat diarahkan pada wilayah-wilayah tersebut. Adapun
rinciannya disajikan pada Tabel 5.11 berikut.
Tabel 5.11 Wilayah dengan Tingkat Kerentanan Perubahan Iklim Tinggi di
Provinsi Sulawesi Barat
Kabupaten Kecamatan Desa
Mamasa Tawalian Tawalian Timur
Mamuju Kalukku Uhaimate
Mamuju Tadui
Tapalang Bela
Kopeang
Mamuju Tengah Budong-Budong Kire
Topoyo Salulekbo

138
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kabupaten Kecamatan Desa


Pasangkayu Bambalamotu Pangiang
Polewali Mandar Bulo Patambanua
Matangnga Mambu Tapua
Tapango Bussu
Riso
Tapango
Tubbi Taramanu Ratte

Gambar 5.6 Peta Indeks Kerentanan Perubahan Iklim Provinsi Sulawesi Barat (Warna
Merah adalah wilayah-wilayah yang memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi)

139
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Selain memperhatikan kawasan-kawasan yang memiliki tingkat kerentanan


sangat tinggi, pembangunan di Provinsi Sulawesi Barat juga perlu memperhatikan
wilayah-wilayah yang memiliki layanan jasa ekosistem pengaturan kualitas udara
tinggi. Dimana sedapat mungkin pembangunan dapat menghindari kawasan-
kawasan dengan kategori tinggi tersebut. Hal ini dimaksudkan, agar wilayah
Provinsi Sulawesi Barat memiliki kawasan yang mampu menyerap pemicu
terjadinya perubahan iklim seperti emisi GRK dan lain-lain yang terjadi akibat
pembangunan pada kawasan-kawasan budidaya. Berdasarkan data jasa
ekosistem pengaturan kualitas udara di Provinsi Sulawesi Barat diketahui bahwa
terdapat sekitar 1.227.479,58 ha wilayah Provinsi Sulawesi Barat memiliki tingkat
pengaturan kualitas udara sangat tinggi. Adapun rinciannya disajikan pada Tabel
5.12 dan Gambar 5.5 berikut.
Tabel 5.12 Wilayah dengan Tingkat Pengaturan Kualitas Udara Tinggi dan
Sangat Tinggi
Wilayah dengan Jasa Ekosistem Pengaturan Kualitas Udara Tinggi dan Sangat
Tinggi
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Majene Banggae Timur 223,90
Malunda 18.984,98
Pamboang 1.544,32
Sendana 7.698,24
Tammerodo 5.782,79
Tubo Sendana 4.923,27
Ulumanda 29.667,81
Mamasa Aralle 26.800,49
Balla 6.167,39
Bambang 14.750,22
Buntu Malangka 10.762,48
Mamasa 24.663,52
Mambi 16.544,51
Mehalaan 12.411,87
Messawa 12.676,29
Nosu 11.258,20
Pana 17.980,16
Rantebulahan Timur 3.075,38
Sesenapadang 15.455,99
Sumarorong 22.730,61
Tabang 28.239,95
Tabulahan 52.905,40
Tanduk Kalua 12.066,14
Tawalian 4.893,55

140
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Wilayah dengan Jasa Ekosistem Pengaturan Kualitas Udara Tinggi dan Sangat
Tinggi
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Mamuju Bonehau 93.045,04
Kalukku 40.395,94
Kalumpang 135.461,84
Mamuju 17.786,44
Papalang 13.325,53
Sampaga 4.256,55
Simboro 2.391,36
Tapalang 22.551,52
Tapalang Barat 2.426,35
Tommo 54.428,89
Mamuju Tengah Budong-Budong 1.739,27
Karossa 94.703,38
Pangale 384,63
Tobadak 30.726,68
Topoyo 70.369,82
Pasangkayu Bambaira 1.504,15
Bambalamotu 13.749,19
Baras 2.895,52
Bulu Taba 50.988,07
Dapurang 60.148,59
Duripoku 8.690,30
Lariang 482,66
Pasangkayu 8.071,82
Pedongga 335,35
Sarjo 137,57
Sarudu 681,16
Tikke Raya 1.205,13
Polewali Mandar Alu 13.838,73
Anreapi 9.002,25
Balanipa 860,52
Binuang 11.652,08
Bulo 23.194,80
Campalagian 276,31
Limboro 2.256,95
Luyo 1.150,40
Mapilli 4.421,81
Matakali 3.704,31
Matangnga 21.167,30
Polewali 192,55
Tapango 9.635,40
Tubbi Taramanu 30.941,71
Wonomulyo 94,24
Total 1.227.479,58

141
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Gambar 5.6 Peta Jasa Ekosistem Pengaturan Kualitas Udara Sangat


Tinggi dan Tinggi (Warna Merah)

142
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

5.6. Tingkat Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman Hayati


Analisis dilakukan dengan cara a. Mengkaji pemanfaatan dan pengawetan
spesies/jenis tumbuhan dan satwa, yang meliputi: Penetapan dan penggolongan
yang dilindungi atau tidak dilindungi, Pengelolaan tumbuhan dan satwa serta
habitatnya, Pemeliharaan dan pengembangbiakan, Pendayagunaan jenis atau
bagian-bagian dari tumbuhan dan satwa liarnya, Tingkat keragaman hayati dan
keseimbangannya, Mengkaji ekosistem, yang meliputi: Interaksi jenis tumbuhan
dan satwa, Potensi jasa yang diberikan dalam konteks daya dukung dan daya
tampung, Mengkaji genetik, yang meliputi: Keberlanjutan sumberdaya genetik,
Keberlanjutan populasi jenis tumbuhan dan satwa. Tabel 5.13 di bawah ini
memperlihatkan perkiraan mengenai Tingkat Ketahanan dan Potensi
Keanekaragaman hayati terkait dengan Kebijakan dan Program yang berdampak
terhadap lingkungan hidup.

Tabel 5.13 Kajian Tingkat Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman hayati


terhadap Kebijakan dan Program yang Terdampak
Muatan Kebijakan Tingkat Ketahanan dan Potensi
No
dan Program Keanekaragaman Hayati
Sasaran 1. Meningkatnya Implementasi Kebijakan ini perlu
1 Misi 3 kapasitas menghindari indikasi jasa ekosistem habitat
Infrastruktur dalam tinggi dan kawasan dengan fungsi lindung
menunjang
perekonomian
daerah, mobilitas
penduduk, serta
pemukiman dan
perumahan
Program 2. Program Dampak terhadap keanekaragaman hayati
di Pengembangan harus menjadi pertimbangan utama dalam
Sasaran Wilayah pembukaan wilayah-wilayah perbatasan
1 Misi 2 Perbatasan untuk kepentingan pengembangan
permukiman dan aktivitas-aktvitas
pembangunan ekonomi lainnya.
Program 3. Program Menghindari kawasan dengan jasa
di Pembangunan ekosistem tinggi dan sangat tinggi, serta
Sasaran Prasarana dan kawasan hutan lindung di semua
1 Misi 3 Fasilitas Kecamatan pesisir.
Perhubungan
4. Program Implementasi program ini perlu menghindari
Pengembangan, indikasi jasa ekosistem habitat tinggi

143
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan Tingkat Ketahanan dan Potensi


No
dan Program Keanekaragaman Hayati
Pengelolaan dan Limbah penambangan logam dan air
Promosi Potensi buangan pembangkit listrik (PLTU)
Energi dan Sumber
Daya Mineral
5. Program
pengusahaan,
pembinaan dan
pengawasan
bidang mineral
dan batubara
6. Program Implementasi program ini perlu menghindari
Pengembangan indikasi jasa ekosistem habitat tinggi dan
Perumahan kawasan dengan fungsi lindung
Program 7. Program Implementasi program ini perlu menghindari
di Pengembangan indikasi jasa ekosistem habitat tinggi dan
Sasaran Wilayah Strategis kawasan dengan fungsi lindung
2 Misi 3 dan Cepat
Tumbuh
8. Program Dampak terhadap keragaman hayati hanya
Pengembangan akan timbul apabila lokasi pengembangan
Pelabuhan secara langsung berada atau sangat dekat
Perikanan dengan ekosistem atribut wilayah pesisir
(terumbu karang, padang lamun dan
mangrove).
9. Program Implementasi program ini perlu menghindari
Pembangunan indikasi jasa ekosistem habitat tinggi dan
permukiman dan kawasan dengan fungsi lindung
penempatan
Transmigrasi
10. Program Implementasi program ini perlu menghindari
Pengembangan indikasi jasa ekosistem habitat tinggi dan
Kawasan kawasan dengan fungsi lindung
Transmigrasi
Program 11. Program Implementasi program ini perlu menghindari
di Pengembangan indikasi jasa ekosistem habitat tinggi
Sasaran sentra-sentra Bila kondisi cemar tidak dikendalikan
1 Misi 4 industri potensial demikian juga dengan aktifitas
penangkapan yang tidak dikendalikan
dengan baik, maka dampak buruk seperti
menghilangnya spesies-spesies local akan
terjadi (species shifting).
12. Program Khusus pengembangan wisata bahari
Pengembangan dengan memperhatikan ekosistem pesisir,
Industri kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau
Pariwisata kecil. Wisata darat memperhatikan kawasan
suaka marga satwa dan lindung.

144
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan Tingkat Ketahanan dan Potensi


No
dan Program Keanekaragaman Hayati
Apabila ekosistem terumbu karang rusak,
maka dampaknya adalah pada hewan-
hewan symbiont atau yang menjadikan
ekosistem terumbu karang sebagai niche
13. Program Potensi penyebab utama menurunnya
Pengembangan kehati adalah pembukaan lahan budidaya
Perikanan baru yang umumnya berasosiasi dengan
Budidaya hutan bakau (mangrove). Penggunaan
pestisida juga akan menyebabkan dampak
tersendiri bagi organisme renik di sekitar
lokasi buangan air limbah (out let).
14. Program Keanekaragaman hayati mulai terganggu
Pengembangan akibat alat tangkap tidak ramah lingkungan
Perikanan (trawl dan sejenisnya) dan penggunaan
Tangkap bahan bius dan peledak yang membunuh
seluruh organisme, termasuk nontarget
penangkapan demikian juga dengan
masalah ukuran mata jarring.
15. Program Keanekaragaman hayati dapat terpengaruh
Pengembangan (terkena dampak) dalam konteks
Kawasan penumpukan limbah berkepanjangan yang
Budidaya laut, air menyebabkan kondisi hipoksia atau bahkan
payau dan Air anoksia (tanpa oksigen). Daerah hipoksia
Tawar umumnya sdh sangat rendah kehati-nya,
lebih-lebih pada kondisi anoksia.

Hutan di Provinsi Sulawesi Barat yang cukup luas diatas 30% (sekitar 48%
dari luas wilayah keseluruhan), menjadi potensi keanekaragaman hayati tersendiri
untuk Provinsi Sulawesi Barat dan menjadi habitat bagi makhluk hidup yang
bermukim di wilayah tersebut. Berdasarkan data indikatif jasa ekosistem
pendukung habitat, wilayah Provinsi Sulawesi Barat memiliki luasan pendukung
habitat sangat tinggi dan tinggi dengan luasan 807.710,64 ha. Wilayah dengan
kategori ini perlu dihindari untuk pengembangan yang bersifat merubah
pemanfaatan lahan misalnya dari hutan ke non hutan atau melakukan aktifitas pada
wilayah tersebut seperti peningkatan jaringan transportasi, permukiman, industri
maupun pertambangan. Adapun rincian wilayah yang perlu dihindari dikarenakan
merupakan kawasan dengan potensi pendukung habitat dan keanekaragaman
hayati sangat tinggi dan tinggi disajikan pada Tabel 5.14 dan Gambar 5.6 berikut.

145
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 5.14 Indikatif Jasa Ekosistem Pendukung Habitat (Keanekaragaman Hayati)


Sangat Tinggi dan Tinggi
Wilayah dengan Jasa Ekosistem Pendukung Habitat Dan Keanekaragaman
Hayati Tinggi dan Sangat Tinggi
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Majene Banggae Timur 3,13
Malunda 12.176,60
Sendana 452,81
Tammerodo 298,10
Tubo Sendana 38,21
Ulumanda 17.746,59
Mamasa Aralle 19.946,70
Balla 335,93
Bambang 7.414,72
Buntu Malangka 4.553,39
Mamasa 15.446,81
Mambi 6.942,99
Mehalaan 4.423,38
Messawa 1.792,85
Nosu 3.984,44
Pana 5.932,91
Rantebulahan Timur 76,32
Sesenapadang 7.194,20
Sumarorong 8.976,53
Tabang 16.805,08
Tabulahan 38.988,40
Tanduk Kalua 1.551,79
Tawalian 446,09
Mamuju Bonehau 76.405,12
Kalukku 19.907,14
Kalumpang 96.605,47
Mamuju 10.430,99
Papalang 4.995,93
Sampaga 1.746,97
Simboro 856,24
Tapalang 18.997,59
Tapalang Barat 2.450,73
Tommo 48.288,25
Mamuju Tengah Budong-Budong 584,79

146
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Wilayah dengan Jasa Ekosistem Pendukung Habitat Dan Keanekaragaman


Hayati Tinggi dan Sangat Tinggi
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Karossa 88.738,24
Pangale 538,46
Tobadak 24.122,38
Topoyo 63.083,29
Pasangkayu Bambaira 1.016,24
Bambalamotu 9.808,08
Baras 1.558,30
Bulu Taba 50.305,89
Dapurang 60.377,79
Duripoku 8.574,89
Lariang 667,89
Pasangkayu 3.520,82
Pedongga 159,97
Sarjo 134,89
Sarudu 288,42
Tikke Raya 1.462,64
Polewali Mandar Alu 2.773,50
Anreapi 1.599,21
Binuang 1.261,92
Bulo 7.593,71
Campalagian 21,61
Limboro 60,54
Luyo 154,54
Mapilli 712,32
Matakali 735,86
Matangnga 7.473,00
Tapango 463,30
Tinambung 35,29
Tubbi Taramanu 13.546,12
Wonomulyo 124,37
Total 807.710,64

147
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Gambar 5.7 Peta Indikatif Jasa Ekosistem Pendukung Habitat


(Keanekaragaman Hayati) Sangat Tinggi dan Tinggi

148
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Selain kawasan dengan jasa ekosistem pendukung habitat tinggi,


pengembangan wilayah di Provinsi Sulawesi Barat juga perlu memperhatikan
status kawasan hutan yang ada saat ini. Berdasarkan data rencana tata ruang
wilayah yang nantinya menjadi landasan implementasi program-program dalam
RPJMD seperti rencana infrastruktur baik rencana jalan dan rencana rel kereta api,
diketahui bahwa terdapat rute-rute rencana yang melintasi kawasan hutan lindung.
Sehingga rencana ini perlu disesuaikan kembali melalui revisi rencana tata ruang
wilayah kedepannya agar program pembangunan infrastruktur yang menjadi
program dari Misi RPJMD dapat terlaksana dan tidak berdampak terhadap potensi
keanekaragaman hayati di Provinsi Sulawesi Barat melihat saat ini infrastruktur
eksisting di Provinsi Sulawesi Barat banyak yang berada di dalam kawasan hutan
lindung (Tabel 5.16). Adapun data rencana infrastruktur yang melintasi kawasan
hutan lindung disajikan pada Tabel 5.15 berikut.
Tabel 5.15 Rencana Jalan dan Rel Kereta Api Melintasi Kawasan Lindung
Rencana Kabupaten Kecamatan Panjang (km)
Jalan Arteri Primer Mamuju Mamuju 1,934
Total Rencana Jalan 1,934
Rel Kereta Api Mamuju Tengah Karossa 3,407
Pasangkayu Bambaira 2,911
Bambalamotu 0,283
Dapurang 3,341
Sarudu 3,325
Polewali Mandar Campalagian 5,662
Mapilli 2,743
Matakali 0,639
Polewali 0,344
Wonomulyo 3,182
Total Rencana Rel Kereta Api 25,837

Tabel 5.16 Jalan Eksisting Melintasi Kawasan Lindung


Kabupaten Kecamatan Panjang (km)
Jalan Arteri Primer
Majene Tubo Sendana 0,025
Mamuju Kalukku 1,018
Simboro 2,22
Tapalang Barat 2,161
Jalan Kolektor Primer
Majene Tammerodo 0,977
Ulumanda 2,214

149
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kabupaten Kecamatan Panjang (km)


Mamasa Aralle 12,267
Buntu Malangka 4,076
Mamasa 5,245
Sumarorong 3,313
Tabang 3,513
Tabulahan 19,698
Tanduk Kalua 1,402
Tawalian 0,56
Mamuju Bonehau 1,219
Kalukku 3,189
Kalumpang 32,752
Tapalang 12,847
Mamuju Tengah Karossa 0,094
Pangale 2,024
Pasangkayu Baras 1,226
Pasangkayu 4,216
Pedongga 2,115
Polewali Mandar Alu 21,426
Anreapi 6,073
Matangnga 1,925
Tubbi Taramanu 5,669
Jalan Lokal
Majene Sendana 3,721
Tammerodo 1,893
Ulumanda 6,253
Mamasa Aralle 1,583
Balla 0,962
Buntu Malangka 5,552
Messawa 22,396
Nosu 7,397
Pana 24,864
Sesenapadang 1,58
Sumarorong 5,717
Tabang 2,568
Tabulahan 17,906
Tanduk Kalua 5,272
Mamuju Bonehau 2,018
Kalukku 18,602
Kalumpang 30,347
Papalang 5,237
Sampaga 6,174
Simboro 4,845
Tapalang Barat 0,852
Mamuju Tengah Karossa 8,494

150
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Kabupaten Kecamatan Panjang (km)


Pangale 1,146
Pasangkayu Bambalamotu 40,913
Baras 0,66
Dapurang 4,255
Pasangkayu 11,698
Tikke Raya 3,173
Polewali Mandar Alu 14,736
Anreapi 0,199
Limboro 1,148
Matangnga 11,692
Tapango 9,445
Tubbi Taramanu 14,306
Total 1.050,727

151
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

BAB 6. PERUMUSAN ALTERNATIF

Kajian Alternatif dari Kebijakan dan Program yang Berdampak/Risiko


Terhadap Lingkungan Hidup sebagaimana Tabel 6.1 di bawah ini memperlihatkan
perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup terkait dengan Kebijakan
dan Program yang berdampak terhadap lingkungan hidup.

Tabel 6.1 Kajian Perumusan Alternatif terhadap Kebijakan dan Program yang
Terdampak

Muatan Kebijakan
No Rumusan Alternatif
dan Program
Sasaran 1. Meningkatnya Luas kawasan perkebunan sawit perlu di revisi
1 Misi 3 kapasitas ulang, terdapat beberapa penggunaan lahan
Infrastruktur yang berkontribusi tinggi sebagai jasa pangan
dalam dan jasa pengaturan iklim dan air, maka terlebih
menunjang dahulu perlu memperhatikan dan mengurangi
perekonomian Peningkatan luasan kawasan perkebunan sawit
daerah, pada wilayah yang di rencanakan. Adapun
mobilitas wilyah tersebut diantaranya: Kec. Baras
penduduk, serta (2.768,14 ha), Kec. Budong-budong (9.124,85
pemukiman dan ha), Kec. Bulu Taba (1.105,19 ha), Kec.
perumahan Dapurang (6.820,42 ha), Kec. Duripoku
(1.959,31 ha), Kec. Karossa (7.906,84 ha), Kec.
Lariang (976,55 ha), Kec. Pangale (506,68 ha),
Kec. Sarudu (3.126,16 ha), Kec. Tikke raya
(1.700,26 ha), Kec. Tobadak (8.002,32 ha), Kec.
Tommo (900,19 ha), Kec. Topoyo (111,83 ha)
Total Keseluruhan 45.008,75 ha
Penyerasian kelembagaan pengelolaan
ekosistem dan tataruang perlu diperkuat pada
jenjang yang lebih tinggi karena jasa ekosistem
dan sumber daya yang ada dalam ekosistem
yang bersifat lintas batas, untuk itu perlu
merumuskan kebijakan dan aturan tentang
Pencadangan Kawasan perkebunan sawit yang
mempertimbangkan jasa ekosistem khususnya
pangan dan pengaturan iklim dan air.
Kab. Mamasa dan Kab. Mamuju Tengah
merupakan kontributor terendah penggerak
perekonomian Sulbar. Kontribusi kedua wilayah
tersebut dalam menggerakkan perekonomian
Sulbar belum begitu maksimal. Hal ini dapat
dilihat dari peran kedua wilayah tersebut
terhadap PDRB Sulbar dalam 5 tahun terakhir
(2010-2014) yakni dengan capaian masing-
masing (6,52%) dan (6,98 %). Dengan

152
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan
No Rumusan Alternatif
dan Program
demikian, produktivitas wilayah ini dapat
dikategorikan cukup rendah, khususnya daerah
Kab. Mamasa (Kec. Tawalian: 4.240 Ha, Kec.
Balla Kec. Rantebulahan Timur: 2.999 Ha).
Sedangkan Kab. Mamuju Tengah
(Kec.Pangale:254 Ha, Kec.Budong-budong:
10.486 Ha). Untuk itu, daerah tersebut begitu
penting diprioritaskan dalam pembangunan
infrastruktur agar roda perekonomian daerah
yang dimaksud dapat bergerak lebih impresif.
Program 2. Program Terdapat 3 wilayah yang perlu memperoleh
di Pengembangan pengembangan wilayah perbatasan di Sulbar
Sasaran Wilayah yakni Kab. Mamasa (Kec. Tabang) dan Tana
1 Misi 2 Perbatasan Toraja (Kec. Pana)–Sulsel (Kab. Lutra), Kab.
Polman (Kec. Binuang) dan Sulsel (Kab.
Pinrang) dan Kab. Pasangkayu (Kec. Sarjo)-
Sulteng (Kab. Donggala)
Dalam usaha-usaha pengembangan wilayah
perbatasan, alternatif lokasi dengan tingkat
keragaman hayati dengan ekosistem utuh
sebaiknya dihindari. Apabila program
pengembangan wilayah memiliki
ketregantungan pada sumber daya air, maka hal
ini bukan menjadi alasan untuk mengorbankan
wilayah dengan tingkat keutuhan ekosistem dan
keragaman hayati yang tinggi.
Program 3. Program Tidak mengembangkan infrastruktur pelabuhan
di Pembangunan dalam kawasan konservasi laut dan/atau hutan
Sasaran Prasarana dan lindung di Kecamatan pesisir (disesuaikan
1 Misi 3 Fasilitas dengan RZWP Sulbar).
Perhubungan Kab. Mamasa dan Kab. Mamuju Tengah
merupakan daerah yang potensial menopang
percepatan perekonomian Sulbar. Namun,
kedua peran kedua daerah tersebut masih
tergolong minim dalam menyumbang besaran
kue ekonomi di Sulbar, khususnya sumbangsih
kedua daerah tersebut terhadap PDRB Sulbar
dalam 5 tahun terakhir (2010-2014) yang begitu
rendah yakni masing-masing (6,52%) & (6,98
%). Dengan kata lain, kedua wilayah ini
memerlukan pembangunan infrastruktur fasilitas
dan prasarana untuk mencapai perecepatan
pembangunan tersebut. Daerah yang dimaksud
adalah Kab. Mamasa (Kec. Tawalian: 4.240 Ha,
Kec. Balla Kec. Rantebulahan Timur: 2.999 Ha).

153
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan
No Rumusan Alternatif
dan Program
Sedangkan Kab.Mamuju Tengah (Kec.Pangale:
254 Ha, Kec.Budong-budong: 10.486 Ha).
4. Program Perumusan blok migas perlu mempertimbangkan
Pengembangan, kawasan mangrove dan jasa ekosistem,
Pengelolaan utamanya pangan dan jasa penyediaan air
dan Promosi bersih, adapun wilayah yang dimaksud
Potensi Energi berdasarkan Fungsi Kawasan sebagai berikut:
dan Sumber 1). Kawasan Hutan Lindung Kec. Kalukku (34,88
Daya Mineral
ha), Kec. Papalang (88,92 ha), Kec. Sapanga
(35,5 ha), Kec. Karossa (61,1 ha), Kec. Pangale
(122 ha), Kec. Baras (48,1 ha), Kec. Lariang
(34,5 ha), Kec. Pasangkayu (54,6 ha), Kec.
Pedonga (14,8 ha), Kec. Tikke Raya (152,75 ha).
2). Kawasan Hutan Produksi Konversi Kec. Tikke
Raya (52,7 ha), Kec. Pedonga (19,9 ha). 3).
Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kec. Karossa
(9,13 ha), Kec. Topoyo (18,6 ha). 4). Kawasan
Perikanan Kec. Bambalomotu (1,38 ha), Kec.
Dapurang (38 ha), Kec. Lariang (34,7 ha), Kec.
Pasangkayu (45,58 ha). 5). Wilayah Perairan
Kec. Sapanga (26,7 ha), Kec. Pangale (33,25
ha), Kec. Baras (4,8 ha).
Mewujudkan pendefinisian batas-batas Blok
Migas dengan ketentuan batasan akses wilyah
daratan yang dipersyaratkan sesuai dengan
pertimbangan jasa ekosistem dan D3TLH.
Karena penambangan logam dan pembangunan
pembangkit listrik akan membutuhkan lahan,
maka harus benar-benar diperhatikan lokasi
dengan potensi Kehati dan Jasa ekosistem
tinggi.
5. Program Berdasarkan data progres implementasi 5
pengusahaan, sasaran rencana aksi koordinasi dan supervisi
pembinaan dan mineral dan batubara terdapat permasalahan
pengawasan yaitu 1). Sebagian besar perizinan komoditas
bidang mineral batuan langsung IUP Operasi Produksi, tidak
dan batubara melalui WIUP & IUP Eksplorasi sehingga tidak
ada Biaya Pencadangan Wilayah dan Jaminan
Kesungguhan. 2). Masih ada pemegang IUP
komoditas Mineral dan Batubara belum
melaksanakan kewajiban-kewajibannya. 3)
Kurangnya pemahaman Teknis Aparat
Kabupaten terhadap rencana aksi Kordinasi dan
supervisi akibat perubahan UU terkait
kewenangan. Dari permasalahan tersebut maka

154
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan
No Rumusan Alternatif
dan Program
pemerintah provinsi ataupun kabupaten perlu
mengutamakan peningkatan kapasitas
pengawas agar terciptanya pemantauan yang
berkeadilan dan bertanggung jawab.
Sebagian besar pemegang IUP kurang
mengetahui metode pelaporan produksi
sesuai dengan format laporan yang baku maka
dari itu Pemerintah provinsi perlu melakukan
pembinaan dan bimbingan teknis kepada
pemegang IUP kiranya
pemantauan/pemeriksaan dapat berjalan
dengan baik dan berkelanjutan.
6. Program Ada beberapa wilayah yang belum begitu padat
Pengembangan untuk pemukiman yakni Kab. Pasangkayu: Kec.
Perumahan Dapurang (86,66 Ha), Kec. Bambaira (139),
Kec. Sarjo (149), Kec. Tikke Raya (155), Kab.
Mamuju:
Tengah yakni Kec. Pangale, (36,23 Ha), Kec.
Budong-Budong 94,88 Ha. Kab. Majene:
Kec.Tuno Sendana 62, 54 Ha, Kec. 89, 52 Ha
dan Kec. Malunda 86, 39 Ha. Daerah tersebut
cukup baik untuk dijadikan sebagai wilayah
pengembangan pemukiman, sehingga dapat
menjadi tempat alternatif transmigrasi.
Program 7. Program
di Pengembangan
Sasaran Wilayah
2 Misi 3 Strategis dan
Cepat Tumbuh
8. Program Keberadaan ekosistem atribut wilayah pesisir
Pengembangan jelas menjadikan bukan lokasi untuk
Pelabuhan pembangunan Pelabuhan Perikanan.
Perikanan
9. Program Terdapat daerah potensial yang dapat menjadi
Pembangunan objek pembangunan pemukiman, yakni wilayah
permukiman yang belum begitu padat pemukiman antara lain
dan Kab. Pasangkayu: Kec. Dapurang (86,66 Ha),
penempatan Kec. Bambaira (139), Kec. Sarjo (149), Kec.
Transmigrasi Tikke Raya (155), Kab.Mamuju:
Tengah yakni Kec.Pangale, (36,23 Ha), Kec.
Budong-Budong 94,88 Ha. Kab. Majene:
Kec.Tuno Sendana 62, 54 Ha, Kec. 89, 52 Ha
dan Kec. Malunda 86,39 Ha. Daerah tersebut
dapat menjadi prioritas pengembangan
pemukiman, sehingga dapat menjadi tempat
alternative daerah transmigrasi.

155
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan
No Rumusan Alternatif
dan Program
10. Program Ada beberapa wilayah yang belum begitu padat
Pengembangan untuk pemukiman yakni Kab. Pasangkayu: Kec.
Kawasan Dapurang (86,66 Ha), Kec. Bambaira (139),
Transmigrasi Kec. Sarjo (149), Kec. Tikke Raya (155),
Kab.Mamuju:
Tengah yakni Kec.Pangale, (36,23 Ha), Kec.
Budong-Budong 94,88 Ha. Kab. Majene:
Kec.Tuno Sendana 62, 54 Ha, Kec. 89, 52 Ha &
Kec. Malunda 86, 39 Ha. Daerah tersebut cukup
baik untuk dijadikan sebagai wilayah
pengembangan pemukiman, sehingga dapat
menjadi tempat alternatif transmigrasi.
Program 11. Program Limbah kawasan agroindustry sekala besar dan
di Pengembangan industry pengolahan hasil perikanan harus
Sasaran sentra-sentra diolah dengan melengkapi industry-industri
1 Misi 4 industri dengan instalasi pengolahan limbah yang baik.
potensial
12. Program Daya Tarik sebagai destinasi pariwisata laut
Pengembangan adalah tingginya keanekaragaman hayati
Industri ekosistem pesisir (lamun, terumbu karang dan
Pariwisata mangrove). Harus ada aturan tegas tentang
jumlah wisatawan maksimum dan harus ada
musim tutup kawasan untuk dapat memulihkan
diri (recovery time)
13. Program Ada 2 teknologi budidaya yang dapat
Pengembangan diterapkan: semi intensif atau supra intensif
Perikanan dengan system pengolahan air limbah yang
Budidaya baik.
14. Program Zona tangkap sebaiknya pada wilayah laut
Pengembangan dengan kedalaman di atas 150 m.
Perikanan
Tangkap
15. Program Pengembangan kawasan budidaya (site
Pengembangan selection) harus mempertimbangkan kondisi
Kawasan awal lokasi pengembangan. Tidak
Budidaya laut, mengorbankan eksisting ekosistem pada tingkat
air payau dan parah.
Air Tawar

156
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

BAB 7. REKOMENDASI PERBAIKAN

Kajian Rekomendasi dari Kebijakan dan Program yang Berdampak/Risiko


Terhadap Lingkungan Hidup sebagaimana Tabel 7.1 di bawah ini memperlihatkan
perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup terkait dengan Kebijakan
dan Program yang berdampak terhadap lingkungan hidup. Hasil dari alternative dan
rekomendasi ini kemudian dilakukan konsultasi publik kedua.
Tabel 7.1 Kajian Rekomendasi Perbaikan terhadap Kebijakan dan Program yang
Terdampak
Muatan Kebijakan dan
No Rekomendasi Perbaikan
Program
Sasaran 1. Meningkatnya Otoritas kawasan perkebunan sawit perlu
1 Misi 3 kapasitas diperhatikan oleh dinas instansi terkait
Infrastruktur dalam dengan mengurangi luas kawasan yang
menunjang di peruntukkan, berdasarkan hasil
perekonomian analisis spasial Penutupan lahan yang
daerah, mobilitas masuk sebagai kawasan perkebunan
penduduk, serta sawit diantaranya: Belukar, Belukar
pemukiman dan Rawa, Pertanian Lahan Kering, Hutan
perumahan Sekunder, Hutan mangrove, Hutan Rawa
Sekunder, sawah, tambak, savana dan
sebagian dibantaran sungai, penutupan
lahan ini memiliki jasa ekosistem pangan,
pengaturan iklim dan air bersih Sangat
Tinggi. Adapun wilayah yang menjadi
kawasan peruntukan perkebunan sawit
dengan luas masing-masing yaitu: Kec.
Baras (2.768,14 ha), Kec. Budong-
budong (9.124,85 ha), Kec. Bulu Taba
(1.105,19 ha), Kec. Dapurang (6.820,42
ha), Kec. Duripoku (1.959,31 ha), Kec.
Karossa (7.906,84 ha), Kec. Lariang
(976,55 ha), Kec. Pangale (506,68 ha),
Kec. Sarudu (3.126,16 ha), Kec. Tikke
raya (1.700,26 ha), Kec. Tobadak
(8.002,32 ha), Kec. Tommo (900,19 ha),
Kec. Topoyo (111,83 ha) Total
Keseluruhan 45.008,75 ha
Pembangunan infrastruktur sebaiknya
diarahkan ke wilayah-wilayah yang minim
infrstruktur. Sebagai tambahan, Kab.
Polman dan Pasangkayu merupakan
daerah yang telah memiliki infrastruktur
yang cukup memadai dibandingkan
dengan daerah lainnya. Dengan

157
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Rekomendasi Perbaikan
Program
demikian, pembangunan infrastruktur
perlu diprioritaskan di kabupaten lainnya.
Pengembangan infrastruktur juga perlu
memperhatikan wilayah-wilayah yang
memiliki daya dukung pangan dan air
tinggi, dimana kecamatan-kecamatan
yang memiliki luasan cukup tinggi seperti
yang disajikan pada kajian daya dukung
dan daya tampung perlu dipertimbangkan
ketika akan dimanfaatkan karena akan
menurunkan daya dukung wilayah.
Rencana-rencana jalan yang melintasi
kawasan dengan tingkat bencana tinggi
dan berada pada status kawasan hutan
lindung perlu dipindahkan lokasinya,
pemindahan lokasi rencana perlu
ditindaklanjuti pada kajian spasial
perencanaan tata ruang
Program 2. Program Ada 3 wilayah yang dapat menjadi
di Pengembangan rekomendasi pengembangan wilayah
Sasaran Wilayah Perbatasan perbatasan di Sulbar yakni Kab.Mamasa
1 Misi 2 dan Kab.Pasangkayu serta Kab.Polman.
Ketiga wilayah tersebut menjadi pintu
gerbang penguatan daerah tertinggal dan
aksesibilitas Sulbar dengan provinsi
tetangga. Utamanya, dalam memperbaiki
akses pendidikan di kawasan pinggiran.
Akan tetapi pengembangan wilayah
perbatasan pada Kabupaten Mamasa
dan Pasangkayu perlu memperhatikan
topografi wilayah yang perbukitan dan
pegunungan (>2.000 mdpl) seperti di
Kecamatan Dapurang (Kabupaten
Pasangkayu) dan Kecamatan Tawalian,
Tabang, Nosu, Pana (Kabupaten
Mamasa). Selain karena faktor topografi,
pengembangan wilayah di lokasi-lokasi
tersebut sangat berdampak pada sistem
hidrologi di Provinsi Sulawesi Barat
karena merupakan hulu dari beberapa
daerah aliran sungai (DAS) yang
bermuara di Provinsi Sulawesi Barat
seperti DAS Budong-Budong, Karama
dan Lariang serta yang bermuara di
Provinsi Sulawesi Selatan seperti DAS

158
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Rekomendasi Perbaikan
Program
Saddang yang hulunya sebagian di
Kabupaten Mamasa.
Mempersiapkan paket-paket teknologi
yang sesuai dan ramah lingkungan dalam
program-program pengembangan
wilayah perbatasan yang wajib diawasi
secara ketat oleh para pemangki
kepentingan di wilayah-wilayah yang
saling berbatasan.
Program 3. Program Perwujudan pembangunan infrastruktur
di Pembangunan transportasi laut harus memperhatikan
Sasaran Prasarana dan kondisi ekosistem pesisir pada wilayah-
1 Misi 3 Fasilitas wilayah yang dapat dikembangkan.
Perhubungan Dimana untuk pembangunan infrastruktur
transportasi laut berdasarkan RZWP3K
secara spasial diakomodir di Kecamatan
Binuang, Balanipa, Tinambung
(Kabupaten Polewali Mandar);
Kecamatan Banggae, Pamboang,
Sendana, Malunda (Kabupaten Majene);
Kecamatan Mamuju, Kecamatan
Kalukku, Kecamatan Sampaga
(Kabupaten Mamuju); Kecamatan
Pangale, Budong-Budong (Kabupaten
Mamuju Tengah); Kecamatan Sarudu,
Pasangkayu (Kabupaten Pasangkayu),
sehingga jika pengembangan tidak
berdasarkan arahan dalam RZWP3K
akan mempengaruhi zona peruntukan
lainnya dimana hampir seluru wilayah
perairan di Provinsi Sulawesi Barat
diperuntukann untuk zona penangkapan
ikan pelagis dan terdapat beberapa
wilayah yang merupakan zona inti
kawasan konservasi pesisir dan perairan
(KKP) seperti di pesisir Kecamatan
Binuang, Campalagian (Kabupaten
Polewali Mandar); Kecamatan Sendana
(Kabupaten Majene); Kecamatan
Daapurang (Kabupaten Pasangkayu)
Untuk mendorong pembangunan
infrastruktur yang lebih efektif dan tepat
sasaran, sebaiknya arah
pengembanganya diarahkan ke daerah
yang ketersediaan infrastrkturnya lebih
rendah, tentunya daerah tersebut
sebaiknya dikembangkan diluar Kab.

159
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Rekomendasi Perbaikan
Program
Polman dan Pasangkayu, sebab wilayah
tersebut dianggap telah memiliki
infrastruktur yang relatif memadai
dibandingkan dengan daerah lainnya.
Rasio kepadatan jaringan jalan pada
Kabupaten Polewali Mandar dan
Pasangkayu masing-masing 0,50 dan
0,47 km/km2 sedangkan kabupaten
lainnya adalah Mamasa (0,36), Mamuju
(0,19), Mamuju Tengah (0,28) dan
Majene (0,40).
4. Program Kegiatan eksplorasi dan pengelolaan
Pengembangan, potensi Energi pada wilayah yang
Pengelolaan dan dilakukan perlu melakukan kajian rona
Promosi Potensi awal untuk mengetahui besarnya resiko
Energi dan Sumber yang akan di timbulkan. Wilayah yang
Daya Mineral termasuk ialah: Kecamatan Malunda,
Pamboang, Banggae, Balanipa,
Campalagian, Kalukku, Papalang,
Pangale, Budong-Budong, Sapanga,
Pangale, Baras, Lariang, Pasangkayu,
Pedongga, Karossa, Tikke Raya,
Bambalamotu.
Pendayagunaan sumber daya alam dan
teknologi tinggi khususnya Blok Migas
dapat mempengaruhi daya dukung hasil
pangan, jasa ekosistem penyediaan air
bersih dan Sumber Daya Genetik,
merupakan landasan hayati yang
langsung atau tidak langsung menopang
kesejahteraan manusia di wilayah pesisir
Pantai Provinsi Sulawesi Barat.
Adapun Wilayah blok Migas pada pesisir
pantai Provinsi Sulawesi Barat yaitu: Kec.
Kalukku, Kec. Papalang, Kec. Sapanga,
Kec. Karossa, Kec. Pangale, Kec. Baras
Kec. Lariang, Kec. Pasangkayu, Kec.
Pedonga, Kec. Tikke Raya, Kec. Topoyo,
Kec. Bambalomotu, Kec. Dapurang.
Implementasi kegiatan ini harus didahului
dengan Kajian Lingkungan dan/atau
AMDAL yang baik.
5. Program Melakukan Pengawasan secara massif
pengusahaan, meliputi administarasi/tata laksana;

160
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Rekomendasi Perbaikan
Program
pembinaan dan operasional; kompetensi aparatur; dan
pengawasan bidang pelaksanaan program pengelolaan usaha
mineral dan pertambangan
batubara
6. Program Daerah yang justru tidak dianjurkan untuk
Pengembangan pengembangan wilayah pemukiman baru
Perumahan adalah mayoritas berada di Kab. Polewali
Mandar dan Majene sebab wilayah
tersebut sudah cukup padat pemukiman
dibanding kabupaten lainnya. Dimana
kepadatan penduduk di Polewali Mandar
dan Majene masing-masing 290,90 dan
175,14 jiwa/km2 untuk Mamuju (67,53),
Mamuju Tengah (47,27), Pasangkayu
(68,24) sedangkan Kab. Mamasa (67,52),
meskipun masih banyak wilayah yang
minim pemukiman, namun infrastruktur
daerah tersebut masih belum memadai
seperti di Kabupaten Mamasa dan
dominan wilayah di tersebut merupakan
daerah dengan morfologi perbukitan dan
pegunungan (hulu sungai) sehingga
kurang baik untuk pengembangan
pemukiman.
Program 7. Program Perlu memperhatikan wilayah-wilayah
di Pengembangan yang memiliki jasa ekosistem pangan, air
Sasaran Wilayah Strategis dan habitat yang tinggi (lokasi yang perlu
2 Misi 3 dan Cepat Tumbuh diperhatikan dapat dilihat pada
kecamatan-kecamatan yang memiliki jasa
ekosistem pangan, air dan habitat tinggi
pada bagian kajian muatan)
Menghindari pengembangan wilayah
pada Kawasan dengan fungsi lindung
(hutan lindung, konservasi dan Kawasan
lindung provinsi) serta daerah yang
memiliki tingkat kerawanan bencana
tinggi seperti yang disajikan pada kajian
terkait dampak dan risiko lingkungan
hidup.
8. Program Mencari lokasi pengembangan lain
Pengembangan dengan tingkat keragaman ekosistem
Pelabuhan atribut wilayah pesisir yang relative
Perikanan rendah dan mengikuti arahan
pengembangan pelabuhan perikanan
yang telah ditetapkan didalam RZWP3K

161
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Rekomendasi Perbaikan
Program
yakni di Kecamatan Polewali, Banggae,
Mamuju, Kalukku dan Pasangkayu.
9. Program Untuk mencapai misi pemerataan
Pembangunan pembangunan dan mempersempit
permukiman dan ketimpangan antar wilayah, sebaiknya
penempatan arah pengembangan pemukiman
Transmigrasi diarahkan ke daerah yang tidak padat
pemukim, dan menghindari daerah padat
pemukim yakni Kab. Polewali Mandar
dan Kab. Mamuju.
Pengembangan infrastruktur juga perlu
memperhatikan wilayah-wilayah yang
memiliki daya dukung pangan dan air
tinggi, dimana kecamatan-kecamatan
yang memiliki luasan cukup tinggi seperti
yang disajikan pada kajian daya dukung
dan daya tampung perlu dipertimbangkan
ketika akan dimanfaatkan karena akan
menurunkan daya dukung wilayah.
10. Program Untuk menghindari mis-alokasi
Pengembangan pengembangan kawasan transmigrasi
Kawasan dan inefektifitas pembangunan
Transmigrasi transmigrasi, sebaiknya program tersebut
dialokasikan ke daerah yang tidak padat
pemukim seperti Kab. Polewali Mandar
dan Kabupaten Mamuju.
Pengembangan kawasan transmigrasi
juga perlu memperhatikan wilayah-
wilayah yang memiliki daya dukung
pangan dan air tinggi, dimana
kecamatan-kecamatan yang memiliki
luasan cukup tinggi seperti yang disajikan
pada kajian daya dukung dan daya
tampung perlu dipertimbangkan ketika
akan dimanfaatkan karena akan
menurunkan daya dukung wilayah.
Program 11. Program Pengembangan komoditi pangan khusus
di Pengembangan perikanan, pertanian, perkebunan
Sasaran sentra-sentra misalnya industri skala menengah, skala
1 Misi 4 industri potensial rumah tangga perlu memperhatikan
kesesuaian lahan terkait komoditi yang
dikembangkan berdasarkan kajian dalam
rencana zonasi tata ruang dalam rangka
penentuan fokus dan lokus sentra-sentra
industri yang dikembangkan tidak berada
jauh dari sumber bahan baku

162
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Rekomendasi Perbaikan
Program
Pengembangan Kawasan agroidustri
skala besar dan industri pengolahan hasil
perikanan harus memprhatikan
ekosistem-ekosistem perairan yang akan
menjadi lokasi pembuangan air limbah
yang dihasilkan.
12. Program Pengembangan industri pariwisata
Pengembangan dengan pelibatan masyarakat sekitar
Industri Pariwisata kawasan secara berkelanjutan.
Implementasi dapat difokuskan pada Kec.
Sarudu, dan Tinambung
Harus mengikuti arahan RZWP3K dan
Good Management Practice kawasan
wisata bahari, dimana untuk
pengembangan wisata bahari dapat
diarahakan pada zona wisata bentang
alam laut dan zona wisata alam bawah
laut.
Alokasi ruang untuk wisata alam bawah
laut terdapat di perairan kecamatan
Binuang, Kepulauan Bala-Balakang,
Mamuju (Pulau Karampuang); Alokasi
ruang untuk wisata alam bentang laut
terdapat di perairan Kecamatan
Tammeroddo, Tubu, Banggae Timur,
Banggae, Simboro, Kalukku, Lariang,
Tikke Raya, dan Mamuju; dan alokasi
ruang untuk wisata alam pantai terdapat
di perairan Kecamatan Binuang
Campalagian, Matakali, Mapilli, Balanipa,
Banggae Timur, Pamboang, Sendana,
Tapalang Barat, Kepulauan Bala-
Balakang, Pangale, Budong-Budong,
Topoyo, Sarudu, Baras, Pedongga,
Pasangkayu, dan Bambaira. Alokasi
ruang untuk wisata kuliner terdapat di
Kecamatan Sendana.
13. Program Menghindari pembukaan lahan baru
Pengembangan (ekstensifikasi) di kawasan mangrove
Perikanan Budidaya sebagai upaya preventif terhadap
kemungkinan terganggunya
keanekaragaman hayati yang dikandung
oleh mangrove.
Sebaiknya pengembangan perikanan
budidaya mengikuti arahan zonasi
budidaya perikanan yang telah ditetapkan

163
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Rekomendasi Perbaikan
Program
didalam RTRW dan RZWP3K. Dimana
didalam pola ruang RTRW diatur
kawasan perikanan dan tambak yang
meliputi Kecamatan Bambaira,
Bambalamotu, Baras, Dapurang,
Karossa, Lariang, Pasangkayu, Sarjo,
Sarudu, Banggae Timur, Binuang,
Campalagian, Kalukku, Mamuju, Mapilli,
Pamboang, Pangale, Papalang,
Pedongga, Polewali, Sampaga, Tikke
Raya, Tinambung dan Wonomulyo. Dan
untuk perikanan budidaya laut yang diatur
dalam RZWP3K meliputi Bambalamotu,
Binuang, Budong-Budong, Kaluku,
Karossa, Mamuju, Pamboang, Pulau
Karampuang, Polewali, Sarjo,
Bambaira, Sarudu, Baras, Ulumanda,
Malunda dan Tapalang.
14. Program Trawl dapat diberikan izin untuk kapal-
Pengembangan kapal bertonase di atas 15 GT pada
Perikanan Tangkap kedalaman di atas 300 m. Ukuran mata
jarring sebaiknya diberlakukan untuk
penangkapan ikan di laut dangkal (littoral
zone), dengan ukuran minimal 9 cm.
15. Program Pemilihan kawasan budidaya (laut, payau
Pengembangan atau tawar) harus memperhatikan faktor-
Kawasan Budidaya faktor: kecepatan arus, gelombang, jenis
laut, air payau dan substrat sedimen, kelandaian lahan dan
Air Tawar sumber air bersih sebagai bahan baku
kegiatan budadaya.
Sebaiknya pengembangan perikanan
budidaya mengikuti arahan zonasi
budidaya perikanan yang telah ditetapkan
didalam RTRW dan RZWP3K. Dimana
didalam pola ruang RTRW diatur
kawasan perikanan dan tambak yang
meliputi Kecamatan Bambaira,
Bambalamotu, Baras, Dapurang,
Karossa, Lariang, Pasangkayu, Sarjo,
Sarudu, Banggae Timur, Binuang,
Campalagian, Kalukku, Mamuju, Mapilli,
Pamboang, Pangale, Papalang,
Pedongga, Polewali, Sampaga, Tikke
Raya, Tinambung dan Wonomulyo. Dan
untuk perikanan budidaya laut yang diatur
dalam RZWP3K meliputi Bambalamotu,

164
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Muatan Kebijakan dan


No Rekomendasi Perbaikan
Program
Binuang, Budong-Budong, Kaluku,
Karossa, Mamuju, Pamboang, Pulau
Karampuang, Polewali, Sarjo,
Bambaira, Sarudu, Baras, Ulumanda,
Malunda dan Tapalang.

Selain hasil rekomendasi yang dikaitkan dengan Kebijakan dan Program


yang terdampak sebagaimana pada Tabel 7.1 diatas, dalam analisis ini juga
dikeluarkan rekomendasi umum terkait dengan isu-isu pembangunan berkelanjutan
yang belum sepenuhnya terjawab didalam program-program Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat yakni terkait
rendahnya pelibatan masyarakat didalam pengelolaan kawasan hutan. Terdapat
beberapa isu-isu terkait dengan konflik masyarakat didalam kawasan hutan seperti:
1. Klaim lahan kawasan hutan oleh masyarakat, masyarakat belum memiliki dasar
legalitas hak mengelola dan/atau memanfaatkan kawasan hutan, masyarakat
belum memahami kebijakan skema pemberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan hutan.
2. Terdapat potensi konflik pemanfaatan kawasan hutan produksi antara
manajemen KPH dengan masyarakat di sekitar hutan
3. Kawasan hutan pada wilayah KPH sebagian besar telah terdegradasi,
akibatnya masyarakat di sekitar hutan telah melakukan aktivitas pemanfaatan
hutan yang tidak mendukung fungsi kawasan hutan
4. Belum efektifnya sosialisasi kebijakan skema pemberdayaan masyarakat
dalam pengelolaan hutan
Isu-isu terkait pelibatan masyarakat didalam pengelolaan kawasan hutan
sebenarnya telah tertuang didalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat khususnya pada Sasaran 2 Misi 5 yakni
“terwujudnya pelestarian fungsi hutan” melalui beberapa program-program seperti:
1. Program Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat
2. Program pengolaan hutan
3. Program Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
4. Program Peningkatan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

165
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Namun, dari program-program tersebut belum dijelaskan terkait lokasi-lokasi


yang akan menjadi lokus pengembangan. Sehingga melalui rekomendasi umum ini,
kebijakan yang terkait dengan isu-isu tersebut dapat diarahkan dengan baik agar
prinsip pembangunan yang tertuang didalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat dapat berkelanjutan dan sejalan
dengan Misi 5-nya yakni “Mendorong Pengarusutamaan Lingkungan Hidup untuk
Pembangunan Berkelanjutan”.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis peta kawasan hutan dan
peta penggunaan lahan di Provinsi Sulawesi Barat diketahui bahwa terdapat konflik
pemanfaatan kawasan yang tidak sesuai dengan fungsinya seperti terdapatnya
lahan pertanian dan permukiman di dalam kawasan lindung dan kawasan hutan
untuk tujuan budidaya (produksi). Provinsi Sulawesi Barat memiliki luasan kawasan
lindung (hutan lindung, suaka alam dan kawasan lindung Provinsi) sebesar 38,13%
dari luas provinsi keseluruhan (629.097,26 ha) dan kawasan budidaya Kehutanan
(hutan produksi, produksi terbatas dan produksi konversi) sebesar 26,57% dari luas
provinsi keseluruhan (438.357,45 ha). Namun, dari luasan kawasan tersebut
terdapat pemanfaatan kawasan yang tidak sesuai dengan fungsinya yang disajikan
pada Tabel 7.2, 7.3, 7.4 dan 7.5 berikut.

Tabel 7.2 Pemanfaatan Lahan Pertanian di Dalam Kawasan Lindung


Pertanian Lahan Kering Dalam Kawasan Lindung
(Hutan Lindung, Suaka Alam dan Kawasan Lindung Provinsi)
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Majene Sendana 2.016,07
Ulumanda 1.519,66
Tammerodo 1.057,57
Tubo Sendana 272,6
Malunda 245,17
Banggae Timur 113,37
Pamboang 39,38
Mamasa Sumarorong 5.878,12
Tabang 5.591,88
Tabulahan 4.762,81
Messawa 3.699,38
Tanduk Kalua 2.824,41
Pana 2.644,59
Buntu Malangka 1.709,31
Sesenapadang 1.480,03

166
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Pertanian Lahan Kering Dalam Kawasan Lindung


(Hutan Lindung, Suaka Alam dan Kawasan Lindung Provinsi)
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Mamasa 1.359,44
Tawalian 571,12
Nosu 371,12
Aralle 362,16
Mambi 184,05
Bambang 160,42
Balla 129,02
Mehalaan 30,95
Mamuju Tapalang Barat 5.435,72
Simboro 2.509,07
Kalukku 1.960,98
Bonehau 1.906,12
Kalumpang 1.858,63
Tapalang 803,99
Mamuju 659,73
Mamuju Tengah Karossa 602,44
Tobadak 2,84
Pasangkayu Pasangkayu 1.007,25
Dapurang 530,42
Baras 213,07
Bambalamotu 129,03
Pedongga 105,24
Tikke Raya 103,77
Lariang 53,45
Bulu Taba 19,22
Polewali Mandar Tubbi Taramanu 9.405,03
Alu 6.680,86
Matangnga 5.388,83
Tapango 3.657,65
Binuang 2.812,28
Matakali 1.702,42
Limboro 1.284,34
Anreapi 1.096,26
Bulo 541,35
Campalagian 70,65
Luyo 36,3
Mapilli 3,81
Total 87.603,38

167
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 7.3 Pemanfaatan Lahan Pertanian di Dalam Kawasan Budidaya Kehutanan

Pertanian Lahan Kering Dalam Kawasan Budidaya Kehutanan


(Hutan Produksi, Produksi Konversi dan Produksi Terbatas)
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Majene Malunda 1.669,63
Ulumanda 1.444,97
Tubo Sendana 27,85
Mamasa Tabulahan 1.576,71
Balla 1.445,96
Mambi 1.188,15
Aralle 1.174,97
Bambang 1.146,93
Nosu 1.071,68
Mamasa 683,5
Sumarorong 551,53
Buntu Malangka 550,17
Tanduk Kalua 319,21
Sesenapadang 286,83
Mehalaan 220,95
Rantebulahan Timur 45,92
Messawa 1,95
Mamuju Kalukku 11.742,62
Papalang 5.923,83
Tommo 4.954,99
Sampaga 3.447,29
Bonehau 1.682,54
Tapalang 1.471,70
Mamuju 819,92
Simboro 113,92
Kalumpang 71,2
Mamuju Tengah Topoyo 5.043,05
Pangale 3.915,20
Karossa 1.201,32
Tobadak 1.025,47
Budong-Budong 2,14
Pasangkayu Bambalamotu 3.480,26
Bulu Taba 3.452,15
Baras 1.050,83

168
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Pertanian Lahan Kering Dalam Kawasan Budidaya Kehutanan


(Hutan Produksi, Produksi Konversi dan Produksi Terbatas)
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Dapurang 1.027,40
Bambaira 500,34
Sarjo 154,58
Pasangkayu 149,91
Duripoku 101,31
Tikke Raya 94,29
Polewali Mandar Bulo 4.833,69
Tubbi Taramanu 3.965,97
Mapilli 2.051,05
Tapango 1.850,22
Matangnga 1.772,41
Luyo 304,74
Total 79.611,29

Tabel 7.4 Lahan Permukiman di Dalam Kawasan Lindung


Permukiman Dalam Kawasan Lindung
(Hutan Lindung, Suaka Alam Dan Kawasan Lindung Provinsi)
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Mamuju Bonehau 34,24
Pasangkayu Pedongga 8,99
Pasangkayu 8,23
Total 51,46

Tabel 7.5 Lahan Permukiman di Dalam Kawasan Budidaya Kehutanan


Permukiman Didalam Kawasan Budidaya Kehutanan
(Hutan Produksi, Produksi Konversi Dan Produksi Terbatas)
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Pasangkayu Tikke Raya 26,44
Pedongga 0,55
Total 26,99

Dari tabel-tabel diatas dapat dilihat bahwa hampir di seluruh wilayah


administrasi kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat terdapat disfungsi kawasan
hutan dimana terdapat pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat seperti
membuka kawasan hutan menjadi lahan pertanian dan permukiman. Sehingga dari

169
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

data dan informasi tersebut, pemanfaatan kawasan hutan untuk lahan pertanian
dan permukiman yang memiliki luasan cukup besar pada kecamatan-kecamatan di
setiap kabupaten dapat diarahkan sebagai lokus prioritas dalam implementasi
sasaran dan program RPJMD terkait dengan pelibatan masyarakat didalam
pengelolaan kawasan hutan seperti dengan mewujudkan program perhutanan
sosial.
Perhutanan sosial merupakan salah satu program pemberdayaan
masyarakat dalam mengelola kawasan hutan. Masyarakat dapat memiliki akses
kelola hutan dengan pemanfaatan hasil hutan yang sesuai prinsip kelestarian.
Program perhutanan sosial yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi
Barat adalah sekitar 50.000 ha, namun sampai saat ini baru sekitar 43.933,23 ha
yang teridentifikasi secara spasial (berdasarkan data Peta Indikatif Areal
Perhutanan Sosial). Keberadaan desa dalam kawasan hutan lindung sering
menimbulkan konflik tenurial dengan berbagai pihak yang berkepentingan. Oleh
karena itu penanganan konflik tenurial dalam kawasan hutan tersebut dapat ditinjau
dari Permen LHK Nomor. 84/Menlhk-Setjen/2015. Pada Permen LHK juga diatur
tentang pelaksanaan penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan melalui
perhutanan sosial dan mediasi pada berbagai skema pengelolaan.
Akan tetapi dari hasil penyesuaian antara peta indikatif areal perhutanan
sosial dengan peta rencana kehutanan tingkat provinsi, luasan areal perhutanan
sosial Provinsi Sulawesi Barat yakni 43.933,23 ha sebagian besar (34.670,69 ha)
berada pada arahan kawasan untuk pengusahaan hutan skala BESAR (tujuan
utamanya diarahkan untuk pengusahaan hutan skala besar (korporasi) dengan
berbagai skema, antara lain IUPHHK-HA/HT/RE) sedangkan sisanya hanya
9.262,54 ha pada arahan kawasan untuk pengusahaan hutan skala KECIL (tujuan
utamanya diarahkan untuk pengusahaan hutan skala kecil (masyarakat) dengan
berbagai skema (HTR, HKm, HD). Pada kawasan ini diharapkan peran serta dan
akses masyarakat terhadap sumber daya hutan menjadi terbuka). Adapun
rinciannya disajikan pada Tabel 7.6 dan 7.7 di bawah ini.

170
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Gambar 7.1 Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial Provinsi Sulawesi Barat

171
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Tabel 7.6 Lokasi Indikatif Areal Perhutanan Sosial pada Kawasan Pengusahaan
Hutan Skala Besar
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Mamasa Sumarorong 330,94
Nosu 423,6
Mamuju Tapalang 0,94
Mamuju 133,23
Papalang 190,97
Tommo 783,46
Sampaga 880,87
Kalukku 898,27
Bonehau 5.165,24
Kalumpang 16.514,16
Mamuju Tengah Karossa 815,57
Topoyo 128,47
Pasangkayu Bambaira 416,91
Bambalamotu 1.774,61
Baras 6,93
Dapurang 5.625,11
Duripoku 290,65
Pasangkayu 277,84
Tikke Raya 12,91
Total 34.670,69

Tabel 7.7 Lokasi Indikatif Areal Perhutanan Sosial pada Kawasan Pengusahaan
Hutan Skala Kecil
Kabupaten Kecamatan Luas (ha)
Mamasa Nosu 4,79
Mamuju Bonehau 22,99
Kalukku 127,15
Kalumpang 1.446,15
Mamuju 26,69
Papalang 228,02
Sampaga 1,55
Tapalang 0,64
Tommo 9,53
Mamuju Tengah Karossa 368,27
Topoyo 222,03
Pasangkayu Bambaira 393,34
Bambalamotu 5.208,52
Dapurang 820,1
Duripoku 0,93
Pasangkayu 361,83
Tikke Raya 20,02
Total 9.262,54

172
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Dari tabel diatas, diketahui bahwa luasan areal indikatif untuk pelibatan
masyarakat dalam pengelolaan hutan saat ini jika mengikuti rencana kehutanan
yang telah disusun oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, masih sangat minim.
Sehingga jika kedepannya arahan indikatif perhutanan sosial ini dijadikan sebagai
landasan dalam pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan
diperlukan alternatif mekanisme pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan
yang dilakukan pada kawasan dengan pengusahaan skala besar. Akan tetapi, jika
alternatif ini dilakukan, konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan
hutan akan mengalami hambatan karena pengelolaan hutan akan didominasi oleh
perusahaan-perusahaan besar. Terdapat beberapa rekomendasi yang dapat
dilakukan dalam rangka mengoptimalkan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan
hutan melalui mekanisme program perhutanan sosial yakni dengan melakukan
revisi terhadap lokus-lokus wilayah yang terdapat dalam peta indikatif perhutanan
sosial yang telah ada saat ini dan mengikuti rencana kehutanan tingkat provinsi
yang telah disusun oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat sebelumnya.
Berdasarkan data dari Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi yang telah
disusun oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, luas kawasan untuk
pengusahaan hutan skala kecil yakni tujuan utamanya diarahkan untuk
pemanfaatan berbasis masyarakat dengan berbagai skema (HTR, HKm, HD)
sekitar 42.840,70 ha dengan rincian disajikan pada Tabel 7.8 berikut.

Tabel 7.8 Rencana Kawasan untuk Pengusahaan Skala Kecil


No Kabupaten Luas (ha)
1 Majene 4.400,98
2 Polewali Mandar 6.079,16
3 Mamasa 6.395,03
4 Pasangkayu 7.833,27
5 Mamuju 8.160,05
6 Mamuju Tengah 9.972,21
Total 42.840,70

173
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

Gambar 7.2 Peta Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP)


Provinsi Sulawesi Barat

174
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

BAB 8. INTEGRASI REKOMENDASI KLHS

Integrasi muatan rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis dilakukan


untuk menyatukan atau mengharmonisasikan proses pembangunan suatu wilayah
dan/atau Kebijakan dan Program. Tabel berikut memperlihatkan integrasi muatan
rekomendasi dalam Kebijakan dan Program.

Tabel 8.1 Integrasi Muatan Rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis


No Rekomendasi Perbaikan Integrasi
3 Otoritas kawasan perkebunan Akan dikaji lebih lanjut oleh OPD
sawit perlu diperhatikan oleh dinas terkait serta akan dimasukkan
instansi terkait dengan mengurangi pada saat Revisi RPJMD
luas kawasan yang di peruntukkan
4 Pembangunan infrastruktur Sudah termuat di dalam Kebijakan
sebaiknya diarahkan ke wilayah- dan Program, prioritas
wilayah yang minim infrstruktur. pembangunan infrastruktur akan
Sebagai tambahan, Kab. Polman ditindaklanjuti ke dalam Renstra
dan Pasangkayu merupakan OPD dengan memperhatikan
daerah yang telah memiliki kewenangan Pemerintah Provinsi
infrastruktur yang cukup memadai berdasarkan peraturan perundang-
dibandingkan dengan daerah undangan
lainnya. Dengan demikian,
pembangunan infrastruktur perlu
diprioritaskan di kabupaten
lainnya.
5 Ada 3 wilayah yang dapat menjadi Sudah termuat di dalam Kebijakan
rekomendasi pengembangan dan Program, pembangunan
wilayah perbatasan di Sulbar yakni mendukung akses pendidikan
Kab.Mamasa dan akan ditindaklanjuti ke dalam
Kab.Pasangkayu serta Renstra OPD terkait dengan
Kab.Polman. Ketiga wilayah memperhatikan kewenangan
tersebut menjadi pintu gerbang Pemerintah Provinsi berdasarkan
penguatan daerah tertinggal dan peraturan perundang-undangan
aksesibilitas Sulbar dengan
provinsi tetangga. Utamanya,
dalam memperbaiki akses
pendidikan di kawasan pinggiran.
6 Mempersiapkan paket-paket Akan ditambahkan kedalam
teknologi yang sesuai dan ramah Kebijakan dan Program saat revisi
lingkungan dalam program- RPJMD
program pengembangan wilayah
perbatasan yang wajib diawasi
secara ketat oleh para pemangki
kepentingan di wilayah-wilayah
yang saling berbatasan

175
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

No Rekomendasi Perbaikan Integrasi


7 Perwujudan pembangunan Akan ditindaklanjuti berupa
infrastruktur transportasi laut harus penyusunan Dokumen Lingkungan
memperhatikan kondisi ekosistem sebelum pelaksanaan
pesisir pada wilayah-wilayah yang pembangunan transportasi laut
dapat dikembangkan.
8 Untuk mendorong pembangunan Sudah termuat di dalam Kebijakan
infrastruktur yang lebih efektif dan dan Program, prioritas
tepat sasaran, sebaiknya arah pembangunan infrastruktur akan
pengembanganya diarahkan ke ditindaklanjuti ke dalam Renstra
daerah yang ketersediaan OPD terkait dengan
infrastrkturnya lebih rendah, memperhatikan kewenangan
tentunya daerah tersebut Pemerintah Provinsi berdasarkan
sebaiknya dikembangkan diluar peraturan perundang-undangan
Kab. Polman dan Pasangkayu, dan memperhatikan kualitas dan
sebab wilayah tersebut dianggap kuantitas infrastruktur di masing-
telah memiliki infrastruktur yang masing kabupaten.
relatif memadai dibandingkan
dengan daerah lainnya.
9 Kegiatan eksplorasi dan Akan ditindaklanjuti berupa
pengelolaan potensi Energi pada penyusunan Dokumen Lingkungan
wilayah yang dilakukan perlu sebelum melakukan explorasi dan
melakukan kajian rona awal untuk pengelolaan potensi energi
mengetahui besarnya resiko yang utamanya pada kecamatan yang
akan di timbulkan. Wilayah yang dimaksud
termasuk ialah: Kecamatan
Malunda, Pamboang, Banggae,
Balanipa, Campalagian, Kalukku,
Papalang, Pangale, Budong-
Budong, Sapanga, Pangale,
Baras, Lariang, Pasangkayu,
Pedongga, Karossa, Tikke Raya,
Bambalamotu
10 Implementasi kegiatan ini harus Akan ditindaklanjuti berupa
didahului dengan Kajian penyusunan Dokumen Lingkungan
Lingkungan dan/atau AMDAL yang sebelum melakukan explorasi dan
baik. pengelolaan potensi energi
utamanya pada kecamatan yang
dimaksud
11 Melakukan Pengawasan secara Akan ditindaklanjuti melalui
massif meliputi administarasi/tata Renstra OPD terkait
laksana; operasional; kompetensi
aparatur; dan pelaksanaan
program pengelolaan usaha
pertambangan
12 Daerah yang justru tidak Akan ditindaklanjuti melalui
dianjurkan untuk pengembangan Renstra OPD terkait dengan

176
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

No Rekomendasi Perbaikan Integrasi


wilayah pemukiman baru adalah memprioritaskan pengembangan
mayoritas berada di Kab. Polewali pemukiman pada kabupaten lain
Mandar dan Kab. Mamuju sebab diluar kabupaten yang dimaksud
wilayah tersebut sudah cukup
padat pemukiman. Sedangkan
Kab. Mamasa, meskipun masih
banyak wilayah yang minim
pemukim, namun infrastruktur
daerah tersebut masih belum
memadai sehingga kurang baik
untuk pemukiman.
13 Mencari lokasi pengembangan lain Akan dikaji dalam Rencana
dengan tingkat keragaman Pembangunan dan
ekosistem atribut wilayah pesisir Pengembangan Perumahan dan
yang relative rendah. Kawasan Permukiman (RP3KP)
Provinsi Sulawesi Barat yang
dalam tahap penyusunan.
14 Untuk mencapai misi pemerataan Akan ditindaklanjuti melalui
pembangunan dan mempersempit Renstra OPD terkait dengan
ketimpangan antar wilayah, memperhatikan Angka Backlog
sebaiknya arah pengembangan dan Kondisi Perumahan di masing-
pemukiman diarahkan ke daerah masing Kabupaten
yang tidak padat pemukim, dan
menghindari daerah padat
pemukim yakni Kab.Polewali
Mandar dan Kab.Mamuju
15 Untuk menghindari mis-alokasi Akan ditindaklanjuti melalui
pengembangan kawasan Renstra OPD terkait dengan
transmigrasi dan inefektifitas memperhatikan ketersediaan dan
pembangunan transmigrasi, kesesuaian lahan.
sebaiknya program tersebut
dialokasikan ke daerah yang tidak
padat pemukim seperti
Kab.Polewali Mandardan
Kabupaten Mamuju.
16 Pengembangan komoditi pangan Sudah termuat di dalam KRP dan
khusus perikanan, pertanian, akan lebih dijabarkan di dalam
perkebunan misalnya industri skala Renstra OPD
menengah, skala rumah tangga
17 Pengembangan Kawasan Akan ditindaklanjuti berupa
agroidustri sekala besar dan penyusunan Dokumen Lingkungan
industry pengolahan hasil sebelum pengembangan kawasan
perikanan harus memprhatikan industri tersebut
ekosistem-ekosistem periaran
yang akan menjadi lokasi
pembuangan air limbah yang
dihasilkan.

177
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RPJMD SULAWESI BARAT TAHUN 2017-2022

No Rekomendasi Perbaikan Integrasi


18 Pengembangan industri pariwisata Sudah termuat di dalam KRP dan
dengan pelibatan masyarakat akan lebih dijabarkan di dalam
sekitar kawasan secara Renstra OPD
berkelanjutan. Implementasi dapat
difokuskan pada Kec. Sarudu, dan
Tinambung
19 Harus mengikuti arahan RZWP Sudah termuat di dalam Kebijakan
dan Good Management Practice dan Program dan akan lebih
kawsan wisata bahari. dijabarkan di dalam Renstra OPD
20 Menghindari pembukaan lahan Sudah termuat di dalam Kebijakan
baru (ekstensifikasi) di kawasan dan Program dan akan lebih
mangrove sebagai upaya preventif dijabarkan di dalam Renstra OPD
terhadap kemungkinan
terganggunya keanekaragaman
hayati yang dikandung oleh
mangrove.
21 Trawl dapat diberikan izin untuk Akan ditindaklanjuti oleh OPD
kapal-kapal bertonase di atas 15 terkait
GT pada kedalaman di atas 300 m.
Ukuran mata jarring sebaiknya
diberlakukan untuk penangkapan
ikan di laut dangkal (littoral zone),
dengan ukuran minimal 9 cm.
22 Pemilihan kawasan budidaya (laut, Akan Ditindaklanjuti oleh OPD
payau atau tawar) harus terkait dengan memperhatikan
memperhatikan faktor-faktor: RZWP3K Provinsi Sulawesi Barat
kecepatan arus, gelombang, jenis
substrat sedimen, kelandaian
lahan dan sumber air bersih
sebagai bahan baku kegiatan
budidaya.

178

Anda mungkin juga menyukai