Anda di halaman 1dari 20

KAJIAN DOKUMEN KLHS RPJMD KOTA PADANG

TAHUN 2019-2024
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Instrumen Lingkungan

Dosen pengampu:

1. Widhi Himawan S.Si., M.Si


2. Sapta Suhardono S.Pd., M.Sc

Disusun oleh:

1. Albertus Ady P. M0818002


2. Avni Milvesa E. M0818008
3. Hanna Ad'Hani M0818017
4. Natasha Nancy M0818028

Program Studi S1 Ilmu Lingkungan


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Upaya Pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan lingkungan dari kerusakan
sebagai akibat eksternalitas negatif dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan beberapa instrumen
pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup, salah satunya adalah Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS menjadi dasar dalam pengambilan keputusan
Kebijakan, Rencana, dan/atau Program, hal tersebut yang membuat KLHS sangat penting.
Apabila prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan telah dipertimbangkan dan
diintegrasikan dalam pengambilan keputusan pembangunan maka diharapkan kemungkinan
terjadinya dampak negatif suatu Kebijakan, Rencana, dan/atau Program terhadap Lingkungan
Hidup dapat dihindari (Muzaqi dan Ambulanto, 2020). Perubahan sistem pemerintahan yang
awalnya sangat sentralisasi dan didominasi oleh pemerintah pusat beralih menjadi
terdesentralisasi sejak dimulainya era otonomi daerah. Pemerintah daerah diberikan
wewenang yang lebih besar dan sumber keuangan baru (desentralisasi fiscal) yang lebih
banyak untuk mendorong proses pembangunan didaerah (desentralisasi pembangunan).
Kebijakan pembangunan daerah yang selama ini hanya pendukung dari kebijakan nasional,
mulai mengalami perubahan sesuai dengan aspirasi yang berkembang di daerah (Febrina dan
Isril, 2019).
Perubahan paradigma dan pendekatan dalam perencanaan pembangunan nasional
yang dicanangkan melalui penetapan kebijakan peraturan perundang-undangan (Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah) pada
prinsipnya merupakan upaya untuk menata kembali dan mengedepankan penyusunan
perencanaan pembangunan nasional dan daerah secara sistematis, terarah, terpadu,
menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan, serta menjamin keterkaitan dan
konsistensi antara perencanaan, pelaksanaan, serta pengendalian dan evaluasi pelaksanaan
rencana pembangunan. Upaya mencapai keberhasilan pembangunan daerah tersebut
membutuhkan perencanaan strategis yang dirumuskan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) (Wijono, 2019). Agar pembangunan bisa terlaksana
secara menyeluruh terarah dan terpadu, maka perlu adanya suatu perencanaan yang cukup
matang yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai agar segala hal yang direncanakan
dapat terwujud dengan baik (Lantaeda dkk., 2017).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran
dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan memperhatikan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan
umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan perangkat daerah, dan
program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif (Yandra, 2016). Secara teknis, penyusunan KLHS
RPJMD Kota Padang tahun 2019-2024 mengacu pada Permendagri No. 7 Tahun 2018, yang
menegaskan bahwa tim penyusun KLHS RPJMD, yang ditetapkan dengan keputusan Kepala
Daerah, melakukan pengkajian pembangunan berkelanjutan yang mencakup kondisi umum
daerah, capaian indikator tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang relevan, dan pembagian
peran antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Ormas, Filantropi, Pelaku Usaha, serta
Akademisi dan pihak terkait lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil dari kajian KLHS bersifat strategik, karena menghasilkan rekomendasi untuk
penyempurnaan KRP yang tertuang dalam RPJMD Kota Padang Tahun 2019-2024. Dengan
kata lain, dengan adanya implementasi KLHS ini diharapkan pembangunan yang
berkelanjutan dapat diwujudkan di Kota Padang.

Tujuan
1.
2.
BAB II
GAMBARAN UMUM KOTA PADANG
Kondisi Fisik Dasar
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980 luas wilayah administrasi
Kota Padang adalah 694,96 Km². Dalam tahun 2000 dilakukan rekonstruksi administrasi kota
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 menyebabkan penambahan luas
administrasi menjadi 1.414,96 Km² (720,00 Km² adalah lautan). Pada tahun 1980 wilayah
Kota Padang yang sebelumnya terdiri dari 3 Kecamatan dengan 15 Kampung dikembangkan
menjadi 11 Kecamatan dan 193 Kelurahan. Kemudian dengan ditetapkan Peraturan Daerah
Nomor 10 Tahun 2005 dilakukan penggabungan kelurahan menjadi 104 Kelurahan. Wilayah
kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Koto Tangah yaitu 232,25 Km² atau 33,42%,
sedangkan wilayah kecamatan yang terkecil luasnya adalah Kecamatan Padang Barat yaitu 7
Km² atau 1,01%.

Gambar 2.1 Peta Administrasi Kota Padang

Kota Padang adalah ibukota Provinsi Sumatera Barat yang terletak di pantai barat
Pulau Sumatera memiliki posisi astronomis antara 100º05’05’’ BT – 100º34’09’’ BT dan
00º44’00’’ LS – 01º08’35’’ LS dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Padang Pariaman, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Solok, sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan, dan sebelah barat berbatasan dengan
Samudera Hindia. Kota Padang secara fisik mempunyai ciri berbeda dengan kota-kota
lainnya di Provinsi Sumatera Barat. Terdapat tiga ciri yang menonjol yaitu wilayah pantai
(yaitu seluruh wilayah pinggiran pantai berhadapan dengan Samudera Hindia), wilayah
dataran rendah (yaitu wilayah yang sebagian besar sudah berkembang dan bagian wilayah
pusat kota), dan wilayah dataran tinggi (yaitu wilayah yang berada pada lereng Bukit Barisan
yang melingkari Kota Padang).
Wilayah Kota Padang memiliki topografi yang bervariasi, perpaduan daratan yang
landai dan perbukitan bergelombang yang curam. Sebagian besar topografi wilayah Kota
Padang memiliki tingkat kelerangan lahan rata-rata 40%. Kondisi topografi wilayah kota
secara umum memiliki karakteristik perpaduan pantai, daratan dan perbukitan bergelombang
yang curam. Ketinggian wilayah dari permukaan laut berada pada 0 meter sampai di atas
1.853 meter dari permukaan laut. Penggunaan lahan di Kota Padang dapat dibedakan atas dua
kelompok utama, yaitu lahan sawah sekitar 7,42% dan lahan non sawah sekitar 92,58%.
Diantara 92,58% tersebut sebagian besar masih merupakan hutan lebat, yaitu sekitar 51,01%,
sedangkan lebih kurang 10,06% digunakan sebagai areal tanah perumahan dan industri.
Selebihnya lahan digunakan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, pemerintahan, dan
sebagainya.

Kondisi Kependudukan
Pada tahun 2018, penduduk Kota Padang mencapai 939.112 jiwa, naik 11.944 jiwa
dari tahun 2010. Kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Kecamatan Koto
Tangah yaitu sebesar 193.427 ribu jiwa sedangkan Kecamatan dengan jumlah penduduk
terendah ditempati oleh Kecamatan Bungus Teluk Kabung yaitu sebesar 25.174 ribu jiwa.
Rasio jenis kelamin pada tahun 2015 tercatat sebesar 99,72 yang berarti setiap 100 orang
wanita berbanding dengan sekitar 99 orang laki-laki. Dibandingkan tahun 2016 terlihat
kenaikan rasio jenis kelamin, di mana pada tahun 2016 perbandingannya menunjukkan setiap
100 orang wanita terdapat 100 orang laki–laki. Dari jumlah maupun rasio jenis kelamin,
terlihat bahwa di Kota Padang jumlah penduduk perempuan dan penduduk laki-laki
seimbang.

Kondisi Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi diukur melalui perkembangan PDRB atas dasar harga konstan
pada suatu periode ke periode (tahun ke tahun). Laju pertumbuhan PDRB menurut harga
konstan menunjukkan pertumbuhan secara riil yang tidak dipengaruhi oleh inflasi pada setiap
sektor pada PDRB. Selama lima tahun terakhir ekonomi Kota Padang rata-rata sebesar 6,38
% setiap tahunnya. Pertumbuhan tertinggi dicapai tahun 2013 dengan laju pertumbuhan
sebesar 6,66 % dan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2012 yakni sebesar 6,16 %.
Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi mencapai 6,48 %, laju pertumbuhan tersebut sedikit
mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2015 yang mencapai 6,39
%. Dilihat dari output ekonomi atau pendapatan regional, nilai PDRB Kota Padang
menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 sebesar Rp.41,26 Triliun
meningkat menjadi sebesar Rp.44,92 Triliun pada tahun 2015 dan 2016 telah mencapai
Rp.49,29 Triliun. Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2014 sampai dengan
tahun 2016 dapat dilihat bahwa struktur perekonomian di Kota Padang masih didominasi oleh
4 sektor lapangan usaha utama yaitu lapangan uaha Peradangan Besar & Eceran Rep Mobil &
Sepeda Motor, lapangan usaha Transportasi & Pergudangan, lapangan usaha Industri
Pengolahan, dan lapangan usaha Konstruksi.
Sektor lapangan usaha Peradangan Besar & Eceran Reparasi Mobil & Sepeda Motor
memberikan kontribusi terhadap total PDRB tahun 2014 yakni sebesar 16,65 %. Kondisi ini
tidak jauh berbeda dengan kondisi di tahun 2016 dimana sektor ini menyumbang total PDRB
sebesar 16,71 %. Sektor lapangan usaha Transportasi & Pergudangan memberikan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 15,97 %. Kontribusi sektor ini meningkat pada tahun 2015 menjadi
sebesar 16,03 % dan sebesar 16,11 % pada tahun 2016. Hal ini dikarenakan Kota Padang
memiliki peran sektral dalam lalu lintas kota/kabupaten di Sumatera Barat, serta jumlah
kendaraan terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada sektor lapangan usaha Industri
Pengolahan, kontribusi terhadap PDRB mengalami penurunan dari tahun 2014 ke tahun 2015
dan tahun 2016. Pada tahun 2014 kontribusi sektor industri pengolahan sebesar 15,91 %
kemudian turun menjadi 15,39 % pada tahun 2015 dan selanjutnya di tahun 2016 hanya
sebesar 14,86 %. Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat sektor ini memegang posisi
yang strategis dalam meningkatkan kapasitas produksi dan daerah. Kemudian, sektor
lapangan usaha Konstruksi memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 9,66 % dan
meningkat pada tahun 2016 menjadi 10,06 %. Sementara itu jika dilihat dari sisi pengeluaran
maka PDRB Kota Padang sebagian besar dibentuk oleh konsumsi rumah tangga yaitu
mencapai 51,5 %. Selanjutnya sebesar 31,14 % disumbangkan oleh pembentukan modal tetap
bruto (PMTB) dan konsumsi pemerintah sebesar 16 %.
Secara umum terjadi peningkatan PDRB per kapita setiap tahunnya. Pada Tahun 2014
PDRB per kapita sebesar Rp 46,39 Juta. Di tahun berikutnya pada 2015 PDRB per kapita
meningkat menjadi Rp.49,78 juta atau naik sebesar 7,31 persen. Selanjutnya pada tahun 2016
PDRB perkapita mencapai sebesar 53,88 juta. Dengan demikian pada tahun 2016 terjadi
peningkatan sebesar 8,24 %. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku meskipun terus
mengalami peningkatan tetapi belum menggambarkan secara riil pertumbuhan ekonomi per
kapita penduduk, karena harga-harga yang dijadikan acuan masih menurut harga di tahun
tersebut yang masih dipengaruhi oleh faktor inflasi. Untuk melihat pendapatan per kapita
secara riil, maka digunakan PDRB per kapita atas harga konstan. Secara riil pertumbuhan
ekonomi per kapita penduduk Kota Padang tertinggi pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 37,17
rupiah. Selanjutnya terjadi sedikit peningkatan pada tahun 2015 menjadi Rp 38,98 juta atau
naik sebesar 4,88%. Kemudian pada tahun 2016 mencapai Rp 40,83 atau meningkat sebesar
4,75% dibanding tahun 2015

RTRW Kota Padang Tahun 2010-2030


A. Rencana struktur ruang
Gambar 1 Rencana Sistem Pusat-Pusat Pelayanan Kota Gambar 2 Rencana Sistem Pusat-Pusat Pelayanan Kota
Padang 10 Tahun Pertama Padang 10 Tahun Kedua

B. Rencana pola ruang

Gambar 3 Peta Rencana Pola Ruang Kota Padang

Rencana Pola Ruang Wilayah Kota merupakan rencana distribusi peruntukan ruang
dalam wilayah kota yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
rencana peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Rencana Pola Ruang Wilayah Kota
Padang sampai tahun 2030 mencakup rencana pengembangan kawasan lindung (kawasan
hutan lindung dan hutan suaka alam wisata, kawasan perlindungan setempat, ruang terbuka
hijau, kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana) dan rencana pengembangan kawasan
budidaya (kawasan perumahan, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perkantoran
pemerintah, kawasan industri dan pergudangan, kawasan pariwisata, kawasan pusat olahraga
dan rekreasi, ruang evakuasi bencana, peruntukan lainnya).
C. Rencana kawasan startegis
Kawasan strategis Kota Padang meliputi kawasan yang mempunyai pengaruh penting
dalam pengembangan ekonomi, kawasan yang mempunyai pengaruh penting dalam
pengembangan sosial budaya, dan/atau kawasan yang mempunyai pengaruh penting dalam
pelestarian lingkungan dan mitigasi bencana. Kawasan strategis kota yang memiliki pengaruh
penting dalam pengembangan ekonomi terdiri dari Kawasan Strategis Teluk Bayur, Kawasan
Strategis Indarung, Kawasan Bungus, Kawasan Padang Industrial Park (PIP), Kawasan
Strategis Gunung Padang. Kawasan strategis kota yang memiliki pengaruh penting dalam
pengembangan sosial budaya terdiri dari Kawasan Strategis Pusat Pemerintahan Kota dan
Kawasan Strategis Pusat Kota (lama). Kawasan strategis kota yang memiliki pengaruh
penting dalam pelestarian lingkungan dan mitigasi bencana terdiri dari Kawasan Strategis
Sepanjang Pantai Padang dan Kawasan Strategis Taman Hutan Raya Bung Hatta.
Profil Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
Jasa ekosistem daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kota Padang terdiri
atas 20 jasa ekosistem. Dari Kajian Dokumen Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan
Hidup Kota Padang Tahun 2018, dapat diilustrasikan bahwa (1) rata-rata daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup (DDDTLH) Kota Padang memiliki kategori sangat tinggi
dan tinggi, kecuali untuk jasa penyediaan pangan, jasa penyediaan air bersih dan jasa budaya
tempat tinggal, (2) karena ekoregion Kota Padang tidak akan berubah dalam jangka pendek,
maka untuk mempertahankan DDDTLH jasa ekosistem tersebut diperlukan upaya untuk
menjaga tutupan lahan eksisting terutama hutan lahan kering primer, hutan lahan kering
sekunder, sawah irigasi, perkebunan campuran dan permukiman, (3) perencanaan
pembangunan pada kecamatan dengan jasa ekosistem kategori sangat tinggi dan tinggi
diantaranya adalah Kecamatan Koto Tangah, Pauh, Lubuk Kilangan, Bungus Teluk Kabung
dan Kuranji, perlu diperhatikan agar tidak menghilangkan jasa ekosistem pada
kecamatankecamatan tersebut. Berikut adalah Daya Dukung Daya Tampung menurut
Kecamatan terhadap 20 jasa ekosistem tersebut.
1. Jasa ekosistem penyediaan
Jasa ekosistem penyediaan adalah barang yang dihasilkan oleh ekosistem dan
dimanfaatkan secara langsung oleh manusia. Daya dukung Kota Padang untuk jasa
penyediaan berdasarkan rata-rata persentase luas dari kelima jasa penyediaan masih cukup
tinggi untuk kategori sangat tinggi dan tinggi yaitu dengan nilai 50,10%.
Tabel 2 Ringkasan Daya Dukung Kota Padang dalam Jasa Penyediaan, 2018
Presentase Luas DDDTLH
N Nama Jasa
Sangat Tinggi & Sedang Rendah & Sangat Rendah
o Penyediaan
Tinggi
1 Pangan 17,86% 6,68% 75,46%
2 Air bersih 14,86% 8,54% 76,60%
3 Serat 73,73% 12,07% 14,20%
4 Bahan bakar 80,07% 11,60% 8,33%
5 SD Genetik 63,99% 6,21% 29,79%
Rata-rata 50,10% 9,02% 40,88%

Tinggi rendahnya jasa ekosistem penyediaan dipengaruhi oleh ekoregion dan tutupan
lahan yang mendukung jasa penyediaan tersebut. Dalam jasa penyediaan, ekoregion yang
berpengaruh untuk kategori sangat tinggi dan tinggi diantarnya adalah datarn fluvio gunung
api, dataran fluvio marin dan pegunungan patahan. Sedangkan tutupan lahan yang
berpengaruh antara lain adalah hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder,
perkebunan campuran dan sawah irigasi.
2. Jasa ekosistem regulasi
Jasa ekosistem pengaturan adalah manfaat yang diperoleh manusia dari ekosistem
melalui pengaturan yang dilakukan oleh ekosistem. Siklus kehidupan dalam ekosistem
menghasilkan barang dan jasa yang dapat dimanfaatkan manusia. Daya tampung jasa
pengaturan Kota Padang untuk semua jenis jasa (8 jasa) memiliki persentase untuk kategori
sangat tinggi dan tinggi dominan. Rata-rata persentase kategori dangat tinggi dan tinggi jasa
pengaturan Kota Padang adalah 66,97%, seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 3 Ringkasan Daya Tampung Kota Padang dalam Jasa Pengaturan, 2018
Presentase Luas DDDTLH
N
Nama Jasa Penyediaan Sangat Tinggi & Sedang Rendah & Sangat Rendah
o
Tinggi
1 Iklim 72,86% 8,69% 18,45%
2 Tata aliran air dan banjir 73,72% 15,15% 11,13%
3 Perlindungan bencana 60,80% 27,32% 11,89%
4 Pemurnian air 75,56% 7,02% 17,42%
5 Penguraian limbah 59,21% 23,62% 17,17%
6 Kualitas udara 72,15% 3,25% 24,60
7 Penyerbukan alami 70,68% 19,30% 10,02
8 Pengendalian hama 50,80% 15,25% 33,95
Rata-rata 50,10% 14,95% 18,08%

Ekoregion yang mempengaruhi kategori sangat tinggi dan tinggi dalam jasa pengaturan
adalah pegunungan patahan. Sedangkan tutupan lahan yang mempengaruhi secara umum
adalah hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, perkebunan campuran dan
sawah irigasi.
3. Jasa ekosistem budaya
Jasa ekosistem budaya adalah jasa yang dihasilkan oleh lingkungan hidup yang dapat
mendukung manusia dalam menopang kehidupan sosial dan budaya. Jasa ini berupa jasa non-
material melalui pengayaan budaya, perkembangan kognitif, refleksi, rekreasi dan estetika.
Lingkungan hidup memiliki daya dukung bagi manusia dalam memanfaatkan jasa ekosistem
bagi tujuan sosial budaya tersebut, dan pada saat yang bersamaan juga menyerap limbah dari
kegiatan sosial dan budaya tersebut. Jasa ekosistem budaya ini memberikan daya dukung dan
sekaligus juga daya tampung. Secara umum rata-rata persentase jasa budaya dengan kategori
sangat tinggi dan tinggi adalah 65,05%.
Tabel 4 Ringkasan Daya Dukung Kota Padang dalam Jasa Budaya, 2018
N Nama Jasa Presentase Luas DDDTLH
o Penyediaan Sangat Tinggi & Tinggi Sedang Rendah & Sangat Rendah
1 Tempat tinggal 19,54% 10,06% 70,41%
2 Rekreasi 96,72% 1,91% 1,37%
3 Estetika (alam) 78,89% 18,05% 3,06%
Rata-rata 65,05% 10,01% 24,95%

Secara umum, ekoregion yang mempengaruhi jasa budaya adalah dataran fluvio gunung
api, dataran fluvio marin, dataran aluvial dan pegunungan patahan. Sementara itu, tutupan
lahan yang mempengaruhi adalah permukiman, sawah irigasi, hutan lahan kering primer dan
hutan lahan kering sekunder.

4. Jasa ekosistem pendukung


Jasa Ekosistem Pendukung adalah jasa ekosistem yang diperlukan untuk
menghasilkan jasa ekosistem lainnya. Daya dukung dan daya tampung jasa pendukung di
Kota Padang dengan kategori sangat tinggi dan tinggi mempunyai rata-rata 62,51%. Keempat
jenis jasa ini memiliki presentase kategori sangat tinggi dan tinggi di atas 50%.

Tabel 5 Ringkasan Daya Dukung dan Daya Tampung Kota Padang dalam Jasa Pendukung, 2018
Presentase Luas DDDTLH
N Nama Jasa
Sangat Tinggi & Sedang Rendah & Sangat Rendah
o Penyediaan
Tinggi
1 Pembentukan tanah 57,91% 23,34% 18,74%
2 Siklus hara 53,58% 16,98% 29,44%
3 Produksi primer 73,59% 8,64% 17,76%
4 Biodiversitas 64,97% 11,47% 23,56%
Rata-rata 62,51% 12,36% 23,59%

Ekoregion yang mempengaruhi jasa ini adalah pegunungan patahan, dataran fluvio
gunung api dan dataran fluvio marin. Sedangkan Tutupan lahan yang mempengaruhi jasa ini
adalah hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder.

CAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)


Gambaran Umum Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)
Untuk memenuhi komitmen pemerintah dalam pelaksanaan pencapaian TPB,
Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. TPB bertujuan untuk menjaga peningkatan
kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan
kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang
inklusif dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Indonesia mengembangkan indikator TPB
sebanyak 319 indikator dari 94 target/sasaran global dan 17 goals. Dari 319 indikator TPB
Indonesia 21 indikator bersifat khusus untuk daerah tertentu dan 298 indikator bersifat umum,
sehingga setiap daerah memiliki jumlah indikator yang berbeda sesuai dengan kewenangan dan
kondisi wilayahnya.

Rincian TPB Kota Padang


Jumlah indikator yang menjadi kewenangan kota adalah 222 indikator. Namun karena
kondisi geografis Kota Padang, dilakukan penambahan 8 indikator pada TPB Nomor 14
(Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Laut, Samudera dan Maritim) sehingga total
indikator TPB yang dievaluasi pada dokumen KLHS ini adalah 230 indikator.

Tabel III.1 Jumlah Indikator TPB Kota Padang


Tujuan Pembangunan
No Jumlah Indikator Persentase
Berkelanjutan
1 Tanpa Kemiskinan 25 11%
2 Tanpa Kelaparan 11 5%
3 Kehidupan sehat dan sejahtera 34 15%
4 Pendidikan berkualitas 13 6%
5 Kesetaraan gender 14 6%
6 Air bersih dan sanitasi layak 18 8%
7 Menjamin akses energi 2 1%
8 Pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan layak 19 8%
9 Infrastruktur,industri dan inovasi 13 6%
10 Mengurangi kesenjangan 6 3%
11 Kota dan pemukiman berkelanjutan 20 9%
12 Pola produksi dan konsumsi berkelanjutan 5 2%
13 Penanganan perubahan iklim 2 1%
konservasi dan pemanfaatan sumber daya laut,
14 8 3%
samudera dan maritim
Pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan
15 4 2%
ekosistem darat
16 Perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang kokoh 21 9%
17 Kemitraan untuk mencapai tujuan 15 7%
Total 230 100%

Evaluasi Pelaksanaan TPB Kota Padang

Gambar 3.1 Proporsi Capaian TPB Kota Padang

Keterangan :
SS = Sudah terlaksana dan sudah tercapai
SB = Sudah terlaksana dan belum tercapai
TT = Sudah terlaksana tapi tidak ada target di Perpres
NA = Tidak ada data/belum terlaksana

Indikator TPB di Kota Padang yang telah


dilaksanakan dan mencapai target mencapai 18 % (42 dari
total 230 indikator). Dibandingkan dengan 4 kategori di
atas, proporsi pelaksanaan TPB Kota Padang secara umum masih didominasi oleh
ketidaktersediaan data/belum dilaksanakan (45%). TPB yang paling tinggi tingkat
ketercapaiaannya adalah TPB 3 yaitu kehidupan sehat dan sejahtera. Sementara itu, terdapat 5
TPB yang masih belum tercapai sama sekali diantaranya:
1. TPB 7 Energi bersih dan terjangkau;
2. TPB 8 Pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan layak;
3. TPB 9 Infrastruktur, indusri dan inovasi
4. TPB 12 Pola Produksi dan konsumsi yang bertanggungjawab; dan
5. TPB 16 Perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang kokoh.
TPB dengan kategori sudah terlaksana tetapi belum mencapai target tertinggi adalah TPB 1
Tanpa Kemiskinan (10 Indikator). TPB dengan kategori belum terlaksana dan tidak ada data
tertinggi adalah TPB 16 Perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang kokoh (13 Indikator).

Capaian TPB Menurut Pilar


No Nama Pilar Jumlah Sudah Sudah Sudah Tidak Ada
Indikator Terlaksana Terlaksana Terlaksana Data/Belum
dan dan Belum Tapi Tidak Terlaksana
Tercapai Tercapai Ada Target (NA)
(SS) (SB) (TT)
1 Sosial 97 28 21 19 29
2 Lingkungan 57 11 10 8 28
3 Ekonomi 55 3 13 6 33
4 Hukum dan 21 0 6 2 13
Tata Kelola
Jumlah 230 42 50 35 103

Capaian TPB Menurut Jenis Urusan


Berdasarkan perhitungan, dari 30 kategori urusan dengan 230 indikator, 40 indikator
termasuk dalam kategori Sudah Terlaksana dan Tercapai (SS), 53 indikator dengan kategori Sudah
Terlaksana dan Belum Tercapai (SB), 34 indikator termasuk dalam kategori Sudah Terlaksana Tapi
Tidak Ada Target (TT), serta yang terbanyak yaitu yg termasuk kedalam kategori Tidak Ada
Data/Belum Terlaksana (NA) sebanyak 103 indikator. kategori urusan bidang kesehatan
mempunyai jumlah indikator terbesar sekaligus mempunyai jumlah indikator terbanyak untuk
kategori sudah dilaksanakan dan sudah mencapai target (15 indikator) serta katagori tidak ada
data (12 indikator).

Tidak semua jenis urusan di atas merupakan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Oleh
karena itu, Indikator TPB Kota Padang juga dikelompokkan berdasarkan SPM. SPM merupakan
ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan
Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal. Berikut adalah capaian TPB
berdasarkan SPM
No Nama SPM Jumlah Indikator SS SB TT NA
1 Kesehatan 26 15 3 4 4
2 Ketentraman, Ketertiban 12 2 2 6 2
Umum dan Perlindungan
Masyarakat
3 Pekerjaan Umum 7 0 3 0 4
4 Pendidikan 13 3 5 2 3
5 Perumahan Rakyat 1 0 0 0 1
6 Sosial 4 2 2 0 0
Total 63 22 15 12 14

RUMUSAN ISU STRATEGIS


Dalam Dokumen KLHS RPJMD Kota Padang 2019, bab ini berisikan tentang hasil
konsultasi publik mengenai analisis isu strategis, analisis DDDTLH Kota Padang, analisis isu
strategis berdasarkan tujuan TPB dan SKPD, dan kondisi Kota Padang dan keterkaitannya
dengan capaian pembangunan berkelanjutan di Kota Padang.

Rumusan Isu Strategis Berdasarkan Konsultasi Publik


Penapisan strategis dilakukan dalam rapat Pokja yang dilakukan dengan justifikasi dan
pertimbangan tenaga ahli. Dari rapat tersebut, dihasilkan beberapa isu strategis yang ada di
Kota Padang, antara lain:
1. Alih fungsi lahan
2. Fluktuasi debit sungai
3. Tingginya intensitas dan peluang terjadinya bencana alam
4. Peningkatan volume timbulan sampah
5. Pertambahan jumlah penduduk

Alih Fungsi Lahan


Tingginya alih fungsi lahan berdampak besar pada DDDTLH Kota Padang, terutama
dalam sektor penyediaan pangan, pengaturan tata aliran air dan banjir, pengaturan pemurnian
air, dan pengaturan penguraian dan pengolahan limbah. DDDTLH yang tidak seimbang akan
berdampak pada upaya pencapaian TPB, terutama dalam menghilangkan kelaparan,
mencapai ketahanan pangan dan gizi baik, meningkatkan pertanian berkelanjutan, menjamin
kehidupan yang sehat, meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk, menjamin
ketersediaan dan pengelolaan air bersih, dan adanya sanitasi yang layak dan berkelanjutan.
Meskipun terencana, alih fungsi lahan tetap merubah fungsi lahan pertanian menjadi
area non pertanian yang akan menurunkan kemampuan alam dan lingkungan dalam produksi
pangannya. Peningkatan pembangunan pemukiman dan jasa perkotaan juga diprediksikan
dapat meningkatkan potensi banjir dan adanya gangguan dalam penataan aliran air.
Penurunan daya dukung dan daya tampung tersebut dapat menghambat pembangunan
berkelanjutan Kota Padang.

Fluktuasi Debit Sungai dan Kualitas Air

A. Kuantitas Air
Sungai-sungai yang ada di Kota Padang dipasok sebagian besar oleh air hujan dan air
tanah. Secara garis besar, daerah aliran sungai yang ada di Kota Padang terdiri dari DAS Air
Dingin, DAS Air Timbalun, DAS Batang Kuranji, DAS Batang Arau, DAS Batang Kandis,
dan DAS Sungai Pisang. Lahan kitis yang ada di daerah aliran sungai Kota Padang
diantaranya.
1. Lahan Kritis di Hulu Sungai
a. Hulu Sungai Batang Aru : Pada kawasan sebelah timur dan udara, Indarung, telah
terjadi pembabatan hutan untuk pengambilan bahan baku semen (batu kapur) dan
tidak ditanami kembali sehingga kawasan Indarung mengalami erosi berat dan hutan
gundul.
b. Hulu Sungai Batang Kuranji : Ketika hujan turun, air sungai berwarna kuning gelap
dan pada hulu sungai terdapat penambangan bahan galian C berupa pasir batu dan
kerikil
c. Hulu Sungai Batang Air Dingin : Kondisi hutan di kawasan ini masih termasuk baik
meskipun telah terdapat indikasi ke arah pengrusakan dengan dibukanya akses jalan
baru dan pembukaan lahan perkebunan yang menyebabkan erosi di hulu sungai.
d. Hulu Sungai Batang Kandis : Pada kawasan ini dapat ditemukan padang alang-alang
sebesar kurang lebih 369 Ha yang dikhawatirkan dapat memberi dampak pada erosi di
hulu sungaidan meluapnya debit sungai saat musim hujan.
2. Lahan Kritis di Daerah Dataran Sungai
a. Dataran Sungai Batang Arau : Terjadi perlebaran sungai akibat erosi yang
menyebabkan kawasan pertanian yang langsung berbatasan dengan sungai. Selain itu,
erosi juga menyebabkan perubahan warna air sungai. Di kawasan tersebut juga
terdapat pabrik yang mempengaruhi kualitas air sungai sehingga air di hilir Sungai
Batang Arau tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat.
b. Dataran Sungai Batang Kuranji : Erosi menyebabkan ambruknya lahan di kedua sisi
sungai. Hal tersebut dikarenakan banyaknya penambangan sirtukil pada badan sungai,
daerah hulu sungai yang telah gundul sehingga debit air mudah meningkat ketika
hujan dan merusak tebing, serta membawa pecahan batu dan lumpur yang berasal dari
hulu.
c. Dataran Sungai Batang Air Dingin : dataran pada sungai ini cenderung bertambah
lebar akibat adanya aktivitas penambangan bahan galian C dan adanya pengikisan
tebing sungai oleh besarnya debit air ketika hujan.
3. Lahan Kritis di Daerah Hilir Sungai
a. Hilir Batang Arau : pada tebing hilir sungai, telah dilakukan pembetonan tebing
melalui proyek pengendalian banjir sehingga tidak terjadi erosi dan pelebaran badan
sungai.
b. Hilir Batang Kuranji : kedua sisi sungai telah dilakukan pembetonan sehingga potensi
runtuhan tebing berkurang.
c. Hilir Batang Air Dingin : pada kawasan ini, terdapat tanggul sungai yang landai dan
adanya cekungan pantai yang rendah dan terisi oleh air laut ketika pasang naik.
Kawasan ini memiliki ketinggian 0-1 m dari permukaan laut. Sebelah utara dan
selatannya dipenuhi oleh perumahan yang lantai rumahnya cukup rendah yang
menyebabkan kerawanan banjir yang tinggi. Kawasan rawan banjir seluas kurang
lebih 6 Ha.
d. Hilir Batang Kandis : kawasan ini terdiri dari lahan gambut yang cukup rendah
sehingga sering terjadi pendangkalan dan sedimentasi sungai. Kawasan ini terancam
oleh erosi sungai dan gelombang laut dengan indikasi tanggul sungai yang terlalu
rendah karena tanah gambut dan adanya pendangkalan sungai akibat sedimentasi yang
cukup tinggi.
e. Hilir Batang Timbalun : sungai ini memiliki 2 muara, dimana muara yang satu
memiliki kondisi yang cukup parah dan muara lainnya memiliki aliran air yang
lancar. Mulut muara dengan kondisi buruk tersebut sering tertutup ketika musim
kemarau sehingga menimbulkan genangan dan akan terbuka ketika musim hujan.
Aliran air yang menuju muara ini berkelok dan memiliki banyak endapan yang
ditimbuni ilalang dan nipah sehingga menimbulkan banjir saat musim hujan.

A. Kualitas Air Permukaan


Secara garis besar, kalitas air sungai di Kota Padang termasuk ke dalam golongan
tercemar ringan sampai sedang, terutama Sungai Batang Arau, Batang Kuranji, Batang
Kandis, dan Batang Air Dingin. Penurunan kualitas air sungai telah dibuktikan dengan
pengecekan parameter air berupa COD, BOD5 , DO, total coliform, nitrit, dan nitrat.
Pencemaran air tersebut bersumber dari:
1. Limbah industri (bahan kimia cair dan padatan, sisa bahan bakar, tumpahan minyak
dan oli, kebocoran pipa minyak tanah yang ditimbun dalam tanah)
2. Pengurangan lahan hijau atau hutan akibat perumahan dan bangunan
3. Limbah pertanian (pembakaran lahan dan penggunaan pestisida)
4. Limbah pengolahan kayu
5. Penggunaan bom ikan oleh nelayan
6. Rumah tangga (limbah cair MCK, sampah padatan plastik, kaleng, baterai, deterjen,
sisa makanan dan sayuran)
Berdasarkan pengukuran kualitas air dengan Indeks Pencemaran di 4 sungai besar di Kota
Padang, didapatkan kategori hasil:
1. Sungai Batang Arau : tercemar ringan
2. Sungai Batang Kuranji : tercemar ringan
3. Sungai Batang Kandis : tercemar ringan
4. Sungai Batang Air Dingin : baik
Sungai tersebut mengalami pencemaran akibat semakin tingginya pemukiman dan pusat
perekonomian pada bagian hilir sungai. Selain itu, diketahui pula bahwa belum ada sistem
pengolahan air limbah rumah tangga terintegrasi sehingga limbah domestik mempengaruhi
kualitas hilir sungai.
1. Kualitas Air Danau Cimpago
Diketahui terjadi penurunan kualitas air yang dinilai dari parameter COD, BOD, dan
DO. Penurunan kualitas air diketahui oleh perilaku masyarakat sekitar yang
membuang sampah ke danau.
2. Kondisi Air Tanah (sumur penduduk)
Diketahui kondisi air pada sumur penduduk masih memenuhi baku mutu, kecuali
untuk parameter zat organik.
3. Kualitas Air Laut
Diketahui kualitas air laut sudah tidak lagi memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan
berdasarkan KEPMENLH No. 51 Tahun 2004. Parameter kualitas air yang melewati
baku mutu antara lain pH, nitrat, fosfat, sulfida, dan senyawa fenol.
Tingginya Intensitas dan Peluang Terjadinya Bencana Alam
Tingginya rawan bencana mengurangi kemampuan Kota Padang dalam mencapai
TPB 9, yaitu membangun infrastruktur yang tangguh, meningkatkan industri yang inklusif
dan berkelanjutan, serta mendorong inovasi, dan TPB 11 yaitu menjadikan kota dan
pemukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan.
A. Kebencanaan
Potensi terjadinya bencana di Kota Padang berasal dari berbagai sumber, antara lain:
a. Bencana banjir : Bencana banjir Kota Padang dipicu oleh alih fungsi lahan dan curah
hujan yang tinggi.
b. Kebakaran Hutan dan Lahan : Kebakaran hutan pada umumnya disebabkan oleh
pembukaan lahan untuk perumahan dan aktivitas lahan berpindah oleh masyarakat.
c. Bencana Gempa dan Tanah Longsor : Pada tahun 2017, terjadi gempa tektonik pada
pesisir selatan kota dan bencana longsor sebanyak 3 kali.
d. Tsunami

Peningkatan Volume Timbulan Sampah


Komposisi sampah yang ditemukan di Kota Padang adalah 30,8% sisa makanan,
30,7% sampah plastik, 12,6% sampah kertas, dan sisanya berupa karet, ranting, daun, dan
lain-lain.

Pertambahan Jumlah Penduduk


Laju pertumbuhan penduduk ini menyebabkan tekanan penduduk terhadap sumber
daya alam dan lahan yang menghasilkan peningkatan alih fungsi lahan, meningkatnya limbah
dan polusi yang dihasilkan, dan bertambahnya beban yang harus dijangkau untuk mencapai
tujuan pembangunan berkelanjutan.

Rumusan Isu Strategis Berdasarkan DDDTLH


Perhitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kota Padang
menggunakan metode perbandingan ketersediaan dan kebutuhan yang mengacu pada
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya
Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah.
Analisis DDDTLH Metode Supply and Demand
1. Daya Dukung Air Permukaan : Kondisi daya dukung air di Kota Padang saat ini adalah
surplus sehingga ketersediaan lebih besar dari kebutuhan air.
2. Daya Dukung Pangan : Saat ini, ketersediaan dan kebutuhan pangannya defisit sehingga
produksi lebih kecil daripada konsumsi. Pada tahun 2023, diproyeksikan pula bahwa daya
dukung pangan tetap defisit.
3. Daya Dukung Fungsi Lindung : Daya dukung Kota Padang dihitung dengan rasio
kawasan dengan fungsi lindung. Daya dukung lahan Kota Padang sebesar 0,78 atau
termasuk ke dalam kategori tinggi.

Analisis TPB dengan DDDTLH Jasa Ekosistem


Analisis TPB dengan DDDTLH Jasa Ekosistem terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut:
a. Mengkaji keterkaitan TPB dengan DDDTLH
b. Analisis data tabular DDDTLH
c. Analisis pengaruh keterkaitan
d. Penyusunan skenario dengan pertimbangan DDDTLH

Rumusan Isu Strategis Berdasarkan Evaluasi TPB yang Belum Tercapai dan Tidak ada
Data

No Bidang Isu Strategis


.
1 Pekerjaan SPM
umum dan 1.Belum tercapainya jumlah rumah tangga yang memiliki akses
penataan terhadap layanan sumber air minum dan sanitasi layak dan
ruang berkelanjutan
2.Belum tercapainya kapasitas prasarana air baku untuk melayani
rumah tangga, perkotaan dan industri, serta penyediaan air baku
untuk pulau-pulau.
3.Infrastruktur air limbah dengan sistem terpusat skala kota,
kawasan dan komunal
NON SPM
1. Rendahnya kualitas pengelolaan lumpur tinja perkotaan dan
dilakukan pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
2. Jumlah kawasan perkotaan metropolitan yang terpenuhi standar
pelayanan perkotaan (SPP)
3. Penyediaan RTH
2. Lingkungan 1. Belum tercapainya Persentase sampah perkotaan dan sampah B3
Hidup (non yang tertangani.
SPM) 2. Belum mengembangkan dan menerapkan green waste di kawasan
perkotaan metropolitan.
3. Jumlah perusahaan yang menerapkan sertifikasi SNI ISO 14001.

SKENARIO CAPAIAN TPB

Untuk pencapaian target, arah kebijakan dan program yang telah dijalankan saat ini perlu
dilanjutkan. Perlu diketahui bahwa target yang ditetapkan dalan TPB dalah target pada tahun
2030, sehingga bila memang bila saat ini target tsb belum tercapai perlu dibuat target antara
sampai akhir periode RPJMD (tahun 2023). Memperhatikan lebih jauh kondisi pencapaian target
saat ini diperkirakan penyebab belum tercapainya target tsb karena beberapa hal di bawah ini:
1. Target yang ditetapkan adalah target nasional dan merupakan target yang baru saja
dirumuskan sesuai Perpres No 59/ 2017.
2. Adanya perbedaan nomenklatur dalam indikator untuk pencapaian target.
3. Belum adanya kesesuaian antara arah kebijakan departemen terkait yang membawahi OPD
pada tingkat Propinsi dan Kabupaten Kota dalam mencapai Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan.
4. Terlalu detailnya indikator yang terdapat dalam pencapaian TPB yang sebagian sudah
tercakup dalam indikator yang telah ada.

Mewujudkan TPB yang targetnya belum tercapai


a. Melanjutkan program program yang telah dijalankan sesuai periode sebelumnya dengan
melakukan inovasi inovasi serta pemilihan strategi baru yang antara lain meliputi.
1. Peningkatan koordinasi perencanaan antar sektor seperti BPBD dan Dinas Sosial, Dinas
Kesehatan dan Dinas Pangan, Dinas Perizinan dan Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas
Pemukiman .
2. Pengembangan pendataan yang disesuaikan dengan indikator TPB
3. Peningkatan Kapasitas Perencanaan berbasis ekonomi dan lingkungan melalui
intensifikasi koordinasi Bappeda dan Dinas Lingkungan Hidup. 2
b. Meningkatkan efektifitas pengelolaan limbah B3, penyalah gunaan obat dan Napza ,
penyediaan air bersih, pengendalian pemanfaatan ruang.
1. Mendorong berdirinya perusahan pengumpul, pengolah dan penyimpanan limbah B3.
2. Intensifikasi kampanye bahaya merokok, penyalahgunaan NAPZA dan alkohol.
3. Memperluas jangkauan dan jumlah penduduk terlayani air bersih.

Pencapaian TPB yang belum pernah dilaksanakan


a. Membentuk forum yang mendukung pemanfaatan keanekaragaman hayati (darat dan laut)
berkelanjutan dengan para pihak untuk meningkatkan PDRB lewat kerjasama internasional .
b. Mengembangkan sistim informasi kelautan untuk mendukung pengembangan nilai manfaat
sumber daya laut berkelanjutan.
c. Mengembangkan regulasi untuk mengatur pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan
dan berbasis ekosistem.
d. Memperkuat kelembagaan pemantauan dan pengendalian spesies invasif.

Pembagian Peran
Kurang lebih terdapat 56 pihak dengan perannya masing-masing yang berkontribusi
untuk Kota Padang yang terdiri dari berbagai macam bidang seperti bidang lingkungan,
sanitasi, air minum, infastruktur pemukiman, kesetaraan gender, informasi dan komunikasi,
ekonomi, koperasi dan UKM, ketenagakerjaan, kesehatan, sosial, pendidikan, serta peternaka
dan pertanian. Dan latar belakang seperti, ormas/LSM, perbankan, dan lain-lain. Pihak
tersebut sudah berkontribusi dan membantu Pemerintah Kota Padang dalam mencapai Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan. Partisipasi para pihak melalui Kemitraan Multipihak (KMP)
merupakan instrumen penting dalam pelaksanaan TPB di Indonesia. Hal ini mendorong
seluruh pemangku kepentingan untuk mengawali pelaksanaan KMP dalam skala nasional dan
lokal. KMP dipandang sebagai metode kerja, pendekatan, dan kelembagaan yang relevan
dikembangkan. Selain itu, KMP dapat mempercepat dan memperluas cakupan program dan
hal-hal yang telah dilakukan untuk mencapai Tujuan TPB (Bahagijo dkk, 2019).

BAB III
KESIMPULAN

Daftar Pustaka

Bahagijo, M., H. Santono and M. Okitasari. (2019). Panduan Kemitraan Multipihak untuk


Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Ministry of National
Development and Planning of Indonesia/BAPPENAS.

Febrina, R., & Isril. (2019). Proses Politik Dalam Pembahasan Ranperda Kota Pekanbaru
Tentang RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2017-2022. Prosiding Seminar Penelitian dan
Pengabdian pada Masyarakat FISIP Universitas Riau. Pekanbaru: 06 Desember 2018.
Hal. 484-509.
Lantaeda, S. B., F. D. Lengkong, & J. Ruru. (2017). Peran Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Dalam Penyusunan RPJMD Kota Tomohon. Jurnal Administrasi Publik, 4(48):
1-9.
Muzaqi, A. H., & T. Ambulanto. (2020). Pemetaan Isu Strategis Dalam Penyusunan
Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Malang.
Jurnal Mediasosian: Jurnal Ilmu Sosial dan Administrasi Negara, 4(2): 172-192.
Wijono, B. D. (2019). Analisa Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
Jawa Timur dengan RPJMD. DIA: Jurnal Administrasi Publik, 17(1), 66-82.
Yandra, A. (2016). Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kota Pekanbaru 2012-2017. PUBLIKA: Jurnal Ilmu
Administrasi Publik, 2(1), 48-58.

Rekomendasi Hasil

Albertus Ady Prasetya


Menurut pendapat saya KLHS RPJM yang telah disusun ini sudah cukup lengkap. Di dalam
dokumen ini sudah dimasukkan evaluasi dari dokumen yang telah disusun sebelumnya
seperti dinamika dalam pembangunan. Dalam dokumen juga telah mengangkat isu-isu
strategis dalam pembangungan Kota Padang dan hasil rekomendasinya telah sesuai dengan
konsep pembangunan berkelanjutan. Selain itu dokumen ini juga telah mencakup rona
lingkungan yang cukup lengkap. Akan tetapi dalam dokumen ini masih memiliki beberapa
kekurangan seperti pada beberapa bagian masih hanya sekedar menulis kembali hasil data
yang diperoleh, belum ditunjukkannya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan
keputusan, dan tidak adanya kajian terkait satwa dan fauna endemik sehingga dokumen ini
masih belum dapat dikatakan telah mengkaji secara holistik.

Avni Milvesa Evadianty


Agar dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan dan program dapat terlaksana dengan baik,
maka perlu meningkatkan kerja sama secara intensif antara penduduk sekitar hutan pada hulu
hulu sungai dengan para pemanfaat air dibagian hilir melalui skema Payment for
Environmental Services. Pada dokumen dijelaskan bahwa masih terdapat program-program
yang belum terlaksana maupun targetnya belum tercapai, oleh karena itu pemerintah bersama
masyarakat perlu meningkatkan kerja sama dengan stakeholder terkait dalam rangka
mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan yang targetnya belum tercapai, tujuan
pembangunan berkelanjutan yang belum pernah dilaksanakan, serta meningkatkan dan
mengendalikan pemanfaatan anggaran agar tujuan pembangunan berkelanjutan dapat
tercapai.

Hanna Ad’hani
Menurut saya dokumen KLHS RPJMD Kota Padang Tahun 2019-2024 sudah dipaparkan
dengan cukup lengkap. Dokumen KLHS RPJMD ini sudah berusaha
memasukkan/mengangkat isu-isu strategis di wilayah Kota Padang, dilihat dari penambahan 8
indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) karena menyesuaikan dengan kondisi
geografis Kota Padang. Data dan peta yang disajikan juga sudah cukup lengkap, mencakup
RTRW dan profil DDDTLH Kota Padang. Namun, pada penjelasan beberapa data yang ada
hanya sekedar mendeskripsikan peta/tabel data dan belum menjelaskan dan mengkaji secara rinci
dan holistik. Serta, menurut saya pada dokumen ini masih belum membahas dengan detail
mengenai keterlibatan masyarakat terkait penyusunan dokumen KLHS RPJMD tersebut.

Natasha Nancy
Dalam bab rumusan isu strategis, pembahasan tentang Fluktuasi Debit Sungai dan Kualitas
Air dirasa kurang informatif dan tidak terstruktur. Selebihnya, dokumen ini telah
menyampaikan konteks dan konten yang cukup baik. Keseluruhan dokumen ini dapat
dikategorikan ke kategori baik karena terdapat rekomendasi hasil di akhir dokumen, dimana
berisikan feedback ataupun masukan untuk meningkatkan pencapaian terhadap TPB yang
telah ditentukan.
LAMPIRAN

Cover Dokumen

Anda mungkin juga menyukai