TAHUN 2019-2024
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Instrumen Lingkungan
Dosen pengampu:
Disusun oleh:
Latar Belakang
Upaya Pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan lingkungan dari kerusakan
sebagai akibat eksternalitas negatif dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan beberapa instrumen
pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup, salah satunya adalah Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS menjadi dasar dalam pengambilan keputusan
Kebijakan, Rencana, dan/atau Program, hal tersebut yang membuat KLHS sangat penting.
Apabila prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan telah dipertimbangkan dan
diintegrasikan dalam pengambilan keputusan pembangunan maka diharapkan kemungkinan
terjadinya dampak negatif suatu Kebijakan, Rencana, dan/atau Program terhadap Lingkungan
Hidup dapat dihindari (Muzaqi dan Ambulanto, 2020). Perubahan sistem pemerintahan yang
awalnya sangat sentralisasi dan didominasi oleh pemerintah pusat beralih menjadi
terdesentralisasi sejak dimulainya era otonomi daerah. Pemerintah daerah diberikan
wewenang yang lebih besar dan sumber keuangan baru (desentralisasi fiscal) yang lebih
banyak untuk mendorong proses pembangunan didaerah (desentralisasi pembangunan).
Kebijakan pembangunan daerah yang selama ini hanya pendukung dari kebijakan nasional,
mulai mengalami perubahan sesuai dengan aspirasi yang berkembang di daerah (Febrina dan
Isril, 2019).
Perubahan paradigma dan pendekatan dalam perencanaan pembangunan nasional
yang dicanangkan melalui penetapan kebijakan peraturan perundang-undangan (Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah) pada
prinsipnya merupakan upaya untuk menata kembali dan mengedepankan penyusunan
perencanaan pembangunan nasional dan daerah secara sistematis, terarah, terpadu,
menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan, serta menjamin keterkaitan dan
konsistensi antara perencanaan, pelaksanaan, serta pengendalian dan evaluasi pelaksanaan
rencana pembangunan. Upaya mencapai keberhasilan pembangunan daerah tersebut
membutuhkan perencanaan strategis yang dirumuskan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) (Wijono, 2019). Agar pembangunan bisa terlaksana
secara menyeluruh terarah dan terpadu, maka perlu adanya suatu perencanaan yang cukup
matang yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai agar segala hal yang direncanakan
dapat terwujud dengan baik (Lantaeda dkk., 2017).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran
dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan memperhatikan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan
umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan perangkat daerah, dan
program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif (Yandra, 2016). Secara teknis, penyusunan KLHS
RPJMD Kota Padang tahun 2019-2024 mengacu pada Permendagri No. 7 Tahun 2018, yang
menegaskan bahwa tim penyusun KLHS RPJMD, yang ditetapkan dengan keputusan Kepala
Daerah, melakukan pengkajian pembangunan berkelanjutan yang mencakup kondisi umum
daerah, capaian indikator tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang relevan, dan pembagian
peran antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Ormas, Filantropi, Pelaku Usaha, serta
Akademisi dan pihak terkait lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil dari kajian KLHS bersifat strategik, karena menghasilkan rekomendasi untuk
penyempurnaan KRP yang tertuang dalam RPJMD Kota Padang Tahun 2019-2024. Dengan
kata lain, dengan adanya implementasi KLHS ini diharapkan pembangunan yang
berkelanjutan dapat diwujudkan di Kota Padang.
Tujuan
1.
2.
BAB II
GAMBARAN UMUM KOTA PADANG
Kondisi Fisik Dasar
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980 luas wilayah administrasi
Kota Padang adalah 694,96 Km². Dalam tahun 2000 dilakukan rekonstruksi administrasi kota
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 menyebabkan penambahan luas
administrasi menjadi 1.414,96 Km² (720,00 Km² adalah lautan). Pada tahun 1980 wilayah
Kota Padang yang sebelumnya terdiri dari 3 Kecamatan dengan 15 Kampung dikembangkan
menjadi 11 Kecamatan dan 193 Kelurahan. Kemudian dengan ditetapkan Peraturan Daerah
Nomor 10 Tahun 2005 dilakukan penggabungan kelurahan menjadi 104 Kelurahan. Wilayah
kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Koto Tangah yaitu 232,25 Km² atau 33,42%,
sedangkan wilayah kecamatan yang terkecil luasnya adalah Kecamatan Padang Barat yaitu 7
Km² atau 1,01%.
Kota Padang adalah ibukota Provinsi Sumatera Barat yang terletak di pantai barat
Pulau Sumatera memiliki posisi astronomis antara 100º05’05’’ BT – 100º34’09’’ BT dan
00º44’00’’ LS – 01º08’35’’ LS dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Padang Pariaman, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Solok, sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan, dan sebelah barat berbatasan dengan
Samudera Hindia. Kota Padang secara fisik mempunyai ciri berbeda dengan kota-kota
lainnya di Provinsi Sumatera Barat. Terdapat tiga ciri yang menonjol yaitu wilayah pantai
(yaitu seluruh wilayah pinggiran pantai berhadapan dengan Samudera Hindia), wilayah
dataran rendah (yaitu wilayah yang sebagian besar sudah berkembang dan bagian wilayah
pusat kota), dan wilayah dataran tinggi (yaitu wilayah yang berada pada lereng Bukit Barisan
yang melingkari Kota Padang).
Wilayah Kota Padang memiliki topografi yang bervariasi, perpaduan daratan yang
landai dan perbukitan bergelombang yang curam. Sebagian besar topografi wilayah Kota
Padang memiliki tingkat kelerangan lahan rata-rata 40%. Kondisi topografi wilayah kota
secara umum memiliki karakteristik perpaduan pantai, daratan dan perbukitan bergelombang
yang curam. Ketinggian wilayah dari permukaan laut berada pada 0 meter sampai di atas
1.853 meter dari permukaan laut. Penggunaan lahan di Kota Padang dapat dibedakan atas dua
kelompok utama, yaitu lahan sawah sekitar 7,42% dan lahan non sawah sekitar 92,58%.
Diantara 92,58% tersebut sebagian besar masih merupakan hutan lebat, yaitu sekitar 51,01%,
sedangkan lebih kurang 10,06% digunakan sebagai areal tanah perumahan dan industri.
Selebihnya lahan digunakan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, pemerintahan, dan
sebagainya.
Kondisi Kependudukan
Pada tahun 2018, penduduk Kota Padang mencapai 939.112 jiwa, naik 11.944 jiwa
dari tahun 2010. Kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Kecamatan Koto
Tangah yaitu sebesar 193.427 ribu jiwa sedangkan Kecamatan dengan jumlah penduduk
terendah ditempati oleh Kecamatan Bungus Teluk Kabung yaitu sebesar 25.174 ribu jiwa.
Rasio jenis kelamin pada tahun 2015 tercatat sebesar 99,72 yang berarti setiap 100 orang
wanita berbanding dengan sekitar 99 orang laki-laki. Dibandingkan tahun 2016 terlihat
kenaikan rasio jenis kelamin, di mana pada tahun 2016 perbandingannya menunjukkan setiap
100 orang wanita terdapat 100 orang laki–laki. Dari jumlah maupun rasio jenis kelamin,
terlihat bahwa di Kota Padang jumlah penduduk perempuan dan penduduk laki-laki
seimbang.
Kondisi Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi diukur melalui perkembangan PDRB atas dasar harga konstan
pada suatu periode ke periode (tahun ke tahun). Laju pertumbuhan PDRB menurut harga
konstan menunjukkan pertumbuhan secara riil yang tidak dipengaruhi oleh inflasi pada setiap
sektor pada PDRB. Selama lima tahun terakhir ekonomi Kota Padang rata-rata sebesar 6,38
% setiap tahunnya. Pertumbuhan tertinggi dicapai tahun 2013 dengan laju pertumbuhan
sebesar 6,66 % dan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2012 yakni sebesar 6,16 %.
Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi mencapai 6,48 %, laju pertumbuhan tersebut sedikit
mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2015 yang mencapai 6,39
%. Dilihat dari output ekonomi atau pendapatan regional, nilai PDRB Kota Padang
menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 sebesar Rp.41,26 Triliun
meningkat menjadi sebesar Rp.44,92 Triliun pada tahun 2015 dan 2016 telah mencapai
Rp.49,29 Triliun. Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2014 sampai dengan
tahun 2016 dapat dilihat bahwa struktur perekonomian di Kota Padang masih didominasi oleh
4 sektor lapangan usaha utama yaitu lapangan uaha Peradangan Besar & Eceran Rep Mobil &
Sepeda Motor, lapangan usaha Transportasi & Pergudangan, lapangan usaha Industri
Pengolahan, dan lapangan usaha Konstruksi.
Sektor lapangan usaha Peradangan Besar & Eceran Reparasi Mobil & Sepeda Motor
memberikan kontribusi terhadap total PDRB tahun 2014 yakni sebesar 16,65 %. Kondisi ini
tidak jauh berbeda dengan kondisi di tahun 2016 dimana sektor ini menyumbang total PDRB
sebesar 16,71 %. Sektor lapangan usaha Transportasi & Pergudangan memberikan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 15,97 %. Kontribusi sektor ini meningkat pada tahun 2015 menjadi
sebesar 16,03 % dan sebesar 16,11 % pada tahun 2016. Hal ini dikarenakan Kota Padang
memiliki peran sektral dalam lalu lintas kota/kabupaten di Sumatera Barat, serta jumlah
kendaraan terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada sektor lapangan usaha Industri
Pengolahan, kontribusi terhadap PDRB mengalami penurunan dari tahun 2014 ke tahun 2015
dan tahun 2016. Pada tahun 2014 kontribusi sektor industri pengolahan sebesar 15,91 %
kemudian turun menjadi 15,39 % pada tahun 2015 dan selanjutnya di tahun 2016 hanya
sebesar 14,86 %. Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat sektor ini memegang posisi
yang strategis dalam meningkatkan kapasitas produksi dan daerah. Kemudian, sektor
lapangan usaha Konstruksi memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 9,66 % dan
meningkat pada tahun 2016 menjadi 10,06 %. Sementara itu jika dilihat dari sisi pengeluaran
maka PDRB Kota Padang sebagian besar dibentuk oleh konsumsi rumah tangga yaitu
mencapai 51,5 %. Selanjutnya sebesar 31,14 % disumbangkan oleh pembentukan modal tetap
bruto (PMTB) dan konsumsi pemerintah sebesar 16 %.
Secara umum terjadi peningkatan PDRB per kapita setiap tahunnya. Pada Tahun 2014
PDRB per kapita sebesar Rp 46,39 Juta. Di tahun berikutnya pada 2015 PDRB per kapita
meningkat menjadi Rp.49,78 juta atau naik sebesar 7,31 persen. Selanjutnya pada tahun 2016
PDRB perkapita mencapai sebesar 53,88 juta. Dengan demikian pada tahun 2016 terjadi
peningkatan sebesar 8,24 %. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku meskipun terus
mengalami peningkatan tetapi belum menggambarkan secara riil pertumbuhan ekonomi per
kapita penduduk, karena harga-harga yang dijadikan acuan masih menurut harga di tahun
tersebut yang masih dipengaruhi oleh faktor inflasi. Untuk melihat pendapatan per kapita
secara riil, maka digunakan PDRB per kapita atas harga konstan. Secara riil pertumbuhan
ekonomi per kapita penduduk Kota Padang tertinggi pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 37,17
rupiah. Selanjutnya terjadi sedikit peningkatan pada tahun 2015 menjadi Rp 38,98 juta atau
naik sebesar 4,88%. Kemudian pada tahun 2016 mencapai Rp 40,83 atau meningkat sebesar
4,75% dibanding tahun 2015
Rencana Pola Ruang Wilayah Kota merupakan rencana distribusi peruntukan ruang
dalam wilayah kota yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
rencana peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Rencana Pola Ruang Wilayah Kota
Padang sampai tahun 2030 mencakup rencana pengembangan kawasan lindung (kawasan
hutan lindung dan hutan suaka alam wisata, kawasan perlindungan setempat, ruang terbuka
hijau, kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana) dan rencana pengembangan kawasan
budidaya (kawasan perumahan, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perkantoran
pemerintah, kawasan industri dan pergudangan, kawasan pariwisata, kawasan pusat olahraga
dan rekreasi, ruang evakuasi bencana, peruntukan lainnya).
C. Rencana kawasan startegis
Kawasan strategis Kota Padang meliputi kawasan yang mempunyai pengaruh penting
dalam pengembangan ekonomi, kawasan yang mempunyai pengaruh penting dalam
pengembangan sosial budaya, dan/atau kawasan yang mempunyai pengaruh penting dalam
pelestarian lingkungan dan mitigasi bencana. Kawasan strategis kota yang memiliki pengaruh
penting dalam pengembangan ekonomi terdiri dari Kawasan Strategis Teluk Bayur, Kawasan
Strategis Indarung, Kawasan Bungus, Kawasan Padang Industrial Park (PIP), Kawasan
Strategis Gunung Padang. Kawasan strategis kota yang memiliki pengaruh penting dalam
pengembangan sosial budaya terdiri dari Kawasan Strategis Pusat Pemerintahan Kota dan
Kawasan Strategis Pusat Kota (lama). Kawasan strategis kota yang memiliki pengaruh
penting dalam pelestarian lingkungan dan mitigasi bencana terdiri dari Kawasan Strategis
Sepanjang Pantai Padang dan Kawasan Strategis Taman Hutan Raya Bung Hatta.
Profil Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
Jasa ekosistem daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kota Padang terdiri
atas 20 jasa ekosistem. Dari Kajian Dokumen Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan
Hidup Kota Padang Tahun 2018, dapat diilustrasikan bahwa (1) rata-rata daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup (DDDTLH) Kota Padang memiliki kategori sangat tinggi
dan tinggi, kecuali untuk jasa penyediaan pangan, jasa penyediaan air bersih dan jasa budaya
tempat tinggal, (2) karena ekoregion Kota Padang tidak akan berubah dalam jangka pendek,
maka untuk mempertahankan DDDTLH jasa ekosistem tersebut diperlukan upaya untuk
menjaga tutupan lahan eksisting terutama hutan lahan kering primer, hutan lahan kering
sekunder, sawah irigasi, perkebunan campuran dan permukiman, (3) perencanaan
pembangunan pada kecamatan dengan jasa ekosistem kategori sangat tinggi dan tinggi
diantaranya adalah Kecamatan Koto Tangah, Pauh, Lubuk Kilangan, Bungus Teluk Kabung
dan Kuranji, perlu diperhatikan agar tidak menghilangkan jasa ekosistem pada
kecamatankecamatan tersebut. Berikut adalah Daya Dukung Daya Tampung menurut
Kecamatan terhadap 20 jasa ekosistem tersebut.
1. Jasa ekosistem penyediaan
Jasa ekosistem penyediaan adalah barang yang dihasilkan oleh ekosistem dan
dimanfaatkan secara langsung oleh manusia. Daya dukung Kota Padang untuk jasa
penyediaan berdasarkan rata-rata persentase luas dari kelima jasa penyediaan masih cukup
tinggi untuk kategori sangat tinggi dan tinggi yaitu dengan nilai 50,10%.
Tabel 2 Ringkasan Daya Dukung Kota Padang dalam Jasa Penyediaan, 2018
Presentase Luas DDDTLH
N Nama Jasa
Sangat Tinggi & Sedang Rendah & Sangat Rendah
o Penyediaan
Tinggi
1 Pangan 17,86% 6,68% 75,46%
2 Air bersih 14,86% 8,54% 76,60%
3 Serat 73,73% 12,07% 14,20%
4 Bahan bakar 80,07% 11,60% 8,33%
5 SD Genetik 63,99% 6,21% 29,79%
Rata-rata 50,10% 9,02% 40,88%
Tinggi rendahnya jasa ekosistem penyediaan dipengaruhi oleh ekoregion dan tutupan
lahan yang mendukung jasa penyediaan tersebut. Dalam jasa penyediaan, ekoregion yang
berpengaruh untuk kategori sangat tinggi dan tinggi diantarnya adalah datarn fluvio gunung
api, dataran fluvio marin dan pegunungan patahan. Sedangkan tutupan lahan yang
berpengaruh antara lain adalah hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder,
perkebunan campuran dan sawah irigasi.
2. Jasa ekosistem regulasi
Jasa ekosistem pengaturan adalah manfaat yang diperoleh manusia dari ekosistem
melalui pengaturan yang dilakukan oleh ekosistem. Siklus kehidupan dalam ekosistem
menghasilkan barang dan jasa yang dapat dimanfaatkan manusia. Daya tampung jasa
pengaturan Kota Padang untuk semua jenis jasa (8 jasa) memiliki persentase untuk kategori
sangat tinggi dan tinggi dominan. Rata-rata persentase kategori dangat tinggi dan tinggi jasa
pengaturan Kota Padang adalah 66,97%, seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 3 Ringkasan Daya Tampung Kota Padang dalam Jasa Pengaturan, 2018
Presentase Luas DDDTLH
N
Nama Jasa Penyediaan Sangat Tinggi & Sedang Rendah & Sangat Rendah
o
Tinggi
1 Iklim 72,86% 8,69% 18,45%
2 Tata aliran air dan banjir 73,72% 15,15% 11,13%
3 Perlindungan bencana 60,80% 27,32% 11,89%
4 Pemurnian air 75,56% 7,02% 17,42%
5 Penguraian limbah 59,21% 23,62% 17,17%
6 Kualitas udara 72,15% 3,25% 24,60
7 Penyerbukan alami 70,68% 19,30% 10,02
8 Pengendalian hama 50,80% 15,25% 33,95
Rata-rata 50,10% 14,95% 18,08%
Ekoregion yang mempengaruhi kategori sangat tinggi dan tinggi dalam jasa pengaturan
adalah pegunungan patahan. Sedangkan tutupan lahan yang mempengaruhi secara umum
adalah hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, perkebunan campuran dan
sawah irigasi.
3. Jasa ekosistem budaya
Jasa ekosistem budaya adalah jasa yang dihasilkan oleh lingkungan hidup yang dapat
mendukung manusia dalam menopang kehidupan sosial dan budaya. Jasa ini berupa jasa non-
material melalui pengayaan budaya, perkembangan kognitif, refleksi, rekreasi dan estetika.
Lingkungan hidup memiliki daya dukung bagi manusia dalam memanfaatkan jasa ekosistem
bagi tujuan sosial budaya tersebut, dan pada saat yang bersamaan juga menyerap limbah dari
kegiatan sosial dan budaya tersebut. Jasa ekosistem budaya ini memberikan daya dukung dan
sekaligus juga daya tampung. Secara umum rata-rata persentase jasa budaya dengan kategori
sangat tinggi dan tinggi adalah 65,05%.
Tabel 4 Ringkasan Daya Dukung Kota Padang dalam Jasa Budaya, 2018
N Nama Jasa Presentase Luas DDDTLH
o Penyediaan Sangat Tinggi & Tinggi Sedang Rendah & Sangat Rendah
1 Tempat tinggal 19,54% 10,06% 70,41%
2 Rekreasi 96,72% 1,91% 1,37%
3 Estetika (alam) 78,89% 18,05% 3,06%
Rata-rata 65,05% 10,01% 24,95%
Secara umum, ekoregion yang mempengaruhi jasa budaya adalah dataran fluvio gunung
api, dataran fluvio marin, dataran aluvial dan pegunungan patahan. Sementara itu, tutupan
lahan yang mempengaruhi adalah permukiman, sawah irigasi, hutan lahan kering primer dan
hutan lahan kering sekunder.
Tabel 5 Ringkasan Daya Dukung dan Daya Tampung Kota Padang dalam Jasa Pendukung, 2018
Presentase Luas DDDTLH
N Nama Jasa
Sangat Tinggi & Sedang Rendah & Sangat Rendah
o Penyediaan
Tinggi
1 Pembentukan tanah 57,91% 23,34% 18,74%
2 Siklus hara 53,58% 16,98% 29,44%
3 Produksi primer 73,59% 8,64% 17,76%
4 Biodiversitas 64,97% 11,47% 23,56%
Rata-rata 62,51% 12,36% 23,59%
Ekoregion yang mempengaruhi jasa ini adalah pegunungan patahan, dataran fluvio
gunung api dan dataran fluvio marin. Sedangkan Tutupan lahan yang mempengaruhi jasa ini
adalah hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder.
Keterangan :
SS = Sudah terlaksana dan sudah tercapai
SB = Sudah terlaksana dan belum tercapai
TT = Sudah terlaksana tapi tidak ada target di Perpres
NA = Tidak ada data/belum terlaksana
Tidak semua jenis urusan di atas merupakan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Oleh
karena itu, Indikator TPB Kota Padang juga dikelompokkan berdasarkan SPM. SPM merupakan
ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan
Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal. Berikut adalah capaian TPB
berdasarkan SPM
No Nama SPM Jumlah Indikator SS SB TT NA
1 Kesehatan 26 15 3 4 4
2 Ketentraman, Ketertiban 12 2 2 6 2
Umum dan Perlindungan
Masyarakat
3 Pekerjaan Umum 7 0 3 0 4
4 Pendidikan 13 3 5 2 3
5 Perumahan Rakyat 1 0 0 0 1
6 Sosial 4 2 2 0 0
Total 63 22 15 12 14
A. Kuantitas Air
Sungai-sungai yang ada di Kota Padang dipasok sebagian besar oleh air hujan dan air
tanah. Secara garis besar, daerah aliran sungai yang ada di Kota Padang terdiri dari DAS Air
Dingin, DAS Air Timbalun, DAS Batang Kuranji, DAS Batang Arau, DAS Batang Kandis,
dan DAS Sungai Pisang. Lahan kitis yang ada di daerah aliran sungai Kota Padang
diantaranya.
1. Lahan Kritis di Hulu Sungai
a. Hulu Sungai Batang Aru : Pada kawasan sebelah timur dan udara, Indarung, telah
terjadi pembabatan hutan untuk pengambilan bahan baku semen (batu kapur) dan
tidak ditanami kembali sehingga kawasan Indarung mengalami erosi berat dan hutan
gundul.
b. Hulu Sungai Batang Kuranji : Ketika hujan turun, air sungai berwarna kuning gelap
dan pada hulu sungai terdapat penambangan bahan galian C berupa pasir batu dan
kerikil
c. Hulu Sungai Batang Air Dingin : Kondisi hutan di kawasan ini masih termasuk baik
meskipun telah terdapat indikasi ke arah pengrusakan dengan dibukanya akses jalan
baru dan pembukaan lahan perkebunan yang menyebabkan erosi di hulu sungai.
d. Hulu Sungai Batang Kandis : Pada kawasan ini dapat ditemukan padang alang-alang
sebesar kurang lebih 369 Ha yang dikhawatirkan dapat memberi dampak pada erosi di
hulu sungaidan meluapnya debit sungai saat musim hujan.
2. Lahan Kritis di Daerah Dataran Sungai
a. Dataran Sungai Batang Arau : Terjadi perlebaran sungai akibat erosi yang
menyebabkan kawasan pertanian yang langsung berbatasan dengan sungai. Selain itu,
erosi juga menyebabkan perubahan warna air sungai. Di kawasan tersebut juga
terdapat pabrik yang mempengaruhi kualitas air sungai sehingga air di hilir Sungai
Batang Arau tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat.
b. Dataran Sungai Batang Kuranji : Erosi menyebabkan ambruknya lahan di kedua sisi
sungai. Hal tersebut dikarenakan banyaknya penambangan sirtukil pada badan sungai,
daerah hulu sungai yang telah gundul sehingga debit air mudah meningkat ketika
hujan dan merusak tebing, serta membawa pecahan batu dan lumpur yang berasal dari
hulu.
c. Dataran Sungai Batang Air Dingin : dataran pada sungai ini cenderung bertambah
lebar akibat adanya aktivitas penambangan bahan galian C dan adanya pengikisan
tebing sungai oleh besarnya debit air ketika hujan.
3. Lahan Kritis di Daerah Hilir Sungai
a. Hilir Batang Arau : pada tebing hilir sungai, telah dilakukan pembetonan tebing
melalui proyek pengendalian banjir sehingga tidak terjadi erosi dan pelebaran badan
sungai.
b. Hilir Batang Kuranji : kedua sisi sungai telah dilakukan pembetonan sehingga potensi
runtuhan tebing berkurang.
c. Hilir Batang Air Dingin : pada kawasan ini, terdapat tanggul sungai yang landai dan
adanya cekungan pantai yang rendah dan terisi oleh air laut ketika pasang naik.
Kawasan ini memiliki ketinggian 0-1 m dari permukaan laut. Sebelah utara dan
selatannya dipenuhi oleh perumahan yang lantai rumahnya cukup rendah yang
menyebabkan kerawanan banjir yang tinggi. Kawasan rawan banjir seluas kurang
lebih 6 Ha.
d. Hilir Batang Kandis : kawasan ini terdiri dari lahan gambut yang cukup rendah
sehingga sering terjadi pendangkalan dan sedimentasi sungai. Kawasan ini terancam
oleh erosi sungai dan gelombang laut dengan indikasi tanggul sungai yang terlalu
rendah karena tanah gambut dan adanya pendangkalan sungai akibat sedimentasi yang
cukup tinggi.
e. Hilir Batang Timbalun : sungai ini memiliki 2 muara, dimana muara yang satu
memiliki kondisi yang cukup parah dan muara lainnya memiliki aliran air yang
lancar. Mulut muara dengan kondisi buruk tersebut sering tertutup ketika musim
kemarau sehingga menimbulkan genangan dan akan terbuka ketika musim hujan.
Aliran air yang menuju muara ini berkelok dan memiliki banyak endapan yang
ditimbuni ilalang dan nipah sehingga menimbulkan banjir saat musim hujan.
Rumusan Isu Strategis Berdasarkan Evaluasi TPB yang Belum Tercapai dan Tidak ada
Data
Untuk pencapaian target, arah kebijakan dan program yang telah dijalankan saat ini perlu
dilanjutkan. Perlu diketahui bahwa target yang ditetapkan dalan TPB dalah target pada tahun
2030, sehingga bila memang bila saat ini target tsb belum tercapai perlu dibuat target antara
sampai akhir periode RPJMD (tahun 2023). Memperhatikan lebih jauh kondisi pencapaian target
saat ini diperkirakan penyebab belum tercapainya target tsb karena beberapa hal di bawah ini:
1. Target yang ditetapkan adalah target nasional dan merupakan target yang baru saja
dirumuskan sesuai Perpres No 59/ 2017.
2. Adanya perbedaan nomenklatur dalam indikator untuk pencapaian target.
3. Belum adanya kesesuaian antara arah kebijakan departemen terkait yang membawahi OPD
pada tingkat Propinsi dan Kabupaten Kota dalam mencapai Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan.
4. Terlalu detailnya indikator yang terdapat dalam pencapaian TPB yang sebagian sudah
tercakup dalam indikator yang telah ada.
Pembagian Peran
Kurang lebih terdapat 56 pihak dengan perannya masing-masing yang berkontribusi
untuk Kota Padang yang terdiri dari berbagai macam bidang seperti bidang lingkungan,
sanitasi, air minum, infastruktur pemukiman, kesetaraan gender, informasi dan komunikasi,
ekonomi, koperasi dan UKM, ketenagakerjaan, kesehatan, sosial, pendidikan, serta peternaka
dan pertanian. Dan latar belakang seperti, ormas/LSM, perbankan, dan lain-lain. Pihak
tersebut sudah berkontribusi dan membantu Pemerintah Kota Padang dalam mencapai Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan. Partisipasi para pihak melalui Kemitraan Multipihak (KMP)
merupakan instrumen penting dalam pelaksanaan TPB di Indonesia. Hal ini mendorong
seluruh pemangku kepentingan untuk mengawali pelaksanaan KMP dalam skala nasional dan
lokal. KMP dipandang sebagai metode kerja, pendekatan, dan kelembagaan yang relevan
dikembangkan. Selain itu, KMP dapat mempercepat dan memperluas cakupan program dan
hal-hal yang telah dilakukan untuk mencapai Tujuan TPB (Bahagijo dkk, 2019).
BAB III
KESIMPULAN
Daftar Pustaka
Febrina, R., & Isril. (2019). Proses Politik Dalam Pembahasan Ranperda Kota Pekanbaru
Tentang RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2017-2022. Prosiding Seminar Penelitian dan
Pengabdian pada Masyarakat FISIP Universitas Riau. Pekanbaru: 06 Desember 2018.
Hal. 484-509.
Lantaeda, S. B., F. D. Lengkong, & J. Ruru. (2017). Peran Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Dalam Penyusunan RPJMD Kota Tomohon. Jurnal Administrasi Publik, 4(48):
1-9.
Muzaqi, A. H., & T. Ambulanto. (2020). Pemetaan Isu Strategis Dalam Penyusunan
Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Malang.
Jurnal Mediasosian: Jurnal Ilmu Sosial dan Administrasi Negara, 4(2): 172-192.
Wijono, B. D. (2019). Analisa Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
Jawa Timur dengan RPJMD. DIA: Jurnal Administrasi Publik, 17(1), 66-82.
Yandra, A. (2016). Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kota Pekanbaru 2012-2017. PUBLIKA: Jurnal Ilmu
Administrasi Publik, 2(1), 48-58.
Rekomendasi Hasil
Hanna Ad’hani
Menurut saya dokumen KLHS RPJMD Kota Padang Tahun 2019-2024 sudah dipaparkan
dengan cukup lengkap. Dokumen KLHS RPJMD ini sudah berusaha
memasukkan/mengangkat isu-isu strategis di wilayah Kota Padang, dilihat dari penambahan 8
indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) karena menyesuaikan dengan kondisi
geografis Kota Padang. Data dan peta yang disajikan juga sudah cukup lengkap, mencakup
RTRW dan profil DDDTLH Kota Padang. Namun, pada penjelasan beberapa data yang ada
hanya sekedar mendeskripsikan peta/tabel data dan belum menjelaskan dan mengkaji secara rinci
dan holistik. Serta, menurut saya pada dokumen ini masih belum membahas dengan detail
mengenai keterlibatan masyarakat terkait penyusunan dokumen KLHS RPJMD tersebut.
Natasha Nancy
Dalam bab rumusan isu strategis, pembahasan tentang Fluktuasi Debit Sungai dan Kualitas
Air dirasa kurang informatif dan tidak terstruktur. Selebihnya, dokumen ini telah
menyampaikan konteks dan konten yang cukup baik. Keseluruhan dokumen ini dapat
dikategorikan ke kategori baik karena terdapat rekomendasi hasil di akhir dokumen, dimana
berisikan feedback ataupun masukan untuk meningkatkan pencapaian terhadap TPB yang
telah ditentukan.
LAMPIRAN
Cover Dokumen